23
SEJARAH SINGKAT TOKOH-TOKOH NU Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Semester II Mata Kuliah Ke-NU-an Dosen Pengampu: H. Ahmad Yani, S.Ag., M.Pd.I Disusun Oleh : Partini NIRM. 12.1532 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURAKARTA 2013

Sejarah Singkat Tokoh NU

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sejarah Singkat Tokoh NU

Citation preview

Page 1: Sejarah Singkat Tokoh NU

SEJARAH SINGKAT TOKOH-TOKOH NU

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas

Semester II Mata Kuliah Ke-NU-an

Dosen Pengampu: H. Ahmad Yani, S.Ag., M.Pd.I

Disusun Oleh :

Partini

NIRM. 12.1532

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURAKARTA

2013

Page 2: Sejarah Singkat Tokoh NU

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur hanya milik Allah SWT, atas segala limpahan nikmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Dalam makalah ini, penulis menyajikan materi berupa biografi dari tokoh-

tokoh intelektual muslim dari berasal dari kalangan Nahdlatul Ulama maupun

gagasan-gagasan pemikirannya yang beliau tuangkan dalam sebuah buku yang

berupa karya sastra atau yang lain yang dapat dimanfaatkan demi kemajuan

bangsa ini.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon saran dan kritik demi perbaikan

makalah ini selanjutnya. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, 31 Mei 2013

Penulis

Page 3: Sejarah Singkat Tokoh NU

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................ 2

C. Rumusan Masalah ................................................................... 2

D. Tujuan Penulisan ..................................................................... 2

E. Manfaat Penulisan ................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 3

A. KH. Bisri Musthofa ................................................................. 3

B. KH. Abdurrahman Wahid ........................................................ 6

C. KH. Abdul Wahid Hasyim ....................................................... 8

D. Nur Kholis Madjid ................................................................... 10

E. KH. Ali Yafie .......................................................................... 13

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 16

A. Kesimpulan ............................................................................. 16

B. Saran ....................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 17

Page 4: Sejarah Singkat Tokoh NU

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Awal abad ke-20 sering dikatakan sebagai masa kebangkitan

pendidikan Islam di Indonesia, ditandai dengan munculnya ide-ide dan usaha

pembaruan pendidikan Islam, baik oleh pribadi-pribadi maupun organisasi-

organisasi keagamaan yang concern di bidang ini. Tujuannya untuk

memperbaiki kondisi pendidikan kaum muslimin yang semakin terpuruk di

wilayah ini, sejak diperkenalkannya sistem kelembagaan pendidikan baru oleh

pemerintah kolonial, dalam rangka menghadapi berbagai tuntutan dan

kebutuhan hidup masyarakat di masa modern. Ide dasarnya adalah bahwa

memperbarui sistem-kelembagaan pendidikan Islam merupakan keniscayaan

yang tak bisa ditunda-tunda, jika kaum muslimin tidak ingin mengalami

ketertinggalan dengan Barat.

Nahdlatul Ulama sebagai sebagai salah satu ormas terbesar di

Indonesia banyak melahirkan cendikiawan muslim yang handal. Beberapa

diantaranya seperti KH. Bisri Musthofa, KH. Abdurrahman Wahid, KH.

Abdul Wahid Hasyim, dan lain-lain.

Banyak karya-karya mereka yang bermanfaat dalam rangka mengatasi

problematika umat. Beberapa karya mereka dapat berbentuk karya sastra,

bibliografi, biografi maupun gagasan mereka yang dapat dipelajari demi

kemajuan bangsa dan negara ini.

Dalam penyusunan makalah ini menggunakan metode deskriptif

analitis, yakni penulis berusaha melengkapi kajian-kajian yang difokuskan

pada pemikiran dan usaha-usaha dari para tokoh yang dibahas dalam

pembahasan, yakni KH. Bisri Musthofa, KH. Abdurrahman Wahid, KH.

Abdul Wahid Hasyim, Nur Kholis Majid, maupun Ki Hajar Dewantara. Kedua

aspek ini penting diperhatikan secara serempak untuk mendapatkan gambaran

yang utuh mengenai biografi maupun corak pembaruan seperti diusahakan.

Page 5: Sejarah Singkat Tokoh NU

2

B. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah dalam makalah ini, antara lain :

1. Nahdlatul Ulama sebagai salah satu ormas terbesar yang banyak

melahirkan cendikiawan muslim yang handal.

2. Banyak gagasan-gagasan dari para tokoh yang dapat dipelajari guna

menambah wawasan, yang dituangkan dalam bentuk karya sastra,

bibliografi, maupun yang lainnya.

C. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas, maka penulis dapat membuat rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah atau biografi dari masing-masing tokoh di atas?

2. Apa yang menjadi gagasan-gagasan dan pemikiran dari para tokoh guna

memajukan bangsa ini, terutama dalam bidang pendidikan?

D. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui biografi dari masing-masing tokoh yang dibahas.

2. Mengetahui gagasan-gagasan dan pemikiran mereka dalam rangka

pembaharuan terutama dalam bidang pendidikan.

E. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan keilmuan baik berupa biografi tokoh maupun garis

pemikirannya dalam memajukan bangsa ini.

2. Manfaat Praktis

Memenuhi tugas semester II mata kuliah Ke-NU-an .

Page 6: Sejarah Singkat Tokoh NU

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. KH. Bisri Musthofa

1. Profil KH. Bisri Musthofa

KH. Bisri Mustofa, adalah figur kiai yang alim dan kharismatik.

