41
Refarat: Sindrom Sturge-Weber Arthur H.P. Mawuntu SINDROM STURGE-WEBER Arthur H.P. Mawuntu PENDAHULUAN Sindrom Sturge-Weber merupakan suatu kelainan perkembangan yang dimulai saat periode intrauterin dan dikelompokkan dalam penyakit neurokutaneus (neurocutaneous disorder). Sindrom ini jarang ditemukan. Insidensnya diperkirakan satu tiap 50.000 kelahiran. Meskipun demikian, sindrom ini penting diketahui karena membutuhkan penanganan berbagai bidang keahlian dalam hal diagnosis, terapi, serta pemantauan lanjutnya. Neurologi anak memainkan peran sentral dalam diagnosis awal serta penanganan penyulit sindrom ini seperti bangkitan, retardasi mental, dan gangguan penglihatan. 1,2 Penyakit neurokutaneus dibagi menjadi dua kelompok besar. Pada kelompok pertama, bayi lahir dengan suatu kelainan kulit tertentu yang muncul dalam bentuk yang ringan saat lahir lalu berkembang menjadi bentuk kuasineoplastik. Kelompok yang ke dua (disebut fakomatosis oleh van der Hoeve, 1920) memiliki kesamaan ciri berupa transmisi herediter, keterlibatan organ yang berasal dari ektoderm (susunan saraf, bola mata, retina, dan kulit), evolusi lesi yang lambat pada anak dan remaja, kecenderungan membentuk hamartoma, dan perubahan menjadi bentuk maligna yang fatal. Yang termasuk dalam kelompok ke dua adalah sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, dan angiomatosis kutan dengan abnormalitas susunan saraf pusat (SSP). Sindrom Sturge-Weber termasuk dalam kelompok angiomatosis kutan dengan abnormalitas susunan saraf pusat. 1,3 Nama Sturge-Weber diambil dari W. Allen Sturge yang melaporkan seorang anak dengan suatu noda “port-wine”(port-wine stain, selanjutnya 1

Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

This article is in Bahasa Indonesia. It discussed the diagnosis and management of Sturge-Weber syndrome and its variants.This article is useful for clerks and residents in Neurology, Pediatric, Ophtalmology, etc

Citation preview

Page 1: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

SINDROM STURGE-WEBERArthur H.P. Mawuntu

PENDAHULUAN

Sindrom Sturge-Weber merupakan suatu kelainan perkembangan yang

dimulai saat periode intrauterin dan dikelompokkan dalam penyakit

neurokutaneus (neurocutaneous disorder). Sindrom ini jarang ditemukan.

Insidensnya diperkirakan satu tiap 50.000 kelahiran. Meskipun demikian,

sindrom ini penting diketahui karena membutuhkan penanganan berbagai

bidang keahlian dalam hal diagnosis, terapi, serta pemantauan lanjutnya.

Neurologi anak memainkan peran sentral dalam diagnosis awal serta

penanganan penyulit sindrom ini seperti bangkitan, retardasi mental, dan

gangguan penglihatan.1,2

Penyakit neurokutaneus dibagi menjadi dua kelompok besar. Pada

kelompok pertama, bayi lahir dengan suatu kelainan kulit tertentu yang

muncul dalam bentuk yang ringan saat lahir lalu berkembang menjadi bentuk

kuasineoplastik. Kelompok yang ke dua (disebut fakomatosis oleh van der

Hoeve, 1920) memiliki kesamaan ciri berupa transmisi herediter, keterlibatan

organ yang berasal dari ektoderm (susunan saraf, bola mata, retina, dan

kulit), evolusi lesi yang lambat pada anak dan remaja, kecenderungan

membentuk hamartoma, dan perubahan menjadi bentuk maligna yang fatal.

Yang termasuk dalam kelompok ke dua adalah sklerosis tuberosa,

neurofibromatosis, dan angiomatosis kutan dengan abnormalitas susunan

saraf pusat (SSP). Sindrom Sturge-Weber termasuk dalam kelompok

angiomatosis kutan dengan abnormalitas susunan saraf pusat.1,3

Nama Sturge-Weber diambil dari W. Allen Sturge yang melaporkan

seorang anak dengan suatu noda “port-wine”(port-wine stain, selanjutnya

disingkat PWS dalam makalah ini) dan bangkitan sensorimotorik kontralateral

(1879) serta Parkes Weber (1922, 1929) yang pertama kali menunjukkan

hubungan antara gambaran radiografik atrofi dan kalsifikasi hemisfer serebri

ipsilateral dengan lesi kulit. Sayang eponim ini mengabaikan sumbangan

penting Kalischer (1897, 1901) yang pertama kali melaporkan suatu kasus

angioma meningen disertai angioma di wajah; Volland (1913) yang

menunjukkan adanya deposit kalsium intrakorteks; dan Dimitri (1923) yang

menggambarkan bayangan radiogradik double-contour (selanjutnya dikenal

1

Page 2: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

dengan gambaran jalur trem = “tram-track appearance”) yang khas. Krabbe

(1932, 1934) membuktikan bahwa kalsifikasi tidak terletak di pembuluh

darah (seperti yang disimpulkan oleh Dimitri dan yang lain) tetapi di lapisan

ke dua dan ke tiga korteks.1

Sindrom ini mencakup kelainan kulit, mata, dan susunan saraf. Kelainan

kulit berupa suatu nevus vaskular yang melingkupi sebagian besar wajah dan

kranium sesisi (di wilayah ramus oftalmikus nervus trigeminus) yang terlihat

sejak lahir. Terkadang nevus bisa meliputi wilayah yang lebih luas. Gangguan

mata berupa buftalmos kongenital, glaukoma, serta gangguan koroid.

Gangguan neurologis bisa terlihat dalam tahun pertama setelah lahir atau di

akhir masa kanak-kanak. Gangguan neurologis tersering adalah bangkitan

unilateral diikuti hemiparesis spastik dengan pengecilan lengan dan tungkai,

defek hemisensorik, dan hemianopia homonim, yang semua terletak

kontralateral dari nevus trigeminal.1,4

DEFINISI DAN SINONIM

Sindrom Sturge-Weber (Sturge-Weber syndrome, selanjutnya akan

disingkat dengan SWS dalam makalah ini) merupakan suatu kelainan

neurokutaneus kongenital berupa angioma yang mengenai leptomeningen,

kulit wajah, serta mata dalam waktu yang berlainan. Sindrom ini juga disebut

angiomatosis ensefalotrigeminal atau angiomatosis ensefalofasial.4,5

ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI

Sindrom Sturge-Weber terjadi karena adanya pembuluh darah embrional

residual. Penyebabnya masih belum jelas. Mungkin disebabkan oleh mutasi

somatik sporadik, familial, atau mungkin juga mutasi sporadik dan familial

(“2-hit hypothesis”). Huq, dkk melaporkan adanya bukti mosaikisme pada

empat pasien SWS. Inversi lengan 4q kromosom 4 dan trisomi 10 ditemukan

pada beberapa pasien.2,4,5

SWS disebut komplit bila terdapat angioma susunan saraf pusat (SSP)

dan fasial serta disebut inkomplit bila hanya mengenai salah satunya. Lebih

lanjut, skala Roach digunakan untuk klasifikasi SWS, sebagai berikut:4

Tipe I : Angioma fasial dan leptomeningen; bisa disertai glaukoma.

Tipe II : Hanya angioma fasial saja (tanpa keterlibatan SSP); bisa

disertai glaukoma.

2

Page 3: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Tipe III : Hanya angioma leptomeningen, biasanya tidak disertai

glaukoma.

EPIDEMIOLOGI

Insidens dan Distribusi Geografis

Insiden SWS diperkirakan 1 per 50.000 kelahiran. Tidak ada perbedaan

berdasarkan wilayah.2

Morbiditas dan Mortalitas

Gangguan neurologis mencakup bangkitan, kelemahan, stroke, nyeri

kepala, hemianopia, retardasi mental, serta abnormalitas perkembangan.

Perkembangan bangkitan dan usia awitan mungkin berkorelasi dengan

derajat keterlibatan neurologis. Gangguan neurologis meningkat pada PWS

bilateral. Penyulit yang dihadapi pasien paling sering diakibatkan oleh

bangkitan refrakter dan antikonvulsan, penurunan penglihatan dan kebutaan

akibat glaukoma, gangguan kosmetik, serta manifestasi keterlibatan jaringan

ikat lain.4,5,6

Dalam suatu penelitian terhadap 60 pasien SWS di Children’s Hospital,

Boston, Amerika Serikat, dilaporkan dua kematian (3,3%). Oakes (1990)

melaporkan empat kematian dari 30 pasien.4

Faktor Keturunan, Ras, dan Jenis Kelamin

Secara epidemiologi, kejadian SWS bersifat sporadik. Tidak ada

perbedaan berdasarkan ras atau jenis kelamin yang dilaporkan.6

Secara umum, SWS mudah didiagnosis saat lahir atau di masa bayi

berdasarkan tanda klinis saja. Walaupun demikian, perkembangan penyakit

akibat perubahan sekunder dan penyulit akan terjadi seumur hidup.

