Upload
tranthuy
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POLA ASUH ORANGTUA SINGLE PARENT DALAMMENGATASI GANGGUAN EMOSI ANAK
DI KELURAHAN TENGAHJAKARTA TIMUR
SkripsiDiajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
OlehDina Malik
NIM 1113052000018
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAMFAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA1440 H /2019 M
POLA ASUH ORANGTUA SINGLE PARENT DALAMMENGATASI GANGGUAN EMOSI ANAK
DI KELURAHAN TENGAHJAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan MemperolehGelar Sarjana Sosial (S.Sos)
OlehDina Malik
NIM 1113052000018
Pembimbing
Artiarini Puspita Arwan, M.PsiNIP. 19861109 201101 2 016
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAMFAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA1440 H/2019 M
ABSTRAK
Dina Malik. Pola Asuh Orangtua Single Parent dalamMengatasi Gangguan Emosi Anak di Kelurahan TengahJakarta Timur, 2019
Keluarga merupakan kelompok sosial masyarakat terkecilyang ditandai dengan adanya hubungan darah antara satu denganyang lainnya. Keutuhan orangtua (ayah-ibu) dalam keluargasangat dibutuhkan agar terjadi keseimbangan pada perkembangandan pertumbuhan anak. Jika keluarga tidak utuh (single parent)maka dapat berdampak negatif pada kondisi psikologis anaksehingga memunculkan gangguan emosi pada anak.
Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan tentang, 1)gambaran gangguan emosi anak single parent, 2) gambaran polaasuh orangtua single parent dan, 3) pola asuh yang dilakukanorangtua single parent dalam mengatasi gangguan emosi anak diKelurahan Tengah Jakarta Timur.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptifkarena penulis berusaha memaparkan data sesuai dengan realitayang ada. Prosedur pengumpulan data menggunakan metodeobservasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis datadengan cara mengumpulkan data, mereduksi data, menyajikandata dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) anak singleparent mengalami gangguan emosi seperti merasa tidak betah dirumah, sensitif terhadap masalah-masalah kecil, tertutup,membangkan, tempramental, menarik diri, dan suka melanggar 2)pola asuh yang diterapkan oleh orangtua single parent terhadapanak adalah authoritarian yang menekankan pentingnyaperaturan, dan norma kehidupan 3) pola asuh orangtua singleparent dalam mengatasi gangguan emosi anak dilakukan dengancara menekankan pendidikan, kemandirian, dan kedisiplinan.
Kata kunci: Gangguan Emosi Anak, Orangtua Single Parent,Pola Asuh
i
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur nikmat, penulis panjatkan kepada
keagungan Allah SWT yang mana selalu memberikan
pertolongan lahir bathin, nikmat sehat wal ‘afiyat, nikmat panjang
umur, serta nikmat taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis
mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pola Asuh
Orangtua Single Parent dalam Mengatasi Gangguan Emosi
Anak di Kelurahan Tengah Jakarta Timur” . Shalawat beserta
salam penulis haturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW,
keluarganya, para sahabatnya, para pengemban risalahnya, dan
kita selaku umatnya hingga akhir zaman.
Peda tahap penyusunan skripsi ini, penulis menyadari
masih banyak segala kekurangan dan keterbatasan jauh dari segi
kata sempurna. Oleh karena itu dengan mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dan bermanfaat sehingga penulis dapat
mengembangkan pengetahuan dan memperbaiki kesalahan-
kelasahan yang ada dikemudian hari.
Adapun dalam penyusunan penelitian skripsi ini tidak
semata-mata hasil kerja sendiri, melainkan juga berkat
bimbingan, dorongan serta dukungan dari orang-orang yang baik
bagi penulis baik berupa dukungan secara materi maupun secara
spiritual. Untuk itu dalam kesempatan kali ini dengan segala
kerendahan hati, penulis mengucapkan rasa hormat dan terima
kasih terutama kepada kedua orangtua penulis Ayahanda
Nandang dan Ibunda Astuti yang telah mengantarkan penulis
sampai pada titik ini. Selain itu tentu penulis juga sangat
ii
berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis,
dan segenap orang-orang yang turut berpartisipasi dalam
membantu penulis menuntaskan skripsi ini:
1. Dr. Arief Subhan, MA. sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Suparto, M.Ed. Ph.D.
sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Roudhonah,
M.A. sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Dr.
Suhaimi, M. Si. sebagai Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Artiarini Puspita Arwan, M. Psi. sebagai pembimbing yang
senantiasa meluangkan waktu, tenaga serta pikiran, dan
selalu mau untuk memaafkan keterlambatan penulis dalam
pengerjaannya.
3. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si. sebagai Ketua Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Ir. Noor Bekti Negoro, SE., M.Si. sebagai Sekretaris Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. M. Lutfi Jamal, MA. Sebagai Dosen Pembimbing Akademik
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam angkatan tahun
2013.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat
iii
kepada penulis selama menempuh pendidikan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Kepada Kakak-Kakak penulis Aziz Nurhuda, Anisa
Apriyani, S.Pd, dan juga untuk Adik penulis Adji Nusantara
Muslim, karena berkat doa dan dukungan merekalah penulis
mampu melewati segala hambatan maupun kesulitan selama
proses penyusunan skripsi ini.
8. Teruntuk sahabat seperjuangan penulis Harika Putri, S.Pd,
yang telah meluangkan banyak waktunya untuk menemani
penulis, dan telah memberikan banyak dukungan motivasi,
waktu, dan tenaga serta semangat yang tiada pernah lelah
diucapkan demi membangkitkan emosional penulis dalam
mengerjakan skripsi ini. Semoga ikatan persahabatan kita
selalu diberkahi oleh Allah dalam setiap langkahnya.
9. Teruntuk Ryan Wicaksono Pamungkas S.T yang sudah sabar
dalam memberikan banyak waktunya, serta dorongan
motivasi dan semangat bagi penulis untuk sesegera mungkin
menyelesaikan penelitian skripsi ini.
10. Untuk sahabat saya Sahrul Iman, S.Sos yang sudah
meluangkan waktunya untuk membantu saya dan memotivasi
saya untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Kepada seluruh kader dan pengurus dari pihak Keluarga
Besar Kelurahan Tengah, dan pihak RT maupun RW yang
sudah ikut berpartisipasi dalam terselenggaranya penelitian
skripsi ini.
12. Kepada kedua belah pihak keluarga informan penulis yaitu
keluarga IS dan keluarga ER, semoga Allah selalu
iv
memberikan kelancaran rizkinya serta kesabaran yang lebih
dan melampangkan segala urusannya.
13. Kepada seluruh teman-teman BPI kelas A dan B angkatan
tahun 2013 yang selalu menjadi sandaran, tumpuan dan
keluh kesah selama 5 tahun menuntut ilmu di BPI ini.
Trimakasih dengan kehadiran kalian Indah Nurmalasari,
Nurmayasari, Lailatussa’diyah, Tati Nurjannah, Qois
Dzulfakkar, Annisah Nur Amaliyah dan yang lainnya yang
penulis tidak sebutkan namanya satu persatu. Semoga Allah
selalu melancarkan segala hajat kalian.
14. Kawan-kawan penulis Toni Aksari, Pipit, Nung, Rya, Erin,
Maryati, Mala, Dian, dan Santi, terimakasih sudah menemani
penulis ketika sedang jenuh dalam proses mengerjakan
skripsi, dan selalu kompak menemani penulis demi
kelancaran penelitian skripsi ini.
Jakarta, 31 Februari2019 Penulis
(Dina Malik)
v
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDULLEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBINGLEMBAR PENGESAHAN UJIANPERNYATAANABSTRAKKATA PENGANTAR ............................................................iDAFTAR ISI ........................................................................... vDAFTAR TABEL ..................................................................viiiDAFTAR GAMBAR ..............................................................viii
BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang ..............................................................1B. Batasan Masalah ...........................................................7C. Rumusan Masalah ........................................................9D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................9
a. Tujuan Penelitian ...................................................9b. Manfaat dalam Penelitian .......................................10
E. Metode Penelitian .........................................................101. Pendekatan dan Metode Penelitian ........................102. Jenis Penelitian........................................................113. Sumber Data ...........................................................124. Teknik Pengumpulan Data .....................................135. Teknik Analisis Data ..............................................146. Teknik dan Pemeriksaan Keabsahan Data .............167. Teknik Penulisan ....................................................17
F. Subjek dan Objek Penelitian ........................................17G. Waktu dan Tempat Penelitian ......................................19H. Tinjauan Kajian Terdahulu ..........................................19I. Sistematika Penulisan ..................................................22
BAB II KAJIAN PUSTAKAA. Pengertian Pola Asuh ...................................................24B. Jenis-jenis Pola Asuh Orangtua ....................................26C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh .............33D. Orangtua Single Parent ................................................36E. Emosi dan Perilaku .......................................................38
1. Perkembangan Emosi .............................................412. Pengertian Gangguan Emosi dan Perilaku .............49
vi
3. Karakteristik Gangguan Emosi Pada Anak ............504. Penyebab Gangguan Emosi dan Perilaku
Pada Anak ..............................................................525. Penanganan Gangguan Emosi Pada Anak .............54
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIANA. Sejarah ..........................................................................61B. Struktur Organisasi ......................................................62C. Visi dan Misi ................................................................63D. Strategi Kebijakan Daerah ...........................................64E. Demografi ....................................................................65F. Geografi ........................................................................67
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIANA. Deskripsi Identitas ........................................................70B. Deskripsi Analisis Antarsubjek ....................................72
BAB V PEMBAHASANA. Gambaran Gangguan Emosi Anak Dari Keluarga Single
Parent Di Kelurahan Tengah Jakarta Timur ................78B. Gambaran Pola Asuh Yang Diterapkan Oleh Orangtua
Single Parent Terhadap Anak Di Kelurahan TengahJakarta Timur ...............................................................91
C. Pola Asuh Yang Diberikan Orangtua Single Parent dalamMengatasi Gangguan Emosi Anak Di Kelurahan TengahJakarta Timur ...............................................................106
BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARANA. Simpulan ......................................................................116B. Implikasi .......................................................................116C. Saran .............................................................................118
DAFTAR PUSTAKA .............................................................121LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Luas Wilayah Kelurahan Tengah Kramat Jati JakartaTimur ..........................................................................65
Tabel 2. Profil Umum Informan ..............................................70Tabel 3. Indikator Perilaku Anak Dengan Gangguan Emosi ...87
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terwujudnya keluarga sakinah dan sejahtera adalah
dambaan setiap keluarga. Agama Islam menginginkan
terwujudnya keluarga yang demikian sebagaimana disebutkan
dalam surat Ar Rum ayat 21:
ة و ود جا لتسكنوا إلیھا وجعل بینكم م ن أنفسكم أزو تھۦ أن خلق لكم م رحمة إن ومن ءایت لقوم یتفكرون لك ألی في ذ
Artinya:” Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nyaialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismusendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentramkepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasihsayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(QS. Ar Rum/30:21)1
Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil dalam
masyarakat, sehingga dalam keluargalah semua aktivitas dimulai.
Keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikuti oleh
hubungan darah yang lainnya. Berdasarkan hal tersebut keluarga
dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti.2
Dalam keluarga sakinah dan sejahtera, ayah, ibu dan anak
mempunyai kedudukan, tugas dan tanggung jawab yang berbeda.
Ayah sebagai kepala keluarga mempunyai tugas dan tanggung
1 Huzaemah T. Yanggo, Hukum Keluarga Dalam Islam, (Jakarta:Yayasan Masyarakat Indonesia Baru, 2013), h. 119.
2 MIF Baihaqi, dkk, Konsep Dasar dan Gangguan-Gangguan,(Bandung: PT. Refika Aditama: 2005), h. 13.
2
jawab atas kehidupan keluarga secara keseluruhannya, termasuk
terhadap istri dan anak-anaknya. Ayah, selain bertanggung jawab
dalam memenuhi nafkah keluarga, juga memberikan tuntunan
dan bimbingan terhadap istri dan anak-anaknya. Istri, sebagai ibu
rumah tangga, mendampingi suaminya dalam mendidik anak-
anaknya. Sementara anak mempunyai kewajiban untuk hormat,
taat dan patuh serta berbakti kepada orangtuanya. Antara ayah,
ibu dan anak terjalin dalam pergaulan yang harmonis, mesra
dengan penuh kasih sayang.3
Namun faktanya tidak semua bisa merasakan manisnya
hubungan berkeluarga. Jumlah angka perceraian maupun
kematian semakin meningkat, sehingga menjadi faktor yang
memaksa seseorang untuk menjadi single parent. Salah satunya
di Kelurahan Tengah Jakarta Timur yang secara geografis terletak
di tengah hiruk-pikuk perkotaan, dengan jumlah penduduk
sebanyak 48.994 jiwa dengan luas wilayah mencapai 202.52 ha.4
Salah satu penyebab permasalahan warga di Kelurahan Tengah
ini adalah faktor ekonomi, sehingga keharmonisan rumah tangga
sulit untuk diwujudkan. Selain itu penyebab ketidakharmonisan
antara suami dan istri, suami menjadi merasa tidak dihargai istri
tidak mampu melayani suami dengan hati. Pemicu utama
meningkatnya angka perceraian di Kelurahan Tengah. sebagian
besar masyarakat tinggal di pemukiman kumuh sehingga muncul
3 Huzaemah T. Yanggo, Hukum Keluarga Dalam Islam, (Jakarta:Yayasan Masyarakat Indonesia Baru, 2013), h. 125.
4 Arsip Data Kependudukan Kelurahan Tengah, diambil dari BagianSekretariat Kelurahan Tengah pada hari Kamis 19 Juli 2018 pukul 09:00WIB.
3
bibit penyakit yang sangat memprihatinkan untuk kesehatan
warga.5
Menurut data Pengadilan Agama Jakarta Timur
bahwasannya jumlah perkara pada Pengadilan Agama Jakarta
Timur pada tahun 2017 berkisar 3.341 gugat cerai. Adapun
penyebab terjadinya lonjakan perceraian di tahun 2017 menurut
data Pengadilan Agama Jakarta Timur ini karena faktor ekonomi
yang mencapai angka 1.277, faktor perselisihan dan pertengkaran
yang terus-menerus mencapai 1.685, dan faktor meninggalkan
salah satu pihak mencapai 334 kasus. Jika dilihat dari tingkat
pekerjaan maraknya kasus gugat cerai mayoritas dari kalangan
karyawan swasta 2.156 dan dari kalangan ibu rumah tangga
1.588.6
Hasil survey di RW/004 yang berisikan 12 RT yang
lingkungan serta keadaannya bisa dikatakan padat dan kumuh
yang rata-rata penduduknya mayoritas pendatang. Masing-masing
RT mencapai kisaran 20 persen keluarga single parent cerai
ataupun mati.7 Warga yang berstatus single parent mencapai 28
keluarga, menurut pengakuan Bapak Tihallin selaku ketua RT
005 terdapat 25 keluarga single parent cerai ataupun mati.8
Adapun di RT 008 menurut pengakuan Bapak Muharram, jumlah
5 Wawancara Pribadi dengan Diyah Waryanti bagian Kasi Kesra diKelurahan Tengah, pada 14 Agustus 2018.
6Arsip Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tanggal 30Juli 2018 pukul 13.00 WIB.
7 Wawancara Pribadi dengan Bapak Janna selaku ketua RT 004/004Kel: Tengah, 15 Agustus 2018.
8 Wawancara Pribadi dengan Bapak Tihallin selaku ketua RT 005/004Kel: Tengah, 15 Agustus 2018.
4
keluarga yang tidak bersuami mencapai 31 keluarga.9 Sedangkan
menurut survey penelitian ke RT 007 Bapak Sayyidi menjelaskan
bahwa jumlah keluarga single parent di RT nya mencapai 21
keluarga yang mayoritas bercerai dan ditinggalkan, itupun tidak
semua terkontrol oleh RT karena dengan keadaan warga yang
mayoritas pendatang, yang tinggal ataupun pindahnya tidak
konfirmasi terlebih dahulu.10
Kelurahan Tengah memiliki beragam profesi seperti
Pegawai Negeri Sipil (PNS), Karyawan Swasta, Buruh, Pedagang
dan lainnya. Masyarakat di Kelurahan Tengah mayoritas
pendatang dari berbagai daerah seperti Melayu, Medan, Jawa,
Minang dan Sunda. Hampir sebagian besar masyarakat pendatang
bekerja serabutan dan buruh kuli di Pasar Induk Kramat Jati.
Pemukiman yang kumuh menjadi penyebab masyarakat tidak
hidup secara layak bersama keluarga. Terlebih dari latar belakang
yang berbeda akan menimbulkan kemajemukan di masyarakat.
Hal tersebut memunculkan masalah lain terkait pola asuh
orangtua single parent dalam mengatasi gangguan emosi
terhadap anak.
Single parent adalah orangtua tunggal yang mengurus
rumah tangga secara mandiri tanpa adanya pasangan. Single
parent bukan pilihan setiap orang karena harus menanggung
beban pendidikan dan beban emosional yang seharusnya dipikul
bersama pasangannya. Orangtua single parent adalah orang yang
9 Wawancara Pribadi dengan Bapak Muharram selaku ketua RT008/004 Kel: Tengah, 15 Agustus 2018.
10 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sayyidi selaku ketua RT007/004 Kel: Tengah, 15 Agustus 2018.
5
harus memainkan dua peran yaitu sebagai ibu yang memberikan
kasih sayang kepada anak-anaknya juga sebagai ayah yang
mencari nafkah bagi anak-anaknya. Jika salah satu di antara
kedua peran itu terdapat kesenjangan, maka akan berdampak pada
masalah psikologis dan psokomotorik anak.11
Pada dasarnya seseorang menjadi single parent akibat
faktor kematian. Musibah tersebut sering menimbulkan
kekecewaan, rasa berdosa bercampur jengkel yang menyedihkan,
perceraian selanjutnya akibat konflik yang tidak dapat
diselesaikan melalui musyawarah. Perceraian keluarga menjadi
fenomena faktual yang menyebabkan kesenjangan perkembangan
terhadap anak karena tidak lengkapnya orangtua. Atlas
mengungkapkan bahwa makin tidak lengkapnya orangtua
membuat anak semakin mengalami kesenjangan dalam
menghadapi perkembangannya. Anak yang berasal dari keluarga
yang gagal lebih banyak memiliki konsep diri negatif, lebih
ekstrim mengekspresikan perasaan, lebih penakut dan lebih sulit
mengontrol jasmaninya daripada anak dari keluarga yang utuh.12
Ghazali berpendapat bahwa anak merupakan amanat bagi
kedua orangtuanya, hatinya akan suci dan bersih jika terus-
menerus diajarkan kebaikan, dan anak akan tumbuh dengan
kebiasaan yang baik.13 Kemudian Ibnu Hasan Najafi dan
11 Janet Levine, Orangtua macam Apa Anda?, (Bandung: Kaifa,2003), h. 38.
12 Isti’anah, Kepribadian Anak Pada Keluarga Single Parent,(Yogyakarta: Skripsi Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010), h. 7.
13 Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta:Pustaka Amani. 1995), h. 148.
6
Muhamed A. Khalfan menjelaskan bahwa kewajiban orangtua
selain memiliki hak atas anak-anaknya, orangtua juga memiliki
kewajiban terhadap mereka yaitu untuk membina dan mendidik
anak-anaknya sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama Islam.14
Kedua hal tersebut menjadi dilema yang harus dipecahkan
dan ditemukan solusinya bagi orangtua single parent agar dapat
menyeimbangkan antara kebutuhan dapur dan kebutuhan rohani
anak. Orangtua single parent Akibat perceraian atau
meninggalnya salah satu pasangan menyebabkan anak mengalami
gangguan emosi karena tidak bisa menerima kenyataan dan
keadaan sosial. Seringkali anak merasa cemburu terhadap teman-
temannya yang memiliki orangtua lengkap. Hal tersebut dapat
berakibat emosi anak terganggu sehingga akan mengubah
perilaku anak seperti anak yang rajin menjadi malas, yang sabar
menjadi mudah marah, yang rajin shalat menjadi tidak shalat dan
lain sebagainya.15
Zaman sekarang ini anak-anak yang memiliki orangtua
single parent ditelantarkan dan tidak terkontrol untuk waktu serta
kasih sayang yang utuh, khususnya Kelurahan Tengah Jakarta
Timur. Hal tersebut menyebabkan anak sulit untuk menerima
keadaan, sehingga emosi anak menjadi tidak stabil. Gangguan
emosi merupakan gangguan jiwa yang tergantung kepada
perubahan-perubahan jasmani secara jelas. Misalnya emosi marah
yang berulang-ulang akan menyebabkan keadaan tidak baik,
14 Ibnu Hasan Najafi dan Muhamed A. Khalfan, Pendidikan danPsikologi Anak, (Jakarta: Pustaka Nasional Cahaya, 2006), h. 33.
15 Ibid., hlm: 149.
7
naiknya tekanan darah, kemudian terjadilah lingkaran setan yang
masing-masing menambah kesulitan satu sama lain (jasmani dan
kejiwaan).16
Status single parent memiliki dampak tersendiri terhadap
pembentukan kepribadian anak, padahal anak merupakan amanah
yang harus dijaga, dididik agar menjadi penerus bangsa yang
berprestasi. Namun demikian, anak yang memiliki orangtua
single parent akan cukup sulit meraih prestasi karena
ketidaklengkapan orangtua. Oleh karena itu penting dan menarik
dilakukan penelitian tentang Pola Asuh Orangtua Single Parent
dalam Mengatasi Gangguan Emosi Anak di Kelurahan
Tengah Jakarta Timur.
B. Batasan Masalah
Dalam sebuah penelitian diperlukan pembatasan
masalah agar lebih terfokus kepada apa yang diteliti. Adapun
yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini tentang
Pola Asuh Orangtua single parent dalam Mengatasi
Gangguan Emosi Anak di Kelurahan Tengah Jakarta Timur,
adalah sebagai berikut:
Pertama, pola asuh orangtua single parent dalam
penelitian ini yaitu orangtua yang berstatus (janda) dalam
memberikan pola asuh kepada anak-anaknya yang berbentuk
perlakuan fisik maupun psikis di dalam kesehariannya yang
tercermin dalam sikap, perilaku, maupun tindakan yang di
16 Abdul Aziz El Quussy, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa/Mental 1,(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1986), h. 69.
8
ukur pada pola asuh orangtua single parent yang bersikap
demokratis, otoriter, progresifitas, dan penelantar.
Kedua, Mengatasi gangguan emosi pada anak dalam
penelitian ini yaitu tindakan yang terjadi kepada anak
memberikan cerminan intervensi orangtua terhadap anak-
anaknya dalam mengatasi gangguan emosinya di lingkungan
maupun sosialnya.
a. Subjek dalam penelitian ini adalah:
1. Orangtua single parent, yang memiliki beberapa
kriteria di antaranya:
1) Beragama Islam
2) Berstatus orangtua single parent (janda) 5-10
tahun terakhir
3) Memiliki anak-anak dari umur 5-12 Tahun
4) Memiliki anak yang mengalami ciri-ciri gangguan
emosi
2. Anak yang menjadi subjek penelitian adalah :
1) Beragama Islam
2) Usia 5-12 tahun
3) Memiliki ciri-ciri gangguan emosi
3. Tetangga yang dijadikan informan adalah :
1) Tetangga yang sangat dekat dengan keluarga
subjek, tempat curhat dan tempat mengadu subjek
2) Tetangga yang paling mengetahuai tentang
keadaan subjek meskipun bukan tempat
berbagi/curhat subjek.
9
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, maka penulis dapat
merumuskan masalah yang menjadi acuan dalam penelitian
adalah:
a. Bagaimana gambaran gangguan emosi anak dari keluarga
single parent di Kelurahan Tengah Jakarta Timur?
b. Bagaimana gambaran pola asuh orangtua single parent
di Kelurahan Tengah Jakarta Timur?
c. Bagaimana pola asuh yang dilakukan orangtua single
parent dalam mengatasi gangguan emosi anak di
Kelurahan Tengah Jakarta Timur?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
1) Menjelaskan tentang gambaran gangguan emosi anak
dari keluarga single parent di Kelurahan Tengah Jakarta
Timur.
2) Menjelaskan gambaran pola asuh orangtua single parent
di kelurahan Tengah Jakarta Timur.
3) Menganalisis pola asuh yang dilakukan orangtua single
parent dalam mengatasi gangguan emosi anak di
Kelurahan Tengah Jakarta Timur.
b. Manfaat Penelitian
1) Manfaat Akademis
Hasil dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan
wawasan dalam upaya mengembangkan studi dakwah dan
10
komunikasi. Selain itu, dengan adanya penelitian ini
diharapkan dapat berguna bagi Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi (FIDKOM) khususnya pada jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam ketika melakukan
penyuluhan dengan materi yang berkaitan dengan pola asuh
orangtua single parent dalam mengatasi gangguan emosi
pada anak di Kelurahan Tengah Jakarta Timur.
2) Manfaat Praktis
Penulis sangat mengharapkan penelitian ini dapat lebih
memberikan acuan pemikiran, dan memberikan kesan pesan
yang positif, serta motivasi dan wawasan yang luas bagi
kader-kader penyuluh. Terkait pola asuh single parent untuk
memberikan jalan ataupun titik pencerahan serta inspirasi
untuk terjun langsung kepada para penyuluh yang
memfokuskan kepada pola asuh orangtua single parent
dalam mengatasi gangguan emosi anak di Kelurahan Tengah
Jakarta Timur.
3) Manfaat Pemangku Kebijakan
Berdasarkan penelitian ini, penulis berharap dapat dijadikan
sebagai bahan acuan yang bermanfaat serta menghasilkan
kemasyarakat luas yang berkaitan dalam pola asuh orangtua
Single Parent dalam mengatasi gangguan emosi anak di
Kelurahan Tengah Jakarta Timur.
11
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Metode Penelitian
Dalam dasar penelitian ini, penulis mengambil metode
dengan jenis penelitian pendekatan kualitatif, Dalam buku
metode penelitian kualitatif, Bagdan dan Taylor mendefenisikan,
metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati.17
Penelitian kualitatif adalah pendekatan penelitian yang
menekankan kepada analisis non-numerik dan analisis
interpretatif terhadap fenomena sosial. Metode penelitian
kualitatif menggunakan epistimologi fenomenologi dan
hermeneutik dalam mencari pengetahuan baru. Epistimologi
fenomenologi mempelajari situasi-situasi dalam dunia sehari-hari
dari sudut pandang orang yang mengalaminya. Dalam memahami
dan menafsirkan fenomena sosial, fenomenologis berorientasi
kepada fenomena langsung seperti yang dialami orang, misalnya
apa yang dipikirkan atau dirasakan orang tersebut.18
2. Jenis Penelitian
a. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif
yaitu sebuah penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan gejala sosial, politik, ekonomi, dan
budaya. Dalam penelitian agama, penelitian deskriptif
17 Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kulalitatif,(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 1993), h. 3.
18Sulistyaningsih, Metodologi Penelitian Kebidanan Kualitatif –Kuantitatif,(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h.107.
12
b. berusaha menggambarkan suatu gejala keagamaan.19 Apa
yang akan dimasukkan melalui deskripsi tergantung pada
pertanyaan yang berusaha dijawab penulis. Seringkali
keseluruhan aktivitas dilaporkan secara detail dan
mendalam karena mewakili pengalaman khusus.
Deskripsi ini di tulis dalam bentuk narasi untuk
melengkapi gambaran menyeluruh tentang apa yang
terjadi dalam aktivitas peristiwa yang dilaporkan.20
3. Sumber Data
Sumber data ialah fokus utama yang dijadikan dalam
penelitian untuk memperoleh data faktual dan informasi yang
mendukung yang dapat memberikan data untuk kelangsungan
penelitian ini.
Ada dua data yang digunakan oleh penulis :
a. Data primer diperoleh secara langsung melalui proses
penelitian secara langsung dari partisipan atau sasaran
penelitian, yakni data dari keluarga yang berstatus single
parent yaitu ibu, anak yang memiliki gangguan emosi dan
tokoh masyarakat di lingkungan setempat.
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-
catatan ataupun dokumen yang berkaitan dengan penelitian
19 Abdul Rasyid, Pembinaan Keagamaan dalam MengembangkanNilai-nilai Kecerdasan Spritual Anak jalanan di Sanggar Kreatif AnakBangsa (SKAB) Ciputat TangSel, (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan IlmuKomunikasi, UIN Syarif Hidayatullah, 2014), h. 5.
20 Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif &Kualitatif,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 175.
13
dari dokumen yang diteliti ataupun referensi dan buku-buku
dari perpustakaan.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan sistematis
fenomena-fenomena yang diselidiki.21 Menurut Burhan
Bungin observasi adalah kemampuan seseorang untuk
menggunakan pengamatannya melalui hasil pengamatan
panca indera mata serta dibantu dengan panca indera
lainnya. Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan
ke lapangan untuk melihat langsung bagaimana keadaan
keluarga single parent di Kelurahan Tengah Jakarta
Timur.
b. Wawancara
Wawancara, yaitu percakapan langsung dan tatap muka
dengan maksud tertentu yang dilakukan pewawancara
untuk memperoleh informasi.22
Teknik wawancara digunakan agar wawancara yang
dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian,
teknik ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan
penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti.
21 Sutrisna Hadi, Metodelogi Reaserh, (Yogyakarta: Andi Offset,1989), cet. ke-19, h. 139.
22 Imam Suprayogo dan Thabrani. Metodologi Sosial Agama (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 172.
14
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan
data kualitatif dengan melihat atau menganalisis
dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau
oleh orang lain tentang subjek.23 Untuk mengamati data
yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara
penelitian, penulis mengumpulkan biografi atau
dokumen, dan data-data tertulis yang didapat untuk
memperkuat data dengan adanya bentuk nyata atau fisik.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada
saat pengumpulan data berlangsung. Pada saat menganalisa data
hasil observasi, penulis menginterpretasikan catatan lapangan
yang ada kemudian menyimpulkannya. Setelah itu penulis
menganalisa kategori-kategori yang nampak pada data tersebut.