Beliau adalah pendiri pondok pesantren Raudhatut Thalibin Rembang

Jawa Tengah. Beliau dilahirkan di Kampung Sawahan Gang Palen

Rembang, Jawa Tengah pada tahun 1915 oleh kedua orang tuanya, yakni

H. Zaenal Mustofa dan Chotijah dan diberi nama Mashadi. Beliau

memiliki tiga saudara yaitu Salamah (Aminah), Misbach, dan Ma’shum.

Setelah menunaikan ibadah haji pada tahun 1923, Ia mengganti nama

dengan Bisri. Selanjutnya. Ia dikenal dengan nama Bisri Mustofa.

KH. Bisri Musthofa menekuni ilmu-ilmu agama di pesantren

Kasingan Rembang, yang diasuh oleh Kiai Cholil. Selain di pesantren

Kasingan, KH. Bisri Musthofa juga mengaji pasanan (pengajian pada

bulan puasa) di pesantren Tebuireng Jombang, asuhan KH Hasyim Asy’ari

dan kemudian beliau belajar agama suci Makah tahun 1936 kepada Kiai

Bakir, Syaikh Umar, Syaikh Umar Khamdan al-Maghribi, Syaikh Maliki,

Sayyid Amin, Syaikh Hasan Masysyath, dan Kiai Muhaimin.

Kiai Cholil Kasingan, selain sebagai guru, beliau juga sebagai

mertua KH. Bisri, ia dinikahkan dengan putri Kiai Cholil yang bernama

Ma’rufah. Dalam pernikahannya ini, beliau dikaruniai delapan orang anak,

yaitu; Cholil (lahir 1941), Mustofa (lahir 1943), Adieb (lahir 1950),

Faridah (lahir 1952), Najichah (lahir 1955), Labib (lahir 1956), Nihayah

(lahir 1975) dan Atikah (lahir 1964). Seiring perjalanan waktu, Mbah Bisri

kemudian menikah lagi dengan seorang perempuan asal Tegal Jawa

Tengah bernama Umi Atiyah. Peristiwa tersebut kira-kira tahun 1967-an.

Dalam pernikahan dengan Umi Atiyah tersebut, dikaruniai satu orang

putera laki-laki bernama Maemun.

Page 7: Sejarah Singkat Tokoh NU

4

2. Gagasan dan Pemikiran KH. Bisri Musthofa

a. Penulis yang produktif

Ditengah kesibukannya mengajar di pesantren, menjadi

penceramah, bahkan politisi. beliau tetap menyempatkan diri untuk

menulis, dan waktu luangnya, tidak dilewatkannya begitu saja, bahkan

di kereta, di bus, di mana saja, ia sempatkan untuk menulis. Banyak

kitab, baik bertema berat, maupun ringan lahir sebagai karya tulisnya.

Di antara karyanya yang paling terkenal adalah, tafsir Al-Ibriz, yang

disusun kembali dari penjelasan pengajian beliau oleh tiga orang

santri, yaitu : 1) Munshorif, 2) Maghfur, dan 3). Ahmad Shofwan

(sekarang tinggal di Benowo Surabaya) kemudian kitab Al-Usyuthy,

terjemahan kitab Imrithy, dan kitab Ausathul Masalik terjemahan kitab

Alfiyah Ibnu Malik.

Tidak hanya tema-tema yang berat saja yang ditulis oleh beliau,

tema-tema yang ringan pun ternyata juga Beliau tulis, seperti buku

kumpulan anekdot Kasykul, Abu Nawas, novel berbahasa Jawa Qohar

lan Sholihah; naskah drama Nabi yusuf lan Siti Zulaikha; Syi’iran

Ngudi Susilo; dan sebagainya. Di luar kitab-kitab dan buku-buku

tersebut, masih banyak karya-karya lain yang berhasil ditulisnya.

Dalam menulis, beliau memiliki falsafah ‘falsafah’ yang

menarik. Sebagaimana dikisahkan oleh Gus Mus, salah seorang putra

Mbah Bisri, bahwa pernah suatu ketika, beliau berbincang-bincang

dengan salah seorang sahabatnya, yakni Kiai Ali Maksum Krapyak,

tentang tulis-menulis ini. “Kalau soal kealiman, barangkali saya tidak

kalah dari sampeyan, bahkan mungkin saya lebih alim,” kata Kiai Ali

Maksum ketika itu, dengan nada kelakar, seperti biasanya, “tapi

mengapa Sampeyan bisa begitu produktif menulis, sementara saya

selalu gagal di tengah jalan. Baru separo atau sepertiga, sudah macet

tak bisa melanjutkan.”. Dengan gaya khasnya, masih cerita Gus Mus,

Mbah Bisri menjawab: “Lha soalnya Sampeyan menulis lillahi ta’ala

sih!” Tentu saja jawaban ini mengejutkan Kiai Ali. “Lho Kiai menulis

Page 8: Sejarah Singkat Tokoh NU

5

kok tidak lillahi ta’ala; lalu dengan niat apa?” Mbah Bisri menjawab:

“Kalau saya, menulis dengan niat nyambut gawe. Etos, saya dalam

menulis sama dengan penjahit. Lihatlah penjahit itu, walaupun ada

tamu, penjahit tidak akan berhenti menjahit. Dia menemui tamunya

sambil terus bekerja, soalnya bila dia berhenti menjahit , periuknya

bisa ngguling,saya juga begitu, kalau belum-belum, sampeyan sudah

niat yang mulia-mulia, setan akan mengganggu sampeyan dan

pekerjaan sampeyan tak akan selesai..”katan Mbah Bisri..”… Lha nanti

kalau tulisan sudah jadi, dan akan diserahkan kepada penerbit, baru

kita niati yang mulia-mulia, linasyril ‘ilmi atau apa. Setan perlu kita

tipu.” Lanjut Mbah Bisri sambil tertawa.

b. Agamawan Moderat

Pemikiran keagamaan Mbah Bisri oleh banyak kalangan dinilai

sangat moderat. Sifat moderat Mbah Bisri merupakan sikap yang

diambil dengan menggunakan pendekatan ushul fiqh yang

mengedepankan kemashlahatan dan kebaikan umat Islam yang

disesuaikan dengan situasi dan kondisi zaman serta masyarakatnya.