Kebanyakan bangkitan terjadi dalam tahun pertama setelah lahir (80%).

Glaukoma sekunder bisa muncul di segala usia meski paling banyak muncul

di usia dini. Enam puluh persen glaukoma timbul saat lahir atau di masa bayi

awal sedangkan 30% terjadi saat masa kanak-kanak.4,6

GAMBARAN PATOLOGI ANATOMI

Susunan Saraf Pusat

3

Page 4: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Leptomeningen terlihat menebal dan kehilangan warna akibat angioma

leptomeningen yang mengisi ruang subaraknoid. Terlihat juga struktur vena

yang abnormal.4

Biopsi biasanya tidak dilakukan pada SWS. Meskipun demikian, spesimen

patologis menunjukkan deposit kalsium di dinding pembuluh darah otak, di

jaringan perivaskular, dan kadang-kadang dalam neuron. Terlihat pula

kehilangan neuron dan gliosis. Abnormalitas ini bisa terlihat jauh dari lesi

vaskular sebenarnya. 4

Dari penelitian terhadap kasus-kasus bedah epilepsi, Di Trapeni, dkk

melaporkan adanya substansi mukopolisakarida dengan kalsium dalam

jaringan ikat pembuluh darah. Selanjutnya substansi mukopolisakarida

dengan kalsium tersebut membesar dan bermigrasi ke luar pembuluh darah.

Mereka memperkirakan bahwa anoksia, nekrosis, dan variasi kadar kalsium

hanya merupakan faktor sekunder. 4

Kulit

Pada biopsi kulit PWS terlihat pembuluh darah tipis dan melebar di

pleksus vaskularis superior tanpa peningkatan jumlah pembuluh darah. 4

Mata

Pada spesimen trabekulektomi pasien SWS terlihat deposit kolagen

abnormal dan banyaknya pembuluh darah di ruang intratrabekular kanal

Schlemm. Jala hemangioma intratrabekular merupakan ciri khas SWS. 4

PATOGENESIS

Seperti telah disebutkan, pembuluh darah embrional residual dan efek

sekundernya terhadap jaringan otak sekitar menyebabkan sindrom Sturge-

Weber. Suatu pleksus vaskularis berkembang di sekitar bagian sefalik tuba

neuralis di bawah ektoderm yang dirancang untuk menjadi kulit. Normalnya,

pleksus ini terbentuk pada minggu ke-6 dan mengalami regresi pada minggu

ke-9 kehamilan. Kegagalan regresi normal ini menyebabkan timbulnya

jaringan vaskular residual yang membentuk angiomata leptomeningen,

wajah, dan mata ipsilateral.4,5,7

4

Page 5: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Gangguan neurologis terjadi karena efek terhadap jaringan otak sekitar

yang mencakup hipoksia, iskemia, oklusi vena, trombosis, infark, dan

fenomena vasomotor.4,5

Dari pemeriksaan spesimen patologis, Norman dan Schoene

beranggapan bahwa abnormalitas aliran darah dalam angioma

leptomeningen menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, stasis, dan

anoksia. Garcia, dkk dan Gomez & Bebin melaporkan bahwa oklusi vena bisa

secara nyata menyebabkan gangguan neurologis awal seperti bangkitan,

hemiparesis sepintas, atau keduanya.4

Steal phenomenon vaskular bisa berkembang di sekitar angioma

sehingga menyebabkan iskemia korteks. Bangkitan berulang, status

epileptikus, bangkitan refrakter, dan kejadian vaskular berulang bisa

memperparah fenomena tersebut karena peningkatan iskemia korteks.

Selanjutnya iskemia korteks juga menyebabkan kalsifikasi progresif, gliosis,

dan atrofi yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan peluang

bangkitan dan perburukan neurologis.4,5

Maria, dkk, Reid, dkk, dan Sujansky & Conradi mencatat adanya

perburukan SWS yang jelas meski angioma leptomeningen tidak membesar.4

Udani, dkk mengikuti perjalanan penyakit dan mengamati temuan MRI

sembilan pasien dengan SWS. Mereka menemukan bahwa bangkitan yang

lebih dini berhubungan dengan defisit neurologis residual dan memperburuk

atrofi otak. Mereka juga menemukan bahwa dalam kebanyakan kasus,

perjalanan penyakit menjadi stabil setelah usia lima tahun.4

Pengendalian bangkitan, terapi aspirin, dan terapi bedah dini mencegah

perburukan neurologis.4

Manifestasi okular utama (mis. buftalmos, glaukoma) terjadi sekunder

dari peningkatan tekanan intraokular (TIO) dengan obstruksi mekanis di

sudut mata, peningkatan tekanan vena episklera, atau peningkatan sekresi

humor akuosa.4,6

Pembuluh darah korteks yang mengalami malformasi ternyata hanya

diinervasi oleh serabut saraf noradrenergik. Peningkatan ekspresi endothelin-

1, suatu peptida yang mampu menyebabkan vasokonstriksi, juga terlihat di

pembuluh-pembuluh darah tersebut. Temuan ini mungkin menjelaskan

peningkatan vasokonstriksi di pembuluh darah korteks yang mengalami

malformasi. 4

5

Page 6: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Fibronektin merupakan molekul yang penting dalam regulasi

angiogenesis, mempertahankan sawar darah-otak, struktur dan fungsi

pembuluh darah, dan respons jaringan otak terhadap bangkitan. Comi, dkk

melaporkan bahwa pada pasien SWS, terlihat penurunan ekspresi fibronektin

di pembuluh darah leptomeningen dan peningkatan ekspresi di pembuluh

darah parenkim. Selain itu, ditemukan juga penurunan lingkar pembuluh

darah dan peningkatan densitas pembuluh darah. 4,8,9

Secara keseluruhan, pada SWS, mutasi somatik kelihatannya

mempengaruhi regulasi struktur dan fungsi pembuluh darah, inervasi

pembuluh darah, serta ekspresi matriks ekstrasel dan molekul vasoaktif. 4

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis SWS mencakup kelainan SSP, mata, dan kulit. Tabel I

memperlihatkan gambaran klinis SWS yang sering ditemui. 4

TABEL I.GAMBARAN KLINIS SWS

Gambaran Klinis Prosentase(%)

Risiko SWS dengan PWS fasial 8SWS tanpa nevus fasial 13Keterlibatan otak bilateral 15Bangkitan 72 – 93Hemiparesis 33Hemianopia 44Nyeri kepala 77Keterlambatan perkembangan dan retardasi mental 50 – 75Glaukoma 30 – 71Hemangioma koroid 40

Sumber : Masanori & Riviello (2008). 4

Bercak Port-wine, Masalah Kosmetik, dan Hipertrofi Jaringan Lunak

PWS merupakan efloresensi makular kongenital yang bisa menjadi

progresif. Lesi ini awalnya bisa berwarna merah muda yang kemudian

berubah menjadi lesi nodular merah tua atau ungu (Gambar 1). PWS bisa

muncul sendiri di kulit, berhubungan dengan lesi di pembuluh darah koroid

mata atau pembuluh darah leptomeningen otak, atau bahkan di kulit bagian

tubuh lain. PWS sulit terlihat pada pasien berkulit gelap. 4

6

Page 7: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Pasien yang khas memiliki angioma fasial saat lahir. Meskipun demikian,

tidak semua pasien dengan angioma fasial dan PWS mengidap SWS. Insidens

keseluruhan SWS pada pasien PWS sekitar 8 – 33%. Di lain pihak, pada SWS

skala Roach tipe III terdapat angioma leptomeningen tanpa kelainan kulit

sehingga tidak timbul kecurigaan akan adanya SWS sampai timbul bangkitan

atau gangguan neurologis lain. Ini tentu menjadi masalah dalam diagnosis

dan prognosis. 4,6

Gambar 1. Bercak port-wine pada pasien SWS di daerah fasial bilateral pada distribusi ramus oftalmikus dan maksilaris.

