83
PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA (Penerapan Pasal 23 ayat (1), huruf (a), angka (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan) SKRIPSI Oleh : HELMA IQBAL NURQODRI E1A006412 KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012

SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

  • Upload
    tranthu

  • View
    233

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA

DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA

(Penerapan Pasal 23 ayat (1), huruf (a), angka (2) Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1983 tentang Pajak Penghasilan)

SKRIPSI

Oleh :

HELMA IQBAL NURQODRI

E1A006412

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2012

Page 2: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dalam lingkup kehidupannya secara bersama-sama dalam

masyarakat, di mana untuk tataran yang begitu besar terjelma dalam suatu wadah

Negara. Dalam organisasi seperti itu dibutuhkan suatu sarana dan prasarana yang

mendukung kelangsungan hidup rakyat beserta Negara itu sendiri, yang dapat

diperoleh melalui peran serta masyarakat secara bersama dalam berbagai bentuk,

satu diantaranya adalah pajak.1 Negara mendapatkan pajak dengan melakukan

pemungutan kepada rakyat. Apabila dikaitkan dengan pilar-pilar dari Negara

hukum, di mana salah satunya mensyaratkan bahwa setiap tindakan penguasa

Negara harus di dasarkan pada hukum, maka hal tersebut memang harus dipenuhi.

Pungutan pajak dapat dipandang sebagai sesuatu yang dapat mengurangi

kemampuan ekonomis dan daya beli masyarakat yang tidak dapat dilakukan

secara serampangan dan sembarangan. Dalam hal pemungutan pajak, Undang-

Undang Dasar 1945 menentukan pada Pasal 23 A yang menyebutkan bahwa,

pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur

dengan undang-undang. Pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang

mengingat pajak itu merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah

yang tidak ada imbalannya yang dapat ditunjukkan secara langsung.2 Peralihan

kekayaan dari satu pihak kepada pihak lain itu dapat terjadi dengan mendasarkan

1 Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Andi, Yogyakarta , 2002,hal.1.

2 Ibid,.hal.53.

Page 3: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

2

pada cara-cara yang baik dan seizin pemiliknya maupun dapat pula terjadi tanpa

seizin pemiliknya.

Pajak menurut Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo adalah iuran rakyat

kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan

tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan

yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.3

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh)

berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami

perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2008.

Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan pajak

Penghasilan terhadap subyek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima

atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila

menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau

memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang PPh disebut wajib pajak.4

Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau

diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk

penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya

dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

Undang-Undang Pajak menganut asas materiil, artinya penentuan

mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.5

3 Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2009, 2009, Penerbit Andi, Yogyakarta, hal 1.

4 Ibid,.hal. 129.

5 Ibid,. hal 129.

Page 4: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

3

Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang

diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Yang menjadi Subjek Pajak

adalah:

1. a. Orang Pribadi;

b.Warisanjyangnbelumnterbagiksebagaiksatu;kesatuankmenggantikan

yang berhak ;

2. Badan, terdiri perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan

lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma,

kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,

organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,

lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi

kolektif.

3. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak

apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya

melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam

negeri menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat

kedudukan di Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak adalah

orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif

dan objektif.6

Objek Pajak dari Pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap

tambahan kemampuan ekonomis yang diterima Wajib Pajak, baik yang berasal

dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk menambah

kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk

apapun, dan penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi:

1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan

bebas;

2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan;

3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta;

4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat

diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan di

atas, seperti:

a. Keuntungan karena pembebasan hutang

b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;

6 Ibid,. hal 131.

Page 5: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

4

c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

d. Hadiah undian.7

Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan

baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Ketentuan dalam

Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,

mengatur mengenai pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari

modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong

pajak penghasilan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

tentang Pajak Penghasilan yang rumusannya adalah:

(1) Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,

jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang

diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib

dilakukan oleh:

a. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,

dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan

pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;

b. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium,

tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan,

jasa, atau kegiatan;

c. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan

pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;

d. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai

imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang

melakukan pekerjaan bebas; dan

e. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan

dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

Objek pajak penghasilan yang disediakan untuk dibayarkan, atau telah

jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam

7Ibid,. hal 134.

Page 6: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

5

negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan

luar negeri lainnya.8

Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah

pajak yang dipotong atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun

yang berasal dari modal penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain

yang telah dipotong PPh Pasal 21. Rumusan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2008 terdiri dari empat ayat yaitu sebagai berikut:

(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam

bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau

telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek

pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha

tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib

Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh

pihak yang wajib membayarkan:

a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:

1. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

2. bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;

3. royalti; dan

4. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah

dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

21 ayat (1) huruf e;

b. dihapus;

c. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:

1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan

harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan

penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan

2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa

konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah

dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

21.

(1a) Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh

penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki

Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih

tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif sebagaimana dimaksud

pada ayat (1).

