Upload
whitney-ward
View
727
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM JAMINAN MUTU HASIL
PERIKANAN BERBASIS IN PROSES INSPECTION
Sebagai Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Darussalam Ambon
Oleh :
Hibban Suneth
NIM. 200905043
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DARUSSALAM AMBON
2014
`
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi
yang berjudul Efektivitas Penerapan Sistem Jaminan Mutu Hasil Perikanan Berbasis
in Proses Inspection dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi ini mengkaji sistem in Proses Inspection yang dikembangkan oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Badan Karantina Ikan Pengendalian
Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan selaku otoritas kompeten dibidang mutu hasil
perikanan, guna menjamin mutu produk perikanan aman dan layak untuk dikonsumsi.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak
terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Ambon, Maret 2014
Hibban Suneth,
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tak lupa
pula penulis menyampaikan salam dan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW
yang telah membawa umat Islam ke jalan yang diridhoi Allah SWT.
Skripsi yang berjudul Efektivitas Sistem Jaminan Mutu Hasil Perikanan
Berbasis in Proses Inspection merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar
sarjana perikanan. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada :
1. Ibu Inem Ode, S.Pi. MP. dan Bpk. Tahir Tuasikal, S.Pi. M.Si sebagai dosen
pembimbing skripsi dan Ibu Erika Lukman, S.Pi, MP serta Ibu Yenni Sopyan,
S.Pi, M.Si selaku Penguji skripsi, atas segala ilmu, saran, kritik dan
kesabarannya dalam membimbing dan mengarahkan penulis. serta Bpk Ir.
Madehusen Sangadji, M.Si selaku dosen penasehat akademik atas dukungan
dan kesabaran dalam membimbing selama masa perkuliahan agar penulis tetap
semangat menyelesaikan semuanya.
2. Keluarga tersayang (Istri Syeni bin Umar beserta kedua putriku Syahrani dan
Fatin Nabila Suneth) yang senantiasa memberikan perhatian, kasih sayang,
motivasi, dan doa tanpa henti kapanpun dan dimanapun penulis berada.
3. Bpk. Suprayogi, S.Pi, MP selaku Kepala Stasiun KIPM Kelas I Ambon yang
selalu memberi motivasi serta restunya kepada penulis dalam menyelesaikan
studi.
4. Rekan seprofesi Lydia Luciana Sunardjo, S.Pi, M.Si, Maryam Ulfa Latuconsina,
S.Kel, Irawan Fahri Fakaubun, SE. M.Si yang selalu memberi semangat dan
dukungan.
5. Staf-staf Stasiun KIPM Kelas I Ambon atas bantuan dan dukungan selama
penulis melaksanakan penelitian.
6. Sahabat-sahabat penulis (Maya, Sida, Su, Randa Sangadji) dan anakanak
angkatan 2009 Perikanan MSP Darussalam atas kebersamaan, dukungan,
semangat, dan hiburan serta kesetiaan dalam kebersamaan yang selalui dilalui
penulis dari awal sampai saat ini. Terima kasih atas semua nasehatnasehat dan
motivasi hidup dari kalian dan terima kasih atas keberadaan kalian saat penulis
senang ataupun susah.
7. Temanteman dekat penulis (Hamza Latting,S.Pi, Ridwan, S.Pi. M.Si, Dadang,
Rizal dan lainlain yang tidak dapat disebutkan satu persatu). Terima kasih
untuk semua dukungan dan bantuan kepada penulis.
8. Kakak Muslim beserta istri Ibu Barkah atas nasehatnasehat yang selalu
membuat penulis menjadi lebih baik. Terima kasih atas pelajaran hidup yang
sangat berharga sehingga penulis selalu termotivasi dalam menjalankan hidup.
9. Semua pihak dan rekanrekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima
kasih atas kerjasama dan dukungan kalian semua.
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR . i
UCAPAN TERIMAKASIH ii
DAFTAR ISI ........ iii
DIDIKASI ................ vi
RIWAYAT PENDIDIKAN . vii
ABSTRAK ....... viii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN .. 1
1.1.Latar Belakang ....... 1
1.2.Rumusan Masalah .. 3
1.3.Tujuan .... 3
1.4.Manfaat Penelitian . 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 5
2.1. In Proses Inspection 5
2.1.1. HACCP . 5
2.1.2. Good Manufacturing Practices (GMP) . 11
2.1.3. Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP) 16
2.2. Diskripsi Ikan Tuna 17
2.2.1. Klasifikasi dan Morfologi 17
2.2.2. Komposisi Daging Tuna . 20
2.2.3. Penurunan Mutu Ikan .. 21
2.4. Produk Tuna Loin . 28
2.4.1. Proses Pengolahan Tuna Loin Beku . .. 28
2.5. Persyaratan Bahan Baku 29
2.6. Persyaratan Mutu Tuna Loin Mentah Beku .. 30
BAB III METODE PENELITIAN . 31
3.1. Waktu dan Tempat . 31
3.2. Alat dan Bahan .. 31
3.3. Prosedur Kerja 32
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..... 38
4.1. Diskripsi Lokasi Penelitian .. . 38
4.2. Diskripsi Produk Tuna Loin .. 38
4.3. In Proses Inspektion . . 40
4.3. Uji Organoleptik .. . 43
4.4. Uji Salmonela .... 45
4.5. Uji Escherichia coli .. . 46
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN . . 48
5.1. Kesimpulan ..... . 48
5.2. Saran 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
D E D I K A S I
DOAKU HARI INI : YA ALLAH, JADIKAN AKU YANG KECIL INI MENJADI
BERARTI BAGI SESAMA, AGAR KEMULIAANMU SELALU
BERKUMANDANG .
Skripsi ini kupersembahkan kepada Ibunda, Kakak, Istriku tercinta dan kedua buah
hati sebagai inspirasi hidupku serta almamaterku tercinta.
RIWAYAT PENDIDIKAN
HIBBAN SUNETH dilahirkan di dusun Namatotur/Wailey desa Latu kecamatan
Kairatu pada tanggal 15 Nopember 1973 sebagai anak bungsu dari lima bersaudara dari
pasangan ayahanda Halik Suneth dan ibunda Rabea Patty.
Penulis mulai menginjak dunia pendidikan formal pada tahun 1982 di SDN
Namatotur, kemudian melanjutkan kembali pada SD Inpres desa Luhu dan
menyelesaikannya pada tahun 1988. Pada tahun 1991 lulus SMP Negeri Iha-Luhu
kemudian melanjutkan ke Sekolah Umum Perikanan Menengah (SUPM Waiheru) dan
lulus pada tahun 1994.
Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 1994 di Universitas Pattimura Ambon
Fakultas Tenik Jurusan Sistim Perkapalan. Karena konflik sosial di Maluku pada tahun
1999 penulis melanjutkan studi pada Universitas Hang Tuah Surabaya dan lulus pada
tahun 2002. Pada tahun 2009 penulis kembali menempuh pendidikan tinggi di
Universitas Darussalam Ambon pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program
Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Pada tahun 2013 penulis melakukan
penelitian dengan judul Efektivitas Penerapan Sistem Jaminan Mutu Hasil
Perikanan Berbasis in Proses Inspection yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelas sarjana pada program Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Darussalam Ambon. Dibawah bimbingan Ibu
Inem Ode, S.Pi, MP. (pembimbing I) dan Bapak Tahir Tuasikal, S.Pi, M.Si
(pembimbing II).
ABSTRAK
HIBBAN SUNETH, NIM. 200905043 : EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM
JAMINAN MUTU HASIL PERIKANAN BERBASIS IN PROSES INSPECTION,
dibawah bimbingan Ibu Inem Ode, S.Pi, MP. (pembimbing I) dan Bapak Tahir
Tuasikal, S.Pi, M.Si (pembimbing II).
In proses inspection merupakan rangkaian inspeksi dan monitoring pengendalian mutu
dari proses penerapan Hazard Analysis Critical Control Point ( HACCP ) dan program
kelayakan dasar, Good Manufacturing Practices ( GMP ) serta Standard Sanitation
Operational Procedure ( SSOP ) yang diadopsi sebagai tindakan sistematis yang
mampu memastikan keamanan produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan
secara internasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan
sistem Jaminan mutu hasil perikanan berbasis in proses inpection. Penelitian ini
mengunakan beberapa metode analisis yaitu uji organoleptik, uji Salmonella sp dan uji
Escherichia coli. Hasil yang diperoleh untuk uji organoleptik adalah unit pengolahan
ikan yang menerapkan in proses inspection (PT. Harta Samudera) memiliki nilai skor
organoleptik lebih baik berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dibandingkan
dengan unit pengolahan ikan yang tidak menerapkan in proses inspection (PT. ASTB).
Hasil uji Salmonella sp terhadap unit pengolahan ikan yang menerapkan in proses
inspection negatif (-) Salmonella sp, sedangkan yang tidak menerapkan in proses
inspection positif (+) salmonella sp. Hasil uji Escherichia coli menunjukkan unit
pengolahan yang menerapkan in proses inspection memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI), sedangkan unit pengolahan ikan yang tidak menerapkan sistem ini
tidak memenuhi standar SNI.
Kata Kunci : In Proses Inspection, Mutu Hasil Perikanan
DAFTAR TABEL
No Judul Hal.
1. Jenis Ikan Tuna dan Nama Perdagangan .. 18
2. Komposisi Kimia Ikan Tuna ..... 21
3. Kisaran Suhu Bagi Pertumbuhan Bakteri .. 24
4. Standar Mutu Tuna Loin Beku ...... 30
5. Hasil Uji Organoleptik Produk Tuna Loin ... 43
6. Hasil Uji Salmonella ...... 45
7. Hasil Uji E. coli 46
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal.
1. Yellow Fin Tuna 19
2. Tahap Uji Salmonella .... 34
3. Tahap Uji E.Coli . 37
4. Morfologi Tuna Loin .............. 38
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hal.
1. Gambar Layout Lab. Karantina Ikan Ambon.... 51
2. SNI 7530.1:2009 untuk Ikan Tuna Segar .... 52
3. SNI 01-4852-1998 Sistim Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis
(HACCP) serta Pedoman Penerapannya .... 60
4. Lembaran Temuan Ketidaksesuaian PT. Harta Samudera .... 77
5. Lembar Panelis Uji Organoleptik .. 91
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era perdagangan bebas hambatan non tarif dapat menjadi hambatan besar
bagi produk perikanan Indonesia untuk memasuki pasar ekspor. Hambatan non tarif
utamanya pada kualitas produk yang tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan
negara importir. Penerapan sistem manajemen mutu pada kegiatan usaha penangkapan
ikan mendesak untuk segera dilakukan dalam upaya mewujudkan jaminan mutu dan
keamanan produk-produk perikanan ( Pedoman Teknis Tindak Karantina 2011).
