14
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017 12 SINERGISITAS NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KURIKULUM ILMU HUKUM Oksep Adhayanto 1 Email: [email protected] Abstrats Education is a planned and conscious effort to bring about an atmosphere of learning and the learning process so that learners are actively developing the potential to have the power of religious, spiritual power of self-control, personality, intelligence, morals, as well as the necessary skills themselves, the community, the nation and the State. the condition empirical of law enforcement currently provides an overview needs to be planting values for law students when they practice on employment. Degradation of law enforcement process conducted performed by the alumni higher education of law reflects reduced values of integrity, honesty, fairness, responsibility and discipline. Urges Pancasila as the vision of higher education in the state of the law, there are at least two important issues. Firstly, instilling the values of Pancasila in the life of society, nation, and State so that it can be implemented in everyday life. The values of Pancasila in an abstract should be taken down into the things that are implementation and practice. Second, the cultivation of the values of Pancasila as the formation of character and personality which are in accordance with the lofty values of the nation of Indonesia. Internalization of the values of Pancasila in the curriculum of higher education law should be viewed as an effort to preserve and defend Pancasila values on one side and on the other hand, should be viewed as an alternative solution for a process of enforcement of the law at this time. Manager of higher education law must consciously perceive that Pancasila was the thing that was substantially important to the learning materials included in other courses provided to learners. Kata Kunci: Pancasila, Internalisasi, Kurikulum Ilmu Hukum A. Latar belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya 1 Penulis adalah Dosen Universitas Maritim Raja Ali Haji

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA · mampu menahan laju degradasi moral beberapa profesi hukum saat ini. Pendidikan tinggi hukum selain melakukan transfer ilmu pengetahuan hukum

  • Upload
    doantu

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

12

SINERGISITAS NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KURIKULUM ILMU

HUKUM

Oksep Adhayanto1

Email: [email protected]

Abstrats

Education is a planned and conscious effort to bring about an

atmosphere of learning and the learning process so that learners are

actively developing the potential to have the power of religious, spiritual

power of self-control, personality, intelligence, morals, as well as the

necessary skills themselves, the community, the nation and the State. the

condition empirical of law enforcement currently provides an overview

needs to be planting values for law students when they practice on

employment. Degradation of law enforcement process conducted performed

by the alumni higher education of law reflects reduced values of integrity,

honesty, fairness, responsibility and discipline. Urges Pancasila as the

vision of higher education in the state of the law, there are at least two

important issues. Firstly, instilling the values of Pancasila in the life of

society, nation, and State so that it can be implemented in everyday life. The

values of Pancasila in an abstract should be taken down into the things that

are implementation and practice. Second, the cultivation of the values of

Pancasila as the formation of character and personality which are in

accordance with the lofty values of the nation of Indonesia. Internalization

of the values of Pancasila in the curriculum of higher education law should

be viewed as an effort to preserve and defend Pancasila values on one side

and on the other hand, should be viewed as an alternative solution for a

process of enforcement of the law at this time. Manager of higher education

law must consciously perceive that Pancasila was the thing that was

substantially important to the learning materials included in other courses

provided to learners.

Kata Kunci: Pancasila, Internalisasi, Kurikulum Ilmu Hukum

A. Latar belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

1 Penulis adalah Dosen Universitas Maritim Raja Ali Haji

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

13

untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara2.

Selanjutnya, pada tahun 2014 telah dirumuskan visi Pendidikan Nasional

Indonesia yaitu “Terselenggaranya layanan prima pendidikan nasional untuk

membentuk insan Indonesia cerdas komprehensif”. Sesuai dengan visi tersebut, terdapat

dua hal utama yang perlu dicapai. Pertama, memberikan layanan prima dan kedua,

membentuk manusia yang cerdas3. Sejalan dengan itu Undang-undang No 12 Tahun

2012 Tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan bahwa salah satu tujuan dari Pendidikan

Tinggi adalah berkembangnya potensi mahasiswa menjadi manusia yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, terampil, kompeten dan berbudaya untuk kepentingan bangsa4.