Penulis menggunakan metode analisa deskriptif kualitatif, yaitu
penulis berupaya memaparkan data sebagaimana adanya,
sehingga dapat menggambarkan permasalahan secara
representatif dan sistematis yang berhubungan dengan fenomena
yang diteliti kemudian dilakukan analisis. Analisa data
melibatkan upaya mengidentifikasi ciri-ciri suatu objek dan
kejadian. Kategori dan analisa data diperoleh berdasarkan
fenomena yang nampak pada pola asuh orangtua Single Parent
23 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h. 143.
15
dalam mengatasi gangguan emosi anak di Kelurahan Tengah
Jakarta Timur.
Bogdan & Biklen (2007) menyatakan bahwa analisis data
adalah proses pencarian dan pengaturan secara sistematik hasil
wawancara, catatan-catatan, dan bahan-bahan yang dikumpulkan
untuk meningkatkan pemahaman terhadap semua hal yang
dikumpulkan dan memungkinkan menyajikan apa yang
ditemukan.24
Proses analisis data dimulai dengan:
1. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah
dituliskan dengan catatan lapangan, dokumen pribadi,
dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya. Setelah
dibaca, dipelajari, dan ditela’ah, langkah berikutnya
melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha
membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-
pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada
didalamnya.
2. Menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu
kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya.
Kategori-kategori itu dibuat sambil melakukan koding.
3. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan
pemeriksaan keabsahan data. Setelah selesai tahap ini,
mulailah kini tahap penafsiran data dalam mengolah hasil
24 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013 ), h. 210.
16
4. sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan
beberapa metode tertentu. 25
6. Teknik Validitas Data
Teknik dan pemeriksaan keabsahan data yang digunakan
dalam penelitian ini ada tiga macam diantaranya:
a. Perpanjang Keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam
pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan
dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan
keikutsertaan penulis pada latar penelitian.26 Dalam hal ini, untuk
menggali data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian
ini, penulis selalu ikut serta dalam segala kegiatan yang dilakukan
oleh informan utama, sehingga lebih fokus pada penelitain.
Informan utama dalam penelitian ini adalah orangtua single
parent dan anak yang mengalami ciri-ciri gangguan emosi.
b. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan dilakukan dengan maksud
menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan
atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada
hal-hal tersebut secara rinci.27
25 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2007). Edisi Revisi, cet ke-23, h. 247.
26 Ibid., hlm: 175.27 Ibid., hlm: 177.
17
c. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Denzin (dalam Lexy J. Moeleong, 1991) membedakan empat
macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.28
7. Teknik Penulisan
Dalam penelitian ini penulis berpedoman dan mengacu
kepada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis,
dan Disertasi) yang disusun oleh Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta berdasarkan Keputusan Rektor
Nomor 507 Tahun 2017.
F. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek dan karakteristik subjek penelitian
Subjek penelitian yang akan dibahas yaitu orangtua single
parent (janda) yang sudah berstatus Single Parent. Dengan ini
penulis melakukan komparasi antara dua orang ibu rumah tangga
berstatus single parent yang mengalami perpisahan kematian dan
perpisahan dengan jalur perceraian dan dari masing-masing
keluarga penulis mengambil salah satu anak yang berusia umur 5-
10 tahun yang dinilai mengalami gangguan emosi, beserta dua
orang tetangga terdekat single parent yang dijadikan sebagai
28Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kulitatif, (Bandung :RemajaRosdakarya,1991) h. 178.
18
contoh untuk memperkuat penelitian dalam pola asuh orangtua
single parent dalam mengatasi gangguan emosi anak. Subjek
penelitian adalah semua orang yang menjadi sumber atau
informan yang dapat memberikan keterangan mengenai masalah
penelitian.29 Adapun teknik pemilihan subjek yang digunakan
penulis adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah
sampel yang diambil betul-betul sesuai dengan maksud dan
tujuan peneliti.30 Penentuan sampel dalam penelitian ini
berdasarkan pada karakteristik yang dianggap mempunyai
keterkaitan dengan karakteristik populasi yang telah diketahui
sebelumnya.
Melalui teknik pemilihan subjek penelitian di atas yang
akan dijadikan subjek penelitian adalah sekelompok orang yang
dapat memberi informasi yang relevan dengan objek yang diteliti
yaitu dua orangtua single parent, dua orang anak single parent,
dan dua orang tetangga terdekat single parent.
b. Objek Penelitian
Objek penelitian yang penulis ambil adalah pola asuh
orangtua single parent dalam mengatasi gangguan emosi anak di
Kelurahan Tengah Jakarta Timur. Adapun elemen lain yang
memiliki hubungan dengan penelitian ini ;
a) Kelurahan Tengah Jakarta Timur
b) Pengadilan Agama Jakarta Timur
c) Rukun Warga di lingkungan Kelurahan Tengah
29 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pengantar, (Jakarta:Bina Aksara, 1989), h. 91.
30 Irawan Soehatono, MetodePenelitian Sosial, (Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 1995), h. 63.
19
d) Rukun Tetangga di lingkungan Kelurahan Tengah
G. Waktu dan Tempat Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kelurahan Tengah Jakarta
Timur. Observasi awal dilakukan pada bulan Januari 2018 dan
penelitian mendalam pada bulan Mei 2018 sampai dengan bulan
Desember 2018.
H. Tinjauan Kajian Terdahulu
Untuk mempermudah penulis dalam mengerjakan Skripsi
ini penulis mengacu kepada beberapa judul penelitian skripsi
sebelumnya yang memiliki kemiripan dengan penelitian penulis.
Penulis menemukan beberapa literatur dan tema yang menunjang
dengan penelitian yang ditulis oleh Penulis sendiri, diantaranya
sebagai berikut:
1. Disusun oleh: Shovia Lintina, dengan judul skripsi:
“Pengaruh Konsep Diri dan Pola Asuh Orangtua Terhadap
Kemandirian Mahasiswa Fakultas Psikologi Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tahun 2015. Sedangkan penulis
meneliti tentang Pola Asuh Orangtua Single Parent dalam
Mengatasi Gangguan Emosi Anak di Kelurahan Tengah
Jakarta Timur. Judul dalam penelitian ini memiliki
persamaan dengan penelitian penulis tentang pola asuh
orangtua. Hasil penelitian ini diambil dari jurusan Psikologi,
Fakultas: Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Isi dari
skripsi ini meneliti tentang pengaruh konsep diri dan pola
20
asuh orangtua terhadap kemandirian mahasiswa fakultas
psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan skripsi ini
guna untuk mengetahui seberapa jauhkah pengaruh konsep
diri dan bagaimanakah pola asuh yang diterapkan orangtua
kepada kemandirian.
2. Disusun oleh: Siti Nur Komariyah, dengan judul “Efektifitas
Penyuluhan Pola Asuh Orangtua Berbasis Hypnoparenting
Pada Wali Murid PAUD Pelangi di Bogor”. Fakultas: Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta). Sedangkan peneliti menulis tentang Pola Asuh
Orangtua Single Parent dalam Mengatasi Gangguan Emosi
Anak di Kelurahan Tengah Jakarta Timur. Penelitian penulis
memiliki persamaan dengan penelitian Siti Nur Komariyah
yang berkaitan dengan pola asuh orangtua. Penelitian ini
diambil dari Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam,
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Isi dari skripsi ini adalah
meneliti tentang efektifitas penyuluhan pola asuh orangtua
berbasis Hypnoparenting pada wali murid paud Pelangi di
Bogor.
3. Disusun oleh: Lili Alfiani, dengan judul “Bimbingan Agama
pada Penderita Gangguan Emosi di Bengkel Rohani
Ciputat”. Fakultas: Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta). Sedangkan peneliti menulis
tentang Pola Asuh Orangtua Single Parent dalam Mengatasi
Gangguan Emosi Anak di Kelurahan Tengah Jakarta Timur.
21
Penelitian penulis memiliki persamaan dengan penelitian Lili
Alfiani yang berkaitan dengan gangguan emosi. Hasil
penelitian ini diambil dari Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Isi
dari skripsi ini adalah meneliti tentang Bimbingan Agama
pada Penderita Gangguan Emosi di Bengkel Rohani Ciputat.
4. Disusun oleh: Netta Andhini, dengan judul skripsi: “Pola
Asuh Orangtua Dalam Menjalankan Disiplin Ibadah Shalat
Remaja di Perumahan Arinda Permai II Pondok Aren
Tangerang Selatan”. Sedangkan penulis meneliti tentang
“Pola Asuh Orangtua Single Parent dalam Mengatasi
Gangguan Emosi Anak di Kelurahan Tengah Jakarta Timur,
penelitian penulis dan Netta Andini memiliki persamaan
karena sama-sama ingin melihat pola asuh orangtua, bedanya
penelitian penulis orangtua single parent sementara beliau
orangtua lengkap. Hasil penelitian ini diambil dari Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2013. Isi dari skripsi ini adalah meneliti tentang bagaimana
Pola Asuh Orangtua dalam Menjalankan Disiplin Ibadah
Shalat Remaja di Perumahan Arinda Permai II Pondok Aren
Tangerang Selatan. Kesimpulan dari skripsi ini ialah peran
pengasuhan orangtua terhadap anak-anak remaja, bagaimana
pola asuh yang efektif yang harus diterapkan dalam mendidik
dan mendisiplinkan ibadah shalat untuk anak remaja di
22
perumahan Arinda Permai II Pondok Aren Tangerang
Selatan.
I. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan pembahasan dalam skripsi ini,
penulis menyusun kedalam lima bab yang terdiri dari beberapa
sub-sub tersendiri. Bab-bab tersebut secara keseluruhan saling
berkaitan dengan satu sama lainnya, adapun susunannya adalah
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN. Terdiri dari: Latar Belakang,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian,
Tinjauan Pustaka, Sistematika Penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori terdiri dari: Pola
Asuh, Pengertian Pola Asuh, Jenis-jenis Pola
Asuh, Pengertian Single Parent, Pengertian
Gangguan, Pengertian Emosi dan Pengertian
Gangguan Emosi anak.
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN
terdiri dari: Profil Kelurahan Tengah Kramat Jati,
Geografis, Iklim, Ekonomi, Sosial, Budaya,
Agama, Politik, Demografi.
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN terdiri
dari: Data Masing-masing Informan, Gambaran
Analisis Subjek.
23
BAB V PEMBAHASAN terdiri dari: Gambaran Emosi
Anak Orangtua Single Parent, Gambaran Pola
Asuh Orangtua Single Parent dan Pola Asuh
Orangtua Single Parent Dalam Mengatasi
Gangguan Emosi Anak.
BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN terdiri
dari Simpulan, Implikasi, dan Saran.
24
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Pola Asuh
Pola asuh adalah suatu pola sistem dalam menjaga,
merawat dan mendidik yang bersifat relatif konsisten dari waktu
kewaktu. Seorang anak akan beradaptasi dengan lingkungan dan
mengenal dunia sekitarnya serta berbagai pola pergaulan hidup
yang berlaku di lingkungannya melalui keluarga. Keluarga
merupakan kelompok sosial yang pertama dan utama di mana
akan dapat berinteraksi dengan dunia di luar dirinya melalui
pengasuhan orangtua. Sikap, perilaku dan kebiasaan orangtua
secara tidak langsung akan selalu dinilai dan ditiru oleh anak dan
kemudian akan diserap dan diterapkan menjadi suatu kebiasaan.
Pentingnya orangtua untuk berhati-hati dalam berperilaku adalah
karena anak akan meniru perilaku tersebut.
Pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak
dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola asuh
dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan
orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti
makan, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti
rasa aman, kasih sayang, perlindungan, dan lain-lain), serta
sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak
dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Pola asuh juga
meliputi pola interaksi orangtua dengan anak dalam rangka
pendidikan karakter anak.
25
Pola asuh juga diartikan sebagai kombinasi dari perilaku
orangtua saat mengasuh anak yang terdiri dari tingkat kontrol
yang diberikan, keterbukaan dan berkomunikasi, tuntutan
terhadap kedewasaan dan kehangatan dalam pengasuhan. Pola
asuh juga dapat diartikan adalah sikap orangtua terhadap anak
dengan mengembangkan aturan-aturan dan mencurahkan kasih
sayang terhadap anak. Menurut pendapat Baumrind yang dikutip
oleh Yusuf, mendefinisikan pola asuh sebagai pola sikap atau
perlakuan orangtua terhadap anak yang masing-masing
mempunyai pengaruh tersendiri terhadap perilaku anak antara
lain terhadap kompetensi emosional, sosial, dan intelektual.31
Baumrind menyatakan bahwa pola asuh terbentuk dari
adanya dua dimensi pola asuh, yaitu; (1)
Acceptance/Responsiveness; menggambarkan bagaimana
orangtua berespons kepada anaknya, berkaitan dengan
kehangatan dan dukungan orangtua. Mengacu pada beberapa
aspek, yakni; sejauh mana orangtua mendukung dan sensitif pada
kebutuhan anak-anaknya, sensitif terhadap emosi anak,
memperhatikan kesejahteraan anak, bersedia meluangkan waktu
dan melakukan kegiatan bersama, serta bersedia untuk
memberikan kasih sayang dan pujian saat anak-anak mereka
berprestasi atau memenuhi harapan mereka. (2)
Demandingness/Control; menggambarkan bagaimana standar
yang ditetapkan oleh orangtua bagi anak, berkaitan dengan
kontrol perilaku dari orangtua. Mengacu pada beberapa aspek
31 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 51.
26
yakni pembatasan, tuntutan, sikap ketat, campur tangan, dan
kekuasaan sewenang-wenang.32
Menurut Prayitno, sumber-sumber permasalahan pada diri
anak banyak terletak di luar sekolah. Hal ini disebabkan anak
lebih lama berada di rumah dari pada di sekolah karena anak
lebih lama berada di rumah maka orangtualah yang bertugas
mendidik dan mengasuh anak.33 Anak tumbuh dan berkembang
di bawah asuhan orangtua. Melalui orangtua, anak beradaptasi
dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang
berlaku di lingkungannya. Orangtua merupakan dasar pertama
bagi pembentukan pribadi anak, dan membentuk baik buruknya
perilaku anak. Pola asuh yang diberikan oleh orangtua pada anak
bisa dalam bentuk perlakuan fisik maupun psikis yang tercermin
dalam tutur kata, sikap, perilaku dan tindakan yang diberikan.34
B. Jenis-jenis Pola Asuh Orangtua
Keluarga merupakan faktor penentu utama dalam
perkembangan pendidikan anak disamping faktor-faktor yang
lainnya. Menurut Freud yang dikutip oleh Lazarus dan
Helmawati, pengaruh lingkungan keluarga terhadap
perkembangan anak merupakan titik tolak perkembangan
kemampuan atau ketidakmampuan penyesuaian sosial anak,
32 Carol Sigelman K, Human Development (Wadsworth: EngageLearning, 2002), h. 10-11.
33 Kartini Kartono, Peran Orangtua dalam Memandu Anak, (Jakarta:Rajawali Press, 1992), h. 35.
34 Theo Riyanto, Pembelajaran Sebagai Proses Bimbingan Pribadi,(Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), h. 89.
27
sehingga dalam periode ini sangat menentukan dan tidak dapat
diabaikan oleh keluarga.
Dalam perspektif Islam, anak adalah anugerah Allah yang
di amanahkan kepada orangtua dan wajib disyukuri. Sebagaimana
Nabi Muhammad Saw bersabda “jika amanah itu disia-siakan,
maka tunggulah saat kehancurannya,” dengan adanya potongan
hadits ini bisa dijadikan sebagai pengingat bagi orangtua untuk
tidak semena-mena ataupun mengabaikan anak-anak mereka dan
setiap hamba yang dipercaya untuk menerima amanah-Nya harus
memiliki tanggung jawab kepercayaan yang diberikan itu.
Berdasarkan Hadits Nabi Muhammad Saw “Ajarkanlah kebaikan
kepada anak-anakmu dan keluargamu, dan didiklah mereka”
(HR Abdul Razzaq dan Sa’id bin Mansur). Salah satu wujud rasa
syukur orangtua atas amanah dari Allah adalah dengan berusaha
mendidik mereka sebaik-baiknya melalui pola asuh yang tepat
sesuai dengan ajaran pola asuh Nabi Muhammad Saw.35
Oleh karenanya, tujuan pola asuh melalui pendidikan
keluarga dalam perspektif agama meliputi:
1. Pengenalan nilai-nilai aqidah pada anak usia dini.
Pengetahuan keagamaan tingkat dasar tersebut sangat
memungkinkan dapat menambah khazanah pengetahuan
yang mereka miliki sebelumnya disesuaikan dengan sasaran
atau obyek asuh yang diberikan oleh ibu kepada anak-
anaknya dalam keluarga, khususnya tentang bagaimana
menanamkan aqidah atau kepercayaan kepada Allah sebagai
35 Abdurrahman, Pendidikan Ala Kanjeng Nabi, (Yogyakarta: MitraPustaka, 2004), h. 20.
28
sang Khaliq, dan bagaimana mencintai ciptaan Allah kepada
manusia dan alam sekitarnya. Menurut Siti Mudhalifah yang
dikutip oleh Arffiana Zelvi dalam hasil penelitiannya
menyatakan bahwa penanaman nilai-nilai aqidah merupakan
langkah awal dalam menanamkan tentang adanya Dzat yang
maha kuasa yang menciptakan dunia dan seisinya.36
Orangtua adalah model yang harus ditiru dan diteladani,
sebagai contoh yang terbaik bagi anak dalam bersikap dan
berperilaku yang mencerminkan akhlak yang mulia. Oleh
karena itu, Islam mengajarkan kepada para orangtua agar
selalu mengajarkan sesuatu yang baik-baik saja kepada anak.
Sebagaimana dijelaskan dalam surat At-tahrim ayat 6.
ا ود وق ارا ن م يك ل وأ م ك س ف ن أ وا ق وا ن آم ين ذ ال ا أ اون ص ع ال اد د ش الظ غ ة ك الئ م ا ل ع ارة وا اس الن
رون ؤم ي ا م ون ل ع ف و م ر م أ ا م ھ الل
Artinya:” Hai orang-orang yang beriman, peliharalahdirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahanbakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allahterhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka danselalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim: 6).37
Dalam ayat tersebut, secara jelas Allah Swt mengharuskan
kepada orang yang beriman untuk menjaga diri sendiri dan
36 Ariffiana Zelvi, Proses Penanaman Nilai-Nilai Agama Pada AnakUsia Dini dalam Keluarga di Kampung Gambiran Pandeyan Umbul HarjoYogyakarta. Jurnal Pendidikan anak Usia Dini: Edisi 1 Tahun ke 6 (2017): 20-33.37
29
juga keluarga untuk menjauhi hal-hal yang bisa
menyebabkan manusia masuk ke dalam neraka. Dengan
adanya keluarga maka akan memberikan rasa tanggung
jawab kepada seluruh anggotanya untuk tetap menjunjung
tinggi nilai-nilai aqidah dikehidupan sehari-harinya.
2. Pengenalan perilaku keseharian beragama pada anak usia
dini.
Anak merupakan mutiara hati bagi orangtua dan anggota
keluarga dalam sebuah rumah tangga, mutiara tersebut akan
semakin bersinar tatkala dihiasi dengan nilai-nilai aqidah
(Islam) dan pemahaman serta implementasi perilaku yang
positif. Perilaku keagamaan anak usia dini dimulai dari yang
paling dasar dan obyektif sesuai dengan yang dilihat anak
didik dalam keseharian di lingkungan sekitarnya. Oleh
karenanya seorang ibu single parent serta anggota keluarga
yang lain dtuntut untuk memberi pengaruh atau pembentukan
karakter sehari-hari berdasarkan nilai-nilai keagamaan.
Kejiwaan yang dilandasi nilai aqidah akan membentuk
struktur karakter individu dalam kepribadian dirinya, Shihab
memberikan penjelasan sebagaimana manusia terbentuk
dengan sangat rinci dan dalam maknanya Allah SWT
menghembuskan debu tanah untuk membentuk jasmani
manusia, dan ruh illahi untuk membentuk daya nalar, daya
kalbu, dan daya hidup. Perilaku yang dilandasi dengan jiwa
Taukhid dan karakter yang penuh dengan struktur kesucian
jiwa akan selalu bersentuhan dengan lingkungan sosial dalam
30
pergaulan hidup antara individu dengan individu lainnya,
atau individu dengan kelompok dan dengan lingkungan
sekitar. Memahami realitas sosial terjadi dalam kehidupan
individu dengan interaksi dirinya berdasarkan nilai-nilai
keagamaan yang dimiliki terhadap kenyataan-kenyataan yang
mungkin terdapat perbedaan atau tidak sesuai dengan yang
diinginkan nilai-nilai keagamaan.38
Jika berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Diana Baumrind & Black pada sejumlah keluarga yang memiliki
anak didapatkan empat macam pola asuh orangtua, yaitu:
1. Pengasuhan otoriter (authoritarian parenting),
Authoritarian yaitu suatu tipe yang membatasi dan
menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-
perintah orangtua dan menghormati pekerjaan dan usaha
orangtua. Orangtua yang Authoritarian menerapkan batas
dan kendali yang tegas pada anak dan meminimalisir diskusi
atau musyawarah.
2. Pengasuhan demokratis (authoritative parenting)
Authoritative yaitu pola asuh yang mendorong anak untuk
mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada
tindakan mereka. Masih melakukan diskusi, serta orangtua
bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. Orangtua
yang authoritative menunjukkan kesenangan dan dukungan
sebagai respon terhadap perilaku konstruktif anak.
38 Ariffiana Zelvi, Proses Penanaman Nilai-Nilai Agama Pada AnakUsia Dini dalam Keluarga di Kampung Gambiran Pandeyan Umbul HarjoYogyakarta. Jurnal Pendidikan anak Usia Dini: Edisi 1 Tahun ke 6 (2017): 34.
31
3. Pengasuhan yang diabaikan (permissive indifferent),
permissive indifferent yaitu gaya pengasuhan ini yaitu
orangtua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak
yang memiliki orangtua yang mengabaikan merasa bahwa
aspek lain kehidupan orangtua lebih penting dari pada
mereka
4. Pengasuhan yang menuruti atau memanjakan (permissive
indulgent),
permissive indulgent yaitu gaya pola asuh ini orangtua sangat
terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau
mengontrol mereka.39
Keempat klasifikasi pengasuhan ini melibatkan kombinasi
antara penerimaan dan sikap responsif disatu sisi serta tuntutan
dan kendali lainnya. Bagaimana dimensi-dimensi ini berpadu dan
menghasilkan pengasuhan otoritarian, otoriatif, mengabaikan, dan
menuruti. Pola asuh otoritatif cenderung lebih efektif, alasannya
sebagai berikut:
a. Orangtua yang otoritatif menerapkan keseimbangan yang
tepat antara kendali dan otonomi, sehingga memberi anak
kesempatan untuk membentuk kemandirian sembari
memberikan standar, batas, dan panduan yang dibutuhkan
anak.
b. Orangtua yang otoritatif lebih cenderung melibatkan anak
dalam kegiatan memberi dan menerima secara verbal dan
memperbolehkan anak mengutarakan pandangan mereka.
39 Papalia, Diane E, dkk., Human Development Ninth Edition, (NewYork: The Mc Graw Hill Companies, 2004), h. 288.
32
Jenis diskusi keluarga ini membantu anak memahami
hubungan sosial dan apa yang dibutuhkan untuk menjadi
orang yang kompeten secara sosial.
c. Kehangatan dan keterlibatan orangtua yang diberikan oleh
orangtua yang otoritatif membuat anak lebih bisa menerima
pengaruh orangtua.40
Dalam pola pengasuhan anak terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi serta melatarbelakangi orangtua dalam
menerapkan pola pengasuhan pada anak-anaknya. Faktor yang
mempengaruhi pengasuhan anak yaitu sebagai berikut: kesamaan
dengan gaya kepemimpinan yang digunakan orangtua,
penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok, usia orangtua,
pendidikan untuk menjadi orangtua, jenis kelamain orangtua,
status sosial ekonomi, konsep mengenai peran orang dewasa,
jenis kelamin anak, situasi, usia anak.41
Dalam keluarga, pengasuhan merupakan faktor terpenting
yang ada di dalamnya bagaimana kepribadian anak pada nantinya
akan banyak dipengaruhi oleh pengasuhan yang digunakan oleh
orangtuanya. keluarga single parent dalam pengasuhan yang
diterapkan tentu tidak sama dengan pengasuhan yang diterapkan
pada keluarga utuh pada umumnya.42
Tanggung jawab orangtua terhadap anaknya tampil dalam
bentuk yang bermacam-macam. Secara garis besar tanggung
40 John W. Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 2007),h. 168.
41 Ibid., hlm: 168.42 Hermia Anata Rahman, Pola Pengasuhan Anak Yang Dilakukan
Oleh Single Mother,(Skripsi Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan UniversitasSebelas Maret, Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2014), h. 6-7.
33
jawab orangtua terhadap anaknya adalah memberikan kasih
sayang, menanamkan rasa cinta sesama anak, melatih anak
mengerjakan shalat, berlaku adil, memperhatikan anak
menghormati anak di lingkungannya, memberi hiburan,
mencegah perbuatan bebas, menjauhkan anak dari hal-hal negatif,
menepatkan dalam lingkungan yang baik.
Abdullah Nashih Ulman membagi tanggung jawab
orangtua dalam mendidik bersentuhan langsung dengan
pendidikan iman, pendidikan moral, pendidikan fisik, pendidikan
akal, pendidikan kejiwaan, pendidikan sosial, dan pendidikan
seksual.43
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
Faktor yang mempengaruhi pola asuh orangtua, yaitu :
1. Tingkat sosial ekonomi
Orangtua yang berasal dari tingkat sosial ekonomi
menengah lebih bersikap hangat dibandingkan orangtua yang
berasal dari sosial ekonomi yang rendah.
2. Tingkat pendidikan
Latar belakang pendidikan orangtua yang lebih tinggi
dalam praktek asuhannya terlihat lebih sering membaca artikel
ataupun mengikuti perkembangan pengetahuan mengenai
perkembangan anak. Dalam mengasuh anaknya mereka menjadi
lebih siap karena memiliki pemahaman yang lebih luas,
sedangkan orangtua yang memiliki latar belakang pendidikan
43 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orangtua dan Anak DalamKeluarga, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014), h. 28.
34
terbatas, memiliki pengetahuan dan pengertian yang terbatas
mengenai kebutuhan dan perkembangan anak sehingga kurang
menunjukkan pengertian dan cenderung akan memperlakukan
anaknya dengan ketat dan otoriter.
3. Kepribadian
Orangtua dapat mempengaruhi penggunaan pola asuh.
Orangtua yang konservatif cenderung akan memperlakukan
anaknya dengan ketat dan otoriter.
4. Jumlah anak
Orangtua yang memiliki anak hanya dua sampai tiga
orang atau keluarga kecil lebih cenderung lebih intensif
pengasuhannya, dimana interaksi antara orangtua dan anak lebih
menekankan pada perkembangan pribadi dan kerjasama antar
anggota keluarga lebih diperhatikan. Sedangkan orangtua yang
memiliki anak berjumlah lebih dari lima orang atau keluarga
besar sangat kurang memperoleh kesempatan untuk mengadakan
kontrol secara intensif antara orangtua dan anak, karena orangtua
secara otomatis berkurang perhatiannya pada setiap anak.44
Menurut Abu Ahmadi dan Munawarah Sholeh membagi
faktor-faktor yang mempengaruhi anak sebagai berikut:
a. Faktor hereditas, yakni keturunan atau warisan dari sejak
lahir dari kedua orangtuanya, neneknya, dan seterusnya,
yang biasanya diturunkan melalui kromosom.
b. Faktor lingkungan, yakni segala sesuatu yang ada pada
lingkungan ia berada (bertempat tinggal) atau (bergaul).
44 Hurlock Elizabeth B, Psikologi Perkembangan Suatu PendekatanSepanjang Masa, (Jakarta: Erlangga, 1997), h. 402.
35
Jadi segala sesuatu yang berada di luar diri anak di alam
semesta ini baik yang berupa makhluk yang mati seperti
benda-benda padat, cair, gas, juga gambar-gambar, dan
lain-lain.
Demikian pula di samping yang telah disebutkan di atas,
sebagai benda-benda yang bersifat kongkret, ada juga
lingkungan yang bersifat abstrak antara lain: situasi
ekonomi, sosial, politik, budaya, adat istiadat serta
ideologi atau pandangan hidup. Kesemua bentuk
lingkungan tersebut dapat berdampak menguntungkan
(positif) atau merugikan (negatif) bagi proses emosional
anak.45
D. Orangtua Single Parent
Keluarga orangtua single parent, yaitu keluarga yang
orangtuanya hanya terdiri dari ibu atau ayah yang bertanggung
jawab mengurus anak setelah perceraian, mati atau kelahiran anak
di luar nikah. Keluarga memiliki peranan yang sangat penting
dalam kebutuhan emosional anak. perawatan orangtua yang
penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan,
baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan
faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi
dan anggota masyarakat yang sehat.46
Bohannan (1985) mengemukakan keluarga orangtua
single parent merupakan suatu keluarga yang didalamnya hanya
45 Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan,(Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 67.
46 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 37.
36
terdapat satu orangtua dengan anaknya tanpa didampingi
pasangan yang tidak mendapat bantuan dalam mengasuh
anaknya. Dowd (1997) kemudian mendefinisikan keluarga
orangtua single parent adalah orangtua yang tidak hidup dengan
pasangan dan memiliki sebagian besar tanggung jawab dalam
membesarkan anak.
Orangtua single parent biasanya dianggap sebagai
pengasuh utama yang berarti orangtua tinggal bersama anak dan
memiliki waktu untuk anak. Menurut Bohannan (1985)
perubahan bentuk keluarga lengkap menjadi tidak lengkap dapat
terjadi melalui tiga cara yaitu ditinggal begitu saja oleh
pasangannya baik melalui perceraian, kematian pasangan, tidak
menikah secara legal dengan pasangannya dan memilih
mengasuh anaknya sendiri.
