Upload
others
View
28
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
EKSISTENSI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN DAN
IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
(Kajian Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 30 – 33)
SKRIPSI
Diajukan kepada IAIIG Cilacap untuk melengkapi salah syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan Strata I
dalam Ilmu Tarbiyah
Oleh :
NAMA : Abdul Malik
NIM : 072322070
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM IMAM GHOZALI (IAIIG)
CILACAP
2010
NOTA PEMBIMBING Cilacap, Juni 2010 H a l : Skripsi saudara Abdul Malik Lamp. : 7 Eksemplar. Kepada :
Yth. Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) di- Cilacap
Assalamu’alaikum War. Wab. Setelah saya memeriksa dan mengadakan koreksi seperlunya atas skripsi
saudara : Nama : Abdul Malik NIM : 072322070 Judul : EKSISTENSI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF AL-
QURAN DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM (Kajian Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 30 – 33)
Dengan ini kami mohon agar skripsi atas nama tersebut di atas dapat
segera dimunaqosahkan. Demikian untuk menjadi maklum adanya. Wassalamu’alaikum War. Wab.
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Musa Ahmad,M.Si Mugi Raharjo, S.Ag NIK. 951 011 038 NIK. 951 011 105
MOTTO
اسخري الناس انفعهم للن Artinya : “Sebaikk-baik Manusia, adalah manusia yang bermanfaat
bagi manusia lain.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Istri Tercinta
2. Anak-anakku Tersayang
KATA PENGANTAR
دمبالحهللا ر فرلى أشع المالسالة والصو نيالمالعنيعمأج ابهحاصو هلى آلعو دمحا منديس نيلسرالم
Puji dan syukur kehadlirat Allah SWT, atas segala karunia, rahmat, taufiq,
hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul EKSISTENSI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF AL-
QURAN DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM (k ajian
al-qur’an surat al-baqarah ayat 30 – 33) berjalan dengan baik dan lancar.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi
Muhammad Saw, sebagai pembawa berita dan tradisi-tradisi suci yang
membimbing ummat manusia kepada kehidupan yang penuh dengan keberkahan
yang di ridloi oleh Allah SWT.
Skripsi ini merupakan upaya maksimal penulis dalam rangka
mengembangkan kemampuan diri dan upaya memberikan konstribusi pemikiran
bagi khasanah ilmu pengetahuan dan upaya pengembangan konsep pendidikan
dan pengajaran sebagai bahan evaluasi menuju masa yang akan datang.
Dengan ketulusan hati penulis menyadari akan kekurangan, ketidak
sempurnaan skripsi ini, mengingat keterbatasan kemampuan penulis, namun
berkat bimbingan dan binaan dari semua pihak, dapat terselesaikan. Untuk itu
ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada yang terhormat :
1. KH. Drs. Nasrulloh, Rektor Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG)
Cilacap yang telah memperjuangkan dan mengusahakan segala-galanya
sehingga penulis dapat mengakhiri perkuliahan dengan menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
2. Lumauridlo, S.Psi Dekan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Imam
Ghozali (IAIIG) Cilacap,
3. Drs. Musa Ahmad, M.Si, sebagai pembimbing I.
4. Mugi Raharjo, S.Ag, sebagai pembimbing II
5. Para Dosen yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuannya kepada
penulis, baik di majelis/ forum perkuliahan maupun yang bersifat ekstra
perkuliahan.
6. Ayah, Ibu, kakak dan adik-adik penulis yang telah memberikan dukungan
moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan Studi Program
Sarjana Strata 1 di Fakultas Tarbiyah IAIIG Kesugihan Cilacap.
7. Rekan-rekan mahasisiwa civitas akademika di IAIIG kesugihan Cilacap yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang memberikan dukungan untuk
keberhasilan studi penulis.
Dengan ini penulis berharap, mudah-mudahan amal mereka diterima di
sisi Allah SWT. Selanjutnya seperti kata peribahasa “tiada gading yang tak
retak” maka tegur sampa dari para pembaca sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan skripsi ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi yang sangat sederhana ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumya.
Cilacap, Juni 2010
Penulis
ABDUL MALIK NIM. 072322070
ABSTRAKSI
Abdul Malik (NIM. 072322070) Judul : Eksistensi Manusia Dalam Perspektif Al-Quran Dan Implementasinya Dalam Pendidikan Islam (Kajian Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 30 – 33)
Penelitian Ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana eksisitensi manusia dan implementasinya dalam Pendidikan Islam prespektif Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30 – 33.
Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), yakni berusaha untuk menguak secara konseptual tentang berbagai hal yang berkaitan dengan eksisitensi manusia dan implementasinya dalam Pendidikan Islam prespektif Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30 – 33. Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah data-data yang diperoleh melalui buku-buku, penafsiran ahli tafsir yang didukung dengan hadits-hadits yang relevan. Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang dijadikan sebagai alat bantu dalam menganalisis masalah yang muncul, yaitu buku-buku yang ada relevansinya dengan eksisitensi manusia dalam Pendidikan Islam. Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Interpretatif dan Metode Analisis Isi serta Metode Analitis, namun dalam prakteknya, penulis tidak mutlak menggunakan metode tersebut, penulis hanya mengkaji ayat-ayat al-Qur’an tersebut dengan menggunakan penafsiran dari para mufassir yang ada.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Eksistensi manusia dalam perspektif Al-Quran adalah merupakan perpaduan antara unsur jasmani dan unsur rohani atau antara unsur materi dan unsur immateri, yaitu perpaduan antara badan (sebagai unsur materi), akal dan ruh (sebagai unsur immateri). Implementasinya dalam pendidikan Islam adalah harus didasarkan pada cara pandang Al-Quran terhadap manusia yang secara eksistensial merupakan satu kesatuan yang utuh antara badan (sebagai unsur materi), akal dan ruh (sebagai unsur Immateri). Nilai pendidikan Islam terletak pada keseimbangan antara aspek pemikiran dan perasaan atau antara pikir dan dzikir.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ........................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ............................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... v
ABSTRAKSI ............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR .............................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................ 6
C. Tujuan ............................................................................... 6
D. Definisi Operasional ......................................................... 7
E. Telaah Pustaka ................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan Skripi ............................................. 11
BAB II HAKIKAT PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Pendidikan Islam .............................................. 15
B. Sumber dan Dasar Pendidikan Islam ................................. 20
C. Tujuan Pendidikan Islam.................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Pendekatan Penelitian ............................................... 32
B. Fokus dan Ruang Lingkup Penelitian ................................ 33
C. Sumber Data ....................................................................... 33
D. Metode Analisis Data ......................................................... 33
BAB IV ANALISA EKSTENSI MANUSIA DALAM
PRESPEKTIF AL-QUR’AN SURAT AL-BAQARAH
AYAT 30 – 33 DAN IMPLEMENTASINYA DALAM
PENDIDIKAN ISLAM
A. Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 30 – 33 ...................... 36
1. Teks dan Terjemah Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 30-
33 ................................................................................. 37
2. Penjelasan I’rab ........................................................... 37
3. Penjelasan Balaghah .................................................... 39
4. Tafsirul Mufradat ......................................................... 39
5. Munasabah .................................................................. 41
6. Penjelasan dan Isi Kandungan ..................................... 42
7. Isi dan Kandungan Al-Qur’an Surat Al-Insyirah ayat
5 – 8 ............................................................................. 53
B. Eksistensi Manusia dalam Prespektif QS Al-Baqarah 30 –
33 ........................................................................................ 54
1. Pengertian eksistensi Manusia ..................................... 54
2. Eksistensi Manusia dalam QS Al-Baqarah 30 – 33 ..... 57
C. Analisis Eksistensi Manusia dalam QS Al-Baqarah 30 –
33 ....................................................................................... 62
D. Implementasi Eksistensi Manusia Dalam Prespektif QS
Al-Baqarah 30 – 33 ............................................................ 68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 70
B. Saran-saran ......................................................................... 71
C. Kata Penutup ...................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam perjalanan hidup dan kehidupannya pada dasarnya
mengemban amanah atau tugas-tugas kewajiban dan tanggung jawab
yangdibebankan Allah kepadanya agar dipenuhi, dijaga dan dipelihara sebaik-
baiknya.1
Di dalam Al-Quran juga dinyatakan bahwa manusia termasuk makhluk
yang siap dan mampu mengemban amanah ketika ditawari oleh Allah,
sementara makhluk lain enggan menerimanya, bahkan tidak siap atau tidak
mampu mengemban amanah tersebut. Sebagaimana firman Allah:
$ ‾ΡÎ) $oΨôÊ t� tã sπtΡ$ tΒ F{$# ’n? tã ÏN≡ uθ≈ uΚ¡¡9 $# ÇÚ ö‘F{ $#uρ ÉΑ$ t6 Éfø9 $#uρ š÷ t/r' sù βr& $ pκs]ù=Ïϑøts†
z ø)x�ô©r& uρ $ pκ÷]ÏΒ $ yγn=uΗxq uρ ß≈|¡ΡM}$# ( … çµ‾ΡÎ) tβ% x. $ YΒθè=sß Zωθ ßγ y_ ∩∠⊄∪
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikulamanah tersebut dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dandipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dholim dan bodoh.(QS. Al-Ahzab:72)2
Di dalam Al-Quran banyak ditemukan gambaran yang membicarakan
tentang manusia dan makna filosofis tentang penciptaannya. Manusia
1Muhaimin, M.A., Paradigma Pendidikaaan Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung,2002,
h. 19 2Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, Kumudasmoro
Grafindo, Semarang, 1994, h. 680
2
merupakan makhluk Nya yang paling mulia di antara makhluk-makhluk lain.3
Ia dijadikan Allah dalam sebaik-baik bentuk ciptaan, baik fisikmaupun
psikisnya,4 yang dilengkapi dengan akal dan pikiran serta potensi-potensi
dasar lainnya yang dapat dikembangkan dan diaktualisasikanseoptimal
mungkin. Karena itulah sudah selayaknya manusia menyandang tugas sebagai
khalifah Allah di bumi.5
Allah SWT berfirman :
øŒ Î)uρ tΑ$ s% š�•/u‘ Ïπ s3Í×‾≈ n=yϑù=Ï9 ’ÎoΤ Î) ×≅ Ïã%y ’Îû ÇÚö‘ F{$# Zπ x�‹Î=yz ( (# þθ ä9$s% ã≅ yè øgrBr& $ pκ� Ïù tΒ
߉š ø�ム$ pκ�Ïù à7Ï�ó¡o„ uρ u !$ tΒ Ïe$!$# ßøtwΥ uρ ßxÎm7 |¡çΡ x8ωôϑpt¿2 â Ïd‰s)çΡuρ y7 s9 ( tΑ$ s% þ’ÎoΤÎ) ãΝn=ôãr&
$ tΒ Ÿω tβθ ßϑn=÷ès? ∩⊂⊃∪ zΝ‾=tæuρ tΠ yŠ# u u !$ oÿôœF{$# $yγ ‾=ä. §ΝèO öΝåκyÎz÷tä ’n? tã Ïπs3Í× ‾≈ n=yϑø9 $# tΑ$ s)sù
’ÎΤθ ä↔Î6/Ρr& Ï!$ yϑó™r' Î/ ÏIω àσ‾≈ yδ βÎ) öΝçFΖä. tÏ%ω≈ |¹ ∩⊂⊇∪ (#θ ä9$ s% y7 oΨ≈ ysö6 ß™ Ÿω zΝù=Ïæ !$ uΖs9 āω Î)
$ tΒ !$ oΨtFôϑ‾=tã ( y7ΡÎ) |MΡr& ãΛÎ=yè ø9 $# ÞΟŠÅ3ptø: $# ∩⊂⊄∪ tΑ$ s% ãΠ yŠ$ t↔‾≈ tƒ Νßγ ÷∞Î;/Ρr& öΝÎηÍ←!$ oÿôœr' Î/ ( !$ £ϑn=sù
Νèδ r' t6/Ρr& öΝÎηÍ←!$ oÿôœr' Î/ tΑ$ s% öΝs9 r& ≅ è%r& öΝä3©9 þ’ÎoΤ Î) ãΝn=ôãr& |= ø‹ xî ÏN≡ uθ≈ uΚ¡¡9 $# ÇÚö‘ F{$#uρ ãΝn=÷ær& uρ
$ tΒ tβρ߉ö7 è? $ tΒ uρ öΝçFΨä. tβθãΚ çF õ3s? ∩⊂⊂∪
Artinya : (30) Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
(31) dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada
3Ibid., h. 435 4Ibid., h. 1076 5Muhaimin, M.A., Op.Cit., h.23
3
Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
(32) Mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(33) Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka Nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (QS. Al-Baqarah:30 - 33).
6
Dihadirkannya manusia di muka bumi ini bukanlah tanpa tujuan.7
Manusia sebagaimana dikatakan oleh Allah adalah sebagai “abdullah” dan
“khalifatullah” yang keduanya harus dilakukan dengan penuh tanggungjawab.
Manusia sebagai hamba Allah telah diposisikan sebagai khalifah Allah di
muka bumi, sebagai wakil Tuhan dalam mengatur dan memakmurkan
kehidupan di planet ini.8
Kehadiran manusia di muka bumi ini dalam pandangan al-Quran
minimal dapat dikupas dari tiga pandangan, yaitu :9
Pertama, manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah sebagai
hamba atau abdi-Nya. Ini membawa suatu Implikasi bahwa manusia dalam
keseluruhan hidupnya adalah dalam kerangka pengabdian kepada-Nya. Hal ini
sebagaimana telah diungkapkan oleh Al-Quran pada surat-surat berikut: Al-
Baqarah ayat 21: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menjadikan
6Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit, 7Departemen Agama Republik Indonesia, op. Cit., h. 540 8Jamaludin Darwis, Dinamika Pendidikan Islam, dikutip dari buku; Paradigma
PendidikanIslam, Editor: Ismmail S.M., M.Ag.), Pustaka Religius, Yogyakarta, 2001, h. 321 9H.M. Chabib Thoha, M. A., dkk(Editor), Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka
Pelajar, Semarang, 1996, h. 287.
4
kamu dan orang-orang sebelum kamu”, Surat Adz-Dzariyat ayat56 : “Dan
tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku”,
Surat At-Taubah ayat 3 :”Mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang
Maha Kuasa”, Surat Al-Bayyinah ayat 5 : “Dan mereka tidaklah disuruh
kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan ikhlas kepada-Nya dalam
menjalankan agama yang lurus.”
Kedua, manusia adalah “tangan panjang Tuhan” di muka bumi, selain
bertugas sebagai hamba-Nya, manusia adalah khalifah di muka bumi ini.
Sebagai seorang petugas (baca: khalifah) maka tentunya dalam hidup dan
kehidupannya manusia terikat dengan kewenangan dan tanggung jawab serta
pertanggungjawaban terhadap segala aktivitas kekhalifahannya. Sebagaimana
yang telah difirmankan oleh Allah dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30:
“Sesungguhnya aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi”, surat Shad
ayat 26 : “Hai Dawud sesunguhnya Kami menjadikan kamu khalifah di muka
bumi”, dan masih banyak lagi ayat-ayat yang berbicara tentang hal itu.
Ketiga, kehadiran manusia di dunia adalah sementara dan kembali
kepada-Nya adalah suatu yang niscaya. Keberadaan dalam kesementaraan
inilah yang sering kali dilupakan manusia.
Untuk menunjang dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawab
sebagaimana di atas, maka manusia telah dibekali dengan berbagai potensi
yang diperlukan dalam mengemban tugas dan fungsinya sebagai makhluk
5
Allah di muka bumi.10
Di samping kelebihan atau kelemahan yang ada pada diri manusia
dibandingkan dengan makhluk lain, ia (manusia) juga menyandang
kekurangan atau kelemahan (baca: sifat negatif),11 di antaranya yaitu:
1. Bahwa manusia itu amat dholim dan bodoh. Sebagaimana firman Allah
dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 72 : “…Sesungguhnya manusia itu
amat dholim dan bodoh.” Sifat dholim dan bodoh ini misalnya suka
menganiaya diri sendiri, suka membangkang, tidak proporsional
meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, tidak mau taat pada Allah
danrasul-Nya. Sehingga merugikan diri sendiri. Bila sifat-sifat ini tidak
diarahkan, diluruskan, maka akan menimbulkan mala petaka, baik bagi
dirinya, masyarakat maupun lingkungan hidupnya.