Pemikiran Mbah Bisri sangat kontekstual. Mbah Bisri Mustofa adalah

seorang ulama Sunni, yang gigih memperjuangkan konsep Ahlus

Sunnah Wal Jamaah. Obsesinya untuk membumikan konsep Ahlus

Sunnah Wal Jamaah dibuktikan dengan dibuatnya buku tentang Ahlus

Sunnah Wal Jamaah, yang sampai tiga kali revisi, untuk disesuaikan

dengan kebutuhan zaman dan masyarakat. Ia juga menyerukan adanya

konsep amar ma’ruf nahi munkar yang dimaknai dan didasari oleh

solidaritas dan kepedulian sosial. Obsesinya untuk menegakkan amar

ma’ruf nahi munkar ini ditunjukkan dengan disejajarkannya konsep

tersebut dengan rukun-rukun Islam yang ada lima.

Page 9: Sejarah Singkat Tokoh NU

6

B. KH. Abdurrahman Wahid

1. Profil Abdurrahman Wahid

Abdurrahman "Addakhil", demikian nama lengkapnya. Secara

leksikal, "Addakhil" berarti "Sang Penakluk", sebuah nama yang diambil

Wahid Hasyim, orang tuanya, dari seorang perintis Dinasti Umayyah yang

telah menancapkan tonggak kejayaan Islam di Spanyol. Belakangan kata

"Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti nama "Wahid", Abdurrahman

Wahid, dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur.

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara yang

dilahirkan di Denanyar Jombang, Jawa Timur pada tanggal 4 Agustus

1940. Secara genetik Gus Dur adalah keturunan "darah biru". Ayahnya,

K.H. Wahid Hasyim adalah putra K.H. Hasyim Asy'ari, pendiri jam'iyah

Nahdlatul Ulama (NU) dan Ibundanya, Ny. Hj. Sholehah adalah putri

pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri. Kakek dari

pihak ibunya ini juga merupakan tokoh NU, yang menjadi Rais 'Aam

PBNU setelah K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Dengan demikian, Gus Dur

merupakan cucu dari dua ulama NU sekaligus, dan dua tokoh bangsa

Indonesia.

Dalam kesehariannya, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca

dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Selain itu ia juga

aktif berkunjung ke perpustakaan umum di Jakarta. Pada usia belasan

tahun Gus Dur telah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel

dan buku-buku yang agak serius. Karya-karya yang dibaca oleh Gus Dur

tidak hanya cerita-cerita, utamanya cerita silat dan fiksi, akan tetapi

wacana tentang filsafat dan dokumen-dokumen mancanegara tidak luput

dari perhatiannya.

Disamping membaca, tokoh satu ini senang pula bermain bola,

catur dan musik. Dengan demikian tidak heran jika Gus Dur pernah

diminta untuk menjadi komentator sepak bola di televisi. Kegemaran

lainnya, yang ikut juga melengkapi hobinya adalah menonton bioskop.

Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam dunia

Page 10: Sejarah Singkat Tokoh NU

7

film. Inilah sebabnya mengapa Gus Dur pada tahun 1986-1987 diangkat

sebagai ketua juri Festival Film Indonesia. Dan beliau juga pernah

menjabat sebagai Presiden RI yang keempat.

2. Gagasan dan Pemikiran KH. Abdurrahman Wahid

Kehadiran Gus Dur—panggilan akrab KH. Abdurrahman Wahid,

Presiden RI Keempat dan Ketua Umum PBNU 1984-1999 yang wafat

pada 30 Desember 2009—tidak bisa dipisahkan dari sejarah kontroversi

dan kenylenehan di negeri ini, utamanya sepanjang era Orde Baru.

Semenjak kepulangan dari studinya di Mesir dan Irak sekitar awal 1970-

an, ia mulai membuat kejutan-kejutan baru. Baik lewat tulisan-tulisannya

di pelbagai media massa terkemuka saat itu, maupun lompatan-lompatan

tindakannya dari bandara tradisi habitatnya, pondok pesantren, Gus Dur

selalu menggulirkan wacana kritis ke hadapan publik—jika ia sendiri tidak

menjadi konsumsi untuk wacana publik. Pertanyaannya kemudian:

mengapa terjadi kontroversi dan mengapa dianggap nyleneh? Apakah

karena faktor Gus Dur yang memicu kontroversi ataukah karena kondisi

masyarakat atau negara yang belum siap menerima ajakan Gus Dur,

sehingga menimbulkan kontroversi dan menganggapnya nyleneh?

Pertanyaan ini penting dimajukan setidaknya karena dua hal.