Sumber : Masanori & Riviello (2008). 4

Enjolras, dkk secara retrospektif mempelajari 106 pasien dengan PWS

fasial. Dua belas dari mereka menderita SWS dan empat menderita glaukoma

tanpa lesi pia mater. SWS terjadi hanya saat PWS melibatkan kulit di

distribusi ramus oftalmikus nervus trigeminus (N. V1). Tidak ada pasien

dengan PWS di daerah distribusi ramus maksilaris dan mandibularis nervus

trigeminus (N. V2 & N.V3) tanpa keterlibatan N. V1 yang menderita PWS. 4

Bioxeda, dkk mempelajari 121 pasien PWS yang mengenai kulit pada

distribusi nervus trigeminus. Mereka menyimpulkan bahwa hanya pasien

dengan PWS di daerah N. V1 yang berisiko epilepsi atau glaukoma. 4

Dalam studi tentang SWS terbesar sampai saat ini, Tallman, dkk

melaporkan 310 pasien dengan SWS. Delapan puluh lima persen mengalami

lesi PWS unilateral, 15% bilateral, dan 68% mengalami lesi di lebih daripada

satu dermatom. Hanya pasien dengan PWS yang mengenai distribusi N. V1

dan N. V2 yang mengalami keterlibatan SSP dan mata. Dua puluh empat

pasien dengan lesi bilateral dan 6% pasien dengan lesi unilateral mengalami

7

Page 8: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

lesi di SSP dan mata. Mereka merekomendasikan pemeriksaan glaukoma dan

keterlibatan SSP jika PWS melibatkan kelopak mata, lesi V1, V2, dan V3

unilateral, atau lesi bilateral. 10

Perlu diingat bahwa PWS ekstrafasial bisa berhubungan dengan

abnormalitas intrakranial seperti yang ditemukan pada SWS, misalnya pada

sindrom Klippel-Trenaunay-Weber. PWS di leher juga berhubungan dengan

kalsifikasi di lobus oksipitalis. 4,5

Survei Sturge-Weber Foundation terhadap 171 pasien SWS melaporkan

adanya abnormalitas lain pada seluruh pasien tersebut. Abnormalitas ini

mencakup lesi kulit pada semua pasien, asimetrisitas tubuh pada 164 dari

171. Dari 164 pasien tersebut, ditemukan hipertrofi jaringan lunak pada 38

pasien dan skoliosis pada 11 pasien. Karsinoma sel basal dilaporkan pernah

timbul dalam lesi PWS. 4

Bangkitan: Bangkitan Refrakter, Bangkitan Fokal, Umum, dan Status

Epileptikus

Insidens epilepsi pada pasien SWS sekitar 75 – 90%. Bangkitan bisa

bersifat refrakter. Anak dengan SWS bisa memiliki perkembangan neurologis

awal yang normal sampai muncul bangkitan sebagai manifestasi gangguan

neurologis. Pascual-Castroviejo, dkk melaporkan adanya bangkiyan pada 32

dari 40 pasien SWS. Bangkitan dimulai saat demam pada 10 pasien (demam

bisa menjadi faktor pencetus di segala usia). 4,11

Kebanyakan tipe bangkitan adalah bangkitan fokal. Dalam penelitian

Pascual-Castroviejo, dkk juga dilaporkan 22 (69%) pasien mengalami

bangkitan fokal kontralateral dari PWS. Generalisasi sekunder terjadi pada

enam dari 22 pasien tersebut. Delapan pasien (25%) mengalami bangkitan

umum saat awitan. Dua pasien mengalami spasme infantil. 11

Pasien dengan awitan bangkitan lambat memiliki insiden keterlambatan

perkembangan yang lebih rendah. Awitan bangkitan sebelum usia dua tahun

meningkatkan risiko epilepsi refrakter dan retardasi mental. Pasien dengan

bangkitan refrakter lebih sering mengalami retardasi mental. 4

Bebin dan Gomez melaporkan awitan lebih dini pada penyakit bilateral.

Pascual-Castroviejo, dkk juga melaporkan bahwa pasien dengan bangkitan

yang lebih sering cenderung mengalami awitan bangkitan lebih dini. 4,11

8

Page 9: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Status epileptikus lebih berbahaya pada pasien SWS. Ini dikarenakan

sistem vaskular telah mengalami gangguan seperti steal phenomenon dari

angioma sehingga bangkitan akan lebih mudah menyebabkan cidera otak. 4

Hemiparesis

Insidens hemiparesis sekitar 33%. Hemiparesis paling sering terjadi

akibat iskemia karena oklusi vena dan trombosis. Umumnya kelemahan

sepintas bisa terjadi setelah bangkitan. Hemiparesis sepintas bisa disertai

nyeri kepala migrain. Ini mungkin menandakan bahwa mekanisme vaskular

bertanggung jawab bagi terjadinya hemiparesis sepintas. 4

Episode-episode Serupa Stroke

Gangguan neurologis sepintas berulang disebut episode-episode serupa

stroke. Maria, dkk melaporkan 14 dari 20 pasien yang ditelitinya mengalami

gejala ini. Garcia, dkk melaporkan episode trombosis berulang. Selain

episode serupa stoke, bisa juga terjadi stroke pada pasien SWS. Insidens

gangguan neurologis lebih tinggi pada orang dewasa. 4

Hemianopia

Mekanisme terjadinya serupa dengan hemiparesis hanya lokasinya saja

yang berbeda. Uram dan Zullabigo melaporkan heminaopia pada 11 dari 25

(44%) pasien. 4

Keterlambatan Perkembangan dan Retardasi Mental

Keterlambatan perkembangan dan retardasi mental berhubungan

dengan besarnya keterlibatan SSP. Masalah ini terjadi pada 50 – 60% pasien

dan lebih sering terjadi pada penyakit bilateral. 4

Pada sepuluh pasien SWS, Maria, dkk menemukan keterlambatan

perkembangan dan masalah belajar pada kesepuluh pasien dan gangguan

hiperaktivitas defisit atensi (attention deficit hyperactivity disorder = ADHD)

pada tiga pasien. Abnormalitas yang luas ditemukan pada tujuh dari sepuluh

pasien saat dilakukan pemeriksaan menggunakan kombinasi CT scan, MRI,

dan SPECT. 4

9

Page 10: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Bangkitan berhubungan dengan insidens retardasi mental yang lebih

tinggi dan regresi mungkin berhubungan dengan frekuensi dan keparahan

bangkitan. 4

Nyeri Kepala

Nyeri kepala pada SWS terutama terjadi akibat gangguan vaskular.

Gejalanya serupa dengan nyeri kepala tipe migrain. 4

Menurut survei yang dilakukan Sturge-Weber Foundation, nyeri kepala

terjadi pada 132 dari 171 (77%) pasien yang diteliti. Pada subkelompok

dewasa, nyeri kepala dialami oleh 28 dari 45 (62%) pasien. 4

Prevalensi migrain pada pasien SWS yang berusia lebih muda daripada

10 tahun adalah 31%. Jumlah yang lebih besar daripada prevalensi di

populasi normal. 4

Manifestasi Gangguan Okular, Glaukoma, Kebutaan, dan Buftalmos

Keterlibatan okular mencakup perubahan serupa hemangioma di kelopak

mata (dalam pemeriksaan histologi menunjukkan dilatasi vena saja),

glaukoma, hemangioma konjungtiva dan episklera, hemangioma koroid difus,

dan heterokromia iris. Pembuluh darah retina yang berkelok dengan

hubungan arteriovenosus juga bisa ditemukan. Sullivan, dkk meneliti

abnormalitas bola mata pada 51 pasien SWS. Dari seluruh pasien, 36 (71%)

mengalami glaukoma, dengan awitan sebelum usia 24 bulan pada 26 pasien.

Hemangioma konjungtiva atau episklera terjadi pada 35 pasien dan 28

pasien mengalami hemangioma koroid. 4,6

Manifestasi gangguan okular yang mengindikasikan adanya glaukoma

infantil mencakup diameter kornea lebih daripada 12 mm dalam tahun

pertama setelah lahir, edema kornea, robekan membrana desemet,

perubahan miopik unilateral atau bilateral, cupping nervus optikus lebih

besar daripada 0,3 atau setiap asimetrisitas cup yang berhubungan dengan

TIO tinggi. 4,6

Glaukoma secara khusus terjadi pada SWS hanya bila PWS melibatkan

kelopak mata. Insidens berkisar antara 30 – 71%. Glaukoma bisa terjadi sejak

lahir tetapi juga bisa terjadi di usia berapa saja bahkan pada orang dewasa.

Terapi mencakup pemeriksaan tahunan, mendeteksi kerusakan nervus

10

Page 11: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

optikus (dengan pengukuran TIO dan lapangan pandang) dan diameter

kornea serta perubahan refraksi pada anak. 4,6

Glaukoma biasanya terjadi hanya pada PWS fasial ipsilateral tetapi bisa

terjadi glaukoma bilateral bila lesinya bilateral. Jarang terjadi glaukoma

kontralateral. 6

Glaukoma pada SWS disebabkan oleh obstruksi mekanik sudut mata,

peningkatan tekanan vena episklera, atau hipersekresi cairan, baik oleh

hemangioma koroid atau korpus siliaris. Abnormalitas sudut kamera okuli

anterior secara konsisten terlihat pada glaukoma infantil pada SWS.