Selanjutnya dikatakan bahwa pada beberapa tahun terakhir terjadi perubahan
paradigma dalam sistem pengawasan mutu produk makanan termasuk produk ikan. Hal
ini didasarkan pada kenyataan bahwa sistem pengawasan yang terlalu menekankan
pada pengawasan produk akhir (end product inspection) gagal untuk menjamin mutu
dan keamanan makanan yang lebih baik sesuai dengan tuntutan konsumen. Sebagai
gantinya berbagai negara mengembangkan sistem yang bisa mencegah dan
mengidentifikasi secara dini masalah-masalah yang timbul selama proses produksi
(preventive measure) (Rahman 2007).
Standar mutu produk pangan (makanan) dan pertanian telah banyak
dikeluarkan, meskipun belum semuanya diterapkan dalam dunia perdagangan.
Beberapa indikator mutu yang digunakan yaitu sifat barang, tolak ukur dan faktor
mutu. Sementara persyaratan konsumen yang menyangkut keamanan, keselamatan,
dan kelestarian lingkungan ditempatkan pada standar terpisah (Rahman, 2007).
Untuk menjaga keamanan pangan dari produsen pangan diantaranya dengan
menerapkan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). HACCP adalah
merupakan sistem yang dapat menjamin keamanan pangan, sistem ini bekerja secara
proaktif yaitu mengantisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang
mengutamakan tindakan pencegahan daripada mengandalkan pada pengujian produk
akhir (Rahman, 2007).
Menurut Winarno dan Surono (2004), Sistem HACCP telah diakui oleh dunia
internasional sebagai salah satu tindakan sistematis yang mampu memastikan
keamanan produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan secara global. Agar
sistem ini dapat berfungsi dengan baik dan efektif, perlu diawali dengan pemenuhan
program kelayakan dasar (pre-reguisite), yang berfungsi melandasi kondisi lingkungan
dan pelaksanaan tugas dan kegiatan lain dalam suatu pabrik atau industri pangan yang
sangat diperlukan untuk memberikan kepastian bahwa proses produksi yang aman
telah dilaksanakan untuk menghasilkan produk pangan dengan mutu yang diharapkan.
Sistem ini harus dibangun diatas dasar yang kokoh untuk pelaksanaan dan terbitnya
GMP (Good Manufacturing Pratices) atau cara produksi makanan yang baik, dan
SSOP (Standart Sanitation Operational procedure) atau Prosedur Standar Operasi
Sanitasi .
Sistem pengendalian mutu untuk mengantisipasi bahaya perlu didukung oleh
pengawasan mutu mulai dari pra panen, pasca panen sampai dengan distribusi. Hal ini
identik dengan prosedur tindak karantina berbasisi in proses Inspection, yang
mendasarkan rangkaian kegiatan pemeriksaan kesehatan ikan, mutu ikan secara
berkala, periodik dan berkelanjutan.
In proses inspection adalah sistem rangkaian pengendalian mutu yang
dilakukan secara berkala, periodik dan berkelanjutan untuk memperoleh hasil
perikanan yang bermutu dan aman bagi kesehatan manusia (Pedoman Teknis Tindakan
Karantina 2011). Untuk itu penelitian terkait dengan Efektivitas Sistem Jaminan Mutu
Hasil Perikanan Berbasis in Proses Inspection perlu dilakukan.
1.2 Rumusan masalah
Yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan sistem
jaminan mutu hasil perikanan berbasis in Proses Inspection oleh Stasiun Karantina
Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Ambon, efektif ?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektivitas penerapan sistem
jaminan mutu hasil perikanan berbasis in Proses Inspection oleh Stasiun Karantina
Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Ambon
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai data dan informasi bagi perusahaan
Unit Pengolahan Ikan (UPI), Miniplan dan nelayan agar dapat memahami penanganan
serta pengolahan produk perikanan yang terkait dengan mutu produk secara baik,
berdasarkan ketentuan dan regulasi yang ada, agar produk perikanan yang dihasilkan
dapat memberikan nilai tambah yang bermanfaat bagi pelaku perikanan secara
menyeluruh. Serta diharapkan informasi ini dapat menjadi referensi untuk penelitian
lanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. In Proses Inspection
In proses inspection adalah sistem rangkaian pengendalian mutu yang
dilakukan secara berkala, periodik dan berkelanjutan untuk memperoleh hasil
perikanan yang bermutu dan aman bagi kesehatan manusia. In proses inspection
merupakan rangkaian inspeksi dan monitoring pengendalian mutu dari proses
penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan program kelayakan
dasar, Good Manufacturing Practices (GMP) serta Standard Sanitation
Operational Procedure (SSOP) yang diadopsi sebagai tindakan sistematis yang
mampu memastikan keamanan produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan
secara internasional (Winarno dan Surono, 2004).
2.1.1. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Menurut Codex Alimentarius Commision (CAC) adalah suatu sistem kontrol
dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik
kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu
bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan
dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan
jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Tujuan dari
penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya
bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tuntutan
konsumen. Secara umum terdapat 12 tahapan penerapan HACCP antara lain :
1. Pembentukan Tim HACCP
Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana HACCP adalah
membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam industri yang
terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman. Tim HACCP sebaiknya
terdiri dari individu-individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu
yang beragam, dan memiliki keahlian spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan,
misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/ enginering, ahli kimia, dan lain sebagainya
sehingga dapat melakukan brainstorming dalam mengambil keputusan. Jika
keahlian tersebut tidak dapat diperoleh dari dalam perusahaan, saran-saran dari
para ahli dapat diperoleh dari luar.
2. Deskripsi Produk
Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau uraian dari
produk pangan yang akan disusun rencana HACCPnya. Deskripsi produk yang
dilakukan berupa keterangan lengkap mengenai produk, termasuk jenis produk,
komposisi, formulasi, proses pengolahan, daya simpan, cara distribusi, serta
keterangan lain yang berkaitan dengan produk. Semua informasi tersebut
diperlukan Tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif
(SNI 0148521998).
3. Identifikasi Pengguna yang dituju
Dalam kegiatan ini, tim HACCP menuliskan kelompok konsumen yang mungkin
berpengaruh pada keamanan produk. Tujuan penggunaan produk harus didasarkan
pada pengguna akhir produk tersebut. Konsumen ini dapat berasal dari orang umum
atau kelompok masyarakat khusus, misalnya kelompok balita atau bayi, kelompok
remaja, atau kelompok orang tua. Pada kasus khusus harus dipertimbangkan
kelompok populasi pada masyarakat beresiko tinggi.
4. Penyusunan Diagram Alir Proses
Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat
seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk
jadi untuk disimpan. Pada beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram alir
proses sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut. Hal tersebut tentu saja
akan memperbesar pekerjaan pelaksanaan HACCP, akan tetapi pada produk-
produk yang mungkin mengalami abuse (suhu dan sebagainya) selama distribusi,
maka tindakan pencegahan ini menjadi amat penting.
Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan
proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk membantu tim
HACCP dalam melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi
orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses dan verifikasinya.
5. Verifikasi Diagram Alir Proses
Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan pelaksanaan
di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk menguji dan
membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila
ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus
dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus
didokumentasikan.
6. Analisa Bahaya
Setelah lima tahap pendahuluan terpenuhi, tim HACCP melakukan analisa bahaya
dan mengindentifikasi bahaya beserta cara-cara pencegahan untuk
mengendalikannya. Analisa bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap bahan
baku, komposisi, setiap tahapan proses produksi, penyimpanan produk, dan
distribusi, hingga tahap penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis bahaya adalah
untuk mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses
pengolahan sejak awal hingga konsumen.
Analisis bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya, penetapan
tindakan pencegahan (preventive measure), dan penentuan kategori resiko atau
signifikansi suatu bahaya. Bahaya (hazard) adalah suatu kemungkinan terjadinya
masalah atau resiko secara fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk pangan
yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia.
7. Penentuan Critical Control Point (CCP)
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau
prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan
dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima.
Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat
ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan.
8. Penetapan Critical Limit (CL)
Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk
setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara "yang diterima" dan
"yang ditolak", berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ditetapkan
untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas
kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa batas
tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan
berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi
maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.
9. Prosedur Pemantauan CCP
Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan terencana
dan terjadwal terhadap efektivitas proses mengendalikan Critical Control Point
(CCP) dan Critical Limit (CL) untuk menjamin bahwa CL tersebut menjamin
keamanan produk. CCP dan CL dipantau oleh personel yang terampil serta dengan
frekuensi yang ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya
kepraktisan. Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang direkam
dalam suatu checklist atau pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke
dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP perlu memperhatikan mengenai
cara pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan
orang yang melakukan pemantauan.
10. Penetapan Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis
suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat
tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan beresiko tinggi
misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi sebelum
semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan
dan diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain
menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang
produk, serta tindakan pencegahan seperti memverifikasi setiap tahapan.
11. Verifikasi Program HACCP
Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan
bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan.
Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat
diperiksa dan efektifitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin.
Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa
CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan jika ada
informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan
oleh produk tersebut.
12. Perekaman Data/dokumentasi
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program
HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan
selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai
CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap
penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu dokumen
ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit
eksternal dan dapat juga digunakan oleh operator.
