Upload
phungtuong
View
241
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN
DARUTTAUHID Al-ALAWIYAH POTROYUDAN, JEPARA, JAWA
TENGAH 1980-2016
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Mendapat Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
Muhammad Yusuf Achada
1112022000021
KONSENETERASI ASIA TENGGARA
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2017 M
SEJARAH DAN PERKEⅣ IBANGAN PONDOK PESANTREN
DARUTTAUHID AL ALAV/1YAH POTROYUDAN JEPARA 1980‐ 2016
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Mendapat Gelar Sarjana Humaniora(S.Hum)
oleh:
RIuhanllnad Yusuf Achada
NIⅣI.1112022000021
Pembimbing
―、PII.A
NIP,19560817198603 1006
KONSENTRASI ASIA TENGGARA
PROGRAM STUDISEJARAH DAN PERADABANISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUⅣ IANIORA
UNIVERSITASISLAⅣI NEGRI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439H/2017 Ⅳl
PENGESAHAN PANITIA IJJIAN
Skrlpsi bcttudul SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PONDOK
PESANTREN DARUTTAUHID AL― ALAヽVIYAH POTROYUDAN JEPARA
nWA TENGAH 1980,m6d山 市両k袖 酬 amttlnumttwttLhhsttb
dan Hlllllaniora lJINT Syarif Hidayatullall Jaka■ a pada 2S Dcscmbcr 2017 Skripsii〕 li
tclah ditcril■a scbagai syarat mclllpcrolcll gclar Saljalla IIumaniora(S.H[チ M)pada
l〕rOgra11l studi Scjarah dan Pcradaba1l lslanl.
.Iakar fa. ? E Descnrber 2()11
SIDANG M■ ■ヾ AQASYAH
nggota
H Nuthasan.MA〕ヽT「P196967241997031001
′Ч、
Drs II NIa'l■ lf Tvfisball.MA
NIP 19591222 199103 1 003
Anggota
Pcrnbin-rbing
Selo-etalis Meran
504172005012007
pcneLrji ll
IDIs I1 /ヽzhar Sh〔llch.MANll)196509192000001002
NIP.195608171986031006
Lembar Pernyataan
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (Sl), Fakultas
Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Adab dan
Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
J akNta, 28 Desemb er 2017
Muhammad Yusuf AchadaNrM. l tt2022000021
3.
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis limpahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan para Sahabatnya.
Karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana Strarta 1 (S-1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan diselesaikannya penulisan skripsi ini, tentunya tidak sedikit kesulitan,
hambatan yang penulis hadapi dan rasakan, baik yang menyangkut masalah
menejemen waktu, teknis pengumpulan data dan lain sebagainya. Akan tetapi, dengan
semangat, kerja keras, dan doa serta dorongan dan bantuan yang datang dari berbagai
pihak, kesulitan dan hambatan tersebut sedikit demi sedikit dapat teratasi.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menyadari bahwa semua ini tidaklah
semata berhasil dengan tenaga dan upaya sendiri, namun banyak pihak yang telah
berpartisipasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, baik yang bersifat moril
maupun materil, oleh karena itu, sepatutnya penulis menyampaikan banyak terima
kasih atas kerjasamanya dan doronganya. Terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN
Jakarta, dan para wakil Dekan, I, II, dan III serta Seluruh staf dan pegawai
Fakultas Adab dan Humaniora.
v
2. Bapak H. Nurhasan, M.A, Ketua Jurusan SPI dan ibu Shalikatus Sa’diyah, M.Pd
selaku Sekertaris Jurusan SPI, yang telah memberikan kesempatan untuk
menyelesaikan prosedur administrasi akademik mulai dari perkuliahan hingga
selesainya jenjang S-1 penulis.
3. Bapak Dr. H. Abdul Wahid Hasyim, M.Ag, Pembimbing Skripsi yang dengan
ikhlas telah memberikan ilmu dan waktunya untuk membimbing penulis hingga
selesainya penulisan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Budi Sulistiono, Penasehat Akademik yang telah membimbing
penulis dalam menghadapi masa-masa perkuliahan dari awal masuk hingga akhir
perkuliahan.
5. Seluruh dosen Program Studi Sejarah Dan Peradaban Islam yang telah banyak
berjasa terhadap penulis dalam memberikan motivasi dan bimbingan.
6. Abah KH. Ahmad Roziqin, Abah KH. Mundliri Jauhari, Ustadz Abidin, Kang
Deni Setiawan, Kang Mustafa Ad-Damawy, narasumber yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk wawancara dalam penulisan skripsi ini, sekaligus
para santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah yang telah memberikan
banyak sekali ilmu dan pengalaman buat penulis.
7. Orang tua penulis, almarhum Ayahanda Suharjono, Ibunda Neneng Sumiati,
beserta Kakak-Kakak penulis Mas Muhammad Azhari Sujono, Mas Muhammad
Farid Ma’ruf, Mbak Dian, Mbak Uta, dan adik Penulis Adik Muhammad Hafid
Aziz yang telah memberi dukungan dan memotivasi kepada penulis dalam
mengerjakan skripsi ini.
vi
8. Teman-teman SKI angkatan 2012, teman-teman Pondok Adil, dan teman-teman
seperjuangan yang ikut memberikan partisipasinya, khususnya kepada Imam
Maulana M.S, Dani, Gujud, Ricky, Haidir, Eghi dan semua orang yang telah
membantu penulis hingga selesainya skripsi ini.
Skripsi tidak sempurna, banyak kekurangan, oleh karena itu Penulis ucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan
skripsi ini hingga selesai. Dan Penulis hanya bisa berdoa, semoga amal baik mereka
diberikan ganjaran yang setimpal, karena Allah SWT adalah sebaik-baiknya pemberi
balasan.
Jakarta, 28 Desember 2017
Penulis
Muhammad Yusuf Achada
vii
Ringkasan
Nama : Muahmmad Yusuf Achada
NIM/Jrsn : 1112022000021/Sejarah dan Peradaban Islam (SPI)
Judul : “Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren Daruttauhid Al
Alawiyah Potroyudan Jepara 1980-2016”
ABSTRACT
Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah is a boarding school founded by
KH. Ahmad Jauhari (Mbah Johar), Based on the mandate of his teacher Abuyya
Sayyid Muhammad Al Alawy Al Maliky. As well as, the capital of the sciences he
has learned from various teacher. These sciences became a source of education for
the santri and the wider community. And Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah
able to survive in the middle of society by bulding madrasah. In the words, Pondok
Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah has managed to show its success to survive in the
midst of modern society.
vii
Skripsi ini berjudul “Sejarah dan
Perkembangan Pondok Pesantren
Daruttauhid Al Alawiyah Potroyudan
Jepara 1980-2016”.
Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan metode kualiltatif, karena
dalam skripsi ini, penulis ingin memberikan,
menerangkan, mendeskripsikan secara kritis,
atau memberi gambaran tentang Pondok
Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah
Potroyudan, Jepara, Jawa Tengah yang telah
mampu mempertahankan eksistensinya di
tengah-tengah masyarakat modern.
Temuan penelitian penulis antara
lain : pertama, latar belakang berdirinya
Pondok Pesantren tersebut berdasarkan
sebuah amanah dari sang Guru Abuyya
Sayyid Muhammad Al Alawy Al Maliky
kepada KH. Ahmad Jauhari (Mbah Johar)
untuk membangun sebuah Pesantren di
kampung halamannya dengan nama
Daruttauhid Al Alawiyah. Kedua, pada awal
berdirinya Pondok Pesantren tersebut hanya
memiliki beberapa santri, dan belum
menginap di pondok.
Seiring berjalannya waktu, jumlah santri di
Pondok tersebut mulai meningkat. Di sisi
lain, Mbah Johar berhasil membangun rasa
simpatik masyarakat untuk peduli terhadap
pondok pesantren. Kemudian ia didaulat
menjadi Mursyid Toriqoh dan membuat
majlis pengajian yang diselenggrakan setiap
hari Ahad pagi dan berlangsung hingga
sekarang. Ketiga, dalam beberapa tahun
terakhir, Pihak Pondok membangun
sekolah/madrasah dengan tujuan untuk
mengatur jadwal sekolah dan ngaji yang
lebih efisien.
Melihat dari bukti-bukti dan hasil
penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa
Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah
merupakan pondok pesantren yang mampu
bertahan di tengah masyarakat modern
dengan membangun sekolah/madrasah
sebagai salah satu faktornya. Dengan kata
lain, Pondok Pesantren Daruttauhid Al
Alawiyah telah berhasil menunjukkan
keberhasilannya untuk bertahan ditengah-
tengah masyarakat modern.
x
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...….iv
ABSTRAK…………………………………………………………………………..vii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………....x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………..1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………..4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………...5
D. Tinjauan Pustaka………………………………………….6
E. Kerangka Teori……………………………………………7
F. Metode Penelitian…………………………………………9
G. Sistematika Penulisan……………………………………14
BAB II BIOGRAFI PIMPINAN PONDOK PESANTREN
DARUTTAUHID AL ALAWIYAH POTROYUDAN
JEPARA JAWA TENGAH
A. Biografi Pimpinan Pondok Pesantren Daruttauhid……...16
B. Pendidikan Pimpinan Pondok Pesantren Daruttauhid…...22
C. Karya-karya Pimpinan Pondok Pesantren Daruttauhid….26
xi
BAB III BERDIRINYA PONDOK PESANTREN DARUTTAUHID
AL ALAWIYAH POTROYUDAN JEPARA JAWA
TENGAH
A. Kondisi Masyarakat……………………………………..28
1. Kondisi Geografis…………………………………....28
2. Kondisi Kependudukan…………………………...…29
3. Kondisi Agama………………………………………30
4. Kondisi Sosial………………………………………..32
5. Kondisi Ekonomi…………………………………….33
B. Beridirnya Pondok……………………………………....35
1. Latar Belakang Berdirinya Pondok…………………..35
2. Nama Pondok….……………………………………..37
3. Letak Pondok……………………………….………..38
C. Visi dan Misi Pondok…………………………………….
BAB IV PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN
DARUTTAUHID AL ALAWIYAH POTROYUDAN
JEPARA JAWA TENGAH
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Daruttauhid…….…40
1. Keadaan Santrinya………………………………...41
2. Keadaan Gurunya…………………………………45
3. Keadaan Kurikulumnya…………………………...47
4. Keadaan Sarana dan Prasarananya………………..49
B. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Daruttauhid……...51
1. Sistem Pendidikan Tradisional……………………53
2. Sistem Pendidikan Klasikal……………………….54
xii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………….56
B. Saran ………………….………………………………….57
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….………59
LAMPIRAN…………………………………………………………………………62
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat menentukan dan berpengaruh
tergadap perubahan sosial. Melalui pendidikan diharapkan bisa menghasilkan para
generasi penerus yang mempunyai karakter yang kokoh untuk menerima tongkat
estafet kemepimpinan bangsa.1 Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan
yang tidak pernah lepas dari pandangan masyarakat Indonesia secara umum. Di sisi
lain, pondok pesantren tidak hanya berperan mendidik santri-santrinya untuk menjadi
individu yang berkepribadian Islami, tetapi juga memiliki peranan lain, yaitu sebagai
pusat penyebaran agama Islam. Hal tersebut dinyatakan oleh Nur Inayah dan Endry
Fatimaningsih dalam Jurnal Sociologie, Vol. 1 No. 3 yang berjudul “Sistem
Pendidikan Formal Di Pondok Pesantren (Studi Pada Pondok Pesantren Babul
Hikmah Kecamatan Kalinda Kabupaten Lampung Selatan)” :2
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pusat penyebaran agama
Islam lahir dan berkembang semenjak masa-masa permulaan kedatangan agama
Islam di Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa pondok pesantren sebagai
lembaga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia telah menunjukan
kemampuannya dalam mencetak kader-kader ulama dan turut berjasa dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pesantren, jika disandingkan
dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, merupakan system
1 M. Syaifuddien Zuhriy, Budaya Pesantren Dan Pendidikan Karakter Pada Pondok Pesantren
Salaf, Walisongo, Vol. 19, No. 2, November 2011, hal, 288.
2 Nur Inayah dan Endry Fatimaningsih, Sistem Pendidikan Formal Di Pondok Pesantren
(studi pada pondok pesantren Babul Hikmah Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan),
Jurnal Sociologie, Vol. 1, No. 3, h. 215-128.
2
pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang
indigenous.3
Pondok pesantren sebagai pendidikan nonformal merupakan lembaga
pendidikan dan penyiaran agama Islam yang tradisional. pondok pesantren tradisional
juga juga merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia karena sejalan dengan
perjalanan penyebaran Islam di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan berdirinya
pondok-pondok pesantren sejak abad ke-15, seperti Gelogah Arum yang didirikan
oleh Raden Fatah pada tahun 1476 sampai pada abad ke-19 dengan beberapa pondok-
pondok pesantren yang dipimpin oleh para wali, seperti Pesantren Sunan Malik
Ibrahim di Gresik, Pesantren Sunan Bonang di Tuban, Pesantren Sunan Ampel di
Surabaya dan Pesantren Tegal Sari yang terkemuka di Jawa.4
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang
membentuk perilaku Islami Masyarakat, di mana para pengasuhnya dan para
santrinya tinggal dalam satu lokasi pemukiman dengan didukung bangunan utama
meliputi; rumah pengasuh, masjid, tempat belajar/madrasah/sekolah, dan asrama.