Peningkatan tekanan vena episklera mungkin memainkan peran kunci pada

glaukoma awitan lambat. 6

Peningkatan vaskularisasi konjungtiva dapat dilihat dengan pemeriksaan

slit lamp. Dengan mata telanjang, peningkatan vaskularisasi konjungtiva

terlihat berwarna merah mudah. Pleksus pembuluh darah episklera yang

abnormal letaknya bisa tersembunyi di bawah jaringan kapsula Tenon pada

bayi dan baru terlihat di akhir masa kanak-kanak. 4

Pleksus vaskularis episklera dan konjungtiva yang menonjol dan berkelok

terdapat pada sekitar 70% pasien SWS dan sering berhubungan dengan

peningkatan tekanan vena episklera. Pembuluh darah retina di atasnya

mungkin terkena sehingga memberikan memberikan gambaran yang

melebar dan berkelok dan juga hubungan arteriovenosa perifer. 4

Diagnosis hemangioma koroid dibuat berdasarkan penampakan tumor

saat dilihat dengan oftalmoskopi binokular indirek. Dengan berlalunya waktu,

hemangioma koroid mampu menyebabkan perubahan sekunder lain seperti

degenerasi epitel pigmen retina, metaplasia fibrosa, degenerasi retina kistik,

dan ablasio retina. Perkelokan pembuluh darah retina, heterokromia iris,

koloboma diskus optikus, dan katarak telah dilaporkan pada pasien SWS. 4,6

Heterokromia iris terlihat pada sekitar 10% pasien SWS. Iris yang

pigmennya lebih gelap biasanya sesisi dengan PWS. Ini menandakan adanya

peningkatan aktivitas dan jumlah melanosit di daerah itu. 4,6

Penurunan penglihatan dan kebutaan terjadi karena glaukoma yang tidak

diterapi sehingga terjadi peningkatan TIO yang menyebabkan kerusakan

nervus optikus. 6

Pembesaran bola mata bisa terjadi dengan mekanisme yang sama

dengan glaukoma. 6

11

Page 12: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Orang Dewasa Dengan SWS

Hanya sedikit data yang tersedia tentang orang dewasa dengan SWS.

Sujansky dan Condradi mempelajari keluaran 52 orang dewasa berusia lebih

daripada 18 tahun dengan SWS. Bangkitan terjadi pada 83% pasien,

glaukoma pada 60% pasien, dan defisit neurologis terjadi pada 65% pasien

(mencakup stroke, paralisis, spastisitas, dan kelemahan). Rentang usia saat

awitan bangkitan adalah 0 – 23 tahun dengan median 6 bulan.4

Keluaran bangkitan diketahui pada 41 pasien. Pengendalian penuh

dialami 11 pasien (27%), penurunan bangkitan 20 pasien (49%), dan tidak

ada perbaikan 10 pasien (24%). Tabel II memperlihatkan morbiditas

perkembangan yang berhubungan dengan bangkitan pada orang dewasa

dengan SWS.4

TABEL II.MORBIDITAS PERKEMBANGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN BANGKITAN

PADA ORANG DEWASA DENGAN SWS

Dengan Bangkitan (%) Tanpa Bangkitan (%)Keterlambatan Perkembangan 45 0Masalah emosi/ perilaku 85 58Perlunya pendidikan khusus 71 0Kerja 46 78

Sumber : Masanori & Riviello (2008). 4

Sekitar 39% dari pasien bisa menghidupi dirinya sendiri dan 55%

menikah. 4

Nyeri kepala terjadi pada 28 dari 45 (62%) pasien. Rentang awitan

adalah dari masa kanak-kanak awal hingga usia 38 tahun dengan median 18

tahun. Nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan kehilangan warna

PWS fasial, aura, mual/ muntah, disartria, pusing, dan sensasi berdenyut di

wajah. 4

Rentang usia awitan glaukoma adalah 0 – 41 tahun dengan median lima

tahun. 4

PEMERIKSAAN PENUNJANG

12

Page 13: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Pemeriksaan Laboratorium

Kadar protein cairan serebrospinalis mungkin meningkat. Peningkatan

protein ini terjadi akibat perdarahan sekunder. Perdarahan intrakranial

sendiri jarang terjadi tetapi perdarahan mikroskopis sering terjadi. 4

Pemeriksaan kadar hormon sebaiknya dilakukan mengingat SWS telah

dihubungkan dengan gangguan sekresi hormon pertumbuhan dan hormon

tiroid.12

Pencitraan

Selain pemeriksaan klinis, pencitraan neurologis sudah menjadi prosedur

pilihan dalam menegakkan diagnosis. Pencitraan neurologis berkembang

mulai dari foto Rontgën kepala, angiografi, CT scan, MRI, MRI dengan

gadolinium, dan pencitraan fungsional dengan MRS, SPECT, atau PET. 4,5

Foto Rontgën Kepala

Foto Rontgën kepala bisa menunjukkan gambaran klasik tram-track

seperti ditunjukkan di Gambar 2 13, suatu gambaran kalsifikasi yang dianggap

patognomonik untuk SWS di zaman sebelum pencitraan modern. Meskipun

demikian, gambaran ini biasanya tidak ditemukan pada tahap awal penyakit.

Wilms, dkk melaporkan kalsifikasi “tram-track” pada pasien sklerosis

tuberosa. Borns dan Rancier juga melaporkan temuan ini pada leukemia pada

anak. 5

Gambar 2. Gambaran klasik kalsifikasi tram-track pada pasien SWS.

Sumber : Desai, dkk (2008).13

13

Page 14: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Angiografi

Angiografi tidak menunjukkan angioma tetapi memperlihatkan kurangnya

vena-vena korteks superfisial, tidak terisinya sinus-sinus dura mater, dan

vena-vena yang membengkok secara tidak normal ke arah vena Galen. 4,5

CT Scan

CT scan mampu memperlihatkan kalsifikasi pada bayi bahkan neonatus.

Temuan lain mencakup atrofi otak, pembesaran pleksus koroideus, vena-

vena pengalir yang tidak normal, dan kebocoran sawar darah-otak setelah

bangkitan. Gambar 3 memperlihatkan penyangatan yang intens dari

malformasi angiomatosa dan atrofi hemisfer ipsilateral (a) dan hemiartrofi

sinistra korteks serebri serta kalsifikasi giriform yang klasik (b) pada CT scan

penderita SWS. Penelitian oleh Terdjman, dkk terhadap CT scan 14 anak

dengan SWS memperlihatkan kalsifikasi korteks pada 12 pasien, atrofi

terlokalisasi 10 pasien, dan pembesaran pleksus koroideus serta vena-vena

yang abnormal tujuh pasien.4,5

A B

Gambar 3. CT scan penderita SWS.a. CT scan kontras: penyangatan yang intens dari malformasi angiomatosa & atrofi hemisfer ipsilateral; b. hemiartrofi korteks serebri sinistra & kalsifikasi giriform yang klasik.

Sumber : Khan, dkk (2008).5

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

14

Page 15: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Meski MRI tidak bisa memperlihatkan kalsifikasi, penyangatan gadolinium

mampu memperlihatkan angioma di pia mater. Jadi diagnosis dini SWS

dimungkinkan dengan MRI. Sugama, dkk melaporkan bahwa temuan paling

khas SWS di MRI adalah penyangatan angioma leptomeningen setelah

pemberian gadolinium yang biasanya tidak terlihat di CT scan atau

angiografi. Gambar 4 memperlihatkan MRI T1WI dengan pemberian zat

kontras gadolinium pada pasien SWS. Tampak penyangatan pia mater yang

intens di malformasi angiomatosa dan atrofi korteks serebri sekitarnya (a)

dan atrofi serebri dekstra, korteks oksipital yang menyangat, dan

pembesaran pleksus koroideus dekstra (b2). 4,5

Temuan lain mencakup mielinisasi di sekitar angioma leptomeningen,

pleksus koroideus besar yang ukurannya berkorelasi dengan pembesaran

angioma, serta oklusi sinovenosa progresif di MRI venografi. 4

Juhasz, dkk melaporkan bahwa volume substansia alba hemisfer serebri

yang terletak sesisi dengan angioma merupakan prediktor independen untuk

IQ. Penurunan volume substansia alba di lokasi tersebut mungkin berperan

dalam terjadinya gangguan kognitif pada anak dengan SWS. 4

Lin, dkk melaporkan temuan MRI perfusi yang sesuai dengan gangguan

drainase vena pada kasus SWS awal dengan bangkitan awitan baru. MRI

spektroskopi menunjukkan peningkatan kolin tetapi tidak ada penurunan N-

asetil-aspartat (NAA). Laporan lain menunjukkan adanya penurunan NAA.

Gambaran MRI difusi di daerah yang abnormal menunjukkan peningkatan

apprarent diffusion coefficient (ADC). 4

Sivaswamy, dkk melaporkan abnormalitas diffusion tensor imaging (DTI)

di traktus kortikospinalis hemisfer yang terkena yang terlihat sebelum timbul

defisit motorik. 4

15

Page 16: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

A

B1 B2

Gambar 4. a. MRI T1WI potongan aksial dengan pemberian zat kontras gadolinium pada anak berusia 5 tahun dengan nevus fasialis dekstra dan riwayat kejang fokal: tampak penyangatan pia mater yang intens pada malformasi angiomatosa dan atrofi korteks serebri sekitarnya; b1. CT scan potongan aksial dengan pemberian kontras pada pasien SWS: tampak atrofi serebri dekstra dan pembesaran pleksus koroideus dekstra; b2. MRI T1WI potongan aksial dengan pemberian zat kontras gadolinium pasien yang sama: tampak atrofi serebri dekstra, korteks oksipital yang menyangat, dan pembesaran pleksus koroideus dekstra; penyangatan malformasi ini tidak jelas terlihat dalam CT scan yang dibuat sebelumnya.