Pertama, untuk menguji sejauhmana kualitas pemikiran Gus Dur di

hadapan publik sehingga mampu membuat kontroversi dan dianggap

nyleneh. Kedua, sebaliknya, untuk menilai sejauhmana kedewasaan

masyarakat atau negara dalam menghadapi dan menerima pemikiran-

pemikiran cerdas dan tindakan-tindakan kritis yang mengagetkan di luar

mainstream. Kedua hal ini memang harus dilihat dan diketahui agar kita

bisa membaca secara jernih pemikiran atau tindakan Gus Dur, baik dari

aspek substantif maupun dari segi pengaruh sosialnya ketika hal itu

dilontarkan.

Page 11: Sejarah Singkat Tokoh NU

8

Tema-Tema Pokok Pemikiran Gus Dur

Dari studi bibliografis yang dilakukan, ternyata ditemukan ada 493

buah tulisan Gus Dur sejak awal 1970-an hingga awal tahun 2000. Kini

hingga akhir hayatnya (2009) bisa jadi telah lebih dari 600 buah tulisan

Gus Dur.

secara simplifikasi tulisan-tulisan tersebut saya kelompokkan ke

dalam tujuh tema pokok. Ketujuh tema pokok ini juga menandai gagasan

besar yang menjadi perhatian Gus Dur selama ini, baik melalui tulisannya

maupun visi gerakannya. Tujuh hal yang dimaksud adalah:

a. Pandangan-dunia pesantren,

b. Pribumisasi Islam,

c. Keharusan demokrasi,

d. Finalitas negara-bangsa Pancasila,

e. Pluralisme agama,

f. Humanitarianisme universal, dan

g. Antropologi kiai.

C. KH. Abdul Wahid Hasyim

1. Profil KH. Abdul Wahid Hasyim

KH. Abdul Wahid Hasyim adalah putra kelima dari pasangan KH.

Hasyim Asy’ari dengan Nyai Nafiqah binti Kyai Ilyas. Anak lelaki

pertama dari 10 bersaudara ini lahir pada hari Jumat legi, Rabiul Awwal

1333 H, bertepatan dengan 1 Juni 1914 M, ketika di rumahnya sedang

ramai dengan pengajian.

Wahid Hasyim adalah salah seorang dari sepuluh keturunan

langsung KH. Hasyim Asy’ari. Silsilah dari jalur ayah ini bersambung

hingga Joko Tingkir, tokoh yang kemudian lebih dikenal dengan Sultan

Sutawijaya yang berasal dari kerajaan Demak. Sedangkan dari pihak ibu,

silsilah itu betemu pada satu titik, yaitu Sultan Brawijaya V, yang menjadi

salah satu raja Kerajaan Mataram. Sultan Brawijaya V ini juga dikenal

dengan sebutan Lembu Peteng.

Page 12: Sejarah Singkat Tokoh NU

9

Abdul Wahid mempunyai otak sangat cerdas. Pada usia kanak-

kanak ia sudah pandai membaca al-Qur’an, dan bahkan sudah khatam al-

Qur’an ketika masih berusia tujuh tahun. Selain mendapat bimbingan

langsung dari ayahnya, Abdul Wahid juga belajar di bangku Madrasah

Salafiyah di Pesantren Tebuireng.

Sebagai anak tokoh, Abdul Wahid tidak pernah mengenyam

pendidikan di bangku sekolah Pemerintah Hindia Belanda. Ia lebih banyak

belajar secara otodidak. Selain belajar di Madrasah, ia juga banyak

mempelajari sendiri kitab-kitab dan buku berbahasa Arab. Abdul Wahid

mendalami syair-syair berbahasa Arab dan hafal di luar kepala, selain

menguasai maknanya dengan baik.

Pada usia 13 tahun ia dikirim ke Pondok Siwalan, Panji, sebuah

pesantren tua di Sidoarjo. Ternyata di sana ia hanya bertahan sebulan. Dari

Siwalan ia pindah ke Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Lagi-lagi ia di

pesantren ini mondok dalam waktu yang sangat singkat, hanya beberapa

hari saja. Setelah itu, pulang ke rumah kembali.

Pada usia 25 tahun, Abdul Wahid mempersunting gadis bernama

Solichah, putri KH. Bisri Syansuri, yang pada waktu itu baru berusia 15

tahun. Pasangan ini dikarunai enam anak putra, yaitu Abdurrahman ad-

Dakhil (mantan Presiden RI), Aisyah (Ketua Umum PP Muslimat NU,

1995-2000), Shalahudin al-Ayyubi (Insinyur lulusan ITB/Pengasuh PP.

Tebuireng Jombang, sesudah KH. Yusuf Hasyim), Umar (dokter lulusan

UI), Khadijah dan Hasyim.

2. Gagasan dan Pemikirannya

a. Menerapkan Sistem Madrasah ke dalam Sistem Pesantren

Pada tahun 1916, KH. Ma’sum, menantu KH. Hasyim Asy’ari,

dengan dukungan Wahid Hasyim, memasukkan sistem Madrasah ke

dalam sistem pendidikan pesantren. Ada tujuh jenjang kelas dan dibagi

menjadi dua tingkatan. Tahun pertama dan kedua dinamakan siffir

awwal dan siffir tsani, yaitu masa persiapan untuk memasuki masa

Page 13: Sejarah Singkat Tokoh NU

10

lima tahun jenjang berikutnya. Pada siffir awwal dan siffir tsani

diajarkan khusus bahasa Arab sebagai landasan penting pembedah

khazanah ilmu pengetahuan Islam. Pada tahun 1919, kurikulum

madrasah tersebut ditambah dengan pendidikan umum, seperti bahasa

Indonesia (Melayu), berhitung dan Ilmu Bumi. Pada 1926, KH.

