Upload
revina-manilkara-zapota
View
28
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
1. Pendahuluan
Pengetahuan perkembangan bedah sangat berarti dalam pemahaman seni dan ilmunya
seperti yang dipraktekkan saat ini. alasannya jelas, karena sejarah bedah memberikan dasar untuk
penghargaan evolusi bidang yang semakin penting ini dalam ilmu kedokteran. Hanya perstasi
menonjol dan lebih bermakna yang dianggap perlu bagi semua mahasiswa kedokteran yang akan
dibahas. Walaupun kedokteran kuno mengandung banyak minat bagi ahli sejarah dan ahli
arkeologi, sebagai dibuktikan oleh penulis-penulis pada awal tulisan kedokteran dikenal, ia
jarang dihubungkan langsung dengan praktek bedah klinik sezaman. Tetapi ada sejumlah uraian
penyakit yang terkemuka dalam tulisan kuno yang mencakup definisi peradangan oleh Celsus,
ahli ensiklopedi kedokteran Romawi abad pertama sesudah Masehi. Dalam mendefinisikan
peradangan, ia mengatakan: “Sekarang sifat peradangan ada empat: kemerahan, pembengkakan,
panas, dan nyeri.” Dalam abad kedua, penelitian Galen menarik banyak perhatian, seperti
doktrinnya bahwa penyakit dikendalikan oleh “empat cairan”. Mencengangkan konsep ini telah
diterima selama berabad-abad, tetapi menjadi ketinggalan zaman dan ditinggalkan selama Abad
Pertengahan.
Fielding H. Garrison menyatakan: “Kenyataannya sejarah kedokteran merupakan sejarah
kemanusiaan sendiri bersama naik-turunnya, aspirasi beraninya menurut kebenaran dan
akhirnya, kegagalannya yang menyedihkan. Masalah ini bisa disuguhkan dalam bermacam cara,
seperti suatu pertunjukan yang indah, suatu susunan buku, suatu pawai sifat, suatu rangkaian
teori, suatu perluasan kebodohan manusia atau sebagai tulang dan sumsum sejarah kebudayaan
juga.”
1
2. Sejarah Ilmu Bedah
2.1. Pelopor dalam ilmu bedah
Semua ilmu kedokteran, khususnya bidang ilmu bedah, berhutang budi pertama-tama
pada ahli anatomi ilmiah, Andreas Vesalius (gambar 1). Ia mulai mengupas tepat dan terinci
anatomi manusia, sementara ia seorang mahasiswa kedokteran serta uraian telitinya dan
gambaran realistiknya mengubah total penekanan
sebelumnya pada anatomi Galenikal, yang terutama
didasarkan pada pengupasan hewan. Hari setelah
wisudanya sebagai doktor kedokteran pada
Universitas Padua, Vesalius membuat suatu
Profesor penuh atas dasar penelitian ilmiahnya
dalam pengupasan anatomi. Dalam 4 bulan, atlas
anatomi pertamanya, De Humani Corporis Fabrica,
dipublikasi dan menjadi luas digunakan. Dalam
penelitian tunggal ini, ia mengoreksi banyak kesalahan yang telah terlewatkan selama beribu
tahun dalam reporduksi anatomi Galen.
Gambar 1. Andreas Vesalius (1514 – 1564)
Ahli sejarah kedokteran terkemuka Fielding H. Garrison memilih tiga ahli bedah yang
dianggap terbesar pada seluruh zaman. Ia mencakup Ambroise Pare, John Hunter dan Joseph
Lister (gambar 2). Pare seorang ahli bedah militer Perancis yang mempunyai pikiran mengamat
yang tekun dan yang telah memperkenalkan kembali pemakaian kuno ligasi untuk
2
mengendalikan perdarahan. Ia juga dikenal untuk pengalaman klinik terkontrol klasik sewaktu
perang Denonvilliers (1552), ia mengobati dua perajurit yang cedera dengan luka serupa,
sewaktu ia berbaring berdampingan dalam suatu tenda dekat lapangan peperangan. Luka
perajurit pertama ditatalaksana dengan metode standar saat itu, yaitu kateterisasi rutin dengan
minyak mendidih. Perajurit kedua ditatalaksana dengan debridemen, pembersihan dan
pemakaian balutan bersih. Kemudian Pare mengomentari bahwa ia melewatkan malam yang
gelisah, menjadi yakin bahwa pasien kedua akan sangat buruk. Tetapi kebijaksanaannya
memperlihatkan bahwa pagi berikutnya sewaktu ia menemukan pasien kedua pada hakekatnya
tanpa gejala sistemik, sedangkan yang pertama menderita demam tinggi, takikardia dan
disorientasi. Sewaktu metode baru ini menjadi terkenal, Pare diberi ucapan selamat atas kasus
pertamanya yang berhasil. Ia sangat rendah hati menjawab: “Je le pansay, Dieu le guarit”, yang
artinya: “Saya membalutnya, Tuhan menyembuhkannya”. Kutipan ini dapat ditemukan saat ini
tertulis pada patung Pare di Paris.