Sedangkan salah satu fungsi dari Pendidikan Tinggi adalah mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa5.

Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi

Nasional Indonesia (Indonesian Qualification Framework) yang menetapkan kualifikasi

bagi lulusan sarjana (S1) adalah berada pada level 6 dengan indikator:

1. Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan/atau seni pada bidangnya dalam penyelesaian

masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi.

2. Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan

konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara

mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah

prosedural.

3. Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan

data, dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif

solusi secara mandiri dan kelompok.

2 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

3 Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan (2010), Jakarta, Kementrian Pendidikan

Nasional. hlm. 1. 4 Pasal 5 huruf a Undang-undang No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.

5 Pasal 4 huruf a Undang-undang No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

14

4. Bertanggungjawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggungjawab

pencapaian hasil kerja organisasi.

Indikator diatas tentunya harus mampu untuk dipenuhi oleh setiap pengelola

pendidikan tinggi hukum yang diwujudkan dalam pribadi peserta didik yang akan

dihasilkan. Guna untuk mewujudkan indikator sebagaimana yang ditetapkan oleh KKNI

diatas maka setiap program studi diharuskan untuk menyusun Capaian Pembelajaran

(CP) yang merupakan rumusan tujuan pendidikan dan pernyataan mutu lulusan.

Kondisi empiris terhadap penegakkan hukum saat ini memberikan gambaran

bahwa perlu penanaman nilai-nilai bagi mahasiswa hukum ketika mereka berpraktek

pada lapangan kerja. Degradasi terhadap proses law enforcement yang dilakukan oleh

alumni pendidikan tinggi hukum dalam tugas dan fungsinya, seperti banyaknya hakim,

jaksa maupun pengacara yang melakukan transaksi perkara mencerminkan semakin

berkurangnya nilai-nilai integritas, kejujuran, keadilan, tanggungjawab dan disiplin.

Ketika alumni perguruan tinggi hukum terlibat sebuah kasus, acapkali pendidikan tinggi

hukum juga turut terseret-seret dimana seakan-akan “menyalahkan proses

pembelajaran” yang diterima oleh yang bersangkutan saat dibangku perkuliahan,

padahal kenyataannya tidak ada korelasi antara perguruan tinggi hukum dengan kasus

yang sedang dialami. Hal tersebut terjadi semata-mata karena kepribadian individu itu

sendiri. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Soerjono Soekanto6 bahwa salah satu faktor

yang mempengaruhi penegakkan hukum adalah bersumber dari aparatur hukum itu

sendiri.

Hukum disuatu negara bertujuan untuk memberikan ketertiban dan keamanan

bagi masyarakat. Ketertiban tersebut akan terjaga apabila masyarakat menaati hukum

yang ada. Menurut Van Apeldorn, hukum tidak cukup diartikan sebagai aturan yang

mengikat warganya saja, melainkan harus memiliki aspek keadilan dan asas lain yang

berguna melindungi warganya dengan adil, dan menjamin kepastian hukum bagi setiap

6 Soerjono Soekanto, (2008), Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, Jakarta, Rajawali

Press.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

15

warga negara, tanpa kecuali7. Tentunya keinginan pendidikan tinggi hukum terhadap

lulusannya adalah selarasnya antara law in the books dengan law in the action.

Mata kuliah sekelas etika profesi hukum pun hanya sekedar menjelaskan apa

yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dalam profesi hukum. Pentingnya

menjunjung tinggi nilai etik dalam menjalankan profesi hukum yang kemudian

diformulasikan dalam bentuk aturan yang berujung pada sanksi bagi pelanggar tidak

mampu menahan laju degradasi moral beberapa profesi hukum saat ini.