Pondok pesantren dewasa ini merupakan lembaga gabungan antara sistem pondok
pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara
tradisional, sistem pendidikan formal berbentuk madrasah bahkan sekolah umum
dalam berbagai tingkatan dan kejuruan menurut kebutuhan masyarakat masing-
3 Nur Inayah dan Endry Fatimaningsih, Sistem Pendidikan Formal Di Pondok Pesantren
(studi pada pondok pesantren Babul Hikmah Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan),
Jurnal Sociologie, Vol. 1, No. 3, h. 215-128.
4Azhari, Eksistensi Sistem Pesantren Salafi Dalam Menghadapi Era Modern ,Islamic Studies
Journal, Vol. 2 No. 1 Januari – Juli 2014, h. 53-54.
3
masing. System pendidikan ini membawa keuntungan, antara lain; pengasuh mampu
melakukan pemantauan secara leluasa hampir setiap saat terdapat perilaku santri, baik
yang terkait dengan upaya pengembangan intelektualnya maupun kepribadiannya.
Keuntungan kedua adalah adanya proses pembelajaran dengan frekuensi yang tinggi
sehingga dapat memperkokoh pengetahuan yang diterimanya. Keuntungan ketiga
adalah adanya proses pembiasaan akibat interaksinya setiap saat, baik sesama santri,
santri dengan ustadz maupun santri dengan kyai. Keuntungan lainnya adalah adanya
integrasi antara proses pembelajaran dengan kehidupan keseharian.5
Untuk wilayah Jawa, pondok pesantren tidak pernah luput dari pandangan
masyarakat Jawa. Hal tersebut dikarenakan pondok pesantren memiliki peranan
khusus dalam membentuk individu yang intelektual atas dasar nilai-nilai Islami,
sehingga pondok pesantren menjadi cukup dominan dalam dunia pendidikan. Namun,
dalam menghadapi tantangan zaman, pondok pesantren harus memiliki identitas yang
dapat dijadikan modal utama dalam mendidik para santrinya, dan memiliki
perencanaan agar dapat mempertahankan tradisi-tradisi yang ada di dalamnya. Hal
tersebut dapat dibuktikan oleh beberapa pesantren di Jawa, seperti pondok pesantren
Gontor, Tebuireng, dan Maslakul Huda Kajen-Pati di Jawa Tengah yang mampu
berdiri kokoh hingga saat ini. Namun untuk kajian ini akan terfokus pada pondok
pesantren yang ada di Kabupaten Jepara Jawa Tengah khususnya Desa Potroyudan,
yakni Pondok Pesantren Daruttauhid Ptroyudan Jepara.
5 Nur Inayah dan Endry Fatimaningsih, Sistem Pendidikan Formal Di Pondok Pesantren
(studi pada pondok pesantren Babul Hikmah Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan),
Jurnal Sociologie, Vol. 1, No. 3, h. 215-128.
4
Pondok Pesantren Daruttauhid Potroyudan Jepara berdiri sejak tahun 1980,
dan hingga saat ini masih dapat berdiri di tengah-tengah masyarakat modern. Dalam
perkembangannya, pondok pesantren tersebut bukan pondok pesantren besar, dan
tidak dapat dibandingkan dengan pondok pesantren lainnya seperti Gontor,
Tebuireng, serta Maslakul Huda Kajen-Pati. Namun yang menjadi masalah adalah
apa yang membuat Pondok pesantren Daruttauhid mampu bertahan hingga sekarang?.
Serta strategi apa yang diterapkan untuk mempertahankannya?.
Berangkat dari gagasan tersebut, penulis mengangap bahwa kajian ini cukup
menarik untuk dikaji lebih dalam dan perlu dikembangkan menjadi sebuah karya tulis
ilmiah untuk menambah kajian dalam dunia Sejarah Kebudayaan Islam, khususnya
dalam bidang Pondok Pesantren di Indonesia. Dengan adanya kajian tersebut, penulis
berharap bahwa masyarakat tidak mengesampingkan peranan pesantren dalam
membentuk individu yang berkarakter6 Islami. Sehingga masyarakat dapat memiliki
peranan sendiri dalam berkontribusi terhadap Pondok Pesantren. Karna di sisi lain,
Pondok Pesantren tidak akan mampu berdiri sendiri jika tidak ada bantuan oleh
masyarakat, baik secara dukungan hingga materi. Dan masyarakat yang paling
berperan adalah masyarakat yang ada di sekitar Pondok Pesantren tersebut, dalam
kasus ini adalah Pondok Pesantren Daruttauhid dan masyarakat Potroyudan Jepara
Jawa Tengah.7
6 Umar Bukhory, Status Pesantren Mu’adalah; Antara Pembebasan dan Pengebirian Jatidiri
Pendidikan Pesantren, Karsa, Vol. IXI, No. 1, April 2011, h, 49.
7 KH. Ahmad Roziqin, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al-Alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara, 29 Januari 2017.
5
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH
1. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan judul di atas dan agar permasalahan tidak melebar, maka
penulis hanya menjelaskan sejarah berdirinya Pondok Pesantren Daruttauhid dan
perkembangannya sampai tahun 2016.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahannya penulis
rumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana biografi pimpinan Pondokn Pesantren Daruttauhid?
b. Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Daruttauhid?
c. Bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Daruttauhid?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui biografi pimpinan Pondok Pesantren Daruttauhid
b. Untuk mengetauhi sejarah berdirinya Pondok Pesantren Daruttauhid
Potroyudan Jepara Jawa Tengah.
c. Untuk mengetahui perkembangan Pondok Pesantren Daruttauhid
Potroyudan Jepara Jawa Tengah.
d. Untuk mengetahui pandangan masyarakat mengenai Pondok pesantren
Daruttauhid.
6
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penulisan karya ilmiah ini, diantaranya:
a. Manfaat Akademis
Sebagai tambahan refrensi kajian sejarah Islam khususnya Pondok
Pesantren. Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
positif terhadap dunia Sejarah Kebudayaan Islam.
b. Segi Praktis
a) Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi Sejarah
Kebudayaan Islam, khususnya Pondok Pesantren. Serta dapat menjadi
acuan bagi peneliti berikutnya untuk meneliti lembaga tersebut dalam
aspek yang lain.
b) Karya ilmiah ini diharapkan dapat meingkatkan kesadaran masyarakat
Muslim dalam menanggapi pentingnya suatu lembaga pendidikan
pesantren.
7
D. TINJAUAN PUSTAKA
Sepanjang pengetahuan penulis sudah banyak cendekiawan yang membahas
permasalahan mengenai pondok pesantren di Indonesia, khusunya pada wilayah
pulau Jawa:
Dalam skripsi M. Fathul Yaqin berjudul “Peranan Pondok Pesantren Al-Fatah
Dalam Peningkatan pendidikan Masyarakat Pasir Angin Cileungsi Bogor Jawa Barat
(1993-1999)” pada tahun 2014, dijelaskan tentang peranan pondok pesantren dalam
meningkatkan pendidikan sebagai modal awal sebelum kembali kepada masyarakat
secara umum.
Selain skripsi M. Fathul Yaqin, terdapat pula sebuah Jurnal Sosoal dan
Budaya Keislaman Vol. 23, No. 2, Desember 2015 karangan Muhammad Hasan
berjudul “Inovasi dan Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren, dijelaskan tentang
bagaimana langkah-langkah yang perlu diambil oleh pondok pesantren untuk
menciptakan inovasi serta modernisasi untuk tetap bertahan.
Jurnal Sosiologi Islam, Vol. 1, No. 1, April 2011 karangan M. Shodiq
berjudul “Pesantren dan Perubahan Sosial” dijelaskan tentang perubahan baik itu
sedikit atau bahkan menyeluruh seperti penyesuaian diri di tengah-tengah masyarakat
modern.
Terakhir skripsi yang ditulis oleh Rizki Dzulfikar Fahmi tahun 2011 yang
berjudul “Modernisasi Pendidikan Islam Indonesia Studi Kasus : Pembaharuan
Pendidikan Pondok Peantren Attaqwa Bekasi (1956-2000), dijelaskan tentang sebuah
8
arah modernisasi pendidikan Islam pada pondok pesantren yang lebih menyinggung
dalam ranah pendidikan.
Namun dari beberapa studi tersebut belum ada satupun yang menjelaskan
tentang Sejarah dan Berkembangnya Pondok Pesantren yang Daruttauhid Al-
Alawiyah serta alasan mengapa pondok pesantren tersebut masih berdiri kokoh di
tengah-tengah zaman modern ini.
E. KERANGKA TEORI
Dalam kerangka teori untuk kajian Pondok Pesantren Daruttauhid Potroyudan
Jepara ini, penulis mengambil beberapa penelusuran pustaka yang kemudian
diturunkan menjadi beberapa teori yang berhubungan dengan masalah kajian ini.
Beberapa diantaranya adalah:
1. Teori Perubahan Sosial
Perubahan sosial8 adalah proses dimana terjadi perubahan struktur masyarakat
yang berjalan dengan perubahan kebudayaan dan fungsi suatu system sosial. Berikut
beberapa perspektif mengenai perubahan sosial antara lain:
Pertama, pada system pendidikan pesantren tidak hanya mengajarkan kitab-
kitab klasik tetapi juga mengajarkan santri-santrinya dengan ilmu-ilmu modern.
Kedua, berdirinya pesantren yang mana dulu pesantren tumbuh dan berkembang di
masyarakat pedesaan akan tetapi sekarang banyak pesantren tumbuh dan
berkembang di masyarakat perkotaan. Ketiga, dalam segi kyai juga mengalami
perubahan di mana pada pesantren pedesaan kita mengenal “kyai nasab” akan
8 M. Shodiq, Pesantren Dan Perubahan Sosial, Jurnal Sosiologi Islam, Vol. 1, No. 1, April
2011. h. 118-119.
9
tetapi seiring tumbuh dan berkembangnya pesantren-pesantren diperkotaan
munculah kepada seseorang yang mempunyai keahlian dalam bidang agama dan
mempunyai manajerial yang bagus dalam mengelola pesantren.9
2. System Pendidikan Pesantren
System pendidikan adalah totalitas interaksi dari seperangkat unsur-unsur
pendidikan yang bekerjasama secara terpadu dan saling melengkapi satu sama lain
manuju tercapainya tujuan pendidikan yang telah menjadi cita-cita bersama
pelakunya. Kerjasama antar para pelaku ini didasari, dijiwai, digerakkan,
digairahkan dan diarahkan oleh nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh
mereka. Dalam system pendidikan pesantren terdapat unsur-unsur yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut: Aktor atau pelaku adalah kyai, ustadz, santri, dan,
pengurus. Sarana perangkat keras adalah masjid, rumah kyai, rumah dan asrama
ustadz, pondok pesantren, gedung atau madrasah dan sebagainya. Sarana
perangkat lunak adalah tujuan, kurikulum, kitab, penilaian, tata tertib,
perpustakaan, pusat dokumentasi dan penerangan, cara pengajaran, ketrampilan,
pusat pengembangan masyarakat dan alat-alat pendidikan lainnya.10
Adapun
prinsip-prinsip sistem pendidikan pesantren adalah sebagai berikut:
pertama, Theocentric yaitu System pesantren mendasarkan filsafat
pendidikannya pada filsafat theocentric yaitu pandangan menyatakan bahwa
semua kejadian berasal, berproses dan kembali pada kebenaran Tuhan. Kedua,
Sekarela dan mengabdi yaitu penyelenggara pesantren dilaksanakan secara
sekarela dan mengabdi kepada sesame dalam rangka mengabdi kepada Tuhan.
9 M. Shodiq, Pesantren Dan Perubahan Sosial, Jurnal Sosiologi Islam, Vol. 1, No. 1, April
2011. h. 118-119.
10
M. Shodiq, Pesantren Dan Perubahan Sosial, Jurnal Sosiologi Islam, Vol. 1, No. 1, April
2011. h. 118-119.
10
Ketiga, Kearifan yaitu pesantren menekankan pentingnya kearifan dalam
menyenggarakan pendidikan pesantren dan dalam tingkah laku sehari-hari
kearifan dimaksud disini adalah bersikap dan berperilaku sabar, rendah hati,
program patuh pada ketentuan hukum agam, mampu mencapai tujuan tanpa
merugikan orang lain dan mendatangkan manfaat bagi kepentingan bersama.
Keempat, Kesederhanaan yaitu pesantren menekankan pentingnya penampilan
sederhana sebagai salah satu nilai luhur pesantren dan menjadi pedoman
perilaku sehari-hari bagi seluruh warga pesantren, kesederhanaan yang
dimaksud disini adalah kemampuan bersikap dan berfikir wajar, proporsional
dan tidak tinggi hati. Kelima, Kolektivitas yaitu pesantren menekankan
pentingnya kolektivitas atau kebersamaan lebihtinggi dari pada individualism.11
F. METODE PENELITIAN
1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Daruttauhid Potorudan, Jepara,
Jawa Tengah, penentuan lokasi ini berdasarkan atas judul yang diangkat oleh penulis.
Sedangkan waktu penelitiannya adalah 4 (empat) bulan, sejak bulan mei 2016 sampai
bulan agustus 2016.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Penelitian kualitatif tersebut berusaha memberikan data secara sistematis dan fakta-
fakta actual. Metode ini mempunyai beberapa ciri-ciri sebagai berikut :
a. Bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah actual yang dihadapi
11
Nur Inayah dan Endry Fatimaningsih, Sistem Pendidikan Formal Di Pondok Pesantren
(studi pada pondok pesantren Babul Hikmah Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan),
Jurnal Sociologie, Vol. 1, No. 3, h. 217-218.