John Hunter seorang dosen anatomi dan bedah yang cerdas, yang akan diingat karena
pengenalan metode percobaannya. Secara sistematik ia menggunakan hewan untuk
mengembangkan teknik bedah sebelum penggunaannya dalam manusia. Ahli bedah yang sangat
bijaksana dan termasuk yang pertama berorientasi secara ilmiah, filosofi dan prakteknya terbaik
diringkaskan dalam responnya terhadap pertanyaan dari rekan dan koleganya, Edward Jenner,
penemu vaksinasi variola. Sewaktu yang terakhir berspekulasi dengan pemikiran tentang
hibernasi dalam landak, Hunter hanya mengatakan “Saya pikir pemecahan anda pantas, tetapi
kenapa hanya memikirkan? Kenapa tidak mencoba percobaan” Hunter menemukan sejumlah
operasi dan sangat tertarik dalam aneurisma arteri. Setelah hidup yang diisi dengan sokongan
bagi anatomi, fisiologi, patologi bedah maupun bedah klinik, ada sedikit ketakjuban yang
3
Garrison katakan padanya: “Dengan penemuan John Hunter, pembedahan berhenti dianggap
sebagai hanya cara teknis terapi dan mulai mengambil tempatnya sebagai cabang kedokteran
ilmiah, yang didasarkan secara kuat pada fisiologi dan patologi”.
Selama kemajuan dalam kedokteran, ilmu dasar sering mempunyai sumber penemuan
dan prinsip yang kemudian diterapkan dalam masalah klinik. Contoh cemerlangnya penelitian
Louis Pasteur (1822 – 1895), pemula teori benih penyakit. Dalam pertengahan abad 19, Pasteur
pertama memperlihatkan bahwa fermentasi dan pembusukan disebabkan oleh organisme hidup
dan ia berpikir bahwa pembentukan pus dan luka terinfeksi mempunyai patogenesis serupa.
Dalam tahun 1867, Lister mempublikasikan yang pertama dari serangkaian makalah yang
memperkenalkan konsep pembedahan antiseptik. Prinsip ini didasarkan atas perusakan semua
organisme hidup, terutama bakteri yang mungkin datang berkontak dengan jaringan pasien
selama tindakan bedah. Pembersihan cermat kulit pasien dan juga tangan ahli bedah serta
penggunaan duk steril mengelilingi lapangan operasi dan sterilisasi peralatan membentuk dasar
pembedahan antiseptik. Konsep dan praktek Lister tersebar di seluruh dunia. Bagi Lister,
penghargaan utama harus diberikan bagi perluasan akhir dalam banyak jumlah dan jenis operasi.
Sewaktu tindakan ini menjadi aman bagi pasien dengan pengurangan tajam dalam infeksi
pascabedah, maka penatalaksanaan bedah sekumpulan besar kelainan menjadi diterima luas.