Pendidikan tinggi hukum selain melakukan transfer ilmu pengetahuan hukum

semestinya juga turut berkontribusi dalam membangun karakter dan kepribadian

mahasiswa hukum yang notabene pada akhirnya tidak hanya mengejar indeks prestasi

kumulatif (IPK) yang tinggi namun juga membutuhkan kepribadian dan karakter yang

sesuai dengan nilai-nilai keadilan. Kondisi carut marutnya proses penegakkan hukum

saat ini „barangkali‟ tidak terlepas dari proses perkuliahan yang diterima mahasiswa

hukum saat ini yang lebih menekankan kepada aspek berpikir ketimbang aspek

kepribadian. Oleh karena itu, sebaik apapun hukum yang telah dibuat jika

dioperasionalkan oleh manusia yang tidak baik maka sesungguhnya hukum tersebut

menjadi tidak baik. Hal ini membuktikan bahwa pentingnya moralitas dan karakter yang

harus ada dalam setiap individu yang menjalankan hukum.

Selain daripada itu juga, terdapat stigma yang berkembang bahwa dalam proses

pendidikan tinggi (termasuk pendidikan tinggi hukum) yang mana merupakan

pendidikan orang dewasa sehingga tidak membutuhkan transfer of value, transfer of

attitude melainkan hanya membutuhkan transfer of science, dengan kata lain dosen

tidak berkewajiban untuk membentuk kepribadian dan karakter mahasiswa dikarenakan

mahasiswa yang sudah dewasa.

Sudah selayak dan sepantasnya mata kuliah yang diajarkan pada pendidikan

tinggi hukum menganut filosofi sebagai media internalisasi nilai-nilai luhur Pancasila

yang terlebih dahulu tentunya membutuhkan sinkronisasi antara dasar yang diajari

dengan isi yang diajarkan, sehingga upaya penanaman nilai-nilai tersebut dapat

terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari khususnya ketika mahasiswa terjun

7 Fitriathus Shalihah dan Oksep Adhayanto, (2016), Hukum, Moral, Dan Kekuasaan Dalam Telaah

(Hukum adalah Alat Teknis Sosial), Lampung, Jurnal Fiat Justitia, Volume 10 Issue 4, October-

December 2016. hlm. 654.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

16

kedalam dunia kerja dan menjalankan tugas dan fungsinya. Pendidikan dan

pembudayaan nilai-nilai Pancasila yang disisipkan melalui proses belajar mengajar

dikelas menjadi sangat penting karena memiliki tujuan untuk pembentukkan moral dan

karakter bangsa yang ditekankan dalam implementasi nilai-nilai luhurnya. Untuk itu,

implementasi nilai-nilai Pancasila pada pendidikan tinggi hukum harus dilakukan

dengan metode pendekatan internalisasi nilai-nilai Pancasila pada setiap aktivitas

mahasiswa hukum baik pada kegiatan akademik maupun kegiatan non akademik.

Melalui internalisasi nilai-nilai Pancasila didalam maupun diluar kelas, pada

kegiatan akademik maupun non akademik diharapkan mampu membentuk karakter

mahasiswa hukum yang menjiwai nilai-nilai luhur Pancasila secara komprehensif dalam

menunjang aktivitas pekerjaannya.

B. Permasalahan

Melihat fenomena diatas yang mendeskripsikan bagaimana nilai-nilai keadilan,

kejujuran, kebenaran, integritas dalam profesi hukum yang saat ini mulai memudar

tentunya dibutuhkan upaya untuk menanamkan nilai-nilai tersebut kepada calon profesi

hukum yang saat ini menimba ilmu pada bangku pendidikan tinggi hukum. Salah satu

upaya yang dapat dilakukan oleh pengelola pendidikan tinggi hukum adalah bagaimana

mensinergiskan nilai-nilai Pancasila sebagai nilai luhur bangsa Indonesia kedalam

kurikulum pendidikan tinggi hukum sehingga melahirkan sarjana hukum yang tidak saja

memiliki ketrampilan hukum akan tetapi juga memiliki kepribadian dan karakter yang

dibutuhkan dalam proses penegakkan hukum untuk itu rumusan permasalahan yang

akan dibahas adalah bagaimana upaya Sinergisitas Nilai-Nilai Pancasila dalam

Kurikulum Ilmu Hukum?

