29
SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN TRANSNASIONAL TOPO SANTOSO,PHD SEMARANG, MEI 2011

SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

  • Upload
    lytruc

  • View
    252

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN TRANSNASIONAL

TOPO SANTOSO,PHD

SEMARANG, MEI 2011

Page 2: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Masalah dan tantangan apakah yang dihadapi Sistem Peradilan Pidana Indonesia ?

• Kerjasama di dalam Sistem Peradilan Pidana

• Kerangka Hukum Sistem Peradilan Pidana

• Egoisme Sektoral • Salah satu masalah yang

dihadapi SPP Indonesia: Korupsi

Page 3: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Bagaimana melihat Sistem Peradilan Pidana sebagai suatu Sistem?

• Semua komponen sistem ini bekerja dalam suatu sistem yang bertujuan menanggulangi kejahatan hingga batas yang dapat ditoleransi masyarakat.

• Masing-masing lembaga ini memiliki personil, peranan, fungsi, dan tanggung jawab nya masing-masing.

• Peradilan pidana adalah suatu proses yang teratur sesuai urutan dimana para profesional yang beragam bertindak terhadap satu kasus pidana untuk kepentingan masyarakat.

• Manakala satu unit mengubah kebijakan, praktik, atau sumberdaya, unit-unit lainnya akan kena pengaruhnya.

Page 4: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Konsep Kunci: Exchange• Untuk menganalisa hubungan

diantara para pengambil keputusan ada konsep kunci: EXCHANGE.

• Enchange merujuk kepada “a mutual transfer of resources among individual decision makers, each of whom has interests and goals that he or she cannot readily accomplish alone. Therefore, each needs to gain cooperation and assistance from other actors by contributing to their interests and goals.”

• Konsepsi “exchange” mengingatkan kita bahwa keputusan-keputusan merupakan produk dari interaksi diantara individu dan bahwa beberapa sub-sistem di dalam sistem ini terikat bersama oleh tindakan individual para pembuat keputusan.

Page 5: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Peradilan Pidana sebagai “Sistem” dan Masalahnya

• Meski kerangka hukum sudah ada, sayangnya, di dalam kenyataan, masih sering timbulberbagai masalah diantara lembaga-lembagapenegak hukum di dalam sistem peradilanpidana tersebut.

• Beberapa masalah ketidaksinkronan dansaling menyalahkan terjadi (misalnya antarapolisi dan jaksa terjadi bolak-balik berkasperkara, masing-masing merasa sudah benar), terjadi konflik kewenangan (misalnya polisi, jaksa, dan KPK ketiganya berwenangmenyidik tindak pidana korupsi), terjadikonflik yang menjurus kepada penggunaanwewenang masing-masing untuk

”melemahkan pihak lain” .

Page 6: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

• Dalam menghadapi kejahatan yang sifatnya jauh lebihkompleks, serius dan melibatkan pihak-pihak di berbagainegara seperti pada kejahatan ”transnational crime”, ketidakterpaduan, tercerai berainya lembaga-lembaga dalam sistemperadilan pidana di atas sangat melemahkan kemampuansistem ini untuk menanggulangi kejahatan-kejahatantersebut.

• Oleh sebab itu, diperlukan suatu peningkatan:• pemahaman, • kesadaran, • kemampuan untuk bekerja dalam satu sistem, untuk

memecahkan berbagai masalah yang ada, • untuk menghilangkan egoisme sektoral/ intitusional, • untuk melahirkan terobosan-terobosan dalam memecakan

masalah kejahatan, dan• untuk meningkatkan aspek managerial di dalam mencapai

tujuan sistem dengan sumber daya yang ada.

Page 7: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Karakteristik Sistem Peradilan Pidana

• Discretion (diskresi)• Resource Dependence (Ketergantungan

Pendanaan)• Sequential Task (Tugas yang Berurutan)• Filtering (Penyaringan)

Page 8: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Discretion (diskresi)• Pada setiap tingkatan proses

peradilan pidana, para petugas menggunakan banyak diskresi, yakni kemampuan untuk bertindak sesuai penilaian dan kesadarannya sendiri.

• Sebagai contoh, petugas polisi memutuskan bagaimana menangani suatu situasi kejahatan, jaksa penuntut umum memutuskan pasal apa yang akan digunakan dalam dakwaan, hakim memutuskan berapa lama hukuman penjara yang akan dia jatuhkan, pejabat pemasyarakatan memutuskan kapan suatu pelepasan bersyarat akan diberikan.

