15
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017 183 JEMBER MENGGAGAS KOTA RAMAH KAUM DIFABEL (STUDI ANALISIS PERDA DIFABEL DIKOTA JEMBER) Ana Laela Fatikhatul Choiriyah, Ken Ismi Rozana dan M. Khoirul Hadi al-Asy ari 1 E-mail: [email protected] Abtract This stigma against people with disibilities occupy a subordinate position compared with people who look perfect physically. The cornerstone of society contain potentially that restrict social inequality (Limitation) or revocation (deregation) against people with disabilities. The research raises the concept Jember disabled people friendly city initiated basing on people with disabilities Jember Regulation wich was inaugurated on December 3, 2016. The concept of initiating Jember disabled people friendly cities in terms of methods of content analysis. In terms of femonologis to read Jember Regional Government’s efforts in bringing disabled people friendly city. There are three question in this research: First, how the concept of Jember city initiated the disabled people friendly. Second, how to draft legislation disabled people in the city of Jember. Third, how the implementation of regulation disabled people in the town of Jember. By using the method of content analysis and femenologis as a method to look at the implementation of the Regulation with disabilities in the city of Jember. The results of this study are: First, the concept of Jember initiated the disabled friendly city. Second, the concept of regulation with disabilities in the town of Jember. Third, the implementation of the Regulation with Disabilities in the City of Jember in Jember efforts towards disabled friendly city. Keywords: disibilities, friendly city PENDAHULUAN Penyandang disabilitas merupakan kelompok masyarakat yang beragam, diantaranya penyandang disabilitas yang mengalami disabilitas fisik, disabilitas mental maupun gabungan dari disabilitas fisik dan mental. Istilah penyandang disabilitas pun sangat beragam. Kementerian Sosial menyebut penyandang disabilitas sebagai penyandang cacat, Kementerian Pendidikan Nasional menyebut dengan istilah berkebutuhan khusus, sedangkan Kementerian Kesehatan menyebut dengan istilah Penderita cacat. Secara yuridis pengertian penyandang cacat diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Penyandang Cacat sebagai berikut: Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat menganggu atau merupakan rintangan dan hambatan 1 Penulis adalah Dosen dan Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Jember

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017 · penghormatan untuk memiliki rumah dan keluarga, berpartisipasi dalam kehidupan publik dan politik, kebebasab berekspresi, serta hak hak ekonomi,

Embed Size (px)

Citation preview

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

183

JEMBER MENGGAGAS KOTA RAMAH KAUM DIFABEL (STUDI ANALISIS

PERDA DIFABEL DIKOTA JEMBER)

Ana Laela Fatikhatul Choiriyah, Ken Ismi Rozana dan M. Khoirul Hadi al-Asy

ari1

E-mail: [email protected]

Abtract

This stigma against people with disibilities occupy a subordinate position

compared with people who look perfect physically. The cornerstone of

society contain potentially that restrict social inequality (Limitation) or

revocation (deregation) against people with disabilities. The research raises

the concept Jember disabled people friendly city initiated basing on people

with disabilities Jember Regulation wich was inaugurated on December 3,

2016. The concept of initiating Jember disabled people friendly cities in

terms of methods of content analysis. In terms of femonologis to read

Jember Regional Government’s efforts in bringing disabled people friendly

city. There are three question in this research: First, how the concept of

Jember city initiated the disabled people friendly. Second, how to draft

legislation disabled people in the city of Jember. Third, how the

implementation of regulation disabled people in the town of Jember. By

using the method of content analysis and femenologis as a method to look at

the implementation of the Regulation with disabilities in the city of Jember.

The results of this study are: First, the concept of Jember initiated the

disabled friendly city. Second, the concept of regulation with disabilities in

the town of Jember. Third, the implementation of the Regulation with

Disabilities in the City of Jember in Jember efforts towards disabled

friendly city.

Keywords: disibilities, friendly city

PENDAHULUAN

Penyandang disabilitas merupakan kelompok masyarakat yang beragam,

diantaranya penyandang disabilitas yang mengalami disabilitas fisik, disabilitas mental

maupun gabungan dari disabilitas fisik dan mental. Istilah penyandang disabilitas pun

sangat beragam. Kementerian Sosial menyebut penyandang disabilitas sebagai

penyandang cacat, Kementerian Pendidikan Nasional menyebut dengan istilah

berkebutuhan khusus, sedangkan Kementerian Kesehatan menyebut dengan istilah

Penderita cacat.