2. Manusia adalah makhluk yang lemah, tidak mempunyai daya dan
kekuatan sendiri melainkan hanya Allah yang memberikan daya dan
kekuatan.12 Karena itu tidak sepantasnya untuk berlaku sombong, karena
kesombongan itu cermin kekerdilan diri.
3. Manusia adalah makhluk yang banyak menentang dan membantah ajaran
Allah yang telah menciptakannya dan memberinya nikmat.13 Ia telahdiberi
alat-alat potensial seperti: panca indra, akal fikiran dan lain-lain.Akan
tetapi justru digunakan untuk menentang dan membantah kebenaran ajaran
Tuhannya.
10Samsul Nizar, M.A., Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan historis, teoritis dan
praktis, Ciputat Pers, Jakarta, 2002, h.1 11Murtadha Mutahhari, Manusia dan Agama, Mizan, Jakarta, 1984,. h. 117-124 12Departemen Agama Republik Indonesia, op. Cit., h. 122 13Ibid., h. 452.
6
4. Di samping yang telah disebutkan di atas, manusia juga bersifat tergesa-
gesa, mudah lupa dan banyak salah,14 sering mengingkari nikmat,15
sertamengingkari kebenaran ajaran Allah.16 Di samping itu manusia
mudahgelisah dan banyak keluh kesah serta sangat kikir,17 dalam arti
manusiaitu mudah cemas dan tidak tabah menghadapi musibah, bahkan
bisakehilangan keseimbangan mental bila ditimpa musibah, dan lain-lain.
Dengan adanya berbagai sifat negatif atau kelemahan-kekuranganyang ada
pada diri manusia itu, maka akan menyadarkan dia untuk lebih
memperhatikan eksistensi dirinya yang serba terbatas. Lalu bagaimana
agarmanusia mampu menunaikan amanahnya baik sebagai hamba maupun
sebagai khalifah di muka bumi ini dengan segala kekurangan dan
kelebihannya itu ?
Bertitik tolak dari realitas karakteristik yang ada pada diri manusia
sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa di samping kelebihan yang
ada pada diri manusia ia juga hadir dengan segala kekurangannya, maka
pendidikan menjadi kebutuhan yang niscaya bagi manusia. Dengan demikian,
Pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidup dan kehidupan
manusia. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh John Dewey bahwa
pendidikan merupakan kebutuhan hidup manusia, membimbing dan
mengarahkan pertumbuhan– aktualisasi potensi yang ia miliki.18 Atau dengan
kata lain sebagaimana yang dikutip oleh H.M. Malik Fajar bahwa pendidikan
14H. R. Turmudzi dan Ibnu Majjah 15Departemen Agama Republik Indonesia, Op. Cit., h. 521 16Ibid., h. 437 17Ibid., h. 439, 974 18Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Grafindo Persada, Jakarta, 2000, h. 65
7
itu bertujuan untuk mempersiapkan kader-kader (baca: manusia) sebagai
khalifah Allah, sehingga secara fungsional keberadaannya menjadi pemeran
utama terwujudnya tatanan dunia yang rahmatan lil alamin.19
Agar pendidikan berhasil dalam prosesnya, maka pemahaman tentang
konsep penciptaan manusia dan fungsi penciptaannya dalam alam semesta
harus sepenuhnya diakomodasikan dalam perumusan teori-teori Pendidikan
Islam, baik melalui pendekatan kewahyuan, keilmuan maupun rasional
filosofis.20
Bertitik tolak dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
mengkaji tentang eksistensi manusia dalam perspektif Al-Quran dan
bagaimana implementasinya dalam Pendidikan Islam.
B. Definisi Operasional
Untuk menghindari agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap
judulskripsi ini, maka penulis perlu memberi pengertian dan batasan dari
istilah-istilah yang digunakan dalam judul skripsi ini.
1. Eksistensi
Eksistensi artinya wujud atau keberadaan.21Manusia baik sebagai
makhluk individu maupun sebagai makhluk tuhan atau baik sebagai subjek
(khalifah fil ardi) maupun sebagai objek (hamba) yang tunduk kepada
perintahNya.
19H M. Malik Fajar, Reorientasi Pendidikan Islam, Yayasan Pendidikan Islam Fajar
Dunia, Jakarta, 1999, h. 36 20Samsul Nizar, M. A., op. Cit., h. 23. 21Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, 1990, h. 221
8
2. Manusia
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis,
rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis,
manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk
manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi
otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan
menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama,
dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk
hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain.
Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan
penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk
serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan
kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk
dukungan satu sama lain serta pertolongan.22
3. Perspektif al-Quran
Perspektif artinya sudut pandang, pandangan.23
al-Quran adalah
bentuk masdar yang mempunyai arti isian maf’ul yang berarti dibaca (al
Magru) atau disebut al-Kitab. Juga mempunyai arti isian maf’ul yang
mempunyai arti juga yang dibaca (Al Maktub) para ahli usul biasa
memakai nama Al Kitab sebagai nama al-Qur’an dan mengenai hal ini ahli
fikih memberikan definisi al-Kitab adalah al-Qur’an yaitu lafadz arab yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW yang dipindahkan dengan jalan
22 http://id.wikipedia.org/wiki/Manusia 23Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit, h. 378
9
mutawatir dan itu diturunkan di dua tahap (di Makkah dan Madinah) yang
dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhir surat annas.24Perspektif al-
Quran berarti menurut sudut pandang Al-Quran.
4. Implementasinya dalam pendidikan Islam
Implementasi adaah pelaksanaan; penerapan: pertemuan kedua ini
bermaksud mencari bentuk tertentu, hal yang disepakati
dulu; mengimplementasikan yakni melaksanakan; menerapkan.25
Implentasi terhadap pendidikan Islam berarti penerapan atau
pelaksanaan dengan pendidikan Islam. Dalam hal ini bagaimana
penerapan dari perspektif al-Quran tentangeksistensi manusia dalam
pendidikan Islam.
Adapun yang dimaksud pendidikan Islam menurut Hasan
Langgulung adalah: “Proses penyiapan generasi muda untuk mengisi
peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai–nilai Islam yang
diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik
hasilnya di akhirat.26Atau secara filosofis didefinisikan oleh Moh. Natsir,
bahwa pendidikan adalah suatu pimpinan jasmani dan ruhani menuju
kesempurnan dan kelengkapan arti kemanusiaan dan arti manusia yang
sesungguhnya.27 Disini pendidikan Islam merupakan sesuatu proses
pembentukan individu berdasarkanajaran-ajaran Islam yang diwahyukan
24Syeh Muhammad Ali Ashabuni, Iktisar Ulumul Qur’an Praktis, (Jakarta: Pustaka
Amani, 1990), hlm 11. 25 http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php 26Prof. Dr. Hasaan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, al-
Ma’ruf, Bandung, 1980, h.94 27Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; tradisi dan modernisasi menuju milenium baru,
Logos Waacana Ilmu, Jakarta, 1999, h.4
10
Allah kepada Muhammad S.A.W. Melalui proses mana individu dibentuk
agar dapat mencapai derajat yang tinggi sehingga iamampu menunaikan
tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang dalam kerangka lebih
lanjut mewujudkan kebahagiaan di dunia dan diakhirat.28
5. Kajian
Berasal dari kata dasar kaji : pelajaran, penyelidikan, hasil
mengkaji. Adapun mengkaji adalah belajar, mempelajari, memeriksa,
menyelidiki, memikirkan, dan menelaah, yang kemudian cara, proses,
perbuatan mengkaji penelaahanya disebut pengkajian. Atau bisa dipahami
penelaahan terhadap sesuatu obyek untuk memperoleh pengertian yang
tepat dan pemahaman arti dan bisa juga untuk memecahkan masalah
dengan metode yang konsisten untuk mencapai pengertian tentang
prinsip-prinsip dasarnya.29
6. Surat Al-Baqarah
Surat al-Baqarah terdiri dari 286 ayat, termasuk surat Madaniyah
dan merupakan surat yang ke -2 dalam susunan al-Quran. Surat ini
dinamai al-Baqarah karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan
sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil, dimana dijelaskan
watak orang Yahudi pada umumnya. Surat ini juga dinamai dengan
Futhatil Qur’an (puncak al-Quran ) karena memuat beberapa hukum yang
tidak disebutkan dalam surat lain. Dinamai juga surat alif lam mim.30
28Ibid, h.5 29Departemen pendidikan dan Kebudayaan, op. Cit., h 431 30Departemen Agama, op. Cit., h 7
11
C. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang pemikiran di atas, ada dua
pokokpermasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu :
1. Bagaimana eksistensi manusia dalam perspektif Al-Quran surat Al-
Baqarah ayat 30 – 33 ?
2. Bagaimana implementasinya dalam Pendidikan Islam ?
D. Tujuan Penelitian
Berangkat dari permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui dan memahami bagaimana eksisitensi manusia dalam
perspektif Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30- 33.
2. Mengkaji bagaimana implementasi dari perspektif Al-Quran tentang
eksisitensi manusia – dalam Pendidikan Islam.
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan :
1. Dapat memberikan sumbangan yang bernilai ilmiah bagi pengembangan
ilmu pengetahuan.
2. Dapat menghasilkan rumusan tentang eksistensi manusia dalam perspektif
Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30- 33.
3. Dapat dijadikan sebagai pedoman atau pegangan bagi pendidik atau siapa
saja yang berkecimpung di tengah-tengah kehidupan sosial masyarakat
dan dunia pendidikan.
12
4. Telaah Pustaka
Penelitian atau kajian tentang manusia telah banyak dilakukan oleh
para tokoh. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh M. Yasir Nasution alam
bukunya yang berjudul “Manusia Menurut Al-Ghozali”, ia telah menguraikan
beberapa pokok bahasan yang berkaitan dengan masalah manusia, yaitu
:hakikat dan struktur keberadaan manusia dalam pandangan al-Ghozali dan
alasan yang mendasari pandangan itu ; potensi yang paling esensial di dalam
struktur keberadaan manusia ; kemampuan manusia untuk mengetahui
danmewujudkan perbuatannya berdasarkan potensi yang dimilikinya;
kesempurnaan manusia dan jalan yang harus ditempuh untuk mencapainya ;
dan pembahasan tentang hubungan antara substansi material manusia (badan)
dan substansi immaterialnya (jiwa). 31
Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Ali Isa Othman yang mengkaji
manusia secara filosofis dengan berpijak pada al-Quran dan al-Hadis. Dalam
kajian itu beliu telah menguraikan secara rinci dan detail tentang hakikat
manusia. Mungkinkah dengan segala potensinya manusia mampu mencapai
tingkatan tertinggi, insan kamil yaitu manusia yang telah betul-betul ma’rifat
kepada Allah?. Berangkat dari persoalan yang mendasar inilah beliau
melakukan kajian tentang manusia.32
Akan tetapi ia belum secara luas menguraikan konsekuensi dari
keberadaan manusia di muka bumi dengan segala potensi yang ia miliki.Masih
banyak lagi penelitian tentang manusia yang tidak bisapenulis uraikan di sini.
31M. Yasir Nasution, Manusia Menurut al-Ghozali, Rajawali, Jakarta, 1988 32Manusia Menurut al-Ghozali, diterjemahkandari The Consept of man in Islam in the
Writings of al-Ghozali, karangan Ali Issa Othman, terbitan Darul Ma’rif, Kairo, 1960
13
Bertitik tolak dari dua penelitian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji
tentang eksistensi manusia dalam perspektif al-Quran, kemudian akan penulis
kaji bagaimana implementasinya dalam pendidikan Islam.
5. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam penulisan skripsi ini, Penulis membagi ke dalam lima bab, yaitu
bab pertama taitu Pendahuluan, bab kedua tentang Eksistensi Manusia dalam
Perspektif al-Quran surat al-Baqarah ayat 30-33, bab ketiga tentang Hakikat
Pendidikan, bab keempat adalah Analisa Terhadap Q.S. Al-Baqarah : 30 – 33
dan implementasinya. Kemudian bab terakhir adalah penutup.
Bab pertama pendahuluan diuraikan gambaran umum pembahasan
skripsiyang meliputi : (A). Latar Belakang Masalah, (B). Rumusan Masalah,
(C). Tujuan Penulisan Skripsi, (D). Definisi Operasional (E). Telaah Pustaka
dan (F). Sistematika Penulisan Skripsi.
Bab kedua pembahasan tentang Eksistensi Manusia dalam Perspektif
al-Quran surat al-Baqarah ayat 30 – 33, dalam bab ini akan dibahas tentang :
(A). Tafsir al-Quran suratal-Baqarah : 30 – 33, (B). Eksistensi Manusia dalam
PerspektifQ.S. Al-Baqarah : 30 – 33 yang meliputi (1) Pengertian Eksistensi
Manusia, (2) Eksistensi Manusia dalam Perspektif Q.S. Al-Baqarah : 30 - 33.
Bab ketiga pembahasan tentang Hakikat Pendidikan Islam, dalam bab
ini akan diuraikan tentang : (A). Pengertian pendidikan Islam, (B). Sumber
dan dasar pendidikan Islam, (C). Tujuan Pendidikan Islam
Bab keempatadalah Analisa Terhadap Q.S. Al-Baqarah : 30 – 33,
Implementasinya dalam Pendidikan Islam.Bab ini merupakan bab analisa yang
14
akan menguraikan eksistensi manusia dalam perspektif al-Quran surat al-
Baqarah : 30 - 33, implementasinya dalam pendidikan Islam dengan sub
pokok bahasan sebagai berikut : (A). Analisa terhadap Q.S Al-Baqarah : 30 -
33 (B). Implikasi Eksistensi Manusia dalam Perspektif Q.S. Al-Baqarah : 30 –
33 terhadap Pendidikan Islam.
Bablima atau terakhir adalah Penutup meliputi : (A). Kesimpulan,
(B). Saran-saran dan (C). kata penutup
15
BAB II
HAKIKAT PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Pendidikan Islam
Secara umum konsep pendidikan Islam mengacu pada makna asal kata
yang membentuk kata pendidikan itu sendiri dalam hubungannya dengan
ajaran Islam. Dalam hal ini akan dirunut hakikat pendidikan Islam yang
sekaligus menggambarkan apa yang dimaksud dengan pendidikan menurut
pengertian secara umum.
Ada tiga istilah yang lazim digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu
tarbiyah, ta’lim, ta’dib.1 Dalam penggunaannya terdapat perbedaan di antara
para pakar. Misalnya Ahmad Tafsir lebih condong pada istilah tarbiah,2
sementara Syed Naquib al-Attas lebih condong pada istilah ta’dib. Naquib al-
Attas, Konsep Pendidikan Islam (terj. Haidar Baqir), Mizan, Bandung, 1986,
h.60. Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Islam (terj. Haidar Baqir), Mizan,
Bandung, 1986, h.60. 3 Berbeda halnya dengan Azyumardi Azra, menurut
beliau pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam
inheren dalam konotasi istilah tarbiyah, ta’lim dan ta’dib yang harus dipahami
secara bersama-sama.Ketiga istilah tersebut mengandung makna yang amat
dalam, menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam
hubungannya dengan Tuhan saling berkaiatan satu sama lain. Menurut beliau
1 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, h. 70. 2 Ahmad Tafsir, Metode Khusus Pendidikan Islam, Remaja Rosda Karya, Bandung,
1997, h. 109
16
istilah-istilah itu pulayang sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan
Islam; formal, informal dan nonformal.4
Dari ketiga istilah tersebut yang berkembang dan populer digunakan
dalam masyarakat secara umum adalah tarbiyah. Salah satu bentuk
penggunaannya terlihat pada penamaan fakultas-fakultas pendidikan dengan
Kulliyyah al-Tarbiyah ( التربية كلية ) yang di Indonesia disebut dengan
Fakultas Tarbiyah.5
Istilah tarbiyah bisa dilihat dari beberapa akar kata, antara lain pertama
raba-yarbu ( يربو - ربا ) yang berarti bertambah dan tumbuh.6 Kedua
rabiya- yarba ( يريب - ريب ) yang berarti mendidik dan mengasuh.7 Ketiga
rabba-yarubbu ( يرب - رب ) yang berarti memperbaiki, mengasuh,
memimpin, menjaga dan memelihara.8 Firman Allah yang mendukung istilah
ini antara lain : قلصغريا ربياين كما ارمحهما رب و Artinya : “…Dan
ucapkanlah : Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya sebagaimana
mereka mendidikku di waktu kecil.”9
Adapun pengertian pendidikan Islam, oleh para pakar antara lain
didefinisikan sebagai berikut :
3. Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Islam (terj. Haidar Baqir), Mizan, Bandung, 1986,
h.60. 4 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi menuju Millenium Baru
Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999, h. 4 –5 5 Herry Noor Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999, h. 3-5 6 Munjid, Darul Masyriq, Beirut, t.TH, h. 247 7 ibid 8 Ibid 9 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, Kumudasmoro
Grafindo, Semarang, 1994, h. 428
17
1. Menurut Ahmad D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.10
2. Menurut Dr. Ahmad Tafsir
Pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam segenap aspek.11
3. Menurut Langeveled
Pendidikan adalah suatu bimbingan yang diberikan orang dewasa kepada
anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan yaitu kedewasaan.12
4. Menurut UU RI No. 20 / 2003 tentang SISDIKNAS
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdsan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.13
5. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku sesorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
10 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al-Maarif, Bandung,
1989,h. 18 11 Dr. Ahmad Tafsir, Methodologi Pengajaran Agama Islam, Remaja Rosda Karya,
Bandung, 1997, h. 6 12 Drs. H. Burhanuddin Salam, Pengantar Paedagogig (Dasar-dasar Ilmu Pendidikan),
Rineka Cipta, Jakarta, 1997, h. 3-4 13 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 1
18
pengajaran dan pelatihan.14
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami, pendididkan adalah
suatu proses atau usaha yang dilakukan secara sadar untuk memberikan
bimbigan atau pengarahan terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak
menuju kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan. Atau dengan
katalain menuju terbentuknya manusia yang dewasa, memiliki ketrampikan,
keahlian yang sempurna dengan kepribadian atau akhlak yang utama.