4
Gambar 2. Ambroise Pare (1510–1590), John Hunter (1728–1793), Joseph Lister (1827–1912)
2.2. Perkembangan program latihan bedah (residency)
Setelah pengenalan prinsip ilmiah ke disiplin bedah, penekanan mulai ditempatkan atas
latihan ahli bedah yang tepat. Pola asli program latihan bedah dibentuk di Eropa selama setengah
akhir abad ke 19, terutama dalam klinik universitas Jerman, Swiss dan Austria. Di sanalah tokoh
besar bedah, dengan semua kekuatan dalam lapangannya masing-masing, menegakkan prinsip
latihan progresif dalam masa beberapa tahun yang mencapai puncaknya dalam posisi ‘Residen’
utama. Kebanyakan setuju bahwa ayah program latihan bedah modern adalah Bernhard von
Langenbeck, seorang ahli bedah klinik terampil yang sangat berbakat. Ia juga dosen kepala yang
mengelilingkan dirinya dengan sekelompok orang muda cerdas dan melatih mereka dengan tidak
tanggung-tanggung. Ia kepala ahli bedah di lembaga pengajaran terkemuka (the Charite) yang
bergabung dengan Universitas Berlin. Sewaktu murid Langenbeck menyelesaikan program
latihannya, ia diminta oleh universitas dan klinik utama lain di seluruh Eropa untuk memangku
jabatan. Mahasiswanya yang terkemuka antara lain Theodor Billroth yang menjadi Profesor Ilmu
Bedah di Universitas Zurich dan kemudian di Universitas Wina, tempat ia Ahli Bedah Kepala
bagi Allegemeines Krankenhaus yang terkenal di dunia; Theodor Kocher meninggalkan Berlin
5
untuk menjadi Profesor di Universitas Berne pada usia muda 31 tahun dan Trendelenburg
diangkat untuk jabatan di Leipzig. Banyak tokoh terkemuka lain dari program latihan
Langenbeck mengikuti tradisi ini serta kemasyhurannya dalam produksi ahli bedah akademi dan
klinik terkemuka saat ini menjadi berdiri mantap.
Perkembangan program latihan ‘residency’ bedah di Amerika Serikat jelas berhubungan
dengan sekolah Langenbeck-Billroth, sejak William S. Halsted, Profesor di Rumah Sakit dan
Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins yang baru dibuka, sangat terkesan selama
perjalanannya ke Jerman, Swiss, dan Austria dengan rencana Langenbeck tepat sebelum
pengangkatannya di Baltimore. Halsted secara teratur mengunjungi klinik Eropa utama dalam
setengah akhir abad ke 19. Ia menjadi sangat terkesan dengan sistem progresif latihan bedah dan
benar-benar bertekun dengan konsep bahwa mahasiswa muda cerdas sangat terpilih seharusnya
mulai sebagai dokter rumah sakit dan secara bertahap maju melalui “residency” dengan
peningkatan tanggung jawab. Ia setuju dengan Langenbeck yang dengan menyelesaikan ‘Chief
Residency’, pada hakekatnya mahasiswa seharusnya mempunyai kemampuan seperti dosennya
dalam program ini. sehingga banyak mahasiswa Halsted diangkat langsung ke jabatan akademi
bergengsi setelah menyelesaikan program ‘residency’ bedahnya.
Konsep spesifik latihan bedah Halsted muncul dalam karangannya tentang ‘Latihan
Seorang Ahli Bedah’, ia mengatakan: “Mula-mula saya bermaksud mengambil selengkap
mungkin rencana Jerman, dalam pokok sama untuk semua klinik utama . . . setiap fasilitas dan
dorongan terbesar diberikan tiap anggota staf untuk melakukan karya dalam riset”.
Dalam pidatonya yang disampaikan di Yale dalam tahun 1904, Halsted menekannya: “Di
samping tugasnya di bangsal dan tugas operasi, asisten diharapkan melakukan penelitian asli dan
menjaga sangat terampil bagi penelitian dalam patologi bedah, bakteriologi dan sejauh mungkin
6
fisiologi . . . orang muda yang bermaksud mempelajari ilmu bedah seharusnya pada awal
kehidupannya mencari untuk mendapatkan pengetahuan masalah dasar bagi pelajaran
profesinya”
Dalam pidatonya, ia juga mengatakan: “Kita memerlukan satu sistem dan kita akan yakin
memilikinya, yang akan menghasilkan tidak hanya ahli bedah, tetapi ahli bedah dari jenis
tertinggi, orang yang akan merangsang orang muda negera kita mempelajari ilmu bedah serta
mencurahkan tenaga dan kehidupannya untuk meningkatkan standar ilmu bedah.”
Keberhasilan Halsted yang mengherankan dalam melatih ahli bedah kemudian ditiru oleh
lainnya, yang mencakup Blalock, yang kemudian diangkat ke jabatan Halsted di Johns Hopkins.