Mauhammad Ilyas memasukkan pelajaran bahasa Belanda dan sejarah

ke dalam kurikulum madrasah atas persetujuan KH. Hasyim Asy’ari.

b. Pokok Pemikirannya

Sebagai seorang santri pendidik agama, fokus utama pemikiran

Wahid Hasyim adalah peningkatan kualitas sumberdaya umat Islam.

Upaya peningkatan kualitas tersebut menurut Wahid Hasyim,

dilakukan melalui pendidikan khususnya pesantren. Dari sini dapat

dipahami, bahwa kualitas manusia muslim sangat ditentukan oleh

tinggi rendahnya kualitas jasmani, rohani dan akal. Kesehatan jasmani

dibuktikan dengan tiadanya gangguan fisik ketika berkatifitas.

Sedangkan kesehatan rohani dibuktikan dengan keimanan dan

ketakwaan kepada Allah yang kemudian diimplementasikan dalam

kehidupan nyata. Disamping sehat jasmani dan rohani, manusia

muslim harus memiliki kualitas nalar (akal) yang senantiasa diasah

sedemikian rupa sehingga mampu memberikan solusi yang tepat, adil

dan sesuai dengan ajaran Islam.

D. Nur Cholis Madjid

1. Profil Nur Kholis Madjid Prof. Dr. Nurcholish Madjid (lahir di Mojoanyar, Jawa Timur, 17 Maret

1939 – meninggal di Jakarta, 29 Agustus 2005 pada umur 66 tahun) atau populer

dipanggil Cak Nur, adalah seorang pemikir Islam, cendekiawan,dan budayawan

Indonesia. Pada masa mudanya sebagai aktifis Himpunan Mahasiswa Islam, ide

dan gagasannya tentang sekularisasi dan pluralisme pernah menimbulkan

kontroversi dan mendapat banyak perhatian dari berbagai kalangan masyarakat.

Nurcholish pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Penasehat Ikatan

Page 14: Sejarah Singkat Tokoh NU

11

Cendekiawan Muslim Indonesia, dan sebagai Rektor Universitas Paramadina,

sampai dengan wafatnya pada tahun 2005.

Ia dibesarkan di lingkungan keluarga kiai terpandang di

Mojoanyar, Mojokerto, Jawa Timur. Ayahnya, KH Abdul Madjid, dikenal

sebagai pendukung Masyumi. Setelah melewati pendidikan di berbagai

pesantren diantaranya Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang,

termasuk Pesantren Gontor, Ponorogo, menempuh studi kesarjanaan IAIN

Jakarta (1961-1968), tokoh HMI ini menjalani studi doktoralnya di

Universitas Chicago, Amerika Serikat (1978-1984), dengan disertasi

tentang filsafat dan kalam Ibnu Taimiyah.

2. Gagasan dan Pemikirannya

a. Dalam Dunia Pendidikan

Nurcholish Madjid adalah salah satu tokoh pembaharu yang

banyak mengemukakan gagasan pembaruan Islam. Beliau beranggapan

perlu adanya peningkatan kualitas intelektual di kalangan muslim

termasuk kaum remaja, pelajar atau santri. Tidak hanya menguasai

ilmu agama saja, melainkan ikut bersaing dalam dunia modern,

sebagaimana yang pernah dicapai kaum muslimin abad pertengahan

yang menguasai banyak ilmu pengetahuan dan unggul dalam banyak

bidang.

Gagasan tentang pembaruan pesantren adalah bagian dari cita-

cita modernisasinya. Perspektif historis menempatkan pesantren pada

posisi yang cukup istimewa dalam khazanah perkembangan sosial-

budaya dan agama masyarakat Indonesia. Tidak berlebihan apabila

pesantren diposisikan sebagai satu elemen determinan dalam struktur

piramida sosial masyarakat Indonesia.

Adanya posisi penting yang disandang pesantren menuntutnya

untuk meaminkan peran penting dalam setiap roses pembangunan

sosial baik melalui potensi pendidikan muupun pengembangan

masyarakat. Hal ini kiranya yang membuat Nurcholish Madjid begitu

Page 15: Sejarah Singkat Tokoh NU

12

bersemangat mengembangkan gagasanya tentang pembaruan

pesantren. Gagasanya dan pemikiranya tentang pesatren dapat dilihat

dari karyanya yang berjudul “Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret

Perjalanan ”. Dalam bukunya ini Nurcholish Madjid berpendapat

bahwa pesanten berhak, lebih baik dan lebih berguna mempertahankan

fungsi pokoknya semula, yaitu sebagai tempat menyelenggarakan

pendidikan agama. Namun, mungkin diperlukan suatu tinjuan kembali,

sehingga ajaran-ajaran agama yang diberikan kepada setiap pribadi

menjadi jawaban yang komprehensif atas persoalan hidup.

b. Pluralisme

Dilihat dari karya dan pemikiran Nurcholish Madjid

menunjukkan beliau begitu peka terhadap perkembangan Islam di

Indonesia. Melalui pemikiranya beliau berusaha membesarkan Islam

agar tidak hanya unggul dalam kuantitas namun juga kualitas, melihat

Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia sudah tentu banyak SDM

yang mampu dikembangkan. Beliau memberikan banyak kontribusi

dalam Islam, diantaranya budaya, pendidikan dan yang paling

menonjol adalah pluralisme. Jika dekade terakhir ini kita mengenal

K.H. Abdurrahman Wachid sebagai tokoh pluralisme, maka pada era

80-an Nurcholish Madjid adalah aktornya. Beliau hadir dengan paham-

paham barunya tidak terkecuali pluralisme. Dr. lulusan Chicago ini

dikenal sebagai tokoh yang concern atau commited terhadap berbagai

masalah kebangsaan.

