Upload
duongkhanh
View
280
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
SINTESIS NANO HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TUTUT (Bellamya javanica) DENGAN METODE
PRESIPITASI DAN HIDROTERMAL
LENITA HERAWATY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sintesis Nano
Hidroksiapatit dari Cangkang Tutut (Bellamya Javanica) dengan Metode Presipitasi dan Hidrotermal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Lenita Herawaty NIM G451110161
RINGKASAN LENITA HERAWATY. Sintesis Nano Hidroksiapatit Dari Cangkang Tutut (Bellamya Javanica) Dengan Metode Presipitasi Dan Hidrotermal. Dibimbing oleh ETI ROHAETI, CHARLENA dan SULISTIOSO GIAT SUKARYO.
Biomaterial sebagai pengganti tulang merupakan biokeramik berbasis kalsium fosfat yang dikenal dengan hidroksiapatit (HAp) (Ca10(PO4)6(OH)2). Komposisi dan kristalografi HAp menyerupai komposisi dan kristalografi tulang.
Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis sampel HAp metode presipitasi dan hidrotermal, menggunakan bahan dasar cangkang tutut (Bellamya Javanica). HAp hasil sintesis menggunakan metode presipitasi mengandung 100 % berat fasa hidroksiapatit dengan rasio Ca/P = 1.71. Analisis gugus fungsi pada HAp metode presipitasi menunjukkan adanya gugus –OH, –PO4, dan –CO3 mengindikasikan telah terbentuk fasa hidroksiapatit dengan baik. HAp hasil sintesis metode presipitasi memiliki parameter kisi a = b = 9.418 Å, c = 6.885 Å. HAp hasil sintesis menggunakan metode hidrotermal mengandung 94.55 % berat fasa hidroksiapatit dan 5.45 % berat fasa kalsium oksida dengan rasio Ca/P = 2.03. Hasil analisis gugus fungsi pada HAp hasil sintesis menunjukkan adanya gugus –OH, –PO4, dan –CO3 yang mengindikasikan hadirnya fasa HAp, juga tampak adanya ikatan Ca–O dan ikatan Ca–OH. HAp hasil sintesis metode hidrotermal memiliki parameter kisi a = b = 9.4163 Å, c = 6.8791 Å.
Sintesis HAp baik hasil proses presipitasi maupun hidrotermal telah berhasil dilakukan. Partikel HAp hasil presipitasi berbentuk spherical-poligonal dengan ukuran rata-rata diameter partikel sekitar 10–20 nm. Sedangkan bentuk partikel hasil sintesis dengan metode hidrotermal yaitu nanorod dengan ukuran diameter rod sebesar 15–20 nm dengan panjang rod sebesar 40–60 nm.
Kata kunci: hidroksiapatit, hidrotermal, nanopartikel, presipitasi, struktur kristal
SUMMARY LENITA HERAWATY. Synthesis of Hydroxyapatite Nanoparticle from Tutut (Bellamyâ Javanica) Shells by Using precipitation and Hydrothermal Method. Supervised by ETI ROHAETI, CHARLENA and SULISTIOSO GIAT SUKARYO.
Biomaterials as bone replacement is a bioceramics of calcium phosphate-based known as hydroxyapatite (HAp) (Ca10(PO4)6(OH)2). Hap have the similar composition and crystallography of bone .
In this study, synthesis of HAp by using precipitation and hydrothermal methods have been performed by using tutut shells (Bellamya Javanica). HAp of precipitation product contained 100 wt% of hydroxyapatite phase with Ca/P ratio of 1.71. The result of functional group analysis also showed the presence of hydroxyapatite phase as indicated by–OH, –PO4, dan –CO3 groups. HAp of wet precipitation product had lattice parameter of a = b = 9.418 Å, c = 6.885 Å. HAp of hydrothermal product contained 94.55 wt% of hydroxyapatite phase and 5.45 wt% of calcium oxide phase with Ca/P ratio of 2.03. The functional group analysis result showed peaks of –OH, –PO4, dan –CO3 groups, indicated the presence of hydroxyapatite phase. In addition to the peaks, the characteristic peaks of Ca–O and Ca–OH bond were also appear. HAp of hydrothermal product had lattice parameter of a = b = 9.4163 Å, c = 6.8791 Å.
The synthesis of HAp nanoparticle both using precipitation and hydrothermal method have yielded. The HAp particles shaped spherical-polygonal with an average size of diameter particles around 10-20 nm. Whereas that by hydrothermal method is nanorod with the particle size of 15–20 nm in diameter and 40–60 nm in length.
Keywords: hydroxyapatite (HAp), hydrothermal, nanoparticle, wet precipitation, crystal structure
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kimia
SINTESIS NANO HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TUTUT (Bellamya javanica) DENGAN METODE
PRESIPITASI DAN HIDROTERMAL
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2014
LENITA HERAWATY
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr drh Irma H Suparto, MS
Judul Tesis : Sintesis Nano Hidroksiapatit dari Cangkang Tutut (Bellamya Javanica) dengan Metode Presipitasi dan Hidrotermal
Nama : Lenita Herawaty NIM : G4511101611
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Eti Rohaeti, MS Ketua
Dr Charlena, MSi Anggota
Drs Sulistioso Giat S, MT Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Kimia
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MScAgr Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 7 Pebruari 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini adalah Hidroksiapatit, dengan judul Sintesis Nano Hidroksiapatit dari Cangkang Tutut (Bellamya Javanica) dengan Metode Presipitasi dan Hidrotermal.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Eti Rohaeti, MS, Ibu Dr Charlena, MSi dan Bapak Drs Sulistioso Giat Sukaryo, MT selaku pembimbing, Ibu Dr drh Irma H Suparto, MS selaku dosen penguji luar komisi, serta seluruh dosen Pascasarjana Kimia atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan serta Bapak Dr Kiagus Dahlan dan Ibu Dr Siti Himatun yang telah banyak memberi masukan dan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pimpinan dan keluarga besar staf Laboratorium Kimia Balai Penelitian Tanah Bogor, Laboratorium Kimia Analitik IPB, Laboratorium Anorganik IPB, Bapak Prof Dr Gustan Pari, MSi beserta staf Laboratorium Terpadu Badan Litbang Departemen Kehutanan yang telah membantu fasilitas dan analisis selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan penulis kepada Badan Litbang Departemen Pertanian atas beasiswa dan bantuan dana penelitian yang telah diberikan. Tak lupa pula ungkapan terima kasih penulis disampaikan kepada teman-teman Pascasarjana Kimia atas masukan, saran dan motivasi yang diberikan. Untuk ayah, ibu dan seluruh keluarga terima kasih atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Pebruari 2014
Lenita Herawaty
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 3 Hidroksiapatit 3 Nano Partikel 6 Cangkang Tutut 7 Sintesis Hidroksiapatit 8 Metode Presipitasi 9 Metode Hidrotermal 11 METODE 12 Waktu dan Tempat Penelitian 12 Bahan dan Alat 12 Metodologi Penelitian 13 Preparasi Cangkang Tutut 13 Analisis Komposisi 14 Sintesis Hidroksiapatit 15 Pencirian Kristal Hidroksiapatit 16 HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Analisis Komposisi Cangkang Tutut sebelum Kalsinasi 18
Hasil Analisis XRD dan EDS Cangkang Tutut sebelum Kalsinasi 18 Hasil Analisis XRD dan EDS Cangkang Tutut setelah Kalsinasi 19
Sintesis Hidroksiapatit dengan Metode Presipitasi dan Hidrotermal 20 Hasil Analisis Menggunakan XRD 21 Hasil Analisis Menggunakan EDS 22 Hasil Analisis Menggunakan FTIR 23 Hasil Analisis Menggunakan SEM 24 Hasil Analisis Menggunakan PSA 25 Hasil Analisis Menggunakan TEM 27
SIMPULAN DAN SARAN 28 Simpulan 28 Saran 28 DAFTAR PUSTAKA 29 LAMPIRAN 32 RIWAYAT HIDUP 42
DAFTAR TABEL
1 Jenis kalsium fosfat dan kelarutan produk pada suhu 25 oC 4 2 Kandungan mineral dalam cangkang berbagai spesies moluska 8 3 Teknik dan kondisi pengadukan serta karakteristik serbuk HAp metode
presipitasi 10 4 Hasil analisis EDS cangkang tutut sebelum kalsinasi 19 5 Hasil analisis EDS cangkang tutut setelah kalsinasi 20 6 Hasil analisis unsur cangkang tutut metode hidrotermal dan presipitasi
menggunakan EDS 23 7 Puncak-puncak absorbansi dari spektrum FTIR 24
DAFTAR GAMBAR
1 Struktur hidroksiapatit 4 2 Sintesis nanopartikel metode top-down dan bottom-up 7 3 Difraktogram sinar-x serbuk HAp dan fasakristal melalui teknik
pengadukan magnetik, ultrasonik, magnetik-ultrasonik 11 4 Cangkang tutut kering, serbuk halus dan serbuk hasil kalsinasi 17 5 Difraktogram sinar-x sampel cangkang tutut sebelum kalsinasi dan
difraktogram sinar-x CaCO3 dari basis data instrumen 19 6 Difraktogram sinar-x sampel cangkang tutut setelah kalsinasi 20 7 Difraktogram sinar-x HAp hasil sintesis metode presipitasi 21 8 Difraktogram sinar-x HAp hasil sintesis metode hidrotermal 22 9 Spektra gugus fungsi HAp hasil sintesis metode presipitasi dan
hidrotermal 23 10 Morfologi HAp hasil sintesis metode presipitasi dan hidrotermal
menggunakan SEM 25 11 Distribusi ukuran partikel metode statistik HAp hasil sintesis
metode presipitasi dan hidrotermal menggunakan PSA 26 12 Pengamatan partikel HAp hasil sintesis metode presipitasi dan hidrotermal
menggunakan TEM 27
DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir sintesis HAp dari cangkang tutut 32 2 Diagram alir karakterisasi HAp 33 3 Hasil perhitungan stoikhiometri pereaksi dan konsentrasi bahan sintesis 33 4 Hasil analisis komposisi cangkang tutut 34 5 Data hasil analisis XRD cangkang tutut 34 6 Fasa kristal serbuk cangkang tutut dan gambar sistem kristal 36 7 Data Joint Cristal Powder Difraction Standard (JCPDS) 36
8 Distribusi ukuran partikel HAp hasil sintesis dengan metode presipitasi dan hidrotermal 39
9 Contoh perhitungan 40 10 Peralatan sintesis dan pencirian HAp 41
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kasus patah tulang dan kerusakan gigi,
kebutuhan bahan biomaterial pengganti tulang dan gigi juga terus meningkat.
Oleh karena itu perlu upaya untuk mencari alternatif biomaterial yang bersifat
bioaktif terhadap jaringan yang dapat menggantikan struktur jaringan yang hilang
dan tidak menimbulkan efek samping. Biomaterial yang banyak digunakan untuk
substitusi tulang adalah biokeramik yang merupakan senyawa kalsium fosfat.
Kalsium fosfat bersifat biokampatibel dan bioaktif, sehingga sangat tepat untuk
dijadikan bahan implan (Dahlan 2013).
Tulang merupakan penopang tubuh manusia, memiliki komponen utama
kalsium fosfat dan senyawa kalsium karbonat yang dikenal sebagai apatit.
Senyawa kalsium fosfat memberikan sifat keras dalam jaringan tulang. Kristal
kalsium fosfat dalam jaringan tulang dikenal sebagai kristal apatit (Dahlan et al.
2009). Apatit terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu Hidroksiapatit, Fluor-apatit, Klor-apatit.
Salah satu fasa kalsium fosfat untuk tulang dan gigi yang banyak dikembangkan
adalah hidroksiapatit (HAp) dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2. HAp adalah
biokeramik yang telah dikenal luas untuk aplikasi biomedis sebagai pengganti
tulang (Hsiung et al. 2012).
HAp digunakan sebagai bahan untuk membuat tulang palsu dan gigi serta
bahan penambal tulang untuk memperbaiki tulang secara cepat setelah trauma
atau operasi besar. Kristal HAp dalam tulang umumnya berbentuk jarum yang
berukuran nanometer dengan kisaran lebar 5-20 nm dan panjangnya 60 nm
(Ferraz et al. 2004).
HAp dan trikalsiumfosfat (TCP/Ca3(PO4)2) banyak diteliti karena sifatnya
yang sangat biokompatibel dengan jaringan tubuh manusia (Santos et al. 2004).
Saat ini nanostruktur HAp aplikasinya cukup luas dalam bidang ortopedi, gigi,
dan aplikasi penyalut obat. Penelitian telah menunjukkan bahwa HAp berukuran
nano memiliki energi permukaan tinggi yang dapat meningkatkan sifat mekanik
dan memungkinkan untuk penggantian permukaan implan lebih cepat (Bigi et al.
2008).
Sumber kalsium dari bahan-bahan alami telah dikembangkan untuk
sintesis hidroksiapatit, diantaranya berasal dari cangkang telur dan cangkang
kerang darah. (Dahlan et al. 2009). Selain dari cangkang telur dan cangkang
kerang, eksplorasi perlu dilakukan terhadap sumber bahan yang banyak
mengandung kalsium. Salah satu bahan yang berpotensi mengandung kalsium
adalah cangkang tutut atau keong sawah. Cangkang tutut merupakan limbah dari
konsumsi daging tutut yang belum memiliki pemanfaatan komersial. Limbah ini
kaya akan berbagai mineral termasuk kalsium (Baby et al. 2010).
Sintesis HAp dilakukan melalui metode presipitasi dan hidrotermal.