Dosen kepala lain dari banyak ahli bedah akademi meliputi Wangensteen di Universitas
Minnesota serta Ravdin dan Rhoads di Universitas Pennsylvania. Dosen berbakat ini
menghasilkan banyak mahasiswa yang kemudian menjadi Profesor Departemen Ahli Bedan dan
Kepala.
7
2.3. Perkembangan utama dalam bedah umum
Laparotomi pertama yang berhasil dilakukan dalam pedesaan Kentucky pada hari Natal
1809 oleh Ephraim McDowell. Ia telah dilatih di Edinburgh di bawah sejumlah dosen terbaik
waktu itu. McDowell mengeluarkan tumor ovarium yang besar pada seorang pasien yang pulih
tanpa banyak gangguan dan hidup selama bertahun-tahun setelah itu. Ia kemudian membuang
sebelas tumor ovarium lain dengan hanya satu kematian.
Kemajuan utama lain dalam bedah abdomen dibuat oleh Billroth dari Wina yang dalam
tahun 1881 pertama berhasil melakukan reseksi lambung. Dalam seorang pasien dengan
karsinoma pylorus yang menyumbat, ia membuang bagian lambung yang terlihat dan
membentuk kembali kontinuitas dengan gastroduodenostomi. Kolesistektomi pertama dilakukan
dalam tahun 1882 oleh Karl Langenbuch dalam pria berusia 43 tahun yang telah menderita kolik
saluran empedu selama 10 tahun. Dalam tahun 1886, Reginald Fitts dari Boston menggambarkan
gambaran klinik dan gejala apendisitis akuta serta segera setelah itu McBurney dari New York
dan lainnya mengembangkan teknik bedah yang tepat untuk secara aman membuang apendik
vermiformis yang meradang.
Hernia telah diuraikan selama berabad-abad dengan luar biasa namun koreksi bedah
hanya dapat dicapai seabad yang lalu. Sementara sejumlah tindakan telah diusahakan selama
abad ke 19, Bassini dan Halsted serentak tetapi secara dengan terpisah merancang suatu operasi
yang dirancang secara anatomi, yang pada waktu itu dinamai “pengobatan radikal hernia
inguinalis”. Dua pelopor bedah ini sangat banyak menyokong perbaikan dalam hasil jangka lama
setelah tindakannya serta prinsip operasinya tetap dipraktekkan sampai hari ini.
Perkembangan pembedahan glandula thyroidea dipelopori oleh Theodor Kocher. Ahli
bedah terkemuka ini penyempurnakan operasi tiroidektomi untuk struma. Pada saat ia meninggal
8
dalam tahun 1917, ia telah melakukan 5000 tiroidektomi dalam kliniknya di Berne dengan
mortalitas hanya 0,11 persen. Ia juga memperhatikan bahwa hipotiroidisme sering timbul setelah
tiroidektomi total dan bahwa pemberian ekstrak thyroidea ke pasien diikuti oleh kembalinya
metabolisme normal. Untuk sokongannya ke pembedahan glandula thyroidea dan ke
penatalaksanaan hipotiroidisme, Kocher menjadi ahli bedah pertama yang dihadiahi Nobel dalam
tahun 1909.
Perkembangan tindakan bedah atas glandula parathyroidea dimulai oleh Mandl dari Wina
dalam tahun 1925, sewaktu ia membuang tumor parathyroidea pertama dalam pasien osteitis
fibrosus kistika yang lanjut.