Berangkat dari premis bahwa sekalipun semua agama intinya

sama, tapi manifestasi sosio-kulturalnya secara historia berbeda-beda.

Cak Nur (sapaan Nurcholish Madjid) menghendaki sejalan dengan

semangat Al quran agar fenomena lahiriah ini tidak menghalangi usaha

untuk menuju titk temu (common platform) antara semuanya. Menurut

Cak Nur umat Islam sebagai golongan mayoritas di Indonesia harus

menjadi golongan yang terbuka, yang bisa tampil percaya diri dan

bersikap sebagai pamong yang bisa ngemong golongan-golongan

Page 16: Sejarah Singkat Tokoh NU

13

lainya. Teori inklusif cak nur sangat memberi tempat pada pluralisme

dan kebinekaan, dan mengharapkan umat Islam memberi perhatian

yang tinggi terhadap maslah tersebut. Cak Nur sering mengingatkan

bahwa pluralisme atau kemajemukan adalah kenyataan yang menjadi

kehendak Tuhan

E. KH. Ali Yafie

1. Figur KH. Ali Yafie

K.H. Ali Yafie lahir di Wani-Donggala Sulawesi Tengah 1

September 1924, putra dari KH. Muhammad Yafie dan Hj. Aisyah. Ia lahir

dari keluarga terdidik dan sangat beruntung karena merupakan turunan

dari seorang ulama besar. Kakeknya Syaikh Abdul Hafidz Bugis, salah

seorang ulama terkemuka Indonesia yang pernah menjadi Guru Besar di

Masjid al-Haram. Dua ulama lainnya adalah Syaikh Nawawi al-Bantani

dan Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang juga pernah menjadi

Imam di Masjid al-Haram. Warisan kitab dari kakeknya sangat besar

peranannya dalam membentuk khazanah intelektual Ali Yafie. Ayah Ali

juga adalah seorang ulama yang pernah memimpin sebuah sekolah dengan

ratusan murid, selain itu juga mendirikan pesantren Nasrul Haq di

Amparita sekaligus menjadi pengasuhnya.

Ali Yafie terbilang cerdas, sebab dalam usia yang masih sangat

muda, 12 tahun ia sudah dapat membaca kitab kuning. Dengan modal ini,

maka ia pun dikirim oleh ayahnya untuk belajar kepada beberapa ulama

atau kiai terkenal ketika itu di Sulawesi Selatan antara lain, Syaikh Ali

Mathar (Rappang), Syaikh Haji Ibrahim (Sidrap), Syaikh Mahmud Abdul

Jawad (Bone), Syaikh As'ad (Sengkang), Syaikh Ahmad Bone

(Ujungpandang), Syaikh Abdurrahman Firdaus (Jampue-Pinrang). Selain

itu Ali Yafie juga mendalami ilmu pengetahuan umum dan beberapa

bahasa asing, jurnalistik, dan ilmu-ilmu bantu lainnya.

Ali Yafie dalam perjalanan karirnya pun beragam posisi dan

jabatan telah dilaluinya. Ia pernah aktif mengajar mulai dari madrasah

Page 17: Sejarah Singkat Tokoh NU

14

hingga perguruan tinggi bahkan pernah menjadi Dekan Fakultas

Ushuluddin IAIN (sekarang UIN) Alauddin Makassar. Menjadi Hakim

Pengadilan Tinggi Agama Makassar. Kepala Inspektorat Peradilan Agama

Wilayah Indonesia Bagian Timur, menjadi anggota staf harian merangkap

anggota dewan pleno Badan Pembinaan Potensi Karya Kodam XIV

Hasanuddin. Ali Yafie juga aktif dalam dunia politik hingga

mengantarkannya menduduki posisi sebagai Rais Majelis Syura Partai

Persatuan Pembangunan dan mengantarkannya menjadi anggota

DPR/MPR RI. Ia menjadi wakil ketua Dewan Penasehat ICMI Pusat,

anggota Dewan Pengawas Syari'ah Bank Muamalat, wakil ketua Dewan

Pembina Badan Arbitrase Muamalat, Guru Besar IAIN (kini UIN) Syarif

Hidayatullah, Guru Besar Institut Ilmu Al-Qur'an Jakarta, dan Guru Besar

Universitas Islam Asy Syafi'iyah. Pernah menjadi Rais 'Am Nahdlatul

Ulama, salah seorang unsur ketua MUI, bahkan pernah pula menjabat

sebagai ketua umumnya dan beberapa jabatan lainnya.

2. Gagasan dan Pemikirannya dalam Fiqih Sosial

Ali Yafie dalam kata pengantar bukunya Menggagas Fikih Sosial

mengakui bahwa uraiannya dalam buku tersebut bukanlah merupakan

fatwa, tetapi pemikiran yang berorientasi pada fikih dalam berbagai

macam persoalan menurut pandangan seorang santri. Ia menyadari betul

bahwa dirinya hanyalah seorang santri, meskipun oleh banyak kalangan

pemikirannya dipandang cukup menggambarkan seorang pemikir modern.