2.1.2. Good Manupactoring Practices (GMP)
Cara berproduksi yang baik dan benar terdiri dari berbagai macam persyaratan
yang secara umum meliputi: persyaratan mutu dan keamanan bahan baku/bahan
pembantu, persyaratan penanganan bahan baku/bahan pembantu, persyaratan
pengolahan, persyaratan pengemasan produk, persyaratan penyimpanan produk dan
persyaratan distribusi produk. Persyaratan-persyaratan tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Lingkungan sarana pengolahan dan lokasi Lingkungan :
Lingkungan sarana pengolahan harus terawat baik, bersih dan bebas sampah
Penanganan limbah dikelola secara baik dan terkendali
Sistem saluran pembuangan air lancar
Lokasi :
Terletak di bagian perifer kota, tidak berada di lokasi padat penduduk serta terletak di
bagian yang lebih rendah dari pemukiman
Tidak menimbulkan gangguan pencemaran terhadap lingkungan
Tidak berada dekat industri logam dan kimia
Bebas banjir dan polusi asap, debu, bau dan kontaminan lainnya
2. Bangunan dan fasilitas unit usaha
Desain Bangunan :
Desain, konstruksi dan tata ruang harus sesuai dengan alur proses
Bangunan cukup luas dapat dilakukan pembersihan secara intensif
Terpisah antara ruang bersih dan ruang kotor
Lantai dan didinding terbuat dari bahan kedap air, kuat dan mudah dibersihkan
Sudut pertemuan dinding dan lantai serta dinding dan dinding berbentuk lengkung
Kelengkapan ruang pengolahan :
Penerangan cukup, sesuai dengan spesifikasi proses
Ventilasi memadai memungkinkan udara segar selalu mengalir dari ruang bersih ke
ruang kotor
Sarana pencucian tangan dilengkapi sabun dan pengering yang tetap terjaga bersih
Gudang mudah dibersihkan, terjaga dari hama, sirkulasi udara cukup, penyimpanan
sistem FIFO dilengkapi pencatatan
3. Peralatan pengolahan
Alat yang kontak langsung dengan produk harus terbuat dari bahan yang tidak
toksik, tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan mudah diidentifakasi
sehingga mudah dilakukan perawatan
Letak penempatannya disusun sesuai dengan alur proses, dilengkapi dengan
petunjuk penggunaan dan program sanitasi
4. Fasilitas dan kegiatan sanitasi
Program sanitasi meliputi sarana pengolahan untuk menjamin kebersihan baik
peralatan yang kontak langsung dengan produk, ruang pengolahan maupun
ruang lainnya, sehingga produk bebas dari cemaran biologis, fisik dan kimia
Program sanitasi meliputi :
o Jenis peralatan dan ruang yang harus dibersihkan, frekuensi dan cara pembersihan
o Pelaksana kegiatan dan penanggung jawab
o Cara pemantauan dan dokumentasi
Fasilitas higiene karyawan tersedia secara cukup (tempat cuci tangan, locker,
toilet, dan ruang istirahat)
Suplai air mencukupi kebutuhan seluruh proses produksi dan kualitas air
memenuhi standar air minum
Pembuangan air limbah di desain sedemikian sehingga tidak mencemari
sumber air bersih dan produknya
5. Sistem pengendalian hama
Program pengenegndalian untuk mencegah hama diarahkan
Sanitasi yang baik
Pengawasan atas barang/bahan yang masuk
Penerapan/Praktek higienis yang baik
Upaya pencegahan masuknya hama :
Menutup lubang dan saluran yang memungkinkan hama dapat masuk
Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
Mencegah hewan piaraan berkeliaran di lokasi unit usaha
6. Higiene karyawan
Persyaratan kesehatan karyawan
Pemeriksaan rutin kesehatan karyawan
Pelatihan higiene karyawan
Peraturan kebersihan karyawan (petunjuk, peringatan, larangan, dll)
7. Pengendalian proses
Pengendalian Pre-Produksi
Menetapkan persyaratan bahan mentah/baku
Menetapkan komposisi bahan yang digunakan
Menetapkan cara pengolahan bahan baku
Menetapkan persyaratan distribusi/transportasi
Menetapkan cara penggunaan/penyiapan produk sebelum konsumsi
Pengendalian Proses Produksi. Meliputi prosedur yang telah ditetapkan
harus diterapkan, dipantau dan diperlukan kembali agar proses berjalan
efektif
Pengendalian Pasca Produksi. Dilengkapi dengan keterangan sebagai
berikut :
i. Jenis dan jumlah bahan, bahan pembantu dan tambahan
ii. Bagan alur proses pengolahan
iii. jenis, ukuran dan persyaratan kemasan yang digunakan
iv. jenis produk pangan yang dihasilkan
v. keterangan lengkap produk (nama produk, tanggal produksi,
kadaluarsa, nomor pendaftaran, dll)
vi. penyimpanan produk dilakukan sedemikian agar tidak terjadi
kontaminasi silang (perhatikan dinding, lantai, langit-langit,
saluran air dan sistem FIFO)
vii. sarana transportasi dan distribusi produk harus didesain khusus
untuk menjaga produk dari kontaminasi dan kerusakan produk.
8. Manajemen pengawasan
Pengawasan ditujukan terhadap jalannya proses produksi dan
mencegah/memperbaiki bila terjadi penyimpangan yang menurunkan mutu
dan keamanan produk
Pengawasan merupakan proses rutin dan selalu dikembangkan untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses produksi
9. Pencatatan dan Dokumentasi
Berisi catatan tentang proses pengolahan termasuk tanggal produksi dan
kadaluarsa, distribusi dan penarikan produk karena kadaluarsa
Dokumen yang baik akan meningkatkan jaminan mutu dan keamanan produk
2.1.3. Standard Sanitation Operasional Prosedure (SSOP)
Standard Sanitation Operasional Prosedure adalah prosedur pelaksanaan
sanitasi standar yang harus dipenuhi oleh suatu UPI untuk mencegah terjadinya
kontaminasi terhadap produk yang diolah. Terdapat 8 kunci SSOP antara lain:
1) Keamanan air proses dan es yang dipergunakan terutama yang kontak langsung dengan
ikan. Air yang dipergunakan berasal dari air ledeng yang sumbernya cukup aman dan
dikelola dengan sistem yang baik serta berkwalitas air minum.
2) Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan produk meliputi alat,
sarung tangan dan pakaian kerja.
3) Pencegahan cross contamination :
a) Kegiatan karyawan tidak boleh menghasilkan kontaminasi pangan.
b) Lantai pabrik harus pada kondisi dimana adanya perlindungan untuk
menghindari kontaminasi pada pangan dengan frekuensi monitor setiap hari
sebelum kegiatan dimulai.
4) Perawatan cuci tangan (bak cuci tangan), sanitizer (bahan sanitasi) dan fasilitas toilet. Toilet
dan fasilitasnya harus dilengkapi dengan pintu yang dapat tertutup secara otomatis, selalu
terpelihara dengan baik dan tetap bersih, disanitasi setiap hari pada akhir
operasional. Bak cuci tangan dan fasilitasnya harus ada air mengalir, sabun
pembersih berbentuk cair dan penyediaan handuk/lap.
5) Perlindungan produk, bahan packing produk yang berhubungan dengan permukaan
bahan yang memakai minyak, pestisida, solar, sanitizer, dll.
6) Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan-bahan harus sesuai petunjuk.
Pengendalian dan pengawasan bahan-bahan pembersih, bahan sanitasi, minyak
pelumas, bahan kimia/pestisida dan bahan kimia beracun lainnya harus diberi label
dan disimpan dalam ruangan khusus yang kering dan dapat dikunci, terpisah dari
ruang pengolahan dan pengepakan.
7) Pengawasan kesehatan karyawan. Pada saat bekerja kondisi karyawan harus bersih
dan sehat, karena kondisi kesehatannya dapat mengkontaminasi bahan makanan.
8) Pengawasan pest/hama, perlu dilakukan pada bagian dalam bangunan dengan
menggunakan bahan-bahan kimia yang dianjurkan, lingkungan harus dijaga tetap
bersih dan kondisi yang menjadi daya tarik hama/pest.
2.2.Diskripsi Ikan Tuna
2.2.1. Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Junianto (2003) bahwa dalam sistem klasifikasi, tuna termasuk famili
Scombroidea dimana salah satu ciri dari ikan anggota Scombroidea yaitu kandungan
asam amino bebas histidin yang tinggi.
Menurut Saanin (1983) dalam Widiastuty (2007), ikan tuna diklasifikasikan
sebagai berikut:
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Scombroidae
Familia : Scombroidea
Genus : Thunnus
Menurut Tampubolon (1983), spesies tuna yang dianggap paling komersil adalah
seperti pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Jenis Ikan Tuna dan Nama Perdagangannya.
Nama Indonesia Nama Perdagangan Nama Latin
Albakora Albacore Thunnus alalunga
Abu-abu Selatan Southern bluefin Thunnus maccoyii
Abu-abu Utara Northern bluefin Thunnus thynnus
Cakalang Skipjack Katsuwonus Pelamis
Madidihang Yellowfin Thunnus albacores
Matabesar Bigeye Thunnus obesus
Tongkol Little tuna Euthynnus affinis
Tongkol pisang Frigated mackerel Auxis thazard
Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae. Tubuhnya seperti cerutu,
mempunyai dua sirip punggung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari
sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) dibelakang sirip punggung
dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak
agak kedalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan
tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas
tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan
pinggiran berwarna gelap (Ditjen Perikanan, 1983). Morfologi ikan Tuna dapat dilihat
pada gambar 1.
Gambar 1. Yellow fin tuna
Ikan tuna termasuk perenang cepat dan terkuat diantara ikan-ikan yang
berangka tulang. Penyebaran ikan tuna mulai dari laut merah, laut India, Malaysia,
Indonesia, dan sekitarnya. Juga terdapat di laut daerah tropis dan daerah beriklim
sedang (Djuhanda, 1981).
Umumnya badan ikan tuna tampak padat, silindris panjang. Mulutnya cukup
lebar, posisinya terletak di muka sedikit di bawah matanya. Mempunyai gigi kecil dan
runcing yang makin ke belakang makin kecil ukurannya. Matanya lebar, mempunyai
dua sirip dorsal yang berdekatan, di belakang sirip dorsal yang kedua sampai ekornya
terdapat 8-9 sirip-sirip kecil. Sirip-sirip demikian juga terdapat antara sirip anal dan
ekornya dibagian bawah badan (Hadiwiyoto, 1993).
Tuna mempunyai panjang antara 40 cm 200 cm dengan berat antara 3-130
kg. Tuna terbagi atas beberapa jenis seperti Yellow fin tuna, Albacore, Long tail tuna,
Black fin tuna, dan Southern blue fin tuna. Sedangkan di Indonesia jenis-jenis yang
tertangkap adalah Yellow fin tuna atau madidihang, Big eye tuna atau biasa di sebut
tuna mata besar, Albacore, dan Southtern blue fin tuna (Tampubolon, 1983 dalam
Novriyanti, 2007).
2.2.2. Komposisi Daging Tuna
Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan lemak
yang rendah. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 - 26,2 g/100 g daging. Lemak
antara 0,2-2,7 g/100 g daging. Di samping itu ikan tuna mengandung mineral kalsium,
fosfor, besi dan sodium, vitamin A (retinol), dan vitamin B golongan thiamin,
riboflavin dan niasin (Departemen of Health Education and Walfare 1972 yang diacu
Maghfiroh, 2000).
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), komposisi kimia daging ikan tuna
bervariasi menurut jenis, umur, kelamin dan musim. Perubahan yang nyata terjadi
pada kandungan lemak sebelum dan sesudah memijah. Kandungan lemak juga berbeda
nyata pada bagian tubuh yang satu dengan yang lain.