Secara yuridis pengertian penyandang cacat diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-

Undang Penyandang Cacat sebagai berikut: Setiap orang yang mempunyai kelainan

fisik dan/atau mental, yang dapat menganggu atau merupakan rintangan dan hambatan

1 Penulis adalah Dosen dan Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Jember

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

184

baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari: Penyandang

cacat fisik, penyandang cacat mental dan Penyandang cacat fisik dan mental.

Pengertian ini sama dengan pengertian yang tercantun dalam Pasal 1 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya

Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat. Pengertian lain tentang disabilitas

yang dikemukakan oleh WHO yaitu salah satu badan PBB yang bertindak sebagai

koordinator kesehatan umum internasional mendefinisikan disabilitas sebagai “A

restriction or inbility to perfom an activity in the mannar or within the range considered

normal for a human being. Mosty resulting from impairment”2 dengan definisi tersebut

dengan jelas WHO menyatakan bahwa disabilitas merupakan pembatasan atau

ketidakmampuan untuk melakukan suatu kegiatan dengan cara yang atau dalam rentang

dianggap normal bagimanusia, sebagaian besar akibat penuruan kemampuan.

Data statistik yang dihimpun oleh WHO bahwa penyandang disabilitas berkisar

antara 15% dari total populasi penduduk dunia di indonesia, penyandang disabilitas,

diperkirakan mencapai 36. 150.000 orang atau sekitar 15% dari total penduduk

indonesia tahun 2011 yang penduduknya mencapai 241 juta jiwa sebelumnya menurut

riset pada tahun 2004 penyandang disabilitas di indonesia diperkirakan sebanyak 1.

480.000 dengan rincian sebagai berikut : penyandang tunadaksa berjumlah 162.800

orang (11%) tunanetra 192.400 (13%) tuna rungu 503.200 (34%), mental dan

intelektual 348.800 (26%), dan orang yang pernah mengalami penyakit kronis (kusta

dan tuberklosis) 236.800 (16%). Jumlah riset ini diperkirakan jumlah penyandang

disabilitas baik tinggal dengan keluarga ataupun masyarakat dan termasuk penyndang

disabilitas yang tinggal di panti asuhan.3

Menurut Convention On the Rights of Person with Dsabilities (konvensi mengenai

Hak-hak penyandang Disabilities )yag telah disahkan oleh Undang-Undang Nomor 19

Tahun, Mengatur tentang hak bagi penyandang disabilitas diantaranya hak untuk hidup,

perlindungan dalam situasi yang penuh resiko dan darurat. Pengakuan yang setara di

depan hukum, hak untuk bebas dan aman, bebas dari rasa sakit dan perlakuan yang

kejam, bebas dari eksploitasi, kekerasan dan pelecehan, penghormatan terhadap privasi,

2Eko Riyadi, at.al, (2012), Vulnerable Groups: Kajian dan Mekanisme Perlindungannya, Yogyakarta:

PUSHAM UII, hlm.293.

3Nicola Golbran, (2010), Akses terhadap Keadilan Penyandang Disabilitas Indonesia : Kajian Latar

Belakang Indonesia: Australia AID, hlm.29

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

185

bebas untuk hidup mandiri, hak untuk mengakses mobilitas personal, akses informasi,

penghormatan untuk memiliki rumah dan keluarga, berpartisipasi dalam kehidupan

publik dan politik, kebebasab berekspresi, serta hak hak ekonomi, sosial dan budaya

lainnya seperti hak atas pendidikan, kesehatan, rehabilitas dan habilitasi dan hak atas

pekerjaan.

Kabupaten Jember merupukan kabupaten yang mulai menerbitkan peraturan daerah

tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas yaitu dengan

diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2016 dalam Perda tersebut pemerintah

daerah dan pemerintah kabupaten berkewajiban memfasilitasi penyandang desabilitas

untuk memperoleh pendidikan, pelayanan publik, kesehatan dan ketenaga kerjaan.

Secara yuridis pengertian penyandang cacat diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-

Undang Penyandang Cacat sebagai berikut:

“Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat

menganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk

melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari: Penyandang

cacat fisik, penyandang cacat mental dan Penyandang cacat fisik dan

mental.”