8 Ibid,. hal 231.

Page 7: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

6

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

(3) Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri dapat ditunjuk

oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

(4) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

dilakukan atas:

a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;

b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa

guna usaha dengan hak opsi;

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2008 adalah:

1. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen

dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa

hasil usaha koperasi;

2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang;

3. Royalti;

4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong

Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;

5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,

keculai sewa tanah dan/atau bangunan; dan

6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa

konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong

Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.9

Subjek Pajak adalah penerima dari penghasilan di atas, terdiri dari Wajib

Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Sifat dari PPh Pasal 23

adalah pemotongan, dalam arti penerima penghasilan yang dikenai PPh Pasal 23

dipotong terlebih dahulu PPh Pasal 23 oleh pemberi penghasilan. Pemotong PPh

Pasal 23 terdiri dari badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,

penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT), perwakilan perusahaan luar

9 Ibid,. hal 232.

Page 8: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

7

negeri lainnya, orang pribadi sebagai Wajib Pajak (WP) dalam negeri tertentu,

yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebgai pemotong PPh Pasal

23, yaitu akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan

pekerjaan bebas dan orang pribadi yang menjalankan usaha yang

menyelenggarakan pembukuan, atas pembayaran berupa sewa.10

Objek Pajak PPh Pasal 23 berdasarkan atas dasar pengenaan pajak

dibedakan menjadi dua, yaitu objek pajak yang dasar pengenaan pajaknya adalah

penghasilan bruto dan objek pajak yang dasar pengenaan pajaknya adalah

perkiraan penghasilan netto. Objek pajak PPh Pasal 23 yang dasar pengenaan

pajaknya berupa penghasilan bruto terdiri dari deviden, bunga, royalti, hadiah, dan

penghargaan, sedangkan yang dasar pengenaan pajaknya berupa penghasilan netto

terdiri dari sewa dan penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta, serta

imbalan jasa tertentu.11

PPh Pasal 23 yang dasar pengenaan pajaknya adalah pengasilan bruto

adalah bunga, timbul karena dua sebab, yaitu dari hasil investasi dana sejumlah

tertentu kepada pihak lain dan hasil deposito atau tabungan dari lembaga

keuangan. Bunga sebagai akibat dari deposito atau tabungan dari lembaga

keuangan akan dikenakan pajak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 131

Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan

Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia. Bunga yang berasal dari deposito,

tabungan dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia akan dikenakan pajak

10 Supramono dan Theresia Woro Damayanti. Perpajakan Indonesia Mekanisme dan

Perhitungan, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2005, hal. 60. 11

Ibid,. hal 60.

Page 9: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

8

penghasilan sebesar 20% sepanjang deposito, tabungan atau diskonto Sertifikat

Bank Indonesia lebih dari Rp. 7.500.000,00.12

Penghasilan yang merupakan hasil investasi, termasuk di dalamnya

diskonto atau premium obligasi. Diskonto atau premium obligasi timbul akibat

adanya selisih antara nilai pasar obligasi dengan nilai nominal obligasi. Dalam hal

ini maka penerbit obligasi berlaku sebagai pemotong pajak PPh Pasal 23,

dilakukan saat penjualan obligasi (jika timbul keuntungan akibat selisih nilai pasar

dan nilai nominal) serta saat pembayaran bunga. Tarif PPh Pasal 23 adalah

sebesar 15%.13

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk

melakukan pengkajian secara ilmiah yang selanjutnya dituangkan dalam sebuah

tulisan ilmiah dengan judul PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA

DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK

INDONESIA DI PURBALINGGA.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan pengenaan Pajak Penghasilan Atas Bunga

Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia di

Kabupaten Purbalingga?

2. Bagaimana pengawasan terhadap penerapan pengenaan Pajak

Penghasilan Atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto

Sertifikat Bank Indonesia apabila terjadi perbedaan data pemotongan

12 Ibid,. hal 62. 13 Ibid,. hal 62.

Page 10: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

9

Pajak Penghasilan tersebut dibandingkan dengan jumlah setoran Pajak

Penghasilan tersebut pada masing-masing bank di wilayah Kantor

Pelayanan Pajak yang bersangkutan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penerapan pengenaan Pajak Penghasilan Atas Bunga

Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia di

Kabupaten Purbalingga.

2. Untuk mengetahui pengawasan terhadap penerapan pengenaan Pajak

Penghasilan Atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto

Sertifikat Bank Indonesia apabila terjadi perbedaan data pemotongan

Pajak Penghasilan tersebut dibandingkan dengan jumlah setoran Pajak

Penghasilan tersebut pada masing-masing bank di wilayah Kantor

Pelayanan Pajak yang bersangkutan.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan baik secara teoritis

maupun praktis :

1. Kegunaan teoritis

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan sumbangan ilmu

pengetahuan hukum pada umumnya yang berkaitan dengan hukum

pajak.

Page 11: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

10

2. Kegunaan praktis

a. Sebagai salah satu acuan kepustakaan hukum pajak mengenai

bagaimana mengetahui dan memberikan informasi kepada

kalangan akademisi maupun masyarakat luas tentang proses

penerapan Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito dan Tabungan

serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia di Kabupaten

Purbalingga.

b. Secara praktis penelitian ini diharapkan berguna untuk menjadi

acuan bagi penelitian yang serupa.