Sementara Pendidikan Islam mengutip pendapat para ahli didefinisikan
sebagai berikut :
1. Menurut Yusuf Qardawi
Pendidikan Islam adalah Pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya,
jasmani dan rohaninya, akhlak dan ketrampilannya.15
2. Menurut Hasan Langgulung
Pendidikan Islam adalah Suatu proses penyiapan generasi muda untuk
mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang
diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik
hasilnya di akhirat. Lebih lanjit ia menjelaskan bahwa pendidikan Islam
dalam pengertian di atas merupakan suatu proses pembentukan individu
berdasarkan ajaran Islam yang diwahyukan Allah kepada Muhammad
melalui proses mana individu dibentuk agar dapat mencapai derajat yang
tinggi sehingga ia mampu menunaikan tugasnya sebagai kholifah di bumi
14 Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departeman
Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1994, h.232 15 Prof. Dr. Yusuf Qardawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna (terj.),
19
yang dalam kerangka lebih lanjut mewujudkan kebahagiaan di dunia dan
akhirat.16
3. Menurut Drs Ahmadi
Pendidikan Islam adalah Segala usaha untuk mengembangkan dan
memelihara fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya
menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan
norma Islam.17
4. Menurut Ahmad D. Marimba
Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani menuju kepada
terbentuknya kepribadian yang utama menurut ukukran-ukuran Islam.18
5. Menurut al-Thoumi al-Syaibany
Pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta
didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses
tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu
aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak profesi asasi dalam
masyarakat.19
Dari beberapa definisi di atas, secara umum pendidikan Islam dapat
didefinisikan sebagai suatu proses atau usaha yang dilakukan secara sadar
untuk membina, mengarahkan dan mengembangkan secara optimal fitroh atau
Bulan Bintang, Jakarta, 1980, h.39 16 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Al-Ma’arif,
Bandung, 1980, h. 94. 17 Drs. Ahmadi, Islam sebagai paradigma Ilmu pendidikan, Aditya Media, Yogyakarta,
1992, h. 28. 18 Ahmad D. Marimba, op. Cit.,h. 23. 19 Al-Thoumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam (terj. Hasan langgulung), Bulan
Bintang Jakarta, 1979, h. 399.
20
potensi manusia dalam segenap aspek, baik jasmani maupun rohani
berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam untuk memperoleh kebahagiaan hidup
didunia dan akhirat dengan memerankan fungsinya sebagai Abdullah dan
khalifatullah.
B. Sumber Dan Dasar Pendidikan Islam
1. Sumber Pendidikan Islam
Menurut al-Thoumy al-Syaibany, sumber dari sitem Islami adalah
Quran dan Sunah Rasul SAW. Maka Pendidikan Islam pun harus
bersumber pada Al-Quran dan Sunah Rasul SAW. Kedudukan Al-Quran
sebagai sumber pokok pendidikan Islam dapat dipahami dari ayat Al-
Qur’an itu sendiri.20 Firman Allah :
!$ tΒ uρ $ uΖø9 t“Ρr& y7 ø‹ n=tã |=≈ tGÅ3ø9 $# āω Î) t Îit7 çFÏ9 ÞΟ çλ m; “ Ï%©!$# (#θ à�n=tG÷z$# ϵŠÏù � “Y‰èδ uρ ZπuΗ÷q u‘uρ
5Θ öθ s)Ïj9 šχθãΖÏΒ ÷σム∩∉⊆∪
Artinya : “Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) inimelainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka perselisihan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum tang beriman. (Q.S. An-Nahl : 64).21
Sumber yang kedua yaitu As-Sunnah. Amalan yang dikerjakan
oleh Rasulullah SAW dalam proses perubahan hidup sehari-hari, menjadi
sumber utama pula dalam pendidikan Islam karena Allah telah menjadikan
Muhammad sebagai teladan bagi umatnya.22 Firman Allah :
20 H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2002, h. 55 21 Departemen Agama Republik Indonesia, op. Cit., h. 411 22 Ramayulis, op. Cit., h. 56
21
ô‰s)©9 tβ% x. öΝä3s9 ’Îû ÉΑθ ß™u‘ «!$# îοuθ ó™é& ×π uΖ|¡ym
Artinya : ’"Sesungguhnya di dalam diri Rasulullah itu kamu dapat menemukan teladan yang baik." ( Q.S. Al-Ahzab : 21)23
2. Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan Dasar Pendidikan Islam adalah wawasan
tajam terhadap sistem hidup Islam yang sesuai dengan kedua sumber
pokok (Quran dan Sunnah ), yang menjadi dasar bagi perumusan tujuan
dan pelaksanaan Pendidikan Islam, Menurut Abidin Ibnu Rusn, ada
beberapa nilai fundamental dalam sumber pokok ajaran Islam yang harus
dijadikan dasar bagi pendidikan Islam, yaitu :24 Aqidah, Akhlak,
Penghargaan kepada akal, Kemanusiaan, Keseimbangan, dan Rahmat
bagi seluruh alam (Rahmatan lil’alamin).
Ini artinya bahwa pendidikan Islam dalam perencanaan,
perumusan, dan pelaksanaannya pada pembentukan pribadi yang
berakidah Islam, berakhlak mulia, berpikiran bebas, untuk mengarahkan
dan mengembangkan potensi manusia secara terpadu tanpa ada pemisahan.
Seperti aspek jasmani dan rohani, akal dan hati, individu dan sosial,
duniawiah dan ukhrowiah,dan seterusnya. Karena pendidikan Iskam itu
mengarah pada pembentkan insan pari purna (insan kamil) yakni yang
dapat menjadi rahmatan lil’alamin, mampu memerankan fungsinya
sebagai Abdullah dan kholifatullah.25
23 Departemen Agama Republik Indonesia, op. Cit., h. 670 24 Abidin Ibn Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1998., h. 132 25 Ibid., h. 133.
22
C. Tujuan Pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan tujuan pendidikan Islam adalah perubahan
yang diingini yang diusahakan oleh proses pendidikan atau usaha pendidikan
untuk mencapainya.26 Tujuan Pendidikan merupakan masalah sentral dalam
proses pendiddikan. Hal itu karena tujuan pendidikan mengarahkan perbuatan
mendidik, sehingga tujuan pendididkan harus dirumuskan secara jelas.27 Omar
Al-Taomy Al-Syaibani dalam bukunya Falsafah pendidikan Islam mengatakan
bahwa ada delapan prinsip dalam mengembangkan tujuan Pendidikan Islam,
yaitu :
1. Prinsip Universal
Dalam merumuskan tujuan Pendidikan Islam seharusnya memperhatikan
seluruh aspek kehidupan yang mengitari kehidupan manusia, baik aspek
sosial kemasyarakatan, agama, ibadah, akhlak dan muamalah.
2. Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan
Islam memiliki prinsip keseimbangan dalam kehidupan, baik antara dunia
dan akhirat, jasmani dan rohani, kepentingan pribadi dan umum, dan lain-
lain. Oleh karena itu pengembangan tujuan pendidikan Islam itu
seyogyanya selalu memperhatikan prinsip keseimbangan ini.
3. Prinsip kejelasan
Adalah prinsip yang mengandung ajaran dan hukum yang memberi
kejelasan terhadap aspek spiritual dan intelektual manusia. Dengan
berpegang teguh pada prinsip ini akan terwujud tujuan, kurikulum dan
26 Herry Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999, h. 53.
23
metode pendidikan yang jelas pula.
4. Prinsip tak ada pertentangan.
Pada prinsipnya sebuah sistem di dalamnya terdapat berbagai komponen
yang saling menunjang dan membantu antara satu sama lain. Pendidikan
adalah sebuah proses yang bersistem, maka hendaknya potensi-potensi
pertentangan yang mungkin terjadi di dalamnya harus dihilangkan
sedemikian rupa, termasuk salah satu di antaranya adalah dalam
pengembangan tujuan pendidikan Islam.
5. Prinsip realisme dan dapat dilaksanakan
Adalah sebuah prinsip yang selalu menjunjung tinggi realitas atau
kenyataan dalam kehidupan. Sebuah tujuan hendaknya dirancang sejauh
kemungkinan ia dapat diwujudkan dalam kenyataan.
6. Prinsip perubahan yang diinginkan
Yaitu prinsip perubahan jasmaniah, spiritual, intelektual, sosial, psikologi
dan nilai-nilai menuju kearah kesempurnaan.
7. Prinsip menjaga perbedaan antar individu
Adalah prinsip yang konsen terhadap perbedaan individu, baik dari segi
kebutuhan, emosi, tingkat kematangan berfikir dan bertindak atau sikap
mental anak didik.
8. Prinsip dinamisme dan menerima perubahan serta perkembangan dalam
rangka memperbaharui metode-metode yang terdapat dalam pendidikan.28
Menurut Hasan Langgulung, berbicara tentang tujuan pendidikan
27 28 Hasan Langgulung, Manusia dan pendidikan; Suatu analisa Psikologi dan
Pendidikan, Pustaka al-husna, Jakarta, 1968, h. 33
24
Islam tidak dapat tidak mengajak kita berbicara tentang tujuan hidup.Sebab
tujuan pendidikan bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia. Tujuan
hidup ini menurutnya tercermin dalam Q.S. Al-An’am ayat 162 yang artinya:
”Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah. Ini berarti bahwa tujuan Pendidikan Islam juga selaras dengan tujuan
hidup yaitu untuk mengabdi kepada Allah.29
Sejalan dengan pendapat Hasan Langgulung, M. Natsir mengatakan
bahwa perhambaan kepada Allah yang menjadi tujuan hidup dan tujuan
pendidikan bukanlah suatu perhambaan yang memberikan keuntungan kepada
obyek yang disembah, tapi perhambaan yang mendatangkan kebahagiaan bagi
yang menyembah, perhambaan yang memberikan kekuatan bagi yang
merperhambakan dirinya. Selanjutnya ia mengatakan bahwa akan menjadi
orang yang memperhambakan seluruh jasmani dan rohaninya kepada Tuhan,
untuk kemenangan dirinya dengan arti yang seluas-luasnya yang dapat dicapai
oleh manusia. Itulah tujuan hidup manusia di atas dunia dan itu pulalah yang
seharusnya menjadi tujuan bagi proses pendidikan.30
Senada dengan itu Abdul Fatah Jalal mengatakan bahwa hakikat tujuan
pendidikan Islam adalah untuk menjadikan manusia sebagai abdi Allah atau
hamba Allah. Selanjutnya Ali Ashrof mengatakan bahwa pendidikan
seharusnya bertujuan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari
kepribadian total manusia melalui latihan spiritual,intelektual, rasional,
perasan bahkan kepekaan tubuh manusia. Karena itu pendidikan seharusnya
28 Al-Taomy Al-Syaibany, op. Cit., h. 437-443
25
menyediakan jalan bagi pertumbuhan potensi manusia dalam segala aspek;
spiritual, intelektual, imajinatif, fisikal, ilmiah, linguistik, dan lain-lain.), baik
secara individual, masyarakat dan manusia pada umumnya.31
Sejalan dengan upaya pembinaan seluruh potensi manusia
sebagaimana diuraikan di atas, M. Qutb berpendapat bahwa Islam melakukan
Pendidikan dengan melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud
manusia. Dari segi jasmani maupun rohani dan kehidupannya secara mental
hingga segala aktivitasnya di muka bumi.
Islam memandang manusia secara totalitas, mendekatinya atas dasar
fitrah yang diberikan Allah kepad manusia, tidak ada sedikitpun yang
terabaikan dan tidak memaksakan apapun selain apa yang dijadikan sesuai
dengan fitrahnya.32
Dengan terbinanya seluruh potensi manusia secara sempurna
diharapkan ia akan dapat melaksanakan peran pengabdiaanya sebagai kholifah
Allah di muka bumi. Atas dasar ini M. Quraisy Syihab berpendapat bahwa
tujuan Pendidikan Islam adalah membina manusia baik secara pribadi atau
kelompok sehingga mampu manjalankan peran dan fungsinya sebagai
Abdullah dan khalifatullah, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep
yang ditetapkan oleh Allah.33
Rumusan tujuan di atas masih bersifat umum sekali. Akan tetapi
meskipun bersifat umum, namun tetap penting dan menjadi arah bagi
29 Ibid., h. 33. 30 M. Natsir, Capita Selecta, W. Van Hoove, Jakarta, 1959, h. 60 31 Ali Ashrof, Horison Baru Pendidikan Islam, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1993, h. 2 32 M. Qutb, Sistem Pendidikan Islam (terj. Salman Harun), Al-maarif, Bandung, 1984
26
Pendidikan Islam. Tujuan umum nampak agak sulit dilaksanakan jika tidak
dirinci lebih jauh lagi. Sehubungan dengan hal ini Ahmad Tafsir mengatakan
bahwa untuk keperluan pelaksanaan pendidikan Islam, tujuan umum itu harus
diturunkan atau dirinci menjadi tujuan yang lebih khusus, bahkan sampai pada
tujuan operasional.34
Atas dasar ini, maka Tujuan Pendidikan Islam bisa diklasifikasikan
menjadi: Tujuan Akhir, Tujuan Umum, Tujuan Khusus/ Sementara dan
Tujuan Operasional.35 Tujuan Akhir dan Tujuan Umum dari Pendidikan Islam
sebagaimana yang telah dikemukakan para ahli di atas. Untuk mendapatkan
gambaran yang lebih rinci tentang tujuan pendidikan, berikut ini penulis
kutipkan bebrapa tokoh yang mencoba menjabarkan tujuan pendidikan Islam
ke dalam tujuan yang lebih rinci dan spesifik:
1. M. Omar AL-Taomy Al-Syaibani
Ia menjabarkan Tujuan Pendidikan Islam menjadi:
a. Tujuan yang berkaitan dengan individu, yaitu tujuan yang mencakup
perubahan individu yang berupa pengetahuan, tingkahlaku, jasmani,
rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup
di dunua dan akhirat
b. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat; yaitu tujuan yang
mencakup tingkah laku individu dalam msyarkat, perubahan
kehidupan masyarakat, serta memperkaya pengalaman masyarakat.