Sintesis nano hidroksiapatit dengan metode presipitasi memiliki keuntungan, yaitu
sederhana dan biaya rendah (Khoerunnisa 2011) sedangkan metode hidrotermal
dilakukan pada suhu rendah dan menghasilkan produk kristal yang homogen,
kemurnian bahan terjaga karena sampel dimasukkan ke dalam teflon dan bejana
baja yang tertutup rapat sehingga terjaga dari kontaminasi luar.
2
Beberapa penelitian menunjukkan sintesis nano HAp dapat dilakukan
dengan metode presipitasi dan hidrotermal. Cunniffe et al. (2010) melaporkan
bahwa sintesis HAp dengan metode presipitasi menghasilkan nano HAp
berukuran <100 nm. Binnaz dan Koca (2009) juga melakukan penelitian dengan
metode ini menghasilkan partikel HAp berukuran 50 nm. Sintesis HAp
menggunakan metode hidrotermal berhasil dilakukan oleh Poinern et al. (2009)
dan menghasilkan nano partikel HAp dengan diameter 30 nm. Manafi dan
Joughehdoust (2009) juga menghasilkan kristal HAp yang berdiameter 30-50 nm.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode presipitasi dan hidrotermal
menggunakan bahan dasar Ca(OH)2 sebagai sumber kalsium berhasil membuat
HAp berukuran nano. Oleh karena itu teknik ini digunakan untuk sintesis nano
HAp menggunakan bahan dasar cangkang tutut sebagai sumber kalsiumnya.
Perumusan Masalah
Hidroksiapatit hasil sintesis yang akan digunakan sebagai biomaterial
pengganti tulang harus bersifat biokompatibel terhadap jaringan tubuh. Tulang
merupakan bagian tubuh manusia yang secara mikroskopis dipandang sebagai
struktur biokomposit, yaitu terdiri dari substansi inorganik yang tertanam di dalam
substansi organik. Substansi inorganik (70%) terdiri dari mineral dengan unsur
inorganik dominan adalah kalsium (Ca) dan fosfor (P) dan air (H2O); sedangkan
substansi organik (30%) berupa matriks tulang, yaitu serat kolagen dan protein
non-kolagen. Di dalam tulang, unsur-unsur inorganik mengalami biomineralisasi
membentuk senyawa yang dikenal dengan hidroksiapatit dengan rumus kimia
Ca10(PO4)6(OH)2. Hidroksiapatit biologik ini membangun 70% berat dan 50%
volume jaringan keras tulang dengan berbagai substitusi, yaitu ion karbonat CO32-
sebesar 3-8 % dan unsur-unsur magnesium, natrium, kalium, florin atau klorin.
Kristal HAp dalam tulang umumnya berbentuk jarum yang berukuran nanometer
dengan kisaran lebar 5–20 nm dan panjangnya 60 nm. HAp sintetik yang
digunakan sebagai material implan ini tidak beracun dan tidak menyebabkan
kanker. Metode presipitasi maupun hidrotermal yang menggunakan tutut sebagai
sumber kalsium diharapkan dapat menghasilkan HAp yang memiliki sifat-sifat
yang sesuai dengan tubuh dan partikel yang dihasilkan berskala nanometer.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mensintesis hidroksiapatit dalam skala nanometer
dari bahan dasar cangkang tutut melalui metode presipitasi dengan teknik
pengadukan ultrasonik dan metode hidrotermal. Mengetahui karakteristik
senyawa nano hidroksiapatit yang mencakup analisis fasa, morfologi, penentuan
gugus fungsi dan ukuran partikel dari hasil sintesis nano hidroksiapatit.
3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian memiliki informasi tentang peluang pemanfaatan
cangkang tutut. Cangkang tutut merupakan limbah dari bahan pangan tutut yang
akhir-akhir ini banyak dikonsumsi. Kalsium hidroksida [Ca(OH)2] yang diekstrak
dari cangkang tutut telah dimanfaatkan untuk membuat hidroksiapatit dengan
cara presipitasi dan hidrotermal.
Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini, kajian akan dibatasi dengan menitikberatkan pada
sintesis bahan hidroksiapatit dengan metode presipitasi dan hidrotermal dari bahan
baku ekstrak cangkang tutut. Karakterisasi difokuskan pada penentuan struktur
kristal, morfologi, gugus fungsi dan ukuran partikel dengan menggunakan XRD,
SEM, FTIR, PSA dan TEM. Sedangkan pembahasan akan difokuskan pada
tinjauan perbandingan hasil yang diperoleh dari metode presipitasi dan
hidrotermal.
TINJAUAN PUSTAKA
Hidroksiapatit
Hidroksiapatit adalah biokeramik yang paling banyak diteliti dan
digunakan dalam berbagai aplikasi biomedis, terutama dalam bidang ortopedi dan
kedokteran gigi (Nayak 2010). HAp sangat mirip dengan komponen mineral
anorganik dalam tulang dan gigi. Material ini memiliki biokompatibilitas yang
sangat baik dan bioaktivitas yang unik (Chen et al. 2004). HAp alami memiliki
struktur heksagonal dengan rumus kimia satu unit selnya Ca10(PO4)6(OH)2 (Nath
et al. 2006). Ion hidroksil pada HAp dapat diganti dengan ion F-, Cl
-, CO3
2-,O
2-
dalam matriks serat kolagen (Nayak 2010).
Hidroksiapatit merupakan kalsium fosfat yang mengandung hidroksida
yang merupakan anggota dari kelompok mineral tulang dengan rasio Ca/P
dicirikan sebesar 1.67 (Tabel 1). Kalsium fosfat memiliki sifat alami yang
kompleks seperti keberadaannya dalam berbagai fase, dapat dalam bentuk
nonstoikhiometris dengan hadirnya impuritis yang mengganti ion kisi dalam
kristal. Berbagai fase kalsium fosfat dapat digunakan dalam bidang medis
tergantung pada bioaktivitas atau kemampuan penyerapan material yang
diperlukan (Chow 2009).
4
Tabel 1 Jenis kalsium fosfat dan kelarutan produk pada suhu 25 oC
No Senyawa Rumus Senyawa Ca/P Ksp
1. Monocalcium phosphate
monohydrate (MCPM)
Ca(H2PO4)2.H2O 0.5 Kelarutan
tinggi
2. Monocalcium phosphate
anhydrous (MCPA)
Ca(H2PO4)2 0.5 Kelarutan
tinggi
3. Dicalcium phosphate
anhydrous (DCPA)
CaHPO4 1 10-6.90
4. Dicalcium phosphate
dihydrate (DCPD)
CaHPO4.2H2O 1 10-6.59
5. Octacalcium phosphate
(OCP)
Ca8H2(PO4)6.5H2O 1.33 10-96.6
6. α-Tricalcium phosphate (α-
TCP)
α-Ca3(PO4)2 1.5 10-25.5
7. β-Tricalcium phosphate (β-
TCP)
β-Ca3(PO4)2 1.5 10-28.9
8. Amorphous calcium
phosphate (ACP)
Ca3(PO4)2 1.5 10-25.2
-
10-24.8
9. Hydroxyapatite (HAp) Ca10(PO4)6(OH)2 1.67 10-116.8
10. Tetracalcium phosphate
(TTCP)
Ca4(PO4)2O 2 10-38
Sumber : Chow (2009)
Kalsium fosfat berada dalam bentuk campuran amorf maupun berbagai
kristal atau dapat berada dalam berbagai fasa. Jenis kalsium fosfat dalam setiap
fasa diperlihatkan pada Tabel 1. ( Chow 2009 ) :
1. Kalsium fosfat amorf, memiliki rumus kima yang bervariasi, kaya akan
HPO42-
dan mempunyai rasio molar Ca dan P rendah. Selain ion kalsium dan
fosfat, ion lain seperti CO32-
, HCO3-, Mg
2+ dapat masuk dan mengganggu
struktur kalsium fosfat amorf.
2. Kalsium hidrogen fosfat dihidrat merupakan tahap awal proses pertumbuhan
kristal hidroksiapatit. Kristal ini memiliki ukuran yang kecil sehingga dalam
profil XRD masih tampak seperti amorf dan dihasilkan dari medium dengan
pH dibawah 6.6 yang kemudian mengalami hidrolisis dan berubah menjadi
oktakalsium fosfat.
3. Oktakalsium fosfat mempunyai struktur yang mirip dengan hidroksiapatit.
4. Trikalsium fosfat memiliki kemungkinan yang kecil sebagai salah satu
komponen mineral jaringan keras.
5. Hidroksiapatit merupakan fasa kristal senyawa fosfat yang paling stabil.
Struktur HAp disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Struktur hidroksiapatit (Sumber : Aoki 1991)
5
Hidroksiapatit yaitu senyawa mineral apatit yang mempunyai struktur
heksagonal. HAp memiliki parameter kisi a = b = 9.418 Å dan c = 6.884 Å. Unit
sel terdiri dari dua subsel prisma segitiga rombik. Terdapat dua kaca horizontal
yaitu, Z = ¼ dan Z = ¾ dan sebagai tambahan terdapat bidang tengah inversi,
tepatnya disetiap tengah muka vertikal dari setiap subsel. Atom Ca ditunjukkan
oleh lingkaran berwarna hijau, atom O ditunjukkan oleh lingkaran berwarna biru
dan atom P ditunjukkan oleh lingkaran berwarna merah. Unit sel memiliki dua
atom Ca yaitu, 1). Ca1 : memiliki tiga pusat, puncak dan dasar dihitung sebagai ½
Ca1. Masing-masing subsel memiliki dua atom Ca dari Ca1 dan Ca2). Ca2 :
memiliki enam atom Ca2, total atom Ca dalam setiap unit sel adalah sepuluh
(terdiri dari 4 Ca1 dan 6 atom Ca2). Atom-atom Ca2 membentuk dua segitiga
normal hingga sumbu C dan berotasi sebesar 60o (Aoki 1991).
Partikel HAp yang merupakan suatu biomaterial memiliki sifat
biokompatibilitas dan bioaktifitas yang baik terhadap tubuh. Selain itu, secara
kristalografi dan sifat kimianya, HAp mendekati struktur yang dimiliki oleh
tulang dan gigi dan dapat terikat secara langsung dengan jaringan sehingga dapat
merangsang tumbuhnya jaringan. Hal ini menyebabkan HAp dapat diaplikasikan
dalam bidang biomedis, terutama untuk aplikasi tulang dan gigi (Miranda, 2011).
HAp termasuk ke dalam jenis biokeramik. Dalam dunia medis, bahan
keramik dibagi menjadi dua golongan yaitu keramik bioinert dan keramik
bioaktif. Keramik bioinert merupakan keramik yang tidak berpengaruh dan
berinteraksi dengan jaringan tubuh, misalnya alumina, sedangkan keramik
bioaktif merupakan keramik yang dapat berikatan dengan jaringan tulang yang
hidup seperti HAp dan kalsium fosfat (Cahyanto 2009).
Hidroksiapatit adalah biokeramik yang paling banyak diteliti dan
digunakan dalam berbagai aplikasi biomedis, terutama dalam bidang ortopedi dan
kedokteran gigi. HAp sangat mirip dengan komponen mineral anorganik dalam
tulang dan gigi. Material ini memiliki biokompatibilitas yang sangat baik dan
bioaktivitas yang unik (Chen et al. 2004). HAp alami memiliki struktur
heksagonal dengan rumus kimia satu unit selnya Ca10(PO4)6(OH)2 (Nath et al.
2006). Ion hidroksil pada HAp dapat diganti dengan ion F-, Cl
-, CO3
2-, dan O
2-
dalam matriks serat kolagen (Nayak 2010).
Reaktivitas material dengan lingkungannya terjadi akibat adanya
fenomena bioaktivitas sedangkan fenomena bioinert memiliki kinetika reaksi yang
sangat lambat, kebalikannya keramik bioaktif memiliki kinetika reaksi yang
sangat cepat sehingga dapat bereaksi dengan cairan tubuh menghasilkan bahan
tulang baru. Oleh karena itu keramik bioaktif dapat digunakan untuk memperbaiki
bagian tulang, yaitu dengan melalui cara mengganti bagian tulang yang rusak atau
meregenerasi tulang. Dari sudut pandang strukturnya, keramik dibedakan menjadi
tiga yaitu padatan kristal keramik, padatan glass amorf, serta padatan amorf
dengan inti kristal glass-keramik yang dapat dipertimbangkan sebagai material
inert (Miranda et al. 2013).
Metode untuk memperoleh hidroksiapatit dalam bentuk padat, kristalin,
atau senyawa lain dengan nisbah Ca-P tertentu dapat dilakukan melalui metode
basah (yakni reaksi kimia untuk mengendapkan padatan dari larutannya), metode
kering (yakni dengan memanfaatkan perubahan fase senyawa padatan), dan reaksi
hidrotermal untuk memperoleh kristal-kristal tunggal. Dalam proses basah, ion
kalsium dapat diperoleh dari senyawa garam klorida atau nitrat, sedangkan ion
6
fosfatnya dari garam potasium fosfat atau amonium fosfat. Secara umum,
hidroksiapatit biasanya tidak serta merta langsung terbentuk, melainkan akan
diawali dengan terbentuk serangkaian senyawa awal seperti dikalsium fosfat
dihidrat dan oktakalsium fosfat, atau mungkin senyawa kalsium fosfat amorf.
Perubahan senyawa-senyawa itu untuk bisa menjadi hidroksiapatit berdasarkan
jumlah total konsentrasi ion kalsium dan ion fosfat, pH, dan suhu (Wahl dan
Czernuszka 2006).