Page 12: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar-Dasar Perpajakan

1. Pengertian dan ciri-ciri pajak

Manusia tidak dapat hidup sendiri karena manusia merupakan

makhluk sosial yaitu selalu saling membutuhkan dan berhubungan

satu sama lain. Hal ini dapat dilihat pada keluarga sebagai suatu

kelompok yang paling kecilpun tetap membutuhkan orang lain di

dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam lingkup kehidupannya,

manusia hidup bersama-sama dalam masyarakat dan dalam tataran

yang begitu besar terjelma dalam suatu wadah negara. Untuk

kelangsungan suatu Negara maka membutuhkan sarana dan prasarana

bagi kelangsungan hidup bermasyarakat serta Negara itu sendiri, yang

dapat diperoleh melalui peran serta masyarakat secara bersama dalam

berbagai bentuk, salah satunya adalah pajak. Pajak sebagai salah satu

upaya Negara untuk membiayai pembangunan nasional, yang

bertujusn untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil

maupun spirituil.

Terdapat berbagai definisi pajak di kalangan para sarjana di

bidang perpajakan antara lain :

a. Definisi P.J.A. Adriani, pajak adalah iuran kepada Negara (yang

dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya

menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi

Page 13: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

12

kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah

untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung

dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

b. Definisi Perancis (dalam Buku Leroy Beaulieu yang berjudul Traite

de la Science des Finances), pajak adalah bantuan, baik secara

langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik

dari penduduk atau barang, untuk menutup biaya pemerintah.

c. Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung, pajak adalah bantuan

secara incidental atau secara periodik (dengan tidak ada

kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang bersifat umum

(negara), untuk memperoleh pendapatan di mana terjadi suatu

taatbestaand, yang karena undang-undang telah menimbulkan

hutang pajak.

d. Definisi Mr. N.J. Feldmann, pajak adalah prestasi yang dipaksakan

sepihak oleh dan terhutang kepada penguasa (menurut norma-

norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya

kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup

pengeluaran-pengeluaran umum.

e. Definisi M.J.H. Smeets (dalam buku De Economische Betekenis der

Belastingen), pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang

terhutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan,

tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal

Page 14: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

13

yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran

pemerintah.

f. Definisi Soeparman Soemahamidjaja, pajak adalah iuran wajib,

berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan

norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang

dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan.

g. Definisi Rochmat Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas

negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung

dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar

pengeluaran umum.14

Berdasarkan definisi-definisi pajak di atas, dapat disimpulkan

bahwa pajak memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. merupakan pungutan

b. dipungut berdasarkan undang-undang (ada paksaan yuridis)

c. tidak disertai kontraprestasi (jasa timbal) yang langsung

d. dipungut oleh pemerintah

e. dari penduduk atau barang

f. bersifat incidental atau periodik

g. dipungut bila terjadi taatbestand

h. digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintahan

14

Santoso Brotodiharjo,Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Refika Aditama, Bandung,

1998, hal. 2-6.

Page 15: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

14

2. Fungsi Pajak

Pajak memiliki dua fungsi yang sangat penting dalam rangka

pembangunan, yaitu :

a. Fungsi Budgeter

Fungsi budgeter yaitu fungsi yang letaknya di sektor publik, dan

pajak-pajak di sini merupakan suatu alat (atau suatu sumber) untuk

memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara,

yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai

pengeluaran negara.15

Fungsi budgeter merupakan fungsi pajak

yang utama, karena dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) sebagian besar dipenuhi dari sektor pajak.

Pemasukan yang berasal dari pajak terutama akan digunakan

untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin, dan apabila

setelah itu masih terdapat sisa (surplus), maka akan digunakan

untuk investasi pemerintah (public invesment).

b. Fungsi Mengatur

Fungsi mengatur adalah fungsi pajak sebagai alat untuk mengatur

atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan

ekonomi. Dengan fungsi mengaturnya pajak digunakan sebagai

alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar

15

Ibid,. hal.205.

Page 16: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

15

bidang keuangan, dan fungsi mengatur itu banyak ditujukan

terhadap sektor swasta.16

Untuk melaksanakan fungsi mengatur ini, umumnya fiscus

menggunakan dua cara, yaitu :

1) Cara Umum

Cara ini biasanya dilakukan dengan menggunakan tarif-tarif pajak

yang dimaksudkan untuk mengadakan perubahan-perubahan

terhadap tarif yang bersifat umum.

2) Cara Khusus

Pelaksanaan fungsi mengatur dari pajak yang bersifat khusus ini

dapat dibedakan menjadi dua, yakni yang bersifat positif dan yang

bersifat negatif:

a) Bersifat positif

Apabila suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, oleh

pemerintah dipandang sebagai suatu yang positif, maka

kegiatan tersebut akan diberi dorongan (tax incentive) yang

dilakukan dengan cara pemberian fasilitas perpajakan yang

antara lain berupa pemberian kelonggaran yang berbentuk tax

holiday (pembebasan pajak) dan keringanan pajak;

b) Bersifat negatif

Cara ini merupakan suatu keinginan pemerintah (fiscus) atau

pembuat undang-undang untuk menghambat atau menghalangi

16

Mardiasmo,. Op,.cit., hal.2.