C. Pembahasan

1. Tanggungjawab Penanaman Nilai-Nilai Pancasila

Pendidikan sebagai salah satu pilar dalam mencerdaskan dan membentuk

karakter dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa mengambil peranan yang

sangat penting guna mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing

baik dari aspek jasmaniah maupun aspek ruhaniah. Kesuksesan suatu bangsa tentunya

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

17

tidak bisa diukur hanya melalui pembangunan fisik semata, akan tetapi pembangunan

non fisik atau pembangunan sumberdaya manusia juga turut andil dalam perjalanan

suatu bangsa yang dalam hal ini tidak hanya dalam konteks mencerdaskan kehidupan

masyarakat akan tetapi juga berperan dalam membentuk karakter masyarakat yang

sesuai dengan nilai-nilai yang dipedomani oleh bangsa itu sendiri.

Karakter (Kemendiknas, 2010:3) adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian

seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang

diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan

bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral dan norma, seperti jujur, berani

bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan

orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu,

pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter

setiap individu

Pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai menjadi upaya eksplisit

mengajarkan nilai-nilai untuk membantu peserta didik mengembangkan disposisi-

disposisi guna bertindak dengan cara-cara yang pasti. Persoalan baik dan buruk,

kebajikan-kebajikan dan keutamaan-keutamaan menjadi aspek penting

dalam pendidikan karakter8.

Tanggungjawab untuk melakukan penanaman nilai-nilai Pancasila kepada

peserta didik bukan semata-mata menjadi tanggungjawab pengelola pendidikan tinggi.

Akan tetapi, tanggungjawab terhadap penanaman nilai-nilai Pancasila kepada setiap

peserta didik harus dipandang sebagai upaya yang komprehensif dan berkesinambungan

dalam proses pendidikan mulai dari SD, SLTP, SLTA sampai dengan perguruan tinggi.

Tidak terlepas pula keluarga sebagai unit paling bersentuhan dengan peserta didik

memiliki tanggungjawab guna menanamkan nilai-nilai Pancasila.

Perguruan Tinggi memiliki tanggungjawab dalam mempersiapkan lulusannya

untuk dapat memasuki dunia kerja sesuai dengan profil lulusan yang telah ditetapkan.

Khusus bagi pendidikan tinggi hukum tentunya menginginkan lulusan yang bertitel

sarjana hukum yang dapat menyuarakan keadilan dan kebenaran bagi tegaknya hukum

8 Samsuri, (2012), Mengapa (Perlu) Pendidikan Karakter?, Bahan Sosialisasi Mata Kuliah Pendidikan

Karakter Di FISE UNY di Wonosobo, Wonosobo, UNY. hlm. 2.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

18

ditengah-tengah masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut perguruan tinggi

berkewajiban untuk membekali lulusannya dengan pendidikan moral dan karakter yang

baik selain membekalinya juga dengan pengetahuan hukum.

2. Urgensi Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila pada Kurikulum Pendidikan

Tinggi Hukum

Konsekuensi logis dari diletakkannya Pancasila sebagai groundnorm-nya bangsa

Indonesia tentunya harus dapat diimplementasikan dalam setiap aspek kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila harus dijadikan way of life dalam

diri setiap masyarakat Indonesia. Setiap aspek kehidupan baik ekonomi, sosial, budaya,

politik maupun hukum harus senantiasa berlandaskan kepada nilai-nilai yang

terkandung dalam setiap sila yang ada didalam Pancasila9.

Mata kuliah pendidikan Pancasila yang masuk dalam kelompok mata kuliah

pengembangan kepribadian adalah mata kuliah yang diberikan untuk memperkokoh

landasan bagi profesi kependidikan yang akan diemban lulusan sebagai sarjana hukum,

maupun peneliti dan pengembang dalam bidang Ilmu Hukum yang meliputi nilai-nilai

keagamaan, Pancasila, estetika, dan wawasan pembangunan kebangsaan yang

berorientasi lingkungan sekitar. Sebelum terjun ke masyarakat, nilai-nilai tersebut

diterapkan dalam praktek-praktek dimasyarakat. Sejalan dengan itu, mata kuliah

Pendidikan Pancasila meskipun berstatus sebagai mata kuliah pengembangan

kepribadian, tetapi mata kuliah ini diharapkan bermanfaat terhadap upaya pembentukan

kepribadian kesarjanaan yang beretika dan berbudaya, dengan tujuan mampu untuk

mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut dalam

kehidupan sehari-hari.