Sumber : Khan, dkk (2008). 5

Single-photon Emission Computed Tomography (SPECT)

SPECT mengukur aliran darah otak secara noninvasif. Pada pasien SWS

terlihat penurunan perfusi di lokasi angioma pia mater (Gambar 5) dan

dengan demikian bisa mendeteksi angioma laten yang tidak terdeteksi

dengan modalitas lain. 4

Reid, dkk menunjukkan bahwa hipoperfusi sudah terjadi sebelum timbul

kalsifikasi, pengaliran abnormal, atau penyangatan CT scan/ MRI. Namer, dkk

memperlihatkan adanya steal phenomenon selang terjadinya bangkitan yang

menyebabkan iskemia di daerah yang jauh. Printon, dkk menemukan bahwa

16

Page 17: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

awalnya korteks mengalami hiperperfusi selang tahun pertama setelah lahir,

sebelum bangkitan pertama. Setelah satu tahun baru timbul gambaran

hipoperfusi bahkan pada pasien tanpa epilepsi. Maria, dkk melaporkan

pembesaran pleksus koroideus dengan abnormalitas yang terlihat di SPECT. 4

Gambar 5. SPECT pasien SWS.Tampak penurunan perfusi terutama di hemisfer dekstra.

Sumber : Masanori & Riviello (2008).

Positron Emission Tomography (PET)

Dari penelitian terhadap gambaran PET pasien SWS, Chugani, dkk

memperlihatkan daerah dengan abnormalitas metabolik yang luasnya

melebihi daerah dengan abnormalitas anatomik. Dengan demikian, modalitas

PET bisa dijadikan sumber informasi dalam menentukan pasien mana yang

akan menjalani hemisferektomi atau reseksi korteks terbatas. 4

Sebagai rangkuman, untuk mengetahui perluasan maksimal penyakit

dibutuhkan kombinasi modalitas pencitraan neurologis struktural dan

fungsional karena ketidakcocokkan (mismatch) bisa terjadi di antara

modalitas-modalitas tersebut. Hal ini terutama penting dalam identifikasi

daerah epileptogenik yang harus diketahui dalam pembedahan. 4,5

Elektroensefalografi

EEG digunakan untuk mengevaluasi bangkitan dan lokalisasi aktivitas

bangkitan pada bangkitan refrakter yang dipertimbangkan untuk dioperasi. 4

Brenner dan Sharbrough melaporkan penurunan unilateral amplitudo

latar sebagai temuan yang paling konsisten baik pada saat bangun atau

17

Page 18: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

tidur. Temuan EEG mendahului timbulnya kalsifikasi. Aktivitas epileptiform

terbatas di hemisfer yang terlibat. 4

Pada studi terbaru, Sassower, dkk melaporkan atenuasi voltase yang

bermakna di daerah angioma pada 13 dari 14 pasien. Aktivitas delta

polimorfik timbul pada 12 dari 14 pasien. Aktivitas delta polimorfik bersifat

unilateral pada enam pasien dan berkorelasi dengan angiomatosis. Tidak ada

pasien dengan aktivitas delta polimorfik unilateral yang mengalami retardasi

mental. Pada enam pasien dengan aktivitas delta polimorfik bilateral, empat

pasien mengalami retardasi mental meski angiomanya unilateral. Gelombang

paku interiktal terlihat hanya pada dua pasien dan bersifat bilateral pada

satu pasien dengan angioma unilateral. Bangkitan terekam pada empat

pasien dan aktivitas iktalnya muncul dari sekitar lesi. Bangkitan bersifat

refrakter terhadap terapi pada enam dari 14 pasien. 4

Erba dan Cavazzuti melaporkan di akhir perjalanan penyakit, aktivitas

epileptiform bisa timbul dari korteks kontalateral. 4

Pada suatu studi yang dilakukan di Toronto, ditemukan bahwa EEG hanya

normal pada 4% kasus, supresi latar terjadi pada 74% kasus (64% unilateral,

10% bilateral), dan lepasan epileptiform terjadi pada 22% kasus. 4

Rangkuman temuan pemeriksaan penunjang yang menunjang diagnosis

SWS dapat dilihat dalam Tabel III. 4

TABEL III.TEMUAN YANG MENUNJANG DIAGNOSIS SWS DARI PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Penunjang TemuanAnalisis CSS Peningkatan proteinFoto Rontgën Kepala Kalsifikasi bentuk “tram-track”Angiografi Kurangnya vena korteks superfisial

Tidak terisinya sinus-sinus dura materPembuluh darah yang berkelok secara abnormal

CT scan Kalsifikasi, kalsifikasi bentuk “tram-track”Atrofi korteksPembesaran pleksus koroideusKebocoran sawar darah-otak (saat bangkitan)Penyangatan kontras

MRI Oklusi sinovenosa

18

Page 19: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Atrofi korteksMielinisasi sekitar angioma leptomeningen

SPECT Hiperperfusi, tahap diniHipoperfusi, tahap lanjut

PET HipometabolismeEEG Penurunan aktivitas latar

Aktivitas delta polimorfikAktivitas epileptiform

Sumber : Masanori & Riviello (2008). 4

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Seperti telah disebutkan sebelumnya, pada kasus-kasus klasik, diagnosis

PWS mudah dibuat. Adanya PWS mengarahkan kecurigaan kita terhadap

SWS. Meskipun demikian tidak semua SWS memiliki manifestasi kulit dan

tidak semua PWS adalah SWS. 4

Pemikiran ke arah SWS masuk akal bila kita menemukan neonatus

dengan PWS atau glaukoma infantil. Pemeriksaan neurologis, mata, dan

pemeriksaan penunjang berupa pencitraan neurologis dan profil hormon

sebaiknya dibuat untuk membantu menegakkan diagnosis. Jika dalam

pemeriksaan belum ditemukan apa-apa, maka pasien harus diikuti

perkembangannya karena gejala SWS dapat timbul di usia yang lebih tua. 4,5,6

Timbulnya manifestasi neurologis berupa epilepsi refrakter,

keterlambatan perkembangan, episode serupa stroke, atau stroke juga

mengarahkan kita untuk melakukan pencitraan neurologis struktural,

fungsional dan EEG dengan SWS sebagai salah satu diagnosis bandingnya. 4

Diagnosis banding SWS cukup banyak bila kita mendiagnosis banding

setiap unsur dari sindrom tersebut. Bangkitan, nyeri kepala, episode serupa

stroke, dan stroke, keterlambatan perkembangan, serta retardasi mental

harus didiagnosis banding dengan penyebab lain yang bisa ditemukan pada

anak.

Sindrom Klippel-Trenaunay-Weber memberikan gambaran PWS di wajah

dan ekstremitas yang disertai hemihipertrofi jaringan lunak dan tulang,

angioma SSP, dan mungkin berhubungan dengan tumor solid organ dalam

terutama ginjal, kelenjar adrenal, atau hepar. Sindrom Beckwith-Wiedemann

memberikan gambaran PWS disertai makroglosia, omfalokel, dan hiperplasia

organ dalam. 5

Hemangioma koroid terkadang sukar dibedakan dengan melanoma.

Tumor fundus berwarna jingga yang harus dipertimbangkan dalam

19

Page 20: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

mendiagnosis banding hemangioma koroid difus adalah ablasio epitel pigmen

retina serosa, osteoma koroid, skleritis nodular, dan hemangioma kapiler

retina eksofitik. 4,6

Sindrom Klippel-Trenaunay-Weber dan sindrom Wyburn-Mason dapat

memberikan gambaran angiografik yang mirip SWS. Kalsifikasi intrakranial

giriformis juga bisa disebabkan oleh infark serebri, meningitis dan ensefalitis,

iradikasi tulang tengkorak, meningioangiomatosis, penyaki seliak, dan

leukemia setelah pemberian methotrexate intratekal. 5

Diagnosis SWS klasik dibuat jika kita menemukan adanya PWS yang

disertai angioma leptomeningen dan koroid. Terdapat beberapa variasi dari

bentuk klasik penyakit ini seperti yang terlihat dalam skala Roach. 4

Pada Gambar 6 ditunjukkan ilustrasi pendekatan diagnosis SWS pada

seorang anak dengan PWS. 6

A B

20

Page 21: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

C

Gambar 6. Contoh pendekatan diagnosis pada SWS.a. Seorang anak dengan PWS yang terutama mengenai daerah N. V2 & V3 sinistra dengan keterlibatan daerah N. V1 sinistra yang lebih ringan. Tampak jelas glaukoma sekunder; b. Selanjutnya dilakukan ultrasonografi bola mata dan tampak penebalan koroid difus yang sesuai dengan hemangioma koroid difus; c. MRI T1WI yang dibuat selanjutnya menunjukkan hemiatrofi serebri sinistra yang berhubungan dengan angioma leptomeningen.