Page 17: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

16

perkembangan suatu kegiatan yang ingin ditiadakan atau

diberantas oleh pemerintah. Cara ini dapat berupa pemberian

hambatan-hambatan dan pemberatan-pemberatan khusus.17

3. Pihak-pihak dalam pemungutan pajak

Pajak pada hakekatnya merupakan perikatan atau hubungan

timbal balik yang terjadi antara dua pihak, di mana masing-masing

pihak berkedudukan sebagai subjek hukum. Pihak-pihak yang terdapat

dalam perikatan pajak adalah :

a. pihak penarik pajak, yaitu subyek hukum negara sebagai orang

dalam pengertian badan hukum publik (publik rechtpersoon) yang

disebut fiscus.

b. pihak wajib pajak, yaitu subyek hukum yang dapat terdiri dari orang

dalam pengertian :

1) Orang pribadi (natuurlijke person), baik orang pribadi yang

mempunyai perusahaan perseorangan maupun yang tidak

dalam usaha dagang.

2) Orang dalam pengertian badan hukum (rechtpersoon), seperti

perusahaan dalam bentuk badan hukum Perseroan Terbatas

(PT), koperasi,dan perusahaan negara.18

17

Ibid,. hal. 16-18. 18

Marhainis Abdul Hay, Dasar-dasar Hukum Pajak, Badan Penerbit Yayasan

Pembinaan Unit Penerbitan Keluarga UPN Veteran, Jakarta, 1987, hal.9.

Page 18: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

17

Hubungan timbal balik antara pihak-pihak dalam perikatan pajak

sifatnya tidak sempurna, karena tidak ada kontra prestasi secara

langsung dari fiscus yang dapat dinikmati oleh wajib pajak.

4. Syarat pemungutan pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau

perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut :

a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum yakni mencapai keadilan, undang-

undang dalam melaksanakan pemungutan pajak harus adil. Adil

dalam undang-undang diantaranya menggunakan pajak secara umum

dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak

bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam

pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan

Pajak.

b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)

Pajak di Indonesia diatur dalam UUD 1945 asal 23 ayat 2. Hal ini

memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi

negara maupun warganya.

Page 19: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

18

c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi

mauppun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan

perekonomian masyarakat.

d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)

Sesuai fungsi budgeter, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan

sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan

mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya.19

5. Asas-asas dalam perpajakan

Dalam pajak, terdapat berbagai macam asas yang menjadi pokok

dasar atau landasan pemikiran, yaitu :

a. Asas Menurut Falsafah Hukum (rechtfilosofis)

Asas rechtfilosofis mencari dasar pembenaran terhadap

pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara. Oleh karena itu, dalam

asas ini terdapat pertanyaan mendasar yaitu “Mengapa negara berhak

mengenakan pajak terhadap rakyat ?”. Untuk menjawab permasalahan

tersebut, ada beberapa teori yang berusaha memberikan jawaban, yaitu :

19

Mardiasmo,. Op,. cit, hal. 2

Page 20: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

19

1) Teori Asuransi

Teori ini menyatakan bahwa negara berkewajiban untuk

memberikan perlindungan kepada rakyatnya dalam bentuk

keselamatan dan keamanan jiwa serta harta benda. Sebagaimana

halnya pembayaran premi asuransi, maka untuk tugas perlindungan

negara tersebut, diperlukan adanya suatu pembayaran dalam bentuk

pajak.

Anggapan bahwa pembayaran pajak sama dengan pembayaran

premi asuransi sebenarnya tidak tepat, karena :

a) dalam hal timbul suatu keadaan yang merugikan pembayaran

pajak, maka negara tidak akan memberikan penggantian

sebagaimana dalam perjanjian asuransi.

b) antara pembayaran pajak dengan jasa-jasa yang diberikan oleh

negara tidak terdapat hubungan yang langsung, sedangkan

dalam perjanjian asuransi hubungan tersebut sifatnya langsung.

2) Teori Kepentingan

Teori ini mengatakan bahwa negara mengenakan pajak terhadap

rakyat, karena negara telah melindungi kepentingan rakyat. Teori ini

mengukur besarnya pajak sesuai dengan besarnya kepentingan wajib

pajak yang dilindungi. Jadi, lebih besar kepentingan yang dilindungi

maka lebih besar pajak yang harus dibayar. Teori ini menunjukkan

bahwa dasar pembenar bahwa negara mengenakan pajak adalah

karena negara telah berjasa kepada rakyat selaku wajib pajak, di

Page 21: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

20

mana pembayaran pajak itu besarnya equivalen (setara) dengan

besarnya jasa yang sudah diberikan oleh negara kepadanya.20

3) Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti)

Teori ini mendasarkan pada paham organische staatleer, yaitu

negara sebagai organisasi yang bertugas untuk menyelenggarakan

kepentingan umum. Dalam tugas negara tersebut negara memiliki

hak untuk mengatur warganya, termasuk memungut pajak dari

rakyat. Di lain pihak, rakyat hendaknya menyadari bahwa

pembayaran pajak sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan

tanda baktinya kepada negara.21

4) Teori Asas Daya Beli

Menurut teori ini, fungsi pemungutan pajak dapat disamakan

dengan pompa, yaitu mengambil daya beli dari rumah tangga-

rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga negara dan

kemudian menyalurkannya kembali ke masyarakat dengan

maksud untuk memelihara hidup masyarakat dan untuk

membawanya kearah tertentu. Teori ini mengajarkan bahwa

penyelenggara kepentingan masyarakat inilah yang dapat

dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan

kepentingan individu, bukan pula kepentingan negara, melainkan

kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya itu.22

Jadi, pada hakekatnya pajak tidak merugikan masyarakat

karena pada akhirnya akan digunakan untuk kesejahteraan

masyarakat sendiri. Oleh karena itu pemungutan pajak oleh negara

dibenarkan.