33 M. Quraisy Syihab, Membumikan Al-Quran, Mizan, Bandung,1992, h.173 34 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung,
1984, h. 49
27
c. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran
sebagai ilmu, seni, profesi dan kegiatan masyarakat.36
2. Abdur Rahman Shalih Abdullah
Menurutnya tujuan Pendidikan Islam dibangun di atas tiga
komponen sifat dasar manusia, yaitu tubuh, ruh dan akal yang masing-
masing harus dijaga. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan Pendidikan
Islam diklasifikasikan kepada :
a. Tujuan Pendidikan Jasmani
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW37 :
Artinya: “Abi Bakar bin Abi Syaibah bin Abi Amir Menceritakan,
Abdullah bin Idris berkata dari Rabi’ah bin Utsman dari Muhammad bin Yahya bin Habban dari A’raj dari Abi Hurairah berkata:” Rasulullah bersabda :”Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disayangi oleh Allah dari pada orang mukmin yang lemah.” (H.R. Imam Muslim)
38
Hadis di atas dapat ditafsirkan sebagai kekuatan iman yang
ditopang oleh kekuatan fisik. Kekuatan fisik merupakan bagian pokok
35 Armei Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat Pers, Jakarta,
2002, h. 18 36 M. Omar Al-Taomy Al-Syaibany, op. Cit., h. 399 37 Sulaiman Mar’i, Shahih Muslim (Juz II), pinang, t.Th, h 461
28
dari tujuan pendidikan. Maka pendidikan harus mempunyai tujuan ke
arah ketrampilan-ketrampilan fisik yang dianggap perlu bagi
tumbuhnya kekuatan tubuh yang sehat.
Pendidikan Islam dalam hal ini mengacu pada pembicaraan
fakta-fakta terhadap jasmani yang relevan bagi pelajar.
b. Tujuan Pendidikan Rohani
Menurut Abdur Rahman Shalih, orang yang betul-betul
menerima ajaran Islam tentu akan menerima seluruh cita-cita ideal
yang terdapat dalam AL-Quran. Peningkatan jiwa dan kesetiaannya
yang hanya kepada Allah semata dan melaksanakan moralitas Islami
yang diteladani dari tingkah laku kehidupan Nabi SAW merupakan
bagian pokok dalam tujuan Pendidikan Islam.
Idealis Al-Quran yang diistilahkan tujuan ruhaniyah itu harus
dirumuskan. Menurutnya asal usul ruh itu pada dasarnya mengakui
adanya Allah dan menerima kesaksian dan pengabdian kepada-Nya.
Namun faktor lingkungan dapat mengubah sifat asli tersebut. Ini
berarti bahwa ada kemungkinan ruh bisa menyimpang dari kebenaran.
Tujuan Pendidikan Islam harus mampu membawa dan
mengembalikan ruh tersebut kepada kebenaran dan kesucian. Maka
pendidikan Islam harus meletakkan dasar-dasar yang bisa memberi
arah atau petunjuk agar manusia memelihara kontaknya selalu menuju
kepada Allah SWT.
38 Shahih Muslim, Juz II, h 461
29
c. Tujuan Pendidikan Akal
Tujuan ini mengarah pada perkembangan intelgensi yang
mengarahkan setiap manusia sebagai individu untuk dapat menemukan
kebenaran yang sebenar-benarnya. Pendidikan Islam mengacu pada
tujuan memberi daya dorong menuju peningkatan kecerdasan manusia.
Pendidikan yang lebih berorientasi kepada hafalan, tidak tepat menurut
teori pendidikan Islam. Karena pada dasarnya Pendidikan Islam bukan
hanya memberi titik tekan pada hafalan. Sementara proses
intelektualitas dan pemahaman dikesampingkan.
d. Tujuan Sosial
Fungsi pendidikan dalam mewujudkan tujuan sosial adalah
menitikberatkan pada perkembangan karakter manusia yang unik, agar
manusia mampu beradaptasi dengan standar-standar masyarakat
bersama-sama dengan cita-cita yang ada padanya. Keharmonisan
menjadi karakteristik utama yang ingin dicapai Pendidikan Islam.39
3. Menurut M. Djunaidi
Tujuan pendidikan menurut M. Djunaidi sebagaimana yang telah
dikutip oleh Zainudin dkk, dijabarkan sebagai berikut:
a. Pembinaan anak didik yang sempurna, yaitu
1) Pendidikan harus mampu membentuk kekuatan dan kesehatan
badan serta pikiran anak didik
2) Sebagai individu anak harus mampu mengembangkan
30
kemampuannya semaksimal mungkin
3) Sebagai anggota masyarakat anak herus memiliki tanggung jawab
sebagai warga negara.
4) Sebagai pekerja anak harus bersifat efektif dan produktif dan suka
kerja keras.
b. Peningkatan moral, tingkah laku dan menanamkan rasa kepercayaan
anak terhadap agama dan kepada Tuhan.
c. Mengembangkan intelegensi anak secara efektif agar siap untuk
mewujudkan kebahagiaannya dimasa mendatang.40
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pada hakikatnya
Pendidikan Islam menghendaki Pendikan Manusia seutuhnya, baik segi
jasmani, akal maupun ruh; segi skil ketrampilan, intelektual maupun
spiritual; dari lingkup individul maupun sosial bahkan nilai-nilai
transendental. Dan semua itu dikerangkai oleh nilai-nilai ajaran Islam.
39 Abur Rahman Shalih Abdullah, Landasan dan Tujuan pendidkan dalam AL-Quran
serta Implementasinya (terj), cv. Diponegoro, Bandung, 1991, h. 130 40 Zainuddin dkk., Seluk-beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Bumi Aksara, Jakarta, 1991
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada dasarnya adalah langkah dan prosedur yang akan
dilakukan dalam mengumpulkan data atau informasi empiris guna memecahkan
permasalahan dan atau menguji hipotesis penelitian. 1
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang mendasarkan bahan
penelitiannya pada kepustakaan (library research).2 Penelitian kepustakaan
ini penulis pergunakan untuk memperoleh data-data dengan cara membaca,
menelaah dan mengkaji kitab-kitab tafsir dan hadits serta buku-buku lain yang
ada kaitannya dengan pokok permasalahan. Selanjutnya dianalisis untuk
mendapatkan suatu kajian dari surat Al-Baqarah Ayat 30 – 33 Eksistensi
Manusia
Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kualitatif yang memanfaatkan data-data kualitatif dari buku-buku
perpustakaan.
B. Fokus dan Ruang Lingkup Penelitian
Fokus dan ruang lingkup penelitian kualitatif ini adalah tentang konsep
Pendidikan Islam tentang eksistensi manusia dalam al-Qur’an surat Al-
Baqarah Ayat 30 – 33.
1 Sumanto, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, Andi Ofset, Yogyakarta,
1995, Hal 113. 2Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I,Yogyakarta: Andi Offset, 1990), hlm. 9.
31
32
C. Sumber Data
1. Sumber data Primer
Sumber data primer adalah bahan utama yang dijadikan
sebagaireferensi utama dalam kajian ini. Adapun dalam proposal
penelitianini, sumber primernya adalah al-Qur’an surat surat Al-Baqarah
Ayat 30 – 33 beserta tafsirnya. Adapun tafsir yang dipakai dalam
penelitian ini adalah Tafsir al-Misbah, Tafsir Munir, Tafsir Fahr al-Razi,
Tafsir Shafwah at-Tafasir dan lain-lain, dengan menggunakan pendekatan
tafsir bi al-Ra’yi, yaitu suatu pendekatan tafsir yang didasarkan pada
penjelasan-penjelasan yang didasarkan kepada ijtihad dan akal yang
berpegang kepada kaidah-kaidah bahasa dan adat istiadat orang Arab
dalam mempergunakan bahasanya.3
2. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data penunjang yang
dijadikan sebagai bahan pendukung dalam pembahasan kajian ini. Data
sekunder dalam kajian ini meliputi kitab atau buku-buku yangpendukung
yang secara tidak langsung memiliki relevansi terhadap masalah yang
dikaji, baik al-Qur’an dan al-Hadits.
D. Metode Analisis Data
Dalam rangka mencari jawaban dari permasalahan yang
telahdirumuskan, penulis menggunakan metode analisis sebagai berikut:
3M. Hasbi ash-Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), hlm. 213
33
1. Metode Interpretatif
Metode interpretasi digunakan untuk menyelami isi buku,
untuksetepatnya menangkap arti makna yang disajikan.4 Metode ini
pentingperannya dalam usaha mencari makna yang tersurat ataupun
yangtersirat serta mengaitkannya dengan hal-hal terkait yang sifatnya
logika teoritik, etik atau transendental.5 Metode ini sangat berperan dalam
menggali kandungan surat surat Al-Baqarah Ayat 30 – 33.
2. Metode Analisis Isi (content analysis)
Content Analysis yang dimaksud adalah merupakan analisis ilmiah
tentang isi pesan suatu komunikasi. Secara teknis Content analysis
mencakup upaya :
- Klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi
- Menggunakan kriteria sebagai dasar klasifikasi
- Menggunakan teknik analisis tertentu sebagai pembuat prediksi.
Adapun langkah-langkah dalam pendekatan content Analysis adalah :
a. Memproses teks dengan aturan dan prosedur yang telah dirancang
b. Memproses teks secara sistematis; mana yang termasuk dalam suatu
kategori, dan mana yang tidak termasuk ditetapkan berdasarkan aturan
yang sudah ditetapkan.
c. Mengarahkan analisis teks tersebut ke pemberian sumbangan pada
teori; ada relefansi teoritiknya.
4Anton Bakker dan Achmad Charis Zubair,Metodologi Penelitian Filsafat(Yogyakarta:
Kanisius, 1989), hlm. 69 5Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 1996),
hlm. 65
34
d. Proses analisis tersebut mengarah pada deskripsi yang
dimanifestasikan.6
Dalam penulisan ini penulis setelah mengolah data, maka data
tersebut dianalisis dengan analisis non statistik, karena data-data yang
penulis kumpulkan adalah data-data deskriptif. Dalam pengolahan data-
data, eksplorasi yang ditekankan adalah berdasarkan isinya, sehingga
sering disebut dengan istilah analisis isi.7
Relevansi analisis ini dimaksudkan untuk memotret arti dan
maksud ayat-ayat al-Qur’an dari sekian banyak seginya yang telah
ditempuh oleh mufassir dengan menjelaskan ayat demi ayat. Demikian
juga dalam rangka untuk mempertajam analisis isi (content analysi)
penulis menggunakan “pisau” analisis deduktif8 dan induktif9sebagai
kerangka berfikirnya (manhajul fikr/the way of thinking).
3. Metode Analitis (tahlili)
Metode analitis atau tahlili adalah sebagai metode mempelajari al-
Qur’an dengan menguraikan makna yang dikandung oleh al-Qur’an, ayat
demi ayat dan surat demi surat sesuai dengan urutannya di dalam mushaf.
Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang dikandung ayat yang
ditafsirkan seperti pengertian kosa kata, konotasi kalimatnya,latar
belakang turunnya ayat, kaitannya dengan ayat-ayat yang lain, baik
sebelum maupun sesudahnya (munasabah) dan tidak ketinggalan
6 Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, 2000, hal 68–71. 7Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 1996),
hlm. 65 8Sutrisno Hadi, op. cit., hlm. 36 9Ibidhlm 42
35
pendapat-pendapat yang telah diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-
ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh nabi, para tabi’in maupun ahli
tafsir lainnya.10
Dalam prakteknya, penulis tidak mutlak menggunakan metode
tersebut. Dalam pengertian lain, tidak menggunakan semua kriteria yang
ada karena keterbatasan pengetahuan penulis. Penulis hanya mengkaji
ayat-ayat al-Qur’an tersebut dengan menggunakan penafsiran dari para
mufassir yang ada.
10Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-ur’an, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2000), hlm. 31.
36
BAB IV
ANALISA EKSISTENSI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF
AL-QUR'AN SURAT AL BAQARAH AYAT 30 – 33, DAN
IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A. Tafsir Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 30 – 33
1. Teks dan Terjemah Q. S. Al-Baqarah ayat 30-33
øŒ Î)uρ tΑ$ s% š�•/u‘ Ïπs3Í× ‾≈ n=yϑù=Ï9 ’ÎoΤ Î) ×≅Ïã%y ’ Îû ÇÚö‘ F{ $# Zπ x�‹ Î=yz ( (# þθ ä9$s% ã≅ yèøg rBr& $ pκ� Ïù tΒ
߉š ø�ム$ pκ�Ïù à7 Ï�ó¡o„ uρ u!$ tΒ Ïe$!$# ß øtwΥ uρ ßx Îm7|¡ çΡ x8ωôϑpt¿2 â Ïd‰s)çΡuρ y7 s9 ( tΑ$ s% þ’ ÎoΤÎ) ãΝn=ôãr&
$ tΒ Ÿω tβθßϑn=÷ès? ∩⊂⊃∪ zΝ‾=tæuρ tΠ yŠ# u u !$oÿôœF{ $# $ yγ‾=ä. §ΝèO öΝåκyÎz÷tä ’ n?tã Ïπs3Í× ‾≈ n=yϑø9 $# tΑ$ s)sù
’ÎΤθ ä↔Î6 /Ρr& Ï !$yϑó™r' Î/ ÏIω àσ‾≈ yδ βÎ) öΝçFΖä. tÏ%ω≈ |¹ ∩⊂⊇∪ (#θ ä9$s% y7 oΨ≈ ysö6 ß™ Ÿω zΝù=Ïæ !$ uΖs9
āω Î) $tΒ !$ oΨtFôϑ‾=tã ( y7ΡÎ) |MΡr& ãΛ Î=yè ø9$# ÞΟŠÅ3ptø: $# ∩⊂⊄∪ tΑ$ s% ãΠ yŠ$t↔‾≈ tƒ Νßγ ÷∞Î;/Ρr& öΝÎηÍ←!$ oÿôœr' Î/ ( !$ £ϑn=sù Νèδr' t6 /Ρr& öΝÎηÍ←!$ oÿôœr' Î/ tΑ$ s% öΝs9 r& ≅è%r& öΝä3©9 þ’ ÎoΤÎ) ãΝn=ôãr& |=ø‹ xî ÏN≡ uθ≈ uΚ ¡¡9 $# ÇÚö‘ F{$#uρ
ãΝn=÷ær& uρ $ tΒ tβρ߉ö7 è? $ tΒ uρ öΝçFΨä. tβθ ãΚçF õ3s? ∩⊂⊂∪
Artinya : (30) Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
(31) dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
(32) mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang
37
Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana."
(33) Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka Nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (QS. Al-Baqorah ayat 30 – 33)1
2. Penjelasan I’rab
- Lafadh اذ adalah dharaf zaman yang bermakna masa yang telah lewat
yang dibaca nashab karena menyimpan fi’il ماض yang bila
ditampakkan adalah kata كر اذ dan boleh membaca اذ nashab lafadh
dengan fi’il اذ adalah mabni (tetap i’rabnya) karena اذ Lafadh .قالوا
mengandung makna huruf dan setiap dharaf di dalamnya menyimpan
satu huruf yaitu fi (ىف ) atau karena alasan menyerupai huruf, sebab ia
tidak mempunyai arti bila disertai satu kalimat. Lafadh اذ adalah
mabni sukun. Lafadh اذ menunjukkan arti lampau, sedang lafadh اذا
menunjukkan arti yang akan datang مستقبل dan kadang-kadang salah
satunya bisa menempati yang lainnya.2
- Lafadh جاعل berasal dari جعل yang mempunyai dua maf’ul yang
masuk pada mubtada’ dan khabar yaitu firman Allah: خليفة االرض يف
yang menjadi dua maf’ul darinya.3
- Lafadh اجتعل artinya malaikat heran apakah Allah akan menggantikan
tempat orang yang taat ini dengan orang yang ahli ma’siyat
1 Departemen Agama Republik Indonesia, AlQuran dan Terjemahannya, Tanjung Mas,
Semarang, 1992, h. 13-14 2 Wahbah al-Zuhaily, Tafsir al-Munir, Darul Fikr, Beirut- Libanon, 1991, h. 123 3 Zamakhsyari, al-Kasyaf, Darul Kutub, Libanon, 1991, h. 128
38
- Lafadh جنن i’rabnya sebagai حال
- Lafadh حبمدك huruf ba’nya dinamakan ba’ yang mempunyai arti
hal
- Lafadhعرضهم tidak dibaca عرضها karena lafadh itu dimaksudkan
untuk nama-nama benda yang didalamnya termasuk yang berakal dan
tidak berakal. Di antara keduanya dimenangkan yang berakal.4
- Lafadh احلكي العليم انت انك
- Lafadh انت bisa menjadi mubtada’ sedangkan lafadh العليم
adalah sebagai khabarnya sedang احلكيم adalah shifat atau
khabar yang berada setelah khobar yang awal. Adapun jumlah atau
rangkaian kata itu menjadi khabarnya ان dan bisa juga menjadi
dhomir fashol yang tidak mempunyai i’rob .5
3. Penjelasan Balaghoh
- Lafadh rabbuka ربك menghubungkan lafadh ini dengan Rasul SAW,
mempunyai arti memuliakan kedudukan Rasul SAW. Sedang lafadh
قول - مقول atau جارجمرور dengan mendahulukan للمالئكة (sesuatu
yang difirmankan menunjukkan perhatian akan apa yang didahulukan).