Reaksi hidrotermal telah berhasil digunakan sebagai cara memproduksi
nanopowder, kristal tunggal, dan nanostruktur. Teknik hidrotermal dikembangkan
untuk pembentukan HAp berstruktur nano. Proses dengan metoda hidrotermal
menggunakan air sebagai pelarut dan dilakukan pada sistem tertutup untuk
mencegah hilangnya pelarut saat dipanaskan diatas titik didihnya, yang
merupakan salah satu kelebihan dari metoda hidrotermal. (Fernandez 2011). Pada
teknik ini HAp amorf berubah menjadi HAp kristal pada kondisi tekanan dan
suhu yang tinggi . Pada suhu yang lebih tinggi dari 200 °C HAp menunjukkan
kristalisasi yang baik dibandingkan dengan HAp yang terbentuk pada suhu 150°C
(Manafi et al. 2008).
HAp yang memiliki sifat mekanis yang baik perlu diperluas lagi
penggunaannya dalam bidang kedokteran pada masa depan. Umumnya faktor
yang mempengaruhi sifat mekanis HAp adalah bentuk serbuk, pori-pori, ukuran
butir dan juga metode pembuatannya. Serbuk HAp yang memiliki stoikhiometri
yang tepat yaitu rasio molar Ca/P sebanyak 1.67 dapat menghasilkan sifat
mekanis HAp yang unggul (Chow 2009). Pori-pori HAp yang letaknya tidak
teratur dan tidak saling berhubungan satu sama lain (tidak rekat) menyebabkan
pori-pori menjadi faktor yang melemahkan kekuatan bahan HAp. Ukuran butir
juga menurunkan kekuatan bahan HAp dengan mempengaruhi ikatan antar butir.
Pembuatan HAp menggunakan penekan isostatik dapat menghasilkan HAp yang
memiliki densitas tinggi dan seragam (Young et al. 2011).
Nano Partikel
Nanopartikel adalah bagian dari nanoteknologi yang mempelajari partikel
dengan ukuran 0.1 sampai 100 nanometer, biasanya disebut juga sebagai ultrafine
particles. Dalam SI, unit nanometer berskala satu milyar meter atau 10–9
m. Satu
nanometer sama dengan ikatan 6 atom karbon dan akan sama dengan kira-kira
1/40000 dari diameter rambut manusia. Material berukuran nanometer memiliki
sejumlah sifat kimia dan fisika yang lebih unggul dari material berukuran besar
(bulk). Dalam istilah teknis, kata "nano" berarti 10-9
m atau sepermilyar. Istilah
nanoteknologi umumnya digunakan ketika mengacu pada bahan-bahan dengan
ukuran 0,1 sampai 100 nanometer (Winarno 2009).
Metode sintesis nanopartikel secara umum yang dapat digunakan dalam
sintesis nanomaterial, yaitu secara top down dan bottom up. Pendekatan top-down
adalah memecah partikel berukuran besar menjadi partikel berukuran nanometer
sedangkan bottom up merupakan cara merangkai atom atau molekul dan
menggabungkannya melalui reaksi kimia untuk membentuk nano struktur. Contoh
metode top down adalah penggerusan dengan alat milling, sedangkan teknologi
7
bottom up yaitu menggunakan teknik sol-gel, presipitasi kimia, dan aglomerasi
fasa gas. Sintesis nanopartikel dengan metode top down dan bottom up dapat
dilihat pada Gambar 2 (Abdullah et al. 2008).
Gambar 2 Sintesis nanopartikel metode top-down dan bottom-up
(sumber : Abdullah et al. 2008)
Ultrasonikasi merupakan salah satu teknik paling efektif dalam
pencampuran, proses reaksi, dan pemecahan bahan dengan bantuan energi tinggi
(Pirrung 2007). Ultrasonikasi dengan intensitas tinggi dapat menginduksi secara
fisik dan kimia. Efek fisik dari ultrasonikasi intensitas tinggi salah satunya adalah
emulsifikasi. Efek kimia pada ultrasonikasi ini menyebabkan molekul-molekul
berinteraksi sehingga terjadi perubahan kimia. Interaksi tersebut disebabkan
panjang gelombang ultrasonik lebih tinggi dibandingkan panjang gelombang
molekul-molekul. Interaksi gelombang ultrasonik dengan molekul molekul terjadi
melalui media cairan. Gelombang yang dihasilkan oleh tenaga listrik diteruskan
oleh media cair ke medan yang dituju melalui fenomena kavitasi akustik yang
menyebabkan kenaikan suhu dan tekanan lokal dalam cairan (Abdullah et al.
2008).
Cangkang Tutut
Tutut (Bellamya) termasuk dalam kelompok Operculata yang hidup di
perairan dangkal yang berdasar lumpur dengan aliran air yang lamban dan
ditumbuhi rerumputan air. Misalnya sawah, rawa, pinggir danau, dan pinggir
sungai kecil adalah contoh tempat tutut tumbuh. Ada dua jenis Bellamya yang
hidup di sawah, yaitu Tutut Jawa (Bellamya javanica) dan Tutut Sumatera
(Bellamya sumatraensis) yang sebarannya mencakup Indonesia (Sumatera dan
Jawa), Thailand, Kamboja, dan Malaysia. Kelompok hewan ini bisa memiliki
tinggi cangkang hingga 40 mm dengan diameter 15-25 mm, bentuk cangkangnya
kerucut agak menggelembung, tipis, kecil atau tidak transparan. Memiliki satu
8
atau lebih rangka punggung yang tumpul dan berbentuk spiral. Bagian atas
runcing, berdasar bulat, pinggiran bulat atau bersudut. Lingkaran embrio tidak
mengikat, walaupun pada beberapa spesies keong dewasa berbentuk bulat dengan
warna hijau-kecoklatan atau kuning kehijauan (Jutting 1956).
Tulang pada vertebrata yang telah tumbuh dewasa sebagian besar tersusun
dari hidroksiapatit. Senyawa ini memiliki susunan molekul teratur (kristal) dan
menempati fibril-fibril kolagen. Keberadaan kolagen dapat diumpamakan dengan
cetakan yang menjadi wadah atau tempat tumbuhnya kristal hidroksiapatit. Dari
hasil difraksi sinar-x, teramati bahwa kandungan terbesar tulang vertebrata muda
dan vertebrata dewasa ternyata berbeda. Pada tulang muda struktur kristal
hidroksiapatit itu belum dijumpai. Artinya, tulang vertebrata yang masih belia
sebagian besar terdiri atas bahan amorf (bahan yang molekulnya tidak dalam
susunan kristal). Perubahan kemudian terjadi seiring dengan pertumbuhan
vertebrata itu. Kandungan tulangnya berubah dari yang sebagian besar berupa
bahan amorf ketika muda, menjadi sebagian besar berupa kristal hidroksiapatit
ketika dewasa (Miranda 2013)
Tutut merupakan moluska air tawar yang dagingnya banyak dimanfaatkan
sebagai bahan pangan kaya protein dan mineral di berbagai negara di dunia
termasuk Indonesia. Cangkang tutut merupakan limbah dari konsumsi daging
tutut dan belum memiliki pemanfaatan komersial. Limbah ini kaya akan berbagai
mineral. Kandungan mineral dalam cangkang berbagai spesies moluska disajikan
dalam Tabel 2.
Tabel 2 Kandungan mineral dalam cangkang berbagai spesies moluska
Spesies Ca P Fe Na K
(mg/100g)
Pila globosa
Bellamya- bengalesnsis
Helix sp
721.44
705.40
737.47
1360.23
1680.56
1240.61
60.56
300.10
108.84
200.67
200.89
250.41
60.55
40.83
40.27
Melania tuberculata
Lamellidensmarginalis
Anisus convexiusculus
737.47
753.50
721.44
1440.98
1160.47
1520.12
280.38
216.94
236.33
230.08
200.73
220.20
50.72
60.16
40.53
Sumber : Baby et al. (2010)
Tabel 2 merangkum kandungan mineral cangkang berbagai spesies
moluska air tawar yang telah diteliti Baby et al. 2010. Kalsium yang terkandung
dalam cangkang moluska umumnya berada dalam bentuk kalsium karbonat
(CaCO3) yang tergabung dalam struktur cangkang sebagai kristal kalsit dan
aragonit yang terasosiasi pada matriks organik dari conchiolin (protein kompleks
yang disekresikan oleh epitelium luar moluska) (Soido et al. 2009).
Sintesis Hidroksiapatit
Beberapa metode telah dimanfaatkan untuk mensintesis HAp seperti teknik
presipitasi, pendekatan sol-gel, teknik hidrotermal, teknik multiple emulsion,
teknik deposisi biomimetik, teknik elektrodeposisi (Nayak 2010). Sintesis
hidroksiapatit dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya adalah :
9
1. Metode basah, menggunakan reaksi cairan (dari larutan menjadi padatan),
merupakan metode yang umum digunakan karena sederhana dan menghasilkan
serbuk hidroksiapatit dengan sedikit kristal atau amorf.
2. Metode kering, menggunakan reaksi padat (dari padatan menjadi padatan) dan
menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan butir halus dan derajat
kristalinitasnya tinggi.
3. Metode hidrotermal, menggunakan reaksi hidrotermal (dari larutan menjadi
padatan) dan menghasilkan hidroksiapatit dengan kristal tunggal.
4. Metode alkoksida, menggunakan reaksi hidrolisa (dari larutan menjadi
padatan) dan biasanya digunakan untuk membuat lapisan tipis (thin film) dan
hidroksiapatit yang dihasilkan mempunyai derajat kristalinitas tinggi.
5. Metode fluks, menggunakan reaksi peleburan garam (dari pelelehan menjadi
padatan), menghasilkan hidroksiapatit kristal tunggal yang mengandung unsur
lain seperti boron apatit, fluorapatit, dan kloroapatit.
Selain itu ada metode lain yaitu metode sol-gel yang menghasilkan serbuk
hidroksiapatit dengan ukuran butir yang relatif homogen dan derajat kristalinitas
tinggi. Teknik ini digunakan untuk membentuk material gelas dan keramik pada
suhu rendah sehingga akan menghasilkan campuran dengan kemurnian dan
homogenitas lebih tinggi dibandingkan proses yang menggunakan suhu tinggi
(Vijayalakshmi dan Rajeswari 2006).
Metode Presipitasi
Teknik sintesis HAp yang paling terkenal dan paling banyak diteliti adalah
teknik presipitasi. Teknik ini juga sering disebut sebagai teknik presipitasi basah
atau presipitasi kimia atau presipitasi berair. Teknik ini banyak dipilih untuk
mensintesis HAp karena jumlah produk HAp yang dihasilkan relatif lebih banyak
dan tanpa menggunakan pelarut organik (Cunniffe et al. 2010).
Reaksi presipitasi untuk sintesis HAp menggunakan bahan baku kalsium
hidroksida (Ca(OH)2) dan asam ortofosfat (H3PO4). Satu-satunya produk samping
dari reaksi ini adalah air dan reaksi ini tidak melibatkan unsur-unsur asing.
Menurut Santos et al. 2004, sintesis HAp dilakukan dalam larutan berair karena
metode ini dapat mensintesis dalam jumlah besar dengan biaya yang relatif
murah. Selain itu hasil samping yang terbentuk adalah air dan reaksi yang
digunakan tidak melibatkan unsur-unsur lain (selain Ca, H, O dan P) (Afshar et al.
2003). Reaksi pembentukan HAp :
10Ca(OH)2 + 6H3PO4 Ca10(PO4)6(OH)2 + 18H2O
Langkah kalsinasi diperlukan sebelum sintesis hidroksiapatit untuk
mengubah kandungan CaCO3 cangkang tutut menjadi CaO, reaksi :
CaCO3 → CaO + CO2(g)
CaO dapat dengan mudah ditransformasi menjadi Ca(OH)2 melalui suatu reaksi
eksotermik dengan air, reaksi :
2CaO + 2H2O 2Ca(OH)2 (ΔHr = − 63.7 kJ/mol CaO)
Dalam sintesis HAp reaksi antara suspensi Ca(OH)2 dan larutan H3PO4
harus dilakukan pada suhu dan pH yang terkontrol (Binnaz & Koca 2009). Suhu yang
di gunakan untuk sintesis HAp dijaga pada 40 °C. Kenaikan suhu reaksi pada
pembuatan hidroksiapatit akan meningkatkan derajat kristalinitas (Purnama et al.
10
2006). Suhu yang lebih tinggi diperlukan untuk meningkatkan laju reaksi
pembentukan HAp dan meningkatkan disolusi Ca(OH)2, walaupun pengendapan
HAp juga dapat terjadi pada suhu kamar (Santos et al. 2004). Ukuran, bentuk, dan
luas permukaan partikel HAp yang dihasilkan oleh reaksi tersebut sangat sensitif
terhadap laju penambahan asam ortofosfat dan suhu reaksi. Laju penambahan
asam ortofosfat berkaitan erat dengan pH yang didapat di akhir sintesis dan
stabilisasi suspensi. Suhu reaksi menentukan apakah kristal HAp sintetik berupa
monokristalin atau polikristalin. Partikel HAp yang disintesis pada suhu rendah (<
60 °C) memiliki bentuk monokristalin atau kristal tunggal (Binnaz dan Koca
2009).