20

Sri Pudyatmoko, Op,. cit, hal. 24. 21

H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,

2004, hal. 37. 22

Munawir, Pokok-pokok Perpajakan, Libery, Yogyakarta, 1985, hal. 8

Page 22: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

21

5) Teori Pembenaran Pajak Menurut Pancasila

Pancasila mengandung sifat kekeluargaan dan gotong royong.

Gotong royong dalam pajak berupa pengorbanan setiap anggota

masyarakat untuk kepentingan bersama tanpa mendapatkan imbalan.

Pajak merupakan pungutan yang pada akhirnya akan digunakan

untuk kesejahteraan masyarakat.

b. Asas Pembagian Beban Pajak

Asas pembagian beban pajak tidak mencari dasar pembenar

pemungutan pajak oleh negara terhadap rakyat, tetapi mencari

jawaban atas pertanyaan bagaimana agar beban pajak itu dikenakan

kepada rakyat secara adil. Terhadap permasalahan tersebut, ada

beberapa teori yang memberikan jawaban, yaitu :

1) Teori Daya Pikul

Menurut teori ini setiap orang wajib membayar pajak

sesuatu dengan daya pikul masing-masing. Daya pikul menurut W.J.

de Lengen adalah besarnya kekuatan seseorang untuk dapat

mencapai pemuasan kebutuhan setingginya-setingginya, setelah

dikurangi jumlah yang mutlak untuk kebutuhannya yang primer.23

Sedangkan menurut A.J. Cohen Stuart, daya pikul diibaratkan

sebagai sebuah jembatan, di mana ia harus memikul bobotnya

sendiri di samping bobot kendaraan yang melintasinya.

23

Santoso Brotodihardjo, Op,. cit, hal.34.

Page 23: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

22

Maksud dari kedua ajaran tersebut adalah bahwa kekuatan

seseorang untuk menyerahkan uang kepada negara baru ada setelah

kebutuhan-kebutuhan primer untuk hidupnya telah dipenuhi.

2) Prinsip Benefit (Benefit Principle)

Prinsip ini disebut juga asas kenikmatan. Menurut asas ini

pengenaan pajak seimbang dengan benefit (manfaat) yang diperoleh

oleh Wajib Pajak dari jasa-jasa publik yang diberikan oleh

pemerintah. Berdsasarkan kriteria ini, maka pajak dapat dikatakan

adil bila seseorang yang memperoleh kenikmatan lebih besar dari

jasa-jasa publik yang dihasilkan oleh pemerintah dikenakan proporsi

beban pajak yang lebih besar.24

c. Asas Pengenaan Pajak

Asas pengenaan pajak mencari jawaban atas permasalahan

siapa atau mana yang berwenang memungut pajak terhadap suatu

sasaran pajak tertentu. Terdapat beberapa asas untuk memecahkan

permasalahan ini, yaitu :

1) Asas Domisili (tempat tinggal)

Menurut asas ini negara di mana wajib pajak bertempat tinggal

berhak mengenakan pajak terhadap wajib pajak tersebut dari

semua pendapatan wajib pajak, di manapun diperoleh.

24

Sri Pudyatmoko, Op,. cit, hal. 26.

Page 24: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

23

2) Asas Sumber

Menurut asas ini negara di mana sumber-sumber penghasilan itu

berada, ialah yang berhak memungut pajak, dengan tidak

mengingat di mana wajib pajak tersebut berada.

3) Asas Kebangsaan (nationaliteit)

Asas ini mendasarkan pengenaan pajak seseorang pada status

kewarganegaraannya . Negara yang berhak memungut pajak

adalah negara asal kewarganegaraan wajib pajak, terhadap semua

pendapatan wajib pajak di manapun diperoleh.

d. Asas Pelaksanaan Pemungutan Pajak

Asas pelaksanaan pemungutan pajak meliputi tiga asas, yaitu :

1) Asas Yuridis

Menurut asas ini hukum pajak harus dapat memberikan

jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas

baik untuk negara maupun warganya. Oleh karena itu, segala

sesuatu mengenai pajak harus ditetapkan di dalam undang-

undang. Hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum

bagi tercapainya keadilan yang diberikan kepada pihak fiscus

maupun wajib pajak.

2) Asas Ekonomis

Menurut asas ini pemungut pajak harus diupayakan agar

tidak menghambat kelangsungan perekonomian masyarakat. Oleh

karena itu, pelaksanaan pelaksanaan pemungutan pajaknya :

Page 25: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

24

a) harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat

lancarnya produksi dan perdagangan;

b) harus diusahakan supaya jangan menghalang-halangi rakyat

dalam usahanya mencapai kebahagiaan;

c) harus diusahakan jangan sampai merugikan kepentingan

umum.25

3) Asas Finansial

Sesuai dengan fungsi budgeternya, pemungutan pajak

diharapkan untuk dapat memasukkan uang sebanyak-banyaknya

ke dalam kas negara. Sehubungan dengan hal itu maka biaya

pemungutan pajaknya harus diusahakan seminimum mungkin.