Pengertian ini sama dengan pengertian yang tercantun dalam Pasal 1 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya

Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat. Pengertian lain tentang disabilitas

yang dikemukakan oleh WHO yaitu salah satu badan PBB yang bertindak sebagai

koordinator kesehatan umum internasional mendefinisikan disabilitas sebagai “A

restriction or inbility to perfom an activity in the mannar or within the range considered

normal for a human being. Mosty resulting from impairment”4 dengan definisi tersebut

dengan jelas WHO menyatakan bahwa disabilitas merupakan pembatasan atau

ketidakmampuan untuk melakukan suatu kegiatan dengan cara yang atau dalam rentang

dianggap normal bagi manusia, sebagian besar akibat penuruan kemampuan.

Dalam penyusunan setiap karya tulis ilmiah, studi pustaka sangatlah penting

dilakukan untuk membuktikan orisinalitas bahwa terkait pembahasan Jember

menggagas kota ramah kaum difabel studi Perda difabel di kota Jember ini belum

pernah diteliti atau dibahas. Penyusun telah melakukan prapenelitian terhadap karya

ilmiah yang memiliki korelasi tema yang sama namun beberapa karya tulis tersebut

4 Ibid, 293.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

186

memiliki perbedaan pembahasan. Beberapa karya tulis ilmiah tersebut diantaranya

adalah:

Skripsi dengan judul “Proses Adaptasi Sosial Siswa Disabilitas dengan Siswa

Nondisabilitas di Sekolah Inklusi (Studi Kasus pada Siswa Tunanetra di SMP Inklusi

Taman Pendidikan dan Asuhan Kabupaten Jember)” yang ditulis oleh Amiroh Muntaz

pada tahun 2015, pada penelitian ini penulis membahas mengenai proses adaptasi siswa

penyandang disabilitas terhadap kondisi sosial di sekitarnya dalam lingkup sekolah

Inklusi Taman Pendidikan dan Asuhan Kabupaten Jember. Ditinjau dari datanya

pendekatan penelitian yang digunakan adalah Kualitatif dan jenis pendekatanya

merupakan penelitian studi kasus.5

Skripsi dengan judul “Kebijakan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam

Upaya Meningkatkan Pemenuhan Hak Pendidikan Penyandang Disabilitas menururt

PERDA DIY Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak

Penyandang Disablitas” yang ditulis oleh Nuzulul Hidayah pada tahun 2015, dalam

penelitian ini peneliti lebih fokus membahas kesesuaian kebijakan pendidikan bagi

penyandang disabilitas dikaitkan dengan perda DIY nomor 4 tahun 2012 dan peraturan

perundang-undangan lainnya. Jenis penelitian yang dipakai merupakan penelitian

lapangan dan bersifat deskriptif kualitatif.6

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data

dengan tujuan dan kegunaan tertentu pertama, Jenis penelitian ini merupakan sebuah

penelitian lapangan yang berfugsi untuk memperoleh data langsung dari lapangan,

bersifat deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menerangkan

fenomena sosial atau peristiwa.7 Kedua, Pendekatan penelitian Pendekatan yang

digunakan didalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis-empiris. Pendekatan yuridis

yang dimaksud dalam penelitian guna melihat peraturan Daerah Kabupaten Jember

Nomor 7 tahun 2016. Sedangkan pendekatan empiris guna melihat bagaimana hukum di

dalam undang-undang yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat dalam hal ini

5Amirah Muntaj, (2015), Proses Adaptasi Sosial Siswa Disabilitas Dengan Siswa Non Disabilitas

Disekolah Inklusi (Studi Kasus Pada Siswa Tunanetra Di Smp Inklusi Taman Pendidikan Dan Asuhan

Kabupaten Jember), Jember: Skripsi Universitas Jember.

6Nuzulul Hidayah, (2015), “Kebijakan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Upaya

Meningkatkan Pemenuhan Hak Pendidikan Penyandang Disabilitas menururt PERDA DIY Nomor 4

Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disablitas, Yogyakarta:

Skripsi UIN Sunan Kalijaga,

7Sugiyono, (2009), Metode Penelitian kulitatif kuantitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, hlm.2

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

187

ditinjau menggunakan Perda Kabupaten Jember tentang perlindungan dan pemenuhan

hak-hak penyandang disabilitas. Ketiga, Lokasi penelitian Lokasi penelitian dilakukan

di Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil, Rumah Sakit Bina Sehat, Kantor Kecamatan

Ambulu. Keempat, Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data adalah

prosedur yang sitematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada

hubungan antara metode mengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin

dipecahkan masalah memberi arahan dan mempengaruhi metode pengumpulan data.