Larutan H3PO4 bersifat asam maka diperlukan pemantauan dan
penyesuaian pH yang baik agar menghasilkan HAp. Bila pH larutan turun hingga
di bawah 9 atau 7 akan menyebabkan terbentuknya kalsium monofosfat dan
kalsium dehidrat yang lebih larut dalam air (Afshar et al. 2003). Sintesis HAp
dari cangkang keong sawah berhasil dilakukan oleh Winata (2012) menggunakan
metode presipitasi. Larutan H3PO4 diteteskan pada larutan kalsium dengan
kecepatan 3 ml/menit diaduk secara magnetik pada kecepatan 300 rpm. Proses
pengeringan dilakukan pada suhu 110 oC, sintering disarankan pada suhu 1000
oC agar zat pengotornya hilang.
Nanopartikel HAp sintetik dapat disiapkan dengan teknik presipitasi yaitu
H3PO4 ditambahkan pada Ca(OH)2 pada suhu kamar dengan pengadukan sonikasi
selama10 menit dan pH larutan 9.5. Teknik ini akan mengurangi ukuran partikel
menjadi kurang dari 100 nm. (Cunniffe et al. 2010). Pembuatan nanopartikel HAp
telah dilakukan menggunakan kalsium nitrat tetrahidrat dan diamonium fosfat
sebagai prekusor. Pengadukan menggunakan magnetik pada suhu 40 oC selama
1.5 jam. Pengukuran partikel menggunakan AFM (atomic force microscopy)
menghasilkan partikel berbentuk bulat berdiameter 30–50 nm dan beragregasi.
Ukuran agregat yang lebih besar terdeteksi oleh alat XDC (X-ray drift chamber)
berdiameter 210–410 nm. (Dedourkova et al. 2012) .
Hidroksiapatit yang disintesis menggunakan metode presipitasi dilakukan
oleh Binnaz dan Koca (2009) dengan teknik pengadukan yang berbeda-beda.
Presipitasi dilakukan dengan mencampurkan bahan kimia Ca(OH)2 96% dan
H3PO4 99% melalui teknik pengadukan magnetik, ultrasonik dan gabungan
magnetik-ultrasonik. Rentang pengadukan memiliki kecepatan antara 0–1000
rpm, frekuensi 35Hz dan daya antara 160–320W. Suhu sintesis HAp antara 25 dan
60 °C dan pengadukan berlangsung selama 1 jam. Suhu yang lebih tinggi
digunakan untuk meningkatkan kinetika reaksi pembentukan HAp dan untuk
meningkatkan disolusi Ca(OH)2, walaupun presipitasi HAp juga terjadi pada suhu
kamar. Teknik dan kondisi pengadukan ukuran partikel serbuk HAp dapat dilihat
pada Tabel 3 dan pola difraksi sinar-x disajikan pada Gambar 3.
Tabel 3 Teknik, kondisi pengadukan dan ukuran partikel serbuk HAp
metode presipitasi (Binnaz dan Koca 2009)
Teknik Pengadukan Kondisi Pengadukan Ukuran Partikel (µm)
Magnetik
Ultrasonik
Magnetik & Ultrasonik
300 rpm, 1 jam
320 W, 35 KHz, 1jam
300 rpm, 1jam &
320 W, 35 KHz, 1jam
6.29
2.52
8.70
11
Gambar 3 Difraktogram sinar-x serbuk HAp dan fasa kristal melalui teknik
pengadukan (a). magnetik, (b) ultrasonik, (c) magnetik-ultrasonik
(Binnaz dan Koca 2009)
Difraktogram sinar-x hasil sintesis dengan teknik pengadukan secara
magnetik dan ultrasonikasi yang dilakukan oleh Binnaz dan Koca (2009) pada
kecepatan 300 rpm selama 1 jam menunjukkan partikel endapan memiliki struktur
kristal yang terdiri dari fasa Ca(OH)2, CaHPO4 dan fasa HAp. HAp yang
dihasilkan dari teknik pengadukan magnetik masih terdapat senyawa kalsium
fosfat dan kalsium hidroksida (Gambar 3a), demikian pula HAp yang disintesis
dengan teknik pengadukan ultrasonik masih mengandung kalsium hidroksida
(Gambar 3b). HAp yang murni dihasilkan dari pengadukan yang menggunakan
teknik magnetik-ultrasonik atau pengadukan ganda (Gambar. 3c). Kehadiran
puncak Ca(OH)2 disebabkan lemahnya efek pengadukan sehingga menunjukkan
kristalinitas HAp rendah dan banyak fase amorf pada HAp yang disintesis dengan
teknik pengadukan magnetik dan ultrasonik. Berdasarkan mikrograf SEM ukuran
partikel yang dihasilkan melalui pengadukan magnetik dan ultrasonik diatas 100
nm sedangkan dengan teknik pengadukan ganda sekitar 50 nm. Partikel berukuran
mikro terjadi akibat aglomerasi yang kuat dari partikel berukuran nano (Binnaz
dan Koca 2009).
Metode Hidrotermal
Hidrotermal merupakan proses yang menggunakan panas dan air yang
sifatnya merubah larutan menjadi padatan. Sintesis hidrotermal merupakan teknik
atau cara kristalisasi suatu bahan atau material dari suatu larutan dengan kondisi
suhu dan tekanan tinggi. Sintesis metode hidrotermal umumnya dilakukan pada
temperatur maksimum 400 oC dan bertekanan tinggi (tekanan maksimum pada
alat 400 Bar). Proses pelarutan dan pertumbuhan kristalnya dilakukan dalam
bejana tertentu yang disebut otoklaf (autoclave), yaitu berupa suatu wadah terbuat
dari baja yang tahan pada suhu dan tekanan tinggi. Pertumbuhan kristal terjadi
karena adanya gradien temperatur yang diatur sedemikian rupa sehingga pada
bagian yang lebih panas akan terjadi reaksi larutan, sedangkan pada bagian yang
12
lebih dingin terjadi proses supersaturasi dan pengendapan kristal (Agustinus
2009).
Metode hidrotermal mempunyai beberapa kelebihan, yaitu (Lee et
al. 2000) :
1. Temperatur relatif rendah untuk reaksi.
2. Peningkatan temperatur dan tekanan dapat menstabilkan preparasi senyawa
dalam keadaan oksidasi yang tidak biasanya.
3. Pada kondisi super-heated water, oksida logam yang tidak larut dalam air
dapat menjadi larut atau bila temperatur dan tekanan tersebut belum mampu,
maka dapat ditambahkan garam alkali atau logam yang anionnnya dapat
membentu kompleks dengan padatan sehingga padatan menjadi larut.
4. Menghasilkan partikel dengan kristalinitas tinggi.
5. Kemurnian tinggi.
6. Distribusi ukuran partikel yang homogen.
Sintesis HAp melalui proses hidrotermal dilakukan untuk mendapatkan
kristal tunggal hidroksiapatit berukuran nanometer dengan partikel HAp
berukuran halus dengan kristalinitas tinggi. Kristal tunggal HAp dan morfologi
yang berbentuk batang dapat di sintesis dari campuran Ca(NO3)2.4H2O,
(NH4)2HPO4 dan H2O pada suhu 200 0C selama 24 jam (Earl et al. 2006). Manafi
et al. (2010) juga telah melakukan sintesis HAp melalui pengadukan ultrasonik
dalam water bath selama 30–40 menit dan sintesis metoda hidrotermal ini
dilakukan pada suhu 150–180 oC selama 18 jam dalam oven, diperoleh kristal
HAp murni dengan diameter 25–50 nm.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan antara bulan Januari 2013 sampai Agustus 2013
di Laboratorium Material PTBIN BATAN Serpong, Laboratorium Terpadu IPB,
Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia IPB, Laboratorium Kimia
Anorganik Departemen Kimia IPB dan Laboratorium Kimia Balai Penelitian
Tanah Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah contoh cangkang
tutut (Bellamya javanica) yang diperoleh dari pasar Anyar di Bogor, HNO3 pa
65%, HClO4 pa 70%, larutan standar induk ( titrisol Na, Ca, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn)
masing-masing 1000 ppm, LaCl3 25000 ppm, Cetyltrimethylammonium bromide
(CTAB), HCl, H3PO4 85%, NH4OH 1N, NaOH 1N, air bebas ion
13
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu peralatan sintesis dan karakterisasi. Peralatan sintesis di antaranya adalah:
alat-alat gelas, milling, ayakan, oven, ultrasonic, tanur listrik, instrumen, teflon
autoclave. Sedangkan peralatan karakterisasi diantaranya adalah Difraksi Sinar-X
(XRD Shimadzu tipe XD-7000), Mikroskop Pemayar Elektron (SEM Zeiss tipe
evo 50), Spektroskopi Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR Shimadzu tipe IR
Prestige 21), Penganalisa ukuran butir (PSA tipe Vasco PSA 114102), Mikroskop
Transmisi Elektron (TEM tipe JEM-1400), Spektroskopi Serapan Atom (AAS
Hitachi tipe Z-8230), Spektroskopi sinar tampak (UV-Vis Hitachi tipe U-2001).
Peralatan sintesis dapat di lihat pada Lampiran 10.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini terdiri atas 4 tahap yang dikelompokkan dalam tahap sintesis
dan tahap pencirian. Diagram alir penelitian tahap sintesis disajikan pada
Lampiran 1 dan pencirian pada Lampiran 2. Tahap sintesis di awali preparasi
cangkang tutut dan analisis komposisi :
1. Preparasi cangkang tutut : pada tahap ini daging tutut dipisahkan dari
cangkangnya, dibersihkan, dikeringkan, dihaluskan lalu diayak menggunakan
ayakan 100 mesh.
2. Analisis komposisi : contoh halus didestruksi dan ditentukan kadar unsur yang
meliputi parameter Ca, Mg, Na, P, Fe, Mn, Cu dan Zn.
3. Sintesis HAp : pada tahap ini diawali dengan kalsinasi cangkang tutut yang
dilakukan pada suhu 1000 oC selama 3 jam lalu dihidrasi menggunakan air.
Sintesis dengan cara presipitasi dilakukan melalui proses sonikasi dengan
penambahan asam fosfat sebagai sumber P. Sedangkan sintesis dengan cara
hidrotermal dilakukan dengan menambahkan cetyltrimethylammonium
bromide (CTAB) dalam suspensi Ca(OH)2 dan H3PO4. Hasil sintesis pada ke
dua metode tersebut kemudian di sintering pada suhu 1000 oC.
4. Pencirian kristal HAp : serbuk HAp hasil sintering dikarakterisasi dengan
menganalisa fasa yang terbentuk, penentuan gugus fungsi, morfologi, ukuran
partikel serta ukuran pori yang dihasilkan menggunakan alat XRD, FTIR, SEM
PSA dan TEM.
Preparasi Cangkang Tutut
Tutut dicuci dengan air kran lalu direbus pada suhu 100 °C selama 1 jam.
Cangkang kemudian dipisahkan dari daging tutut. Cangkang yang telah
dipisahkan dagingnya kemudian dicuci sampai bersih menggunakan air keran.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 70 oC hingga kering.
Cangkang yang telah dikeringkan selanjutnya digiling dan diayak menggunakan
ayakan 100 mesh, sehingga dihasilkan serbuk halus cangkang tutut. Kemudian
dilakukan karakterisasi awal yang meliputi penetapan kadar abu, komposisi (P,
Ca, Mg, Na, Fe, Mn, Cu, Zn) dan pengukuran dengan XRD, SEM-EDX.
14
Analisis komposisi (Eviati dan Sulaeman 2012)
Cangkang yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 0.25 gram kemudian
ditambahkan 5 mL HNO3 pa dan 0.5 mL HClO4 pa kemudian dibiarkan satu
malam. Campuran tersebut dipanaskan dalam destruktor dengan suhu 100 °C
selama satu jam sampai terbentuk uap kuning, kemudian suhu ditingkatkan
menjadi 150 °C. Setelah uap kuning habis, suhu destruktor ditingkatkan menjadi
200 °C. Destruksi selesai setelah dihasilkan asap putih dan sisa ekstrak kurang
lebih tinggal 0.5 mL. Tabung diangkat dan dibiarkan hingga dingin pada suhu
kamar. Kemudian ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga volume tepat
25 mL dan dikocok dengan vortex hingga homogen. Ekstrak ini kemudian
digunakan untuk pengukuran P, Ca, Mg, Na, Fe, Mn, Cu, Zn.
Analisis Kadar Abu (AOAC 2002)
Cawan abu porselen dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan
suhu 105 0C, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel
cangkang tutut yang telah dihomomogenkan ditimbang sebanyak ±5 gram ke
dalam cawan abu porselen. Cawan abu porselen dipijarkan dalam oven bersuhu
sekitar 105 0C sampai tidak berasap. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke
dalam tanur mula-mula pada suhu 300 0C selama 1.5 jam selanjutnya pada suhu
600 0C selama 2.5 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih.
Setelah itu cawan abu porselen didinginkan dalam desikator selama 30 menit,
kemudian ditimbang beratnya.
Perhitungan kadar abu:
Keterangan:
A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)
B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)
C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram)
Pengukuran P
Sebanyak 1 mL ekstrak contoh atau deret standar PO4 (Titrisol 0–20 ppm)
masing-masing dipipet ke dalam sebuah tabung reaksi. Kemudian, setiap tabung
reaksi ditambahkan 9 mL air bebas ion dan dikocok (pengenceran 10 kali).
Setelah itu, Dipipet masing-masing 2 ml ekstrak encer contoh dan deret standar ke
dalam tabung reaksi. Ditambahkan 10 ml pereaksi pewarna P (1.06 g asam
askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat ((NH4)6Mo7O24.4H2O, H2SO4, dan
K(SbO)C4H4O60,5H2O)). Tabung dikocok dengan vorteks sampai homogen dan
biarkan 30 menit. P dalam larutan diukur dengan alat spektrofotometer sinar
tampak pada panjang gelombang 889 nm.