Caranya yaitu dengan menyederhanakan sistem pemungutan

pajaknya, dan memungut pajak pada saat yang dekat dengan

saat terjadinya perbuatan, peristiwa, atau keadaan yang menjadi

dasar pemungutan pajak.

6. Stelsel Pajak

Dalam pemungutan pajak, khususnya pajak penghasilan dikenal

adanya tiga macam stelsel pajak, yaitu :

a. Stelsel Riil/ Stelsel Nyata

Menurut stelsel nyata pengenaan pajak didasarkan pada obyek

atau penghasilan yang sungguh-sungguh diperoleh dalam setiap

tahun pajak atau periode pajak. Dengan demikian besarnya pajak

baru dapat dihitung pada akhir tahun atau periode pajak, karena

25

Ibid,. hal. 28.

Page 26: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

25

penghasilan riil baru dapat diketahui setelah tahun pajak atau

periode pajak berakhir.26

Kelemahan dari stelsel nyata adalah pemungutan pajak baru

dapat dilakukan pada akhir tahun pajak atau periode pajak sehingga

penerimaan pajak hanya dapat diperoleh pada akhir tahun pajak saja.

Sedangkan kelebihan dari stelsel nyata adalah besarnya pajak yang

dipungut sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang,

karena pemungutan pajak dilakukan setelah penghasilan yang

sesungguhnya diketahui.

b. Stelsel Fiktif

Menurut stelsel fiktif atau stelsel anggapan, pengenaan pajak

didasarkan pada suatu anggapan (fiksi). Anggapan tersebut dapat

berupa anggapan bahwa pendapatan tahun pajak yang sedang

berjalan diasumsikan sama dengan penghasilan tahun pajak yang

lalu.

Kelemahan dari stelsel fiktif adalah besarnya pajak yang

dipungut belum tentu sesuai dengan besarnya pajak yang

sesungguhnya terutang, karena pemungutan pajak dilakukan

berdasarkan suatu anggapan, bukan penghasilan yang sesungguhnya.

Kelebihan stelsel fiktif adalah pemungutan pajak sudah dapat

dilakukan pada awal tahun pajak atau periode pajak, karena

berdasarkan pada suatu anggapan, sehingga penerimaan pajak oleh

pemerintah ini untuk membiayai pengeluaran sepanjang tahun dan

tidak hanya pada akhir tahun saja.27

c. Stelsel Campuran

Stelsel campuran merupakan kombinasi antara stelsel riil

dengan stelsel fiktif. Pada awal tahun pajak atau periode pajak

26

Erly Suandy, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2000, hal. 24. 27

Ibid,. hal. 25.

Page 27: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

26

penghitungan pajak menggunakan stelsel fiktif, dan pada akhir

tahun pajak atau periode pajak dihitung kembali berdasarkan

stelsel riil.

Kelemahan dari stelsel campuran adalah adanya tambahan

pekerjaan administrasi, karena penghitungan pajak dilakukan dua

kali yaitu pada awal dan akhir tahun pajak atau periode pajak.

Kelebihan dari stelsel campuran adalah sudah dapat dilakukan pada

awal tahun pajak atas periode pajak, dan besarnya pajak yang

dipungut sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya

terutang karena dilakukan penghitungan kembali pada akhir tahun

pajak atau periode pajak, setelah penghasilan yang sesungguhnya

diketahui.28

7. Sistem Pemungutan Pajak

Pada dasarnya ada tiga macam sistem pemungutan pajak yang

berlaku, yaitu :

a. Official Assessment System

Yaitu pemungutan pajak dimana besarnya pajak yang harus

dilunasi (terhutang) oleh wajib pajak ditentukan sendiri oleh fiscus

atau aparatur perpajakan. Dalam system ini wajib pajak bersifat

pasif, sebaliknya fiscuslah yang harus aktif.

b. Self Assessment System

Yaitu suatu sistem pemungutan dimana wewenang menghitung

besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak diserahkan oleh

inspeksi pajak kepada wajib pajak yang bersangkutan, sehingga

dengan sistem ini wajib pajak harus aktif untuk menghitung,

menyetor dan melapor kepada inspeksi pajak, sedangkan fiscus

hanya bertugas memberi penerangan, pengawasan, atau sebagai

verifikator.

c. With Holding System

Yaitu suatu cara pemungutan pajak dimana penghitungan pajak

yang terutang oleh seorang wajib pajak dilakukan oleh pihak

ketiga.29

28

Loc,. cit. 29

Munawir,Op,. cit. hal. 41-42.

Page 28: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

27

B. Sistem Self Assessment

1. Pengertian sistem self assessment

Arti kata self assessment adalah menghitung dan menetapkan

sendiri besarnya pajak yang terutang.30

Jadi, sistem self assessment

dapat diartikan sebagai sistem pemungutan pajak yang member

wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk

menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri

besarnya pajak yang harus dibayar.