Menurut Soenan (2004), bahwa semakin bertambah usia, kandungan
lemaknya semakin tinggi. Ikan yang bermigrasi dalam kondisi buruk dapat
menurunkan lemaknya. Pada masa setelah bertelur lemak ikan meninggi. Dan ikan
yang tinggal di habitat yang kaya makanan banyak mengandung lemak. Untuk lebih
jelasnya komposisi kimia ikan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Ikan Tuna (%)
Species Air Protein Lemak Karbohidrat Abu
Bluefin 68,70 28,30 1,40 0,10 1,50
Southern Bluefin 65,60 23,60 9,30 0,10 1,40
Yellow Fin 74,20 22,20 2,10 0,10 1,40
Skipjack 70,40 25,80 2,00 0,40 1,40
Marlin 72,10 25,40 3,00 0,10 1,40
Mackerel 62,50 19,80 16,50 0,10 1,10
Sumber : Murniyati dan Sunarman (2000)
2.2.3. Penurunan Mutu Ikan
Setelah ikan ditangkap/dipanen dan mati, berbagai proses perubahan fisik,
kimia dan organoleptik terjadi dengan cepat yang diakibatkan oleh reaksi kimia, enzim
autolysis dan aktifitas mikroba. Semua proses perubahan ini akhirnya mengarah pada
pembusukan. Tahap-tahap kemunduran kesegaran ikan adalah hiperaemia, rigor
mortis, autolysis dan penyerangan bakteri. Fase yang terjadi pada ikan yang baru
mengalami kematian disebut fase pre-rigor. Perubahan pada fase ini ditandai
terlepasnya lendir dari kelenjar dibawah permukaan kulit ikan yang membentuk lapisan
bening tebal di sekeliling tubuh (Zaitsev et al, 1969 dalam Ditjen P2HP, 2008).
Penurunan mutu pada ikan yang terjadi dapat meliputi perubahan oleh karena proses
kimiawi, enzimatis, dan bakteriologis.
A. Kemunduran Mutu Secara Kimiawi
Kemunduran mutu secara kimiawi meliputi terjadinya proses oksidasi lemak.
oksidasi ini terjadi karena enzim lipolitik mengurai lemak menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserol, dimana proses yang terjadi adalah oto-oksidasi, lipolisis, dan
lipoksida. Proses oto-oksidasi disebabkan oleh enzim hidroperoksida, lipolisis
disebabkan oleh enzim-enzim hidrolase atau lipase, dan lipoksidasi disebabkan oleh
enzim lipoksidase. Dan apabila pembongkaran lemak berlanjut maka akan
menghasilkan senyawa-senyawa keton, dan aldehid. Sehingga lemak mengalami
proses ketengikkan (Hadiwiyoto, 1993)
B. Kemunduran Mutu Secara Enzimatis
Selama ikan hidup, enzim ini menbantu proses metabolisme makanan
sehingga aktivitas enzim selalu menguntungkan bagi kehidupan ikan itu sendiri. Tetapi
setelah ikan mati, sistem kerja enzim menjadi tidak terkontrol lagi, sehingga merusak
tubuhnya sendiri, seperti dinding usus, daging, bagian tubuh lain, serta menguraikan
senyawa yang semula kompleks menjadi senyawa lebih sederhana. Semua hasil
penguraian enzim selama proses autolysis merupakan media yang sangat cocok untuk
fase pertumbuhan bakteri (Sarmono, 2002)
Autolisis adalah proses perombakan sendiri, yaitu proses perombakan jaringan
oleh enzim yang berasal dari bahan pangan tersebut. Proses autolysis terjadi pada saat
bahan pangan memasuki fase post rigor mortis. Ikan yang mengalami autolysis
memiliki tekstur tubuh yang tidak elastis, sehingga apabila daging tubuhnya ditekan
dengan jari akan membutuhkan waktu relatif lama untuk kembali kekeadaan semula.
Proses autolisis dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekelilingnya. Suhu yang
tinggi akan mempercepat proses autolysis ikan yang tidak diberi es (Afrianto, 2008).
Autolysis belum dapat disebutkan pembusukan karena hasil hidrolisis protein
dan lemak masih dapat dimakan manusia. Namun demikian, autolysis merubah struktur
daging sehingga kekenyalannya menurun; daging menjadi lembek; terbagi menjadi
lapisan-lapisan dan terpisah dari tulang. Kerusakan ini menyebabkan bagian perut
sobek. Selain itu, pemecahan protein menghasilkan substrat yang disukai bakteri yang
menyebabkan pembusukan (Murniyati dan Sunarman, 2000). Kecepatan autolisis
tergantung pada suhu dan tidak dapat dihentikan total, akan tetapi bisa di perlambat.
Biasanya proses autolisis akan selalu diikuti dengan meningkatnya bakteri (Junianto,
2003).
C. Kemunduran Mutu Secara Bakteriologis
Fase perubahan selanjutnya setelah autolysis adalah perubahan yang
disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme, terutama bakteri. Dalam keadaan masih
hidup ikan dianggap mengandung bakteri, bahkan ada yang menyebutkan steril,
walaupun sebenarnya pada tubuh ikan itu banyak dijumpai mikroorganisme. Ikan
hidup memiliki kemampuan untuk mengatasi aktivitas mikroorganisme itu, sehingga
tidak bermasalah bagi hidupnya (Sarmono, 2002).
Dalam keadaan hidup ikan dianggap tidak mengandung bakteri yang bersifat
merusak (steril), meskipun di dalam lendir yang melapisi badan dan didalam insang
maupun sistim pencernaan terdapat banyak mikroorganisme (Moeljanto, 1992).
Aksi bakteri ini dimulai pada saat yang hampir bersamaan dengan autolisis
dan kemudian sejajar. Bakteri merusak lebih parah daripada kerusakan yang
diakibatkan oleh enzim (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Selama ikan hidup, bakteri yang hidup dalam saluran pencernaan, insang
saluran darah dan permukaan kulit tidak dapat merusak atau menyerang bagian-bagian
tubuh. ikan tersebut mempunyai batas pencegah (barier) terhadap penyerangan bakteri.
Setelah ikan mati kemampuan barier tadi hilang sehingga bakteri segera masuk ke
dalam daging ikan (Junianto, 2003).
Daging ikan yang baru saja mati boleh dikatakan steril, tetapi sejumlah besar
bakteri bersarang dipermukaan tubuh, insang dan di dalam perutnya. Bakteri itu secara
bertahap memasuki daging ikan, sehingga penguraian oleh bakteri mulai berlangsung
intensif setelah rigor mortis berlalu, yaitu setelah daging mengendur dan celah-celah
serat-seratnya terisi cairan (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), untuk dapat hidup dengan baik,
bakteri memerlukan suhu tertentu tergantung jenisnya. Ada tiga macam jenis bakteri
bedasarkan ketahanan terhadap suhu, yang antaranya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kisaran Suhu Bagi Pertumbuhan Bakteri.
Jenis Bakteri Suhu Minimum Suhu Optimum Suhu Maksimum
Thermophylic
Mesophylic
Psycrophylic
25 - 450C
5 250C
00C
50 550C
25 370C
14 200C
60 800C
430C
300C
D. Perubahan Fisik
menurut Ilyas (1983), metode penangkapan yang kurang baik, berjejalnya ikan
dalam air atau dalam alat tangkap, juga penangkapan kasar yang menyebabkan ikan
cacat, babak belur, atau memar, dapat berakibat jelek terhadap mutu produk akhir.
Gejala jelek ini disebabkan oleh mengalirnya dan bebasnya enzim deterioratif dan
merembesnya bakteri pengurai ke dalam daging, serta rusaknya mutu organoleptik
(rupa, bau, rasa, dan tekstur) ikan bersangkutan.
E. Perubahan Biokimia Sebelum Ikan membusuk
Setelah ikan mati terjadi proses pembongkaran komponen-komponen daging,
yaitu protein, lemak, glikoga. Senyawa-senyawa lain seperti ATP, kreatin-fosfat, juga
akan mengalami pembongkaran. Ini disebabkan oleh karena enzim-enzim yang
terdapat dalam daging ikan mati masih saja aktif.
F. Perubahan Karbohidrat
Karbohidrat dalam tubuh ikan kebanyakan berbentuk polisakarida, yaitu
glikogen. Jumlah glikogen yang terdapat pada daging ikan tidak sebanyak yang
terdapat pada daging hewan mamalia darat. Meskipun demikian peranannya juga sama
dan penting sekali terutama pada saat ikan masih hidup. Pada waktu itu, pemasokan
oksigen masih berlangsung dengan baik, sehingga glikogen teroksidasi menjadi
karbondioksida dan air. Sebaliknya pada ikan mati, oksidasi tak dapat berlangsung lagi.
Prosesnya menjadi bersifat anaerob. Dalam keadaan demikian glikogen akan dapat
diubah menjadi asam laktat.
Asam laktat yang terbentuk dapat menyebabkan keasaman daging ikan naik
(pH turun). Keadaan ini dapat mengakibatkan enzim-enzim ATP-ase dan
kreatinfosforilase menjadi aktif menyerang ATP dan kreatin-fosfat dengan
menimbulkan tenaga berbentuk panas.
G. Perubahan ATP
Adenosintrifosfat (ATP) diketahui memegang peranan penting pada
pembentukan komponen-komponen citarasa daging ikan segar. Disamping ATP dapat
menghasilkan tenaga, diketahui pula senyawa ini dapat menghasilkan inosin
monofosfat (IMP; asam inosinat) yang dapat memberikan citarasa enak pada daging
ikan, dan menurut oleh beberapa ahli dianggap sebagai citarasa yang paling baik.
Tetapi asam inosinat akan segera terbongkar menjadi inosin yang menyebabkan daging
ikan menjadi hambar.
Pembongkaran ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain suhu sangat
berperan. Semakin suhu tinggi, pembongkaran ATP menjadi lebih cepat daripada suhu
rendah. Sementara itu jenis ikan juga memegang peranan pada kecepatan
pembongkaran ATP, dan ini mungkin ada kaitannya dengan banyak sedikitnya
kandungan glikogen dalam ikan.
H. Perubahan Protein
Pada waktu kandungan ATP dan pH daging ikan menurun, protein aktin dan
miosin yang kedua-duanya merupakan protein miofibrilar akan mengadakan interaksi
menjadi protein aktomiosin. Selanjutnya aktomiosin akan tetap berada dalam daging
ikan mati dan tidak kembali lagi menjadi komponen-komponennya semula meskipun
fase rigor telah lewat.
Tetapi pada fase lewat rigor, baik protein miofoibrilar maupun protein
sarkoplasma akan mengalami pembongkaran oleh enzim-enzim otolitik menjadi
peptida-peptida dan asam amino bebas yang sangat berpengaruh pada aroma dan rasa
ikan. Tetapi asam-asam amino bebas ini dapat dibongkar lebih lanjut menjadi
metabolit-metabolit sederhana yang pada umumnya merupakan penyebab bau busuk
pada ikan.
I. Perubahan Lemak
Enzim lipolitik masih tetap aktif meskipun ikan sudah mati. Enzim lipolitik
akan memecah lemak yang pada tahap tertentu dapat memberikan citarasa yang baik
pada daging ikan, tetapi pemecahan lebih lanjut akan menyebabkan kerusakan pada
daging ikan.