Banyak masalah yang dirumuskan tidak bisa dipecahkan karena metode untuk

memperoleh data yang digunakan tidak memungkinkan, ataupun metode yang ada tidak

dapat menghasilkan data seperti yang diinginkan.8 Observasi dilakukan pertama kali

sebelum melakukan penelitian yaitu di Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil.

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara

tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara (interview) sebagai pengaju

atau pemberi pertanyaan dengan yang diwawancarai atau nara sumber (interviewe).9

Dokumentasi merupakan langkah terakhir untuk mencari data berupa peraturan

perundang-undangan, laporan penelitian, buku-buku terkait disabilitas, catatan serta

dokumen lainnya yang berkaitan dengn penelitian ini ataupun beberapa hasil

dokumentasi atau gambar yang berhasil peneliti dapatkan.

- Metode analisis data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

metode analisis kualitatif, yakni data yang telah diperoleh dari hasil penelitian

dipilih dan diseleksi berdasar kualitas dan kebenarannya sesuai dengan

relevansinya terhadap materi penelitian. Dan disusun secara sistematis dan dikaji

dengan metode berfikir deduktif untuk menjawab permasalahan yang diajukan.

Metode kualitatif merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data

deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh narasumber secara tertulis

atau lisan dan juga perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu

yang utuh.10

8Moh. Nazir, (2011), Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia, hlm.174

9Basrowi dan Suwandi, (2008), Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 188

10Nusa Putra dan Hendrawan, (2012), Metodologi Penelitian Kebijakan, Bandung, Rosda, hlm.101.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

188

Konsep Jember Menggagas Kota Ramah Kaum Difabel

Hak untuk mendapatkan pendidikan merupakan salah satu hak fundamental bagi

setiap warga negara. Pendidikan merupakan tolak ukur keberhasilan satu bangsa dan

gerbang menuju bangsa yang beradab dan bermatabat. Untuk mencapai tujuan negara

tersebut, berbagai peraturan perundang-undangan dan produk hukum telah dibuat untuk

menjamin terpenuhinya hak atas pendidikan bagi setiap warga negara, termasuk

penyandang disabilitas.11

Penyandang disabilitas merupakan bagian dari warga Indonesia yang mempunyai

hak yang sama termasuk hak mendapatkan pendidikan yang layak sebagaimana diatur

dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia. Bahkan juga dijelaskan di dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1997

tentang Penyandang Cacat, hak mendapatkan pendidikan dalam setiap jalur, jenis dan

satuan juga telah diakomodir.

Setiap anak di Indonesia mempunyai hak atas pendidikan, di dalam Undang-

undang dasar 1945 pasal 28c ayat (1) dan pasal 31 ayat (1), menyatakan “bahwa setiap

warga negara berhak mendapatkan pendidikan ” dengan adanya ketentuan tersebut

diperkuat kembali dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional yang didalamnya mengamanatkan pendidikan di Indonesia agar

diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan

menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan

kemajemukan bangsa sejalan dengan ketentuan tersebut, dijelaskan pula di dalam

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terdapat pada pasal

48 menyebutkan bahwa “wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9

(sembilan) tahun untuk anak” dan didalam pasal 49 menyebutkan “Negara, pemerintah,

keluarga dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak

memperoleh pendidikan”.12

Dengan adanya undang-undang yang sudah diciptakan bertujuan untuk pemenuhan

hak-hak bagi penyandang disabilitas di masyarakat luas, akan tetapi didalam

kenyataannya penyandang disabilitas jika ditempatkan sebagai masyarakat masih

11

Dedy Kustawa dan Budi Hermawan, (2013), Model Implementasi Pendidikan inklusif Ramah Anak,

Jakarta: Luxima, hlm.1.

12Ibid, hlm.3

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

189

ditempatkan sebagai masyarakat kelas dua dimana seringkali hak-hak penyandang

disabilitas masih diabaikan, dari uraian diatas sangatlah jelas bahwa penyandang

disabilitas memiliki kedudukan hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non

disabilitas, sebagai bagian dari warga negara indonesia penyandang disabilitas berhak

mendapatkan perlakuan khusus yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan dan

kerentanan terhadap berbagai tindakan diskriminasi dan terutama perlindungan dari

berbagai pelanggaran hak asasi manusia. Perlakuan khusus tersebut dipandang sebagi

upaya maksimalisasi penghormatan, pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi

manusia secara universal.