Sumber : Del Monte & Eibschitz-Tsimhoni (2007). 6

PENATALAKSANAAN

Medikamentosis

Terapi medikamentosis mencakup antara lain antikonvulsan untuk

pengendalian bangkitan, terapi simptomatik dan profilaksis nyeri kepala,

terapi glaukoma untuk menurunkan tekanan intraokular, dan terapi laser

untuk PWS. 4

Bangkitan

Obat antiepilepsi yang dipilih sebaiknya adalah antiepilepsi yang efektif

untuk bangkitan fokal karena bangkitannya yang khas bersifat fokal. Dapat

dicoba terapi dengan carbamazepine, valproic acid, gabapentin, clonazepam,

phenobarbital, dan phenytoin. Cara pemberian dan evaluasi sama seperti

dalam pengobatan epilepsi. 4

Glaukoma

Tujuan terapi adalah perbaikan gejala, pengendalian tekanan intraokular

untuk mencegah cidera nervus optikus. 6

Untuk anisometropia ringan dapat dilakukan koreksi optik total di kedua

mata atau setidaknya koreksi total perbedaan refraksi antar mata. Pada

21

Page 22: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

anisometropia berat atau jika timbul strabismus pada anak harus dilakukan

terapi untuk mencegah ambliopia dan strabismus. 6

Terapi medis pada SWS dengan glaukoma biasanya pada akhirnya gagal.

Meskipun demikian terapi ini dapat digunakan sementara untuk segera

menurunkan TIO sembari pasien menunggu giliran operasi. Pada anak-anak,

hal ini juga bertujuan untuk menunda bedah filtrasi sebab tindakan ini sulit

dilakukan di mata yang lebih kecil (lebih eksesif dan kecenderungan

terjadinya parut di tempat flap sklera lebih besar). 6

Terapi medis juga berfungsi sebagai tambahan untuk pembedahan.

Terapi antiglaukoma topikal selama beberapa waktu bisa membantu

menurunkan TIO pasca operasi yang masih sedikit lebih tinggi daripada nilai

normal sehingga tidak perlu dilakukan reoperasi ulang. Terapi medis awal

dengan penyekat beta topikal yang diikuti penambahan inhibitor anhidrase

karbonat (sistemik pada bayi dan topikal pada anak yang lebih tua) dan

prostaglandin (latanoprost) merupakan protokol yang dianjurkan untuk

pasien SWS pasca operasi glaukoma. 5,6

Efektifitas radioterapi seperti brakiterapi atau iradiasi sinar eksternal

untuk pasien hemangioma koroid difus yang berhubungan dengan ablasio

retina bulosa masih belum diketahui. Masih diperlukan penelitian lanjut untuk

menilai hasilnya dibandingkan terapi standar seperti fotokoagulasi. 5,6

Paulus, dkk melaporkan adanya perbaikan dari ablasio retina eksudatif

persisten setelah terapi dengan injeksi pegaptanib (anti-WEGF) pada seorang

penderita SWS berusia 13 tahun. Walaupun demikian, tidak terjadi perbaikan

visus.14

Nyeri Kepala

Kossoff, dkk memeriksa 68 pasien SWS dengan nyeri kepala. Awitan rata-

rata nyeri kepala adalah delapan tahun. Lima puluh lima dari 68 pasien

tersebut juga menderita bangkitan. Dua puluh dua pasien dengan epilepsi

merasa nyeri kepalanya lebih bermakna daripada epilepsi. Riwayat nyeri

kepala dalam keluarga ditemukan pada 37 pasien. Kebanyakan pasien hanya

menerima terapi abortif, terutama paracetamol dan ibuprofen. Hanya 15

pasien yang menggunakan obat profilaksis seperti gabapentine, valproate,

dan amytriptiline (tidak ada yang menggunakan penyekat adrenergik beta). 4

22

Page 23: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Kossoff, dkk juga melaporkan 104 pasien dengan SWS dan nyeri kepala

tipe migrain. Kesimpulannya, pada SWS, agen profilaksis dan golongan

triptan terlihat lebih efektif mengatasi nyeri kepala. 4

Kejadian Serupa Stroke

Aspirin telah digunakan untuk nyeri kepala dan pencegahan penyakit

vaskular terutama pada pasien dengan perburukan gambaran neurologis dan

kejadian vaskular berulang. Aspirin harus digunakan secara berhati-hati pada

anak-anak karena risiko efek samping terutama terjadinya sindrom Reye.

Thomas-Sohl, Vaslow, dan Maria merekomendasikan aspirin 3 – 5

mg/kgBB/hari untuk kejadian serupa stroke. Mereka juga menganjurkan

imunisasi varisela dan influenza tahunan karena terdapat hubungan antara

varisela dan influenza dengan terjadinya sindrom Reye. 4

Maria, dkk melaporkan penurunan insiden kejadian serupa stroke pada

20 pasien yang menerima aspirin. Dari 119 kejadian serupa stroke, 31 terjadi

pada pasien yang diterapi dengan aspirin dan 88 terjadi pada pasien yang

tidak menerima aspirin. Peneliti menganjurkan penelitian lanjut tentang

terapi aspirin pada SWS. 4

Keterlambatan Perkembangan dan Retardasi Mental

Keterlambatan dan retardasi mental, seperti yang telah dikemukakan

sebelumnya, bisa ditemui pada penderita SWS. Keterlambatan

perkembangan mungkin bersifat global dan membutuhkan kerjasama

berbagai bidang keahlian. Idealnya penanganan harus segera dilakukan

sebelum usia enam bulan. 4

Penanganan mencakup terapi terhadap anak dan bimbingan/ bantuan

terhadap keluarga. 4

Penanganan terhadap anak berupa bantuan dalam menguasai suatu

keterampilan semaksimal mungkin, fisioterapi untuk gangguan

neuromuskular dan fungsi motorik kasar, terapi okupasi untuk masalah

motorik halus, terapi wicara, serta bimbingan mental dan psikososial. 1,4,16

Orang tua/ keluarga harus dibimbing dan diedukasi mengenai masalah

dan masa depan anak sehingga mampu menyesuaikan sikap dan harapan

terhadap anaknya. Informasi mengenai hal-hal yang dapat dilakukan juga

perlu disampaikan kepada orang tua/ keluarga. 1,16

23

Page 24: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Sampai saat ini belum ada terapi untuk mengembalikan fungsi susunan

saraf yang subnormal dalam perkembangannya. Penatalaksanaan retardasi

mental pada SWS, seperti halnya karena sebab lain, mencakup bimbingan

dan edukasi orang tua/ keluarga, penyesuaian pendidikan, sosial, dan

pekerjaan. Pada retardasi mental berat mungkin perlu dipertimbangkan

perawatan panti. 1,4

Peran dokter anak penting dalam memantau perkembangan anak dan

mendeteksi adanya penyulit lain yang sering ditemui pada anak dengan

gangguan perkembangan dan retardasi mental seperti infeksi, trauma, child

abuse, malnutrisi, dan gangguan hormonal.

Gangguan Perilaku

Gangguan perilaku pada SWS yang bersifat hilang-timbul harus

didiagnosis banding dengan suatu bangkitan. Gangguan perilaku bisa

merupakan manifestasi iktal (bangkitan parsial kompleks) atau postiktal.

Pada orang tua, perlu didiagnosis banding dengan demensia oleh berbagai

sebab. 4

Terapi mencakup pemberian obat antiepilepsi dan antipsikosis seperti

risperidone. 4

Bercak Port-wine

Bercak port-wine harus diperiksa dalam minggu pertama setelah lahir

dan dibedakan dengan hemangioma. PWS diterapi dengan terapi laser yang

harus dimulai sedini mungkin karena dapat mengurangi jumlah sesi yang

dibutuhkan. Makin kecil lesi awal juga akan makin menurunkan jumlah sinar

laser yang dibutuhkan untuk menghilangkan lesi. 4,15

Troilius, dkk melaporkan keuntungan psikologis dari terapi dini PWS. 4

Tidak ada perubahan pigmentasi menetap atau parut pasca terapi yang

dilaporkan setelah terapi laser. 4

Terapi Bedah

Pembedahan ditujukan untuk bangkitan refrakter, glaukoma, dan

masalah spesifik yang berhubungan dengan bermacam-macam kelainan

penyerta seperti skoliosis. 4

24

Page 25: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Bangkitan Refrakter

Pembedahan merupakan pilihan terapi bagi bangkitan refrakter yang

gagal diterapi secara medis, terutama untuk bangkitan fokal. Prosedur bedah

mencakup reseksi korteks terbatas, hemisferektomi, korpus kalosotomi, dan

yang paling baru adalah stimulasi nervus vagus. SWS dianggap salah satu

epilepsi berat yang, menurut Holmes, menyebabkan pengendalian dan

keluaran perkembangan yang jelek bila tidak dikendalikan sejak dini. 4

Pembedahan dini sudah dianjurkan secara khusus pada SWS untuk

memperbaiki keluaran dan mencegah bangkitan refrakter, keterlambatan

perkembangan, dan hemiparesis. Di era sebelum pencitraan neurologis

modern, Alexander dan Norman, dan kemudian Alexander, menganjurkan

kraniotomi eksplorasi dan kemudian lobektomi jika diagnosisnya sesuai. Ini

dianjurkan bahkan sebelum bangkitannya dimulai karena mereka

menemukan bahwa bangkitan awitan dini berhubungan dengan retardasi

mental. 4

Hoffman, dkk dan kemudian Ogunmegan, dkk selanjutnya menganjurkan

hemisferektomi dini untuk bangkitan. Dengan demikian, perlunya

pembedahan, waktunya, serta prosedur bedah yang cocok perlu

dipertimbangkan masak-masak. Erba dan Cavazzuti memperkirakan sekitar

40% pasien SWS bisa menjadi kandidat pembedahan epilepsi dengan

mengeksklusi pasien yang memiliki pengendalian bangkitan yang baik atau

penyakit bilateral. 4

Peluang untuk mencapai pengendalian bangkitan dengan terapi medis

pada SWS bervariasi. Menurut beberapa seri penelitian, pengendalian

bangkitan sempurna dicapai pada 10 – 50% pasien dan bangkitan refrakter

terjadi pada 11 – 83% pasien. 4

Jika dipertimbangkan untuk terapi bedah, pilihan prosedur yang sesuai

harus menjadi pertimbangan utama. Daerah epileptogenik dilokalisasi di

daerah korteks sekitar angioma. Mungkin diperlukan elektrokortikografi.