Lafadh انبئوين mempunyai arti melemahkan dengan mencela, lafadh
adalah majaz atas lafadh yang dibuang yang bila فلماانبئهم
ditampakkan adalah lafadh فلماانبئهم فاءبئهم
- Lafadh عرضهم مث menunjukkan memenangkan orang-orang yang
berakal dari pada yang tidak punya akal.
4 Wahbah al-Zuhaily, loc. Cit 5 Ibid
39
- Lafadh ماتبدون واعلم adalah mengulang-ulang perbuatan sebelumnya
- Lafadh اعلم اين mempunyai arti mengingatkan akan Ilmu Allah yang
mencakup segala sesuatu. Ini dinamakan Ithnab yaitu memanjangkan
perkataan.
- Lafadh تبدون dan تكتمون dalam ilmu Badi’ dinamakan Thibaq.6
4. Tafsirul Mufradat
dalam tafsir al-Munir diartikan dengan “Sebutkanlah wahai واذ -
Muhammad,” yaitu menyimpan lafadh اذكر dan sebagaimana yang
telah dijelaskan dari segi balaghah-nya bahwa ini disampaikan kepada
Muhammad. Dan lafadh ربك Artinya Tuhan Yang Maha Raja, Maha
Mengatur dan Maha Memaksa.7
oleh Wahbah al-Zuhaily dijelaskan sebagai jisim-jisim yang املالئكة -
berbentuk sinar, tidak makan dan tidak minum, tidak durhaka kepada
Allah atas segala perintah dan larangan-Nya. Sebagaimana firman
Allah dalam Q.S. Al-Tahrim: 6:8
āω tβθÝÁ ÷ètƒ ©!$# !$ tΒ öΝèδ t� tΒ r& tβθ è=yè ø�tƒ uρ $tΒ tβρâ÷s∆ ÷σãƒ
Dalam Tafsir Al-Nur juga dijelaskan bahwa malaikat ialah makhluk
alam ghaib. Kita tak dapat mengetahui hakikatnya. Al-Quran
mengatakan bahwa mereka bermacam-macam Shin (Golongan).
Masing-masing shinf mempunyai tugas sendiri-sendiri.9
6 Ibid, h.123-124 7 Ibid., h. 124 8 Ibid 9 T.M. Hasybi ash-Shidiqy, Tafsir al-Quranul Majid an-Nur(terj. Juz. I), Toha Putra,
Semarang, 1965, h. 105
40
) Artinya orang yang menggantikan yang lain خليفة - غريه خيلف من )10
Dalam tafsir al-Maraghi dijelaskan bahwa khalifah artinya jenis lain
dari makhluk sebelumnya. Bisa juga diartikan sebagai pengganti Allah
untuk melaksanakan perintah-perintahnya terhadap umat
manusia.11Adapun siapa yang dimaksud dengan khalifah akan penulis
jelaskan pada pembahasan selanjutnya.
artinya membuat kerusakan dengan berbuat maksiyat.”12 يفسدفيها -
الدماء ويسفك - berasal dari akar kata al-safak yang mempunyai arti
sama dengan safah dan al-sakab, yakni mengalirkan atau
menumpahkan darah.13
حبمدك نسبح - , artinya “kami telah membersihkan Engkau dari
kekurangan dan berpakaian dengan memuji-Mu,” itu artinya dengan
mengucapkan وحبمده اهللا سبحان . 14
لك ونقدس - artinya “kami telah mengagungkan-Mu dan mensucikan-
Mu dari sifat yang tidak patut bagiMu karena kebesaran -Mu,” Huruf
Lam adalah huruf tambahan atau zaidah. Sedangkan jumlah gabungan
kalimah ini adalah sebagai حال artinya kamilah yang lebih berhak
menjadi khalifah.15
تعلمون ماال اعلم اين - artinya “Allah yang mengetahui apa yang lebih
bermanfaat dari kekholifahan Adam.” 16
10 10 Zamakhsyari, op.Cit., h. 128 11 Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi (terj), Toha Putra, Semarang, 1985, h. 129 12 Wahbah al-Zuhailiy, op.Cit, h. 124 13 Musthofa al-Maraghi, op.Cit., h.. 129 14 Wahbah al-Zuhaily, op.Cit., h. 124 15 Ibid 16 Ibid
41
االمساء - bentuk mufrodnya adalahاسم artinya secara bahasa adalah
nama yang nama tersebut dapat diketahui benda yang dimaksud.
Mudhof ilaih dibuang karena dianggap sudah maklum dan sudah jelas
artinya dengan hanya menyebut lafadh al-asma dan nama itu
mstimenyertakan apa yang diberi nama.17
عرضهم مث - artinya adalah “Adam memberitahu kepada para malaikat
tentang benda-benda yang diberi nama.”Ini menunjukkan kemenangan
orang-orang yang berakal. Sedang lafadh انبئوين artinya “berikanlah
khabar kepadaku.” Digunakannya lafadh االئنباء pada االخبار
Karena mengandung arti yang besar. Dan ini yang dimaksudkan.18 .
5. Munasabah
Menurut Musthafa Al-Maraghi Q.S. Al-Baqarah ayat 30 – 33 dan
ayat-ayat sebelumnya menceritakan tentang kisah kejadian umat manusia.
Manusia telah diberi berbagai macam nikmat oleh Allah. Dengan nikmat
itu dapat menjauhkan manusia dari berbuat maksiyat dan kufur dan dapat
memotivasi manusia untuk beriman kepada Allah. Diciptakannya Adam
dalam bentuk yang sedemikian rupa, dengan diberi kenikmatan memiliki
ilmu dan berkuasa penuh mengatur alam semesta serta berfungsi sebagai
khalifah di muka bumi. Hal itu merupakan nikmat yang paling agung dan
harus disyukuri oleh Adam dan keturunannya dengan cara taat kepada
Allah dan tidak ingkar kepadanya, termasuk mnejauhi kemaksiyatan yang
17 Ibid 18 Ibid
42
dilarang oleh Allah.19
Menurut ulama’ khalaf sebagaimana yang telah dikutip oleh Al-
Zuhaily Q.S. Al-Baqarah ayat 30-33 menjelaskan tentang cara Allah
memuliakan manusia, dengan dipilihnya Adam sebagai khalifah di bumi
serta pengajaran Allah kepada Adam tentang bahasa-bahasa atau nama-
nama yang tidak diajarkan kepada malaikat. Hal ini merupakan suatu
anugerah yang harus disyukuri.
Adapun dialog antara Allah dan malaikat itu tidak sebagaimana
yang terjadi pada kita. Oleh karena itu ayat ini tidak bisa kita pahami
secara tekstual ayat. Dialog antara Allah dan malaikat adalah merupakan
perumpamaan Allah dalam menyampaikan ayatnya agar mudah dipahami.
Menurut beliau ayat ini termasuk ayat mutasyabihat, sehingga tidak cukup
bila dipahami secara dhahirnya saja.20
6. Penjelasan dan isi kandungan
a. Menurut Rasyid Ridha
Dalam tafsirnya, beliau memberikan sebuah pendahuluan
bahwa persoalan penciptaan dan bagaimana mewujudkan makhluk
adalah persoalan ke-Tuhan-an yang tidak boleh didskusikan lagi.
Beliau memberikan rambu-rambu agar berhati-hati dalam menafsirkan
ayat-ayat Tuhan terutama yang berkaitan dengan ayat-ayat
mutasyabihat. Menurut beliau Q.S. Al-Baqarah ayat 30-33 adalah
termasuk ayat-ayat mutasyabihat yang tidak cukup dipahami dari segi
19 Musthafa Al-Maraghi, op.Cit., h. 129-130 20 Wahbah Al-Zuhaily, op.Cit., h. 124
43
dhahirnya saja. Jika ayat ini dipahami dari segi dhahirnya saja maka
seolah-olah Allah mendiskusikan terlebih dahulu dengan malaikat
ketika hendak menciptakan Adam. Hal itu tentunya mustahil bagi
Allah. Maka dalam memahami ayat ini harus ditanamkan terlebih
dahulu dalam diri kita bahwa Allah itu tidak menyerupai makhluk. Hal
ini sesuai dengan dalil شىء كمثله ليس Artinya tidak ada sesuatu pun
yang menyamai Allah. Berikut ini penjelasan beliau terhadap Q.S. Al-
Baqarah ayat 30-33:
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah hendak
menjadikan khalifah di bumi, yaitu Adam (dan keturunannya) yang
telah dilengkapi dengan berbagai potensi. Dijadikannya Adam sebagai
khalifah di bumi adalah agar ia menjalankan amanah Allah yaitu
dengan menegakkan aturan-aturan-Nya, menampakkan keajaiban
karya-Nya, rahasia-rahasia ciptaan-Nya, keindahan-keindahan hikmah-
Nya serta manfaat-manfaat hukum-Nya.
Malaikat semula heran mengapa Allah hendak menjadikan
seorang khalifah yang justru akan membuat kerusakan dan
menumpahkan darah di muka bumi. Padahal sudah ada malaikat yang
selalu taat, memuji dan mensucikan-Nya. Allah lalu mengataka bahwa
ada rahasia yang tidak diketahui oleh malaikat mengenai kekhalifahan
ini. Mereka tidak mempunyai kemampuan menyebut nama-nama
benda sebagaimana Adam. Adam dengan kemampuan ini tidak hanya
memiliki potensi untuk merusak dan menumpahkan darah tapi juga
44
memiliki kemampuan untuk berbuat mashlahah.
Selanjutnya dalam ayat 31 dijelaskan bahwa setelah Allah
mengajarkan nama-nama kepada Adam, Allah meminta kepada para
malaikat untuk menyebutkan kembali nama-nama yang
telahditunjukkan Adam kepada mereka. Hal ini bertujuan untuk
membuktikan kebenaran anggapan mereka. Para malaikat
kemudianmenjawab bahwa mereka hanya mengetahui apa yang telah
diajarkan Allah kepada mereka. Ini menunjukkan mereka tidak
mempunyai potensi kreatif yang menjadi syarat kekhalifahan. Mereka
hanya memiliki satu kemungkinan saja yaitu kepatuhan mutlak kepada
Allah.
Potensi kreatif tidak diperlukan oleh malaikat yang hanya dapat
patuh ini. Sebaliknya Adam meski mempunyai potensi merusak dan
menumpahkan darah sekaligus potensi untuk membuat mashlahah, di
dalamnya terkandung kreativitas.
Selanjutnya Rasyid Ridha menjelaskan bahwa manusia
bersamaan dengan kebodohan dan kelemahannya, ia telah diberi
kekuatan lain yang disebut “akal”. Dengan kekuatan ini manusia
menjadi makhluk yang memiliki kehendak dan kebebasan untuk
berbuat. Hal itu menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang
kreatif. Telah banyak penemuan ilmiah atau rahasia-rahasia alam
yang telah diungkap oleh manusia yang kemudian melahirkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih. Hal itu merupakan
45
bukti potensi kreatif yang dimiliki manusia.
Agar potensi akal yang diberikan Allah kepada manusia
membawa kemanfaatan dan kemaslahatan, maka Allah juga
memberikan kepada manusia hukum-hukum syariat yang membatasi
amal perbuatan serta akhlak manusia yang dapat mencegahnya dari
berbuat maksiat dan kerusakan. Hukum-hukum inilah yang akan
membantu manusia untuk sampai pada kesempurnaan. Karena fungsi
dari hukum atau syariat itu adalah untuk membimbing atau mendidik
(akal) manusia yang dalam batas-batas tertentu bisa berakibat negatif.
Potensi akal yang menyebabkan manusia menjadi makhluk
yang kreatif inilah yang menjadikan dia berbeda dari makhluk yang
lain, termasuk malaikat. Atas Hujjah ini pula Allah mengangkat
manusia menjadi khalifah di bumi. Dalam kata penutupnya Rasyid
Ridha memberikan tambahan bahwa pengangkatan Adam sebagai
khalifah di bumi sekaligus pengajaran-Nya tentang nama-nama (ilmu)
merupakan cara Allah memuliakan manusia. Dan sujudnya para
malaikat itu berarti menghormati asal kejadian Adam (manusia).21
b. Menurut Wahbah Al-Zuhaily
Menurut Wahbah Al-Zuhaily isi atau kandungan dari Q.S. Al-
Baqarah ayat 30-33 adalah sebagai berikut:
1) Ayat-ayat itu menunjukkan kemuliaan manusia dengan dijadikan
sebagai khalifah di muka bumi yaitu untuk melestarikan perintah-
21 M. Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Beirut – Libanon, t. Th., h. 254-264
46
perintah Allah di antara manusia.
2) Pemberian kabar oleh Allah kepada malaikat tentang penciptaan
Adam dan menjadikannya sebagai khalifah di bumi merupakan
pelajaran bagi hamba-hamba-Nya supaya melakukan musyawarah
dalam berbagai urusan. Adapun perkataan malaikat :
ã≅ yèøg rBr& $ pκ� Ïù tΒ ß‰Å¡ ø�ム$ pκ� Ïù à7 Ï�ó¡o„ uρ u !$ tΒ Ïe$!$#
adalah bukan dalam kerangka sanggahan atau perlawanan, tetapi
merupakan pernyatan rasa ingin tahu dan ingni membuka hikmah
dalam penciptaan Adam sebagai khalifah di bumi. Hal ini sesuai
dengan ayat yang mengatakan bahwa para malaikat itu makhluk
yang ma’shum dari berbuat dosa dan durhaka, sehingga tidak
mungkin mereka menentang keputusan dari Allah. Firman Allah
dalam Q.S. Al-Tahrim ayat 6:
āω tβθÝÁ ÷ètƒ ©!$# !$ tΒ öΝèδ t� tΒ r& tβθ è=yè ø�tƒ uρ $tΒ tβρâ÷s∆ ÷σãƒ
Artinya : “Sesungguhnya mereka (para malaikat) tidak pernah berbuat durhaka kepada Allah terhadap segala yang diperintahkan kepada mereka dan mereka selalu melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka.”
3) Ayat yang menerangkan tentang diajarinya nabi Adam akan jenis-
jenis makhluk ciptaan Allah, keistimewaannya, sifat-sifatnya
dannama-namanya menunjukkan akan keutamaan ilmu. Karena
sesungguhnya Allah tidak akan menampakkan kesempurnaan
kebijaksanaan-Nya pada ciptaan-Nya kecuali untuk menampakkan
ilmu-Nya. Adapun hikmah pengajaran Allah kepada Adam
47
adalahuntuk memulikan Adam dan memilihnya menjadi khalifah di
bumi. Dengan pengajaran itu Allah hendak menampakkan rahasia-
rahasia ilmu yang tersimpan baik di alam nyata maupun di alam
ghaib.
4) Perintah Allah kepada Adam untuk menyebutkan nama-nama
benda ciptaan-Nya di hadapan malaikat adalah sebagai bukti
kepercayaan Allah akan kemampuan Adam. Hal ini juga
menunjukkan keutamaan dan kemuliaan Adam dari malaikat dan
makhluk yang lain, yaitu karena ilmu yang dikuasainya.
5) Ketidakmampuan malaikat menyebutkan kembali nama-nama yang
telah ditunjukkan Adam kepadanya menunjukkan kemampuan
malaikat yang terbatas. Perkataan :
(#θ ä9$s% y7 oΨ≈ ys ö6 ß™ Ÿω zΝù=Ïæ !$ uΖs9 āω Î) $ tΒ !$ oΨtFôϑ‾=tã ( y7 ¨ΡÎ) |MΡr& ãΛ Î=yè ø9 $# ÞΟŠÅ3ptø: $#
merupakan pengakuan malaikat akan ilmunya yang terbatas.