Page 9: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Resource Dependence• Lembaga-lembaga di dalam sistem peradilan

pidana umumnya tidak menghasilkan sendiri pendanaannya – anggaran operasional, pegawai, dan peralatan – tetapi tergantung pada pihak lain.

• Oleh sebab itu, aktor-aktor dalam sistem peradilan pidana (kepala polisi, kejaksaan, dan hakim) sering-sering harus meningkatkan dan menjaga hubungan yang baik dengan mereka yang bertanggungjawab atas anggaran setiap lembaga di dalam sistem ini- yaitu para pembuat keputusan politik (pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat).

Page 10: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Sequential Task• Keputusan-keputusan di dalam sistem

peradilan pidana dibuat dalam suatu rangkaian berurutan.

• Polisi melakukan penangkapan/ penahanan dan pemeriksaan tersangka sebelum diserahkan kepada jaksa, yang kemudian membuat keputusan menentukan apakah tersangka akan diajukan ke pengadilan atau tidak.

• Keputusan itu menentukan beban kerja dari pengadilan dan kemudian pemasyarakatan.

• Para pejabat di dalamnya tidak bisa mencapai tujuan mereka dengan bertindak di luar rangkaian urutan itu.

Page 11: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Filtering• Sistem peradilan pidana mungkin dapat dipandang sebagai suatu proses

penyaringan dimana kasus demi kasus disaring. Pada setiap tahap,beberapa tersangka diteruskan prosesnya ke tahap berikutnya, sementara sebagian yang lain dilepaskan atau diproses dalam kondisi yang berbeda.

• Mesti dicatat bahwa tidak semua orang yang ditangkap polisi kemudian diteruskan ke kejaksaan dan selanjutnya diadili dan dijatuhi hukuman. Beberapa yang ditangkap polisi kemudian dilepaskaan karena yang dilakukannya bukan tindak pidana atau karena tidak cukup bukti untuk diproses ke tahapan selanjutnya. Begitu juga jaksa yang menerima perkara dari polisi, tidak selalu mengajukan ke pengadilan, misalnya karena dihentikannya kasus demi kepentingan hukum.

• Hakim juga tidak selalu menghukum terdakwa, karena ia bisa memutuskan tidak dapat menerima perkara itu, melepaskan dari segala tuntutan hukum atau membebaskan.

• Meski demikian, kebanyakan kasus yang dapat diproses sampai di sidang pengadilan akan dijatuhi hukuman. Jadi sistem peradilan pidana sering digambarkan sebagai: “a funnel into which many cases enter but only a few result in conviction and punishment.”

Page 12: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Apa Tujuan Sistem Peradilan Pidana? • Sistem ini bertujuan untuk

menanggulangi kejahatan hingga sampai batas yang dapat ditoleransi masyarakat, sebab untuk menghilangkan sama sekali kejahatan merupakan hal yang mustahil.

• Dalam sistem ini bekerja para penegak hukum (law enforcement agencies) yang sesuai fungsi, tugas dan wewenang masing-masing bekerja bersama untuk mencapai tujuan tadi. Agar mereka dapat bekerja dengan baik, harus dibuat kerangka hukum yang mengatur bagaimana sistem ini bekerja.

Page 13: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Keberhasilan Sistem Peradilan Pidana• Indikator keberhasilan (Performance indicators) dari sistem peradilan

pidana adalah ukuran-ukuran yang dapat dihimpun yang dapat memberikan umpan balik (feedback) apakah sistem peradilan pidanatelah ”doing a good job” atau setidaknya mengerjakan apa yang semestinya dikerjakannya.

• Istilah ”performance indicator” sebetulnya relatif masih baru, meskipun upaya untuk menciptakan indikator kinerja dan mendorong penggunaannya dalam pembuatan kebijakan sudah lama dilakukan.

• Banyak negara mengumpulkan ukuran-ukuran tentang “effectiveness of the criminal justice system” tanpa menggunakan istilah ini (“performance indicators”).

• Akan tetapi, perkembangan dari “performance indicators” merupakan suatu proses yang lebih mendalam yang lebih jauh daripada menghitung angka: police arrest clearance rates (angka pengungkapan kasus), conviction rates (angka penghukuman), atau recidivism rates (angka residivisme).