Meskipun demikian, perlu diingat bahwa angioma leptomeningen biasanya

meliputi seluruh hemisfer dan daerah tanpa angioma pun dapat bersifat

epileptogenik dan karenanya membutuhkan pembedahan untuk mencapai

pengendalian bangkitan. 4

Reseksi korteks fokal (reseksi yang lebih terbatas) dilakukan bila

angioma leptomeningen lebih kecil dan lebih terlokalisasi. Reseksi korteks

25

Page 26: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

terbatas lebih kurang menyebabkan defisit neurologis. Lokasi reseksi bisa

ditentukan sebelum tindakan dengan menentukan daerah awitan bangkitan.

Hal ini dilakukan dengan menggunakan elektroensefalografi permukaan

maupun elektrokortikografi yang dikombinasikan dengan pencitraan

neurologis struktural dan fungsional kemudian dilanjutkan dengan

elektrokortikografi intraoperatif. 4

Bangkitan sisa lebih sering terjadi pada reseksi terbatas daripada

hemisferektomi. Gilly, dkk melaporkan tingkat kegagalan sebesar 30%

setelah suatu reseksi terbatas. Pada kombinasi data dari tiga pusat bedah

didapatkan tingkat kegagalan 12,5%.4

Hemisferektomi dilakukan bila ditemukan daerah epileptogenik unilateral

yang luas. Kossoff, dkk mengevaluasi keluaran hemisferektomi pada 32

pasien SWS. Semua pasien menjalani hemisferektomi antara tahun 1979

hingga 2001, usia rata-rata saat awitan bangkitan adalah empat bulan, dan

usia rata-rata pembedahan adalah 1,2 tahun. Enam belas pasien menjalani

hemisferektomi anatomis, 14 menjalani hemisferektomi fungsional, dan dua

menjalani hemidekortikasi. Tindakan dilakukan di 18 pusat di seluruh dunia.

Lima belas pasien mengalami penyulit segera setelah operasi yang

mencakup perdarahan, infeksi, dan nyeri kepala berat. Mereka kemudian

menjalani operasi ulang karena bangkitan berulang, shunting, atau

hipertensi. Tidak ada yang meninggal. 4

Dalam studi tersebut, 81% pasien menjadi bebas bangkitan, dengan 53%

tidak lagi mengkonsumsi obat antiepilepsi. Tipe pembedahan

(hemisferektomi anatomis, hemisferektomi fungsional, hemidekortikasi) tidak

mempengaruhi keluaran. Usia saat awitan bangkitan tidak memprediksi

keadaan bebas bangkitan. Hemiparesis pasca operasi tidak memburuk

dibanding sebelum pembedahan. Keluaran kognitif tidak berhubungan

dengan usia saat pembedahan, lokasi pembedahan, atau keadaan bebas

bangkitan. 4

Menurut kelompok Toronto, hemisferektomi lebih baik dilakukan saat

bayi karena pengendalian bangkitan dini membantu mempertahankan fungsi

hemisfer normal. 4

Bila pasien bukan merupakan kandidat untuk reseksi terbatas atau

hemisferektomi, misalnya pada kasus penyakit bilateral, dapat dilakukan

korpus kalosotomi atau stimulasi nervus vagus. 4

26

Page 27: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Hoffman melaporkan beberapa hal mengenai pembedahan pada SWS: 4

Gangguan fokal berespons baik terhadap reseksi.

Elektrokortikografi mampu menentukan korteks epileptogenik.

Hemisferektomi menghasilkan perbaikan keluaran yang bermakna

dengan intelegensi normal dan peluang menjadi bebas kejang sebesar

lebih daripada 90%.

Sturge-Weber Foundation telah membentuk suatu kelompok kerja untuk

mengevaluasi bedah epilepsi pada SWS. Berikut adalah rekomendasinya: 4

Hemisferektomi tidak harus dilakukan pada semua pasien SWS hanya

karena makin meningkatnya praktek pembedahan dini. Pembedahan

hanya sesuai untuk bangkitan yang refrakter dengan obat-obatan.

Pasien dengan bangkitan refrakter dan lesi yang sangat terlokalisasi

sebaiknya menjalani reseksi terbatas yang mempertahankan sebanyak

mungkin jaringan normal.

Video EEG dan pencitraan neurologis struktural serta fungsional harus

digunakan untuk menentukan perluasan lesi dan lokasi asal bangkitan.

Korpus kalosotomi hanya dilakukan pada pasien dengan bangkitan atonik

atau tonik refrakter yang menyebabkan cidera sekunder, yang bukan

merupakan kandidat bagi pembedahan yang lebih definitif.

Pembedahan harus dilakukan hanya di pusat dengan program bedah

epilepsi anak yang sedang berjalan.

Meski keuntungan pembedahan bagi bangkitan refrakter telah diterima

secara umum, masih diperlukan penelitian lanjut untuk mengevaluasi

perjalanan penyakit dan untung-rugi yang mungkin diperoleh dari

pembedahan.

Stimulasi nervus vagus bisa dilakukan pada pasien yang bukan kandidat

pembedahan.

Pembedahan Mata

Kebanyakan dokter spesialis mata memilih pembedahan sebagai terapi

glaukoma pada pasien SWS dan terapi medis sebagai tambahan. Meskipun

demikian, teknik operasi masih menjadi kontroversi. Goniotomi,

trabekulotomi, kombinasi trabekulotomi-trabekulektomi, trabelukoplasti laser

argon, goniotomi laser Nd:YAG, dan prosedur seton sudah digunakan untuk

glaukoma pada SWS, tetapi hasil jangka panjangnya sering mengecewakan.

27

Page 28: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Belum ada prosedur yang memperlihatkan kesuksesan seperti pada

glaukoma infantil primer. 6

Tujun terapi adalah penurunan TIO yang cepat dan permanen hingga ke

nilai normal (<20 mmHg) atau sedikit lebih tinggi tanpa perburukan lain

seperti pembesaran kornea, peningkatan miopia, atau peningkatan cupping

nervus optikus. 6

Perawatan pasca operasi biasanya mencakup pemeriksaan berulang

dalam anestesi untuk bayi dan anak kecil untuk menilai kesuksesan

pembedahan. Jika terus ditemukan peningkatan TIO borderline maka maka

dicoba pemberian terapi medis dengan pemantauan ketat . Jika TIO tetap

tinggi atau timbul tanda-tanda kerusakan progresif karena glaukoma maka

harus dilakukan pembedahan ulang. 6

Tindakan anestesi juga harus hati-hati karena adanya angioma SSP pada

pasien SWS yang meningkatkan risiko perdarahan intraserebral atau

koagulasi intravaskular diseminata saat dilakukan anestesi. Dipilih obat dan

tindakan yang paling tidak menyebabkan hipertensi. 6

Setiap strabismus yang bermakna yang tetap muncul setelah terapi

ambliopia, koreksi lensa refraksi, dan ortoptik paling baik diterapi dengan

pembedahan otot mata. 6

Tidak ada terapi bedah maupun medis yang efektif mencegah atau

memulihkan perburukan penglihatan yang berhubungan dengan perubahan

sekunder struktur mata di atas hemangioma koroidal. 6

Bila mata yang terkena kemudian menjadi buta dan nyeri maka harus

dilakukan enukleasi bulbi. 6

PEMANTAUAN LANJUT

Semua pasien SWS sebaiknya terus dipantau, baik yang baru

memberikan gejala kulit maupun gejala mata dan saraf. Idealnya

pemantauan dilakukan di pusat yang memiliki program khusus untuk SWS. Di

kebanyakan tempat, belum ada pusat-pusat seperti itu. Dengan demikian

peran dari dokter spesialis saraf, dokter spesialis anak, maupun spesialis

saraf anak lebih dominan dalam situasi ini. 4

Dokter keluarga harus diberikan penjelasan tentang penyakit pasien.

Tambahan pengetahuan tentang SWS dapat diperoleh dokter keluarga dari

berbagai sumber. Dibutuhkan konsultasi dengan dokter spesialis saraf anak,

28

Page 29: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

ahli epilepsi (terutama bila bangkitannya refrakter), dokter spesialis kulit,

dokter spesialis bedah plastik, dokter spesialis mata, psikolog, dokter

spesialis jiwa/ ahli neurobehaviour, dokter spesialis rehabilitasi medis, dan

ahli neuro-endokrin. Tidak dibutuhkan diet khusus. Tidak ada pembatasan

aktivitas kecuali untuk kondisi tertentu. 4,5,6

PROGNOSIS

Usia saat bangkitan dapat menjadi tanda prognostik bagi pengendalian

bangkitan akhir. Roach meyakini bahwa awitan bangkitan pada pasien lebih

muda daripada 2 tahun lebih cenderung berhubungan dengan bangkitan

refrakter dan masalah perkembangan. Data dari Bebin dan Gomez, Oakes,

Pascual-Casrtroviejo, dkk, serta Sujansky dan Condradi mendukung hal ini.