Dengan demikian manusialah yang lebih layak menjadi khalifah di
bumi. Dengan Ilmu yang ia miliki, ia dapat menguak rahasia-
rahasia alam, mengembangkan IPTEK serta kemajuan-kemajuan
lainnya di bumi.22
c. Menurut Musthafa Al-Maraghi
Menurut Musthafa Al-Maraghi Q.S. Al-Baqarah ayat 30-33
menceritakan tentang kisah kejadian umat manusia. Menurutnya dalam
kisah penciptaan Adam yang terdapat dalam ayat tersebut mengandung
22 Wahbah Al-Zuhaily, Op.Cit., h. 125-127
48
hikmah dan rahasia yang oleh Allah diungkap dalam bentuk dialog
antara Allah dengan malaikat. Ayat ini termasuk ayat mutasyabihat
yang tidak cukup dipahami dari segi dhahirnya ayat saja. Sebab jika
demikian berarti Allah mengadakan musyawarah dengan hambanya
dalam melakukan penciptaan. Sementara hal ini adalah mustahil bagi
Allah. Karena ayat ini kemudian diartikan dengan pemberitaan Allah
kepada para malaikat tentang penciptaan khalifah di bumi yang
kemudian para malaikat mengadakan sanggahan. Pengertian seperti
inipun tidak bisa dinisbatkan kepada Allah maupun malaikat. Sebab
Allah telah menegaskan sifat-sifat malaikat tersebut dalam Q.S. Al-
Tahrim ayat 6:
āω tβθÝÁ ÷ètƒ ©!$# !$ tΒ öΝèδ t� tΒ r& tβθ è=yè ø�tƒ uρ $tΒ tβρâ÷s∆ ÷σãƒ
Artinya: “…mereka (malaikat) tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya.”
Dalam masalah di atas Al-Maraghi mengutip dua pendapat Ulama:
1) Pendapat ulama’ salaf
Mereka berpendapat bahwa ayat-ayat seperti ini
sepenuhnya diserahkan kepada Allah. Jadi dialog yang disajikan
dalam ayat tersebut tidak bisa diketahui hakekat makna yang
sebenarnya. Meskipun kita memiliki keyakinan bahwa dibalik itu
terkandung maksud-maksud tertentu. Menurut ulama salaf yang
jelas Allah telah menyediakan bumi untuk Adam dan
keturunanannya yang oleh Allah telah dianugerahi keistimewaan
49
dan keutamaan.
2) Pendapat ulama’ mutaakhirin
Ulama aliran ini lebih cenderung menakwilkan ayat-ayat
mutasyabihat yang berkaitan dengan maslah kaidah-kaidah agama.
Sebab pada prinsipnya kaidah tersebut diletakkan berdasarkan
pengertian akal atau yang bisa dimengerti oleh akal pikiran. Jadi
jika terdapat dalil-dalil nash yang bertentangan dengan pemahaman
akal atau rasio maka nash tersebut ditakwilkan dengan pengertian
yang berbeda dari dhahirnya nash, tatapi disesuaikan dengan
pengertian akal atau rasio.
Berdasarkan ini, maka ayat di atas merupakan tamsil atau
perumpamaan dari Allah agar mudah dipahami oleh manusia,
khususnya mengenai proses kejadian Adam dan keistimewaannya.
Untuk maksud tersebut Allah memberi tahu kepada
malaikat tentang akan diciptakannya seorang khalifah di bumi.
Mendengar keputusan ini para malaikat terkejut kemudian mereka
bertanya kepada Allah dengan cara dialog. Ini dimisalkan jika
mereka berbicara sebagaimana manusia. Atau diungkapkan dalam
bentuk sikap yang menyatakan perasaan malaikat terhadap Allah.
Mereka menghadap kepada Allah agar diberi pengetahuan tentang
makhluknya ini. Pernyataan malaikat tersebut seakan-akan
mengatakan kenapa Tuhan menciptakan makhluk jenis ini dengan
bekal iradah dan ikhtiyar yang tak terbatas. Sebab dalam
50
pengertian malaikat, sangat mungkin manusia dengan potensi
tersebut ia akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah di
muka bumi.
Untuk menjawab pertanyaan para malaikat ini, Allah
memberi pengertian kepada mereka dengan cara ilham agar mereka
tunduk dan taat kepada Allah Yang Maha Mengetahui segala
sesuatu. Jawaban seperti ini sudah cukup jelas dan tegas, bahwa
ada rahasia dan hikmah yang tidak diketahui oleh para malaikat
yang terkandung dalam penciptaan Adam (manusia) sebagai
khalifah di bumi.
Pada ayat 31-33 dijelaskan bahwa Allah mengajarkan
nama-nama kepada Adam, kemudian nama-nama itu ditunjukkan
Adam kepada malaikat atas perintah Allah, akan tetapi malaikat
tidak bisa menyebutkan kembali nama-nama yang telah
ditunjukkan Adam kepada mereka. Kejadian itu menyadarkan
malaikat bahwa secara fitrah manusia mempunyai isti’dad (bakat)
untuk mengetahui hal-hal yang belum mereka ketahui.
Ringkasnya manusia dengan kekuatan akal, ilmu dan daya
tangkap, ia bisa berbuat mengelola alam semesta dengan penuh
kebebasan. Manusia dapat berkreasi, mengolah pertambangan dan
tumbuh-tumbuhan, dapat menyelidiki lautan, daratan dan udara
serta dapat merubah wajah bumi, yang tandus bisa menjadi subur,
dan bukit-bukit terjal bisa menjadi dataran atau lembah yang sangat
51
subur. Dengan kemampuan akalnya manusia dapat pula merubah
jenis tanaman baru sebagai hasil cangkok sehingga tumbuh pohon
yang sebelumnya belum pernah ada. Semuanya ini diciptakan
Allah untuk kepentingan manusia.
Hal di atas merupakan bukti yang jelas hikmah menjadikan
manusia sebagai khalifah di bumi. Dengan kemampuan yang
iamiliki ia dapat mengungkapkan keajaiban-keajaiban ciptaan
Allah dan rahasia-rahasia makhluknya.
Al-Maraghi menambahkan, dalam Q.S. Al-Baqarah : 30 –
33 memberikan gambaran bahwa Allah telah melebihkan manusia
dari makhluk yang lain. Karena pada diri manusia telah disediakan
“alat” yang dengannya manusia bisa meraih kematangan secara
sempurna di bidang ilmu pengetahuan, lebih jauh jangkauannya
dibanding makhluk lain termasuk malaikat. Berdasarkan inilah
manusia lebih diutamakan menjadi khalifah di bumi di banding
malaikat.23
d. Menurut T.M. Hasybi Ash-Shidiqy
Hasybi Ash-Shidiqy memberikan penjelasan yang tidak jauh
beda dengan para penafsir di atas. Menurutnya Q.S. Al-Baqarah ayat
30 menceritakan bahwa Allah hendak menjadikan khalifah di bumi.
Malaikat merasa heran mengapa Allah hendak menjadikan seorang
khalifah yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah di
23 Musthafa Al-Maraghi, op. Cit., h. 133 – 144
52
bumi dan bukannya malaikat yang senantiasa memuji dan mensucikan-
Nya. Menanggapi keheranan malaikat itu Allah lalu menjelaskan
tentang rahasia dan hikmah dijadikannya khalifah di bumi yaitu Adam
(manusia).
Kemudian pada ayat 31-33 menurut Hasybi Ash-shidiqy, Allah
menerangkan tentang kemuliaan Adam (manusia). Hal ini bisa
dilihatdari kemampuan Adam menyebutkan nama-nama benda yang
telah diajarkan Allah kepadanya. Sementara kemampuan ini tidak
dimiliki oleh malaikat.
Menurutnya ayat ini juga memberi pengertian bahwa syarat
mutlak untuk memegang tampuk kekuasaan adalah ilmu. Inilah
pegangan yang sangat diperlukan. Adam menjadi lebih utama dari
malaikat adalah karena ilmu. Dan ini pula yang menyebabkan Adam
(manusia) diangkat menjadi khalifah di bumi.24
e. Menurut Hamka
Dalam menafsirkan Q.S. Al-Baqarah ayat 30-33, Hamka
mengambil kesimpulan bahwa dalam penciptaan manusia sebagai
khalifah, Allah telah melengkapinya dengan potensi yang dapat
digunakan untuk menunjang fungsi kekhalifahannya itu. Adapun
potensi yang dimaksud dalam ayat ini adalah potensi yang berupa ilmu
atau pengetahuan.
24 T.M. Hasybi Ash-Shidiqy, Tafsir Al-quranul Majid An-Nur (juz. I),Bulan Bintang,
Jakarta, 1965, h. 106-118
53
Menurut penjelasannya, manusia di samping diberi potensi-
potensi sebagaimana makhluk lain, ia telah dianugerahi potensi yang
tidak dimiliki oleh makhluk lain, yaitu akal. Akal inilah yang
menjadipembeda manusi dari makhluk lain termasuk malaikat. Dengan
akalnya itu manusia bisa mengembangkan ilmunya dan menciptakan
teknologi bahkan dengan akalnya itu manusia bisa menguak rahasia-
rahasia alam dengan seizin Allah.
Sebagai bukti bahwa manusia memiliki potensi akal dalam
konteks ayat ini bisa dilihat ketika Adam mampu menyebutkan
kembali nama-nama yang telah diajarkan oleh Allah kepadanya. Hal
ini menunjukkan bahwa Adam (manusia) memang memiliki kelebihan
atau keistimewaan yang tidak diberikan kepada makhluk yang lain
termasuk malaikat. Keistimewaan yang diberikan Allah kepada
manusia itu merupakan cara Allah memuliakan manusia. Sehinga
dalam kata penutupnya Hamka mengatakan bahwa manusia dengan
kelebihan yang diberikan kepadanya, tidak layak manakala ia
mengabakan karunia itu. Sebaliknya dia harus senantiasa
mensyukurinya dengan cara menggunakan potensinya seoptimal
mungkin dalam kerangka kebaikan dan kemanfaatan.25
f. Menurut M. Quraish Shihab
Menurut Quraish Shihab Q.S. Al-Baqarah ayat 30-33 berbicara
tentang kewajaran manusia dan ketidakwajaran malaikat menjadi
25 Hamka, Tafsir Al-Azhar (juz. I), Pustaka Panji Mas, Jakarta, 1982, h. 165 - 166
54
khalifah di bumi.
Menurutnya pengetahuan yang dianugerahkan Allah kepada
Adam (manusia) berupa kemampuan mengetahui segala sesuatu dari
benda-benda ciptaan Allah dan fenomena alam merupakan bukti
kewajaran Adam menjadi khlaifah di bumi sekaligus ketidak wajaran
malaikat menjadi khalifah di bumi. Karena malaikat memang tidak
memiliki pengetahuan sebagaimana yang dimiliki oleh Adam
(manusia). Dengan demikian Pengetahuan atau potensi berilmu yang
dianugerahkan Allah kepada Adam (manusia) merupakan syarat
sekaligus modal utama untuk mengelola bumi ini. Tanpa pengetahuan
atau potensi berilmu, maka tugas kekhalifahan manusia akan gagal,
meskipun ia tekun ruku’, sujud dan beribadah sebagaimana malaikat.
Bukankah malaikat yang sedemikian taatnya dinilai tidak layak
menjadi khalifah di bumi karena ia tidak memiliki pengetahuan
tentangnya.
Melalui kisah ini Allah menegaskan bahwa bumi tidak cukup
dikelola hanya dengan tasbih dan tahmid tetapi dengan amal ilmiah
dan ilmu amaliyah.26
B. Eksistensi Manusia Dalam Perspektif QS. Al-Baqarah ayat 30-33
1. Pengertian eksistensi manusia.
Sebagaimana yang telah dikutip oleh Bayraktar Bayrakli makna
terkaya dan terdalam dari istilah eksistensi adalah ditemukan dalam bahasa
55
Arab. Eksistensi berasal dari akar kata kerja wajada, bentuk kata kerja ini
berarti “ menemukan “ dan turunannya adalah wujud (ada), Wijdan (sadar),
wajd (nirwana) dan wujd.
Ketika digunakan dalam bentuk wajd, wujd dan wijdan berarti
“mempunyai milik,” dan mempunyai milik pada akhirnya mengantarkan
pada wujud independen, yakni wujud yang tidak tergantung pada yang
lain. Dalam Q.S. Thalaq : 6 وجدكم من itu berarti “menurut kekuatan,
kesehatan dan eksistensimu.” Dalam Q.S. Taubah (9) : 5
وجدمتوهم حيث Itu berarti “menemukan” dan “menghasilkan kekuatan.”
Makna lain dari istilah wujud (eksistensi) adalah suatu keberadaan
yang dirasakan, ditemukan dan ditentukan oleh panca indera. Karena itu
dapat dikatakan bahwa ada sesuatu yang dapat dirasakan panca indera. Di
sisi lain ada juga keberadaan yang tidak dapat diketahui dengan perasaan
tapi dengan nalar.27
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa eksistensi manusia
berarti keberadaan manusia, artinya segala sesuatu yang ada atau yang
muncul yang dapat ditemukan atau dirasakan pada diri manusia, baik
secara fisis maupun metafisis, empiris maupun metaempiris.
Adapun pengertian eksistensi manusia oleh Al-Ghazali
didefinisikan sebagai komposisi yang memperlihatkan keberadaan
manusia dalam suatu totalitas. Artinya manusia sebagai kenyataan faktual
terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu kompoisi yang
26 M. Qurash Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2000, h. 148-149 27 Bayraktar Bayrakli, Eksistensi Manusia (terj. Suharsono), Perenial press, Jakarta, 1996
56
menunjukkan keberadaannya.28
Eksistensi manusia merupakan perpaduan antara beberapa unsur
yang tidak bisa dipisah-pisahkan. 29 Menurut Ibnu Qayyim, hakikat diri
manusia itu merupakan perpaduan antara beberapa unsur yang saling
berkaitan dan tidak mungkin dipisah-pisahkan antara satu dengan yang
lainnya. Beberapa unsur yang dimaksud itu adalah ruh, akal dan badan. 30
Hal yang sama juga dikemukakan oleh M. Qutb bahwa dalam
perspektif Islam eksistensi manusia yang merupakan perpaduan antara
ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang terpadu dan saling
berkaitan, badan yang bersifat materi tidak bisa dipisahkan dengan akal
dan ruh yang bersifat immateri. Masing-masing dari ketiga unsur tersebut
memiliki daya atau potensi yang saling mendukung dan melengkapi dalam
perjalanan hidup manusia.31
Menurut Harun Nasution, unsur materi manusia mempunyai daya
fisik seperti mendengar, melihat, merasa, meraba, mencium dan daya
gerak. Sementara itu unsur immateri mempunyai dua daya, yaitu daya
berfikir yang disebut akal dan daya rasa yang berpusat di kalbu. Untuk
membangun daya fisik perlu dibina melalui latihan-latihan ketrampilan
dan panca indera. Sedangkan untuk melatih daya akal dapat dipertajam
melalui proses penalaran dan berfikir. Sedangkan untuk mengembangkan
28 M. Yasir Nasution, Manusia menurut Al-Ghazali, Rajawali, Jakarta, 1988, h. 64-65 29 Muzaidi Hasbullah, Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim (terj), Pustaka Al-Kautsar, Jakarta,
2002, h. 21 30 Ibid 31 M. Qutb, Sistem Pendididkan Islam (terj. Salman Harun ), Al-Maarif, Bandung,
1993,h. 127
57
daya rasa dapat dipertajam melalui ibadah seperti shalat, puasa dan lain-
lain, karena intisari ibadah dalam Islam adalah mendekatkan diri kepada
Allah. Yang Maha Suci hanya dapat didekati melalui ruh yang suci dan
ibadah adalah sarana latihan strategis untuk mensucikan ruh atau jiwa.32
Uraian di atas memberi gambaran kepada kita ahwa Islam memiliki
cara pandang yang utuh terhadap diri atau eksistensi manusia. Islam
menolak pandangan yang parsial sebagaimana yang telah dilakukan
materialisme dan spiritualisme yang hanya menonjolkan satu aspek unsur
manusia.
2. Eksistensi manusia dalam perspektif Q.S. Al Baqarah ayat 30-33.
Sebagaimana telah diuraikan dalam pembahasan terdahulu, bahwa
dipilihnya manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah karena
kelebihan yang dianugerahkan Allah kepada manusia berupa ilmu
pengetahuan, yang tidak diberikan kepada makhluk Allah yang lain
termasuk malaikat.