11
sekarang.
b. Bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi untuk disusun,
dijelaskan, dan dianalisa.12
3. Jenis Data
Data yang akan penulis gunakan adalah data kualitatif. Penulis memilih
mengunakan data kualitatif dengan tujuan untuk mengetahui berbagai aspek
mengenai Pondok Pesantren Daruttauhid Potroyudan Jepara, yang terdiri dari:
a. Gambaran umum Pondok Pesantren Daruttauhid.
b. Konsep literature Pondok Pesantren Daruttauhid.
c. Literatur-literatur mengenai kurikulum Pondok Pesantren Daruttauhid dan
peningkatan keilmuan siswa/santri.
d. Aktivitas keseharian para siswa/santri.
e. Dokumen-dokumen tertulis yang berhubungan dengan penelitian penulis.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua macam yakni
a. Data Primer
Data primer adalah sumber utama yang memberikan data informasi
12
Drs. Amirul Hadi dan Drs. H. Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung:
Pustaka Setia,1998 h. 50.
12
kepada peneliti,13
di antaranya adalah:
1) Pimpinan (Penanggung Jawab) Pondok Pesantren Daruttauhid
Potoyudan, Jepara, Jawa Tengah.
2) Para Guru/Ustadz pengajar Pondok Pesantren Daruttauhid
Potroyudan, Jepara, Jawa Tengah.
3) Para siswa/santri Pesantren Daruttauhid Potroyudan, Jepara, Jawa
Tengah.
4) Masyarakat Potroyudan Jepara Jawa Tengah.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data
kepada peneliti,14
seperti dokumentasi mengenai kurikulum, dan literatur-
literatur mengenai pendidikan dan peningkatan mutu pengetahuan
siswa/santri. Sedangkan untuk landasan teoritiknya penulis menggunakan
buku yang relevan dengan masalah penelitian serta dapat mengungkapkan
teori-teori yang ada kaitanya dengan penelitian.
13 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D,
Bandung:Alfabeta, 2007. h. 308.
14
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D,
Bandung:Alfabeta, 2007. h. 309.
13
5. Teknik Pengumpulan data
a. Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan dua orang atau lebih secara
langsung untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga
dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.15
Dalam hal ini
penulis melakukan wawancara kepada para siswa/santri, para guru/ustadz
yang ada di lingkungan pesantren. Dengan tujuan untuk memperoleh data dan
gambaran umum menyangkut hal yang akan diteliti sebagaimana yang
tercantum dalam sumber data primer.
b. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data berdasarkan buku-
buku yang dipelajari. Tujuan studi pustaka tesebut adalah demi
memperdalam pemahaman penulis dalam karya ilmiah ini.
c. Studi Dokumentasi
Studi Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan berdasarkan
dokumen-dokumen. Dokumen tersebut dapat berupa arsip pondok
pesantren, buku karangan kyai atau para santri, bahkan berupa foto-foto
dokumentasi.
15
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D,
Bandung:Alfabeta, 2007, 97.
14
d. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap
gejala-gejala yang diteliti. Melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku,
dan makna dari perilaku tersebut.16
Adapun observasi yang dilakukan peneliti
termasuk dalam jenis observasi partisipasif. Yaitu peneliti terlibat langsung
dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan
sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut
melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data. Teknik ini dipergunakan
untuk memperoleh gambaran umum mengenai kondisi Pondok Peantren
Pesantren Daruttauhid Potroyudan, Jepara, Jawa Tengah, baik di bidang
sarana, fisik, keadaan siswa/santri, tenaga pendidik dan kegiatan belajar.
6. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari data secara sistematis yang
diperoleh melalui wawancara, catatan lapangan, serta bahan-bahan lain,
kemudian menyusun data dan membuat kesimpulan, agar mudah dipahami
dan dapat diinformasikan kepada orang lain.
16
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D,
Bandung:Alfabeta, 2007, h. 94.
15
G. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Membahas tentang signifikansi pembahasan yang dimuat
antara lain Latar belakang masalah, Pembatasan dan perumusan
masalah, Tujuan dan manfaat penelitian, Tinjauan Pustaka,
Kerangka teori, Metode penelitian, Sistematika penulisan.
BAB II BIOGRAFI PIMPINAN PONDOK PESANTREN
DARUTTAUHID
Membahas tentang biografi pimpinan Pondok Pesantren
Daruttauhid Potroyudan Jepara Jawa Tengah dari generasi
pertama hingga saat ini, serta membahas pendidikan pimpinan
Pondok pesantren Daruttauhid.
BAB III BERDIRINYA PONDOK PESANTREN DARUTTAUHID
Membahas tentang nama, letak, serta struktur pondok
pesantren sebagai latar belakang berdirinya Pondok Pesantren
Daruttauhid.
BAB IV PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN
DARUTTAUHID
Membahas tentang keadaan santri dan ustadz, kurikulum,
sarana dan prasarana, system pendidikan, serta pandangan
masyarakat sekitar tentang Pondok Pesantren Daruttauhid.
16
BAB V PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan penulisan dan saran-saran untuk
penulisan selanjutnya.
16
BAB II
BIOGRAFI PIMPINAN
PONDOK PESANTREN DARUTTAUHID AL ALAWIYAH
POTROYUDAN JEPARA JAWA TENGAH
A. Biografi Pimpinan Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah Potroyudan
Jepara.
1. KH. Ahmad Jauhari
Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah merupakan lembaga pendidikan
Islam cukup terkenal pada masanya. Hal tersebut tidak luput oleh tokoh pendirinya,
yaitu KH. Ahmad jauhari atau yang akrab disapa Mbah Johar. Mbah Johar juga tokoh
agama yang dijadikan panutan oleh masyarakat Potroyudan Jepara, bahkan nama
Mbah Johar lebih dikenal masyarakat dari pada nama Pesantren yang didirikannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang Ustadz/tokoh masyarakat
setempat sekaligus alumni Pondok Pesantren tersebut, diketahui bahwa sebelum
mendirikan pesantren, ia menikah dengan putri Mbah Abbas Mansyur. Namun,
setelah menikah sang istri meninggal dunia, kemudian ia menikah lagi dengan putri
ketiga Mbah Abbas Mansyur.1
1Abidin Alumni Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah Sekaligus Tokoh Masyarakat Desa
Potroyudan, Wawancara Pribadi, Jepara, 13 Januari 2017.
17
Di sisi lain Mustafa Ad Damawy salah seorang santri pernah mendengar cerita
dari beberapa santri lain, bahwa alasan Mbah Johar menikahi putri ketiga Mbah
Abbas Mansyur bermula dari mimpi adiknya, bahwa almarhumah mendatangi
adiknya dan meminta untuk menikah dengan Mbah Johar. Oleh karena itu Mbah
Johar menikah lagi dengan adiknya, Hj. Farida Jauhari2
Dari pernikahan tersebut, Mbah Johar dikaruniai 6 (enam) anak, terdiri dari 3
(tiga) laki-laki dan 3 (tiga) perempuan. Keenam anak tersebut adalah :
a. Pertama KH. Mundziri Jauhari yang sekarang menjadi penerus pimpinan
Pondok Pesantren Daruttauhid, ia menikah dengan ibu nyai Hj. Fida Atiya
dan dikaruniai 4 (empat) anak, Muhammad Alwy, Hubabah Fatimah, Ahmad,
dan Hubabah Khadijah.
b. Kedua Ibu nyai Amalia Hidayah yang menikah dengan KH. Ahmad Miladi
pengasuh Pondok Pesantren Salsabila Bogor dan Pembina dakwah sekaligus
pembimbing haji dan umroh Ibnu Sina. Dari pernikahan ini ia dikarunia 4
(empat) anak, Ilham Baihaqi, Nahji Rabbany, Ahda Sabila, dan Aliya
Mumtaz.
c. Ketiga Ibu nyai Laila Maghfiroh seorang Hafizah, lalu ia menikah dengan
KH. Ahmad Roziqin yang yang ditetapkan sebagai salah satu pengasuh
Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah, bersama KH. Mundziri Jauhari.
Dari pernikahan ini, ia dikarunia 4 (empat) anak, Lubab Muhammad, Ahla
Roihana, Aniqo Rosyida, dan Asma’ Rofida).
d. Keempat KH. Muhammad Maimun, Lc. alumni dari Pondok Pesantren Al-
Anwar Sarang dan Universitas Damaskus Siria. Ia menikah dengan Aunun
Nailil Himma putri KH. Mahfudl Sobari seorang pengasuh Pondok Pesantren
Riyadlul Jannah Pacet Mojokerto. Dari pernikahan ini ia dikaruniai 2 anak;
Muhammad Fajrul Abid dan Maqdis Samiya).
e. Kelima Ustadz H. Abdurrahman, Lulusan Fakultas Psikologi Universitas
Negeri Malang, alumni Pondok Pesantren TBS Kudus, Nurul Haromain Pujon
Malang, dan sampai sekarang masih belajar di Pesantren Abuya Sayyid
Muhammad Alawy Al Maliky, Makkah.
2Mustafa Ad-Damawy, Santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara 13 Januari 2017.
18
f. Keenam Ibu nyai Afro’ Tsuroyya, menikah dengan KH. Ibnu Hajar seorang
alumni Pondok Pesantren Salafiyah Ibrahimiyah Situbondo Jawa Timur dan
Pesantren Abuya Sayyid Muhammad Alawy Al Maliky Makkah, sekaligus
pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Fathul Bary Krian Sidoarjo. Dari
pernikahan ini ia dikaruniai 3 (tiga) anak; Arwa Bahiyya, Muhammad Hasan
Maliky, dan A’isyah Albatuul.3
Walaupun Mbah Johar telah berkeluarga, ia masih melanjutkan studi ke
Makkah. Keluarga yang ditinggal tetap diberi nafkah, dan untuk menafkahi
keluarganya, ia menggunakan uang yang diberikan oleh pihak lembaga. Di sana
terdapat peraturan bahwa santri dilarang untuk bekerja. Sehingga segala macam
kebutuhan akan dipenuhi, termasuk untuk menafkahi keluarga.4
Ketika kembali kepada keluarganya di kampung halaman, ia berhasil
mendidik anak-anaknya dengan mengajarkan berbagai macam kitab, seperti kitab
Zuba, Fatkhul Qorib, dan Fatkhul Mu’in, sampai hafal Alfiyah.5 Namun keberhasilan
Mbah Johar tidak hanya mendidik anak-anaknya atau mendidik santri saja, namun
juga dalam hal bermasyarakat. Ia berhasil membangun rasa sismpatik masyarakat
hingga masyarakat peduli terhadap pondok pesantren. Kemudian ia di daulat menjadi
Mursyid Toriqoh Nahsyabandiyah. Setelah ditetapkan sebagai Mursyid Toriqoh, ia
membuat majlis pengajian yang diselenggarakan setiap hari ahad pagi dan masih
berlangsung hingga sekarang. Dengan masih berlangsungnya majlis pengajian
3Kang Abdi, Buku Saku Dalam Rangka Haul KH. Ahmad Jauhari ke-16, Cetakan-1, h, 20-24.
4Mustafa Ad-Damawy, Santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara 13 Januari 2017.
5KH. Ahmad Roziqin, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara, 29 Januari 2017.
19
tersebut, menandakan bahwa ia adalah satu-satunya tokoh yang berhasil didaulat
menjadi Mursyid Toriqoh.
Selain didaulat menjadi seorang Mursyib, ia dikenal sebagai Kiai langka.
Berdasarkan wawancara dengan KH. Ahmad Roziqin, diketahui bahwa “Mbah Johar
merupakan seorang Kyai langka. Dalam keterangan tersebut KH. Ahmad Roziqin
mengatakan bahwa Kyai di Indonesia jika sudah hafal Al-Qur’an maka tidak bisa
menguasai kitab kuning, dan begitu sebaliknya. Tetapi Mbah Johar mampu
menguasai keduanya, yakni menguasai kitab kuning dan mampu hafal Al-Qur’an”.6
Pada tahun 1999 Mbah Johar meninggal dunia, dan harus menitipkan semua
peninggalannya mulai dari pondok pesantren, santri, majlis pengajian, hingga
kepercayaan masyarakat, kepada pengasuh berikutnya yakni KH. Ahmad Roziqin
sang menantu, dan di tahun 2005 anak sulung dari Mbah Johar yakni KH. Mundliri
Jauhari, pulang dari Makkah untuk ikut mengasuh pondok pesantren yang
ditinggalkannya.
2. KH. Ahmad Roziqin
KH. Ahmad Roziqin merupakan seorang Kyai kelahiran Mijen Demak pada 2
Januari 1965. Ia lahir dari keluarga yang sederhana dan mengutamakan nilai
pendidikan. Dalam keluarga ia memiliki satu ayah dan tiga ibu. Ayahnya bernama H.
6KH. Ahmad Roziqin, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara, 29 Januari 2017.
20
Abdul Jalil dan ibu kandungnya bernama Nastulifah. Dari ibu kandung ia anak kedua
dari lima bersaudara, dan masih memiliki 6 saudara lain dari kedua ibu tirinya. 7
Ayahnya merupakan warga asli desa Jung Pasir, Kecamatan Wedung,
Kabupaten Demak, dan di sisi lain juga seorang santri yang pernah belajar di Pondok
Pesantren Matholi’ul Falah Kajen Pati. Setelah selesai menempuh pendidikan di
pesantren, ayahnya bekerja sebagai bertani sampai berdagang buah, hingga akhirnya
berhasil menjadi pengusaha besar pada waktu itu.8
Dapat dikatakan bahwa ayahnya adalah orang pertama dari Demak yang
mempelopori perdagangan buah di Jakarta. Berawal dari tidak memiliki apapun
hingga akhirnya memiliki kios di Pasar Induk bahkan memiliki perkebunan pribadi di
Jawa Timur. Setelah memiliki perkebunan sendiri, ayahnya mulai menanam buah-
buahan sendiri seperti mangga dan jeruk. Selain buah-buahan, ia juga menanam padi
dan tebu, hingga akhirnya berhasil menjadi pengekspor mangga terbesar pada saat
itu.9
KH. Ahmad Roziqin sangat mengagumi ayahnya yang berjuang dari tidak
memiliki apa-apa hingga menjadi seorang pengusaha besar pada masanya. Hal
tersebut yang menjadi motivasi KH. Ahmad Roziqin untuk berjuang.