Berikut akan dikemukakan beberapa pemikiran Ali Yafie dalam

bidang fikih terkait dengan kehidupan sosial antara lain:

a. Fardhu Kifayah

Dalam pembagian hukum taklifi para ulama membuat lima

katagori hukum: wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah (Abdul

Wahab Khallaf, 1972: 159). Pembagian tersebut menghendaki adanya

perbuatan dari si mukallaf. Dari kelima pembagian tersebut satu di

Page 18: Sejarah Singkat Tokoh NU

15

antaranya akan dibahas adalah hukum wajib. Ulama fikih membagi

wajib ke dalam dua macam yaitu: wajib 'ain dan wajib kifayah.

Ali Yafie dalam memahami term ini mencoba untuk mencari

formulasi dengan memahami secara kontekstual. Dalam usaha

pembangunan nasional, norma fikih mesti dipahami secara lebih

aktual. Menurutnya, fardhu 'ain merupakan kewajiban individual atau

perorangan bagi pengembangan potensi dan pembinaan kondisi setiap

individu dalam mencapai kemaslahatan hidupnya, dan yang kedua

fardhu kifayah adalah kewajiban sosial kemasyarakatan dan

merupakan tugas kolektif untuk pengembangan potensi dan pembinaan

kondisi masyarakat dalam mencapai kemaslahatan umum (Ali Yafie,

2000: 161).

Ali Yafie tidak menyalahkan contoh fardhu kifayah yang

selama ini hanya ditujukan pada kewajiban shalat jenazah, tetapi ia

memahami bahwa makna fardhu kifayah di sini sangat pasif bahkan

cenderung negatif. Dengan argumentasi ini, Ali Yafie mencoba

memperkenalkan definisi Imam Rafi'i yang memberi makna aktif

terhadap fardhu kifayah. Definisi yang dimaksud sebagai yang dikutip

Ali Yafie adalah kewajiban yang menyangkut hal-hal umum berkaitan

dengan kemaslahatan baik bersifat keagamaan pun keduniaan yang

pelaksanaannya menjamin tegaknya kehidupan bersama (Ali Yafie,

2000: 162). Dicontohkan antara lain: upaya mengatasi kemelaratan

masyarakat, memenuhi kebutuhan sandang melalui zakat dan bayt al-

mal. Penyediaan lapangan kerja dengan berbagai profesi, pengajaran,

pendidikan, penyuluhan dan bimbingan masyarakat, kontrol sosial, dan

semua usaha untuk memakmurkan masyarakat.

Dengan demikian, untuk meneguhkan makna fardhu kifayah

secara aktif, dibutuhkan pemahaman yang lebih kontekstual, tanpa

bermaksud menyalahkan definisi dan contoh yang telah dianut umat

Islam selama ini. Jadi makna fardhu kifayah yang lebih aktif adalah

Page 19: Sejarah Singkat Tokoh NU

16

kewajiban kolektif untuk memajukan umat Islam yang selama ini

menderita dalam segala aspek kehidupan.

b. Konsep Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah persoalan yang juga tidak

luput dari perhatian Ali Yafie. HAM pertama kali dideklarasikan di

Perancis tahun 1789 yang lebih popular dengan istilah Declaration des

Droits de l'Homme at du citoyen dengan slogannya yang terkenal sejak

saat itu, liberte (kebebasan), egalite (persamaan), dan fratenite

(persaudaraan). HAM pada dasarnya lebih bersifat moral ketimbang

politik. HAM saat ini bahkan didengung-dengungkan dan hampir

menjadi tuntutan setiap orang karena merupakan milik asasi. Hak

hidup, mencari kerja, menuntut ilmu, mendapat perlakuan yang baik,

dihormati harga dirinya dan lain-lain, merupakan hak yang tidak boleh

diganggu oleh siapa pun. Ali Yafie dalam memahami HAM

mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang muhtaram, yaitu

makhluk yang dimuliakan eksistensinya, ia dilarang dibunuh jika ia

makhluk hidup dan dilarang merusaknya jika ia makhluk tidak

bernyawa. Manusia menurutnya berstatus ma'shum, yaitu manusia

yang terlindungi oleh hukum.

c. Pengelolaan Zakat

Menurut Ali Yafie zakat memiliki dua aspek penting yaitu:

pengeluaran atau pembayaran dan penerimaan atau pembagian, dan

yang disebutkan pertama merupakan hal mutlak. Dari kalimat di atas

dapat dipahami bahwa Islam sangat menganjurkan umatnya untuk

membayar zakat sekaligus memiliki harta. Islam tidak menghendaki

umatnya sebagai penerima zakat belaka sebab hal tersebut

menunjukkan ketidakberdayaan sosial-ekonomi umat.

Yang disoroti oleh Ali Yafie adalah pemanfaatan dana zakat

yang selama ini dilaksanakan sesuai petunjuk fikih. Ali Yafie

mengatakan bahwa sistem pemerataan perlu ditinjau kembali.

Misalnya setiap penerima zakat diberi masing-masing 10 kg atau lebih

Page 20: Sejarah Singkat Tokoh NU

17

setiap tahunnya. Sistem ini oleh Ali Yafie dinilai tidak terlalu efektif.

Menurutnya, sistem lama ini perlu diubah dengan jalan memberikan

modal kepada penerima zakat hingga tidak lagi menjadi penerima

zakat tahun berikutnya, melainkan berubah menjadi pembayar zakat.