Mata kuliah Pendidikan Pancasila yang bermuatan 3 sks (ditempat penulis

mengajar) dengan durasi waktu 150 menit tentunya tidak akan cukup untuk mentranfer

semangat Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara kepada mahasiswa. Hampir rata-rata setiap pendidikan tinggi hukum

memiliki 144 sks yang harus diselesaikan oleh setiap mahasiswa yang lebih berorientasi

kepada pendidikan tinggi hukum, konsekuensinya adalah terjadi peningkatan kualitas

9 Oksep Adhayanto, (2016), Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Dasar Negara Dalam

Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan, Pekanbaru, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 5 No. 2, hlm.

160.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

19

ilmu dari aspek pengetahuan hukum akan tetapi berbanding terbalik dari aspek perilaku

yang berbasis pada nilai-nilai moral dan spritual yang terdapat dalam nilai-nilai

Pancasila serta nilai agama.

Permasalahan yang kerap timbul adalah ketika memandang nilai Pancasila sudah

cukup disampaikan pada mata kuliah Pendidikan Pancasila, sehingga tidak perlu untuk

dikaitkan dengan substansi materi pada mata kuliah hukum lainnya. Selain itu,

pengelolaan mata kuliah Pendidikan Pancasila dibeberapa pendidikan tinggi hukum

dikelola oleh Universitas (dikampus penulis) melalui tim Mata Kuliah Umum (MKU)

termasuk juga dalam penentuan tenaga pendidik yang akan dipergunakan untuk

mengajar sehingga terkadang substansi nilai-nilai Pancasila yang berkaitan erat dan

sangat diperlukan bagi mahasiswa hukum tidak dapat tersampaikan. Untuk itu, perlu

adanya penyisipan materi yang berkaitan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai nilai-nilai

yang hidup pada masyarakat Indonesia dalam kurikulum ilmu hukum yang dapat

dimasukkan pada sub bagian dari materi perkuliahan yang diterima oleh mahasiswa,

sehingga dengan demikian tidak semata-mata mengandalkan pada mata kuliah

Pendidikan Pancasila guna pembentukkan karakter dan kepribadian dari mahasiswa.

Internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum pendidikan tinggi hukum

harus dipandang sebagai upaya melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai Pancasila

disatu sisi dan disisi lain harus dipandang sebagai alternative sollution terhadap carut

marut permasalahan proses penegakkan hukum yang dilakukan saat ini. Pengelola

pendidikan tinggi hukum mesti secara sadar memandang bahwa nilai Pancasila

merupakan hal yang secara substansi penting untuk dimasukkan dalam materi

pembelajaran mata kuliah lainnya yang diberikan kepada peserta didik.

Lulusan pendidikan tinggi hukum diharapkan tampil dengan berbagai macam

profesi yang digeluti dengan satu nilai kepribadian dan karakter yang teguh

sebagaimana adagium fiat justitia ruat coeleum sehingga pandangan miring terhadap

hukum menjadi sirna ditengah-tengah masyarakat.