7KH. Ahmad Roziqin, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara, 29 Januari 2017.
8KH. Ahmad Roziqin, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara, 29 Januari 2017.
9KH. Ahmad Roziqin, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara, 29 Januari 2017.
21
“Berawal dari keberhasilan ayahnya, ia termotivasi untuk berjuang. Dengan
kata lain, ia ingin mengikuti jejak keberhasilan ayahnya. Awal perjuangannya
dimulai dari bangku pendidikan MI (Madrasah Ibtida’iyah) sampai
menempuh perguruan tinggi di Mesir, yakni di Universitas Al Azhar. Awal
perjuangan terberatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saat
belajar di Al Azhar Mesir. Dengan bermodalkan kemandirian, ia bekerja
sebagai pemandu jama’ah haji sekaligus berdagang. Untuk barang
dagangannya berupa souvenir kaligrafi yang ditulis pada kertas khas dari
Mesir. Selain menjual souvenir, ia juga menjual beberapa makanan dari
Indonesia seperti kecap, saus, kerupuk, hingga bubur kacang hijau. Untuk
mendapatkan semua makanan tersebut, ia pergi ke Saudi Arabia. Ia
mengatakan bahwa disana banyak terdapat toko yang menjual makanan dari
Indonesia. Dengan modal tersebut, ia mampu mencukupi kebutuhan sehari-
hari sampai lulus Strata-1. Setelah lulus Strata-1 ia melanjutkan ke tingkat
Strata-2, Namun karna usianya sudah 31 tahun, maka ia harus kembali ke
Indonesia. Sebelum kembali ke Indonesia, ia pergi ke Makkah untuk
menunaikan ibadah Haji dan menikah dengan putri Mbah Johar bernama Laila
Maghfiroh, yang dijodohkan oleh Abuyya Sayyid Muhammad Al Alawy Al
Maliky sekitar tahun 1999. Hingga ahkirnya menjadi warga Jepara dengan
bermukim di rumah mertua, yakni Mbah Johar. Di rumah mertuanya, ia ikut
mengajar di Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah dan mengajar di
madrasah Walisongo Pecangaan Jepara. Setelah Mbah Johar meninggal pada
tahun 1999, ia memutuskan untuk berhenti mengajar di Madrasah Walisongo
Pecangaan Jepara, dengan tujuan untuk fokus membina pondok pesantren
yang telah ditinggalkan oleh pengasuhnya. Jadi, tahun 1999 adalah awal mula
perjalanannya mengasuh pondok pesantren Daruttauhid Al Alawiyah
Potroyudan Jepara hingga sekarang.”10
3. KH. Mundliri Jauhari
KH. Mundliri merupakan anak pertama dari pendiri Pondok Pesantren
Daruttauhid Al Alawiyah yaitu Mbah Johar. ia menikah dengan dengan Hj. Fida
Atiya dan dikarunia 4 (empat) anak, yaitu Muhammad Alwy, Hubabah Fatiyah,
10KH. Ahmad Roziqin, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara, 29 Januari 2017.
22
Ahmad, dan Hubabah Khadijah. Kemudian ditahun 2005 ia ikut membina pesantren
yang ditinggalkan oleh pengasuh utama, yaitu Mbah Johar.
Sebelum menjadi pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah, ia
menempuh pendidikan panjang berawal dari ayahnya hingga ke Makkah. Dalam
proses perjuangannya di Makkah, ia membersihkan toilet selama 10 tahun demi
mendapat berkah dari gurunya. Setelah itu, ia dipercaya menjadi sekretaris pribadi
gurunya.11
B. Pendidikan Pimpinan Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah
Potroyudan Jepara.
1. KH. Ahmad Jauhari
KH. Ahmad Jauhari yang akrab disapa Mbah Johar merupakan seorang kyai
langka yang mampu hafal Al-Qur’an sekaligus menguasai kitab kuning. ia belajar
menghafal Al-Qur’an kepada gurunya bernama KH. Arwani seorang Kyai karismatik
dari Kudus. Ia juga menguasai berbagai bidang ilmu Islam lainnya seperti Nahwu dan
Shorof, khususnya kitab Alfiyah Ibnu Malik yang dipelajari dari KH. Bisri Mustafa
seorang ulama terkemuka pada masanya. Kemudian ia belajar Ushul Fiqih kepada
KH. Zubeir Dahlan seorang ahli Fiqih di Sarang Rembang, belajar Tasawuf kepada
11KH. Ahmad Roziqin, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara, 29 Januari 2017.
23
KH. Muhammadun di Pandoan Tayu. Disamping itu, ia juga berguru kepada banyak
Kyai di Jawa, termasuk KH. Fadlol Senori Tuban dan KH. Dalhar Watucongol
Magelang. Ia tidak hanya berguru dengan kyai di Jawa saja, tetapi ia juga belajar
berbagai ilmu Islam seperti tafsir, hadits, tasawuf, dan lainnya dengan ulama-ulama
terkemuka di Makkah, terutama dengan sang guru imam Ahlus Sunnah Waljama’ah
Abuyya Sayyid Muhammad Al Alawy Al Maliky.12
Setelah selesai studi di Makkah,
ia pulang ke Indonesia dengan membawa amanah dari gurunya untuk mendirikan
pesantren, yang sekarang dikenal dengan nama Pondok Pesantren Darutauhid Al
Alawiyah, berlokasi di desa Potroyudan Jepara Jawa Tengah.
2. KH. Ahmad Roziqin
Berawal dari latar belakang ayahnya sebagai santri, kemudian KH. Ahmad
Roziqin menempuh jalan yang sama sebagai santri. Tetapi jalan akhir yang ia tempuh
tidak sama dengan ayahnya yang menjadi pengusaha. Dengan kata lain, ia masih
berjuang di dunia pendidikan khususnya pondok pesantren. Yakni dengan menjadi
salah seorang pengasuh pondok pesantren Daruttauhid AL Alawiyah di desa
Potroyudan Jepara.
Awal mula pendidikannya dimulai dari pendidikan MI (Madrasah
Ibtida’iyah) di Mijen Demak, dan ketika sore ia belajar di Diniah. Proses belajar
12 Kang Abdi, Buku Saku Dalam Rangka Haul KH. Ahmad Jauhari ke-16, Cetakan-1, h. 2-4.
24
tersebut ia lakukan dari kecil selama 6 tahun. Setelah lulus dari MI (Madrasah
Ibtida’iyah), ia melanjutkan studinya di SMP Al Ma’arif Kudus sambil mondok di
Pondok Pesantren TBS Kudus selama 6 tahun. Hal tersebut adalah awal memasuki
dunia pesantren. Ketika ramadhan, ia menyempatkan diri untuk belajar ke pondok
pesantren lain. Bahkan ia juga ikut ngaji di Mayong Balekambang Jepara. Kegiatan
tersebut ia lakukan untuk menmbah ilmu. Setelah dari Kudus, ia melanjutkan
studinya ke Pondok Pesantren Al Anwar Sarang Rembang, dengan pengasuhnya KH.
Maimun Zubair hingga sekarang. Setelah itu, ia ditunjuk untuk mengajar di madrasah
Ghozaliah Syafi’iah.13
Ketika berumur 26 tahun ia melanjutkan studi ke Mesir, yakni di Universitas
Al Azhar. Tetapi tujuan beliau bukanlah Mesir, melainkan Makkah, tepatnya di
tempat Abuyya Sayyid Muhammad Al Alawy Al Maliky. Saat itu ia sempat
kebingungan dalam menentukan jurusan. Hal tersebut dikarenakan ia berlatar
belakangkan santri. Setelah mendapat saran dari beberapa teman, ia memutuskan
untuk memilih jurusan Syari’ah. Menurutnya, jurusan tersebut dirasa cocok untuknya
sebagai santri. Setelah ia selesai studi Strata-1, ia melanjutkan studi Strata-2. Karna
usianya yang telah 31 tahun, maka ia memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan
menikah dengan Laila Maghfiroh putri Mbah Johar. Hingga akhirnya ia menjadi
salah seorang pengasuh di Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah, yang
berlokasi di desa Potroyudan Jepara Jawa Tengah.
13KH. Ahmad Roziqin, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara, 29 Januari 2017.
25
3. KH. Mundliri Jauhari
Latar belakang pendidikan KH. Ahmad Mundliri Jauhari tidak jauh dari
ayahnya, yakni KH. Ahmad Jauhari sebagai pendiri Pondok Pesantren Daruttauhid Al
Alawiyah. Dapat dikatakan bahwa ia mengikuti jejak ayahnya untuk terjun ke dunia
pendidikan, khususnya pesantren. Awal mula pendidikannya adalah belajar kepada
ayahnya sendiri KH. Ahmad Jahari. Sejak kecil ia telah belajar berbagai macam kitab
seperti kitab Zuba, Fatkhul Qorib, Fatkhul Mu’in, sampai hafal Alfiyah. Jadi, sebelum
menempuh pendidikan ke berbagai tempat, ia telah memiliki berbagai ilmu yang
dipelajari dari ayahnya. Selain belajar kitab dengan ayahnya, ia juga belajar di
pendidikan formal, seperti SD (Sekolah Dasar) dan SMP (Sekolah Mengah Pertama).
Berdasarkan wawancara dengan (santri) Deni Setiawan, diketahui bahwa
pendidikan KH. Mundliri Jauhari hanya sampai tingkat SMP. Setelah lulus ia
melanjutkan studinya ke Pondok Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. lalu pergi ke
Makkah dengan berguru kepada Abuyya Sayyid Muhammad Al Alawy Al Maliky
selama 15 tahun.14
14Deni Setiawan, Santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah, Wawancara Pribadi,
Jepara 21 Januari 2017.
26
C. Karya-karya Pimpinan Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah
Dalam dunia pendidikan, karya merupakan sesuatu yang dianggap sangat
penting untuk menunjukan potensi seseorang. Oleh karena itu, banyak dari kaum
akademisi yang berlomba-lomba membuat karya untuk menunjukan eksistensi diri
dalam dunia pendidikan. Namun untuk dunia pesantren, karya terbesar adalah
mencetak generasi baru yang lebih bermoral dalam nilai agama, dan dengan bermodal
moral, para santri dapat menunjang kehidupan yang lebih baik pada masa yang akan
datang.
Untuk karya para pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah
sendiri, lebih condong ke kepada mencetak generasi yang lebih baik dalam bidang
agama. Karya tersebut adalah karya terbesar yang telah diraih KH. Ahmad Jauhari.
Untuk karya ilmiyah sendiri, ia belum sempat untuk membuatnya. Hal tersebut
dikarenakan kesibukan dalam proses membangun pesantren yang diamanatkan oleh
gurunya. Ia sadar bahwa proses pembangunan pesantren membutuhkan waktu cukup
lama. Oleh karena itu, ia hanya memfokuskan diri pada proses pembangunan
pesantren dan mendidik para santri, sehingga akhirnya dipercaya masyarakat menjadi
Mursyid Toriqoh Nahsyabandiyah.
Berdasarkan wawancara dengan KH. Ahmad Roziqin, diketahui bahwa “karya
peninggalan Mbah Johar adalah pondok pesantren yang hingga sekarang berdiri
kokoh dan semakain berkembang. Selain itu, ia juga meninggalkan majlis pengajian
dan masih berlangsung sampai sekarang. Semua itu tidak lepas dari karya-karyanya
27
sebagai pendiri pondok, bahkan ia berhasil mendidik anak-anaknya dalam dunia
pendidikan, salah seorang diantaranya adalah KH. Mundliri Jauhari”15
KH. Ahmad Roziqin juga menulis buku manasik haji dan kitab nahwu
berbahasa jawa. Ia menulis nahwu berbahasa jawa guna membantu para santri agar
faham kitab kuning. Selain itu, ia juga membantu KH. Mundliri Jauhari dalam
menerjemahkan kitab Mafahim Yajibu Antushokhaha karangan Abuyya Sayyid
Muhammad Al Alawy Al Maliky, yang menjelaskan tentang konsep Ahlussunah
Waljama’ah.16
15KH. Ahmad Roziqin, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara, 29 Januari 2017.
16KH. Ahmad Roziqin, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara, 29 Januari 2017.
28
BAB III
BERDIRINYA PONDOK PESANTREN DARUTTAUHID AL ALAWIYAH
POTROYUDAN JEPARA JAWA TENGAH
A. Kondisi Masyarakat
1. Kondisi Geografis
Secara geografis Kabupaten Jepara terletak pada posisi 110
mp i j im n mp i
Lintang Selatan, sehingga merupakan daerah paling ujung sebelah utara dari Provinsi
Jawa Tengah. Kabupaten Jepara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa
Tengah yang beribukotakan Jepara, dengan jarak tempuh ke Ibukota Provinsi sekitar
71 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan lebih kurang 2 jam.1 Kabupaten ini
berbatasan dengan laut jawa di barat dan utara, Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus
di timur, serta Kabupaten Demak di Selatan. Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi
Kepulauan Karimunjawa yang berada di Laut Jawa. Luas administrasi adalah
1.004,16 km2.2
1http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanisitas/pokja/bp/kab.jepara/Bab%202.
pdf. Diakses pada 16 Maret 2017. 2
http://eprints.ums.ac.id/6647/1/D3050012.pdf. Diakses pada 16 Maret 2017.