Pada Q.S.Al Baqarah ayat 31-33 yang menceritakan tentang
pengajaran Allah kepada manusia memberikan pengertian bahwa untuk
dapat menjalankan fungsi dan peran kekhalifahan diperlukan modal atau
syarat yaitu ilmu. Hal ini senada dengan pendapat Quraish Shihab bahwa
pengetahuan atau potensi yang berupa kemampuan menyebutkan nama-
nama itu merupakan syarat sekaligus modal bagi Adam (manusia) untuk
mengelola bumi ini. Tanpa pengetahuan atau pemanfaatan potensi
32 Harun Nasution, Islam Rasional, Mizan, Bandung, 1995, h. 37
58
berpengetahuan, maka tugas kekhalifahan manusia akan gagal, meskipun
ia tekun rukuk , sujud dan beribadah kepada Allah sebagaimana yang
dilakukan oleh malaikat. Meski malaikat merupakan makhluk yang paling
taat, tapi tetap dinilai sebagai makhluk yang tidak memiliki kemampuan
untuk menjadi khalifah, karena ia tidak memiliki ilmu atau pengetahhuan
tentang hal itu.33
Adapun kemampuan Adam menyebutkan nama-nama menurut
Alidalam The Glorias Kur’an sebagaimana telah dikutip oleh Machasin,
dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berinisiatif. Dalam hal
inimanusia diberi kemampuan untuk memberikan nama-nama benda,
yakni membentuk konsep-konsep tentang benda-benda itu . Membentuk
konsep berarti menguasainya. Jadi sifat pengetahuan manusia adalah
konseptual. Berinisiatif menurutnya juga berarti bahwa manusia disamping
memiliki potensi merusak ia juga memiliki potensi untuk berbuat baik.
Menurutnya ini menunjukkan sifat kreatif manusia. Potensi kreatif ini
hanya dianugerahkan kepada manusia, dan tidak kepada malaikat maupun
makhluk yang lain. Menurut Machasin, Adam atau manusia yang
mempunyai kemampuan untuk berbuat patuh dan durhaka, di dalamnya
terkandung unsur kreativitas.34
Senada dengan pendapat di atas, Abdur Rahman Shalih Abdullah
menyatakan bahwa kemampuan manusia menyebutkan nama dapat
diartikan sebagai kemampuan merumuskan konsep. Dalam penjelasan
33 M. Quraish, Shihab, op. Cit.,h. 33-34
59
selanjutnya, ia menuturkan bahwa rumusan konsep memiliki 2 faedah.
Pertama, ia memberikan fasilitas berpikir. Mengapa demikian?
Menurutnya konsep memungkinkan manusia melakukan analisa dan
sintesa terhadap apa yang dipikirkan. Berbeda dengan binatang maka
manusia memiliki kemampuan merumuskan pengetahuan konseptualnya
ketika menghadapi permasalahan.
Faedah kedua dari pengetahuan konseptual adalah bahwa ia
memungkinkan manusia ingat terhadap peristiwa-peristiwa lampau.
Manusia mencatat sejarahnya, kemampuan untuk membaca sejarah
menjadikan manusia mempunyai kemampuan tertinggi pada aspek-aspek
tertentu.Binatang tidak dapat mengingat peristiwa-peristiwa yang pernah
dialaminya. Tidak mengherankan, Al Quran menganggap sejarah sebagai
ayat-ayat-Nya, yang merangsang praktek berpikir. Kenyataan-kenyataan
sejarah tidak disebut sebagai memorisasi, namun kontemplasi.35
Keunikan pengetahuan manusia, dengan kuat didukung penemuan-
penemuan psikologi. Kemampuan manusia untuk menemukan bentuk
pengetahuan baru dan memecahkan situasi-situasi atau masalah-masalah
baru menjadikan manusia mempunyai nilai lebih dari binatang.
Perbedaan pengetahuan manusia dari pengetahuan binatang adalah
kualitatif, dan bukan kuantitatif. Menurut Abdur Rahman jaringan besar
gagasan manusia hanya mungkin diterangkan dalam kemampuannya
memberi nama-nama yang dilimpahkan kepada Adam as. Hal ini nyata
34 Machasin, Menyelami Kebebasan Manusia, INHIS-Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, 35 Abdur Rahman Shalih Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan menurut Al Quran
serta Implementasinya, Diponegoro, Bandung, 1991,h. 132-133
60
sekali bahwa gagasan yang dicapai dan konsep-konsep yang dicapai tidak
dapat dipisahkan dari peran yang dimainkan yaitu khalifah.36
Adapun menurut Ali Shariati, kemampuan Adam mennyebutkan
nama ditafsirkan sebagai kemampuan Adam dalam menangkap fakta-fakta
ilmiah. Nama-nama dalam ayat 31-33 tersebut ditafsirkan sebagai simbol-
simbol dari fakta-fakta ilmiah, dan mempelajari hal tersebut dapat
membimbing manusia kearah kebenaran-kebenaran faktual yang ada
dalam alam semesta. 37
Sehubungan dengan penjelasan diatas, Dr.Jalaludin menambahkan
bahwa potensi akal yang hanya dianugerahkan Allah kepada manusia,
memberi kemampuan kepadanya untuk memahami simbol-simbol, hal-
hal yang abstrak, menganalisa dan membandingkan maupun membuat
kesimpulan serta memilih dan memisahkan antara yang benar dari yang
salah. Kemampuan akal mendorong manusia berkreasi dan berinovasi
dalam menciptakan kebudayaan dan peradaban. Manusia dengan
kemampuan akalnya mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,
mengubah serta merekayasa lingkungannya, menuju situasi kehidupan
yang lebih baik, aman dan nyaman.38 Semua itu tentunya dalam kerangka
menjalankan fungsi dan peran kekhalifahannya.Menurut Murtadha
Mutahhari, pengetahuan sebagaimana diuraikan di atas merupakan
dimensi intelektual dalam eksistensi manusia.39
36 Ibid.,h.134 37 Ali Shariati, Tugas Cendekiawan Muslim, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996,h.11 38 Dr. Jalaludin, Teologi Pendidikaan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000,h.46. 39 Murtadha Mutahhari, Manusia dan Alam Semesta, Lentera, Jakarta, 2002, h. 222
61
Pada intinya Q.S.Al Baqarah ayat 30-33 menceritakan tentang
kisah kejadian sekaligus keutamaan yang disandang oleh Adam as
(manusia). Ia telah dipilih oleh Allah menjadi khalifah di bumi karena
ilmu pengetahuan yang dianugerahkan kepadanya. Ini berarti bahwa Allah
telah menempatkan manusia dalam kedudukan yang tinggi/utama adalah
karena ilmu. Yang karena itu pulalah manusia berhak dan layak menjadi
khalifah dari pada malaikat.
Keutamaan manusia karena ilmu telah banyak diungkapkan Allah
dalam Al Quran:
- Q.S. Al Mujadalah : 11
Æìsùö� tƒ ª!$# tÏ% ©!$# (#θãΖtΒ#u öΝä3ΖÏΒ tÏ% ©!$#uρ (#θ è?ρé& zΟ ù=Ïè ø9 $# ;M≈y_ u‘yŠ
Artinya: “ … Allah meninggikan derajat orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.”40
- Q.S. Al Ankabut : 43
š�ù=Ï?uρ ã≅≈ sVøΒ F{$# $ yγ ç/Î�ôØnΣ Ä¨$ ¨Ζ=Ï9 ( $tΒ uρ !$ yγ è=É)÷ètƒ āωÎ) tβθ ßϑÎ=≈ yè ø9 $# ∩⊆⊂∪
Artinya : “ Itulah berbagai contoh perumpamaan yang Kami berikan pada manusia, tidak ada yang dapat memikirkannya kecuali orang yang berilmu.”41
- Q.S. Az Zumar : 9
ö≅è% ö≅ yδ “Èθ tGó¡o„ tÏ% ©!$# tβθ çΗs>ôètƒ tÏ% ©!$#uρ Ÿω tβθßϑn=ôètƒ 3 $ yϑ‾ΡÎ) ã� ©.x‹tGtƒ (#θ ä9 'ρé& É=≈ t7ø9 F{ $#
Artinya : “ Katakanlah (hai Muhammad), tidaklah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Sesungguhnya yang memiliki akal pikiranlah yang dapat menerima pelajaran.”42
40 Departemen Agama Republik Indonesia, op. Cit., 910 41 Ibid., h. 634 42 Ibid., h. 747
62
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang mengungkapkan tentang
keutamaan orang yang berilmu. Uraian di atas secara jelas memberikan
gambaran tentang keutamaan ilmu. Manusia diutamakan oleh Allah adalah
karena ilmu. Karena ilmu pula manusia menjadi makhluk yang memiliki
nilai lebih dari makhluk lain. Atas alasan ilmu pula Allah memilih dan
mengangkat manusia menjadi khalifah di bumi.
C. Analisa Eksistensi Manusia Dalam Perspektif Q.S. Al-Baqarah : 30 –33
Setelah mengkaji dan menelaah eksistensi manusia dalam perspektif Q.
S. Al-Baqarah : 30 – 33 dari berbagai aspek, baik dari segi bahasa maupun
balaghah, dari segi munasabah ayat maupun segi-segi yang lain serta merujuk
pada penjelasan para mufassir, penulis menggunakan dua pendekatan dalam
memahami ayat tersebut. Yang pertama yaitu pendekatan filosofis dan yang
kedua adalah pendekatan paedagogis.
Adapun pendekatan filosofis yang dimaksudkan dalam konteks ini
adalah mencoba memahami makna implisit yang terkandung dalam ayat-ayat
tersebut. Tentunya dengan merujuk pada penjelasan para mufssir sebagaimana
yang telah diuraikan pada bab terdahulu.
Pada umumnya para mufassir memiliki pendapat yang senada, bahwa
manusia sejak masa penciptaannya telah dianugerahi oleh Allah suatu potensi
yang menjadikan ia memiliki nilai lebih dari makhluk-makhluk Allah yang
lain. Potensi yang dimaksud dalam ayat ini adalah potensi “berilmu” atau
“berpengetahuan” yang dalam bahasa Q.S. Al-Baqarah ayat 31 dibahasakan
63
dengan kemampuan Adam menyebutkan nama-nama benda seluruhnya yang
telah diajarkan Allah kepadanya.43 Oleh Abdur Rahman Shalih Abdullah,
potensi “berpengetahuan” tersebut dikatakan sebagai eksistensi inteligensi
manusia yang dengan itu manusia memiliki atribut yang membedakan dirinya
dari makhluk yang lain.44
Menurut sebagian mufassir, kemampuan manusia menyebutkan nama-
nama benda seluruhnya adalah karena kekuatan akal yang diberikan Allah
kepadanya. Dengan kekuatan akal yang ada pada manusia mendorong
manusia menjadi makhluk yang kreatif dan inisiatif. Dengan kemampuan
inisiatif ini menurut Machasin manusia mampu membentuk konsep-konsep
tentang segala sesuatu. Dengan demikian kemampuan manusia bersifat
konseptual. Berinisiatif menurutnya juga berarti bahwa manusia di samping
memiliki potensi merusak ia juga memiliki potensi untuk berbuat baik.
Menurutnya ini menunjukkan sifat kreatif manusia. Potensi kreatif ini
hanya dianugerahkan kepada manusia, dan tidak kepada malaikat maupun
makhluk yang lain. Menurut machasin, Adam (manusia) yang mempunyai
kemampuan untuk berbuat patuh dan durhaka, di dalamnya terkandung unsur
kreativitas.45
Menurut Zakiyah Darajah, manusia dengan kemampuan akalnya
memungkinkan ia menerima dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan serta
43 Lihat pada bab II 44 Abdur Rahman Shalih Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan menurut Al-Quran
serta Implementasinya (terj), C.V. Diponegoro, Bandung, 1991, h. 3-4 45 Machasin, Menyelami Kebebasab Manusia, INHIS-Puataka Pelajar, Yogyakarta, 1996,
h. 8-10
64
membudayakannya.46
Uraian di atas memberikan gambaran bahwa akal merupakan kekuatan
manusia yang paling besar dan merupakan anugerah Allah yang paling besar
pula. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Mulk : 23
ö≅è% uθ èδ ü“Ï% ©!$# ö/ ä.r' t±Σ r& Ÿ≅yèy_ uρ â/ ä3s9 yìôϑ¡¡9 $# t�≈ |Á ö/F{$#uρ nοy‰Ï↔øùF{ $#uρ ( Wξ‹Î=s% $ ¨Β tβρã� ä3ô±n@
∩⊄⊂∪
Artinya: Katakanlah: "Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.47
. Menurut M. Qutb, hati dalam ayat di atas dipakai untuk pengertian
akal atau kekuatan menangkap atau mengindera pada umumnya.48Af’idah
yang diterjemahkan dengan hati juga mengandung makna intelegensi dan
kasih sayang atau aspek pikir dan emosi atau rasa.49 Dalam konteks ini
manusia berarti memiliki dua daya yaitu daya pikir dan daya rasa. Hal ini
sekaligus memberi predikat kepada manusia sebagai makhluk pemikir dan
perasa.
Manusia dikaruniai akal oleh Allah agar dipergunakan untuk berpikir
dan merasa.50 Banyak ayat Al-Quran yang mengisyaratkan tentang hal ini.
Allah sering memerintahkan kepada manusia untuk berfikir. Anjuran Allah
kepada manusia supaya berfikir dapat dilihat pada firman Allah berikut ini :
46 Zakiyah Darajah, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, h. 3-4 47 5 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya,
Kumudasmoro Grafindo, Semarang, 1994, h. 957 48 M. Qutb, Sistem Pendidikan Islam (terj.), Al-Maarif, Bandung, 1993, h. 35 49 Habib Thaha (editor), Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar,
Semarang, 1996, h. 110 50 8 Ibid., h. 285
65
Q.S. Ar-Rum : 8
öΝs9 uρr& (#ρã� ©3x�tGtƒ þ’ Îû ΝÍκŦ à�Ρr& 3 $ ¨Β t, n=y{ ª!$# ÏN≡ uθ≈uΚ ¡¡9 $# uÚö‘ F{$#uρ $ tΒ uρ !$yϑåκs]øŠt/ āω Î)
Èd, ysø9 $$ Î/ 9≅y_ r& uρ ‘wΚ |¡•Β 3 ¨βÎ)uρ # Z�� ÏVx. zÏiΒ Ä¨$ ¨Ζ9 $# Ç›!$s)Î=Î/ öΝÎγ În/u‘ tβρã�Ï�≈ s3s9 ∩∇∪
Artinya : “ Dan mengapakah mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka sendiri, Allah tidak menjadikan langit dan bumi serta apa yang ada di antaranyam melainkan dengan tujuan yang benar dan masa yang telah ditentukan.”51
1. Q.S. Yunus : 101
È≅è% (#ρã� ÝàΡ$# #sŒ$tΒ ’ Îû ÅV≡uθ≈ yϑ¡¡9 $# ÇÚö‘ F{ $#uρ 4 $tΒ uρ Í_ øó è? àM≈tƒ Fψ$# â‘ ä‹ –Ψ9$#uρ tã 7Θ öθ s%
āω tβθãΖÏΒ ÷σム∩⊇⊃⊇∪
Artinya : “ Katakanlah (ya Muhammad), Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.”52
2. Q.S. Al-Baqarah : 242
š�Ï9≡ x‹x. ß Îit7 ムª!$# öΝà6s9 ϵÏG≈ tƒ#u öΝä3ª=yès9 tβθ è=É)÷ès? ∩⊄⊆⊄∪
Artinya : “Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, supaya kamu memahaminya.53
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menganjurkan untuk berpikir
dan merenung. Tuntutan pada manusia sebenarnya tidak hanya diharapkan
mampu menangkap fenomenon tetapi juga nomenon. Penangkapan dan
pengetahuan tentang fenomenon dapat ditempuh dengan rasio, dan untuk itu
diperlukan satu aktivitas berpikir. Akan tetapi dalam realitas hidup dan
kehidupan, manusia banyak dihadapkan dengan nomenon, yang tidak dapat
51 Departemen Agama Republik Indonesia, op.Cit, h. 642 52 Ibid., h. 322 53 Ibid., h. 59
66
dirasionalkan. Di sinilah kemudian hati dan perasaan berfungsi untuk
mengakui kehadiran dan keberadaannya.54
Uraian di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa akal dengan
segala daya yang dimilikinya merupakan kekuatan dan karunia Allah yang
sangat besar dan berarti bagi kelangsungan hidup manusia. Karena dengan
akalnya manusia menjadi makhluk yang kreatif dan inisiatif, manusia bisa
mengembangkan ilmu pengetahuan dan membudayakannya. Karena akal
pula manusia menjadi makhluk yang berperadaban di dunia. Sebab akal pula
ia memenangkan eksistensinya atas makhluk-makhluk yang lain termasuk
malaikat.