Pengukuran, Ca, Mg dan Na
Dipipet 1 ml ekstrak dan deret standar Na (Titrisol 0–50 ppm), Ca (Titrisol
0–250 ppm) dan Mg (Titrisol 0–50 ppm) masing-masing ke dalam tabung kimia
15
dan ditambahkan 9 ml larutan La 0.25 %. Tabung dikocok dengan menggunakan
vorteks sampai homogeny dan diukur dengan alat spektrofotometer serapan atom
menggunakan deret standar Na, Ca dan Mg sebagai pembanding.
Pengukuran Fe, Mn, Cu dan Zn
Fe, Mn, Cu dan Zn diukur langsung dari ekstrak contoh menggunakan AAS
dengan deret standar Fe, Mn (Titrisol 0–10 ppm), Cu (Titrisol 0–5 ppm), (Titrisol
Zn 0–2.5 ppm) sebagai pembanding.
Sintesis Hidroksiapatit
Kalsinasi Cangkang Tutut dan Hidrasi CaO menjadi Ca(OH)2 (Soido et al.
2009)
50 gram serbuk cangkang tutut dimasukkan ke dalam cawan porselen yang
sebelumnya telah dibilas dengan HNO3 pekat. Serbuk cangkang kemudian
dipanaskan di dalam tungku (tanur) pada suhu 1000 °C selama 3 jam. Serbuk
cangkang yang telah dikalsinasi dihidrasi dengan cara dibiarkan kontak dengan
udara (yang mengandung uap air) selama satu malam di suhu kamar. Untuk
memastikan terbentuknya Ca(OH)2, abu yang telah dibiarkan kontak dengan udara
dilakukan pencirian dengan menggunakan XRD dan EDS
Metode Presipitasi (Binnaz dan Koca 2009)
Suspensi Ca(OH)2 0.5 M disiapkan dari serbuk Ca(OH)2. Sebanyak 7.3743
gram serbuk dari proses kalsinasi ditambahkan air bebas ion (dengan jumlah yang
stoikhiometrik dengan CaO). Perhitungan stoikhiometri pereaksi dan konsentrasi
bahan sintesis disajikan dalam Lampiran 3. Larutan asam ortofosfat (H3PO4) 0.3M
diteteskan pada suspensi Ca(OH)2. Suspensi tersebut diaduk menggunakan
pengaduk ultrasonik pada kecepatan 300 rpm, 35 KHz selama satu jam. pH diatur
pada kondisi pH 10 dengan menambahkan NH4OH 1 M di akhir proses
pengendapan. Endapan di saring, lalu dipanaskan dalam tanur pada suhu 1000 oC
selama 5 jam. Kemudian sampel hasil sintesis dilakukan pencirian dengan XRD,
SEM, FTIR, PSA dan TEM
Metode Hidrotermal (Manafi et al. 2010)
Ditimbang 2 gram cetyltrimethylammonium bromide (CTAB) dilarutkan
dalam campuran Ca(OH)2 dan H3PO4 sebanyak 100 ml, lalu diaduk dengan
pengaduk magnetik selama 30 menit. Kemudian tambahkan 2 ml NaOH 1M dan
10 ml air dan diaduk lagi selama 30 menit kemudian dimasukkan dalam ultrasonik
water bath selama 30 menit. Setelah itu larutan dimasukkan dalam stainless
Teflon autoclave dan dipanaskan pada 150 °C selama 18 jam. Suspensi yang
dihasilkan didinginkan pada suhu kamar dan dicuci beberapa kali dengan air
bebas ion. Endapan di keringkan dalam oven selama 20 jam dengan suhu 90 oC.
Kemudian dipanaskan dalam tanur pada suhu 1000 oC selama 5 jam. Kemudian
sampel hasil sintesis dilakukan pencirian dengan XRD, SEM, FTIR, PSA dan
TEM.
16
Pencirian Kristal Hidroksiapatit (Robinson 1994)
Difraksi Sinar-X (XRD)
Difraktometer sinar-x adalah sebuah peralatan ukur untuk mendapatkan
karakteristik fasa dan struktur kristal suatu material kristalit dan non-kristalit.
Unsur utama yang ada pada peralatan XRD tersebut antara lain : sumber sinar-x
(beam source), kolimator (sole slit) ), divergent slit, sampel holder (goniometer),
filter, monokromator, dan detektor. Defraktometer XRD yang digunakan adalah
Shimadzu XD 610, sumber target CuKα (λ = 1.54056Ǻ ). Sampel disiapkan
sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan dalam holder yang berukuran (2 x 2) cm2
pada difraktometer. Sudut awal diambil pada 20o dan sudut akhir pada 80
o dengan
kecepatan baca 2o per menit.
Mikroskop Pemayar Elektron - Spektroskopi Energi Dispersi (SEM-EDS)
SEM adalah sebuah instrumen berkekuatan besar dan sangat handal yang
dipadukan dengan EDS (Energy Dispersive X-ray Spectroscopy) sehingga dapat
digunakan untuk memeriksa, observasi, dan karakterisasai struktur terkecil
benda-benda padat dari material organik maupun anorganik yang heterogen serta
permukaan bahan dengan skala micrometer bahkan sampai sub-mikrometer yang
menggunakan sumber medan emisi dan mempunyai resolusi gambar 1,5 nm,
sehingga kita dapat menentukan sifat dari bahan yang diuji baik sifat fisis, kimia
maupun mekanis yang dapat mempengaruhi mutu dan kualitas dari suatu produk,
dengan demikian kita dapat mengembangkan produk tersebut melalui informasi
ukuran partikel dari mikrostruktur yang terbentuk dan komposisi unsurnya.
Sampel diletakkan pada plat alumunium yang memiliki dua sisi kemudian dilapis
dengan lapisan emas setebal 48 nm. Sampel yang telah dilapisi diamati dengan
menggunakan SEM dengan tegangan 15 kV dan perbesaran 2500 kali.
Spektroskopi Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR)
Daerah Inframerah meliputi radiasi dengan bilangan gelombang yang
berkisar dari 12.800 cm-1
hingga 10 cm-1
. Daerah ini dibagi menjadi 3 daerah
spektrum yaitu Inframerah dekat (12.800–4000 cm-1
), Inframerah tengah (4000–
200 cm-1
) dan Inframerah jauh (200–10 cm-1
). Radiasi Inframerah tidak memiliki
cukup energi untuk menyebabkan terjadinya transisi elektronik seperti pada
radiasi UV, sinar tampak dan sinar-x. Karenanya absorpsi radiasi Inframerah
hanya terjadi pada spesi yang memiliki perbedaan energi yang kecil antara
berbagai tingkat vibrasi dan rotasi. Agar molekul dapat mengabsorpsi radiasi infra
merah, molekul tersebut harus mengalami perubahan momen dipol sebagai
konsekwensi dari gerakan vibrasi dan rotasinya. FTIR dalam pengukurannya
dibagi menjadi tiga daerah, yaitu : near-, mid- dan far-. Frekuensi resonan ini
ditentukan oleh bentuk energi potensial permukaan material, massa atom dan
dihubungkan juga dengan kopling vibronik. Modus vibrasi sebuah molekul aktif
terhadap IR. Dua milligram sampel dicampur dengan 100 mg KBR dibuat pellet
kemudian dianalisis dengan IR dengan jangkauan bilangan gelombang 4000–400
cm-1
.
17
Penganalisa Ukuran Partikel (PSA) (Malvern 2012)
Analisis ukuran partikel, pengukuran ukuran partikel, atau hanya ukuran
partikel adalah nama kolektif prosedur teknis, atau teknik laboratorium yang
menentukan berbagai ukuran atau rata-rata ukuran partikel dalam sampel bubuk.
Ukuran distribusi partikel ditetapkan dengan menggunakan hamburan cahaya
dinamis. Hamburan cahaya dinamis (juga dikenal sebagai spektroskopi korelasi
foton atau hamburan cahaya kuasi-elastis) adalah teknik dalam fisika yang dapat
digunakan untuk menentukan profil distribusi ukuran partikel kecil dalam
suspensi atau larutan. Pengukuran ukuran partikel sampel serbuk dilakukan
dengan PSA dari Malvern Instrumen di kisaran 0.1–10.000 nm.
Mikroskop Transmisi Elektron (TEM) (Williams dan Carter 1996)
Mikroskop elektron transmisi merupakan difraksi elektron dan mikroskop
yang sering digunakan untuk mengamati struktur non-periodik seperti cacat kristal
dan dapat mengungkapkan informasi berharga tentang fase intergrowth dan
superstruktur. Elektron memiliki muatan karena sinar elektron akan berinteraksi
dengan kerapatan elektron dan potensi coulombic dari inti atom yang di atasnya.
Elektron berinteraksi sangat kuat dengan bahan maka hamburan elektron dari alat
TEM ini jauh lebih kuat dibandingkan dengan hamburan sinar-x. Elektron yang
digunakan dalam transmisi mikroskop elektron ini dihasilkan oleh filamen yang
dipanaskan dalam elektron gun termionik kemudian dipercepat melalui beda
potensial. Elektron ini difokuskan oleh serangkaian medan elektromagnetik yang
disebut sebagai lensa dan digunakan untuk mengendalikan faktor-faktor seperti
balok aperture resolusi, pembesaran final dan dapat beralih menjadi gambar
langsung dan mode difraksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Cangkang tutut kering yang sudah terpisah dari dagingnya, dihaluskan dan
dikalsinasi pada suhu 1000 °C selama 5 jam dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 (a) Cangkang tutut kering, (b) serbuk halus dan
(c) serbuk hasil kalsinasi
a b c
18
Hasil ball-mill cangkang tutut kering berupa serbuk halus berwarna putih
kekuningan yang digunakan untuk analisis komposisi. Setelah kalsinasi serbuk
berwarna putih yang digunakan sebagai bahan dasar dalam proses sintesis.
Analisis Komposisi Cangkang Tutut Sebelum Kalsinasi
Analisis sampel kadar air dan kadar abu dalam cangkang tutut belamya
javanica kering sebelum kalsinasi menggunakan metode gravimetri, sedangkan
analisis komposisi unsur-unsurnya menggunakan spektroskopi serapan atom
(AAS) dan UV-Vis yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Kadar abu merupakan
campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat dalam suatu
bahan. Hasil pengujian kadar abu menunjukkan bahwa cangkang tutut memiliki
kadar abu 54.57% . Dalam proses pembakaran, bahan bahan organik akan
terbakar menjadi CO2 dan logam menjadi oksida logamnya. Bobot yang hilang
merupakan bahan organik yang dapat dikonversi menjadi kadar C-Organik setelah
dikalikan 0.58, maka hasil perhitungan diperoleh kadar C-Organik sebesar
31.65% (Eviati dan Sulaeman 2012).
Cangkang tutut mengandung mengandung senyawa CaCO3. Hasil analisis
sampel serbuk cangkang tutut menunjukkan bahwa kandungan kalsium yang
terdapat dalam cangkang tutut adalah 64.73%. Kadar kalsium cangkang keong
sawah dalam penelitian Winata (2012) sebesar 52% dan kadar kalsium cangkang
keong dari penelitian Lugina (2013) sebesar 68.41% sehingga cangkang tutut
yang kaya akan mineral kalsium ini cocok digunakan sebagai sumber kalsium
untuk sintesis hidroksiapatit.
Tutut hidup di tanah sawah berlumpur, oleh karena selain kalsium yang
terdapat dalam cangkang diduga terdapat unsur lain yang terkandung dalam
cangkang tutut yaitu magnesium, fosfor, natrium, besi, mangan, tembaga dan
seng. Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh komposisinya memiliki kadar
dibawah 0.05%, sedangkan kadar tertinggi sebesar 0.08% berasal dari unsur besi
(Lampiran 4). Kadar ini masih dibawah syarat mutu yaitu 2.00% berdasarkan
persyaratan dalam SNI 19-7030-2004 yang mengindikasikan bahwa cangkang
tutut ini tidak termasuk limbah organik domestik yang membahayakan.
Hasil Analisis XRD dan EDS Cangkang Tutut Sebelum Kalsinasi
Kalsium dalam cangkang tutut memiliki satu komposisi fasa yaitu kalsium
karbonat (CaCO3). Hasil analisis difraksi sinar-x (XRD) menunjukkan bahwa
serbuk cangkang tutut sebelum kalsinasi memiliki fasa utama adalah fasa aragonit
(CaCO3) dan fasa calcite (CaCO3), Gambar 5.
19
Gambar 5 (a) Difraktogram sinar-x contoh cangkang tutut sebelum kalsinasi,
(b) difraktogram sinar-x CaCO3 dari basis data instrumen
Pola difraksi sinar-x fasa utama CaCO3 (Aragonite) dicirikan oleh puncak
difraksi di sekitar sudut 2 26–53° berstruktur orthorhombic dengan parameter
kisi a = 4.9617 Å, b = 7.9692 Å, dan c = 5.7427 Å. Fasa minor yaitu fasa calcite
ditemukan pada sudut 2 29.342° berstruktur heksagonal dan parameter kisi a =
4.9910 Å, b = 4.9910 Å, dan c = 17.0680 Å. Analisis difraksi sinar-x terhadap
serbuk cangkang tutut menunjukkan bahwa CaCO3 merupakan komponen utama.
Data hasil analisis XRD cangkang tutut sebelum kalsinasi dapat dilihat pada
Lampiran 5a dan Gambar sistem kristal dapat dilihat pada Lampiran 6.