Dengan cara seperti ini diharapkan jumlah penerima zakat setiap

tahunnya semakin berkurang, di sisi lain pembayar zakat semakin

bertambah.

d. Lingkungan Hidup

Isu tentang lingkungan hidup juga tak lepas dari perhatian Ali

Yafie. Dalam membahas masalah lingkungan hidup, ia mengacu pada

QS. Al-A'raf: 156 yang menjelaskan tentang rahmat Allah yang

meliputi segala sesuatu dan QS. Al-Anbiya': 107 yang menegaskan

tujuan pengutusan nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi seluruh

alam. Ia merujuk pada batang tubuh ajaran fikih yang meliputi empat

garis besar yaitu:

1. Rub'ul ibadat, yaitu bagian yang menata hubungan manusia dengan

khaliknya.

2. Rub'ul muamalat, yaitu bagian yang menata hubungan manusia

dalam lalu lintas pergaulan dengan sesamanya untuk memenuhi

hajat hidup sehari-hari.

3. Rub'ul munakahat, yaitu bagian yang menata hubungan manusia

dengan lingkungan keluarga, dan

4. Rub'ul jinayat, yaitu bagian yang menata pengamanan dalam suatu

tertib pergaulan, yang menjamin keselamatan dan ketentraman

dalam kehidupan (Ibid, h. 132).

Menurut Ali Yafie, gambaran di atas adalah wajah

sesungguhnya dari Islam. Empat hal tersebut meliputi bidang pokok

dari kehidupan umat manusia. Masalah lingkungan hidup tidak hanya

terbatas pada sampah, pencemaran, penghijauan kembali atau sekadar

pelestarian alam tetapi—lebih dari semua itu—masalah lingkungan

hidup merupakan bagian dari suatu pandangan hidup. Sebab ia

Page 21: Sejarah Singkat Tokoh NU

18

merupakan kritik terhadap kesenjangan yang diakibatkan oleh

pengurasan energi dan keterbelakangan yang lebih merupakan ekses

dari pertumbuhan ekonomi yang ekplosif dan tidak bervisi konservasi.

e. Pakaian

Pakaian merupakan salah satu yang membedakan antara

manusia dengan binatang, karena manusia mengenakan pakaian

sebagai pelindung dan penutup aurat, sedang binatang tidak. Dalam

Al-Qur'an, pakaian disebut dalam beberapa terma antara lain: libas,

siyab, zinah, dan riyas. Dua yang disebutkan pertama lebih mengacu

pada penutup aurat ("aurat" diartikan dengan rus'an sebagai

kehormatan, manusia lebih terhormat dari pada binatang karena

menutup aurat), sedangkan dua yang terakhir lebih pada perhiasan

(estetika).

Ali Yafie dalam membahas mengenai aurat sebagai bagian

tubuh yang harus tertutupi, membaginya menjadi dua macam.

Pertama, aurat mughallazah, yaitu kemaluan depan dan belakang,

dimana keduanya diprioritaskan untuk ditutup dan tidak boleh

membukanya kecuali darurat. Kedua, aurat biasa, yaitu bagian tubuh

antara pusat dan lutut. Bagi laki-laki terhadap sesamanya atau terhadap

perempuan mahramnya kecuali istrinya. Ketentuan ini juga berlaku

bagi perempuan terhadap laki-laki bukan mahramnya kecuali

suaminya. Ali Yafie menambahkan khusus bagi perempuan, seluruh

tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan, adalah aurat

terhadap laki-laki bukan mahramnya.

Ali Yafie mengakui bahwa budaya berpakaian adalah ciri

peradaban manusia sebagai makhluk terhormat. Ia menambahkan

bahwa standar berpakaian adalah takwa (pemenuhan ketentuan-

ketentuan agama Islam mengakui adanya kecenderungan manusia

untuk memilih makanan dan pakaian yang baik serta indah karena itu

adalah fitri bagi manusia.

Page 22: Sejarah Singkat Tokoh NU

19

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan,

diantaranya:

1. Masing-masing tokoh notabenenya berasal dari keluarga pesantren. Selain

itu mereka berbeda dalam latar belakangnya. Ada yang berasal dari

budayawan, tokoh pendidikan, cendikiawan muslim maupun kalangan

pesantren.

2. Banyak buku-buku maupun kitab yang telah mereka tulis baik berupa

gagasan maupun pemikiran mereka, baik dalam bidang fiqih, pendidikan

maupun bidang sosial lainnya dalam rangka memajukan bangsa ini.

B. Saran

Makalah ini semoga dapat dilengkapi lagi dan dikaji semakin

mendalam mengenai biografi tokoh maupun garis pemikirannya sehingga

kelemahan maupun kekurangan dalam penyusunan makalah ini dapat

dilengkapi dan disempurnakan.

Page 23: Sejarah Singkat Tokoh NU

20

DAFTAR PUSTAKA

Abduddin Nata. (2004). Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada

A. Aziz Masyhuri. (tt). 99 Kiai Kharismatik Indonesia. Yogyakarta: Kutub.

A. Qodri A. Azizy. (2003). Reformasi Bermazhab Sebuah Ikhtiar Menuju Ijtihad Sesuai Saintifik Modern. Jakarta: Teraju.

Ali Yafie. (2000). Menggagas Fiqih Sosial. Bandung: Mizan

http://id.wikipedia.org/wiki/Mustofa_Bisri

http://www.sarjanaku.com/2012/12/biografi-gus-dur-profil-abdurrahman.html

Jamal D. Rahman. (1997). Wacana Baru Fiqih Sosial: 70 Tahun K.H. Ali Yafie. Bandung: Mizan.

Musthofa Bisri. (2005). Gus Mus dalam Taqdim Buku Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Musthofa. Yogjakarta: LKiS.