Yang kedua yaitu pendekatan paedagogis. Yang dimaksud dengan
pendekatan paedagogis di sini adalah pendekatan dalam perspektif pendidikan.
Q.S. Al-Baqarah : 31-33 yang menceritakan tentang pengajaran Allah
kepada Adam tentang nama-nama, dalam perspektif pendidikan menunjukkan
bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk paedagogis yaitu makhluk
yang dapat dididik dan mendidik.55 Adapun dalam istilah Jalaludin disebutkan
bahwa sejalan dengan potensi yang dimiliki oleh manusia tersebut, manusia
dinilai sebagai makhluk eksploratif, yaitu makhluk yang mampu
dikembangkan dan mengembangkan dirinya.56
Sebagaimana telah dijelaskan dalam Q.S. Ar-Rum : 30, bahwa Allah
telah menciptakan manusia disertai dengan fitrah yang mendasarinya.
54 Habib Thaha (editor), loc.Cit. 55 13 Zakiyah Darajah, loc. Cit 56 Jalaludin, Teologi Pendidikan,Grafindo Persada, Jakarta, 2000, h.18
67
óΟÏ%r' sù y7 yγô_ uρ ÈÏe$#Ï9 $ Z�‹ÏΖym 4 |Nt� ôÜ Ïù «!$# ÉL ©9 $# t�sÜ sù }¨$ ¨Ζ9 $# $pκö� n=tæ 4 Ÿω Ÿ≅ƒÏ‰ö7 s? È, ù=y⇐Ï9
«!$# 4 š�Ï9≡ sŒ ÚÏe$!$# ÞΟ ÍhŠs)ø9 $# �∅Å3≈ s9 uρ u�sYò2r& Ĩ$ ¨Ζ9 $# Ÿω tβθßϑn=ôètƒ ∩⊂⊃∪
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”57
Fitrah dalam konteks ini diartikan sebagai potensi. Fitrah Allah yang
berbentuk potensi ini tidak akan mengalami perubahan, dengan pengertian
bahwa manusia itu akan terus dapat berfikir, merasa dan bertindak dan dapat
terus berkembang. Fitrah inilah yang membedakan manusia dari makhluk
yang lain dan fitrah ini pulalah yang menjadikan manusia istimewa dan lebih
mulia yang sekaligus berarti bahwa manusia adalah makhluk paedagogis.58
Dari dua pendekatan yang telah diuraikan di atas, dapat ditemukan
satu titik penghubung yang memberikan gambaran bahwa manusia secara
fitrah telah dibekali potensi yang membedakan manusia dari makhluk yang
lain. Akal merupakan potensi yang hanya diberikan kepada manusia. Dan
akal hanya akan bisa berkembang secara sempurna jika dibimbing dan
diarahkan yaitu melalui proses pendidikan. Dengan demikian manusia tidak
bisa berkembang dengan sendirinya.
Perkembangannya banyak tergantung pada pengaruh lingkungan.
Pendidikan merupakan lingkungan yang paling penting dalam membantu
manusia untuk mencapai perkembangannya. Oleh karena itu dalam Islam
57 Departemen Agama Republik Indonesia, op. Cit., h. 644 58 Herry Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999, h. 71-72
68
penyelenggaraan pendidikan bagi manusia merupakan suatu keharusan.59
D. Implementasi Eksistensi Manusia Dalam Perspektif QS. Al-Baqarah Ayat
30 – 33 dalam Pendidikan Islam
Bertitik tolak dari analisa terhadap eksistensi manusia dalam perspektif
Q.S. Al-Baqarah : 30 – 33 sebagaimana yang telah diuraiakan di atas, maka
implementasinya dalam Pendidikan Islam, yaitu :
1. Manusia dengan kemampuan akal dan hatinya menyandang predikat
sebagai makhluk pemikir sekaligus perasa. Nilai Pendidikan Islam terletak
pada keseimbangan antara aspek pemikiran dan perasaan atau antara aspek
pikir dan dzikir. Pengembangan aspek pikir saja akan mengantarkan
manusia pada sikap rasionalistik dan materialistik. Begitu juga sebaliknya,
pengembangan aspek rasa saja akan menyebabkan manusia kerdil secara
intelektual. Jika kedua komponen itu terpisah atau dipisahkan dalamproses
kependidikan Islam, maka manusia akan kehilangan keseimbangannya dan
tidak akan pernah menjadi pribadi yang utuh dan sempurna (Insan kamil)
Maka berdasarkan cara pandang di atas, Pendidikan Islam harus dibangun
di atas konsep kesatuan (integrasi) antara pendidikan aqliyah dan
qalbiyah, sehingga menghasilkan manusia muslim yang pintar secara
intelektual sekaligus terpuji secara moral.60
2. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah : 30 – 33,
bahwa manusia telah dijadikan Allah sebagai khalifah di bumi. Untuk
59 Ibid., h.72. 60 M. Qutb, loc. Cit
69
menjalankan fungsi ini, Allah telah membekali manusia seperangkat
potensi . Dalam konteks ini maka Pendidikan Islam harus diarahkan pada
pengembangan seluruh potensi manusia secara maksimal, sehingga dapat
diwujudkan dalam bentuk yang konkrit, dalam arti memiliki kemampuan
yang dapat bermanfaat baik bagi dirinya, masyarakat maupun
lingkungannya sebagai realisasi dari fungsi dan tujuan penciptaannya,
yaitu sebagai khalifah dan abdullah. Untuk kepentingan ini, maka
perumusan Pendidikan Islam harus senantiasa dimatchkan dengan situasi
yang melingkupinya. Artinya setiap perubahan yang terjadi harus selalu
direspon oleh pendidikan, sehingga pendidikan tidak pernah usang dan
stagnan, tapi sebaliknya selalu dinamis menyesuaikan dengan
perkembangan dan perubahan ruang dan waktu. Tentunya dengan tanpa
tercerabut dari akar nilai yang mendasarinya, dalam konteks ini adalah
nilai ajaran Islam. Ini dimaksudkan untuk menyiapkan generasi muda yang
tangguh dan siap pakai dalam mengisi fungsi dan peran-peran
kehidupannya. Karena sebagaimana pendapat Hasan Langgulung salah
satu tujuan dari Pendidikan Islam adalah untuk mempersiapkan generasi
masa depan.61
61 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Al-Maarif,
Bandung, 1980, h.94.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Eksistensi manusia dalam perspektif Al-Quran adalah merupakan
perpaduan antara unsur jasmani dan unsur rohani atau antara unsur materi
dan unsur immateri, yaitu perpaduan antara badan (sebagai unsur materi),
akal dan ruh (sebagai unsur immateri). Unsur-unsur tersebut mewujud
dalam diri manusia dan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-
pisahkan.
2. Menurut perspektif Q.S. Al-Baqarah : 30 – 33, manusia sejak saat
penciptaannya telah dibekali oleh Allah berupa potensi “berpengetahuan”
atau “berilmu”. Potensi ilmu atau pengetahuan inilah yang kemudian
membedakan manusia dari makhluk yang lain. Karena potensi ini pula ia
menjadi makhluk yamg mulia dan memiliki nilai lebih sehingga ia
diangkat menjadi khalifah di muka bumi.
3. Kemampuan mengetahui yang ada pada manusia adalah karena manusia
dikaruniai akal oleh Allah. Akal dalam Al-Quran juga bisa diterjemahkan
dengan hati. Akal dalam konteks sebagai alat untuk berfikir berfungsi
untuk menangkap hal-hal yang fenomenal. Sementara akal dalam konteks
sebagai hati berguna untuk menangkap hal-hal yang nomenal, yaitu yang
71
tidak bisa dirasionalkan.
4. Dalam perspektif pendidikan, Q.S. Al-Baqarah : 30 – 33 memberikan
gambaran bahwa manusia adalah makhluk paedagogik yaitu makhluk yang
mempunyai potensi untuk dididik dan mendidik yang dalam konteks ayat
ini disimbolkan dengan pengajaran Allah kepada Adam tentang nama-
nama benda seluruhnya. Dengan demikian pendidikan merupakan suatu
proses yang niscaya bagi manusia dalam rangka untuk membimbing dan
mengarahkan serta mengaktualisasikan potensi yang ada pada diri
manusia.
5. Bertitik tolak dari cara pandang di atas, maka Pendidikan Islam harus
didasarkan pada cara pandang Al-Quran terhadap manusia yang secara
eksistensial merupakan satu kesatuan yang utuh antara badan (sebagai
unsur materi), akal dan ruh (sebagai unsur Immateri).
6. Nilai pendidikan Islam terletak pada keseimbangan antara aspek pemikiran
dan perasaan atau antara pikir dan dzikir. Maka pendidikan Islam harus
dibangun di atas konsep kesatuan (integrasi) antara pendidikan aqliyah dan
qalbiyah. Pemisahan antara kedua aspek ini dalam proses pendidikan akan
menyebabkan manusia kehilangan keseimbangannya, sehingga ia tidak
akan pernah menjadi manusia utuh dan sempurna (insan kamil).
B. Saran-Saran
Berdasarkan uraian dan cara pandang di atas, ada beberapa saran
terkait dengan pendidikan islam :
72
1. Rumusan konsep pendidikan Islam seyogyanya bertitik tolak dari cara
pandang terhadap hakikat manusia secara total dan integral. Sehingga
proses bimbingan dan arahan dalam perbuatan mendidik menyentuh atau
mengena seluruh ranah pendidikan yaitu cognitive, afektif, psikomotorik
bahkan ranah konatif.
2. Perlu dirumuskan kurikulum terpadu, sehingga out put dari pendidikan
menghasilkan manusia-manusia dengan kepribadian yang utuh atau
integrate, tidak splite dan tidak sekuler.
C. Penutup
Rasa syukur penulis haturkan keharibaan Allah yang Maha Sempurna.
Karena hanya atas pertolongan-Nya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
Penulis sadar sepenuhnya skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan. Akhirnya dengan
hanya mengharap Ridha-Nya semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis
khususnya maupun pembaca pada umumnya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, 1992. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Aditya Media, Yogyakarta.
Al-Attas, tt. Naquib Konsep Pendidikan Islam (terj. Haidar Baqir), Mizan
Al-Maraghi, 1985. Musthofa Tafsir al-Maraghi (terj), Toha Putra, Semarang.
Al-Maroghi, Musthofa, 1985. Ahmad Tafsir Al-Maroghi, Juz I (terj), Toha Putra, Semarang.
Al-Syaibany, Al-Thoumy, 1979. Falsafah Pendidikan Islam (terj. Hasan langgulung), Bulan Bintang Jakarta.
Aly, Noer, Herry 1999.Ilmu Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta.
Ashrof, Ali 1993. Horison Baru Pendidikan Islam, Pustaka Firdaus, Jakarta.
Ash-Shidiqy, M. Hasybi, 1965. Tafsir al-Quranul Majid an-Nur, Juz I (terj), Toha Putra, Semarang,
Azra, Azyumardi, 1999. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi menuju Millenium Baru, Logos Wacana Ilmu, Jakarta.
Bidai, Nasruddin, 2002. Metode Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Bucaille, Maurice, 1998. Asal-Usul Manusia Menurut Bibel, al-Quran dan Sains, Mizan, Bandung.
Darajah, Zakijah, 1990. Ilmu Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta.
Darwis, Djamaluddin 2001, Dinamika Pendidikan Islam (dikutip dari buku Paradigma Pendidikan Islam), Pustaka Religius, Yogyakarta.
Departemen Agama Republik Indonesia, 1992. Al-Quran dan Terjemahannya, Tanjung Mas Inti, Semarang,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Fajar, M. Malik, 1999. Reorientasi Pendidikan Islam, Yayasan Pendidikan Islam Fajar Dunia, Jakarta.
Hadi, Sutrisno, 1982. Metodologi Research, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.
Issa, Ali, Othman, 1981. Manusia menurut Al-Ghozali, Pustaka, Bandung.
Jalaluddin, 2000. Teologi Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Langgulung, Hasan, 1968. Manusia dan pendidikan; Suatu analisa Psikologi dan pendidikan, Pustaka al-Husna, Jakarta.
Langgulung, Hasan, 1980. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Al-Ma’arif, Bandung.
Marimba, Ahmad D, 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al-Maarif, Bandung.
Muhaimin, M. A. 2002. Paradigma Pendidikan Islam, Remaja Rosda Karya, Bandung,
Musthofa al-Ghulayani, Idhotun Nasyin, Al-Maktabah Almisriyah, Beirut 1913
Mutahhari, Murtadha, 1984. Manusia dan Agama, Mizan, Bandung.
Narkubo, Chalid, 1993, Bimbingan Skripsi, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Semarang.
Nata, Abudin, 1994. Filsafat Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta.
Nizar, Samsul, 2002. Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, teoritis dan praktis, Ciputat Pers, Jakarta.
Poerwadarminto, W. J. S. 1980. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
Qardawi, Yusuf, 1980. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna (terj.), Bulan Bintang, Jakarta.
Quraisy, Shihab, M., 1994, Membumikan Al-Quran, Mizan, Bandung.
Qutb, M. 1984. Sistem Pendidikan Islam (terj. Salman Harun), Al-maarif, Bandung,
Qutb, Sayyid, t.th . Fi Dzilalil Qur’an, (Jilid VI, Juz 27, Dar al-syuruq, Beirut.
Rusn, Ibnu, Abidin, 1998. Pemikiran Al-Ghozali tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Salam, Burhanuddin, 1997. Pengantar Padagogig (Dasar-dasar Ilmu Pendidikan), Rineka Cipta, Jakarta.
Saleh, Abdurrahman, 1991. Educasional Theory a Qur’anic out lock, (alih bahasa : Mutamam : Landasan dan Tujuan Pendidikan Islam menurut al-Qur’an Serta Implementasinya), CV. Diponegoro, Bandung.
Siregar, Marasudin, 1999. Konsepsi Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun ; Suatu Analisa Fenomenologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Tafsir, Ahmad, 1990. Metode Khusus Pendidikan Islam, Remaja Rosda Karya, Bandung,
Tafsir, Ahmad, 1997. Methodologi Pengajaran Agama Islam, Remaja Rosda Karya, Bandung.
Thoha, M. Habib, H. 1996. Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Semarang.
Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1994
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 1.
Yunus, Mahmud, tt, Kamus Arab – Indonesia, Padang, Jakarta
SURAT PERNYATAAN KEORISINILAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
1. Nama : Abdul Malik
2. NIM : 072322070
3. Fak / Prodi : Pendidikan Agama Islam
4. Tahun Akademik : 2009 / 2010
5. Judul : EKSISTENSI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF
AL-QURAN DAN IMPLEMENTASINYA DALAM
PENDIDIKAN ISLAM (Kajian Al-Qur’an Surat Al-
Baqarah Ayat 30 – 33)
menyatakan bahwa skripsi saya benar-benar orisinil / asli buatan sendiri, tidak ada
unsur menjiplak atau dibuatkan.
Jika di kemudian hari ditemukan adanya indikasi salah satu dari unsur di
atas, maka saya bersedia untuk dicabut gelar kesarjanaannya.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan kesadaran penuh dan tanpa
unsur pemaksaan.
Cilacap, Juli 2010
Yang Menyatakan
ABDUL MALIK
NIM. 072322070
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama = ABDUL MALIK
Tempat, tanggal lahir = Magelang, 5 November 1959
Jenis kelamin = Laki-laki
Agama / kebangsaan = Islam / Indonesia
Nikah / belum nikah = Nikah
Alamat = Karangpucung, RT. 02/08
Kec. Karangpucung Kab.Cilacap
Riwayat Pendidikan = MI Al-Washiliyah Bandongan Magelang
Lulus Tahun 1971
PGA 4th Muhammadiyah Bandongan
Magelang Lulus Tahun 1975
PGA 6th Muhammadiyah Bandongan
Magelang Lulus Tahun 1977
D2 Tarbiyah IAIN Walisanga Semarang
Lulus Tahun 2000
SI IAIIG Cilacap Transfer Tahun 2010
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Karangpucung, Juni 2010
Yang Membuat
ABDUL MALIK
NIM. 072322070