Sistem self assessment ini umumnya diterapkan pada jenis pajak di

mana wajib pajaknya dipandang cukup mampu untuk diserahi tanggung

jawab untuk menghitung dan menetapkan utang pajaknya sendiri.

Dalam hal ini, subyek pajak/ wajib pajaknya relatif terbatas, tidak

seperti dalam Pajak Bumi dan Bangunan.31

2. Ciri-ciri sistem self assessment

Sistem self assessment memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang ada pada wajib pajak sendiri;

b. wajib pajak bersifat aktif, mulai dari menghitung,

membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terytang;

c. fiscus tidak ikut campur tangan dan hanya mengawasi.32

30

Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan 2, PT. Eresco, Jakarta,

hal. 11 31

Sri Pudyatmoko, Op,. cit, hal. 61. 32

Mardiasmo, Op,. cit, hal. 8.

Page 29: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

28

3. Dasar hukum sistem self assessment

Sistem self assessment baru dikenal di Indonesia pada tahun 1967,

yaitu sejak diundangkannya Undang-Undang 8 Tahun 1967 Tentang

Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan, Pajak Kekayaan, dan Pajak

Perseroan. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut yaitu

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1967 mengatur mengenai

sistem MPS (Menghitung Pajak Sendiri) dan MPO (Menghitung Pajak

Orang Lain). Pada saat itu Sistem MPS hanya digunakan untuk

menghitung Pajak Pendapatan, yaitu dengan membebankan kewajiban

kepada wajib pajak untuk membayar sendiri pajak yang terutang setiap

bulan.

Selanjutnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang

Ketentuan Umum dari Tata Cara Perpajakn dalam Pasal 4 juga

meletakkan kewajiban kepada wajib pajak untuk mengambil sendiri

SPT (Surat Pemberitahuan), mengisi SPT dengan benar, menghitung

sendiri Pajak Penghasilan yang terutang, serta membayar jumlah Pajak

Penghasilan yang terutang ke dalam kas negara, sebelum SPT

diserahkan ke Kantor Pajak.

Dalam Undang-Undang sendiri sebenarnya tidak disebutkan

secara terang penggunaan kata self assessment, hanya di dalam memori

penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 (sebagaimana

terdapat dalam memori penjelasan Undang-Undang 16 Tahun 2000

Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983).

Page 30: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

29

Dalam memori penjelasan tersebut, disebutkan bahwa ciri dan corak

dari sistem pemungutan pajak di Indonesia yaitu :

a. Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian

dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-

sama melaksanakan kewajiban perpajakn yang diperlukan untuk

pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

b. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak

sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada

anggota masyarakat wajib pajak sendiri. Pemerintah dalam hal ini

aparat perpajakan, sesuai fungsinya berkewajiban melakukan

pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pemenuhan

kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam

peraturan perundang-undangan perpajakan.

c. Anggota masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan untuk

melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui system

menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri

pajak yang terutang (self assessment), sehingga melalui system ini

administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan rapi,

terkendali, sederhana, dan mudah untuk dipahami oleh anggota

masyarakat wajib pajak.33

33

Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, Perpajakan Buku Satu, Salimba Empat,

Jakarta, 2002, hal. 22.

Page 31: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

30

4. Tujuan sistem self assessment

Dengan sistem self assessment diharapkan pelaksanaan

administrasi perpajakan yang berbelit-belit dan birokratis akan

dihilangkan.34

Hal ini karena tugas administrasi perpajakan tidak lagi

seperti pada masa lampau (sebelum tax reform 1983), di mana tugas

menetapkan dan menghitung pajak yang terutang oleh wajib pajak

berada di tangan fiscus sepenuhnya (official assessment system).

Sedangkan dengan sistem self assessment, tugas fiscus hanya

melakukan pembinaan, bimbingan serta pengawasan terhadap jalannya

pemungutan pajak. Di samping itu, dengan sistem self assessment

jaminan dan kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban perpajkan

bagi wajib pajak lebih diperhatikan, dengan demikian diharapkan dapat

merangsang peningkatan kesadaran dan tanggung jawab perpajakan di

masyarakat.35

5. Syarat keberhasilan sistem self assessment

Sistem self assessment baru akan berhasi dengan baik apabila

telah terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut :

a. tax consciousness (kesadaran pajak wajib pajak)

b. kejujuran wajib pajak

c. tax mindedness (hasrat untuk membayar pajak)

d. tax discipline (disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan

pajak).36

34

Moh. Zain dan Kustadi Arinta, Pembaharuan Perpajakan Nasional, Citra

Adtya Bakti, Bandung, 1990, hal. 21. 35

Ibid,. hal. 21-22. 36

Rochmat Soemitro, Op,. cit, hal. 12.

Page 32: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

31

C. Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta

Diskonto Serifikat Bank Indonesia

Pajak Penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditujukan

resmi kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan

yang diterima dan diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan

negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai

suatu kewajiban yang harus dilaksanakannya.37

Pemungutan Pajak Penghasilan didasarkan pada Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak

Penghasilan yang merupakan perubahan ke empat. Pasal 1 Undang-

Undang Pajak Penghasilan merumuskan Pajak Penghasilan dikenakan

terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya

dalam tahun Pajak.