Berikut beberapa nilai-nilai yang terkandung didalam sila Pancasila yang

dibutuhkan bagi pembangunan integritas dan kepribadian para sarjana lulusan

pendidikan tinggi hukum dalam mengimplementasikan hukum ditengah-tengah

masyarakat.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

20

No Sila Pancasila Nilai Penegakkan Hukum

1. Nilai Ketuhanan 1. Kejujuran

2. Integritas

3. Anti Korupsi

2. Nilai Kemanusiaan 1. Non diskriminasi

2. Profesional

3. Berani membela keadilan dan kebenaran

3. Nilai Persatuan 1. Independen

2. Disiplin

4. Nilai Kerakyatan 1. Persamaan dimata hukum

2. Bertanggungjawab

5. Nilai Keadilan 1. Berlaku adil

2. Bekerja keras

3. Menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran,

Urgensi pancasila sebagai vision of state dalam aspek pendidikan tinggi hukum,

paling tidak terdapat dua persoalan yang penting. Pertama, menanamkan nilai-nilai

Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga dapat

diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai pancasila yang berada

dalam tataran abstrak harus diturunkan kedalam hal-hal yang bersifat implementatif dan

praktik. Dalam konteks ini nilai-nilai Pancasila harus diimplementasikan dalam proses

penegakkan hukum yang ada. Sebagai ilustrasi, nilai sila kedua Pancasila harus

diimplementasikan melalui penegakan hukum yang adil dan tegas harus disinergiskan

dengan asas equality before the law. Contoh, aparat penegak hukum dalam proses law

enforcement harus tegas dan tanpa kompromi dan pandang bulu menindak pelaku

kejahatan. Tanpa proses penegakan hukum yang tegas dan adil Pancasila tidak memiliki

nilai dalam kehidupan sehari-hari dan hanya sebagai "slogan" dari fundamental norm.

Kedua, penanaman nilai-nilai Pancasila sebagai upaya pembentukkan karakter

dan kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Nilai kejujuran,

keadilan, ketuhanan sangat penting untuk dijiwai dalam diri setiap aparat penegak

hukum dalam melakukan aktifitas penegakkan hukum. Sebagai ilustrasi, nilai kejujuran

yang ada pada sila pertama harus dapat diimplementasikan sebagai pedoman perilaku

aparat penegak hukum. Contoh, aparat penegak hukum tidak akan menerima suap untuk

suatu perkara karena bertentangan dengan nilai kejujuran dan ketuhanan yang telah

diinsyafi dalam diri pribadi.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

21

Profil pekerjaan dari sarjana hukum yang lebih menuntut kearah yang lebih

aplikatif dalam rangka memperoleh keadilan dan kebenaran tentunya akan menemukan

ruang-ruang hampa dalam mengaktualisasikannya. Desakan kebutuhan dan kesempatan

yang dimiliki oleh sarjana hukum yang berkecimpung dalam profesi hukum tanpa

dibekali dengan karakter dan moral yang baik akan sangat dengan mudah untuk

dipengaruhi dan diselewengkan, sehingga tidak mengherankan jika muncul persepsi

“hukum tajam keatas tumpul kebawah”, “hukum dapat dibeli”, dan “hukum berpihak

kepada penguasa dan pengusaha bukan kepada rakyat jelata”. Untuk menjawab itu

semua, dalam konteks menselaraskan antara law in book dan law in action dibutuhkan

integritas yang tinggi bagi para sarjana hukum.

Dalam konteks ilmu, pengetahuan hukum yang disampaikan kepada peserta

didik dapat penulis katakan 90% baik, sebaliknya pada dunia nyata 10% lainnya yang

ditentukan oleh karakter, kesadaran moral dan kepribadian dari peserta didik dalam

mengaplikasikan ilmu yang diperoleh 90% tersebut yang kerap kali kurang baik.

Implementasi hukum dan peraturan perundang-undangan ditengah-tengah masyarakat

yang sudah baik tadi ketika berbenturan dengan perilaku yang tidak baik dari sarjana

hukum yang berkecimpung dalam kehidupan sehari-hari berimplikasi terhadap citra

hukum secara keseluruhan.

Oleh karena itu, dibutuhkan penanaman nilai-nilai dalam rangka pembentukkan

karakter dan kepribadian bagi calon sarjana hukum yang kelak akan berkecimpung

didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai yang dimaksud

tentunya tidak perlu diadopsi dari luar karena nilai-nilai tersebut sesungguhnya sudah

terdapat dalam nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan dan pedoman hidup bangsa

Indonesia. Yang dibutuhkan saat ini hanya menginternalisasikan dan mengamalkannya

dalam kehidupan sehari-hari.