Page 14: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

• Beberapa ahli dalam sistem peradilan pidana seperti James Q. Wilson (Bureau of Justice Statistics – Princeton University 1993) beranggapan bahwa masyarakat umumnya secara sederhana berharap terlampau banyak kepada sistem peradilan pidana mereka, yang menurut pandangan Wilson, tidak dapat dimintai tanggungjawab atas kegagalan dari instrumen sosial lainnya (komunitas, sekolah, dll) dalam mencegah kejahatan.

• Menurutnya, yang dapat dilakukan polisi hanyalah berusaha sebisamungkin untuk mengurangi kejahatan, karena angka kejahatan itu disebabkan faktor-faktor yang berada di luar kontrol polisi.

Page 15: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Crime Rate• Menurut Wilson, ”crime rate” bukanlah suatu

ukuran indikator keberhasilan yang tepat untuk pemolisian.

• Langkah pertama dalam menghadirkan “performance indicators of the criminal justice system” dengan demikian adalah menghadirkan suatu tujuan-tujuan yang “baru” yang “realistis”, dan kemudian menghasilkan “definisi operasional” untuk tujuan-tujuan itu.

Page 16: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Contoh Indikator Kinerja LP• Sebagai contoh yang dilakukan oleh Logan, yang

menyebut delapan tujuan dari penjara (pemasyarakatan) yaitu: security, safety, order, care, activity, justice, conditions and management.

• Logan juga menyebutkan aktivitas-aktivitas dan ukuran-ukuran kinerja/ keberhasilan untuk masing-masing tujuan itu. Yang menarik adalah, angka residivisme (Recidivism rates) tidak terdapat di dalam daftarnya itu, karena dia percaya bahwa “recidivism rates” berada di luar kontrol Lembaga Pemasyarakatan / penjara.

Page 17: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Contoh Indikator Kinerja Pengadilan• Suatu contoh tentang “court performance indicators”

dikembangkan oleh “Trial Court Performance Standards Project” yang dimulai pada 1987 oleh the National Center for State Courts and the Bureau of Justice Assistance di Amerika Serikat.

• Dibutuhkan waktu selama 10 tahun dalam pengembangan indikator-indikator ini. Ukuran-ukuran itu didasarkan pada lima standard yang sederhana: (1) access to justice, (2) expedition and timeliness, (3) equality, fairness and integrity, (4) independence and accountability; dan (5) public trust and confidence.

Page 18: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

“Legitimasi” Sistem Peradilan Pidana

• Legitimasi dari sistem peradilan pidana diantaranya lahir karena:

• 1) the accuracy of verdicts; • 2) the fairness of the process itself; • 3) the degree to which the justice system limits

the power of government and • 4) the efficiency of the process

Page 19: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

the accuracy of verdicts

• A perfectly accurate criminal process would result in no arrest of innocent persons or somewhat less perfectly, innocent persons would be released prior to trial or, still less perfectly, as the result of acquittal at trial.

• Similarly, in an entirely accurate system, all guilty persons would be arrested or, at least, all those guilty who are arrested would be convicted.

Page 20: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

the fairness of the process itself

• The second way to measure the legitimacy of a criminal justice system is by how fairly it treats persons suspected of, or prosecuted for, alleged criminal activity.

• The concept of fairness suggest that even persons should be treated with care for their rights and human dignity.

Page 21: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

the degree to which the justice system limits the power of government

• To place sensible limits on the power of the government in its treatment of persons accused of crime.

• Sometimes this norm overlaps accuracy. For example, use of torture to secure a confession can result in inaccuracy (a false confession).

• It seemed a truism that torture is a blatant violation of the fairness norm.

• The desire to promote limited government is sometimes an independent value. For example, a rule requiring the exclusion of evidence obtained by the police, without a search warrant, may result in a less accurate outcome.

Page 22: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

the efficiency of the process• An efficient system is wasteful of human and

institutional resources. • A system that is slow to reach an outcome can

also undermine social protection by delaying the confinement and punishment of the guilty.

• The provision of many procedural protections are not inexpensive.

• On the otherhand, the same grease that permits the wheels of justice to turn smoothly can sometimes undermine accuracy.

Page 23: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Model-model Peradilan Pidana • Hukum acara pidana terbentuk dari berbagai norma yang tumpang

tindih, bahkan terkadang bertentangan. • Masyarakat menginginkan suatu sistem peradilan pidana yang

dapat dipercaya (a reliable criminal justice system), yakni sistem peradilan pidana yang secara akurat membebaskan mereka yang tidak bersalah dari hukuman pidana.