Persoalan yang kemudian muncul adalah impelementasi dari landasan-landasan

yuridis yang seyogyanya dapat menjamin hak-hak penyandang disabilitas khususnya

hak mendapatkan pendidkan yang bermutu pada kenyataanya belum terimplementasi

dengan baik. Masih terdapat berbagai masalah yang sangat kompleks dihadapi oleh

penyandang disabilitas dalam mengakses pendidikan seperti tindakan diskriminatif yang

kerap dialami dan tidak adanya akses untuk mendapatkan pendidikan sebagaimana

anak-anak pada umumnya kondisi tersebut secara tidak langsung berpengaruh terhadap

penerimaan diri, harga diri status sosial dan kepribadian penyandang disabilitas.13

Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh UNESCO, diperkirakan terdapat 113

juta anak usia sekolah di seluruh dunia, 90% dari mereka hidup di negara miskin

termasuk Indonesia tidak mendapatkan pendidikan dan putus sekolah14

dengan adanya

riset tersebut negara Indonesia mulai mencoba menjawab dengan meratifikasi Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Dengan

adanya peraturan perundang-undangan tersebut untuk pertama kalinya Daerah Istimewa

Yogyakarta menerbitkan Peraturan Daerah yang mengadopsi isi CRPD tersebut

kedalam pasal-pasalnya, yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Daerah DIY nomor 4

tahun 2012 tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Di

dalam Perda tersebut Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Kabupaten/kota

berkewajiban memfasilitasi penyandang disabilitas untuk memperoleh kesempatan yang

sama dalam memperoleh pendidikan pada satuan jalur, jenis dan jenjang pendidikan.

13

Ibid

14Erica Harper, (2009), Internasional Law And Standard Applicable In Natural Disaster Situation

Perlindungan Hak-Hak Sipil Dalam Keadaan Bencana (terjemah), Jakarta:Grasindo, hlm.152

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

190

Sedangkan untuk implementasi Perda DIY Nomor 4 tahun 2012 ini mulai pada bulan

Mei 2014 terhitung dua tahun sejak diundangkannya Perda tersebut.

Setelah Daerah Istimewa Yogyakarta menciptakan peraturan daerah pertama di

Indonesia tentang pelindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang desabilitas,

selanjutya Kabupaten Jember mulai mengagas Peraturan Daerah tentang Hak Hak

Tentang Kebutuhan Disabilitas yaitu Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 yang telah

disahkan pada tanggal 3 desember 2016 diserahkan langsung oleh ketua DPRD Toif

Zamroni dan disaksikan langsung oleh Bupati Jember Dr Faida dan Menteri Sosial

Khofifah Indar Parawansa.

Setelah penyerahan perda tersebut sesungguhnya konsep peraturan daerah tentang

disabilitas ini memuat tujuan penting untuk memberikan perlidungan kepada para

penyandang cacat dan memberikan hak yang sama kepada mereka untuk mendapatkan

pendidikan pekerjaan dan sebagainya. Dengan adanya perda tersebut berharap seluruh

pelayanan dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan pemkab Jember

harus menyediakan sarana dan prasana untuk para penyandang disabilitas untuk bisa

menjangkau atau mengakses kantor tersebut sedangkan harapan lain dari bupati Jember

setelah diterbitkannya peraturan daerah tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak

penyandang disabilitas mengatakan bahwa setelah ditandatangani perda tentang

penyandang disabilitas maka seluruh jajaran di Pemkab Jember, mulai bupati, camat,

lurah dan kepala desa, sudah harus siap menjelankan peraturan daerah tersebut dan juga

meminta semuanya mendukung dan sekaligus meningkatkan Jember jadi kota inklusi

sebagai komitmen bupati dengan seluruh masyarakat Jember untuk peduli terhadap

mereka yang memiliki kebutuhan khusus.