Meluasnya fenomena menjadi orangtua single parent,
maka semakin banyak pula deskripsi definisi dari single parent
itu sendiri. Menurut Gunawan (2006) single parent adalah orang
yang melakukan tugas sebagai orangtua (ayah dan ibu) seorang
diri, karena kehilangan/terpisah dengan pasangannya. Sementara
menurut Seger, single parent adalah orangtua yang memelihara
dan membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran dan dukungan
dari pasangannya.
Dalam penelitian ini peneliti memusatkan perhatian pada
ibu single parent. Jadi ibu single parent adalah ibu sebagai
orangtua tunggal yang harus menggantikan peran ayah sebagai
kepala keluarga, pengambil keputusan, pencari nafkah disamping
perannya mengurus rumah tangga, membesarkan, membimbing
37
dan memenuhi kebutuhan psikis anak. Salah satu faktor dan
penyebab terjadinya single mother antara lain, kehilangan
pasangan akibat meninggal, perceraian, ditelantarkan atau
ditinggal suami tanpa dicerai.47
Hozman & Froiland (1997) menjelaskan tentang kesulitan
dan kerumitan penyesuaian diri yang harus dihadapi oleh
orangtua single parent. Ada 5 fase penyesuaian yaitu, fase
penyangkalan, fase kemarahan, fase tawar menawar, fase depresi,
fase penerimaan. Dalam suatu keluarga, seorang ibu single parent
adalah satu-satunya orangtua yang paling dibutuhkan dan paling
berperan penting bagi anak-anaknya. Ibu single parent
menjalankan kehidupan berkeluarga tanpa bantuan suami, jadi
harus secara mandiri menjalankan fungsi serta perannya sebagai
ibu single parent. fungsi ibu single parent dapat dijabarkan dalam
beberapa fungsi: fungsi melanjutkan keturunan atau reproduksi,
fungsi afeksi, fungsi sosialisai, fungsi edukatif, fungsi ekonomi,
fungsi pengawasan, fungsi religius, fungsi proteksi, fungsi
rekreatif.48
Anak-anak yang hidup didalam satu keluarga orangtua,
cenderung kurang berhasil secara sosial dan pendidikan daripada
anak-anak dalam orangtua yang lengkap, sebagian karena satu
keluarga orangtua lebih cenderung menjadi miskin. Anak-anak
yang hidup dalam satu orangtua lebih mandiri daripada anak-anak
yang hidup dengan kedua orangtuanya. Mereka cenderung
47 Harahap, Peran Single Mother, (Surabaya: Obor, 2007), h. 7.48 Hozman & Froiland, single parents, (Jakarta: Edsa Mahkota, 1997),
h. 7.
38
memiliki lebih banyak tanggung jawab rumah tangga, lebih
banyak konflik dengan saudara kandungnya, lebih sedikit kohesi
keluarga, dan kurang dukungan, kontrol, atau disiplin dari ayah,
jika ayah yang absen dari rumah tangga.49
E. Emosi dan Perilaku
Emosi adalah keadaan ketika seseorang mengalami suatu
kejadian di lingkungannya dan kejadian tersebutlah yang
membentuk emosi dalam diri seseorang. Masa anak usia dini
disebut sebagai masa awal kanak-kanak yang memiliki berbagai
karakter atau ciri-ciri. Ciri-ciri ini tercermin dalam sebutan-
sebutan yang diberikan oleh para orangtua, pendidik dan ahli
psikologi untuk anak usia dini (Hurlock, 1993). Emosi itu seperti
kesedihan, kegembiraan, dan ketakutan, adalah reaksi subyektif
terhadap pengalaman yang berhubungan dengan perubahan
fisiologis dan perilaku (Sroufe, 1997). Ketakutan misalnya,
disertai dengan detak jantung yang lebih cepat dan seringkali
dengan tindakan perlindungan diri.
Semua manusia normal memiliki kapasitas untuk
merasakan emosi, tetapi orang berbeda dalam seberapa sering
mereka mengalami emosi tertentu dalam jenis peristiwa yang
dapat menghasilkannya dalam manifestasi yang mereka
tunjukkan (seperti detak jantung) dan bagaimana mereka
bertindak sebagai hasilnya (Cole, Bruschi, & Tamang, 2002).50
49 Papalia, Diane E, dkk., Human Development Ninth Edition, (NewYork: The Mc Graw Hill Companies, 2004), h. 363.
50Papalia, Diane E, dkk., Human Development Ninth Edition, (NewYork: The Mc Graw Hill Companies, 2004), h. 189.
39
Bagi orangtua, masa awal kanak-kanak merupakan usia yang
sulit, karena anak-anak berada dalam proses pengembangan
kepribadian. Proses ini berlangsung dengan disertai perilaku-
perilaku yang menarik untuk orangtua, misalnya melawan
orangtua, marah tanpa alasan, takut yang tidak rasional, dan
sering juga merasa cemburu.51
Emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang
berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa
kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.
Emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran yang khas,
yaitu suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak.52
Teori Cannon-Bard berpendapat bahwa emosi itu
bergantung pada aktivitas dari otak bagian bawah. Teori ini
dikemukakan oleh Cannon atas dasar penelitian dari Bard. Teori
ini berbeda atau justru berlawanan dengan teori yang
dikemukakan oleh James-Lange, yaitu bahwa emosi tidak
bergantung pada gejala kejasmanian (bodily states), atau reaksi
jasmani bukan merupakan dasar dari emosi, tetapi emosi justru
bergantung pada aktivitas otak atau aktivitas sentral. Karena itu
teori ini juga sering disebut teori sentral dalam emosi, teori ini
disebut sebagai teori dengan pendekatan neurologis.53
51 Riana Mashar, Emosi Anak Usia Dini dan StrategiPengembangannya, (Jakarta: Prenadamedia Group,2011), h. 7.
52 Riana Mashar, Emosi Anak Usia Dini dan StrategiPengembangannya, (Jakarta: Prenadamedia Group,2011), h. 7.
53 Ibid., hlm: 8.
40
Teori emosi James-Lange. Dalam teori ini disebutkan
bahwa emosi timbul setelah terjadinya reaksi psikologik. Jadi,
kita senang karena kita meloncat-loncat setelah melihat
pengumuman dan kita takut karena kita lari setelah melihat ular.
Menurut teori ini, emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons
terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. Jadi, jika
seseorang, misalnya, melihat harimau, reaksinya adalah peredaran
darah makin cepat karena denyut jantung makin cepat, paru-paru
lebih cepat memompa udara, dan sebagainya. Respon-respon
tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbul lah rasa takut.
Mengapa rasa takut yang timbul? Ini disebabkan oleh hasil
pengalaman dan proses belajar. Orang bersangkutan dari hasil
pengalamannya mengetahui bahwa harimau adalah makhluk yang
berbahaya, karena debaran jantung dipersepsikan sebagai rasa
takut. Emosi menurut kedua ahli ini, terjadi karena adanya
perubahan pada otot-otot. Suatu peristiwa dipersepsikan
menimbulkan perubahan fisiologis dan perubahan psikologis
yang disebut emosi.54
1. Perkembangan Emosi
Para ahli psikologi sering menyebutkan bahwa dari semua
aspek perkembangan, yang paling sukar untuk diklasifikasi
adalah perkembangan emosional. Orang dewasa pun mendapat
kesukaran dalam menyatakan perasaannya. Reaksi terhadap
emosi pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan,
54 Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2003), h.403.
41
pengalaman, kebudayaan, dan sebagainya, sehingga mengukur
emosi itu agaknya hampir tidak mungkin. Disaat anak baru lahir,
saraf yang menghubungkan otak baru dengan otak lama belum
berkembang secara penuh dan respons emosional anak tersebut
tidak terkendalikan. Ia memberikan reaksi secara keseluruhan,
tanpa menunjukkan perbedaan antara berbagai tingkat dan jenis
stimulus.55
Hubungan-hubungan penting pun belum berkembang
secara penuh, yakni berbagai hubungan didalam otak baru sendiri
tempat suatu pengalaman dihubungkan dengan pengalaman
lainnya. Akibatnya, anak merespons secara emosional terhadap
stimulus-stimulus yang jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan
dengan jumlah stimulus yang direspon orang dewasa. Selain itu,
perasannya pun lebih sedikit; demikian pula respon tingkah
lakunya. Dalam pertumbuhan yang normal, hubungan-hubungan
saraf itu berkembang di dalam otak baru dan diantara otak baru
dan otak lama. Saat kematangan ini tumbuh, respons-respons
emosional berkembang melalui empat jalan. Hal ini sesuai
dengan empat aspek emosi, yaitu: (1) stimulus, (2) perasaan, (3)
respons-respons internal, dan (4) pola-pola tingkah laku.56
Perkembangan emosi anak mengalir secara terus-
menerus, tiada henti-hentinya, arus pengalaman-pengalaman
emosional. Ketakutan dan kepedihan hati, keriangan dan
kemuraman hati, serta penghayatan-penghayatan yang dialami
55 Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2003), h. 404.
56 Ibid., hlm: 403.
42
anak pada saat-saat ia merasa kesepian, bangga, malu, bosan,
senang atau dalam keadaan sedih hatinya, jengkel atau puas-
setiap penghayatan emosional semacam ini terjalin dengan
eratnya dengan segenap segi penghidupan anak sehari-hari.
Jadi, pada anak-anak yang relatif kecil, cara ia
menyatakan emosinya mula-mula agak bersifat tidak menentu
serta belum begitu jelas. Setelah bertambah umurnya, barulah ia
bisa memperlihatkan emosinya dengan cara-cara yang lebih jelas.
Namun, semenjak permulaan masa kanak-kanak, ia telah
mendapat tekanan untuk juga menutupi serta menyembunyikan
segala pernyataan emosinya dari orangtuanya, kakak-kakaknya,
dan juga dari orang lain, ia selalu mendapat peringatan untuk
bertindak secara tenang, tidak marah, dan tidak merasa takut.
Dalam kenyatannya, ia bahkan tidak saja diberi nasihat untuk
tidak beremosi. Misalnya: “tidak ada sesuatu yang harus
ditakutkan”, “lebih baik kamu tidak merasa dendam terhadap
saya”, “tidak ada sesuatu hal pun yang pantas ditangiskan atau
ditertawakan”.57
Sekarang ini banyak teori muncul untuk mencoba
menjelaskan sebab-musabab gangguan emosional. Teori-teori
tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga kategori lingkungan,
afektif, dan kognitif. (Hauck, 1967).
a) Teori lingkungan
Teori lingkungan ini menganggap bahwa penyakit
mental diakibatkan oleh berbagai kejadian yang menyebabkan
57 Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2003), h. 405.
43
timbulnya stres. Pandangan tersebut beranggapan bahwa kejadian
ini sendiri adalah penyebab langsung dari ketegangan emosi.
Orang awam tidak ragu-ragu untuk menyatakan, misalnya
seorang anak menangis karena ia diperolok. Ia percaya secara
harfiyah bahwa olok-olok itu adalah penyebab langsung tangisan
tersebut. Menurut pandangan ini, tekanan emosional baru bisa
dihilangkan kalau masalah “penyebab” ketegangan tersebut
ditiadakan. Selama masalah tersebut masih ada, biasanya tidak
banyak yang bisa dilakukan untuk menghilangkan perasaan-
perasaan yang menyertainya. Karena yang disebut lebih dahulu
diduga sebagai penyebab dari yang belakangan, secara logis bisa
dikatakan bahwa penghilangan masalah selalu dapat
menghilangkan kesukaran. Memang, demikianlah yang sering
terjadi, tetapi ini belum tentu dapat menghilangkan reaksi
emosional yang kuat sekali jika reaksi itu terjadi (Hauck,
1967).58
Menurut Russell, lingkungan emosional yang tepat bagi
seorang anak merupakan suatu hal yang sulit, dan tentu saja
bervariasi menurut usia anak. Sepanjang masa kanak-kanak, ada
kebutuhan untuk merasa aman, meskipun kian berkurang. Untuk
maksud ini, kata Russell, kebaikan hati dan suatu rutinitas yang
menyenangkan merupakan hal pokok. Hubungan dengan orang-
orang dewasa hendaknya merupakan hubungan bermain dan
ketentraman fisik, bukan berupa belaian emosional. Menurut
Russell, hendaknya ada keintiman dengan anak-anak lain di atas
58 Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2003), h. 407.
44
segalanya, hendaknya ada peluang bagi inisiatif dalam kontruksi,
dalam eksplorasi, dan kearah intelektual serta seni.59
b) Teori Afektif
Pandangan profesional yang paling luas dianut mengenai
gangguan mental adalah pandangan yang berusaha menemukan
pengalaman emosional bawah sadar yang dialami seorang anak
yang bermasalah dan kemudian membawa dari sudut yang lebih
realistik. Sebuah rasa takut dan rasa salah tersebut disadari, anak-
anak itu diperkirakan hidup dengan pikiran bawah sadar yang
dipenuhi dengan bahan-bahan yang menghancurkan yang tidak
bisa dilihat, tetapi masih sangat aktif dan hidup. Ia bisa cemburu
dan membenci ayahnya yang ditakutkan akan melukainya karena
pikiran-pikiran jahat tersebut. Anak itu mungkin merasa bersalah
karena rasa bencinya itu amat berharap mendapat hukuman atas
kejahatannya. Karena tidak menyadari kebenciannya itu, anak
tidak menyadari bahwa banyak kejadian tidak masuk akal terjadi
atas dirinya sebenarnya adalah alat untuk menghukum dirinya
sendiri.60
Menurut pandangan ini, bukan lingkungan, seperti ayah
yang menimbulkan gangguan, tetapi perasaan bawah sadar anak
(anak secara teknis dikatakan efeksi). Kelepasan bahwa bisa
dicapai bila perasaan tersebut dimaklumi dan dihidupkan kembali
dengan seseorang yang tidak akan menghukum anak tersebut atas
keinginan-keinginannya yang berbahaya.61
59 Ibid., hlm: 408.60 Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, (Bandung:
CV Pustaka Setia, 2003), h. 408.61 Ibid., hlm: 409.
45
c) Teori Kognitif
Sekarang ini, hanya satu teori kognitif utama yang patut
dibicarakan, yakni “psikoterapi rasional emotif” yang ditemukan
oleh Albert Ellif (1962) menurut teori ini, penderitaan mental
disebabkan langsung oleh masalah kita atau perasaan bawah
sadar kita akan masalah tersebut, melainkan dari pendapat yang
salah dan irasional, yang disadari maupun tidak disadari masalah-
masalah yang kita hadapi bersama. Untuk mengembalikan
keseimbangan emosi, kita perlu mengindetifikasi ide-ide yang
ada pada anak; kemudian, melalui penggunaan logika yang ketat,
ia diperlihatkan dan diyakinkan betapa tidak rasionalnya ide-ide
tersebut; dan akhirnya dia didorong untuk berperilaku berlainan
melalui sudut pengetahuan yang baru. Hanya inilah yang
diperlukan untuk memenangkan gangguan emosional.
Menurut Hauck (1967), perbaikan emosional mencakup
tiga langkah. Pertama, kita harus memperlihatkan kepada anak
anggapan-anggapan yang salah, yaitu merupakan sesuatu rencana
bila ia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, dan jika ada
perlakuan tidak adil dari orangtuanya itu benar-benar akan
mengganggunya. Kedua, kita selanjutnya menunjukkan lewat
nalar bahwa bukan perilakunya, melainkan reaksinya terhadap
orangtuanya itulah yang menyebabkan gangguannya, karena ia
sebenarnya tidak disiksa secara fisik. Ketiga, ia akan dinasehati
agar bersifat lebih manis dan dapat bekerjasama.62
62 Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2003), h. 410.
46
Atas dasar arah aktifitasnya, tingkah laku emosional dapat
dibagi menjadi empat macam, yaitu: (1) marah, orang bergerak
menentang sumber prustasi; (2) takut, orang meninggalkan
sumber prustasi; (3) cinta, orang bergerak menuju sumber
kesenangan; (4) depresi, orang menghentikan respon-respon
terbukanya dan mengalihkan emosi kedalam dirinya sendiri.63
Ahli psikologi memandang manusia adalah makhluk yang
secara alami memiliki emosi. Menurut James dalam Purwanto
dan Mulyono, (2006) emosi adalah keadaan jiwa yang
menampakkan diri dengan sesuatu perubahan yang jelas pada
tubuh. Emosi setiap orang adalah mencerminkan keadaan
jiwanya, yang akan tampak secara nyata pada perubahan
jasmaninya.64
Emosi dapat diartikan sebagai aktivitas badaniah secara
eksternal, atau reaksi menyenangkan atau tidak menyenangkan
terhadap peristiwa atau suatu kondisi mental tertentu (Lewis &
Haviland-Jones, 2000).65
Gejala jiwa perasaan (emosi); Bigot dan kawan kawan
membagi gejala jiwa perasaan ini menjadi dua bagian yaitu
perasaan-perasaan rendah/jasmaniah dan perasaan-perasaan
luhur/rohaniah. Perasaan-perasaan jasmaniah seperti: perasaan
penginderaan dan perasaan vital. Sedangkan yang termasuk
perasaan-perasaan rohaniah adalah: perasaan keindahan, perasaan
63 Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2003), h. 411.
64 Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi,(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), h. 11.
65 Riana Mashar, Emosi Anak Usia Dini dan StrategiPengembangannya, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2011), h. 15-16.
47
sosial, perasaan kesusilaan, perasaan ketuhanan, perasaan diri dan
perasaan intelektual.66
Holcomb & Kashani (1991) juga menjelaskan tentang apa
yang dirasakan oleh orang-orang yang mengalami gangguan
perilaku yaitu mereka tidak nyaman dengan situasi keluarga juga
dengan pola asuh yang mereka dapatkan. Mereka merasa bahwa
keluarga mereka mengalami terlalu banyak kekacauan. Mereka
kurang percaya diri di sekolah dan cenderung tidak perduli
terhadap orang lain dikarenakan mereka merasa ada masalah
antara apa yang mereka harapkan tentang diri meraka dan apa
yang nyata pada diri mereka.67
Menurut Lazarus (1991), emosi adalah suatu keadaan
yang kompleks pada diri organisme, yang meliputi perubahan
secara badaniah dalam bernapas, detak jantung, perubahan
kelenjar dan kondisi mental, seperti keadaan menggembirakan
yang ditandai dengan perasaan yang kuat dan biasanya disertai
dengan dorongan yang mengacu pada suatu bentuk perilaku. Jika
emosi terjadi sangat intens, biasanya akan mengganggu fungsi
intelektual. Variabel emosi terdiri dari dua bentuk, yaitu: (1)
action, berupa perilaku menyerang, menghindar, mendekat atau
menjauh dari tempat atau orang, menangis, ekspresi wajah, dan
postur tubuh; serta (2) physiological reaction, berupa aktivitas
sistem saraf otonomi, aktivitas otak, dan sekresi hormonal.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa emosi lebih sebagai
66 Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum & Pengembangan,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001), h. 40.
67 Ani Siti Anisah, Jurnal Gangguan Perilaku Pada Anak danImplikasinya Terhadap Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar, h. 7.
48
reaksi yang terpola ketimbang sekedar kejadian yang tidak
terorganisasi dan emosi juga terkait erat dengan proses coping
sebagai upaya pemecahan masalah dalam kehidupan individu.68
2. Pengertian Gangguan Emosi dan Perilaku
Istilah gangguan emosi mengacu pada adanya integrasi
kepribadian yang tidak kuat dan adanya tekanan pribadi (personal
distres), yang menimbulkan stress yang sifatnya negatif.69
Gangguan emosi anak dan perilaku adalah anak yang
mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku
tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan
kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga
merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya
memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan
dirinya maupun lingkungannya. Menurut Heward & Orlansky
seseorang dikatakan mengalami gangguan perilaku apabila
memiliki satu atau lebih dari lima karakteristik berikut dalam
kurun waktu yang lama, yaitu:
a) Ketidakmampuan untuk belajar yang bukan disebabkan
oleh faktor intelektualisasi, alat indra maupun kesehatan.
b) Ketidakmampuan untuk membangun atau memelihara
kepuasan dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya
dan pendidik.
c) Tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang di
bawah keadaan normal.
68 Riana Mashar, Emosi Anak Usia Dini dan StrategiPengembangannya, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2011), h. 7.
69 Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Psikologi Abnormal(Bandung: Refika Aditama, 2005), cet. Ke-1, h. 3-4.
49
d) Mudah terbawa suasana hati (emosi labil),
ketidakbahagiaan, atau depresi.
e) Kecenderungan untuk mengembangkan simtom-simtom
fisik atau ketakutan-ketakutan yang diasosiasikan dengan
permasalahan pribadi atau sekolah.70
Simptom gangguan emosi dan perilaku biasanya dibagi
menjadi dua macam, yaitu externalizing behavior dan
internalizing behavior. Externalizing behavior memiliki dampak
langsung atau tidak langsung terhadap orang lain, contohnya
perilaku agresif, membangkang, tidak patuh, berbohong, mencuri
dan kurangnya kendali diri. Internalizing behavior
mempengaruhi siswa dengan berbagai macam gangguan seperti
kecemasan, depresi, menarik diri dari interaksi sosial, gangguan
makan, dan kecenderungan untuk bunuh diri. Kedua tipe tersebut
memiliki pengaruh yang sama buruknya terhadap kegagalan
dalam belajar di sekolah.71
3. Karakteristik Gangguan Emosi Pada Anak
Hallahan & Kauffman (1988) menjelaskan tentang
karakteristik anak dengan gangguan perilaku dan emosi, sebagai
berikut:
a. Intelegensi dan Prestasi Belajar
Beberapa ahli, seperti dikutip oleh Hallahan dan
Kauffman, 1988. Menemukan bahwa anak-anak dengan
70 Aini Mahabbati, Universitas Negeri Yogyakarta: Jurnal PendidikanKhusus(JPK) Vol. 2No. 2 Nopember 2006, h. 4.
71 Ibid., hlm: 5.
50
gangguan ini memiliki intelegensi di bawah normal
(sekitar 90) dan beberapa di atas bright normal.
b. Karakteristik Sosial dan Emosi. Agresif, acting-out
behavior (externalizing)
Conduct disorder (gangguan perilaku) merupakan
permasalahan yang paling sering ditunjukkan oleh anak
dengan gangguan emosi atau perilaku. Perilaku-perilaku
tersebut seperti: memukul, berkelahi, mengejek, berteriak,
menolak untuk menuruti permintaan orang lain, menangis,
merusak, vandalisme, memeras, yang apabila terjadi
dengan frekuensi tinggi maka anak dapat dikatakan
mengalami gangguan. Anak normal lain mungkin juga
melakukan perilaku-perilaku tersebut tetapi tidak secara
implusif dan sesering anak dengan conduct disorder.72
c. Immature, withdrawl behavior (internalizing)
Anak dengan gangguan ini, menunjukkan perilaku
immature (tidak matang atau kekanak-kanakan) dan
menarik diri. Mereka mengalami keterasingan sosial,
hanya mempunyai beberapa orang teman, jarang bermain
dengan anak seusianya, dan kurang memiliki keterampilan
sosial yang dibutuhkan untuk bersenag-senang. Beberapa
diantara mereka mengasingkan diri untuk berkhayal atau
melamun, merasakan ketakutan yang melampaui keadaan
sebenarnya, mengeluhkan rasa sakit yang sedikit dan
membiarkan “penyakit” mereka terlibat dalam aktivitas
72 Aini Mahabbati, Universitas Negeri Yogyakarta: Jurnal PendidikanKhusus(JPK) Vol. 2 No. 2 Nopember 2006, h. 6.
51
normal. Ada diantara mereka mengalami regresi yaitu
kembali pada tahap-tahap awal perkembangan dan selalu
meminta bantuan dan perhatian, dan beberapa diantara
mereka menjadi tertekan (depresi) tanpa alasan yang
jelas.73
Dirjen Pusat Logistik Berikat (PLB) merumuskan
ciri-ciri perilaku anak dengan gangguan emosi dan
perilaku dengan tipe externalizing behavior setidak-
tidaknya memiliki empat ciri, yaitu:74
a. Bersikap membangkang.
b. Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah.
c. Sering melakukan tindakan agresif, merusak,
mengganggu.
d. Sering bertindak melanggar norma sosial/norma
susila/hukum.
4. Penyebab Gangguan Emosi dan Perilaku Pada Anak
a. Faktor biologis
Beberapa penyebab biologis telah ditemukan
berhubungan dengan gangguan emosi dan perilaku tertentu.
Contohnya termasuk anak-anak yang lahir dengan sindrom
alkohol janin, yang menunjukkan masalah dalam pengendalian
impuls dan hubungan interpersonal yang dihasilkan dari
kerusakan otak. Malnitrisi dapat juga menyalahkan perubahan
73 Aini Mahabbati, Universitas Negeri Yogyakarta: Jurnal PendidikanKhusus(JPK) Vol. 2 No. 2 Nopember 2006, h. 6.
74Diakses pada hari Selasa 27-Maret 2018 pada pukul: 17.00 darihttp://www.ditplb.or.id.2006.
52
perilaku dalam penularan dan berfikir, selain itu kelainan
seperti skizofrenia mungkin memiliki dasar genetik.
b. Faktor lingkungan atau keluarga
Keluarga sangat penting dalam perkembangan anak-
anak. Interaksi negatif atau tidak sehat didalam keluarga
seperti pelecehan dan penelantaran, kurangnya pengawasan,
minat, dan perhatian, dapat mengakibatkan atau memperburuk
kesulitan emosional yang ada atau kesulitan perilaku, di sisi
lain interaksi yang sehat seperti kehangatan dan responsif,
disiplin, konsisten dengan penataan, dan perilaku yang
mengharapkan penghargaan dapat sangat meningkatkan
perilaku positif pada anak-anak.
c. Faktor sekolah
Guru memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
interaksi dengan siswa. Interaksi positif dan produktif guru-
murid dapat meningkatkan pembelajaran siswa dan perilaku
sekolah yang sesuai serta memberikan dukungan ketika siswa
mengalami masa-masa sulit. Lingkungan akademik yang tidak
sehat dengan guru yang tidak terampil atau yang tidak sensitif
dapat menyebabkan atau memperburuk perilaku atau gagasan
emosi yang sudah ada.
d. Faktor masyarakat
Masalah masyarakat, seperti kemiskinan ekstrim
disertai dengan gizi buruk, keluarga yang tidak berfungsi,
berbahaya dan lingkungan yang penuh kekerasan, dan
53
perasaan putus asa, dapat mengakibatkan atau memperburuk
gangguan emosi atau perilaku.75
5. Penanganan Gangguan Emosi Pada Anak
Kauffman (1996), dalam tulisannya Characteristics of
behavioral disorders of children and youth edisi tahun ke-4,
menjelaskan secara konseptual model-model penanganan anak-
anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku diuraikan sebagai
berikut:
a. Pendekatan Perilaku didasarkan pada karya BF Skinner
(1953) dan behavioris lain, difokuskan pada penyediaan
lingkungan belajar yang sangat terstruktur dan bahan-bahan
pengajaran untuk anak-anak; perilaku siswa diukur dengan
tepat; intervensi dirancang dan dilaksanakan untuk
meningkatkan atau mengurangi perilaku kemajuan tujuan
diukur dengan hati-hati dan sesering mungkin.
b. Pendekatan Ekologi, masalah anak dipandang sebagai hasil
dari interaksi dengan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Anak atau remaja bukan satu-satunya fokus perawatan.
Keluarga, sekolah, lingkungan, dan masyarakat juga akan
diubah dalam rangka untuk meningkatkan interaksi.
Pendekatan ini diaplikasikan dalam bentuk penanganan
intervensi keluarga. Dalam penanganan ini dilakukan
pelatihan manajemen pola asuh (PMP), dimana para orangtua
diajari untuk mengubah respon terhadap anak-anak mereka
75 Nuraeni, Gangguan Emosi dan Perilaku, (Skripsi Fakultas IlmuPendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung: UniversitasPendidikan Indonesia, 2010), h. 8-9
54
sehingga perilaku prososial dan bukannya anti-sosial dihargai
secara konsisten.
Para orangtua diajari teknik-teknik seperti penguatan
positif bila anak menunjukkan perilaku positif dan pemberian
jeda serta hilangnya perlakuan istimewa bila dia berperilaku
agresif atau anti sosial. Dukungan terapeutik bagi anak-anak
diberikan melalui psikoterapi individu, terapi bermain, dan
program pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak
mampu berpartisipasi dalam sistem sekolah yang normal.
Metode pengobatan perilaku pada umumnya
digunakan untuk membantu anak dalam mengembangkan
metode koping. Terapi keluarga dan penyuluhan keluarga
penting untuk membantu keluarga mendapatkan
keterampilan dan bantuan yang diperlukan guna membuat
perubahan yang dapat meningkatkan fungsi dari semua
anggota keluarga.
c. Pendekatan Sosial-Kognitif Anak diajarkan interaksi antara
pengaruh lingkungan dan perilakunya. Pendekatan sosial
kognitif ini di implementasikan dalam bentuk penanganan-
penanganan kognitif, yaitu terapi kognitif individual bagi
anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku dapat
memperbaiki perilaku mereka, meskipun tanpa melibatkan
keluarga. Contohnya, mengajarkan keterampilan kognitif
kepada anak-anak untuk mengendalikan kemarahan mereka
menunjukkan manfaat yang nyata dalam membantu mereka
mengurangi perilaku agresifnya. Dalam pelatihan
pengendalian kemarahan, anak-anak yang agresif diajari
55
cara-cara pengendalian diri dalam berbagai situasi yang
memancing kemarahan.
Strategi lain memfokuskan pada kurangnya
perkembangan moral pada anak-anak dengan gangguan
tingkah laku. Mengajarkan keterampilan penalaran moral
kepada kelompok remaja yang mengalami gangguan perilaku
di sekolah cukup berhasil.
d. Pendekatan Psikoedukasional; Pandangan psikoanalitik
digabungkan dengan prinsip-prinsip mengajar, dengan
perlakuan diukur terutama dalam hal belajar; memenuhi
kebutuhan individu anak ditekankan seringkali melalui
proyek-proyek dan seni kreatif. Pendakatan ini
diimplementasikan dalam Penanganan Multi Sistemik
(PMS).