29
2. Kondisi Kependudukan
Menurut data kependudukan tahun 2004, jumlah penduduk Kabupaten Jepara
sebanyak 1.059.638 jiwa, kemudian pada tahun 2008 jumlah penduduk meningkat
menjadi 1.090.839 jiwa. Ini menunjukkan bahwa terjadi pertambahan penduduk
sebesar 31.201 jiwa dalam kurun waktu lima tahun, atau mengalami pertumbuhan
rata-rata sebesar 0,59% per tahun. Sedangkan proporsi jumlah penduduk Kabupaten
Jepara hanya sekitar 3,5% dari jumlah penduduk Jawa Tengah (32,18 juta jiwa).3
Jumlah penduduk Kabupaten Jepara berdasarkan data sensus penduduk tahun 2008
adalah 1.090.839 jiwa yang terdiri dari 549.953 laki-laki (50,32%) dan 541.886
perempuan (49,68%).4
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun, kepadatan
penduduk mengalami peningkatan dari 1.055 jiwa per km2 pada tahun 2004 menjadi
1.086 jiwa per km2, pada tahun 2008 terjadi peningkatan 31 jiwa per km2 selama 5
tahun atau rata-rata terjadi pertambahan kepadatan penduduk 6,02 jiwa per km2
pertahun. Jika dilihat berdasarkan kepadatan penduduk, pada tahun 2008 kepadatan
penduduk Kabupaten Jepara mencapai 1.086 jiwa/km2. Penduduk terpadat berada di
3http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanisitas/pokja/bp/kab.jepara/Bab%202.
pdf. Diakses pada 16 Maret 2017.
4http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanisitas/pokja/bp/kab.jepara/Bab%202.
pdf. Diakses pada 16 Maret 2017.
30
Kecamatan Jepara dengan 3.087 jiwa/km2, sedangkan kepadatan penduduk terendah
berada di Kecamatan Karimunjawa dengan 122 jiwa/km2.5
3. Kondisi Agama
Mayoritas masyarakat Desa Potroyudan Kecamatan Jepara beragama Islam.
Dapat dikatakan hampir keseluruhan masyarakat Desa Potroyudan Kecamatan Jepara
adalah Islam yang dikarenakan penduduk nonmuslim hanya satu orang, yaitu
pemeluk agama Kristen. Sebelum Pondok Pesantren Dartuttauhid Al Alawiyah
didirikan di Desa Potroyudan, masyarakat setempat kental dengan budaya religius.
Tetapi religiusitasnya hanya sebatas kegiatan keagamaan pada umumnya, seperti
sholat berjamaah dan baca wirid. Selain itu, banyak kegiatan keagamaan yang mereka
lakukan seperti pembacaan Al Barjanji yang beranggotakan anak-anak, remaja,
hingga orang tua yang biasa dilakukan di musholla, majlis ta’lim, dan rumah-rumah.
Ada juga kegiatan yasinan kelompok ibu-ibu setiap ahad sore, yasinan dan tahlil
eti p m l m j m t nt k n k- n k n em j y ng il k k n i m jli t lim
yang dipimpin oleh ustadz abiding, alumni Pondok Pesantren Daruttauhid Al
Alawiyah. Kemudian ada kegiatan rebana dan Al Barjanji untuk remaja yang di
lakukan di majlis ta’lim setiap ahad malam. Di sisi lain, masih terdapat beberapa
5http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanisitas/pokja/bp/kab.jepara/Bab%202.
pdf. Diakses pada 16 Maret 2017.
31
acara keagamaan lainnya seperti mauludan, hajatan, serta peringatan hari besar
agama Islam yang sering menghadirkan para ulama.6
Pada tahun 1982, ketika Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah
didirikan, rutinitas keagamaan di Desa Potroyudan mulai ada perubahan dengan
pendalaman kajian Islam pada ahad pagi yang dipimpim oleh Mbah Johar dengan
materi kajian fiqih seperti kitab Fatkhul Qorib dan beberapa kitab lainnya. Dengan
adanya pendalaman kajian Islam tersebut, masyarakat Potroyudan mulai memahami
bahwa Islam tidak hanya sekedar menjalani rutinitas keagamaan seperti yang telah
mereka lakukan sebelumnya, tetapi mereka mulai mengerti tentang hukum-hukum
Islam dari halal hingga haram secara mendalam. Jadi, dengan adanya penambahan
wawasan tersebut, mereka menjadi lebih istens dalam menjalani rutinitas keagamaan.
Faktor utama yang menjadi sumber keilmuan Islam masyarakat setempat
adalah majlis pengajian yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Daruttauhid Al
Alawiyah setiap hari ahad. Pengajian tersebut dipimpin langsung oleh pengasuh
Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah, yaitu Mbah Johar.7 oleh karena itu,
dengan adanya Mbah Johar yang dipercaya sebagai mursyid toriqoh, masyarakat
Potroyudan telah memiliki sosok pemimpin agama yang mampu menuntun
masyarakat Potroyudan untuk menjadi pribadi yang lebih baik dalam berjuang di
jalan Islam.
6http://eprints.unisnu.ac.id/237/4/BAB 20III.pdf. Diakses pada 16 Maret 2017.
7KH. Ahmad Roziqin, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah,
WawancaraPribadi, Jepara 13 Januari 2017.
32
4. Kondisi Sosial
Kondisi sosial masyarakat secara makro dapat dilihat dari Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). IPM masih menjadi perhatian utama dalam
pembangunan daerah dengan pertimbangan bahwa sumber daya manusia yang
berkualitas dan produktif merupakan modal dasar dalam mendukung peningkatan
daya saing daerah. Secara nyata capaian IPM Kabupaten Jepara dapat diketahui dari
kondisi kesejahteraan masyarakat yang diukur dari indikator kesehatan dan
pendidikan.8
Indikator kesehatan diukur melalui indikator angka/usia harapan hidup,
semakin baik pelayanan kesehatan akan memberikan peluang hidup yang lebih lama.
Meskipun belum mencapai nilai maksimum standart global United Nation
Development Programs (UNDP) sebesar 85, angka harapan hidup penduduk
Kabupaten Jepara selama periode 2003-2007 relatif mengalami peningkatan sebesar
70,1 sampai 70,39. Angka harapan hidup masyarakat Kabupaten Jepara tahun 2007
mencapai 70,39 meningkat dibanding tahun 2003 sebesar 70,30. Hal ini disebabkan
perhatian pemerintah dan masyrakat Kabupaten Jepara terhadap pentingnya
kesehatan serta adanya kemudahan dalam mengakses sarana dan prasarana kesehatan
miskin dan kurang mampu. Cakupan pelayanan kesehatan melalui program Jaminan
Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPK-MM) perlu terus ditingkatkan.
8http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanisitas/pokja/bp/kab.jepara/Bab%202.
pdf. Diakses pada 16 Maret 2017.
33
Semua itu perlu dilanjutkan untuk meningkatkan akses penduduk miskin dan kurang
mampu terhadap pelayanan kesehatan dasar di puskesmas maupun di rumah sakit. 9
Indikator pendidikan mengalami fluktuasi selama periode tahun 2003-2007
yaitu 74,2 (2003), 72,6 (2004), 74,8 (2005), 60,3 (2006), dan 64,1 (2007). Pada tahun
2007 komponen angka melek huruf mencapai 92,62 dan rata-rata lama sekolah 7,22
tahun. Dengan kata lain, presentase jumlah penduduk yang masih buta huruf
mencapai 7,38% dan rata-rata telah lulus setingkat SMP. Hasil ini relative cukup
apabila dibandingkan dengan batasan maksimal UNDP yang harus dicapai 100 untuk
angka melek huruf dan 15 tahun untuk rata-rata lama sekolah.10
5. Kondisi Ekonomi
Pada tahun 1970 ketika pembangunan ekonomi mulai mendapatkan perhatian
dari pemerintah, industri perabotan kayu di Jepara mulai meningkat. Pesanan yang
paling utama datang dari instansi pemerintah. Pertumbuhan penjualannya mulai
terlihat hingga pada akhirnya produk Jepara mulai mendunia. Ekspor pertama produk
jepara pada tahun 1986 hanya US$30 ribu, pada tahun 1995 sudah mencapai US$150
juta. Hal tersebut menandakan bahwa peningkatan tersebut melambung 50 kali lipat
dari volume, dan 400 kali lipat dalam ukuran nilai. Industri ini juga memgalami
perkembangan ekspor di tiga tahun terakhir. Industri kerajinan kayu Jepara juga
9http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanisitas/pokja/bp/kab.jepara/Bab%202.
pdf. Diakses pada 16 Maret 2017.
10http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanisitas/pokja/bp/kab.jepara/Bab%202.
pdf. Diakses pada 16 Maret 2017.
34
memenuhi pasar domestik. Terdapat pula ekspor secara tidak langsung seperti produk
kayu Jepara yang belum menjadi barang jadi, dikirimkan ke kota-kota lain. Di kota-
kota itulah produk tersebut mendapat finishing dan setelah itu diekspor ke
mancanegara.11
Dari keterangan tersebut, dapat dikatakan bahwa kondisi perekonomian
Kabupaten Jepara selama ini didukung oleh industri Meubel, sehingga Kabupaten
Jepara dikenal sebagai Kota Ukir, dimana terdapat sentra kerajinan ukiran kayu yang
sangat popular hingga ke mancanegara. Banyaknya usaha meubel dapat mendongkrak
sektor industri pengolahan. Sektor ini jika dibandingkan dengan sektor lainnya telah
memberikan kontribusi paling besar bagi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Selain itu, Kabupaten Jepara juga banyak terdapat tempat pariwisata yang sangat
memikat wisatawan, sehingga sektor ini juga telah memberikan kontribusi yang
cukup baik bagi pendapatan daerah.12
Di sisi lain, sektor yang cukup mempengaruhi kondisi ekonomi Kabupaten
Jepara adalah adanya pembangunan pembangkit listrik energi alternative, PLTU, dan
pembangunan Jepara The World Carving Centre, dimana pembangunan kedua hal
tersebut akan membawa dampak yang sangat luas dalam ekonomi. Dibidang
ekonomi, pembangunan pembangkit listrik energi alternative, PLTU, akan
meningkatkan perputaran roda perekonomian daerah, peningkatan penyerapan tenaga
11 http://eprints.ums.ac.id/6647/1/D300050012.pdf. diakses pada 16 Maret 2107.
12
http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanisitas/pokja/bp/kab.jepara/Bab%202.pdf. Diakses pada 16 Maret 2017
35
kerja, berkembangnya usaha kecil dan besar, sarana prasarana, serta meningkatkan
pendapatan daerah.13
Terakhir adalah kondisi ekonomi berdasarkan mata pencaharian penduduk.
Untuk mata pencaharian penduduk Kabupaten Jepara cukup beraneka ragam, mulai
dari mata pencaharian di bidang pertanian sampai dengan di bidang bangunan. Mata
pencaharian di bidang pertanian ada 86.645 orang, di bidang pertambangan ada 772
orang, di bidang indutri ada 209.147 orang, di bidang listrik, gas, dan air ada 1.060
orang di bidang perdagangan ada 78.895 orang, di bidang keuangan ada 2.124 orang,
di bidang jasa ada 29.606 orang di bidang komunikasi ada 19.585 orang, di bidang
bangunan 19.990 orang.14
B. Berdirinya Pondok
1. Latar Belakang Berdirinya Pondok
Latar belakang berdirnya suatu pondok pesantren bermacam-macam, mulai
dari adanya kepentingan seseorang untuk menyalurkan keilmuan yang pernah
dipelajari dari sang guru, sampai pada tujuan lain seperti Islamisasi. Fachruddin
Mangunjaya dalam bukunya berjudul Eko Pesantren Bagaimana Merancang
13http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanisitas/pokja/bp/kab.jepara/Bab%202.
pdf. Diakses pada 16 Maret 2017.
14http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1-2005-noorkhusai-584-
Bab4_110-4.pdf. Diakses pada 2 April 2017.
36
Pesantren Ramah Lingkungan, mengatakan bahwa “ i Ci ebon te p t eo ng
tokoh yang enggan bekerja sama dengan Belanda. Oleh karena itu, dari pada berada
di kesultanan Cirebon, ia lebih memilih tinggal di tengah masyarakat. Hingga pada
akhirnya ia mendirikan sebuah pondok pesantren yang cukup terkenal bernama
Pondok Pesantren Buntet .15
Adapun latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah
didasarkan pada sebuah amanah sang guru Abuyya Sayyid Muhammad Al Alawy Al
Maliky kepada Mbah Johar sebelum menyelesaikan studinya di Makkah. Setelah
kembali ke kampung halaman, ia mendirikan pesantren yang diberi nama Daruttauhid
Al Alawiyah. Tetapi dalam proses pembangunnya, terdapat sebuah peristiwa yang
menimpa musholla setempat, yakni musholla tersambar petir yang menyebabkan
sebagian bangunannya rusak. Oleh karena itu, Mbah Johar bermusyawarah dengan
masyarakat setempat mengenai perbaikan musholla dan menyempaikan amanah yang
dititipkan oleh gurunya untuk mendirikan pondok pesantren. Masyarakat sepakat,
oleh karena itu, didirikanlah pondok pesantren yang diberi nama Daruttahid Al
Alawiyah.16
15 Mangunjaya, Fachruddin, Eko Pesantren Bagaimana Merancang Pesantren Ramah
Lingkungan, Obor Indonesia : Jakarta, 2014, hal 80-81.