Banyak sokongan spesifik bagi ilmu bedah telah mempunyai dampak luar biasa atas
lapangan ini dan sejumlah hal ini dipertimbangkan secara tersendiri. Konsep keseimbangan
cairan dan elektrolit mempunyai asal ilmiahnya dalam observasi dini Claude Bernard, Paris yang
dalam tahun 1859 mempublikasikan serangkaian kuliah yang diberi judul “Liquids of the
Organism.” Dalam sokongan besar ini, ia menekankan kemaknaan ‘milieu interieur’, yang ia
usulkan merupakan keadaan fisiologis yang memungkinkan adanya suatu organisme secara
bebas. Konsep ini dimajukan dalam tahun berikutnya, terutama oleh Cannon yang
memperkenalkan istilah “homeostasis”. The Metabolis Care of the Surgical Patient, suatu
makalah Francis D. Moore, tetap rujukan standar dalam bidang penting ini. Sokongan besar lain
yang dibuat dalam tahun 1960-an merupakan pengenalan alimentasi parenteral total mengikuti
penelitian klinik dan percobaan terkemuka Dudrick dan Rhoads. Ia memperlihatkan secara
percobaan bahwa dalam pasangan anjing sperindukan, satu menerima alimentasi normal per oral
dan lainnya menerima masukan kalori totalnya intravena, kedua hewan berkembang normal dan
9
mempunyai berat badan serupa sewaktu tumbuh. Sokongan luar biasa ini sangat merubah
penatalaksanaan dan perjalanan masa depan banyak pasien dengan masalah gizi yang parah,
khususnya yang dengan fistula usus yang telah kehilangan banyak cairan dan unsur gizi dengan
angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
2.4. Perkembangan bedah torako-kardio-vaskular
Bidang bedah vaskular menjadi kenyataan sewaktu Alexis Carrel (gambar 3) dari Lyons
memperlihatkan bahwa mungkin menggabungkan dua ujung pembuluh darah yang dipotong
dengan teknik bedah yang cermat, jarum halus dan materi benang yang dipilih cermat. Sokongan
ini telah membawa ke penyembuhan primer pembuluh
darah tanpa infeksi atau trombosis. Sebelum penelitian
klinik dan percobaannya, belum ada anastomosis
vaskular yang berhasil, usaha telah diakhiri dalam
trombosis atau infeksi. Carrel juga pertama
mentransplantasi jaringan dan organ yang menggunakan
teknik penjahitan cermatnya ini. Ia jelas meramalkan
dasar ilmiah dari lapangan transplantasi yang akan
datang dan untuk semua pencapaian sangat besar ini, ia diberikan hadiah Nobel dalam fisiologi
dan kedokteran dalam tahun 1912.
Gambar 3. Alexis Carrel (1873 – 1944)
Penggunaan pertama suatu vena saphena untuk menggantikan suatu arteri dilakukan
Goyannes di Madrid dalam tahun 1906. Setelah koreksi suatu aneurisma arteria poplitea, ia
memulihkan kontinuitas vaskular dengan menggunakan vena saphena pasien. Penelitian
10
berikutnya (terutama De Bakey) memperlihatkan kelayakan menggunakan pengganti arteri
plastik dengan durabilitas yang lama dan keberhasilan klinik yang mantap.
Dalam edisi tahun 1896, Surgery of the Chest, Paget, ditemukan pernyataan berikut:
“Pembedahan jantung mungkin mecapai batas yang disetel oleh Alam bagi semua pembedahan;
tak ada metode baru dan tak ada penemuan baru, yang dapat mengatasi kesulitan alamiah yang
menyertai luka pada jantung. Adalah benar bahwa penjahitan jantung telah diusulkan secara
samar-samar sebagai tindakan yang mungkin dilakukan dan telah dilakukan pada hewan; tetapi
saya tidak dapat menemukan bahwa ia pernah diusahakan dalam praktek.”
Karena alasan ini, ada minat khusus bahwa dalam tahun yang sama (1896), Ludwig Rehn
pertama yang berhasil menutup luka tusuk pada jantung pada pria berusia 22 tahun, yang telah
tak sadar selama masa 3 jam sebelum operasi. Rehn mengendalikan perdarahan dari suatu luka
dalam ventrikel kanan dengan 3 jahitan sutera. Pasien sejarah ini sembuh dan kejadian ini
menandai awal pembedahan jantung.
Rudolph Matas (gambar 4) menjadi pelopor bedah
lainnya, dan merupakan Profesor Ilmu Bedah di Tulane,
pertama menguraikan endoaneurismografi pembaruannya
dalam terapi aneurisma arteri. Ia mewakili
penatalaksanaan sirkulasi dan telah diterima dengan
banyak antusias.