Penanganan Multi Sistemik ini mencakup pemberian
berbagai layanan terapi intensif dan komprehensif di dalam
komunitas dengan menargetkan para anak, keluarga, sekolah
dan dalam beberapa kasus juga kelompok sebaya. Stategi
yang digunakan PMS bervariasi, mencakup teknik-teknik
perilaku kognitif, sistem keluarga, dan manajemen kasus.
Keunikan terapi ini terletak pada kekuatan individu dan
keluarga, mengidentifikasi konteks bagi masalah-masalah
tingkah laku, menggunakan intervensi yang berfokus pada
masa kini dan berorientasi kepada tindakan, dan
menggunakan intervensi yang membutuhkan upaya harian
atau mingguan oleh para anggota keluarga.
56
e. Pendekatan Psikoanalitik; didasarkan pada karya Sigmund
Freud dan psikoanalisis lain, menampilkan masalah-masalah
pada anak yang dinilai sebagai dasar dalam konflik bawah
sadar dan motivasi. Psikoterapi individu jangka panjang yang
dirancang untuk mengungkap dan menyelesaikan masalah-
masalah mendalam adalah perawatan umum. Hal tersebut
diimplementasikan dalam Program Head Start.
Pendidikan pra sekolah berbasis komunitas yang
memfokuskan kepada pengembangan keterampilan kognitif
sosial sejak dini. Metodenya meliputi konseling individu
dengan program bimbingan sekolah dan rujukan kesehatan
jiwa komunitas, layanan intervensi krisis bagi keluarga yang
mengalami situasi traumatik, konseling kelompok di sekolah,
dan konseling teman sebaya.
f. Pendekatan humanistik; menekankan pada cinta dan percaya
dalam proses belajar mengajar. Anak-anak didorong untuk
menjadi terbuka, menjadi individu bebas; mengembangkan
pengaturan pendidikan non otoriter dan non tradisional.
g. Pendekatan Biogenik; didasarkan pada teori biologis sebab
akibat pengobatannya; Intervensi fisiologis seperti diet,
pengobatan dan bio feedback juga digunakan. Pendekatan ini
diimplementasikan dalam bentuk penanganan pengobatan
berbasis rumah sakit dan rehabilitasi, yaitu suatu unit khusus
untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di Rumah
Sakit Jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasanya diberikan
untuk klien yang tidak sembuh dengan metode alternatif, atau
57
bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan
terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain.
Kesimpulan dari beberapa pendekatan penanganan
anak yang memiliki gangguan perilaku di atas
menitikberatkan pada proses pendidikan. Bagaimana
pendidik dalam hal ini orangtua, guru dan masyarakat
mampu mengantisipasi gangguan perilaku pada anak dengan
pendidikan.
Sesuai dengan tujuan pendidikan bahwa harus adanya
perubahan perilaku pada siswa, pendidikan yang
diselenggarakan harus bersifat holistik, mulai dari pendidikan
formal, informal maupun nonformal perlu ditekankan disini
menurut penulis adalah bagaimana pendidikan Islam mampu
berkontribusi dalam mengubah perilaku siswa, pendidikan
Islam juga harus mempunyai patokan yang memadai sesuai
dengan misi dan tujuan yang diemban, yaitu perubahan sikap
yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan norma-norma sosial
yang berlaku.
Hal yang demikian itu, tentulah bukan hal yang
mudah untuk dilakukan, karena pendidikan yang berpola
demikian adalah meningkatkan sumber daya manusia di
masa yang akan datang.76
Dalam upaya menjelaskan ihwal timbulnya gejala
emosi, para ahli mengemukakan beberapa teori. Beberapa
teori emosi yang terkenal diajukan oleh Schachter dan Singer
76 Ani Siti Anisah, Jurnal Gangguan Perilaku pada Anak danImplikasinya Terhadap Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar, h. 12-14.
58
dengan “teori emosi James-Lange”, serta Cannon dengan
teori “Emergency”nya. Sedangkan ada pula “Teori Emosi
Dua Faktor” Schachter-Singer dikenal sebagai toeri yang
paling klasik yang berorientasi pada rangsangan. Reaksi
fisiologik dapat saja berupa (hati berdebar, tekanan darah
naik, nafas bertambah cepat, adrenalin alirkan dalam darah,
dan sebagainya), namun jika rangsangannya membahayakan
(misalnya, melihat ular berbisa), emosi yang timbul
dinamakan takut. Para ahli psikologi melihat teori ini lebih
sesuai dengan teori kognisi.77
Menurut Berkowitz (1993), banyak pemikiran yang
saat ini tentang peran kontribusi dalam emosi mulai dengan
sebuah teori kognitif yang sangat dikenal dan sering
dipublikasikan oleh Stanley Schachter dan Jerome Singer
pada tahun 1962. (Konsepsi Berkowitz tentang bagaimana
pikiran tingkat tinggi menentukan pembentukan suasana
emosional setelah munculnya reaksi awal primitif, dan
emosional, dipengaruhi oleh formulasi ini. Semua
pembahasan tentang peran kognisi dalam proses terjadinya
kemarahan, sangatlah tidak lengkap tanpa pembahasan
tentang teori ini.78
Teori Cannon selanjutnya diperkuat oleh Philip Bard,
sehingga kemudian lebih dikenal dengan teori Cannon-Bard
atau teori “emergency”. Teori ini mengatakan pula bahwa
77 Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2003), h. 402.
78 Ibid., hlm: 403.
59
emosi adalah reaksi yang diberikan oleh organisme dalam
situasi emergency (darurat). Teori ini didasarkan pada
pendapat bahwa ada antagonisme (fungsi yang bertentangan)
antara saraf-saraf otonom. Jadi, kalau saraf-saraf simpatis
aktif, saraf otonom nonaktif, dan begitu sebaliknya.
60
BAB III
GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN
A. Sejarah
Kelurahan Tengah berdiri sejak tahun 1950. Dengan nama
masih Desa Kampung Tengah sebagai bagian dari wilayah
Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur. Adapun wilayah
Kecamatan Pasar Rebo merupakan bagian dari Kewedanan
Kramat Jati yang setingkat dengan kabupaten. Posisi Desa
Kampung Tengah saat itu berada di Jl. Karya RT/07 RW/02 dan
sekarang berubah menjadi RT/07 RW/01. Pergantian dari Desa
Kampung Tengah menjadi Kelurahan Tengah sesuai keputusan
gubernur tahun 1985 undang-undang nomor 29 tahun 2007
tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Selang
beberapa tahun kemudian sebagian dari Kelurahan Tengah
diambil dari lahan Kelurahan Gedong arah Selatan dan sebagian
Kelurahan Batu Ampar dari arah Utara. Maka dari itu data
pertanahan dari dulu sampai sekarang terdapat dua bagian, yaitu
sebagian masuk di Kelurahan Gedong dan sebagian masuk di
Kelurahan Batu Ampar, sehingga kalau masyarakat yang akan
mengurus proses sertifikat tanah maka masyarakat harus
mendapatkan data pertanahan arah selatan di Kelurahan Gedong
kalau utara di Kelurahan Batu Ampar. 79
79 Wawancara Pribadi dengan Endri Budiarta, Selaku SekretarisKelurahan Tengah, 25 September 2018.
61
B. Struktur Organisasi
SEKRETARIS KELURAHANENDRI BUDIARTA
BENDAHARAPENGELUARAN
PEMBANTURIBUT ESNAWATI
PENGURUS BARANGPEMBANTU
SUDARMAN, SE
PENGADMINISTRASIUMUM
Nurhasni
PENGADMINISTRASIUMUM
EKO SUPRIONO
LURAHH. TARMIJI, S.Sos, M.Si
Kasi Ekonomi,Pembangunan Dan Lh
Sumirahnip
Penyusun Ekbang & LH
Umar Farouk Hair
Pengadministrasi Ekbang & Lh
Puthut Pranowo
KASI KESRADiyah Waryanti, S.AP
PENYUSUN KESRAAGUNG PURWOKO
Pengadministrasi Kesra
Purnomo
Kasi Pemerintahan,Tramtib
M. Chairudin
PENYUSUNPEMTRAMTIB
PENGADMINISTRASIPEMTRAMTIB
H. MOH SANI
62
C. Visi dan Misi
Berdasarkan kondisi dan tantangan yang dihadapi, serta
memperhitungkan kemampuan yang dimiliki, maka visi
pembangunan Kelurahan Tengah pada Tahun 2013-2018 adalah:
Kelurahan Tengah Yang Nyaman dan Sejahtera Untuk Semua.
Visi tersebut merupakan tindak lanjut visi dan misi
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta
sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Pemprov. DKI Jakarta Tahun 2013
sampai dengan 2018. Pemahaman terhadap visi tersebut
bahwasannya Kelurahan Tengah yang nyaman bermakna
terciptanya kondisi yang nyaman, aman, tertib dan damai.
Kelurahan yang sejahtera bermakna terwujudnya derajat
kehidupan warga Kelurahan Tengah yang sehat, layak dan
manusiawi.
Kelurahan Tengah merupakan salah satu wilayah di
provinsi DKI Jakarta yang majemuk karena multi etnis dan multi
agama. Oleh karena itu kebersamaan antara pemerintah dan
masyarakat merupakan jawaban terhadap berbagai tantangan,
menyelesaikan permasalahan dan memanfaatkan potensi serta
peluang yang ada.
Upaya mewujudkan visi tersebut maka dibutuhkan rumusan
misi pembangunan Kelurahan Tengah guna membangun tata
kelola pemerintahan yang baik dengan menerapkan prinsip-
prinsip “Good Governance”.
63
a. Melayani masyarakat dengan pelayanan prima.
b. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dengan
memberikan otoritas kepada masyarakat untuk menggali
segala potensi yang ada dalam masyarakat.
c. Membangun sarana dan prasarana kota yang nyaman dan
tetap memegang prinsip pembangunan yang berkelanjutan.
d. Terwujudnya kehidupan kota yang dinamis dalam
mendorong pertumbuhan dan kesejaheraan.
D. Strategi Kebijakan Daerah
Upaya mewujudkan Visi dan Misi maka diperlukan strategi
pembangunan yang matang. Strategi merupakan terobosan-
terobosan yang diperlukan untuk mendobrak berbagai halangan-
halangan dalam mewujudkan visi dan misi kelurahan. Adapun
strategi yang dilakukan kelurahan adalah sebagai berikut:
a. Mengoptimalkan berbagai sumberdaya kelurahan, yaitu
dengan mengembangkan dan meningkatkan potensi
kewilayahan seperti perkembangan produk unggulan Bir
Pletok, pembuatan patung ondel-ondel, penggerakan
masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
b. Membangun, meningkatkan dan memelihara semua
insfrastruktur ekonomi/sosial yang ada di Kelurahan Tengah.
c. Meningkatkan efisiensi belanja daerah dan mengoptimalkan
pendapatan daerah melalui penyampaian Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang-Pajak Bumi dan Bangunan
(SPPT-PBB) dan memantau realisasi pembayaran.
64
d. Konsistensi dalam implementasi penegakan peraturan
daerah.
e. Menerapkan sistem menejemen mutu dalam setiap pelayanan
publik.
f. Membangun model kerja sama anatara pemerintah,
masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka
menyelesaikan berbagai masalah kelurahan dan menjawab
berbagai tentangan kelurahan.
g. Mengoptimalkan berbagai sumber daya kelurahan dalam
rangka memberikan kontribusi terhadap terwujudnya
kelurahan Tengah yang nyaman dan sejahtera untuk semua.80
E. Demografi
Dalam melaksanakan strategi pembangunan diperlukan
arah kebijakan sehingga strategi yang dilakukan sesuai dengan
visi dan misi pembangunan. Pelaksanaan kebijakan kelurahan
harus sesuai dengan potensi yang dimiliki dan strategi yang akan
dilakukan. Potensi Wilayah Kelurahan Tengah saat ini sebagai
berikut:
a. LUAS WILAYAH : 202,52 ha
b. JUMLAH PENDUDUK : 48,994 jiwa
c. JUMLAH KARTU KELUARGA (KK) : 14,626 KK
d. JUMLAH RUKUN TETANGGA (RT) : 89 RT
e. JUMLAH RUKUN WARGA (RW) : 10 RW
80 Arsip Data Kependudukan Kelurahan Tengah, diambil dari BagianSekretariat Kelurahan Tengah pada hari Senin 23 September 2018 pukul13:00WIB.
65
Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Propinsi DKI Jakarta Nomor 561 tahun 1979 tentang Pemecahan
dan Pengembangan Wilayah dan Surat Keputusan Gubernur
Kepala Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor 1251 tahun 1985
tentang Perubahan Batas-Batas Wilayah Kelurahan dapat
dijelaskan bahwa wilayah Kelurahan Tengah terletak di sebelah
Selatan Wilayah Kecamatan Kramat Jati dengan luas seluruhnya
mencapai 202,52 ha, sebagaimana tercantum pada tabel I.
Tabel I luas wilayah Kelurahan Tengah Kecamatan Kramat
Jati Jakarta Timur.
No RUKUN
WARGA (RW)
LUAS
WILAYAH
(Ha)
JUMLAH
RUKUN
TETANGGA (RT)
1. RW 01 24,45 ha 11
2. RW 02 15,50 ha 9
3. RW 003 29,50 ha 7
4. RW 004 25,50 ha 12
5. RW 005 7,75 ha 4
6. RW 006 29,50 ha 13
7. RW 007 18,70 ha 11
8. RW 008 10,50 ha 5
9. RW 009 24,50 ha 9
10. RW 010 14,62 ha 8
JUMLAH 202,52 ha 89
66
F. Geografi
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Khusus Ibukota (KDKI) Jakarta Nomor D. 1-7805/a/30/75 yang
kemudian diperbaharui dengan keputusan Gubernur KDKI
Jakarta Nomor 1227 Tahun 1989, menyebutkan bahwa batas-
batas wilayah Kelurahan Tengah adalah sebagai berikut:
1. Perbatasan
a. Sebelah Utara :Jl. Inpres, Jl. SMPN 126, Jl.
Inerbang Raya
b. Sebelah Timur : Kali Biru/Jalan Raya Bogor
c. Sebelah Selatan : Jl. Trikora, Jl. H. Taiman, Jl.
Mundu, Gg. Induk
d. Sebelah Barat : Jl. Raya Tengah.
2. Titik Rawan Kriminal Kelurahan Tengah
a. Jl. H. Ali RT.005/004, RT.008/004, RT.011/004
b. Jl. SMP 209 RT.008/004
3. Rawan Narkoba
a. Pinggiran Tembok PS. Induk
RT.007/01, RT.008/001, RT.006/007, RT. 010/007
b. Jl. H. Taiman Ujung RT. 003/004, RT. 011/004, RT.
008/007, RT. 009/007
4. Rawan Perkelahian Pelajar
a. Pertigaan Hek RT.002/001, SMA Respati
Rawan Kebakaran
b. RT. 009/004 & RT. 012/004
67
5. Rawan Lintasan Banjir
a. RT. 012/004, RT.009/004, RT. 008/004, RT. 009/004,
(Lintasan Kali Induk)
b. Komplek Paspampres RT. 008/006, RT. 010/006,
(Lintasan Kali Induk)
c. RT. 002/001 (Lintasan Kali Biru) Rata-rata ketinggian 30
CM.
6. Objek Vital-Sentral Ekonomi Buah dan Sayuran
a. Pasar Induk Kramat Jati RT. 011/001
7. Sarana Pendidikan
a. SLTA : sebanyak 3 unit dan MA sebanyak 2 unit
b. SLTP : sebanyak 2 unit dan MTS sebanyak 2 unit
c. Pesantren Al-Bariyyah berada di RT. 003/003
d. SD : sebanyak 15 unit dan MI sebanyak 2 unit
e. TK : sebanyak 19 unit
8. Sarana Peribadatan
a. Masjid Baitussalam berada di RW.006
b. Masjid Fatahillah berada di RW. 005
c. Masjid Al-Bariyyah berada di RW. 010
d. Gereja Koionia berada di RW. 006
e. Gereja Pasundan berada di RW. 008
9. Sarana Kesehatan
a. Puskesmas berada di Kecamatan Kramat Jati RT.009/009
b. Puskesmas berada di Kelurahan Tengah RT.002/002
10. Sarana Perekonomian
a. Pasar Induk Kramat Jati
b. Pasar Kecil
68
11. Perumahan TNI-AD
a. Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) berada di
Bulak Rantai RW.005
b. Komplek Paspampres berada di RW. 006
c. Komplek Zeni berada di RT. 002/007.81
81 Arsip Data Kependudukan Kelurahan Tengah, diambil dari BagianSekretariat Kelurahan Tengah pada hari Kamis 19 Juli 2018 pukul 09:00WIB.
69
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Dalam bab ini penulis memaparkan hasil penelitian
tentang Pola Asuh Orangtua Single Parent dalam Mengatasi
Gangguan Emosi Anak di Kelurahan Tengah Jakarta Timur.
Format uraian yang digunakan secara deskriptif yaitu melaporkan
data dengan cara menerangkan, memberi gambaran dan
mengklasifikasikan data terkumpul apa adanya kemudian
disimpulkan.
A. Deskripsi Identitas
Informan dalam penelitian ini yaitu dua orang ibu yang berstatus
single parent, dua orang anak yang memiliki orangtua single
parent, dan dua orang tetangga dari masing-masing keluarga
single parent tersebut. Tabel 2. Menunjukkan terkait profil umum
informan.
Tabel 2. Profil umum informan
Inisial Informan Informan IS Informan ER
Status Orangtua single
parent akibat
pasangan meninggal
dunia
Orangtua single
parent akibat
perceraian dengan
pasangan
Tempat, Tanggal
Lahir
Demak, 27-Juni-1971 Solo, 20-September-
1977
70
Inisial Informan Informan IS Informan ER
Usia 47 tahun 41 tahun
Pekerjaan Buruh Wirausaha
Jumlah anak 5 2
Tahun menjanda 2011 2013
Tempat tinggal Kelurahan Tengah
Kecamatan Kramat
Jati Jakarta Timur
Kelurahan Tengah
Kecamatan Kramat
Jati Jakarta Timur
Inisial Suami (Almarhum) MW MK
Anak FS DA
Tempat, Tanggal
Lahir
29-Januari-2008 12-November-2006
Pendidikan Madrasah As-sa’adah
Kelas 5 SD
SDIT Al-Kahfi
Kelas 6 SD
Karakteristik
Anak
Tempramental,
Introvert, menarik
diri.
Tempramental,
Susah bersosialisasi
dengan keluarga.
Orang Terdekat NH RA
Status Tetangga terdekat
keluarga IS (single
parent)
Tetangga terdekat
keluarga ER (single
parent)
Usia 43 tahun 40 tahun
71
B. Deskripsi Analisis Antarsubjek
Berdasarkan data lapangan yang ditemukan bahwa
terdapat perbedaan antara informan 1 dan 2 dalam hal kegiatan
sehari-harinya maupun dalam hal mendidik anak-anaknya.
Adapun gambaran dari kedua informan tersebut, sebagai berikut:
Pertama, IS memiliki lima orang anak salah satunya anak
IS berkebutuhan khusus. Sehari-harinya IS bekerja sebagai
Buruh kupas bawang karungan yang dikirim-kirim ke rumah, dari
hasil bekerjanya IS hanya mendapat upah sebesar 50.000 rupiah
perkarungnya. IS adalah seorang ibu yang terkenal ramah di
lingkungannya, tak heran jika banyak dari sebagian masyarakat
ikut turut membantu dalam membiayai kebutuhan kelima
anaknya. Sejak dahulu IS merantau ke Jakarta dan tinggal di
kontrakan kecil dua kamar. Sejak itu IS bekerja sebagai buruh
dan suaminya bekerja sebagai Marbot Masjid Al-Mutaqin.
Keluarga IS adalah keluarga yang terbilang keluarga yang rendah
dari segi finansial apalagi mereka memiliki lima orang anak. IS
dan suami dahulu mencari nafkah selalu saling membantu satu
sama lain agar terpenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari di
rumah.
Setelah suami IS meninggal dunia, IS mengurus anak-
anaknya seorang diri dengan tetap bekerja sebagai buruh kupas
bawang di rumah agar IS bisa memantau anak-anaknya. Selama
ini IS banyak dibantu warga sekitar agar anak-anaknya tidak ada
yang putus sekolah dan dari ke lima anaknya itu tiga diantaranya
menjejaki tingkat pendidikan di Pesantren atas bantuan santunan
72
Jama’ah Majelis Ta’lim yang berada di sekitaran rumahnya.
Permasalahan yang sering timbul di keluarga IS biasanya dari
segi perekonomian keluarganya. Pasalnya, setelah suami IS
meninggal suami tidak meninggalkan materi yang cukup untuk
kebutuhan IS dan ke lima anaknya sehari-hari. Dibalik kebutuhan
sehari-hari yang makin hari tidak stabil, kondisi ini memaksa IS
sering menerima pekerjaan seperti cuci baju, gosok dan kuli
panggul di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur.
Sehari-harinya IS dalam mengurus anaknya cenderung
lebih keras, menuntun dan lebih sering membatasi. Semenjak
ayah FS sudah tiada, IS membiasakan FS menjadi pribadi yang
mandiri. IS berusaha semaksimal mungkin selalu berada di rumah
agar FS tidak merasakan kesepian. Sekecil apapun kesalahan FS
di lingkungannya, IS selalu menasehatinya, memaafkannya
walaupun agak sedikit membentak, karena bagi IS seusia FS ini
adalah masa-masa dimana sedang senang-senangnya melakukan
kesalahan tanpa memikirkan yang baik dan yang benar dengan
tidak terlalu memanjakan FS di rumah. Biasanya IS mengatasi
gangguan emosi anaknya ketika emosinya sedang tidak stabil
dengan cara menasehatinya walaupun dengan sedikit menggertak.
FS adalah anak single parent yang dikatakan cukup aktif
di lingkungannya. Sehari-harinya FS bersekolah, mengaji dan
membantu ibunya bekerja di rumah. FS termasuk anak yang
dekat dengan ayahnya, dikarenakan FS adalah anak terakhir dari
lima bersaudara, perhatian ayahnya lebih tertuju kepada FS ketika
itu. Walau ayahnya FS ketika itu hanyalah seorang buruh harian,
namun kasih sayang yang dirasakan FS sudah cukup sekali.
73
Ketika ayah FS meninggal, FS masih berumur empat
tahun. Ketika itu FS masih belum menyadari sepenuhnya tentang
kepergian ayahnya. Yang ia tahu, ayahnya pergi hanya sementara
waktu saja. namun lambat laun FS mulai mengerti tentang
kepergian ayahnya, dan semakin hari FS berusaha untuk
memahami keadaan yang dialaminya. Setelah ayahnya tidak ada,
FS terpaksa harus membantu meringankan pekerjaan ibunya di
rumah sebagai buruh. Waktu bermain FS pun agak sedikit
terbatas.
FS selama ini dididik keras dan disiplin oleh orangtuanya,
walaupun ibu FS hanya seorang buruh namun FS selalu dijaga
ketat oleh ibunya dalam bergaul dengan teman-temannya
dilingkungan sosialnya. FS diajarkan bagaimana cara
bertanggung jawab dan mandiri. Terlihat dari kegiatan FS yang
sehari-hari setelah usai sekolah FS selalu membantu ibunya
bekerja di rumah. Biasanya FS merasakan emosinya tidak stabil
itu ketika dia sedang berada di lingkungan sosialnya antara
lingkungan sekolah ataupun lingkungan rumahnya. FS cenderung
menarik diri ketika bermain bersama teman-temannya. Terkadang
ketika ibu FS mengandalkan tenaganya untuk membantu dalam
meringankan pekerjaannya, disitulah FS sering merasa sedih,
kesal, tertekan dan marah-marah sendiri.
Kedua, ER adalah informan yang memiliki dua orang
anak dari pernikahan dengan suaminya. Pekerjaan ER sehari-
harinya berjulan buah di Pasar Induk. ER adalah seorang ibu
yang pandai bergaul, namun dengan keterbatasan waktu ER di
74
rumah sehingga membuat ER jarang bersosialisasi kepada
lingkungan di rumahnya.
ER adalah seorang perantau yang berasal dari kota Solo.
Sejak itu ER hanya menjadi Ibu Rumah Tangga di rumah,
sementara suaminya adalah seorang karyawan swasta. Keluarga
ER jika dilihat dari segi finansial terbilang cukup dan mampu
dalam menghidupi kedua anaknya. Saat itu pekerjaan ER hanya
fokus untuk mengurus kedua buah hatinya, dan suaminya lah
yang mencari nafkah.
Setelah ER dan suaminya berpisah, ER memilih untuk
bekerja dengan meneruskan usaha Toko Buah milik kakaknya di
Pasar Induk Kramat Jati. ER bekerja dari mulai jam 07.00 pagi
sampai dengan sore hari jam 14.00, dan setelah itu jam 17.00
sampai jam 22.00 baru selesai berdagang. ER sebagian besar
waktunya lebih banyak di luar rumah dibandingkan di rumah.
Permasalahan yang sering timbul di keluarga ER adalah
dalam mengatur waktunya yang sangat terbatas untuk mencari
nafkah dan mengurus anak di rumah, bahkan salah satu anak
bungsunya pun yang berinisial DA pernah dipindahkan sekolah
yang lebih dekat dengan tempat usahanya ER agar ER sesekali
bisa mengantarkan DA ke sekolah. ER di usaha Toko Buahnya
tersebut sudah memiliki lima karyawan, selebihnya ER hanya
memantau saja.
ER sehari-harinya dalam mengurus DA ini cenderung
tegas, keras, menuntut dan membatasi dari segi pergaulan di
sekolah maupun di lingkungan rumahnya. ER sangat membatasi
75
DA dalam pergaulannya di lingkungan rumah, karena kondisi
pemukiman rumah yang lingkungannya sangat keras dan bebas.
Walaupun demikian, ER selalu memberikan motivasi kepada DA
agar selalu rajin dalam belajarnya. DA cenderung sangat di manja
oleh ER, apapun yang DA inginkan selalu diberikan oleh ibunya.
ER biasanya mengatasi gangguan emosi anaknya dengan cara
menuruti semua keinginan anaknya.
DA adalah seorang anak single parent yang ditinggal oleh
ayahnya karena perceraian. Sehari-harinya DA hanya bersekolah,
privat dan selebihnya bermain dengan teman-temannya. DA
adalah seorang anak yang ceria, pemalu, dan memiliki watak
keras dan DA adalah anak yang cukup dekat dengan ayahnya
sebelum bercerai. Ketika itu perhatian dan kasih sayang orangtua
DA cukup dirasakan sempurna, dengan kehadiran ibunya yang
selalu hadir di rumah setiap hari.
Ketika ayah dan ibu bercerai, DA selalu diberikan
pengertian yang penuh oleh ibunya setelah perceraian itu terjadi.
Keseharian DA setelah berpisah dengan ayahnya semakin tidak
terurus karena dengan keadaan ibu yang sibuk mencari nafkah
untuk kebutuhan hidup sehari-harinya. DA dari sejak kecil
memang sudah dimanja oleh orangtuanya. Namun setelah
ayahnya tidak ada, DA cenderung diberikan banyak pelajaran
oleh ibunya dari cara DA mandiri, disiplin, dan belajar dari
kesalahan, walaupun ibu DA sangat jarang sekali mengontrol
anak-anaknya di rumah.
76
Emosi yang tidak terkontrol biasanya dirasakan DA ketika
berada di rumah. Karena dengan pergaulan yang serba dibatasi
oleh ibunya yang membuat keadaan DA merasa tidak bebas, tidak
betah di rumah dan selalu merasakan kesepian. DA sehari-
harinya dipadatkan dengan kegiatan sekolah dan ekstrakulikuler,
inilah cara ER memberikan arahan kepada DA agar menjadi anak
yang rajin dan pandai. Namun dengan kondisi yang seperti ini
yang terus menerus, membuat DA menjadi anak yang selalu
marasa kesepian dan membutuhkan kebebasan seperti anak-anak
yang lainnya.
77
BAB V
PEMBAHASAN
Pola asuh menjadi hal yang penting bagi masa
perkembangan dan pertumbuhan anak baik dari segi fisik maupun
psikisnya dalam hal tanggung jawabnya terhadap cinta, kasih
sayang, pendidikan, serta tanggung jawabnya dalam menanamkan
nilai-nilai keagamaan pada anak. Berdasarkan hasil temuan
lapangan data dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. Gambaran gangguan emosi anak dari keluarga single parent
di Kelurahan Tengah Jakarta Timur
Pada umumnya anak-anak yang dibesarkan dari keluarga
single parent cenderung rentan mengalami kondisi finansial dan
edukasi yang lebih buruk. Selain itu, terdapat pula pengaruh
psikologis lain yang turut membentuk perilaku anak dan
pencapaiannya dalam kehidupan. Anak yang dibesarkan oleh
orangtua tunggal juga akan mengalami perasaan seperti
ditinggalkan, merasa sedih, kesepian, kecewa, sulit bersosialisasi
dan membangun koneksi dengan orang lain. Meski demikian,
kecenderungan ini tidak pasti berlaku untuk semua anak dan tetap
bergantung pada gaya bimbingan dan didikan orangtua masing-
masing meski hanya dilakukan seorang diri (orangtua tunggal).