16KH. Mundliri, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah, Wawancara Pribadi,
Jepara 20 Agustus 2016.
37
2. Nama Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah
Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah merupakan sebuah lembaga
pendidikan Islam yang berlokasi di Desa Potroyudan Jepara Jawa Tengah, didirikan
oleh KH. Ahmad Jauhari yang akrab disapa Mbah Johar. Berdasarkan wawancara
pribadi dengan KH. Mundliri Jauhari, pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al
Alawiyah yang sekaligus anak pertama dari Mbah Johar, diketahui bahw “be i iny
pesantren bermula dari sebuah kejadian saat musholla disambar petir. Kerusakan
tidak total, tetapi hanya rusak sebagian. Ia bilang ke jamaah pengajian bahwa
musholla kita rusak karna tersambar petir. Dan di sisi lain, ia mendapat sebuah
m n h i g ny nt k men i ik n pe nt en. 17
Setelah Mbah Johar bermusyawarah dengan jamaah pengajian, ia
mendapatkan respon positif dari masyarakat dan akhirnya sepakat bahwa musholla
dibangun lagi menjadi dua lantai. Untuk lantai pertama sebagai musholla dan lantai
kedua digunakan sebagai pesantren. Lalu untuk biaya pembangunan pondok tersebut
berasal dari masyarakat dan beberapa dari uang pribadi.18
Ketika pembangunan pertama selesai barulah diberi nama Daruttauhid Al
Alawiyah. Berdasarkan wawancara pribadi dengan Ustadz Abidin salah seorang
alumni Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah, diketahui b hw “n m
17KH. Mundliri, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah, Wawancara Pribadi,
Jepara 20 Agustus 2016.
18KH. Roziqin, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttuahid Al Alawiyah, Wawancara Pribadi,
Jepara 13 Januari 2017.
38
Daruttauhid merupakan nama yang disarankan oleh gurunya. Dengan kata lain, para
alumni yang belajar kepada Abuyya Sayyid Muhammad Al Alawy Al Maliky
disarankan untuk mendirikan pesantren dengan nama Daruttauhid, sedangkan nama
Al Alawiyah diambil dari nama marga gurunya, yaitu Abuyya Sayyid Muhammad Al
Al wy Al M liky. 19
3. Letak Pondok Pesantren Daruttauhid
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ustadz Abidin salah seorang alumni
Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah20
, diketahui b hw “Pondok Pesantren
Daruttauhid Al Alawiyah didirikan di Desa Potroyudan Jepara Jawa Tengah.
Pemilihan lokasi tersebut berdasarkan lokasi rumah mertua Mbah Johar, Mbah Abbas
Mansyur. Untuk musholla berasal dari tanah wakaf dari beberapa orang yang
mem ng ihib hk n nt k tinit ke g m n. Unt k t n h w k f nt k pon ok
pesantren tidak hanya di Musholla saja, tetapi terdapat satu tanah wakaf lagi yang
diperuntukkan untuk kegiatan belajar mengajar, yakni di sebelah timur atau ditengah
pemukiman penduduk.
Ketika bangunan pertama pondok yang berada di atas musholla selesai
dibangun, belum ada santri yang bermukim di pondok, tetapi dua tahun berikutnya,
santri mulai datang dan menetap. Seiring berjalannya waktu, jumlah santri yang
19Abidin Alumni Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah Sekaligus Tokoh Masyarakat
Desa Potroyudan, Wawancara Pribadi, Jepara, 13 Januari 2017.
20Abidin Alumni Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah Sekaligus Tokoh Masyarakat
Desa Potroyudan, Wawancara Pribadi, Jepara, 13 Januari 2017.
39
menimba ilmu di Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah mulai bertambah
banyak, sehingga kapasitas untuk pemukiman santri menjadi padat. Oleh karena itu,
terdoronglah Mbah Johar untuk membangun pondok di bagian timur, yang terdiri dari
tiga kamar untuk kapasitas maksimal sepuluh orang. Dalam bangunan tersebut
terdapat teras yang luas di depan kamar santri yang digunakan untuk shalat
berjamaah, wirid, dan ngaji kitab. Ketika Pondok Pesantren mulai berkembang,
banyak dari wali santri yang ingin menititpkan putrinya untuk menimba ilmu di
Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah. Setelah ada rekomendasi tersebut,
mulailah dibangun asrama putri yang berada di belakang Ndalem (rumah Kiyai).
Yang terdiri dari empat kamar, dan masing-masing kamar berkapasitas enam orang.
40
BAB IV
PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN
DARUTTAUHID AL ALAWIYAH POTROYUDAN JEPARA
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah
Pondok pesantren merupakan wujud proses perkembangan system pendidikan
nasional. Dari segi historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman,
tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia. Sebab, lembaga yang serupa
dengan pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak masa kekuasaan Hindu-Buddha,
sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan yang
sudah ada. Tentunya ini tidak berarti mengecilkan peranan Islam dalam memelopori
pendidikan di Indonesia.1
Sama seperti Pondok pesantren Daruttauhid Al Alawiyah yang merupakan
lembanga pendidikan berbasis Islam yang didirikan oleh KH. Ahmad Jauhari yang
akrab disapa Mbah Johar. Pondok pesantren tersebut didirikan dengan maksud untuk
mengemban sebuah amanah dari sang guru Sayyid Muhammad Al Alawy Al Maliky.
Di sisi lain, berdirinya pondok pessantren tersebut juga atas kerjasama dengan
masyarakat sekitarnya, hingga pada akhirnya pondok pesantren dibangun di Desa
Potroyudan Jepara Jawa Tengah. Dengan berbekal ilmu yang telah dipelajari dari
berbagai guru, Mbah johar mulai menjalankan tugas mulianya kepada para santri
1Madjid, Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren, Jakarta: Dian Rakyat, 1997. h, 17.
41
hingga akhir hayatnya. Ilmu tersebut merupakan modal utamanya, karena ilmu
merupakan pengetahuan pasti.2 Tetapi Masa kepemimpinan Mbah Johar hanya
berlangsung sampai tahun 1999, Pasca kepergiannya, Pondok Pesantren Daruttauhid
Al Alawiyah masih berdiri kokoh lewat generasi berikutnya yang diserahkan kepada
sang menantu KH. Ahmad Roziqin dan Putra Pertamanya KH. Mundliri Jauhari.
1. Keadaan Santri
Santri merupakan sebutan bagi peserta didik yang menimba ilmu pengetahuan
di pesantren. Santri menduduki elemen yang sangat penting dalam system pendidikan
pesantren. Tanpa adanya santri tentu saja pesantren tidak dapat menjalankan proses
pembelajaran. Dalam system pendidikan pesantren, santri merupakan identitas yang
sarat nilai. Di masa lalu, ciri utama yang melekat pada seorang santri adalah
penampilannya yang sangat sederhana. Untuk santri putra memakai peci hitam,
memakai sarung, dan bakiak, sedangkan santri putri memakai kerudung.3
Mayoritas santri yang belajar ke Pondok pesantren Daruttauhid Al Alawiyah
merupakan kalangan menengah ke bawah. Pada awalnya santri Pondok Pesantren
Daruttauhid Al Alawiyah hanya dua orang saja. Sering berjalannya waktu, jumlah
santri kian meningkat. Para santri berasal dari luar daerah seperti Demak, Boyolali,
bahkan lintas pulau seperti Sumatra. Mereka datang ke pondok dengan tujuan untuk
2Anwar, Ali dan Tono, Ilmu Perbandingan Agama Dan Filsafat, Bandung: Pustaka Setia, 2005.
h, 17.
3Fahham, Achmad Muchaddam, Pendidikan Pesantren : Pola Pengasuh, Pembentukan
Karakter, Dan Perlindungan Anak, Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika, 2015, h, 8.
42
belajar agama secara mendalam. Selain menimba ilmu agama secara mendalam, para
santri juga memiliki tujuan lain yakni nyantri di Pondok Pesantren Daruttauhid Al
Alawiyah, sekaligus sekolah umum. Dengan kata lain, para santri yang berasal dari
desa ataupun luar daerah yang ingin melanjutkan sekolah di Jepara, memilih mondok
dari pada harus menyewa kontrakan. Selain lebih hemat biaya kontrakan, mereka juga
bisa menimba ilmu agama Islam lebih mendalam baik ilmu umum maupun agama.
Kang Deni Setiawan salah seorang santri mengatakan bahwa ia mondok sambil
melanjutkan sekolah di SMK Bakti Praja yang berada di kota Jepara.4
Dalam pada itu, terdapat pula santri yang benar-benar bertujuan untuk
menimba ilmu agama Islam. Salah seorang diantaranya adalah Kang Mustafa Ad
Damawy. Dalam wawancara diketahui bahwa setelah lulus dari tsanawi ia
memutuskan untuk melanjutkan studinya di pondok. Hal tersebut merupakan
keputusan yang cukup berat baginya, karena keadaan ekonomi orang tuanya yang
minim. Jika ada kesempatan ia memilih untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi sekaligus menimba ilmu di pondok pesantren.5 Mustafa Ad
Damawy merupakan satu diantara para santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al
Alawiyah yang terpaksa tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya,
karena faktor ekonomi.
4Deni Detiawan, Salah Seorang Santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah,
Wawancara Pribadi, Jepara 21 Januari 2017.
5Mustafa Ad Dawamy, Salah Seorang Santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah,
Wawancara Pribadi, Jepara 13 Januari 2017
43
Untuk keseharian para santri Daruttauhid Al Alawiyah sama seperti santri
pondok pesantren pada umunya seperti belajar kitab kepada Kyai dan para Ustadz,
diskusi, sholat berjamaah, hingga amalan sehari-hari seperti doa dan wirid. Bagi para
santri, amalan memiliki peranan penting, karena fungsi dari amalan adalah untuk
mendidik para santri dalam menanamkan kesadaran Ketuhanan yang sedalam-
dalamnya. Menurut Nurcholish Madjid dalam bukunya yang berjudul Islam Agama
Peradaban Membangun Makna Dan Relevansi Doktrin Islam Dalam Sejarah, bahwa
“amalan-amalan keagamaan berfungsi untuk mendidik kita agar memiliki
pengalaman Ketuhananm, serta menanamkan kesadaran Ketuhanan yang sedalam-
dalamnya.”6
Selain amalan-amalan dalam aktivitas sehari-hari para santri, terdapat jadwal
ngaji yang cukup padat. Tetapi di sisi kepadatannya, terdapat waktu kosong di pagi
hari mulai jam 7 hingga setelah dzuhur sekitar jam dua siang. Waktu kosong tersebut
dikarenakan banyak dari para santri untuk sekolah. Seiring berjalannya waktu,
terdapat satu masalah yang muncul mengenai jam pulang santri dari sekolah. Pada
umumnya jam pulang santri dari sekolah adalah jam dua siang. Tetapi banyak dari
santri yang mengikuti kegiatan ektra kurikuler. Hal tersebut merupakan alasan
keterlambatan para santri pulang ke pondok. Ketika sampai di pondok, para santri
dirasa cukup lelah. Hingga pada akhirnya dari pihak pengasuh berfikir untuk
membuat sekolah sendiri yang dikelola oleh pesantren. Tujuan tersebut untuk
6Madjid, Nurcholish Islam Agama Peradaban Membangun Makna Dan Relevansi Doktrin
Islam Dalam Sejarah, Jakarta: Dian Rakyat, 2008. h, 161.
44
menjawab masalah keterlambatan santri pulang dari sekolah. Menurut KH. Mundliri
Jauhari dalam wawancara pribadi, diketahui bahwa “jika kita punya sekolah sendiri,
maka jadwal bisa kita atur sendiri. Sehingga jadwal sekolah dan jadwal ngaji tidak
menjadi masalah lagi. Dan para santri pun tidak kelelahan oleh keduanya.”7 Setelah
pihak pondok membangun sekolah yaitu MA dan MTS Daruttauhid, masalah
tersebut berhasil dijawab, hingga pada akhirnya jumlah santri di Pondok Pesantren
Daruttauhid Al Alawiyah mengalami peningkatan cukup pesat hingga lebih dari 200
santri baru yang mendaftar.
Bagi santri yang tidak sekolah, mereka memanfaatkan waktu tersebut dengan
mencari rezeki sebagai pengrajin atau tukang kayu. Profesi tukang kayu merupakan
salah satu pekerjaan yang fleksibel. Untuk jam kerja mulai dari jam tujuh sampai
dzuhur sekitar jam dua belas siang. Di sisi lain, lokasi kerja dekat dengan pondok.
Jadi, para santri tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi, cukup berjalan kaki
kurang dari lima menit untuk sampai ke lokasi kerja. Untuk upah dari tukang kayu
tersebut cukup murah. Berdasarkan wawancara pribadi dengan Mustafa Ad Damawy
salah seorang santri diketahui bahwa “pada tahun 2008 upah kerja sebagai tukang
kayu adalah Rp,7.500 perharinya.”8 Meskipun upah kerjanya terbilang murah, ia
bersyukur dapat mencari rezeki di waktu kosongnya, dan pada saat itu, kebutuhan
7KH. Mundliri Jauhari, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara, 20 Agustus 2016.
8Mustafa Ad Dawamy, Salah Seorang Santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah,
Wawancara Pribadi, Jepara 13 Januari 2017.