Menurut Muhaimin dalam artikel yang ditulis dalam Jawa Pos Radar Jember bulan

oktober 2016 menjelaskan bahwa terbentuknya raperda ini luput dari perhatian publik

dilihat dari bobot politisnya. Raperda pemenuhan dan hak-hak difabel yang disejatinya

diproyeksikan sebagai payung hukum terhadap pemenuhan dan hak-hak difabel,

ketidakseksian raperda ini, dikarnakan salah satunya dan yang paling mendasar

kesadaran kolektif masyarakat yang masih belum memandang dan memposisikan kaum

difabel.

Dalam pembentukan raperda ini aktivis sosial kurang concern dalam mendampingi

kaum difabel untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Padahal, bisa jadi Perda ini

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

191

merupakan sebuah hadiah untuk kaum difabel dalam memperingati Hari Difabel

Internasional pada tanggal 3 Desember 2016.

Analisa Perda Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-

Hak Penyandang Disabilitas Di Kota Jember

Didalam Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 7 Tahun 2016 tentang

Pelindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas memiliki beberapa

tujuan diantaranya untuk mewujudkan penghormatan, pemajuan, pelindungan dan

pemenuhan Hak Asasi Manusia serta kebebasan dasar penyandang disabilitas secara

penuh dan setara dan juga bertujuan untuk melindungi penyandang disabilitas dari

penelantaran dan eksploitasi, pelecehan dan segala tindakan diskriminatif, serta

pelanggaran Hak Asasi Manusia dan masih banyak lagi tujuan perlindungan dan

pemenuhan hak-hak disabilitas lainnya.

Beberapa hak penyandang disabilitas yang tercantum dalam peraturan daerah antara

lain hak hidup, hak bebas dari stigma, hak privasi, hak keadilan dan perlindungan

hukum, hak pendidikan, hak pekerjaan, kewirausahaan dan koperasi, hak kesehatan, hak

politik, hak keagamaan, hak keolahragaan, hak kebudayaan dan pariwisata, hak

kesejahteraan sosial, hak aksesibilitas, hak pelayanan publik, hak perlindungan dari

bencana, hak habilitasi dan rehabilitasi, hak konsesi, hak pendataan, hak hidup secara

mandiri dan dilibatkan dalam masyrakat, hak berekspresi, berkomunikasi dan

memperoleh informasi, hak berpindah tempat dan kewarganegaraan, dan hak bebas dari

tindakan diskriminasi penelantaran, penyiksaan, dan exsploitasi. Selain beberapa hak

penyandang disabilitas sebagaimana yang tercantum diatas terdapat beberapa hak

penyandang disabilitas khusus perempuan dan anak yang tercantum di dalam pasal 5

ayat (2) dan (3).

Secara subtansi, pasal demi pasal dalam raperda itu seharusnya memuat tiga agenda

utama: Pertama, membantu dalam pengembangan dan evaluasi program penyedian

layanan dan kebijakan bagi kaum difabel. Kedua, memantau fungsi misalnya dalam

pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas yang tercantum dalam perda tersebut.

Ketiga, menilai pemerataan kesempatan misalnya melihat fakta peluang kerja bagi

penyandang disabilitas.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

192

Faktanya, masih banyak penyandang disabilitas di Jember yang status sosialnya

masih memprihatinkan, banyak dari mereka masih dikucilkan bahkan ditelantarkan.

Mereka belum benar-benar mendapatkan tempat yang layak untuk bermasyarakat. Dari

segi pendidikan hanya terdapat satu sekolah yang disediakan untuk penyandang

disabilitas, dan belum ada satupun Universitas yang pelayanan ataupun fasilitasnya

ramah terhadap penyandang disabilitas. Ini membuktikan bahwa keluarnya Perda

Nomor 8 Tahun 2016 ini belum maksimal dalam hal implementasinya. Diharapkan

adanya sosialisasi yang lebih kepada tempat layanan publik mengenai hadirnya

peraturan daerah tentang penyandang disabilitas ini, agar lebih memperhatikan

kebutuhan penyandang disabilitas dan mengupayakan memenuhi kebutuhan mereka.