Sebagaimana yang dijelaskan oleh IS selaku orangtua tunggal
pertama:
“Sejauh ini saya selalu berusaha memberikan yang terbaikuntuk anak. namun dengan kondisi ekonomi kami yangterbatas, sehingga anak sering sekali mengeluhkan kondisi
78
kami sekarang ini. Saya maklum, mungkin anak inginkebutuhan dari segi finansial dan sikologisnya terpenuhiseperti teman-temannya di luar sana. Karena setiap kalidia pulang sekolah, saya selalu memerintahkannya untukmeringankan pekerjaan saya dahulu lalu sayamengizinkannya untuk bermain dengan temannya, dengankondisi seperti ini yang membuat anak tertekan dan lebihasik di luar rumah bahkan sering lupa waktu untuk pulangkerumah”82
Dari penjelasan tersebut salah satu gangguan yang sering
terjadi kepada anak IS adalah anaknya cenderung lebih
melampiaskan emosinya di luar rumah menghabiskan waktu
bermain bersama teman-temannya. Pada dasarnya, anak usia dini
itu adalah masa ketika anak memilih dan menyesuaikan dirinya
terhadap lingkungan. Tugas orangtua mengawasi dan
memberikan batasan-batasan agar anak tidak salah dalam
memilih teman bergaul sehari-hari. Menurut penuturan NH
selaku tetangga IS, menjelaskan:
“Seperti layaknya anak-anak yang lain, si anak sukamelebih-lebihkan waktu bermain di luar, kadang ibunyamuter-muter mencari anaknya dimana. Anak si termasukanak yang cenderung penurut di rumah, sering membantupekerjaan ibunya setiap pulang sekolah, akan tetapi kalausudah disamper teman-temannya bermain, dia merasaterbebaskan dari beban di rumah dan pergi bermainhingga larut”.83
Kita bisa lihat bahwa anak yang hidup tanpa ayah
cenderung lebih memilih bebas, memiliki dunianya sendiri, dan
82 Wawancara Pribadi dengan IS, Orangtua Single Parent Kel:Tengah, 12 Agustus 2018.
83 Wawancara Pribadi dengan NH, Tetangga Terdekat OrangtuaSingle Parent Kel: Tengah, 12 Agustus 2018.
79
ingin mendapatkan pengakuan dari lingkungan sekitarnya. FS
mengungkapkan bahwasannya:
“Kalau saya sedang istirahat di rumah, kadang saya sukakesal kalau ibu memerintahkan saya untuk membantupekerjaannya, jadi saya lebih memilih untuk bermain diluar. Tapi kadang-kadang saya seringkali tiba-tibakepikiran sendiri, suka tiba-tiba merasa sedih karenangebiarin ibu bekerja di rumah sendirian, sedangkankakak-kakak saya yang lainnya kan semuanya di pondokpesantren masing-masing.”84
Pada dasarnya, gejolak emosi anak pada umumnya sama,
yaitu tidak ingin melihat orangtuanya kesusahan. Konflik yang
sering terjadi pada emosi anak ketika anak melihat kehidupan
teman-temannya yang cenderung lebih sejahtera dari dirinya, lalu
anak akan berusaha menemukan kenyamanan di luar rumah
karena dengan kondisinya yang hidup tanpa ayah, rata-rata
menyebabkan anak lebih berani membantah perintah sang ibu,
karena sosok ibu yang lemah lembut dan selalu saja menuruti
keinginan anak. Beda dengan pribadi seorang ayah yang tegas,
keras, hingga ditakuti kalau anak ingin membantah perintahnya.
FS menjelaskan sebagai berikut:
“Terkadang saya suka sedih, kalau melihat teman-temansaya sekolah dijemput ayahnya masing-masing, ketikawaktu libur tiba orangtua mereka selalu memberikanwaktu luangnya untuk mengajak anaknya sekedar jalan-jalan. Sedangkan saya mau meminta sama siapa, ayahsudah tiada ibu pun sibuk ngupas bawang di rumah,kendaraan pun kami tidak punya.”85
84 Wawancara Pribadi dengan FS, Anak Single Parent Kel: Tengah,12 Agustus 2018.
85 Wawancara Pribadi dengan FS, Anak Single Parent Kel: Tengah,12 Agustus 2018.
80
Bagaimanapun kondisinya, setiap orang tentunya
menginginkan keluarga yang harmonis dan lengkap, namun
ketika kematian harus terjadi, maka dengan kondisi seperti ini
keluarga yang ditinggalkan harus hadapi semuanya meskipun
berat, apalagi dengan keadaan keuangan yang semakin sulit
didapat. Terkadang anak akan menuntut ingin seperti teman-
teman yang lainnya, anak akan mengalami masa jenuh, masa
mereka tidak merasa bahagia, dan ada masanya mereka mengerti
akan kondisi keluarga yang saat ini sudah terjadi. Jadi dengan
kondisi emosi anak yang belum stabil, tugas orangtua semampu
mungkin agar lebih cerdas lagi dalam mengelola waktunya antara
pekerjaan dan anak.
Seperti yang terjadi dengan keluarga ER, yang
menjelaskan bahwa:
“Ya yang namanya seorang single parent kan semuanyaharus serba bisa sendiri, bisa membagi waktu antaramencari nafkah dan mengurus keperluan anak-anak dirumah. Sebisa mungkin saya harus menyempatkan diriuntuk memantau anak-anak di rumah. Tapi terkadangwaktu saya lebih banyak di luar rumah, jadi anak sudahterbiasa mengerjakan apa-apanya sendiri.86
Menurut ER, kesulitan yang dialaminya adalah dalam
membagi waktunya untuk anak. Dilihat dari segi materi ER
termasuk keluarga yang berkecukupan, namun dalam segi waktu,
ER sulit membagi waktunya untuk di rumah. Karena
kesibukannya berdagang di pasar Induk Kramat Jati, berdagang
memiliki waktu yang tidak menentu karena pasar buka 24 jam,
86 Wawancara Pribadi dengan ER, Orangtua Single Parent Kel:Tengah, 12 Agustus 2018.
81
sehingga beban waktunya semakin sulit untuk dibagi kepada
anak-anaknya. Menurut penuturan RA, selaku orang terdekat ER,
mengungkapkan sebagai berikut:
“Sejauh ini saya mengenal ER ini adalah wanita yangpekerja keras, namun dia jarang sekali berada di rumah.Seringkali ER menitipkan anaknya sama saya. Biasanyasaya dititipkan uang untuk keperluan anak-anaknya makansiang dan malam, atau hanya sekedar memeriksa kondisidi rumahnya saja.”87
Bisa dilihat dari penurturan RA bahwa gangguan emosi
yang terjadi terhadap DA, dia terlihat memiliki dunianya sendiri
dan cenderung mencari kesenangan di luar rumah. ketika anak
merasa keluarganya tidak mampu membuatnya merasa lebih
nyaman, maka dia akan berusaha mencarinya di luar. Seperti
yang kita ketahui interaksi didalam keluarga, kurangnya
pengawasan, minat, dan perhatian, dapat mengakibatkan atau
memperburuk kesulitan emosional yang ada. ER mengungkapkan
kebenarannya, bahwa:
“Saya merasakan sianak ketika orangtuanya berpisah itucenderung lebih pendiam dan menutup diri, karena anakini dari kecilnya memang sangat dekat sekali denganayahnya. Terkadang sianak sering sekali mengungkit yanglalu-lalu ketika kami masih bersama-sama, sianak menjadicenderung lebih keras dan cuek dengan lingkungan disekitarnya. Kalau untuk urusan belajarnya sih, tidak adapenurunan dalam nilai-nilai ujiannya di sekolah, akantetapi untuk tingkat nilai menghafal anak saya di sekolahmulai menurun. Entah karena sianak terlalu berlebihan
87 Wawancara Pribadi dengan RA, Tetangga Terdekat Single ParentKel: Tengah, 12 Agustus 2018
82
bermain game nya atau memang dari faktor kondisikeluarga yang kurang mendukung”.88
Sejalan dengan penuturan ER yang merasakan perbedaan
terhadap kondisi anak pada saat ini, penulis mencari
kebenarannya langsung kepada DA selaku anak yang berorangtua
tunggal mengakui bahwa:
“Sedihlah ditinggal sama ayah, soalnya biasanya sayasetiap waktu libur tiba, pasti kami selalu diajak jalan-jalankeluar rumah meskipun hanya sekedar mencari angin sajadidekat-dekat rumah. Biasanya dulu ayah bekerja, dan ibuyang mengurus kami sepenuhnya di rumah. Sekarang ibusibuk bekerja di luar, pulangnya keseringan dari pagisampai jam 10 malam baru sampai rumah. Di rumah sayaberusaha belajar mandiri, karena saya memiliki satuKakak perempuan saja yang terkadang pulangnya punsering telat karena kuliah. Jadi kalau saya sendirian dirumah ya palingan saya main game atau main Warnet diluar sama temen-temen atau ngumpul di Pos dekatrumah”89
Bisa dilihat kembali bagaimana suasana di tempat tinggal
keluarga yang tanpa ayah. Anak cenderung akan merasa kesepian
yang sangat mendalam apalagi dengan kondisi penghuni rumah
yang semuanya sibuk di luar, terlebih apabila anak harus dituntut
untuk bersikap mandiri sebelum usianya tepat pada waktunya.
Seharusnya anak mendapatkan perhatian yang lebih dari kedua
orangtuanya, namun sebaliknya anak lebih merasa jenuh pada
dirinya dan lingkungannya, karena kondisi lingkungan
perumahan yang sepi, dan kondisi rumah yang semuanya sibuk,
88 Wawancara Pribadi dengan Ibu ER, Orangtua Single Parent Kel:Tengah, 12 Agustus 2018.
89 Wawancara Pribadi dengan DA, Anak Single Parent Kel: Tengah,12 Agustus 2018.
83
yang menyebabkan anak cenderung lebih tertutup dengan
lingkungan sekitarnya.
Menurut Goleman emosi merujuk kepada suatu perasaan
dan pikiran yang khas, yaitu suatu keadaan biologis dan
psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.90
Sekarang ini banyak teori muncul untuk mencoba
menjelaskan sebab-musabab gangguan emosional. Menurut
Hauck Teori-teori tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga
kategori yaitu teori lingkungan, teori afektif, dan teori kognitif.
1. Teori lingkungan
Teori lingkungan ini menganggap bahwa penyakit mental
diakibatkan oleh berbagai kejadian yang menyebabkan timbulnya
stres. Pandangan tersebut beranggapan bahwa kejadian ini sendiri
adalah penyebab langsung dari ketegangan emosi. Orang awam
tidak ragu-ragu untuk menyatakan, misalnya, bahwa seorang
anak menangis karena ia diperolok. Ia percaya secara harfiyah
bahwa olok-olok itu adalah penyebab langsung tangisan tersebut.
Menurut pandangan ini, tekanan emosional baru bisa
dihilangkan kalau masalah “penyebab” ketegangan tersebut
ditiadakan. Selama masalah tersebut masih ada, biasanya tidak
banyak yang bisa dilakukan untuk menghilangkan perasaan-
perasaan yang menyertainya. Karena yang disebut lebih dahulu
diduga sebagai penyebab dari yang belakangan, secara logis bisa
dikatakan bahwa penghilangan masalah selalu dapat
menghilangkan kesukaran. Memang, demikianlah yang sering
90Daniel Goleman,Emotional Intelligence , (Jakarta:PT Gramedia PustakaUtama, 2002), h. 411.
84
terjadi, tetapi ini belum tentu dapat menghilangkan reaksi
emosional yang kuat sekali jika reaksi itu terjadi (Hauck,
1967).91
Menurut Russell, lingkungan emosional yang tepat bagi
seorang anak merupakan suatu hal yang sulit, dan tentu saja
bervariasi menurut usia anak. Sepanjang masa kanak-kanak, ada
kebutuhan untuk merasa aman, meskipun kian berkurang. Untuk
maksud ini kata Russell, kebaikan hati dan suatu rutinitas yang
menyenangkan merupakan hal pokok. Hubungan dengan orang-
orang dewasa hendaknya merukapan hubungan bermain dan
ketentraman fisik, bukan berupa belaian emosional. Menurut
Russell, hendaknya ada keintiman dengan anak-anak lain di atas
segalanya, hendaknya ada peluang bagi inisiatif dalam kontruksi,
dalam eksplorasi, dan kearah intelektual serta seni.
2. Teori Afektif
Pandangan profesional yang paling luas dianut mengenai
gangguan mental adalah pandangan yang berusaha menemukan
pengalaman emosional bawah sadar yang dialami seorang anak
yang bermasalah dan kemudian membawa dari sudut yang lebih
realistik. Sebuah rasa takut dan rasa salah tersebut disadari, anak-
anak itu diperkirakan hidup dengan pikiran bawah sadar yang
dipenuhi dengan bahan-bahan yang menghancurkan yang tidak
bisa dilihat, tetapi masih sangat aktif dan hidup. Ia bisa cemburu
dan membenci ayahnya yang ditakutkan akan melukainya karena
pikiran-pikiran jahat tersebut. Anak itu mungkin merasa bersalah
91 Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2003), h. 407.
85
karena rasa bencinya itu amat berharap mendapat hukuman atas
kejahatannya. Karena tidak menyadari kebenciannya itu, anak
tidak menyadari bahwa banyak kejadian tidak masuk akal terjadi
atas dirinya sebenarnya adalah alat untuk menghukum dirinya
sendiri.
Menurut pandangan ini, bukan lingkungan, tetapi
kehilangan ayah yang menimbulkan gangguan, tetapi perasaan
bawah sadar anak (anak secara teknis dikatakan efeksi).
Kelepasan bahwa bisa dicapai bila perasaan tersebut dimaklumi
dan dihidupkan kembali dengan seseorang yang tidak akan
menghukum anak tersebut atas keinginan-keinginannya yang
berbahaya.92
3. Teori Kognitif
Sekarang ini, hanya satu teori kognitif utama yang patut
dibicarakan, yakni “psikoterapi rasional emotif” yang ditemukan
oleh Albert Ellif menurut teori ini, penderitaan mental disebabkan
langsung oleh masalah kita atau perasaan bawah sadar kita akan
masalah tersebut, melainkan dari pendapat yang salah dan
irasional, yang disadari maupun tidak disadari masalah-masalah
yang kita hadapi bersama. Untuk mengembalikan keseimbangan
emosi, kita perlu mengindetifikasi ide-ide yang ada pada sianak;
kemudian, melalui penggunaan logika yang ketat, ia diperlihatkan
dan diyakinkan betapa tidak rasionalnya ide-ide tersebut; dan
akhirnya dia didorong untuk berperilaku berlainan melalui sudut
92 Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2003), h. 408.
86
pengetahuan yang baru. Hanya inilah yang diperlukan untuk
memenangkan gangguan emosional.
Penulis menemukan kasus gangguan emosi pada anak
yang terdapat pada dua keluarga IS dan ER dominan masuk
kedalam teori lingkungan, yang beranggapan bahwa penyebab
gangguan emosi anak yang tidak stabil diakibatkan oleh berbagai
kejadian yang tidak diinginkan oleh anak seusianya. Hal ini yang
akan menimbulkan stres yang berkepanjangan, karena anak akan
selalu merasa tidak diterima kondisinya pada saat ini. Anak akan
cenderung lebih menuntut haknya dan anak akan merasa tidak
nyaman bersama keluarganya tersebut.
Dampak hal tersebut anak akan merasa ingin bebas, anak
akan melakukan hal-hal aneh di luar kehendak orangtua, dan anak
akan berbuat semaunya tanpa persetujuan orangtuanya. Emosi
anak seusia mereka cenderung lebih membutuhkan kasih serta
perhatian yang lengkap dari kedua orangtuanya. Anak akan selalu
melihat kehidupan teman-temannya di sekolah bagaimana mereka
mendapatkan kasih sayang yang utuh dari kedua orangtuanya.
Namun, gangguan emosi anak bisa berbeda-beda jika dilihat dari
kondisi anak yang ditinggal cerai dan anak yang ditinggal mati.
Anak yang ditinggal mati cenderung dirinya lebih menarik diri,
tertutup, dan pemalu, namun anak yang ditinggal cerai oleh
orangtuanya cenderung lebih keras, berani, dan egois. Dari kedua
sebab ini yang akan menimbulkan perasaan anak ingin bebas,
tidak mau diatur, dan mereka meluapkan emosinya di luar
lingkungan keluarganya.
87
Tabel 3. Indikator perilaku anak dengan gangguan emosi
yang dialami oleh “FS dan DA”. Pada tabel 3 dapat dilihat
perilaku anak dengan gangguan emosi yang dialami oleh kedua
anak single parent.
Tabel 3. Indikator Perilaku Anak Dengan Gangguan Emosi.
INDIKATOR PERILAKU FS DA
1. Intelegensi dan
Prestasi Belajar
Memiliki intelegensi
di bawah normal atau
mengalami kesulitan
belajar atau
menunjukkan
performa akademik
yang rendah.
X
FS pintar dalam
pelajaran agama
X
DA pintar
dalam pelajaran
umum dan
ekstrakulikuler
2. Karakteristik
Sosial dan
Emosi Agresif,
acting out
behavior
(externalizing)
Conduct disorder atau
gangguan perilaku
seperti perilaku
memukul, bertinju,
berkelahi ,mengejek,
berteriak, menolak
untuk menuruti
permintaan orang lain,
memeras, menangis,
merusak, dan
vandalisme.
FS sering berkelahi
dengan temannya.
DA sering
mengejek
teman-
temannya.
88
INDIKATOR PERILAKU FS DA
3. Immature,
withdrawl
behavior
(internalizing)
Perilaku immature
(tidak matang atau
kekanak-kanakan) dan
menarik diri. Mereka
mengalami
keterasingan sosial
hanya mempunyai
beberapa orang teman,
jarang bermain
dengan anak
seusianya dan kurang
memiliki keterampilan
sosial yang
dibutuhkan untuk
bersenang-senang.
Mereka mengasingkan
diri untuk berkhayal,
merasakan ketakutan
yang melampaui
keadaan sebenarnya,
mengeluhkan rasa
sakit yang sedikit dan
membiarkan penyakit
mereka terlibat dalam
aktivitas normal.
FS sering melamun,
merasakan ketakutan
yang melampaui
keadaan yang
sebenarnya.
DA sering
merasakan
ketakutan dan
terlalu
menganggap
berlebihan
terhadap
penyakitnya jika
sedang sakit.
89
INDIKATOR PERILAKU FS DA
4. Externalizing Bersikap
membangkang
Ya, FS sering
membangkang
apabila
diperintahkan ibunya
membantu pekerjaan
ibu rumah tangga
seperti menyapu,
mencuci piring, dan
mencuci pakaian.
Ya, DA sering
membangkang
ketika
dinasehati oleh
orangtuanya
agar tidak
bergaul dengan
teman-teman
yang tidak baik,
dan DA juga
nekat
berpacaran
diusianya yang
masih belia.
5. Externalizing Mudah terangsang
emosinya/ emosional/
mudah marah
FS sering marah-
marah tidak jelas,
karena masalah
kecil.
DA mudah
sekali marah
dan gampang
tersulut
emosinya.
90
6. Externalizing Sering melakukan
tindakan agresif,
merusak, mengganggu
FS sering
mengganggu teman-
temannya ketika
bermain.
X
DA ketika
mengalami
gangguan emosi
tidak merusak
atau
mengganggu
orang lain.
7. Externalizing Sering bertindak
melanggar norma
sosial/ norma susila/
hukum
FS sering mencuri
uang temannya di
sekolah
DA sering
pacar-pacaran
padahal DA
masih kelas 6
SD
B. Gambaran pola asuh yang diterapkan oleh orangtua single
parent terhadap anak di Kelurahan Tengah Jakarta Timur
Pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak
dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola asuh
dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan
orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti
makan, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti
rasa aman, kasih sayang, perlindungan, dan lain-lain), serta
sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak
dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Pola asuh juga
91
meliputi pola interaksi orangtua dengan anak dalam rangka
pendidikan karakter anak
Bisa dijelaskan bahwa pola asuh adalah sebagai pola sikap
atau perlakuan orangtua terhadap anak yang masing-masing
mempunyai pengaruh tersendiri terhadap perilaku anak antara
lain terhadap kompetensi emosional, sosial, dan intelektual.93
Dari penjelasan tersebut, pola asuh orangtua pada
dasarnya merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama
mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti
orangtua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta
melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan
norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Kondisi keadaan emosional seorang anak single parent
sangat rentan dan selalu dikaitkan dengan tata cara pola asuh
orangtua mereka masing-masing. Emosional mereka cenderung
naik turun dan terkadang sulit untuk mengontrolnya. Oleh karena
itu peran orangtua benar-benar menentukan apakah seorang anak
mampu mengendalikan emosionalnya ketika ada dan tidak
adanya masalah.
Seperti halnya yang penulis temukan di Kelurahan
Tengah, bahwa berbagai bentuk permasalahan yang dialami oleh
anak yang berorangtua single parent akan mengalami berbagai
bentuk perubahan emosionalnya. Anak yang diasuh oleh orangtua
single parent akan cenderung lebih keras, dan tidak peduli
dengan apa yang terjadi di lingkungannya, anak yang berorangtua
93 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 51.
92
single parent juga akan cenderung lebih nakal dari anak-anak
yang lain. Selain itu pengasuhan orangtua tunggal juga akan
menjadikan seorang anak menjadi lebih berani.
Menurut Hurlock, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi pola asuh orangtua, yaitu :
a. Tingkat sosial ekonomi
Orangtua yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah
lebih bersikap hangat dibandingkan orangtua yang berasal dari
sosial ekonomi yang rendah.
b. Tingkat pendidikan
Latar belakang pendidikan orangtua yang lebih tinggi dalam
praktek asuhannya terlihat lebih bijak dalam mengasuh anaknya
mereka menjadi lebih siap karena memiliki pemahaman yang
lebih luas, sedangkan orangtua yang memiliki latar belakang
pendidikan terbatas, memiliki pengetahuan dan pengertian yang
terbatas mengenai kebutuhan dan perkembangan anak sehingga
kurang menunjukkan pengertian dan cenderung akan
memperlakukan anaknya dengan ketat dan otoriter.
c. Kepribadian
Orangtua dapat mempengaruhi penggunaan pola asuh.
Orangtua yang konservatif cenderung akan memperlakukan
anaknya dengan ketat dan otoriter.
d. Jumlah anak
Orangtua yang memiliki banyak anak kurang memperoleh
kesempatan untuk mengadakan kontrol secara intensif antara
93
orangtua dan anak, karena orangtua secara otomatis berkurang
perhatiannya pada setiap anak.94
Pada dasarnya banyak sekali pelajaran unik yang kita
dapat ketika mengulik persoalan tentang pola asuh orangtua
single parent dan anak-anaknya, antara didikan pola asuh
orangtua yang lengkap dan didikan pola asuh orangtua yang
single parent itu sangat berbeda.
Keluarga orangtua single parent biasanya memiliki cara-
cara tersendiri dalam pengasuhan anak. Mereka para single
parent sadar bahwa keluarga mereka memiliki kekurangan yang
tidak dimiliki seperti keluarga yang utuh. Pengasuhan dan
pendidikan anak merupakan bagian-bagian dari proses sosialisasi
yang paling penting dan mendasar, karena fungsi tersebut untuk
mempersiapkan anak menjadi warga masyarakat yang baik.
Dalam keluarga, anak mempunyai banyak arti dan fungsi, anak
dapat menjadi tumpuan harapan keluarga, anak dapat menjadi
tempat untuk mencurahkan segala perasaan orangtua, dan anak
dapat menjadi generasi penerus orangtua.
Meskipun pola pengasuhan anak terbagi menjadi empat
bagian, tetapi pembagian ini bukan merupakan hal yang baku,
karena tidak ada orangtua yang sempurna. Orangtua adalah
manusia yang bereaksi berbeda diberbagai jenis situasi,
tergantung pada mood dan lingkungan mereka. Dalam
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kepentingan
anak tersebut, seringkali orangtua sedikit memaksa atau menuntut
94 Hurlock Elizabeth B., Psikologi Perkembangan Suatu PendekatanSepanjang Masa, (Jakarta: Erlangga, 1997), h. 402.
94
batasan-batasan anaknya baik itu dengan siapa anak bermain, dan
bergaul di lingkungan rumah ataupun sekolahnya, tujuannya agar
anak memiliki pendirian yang matang. Sehubungan dengan ini, IS
menjelaskan bahwa:
“Saya mendidik anak dengan keras itu karena sayasayang. Yang namanya pergaulan anak jaman sekarangkan ya, orangtua engga bisa meleng sedikit. Apalagi kalauanak saya berkelahi, berbuat ulah yang tidak wajar sayatidak segan-segan memukulnya, ya walaupun mukulnyatidak keras cuma sekedar gertakan saja, dan setelahnyabaru saya menasehatinya kalau perbuatannya itu tidakbaik dan biar dia kapok juga”95
Cara mengasuh anak dari setiap ibu memiliki ciri dan
khasnya masing-masing, apalagi di zaman sekarang orangtua
dituntut untuk pandai menerapkan didikan serta asuhan untuk
anak. dengan usia anak yang bisa dikatakan cukup rentan antara
8-12 tahun itu masa dimana anak-anak sedang berusaha untuk
diterima di lingkungan atau kelompok. Hal ini yang memaksa IS
untuk tidak selalu memanjakan anaknya dan berusaha
mendisiplinkan anak-anaknya. IS berpendapat bahwasannya:
“Kalau anak saya males-malesan di rumah, saya seringsekali menegurnya. Karena biar bagaimanapun, dia harusmemahami kondisi keluarga kita yang sekarang ini lho ya.Kadang saya setiap sorenya setelah dia pulang mengaji,saya pasti menyuruh dia bersih-bersih rumah. Karena kandi rumah saya ngupas bawang dari pagi sampai malam,jadi saya membagi-bagi tugas kepada anak saya untuk
95 Wawancara Pribadi dengan IS, Anak Single Parent Kel: Tengah,14 Agustus 2018.
95
bersikap mandiri dengan hanya sekedar membersihkanrumah, atau meringankan saya mengupas bawang”96
IS menambahkan lagi percakapannya, bahwa:
“Kalau mendengar anak ngedumel atau mengeluh si sayasering ya, apalagi kalau dia lagi disuruh bersih-bersihrumah tuh pasti ada saja alasannya kadang dia mengeluhcapek, ngantuk, atau disamper teman-temannya main, tapisaya pura-pura tidak mendengar saja. Karena kanbagaimanapun keluhan anak bagi saya itu hal yang wajar,tugas anak sebisa mungkin harus dikerjakan dahulu agardia terbiasa belajar jadi orang yang bertanggung jawab”97
IS membiasakan anaknya agar belajar disiplin di usia dini,
walaupun IS menuntut dan bersikap keras terhadap anak. Wajar
saja jika setiap anak memiliki banyak sekali keluhan-keluhan
terhadap orangtuanya, karena anak belum mampu memahami
dengan sepenuhnya bagaimana kondisi orangtuanya pada saat itu.
Semakin bertambahnya usia anak, interaksi antara orangtua dan
anak berubah, orangtua akan memperluas teknik kedisiplinannya
terhadap anak termasuk penalaran, instruksi, isolasi, hukuman,
ganjaran, dan tanggung jawab terhadap tingkah lakunya.
IS menceritakan secara singkat perjuangan dan keluh
kesahnya menjadi orangtua tunggal selama ini, IS menyatakan
bahwasannya:
“Saya itu bukan seorang ibu yang memiliki pendidikantinggi. Saya banting tulang mencari nafkah untukmenghidupi lima orang anak, karena salah satu darikelima anak saya adalah anak yang berkebutuhan khusus.
96 Wawancara Pribadi dengan IS, Anak Single Parent Kel: Tengah,14 Agustus 2018.
97 Wawancara Pribadi dengan IS, Anak Single Parent Kel: Tengah,14 Agustus 2018.
96
Ketiga anak saya di pesantrenkan di daerah Bogor dibantudengan biaya seikhlasnya dari masyarakat. Selebihnyasaya di rumah hanya tinggal bertiga dengan FS danabangnya yang berstatus ABK. Tapi sejauh ini saya lebihmemfokuskan perhatian saya kepada abangnya FS yangberstatus ABK tersebut karena dia lebih membutuhkanperhatian saya ketimbang FS. Makanya saya mendidik FSini dengan keras ya karena dia harapan saya satu-satunyayang meringankan pekerjaan saya di rumah. Kadang kalaukebutuhan rumah tangga sedang membutuhkan banyakbiaya, saya memerlukan tenaga FS untuk ikut membantukerjaan saya sebagai pengupas bawang karungan”98
Dari penuturan IS tersebut menjelaskan bahwa tuntutan
keluarga mempengaruhi pola asuh nya terhadap anak. Interaksi
yang terjadi antara IS dan anaknya FS berlangsung kurang
individual dan terbatas, karena dengan kehadiran abangnya FS
yang lebih membutuhkan perhatian khusus dari ibunya ketimbang
FS. Terutama dengan lingkungan rumah yang sempit dan
ekonomi yang terbatas, cenderung IS lebih Authoritarian dan
lebih sering menggunakan hukuman fisik atau ancaman. Karena
ketika orangtua merasa lelah cenderung merasa kehilangan
kontrol dirinya, jadi merasa sering tidak sabar, marah-marah yang
tidak jelas, dan hal ini dapat menimbulkan stres pada orangtua.
Akhirnya cara orangtua dalam mengasuh anaknya makin tidak
stabil dan tidak terkontrol, sehingga anak akan merasakan
imbasnya dari persoalan-persoalan tersebut.
Dengan memastikan keseharian IS sehari-hari, dengan ini
penulis mewawancarai tetangga terdekat IS. Menurut penuturan
NH selaku tetangga terdekat IS menjelaskan:
98Wawancara Pribadi dengan IS, Anak Single Parent Kel: Tengah, 14Agustus 2018.
97
“Sejauh ini saya melihat perlakuan IS terhadap anaknya sicenderung lebih keras, tapi bukan dalam artian kasar ya.IS membiasakan anak-anaknya mandiri dan hidup dengankesederhanaan. Akan tetapi ya namanya anak kecil kankalo dikerasin kadang suka nambah tidak nurut ya,terkadang IS memperlakukan anaknya agak sedikitmembentak atau mencubitnya. Apalagi ketika si anak FSsering sekali iri-irian kepada abangnya yang berstatusABK.”99
Berdasarkan penjelaskan NH sesuai yang disaksikan
sehari-harinya di dalam keluarga IS. NH mengungkapkan
bahwasannya IS setelah menyandang status single parent
cenderung berperilaku sedikit lebih keras, tegas dan memaksa,
mungkin inilah salah satu cara pola asuh yang baik yang
diterapkan IS kepada anaknya FS. IS menyesuaikan pengasuhan
anak dengan situasi, kondisi, kemampuan dan kebutuhan anak.
Akan tetapi menurut penulis, usahakan anak mudah paham
dengan apa yang kita inginkan tanpa merasa ada paksaan, tekanan
namun atas dasar kesadaran diri sendiri. Usahakan komunikasi
antara IS dan FS juga dilakukan secara terbuka dan
menyenangkan dengan batasan-batasan tertentu, agar anak
terbiasa terbuka pada orangtua ketika ada yang mengganggu
pikirannya.