45
pangan di Jepara masih terbilang murah. Jadi, dengan upah tersebut ia masih bisa
memenuhi kebutuhan sehari-sehari.
2. Keadaan Guru
Guru merupakan seseorang yang memiliki peranan penting dalam dunia
pendidikan. Di pesantren, guru tidak hanya sebagai ustadz, tetapi juga sebagai
pengasuh atau Kyai. Dalam pelaksanaannya di pesantren, Ustadz bertanggung jawab
atas pengajaran para santri. Padahal ustadz juga masih belajar kepada Kyai dan
berada di bawah pengawasan Kyai. Dengan kata lain peranan Kyai sangat dominan
dalam pelaksanaan tugas di pesantren. Hal tersebut dikarenakan bahwa Kyai
merupakan orang yang menguasai ilmu-ilmu keagamaan Islam sekaligus menjadi
pemimpin suatu institusi pendidikan keagamaan Islam yang dikenal dengan
pesantren.9 Selain itu, peranan kyai juga bisa disebut sebagai ulama yang berarti
orang yang pandai dalam bidangnya.10
Untuk Guru atau Ustadz di Pondok Pesantren Daruttauhid AL Alawiyah
dipilih dari para alumni yang pernah belajar langsung di bawah bimbingan Mbah
Johar. Pada awal berdirinya Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah, Mbah Johar
berperan penting sebagai guru. Seiring berjalannya waktu, beberapa santri telah
menguasai berberapa ilmu agama, lalu santri tersebut mendapat amanah dari Kyai
9 Fahham, Achmad Muchaddam, Pendidikan Pesantren : Pola Pengasuh, Pembentukan
Karakter, Dan Perlindungan Anak, Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika, 2015. h, 9.
10Fattah, Munawir Abdul, Tradisi Orang-Orang NU, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2008. h,
17.
46
untuk ikut mengajar. Dan ketika santri telah dinyatakan lulus, para santri masih tetap
mengabdi pada Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah untuk mengajar. Tujuan
tersebut adalah untuk mendapatkan berkah dari Kyai atas ilmu yang telah mereka
pelajari, serta berharap ilmu tersebut menjadi berkah untuk masa yang akan datang.
Pola rekruitmen guru masih berlangsung hingga saat ini. Dimana santri yang
dianggap mampu dalam suatu bidang ilmu, diberi amanah untuk ikut mengajar. Bagi
santri yang dinyatakan lulus akan tetap ikut mengajar. Tetapi ketika pondok
membangun MA dan MTS Daruttauhid, pola rekuitmen guru sedikit berubah. Dengan
kata lain, untuk mendapatkan guru bukan dari alumni saja, tetapi lebih kepada
siapapun yang mampu dalam beberapa kategori pelajaran yang ada, sekaligus
bersedia mengajar. Pola rekrutmen guru MA dan MTS Daruttauhid dibagi menjadi
dua, pertama adalah guru agama. Untuk guru agama tidak hanya para alumni saja,
tetapi para lulusan pesantren lain juga bisa berkontribusi. Dengan kata lain untuk guru
mata pelajaran berbasis agama diharuskan lulusan dari pesantren atau dari lembaga
pendidikan Islam, sedangkan untuk kedua guru untuk pelajaran umum tidak ada
batasan syarat seperti lulusan studi S-1 atau S-2. Tetapi lebih pada siapa saja yang
mampu dan juga bersedia mengabdi sebagai guru di Pondok Pesantren Daruttauhid
Al Alawiyah.11
11KH. Ahmad Roziqin, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara, 29 Januari 2017.
47
3. Keadaan Kurikulum
Kurikulum adalah rencana tertulis berisi ide dan gagasan yang dirumuskan
oleh institusi pendidikan. Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen
perencanaan yang berisi tujuan yang harus dicapai, isi materi, dan pengalaman belajar
yang harus dilakukan perserta didik, strategi dan cara yang dapat dikembalikan,
evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan,
serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam kehidupan nyata. Singkatnya
kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang memberikan arah dan tujuan
pendidikan.12
Untuk kurikulum pesantren, secara umum kurikulum pesantren dapat
dibedakan menjadi empat, yaitu pendidikan agama, pengalaman dan pendidikan
moral, sekolah dan pendidikan umum, keterampilan serta kursus. Kurikulum
berbentuk pendidikan agama Islam biasa disebut ngaji tingkat paling awal. Tingkatan
ini adalah belajar membaca dan menulis Al-Qur’an, tingkatan berikutnya adalah ngaji
kitab-kitab klasik, dikalangan pesantren disebut dengan kitab kuning. Selanjutnya
adalah kurikulum berbentuk pengalaman dan pendidikan moral. Pengalaman dan
pendidikan moral oleh pesantren menjadi sebuah kegiatan yang penting. Kegiatan-
kegiatan keagamaan yang ditekankan dalam pesantren adalah kesalehan dan
komitmen para santri terhadap lima rukun Islam, disamping itu penekanan pada nilai
12Fahham, Achmad Muchaddam, Pendidikan Pesantren : Pola Pengasuh, Pembentukan
Karakter, Dan Perlindungan Anak, Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika, 2015. h, 20-21.
48
kesederhanaan dan keikhlasan dengan dibiasakan melalui kebersamaan. Yang ketiga
kurikulum berbentuk sekolah dan pendidikan umum. Pada kurikulum ini pesantren
mengintegrasikan dengan kurikulum pendidikan nasional. Kurikulum ini
diberlakukan di madrasah yang dibangun oleh pesantren. Terakhir kurikulum yang
berbasis kegiatan ektra kulikuler pesantren/madrasah. Seperti kursus bahasa inggris
perbengkelan, pertanian, dan lain sebagainya.13
Untuk penerapan kurikulum oleh Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah
juga sama dengan kurikulum pesantren pada umumnya seperti pendidikan agama,
pengalaman dan pendidikan moral, sekolah dan pendidikan umum. Pertama,
pendidikan agama Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah mengajarkan santri
seperti ngaji Al-Qur’an, kitab klasik, praktek ibadah mulai thaharoh, shalat, dan lain-
lain. Praktek ibadah tersebut dimulai dari thaharah yang berarti bersih dan suci dari
berbagai hadats.14
Thaharah sendiri merupakan langkah awal sebelum memulai
ibadah seperti shalat. Karena pada dasarnya, ibadah shalat merupakan ajang untuk
mendekatkan hubungan seseorang dengan Tuhannya, atau antara Pencipta dengan
makhluk-Nya.15
Dengan kata lain untuk mendekatkan diri kepada sang Pencipta harus
dalam keadaan bersih dan suci, sehingga thaharah menjadi komponen awal sebeleum
melakukan ibadah. Kedua, kurikulum berbentuk pengamalan dan pendidikan moral
13Irham, Pesantren Dan Perkembangan Politik Pendidikan Agama Islam Di Indonesia, Jurnal
Pendidikan Agama Islam – Ta’lim, Vol 13 No. 1, 2015. h, 100.
14Sofhia, Juaini Syukri, Fiqih Ibadah, Yayasan Ponpes Raudhatul Mubtadiin : Pandeglang,
2014. h, 159.
15Sofhia, Juaini Syukri, Fiqih Ibadah, Yayasan Ponpes Raudhatul Mubtadiin : Pandeglang,
2014. h, 253
49
yang diterapkan oleh Pondok Pesantren Daruttauhid Al alawiyah adalah berupa
proses menjalankan hidup secara kebersamaan. Pola penerapan tersebut bertujuan
untuk mendekatkan hubungan antara santri dengan santri, santri dengan ustadz, atau
bahkan dengan Kyai. Adanya pola tersebut, membuat santri saling mengerti bahkan
menjauhkan sifat-sifat negatif di lingkungan pesantren. Yang terakhir adalah
kurikulum berbentuk sekolah dan pendidikan umum. Untuk kurikulum terakhir ini
baru dijalankan oleh pihak Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah karena
mengingat sekolah MA dan MTS Daruttauhid baru didirikan. Kurikulum tersebut
dibagi menjadi dua yaitu kurikulum keagamaan dan kurikulum studi umum. Untuk
kurikulum keagamaan terdiri dari ilmu yaitu tauhid, fiqih, tafsir, hadits, tasawuf,
nahwu/saraf, akhlak, dan sirah nabawi. Sedangkan kurikulum studi umum berasal
dari kementrian agama.16
4. Keadaan Sarana dan Prasarana
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan merupakan seluruh rangkaian
kegiatan yang direncanakan dan bersungguh-sungguh serta pembinaan secara kontinu
terhadap benda-benda pendidikan agar selalu dalam keadaan siap pakai untuk proses
pembelajaran. Sehinga proses belajar mengajar semakin efektif dan efisien bagi
16 Fahham, Achmad Muchaddam, Pendidikan Pesantren : Pola Pengasuh, Pembentukan
Karakter, Dan Perlindungan Anak, Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika, 2015. Hal. 21.
50
peningkatan mutu pembelajaran dan tercapainya tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan.17
Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah memiliki sarana dan prasarana
antara lain: tempat tinggal Kyai, tempat tinggal santri, tempat belajar bersama, tempat
ibadah, dan tempat memasak atau dapur, serta beberapa tahun ini sarana dan
prasarana tersebut bertambah satu yaitu sekolah MA dan MTS Daruttauhid.
Kelengkapan sarana dan prasarana pondok pesantren tergantung pada keinginan Kyai
yang mendirikan dan mengelola pesantren bersangkutan.18
Untuk sarana dan
prasarana Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah sama seperti dengan pondok
pesantren lainnya, seperti: (Ndalem) tempat tinggal Kyai yang difungsikan juga
sebagai tempat belajar santri ketika sehabis maghrib dan isya, tempat tinggal santri
yang terdiri dari tiga tempat yaitu asrama pertama berada di atas musholla, asrama
kedua berada di sebelah timur sekaligus membaur dengan penduduk setempat, dan
asrama putri yang berada di belakang (Ndalem) rumah Kyai, aula tempat belajar
bersama bagi santri yang berada di atas (Ndalem) rumah Kyai, tempat ibadah berupa
musholla, tempat memasak atau dapur yang berada di asrama Timur, terakhir adalah
sekolah MA dan MTS Daruttauhid.
17Yakin, Nurul, Studi Kasus Pola Manajemen Pondok Pesantren Al-Raisiyah Di Kota Mataram,
Jurnal Studi Keislaman, Vol 18 No. 1, 2014. h, 208-209.
18Shodiq, M, Pesantren Dan Perubahan Sosial, Jurnal Sosiologi Islam, Vol. 1, No. 1, April
2011. h, 114.
51
B. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah
System pendidikan adalah totalitas intreaksi dari seperangkat unsur-unsur
pendidikan yang bekerjasama secara terpadu dan saling melengkapi satu sama lain
menuju tercapainya tujuan pendidikan. Dalam system pendidikan pesantren, terdapat
unsur-unsur yang dikelompokkan sebagai berikut :
a. Aktor atau pelaku, kyai, ustadz, santri, dan pengurus
b. Sarana perangkat keras : masjid, rumah kyai, asrama, pondok pesantren,
gedung.
c. Sarana perangkat lunak : tujuan, kurikulum, kitab, penilaian, tata tertib,
perpustakaan, pusat dokumentasi, cara pengajaran, ketrampilan, pusat
pengembangan masyarakat, dan alat-alat pendidikan lainnya.19
System pendidikan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah dapat
dikatakan sama seperti pondok pesantren pada umumnya. Bermula dari system
pendidikan tradisional pada masa awal berdirinya hingga berkembang menjadi
modern seperti saat ini. Perubahan tersebut menjadi pilihan terakhir untuk
mempertahankan Pondok Pesantren Daruttauhid di era modern ini. Di tengah-tengah
masyarakat modern ini, banyak lembaga pendidikan yang telah berkembang dengan
berbagai macam sarana dan prasarana yang menunjang peserta didiknya menjadi
pribadi lebih baik. Di sisi lain, pesantren harus tetap mempertahankan ciri khas
19Nur inayah dan Endry Fatimaningsih, Sistem Pendidikan Formal Di Pondok Pesantren (Studi
Pada Pondok Pesantren Babul Hikmah Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan), Jurnal Sociologie, Vol. 1, No. 3, h. 217.
52
pondok pesantren tersebut. Dan di saat itulah pondok pesantren mengalami
metamorforsa dari system tradisional menjadi modern
Di sisi lain, Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah menerapkan beberapa
prinsip system pendidikan pesantren seperti: Theocentric, pengabdian, kearifan,
kesederhanaan, dan kolektivitas.20
Theocentric merupakan system pendidikan
berdasarkan filsafat pendidikan yaitu pandangan yang menyatakan bahwa semua
kejadian berasal, berproses, dan kembali pada kebenaran Tuhan. Kemudian Pondok
Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah juga menerapkan prinsip pendidikan pesantren
seperti pengabdian, yakni mengabdi dilaksanakan secara sukarela kepada sesama
dalam rangka mengabdi kepada Tuhan. Setelah pengabdian terdapat kearifan, yakni
pesantren menekankan pentingnya kearifan dalam menyelenggarakan pendidikan
pesantren dan dalam tingkah laku sehari-hari. Kearifan yang dimaksud adalah
bersikap dan berprilaku sabar, rendah hati, patuh pada ketentuan hukum agama,
mampu mencapai tujuan tanpa merugikan orang lain, dan mendatangkan manfaat
bagi kepentingan bersama. Selanjutnya adalah prinsip kesederhanaan, yakni
pesantren menekankan pentingnya penampilan sederhana sebagai salah satu nilai
luhur dan menjadi pedoman perilaku sehari-hari bagi seluruh warga pesantren.