Tuna mengandung lemak tidak jenuh dan minyak. Kedua senyawa ini dapat
kontak dengan oksigen dan menyebabkan ikan menjadi tengik. Selain itu,
pembongkaran lemak menjadi asam-asam lemak bebas berkelanjutan dapat
menyebabkan asam-asam lemak mengalami penguraian menjadi senyawa-senyawa
keton, dan aldehida. Lemak dikatakan mengalami proses ketengikan. Ketengikan ini
menghasilkan bau dan rasa yang tidak disukai. Salah satu sebab ketengikan yang lain
adalah kegagalan dalam mengeluarkan darah yang kaya oksigen dari daging. Selain itu
menurut Buckle dkk (1987), hidrolisis minyak dan lemak menghasilkan asam-asam
lemak bebas yang dapat mempengaruhi citarasa dan bau daripada bahan itu. Hidrolisa
ini dapat disebabkan oleh adanya air dalam lemak dan minyak atau karena kegiatan
enzim.
Kecepatan oksidasi dan hidrolisis lemak ini dapat diperlambat oleh penurunan
suhu, melindungi produk tidak berhubungan dengan udara (dibungkus), dengan
pembubuhan anti-oksidan, produk tidak berkontak dengan logam-logam berat dan lain-
lain (Ilyas: 1983).
2.4. Produk Tuna Loin
Tuna loin adalah suatu produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan
tuna segar yang mengalami perlakuan sebagai berikut: sortasi, pemotongan kepala,
sirip dan ekor, pencucian, pembuatan loin, pembuangan daging gelap, pembuangan
kulit dan perapihan, pembekuan dengan atau tanpa penggelasan, pengepakan dan
penyimpanan beku (Ditjenkan, 1993).
Menurut SNI 01-4104-2006, bahwa semua jenis tuna dapat dibuat menjadi
produk tuna loin namun pada umumnya bahan baku tuna loin adalah yellowfin, bluefin,
bigeye dan longfin
2.4.1. Proses Pengolahan Tuna Loin Beku
Penanganan yang kasar dan ceroboh harus dicegah, saat dinaikkan ke atas kapal
jangan terbentur benda keras, jangan terjatuh bengkok, dan tidak banyak kehilangan
tenaga artinya tidak banyak berjuang keras menghadapi kematiannya yang dapat
menjadi penyebab kerusakan mutu ikan segar karena proses rigor mortis yang
berlangsung cepat (Murnyati dan Sunarman, 2000).
Pengolahan bahan baku yang dilakukan secara cermat akan menghasilkan
produk bermutu baik. Cara penanganan dan proses pengolahan bahan baku,
penanganan, distribusi, dan pemasaran produk pangan berpengaruh terhadap mutu
produk pangan yang dipasarkan (Afrianto, 2008).
Tuna loin beku adalah tuna yang telah mengalami perlakuan sehingga suhu
pusatnya maksimum -18oC, merupakan produk olahan hasil perikanan dengan bahan
baku tuna segar atau beku yang mengalami perlakuan sebagai berikut: penerimaan,
penyiangan atau tanpa penyiangan, pencucian, pembuatan loin, pengulitan dan
perapihan, sortasi mutu, pembungkusan (wrapping), pembekuan, penimbangan,
pengepakan, pelabelan dan penyimpanan. Standar mencakup klasifikasi, syarat bahan
baku, bahan penolong dan bahan tambahan makanan, cara penanganan dan
pengolahan, teknik sanitasi dan higiene, syarat mutu dan keamanan pangan,
pengambilan contoh, cara uji, serta syarat penandaan dan pengemasan untuk tuna loin
beku.
2.5. Persyaratan Bahan Baku
Menurut SNI 01-4104-2006, bahan baku Tuna Loin Beku adalah semua jenis
tuna yang dapat diolah untuk dijadikan produk berupa Tuna Loin Beku. Bahan baku
harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda
dekomposisi dan pemalsuan,bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan
mutu serta tidak membahayakan kesehatan, juga harus berasal dari perairan yang tidak
tercemar serta secara organoleptik bahan baku tersebut harus mempunyai karateristik
kesegaran sekurang-kurangnya sebagai berikut :
Rupa dan warna : bersih, warna daging spesifik jenis tuna
Bau : segar spesifik jenis, dan berbau rumput laut segar
Rasa : manis spesifik jenis ikan tuna
Konsistensi : elstis, padat dan kompak
2.6. Persyaratan Mutu Tuna Loin Mentah Beku
Persyaratan mutu tuna loin beku harus sesuai dengan syarat mutu berdasarkan SNI
01-4104-2006, seperti yang terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4 . Standar Mutu Tuna Loin Beku
JENIS UJI SATUAN PERSYARATAN
Organoleptik Skala hidonik 1-9 Minimal 7
Cemaran mikroba*:
ALT
Eschericia coli
salmonella
vibrio cholera
Koloni/gram
APM/gram
APM/gram
APM/gram
5 x 105
< 2
negatif
negatif
Cemaran kimia* :
Raksa (Hg)
Timbal (Pb)
Histamin
Cadmium (Cd)
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
maksimal 1
maksimal 0,4
maksimal 100
maksimal 0,5
Fisika : Suhu pusat oC Maksimal -18
Parasit ekor Maksimal 0
Catatan * bila diperlukan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2014, sampel produk tuna loin
diperoleh dari Unit Pengolahan Ikan Aneka Sumber Tata Bahari (PT.ASTB), dan Unit
Pengolahan Ikan PT. Harta Samudera. Pengujian produk tuna loin dilakukan di
laboratorium Stasiun Karantina Ikan Pengendaliam Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan Kelas I Ambon.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, aluminium foil, tissue,
kantung plastik, pisau, talenan, cawan porselen, tabung Kjeldahl, kapas bebas lemak,
tabung soxhlet, timbangan analitik, homogenizer, Aw-meter, erlenmeyer 250 ml,
corong, kertas saring, gelas ukur, pipet volumetrik, mikro pipet, tip, cawan Conway
beserta tutupnya, inkubator, desikator, oven, tabung durham, cawan petri, tabung
reaksi, kulkas, vortex, rak tabung reaksi, sudip, stomacher dan mortar.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan Ikan Tuna Loin
(Thunnus sp) yang berasal dari PT. ASTB (yang tidak menerapkan in Proses
Inspection) dan PT. Harta Samudera (yang menerapkan in Proses Inspection), Bahan
kimia yang digunakan untuk analisis uji mikrobiologi antara lain: Lactose media niven,
agar (Trypthon, yeast, axtract, L.histidin, CaCO3, NaCl, agar (Broth, plate count agar,
phenol red, selenite-Cysteine Broth, TSI, SIM, lactose broth, tetrathyonate briliant
green broth, HEA, BGA,nutrientt agar, TSIA, antisera, Methyl red, voges proskauer,
sulphate tryptoe, violet red bile agar, kalium hidroksida, simmons citrate dan alfa
naftol ).
3.3. Prosedur Kerja
Sampel tuna loin diambil dari PT. Aneka Sumber Tata Bahari (PT.ASTB) dan
PT. Harta Samudera sebanyak masing-masing tiga loin. Selanjutnya untuk mengetahui
mutu dari produk tuna loin dilakukan uji organoleptik, uji Salmonella dan uji
Escherichia coli.
Uji Organoleptik
Metode yang digunakan untuk uji organoleptik adalah uji perbedaan
berdasarkan atribut SNI 7530.1: 2009 tentang petunjuk pengujian organoleptik
atau sensori pada produk tuna loin. Pengujian ini dilakukan oleh 9 orang panelis
yang terlatih. Pengukuran organoleptik sampel ikan terkait atribut yakni, warna,
aroma, rasa, bau, termasuk penampakan, yang bersifat subyektif dengan
mengunakan indera manusia.
Uji Salmonella
Uji salmonella dilakukan dengan beberapa tahapan yakni : tahap
enrichment dilakukan dengan menginokulasikan hasil sentrifuge daging tuna yang
sudah diencerkan masing-masing kedalam 9 ml selenite-Cysteine Broth, dan
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah itu dilakukan uji pendugaan
dengan cara mengambil satu loop dari kultur enrichment dan digoreskan pada
SSA. Setelah inkubasi selama 24 48 jam, dan diamati adanya koloni Salmonella
yaitu berupa koloni keruh atau bening dan tidak berwarna. Setelah itu dilakukan
uji penguatan dengan cara mengambil dua koloni terpisah yang menunjukkan
koloni tipikal Salmonella dan diinokulasi pada agar miring TSI dengan cara
membuat goresan pada permukaan agar miring kemudian menusuknya pada
bagian bawah media agar dan juga pada media tegak SIM setelah itu Inkubasi
media agar TSI dan SIM dilakukan pada suhu 37oC selama 24 48 jam. Setelah
itu media dihomogenkan hasilnya dicocokan dengan tabel untuk melihat adanya
bakteri Salmonella.
Pengujian bakteri Salmonella sp. dilakukan dengan beberapa tahap yakni:
pra-pengkayaan, pengkayaan, penanaman pada media selektif, penegasan dengan
uji biokimiawi dan dilanjutkan dengan uji serologis.
Pra-pengkayaan dilakukan dengan menimbang 25 gram sampel tuna loin
ditambahkan 225 ml lactose broth, kemudian dihomogenkan dengan stomacher.
Diinkubasi pada suhu 37 o
C selama 1620 jam. Dari biakan pra pengkayaan ini
diambil menggunakan pipet 10 ml, dimasukkan ke dalam 100 ml tetrathyonate
briliant green broth, diinkubasi pada suhu 43 o
C selama 24 jam (pengkayaan).
Dari biakan pengkayaan, diambil satu ose kemudian digoreskan pada
cawan petri berisi media selektif hektoen enteric agar (HEA) dan brilliant green
agar (BGA), kemudian diinkubasikan pada suhu 37 o
C selama 24 jam. Koloni
yang diduga salmonella pada media HEA jika koloni berwarna biru hijau dengan
atau tanpa bintik hitam di tengah, sedangkan pada media BGA, jika koloni
berwarna merah muda hingga merah atau bening hingga buram dengan lingkaran
merah muda sampai merah.
Uji penegasan (uji biokimia) dilakukan dengan terlebih dahulu
mengambil koloni yang diduga, digoreskan pada permukaan media nutrient agar
dalam cawan petri dan diinkubasi pada suhu 37 o
C selama 20-24 jam. Dari biakan
ini diambil satu ose, dipindahkan ke dalam media triple sugar iron agar (TSIA),
urea agar, lysine decarboxylase medium dan indol medium.