Bersamaan dengan ini, FS selaku anak yang berorangtua
tunggal juga ikut mengutarakan perasaannya. FS menjelaskan
bahwa:
“Sifat ibu di rumah baik layaknya ibu di luar sana, akantetapi ibu saya tuh perhatiannya cuma sama abang saya
99 Wawancara Pribadi dengan NH, Anak Single Parent Kel: Tengah,14 Agustus 2018.
98
saja, abang saya mah bebas mau main kapan aja, dan mauminta apapun juga selalu diturutin. Kalau saya yang mintaselalu disuruh-suruh dulu, ngupas bawang dulu atau sayadisuruh bantuin ibu nimba air di sumur dulu. Kadangkalau abang saya belum pulang-pulang kerumah juga ibunyalahinnya saya, ngomelinnya saya, dan saya juga yangdisuruh mencari kemana abang saya bermain.”100
Kasus yang sering timbul di kalangan keluarga single
parent bisa dilihat konflik di dalam keluarga IS. Anak FS
mempunyai keluhan tersendiri, dia merasa dihiraukan oleh ibunya
dan berfikiran kalau ibunya pilih kasih dan tidak menyayanginya.
Pada hakikatnya anak perempuan yang tidak memiliki ayah
cenderung lebih membutuhkan kasih sayang dan penerimaan
terhadap keluarganya dibandingkan dengan anak laki-laki yang
tidak memiliki ayah. Hubungan orangtua yang tidak seimbang
dengan emosional dan perilaku menyimpang anak seperti depresi,
kegelisahan, agresif, dan perilaku suka menganggu membuat
anak merasa diabaikan karna merasa kurang mendapatkan kasih
sayang. Bagaimanapun kondisinya, rumah adalah tempat terbaik
bagi anak untuk tumbuh dan berkembang di bawah pengasuhan
orangtuanya. Selanjutnya IS menjelaskan sebagai berikut:
“Kalau FS melakukan kesalahan terkadang saya sukasedih sendiri gitu, saya merasa menjadi sosok ibu yanggagal. Disini saya mencoba menasehatinya menanyakankebenarannya dengan dia dan teman-temannya dan kalauanak saya yang salah, saya yang mengintropeksi diri sayadulu. Contohnya bukan sekali dua kali saya mendengaranak saya kata temannya mencuri uang temannya disekolah, awalnya saya tidak percaya FS melakukannya,
100Wawancara Pribadi dengan FS, Anak Single Parent Kel: Tengah,14 Agustus 2018.
99
karena FS saya tanya juga cuma nangis dan enggan untukterbuka, cuma ya gimana seandainya memang dia yangbersalah, saya cuma bisa berdoa mengelus dada sajakarena ini mungkin juga salah saya, yang tidak bisamencukupi kebutuhan FS dengan sepenuhnya.”101
Menurut IS saat anak-anak melakukan kesalahan itu
adalah suatu hal yang wajar karena yang namanya anak-anak
belum mampu mengetahui sepenuhnya mana yang benar dan
salah. Tugas sebagai orangtua yaitu menasehati anak jangan
sampai mengulangi hal yang sama dan menanyakan dulu
penyebabnya anak melakukan itu karena butuh dan takut untuk
terbuka kepada ibunya.
ER mengungkapkan keterlibatan dalam mengurus
anaknya itu sedikit, karena kesehariannya ER mengisi waktunya
dengan mencari nafkah untuk kebutuhan biaya anak sekolah. ER
menceritakan permasalahan anaknya sehari-hari sebagai berikut:
“DA itu sebenarnya anak yang terbuka sekali ketika kamibelum bercerai, namun setelah ayah dan ibunya berpisahdia jadi lebih sering banyak menuntut saya. Kalau sayatidak mengabulkan permintaannya walaaah pasti dialangsung ngamuk sejadi-jadi nya. DA ini dulunya sangatterbuka dan dekat sekali dengan ayahnya, makanya diatumbuh menjadi anak yang manja karena ulah ayahnyayang sering menuruti apapun kemauannya. Ya contohnyaseperti gadget saja, dulu ketika masih ada ayahnya, anaktidak terlalu ketergantungan game di gadgetnya, dansetelah kami berpisah dengan ayahnya dia cenderunglebih ketergantungan gedget dan sama sekali sulit untuk
101 Wawancara Pribadi dengan IS, Anak Single Parent Kel: Tengah,14 Agustus 2018.
100
dicegah, ataupun saya hanya menyita gadgetnyasementara saja, itu dia pasti ngambeknya luar biasa.”102
Anak perempuan cenderung lebih dekat dan perasaannya
lebih peka terhadap seorang ayah dibandingkan dengan
kedekatannya terhadap ibunya. Jika seorang anak sudah
merasakan kehilangan titik kenyamanannya, maka disini emosi
anak akan cenderung lebih bersifat agresif dan tidak menentu.
Pada dasarnya anak seusia DA ini sedang mengalami masa yang
sifatnya cenderung lebih aktif, mandiri, mencari-cari, dan mampu
mengekspresikan bermacam-macam jenis emosi.
Maka peran ibu single parent harus lebih memberikan
kepercayaan yang penuh untuk anak, agar anak menemukan titik
kenyamanan tidak hanya pada ayahnya, bagaimanapun seorang
anak membutuhkan tingkat kepercayaan diri yang besar untuk
bisa berinteraksi dengan dunia luar, dari sinilah ibu single parent
harus memberikan contoh dan arahan kepada anak agar anak
tidak menarik diri dari lingkungan keluarga ataupun sosialnya.
Adapun menurut penuturan orang terdekat ER, informan
RA menjelaskan lebih detail tentang keseharian keluarga ER
sebagai berikut:
“Keluarga ER kalau dilihat sekilas ya terlihat baik-baiksaja antara hubungannya terhadap anak ataupun terhadaptetangga sekitarnya. Namun sejauh ini pendapat sayamengenai keluarga ER itu kalau menghukum anaknyakasar, dan dari bahasanya juga seperti itu, mungkin karenafaktor lingkungan sehari-harinya ER di pasar. Maksud ERsih sebenarnya bagus ya memberikan penegasan terhadapanaknya, namun cara penempatannya yang kurang tepat,
102 Wawancara Pribadi dengan ER, Anak Single Parent Kel: Tengah,14 Agustus 2018.
101
ER kurang mampu mengontrol emosi klo anaknya berbuatulah atau lagi ngambek gitu. Karena kan saya rumahnyasebelahan, jadi kalau lagi gimana-gimananya tuh pastikedengeran banget.”103
Persoalan yang diutarakan RA, bahwasanya lingkungan
dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Kualitas dan
intensitas pola asuh orangtua bervariasi dalam mempengaruhi
sikap dan mengarahkan perilaku anak. Variasi kualitas dan
intensitas pola asuh itu dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan orangtua, mata pencaharian hidup, keadaan sosial
ekonomi, adat istiadat, suku bangsa dan sebagainya. Dalam
mengasuh anak, ada orangtua yang bersikap keras, kejam, kasar,
dan tidak berperasaan meskipun sebenarnya akan sangat cocok
dan lebih memungkinkan untuk berhasil jika dilakukan dengan
sikap lemah lembut dan kasih sayang, tanpa intervensi sistem
militerisme. Tetapi, memang diakui pola asuh yang diterapkan
orangtua sangat kasuistik, tergantung pada fenomena perilaku
yang ditunjukkan oleh anak.104
Dalam memberikan pendidikan kepada anak, ER
menuturkan bahwa:
“Sebenarnya saya itu khawatir sekali dengan pergaulanDA itu di lingkungan luar sana. Karena tidak hanya sekalidua kali saja saya mendengar berita dari teman sebayanyakalau DA ini sudah berpacaran. Sedangkan saya kan sibukdari pagi sampai malam berdagang di pasar, kurang bisamengontrol kegiatan anak setelah pulang sekolah ituseperti apa, jadi seperti inilah saya harus bisa tegas sama
103 Wawancara Pribadi dengan RA, Anak Single Parent Kel: Tengah,14 Agustus 2018.
104 Syaiful bahri Djamarah, Pola Asuh Orangtua dan Komunikasidalam Keluarga, ( Jakarta:PT Rineka Cipta, 2014), h. 52-53.
102
diri saya dan sama anak saya juga biar si anak takut danenggan untuk berbuat ulah yang macam-macam di luarsana.”105
Menjadi orangtua harus dekat dengan kehidupan anak-
anaknya, orangtua memegang peranan penting dalam membantu
penyelesaian masalah anak. Untuk itu, orangtua perlu memahami
dunia anak secara komprehensif dari berbagai karakteristik
anaknya. Menurut penulis jika orangtua melihat ada kontribusi
kelainan anak didalam pergaulannya, jangan terburu-buru untuk
mencoba menceramahi ataupun melontarkan kata-kata yang dapat
membuat kepercayaan diri anak menurun. Biarkan ia bebas untuk
apa yang anak rasakan dahulu. Berikan pengertian bahwa kita
mengerti perasaan mereka dan jelaskan secara hati-hati tentang
permasalahan tersebut. Usahakan orangtua memberikan
kepercayaan untuk bersama-sama mencari solusi atas
permasalahan yang anak hadapi di lingkungan bermainnya,
orangtua boleh membantu berperan sebagai fasilitator.
ER juga menambahkan lagi tentang persoalan DA sebagai
berikut:
“Dengan kesibukan saya mencari nafkah di pasar, sayamengambil alih solusi agar DA tidak terlalu banyakbergaul di lingkungan sosialnya di rumah. Karenapergaulan disini tuh sangat memprihatinkan sekali,jadinya saya mengambil cara dengan menyibukkan anaksaya itu dengan berbagai macam les sampai sore. Setelahmenjelang malam, saya menekankan dan membiasakanDA ini menjadikan waktu dia untuk mengerjakan PR dirumah. Jadi ini mungkin cara saya dengan memberikan
105 Wawancara Pribadi dengan ER, Anak Single Parent Kel: Tengah,14 Agustus 2018.
103
fasilitas pendidikan untuk DA, agar DA tidak banyakberlarut-larut bermain di luar sana.”106
Salah satu keuntungan strategi ini lebih banyak diterima
oleh anak. Pilihan tersebut harus ditanggapi oleh anak sebagai
pilihan yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan perilaku
yang dianggap kurang baik itu. Terkadang orangtua harus
mencoba memandang suatu situasi melalui mata anak. bukan
berarti kita memahami sudut pandangan mereka dan
menyetujuinya, tetapi orangtua mencoba untuk memahami posisi
mereka agar cara kemungkinan berhasilnya cara pendekatan yang
akan kita tentukan semakin besar pula.
Seperti hal tersebut yang diungkapkan DA sebagai
berikut:
“Ibu saya memang jarang sekali ada waktu di rumah,kadang itu yang membuat saya bete sendiri. Tapi kalausaya minta sesuatu pasti ibu saya tuh langsung bergerakmenuruti keinginan saya, ya walaupun saya harusngambek dulu sebentar.”107
Memang sudah dari dasarnya kasih sayang seorang ibu itu
mampu melebihi kasih sayang pada dirinya sendiri. Biasannya
ibu single parent tingkat kepekaannya lebih tinggi dibandingkan
dengan ibu yang memiliki pasangan. Akan tetapi semua
problematika ini memiliki dampak yang positif maupun negatif.
DA melanjutkan cerita sebagai berikut:
“Yang namanya anak sering bohong itu kan wajar, sayabohong juga kan engga yang aneh-aneh banget. Kadang
106 Wawancara Pribadi dengan ER, Anak Single Parent Kel: Tengah,14 Agustus 2018.
107 Wawancara Pribadi dengan DA, Anak Single Parent Kel: Tengah,14 Agustus 2018.
104
saya suka bohong cuma biar uang jajan saya ditambahingitu dengan pura-pura untuk kebutuhan di sekolah,soalnya setiap pulang sekolah temen-temen saya sukangajak main ke warnet atau saya juga sering diam-diampergi bermain setelah habis maghrib dengan beralasaningin mengaji bareng-bareng di Masjid.”108
Menurut informan ER menjelaskan bahwa:
“Anak saya DA itu kadang suka ada-ada saja yangdipintanya, contohnya seperti sepatu atau tas sekolahpadahal keperluan sekolah dia itu selalu saya penuhiwalaupun dengan harga yang cukup mahal selalu sayaturuti, tapi ya begitu itu anak suka bosenan dan lebihseneng memakai barang orang lain ketimbang punya nyasendiri. Awalnya mah saya tidak langsung turutipermintaannya saya mau tau dulu alasannya apa, tapi yaseperti itulah DA susah diajak kompromi kalau enggadituruti ya dia ngoceh aja terus, kadang ulahnya malesmakan atau enggan berangkat sekolah, makanya mauengga mau ya saya turuti saja kemauan dia.”109
Menurut ER, alasan pertama memberikan sesuatu yang
diminta oleh anaknya itu jika yang diminta itu benar-benar
sedang dibutuhkan. Kemudian dengan perilaku DA yang
menekan, dari itu ER sang ibu lebih memilih mencari aman
dengan menuruti apa keinginan anaknya.
Penulis menyimpulkan bahwa cara orangtua untuk
mengatasi gangguan emosi pada anak terdiri dari tiga macam
cara. Pertama, menekankan pendidikan agar anak memiliki
kesibukan sehingga pikirannya terisi dengan hal-hal baik yang
dapat menghindarkan anak untuk mengingat keadaannya yang
108 Wawancara Pribadi dengan DA, Anak Single Parent Kel: Tengah,14 Agustus 2018.
109 Wawancara Pribadi dengan ER, Anak Single Parent Kel: Tengah,14 Agustus 2018.
105
memiliki orangtua single parent. Kedua, kemandirian, orangtua
mengajarkan kemandirian agar anak mengalami gangguan emosi
menjadi mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain. Ketiga,
kedisiplinan, orangtua mengajarkan kedisiplinan agar anak
memiliki tatanan hidup yang terorganisir dalam keluarga dan
lingkungan sekitar.
C. Pola asuh yang diberikan orangtua single parent dalam
mengatasi gangguan emosi anak di Kelurahan Tengah
Jakarta Timur
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Diana
Baumrind dan Baumrind & Black (dalam Papalia, et.al., 2007)
pada sejumlah keluarga yang memiliki anak prasekolah,
didapatkan tiga macam pola asuh, sedangkan dalam Santrock
(2007) Diana Baumrind menjelaskan empat pola asuh orangtua,
yaitu:
1. Authoritarian parenting
Authoritarian yaitu suatu tipe yang membatasi dan
menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti
perintah-perintah orangtua dan menghormati pekerjaan
dan usaha orangtua. Orangtua yang Authoritarian
menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak dan
meminimalisir diskusi atau musyawarah.
2. Authoritative Parenting
Authoritative yaitu pola asuh yang mendorong
anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan
kendali pada tindakan mereka. Masih melakukan diskusi,
106
serta orangtua bersikap hangat dan penyayang terhadap
anak. Orangtua yang authoritative menunjukkan
kesenangan dan dukungan sebagai respon terhadap
perilaku konstruktif anak.
3. Permissive Indifferent
Permissive Indifferent yaitu gaya pengasuhan
dimana orangtua sangat tidak terlibat dalam kehidupan
anak. Anak yang memiliki orangtua yang mengabaikan
merasa bahwa aspek lain kehidupan orangtua lebih
penting dari pada mereka.
4. Permissive Indulgent
Permissive Indulgent yaitu gaya pengasuhan
orangtua sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu
menuntut atau mengontrol mereka.110
Wawancara yang penulis lakukan dengan berbagai
informan tentang pola asuh orangtua single parent dalam
mengatasi gangguan emosi anaknya, apakah pola asuh
orangtua tunggal tersebut baik untuk anak atau tidak.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh IS:
’’Di tengah kesibukan saya dalam mencari nafkah, sayajuga ikut mengawasi dan menerapkan kepada anak-anaksaya untuk menjaga kesopanan, menjaga akhlakulkarimah dengan menasehati, merangkul sianak pelan-pelan agar tidak salah bergaul. Tugas orangtua kan yamemberi contoh yang baik. Contoh yang baikdiperlihatkan ke anak dan contoh yang tidak baik sebisamungkin jangan sampai diketahui anak. memangterkadang yang namanya anak kecil pasti suka cuek dan
110 Papalia, Diane E, dkk., Human Development Ninth Edition, (NewYork: The Mc Graw Hill Companies, 2004), h. 288.
107
tidak nurut, tugas orangtua hanya memberikan yangterbaik saja agar anak merasa dihargai”.111
Penjelasan tersebut, bahwasannya tanggung jawab ibu
single parent diantaranya selain mencari kebutuhan nafkah
sehari-hari, ibu single parent juga ikut serta mengawasi tumbuh
kembang anak memberikan pelajaran hidup, terutama ahlakul
karimah seorang anak dalam lingkungan sekitarnya. Ibu single
parent harus mampu membagi waktunya antara hak anak dan
pekerjaan. Anak yang terlantar dari pantauan orangtua, sangat
rentan mengalami gejala gangguan emosi yang dampaknya
sangat buruk bagi diri dan lingkungan anak, melakukan
pengawasan adalah salah satu cara yang dilakukan oleh ibu IS
untuk mengatasi permasalahan anaknya.
Sejalan dengan itu, menurut NH selaku tetangga IS,
menuturkan bahwa:
“Cara IS mengasuh anaknya si seperti ibu-ibu padaumumnya. Biasanya dia ngebilangin baik-baik, kadangkalau ucapan atau perintahnya dihiraukan sama anaknya,ya paling nada suaranya lebih tinggi lagi dan kalau untukmemukul ataupun semacam kasar sama anaknyasepertinya jarang. Sejauh ini IS itu pekerja keras, darikesibukannya mencari nafkah juga anak-anaknya masihterpantau olehnya, karena kan kerjaannya IS hanya buruhkupas bawang saja yang dikirim-kirim ke rumah”112
Pernyataan NH tersebut menjelaskan bahwa informan IS
adalah seorang ibu yang hangat dan penyayang, ketika anaknya
melakukan kesalahan dia berusaha memberikan nasehat agar
111 Wawancara Pribadi dengan IS, Orangtua Single Parent Kel:Tengah, 5 Agustus 2018.
112 Wawancara Pribadi dengan NH, Tetangga Terdekat Ibu IS Kel:Tengah, 5 Agustus 2018.
108
anaknya tidak melakukan hal yang dilarang lagi, dia juga
lebih memilih untuk bekerja di rumah supaya dapat memantau
tumbuh kembangnya anak. Hal tersebut sejalan dengan penyataan
IS seabagai berikut:
“Kerja sambil mengurus anak itu tidak mudah. enaknyakerja ngupas bawang itu ya gini waktunya fleksibel.Untuk pekerjaan ya saya kerja, kadang pekerjaan sayajuga diringankan oleh anak. tapi anak juga kan harusdiurus, harus dikasih makan. Waktunya masak ya sayamasak, kerjaan saya tinggal dulu sebentar. Karena waktuuntuk anak-anak itu nomor satu buat saya, dan pekerjaannomor selanjutnya.”113
Menurut IS, antara pekerjaan dan mengasuh anak
bukanlah hal yang mudah. Kedua peran tersebut harus dijalani
dengan ketekunan dan tekad. Anak memiliki hak untuk
diperhatikan dari segi materi maupun psikologisnya, sebab itu ia
memberikan pengawasan yang lebih agar anak yang mengalami
gangguan emosi karena tidak mendapat kasih sayang dari sosok
ayah menjadi berperilaku yang sesuai dengan aturan akhlakul
karimah.
Informan FS mengungkapkan bahwa:
“Setelah tidak ada bapak, ibu itu di rumah menjadi sosokyang pekerja keras dan tegas sekali. Ibu jadi semakinbawel, semakin ketat mendidik saya, makin banyakperaturan di rumah, kadang kalau saya main pulangnyatelat, ibu pasti sudah marah-marah dan muter-muter untukmencari saya”.114
113 Wawancara Pribadi dengan IS, Orangtua Single Parent Kel:Tengah, 5 Agustus 2018.
114 Wawancara Pribadi dengan FS, Anak Single Parent Kel: Tengah,5 Agustus 2018.
109
Dalam wawancara tersebut, IS dalam memberikan asuhan
untuk anaknya IS berusaha untuk bersikap tegas, disiplin atas
peraturan norma-norma yang berlaku di dalam keluarganya agar
anak mampu terbiasa dengan didikan yang baik menurut IS
tersebut. IS menjelaskan kembali bahwa anak yang :
“Saya memberikan perhatian khusus kepada sianakdengan memberikan lebih banyak waktu luang untukanak, agar anak tidak merasa kesepian dan selalu bersikapsejuk dihadapan anak dengan berupaya menghibur atauhanya sekedar bercerita tentang kegiatan anak sehari-haridi sekolah maupun di lingkungannya”.115
Orangtua single parent selalu dituntut menjadi sosok yang
penyejuk agar anak tidak merasakan kesepian dan merasa dirinya
dihargai. Orangtua single parent karena sangat penting
memberikan kasih sayang yang lebih kepada anak agar mereka
mendapatkan kasih sayang yang sama dengan anak yang
memiliki orangtua lengkap. Beberapa pernyataan informan dapat
disimpulkan bahwa orangtua single parent dalam mengatasi
gangguan emosi pada anaknya dengan cara melakukan
pengawasan yang intens dan kasih sayang yang setara seperti
anak yang memiliki orangtua lengkap.
Adapun dengan informan ER, selaku orangtua single
parent kedua, akibat perceraian dituntut untuk meyakinkan anak-
anaknya agar selalu optimis walaupun hidup tanpa seorang figur
ayah. ER memberikan pola pengasuhan untuk anaknya melalui
cara yang disiapkan sebagai berikut :
115 Wawancara Pribadi dengan IS, Orangtua Single Parent Kel:Tengah, 5 Agustus 2018.
110
“Tugas ibu single parent seperti saya ini menegaskankepada anak agar disiplin dan memiliki kepribadian yangmandiri. Harus menjaga attitude nya ketika berada dirumah maupun di luar rumah dengan cara menasehatinya,memberi pengarahan ketika anak sulit diatur , kadangmemarahinya, sedikit menghukum sekedar memberinyapelajaran saja ketika si anak berbuat salah dan berbohong,Kadang saya suka kelimpungan kalau sianak sudah adayang dipinta suka ngambek duluan.”116
Menurut ER, anak merupakan aset terbesar bagi orangtua
single parent. Maka dari itu orangtua single parent dituntut
memiliki jiwa yang tegas sekaligus lemah lembut dan penyabar.
Walaupun ER lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah,
namun ER tetap menyempatkan waktu memberikan pengarahan
kepada anaknya serta batasan-batasan agar anak memiliki
kepribadian yang mandiri dan disiplin.
Hal ini dibenarkan dari pihak orang terdekat ER, bahwa
menjadi orangtua tunggal sangatlah tidak mudah dalam
mengasuh dan mencari nafkah untuk keberlangsungan hidupnya
sehari-hari. Menurut pengakuan informan RA selaku orang
terdekat keluarga ER, menjelaskan sebagai berikut:
“ER itu seorang ibu yang pekerja keras. Dia bantingtulang dari pagi sampai malam mencari nafkah. Memangdia itu jarang sekali berada di rumah. Hak anakmendapatkan perhatian lebih dari ibunya sepertinya sulit,karena kesibukannya berdagang di pasar. ER ini sangatkeras sekali dalam mendidik anaknya, denganmemfasilitasi pendidikan formal dan nonformal kepadaanaknya agar sebisa mungkin waktunya tidak dihabiskan
116 Wawancara Pribadi dengan ER, Orangtua Single Parent Kel:Tengah, 12 Agustus 2018.
111
untuk bermain. Mungkin dia tidak ingin anaknya kelakmerasakan apa yang dia rasakan saat ini” 117
Sejalan dengan pernyataan informan RA yang
menyatakan bahwa ER adalah seorang ibu yang pekerja keras dan
tegas. Bisa dilihat saat ER menerapkan pengasuhan kepada anak
dengan tegas dan menuntut. Dilihat dari pengalaman ER yang
mengalami trauma batin karena perceraiannya dengan suami,
maka dia berusaha sekeras mungkin memberikan pendidikan
yang terbaik untuk anaknya agar tidak mengalami nasib yang
sama dengannya. Dapat disimpulkan bahwa ER dalam mengatasi
gangguan emosi pada anaknya dengan menerapkan sikap
kemandirian serta kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari.
Sejalan dengan hal tersebut DA selaku anak ER
menjelaskan bahwa:
“ibu itu orangnya sibuk banget. Terkadang setiap sayapulang sekolah biasanya ibu belum pulang berdagang,sehingga untuk keperluan makan dan segala macamnyasaya membiasakan mengerjakannya sendiri di rumah. ibumemberikan saya gedget, biar kalau saya pulang telatataupun saya izin untuk pelajaran tambahan saya memberikabarnya melalui WhatsApp. Tapi jika saya ketahuanberbohong sama ibu, ibu sudah pasti menghukum sayadengan menyita gedget dan mengurangi uang jajansekolah saya”118
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seorang ibu
memberikan hak dan batasan-batasan kepada anak agar anak
menuruti perintah maupun larangan ibu. Meskipun anak jarang
117 Wawancara Pribadi dengan RA, TetanggaTerdekat ER Kel:Tengah, 9 Agustus 2018.
118 Wawancara Pribadi dengan DA, Anak Single Parent Kel: Tengah,12 Agustus 2018.
112
mendapatkan waktu untuk bersama-sama, namun komunikasi
tetap berjalan baik meskipun hanya melalui telepon genggam
saja.
Selain itu keluarga single parent rata-rata menerapkan
pola asuh yang mengarah kepada pola asuh authoritarian yaitu
suatu tipe yang membatasi dan menghukum yang menuntut anak
untuk mengikuti perintah-perintah orangtua dan menghormati
pekerjaan dan usaha orangtua. Orangtua yang authoritarian
menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak dan
meminimalisir diskusi atau musyawarah.
Dengan demikian orangtua dengan pengasuhan
authoritarian mencerminkan sikap orangtua yang bertindak tegas
dan cenderung diskriminatif. Hal tersebut ditandai dengan
tekanan anak untuk patuh kepada semua perintah dan keinginan
orangtua, kontrol yang sangat ketat terhadap tingkah laku anak,
dan kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi.
Sejalan dengan pernyataan orangtua single parent
tersebut, Baumrind menyatakan bahwa pola asuh terbentuk dari
adanya dua dimensi pola asuh, yaitu;
a. Acceptance/Responsiveness; menggambarkan bagaimana
orangtua berespons kepada anaknya, berkaitan dengan
kehangatan dan dukungan orangtua. Mengacu pada beberapa
aspek, yakni; sejauh mana orangtua mendukung dan sensitif
pada kebutuhan anak-anaknya, sensitif terhadap emosi anak,
memperhatikan kesejahteraan anak, bersedia meluangkan
waktu dan melakukan kegiatan bersama, serta bersedia untuk
113
memberikan kasih sayang dan pujian saat anak-anak mereka
berprestasi atau memenuhi harapan mereka.
b. Demandingness/Control; menggambarkan bagaimana
standar yang ditetapkan oleh orangtua bagi anak, berkaitan
dengan kontrol perilaku dari orangtua. Mengacu pada
beberapa aspek yakni pembatasan, tuntutan, sikap ketat,
campur tangan, dan kekuasaan sewenang-wenang.119
Penulis menemukan bahwa pola asuh orangtua cenderung
lebih memberikan pemahaman kepada anaknya dengan cara
menyampaikan nasihat secara terbuka terkait kondisi yang
dialami anak. Mayoritas orangtua single parent akan lebih
bersikap tegas dan menuntut agar anaknya kelak mampu
membentuk karakter yang tidak manja.
Secara tidak sadar, orangtua akan lebih bersikap protektif
terhadap anak, merasakan takut kehilangan seorang anak yang
lebih dalam lagi karena orangtua single parent tidak ingin
merasakan kesedihan yang kedua kalinya mengingat suaminya
yang sudah tidak ada lagi. Orangtua single parent melakukan dua
peran memang tidak mudah ketika harus membagi waktu antara
pekerjaan dan anak. orangtua single parent harus mampu
menopang tanggung jawab sebagai ibu sekaligus ayah sehingga
yang menjadi korban adalah anak. Hal tersebut dapat dilihat
bahwa orangtua single parent lebih banyak menghabiskan
waktunya untuk pekerjaan (mencari nafkah) dibandingkan
119 Carol Sigelman K, Human Development (Wadsworth: EngageLearning, 2002), h. 10-11.
114
dengan mendampingi anak. Dampak negatif yang muncul adalah
gangguan emosi pada anak.
115
BAB VI
SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan tentang
Pola Asuh Orangtua Single Parent dalam Mengatasi Gangguan
Emosi Anak di kelurahan Tengah Jakarta Timur, sebagai berikut:
1. Gambaran anak dalam keluarga tunggal mengalami
gangguan emosi seperti tidak merasa betah tinggal di rumah,
sensitif terhadap masalah-masalah kecil, tempramental,
menarik diri ketika bergaul dengan teman seusianya sebab
merasa tidak percaya diri karena teman-temannya memiliki
orangtua yang lengkap, penakut, pendiam, tertutup, tidak
berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar,
berkepribadian lemah, cemas, dan menarik diri. Berbagai
emosi dari yang ada, anak single parent akibat bercerai
sifatnya cenderung lebih keras, manja, berani menentang,
dan egois dibandingkan dengan anak single parent akibat
meninggal cenderung dirinya lebih menarik diri, tertutup dan
pemalu.
2. Tipe pola asuh orangtua single parent yang biasa diterapkan
kepada anak-anaknya adalah dengan memakai tipe
pengasuhan authoritarian. Pola asuh tersebut cenderung
lebih menetapkan standar yang mutlak yang harus dituruti
dengan sedikit memaksa, mengancam, dan menghukum,
faktor yang menjadi penyebab anak mengalami gangguan
emosi yang tidak stabil dikarenakan pola asuh orangtua yang
116
terlalu menuntut dan banyak memberikan batasan-batasan
untuk anaknya. Para informan menerapkan pola asuh ini
disebabkan kesibukan sebagai orangtua tunggal (single
parent) yang harus menjalankan kedua peran yaitu sebagai
ayah dan juga sebagai ibu bagi anak-anaknya sehingga
membuat mereka tidak mempunyai banyak waktu untuk
membimbing dan memperhatikan kegiatan anak sehari-hari.