Kesederhanaan yang dimaksud adalah kemampuan bersikap dan berfikir wajar,
proporsional, dan tidak tinggi hati. Terakhir adalah prinsip pendidikan pesantren
20Nur inayah dan Endry Fatimaningsih, Sistem Pendidikan Formal Di Pondok Pesantren (Studi
Pada Pondok Pesantren Babul Hikmah Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan), Jurnal Sociologie, Vol. 1, No. 3, h. 217
53
berupa kolektivitas, yakni pesantren menekankan pentingnya kolektivitas atau
kebersamaan lebih tinggi dari pada individualisme.21
1. Sistem Pendidikan Tradisional
Pada awalnya, Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah merupakan
pesantren dengan system pendidikan tradisional dengan mengajarkan kitab-kitab
yang ditulis menggunakan bahasa Arab, beberapa kitab di antaranya adalah kitab
Fathul Mu’in dan kitab Sulamut Taufiq yang mengajarkan ilmu fiqih, dan Fathul
Qorib. Di sisi lain, dalam system pendidikan tradisional terdapat beberapa metode
pengajaran seperti Metode sorogan dan Bandongan. Sorogan berasal dari bahasa Jawa
yaitu Sorog yang berarti menyodorkan.22
Secara umum pengajaran di pondok
pesantren menggunakan metode Sorogan. Hal tersebut merupakan ciri khas kyai
dalam mengajarkan ilmu kepada para santri.23
Motode lainnya yang digunakan di
Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alwiyah adalah Bandongan. Metode Bandongan
adalah metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di
sekeliling kyai, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan dengan
21Nur inayah dan Endry Fatimaningsih, Sistem Pendidikan Formal Di Pondok Pesantren (Studi
Pada Pondok Pesantren Babul Hikmah Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan), Jurnal Sociologie, Vol. 1, No. 3, h. 218.
22Nur inayah dan Endry Fatimaningsih, Sistem Pendidikan Formal Di Pondok Pesantren (Studi
Pada Pondok Pesantren Babul Hikmah Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan), Jurnal Sociologie, Vol. 1, No. 3, h. 220.
23Muhammad Yusuf, Model Pengembangan Pendidikan Pesantren (Kasus di Pondok
Pesantren Nurul Hakim Nusa Tenggara Barat), Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, Vol. III, No. 1, 1 Juni 2002, h, 74.
54
waktu tertentu (sebelum atau sesudah melakukan sholat fardhu).24
Dalam
pelaksanaannya, waktu pembelajaran santri dimulai dari pagi ngaji bersama kyai
menggunakan Tafsir Jalalain, kemudian diteruskan dengan ngaji kitab Fathul Mu’in.
Setelah dzuhur adalah ngaji bersama Ustadz sampai ashar. Terakhir adalah setelah
maghrib ngaji bersama kyai sampai sekitar jam delapan malam.
2. Sistem Pendidikan Klasikal
System pendidikan klasikal merupakan system pendidikan dengan pendekatan
madrasah, dengan kata lain madrasah pesantren. Madrasah pesantren adalah
madrasah yang memakai system pondok pesantren, dimana siswa tinggal bersama
kyai di pondok, serta hidup dalam suasana belajar 24 jam. Seperti yang kita ketahui
bahwa dewasa ini hampir semua pesantren telah membuka lembaga klasikal
(madrasah). Dengan adanya lembaga pendidikan madrasah santri (murid) diawasi
dengan system absensi, mata pelajaran berjenjang, kemampuan dan kegiatan murid
dinilai dengan evaluasi belajar, serta prestasi siswa dapat diketahui lewat raport.25
Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah mulai memberlakukan system
madrasah tersebut mulai tahun 2012 yang diawali dengan membangun madrasah
Aliyah, yaitu MA Daruttauhid. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2014 baru
24Rini Setyaningsih, Kontinuitas Pesantren dan Madrasah di Indonesia, Jurnal At-Ta’dib Vol.
11, No. 1, Juni 2016. h,174.
25Rini Setyaningsih, Kontinuitas Pesantren dan Madrasah di Indonesia, Jurnal At-Ta’dib Vol.
11, No. 1, Juni 2016. h. 81
55
mendirikan madrasah Tsanawiyah, yaitu MTS Daruttauhid.26
Pemberlakuan
madrasah tersebut terdapat beberapa keuntungan seperti: secara administratif lebih
mudah pembinaan dan pengelolaannya, lalu model madrasah membutuhkan waktu
relatif cepat hanya beberapa tahun saja. Dan terakhir berupa materi pelajaran yang
bervariasi, tidak semata-mata pelajaran agama, tetapi pelajaran umum dapat
ditambahkan dalam kurikulumnya.27
Dengan adanya tambahan pelajaran umum para
santri bisa mendapatkan ilmu pengetahuan seperti di sekolah pada umumnya. Serta
menjawab tantangan zaman modern. Hal tersebut menjadi faktor penting dalam
mempertahankan pondok pesantren di tengah-tengah perubahan masa yang semakin
modern. Semenjak pihak pesantren membangun madrasah tersebut, populasi santri
tiap tahun kini semakin bertambah. Dengan demikian Pondok Pesantren Daruttahud
Al Alawiyah telah menjawab tantangan zaman serta tidak tergerus oleh zaman yang
semakin lama semakin modern.
26Abidin Alumni Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah Sekaligus Tokoh Masyarakat
Desa Potroyudan, Wawancara Pribadi, Jepara, 13 Januari 2017.
27Muhammad Yusuf, Model Pengembangan Pendidikan Pesantren (Kasus di Pondok
Pesantren Nurul Hakim Nusa Tenggara Barat), Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, Vol. III, No. 1, 1 Juni 2002, h. 67
56
BAB V
KESIMPULAN
A. A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa Pondok Pesantren
Daruttauhid Al Alawiyah merupakan pondok pesantren yang mempunyai peranan
penting dalam dunia pendidikan dan dalam kehidupan masyarakat luas, khususnya Desa
Potroyudan, Jepara, Jawa Tengah, sekaligus berhasil menunjukkan eksistensinya dengan
bukti mampu bertahan di tengah-tengah masyarakat modern, selayaknya dapat dibuktikan
dengan :
1. Pondok Pesantren Daruttauhid Al-Alawiyah Merupakan pondok pesantren
yang didirikan berdasarkan amanah dari guru KH. Ahmad Jauhari (Mbah
Johar) serta modal ilmu yang telah ia pelajari dari beberapa guru di Jawa
hingga ke Makkah. Ilmu-ilmu tersebut menjadi modal utama dalam mendidik
para santri.
2. Mbah Johar berhasil membangun rasa simpatik masyarakat sekitar untuk
peduli dengan pondok pesantren, hingga akhirnya ia didaulat menjadi Mursyid
Toriqoh. Hal tersebut dimanfaatkan oleh Mbah Johar untuk mendirikan majlis
pengajian umum yang diselenggarakan setiap hari Ahad, dan masih
berlangsung hingga sekarang. Majlis pengajian tersebut menjadi sumber
pengetahuan bagi masyarakat luas, khususnya masyarakat Potroyudan, Jepara,
Jawa Tengah.
3. Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah berhasil membangun sekolah atau
madrasah yang diberi nama MA dan MTS Daruttahid. Sekolah atau madrasah
57
tersebut menjadi bukti bahwa Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah
mampu bertahan hingga sekarang. Sekolah atau madrasah tersebut menjadi
lembaga pendidikan yang menawarkan ilmu pengetahuan umum dan agama
secara seimbang. Dengan memperoleh ilmu pengetahuan umum dan agama
secara seimbang, maka para santri mampu mengikuti perkembangan zaman
serta mampu mempertahankan moral positif dengan bermodalkan ilmu agama.
B. B. Saran
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sangat penting dalam
upaya mendidik generasi muda untuk menjadi individu yang lebih baik. Tetapi dalam
realitanya, banyak dari masyarakat modern yang memandang sebelah mata pondok
pesantren. hal tersebut dikarenakan bahwa masyarakat menganggap pondok pesantren
hanya mempelajari ilmu agama saja, sehingga dikemudian hari para santri tersebut tidak
akan mampu mengikuti perkembangan zaman. Dengan kata lain, dalam upaya
mempertahankan eksistensi pondok pesantren tersebut, maka pondok pesantren harus
menjawab tantangan tersebut.
Untuk masa sekarang, banyak dari pesantren yang telah mendirikan
sekolah/madrasah. Dengan adanya sekolah/madrasah tersebut, membuat masyarakat
mulai tertarik dengan pendidikan pesantren. Banyak dari masyarakat yang mengakui
bahwa pendidikan umum harus seimbang dengan pendidikan agama. jika hanya
menempuh pendidikan umum saja, maka ilmu agamanya akan tertinggal. Sehingga
berdampak pada moral si anak tersebut. Tetapi jika hanya menempuh pendidikan agama,
dikhawatirkan tidak dapat mengikuti perkembangan yang ada. Dengan kata lain,
58
pesantren yang kini telah mendirikan sekolah/madrasah telah menjadi tujuan masyarakat
untuk menyekolahkan anak-anaknya, dengan tujuan agar pengetahuan umum dan ilmu
agama menjadi seimbang. Jadi mereka yang telah lulus sudah siap untuk menghadapi
perkembangan zaman.
59
Daftar pustaka
Anwar, Ali dan Tono, Ilmu Perbandingan Agama Dan Filsafat, Bandung: Pustaka
Setia, 2005.
Azhari, Eksistensi Sistem Pesantren Salafi Dalam Menghadapi Era Modern ,Islamic
Studies Journal, Vol. 2 No. 1 Januari – Juli 2014.
Bukhory, Umar, Status Pesantren Mu’adalah; Antara Pembebasan dan Pengebirian Jatidiri
Pendidikan Pesantren, Karsa, Vol. IXI, No. 1, April 2011.
Fahham, Achmad Muchaddam, Pendidikan Pesantren : Pola Pengasuh,
Pembentukan Karakter, Dan Perlindungan Anak, Jakarta: P3DI Setjen DPR
RI dan Azza Grafika, 2015
Fattah, Munawir Abdul, Tradisi Orang-Orang NU, Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2008.
Hadi, Amirul dan Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung: Pustaka
Setia, 1998.
Irham, Pesantren Dan Perkembangan Politik Pendidikan Agama Islam Di Indonesia,
Jurnal Pendidikan Agama Islam – Ta’lim, Vol 13 No. 1, 2015.
Inayah, Nur dan Fatimaningsih, Endry, Sistem Pendidikan Formal Di Pondok
Pesantren (studi pada pondok pesantren Babul Hikmah Kecamatan Kalianda
Kabupaten Lampung Selatan), Jurnal Sociologie, Vol. 1, No. 3.
60
Kang Abdi, Buku Saku Dalam Rangka Haul KH. Ahmad Jauhari ke-16, Cetakan-1
Madjid, Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren, Jakarta: Dian Rakyat, 1997.
Madjid, Nurcholish, Islam Agama Peradaban Membangun Makna Dan Relevansi
Doktrin Islam Dalam Sejarah, Jakarta: Dian Rakyat, 2008.
Mangunjaya, Fachruddin, Eko Pesantren Bagaimana Merancang Pesantren Ramah
Lingkungan, Obor Indonesia : Jakarta, 2014
Setyaningsih, Rini, Kontinuitas Pesantren dan Madrasah di Indonesia, Jurnal At-
Ta’dib Vol. 11, No. 1, Juni 2016.
Shodiq, M, Pesantren Dan Perubahan Sosial, Jurnal Sosiologi Islam, Vol. 1, No. 1,
April 2011.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan
R&D, Bandung: Alfabeta, 2007.
Sofhia, Juaini Syukri, Fiqih Ibadah, Yayasan Ponpes Raudhatul Mubtadiin :
Pandeglang, 2014.
Yakin, Nurul, Studi Kasus Pola Manajemen Pondok Pesantren Al-Raisiyah Di Kota
Mataram, Jurnal Studi Keislaman, Vol 18 No. 1, 2014.
Yusuf, Muhammad, Model Pengembangan Pendidikan Pesantren (Kasus di Pondok
Pesantren Nurul Hakim Nusa Tenggara Barat), Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu
Agama, Vol. III, No. 1, 1 Juni 2002.
Zuhriy, Syaifuddien, M, Budaya Pesantren Dan Pendidikan Karakter Pada Pondok Pesantren
Salaf, Walisongo, Vol. 19, No. 2, November 2011.
61
Wawancara
Abidin Alumni Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah Sekaligus Tokoh
Masyarakat Desa Potroyudan, Wawancara Pribadi, Jepara, 13 Januari 2017.
Mustafa Ad-Damawy, Santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah,
Wawancara Pribadi, Jepara 13 Januari 2017.
KH. Ahmad Roziqin, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al alawiyah,
Wawancara Pribadi, Jepara, 29 Januari 2017.
Deni Setiawan, Santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara 21 Januari 2017.
KH. Mundliri, Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyah, Wawancara
Pribadi, Jepara 20 Agustus 2016.
Website
http://eprints.ums.ac.id/6647/1/D3050012.pdf. Diakses pada 16 Maret 2017.
http://eprints.unisnu.ac.id/237/4/BAB 20III.pdf. Diakses pada 16 Maret
2017.http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1-2005-
noorkhusai-584 Bab4_110-4.pdf. Diakses pada 2 April 2017.
http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanisitas/pokja/bp/kab.jepara/Bab%20
2.pdf. Diakses pada 16 Maret 2017.