Reaksi biokimia Salmonella sp. jika pada TSI agar, bagian tegaknya
berwarna kuning dengan atau tanpa warna hitam (H2S), bagian miring berwarna
merah atau tidak berubah. Pada media agar urea, warna media tidak berubah
(reaksi negatif), dan pada lysine decarboxylase berwarna ungu (reaksi positif).
Untuk uji indol, bereaksi negatif dengan warna kuning kecoklatan. Tahapan uji
salmonella sp dapat dilihat pada gambar berikut :
Tahapan Enrichment
Uji Pendugaan
Uji Penguatan
Pengujian Bakteri Salmonella sp
Pra Pengkayaan
Pengkayaan
Uji Biokimia
Uji Serologis
Gambar 2. Tahapan Metode pengujian Salmonella sp. (SNI 19-2897-1992)
Uji Escherichia coli
Pengujian bakteri E.coli dilakukan dengan beberapa tahapan yakni : uji
pendugaan, uji peneguhan dan identifikasi melalui uji biokimiawi indol, methyl red
(MR), voges-proskauer (VP) dan citrate (IMViC).
Tahap Pertama Uji Pendugaan; dilakukan dengan memindahkan 1 ml
larutan pengenceran 10-1
dengan pipet steril ke dalam larutan 9 ml BPW 0,1% untuk
mendapatkan pengenceran 10-2
dengan cara yang sama seperti diatas dibuat
pengenceran 10-3
. Selanjutnya masing-masing 1 ml dari setiap pengenceran diambil
dengan pipet dan dimasukkan ke dalam 3 seri tabung lauryl sulphate tryptose broth
(LSTB) yang berisi tabung Durham terbalik. Kemudian diinkubasikan selama 24 48
jam pada temperatur 35 o
C. Gas yang terbentuk pada tabungtabung tersebut adalah
hasil positif untuk uji dugaan E.coli. Tahap Kedua Uji Peneguhan; dilakukan dengan
memindahkan biakan positif dari tabung LSTB dengan menggunakan ose dari setiap
tabung ke dalam EC broth yang berisi tabung Durham terbalik. Kemudian
diinkubasikan pada penangas air suhu 4445 o
C selama 2448 jam. Gas yang terbentuk
didalamnya dicatat dan dianggap positif. Kemudian dari tabung yang membentuk gas
digoreskan pada perbenihan violet red bile agar (VRBA) dalam cawan petri dan
diinkubasi pada suhu 35 o
C selama 1824 jam. Dari perbenihan VRBA dipilih koloni
berwarna merah gelap yang berdiameter 0.5 mm atau lebih dan diinokulasikan pada
nutrient agar miring dalam tabung, diinkubasi pada suhu 35 o
C selama 1824 jam.
Tahap Ketiga Uji Indol; dengan menginokulasikan 1 ose dari biakan murni
nutrient agar miring ke dalam tryptone broth, dan diinkubasikan pada suhu 35 o
C
selama 18-24 jam. Ke dalam tabung ditambahkan 0,2 0,3 ml pereaksi indol
(reagen Kovac). Warna merah tua pada permukaan menunjukkan reaksi indol
positif, warna jingga menunjukkan reaksi indol negatif. Tahap Keempat Uji
Methyl Red; dengan menginokulasikan 1 ose dari biakan nutrient agar ke dalam
MR-VP dan diinkubasikan pada suhu 35 o
C selama 1824 jam. Pipet 5 ml dari
larutan ini kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 tetes
merah metil dan dikocok. Warna kuning menunjukkan reaksi negatif dan warna
merah menunjukkan reaksi positif. Tahap Kelima Uji Voges Proskauer (Uji VP);
dilakukan dengan menginokulasikan 1 ose dari biakan nutrient agar ke dalam MR-
VP dan diinkubasikan pada suhu 35 o
C selama 48 jam. Dengan menggunakan pipet,
1 ml dari larutan ini dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 0.6 ml
larutan alfa naftol dan 0.2 ml larutan kalium hidroksida dan dikocok. Didiamkan
selama 24 jam. Warna merah muda hingga merah tua menunjukkan reaksi positif,
warna tidak berubah menunjukkan reaksi negatif. Langka Keenam Uji Sitrat;
yaitu dengan menginokulasikan 1 ose biakan ke dalam perbenihan Simmons citrate
dan diinkubasikan pada suhu 35 o
C selama 4896 jam. Warna biru menunjukkan
reaksi positif, warna hijau menunjukkan reaksi negatif. Tahapan uji E. Coli dapat
dilihat pada gambar 3 berikut :
Uji Pendugaan
Uji Peneguhan
Uji Indol
Uji Methyl Red
Uji Vogas Proskauer
Uji Sitrat
Gambar 3. Tahap uji E.coli
BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan Pengendalian
Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Ambon, yang telah terakreditasi oleh
Komite Akreditasi Nasional dengan ruang lingkup Hama Penyakit Ikan (HPI/ Hama
Penyakit Ikan Karantina (HPIK), antara lain mampu melakukan uji laboratorium
terhadap; Parasit, Jamur dan Bakteri. Tata letak laboratorium dapat dilihat pada
Lampiran 1.
4.2. Deskripsi Produk Tuna Loin
Deskripsi morfologi produk tuna loin dari unit Pengolahan Ikan Aneka Sumber
Tata Bahari (PT. ASTB) yang tidak menerapkan sistem in proses inspection, dan Unit
Pengolahan Ikan PT. Harta Samudera, yang menerapkan sistem in proses inspection
dapat dilihat pada gambar 4.
A B.
Gambar 4. Morfologi tuna loin: (A): sampel tuna loin PT. ASTB yang tidak
menerapkan in proses inspection. (B): sampel tuna loin PT. Harta
Samudera yang menerapkan in proses inspection.
Dari Gambar 4. dapat dijelaskan bahwa morfologi produk tuna loin yang
menerapkan in proses inspection adalah hasil proses pengolahan bahan baku tuna loin
dengan menerapkan prinsip-prinsip HACCP, yang mana dimulai dari proses
penangkapan diarea fishing ground dengan mempraktekkan proses penangkapan yang
mempertimbangkan faktor keamanan, mutu, hygienetas dan kebersihan proses
pengolahan ikan diatas kapal, guna menjaga proses kemunduran mutu ikan selama
kegiatan penangkapan. Proses rantai dingin dilakukan dengan pemberian es curah agar
menjaga suhu ikan 0-4oC dimulai ketika ikan diatas kapal, sampai ke unit pengolahan
ikan. Sehingga pada akhirnya unit pengolahan ikan Harta Samudera mendapatkan
bahan baku dengan kenampakan, serat daging melekat kuat, bentuk potongan rapih,
Bau, segar spesifik jenis dan daging kompak/tekstur elastik.
Untuk PT. ASTB yang tidak menerapkan in proses inspection tidak dapat
dilakukan penelusuran (risibility) terhadap dokumen, rekaman, layout dan program
kerja oleh UPI tersebut. Hasil pengambilan sampel uji menunjukkan kenampakan
potongan dagingnya tidak rapih, warna tidak cerah dan baunya kurang segar.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7530.1 2009, kualitas daging
tuna yang baik adalah :
Tampak luar ikan segar (mata dan kulit terlihat segar, tekstur daging keras)
Daging berwarna merah cerah, tidak kabur dan daging masih kenyal
Bentuk potongan daging rapih, tidak terikut tulang/kulit.
Serat daging merekat kuat sesamanya
4.3. In Proses Inspection
Kegiatan in proses inspection dilakukan dalam tiga tahap yaitu : Inspeksi,
Verifikasi dan Pengambilan sampel uji. Kegiatan Inspeksi adalah pemeriksaan
terhadap unit produksi, pengolahan dan distribusi serta manajemennya termasuk sistim
produksi primer, dokumen, pengujian produk asal dan tujuan produk, input dan output
dalam rangka melakukan verifikasi sistem HACCP. Verifikasi adalah pemeriksaan
terhadap unit produksi dalam melakukan tindak lanjut hasil temuan inspeksi.
Sedangkan pengambilan sampel uji dilakukan bila diduga terjadi penyimpangan yang
patut diduga terdapat kelemahan dalam tahapan dalam proses produksi.
1. Inspeksi
Kegiatan inspeksi dilakukan terhadap PT. Harta Samudera antara lain :
peninjauan lapangan, peninjauan dokumen dan rekaman. Peninjauan lapangan
diataranya memantau seluruh tahapan proses dari penerimaan sampai dengan produk
akhir.
- Peninjauan Lapangan
Langka pertama meninjau Proses penerimaan (receiving). bahan baku di unit
pengolahan ikan PT. Harta Samudera, berasal dari nelayan binaan upi tersebut dengan
melihat kecocokan nama supplier yang tercantum dalam agenda operasional kemitraan
yang dibangun antara supplier dengan upi PT. Harta Samudera. Kedua, meninjau
proses pembersihan (washing). Ditahap ini dipantau proses pembersihan tuna loin
apakah dilakukan sesuai dengan prosedur yang dianjurkan dalam program HACCP.
Ketiga, meninjau proses penyortiran (sorting). Peninjauan dilakukan guna mengetahui
apakah tahapan dan perlakuan yang dianjurkan berdasarkan persyaratan Negara
importir telah dipenuhi. Keempat, pengemasan (layering). Melihat apakah alat dan
bahan yang digunakan telah sesuai dan memenuhi standar pengemasan. Kelima, proses
pembekuan (freezing). Apakah proses pembekuan memenuhi standar pembekuan
dimana penempatan, suhu ruang pembekuan dan keamanan produk yang dibekukan
telah sesuai dengan program HACCP. Keenam, pengepakan (packing). Apakah
menggunakan bahan pengepakan, tinta pelabelan dan proses pengepakan terhindar dari
kontaminasi. Ketujuh penyimpanan (storage). Apakah ruang penyimpanan aman,
suhu penyimpanan dapat menjangkau titik terjauh dari produk yang disimpan.
Kedelapan, Ekspor. Apakah distribusi selama proses pemuatan serta sarana distribusi
produk memenuhi standar kelayakan atau tidak.
- Peninjauan dokumen dan rekaman.
Kegiatan peninjauan dokumen meliputi pemeriksaan dokumen HACCP guna
memastikan apakah semua program kerja yang dilaksanakan tercatat dengan baik dan
sebaliknya apakah semua program kerja yang dicatat dikerjakan dengan baik. Instruksi
kerja didalam organisasi mulai dari penanggungjawab manajemen sampai dengan
karyawan telah berjalan dengan baik atau tidak.
Pemeriksaan terhadap rekaman data meliputi data suhu row material, kalibrasi
(timbangan, thermometer), program approval supplier (pembinaan, training dan
pelatihan), audit internal, medical checkup, training dll.