3. Pola asuh yang diberikan oleh orangtua dalam mengatasi
emosional anak dilihat dari cara orangtua untuk mengatasi
gangguan emosi pada anak dengan cara: (1) menekankan
pendidikan agar anak memiliki kesibukan sehingga
pikirannya terisi dengan hal-hal baik yang dapat
menghindarkannya untuk mengingat keadaannya yang
memiliki orangtua single parent (2) kemandirian, orangtua
mengajarkan kemandirian agar anak mengalami gangguan
emosi menjadi mandiri dan tidak bergantung dengan orang
lain (3) kedisiplinan, orangtua mengajarkan kedisiplinan agar
anak memiliki tatanan hidup yang terorganisir dalam
keluarga dan lingkungan sekitar.
117
B. Implikasi
a. Penelitian ini sangat erat kaitannya dengan penyuluhan sebab
orangtua tunggal (single parent) merupakan salah satu
sasaran penyuluhan di masyarakat sehingga diperlukan untuk
pemberdayaan single parent (janda).
b. Penelitian ini sekaligus memberi informasi kepada penyuluh
dan pemerintah agar tidak hanya membantu menyelesaikan
pada masalah sosial seperti Pekerja Seks Komersial (PSK),
Gelandangan, Pengemis dan sebagainya, tetapi orangtua
tunggal juga perlu diperhatikan dan diberikan jalan keluar
dalam membagi waktu antara mengurus anak dan mencari
nafkah, agar tidak terjadi kesenjangan diantara mengurus
anak dan mencari nafkah, sebab sangat berpengaruh kepada
generasi penerus yang berasal dari orangtua tunggal.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan hasil penelitian,
kesimpulan penelitian yang telah diuraikan, kiranya penulis perlu
memberikan kritik dan saran yang mungkin bermanfaat bagi
keberlangsungan pola asuh orangtua single parent dalam
mengatasi gangguan emosi anak di Kelurahan Tengah Jakarta
Timur. Penulis memberikan saran sebagai berikut:maka dapat
dikemukakan saran sebagai berikut:
118
1. Orangtua Single Parent
a. Saat ingin membuat peraturan usahakan melibatkan
kebijakan dan persetujuan anak supaya anak tidak
merasa terbebani dan terkekang dengan semua
peraturan yang dibuat.
b. Untuk menanggulangi gangguan emosi anak, orangtua
perlu berkonsultasi dengan orang yang lebih
berpengalaman seperti psikolog anak
2. Anak single parent
a. Berusahalah untuk mengontrol diri ketika gangguan
emosi itu muncul, alihkanlah gangguan emosi itu
untuk hal positif seperti membangun kemandirian.
b. Ketika ada masalah atau suatu hal yang menjanggal
ceritakan kepada orangtua, agar orangtua dapat
memperlihatkan perhatian, kasih sayang dan mencari
jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut.
Usahakan terbuka kepada orangtua.
3. Untuk Masyarakat/Pemerintah
a. Masyarakat juga memiliki andil untuk membantu
orangtua yang berstatus single parent, untuk
menanggulangi gangguan emosi anak yang
berorangtua tunggal salah satunya dengan
mengadakan pemberdayaan bagi janda, dengan begitu
masyarakat sudah membantu seorang single parent
dalam bidang kebutuhan rumah tangga. Hal ini agar
orangtua fokusnya tidak terbelah antara mencari
nafkah dan menyalurkan kasih sayang untuk anak.
119
b. Masyarakat perlu membuat ruang ramah anak seperti
taman bermain dan lapangan bermain, agar anak yang
mengalami gangguan emosi dapat menyalurkan
perasaan yang sedang dia alami dengan bermain.
120
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 2004. Pendidikan Ala Kanjeng Nabi. Yogyakarta:Mitra Pustaka.
Ahmadi, Abu dan Sholeh, Munawar. 2005. PsikologiPerkembangan. Jakarta: Rineka Cipta.
Alfiani, Lili. “Bimbingan Agama pada Penderita GangguanEmosi di Bengkel Rohani Ciputat”. Skripsi FakultasBimbingan dan Penyuluhan Islam, UIN SyarifHidayatullah, Ciputat. 2014.
Andhini, Netta. “Pola Asuh Orangtua dalam MenjalankanDisiplin Ibadah Shalat Remaja di Perumahan ArindaPermai II Pondok Aren Tangerang Selatan”. SkripsiFakultas Bimbingan dan Penyuluhan Islam, UIN SyarifHidayatullah, Ciputat. 2013.
Anisah, Siti Ani. “Jurnal Gangguan Perilaku Pada Anak danImplikasinya Terhadap Perkembangan Anak Usia SekolahDasar”. Jurnal Pendidikan UNIGA Vol 5, no.1 (2011): 7-14.
Arikunto, Suharsini. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pengantar.Jakarta: Bina Aksara.
Aziz El Quussy, Abdul. 1986. Pokok-pokok KesehatanJiwa/Mental 1. Jakarta: PT Bulan Bintang.
Baihaqi, M.I.F., Sunardi, Akhlan, R.N.R., Heryati, E. 2005.Konsep Dasar dan Gangguan-Gangguan, Bandung: PT.Refika Aditama.
[DEPDIKNAS] Departemen Pendidikan Nasional. 2005. KamusBesar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
[DITPLB]. Pengertian Anak Yang Berkebutuhan Khusus. 2010-Januari-20. Diakses pada 2017-Januari-05. Pukul: 17.00tersedia pada http ://www.ditplb.or.id.2006.
121
Djamarah, Syaiful Bahri. 2014. Pola Asuh Orangtua danKomunikasi dalam Keluarga. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Elizabeth, Hurlock. 1997. Psikologi Perkembangan SuatuPendekatan Sepanjang Masa. Jakarta: Erlangga.
Emzir. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif&Kuantitatif.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif: Teori danPraktik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hadi, Sutrisna. 1989. Metodologi Reaserch. Yogyakarta: AndiOffset.
Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif untukIlmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
K, Sigelman Carol. 2002. Human Development. Wadsworth:Engage Leaming.
Kartono, Kartini. 1992 Peran Orangtua dalam Memandu Anak.Jakarta: Rajawali Press.
Komariyah, Siti. N. “Efektifitas Penyuluhan Pola Asuh OrangtuaBerbasis Hypnoparenting Pada Wali Murid Paud Pelangidi Bogor”. Skripsi Fakultas Bimbingan dan PenyuluhanIslam, UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. 2014.
Kristi, Poerwandari, E. 2001. Pendekatan Kualitatif dalamPenelitian Psikologi. Jakarta: LPSP3.
Lintina, Shovia. “Pengaruh Konsep Diri dan Pola AsuhOrangtua Terhadap Kemandirian”. Skripsi FakultasPsikologi, UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. 2015.
Mashar, Riana. 2011. Emosi Anak Usia Dini dan StrategiPengembangannya. Jakarta: Prenadamedia Group.
Moleong, J. Lexi. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung: Remaja Rosdakarya.
122
Nuraeni. “Gangguan Emosi dan Perilaku”. Skripsi Fakultas IlmuPendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.2010.
Nurhafid, Anindya Saras. “Hubungan Pola Asuh OrangtuaTerhadap Kenakalan Remaja di Kelurahan KalibaruJakarta Utara”. Skripsi Fakultas Ilmu Keperawatan,Universitas Indonesia, Depok. 2013.
Papalia, Diane E., Olds, Sally W., Feldman, Ruth D. 2004.Human Development Ninth Edition. New York: The McGraw Hill Companies.
Quussy, Abdul Aziz El. 1986. Pokok-pokok Kesehatan Jiwa danMental 1. Jakarta: PT Bulan Bintang.
Rahman, Anata Hermia. “Pola Pengasuhan Anak YangDilakukan Oleh Single Mother”. Skripsi FakultasKeguruan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas MaretSurakarta. 2014.
Rasyid, Abdul. “Pembinaan Keagamaan dalam MengembangkanNilai-nilai Kecerdasan Spiritual Anak Jalanan di SanggarKreatif Anak Bangsa (SKAB) Ciputat TangerangSelatan”. Skripsi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. 2014.
Riyanto, Theo. 2002. Pembelajaran Sebagai Proses BimbinganPribadi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sabri, Alisuf. 2001. Pengantar Psikologi Umum &Pengembangan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Safaria, Triantoro dan Eka Saputra, Nofrans. 2009. ManajemenEmosi, Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah.Bandung: CV Pustaka Setia.
Soehatono, Irawan. 1995. Metode Penelitian Sosial. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.
123
Strauss, Anselm dan Corbin, Juliet. 2003. Dasar-dasar PenelitianKualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sulistyaningsih. 2011. Metodologi Penelitian KebidananKualitatif-Kuantitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suprayogo, Imam dan Thabrani. 2001. Metodologi Sosial Agama.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
T. Yanggo, Huzaemah. 2013. Hukum Keluarga Dalam Islam.Jakarta: Yayasan Masyarakat Indonesia Baru.
Ulwan, Nasih Abdullah. 1995. Pendidikan Anak dalam Islam.Jakarta: Pustaka Amani.
W. Santrock, Jhon. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta:Erlangga.
Yusuf, Syamsu. 2010. Psikologi Perkembangan Anak danRemaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.
LAMPIRAN
A. Wawancara Seputar Kondisi Orangtua Tunggal (Janda)
1. Sudah berapa lama ibu dan anak-anak ditinggal suami, dan ceritakan
secara singkat apa penyebabnya ?
a. (IS) Sumiyatun. Sudah 8 tahun silam semenjak 2011, ketika itu sedang
dalam keadaan sehat setelah minum kopi langsung jatuh pingsan lalu
bapak langsung dibawa ke Rumah Sakit Pasarbo, akan tetapi Rumah
Sakit Pasarbo memberikan rujukan ke Rumah Sakit Hermina Ciputat
setelah di rujuk ke sana ternyata tidak ada dokternya dikarenakan
ketika itu sedang cuti. Lalu setelah tidak adanya penanganan, dari sana
bapak langsung dioper ke Rumah Sakit Fatmawati dan di rumah Sakit
Fatmawati inilah Almarhum bapak Muhammad Wahyudin
menghembuskan nafas terakhirnya. Tidak sempat dirawat inap di
Rumah Sakit, malam minggu masuk UGD malam seninnya sudah
meninggal diusia 37 tahun.
b. (ER) Evi Rosmaya. Saya bercerai dengan bapak semenjak tahun 2014
silam. Dulu kami sering sekali mengalami percekcokan, mungkin
karena umur kami yang tidak jauh, ego kita masing-masing selalu saja
tinggi, dan kami seringkali berdebat hal-hal kecil. Jadi saya
memutuskan untuk berpisah saja. karena kepribadian bapak yang
memiliki watak yang keras dan terlalu memprioritaskan pekerjaannya
ketimbang memikirkan keadaan anak-anaknya dirumah.
2. Bisa dijelaskan sedikit, bagaimanakah perasaan kondisi ibu ketika
ditinggalkan suami ?
a. (IS) Perasaan ketika itu pastinya sedih dan campur aduk. Saya itu
bukan dari keluarga mampu. Sedih sekali rasanya karena belum siap
hidup sendiri tanpa suami dan ketika itu pula kami tidak memiliki uang
banyak untuk biaya urus-urus rumah sakit dan pemakaman.
Bersyukurnya ketika itu banyak sekali warga yang membantu kami
dari awal hingga akhir biaya untuk pemakaman bapak. Dari para
ustadz-ustadzah disini, bapak-bapak PKS dan ibu-ibu majlis ta’lim di
sini semua kompak membantu kami dari segi materi dan lainnya.
b. (ER) Perasaan ketika itu tentulah hati saya sangat hancur sebenarnya,
dikarenakan perpisahan kami meninggalkan dua orang anak yang
seharusnya memiliki kasih sayang yang utuh dari kedua orangtuanya.
Saya merasa mendzolimi kedua anak saya ketika itu. Rasa sedih saya
ketika itu selalu tertuju kedua buah hati saya, terlebih kepada DA anak
bungsu saya yang ketika itu masih menginjak sekolah dasar.
3. Sesudah suami meninggal/berpisah, bagaimanakah cara ibu untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari?
a. (IS) Kebetulan saya setiap harinya bekerja dirumah sebagai buruh,
mengupas bawang karungan dengan upah 70.000 rupiah
perminggunya. Uang segini memang tidak cukup memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari dengan menghidupkan 5 anak dan biaya
sekolah dan lainnya. Namun diluar sana ada segelintir orang-orang
baik dari majlis ta’lim yang membantu dan peduli terhadap kondisi
keluarga kami.
b. (ER) Awalnya saya hanya berstatus ibu rumah tangga ketika belum
bercerai. Namun ketika saya memutuskan untuk bercerai. Ketika itu
saya dibantu oleh abang ipar saya untuk menjanlankan usaha buah-
buahan di toko UD.MARDIKO di Pasar Induk Kramat Jati miliknya.
Sampai saat ini kesibukan saya mencari nafkah bersumber dari toko
tersebut.
4. Apa motivasi ibu agar tetap tegar menjalani kehidupan sebagai single
parent ?
a. (IS) Saya disini kan sebagai orangtua tunggal, seorang yang dijadikan
sandaran tiap-tiap anak. Otomatis disini saya memotivasi diri saya agar
selalu sehat, menjaga kesehatan dengan baik. karna kalau saya sakit,
anak-anak akan terbengkalai.
b. (ER) Motivasi saya ada pada kedua anak saya adalah, saya tidak ingin
anak ikut merasakan kesepian dengan tidak adanya ayah, anak
merasakan sakit, anak merasakan kekurangan. Saya hanya ingin
melihat kebahagian anak-anak saya agar tidak merasakan apa yang
ibunya alami saat ini. Ketika saya melihat anak tersenyum, tertawa,
disitu saya merasa semangat dan bangkit kembali untuk tidak selalu
terpuruk dalam kesedihan, karena anak bagi ibu yang janda seperti
saya itu harta dari segalanya.
5. Apa saja kegiatan yang dilakukan ibu sebelum/sesudah pulang kerja?
a. (IS) Saya memilih kerja dirumah setiap harinya dengan mengupas
bawang, agar seimbang antara pekerjaan rumah dan mengurusi anak.
Kegiatan saya tiap paginya hanya memasak, menyediakan anak-anak
sarapan selebihnya saya ngupas bawang hingga sore hari, dan pada
malam harinya saya lebih banyak mengisi waktu untuk mengajari
anak-anak.
b. (ER) Pekerjaan saya di toko UD.MARDIKO sebenarnya hanya
memantau saja, kebetulan saya disana sudah memiliki tujuh karyawan.
Saya berangkat ke toko itu sejak pukul 07.00-12.00, jadi sebelum jam
07.00 pagi itu kegiatan saya normal layaknya ibu rumah tangga
kebanyakan. Saya menyiapkan sarapan untuk anak-anak, merapihkan
keperluan sekolah anak dan mengantarkan anak kesekolah karena jarak
tempuh sekolah Aaliyah Martha lumayan jauh dari rumah kami.
Setelah pekerjaan di rumah selesai, barulah saya bergegas ketoko
sampai pukul 12.00 siang. Memasuki jam waktu istirahat dan makan,
saya langsung bergegas meninggalkan toko untuk mengurus-urus
keuangan toko tiap harinya ke Bank. Setelah prosesnya selesai barulah
saya pulang kerumah untuk sekedar beristirahat dan mengerjakan
pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Dan sore harinya sekitar
pukul 17.00 WIB saya sudah harus bergegas ketoko lagi memulai
aktivitas dagang hingga pukul 22.00 malam. Begitulah kegiatan saya
sehari-harinya.
A. Seputar Pola Asuh Orangtua Tunggal Terhadap Anak.
1. Sejauh pandangan ibu, bagaimanakah pola asuh yang baik untuk
diterapkan kepada sianak?
a. (IS) ditengah kesibukan saya dalam mencari nafkah, saya juga ikut
mengawasi dan menerapkan kepada anak-anak saya untuk menjaga
kesopanan, menjaga akhlakul karimah dengan menasehati, merangkul
si anak pelan-pelan agar tidak salah bergaul. Tugas orangtua ya
memberi contoh yang baik. Contoh yang baik diperlihatkan ke anak
dan contoh yang tidak baik sebisa mungkin jangan sampai diketahui
anak. memang terkadang yang namanya anak kecil pasti suka cuek dan
tidak nurut, tugas orangtua hanya memberikan yang terbaik saja agar
anak merasa dihargai.
b. (ER) Tugas seorang ibu single parent seperti saya ini menegaskan
kepada anak agar disiplin dan memiliki kepribadian yang mandiri.
Harus menjaga attitude nya ketika berada dirumah maupun diluar
rumah dengan cara menasehatinya, memberi pengarahan ketika anak
sulit diatur, kadang memarahinya, sedikit menghukum sekedar
memberinya pelajaran saja ketika si anak berbuat salah dan berbohong,
Kadang saya suka kelimpungan kalau sianak sudah ada yang dipinta
suka ngambek duluan.
2. Apa saja problematika yang sering timbul didalam keluarga ibu ketika
bapak sudah tiada/berpisah?
a. (IS) Masalah yang sering timbul si biasanya perihal ekonomi, Karna
kami kan dari keluarga menengah kebawah, dan selebihnya masalah
yang sering timbul itu dari anak ke empat kami yang berinisial AM,
kebetulan dia Anak yang Berkebutuhan Khusus. Disinilah ujian saya
menghadapi AM yang harus selalu saya pantau setiap harinya dengan
penjagaan yang ekstra, tidak boleh lalai. Karna emosi AM ini tidak
stabil, kadang dia marah-marah, tertawa terbahak-bahak dan kadang
dia bertingkah laku tidak jelas.
b. (ER) Masalah yang sering timbul dikeluarga saya biasanya masalah
waktu saja. saya sering mengalami kesulitan membagi waktu antara
dagang dan anak-anak. terkadang saya suka merasa risau ketika waktu
saya lebih padat di toko dan sedikit waktu dirumah, saya sering merasa
anak-anak saya lebih mementingkan dan menyibukkan waktunya
bermain gadget nya masing-masing.
3. Apa keluhan-keluhan anak yang sering diungkapkan sianak ketika ayahnya
sudah tiada?
a. (IS) Sejauh ini keluhan anak ya karena capek. Saya kan ngupas
bawang, kadang ketika anak pulang sekolah waktunya dia untuk
istirahat, saya malah sering memerintah anak saya untuk meringankan
pekerjaan saya, kadang dia menggerutu lelah, ngantuk dan
semacamnya, apalagi FS saya sering perintahkan untuk jaga dan
mencari AM kakaknya yang sering keluar rumah ngamuk-ngamuk di
jalan.
b. (ER) Keluhan anak saya biasanya tidak betah di rumah dan sering
merasakan jenuh. Karena kondisi keluarga yang seperti ini, seringkali
si anak merasakan kesepian dirumah, dan keadaan lingkungan kami
yang berada di kawasan Perumahan sehingga tidak terlalu bertetangga
satu sama lain.
4. Sejauh ini, Bagaimanakah sikap anak terhadap ibu ketika sianak sedang
ada masalah. Lebih terbuka atau tertutup?
a. (IS) Sianak ini cenderung lebih tertutup, takut untuk menceritakan
permasalahan pribadinya dan lebih memilih menyelesaikan
permasalahannya sendiri.
b. (ER) Sianak ini sepertinya lebih tertutup. Jika sedang ada masalah
disekolah atau dengan teman bermainnya, sianak cenderung lebih
pendiam, dan melampiaskan semuanya ke gadget yang dimilikinya dan
lebih terbuka kepada teman-teman bermainnya dirumah.
5. Bagaimakah cara ibu menyeimbangkan antara pekerjaan dan meluangkan
waktu dan perhatian terhadap anak-anak?
a. (IS) Kerja sambil mengurus anak itu tidak mudah. enaknya kerja
ngupas bawang itu ya gini waktunya fleksibel. Untuk pekerjaan ya
saya kerja, kadang pekerjaan saya diringankan anak-anak. tapi anak
juga kan harus diurus, harus dikasih makan. Waktunya masak ya saya
masak, kerjaan saya tinggal dulu sebentar. Waktu untuk anak-anak itu
nomor satu buat saya, dan pekerjaan nomor selanjutnya.
b. (ER) Antara pekerjaan dan mengurus anak itu keduanya termasuk
prioritas saya. Disini saya mengambil jalan tengahnya antara dagang
dan mengurus anak. Saya bekerja dari jam 07.00-12.00 siang, jadi
dibawah jam 07.00 pagi saya masih bisa untuk mengurus keperluan
anak-anak sekolah. Dan dari jam 13.00-15.00 saya pulang kerumah
mengurus keuangan dibank lalu selebihnya saya mengerjakan
pekerjaan rumah layaknya ibu rumah tangga pada umumnya. Setelah
memasuki jam 15.00-22.00 saya sudah terjun lagi ketoko untuk
melanjutkan pekerjaan kembali.
6. Adakah perbedaan karakter pada anak setelah dan sebelum bapaknya tidak
ada?
a. (IS) anak saya ini dulunya memiliki karakter yang luas dan sangat
periang dibandingkan dengan kakaknya. Namun setelah bapak sudah
meninggal FS karakternya cenderung pendiam dan lebih dewasa
walaupun usianya masih dikatakan cukup dini. dengan kondisi
keluarga tanpa ayah yang seperti ini menjadikan karakter FS
cenderung lebih keras dan tegas.
b. (ER) Sianak ini sebelum berpisah dengan ayahnya cenderung lebih
aktif dan periang. Namun setelah kami berpisah, anak mulai sering
ngedumelin hal-hal sepele, merasakan kesepian, komunikasi dirumah
dengan saya pun sudah tak seperti ketika ayahnya masih bersama.
7. Bagaimana cara ibu memberikan pemahaman kepada si anak bahwasannya
dia sudah tidak memiliki ayah?
a. (IS) Cara memberikan pemahamannya seperti menasehati anak dalam
menjaga sopan santun, merangkul anak agar tidak merasa kesepian,
membangkitkan semangat anak agar tidak menarik diri dari lingkungan
sekitarnya, memberikan pengertian kepada sianak bahwasannya dialam
kubur sana bapak mengharapkan doa anak-anak sholehah, dan
menegaskan kembali bahwasannya kita dari orang yang tidak mampu,
untuk biaya sekolah pun kita masih mengharapkan belas kasihan orang
lain.
b. (ER) Saya memberikan pemahaman kepada sianak dengan
menasehatinya, memberikan keyakinan untuk sianak bahwasannya
ada atau tidak adanya bapak disini kita bisa hidup. Merangkul dan
memberikan pengarahan untuk memiliki sifat mandiri.
8. Bagaimana cara ibu mengatasi anak ketika sulit diatur/lebih asik diluar
rumah ketimbang dirumah?
a. (IS) Untuk asik diluar rumah bagi anak itu sah-sah saja namun semua
ada batasannya dan cara mengatasinya dengan cara memberikan
penegasan kepada FS. Dengan memberikan batasan-batasan waktu
untuk bermain, untuk belajar, untuk mengaji dan lainnya. Tugas seperti
inilah yang tidak boleh lalai sedikitpun dari jangkauan pengamatan
single mother. Karena masa kanak-kanak adalah masa mereka untuk
mencari-cari sesuatu hal yang baru dikenal atau yang baru dilihatnya.
Disini menjadi moment penting bagi saya agar mengarahkan anak pada
tempatnya.
b. (ER) Cara mengatasi anak ketika sulit diatur bagi saya lebih efektif
dengan menasehatinya. Sekali dengan cara halus, dua kali masih halus
sampai yang ketiga kalinya ketika anak tidak mendengarkan nasihat
saya, saya lebih memilih untuk diam dan mereda dahulu. Ketika anak
sudah mulai cukup tenang barulah saya memberikan arahan dan
batasan-batasan kepada sianak.
9. Perhatian khusus apakah yang ibu berikan kepada si anak agar anak tidak
merasa kesepian?
a. (IS) Perhatian khusus yang ibu berikan kepada FS adalah dengan
memberikan lebih banyak waktu luang untuk anak, memberikan waktu
luang untuk sekedar mengajari anak tentang pekerjaan rumah, dan
bersikap sejuk dihadapan anak dengan berupaya menghibur dan
sekedar bercerita tentang kegiatan anak seharian di sekolah maupun di
lingkungannya.
b. (ER) Saya memberikan perhatian khusus kepada DA dengan
menyempatkan waktu saya untuk sekedar menemaninya dirumah,
mengajak anak untuk makan di luar bersama walaupun moment ini
sangat jarang, dan memberikan hadiah yang sianak inginnkan.
10. Bagaimana cara ibu merangkul dan memberikan pemahaman kepada si
anak. Apa dengan kasih sayang, cinta/kekerasan?
a. (IS) Memberikan pemahamannya dengan cara kasih sayang. Karena
anak tidak bisa dipakai dengan cara kekerasan, semakin orangtua keras
terhadap anak maka semakin keras pula karakter anak yang terbentuk.
Maka disitulah peran penting kasih sayang orangtua untuk anak,
karena anak merasa diperdulikan, diperhatikan dengan baik oleh
orangtuanya. Anakpun akan bertingkah sama seperti sikap orangtua
kepada sang anak tersebut. Sebagai orangtua yang bijak dibutuhkan
selalu untuk beristighfar, agar orangtua mampu menahan amarah
ketika emosi sang anak sedang tidak stabil.
b. (ER) Tentulah setiap ibu merangkul anaknya dengan cinta dan kasih
sayang. Karena anak seusia ini masih sulit untuk diatur, masih butuh
banyak perhatian. Namun terkadang saya memberikan penegasan
kepada sianak agar sianak paham dengan batasan-batasan yang baik
atau yang tidak baik untuk dilakukan.
11. Bagaimana cara ibu menegur anak ketika sedang sulit di atur?
a. (IS) Saya mendidik anak dengan keras itu karena saya sayang. Yang
namanya pergaulan anak jaman sekarang kan ya, orangtua ngga bisa
meleng sedikit. Apalagi kalau anak saya berkelahi, berbuat ulah yang
ngga wajar saya tidak segan-segan memukulnya, ya walaupun
mukulnya tidak keras cuma sekedar peringatan saja, dan setelahnya
baru saya menasehatinya kalau perbuatannya itu tidak baik dan biar dia
kapok juga.
b. (ER) Biasanya saya menegur anak itu ya awal-awal mah dengan baik-
baik, Cuma kadang kan anak engga sepenuhnya dapat langsung
mendengar dan saya juga sebagai orangtua suka khilaf apalagi saya
sulit untuk mengontrol emosi saya sendiri, biasanya si kalau saya lagi
dalam keadaan lelah banget saya menegur anak ya dengan ancaman
saja, anak kalau sudah diancam pasti nurut. Kadang saya mengancam
akan mengurangi uang jajan nya, menyita gedget nya dan
menyuruhnya tinggal di rumah neneknya di kampung, kalau sudah
seperti itu anak sedikit-dikit pasti nurut dan kapok untuk melakukan
kesalahan yang sama lagi.
12. Seperti apakah karakter anak ketika berada di lingkungan sekolah/pun
dirumah?
a. (IS) Karakter FS dirumah ataupun dilingkungan sekolah lebih periang
dan ceria. Ketika sedang dilingkungan bermainnya pun dia aktif dan
tidak sombong. Akan tetapi ketika sedang dirumah, sering sekali
ketika ibunya menyuruh Fitri Sari membantu pekerjaannya mengupas
bawang dia seringkali mengeluh dan menolak permintaan tolong
ibunya, dengan alasan dia capek atau mengantuk.
b. (ER) Karakter sianak ketika disekolah itu dia aktif dan cenderung
periang, di sekolah dia dijadikan sebagai ketua kelas. Kalau disekolah
mah dia orangnya sangat terbuka banget, teman-temannya juga pada
deket sama dia apalagi dia orangnya senang sekali dengan pelajaran
umum dan pramuka. Tapi kalau sudah dirumah, sianak cenderung
pendiam, manja dan lebih menyibukkan kegiatannya untuk bermain
game di warnet bersama teman-temannya atau di gadgetnya.
13. Untuk mengatasi gangguan emosi pada anak, cara apa yang ibu gunakan
ketika sianak sedang mengalami gangguan emosi?
a. (IS) Dengan cara menegurnya baik-baik, memberikan pengertian,
merangkulnya agar FS tidak merasa sendiri dan kesepian gitu.
b. (ER) Pastinya ketika emosinya sedang tidak stabil saya meredam
dahulu tingkah sianak, ketika sianak sudah tenang barulah saya
menegurnya dengan cara baik-baik, lalu memberikan sedikit
pengarahan dan memberikan contoh-contoh yang baik kepada sianak.
14. Bagaimanakah cara ibu menerapkan agar anak memiliki sikap tanggung
jawab disekitarnya?
a. (IS) Kalau anak saya males-malesan dirumah, saya sering sekali
menegurnya. Karena biar bagaimanapun, dia harus memahami kondisi
keluarga kita yang sekarang ini lho ya. Kadang saya setiap sorenya
setelah dia pulang mengaji, saya pasti menyuruh dia bersih-bersih
rumah. Karena kan dirumah saya ngupas bawang dari pagi sampai
malam, jadi saya memberikan tugas kepada anak saya untuk bersikap
mandiri dengan membiasakan dia membersihkan rumah, tapi kalau
mendengar anak ngedumel itu atau mengeluh si saya sering dan suka
ngga tega gitu, apalagi kalau dia lagi disuruh bantuin ngupas tuh pasti
ada saja alasannya kadang dia mengeluh capek, ngantuk, marah-marah
sendiri atau disamper teman-temannya main, tapi saya pura-pura tidak
mendengar saja. Karena kan bagaimanapun keluhan anak bagi saya itu
hal yang wajar, tugas anak sebisa mungkin harus dikerjakan dahulu
agar dia terbiasa belajar jadi orang yang bertanggung jawab
b. (ER) Saya kan seorang single parent yang setiap harinya berada diluar
rumah seharian, jadi saya membiasakan anak saya agar mengerjakan
sesuatu dirumah itu sendiri. Dari soal makanan, menjaga rumah,
mengerjakan tugas dari sekolahnya dan harus selalu pulang tepat
waktu disaat dia sedang bermain diluar rumah. Saya biarpun jarang
dirumah selalu mengontrol anak saya dengan seintens mungkin. Anak
sekarang kan di didik harus agak sedikit dikerasin si ya, kalau engga
begitu ya palingan cuma masuk kuping kanan keluar kuping kiri.