3. Pola Internalisasi Nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum Ilmu Hukum

Cara efektif dan efesien dalam rangka menumbuhkembangkan nilai-nilai

Pancasila salah satunya adalah melalui media pendidikan. Pendidikan sebagai usaha

sadar dan terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki

kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta ketrampilan yang diperlukan oleh peserta didik, masyarakat, bangsa dan negara

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

22

harus dilakukan secara sistematis. Output akhir dari usaha tersebut adalah melahirkan

manusia Indonesia yang seutuhnya serta memiliki karakter ke-Indonesia-an.

Berbagai solusi terkait pembangunan karakter bangsa sudah dilakukan

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional pada awal tahun 2010 telah

mencanangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa10

. Optimalisasi terhadap

pembentukkan karakter diatas tentunya diselaraskan dengan nilai Pancasila yang telah

disepakati sebagai ideologi bangsa. Terhadap pengembangan dalam dunia pendidikan,

tentunya sebagai kesadaran guna mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam

kehidupan kampus dapat dilakukan melalui proses belajar mengajar yang dilakukan

oleh tenaga pendidik kepada peserta didik baik dalam suasana formal maupun informal.

Untuk melakukan internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum pendidikan

tinggi hukum tentunya didalam perumusan capaian pembelajaran yang hendak dicapai

oleh kurikulum yang disusun terhadap mutu lulusan. Jika menginginkan lulusan yang

memiliki karakter, kepribadian, kejujuran serta yang lainnya pasca peserta didik

menamatkan studinya tentunya rumusan terhadap capaian pembelajaran mengarahkan

kepada hal tersebut sehingga pada penyusunan rencana pembelajaran semester

diharapkan dapat disesuaikan tujuan pembelajaran dengan materi yang akan

disampaikan pada proses belajar mengajar.

Selanjutnya, pada metode pembelajaran yang akan digunakan tentunya dipilih

alternatif metode pembelajaran yang dapat dengan mudah untuk mentransfer nilai-nilai

Pancasila kepada peserta didik. Metode pendekatan yang lebih kepada pembentukkan

karakter dan kepribadian peserta didik sangat dibutuhkan untuk menjawab tantangan

proses penegakkan hukum saat ini.

Pendekatan Pembelajaran yang Berpusat pada Mahasiswa (Student-Centered

Learning) sebagai orang dewasa tentu lebih menekankan kepada metode pembelajaran

orang dewasa (andragogy), yaitu metode pembelajaran orang dewasa untuk mencapai

pengetahuan dan keahlian. Fokus pendekatan ini tentunya bukan semata-mata kegiatan

belajar mengajar yang bersumber dari tenaga pendidik melainkan juga keaktifan dan

10

Listyaningsih, (2016), Membangun Karakter Melalui Internalisasi Nilai-Nilai pancasila Di lingkungan

keluarga, Prosiding Seminar Nasional LP3M (Lembaga Pengembangan, Pembelajaran, dan penjaminan

Mutu), Surabaya: 5 November 2016. hlm 182.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

23

partisipasi yang berasal dari peserta didik yang disejalankan dengan kondisi sosial yang

lebih kontekstual.

Metode andragogy yang kontekstual ini diharapkan mampu untuk menyisipkan

nilai-nilai Pancasila didalam pengalaman empiris sehari-hari peserta didik serta kondisi

terkini yang sedang terjadi dilingkungan sosial peserta didik baik pada level nasional

maupun lokal. Melalui pembelajaran yang mengkaitkan dengan isu-isu terkini yang

terjadi yang berkaitan dengan isu penegakkan hukum maupun isu yang lainnya

diharapkan peserta didik dapat secara hands on (aktivitas melakukan) dan minds on

(aktivitas berpikir) sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila

sehingga ketika peserta didik lulus dan berkecimpung dalam dunia kerja nilai-nilai

tersebut masih melekat pada diri peserta didik.