Selain itu Beberapa hal yang ikut di inspeksi pada saat peninjauan lapangan
juga seperti; gudang penyimpanan bahan kemasan, penyimpanan bahan kimia, sarana
air bersih yang digunakan selama prosesing, loker karyawan dan sarana WC karyawan
telah memenuhi standar safety dan sanitasi atau tidak.
2. Verifikasi
Kegiatan verifikasi dilakukan untuk mengecek temuan ketidak sesuaian pada
kegiatan inspeksi dengan hasil perbaikan oleh UPI Harta Samudera. Terkait dengan
itu beberapa hal yang dilakukan dalam kegiatan verifikasi adalah: apakah tindakan
perbaikan sasarannya mengarah ke perbaikan fisik belaka atau membuat suatu program
perbaikan yang terstruktur sehingga termuat dalam sistem dan memiliki rekaman yang
dapat dipertanggungjawabkan. Verifikasi terhadap temuan dokumen HACCP
dipastikan upi membuat adendum dokumen HACCP.
3. Pengambilan Sampel Uji
Pengambilan sampel uji di kedua unit pengolahan ikan yaitu PT. Aneka Sumber
Tata Bahari yang tidak menerapkan in proses inspection dan PT. Harta Samudera yang
menerapkan in proses inspection, dilakukan berdasarkan standar pengambilan sampel
uji Stasiun Karantina Ikan, Pengendaliam Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas
I Ambon yakni : Sampel dibungkus rapat dalam plastik kemudian dimasukkan ke
dalam wadah coolbox yang berisi es. Dipastikan sampel tidak kontak langsung dengan
es (agar tidak terkontaminasi air).
4.3. Uji Organoleptik
Hasil uji organoleptik terhadap sampel produk tuna loin untuk PT. ASTB dan
PT. Harta Samudera dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji Organoleptik Produk Tuna Loin
Spesifikasi Nilai
SNI
PT.
ASTB
PT.
Harsamu
Sampel Sampel
1. Kenampakan I II III I II III
Daging berwarna merah cerah, serat daging merekat kuat
sesamanya, bentuk potongan daging rapi, tidak terikut tulang/kulit,
tidak ada daging merah.
9
Daging berwarna merah cerah, serat daging merekat kuat
sesamanya, bentuk potongan daging tidak rapi, tidak terikut
tulang/kulit, tidak ada daging merah.
7
Daging berwarna merah cerah, serat daging merekat kuat
sesamanya, bentuk potongan daging tidak rapi, sedikit terikut
tulang/kulit, tidak ada daging merah.
5
Daging berwarna merah cerah, serat daging merekat kuat
sesamanya, bentuk potongan daging tidak rapi, sedikit terikut
tulang/kulit, tidak ada daging merah
3
Daging berwarna merah kusam, serat daging memisah terdapat
banyak daging merah, bentuk potongan daging tidak rapi, terdapat
tulang/kulit, cukup banyak
1
2. Bau
Sangat segar, spesifik jenis. 9
Segar, spesifik jenis. 7
Kurang segar, ada sedikit bau tambahan 5
Bau busuk mulai jelas 3
Bau busuk sangat tajam 1
3. Daging/tekstur
Elastic, padat dan kompak 9
Elastic, padat, kurang kompak 7
Elastis, kurang padat dan kurang kompak 5
Kurang elastis, kurang padat dan kurang kompak 3
Tidak elastic, sangat lunak 1
Hasil uji organoleptik memberikan gambaran bahwa pada perbedaan antara
produk tuna loin PT. ASTB yang tidak menerapkan in proses inspection berbeda
dengan PT. Harta Samudera yang menerapkan in proses inspection. Hasil uji
organoleptik dari PT. Harta Samudera diatas rata-rata standart SNI, sedangkan PT.
ASTB yang tidak menerapkan in proses inspection dibawah standart SNI.
Untuk spesifikasi penampakan, produk tuna loin PT. Harta Samudera yang
menerapkan in proses inspection adalah kenampakan daging berwarna merah cerah,
serat daging merekat kuas sesamanya, bentuk potongan daging rapih, tidak terikut
tulang/kulit, tidak ada daging merah. PT. ASTB yang tidak menerapkan in proses
inspection terlihat potongan daging tidak rapih, kurang segar dan ada sedikit bau
tambahan. Hasil uji rata-rata panelis menunjukkan UPI PT. Harta Samudera yang
menerapkan in line inspection memenuhi standar SNI 7530.1: 2009, tentang Tuna Loin
Segar.
Untuk spesifikasi bau, produk tuna loin PT. Harta Samudera yang menerapkan
in proses inspection adalah segar spesifik jenis. PT. ASTB yang tidak menerapkan in
proses inspection adalah kurang segar, ada sedikit bau tambahan. Hasil uji rata-rata
panelis menunjukkan UPI PT.Harta Samudera memenuhi standar SNI sedangkan PT.
ASTB tidak memenuhi standar SNI.
Untuk spesifikasi daging/tekstur, produk tuna loin PT. Harta Samudera yang
menerapkan in proses inspection adalah elastic, padat dan kompak. PT. ASTB yang
tidak menerapkan in proses inspection adalah elastic, kurang padat dan kurang
kompak. Hasil uji rata-rata panelis menunjukkan UPI PT.Harta Samudera memenuhi
standar SNI sedangkan PT. ASTB tidak memenuhi standar SNI.
4.4. Uji Salmonella
Hasil uji Salmonella pada sampel produk tuna loin dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Salmonella
Asal
sampel
Jenis sampel Jumlah
sampel
Jumlah sampel
yg positif
(+)
Presentase
(%)
PT. ASTB Tuna loin 3 1 33.3
PT. HS Tuna loin 3 -
Total 6 1 16.6
Berdasarkan Tabel 6. terlihat bahwa sampel Tuna loin PT. ASTB yang tidak
menerapkan in line inspection ditemukan salmonella dengan presentase (33%),
sedangkan sampel tuna loin PT. Harta Samudera yang menerapkan in proses
inspection tidak ditemukan adanya salmonella. Berdasarkan standar SNI batas aman
kontaminasi salmonella spp. pada produk tuna loin adalah Negatif
Faktor utama yang diduga dapat memungkinkan terjadinya cemaran
Salmonella spp. adalah kontaminasi Salmonella spp. dari manusia, air atau es,
peralatan kerja dan lingkungan kerja yang kotor serta binatang pengganggu seperti
lalat, kecoak dan lain-lain (Jay et al., 2005).
4.5. Uji Escherichia coli
Hasil uji E.coli pada sampel produk tuna loin dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel. 7. Hasil Uji E.coli
Asal
sampel
Jenis sampel Jumlah
sampel
Jumlah sampel
yg positif
(+)
Presentase
(%)
PT. ASTB Tuna loin 3 2 66.6
PT. HS Tuna loin 3 1 33.3
Total 6 3 50
Berdasarkan table 7, uji biokimiawi menunjukan dari 3 sampel PT. ASTB, 2 positif
E.coli dengan presentase 66.6% sedangkan 3 sampel yang lain dari PT. Harta Samudera
1 sampel positif E.coli dengan presentase 33.3%.
Keberadaan Escherichia coli dalam air atau makanan juga dianggap memiliki
korelasi tinggi dengan ditemukannya bibit penyakit (patogen) pada pangan (Rahayu,
2003). Adanya E. coli menunjukkan suatu tanda praktek sanitasi yang tidak baik karena
E. coli bisa berpindah dengan kegiatan tangan ke mulut atau dengan pemindahan pasif
lewat makanan, air dan produk-produk lainnya. E.coli yang terdapat pada makanan
atau minuman yang masuk kedalam tubuh manusia dapat menyebabkan gejala seperti
kholera, disentri, gastroenteritis, diare dan berbagai penyakit saluran pencernaan
lainnya (Nurwanto, 2007).
Untuk pengolahan ikan yang menerapkan in proses inspection, memiliki
tingkat penularan E.coli lebih kecil, yaitu 33.3% dari 3 sampel yang diuji. Hal ini
menunjukan dengan penerapan in proses inspection dapat mengurangi kontaminasi
bakteri.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem jaminan mutu
hasil perikanan berbasis in proses inspection pada unit pengolahan ikan memberikan
hasil keamanan mutu produk yang lebih efektif dibandingan unit pengolahan ikan yang
tidak menerapkan in proses inspection.
5.2. Saran
In proses inspection adalah prosedur yang harus diterapkan guna mendapatkan
sertifikat kelayakan ekspor, disarankan kepada unit pengolahan ikan, mini plan dan
nelayan untuk dapat menerapkan sistim ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurohman. 2007. Penyusunan Dokumen rencana Hazard Analysis and Critical
Control Point (HACCP) pada Produk Crissant pada Di PT. Ciptayasa Pangan
mandiri Pulogadung Jakarta
Afrianto, 2008. Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius: Yogyakarta
BPOM. 2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan. http://www.pilciran-rakyat.com.
Diakses tanggal 21 Mei 2012
Bacteriological Analysis Manual (BEM) (1998), capter 19 Parasitic Animals in Food.
Bacteriological Analytical Manual. 1998. Chapter 5: Isolation Sallmonella and chapter
4: isolation E.coli. H. Wallace, Andrew, and T. Hammack (eds). Revision vol.
8. Association of Official Agricultural Chemists, International. Arlington Va.
Pedoman Teknis Tindakan Karantina Ikan, 2011. Badan Karantina Ikan Pengendalian
Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. JUKNIS.
Buckle dkk, 1987. Ilmu Pangan, Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.
CODEX STAN 92 1981 for Fresh Fish, Joint FAO/WHO Food Standarts Programme, Codex Alimentarius Commission
Direktorat Jenderal Perikanan, 1983. Sumberdaya Perikanan Laut di Indonesia. Jakarta
Djuanda, T. 1981. Taksonomi, Morfologi, dan Istilah-istilah Teknik Perikanan.
Akademis Perikanan, Bandung
Fardiaz, Srikandi. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada :
Jakarta.
Jumianto, 2003. Tehnik Penanganan Ikan. Konisius: Yogyakarta
Hadiwiyoto, 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberti: Yogyakarta
http://websisni.bsn.go.id/index.php?/ sni_main/sni/detail_sni/7576, 2010.
Lembaga Penelitian Tekhnologi Perikanan Jakarta 1972. Score Sheet Organoleptik
Ikan Beku.
Murniyati, A . S dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan.
Kanisius: Yogyakarta.
Maghfiroh, 2000. Modul Pelatihan Kerja Vol.1, Pengaruh Penambahan Bahan
Pengikat Terhadap Karakteristik Nugget dari Ikan Patin (Pangasius
hyphothalangus).
Moeljanto, 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Nurjanah, Setyaningsih, Sukarno dan M. Muldani. 2004. Kemunduran Mutu Ikan Nila
Merah (Oreochromis sp) Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang. Buletin
THP. Volume VII no I.