15. Bagaimana ibu menyediakan lingkungan tentang pengajaran anak-anak?
a. (IS) Mendorong anak untuk mau berbaur dengan lingkungan
pengajaran. Pengajian ataupun sekolah Bergaul boleh asal jangan lupa
ngaji lupa waktu.
b. (ER) Di sela dengan kesibukan saya yang padat untuk mencari nafkah,
mencari biaya untuk sekolah anak. Disini saya mengutamakan dengan
menyediakan lingkungan pengajaran yang lebih ketat. Agar anak
setiap harinya tidak lepas dari pantauan guru-gurunya, saya
menyibukkan sianak dengan memberikan kegiatan diluar sekolah.
16. Untuk menangani gangguan emosi pada anak, ibu pernah tidak
menggunakan pendekatan keluarga, sekolah dan masyarakat?
a. (IS) Cara menanganinya dengan bertanya terlebih dahulu kepada
sianak tentang kondisi yang dia rasa, dari situ orangtua baru dapat
mengimbangi perasaan apa yang sedang dirasakan sang anak dengan
cara menasehatinya dengan tidak menyinggungnya secara pelan-pelan.
b. (ER) Menangani sianak dengan menggunakan pendekatan keluarga.
Saya Menanyakan terlebih dahulu apa yang sedang dialaminya
sebelumhya sehingga kondisinya sampai seperti itu, lalu saya
memberikan masukan dan solusi yang baiknya seperti apa, atau kadang
saya juga memberikan sesuatu barang yang dia suka.
17. Bagaimana kah solusi ibu agar anak mampu mempunyai nilai-nilai yang
positif di lingkungan keluarga maupun disekolah?
a. (IS) Kalau saya si sebenarnya hak anak mau main ya terserah, saya
membebaskan dia untuk bermain tapi setelah selesai pekerjaannya di
rumah, karena kan dia juga butuh bermain dengan tetangga sekitar,
cuma saya sedikit menekankan kepada FS ini agar dia jangan sampai
lupa waktu untuk pulang kerumah. Jadi saya mengambil solusi ya
dengan menyuruhnya mengaji saja di pengajian Asyifaurrohmah
miliknya ustadz Subhi itu. Dari situ kan saya juga tenang disana dia
bermain, bersosial juga kan sekaligus mengaji. Kalau dia dirumah
terus juga kan kasian cuma ngupas bawang doang sampe malem,
bantu-bantu urusan rumah, terus juga kan dia harus jagain abangnya
yang mengidap ABK agar selalu terpantau.
b. (ER) Dengan kesibukan saya mencari nafkah dipasar, saya mengambil
alih-alih solusi agar DA ini tidak terlalu banyak bergaul dilingkungan
sosialnya dirumah. Karena pergaulan disini tuh sangat
memprihatinkan sekali, jadinya saya mengambil cara dengan
menyibukkan anak saya itu dengan berbagai macam les sampai sore.
Setelah menjelang malam, saya menekankan dan membiasakan DA
ini menjadikan waktu dia untuk mengerjakan PR dirumah. Jadi ini
mungkin cara saya dengan memberikan fasilitas pendidikan untuk
DA, agar DA tidak banyak berlarut-larut bermain diluar sana.
18. Seperti apakah keluh kesah ibu selama ini, bisa diceritakan sedikit
bagaimana perjuangan ibu menjadi single parent?
a. (IS) Saya itu bukan seorang ibu yang memiliki pendidikan tinggi.
Saya banting tulang mencari nafkah untuk menghidupkan kelima
orang anak saya, karena salah satu dari kelima anak saya adalah anak
yang berkebutuhan khusus. Ketiga anak saya dipesantrenkan didaerah
bogor dibantu dengan biaya seikhlasnya dari masyarakat. Selebihnya
saya dirumah hanya tinggal bertiga dengan FS dan abangnya yang
berstatus ABK. Tapi sejauh ini saya lebih memfokuskan perhatian
saya kepada abangnya FS yang berstatus ABK tersebut karena dia
lebih membutuhkan perhatian saya ketimbang FS. Makanya saya
mendidik FS ini dengan keras ya karena dia harapan saya satu-satunya
yang meringankan pekerjaan saya dirumah. Kadang kalau kebutuhan
rumah tangga sedang membutuhkan banyak biaya, saya memerlukan
tenaga FS untuk ikut membantu kerjaan saya sebagai pengupas
bawang karungan.
b. (ER) DA itu sebenarnya anak yang terbuka sekali ketika kami belum
bercerai, namun setelah ayah dan ibunya berpisah dia jadi lebih sering
banyak menuntut saya. Kalau saya tidak mengabulkan permintaannya
walaaah pasti dia langsung ngamuk sejadi-jadi nya. DA ini dulunya
sangat terbuka dan dekat sekali dengan ayahnya, makanya dia tumbuh
menjadi anak yang manja karena ulah ayahnya yang sering menuruti
apapun kemauannya. Ya contohnya seperti gadget saja, dulu ketika
masih ada ayahnya, anak tidak terlalu ketergantungan game di
gadgetnya, dan setelah kami berpisah dengan ayahnya dia cenderung
lebih ketergantungan gedget dan sama sekali sulit untuk dicegah,
ataupun saya hanya menyita gadgetnya sementara saja, itu dia pasti
ngambeknya luar biasa.
B. Seputar Hubungan Anak Dengan Teman Bermain di Sekolah
1. Bagaimana cara ibu memberikan pemahaman kepada si anak bahwasannya
perbuatannya itu salah?
a. (IS) Kalau FS melakukan kesalahan terkadang saya suka sedih sendiri
gitu, saya merasa menjadi sosok ibu yang gagal. Disini saya mencoba
menasehatinya menanyakan kebenarannya dengan dia dan teman-
temannya dan kalau anak saya yang salah, saya yang mengintropeksi
diri saya dulu. Contohnya bukan sekali dua kali saya mendengar anak
saya kata temannya mencuri uang temannya disekolah, awalnya saya
tidak percaya FS melakukannya, karena FS saya tanya juga cuma
nangis dan enggan untuk terbuka, cuma ya gimana seandainya
memang dia yang bersalah, saya cuma bisa berdoa mengelus dada saja
karena ini mungkin juga salah saya, yang tidak bisa mencukupi
kebutuhan FS dengan sepenuhnya.”
b. (ER) Masa kecil itu masa dimana mereka sedang mencari-cari sesuatu,
masa dimana mereka menghabiskan waktunya untuk bermain. Namun
seringkali FS ini seperti hobby banget mencari-cari kesalahan, entah
dengan teman sebayanya ataupun dengan lingkungan yang lainnya.
Berikan pemahaman secara baik-baik kepada sianak, merangkul serta
memberikan penegasan dan batasan-batasan yang baik dilakukan dan
yang tidak baik untuk dilakukan. Setelah itu beri hukuman kecil ketika
sianak sudah tidak bisa dibilangin lagi.
2. Apakah sianak susah menangkap pelajaran disekolah?
a. (IS) disekolahnya FS termasuk anak yang tidak sulit untuk menangkap
pelajaran. Untuk pelajaran agama anak ini terbilang cukup mudah
menangkap pelajaran daripada pelajaran yang umumnya.
b. (ER) DA termasuk cerdas didalam kelas. Namun DA ini kalau di suruh
belajar lumayan susah dan malas, si DA ini bisa dikatakan lebih
banyak bermain, jail dan kadang sering iseng kepada teman-temannya.
Namun untuk soal pelajaran sianak lebih gesit dan mudah menangkap
pelajaran umum yang diajarkan.
3. Bagaimana perlakuan si anak terhadap teman bermainnya. Apakah sering
berkelahi, mengejek,merusak?
a. (IS) FS itu sering sekali berkelahi kalau dia merasa sudah tidak merasa
nyaman lagi dia akan bertindak, dan FS ini kalau berkelahi tidak
sampai merusak.
b. (ER) Sianak disekolah lebih sering mengejek, sering meremehkan
teman-temannya, dan usil sekali tapi untuk merusak sepertinya tidak.
4. Apakah si anak sering merasa tidak nyaman dalam berteman?
a. (IS) Sianak kadang merasakan tidak nyaman dilingkungan
pertemanannya, karena seringkali dia kesal, disebabkan teman-
temannya yang sering mengejek dan jarang mendengarkan dia ketika
sedang bermain.
b. (ER) Sianak menemukan kenyamanannya dilingkungan bertemannya
ketimbang dilingkungan keluarganya. Karena anak lebih terbuka dan
lebih aktif ketika sudah berada diluar sana.
5. Apakah si anak sering membangkang/sering membantu ibu dalam
pekerjaan rumah?
a. (IS) Sering membangkan si ada saja, kadang tiba-tiba marah sewot
gitu, dan sering mengeluh, DA ini kalau mau ngebantuin ibunya tapi
sambil cemberut gitu, dengan alesan capek atau mau main di luar.
b. (ER) DA itu anaknya subhanallah banget ya, dia mandiri banget
anaknya, tapi kadang kalau ada yang dipintanya suka aneh-aneh saja
dan engga bisa sabaran banget, contohnya seperti sepatu atau tas
sekolah padahal keperluan sekolah dia itu selalu saya penuhi walaupun
dengan harga yang cukup mahal selalu saya turuti, tapi ya begitu itu
anak suka bosenan dan lebih seneng memakai barang orang lain
ketimbang punya nya sendiri. Awalnya mah saya tidak langsung turuti
permintaannya saya mau tau dulu alasannya apa, tapi ya seperti itulah
DA susah diajak kompromi kalau engga dituruti ya dia ngoceh aja
terus, kadang ulahnya males makan atau enggan berangkat sekolah,
makanya mau engga mau ya saya turuti saja kemauan dia.
C. Seputar Keadaan Anak Berorangtua Tunggal
1. Apa yang adik rasakan sesudah tidak punya bapak?
a. (FS) Perasaan ketika itu dan sampai sekarang saya masih sering
merasakan kesedihan, tertekan dan saya merasa sedikit menyesal
kenapa bapak bisa secepat itu ninggalin saya. Sebenarnya saya
kesepian dan sedih ketika melihat ibu banting tulang bekerja sendirian
pagi, siang, sore dan malam demi menghidupkan ke-Lima anaknya.
b. (DA) Saya merasakan tertekan sekali dan saya sedikit belum percaya
dengan keadaan. Sampai saat ini saya sebenarnya belum bisa dilepas
ayah. Saya itu bisa dikatakan sangat dekat dengan ayah. Saya
seringkali menyesal kenapa ayah dan ibu memilih untuk berpisah.
Seperti biasanya saya mengerjakan PR sama-sama, diajak keliling
untuk sekedar mencari makan diluar, tapi keadaan seperti itu sudah
tidak akan saya rasakan kembali. Namun terkadang saya merasa kasian
dengan ibu yang setiap harinya berjuang sendiri, berdagang, dengan
susah payah untuk membiayai makan dan sekolah saya.
2. Pada saat usia berapakah adik ketika bapak meninggal/berpisah?
a. (IS) Ketika bapak pergi meninggal dunia saya masih berumur empat
setengah tahun. Disitu saya belum mengenal situasi dan keadaan
sepenuhnya, saya belum mengerti dan paham dengan ketiadaannya
bapak. Saya fikir saat itu bapak hanya sakit dan sedang tidur
beristirahat, tapi lama-lama saya sadar bapak tidak akan kembali untuk
selamanya. Saya baru menyadari dan mengerti semua keadaan tentang
bapak itu diusia 6 Tahun.
b. (DA) Ketika ayah dan ibu berpisah, ketika itu usia saya menginjak
umur 8 tahun. Diumur itu saya belum mengerti sekali arti perpisahan
antara kedua orangtua saya. Awalnya saya mengira ayah hanya pergi
untuk sementara waktu dan tinggal di kampung, dan mereka hanya
berpisah sementara dan akan kembali lagi. Namun ternyata lambat laun
saya seringkali diberikan pemahaman oleh ibu dan saya semakin
mengerti tentang persoalan perpisahan kedua orangtua saya yang
sebenarnya.
3. apa yang menyebabkan adik mengalami gangguan emosi?
a. (FS) Penyebab saya mengalami gangguan emosi itu pada saat melihat
teman-teman di lingkungan sekitar saya sedang bersama dengan
bapaknya masing-masing, mereka nampak bahagia dan aku nampak
sendiri tanpa kasih sayang bapak. Saya sedih ketika teman-teman saya
bermain dengan sepuasnya, jalan-jalan dengan keluarga lengkapnya,
saya hanya diberikan waktu main yang sedikit dan ibu saya sering
meminta bantuan saya untuk meringankan pekerjaannya dirumah.
Sering sekali saya mengeluh, merasa tertekan, marah-marah dan disaat
saya sedang lelah pulang sekolah ibu memaksa saya untuk membantu
pekerjaannya.
b. (DA) Yang sering menimbulkan gangguan emosi pada saya ketika
sedang kesepian dirumah. Ibu sedang sibuk bekerja diluar rumah,
sedangkan kakak saya kalau pulang pasti malem terus. Saya cuma
sendirian di rumah kadang saya suka main tanpa izin dulu ke ibu, saya
sering diam-diam mencari hiburan di luar rumah dengan teman-teman
saya, habisnya kalau izin dulu pasti engga bakalan dibolehin apalagi
kalau ibu tau saya dikasih tugas dari sekolahan, pasti saya engga
bakalan boleh keluar rumah. Di rumah kegiatan saya cuma main
gadget, nonton televisi, belajar dan nungguin ibu pulang kerja.
4. Apakah lingkungan dapat berpengaruh terhadap emosi adik?
a. (FS) Sangat berpengaruh sekali. Karena sehari-harinya saya tidak bisa
lepas dari lingkungan. Di lingkungan kadang saya merasa bahagia, tapi
sering juga saya merasa terpojok, punya banyak teman tapi seperti
tidak punya teman karena mungkin dengan keadaan saya yang seperti
ini.
b. (DA) Sangat berpengaruh sekali, karena di rumah saya selalu
merasakan kesepian, seperti tidak memiliki siapa-siapa dan suka
bingung sendiri di rumah mau ngapain lagi, terkadang saya sering
mencari-cari suasana baru di luar rumah dengan teman-teman saya.
5. apakah adik sering merasa jengkel ketika teman-teman adik cuek/tidak
peduli terhadap adik?
a. (FS )Jengkel sekali sekaligus sedih. Karena saya orang tak punya, uang
jajanpun pas-pasan, jadi saya merasa dibeda-bedakan saja. kadang saya
main bareng-bareng dengan teman teman, tapi ya itu dia saya kaya
cuma ikut-ikutan mereka saja seperti menghiraukan omongan saya
apalagi saya sering sekali di ejek oleh teman-teman karena mereka
melihat kondisi abang saya yang abnormal.
b. (DA) Saya sering merasa kesal ketika ada teman yang cuek,
berkelompok-kelompok gitu kalau main dan tidak perduli dengan
adanya saya disitu. Terkadang saya marah-marah tidak jelas ketika
teman-teman saya tidak merespon mau saya, karena mereka hanya lagi
ada maunya saja baik sama saya, karena itu yang membuat saya
kadang-kadang menangis diam-diam saking jengkelnya.
6. Apakah dengan kondisi keluarga tanpa bapak seperti ini menyebabkan
adik mengalami gangguan emosi?
a. (FS) Iya. Karena saya masih seringkali teringat bapak ketika sedang
merasa sendiri, saya sering tiba-tiba menangis dan tidak enak untuk
banyak berkomunikasi dengan orang lain, perasaan terpuruk itu dan
rasa ingin marah-marah selalu tiba-tiba muncul. Sebenarnya saya
merasa tertekan sekali karena dengan kondisi keluarga saya yang serba
pas-pas an begini terkadang saya ingin sekali curhat dengan bapak.
b. (DA) Perpisahan kedua orangtua saya sangat mengganggu emosional
saya. Karena saya merasakan sangat kesepian sekali setelah mereka
berpisah, mau main sama teman-teman saja banyak banget aturannya
saya jadi merasa ibu tidak adil, saya merasa seperti hidup sendiri tanpa
kasih sayang ayah dan ibu.
7. Apakah keadaan masyarakat yang tidak mendukung menyebabkan adik
menarik diri?
a. (FS) Iya. Saya seringkali malu dan tidak percaya diri, karena saya
bukanlah orang punya. Ibu saya hanya seorang buruh dan kehidupan
kami sangat pas-pas an. Saya sering merasa tidak enak kalau melihat
teman-teman saya bareng-bareng jajan karena dikasih uang jajan yang
lebih oleh kedua orangtuanya, dan ketika saya sedang tidak memiliki
uang jajan, ya saya lebih memilih untuk diam saja sambil menunggu
teman-teman saya.
b. (DA) Iya terkadang saya merasakan kalau sedang melihat teman-teman
dirumah saya pada bebas bermain kapanpun, mereka dipantau oleh
orangtuanya setiap saat, sedangkan saya di rumah hanya sendirian dan
ibu juga sering sekali melarang saya atau mengancam saya untuk tidak
bermain dan berkumpul dengan teman-teman saya.
8. Apakah keadaan sekolah menyebabkan adik mengalami gangguan emosi?
a. (FS) Saya lebih senang disekolah, karena disana saya sangat enjoy
sekali, dengan adanya kegiatan yang banyak disekolah saya merasa
terhibur, tapi gitu si teman-teman saya kadang suka menghiraukan
bahkan mengejek saya terus.
b. (DA) Disekolah saya merasa lebih bebas. Karena yang biasanya
dirumah sepi, ketika datang kesekolah banyak teman, banyak guru-
guru yang peduli dengan saya.
9. Adakah perubahan pada perilaku adik setelah bapak adik tiada/berpisah?
a. (FS) Dulu saya dekatnya sama ayah ketika ayah masih ada saya sering
sekali main dengannya. Berbeda dengan sekarang, saya merasa lebih
tertutup dan takut untuk terbuka ke orang lain meskipun ke ibu saya
sendiri.
b. (DA) Saya cenderung lebih pendiam ketika ayah sudah tidak satu
rumah lagi dengan kami. Saya menjadi tertutup, lebih sering marah-
marah di rumah, sulit untuk bergaul dan menjadi lebih manja dirumah.
10. Bagaimanakah cara adik mengatasi gangguan emosi?
a. (FS) Dengan cara bermain keluar rumah mencari-cari kegiatan
bersama teman-teman.
b. (DA) Cara mengatasi nya dengan melampiaskan semuanya dengan
gadget, nonton televisi, atau saya diam-diam tanpa sepengetahuan ibu
main keluar rumah ngumpul dengan teman-teman saya.
11. Ketika adik sedang emosi, apa yang adik lakukan pada saat itu, kemudian
apa tanggapan orangtua?
a. (FS) Saya biasanya marah-marah, kadang saya nangis kejer uring-
uringan ketika orangtua saya tidak memberikan izin untuk main atau
tidak memberikan saya uang jajan. Tanggapan orangtua saya
menasehati kadang kalau saya emosinya tidak karuan, ibu saya diam
saja sampai saya selesai marah-marah baru dia menasehati saya.
b. (DA) Saya kalau minta apa saja selalu ingin diturutin saat itu juga.
Kadang saya nangis sambil marah-marah, ngelempar-lempar barang
yang seadanya didepan saya tapi tidak untuk barang yang pecah karena
saya engga berani juga. Ibu saya cuma ngeliatin saja sambil ngoceh-
ngoceh meskipun saya hiraukan. Setelah dia rasa ocehannya sudah
tidak berguna lagi, barulah dia mengabulkan keinginan saya dan
setelah membaik barulah saya dinasehatinya.
12. menurut adik, berhasil tidak si ibu dalam mengatasi gangguan emosi adik?
a. (FS) Gimana ya tergantung si, soalnya ibu kalau saya lagi kesel sama
orang atau lagi capek pulang sekolah gitu kadang suka dicuekin,
kadang dinasehatin juga sama ibu ya walaupun nasihatin saya nya
dengan sedikit di sindir dulu, kadang juga ibu marah-marah
nasehatinnya atau kadang suka ngajak bercanda-canda.
b. (DA) Ibu saya memang jarang sekali ada waktu dirumah, kadang itu
yang membuat saya bete sendiri. Tapi kalau saya minta sesuatu pasti
ibu saya tuh langsung bergerak menuruti keinginan saya, ya walaupun
saya harus ngambek dulu sebentar.
13. Apakah adik sering berbohong, berikan salah satu contoh?
a. (FS )Kalau bohong mah pernah, biasanya saya kalau lagi males ngupas
bawang, pulang sekolah saya suka pura-pura izin kerja kelompok.
Soalnya ibu kalau saya alasannya yang berhubungan dengan tugas
pasti diizinin. Apalagi dulu mah saya suka ngga ngaku ngambil duit
ibu dirumah buat saya jajan di pengajian, tapi sekarang udah engga
soalnya ibu udah mulai tahu, dan sekarang kalau saya sekolah,
bermain, dan waktunya ngaji ibu selalu memberikan saya uang
secukupnya walaupun tidak banyak.
b. (DA) Yang namanya bohong si saya pernah. kadang saya suka bohong
biar uang jajan saya ditambahin gitu dengan pura-pura untuk
kebutuhan di sekolah, soalnya setiap pulang sekolah temen-temen saya
suka ngajak main ke warnet atau saya juga sering diam-diam pergi
bermain setelah habis maghrib dengan beralasan ingin mengaji bareng-
bareng di masjid dekat rumah.
14. Adakah perhatian khusus yang diberikan ibu untuk adik setelah bapak
sudah tiada/berpisah?
a. (FS) Sama saja sepertinya, Cuma kayanya ibu saya sekarang lebih
tegas saja, lebih sering menasehati saya, pokoknya ibu itu makin lebih
ketat menjaga saya dengan mengingatkan saya terus rajin belajar.
b. (DA) Tidak ada, tapi palingan ibu sekarang-sekarang lebih sering
menuruti apa keinginan saya, bahkan barang-barang yang saya tidak
pinta juga ibu membelikannya untuk saya.
D. Seputar Orang Terdekat Keluarga Single Parent
1. Sudah berapa lama kah anda dan keluarga tunggal tersebut
bertetangga, dan seberapa dekatkah hubungan kalian dalam
bertetangga?
a. (NH) Saya sudah bertetangga dengan IS lumayan lama. Kebetulan
saya asli betawi dan dari kecil saya sudah tinggal disini. Dari tahun
90 an IS tinggal dan menetap di Jakarta. Sehari-harinya dia hanya
sebagai buruh pengupas bawang di Pasar Induk Kramat Jati,
Mayoritas warga di sini memang sebagai buruh Pasar Induk. Saya
dengan IS sudah lama dekat, terlebih ketika suaminya meninggal,
komunikasi kami makin dekat karena saya paham betul bagaimana
kondisi ekonomi keluarga IS. Kita saling membantu saja, saling
peduli satu sama lain, kebetulan saya dan IS berada pada satu
kelompok Majlis Ta’lim.
b. (RA) Kebetulan saya bertetangga dengan ER sudah cukup lama.
Saya asli dari kota Tasikmala, dan mulai menetap di Jakarta pada
tahun 2005, disini saya hanya sebagai ibu rumah tangga saja. Saya
dan ibu ER cukup akrab, kami saling membantu satu sama lain.
Terkadang saya sering sekali dipintakan tolong oleh ibu ER untuk
hanya sekedar memantau keadaan anaknya dirumah. Karena
keseharian ibu ER ini sangat dikatakan sibuk sekali, dengan
mengemban beban sebagai single mother ibu ER memiliki
pertokoan sederhana di pasar Induk Kramat Jati, jadi kesehariannya
dia lebih banyak diluar ketimbang dirumah mengurus pekerjaan ibu
rumah tangga yang selayaknya.
2. Sejauh ini apa tanggapan saudari tentang kasus keluarga single parent
yang dialami tetangga anda, bagaimanakah cara ibu single parent
tersebut dalam mengasuh anaknya sehari-hari, dan bagaimanakah
respon anaknya tersebut?
a. (NH) Sejauh ini saya melihat kondisi keluarga IS itu sangat sedih
sekali. Karena dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan ini,
IS berjuang menghidupi ke-lima anaknya yang masih berstatus
pelajar. Tapi mau diapakan lagi kematian salah satu dari kehendak
Allah yang nyata ya. Mungkin dari sini Allah lebih menguji
keluarga IS agar derajatnya diangkat sebaik-baiknya.
Yang namanya orangtua pastinya sesibuk apapun tetap memantau
anaknya, dan IS pun cukup sabar menghadapi anaknya. Cara dia
merawat anaknya ya sama seperti kebanyakan ibu-ibu lainnya,
kadang anaknya diomelin, di nasehatin, tergantung perilaku anak
yang diperbuat. Mungkin karena IS memikul beban banyak ya jadi
terkadang dia sulit mengontrol emosinya ketika marah kepada
anaknya.
Respon anaknya si saya tidak tahu pasti ya, karena bisa dilihat
anaknya lebih senang main keluar ketimbang dirumah, sang anak
cenderung cuek kalau dirumah disuruh ngupas juga jarang ngobrol
banyak dan lebih tertutup dirumah.
b. (RA) Sebenarnya si saya agak tidak setuju kalau melihat keluarga
yang memilih bercerai, karena imbasnya ke anak-anak kelak. Yang
seharusnya beban keluarga dipikul oleh ayah dan ibu, ini hanya
diberikan sepenuhnya kepada ibunya tanpa memikirkan kondisi
fisik dan psikis sang ibu. Terlebih anak juga kan butuh kasih
sayang yang utuh dari kedua orangtuanya. Sejauh ini saya melihat
keluarga ER ini cenderung lebih tidak memiliki waktu luang untuk
anaknya dan ketika anaknya pulang sekolah ER tidak berada
dirumah, sepertinya anak hanya diturutkan dari segi materinya saja.
yang saya lihat hubungan antara DA dan ER ini ya cukup terbilang
renggang dan jarang komunikasi. ER tipikal seorang ibu yang
tegas, kadang dia suka marah-marah kalau anaknya melakukan
kesalahan, contoh kecilnya kalau anaknya berbohong dan telat
pulang kerumah. Karena disini saya sering dipintakan tolong untuk
sekedar memantau kondisi dirumah.
3. Apa pandangan anda ketika melihat kejanggalan yang sering terjadi di
keluarga single parent?
a. (NH) Kejanggalan si tidak ada. Cuma ya itu saya suka kasian aja
melihat keluarga IS, karena sejauh ini saya melihat perlakuan IS
terhadap anaknya si cenderung lebih keras, tapi bukan dalam artian
kasar ya. IS membiasakan anak-anaknya mandiri dan hidup dengan
kesederhanaan. Akan tetapi ya namanya anak kecil kan kalo
dikerasin kadang suka nambah tidak nurut ya, terkadang IS
memperlakukan anaknya agak sedikit membentak atau
mencubitnya. Apalagi ketika si anak FS sering sekali iri-irian
kepada abangnya yang berstatus ABK.”
b. (RA) Keluarga ER kalau dilihat sekilas ya terlihat baik-baik saja
antara hubungannya terhadap anak ataupun terhadap tetangga
sekitarnya. Namun sejauh ini pendapat saya mengenai keluarga ER
itu kalau menghukum anaknya kasar, dan dari bahasanya juga
seperti itu, mungkin karena faktor lingkungan sehari-harinya ER
dipasar. Maksud ER sih sebenarnya bagus ya memberikan
penegasan terhadap anaknya, namun cara penempatannya yang
kurang tepat, ER kurang mampu mengontrol emosi klo anaknya
berbuat ulah atau lagi ngambek gitu. Karena kan saya rumahnya
sebelahan, jadi kalau lagi gimana-gimananya tuh pasti kedengeran
banget.”
4. Adakah persoalan dan keluhan-keluhan single parent yang
diungkapkan kepada anda?
a. (NH) Keluhan yang sering diungkapkan IS biasanya si soal
keuangan ekonomi keluarganya, dan kadang demi kecukupan
ekonominya IS sering menjadi kuli sayuran di Pasar Induk Kramat
Jati demi mencari penghasilan tambahan diluar, apalagi IS
memiliki salah satu anak yang berkebutuhan khusus sejak lahirnya.
b. (RA) Keluhan si ada saja ya. Terkadang ER mengeluh sakit-sakit
an, terkadang dia mengeluh soal keadaan anak yang makin gede
makin sulit diaturnya. Ya macam-macam keluhannya, ini hanya
sebagian contoh kecilnya saja.
5. Pernah atau tidak keluarga tunggal tersebut meminta bantuan kepada
anda, dalam bentuk apakah bantuan tersebut?
a. (NH) Sering sekali IS meminta bantuan, biasanya dia meminta
bantuan ke saya meminjam uang untuk kebutuhan keluarganya
makan.
b. (RA) Yang namanya tetangga ya pasti ada saja membantu
tetangganya satu sama lain. Saya sering sekali dipintakan tolong
oleh ER ini untuk memantau kondisi dirumahnya apakah anaknya
sudah datang atau belum. Atau biasanya saya diberikan pesan ER
untuk memberikan uang untuk makan anaknya dirumah.
Gambar 1. Saat Wawancara dengan IS
Gambar 2. Pekerjaan Sehari-hari IS
Gambar 3. Saat Wawancara dengan Bapak Tihalin Ketua RT/005
Gambar 4. Sesudah Wawancara dengan Bapak Janna Ketua RT/004
Gambar 5. Foto Sesudah Wawancara dengan Bapak Muharram dan Ibu RT/008
Gambar 6. Sesudah wawancara dengan ibu ER dan DA
Gambar 7. Sesudah Wawancara dengan FS
Gambar 8. Sesudah Wawancara dengan ibu NH
Gambar 9. Sesudah Wawancara dengan RA