Gambar 4. Rudolph Matas (1860 – 1957)
11
Dalam tahun 1925, Souttar dari London pertama memasukkan satu jari ke dalam auricula
atrialis sinistra, yang menyempurnakan pembidaian digital bagi katup mitral stenotik pada pasien
penyakit katup reumatik. Sayangnya hal ini belum diulangi sampai tahun 1946, sewaktu Bailey
dan kemudian Harken memulai tindakan ini lagi dengan banyak keberhasilan. Penutupan ductus
arteriosus paten pertama berhasil dicapai oleh Gross dalam tahun 1938. Strieder telah menutup
suatu ductus setahun sebelumnya, tetapi pasien ini meninggal. Koarktasio aortae dikoreksi
dengan anastomosis ujung-ke-ujung oleh Crafoord pada tahun 1944.
Pencapaian menonjol lain yang telah mempunyai dampak hebat atas bidang bedah
kardiovaskular merupakan pengenalan kateterisasi jantung oleh Forssmann dalam tahun 1929.
Penelitian pelopor ini kemudian menjadi tindakan diagnostik rutin sewaktu Cournand dan
Richards memperlihatkan manfaatnya dalam diagnosis banyak bentuk penyakit janutng. Peneliti
ini diberi hadiah Nobel dalam tahun 1956.
Terapi penyakit jantung kongenital sianotik sangat diperbesar oleh Blalock dalam tahun
1944, sewaktu ia pertama berhasil melakukan tindakan untuk tetralogi Fallot. Arteria subclavia
dianastomosis ke arteria pulmonalis untuk memperbaiki aliran darah ke paru pada pasien dengan
lesi obstruktif dalam sirkuit arteria pulmonalis. Penggunaan hipotermia dalam bedah jantung
telah memungkinkan penghentian sirkulasi sementara waktu, suatu pendekatan yang dirangsang
oleh penelitian awal Bigelow, yang memperlihatkan dalam hewan percobaan bahwa sirkulasi
dapat aman dihentikan selama masa 10 menit atau lebih pada pengurangan suhu tubuh tanpa efek
merusak hipoksia cerebrum. Teknik ini telah berhasil diterapkan dalam penutupan cacat septum
interatriale oleh Lewis dan Varco dalam tahun 1952. Pencapaian terkemuka berikutnya dalam
bidang ini dari Gibson, yang mengembangkan sirkulasi ekstrakorporal. Kemajuan sangat besar
ini dimulai dengan percobaan laboratorium dalam tahun 1931 dan secara sistematik diikuti oleh
12
peneliti berdedikasi ini dan istrinya sampai tahun 1953, sewaktu mesin jantung-paru pertama
berhasil digunakan dalam penutupan cacat septum interatriale dengan menggunakan pompa
oksigenator untuk menggantikan jantung dan paru, sementara cacat ini dikoreksi. Segera setelah
itu dan dengan menggunakan teknik ini, Lillehei dan juga Kirklin berhasil mengoreksi cacat
septum interventriculare, tetralogi Fallot dan banyak cacat jantung kongenital lain.
Suatu aneurisma aorta abdominalis pertama dikoreksi dengan pembedahan oleh Du Bost
di Paris dalam tahun 1951. Dalam tahun yang sama, cangkokan arteri plastik pertama
diperkenalkan secara percobaan oleh Voorhees dan Blakemore. Implantasi pertama yang berhasil
bagi suatu katup jantung protesa dicapai oleh Starr dalam tahun 1960.
Penatalaksanaan bedah iskemia myocardium sekarang tersebar luas. Penggunaan pertama
cangkokan pintas vena saphena ke sirkulasi coronaria dilakukan tahun 1962. Setelah penerapan
teknik ini dalam rangkaian pasien oleh Favaloro dan Johnson yang memperlihatkan manfaatnya,
tindakan ini sekarang telah menjadi tindakan bedah jantung yang terlazim dilakukan di Amerika
Serikat. Bedah ini yang menyebabkan penghilangan total nyeri angina maupun perluasan masa
hidup yang bermakna bagi pasien.
13
Daftar Pustaka
1. Sabiston DC. Kejadian Penting dalam Ilmu Bedah. Dalam. Sabiston DC, editor. Buku Ajar
Bedah. Cetakan II (terjemahan). EGC: Jakarta; 1995.
2. Meada RH. An Introduction to the History of General Surgery. Saunders: Philadelphia; 1986.
3. Ravitch MM. A Century of Surgery: The History of the American Surgical Association. Vol
1. Lippincott: Philadelphia; 1981.
14