Nurwanto. 2007. Tata Laksana Higiene Hidangan, Keracunan Hidangan dan Jenis
Bakteria. http://www.bpom.com
Peraturan Kepala BKIPM nomor: per. 03/bkipm/2011 tentang Pedoman Teknis
Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan.
Direktorat Jenderal Perikanan, tahun (1997). Petunjuk Teknik Sanitasi dan Hygiene
dalam Unit Pengolahan Hasil Perikanan,.
Purwanto 2007, Efektifitas Penurunan Jumlah Bakteri Koliform dan E.Coli di Instalasi
Pengolahan Air Cipaku PDAM Tirta Pakuan Bogor. Tesis. Pasca Sarjana Kimia
Analisis, Institut Pertanian Bogor.
Rahayu. 2003. Pengaruh Pemberian Natrium Alginat pada Penurunan Kadar Glukosa
Dasar Tikus. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Volume 8 Nomor 6. Hal
22-23
Rahman, 2007. Pangan dan Daya Saing Bangsa. Di dalam: Upaya Peningkatan
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan melalui Ilmu dan Teknologi. Seafast Center,
Institut Pertaian Bogor, Bogor, pp 1-15
Sundari, 1975 faktor faktor Yang Mempengaruhi Pembusukan Ikan. Modul Kuliah Budidaya Perairan. Institut Pertanian Bogor.
Sarmono (2002). Proses kemunduran mutu ikan. Http://www.google.com. Diakses
pada tanggal 12 Januari 2014
Shields, Jerry A. 2007. Primary Aquaried Melanosis of the Conjunctiva Trans an
Optimal Soe vol 105.
Sinter. 2006. Belly bursting in Pelagic Fish. North Sea Center Hume Tank, Hirtshals
Soenan. 2004. Komposisi Kimia Ikan Tuna. PT. Penebar Swadaya.
Ilyas, 1983. Teknologi Refrigrasi Hasil Perikanan. Teknik Pendingin Ikan. Jilid I.
CV. Paripurna, Jakarta.
Sumardi . J. A. 2000. Ikan Segar Mutu dan Cara Pendinginan (review) Teknologi Hasil
Perikanan. Universitas Brawijay, Malang.
Standar Nasional Indonesia SNI 7530.1: 2009. Tuna Loin Segar
Standar Nasional Indonesia SNI 01-4104-2006. Penanganan dan Pengolahan Tuna
Standart Nasional Indonesia SNI 01-4852-1998. Sistem Analisa Bahaya dan
Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya.
Tampubolon, S. M. 1983. Persiapan dan Pengoperasian Pole and Line. Ikatan Alumni
Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70 hal.
Winarno, F.G., dan Surono, (2002), GMP Cara Pengolahan Pangan Yang Baik, Bogor:
M-Brio Press.
Widiastuti, Indah. 2010. Analisis Mutu Ikan Tuna Selama Lepas Tangkap pada
perbedaan Preparasi dan Waktu Penyimpanan. Modul Vol. 3, IPB: Bogor
Lampiran 1. Layout Laboratorium Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Ambon
Gambar 3. Layout Lab. Stasiun KIPM Kelas I Ambon.
Keterangan:
1. R. Ganti (Baju lab, masker, sarung tangan, sandal lab)
2. R. Penerimaan Sampel (Frezer, timbangan, mistar, look book)
3. R. Parasit (Microskop, pisau bedah)
4. R. Bahan (Lemari bahan, laminary flow, timbangan, hotplat, water steel,
bahan kimia dll.)
5. R. Bakteri (Refrigerator, waterbat, microskop, penghancur daging, dll)
6. R. Isolasi (Laminary flow, incubator)
7. R.Bahan virus (Peralatan dan bahan virus)
8. R. PCR
9. R. Sterlisasi (Peralatan sterlisasi)
10. R. Amplifikasi
11. R. Eletro Forensik
12. R. Administrasi Laboratorium.
12
. R
. A
dm
inis
tras
i
Lab
ora
tori
um
2.
R.
Pen
erim
aan
sam
pel
4
. R
.
Bah
an
5
. R
. B
akte
ri
6
. R
. Is
ola
si
11
. R
. E
letr
o
fore
nsi
k
10
. R
.
Am
pli
fik
asi
9.
R.
Ste
rlis
asi
11
. R
. b
ersi
h
Med
ia
8.
R.
PC
R
7.R
.
Bah
an
vir
us
1.
R.
Gan
ti
3. R
. Parasit
LAMPIRAN 2. Daftar Temuan Ketidaksesuaian UPI PT. Harta Samudera
DAFTAR TEMUAN
KETIDAKSESUAIAN UPI
PT. HARTA SAMUDRA
OTORITAS KOMPETEN
BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN
KEAMANAN HASIL PERIKANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
Jalan Medan Merdeka Timur No.16 Jakarta 10110
Telp. (021) 3519070 (Hunting), Fax. (021) 3500149, Kotak Pos 4130 JKP 10041
OTORITAS KOMPETEN
BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN
KEAMANAN HASIL PERIKANAN
DAFTAR TEMUAN KETIDAKSESUAIAN (NON-CONFORMITIES)
Nama UPI : PT. HARTA SAMUDRA Status UPI : (Baru /
Lama)*
Tanggal Inspeksi : 17 Juli
2013
Laporan No : dari
Alamat :Kompleks Pelabuhan Perikanan Nusantara, Jl. Sultan
Hasanudin Tantui, Ambon, Maluku
No. Tlp : 0911 312404
No. Fax : 0911 312414
Jenis Produk :
1. Frozen Tuna (Permohonan/Verifikasi)*
2. Fresh Tuna
Pimpinan UPI : Robert Tjoanda
Tim Inspeksi
Ketua : Anita Yuni Praptiwi No. Reg 356 /Insp/08
Anggota : Hibban Suneth No. Reg 595/Insp/12
Temuan Ketidaksesuaian
(Problem, Location, Objective, Reference)
Acuan Keterangan
A. Pelaksanaan GMP-SSOP
1. Fasilitas sanitasi masih belum sesuai hal ini terlihat dari ;
a, Kran air pencucian tangan di ruang prosesmasih
dioperasikan dengan tangan dan tidak tersedia
tempat sampah diruang masuk karyawan
b.Desain toilet tidak dilengkapi dengan sistem
penyiraman otomatis (flusying system)
c. Toilet tidak dilengkapi dengan fasilitas yang memadai
seperti pengering tangan
2. Sistem yang menjamin terhadap pencegahan
kontaminasi silang masih belum efektif, hal ini terlihal
dari;
a. Lampu tidak tertutup/memakai pelindung (ditoilet dan
dipintu masuk karyawan)
b. Plafon di ruang masuk karyawan berlubang/rusak
3. Sistem penyimpanan bahan kimia tidak menjamin tidak
mengkontaminasi produk : belum ada gudang penyimpanan
untuk bahan kimia yang dipakai harian (disimpan didalam
ruang proses)
B. Penerapan HACCP
I . Dokumen rancangan HACCP belum sesuai :
Dalam lembar analisa bahaya masih belum
dicantumkan penyebab bahaya (untuk frozen tuna)
Masih mencantumkan bahaya yang non food safety
(fresh Tuna)
Penetuan identifikasi CCP masih belum sesuai (semua
jawaban untuk semua tahapan proses ya)
2. Dokumen rancangan HACCP Tidak Mutakhir : Alur proses belum mencakup semua input
3. Hasil pengujian air dan es secara eksternal belum ada
(Terakhir bulan maret)
Rencana Penyelesaian Tindakan Perbaikan, Tanggal :17 Agustus 2013
Ketua Tim Inspeksi a/n
Pimpinan UPI
Anita Yuni Praptiwi I Made Maliharyadana
* Coret yang tidak perlu
FL/04/SM/01
LAMPIRAN 3. Laporan Tindakan Perbaikan UPI PT. Harta Samudera
LAPORAN TINDAKAN PERBAIKAN UNIT PENGOLAHAN IKAN (UPI)
Nama Unit Pengolahan : PT. Harta Samudera
Alamat : Kompleks Pelabuhan Perikanan Nusantara, Jl. Sultan
Hasanuddin Tantui, Ambon, Maluku Telp. 0911-312404
Fax. 0911-312414
Jenis Produk : Frozen Tuna
Tanggal Inspeksi : 17 Juli 2013
Inspektur Mutu : 1. Suprayogi, S.Pi., MP
2. Maryam U. Latuconsina, S.Kel
3. Anita Yuni Praptiwi, S.Pi
4. Tithis Asmoroningtyas, S.PKP
5. Hibban Suneth, ST
6. Dadang K.S, A.Md
NO TEMUAN DAN TINDAKAN PERBAIKAN
1 TEMUAN : Kran Air Pencucian Tangan Diruang Proses Masih Dioperasikan Dengan Tangan Dan
Tidak Tersedia Tempat Sampah Diruang Masuk Karyawan.
TINDAKAN PERBAIKAN : Kran Air Pencucian Tangan Diruang Proses Telah Diganti,
Dioperasikan Dengan Pijakan Kaki Dan Telah Disediakan Tempat
Sampah Diruang Masuk Karyawan.
LAMPIRAN :
TGL PENYELESAIAN PERBAIKAN : 15 Agustus 2013
GB. SEBELUM PERBAIKAN GB. SESUDAH PERBAIKAN
2 TEMUAN : Desain Toilet Tidak Dilengkapi Dengan Sistim Penyiraman Otomatis (Flusying
System)
TINDAKAN PERBAIKAN : Desain Toilet Telah Dilengkapi Dengan Sistim Penyiraman Otomatis
(Flusying System)
LAMPIRAN :
TGL PENYELESAIAN PERBAIKAN : 15 Agustus 2013
GB. SEBELUM PERBAIKAN GB. SESUDAH PERBAIKAN
3 TEMUAN : Toilet Tidak Dilengkapi Dengan Fasilitas Yang Memadai Seperti Pengering Tangan
TINDAKAN PERBAIKAN : Toilet Telah Dilengkapi Dengan Fasilitas Pengering Tangan
LAMPIRAN :
TGL PENYELESAIAN PERBAIKAN : 15 Agustus 2013
GB. SEBELUM PERBAIKAN GB. SESUDAH PERBAIKAN
4 TEMUAN : Lampu Tidak Tertutup/Memakai Pelindung (Toilet Dan Pintu Masuk Karyawan)
TINDAKAN PERBAIKAN : Lampu Telah Diberi Pelindung/Tertutup Untuk Toilet Dan Pintu
Masuk Karyawan
LAMPIRAN :
TGL PENYELESAIAN PERBAIKAN : 15 Agustus 2013
GB. SEBELUM PERBAIKAN GB. SESUDAH PERBAIKAN
5 TEMUAN : Plafon Diruang Masuk Karyawan Berlubang/Rusak
TIN