• Meski demikian proses perkara pidana ditujukan untuk mencapai tujuan lainnya seperti “fair treatment of criminal suspect and racial, sexual, and economic equality in the justice system.”

• Bagaimana kita menetapkan prioritas ? selama lebih dari satu generasi para ahli telah mencoba menjawab pertanyaan ini dengan mengembangkan model-model sistem peradilan pidana yang dapat mempertimbangkan aturan-aturan prosedural yang telah dikembangkan dan atau menyarankan bagaimana suatu sistem diformulasikan.

Page 24: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

• Yang paling terkenal dari model-model itu diajukan oleh Prof. Herbert Packer yang mengidentifikasi dua model hukum acara pidana “yang saling bersaing untuk menjadi prioritas dalam menjalankan proses peradilan pidana.

• Dia menyebutnya dengan ‘Crime Control” dan “Due Process” model dari peradilan pidana (Herbert L.Packer 1968).

• Dua model yang diidentifikasi oleh Packer ini sangat terkenal dan berpengaruh besar pada pemikiran di bidang ini.

• Di Indonesia sendiri pemikiran Packer ini hingga kini masih selalu menjadi rujukan para ahli, mahasiswa, aktivis dan praktisi di bidang sistem peradilan pidana.

Page 25: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Crime Control Model• Crime control model refers to a theory of criminal justice which

places emphasis on reducing the crime in society through increased police and prosecutorial powers and In contrast, The “due process model” focuses on individual liberties and rights and is concerned with limiting the powers of government.

• Crime control prioritizes the power of the government to protectsociety, with less emphasis on individual liberties. Those who take a stance favoring tough approaches to crime and criminals may be characterized as proponents of crime control, while thosewho seek to curb government intrusions and harassment of suspects favor a due process control model.

Page 27: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Due Process Model• A due process model is type of justice system which is based on the principle that a citizen

has some absolute rights and cannot be deprived of life, liberty, or property without appropriate legal procedures and safeguards. Due process involves both procedual and substantive aspects. Procedural due process requires fairness in the methods used to deprive a person of life, liberty or property, while substantive due process requires valid governmental justification for taking a person's life' liberty or property. Due process requirements apply to both criminal and civil law.

• Due process generally requires fairness in government proceedings. A person is entitled to notice and opportunity to be heard at a hearing when they have life, liberty. or property at stake. Laws should be applied to persons equally, without discrimination on prohibited grounds, such as gender, nationality, handicap, or age. In criminal cases, fair procedures help to ensure that an accused person will not be subjected to cruel and unusual punishment, which occurs when an innocent person is wrongly convicted. Due process requirements apply to such government proceedings as trials, parole hearings, and administrative hearings involving benefits, among others.

• One example is that any person who is charged with a crime has , amongst other due process rights, a right to be adequately notified of the charges or proceedings against them, a right to a speedy trial and the opportunity to be heard and represented by an attorney at these proceedings.

Page 28: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Model-model lainnya• Meskipun dua model Packer sangat terkenal dan sangat

berpengaruh, itu bukanlah satu-satunya model yang ada. Beberapa ahli mengkritik model Packer dan juga mengajukan model-model sendiri.

• Hal itu dapat diikuti dari pandangan Douglas Evan Beloof yang mengajukan “victim participation model”(yang disebutnya sebagai The Third Model of Criminal Process), John Griffiths yang mengajukan “a family model criminal justice” yang lebih menonjolkan rehabilitasi dan reintegrasi pelaku ke dalam masyarakat, dan Kent Roach yang mendeskripsikan “punitive and non-punitive victims’ rights model” dalam “Four Models of the Criminal Process”

Page 29: SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KEJAHATAN  · PDF filesistem peradilan pidana dan kejahatan transnasional topo santoso,phd semarang, mei 2011

Peranan Kebenaran “Truth” di dalam Sistem Peradilan Pidana

• Setiap orang setuju bahwa Kebenaran (Truth) – hasil akhir dari peradilan yang reliable, dimana si pelaku dihukum dan orang tak bersalah (innocent) dibebaskan – adalah satu tujuan amat penting dari sistem peradilan pidana.

• Mengenai Kebenaran ini ada tiga hal penting yang perlu dibahas: (1) there is disagreement regarding the best methods for enhancing reliability;(2) whether erroneous convictions and erroneous acquittals are equally undesirable; dan (3) Is the truth of a defendant’s guilt or innocence the only value that should be considered in the criminal justice system?