Analisis unsur menggunakan EDS pada sampel cangkang tutut dilakukan
sebelum kalsinasi. Hasil analisis ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil analisis EDS cangkang tutut sebelum kalsinasi
No. Unsur Kandungan % (b/b)
1. Kalsium (Ca) 62.96 ± 2.5
2. Oksigen (O) 36.15 ± 5.8
3. Karbon (C) 0.89 ± 0.3
Kandungan unsur cangkang tutut sebelum kalsinasi yang diukur menggunakan
EDS menunjukkan kandungan tertinggi didominasi unsur kalsium (Ca) sebesar
62.96% lalu oksigen (O) 36.15 % kemudian karbon (C) 0.89%. Pengujian EDS
pada suatu titik/spot hanya menghasilkan keluaran dalam bentuk persentase unsur
saja (bukan senyawa). Pengujian ini dilakukan untik memastikan bahwa
kandungan unsur utama cangkang tutut adalah kalsium, oksigen dan karbon
sehingga dapat diindikasikan bahwa terdapat unsur penyusun fasa dari CaCO3.
Hasil Analisis XRD dan EDS Cangkang Tutut Setelah Kalsinasi
Proses kalsinasi diperlukan sebelum sintesis hidroksiapatit untuk
mengubah kandungan CaCO3 cangkang tutut menjadi CaO lalu terhidrasi pada
suhu ruang menjadi Ca(OH)2. Hasil pengukuran pola difraksi sinar-x cangkang
tutut setelah kalsinasi dapat dilihat pada Gambar 6.
20
Gambar 6 Difraktogram sinar-x sampel cangkang tutut kering setelah kalsinasi
Hasil analisis difraksi sinar-x (XRD) menunjukkan bahwa fasa utama cangkang
tutut serbuk setelah kalsinasi adalah porlandite (Ca(OH)2) yang dicirikan oleh
puncak difraksi pada sudut 2 17.8–64.1° dengan struktur heksagonal dan
parameter kisi a = 3.5890 Å, b = 3.5890 Å, dan c = 4.9110 Å. Identifikasi fasa ini
merujuk pada literatur Swanson dan Tatge (1953) bahwa pola difraksi sinar-x
porlandite atau Ca(OH)2 berada di sekitar sudut 18.0–64.2° (Lampiran 5b).
Dengan demikian cangkang tutut ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk
pembuatan HAp.
Analisis unsur menggunakan EDS pada sampel cangkang tutut dilakukan
sesudah kalsinasi. Hasil analisis ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil analisis EDS cangkang tutut setelah kalsinasi
No. Unsur Kandungan % (b/b)
1. Kalsium (Ca) 58.60 ± 2.1
2. Oksigen (O) 40.53 ± 5.8
3. Karbon (C) 0.87 ± 0.2
Kandungan unsur cangkang tutut setelah kalsinasi menunjukkan kandungan
penurunan kadar Ca menjadi 58.60%, O 40.53% dan C menjadi 0.87%. Tahap
kalsinasi cangkang tutut berlangsung ada suhu 1000 °C dan waktu selama 5 jam.
Kondisi ini menyebabkan seluruh komponen organik cangkang tutut terbakar
habis menjadi CO2 dan H2O (Adak dan Purohit 2011). Langkah ini juga dapat
membebaskan gas CO2 dari fasa kalsium karbonat. Dengan demikian di akhir
proses kalsinasi, seluruh cangkang tutut diharapkan dapat berubah menjadi CaO.
Serbuk CaO yang terbentuk kemudian dibiarkan kontak dengan atmosfer pada
suhu kamar selama 12 jam agar terjadi hidrasi sehingga menghasilkan Ca(OH)2.
Sintesis Hidroksiapatit dengan Metode Presipitasi dan Hidrotermal
Sintesis nanopartikel HAp yang paling banyak dilakukan adalah metode
presipitasi basah atau presipitasi kimia. Metode ini sering digunakan karena
jumlah produk HAp yang dihasilkan relatif lebih banyak dan tanpa menggunakan
21
pelarut organik (Cunniffe et al. 2010). Larutan H3PO4 sebagai sumber fosfat
bersifat asam, maka diperlukan pemantauan dan penyesuaian pH yang baik agar
dapat menghasilkan senyawa hidroksiapatit. Apabila pH larutan turun hingga di
bawah 9 atau 7 akan menyebabkan terbentuknya kalsium monofosfat dan kalsium
dehidrat yang mudah larut dalam air (Afshar et al. 2003). Oleh karena itu proses
ini harus menggunakan pH meter sebagai pemantau pH dan larutan NH4OH 1 M
digunakan sebagai penyesuai pH sehingga larutan tetap pada pH 10.0.
Proses sintesis HAp menggunakan metode hidrotermal dilakukan melalui
reaksi anion PO4-3
yang mengendap perlahan dalam suspensi kation Ca2+
pada pH
rendah (Santos et al. 2004). H3PO4 diteteskan pada suspensi Ca(OH)2, agar ion
hidroksil pada suspensi Ca(OH)2 habis bereaksi dengan larutan H3PO4.
Hasil Analisis Menggunakan XRD
Pengukuran pola difraksi sinar-x dan identifikasi fasa sampel HAp hasil
sintesis dengan metode presipitasi (Gambar 7) dicirikan oleh puncak difraksi di
antara sudut 2 22–80°.
Gambar 7 Difraktogram sinar-x HAp hasil sintesis metode presipitasi
Gambar 7 memperlihatkan pola difraksi sinar-x yang dicirikan oleh
munculnya puncak difraksi intensitas sedang pada sudut 2 25.86° dan 39–53°,
dua puncak agak lemah di 28–29° dan 64–72°, tiga puncak yang melebar di
antara sudut 31–34°. Hasil analisis dari pola difraksi sinar-x dengan cara
pencocokan terhadap data Joint Cristal Powder Diffraction Standard (JCPDS) no
09-0432 (Lampiran 7d) menunjukkan bahwa sampel merupakan fasa tunggal
yaitu fasa hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2. Hasil analisis yang dilakukan Lee
(2009) menggunakan program general structure analysis system (GSAS)
menunjukkan struktur HAp adalah struktur heksagonal.
Hasil pengukuran pola difrakasi sinar-x metode hidrotermal dan
identifikasi fasa HAp dapat dilihat pada Gambar 8.
22
Gambar 8 Difraktogram sinar-x HAp hasil sintesis metode hidrotermal
Hasil identifikasi pada Gambar 8 menunjukkan HAp hasil sintesis menggunakan
metode hidrotermal terdiri dari dua fasa, yaitu fasa hidroksiapatit
(Ca10(PO4)6(OH)2 dan fasa lime (CaO). Pembentukan HAp yang dicirikan oleh
puncak dengan intensitas sedang di sekitar sudut 2 25–27° dan sekumpulan
puncak di sudut 46–54° dua puncak agak lemah di 28–29° empat puncak yang
berdekatan di 31-35° dengan rasio intensitas umumnya 3:2:2:1, dan dua puncak
lemah yang saling berdekatan di sudut 39–40°. Fasa CaO teramati pada sudut
37.40° dan 53.83°. Menurut Afshar et al. 2003 dan Santos et al. 2004, fasa yang
teramati pada sudut 36-38° adalah pengotor yang merupakan indikator terhadap
kemurnian produk HAp. Hasil analisis menggunakan program GSAS
menunjukkan fasa hidroksiapatit memiliki struktur heksagonal dan fasa lime
dengan struktur kubik. Sintering perlu dilakukan untuk mendapatkan HAp murni.
Selain hidroksiapatit, dapat terbentuk fasa apatit karbonat tipe A (AKA), bahkan
masih ada sisa asam fosfat yang belum bereaksi dengan kalsium karbonat. Fase
AKA dapat muncul karena adanya gugus hidroksil pada struktur HAp yang
ditempati oleh gugus karbonat (Dahlan 2013).
Berdasarkan pola difraksi yang dihasilkan pada kedua metode terlihat
perbedaan pada lebar FWHM (Full Weight Half Maximum) yang mengindikasikan
adanya perbedaan ukuran kristal dan derajat kristalin (Dahlan 2013). Banyaknya
kandungan kristal dalam suatu material diperoleh dengan membadingkankan
luasan kurva kristal dengan luasan kurva amorf dan kristal. Derajat kristalinitas
yang diperoleh dari metode presipitasi adalah 79.83% sedangkan metode
hidrotermal 85.99%. Metode presipitasi memiliki kurva FWHM yang relatif lebih
lebar sehingga derajat kristalinnya lebih rendah dibandingkan metode hidrotermal.
Derajat kristalinitas yang diperoleh dari hasil penelitian Winata (2012)
menggunakan bahan cangkang keong dengan metode presipitasi sedikit lebih
rendah yaitu 78.19%.
Hasil Analisis Menggunakan EDS
Hasil sintesis pada metode presipitasi dan hidrotermal diaanalisis unsurnya
menggunakan EDS. Spektrum energi yang dihasilkan menunjukkan unsur
mayoritas yang terkandung di dalam sampel HAp hasil sintesis dengan metode
hidrotermal dan presipitasi adalah kalsium (Ca), phospor (P), oksigen (O).
Kandungan unsur yang ada di dalam sampel cangkang tutut setelah proses sintesis
ditunjukkan pada Tabel 6.
23
Tabel 6 Hasil analisis unsur cangkang tutut metode presipitasi dan hidrotermal
menggunakan EDS
No. Unsur Kandungan (wt.%)
Presipitasi Hidrotermal
1. Kalsium (Ca) 36,18 ± 1.4 41.03 ± 1.6
2. Phospor (P) 16.35 ± 0.7 15.63 ± 0.7
3. Oksigen (O) 47.47 ± 5.7 43.34 ± 5.6
Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan EDS menunjukkan
bahwa rasio molar Ca/P pada sampel hasil sintesis metode presipitasi
menghasilkan rasio molar Ca/P sebesar 1.71. Hal ini menunjukkan bahwa HAp
hasil sintesis menggunakan metode presipitasi mengandung unsur kalsium sedikit
berlebih dan mendekati stoikhiometri fasa HAp standar. Dengan demikian sampel
HAp yang dihasilkan diduga memiliki satu komposisi fasa. Serbuk HAp yang
memiliki stoikiometri yang tepat yaitu rasio molar Ca/P sebesar 1.67 dapat
menghasilkan sifat mekanis HAp yang unggul (Chow 2009). Sedangkan hasil
sintesis menggunakan metode hidrotermal menghasilkan rasio molar Ca/P sebesar
2.03. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada sampel mengandung unsur kalsium
yang berlebih sehingga memungkinkan sekali akan terbentuk fasa lain selain fasa
HAp. Hal yang sama pernah terjadi pada hasil penelitian Santos et al (2004),
bahwa ion hidroksil pada suspensi Ca(OH)2 diharapakan habis bereaksi dengan
larutan H3PO4, namun ternyata ada sejumlah kandungan Ca terperangkap dalam
HAp yang mengendap dan membentuk fasa CaO.
Hasil Analisis Menggunakan FTIR
Analisis spektrum FTIR dilakukan untuk mengetahui gugug fungsi yang
terdapat pada senyawa hasil sintesis. Gugus fungsi pada HAp ditandai dengan
munculnya serapan pada bilangan gelombang 400–4000 cm-1
. Spektrum infra
merah HAp hasil sintesis metode presipitasi dan hidrotermal disajikan pada
Gambar 9 dan analisis terhadap puncak-puncak serapannya disajikan pada Tabel
7.
Gambar 9 Spektra gugus fungsi HAp hasil sintesis metode
(a) presipitasi dan (b) hidrotermal.
24
Rasio intensitas sebagai fungsi frekuensi cahaya memberikan spektrum
dalam bentuk transmisi, refleksi, dan absorbansi. Banyaknya getaran yang terjadi
secara bersamaan menghasilkan spektrum penyerapan yang sangat kompleks dan
memberikan karakteristik unik dari kelompok fungsional berupa molekul dan
konfigurasi atom. Secara rinci puncak-puncak absorbansi dari spektra FTIR
diperlihatkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Puncak-puncak absorbansi dari spektrum FTIR
Bilangan gelombang (cm–1
) Interpretasi Gugus
Fungsi Presipiasi Hidrotermal
405.05, 3641.60 Gugus kalsium oksida
(CaO) (Ji et al.2009)
470.63, 567.07, 601.79,
875.68, 960.55, 1041.56
470.63, 570.93, 601.79,
875.68, 964.41,1053.13,
1091.71
Gugus fosfat (PO43-
)
(Destainville et al. 2003)
1454.33 1442.75 Gugus karbonat (CO32-
)
(Meejoo et al. 2006)
1415.75 1411.89 Gugus karbon dioksida
(CO2) (Siva Rama
Krishna et al. 2007)
3421.72, 3568.31 3572.17 Gugus hidroksil (OH-)
(Raynaud et al. 2002)
Puncak-puncak absorbansi gugus fosfat (PO4
3-) dicirikan adanya serapan
pada bilangan gelombang sekitar 470, 640–550, 963, 1120–1000 cm-1
. Spektrum
HAp yang dihasilkan dari metode presipitasi dan hidrotermal menunjukkan
serapan pada rentang bilangan gelombang 470.63–1091.71 cm-1
yang
mengindikasikan adanya vibrasi P–O dari gugus PO4. Metode presipitasi dan
hidrotermal menghasilkan spektrum pada bilangan gelombang sekitar 1400–1600
cm-1
hal ini sesuai dengan serapan bilangan gelombang untuk gugus fungsi CO32-
(Meejoo et al. 2006). Gugus karbonat (CO32-
) yang muncul pada bilangan
gelombang 1415.75 cm-1
mengindikasi adanya vibrasi C–O dari gugus CO3.