Selain pada proses belajar mengajar, pola internalisasi nilai-nilai pancasila

dalam pendidikan tinggi hukum juga harus dilakukan pada setiap kegiatan

kemahasiswaan baik pada organisasi intra kampus maupun ekstra kampus.

Penumbuhkembangan nilai-nilai Pancasila pada kehidupan non akademik

kemahasiswaan sangat dibutuhkan mengingat banyaknya pengaruh yang berasal dari

luar yang menyebabkan lunturnya nilai-nilai Pancasila bersumber dari kegiatan

kemahasiswaan. Untuk itu pendampingan dan pembinaan kegiatan kemahasiswaan oleh

tenaga pendidik menjadi salah satu alternatif solusi yang dapat ditempuh.

D. Kesimpulan

Proses penegakkan hukum yang dilakukan saat ini tidak terlepas dari karakter

aparat penegak hukum itu sendiri. Karakter dan kepribadian yang baik akan melahirkan

penegakkan hukum yang baik pula begitupun sebaliknya. Upaya pembentukkan

karakter dan kepribadian dari aparat penegakkan hukum dapat dilakukan melalui proses

pada pendidikan tinggi hukum yang menanamkan nilai-nilai moral Pancasila.

Penanaman nilai Pancasila pada pendidikan tinggi hukum tidak saja dalam bentuk teori

namun juga berbentuk aplikatif dengan kondisi penegakkan hukum yang terjadi saat ini.

Dengan demikian, lulusan pendidikan tinggi hukum diharapkan mampu untuk

mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila yang sejalan dengan proses penegakkan hukum

yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

24

Internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum pendidikan tinggi hukum

harus dipandang sebagai upaya melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai Pancasila

disatu sisi dan disisi lain harus dipandang sebagai alternative sollution terhadap carut

marut permasalahan proses penegakkan hukum yang dilakukan saat ini. Pengelola

pendidikan tinggi hukum mesti secara sadar memandang bahwa nilai Pancasila

merupakan hal yang secara substansi penting untuk dimasukkan dalam materi

pembelajaran mata kuliah lainnya yang diberikan kepada peserta didik.

Optimalisasi terhadap internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan

kampus dapat dilakukan melalui proses belajar mengajar yang dilakukan oleh tenaga

pendidik kepada peserta didik baik dalam suasana formal maupun informal. Selain itu

juga perlu pendampingan dan pembimbingan terhadap setiap kegiatan kemahasiswaan

baik yang bersifat intra kampus maupun ekstra kampus.

Daftar Pustaka

Adhayanto, Oksep, (2016), Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Dasar Negara

Dalam Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan, Pekanbaru, Jurnal Ilmu

Hukum, Volume 5 No. 2.

Kementerian Pendidikan Nasional, (2010), Pengembangan Pendidikan Budaya dan

Karakter Bangsa, Pedoman Sekolah, Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

Kementrian Pendidikan Nasional, (2010), Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan

Pengembangan: Kementrian Pendidikan Nasional.

Listyaningsih, (2016), Membangun Karakter Melalui Internalisasi Nilai-Nilai pancasila

Di lingkungan keluarga, Prosiding Seminar Nasional LP3M (Lembaga

Pengembangan, Pembelajaran, dan penjaminan Mutu), Surabaya: 5 November

2016.

Samsuri, (2012), Mengapa (Perlu) Pendidikan Karakter?, Bahan Sosialisasi Mata

Kuliah Pendidikan Karakter Di FISE UNY di Wonosobo, Wonosobo, UNY.

Shalihah, Fitriathus dan Oksep Adhayanto, (2016), Hukum, Moral, Dan Kekuasaan

Dalam Telaah (Hukum adalah Alat Teknis Sosial), Lampung, Jurnal FIAT

JUSTITIA, Volume 10 Issue 4, October-December 2016.

Soekanto, Soerjono, (2008), Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum,

Jakarta, Rajawali Press.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

25

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-undang No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.

Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi Nasional

Indonesia (Indonesian Qualification Framework).