Implementasi Perda Difabel di Kota Jember dalam Upaya Jember Menuju Kota

Ramah Difabel

Wakil Bupati Jember Abdul Muqit Arif ketika diwawancarai oleh sebuah media

menyatakan bahwa terdapat delapan hal yang perlu dilaksanakan untuk menghapus

hambatan bagi penyandang disabilitas (penyandang cacat):

"Pertama, peningkatan standar sarana dan prasarana pelayanan

kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), terutama fasilitas

umum di FKTP bagi penyandang disabiltas. Kedua, standardisasi tenaga

kesehatan terlatih dalam penanganan penyandang disabilitas. Ketiga,

pencantuman persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas pada bangunan

gedung dan lingkungan. Keempat, perlu ada peningkatan kemampuan

aparat dan masyarakat untuk mewujudkan penyediaan fasilitas dan akses

bagi penyandang disabilitas yang tertib. Kelima, optimalisasi akses

pendidikan inklusi yang merata sampai ke daerah pinggiran. Keenam,

penyediaan sarana dan prasarana umum yang dapat diakses dengan mudah

oleh penyandang disabilitas, seperti jalan, trotoar, tempat parkir,

perkantoran, bangunan gedung, toilet umum. Ketujuh, penambahan

persentase kesempatan kerja di instansi pemerintah dan swasta bagi

penyandang disabilitas. Dan terakhir, perluasan kesempatan mendapatkan

pelatihan kewirausahaan, tata boga, tata rias, bengkel, pertukangan, dan

lain-lain.15

Menurut Sekretaris Tim Aksesibilitas Difabel Kabupaten Jember Eko Puji

Purwanto, belum ada angka valid berapa jumlah kaum difabel di Jember. Namun, pada

15http://beritajatim.com/politik_pemerintahan/278246/8_hal_untuk_hapus_diskriminasi_bagi_ka

um_difabel_di_jember.html, diakses 06 Maret 2017.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

193

tahun 2014 tercatat Sebanyak 3.930 orang cacat atau difabel di Kabupaten Jember

tercatat sebagai pemilih untuk pemilu legislatif. Dari 3.930 pemilih difabel itu,

sebanyak 750 orang adalah penyandang tuna netra dan sebanyak 2.000 orang

penyandang tuna daksa. Selain itu, ada 500 orang penyandang tuna grahita, 400 orang

tuna wicara dan sebanyak 280 orang tuna rungu. Mereka tersebar di 31 kecamatan yang

ada di Kabupaten Jember.16

Sedangkan menurut data statistik Jember, jumlah

penyandang disabilitas di tahun 2008 mencapai angka 5,473 jiwa, 2009 sebanyak 5,468

jiwa dan pada tahun 2010 tercatat sebanyak 5,184 jiwa.

Dalam penerapannya, Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 7 tahun 2016 ini

memang belum sepenuhnya dapat terlaksana, hanya beberapa hak yang benar-benar

dapat dirasakan oleh kaum difabel di Jember ini, bahkan kesadaran kolektif masyarakat

dalam memperlakukan kaum difabel sebagai manusia pada umumnya masih minim. Hal

ini disebabkan betapa sulitnya merubah persepsi masyarakat. Sikap sosial terhadap

kaum difabel di masyarakat belum diwarnai dengan sikap toleransi. Diskriminasi juga

terjadi dalam berbagai hal seperti minimnya peluang kerja bagi kaum difabel ataupun

kurangnya kesempatan yang dimiliki kaum difabel dalam hal pendidikan.

Kota Jember mulai menggagas konsep kota menuju ramah kaum difabel, dengan

terbentuknya peraturan daerah tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak

penyandang disabilitas, beberapa instansi pelayanan publikpun mulai menyediakan

tempat khusus atau pelayanan khusus bagi penyandang disabilitas, seperti parkir khusus

difabel yang mulai ada di Terminal Tawang Alun Jember, pelayanan administrasi

kependudukan khusus penyandang disabilitas di Kantor Dispendukcapil Jember,

palayanan serta fasilitas kesehatan khusus penyandang disabilitas di Rumah Sakit Bina

Sehat juga membuat masyarakat difabel memiliki harapan tentang komitmen ramah

difabel.