Adanya gugus OH pada HAp hasil sintesis metode presipitasi dan
hidrotermal ditunjukkan dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang
sekitar 3421.72–3572.17 cm-1
. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan
Raynaud et al. 2002 bahwa gugus OH muncul pada bilangan gelombang 3572–
3570 cm-1
. Adanya gugus –OH, –PO4, mengindikasikan telah terbentuk fasa
hidroksiapatit dengan baik sedangkan keberadaan gugus –CO3 dalam campuran
senyawa berada pada intensitas yang kecil sehingga kemungkinan terbentuk fase
amorf.
Hasil Analisis menggunakan SEM
Pengamatan morfologi menggunakan SEM untuk partikel HAp yang di
sintesis mengalami sedikit kendala karena partikel tersebut mengalami aglomerasi
sehingga menyulitkan untuk benar-benar mengatahui morfologi dari partikel
tunggal HAp. Kristal HAp cenderung aglomerat (Dedourkova et al. 2012) dengan
25
rentang ukur 210–410 dan rata-rata ukuran kristalnya sekitar 50 nm (Binnaz dan
Koca 2009). Untuk lebih memastikan morfologi dari partikel HAp maka
dilakukan preparasi sampel untuk uji SEM dengan teknik pelapisan menggunakan
emas. Gambar 10 memperlihatkan hasil pengamatan morfologi sampel HAp hasil
sintesis metode presipitasi dan hidrotermal menggunakan SEM dengan perbesaran
2500 kali.
(a) (b)
Gambar 10 Citra SEM HAp hasil sintesis metode (a) presipitasi dan
(b) hidrotermal
Morfologi pada kedua produk HAp menunjukkan aglomerasi dengan
karakteristik partikel tunggalnya cenderung bulat-bulat. Morfologi HAp hasil
sintesis metode presipitasi membentuk gumpalan-gumpalan yang lebih kecil
dibandingkan dengan yang dihasilkan dengan metode hidrotermal. Hal ini
menunjukkan HAp hasil sintesis metode hidrotermal mengalami aglomerasi
partikel, sehingga sangat sulit untuk mendispersikan partikel-partikel tersebut
tanpa harus disonikasi terlebih dahulu (Binnaz dan Koca, 2009).
Hasil Analisis menggunakan PSA
Pengukuran distribusi ukuran partikel menggunakan PSA pada metode
presipitasi dan hidrotermal dapat dilhat pada Gambar 11 yang memperlihatkan
hubungan antara ukuran partikel tunggal dengan jumlah partikel yang terdistribusi
dalam sistem koloid. Secara rinci distribusi ukuran partikel pada sampel HAp
hasil sintesis menggunakan metode presipitasi dan hidrotermal diperlihatkan pada
Lampiran 8.
26
(a)
(b)
Gambar 11 Distribusi ukuran partikel metode statistik HAp hasil sintesis
metode (a) presipitasil dan (b) hidrotermal menggunakan PSA
HAp hasil sintesis metode presipitasi memiliki ukuran partikel antara
89.15 nm sampai 223.93 nm, sedangkan metode hidrotermal antara 128.86 nm
sampai 186.26 nm. Suatu partikel dikategorikan sebagai partikel nano jika
memiliki ukuran 0.1–100 nm (Winarno, 2009). Metode presipitasi
menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan metode
hidrotermal, dihasilkan HAp dengan ukuran <100 nm sebanyak 50%,
sedangkan metode hidrotermal tidak dapat mencapai ukuran tersebut. Namun
demikian hasil yang diperoleh ini masih lebih besar dari hasil penelitian
Binnaz & Koca (2009) yang melaporkan HAp hasil sintesisnya mencapai
ukuran 50 nm Analisis PSA menunjukkan adanya ukuran partikel dan
distribusi ukuran partikel, tidak semua partikel. Hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan tumbukan yang terjadi antara partikel yang berukuran
27
kecil dengan partikel yang berukuran besar. Resultan tumbukan yang
berlangsung dari segala arah ini menyebabkan perubahan arah gerak partikel
sehingga terjadi gerak zig-zag atau gerak Brown yang diinterpretasikan dalam
bentuk distribusi ukuran partikel (Maorters dan Peres 2010).
Hasil Analisis menggunakan TEM
Hasil pengamatan ukuran partikel HAp hasil sintesis diamati
menggunakan TEM dapat dilihat pada Gambar 12. Nampak bahwa HAp hasil
metode presipitasi telah memiliki ukuran partikel nano dengan diameter 10–20 nm
dan rata-rata diameter agregat sekitar 50–100 nm.
(a)
(b)
Gambar 12 Pengamatan partikel HAp hasil sintesis metode (a) presipitasi
dan (b) hidrotermal menggunakan TEM
HAp hasil sintesis metode presipitasi ini memiliki ukuran partikel lebih kecil
dibandingkan dengan ukuran partikel HAp dengan metode yang sama hasil
penelitian Cunniffe et al. (2010) dan Dedourkova et al. (2012). Cunniffe et al.
(2010) telah melakukan sintesis nanopartikel HAp dengan metode presipitasi yaitu
H3PO4 ditambahkan pada Ca(OH)2 pada suhu kamar dengan pengadukan sonikasi
selama10 menit dan pH larutan 9.5 diperoleh ukuran partikel kurang dari 100 nm.
28
Sintesis nanopartikel HAp yang dilakukan oleh Dedourkova et al. (2012)
menggunakan kalsium nitrat tetrahidrat dan diamonium fosfat sebagai prekusor
dengan teknik pengadukan magnetik pada suhu 40 oC selama 1.5 jam memperoleh
partikel HAp berdiameter sekitar 30–50 nm beragregasi dan ukuran rata-rata
agregat berdiameter sekitar 210–410 nm.
Hasil pengamatan TEM pada HAp hasil sintesis metode hidrotermal
memiliki ukuran partikel berdiameter sekitar 20–50 nm dan beragregasi. Ukuran
agregat rata-rata berdiameter sekitar 100–200 nm. HAp hasil sisntesis
menggunakan hidrotermal ini memiliki ukuran partikel lebih kecil dibandingkan
dengan ukuran partikel HAp dengan metode yang sama hasil penelitian Manafi
dan Joughehdoust (2009) yang berdiameter sebesar 30–50 nm.
Hasil pengamatan TEM pada HAp hasil sintesis menggunakan metode
presipitasi dan hidrotermal menunjukkan perbedaan bentuk partikel yang
diperoleh dari kedua sintesis tersebut. Bentuk partikel hasil sintesis dengan
metode presipitasi berbentuk spherical-poligonal dengan ukuran rata-rata
diameter partikel sekitar 10–20 nm sedangkan hasil sintesis menggunakan metode
hidrotermal telah terbentuk nanorod dengan ukuran diameter rod sebesar 15–20
nm dengan panjang rod sebesar 40–60 nm.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nano hidroksiapatit berbahan baku cangkang tutut dengan telah berhasil di
sintesis menggunakan metode presipitasi dan hidrotermal. Hasil sintesis
menggunakan metode pesipitasi menunjukkan satu fasa HAp, sedangkan metode
hidotermal dua fasa yaitu HAp dan CaO. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
metode presipitasi menghasilkan produk HAp yang murni. Ukuran partikel pada
hasil presipitasi dan hidrotermal berkisar 20–50 nm dan rasio molar Ca/P 1.71
pada metode presipitasi sedangkan dengan metode hidrotermal 2.03. Produk HAp
yang di sintesis dengan metode presipitasi bentuk partikelnya spherical-poligonal,
sedangkan metode hidrotermal menunjukkan bentuk nanorod.
Saran
Berdasarkan produk hidroksiapatit yang dihasilkan dari metode presipitasi
dan hidrotermal dengan bahan dasar cangkang tutut maka perlu dilakukan
penelitian lanjutan untuk menguji kekuatan mekanik HAp yang disintesis agar
dapat diaplikasikan pada rekayasa tulang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M, Virgus Y, Nirmin, Khairurrijal. 2008. Sintesis nanomaterial FMIPA. ITB. Bandung. J Nanosci T 1(2). ISSN 1979-0880 .
Adak MD, Purohit KM. 2011. Synthesis of nano crystalline hydroxyapatite from dead snail shells for biological implantation. Trends Biomater. Artif. Organs. 25(3):101-106 .
Afshar A, Ghorbani M, Ehsani N, Saeri MR, Sorrell CC. 2003. Some important factors in the wet precipitation process of hydroxyapatite. Materials and design. 24:197–202.
Agustinus TS. 2009. Sintesis hidrotermal atapulgit berbasis batuan gelas volkanik (perlit) : Perbedaan perlakuan statis dan dinamis pengaruhnya terhadap kuantitas dan kualitas kristal. Puslit Geoteknologi LIPI. J-indo blogspot.com. Bandung.
Aoki, H. 1991. Science and Medical Applications of Hydroksiapatite. the University of Michigan Tokyo (JP): Japanese Association of Apatite Science.
[AOAC] Association of Official Agriculture Chemist. 2002. Official methods of analysis of AOAC international. Agricultural chemicals, contaminants, Drugs. Maryland USA. 1(17):2-37.
Baby RL, Hasan I, Kabir KA, Naser MN. 2010. Nutrient analysis of some commercially important molluscs of Bangladesh. J Sci Res. 2(2):390–396.
Bigi A,. Fini M, Bracci B, Boanini E, Torricelli P, Giavaresi G,. Aldini N, Facchini A, Sbaiz F, Giardin R. 2008. The response of bone to nanocrystalline hydroxyapatite-coated Ti13Nb11Zr alloy in an animal model. Biomaterials. 29(11):1730-1736.
Binnaz A, Koca Y. 2009. Double step stirring a novel method for precipitation of nano-sized hydroxyapatite powder. Department of metallurgical and materials engineering, chemistry-metallurgy faculty. Istanbul Turkey. J Nanomat Biostruc. 4(1):73-81.
Cahyanto A. 2009. Biomaterial. [makalah]. Departemen Ilmu dan Teknologi Material Kedokteran Gigi. Fakultas Kedokteran Gigi. Bandung. Padjadjaran Univ.
Chen QZ, Wong CT, Lu WW, Cheung KMC, Leong JCY, Luk KDK. 2004. Strengthening mechanisms of bone-bonding to crystalline hydroxyapatite invivo. Biomaterials. 25: 4243-4254.
Chow LC. 2009. Next generation calcium phosphate-based biomaterials. Dent Mater. J Nat Institute of Health. USA. 28(1):1–10.
Cunniffe GM, O’Brian FJ, Partap S, Levingstone TJ, Stanton KT, Dickson GR. 2010. The synthesis and characterization of nanophase hydroxyapatite using a novel dispersant-aided precipitation method. J Biomed Mat Resch. RCSI .95(4):1142-1149.
Dahlan K, Prasetyanti F, Sari YW. 2009. Sintesis hidroksiapatit dari cangkang telur menggunakan dry metode. J. Biofis 5(2):71-78.
Dahlan K. 2013. Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang. Prosiding Semirata. FMIPA Unila Lampung. 147-151.
30
Dedourkova T, Zelenka J, Zelenkova M, Bene L, Svoboda L. 2012. Synthesis of sphere-like nanoparticles of hydroxyapatite. Prague. Czech Republic. J Procedia Engineering. 42:1816–1821.doi: 10.1016/j.proeng.2012.07.576.
Destainville A, Champion E, Bernache-Assollante D, Laborde E. 2003. Synthesis,characterization and thermal behaviour of apatitic tricalcium phosphate. Materials Chemistry and Physics. 80(1): 269 – 277.
Earl JS, Wood DJ and Milne SJ. 2006. Hydrothermal synthesis of hydroxyapatite. Institute for Materials Research, University of Leeds. UK J of Physics: Conference (26):268–271 doi:10.1088/1742-6596/26/1/064
Eviati, Sulaeman. 2012. Petujuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Edke-2. Badan Litbang Pertanian.
Ferraz MP, Monteiro FJ, Manuel CM. 2004. Hydroxyapatite nanoparticles: A review of preparation methodologies, J Appl Biomat Biomech. 74-80. Fernandez RB. 2011. Sintesis Nanopartikel. [Makalah]. Padang. Andalas Univ. Hsiung JC, Kung HK, Chen HS, Chang KY. 2012. Applications of thermal spray
coating in artificial knee. Life Sci J. Taiwan. 9(1):457-463. Ji G, Zhu H, Jiang X, Qi C, Zhang XMl. 2009. Mechanical strenght of epoxy resin
composites reinforced by calcined pearl shell powders. J. Appl. Polym. Sci..114(5): 3168-3176. DOI: 10.1002/app.30908.
Jutting B. 1956. Systematic Studies on the Non-Marine Molusca of the Indo-Australian Archipelago. Critical Revision of the Javanese Freshwater Gastropods. Amsterdam (AM): Treubia.23(2):259-477.
Khoerunnisa. 2011. Isolasi dan karakterisasi nano kalsium dari cangkang kijing lokal (Pilisbryoconcha exilis) dengan metode presipitasi [tesis]. Departemen Teknologi Hasil Perairan. FPIK. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lee YJ, Stephens P , Tang Y, Li W, Phillips BL, Parise J B, Reeder RJ. 2009. Arsenate substitution in hydroxylapatite: structural characterization of the Ca5(PxAs1-xO4)3OH solid solution. American Mineralogist 94(5-6): 666-675. doi: 10.2138/am.3120.
Lugina M. 2013. Sintesis scaffolds hidroksiapatit (HAp) dengan metode presipitasi modifikasi sonikasi berbasis cangkang keong tutut (Filopaludina javanica). [skripsi]. Sukabumi (ID): Universitas Muhammadiyah.