Namun demikian, Maria, dkk membagi pasien dalam penelitian mereka

menjadi dua kelompok umur untuk studi longitudinal, usia 1 – 3 tahun dan

usia 10 – 22 tahun. Mereka menemukan tidak ada perbedaan keluaran klinis

di antara kedua kelompok tersebut. 4

Erba dan Cavazzuti melaporkan pengendalian bangkitan yang

memuaskan pada 50% pasien bahkan dengan pasien yang awitan

bangkitannya terjadi dalam tahun pertama setelah lahir. Tiga puluh persen

pasien mengalami bebas bangkitan selama setidaknya dua tahun dan pada

yang lain, 17% memiliki rata-rata satu bangkitan per bulan dan 33%

dianggap mengalami pengendalian bangkitan yang jelek dengan bangkitan

lebih daripada satu kali per minggu. Jadi, bangkitan dini tidak memprediksi

keparahan epilepsi ikutan atau terjadinya retardasi mental berat. 4

Faktor-faktor yang dapat memprediksikan keluaran yang buruk (atau

indikasi pembedahan) mencakup: 4

Awitan bangkitan dini.

Angioma leptomeningen luas.

Bangkitan yang refrakter dengan obat-obatan.

Defisit motorik berulang atau menetap.

Nyeri kepala atau trauma ringan yang berhubungan dengan defisit

motorik sepintas.

Bukti adanya kerusakan neurologis progresif.

Bangkitan fokal dengan generalisasi.

Peningkatan frekuensi dan durasi bangkitan.

29

Page 30: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

Peningkatan durasi defisit postiktal.

Peningkatan atrofi fokal atau difus.

Kalsifikasi atau atrofi progresif.

Timbulnya hemiparesis.

Perburukan fungsi kognitif.

Faktor-faktor yang menandakan adanya suatu perburukan dalam

perjalanan klinis adalah: 4

Bangkitan fokal awal yang berkembang menjadi bangkitan generalisasi

sekunder yang sering.

Peningkatan frekuensi dan durasi bangkitan meski telah diberi obat

antiepilepsi.

Peningkatan durasi defisit postiktal sepintas.

Peningkatan atrofi fokal atau difus yang ditentukan oleh pencitraan

neurologis serial.

Peningkatan kalsifikasi progresif.

Timbulnya hemiparesis.

Perburukan fungsi kognitif.

PENUTUP

Sindrom Sturge-Weber merupakan kelainan perkembangan yang dimulai

saat periode intrauterin. SWS termasuk dalam kelompok angiomatosis kutan

dengan abnormalitas SSP.

Sindrom Sturge-Weber terjadi akibat pembuluh darah embrional residual.

Penyebabnya masih belum jelas. Spektrum SWS klasik mencakup angioma

fasial kongenital, angioma leptomeningen, dan hemangioma koroid dengan

berbagai manifestasi klinis seperti bangkitan, keterlambatan perkembangan,

retardasi mental, episode serupa stroke, nyeri kepala, glaukoma, buftalmos,

kebutaan, dll.

Kemungkinan SWS harus dipikirkan jika ditemukan PWS di wajah dan

gangguan neurologis seperti epilepsi refrakter, keterlambatan

perkembangan, atau hemiparesis pada anak.

Pemeriksaan penunjang mencakup pencitraan neurologis struktural dan

fungsional, elektroensefalografi, dan profil hormon.

Penanganannya membutuhkan kerjasama berbagai bidang keahlian

mencakup dokter spesialis saraf anak, ahli epilepsi (terutama bila

30

Page 31: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

bangkitannya refrakter), dokter spesialis kulit, dokter spesialis bedah plastik,

dokter spesialis mata, psikolog, dokter spesialis jiwa/ ahli neurobehaviour,

dokter spesialis rehabilitasi medis, dan ahli neuro-endokrin.

Modalitas terapi medikamentosis yang umum digunakan mencakup obat

antiepilepsi, antinyeri, antiplatelet, antiglaukoma topikal dan oral, serta

terapi laser kulit. Modalitas terapi bedah saraf mencakup reseksi korteks

terbatas, hemisferektomi, korpus kalosotomi, dan yang paling baru adalah

stimulasi nervus vagus. Modalitas terapi kelainan mata mencakup goniotomi,

trabekulotomi, kombinasi trabekulotomi-trabekulektomi, trabelukoplasti laser

argon, goniotomi laser Nd:YAG, dan prosedur seton untuk glaukoma,

pembedahan otot mata untuk strabismus, dan enukleasi.

Terapi ambliopia, koreksi lensa refraksi, dan ortoptik dapat dilakukan

untuk strabismus ringan. Terapi rehabilitatif serta bimbingan dan edukasi

orang tua perlu juga dilakukan pada kasus-kasus epilepsi refrakter,

keterlambatan perkembangan, dan retardasi mental.

Intervensi dini memperbaiki perjalanan klinis penyakit.

Pemantauan lanjut harus dilakukan karena gangguan neurologis dan

mata pada SWS sering tidak langsung muncul di saat lahir. Pemantauan

lanjut mencakup pemeriksaan fisik umum, tumbuh-kembang, neurologis,

neurobehaviour, pemeriksaan mata, dan pemeriksaan penunjang.

31

Page 32: Sindrom Sturge-Weber - A Mawuntu

Refarat: Sindrom Sturge-WeberArthur H.P. Mawuntu

KEPUSTAKAAN

1. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of neurology. 8-th ed. Meningo- or encephalofacial angiomatosis with cerebral calsification. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 872.

2. Madaan V, Dewan V, Ramaswany S, Sharma A. Behavioural manifestations of sturge-weber syndrome: a case report. Prim Care Companion J Clin Psychiatry 2006;8:198 – 200.

3. Gutmann DH, Wetmore C, O’Neill BP. The phakomatoses. In: Schiff D, O’Neill BP, editors. Principles of neuro-oncology. New York: McGraw-Hill, 2005. p.233 - 58.

4. Masanori T, Riviello JJ. Sturge-weber syndrome. Available from: http://www.emedicine.com. Cited: September 25 2009. 5 of 5 screens.

5. Khan AN, Turnbull I, MacDonald S, Al-Okaili R. Sturge-weber syndrome. Available from: http://www.emedicine.com. Cited: September 25 2009. 4 of 4 screens.

6. Del Monte MA, Eibschitz-Tsimhoni M. Sturge-weber syndrome. Available from: http://www.emedicine.com. Cited: September 25 2009. 5 of 5 screens.

7. Parsa CF. Sturge-weber syndrome: a unified pathophysiologic mechanism. Curr Treat Options Neurol. 2008 Jan;10(1):47-54.

8. Zhou Q, Zheng JW, Yang XJ, Wang YA, Ye WM, Zhu HG, Zhang ZY. Fibronectin: characterization of a somatic mutation in Sturge-Weber syndrome (SWS). Med Hypotheses. 2009 Aug;73(2):199-200.

9. Comi AM. Advances in Sturge-Weber syndrome. Curr Opin Neurol. 2006 Apr;19(2):124-8.10. Tallman B, Tan OT, Morelli JG. Location of port-wine stains and the likelihood of

ophthalmic and/or central nervous system complications. Pediatrics. Mar 1991;87(3):323-7.

11. Pascual-Castroviejo I, Pascual-Pascual SI, Velazquez-Fragua R, Viaño J. Sturge-Weber syndrome: study of 55 patients. Can J Neurol Sci. 2008 Jul;35(3):301-7.

12. Comi AM, Bellamkonda S, Ferenc LM, Cohen BA, Germain-Lee EL. Central hypothyroidism and Sturge-Weber syndrome. Pediatr Neurol. 2008 Jul;39(1):58-62.

13. Desai P, SinghAD, Dessai A. Sturge-weber syndrome. Available from: http://www.emedicine.com. Cited: September 25 2009. 1 of 1 screens.

14. Paulus YM, Jain A, Moshfeghi DM. Resolution of persistent exudative retinal detachment in a case of Sturge-Weber syndrome with anti-VEGF administration. Ocul Immunol Inflamm. 2009 Jul-Aug;17(4):292-4.

15. Onesti MG, Fioramonti P, Carella S, Spinelli G, Scuderi N. Surgical and laser treatment of Sturge-Weber syndrome. Aesthetic Plast Surg. 2009 Jul;33(4):666-8.

16. Handryastuti S. Keterlambatan perkembangan motorik atau palsi serebral? Dalam: Ismail S, dkk. Pendidikan kedokteran berkelanjutan ilmu kesehatan anak XLIX: Pediatric neurology and neuroemergency in daily practice. Jakarta: Departemen IKA FKUI. hal. 119 – 36.

32