Kesimpulan

Berdasar hasil pembahasan dalam penelitian yang berjudul “Jember menggagas

kota ramah kaum difabel (Studi Analisis Perda Difabel Di Kota Jember)” maka dapat

diambil kesimpulan bahwa pertama, Konsep Peraturan daerah tentang penyandang

16

https://m.tempo.co/read/news/2014/04/02/269567288/di-jember-ada-3-930-pemilih-difabel. diakses 06 Maret 2017

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

194

disabilitas di Jember ini betangkat dari program Bupati ramah yang tertuang dalam 22

program janjinya. Bukan hanya itu, salah satu komitmen pemkab terkait realisasi

Jember ramah difabel tertulis dalam RPJMD Jember yang indikatornya disusun sendiri

oleh bupati. Kedua, Dalam upaya pemenuhan hak-hak penyandang disabiliatas, lahirnya

perda Nomor 8 tahun 2016 tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang

disabilitas telah memberikan peluang bagi para penyandang disabilitas di Jember, dalam

pelayanan publik banyak perubahan yang sudah dirasakan, kaum difabel sekarang tidak

perlu merasa sulit untuk membuat Dokumen Administrasi Kependudukan, seperti Akte

Kelahiran, Kartu Keluarga (KK) dan lainnya. Sebab, Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Jember sudah menyediakan layanan khusus bagi

warga “difabel”. Mulai dari tempat parkir, ruang tunggu dan tempat lainnya. Ketiga

Dalam implementasinya, Perda Nomor 8 Tahun 2016 ini dianggap kurang diterapkan

secara maksimal, meskipun banyak dari beberapa layanan publik mulai menerapkan

pelayanan dan fasilitas ramah difabel tapi banyak pula hak-hak seorang penyandang

disabilitas yang harus dipenuhi seperti dalam hal hak hidup, hak poitik, hak

kesejahteraan, hak pendidikan dan masih banyak lagi hak-hak yang harus diperjuangkan

oleh penyandang difabel, LSM, layanan publik, masyarakat dan para petinggi di

Kabupaten Jember.

Gambar 4.1 Jalan khusus penyandang disabilitas di Kantor Dispendukcapil Jember

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

195

Gambar 4.2 Loket khusus penyandang disabilitas di Kantor Dispendukcapil Jember

Gambar 4.3 Parkir khusus penyandang disabilitas di Kantor Dispendukcapil Jember

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

196

Gambar 4.4 Tempat antrian khusus penyandang disabilitas di Kantor Dispendukcapil

Jember

Gambar 4.5 Himbauan

untuk memprioritaskan

penyandang disabilitas

di Rumah Sakit Bina

Sehat Jember

Gambar4.6 Tempat

antrian khusus

penyandang disabilitas di

Rumah Sakit Bina Sehat

Jember

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

197

Daftar Pustaka

Basrowi dan Suwandi, (2008), Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta.

Golbran, Nicola, (2010), Akses Terhadap Keadilan Penyandang Disabilitas Indonesia:

Kajian Latar Belakang, Indonesia: Australia AID.

Harper, Erica, (2009), Internasional Law And Standard Applicable In Natural Disaster

Situation Perlindungan Hak-Hak Sipil Dalam Keadaan Bencana (terjemah),

Jakarta:grasindo.

Hidayah, Nuzulul, (2015), “Kebijakan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam

Upaya Meningkatkan Pemenuhan Hak Pendidikan Penyandang Disabilitas

menururt PERDA DIY Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan

Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disablitas, Yogyakarta: Skripsi UIN Sunan

Kalijaga.

Kustawa, Dedy dan Hermawan, Budi, (2013), Model Implementasi Pendidikan Inklusif

Ramah Anak, Jakarta: Luxima.

Muntaj, Amirah, (2015), Proses Adaptasi Sosial Siswa Disabilitas Dengan Siswa Non

Disabilitas Disekolah Inklusi (Studi Kasus Pada Siswa Tunanetra Di Smp

Inklusi Taman Pendidikan Dan Asuhan Kabupaten Jember ), Jember: Skripsi

Universitas Jember.

Nazir, Moh, (2011), Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia.

Nusa Putra dan Hendrawan, (2012), Metodologi Penelitian Kebijakan, Bandung: Rosda.

Riyadi, Eko, at.al, (2012), Vulnerable Groups: Kajian dan Mekanisme

Perlindungannya, Yogyakarta: PUSHAM UII.

Sugiyono, (2009), Metode Penelitian Kulitatif Kuantitatif dan R&D, Bandung:

Alfabeta.

Internet:

http://beritajatim.com/politik_pemerintahan/278246/8_hal_untuk_hapus_diskriminasi_b

agi_kaum_difabel_di_jember.html, diakses 06 Maret 2017.

https://m.tempo.co/read/news/2014/04/02/269567288/di-jember-ada-3-930-pemilih-

difabel. diakses 06 Maret 2011