[Malvern]. 2012. A Basic Guide to Particle Characterization. Worcestershire (UK): Malvern intruments limited.
Manafi SA, Rahimipour RM, Yazdani B, Sadrnezhaad KS, Amin HM. 2008. Hydrothermal synthesis of aligned hydroxyapatite nanorods with ultra-high crystallinity. Materials and Energy Research Center. IJE Iran. 21(2):109-116.
Manafi SA, Joughehdoust S. 2009. Synthesis of hydroxyapatite nanostructure by hydrothermal condition for biomedical application. Iranian J Pharm Sci. 5(2): 89-94.
Meejoo S, Maneeprakorn W, Winotai P. 2006. Phase and thermal stability of nanocrystalline hydroxyapatite prepared via microwave heating. Thermochimica Acta. 447(1): 115–120.
Miranda ZI, Siswanto, Hikmawati D. 2013. Sintesis Komposit Kolagen-Hidroksiapatit Sebagai Kandidat Bone Graft. Media Jurnal Fisika dan Terapan. Fakultas Sains & Teknologi. Unair. 1(1).
31
Maorters P, Peres Y. 2010. Brownian Motion. United States of America by Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-76018-8.
Nayak AK. 2010. Hydroxyapatite synthesis methodologies: an overview. Int J Chem Tech Res 2(2): 903-907.
Pirrumg MC. 2007. The Synthetic organic chemist’s companion. Univ of California Riverside. John Wiley & Sons. P:86.ISBN 978-0-470-10707-2.
Purnama EF, Nikmatin S, Langenati R. 2006. Pengaruh suhu reaksi terhadap derajat kristalinitas dan komposisi hidroksiapatit dibuat dengan media air dan cairan tubuh buatan (Syntheticd Body Fluid). Indones J Mat Sci. 154-162 ISSN:1411-1098.
Poinern GE, Brundavanam RK, Mondinos N, Jiang ZT. 2009. Synthesis and characterisation of nanohydroxyapatite using an ultrasound assisted method. Department of Physics, Energy Studies and Nanoscience. Murdoch Univ. Murdoch. Ultrasonics Sonochemistry. 16 (4): 469-474.
Raynaud S, Champion E, Bernache-Assollant D, Thomas P. 2002. Calcium phosphate apatite with variable Ca/P atomic ratio I. synthesis characterisation and thermal stability of powders. Biomaterials. 23(4): 1065–1072.
Robinson JW. 1994. Undergraduate Instrumental Analysis. 5th ed. Departement of chemistry Louisiana State Univ Louisiana. New York (NY): Marcel Dekker Inc.
Santos MH, Oliveira M, Souza LPF, Mansur HS, Vasconcelos WL. 2004. Synthesis control and characterization of hydroxyapatite prepared by wet precipitation process. J Mater Resch. 7(4): 625-630.
Siva Rama KD, Siddharthan A, Seshadri SK, Sampath Kumar TS. 2007. A novel route for synthesis of nanocrystalline hydroxyapatite from eggshell waste. J. Mater. Sci. - Mater. Med.18(9): 1735-1743.
Soído C, Vasconcellos MC, Diniz AG, Pinheiro J. 2009. An improvement of calcium determination technique in the shell of molluscs. Brazilian archives of Bio Tech 52(1): 93-98.
Swanson, Tatge. 1953. Natl. Bur. Stand. (US). Circa. 1(58):539. Vijayalakshmi U, Rajeswari S. 2006. Preparation and characterization of
microcrystalline hydroxyapatite using sol gel method. Trends Biomaterial Artificial Organs. 19(2):57-62.
Wahl DA, Czernuszka JT. 2006. Collagen hydroxyapatite composites for hard tissue repair. Department of Materials, University of Oxford. J European Cells and Materials.11:43-56. ISSN 1473-2262.
Williams DB, Carter CB. 1996. Transmission Electron Microscopy: A Textbook for Materials Science. New York (NY): Plenum Pr.
Winarno FG. 2010 Nanoteknologi Bagi Industri Pangan dan Kemasan. Ed ke-1. Bogor (ID): M-Brio Pr.
Winata CB. 2012. Sintesis dan karakterisasi hidroksiapatit dari cangkang keong sawah. [skripsi]. Departemen Fisika. FMIPA. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Young S, Kwan S, Young HK, Jong HL, Young C, Hyoun K. 2011. Fabrication and compressive strength of porous hydroxyapatite scaffolds with a functionally ggraded core/shell structure. J Europ Ceramic Soc. 31:13-18. doi:10.1016/j.jeurceramsoc.2010.09.008.
32
Lampiran 1 Diagram alir sintesis HAp dari cangkang tutut
Cangkang Tutut
Cangkang dikalsinasi pada T: 1000oC; t:5 jam
Cangkang Halus (lolos 100 mesh)
Praperlakuan (dicuci, direbus), dioven 70 oC, digiling, diayak (100 mesh)
Ditimbang+ HNO3,HClO4, didestruksi;T:200 oC
Proses Presipitasi (pengadukan ultrasonik)
Penyaringan
Sintering, T 1000oC, t:5 jam
Suspensi
Proses Hidrotermal (penambahan CTAB)
Pengadukan, 30 menit + NaOH, aduk 30 menit ultrasonik water bath 30 menit
Dipanaskan dalam Teflon Autoclaf T;150 oC t:18 jam
Suspensi
Endapan
Dikeringkan pada T: 90oC t: 20 jam
Endapan
Sintering, T:1000oC t:5 jam
Serbuk HAp sintetik
Kontrol pH 10 (NH4OH)
Ageing, 50oC,18 jam, didinginkan, dicuci dengan air bebas ion
Larutan ekstrak jernih, Spektrofotometer-UV
Cangkang Halus (hasil kalsinasi) Data
Analisis awal XRD, SEM-EDS
Hidrasi dengan H2O + larutan H3PO4 85 %
Data
Serbuk HAp sintetik
33
Lampiran 2 Diagram alir Pencirian HAp
Lampiran 3 Hasil perhitungan stoikiometri pereaksi dan konsentrasi
bahan sintesis
Pereaksi Ca(OH)2 H3PO4 Ca10(PO4)6(OH)2 Bobot molekul (g/mol) 74.0780 97.9730 1004.5440 Bobot teoritis (g) 7.3743 5.8418 10.0 Mol teoritis (mol) 9.9548 × 10-2 5.9729 × 10-2 9.9548 × 10-3
Konsentrasi (M) 0.5 0.3 - Volume (mL) 199.10 199.10 -
Serbuk HAp sintetik
Pencirian dengan XRD, FTIR, SEM, PSA, TEM
Data
Hasil
34
Lampiran 4 Hasil analisis komposisi cangkang tutut
Parameter Kadar (%) Kadar Air 1.60 Kadar Abu 54.57 Kadar C-Organik 31.65 P 0.007 Ca (CaCO3) 64.73 Mg 0.04 Na 0.01 Fe 0.077 Mn 0.018 Cu 0.0007 Zn 0.0018
Lampiran 5 Data hasil analisis XRD cangkang tutut
a. Serbuk cangkang tutut sebelum kalsinasi 2 Ө Intensitas Fasa
26.1885 100 CaCO3 - (Aragonite) 27.2706 45.16 CaCO3 - (Aragonite) 29.3420 8.12 CaCO3 - (Calcite) 33.2148 47.43 CaCO3 - (Aragonite) 36.1733 21.55 CaCO3 - (Aragonite) 37.9262 45.91 CaCO3 - (Aragonite) 38.4867 34.79 CaCO3 - (Aragonite) 41.339 6.08 CaCO3 - (Aragonite) 42.9378 22.48 CaCO3 - (Aragonite) 45.8592 61.09 CaCO3 - (Aragonite) 48.4639 35.53 CaCO3 - (Aragonite) 50.3433 14.68 CaCO3 - (Aragonite) 52.4769 28.17 CaCO3 - (Aragonite)
b. Serbuk cangkang tutut setelah kalsinasi
2 Ө Intensitas Fasa 17.8944 63.66 Ca(OH)2- (Porlandite) 28.5036 25.55 Ca(OH)2- (Porlandite) 34.0293 100 Ca(OH)2- (Porlandite) 47.0619 31.19 Ca(OH)2- (Porlandite) 50.7277 42.07 Ca(OH)2- (Porlandite) 54.287 18.37 Ca(OH)2- (Porlandite) 62.4912 11.12 Ca(OH)2- (Porlandite)
35
c. Hasil sintesis cangkang tutut metode hidrotermal
d. Hasil sintesis cangkang tutut metode presipitasi
2 Ө Intensitas Fasa 2 Ө Intensitas Fasa 21.7032 4.09 HAp 50.4473 11.41 HAp 22.8216 5.45 HAp 51.2273 7.74 HAp 25.8592 34.99 HAp 52.0494 11.52 HAp 28.0678 7.9 HAp 53.1225 10.93 HAp 28.8871 14.97 HAp 53.8273 9.43 CaO 31.7517 100 HAp 55.8332 6.71 HAp 32.1555 51.72 HAp 60.3776 4.21 HAp 32.8703 61.8 HAp 61.6395 4.69 HAp 34.0400 19.08 HAp 62.9805 9.63 HAp 37.4028 13.54 CaO 64.0678 9.04 HAp 39.7619 26.36 HAp 64.9924 5.87 HAp 41.9571 6.73 HAp 71.5894 5.49 HAp 46.6620 21.88 HAp 74.0587 3.13 HAp 48.0329 11.38 HAp 77.0680 4.49 HAp 49.4516 26.1 HAp 78.1619 5.38 HAp
2 Ө Intensitas Fasa 25.8609 59.5 HAp 28.4941 10.69 HAp 31.9892 100 HAp 32.9690 44.29 HAp 34.0275 24.04 HAp 39.7792 20.53 HAp 46.5665 23.67 HAp 48.1541 13.98 HAp 49.4241 24.63 HAp 53.1651 19.16 HAp 55.8236 5.03 HAp 62.9772 7.21 HAp 64.1944 10.22 HAp
36
Lampiran 6 Fasa kristal serbuk cangkang tutut dan gambar sistem kristal Fasa-Parameter kisi Sistem kristal Gambar aragonit (CaCO3)- a = 4.9617 Å, b = 7.9692 Å, c = 5.7427 Å
Orthorhombik
Calcite a = 4.9910 Å b = 4.9910 Å c= 17.0680 Å
Heksagonal
Lampiran 7 Data Joint Cristal Powder Difraction Standard (JCPDS)
a. Porlandite: Ca(OH)2
37
b. Aragonite : CaCO3
c. Calcite : CaCO3
38
d. Hidroksiapatit (HAp) : Ca10(PO4)6(OH)2
39
e. Kalsium Oksida : CaO
Lampiran 8 Distribusi ukuran partikel HAp hasil sintesis dengan metode
presipitasi dan hidrotermal
No Presipitasi No Hidrotermal Ukuran
(nm) Jumlah (%)
Ukuran (nm)
Jumlah (%)
1 89.15 31 1 128.86 12 2 97.75 19 2 134.93 10 3 107.18 12 3 141.29 8 4 112.23 10 4 147.95 21 5 134.93 4 5 154.92 12 6 141.29 7 6 162.22 16 7 147.95 6 7 169.87 15 8 9 10 11
154.92 204.23 213.85 223.93
5 2 3 2
8 186.26 4
40
Lampiran 9 : Contoh Perhitungan : Kadar P : Ditimbang 0.25 g contoh cangkang tutut lalu didestruksi, diencerkan dalam 25 ml kemudian diukur. Aborbansi contoh : 1. 60 x 10-3 2. 58 x 10-3 Deret standar PO4 :
Konsentrasi (ppm) Absorbansi 0 0.002 2 0.048 4 0.101 8 0.210 12 0.317 16 0.434 20 0.541
Faktor koreksi kadar air = 1.016 Kurva Standar :
Kadar PO4 (ppm) : (60 + 4.7457)/27.197 = 2.3806 ppm Dalam 100 ml ektrak = 2.3806 x 100 = 237.06 Kadar P (%) = (237.06 x 31/95) x 0.0001 x 1.016 = 0.0073 (58 + 4.7457)/27.197 =2.3071 ppm Dalam 100 ml ektrak = 2.3071 x 100 = 230.71 Kadar P (%) = (230.71 x 31/95) x 0.0001 x 1,016 = 0.0071 Rata –rata =( 0.0073 + 0.0071)/2 = 0.0072 %
41
Lampiran 10 Peralatan Sintesis dan Pencirian HAp
Ultrasonik pH meter
Teflon autoclave Oven Tanur listrik
XRD SEM-EDS FTIR PSA
42
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Desember 1969 dari pasangan
Ir Kurnainsyah Hadering dan Noorhasanah, SPrg. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Tinggi Kimia Bogor, lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Kimia pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2014. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Litbang Pertanian.
Penulis bekerja sebagai staf Laboratorium Kimia Balai Penelitian Tanah Bogor sejak tahun 1992. Selama mengikuti program S-2, penulis telah mengikuti seminar internasional pada International Conference on Advanced Materials Science and Technology (ICAMST 2013) yang dilaksakan di Universitas Gajah Mada dan mempublikasikan jurnal berjudul Synthesis of Hydroxyapatite Nanoparticle from Tutut (Bellamya javanica) Shells by using Precipitation Method for Artificial Bone Engineering dan sudah diterbitkan di Advanced Materials Research Switzerland. Jurnal tersebut merupakan sebagian dari hasil penelitian tesis di bawah bimbingan Ibu Dr Eti Rohaeti MS, Ibu Dr Charlena Msi dan Bapak Drs Sulistioso Giat Sukaryo MT.