Pajak Penghasilan atas bunga deposito, dan tabungan serta diskonto

sertifikat Bank Indonesia secara khusus diatur dalam Pasal 23 ayat (1),

huruf (a), angka (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang

Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000

tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta

Diskonto Sertifikat Bank Indonesia. Peraturan ini secara garis besar

memuat tentang ketentuan pengenaan pajak atas penghasilan bunga yang

37

Rimsky K. Judisseno, Pajak dan Strategi Bisnis, Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, 1997, hal. 76.

Page 33: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

32

berasal dari deposito, tabungan dan diskonto dari sertifikat Bank

Indonesia.

Ketentuan umum Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000

mencakup pengertian-pengertian umum tentang deposito, tabungan dan

pengertian bunga serta diskonto. Ketentuan khususnya mencakup tentang

perlakuan terhadap orang pribadi, badan, lembaga atau organisasi yang

menerima atau memperoleh penghasilan bunga, kewajiban bank sebagai

pemotong pajak atas penghasilan berupa bunga atau diskonto tersebut,

tarif pajak dan sifat pemotongan pajak tersebut. Selain itu, mengatur

tentang perlakuan pajak terhadap Wajib Pajak luar negeri yang menerima

atau memperoleh penghasilan berupa bunga deposito, tabungan dan

diskonto sertifikat Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan dalam

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku. Peraturan

Pemerintah No. 131 Tahun 2000 juga mengatur kewajiban dipotong

Pajak Penghasilan kepada wajib pajak dalam negara yang memperoleh

atau menerima penghasilan bunga dari deposito dan tabungan yang

ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan di Indonesia atau

cabang bank luar negeri di Indonesia.38

Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan merumuskan deposito adalah simpanan yang penarikannya

hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian

38

Bambang Kesit, Pajak Penghasilan Teknik Rekonsiliasi Fiskal, Ekonisia,

Yogyakarta, 2001, hal. 164

Page 34: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

33

nasabah penyimpan dengan bank dan tabungan menurut Pasal 1 angka

(9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah simpanan yang

penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang

disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat

lainnya yang dipersamakan dengan itu. Sertifikat Bank Indonesia sendiri

telah dirumuskan dalam Pasal 1 angka (3) Peraturan Bank Indonesia

Nomor: 4/10/PBI/2002 Tentang Sertifikat Bank Indonesia bahwa

Sertifikat Bank Indonesia adalah yang selanjutnya disebut SBI adalah

surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank

Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.

Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun,

termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito dan deposit on call baik

dalam rupiah maupun dalam valuta asing yang ditempatkan pada atau

diterbitkan oleh bank. Sedangkan yang dimaksud dengan tabungan

adalah simpanan pada bank dengan nama apapun, termasuk giro, yang

penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang ditetapkan

oleh masing-masing bank.

Pemotongan Pajak Penghasilan atas bunga deposito, tabungan dan

diskonto serifikat Bank Indonesia bersifat final berarti apabila Wajib

Pajak menerima atau memperoleh penghasilan berupa bunga yang

berasal dari deposito dan tabungan termasuk jasa giro serta diskonto

sertifikat Bank Indonesia, penghasilan tersebut tidak perlu digabung

dengan penghasilan lainnya dalam penghitungan.

Page 35: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

34

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode Pendekatan

Metode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu cara yang

teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud; cara kerja yang

bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai

tujuan yang ditentukan.39

Metode penelitian ang digunakan adalah yuridis-normatif atau

penelitian doktrinal. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,

penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara

meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.40

Menurut Bagir Manan,

penelitian hukum normatif juga disebut sebagai penelitian terhadap kaidah

hukum itu sendiri (peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, hukum

adat atau hukum tertulis lainnya dan asas-asas hukum).41

Adapun pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu:

1. Pendekatan perundang-undangan

Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan

menelaah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi

yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.42

39

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1988, hal 580-581. 40

Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 1986, hal.69. 41

Bagir Manan, Penelitian di Bidang Hukum, Bandung: Nomor Perdana: I,

Puslitbangkum, Universitas Padjajaran, 1999, hal, 78. 42

Peter Mahmud Marjuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media, 2005, hal, 93.

Page 36: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

35

Metode pendekatan perundang-undangan digunakan dengan

mengingat bahwa permasalahan yang diteliti berkisar pada

peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan.

Pendekatan ini memberi kesempatan kepada peneliti untuk

mempelajari konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-

undang yang satu dengan yang lainnya, atau antara undang-undang

yang lebih rendah dengan yang lebih tinggi, atau antara regulasi

dengan undang-undang.

2. Pendekatan Kasus

Pendekatan kasus dilakukan dengan cara menelaah kasus-

kasus yang berkaitang dengan isu yang dihadapi. Yang menjadi

kajian pokok dalam pendekatan kasus adalah ratio decendi atau

reasoning tersebut merupakan referensi bagi penyusunan

argumentasi dalam pemecahan isu hukum.43

Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

secara Deskriptif-Analistis sesuai dengan masalah dan tujuan dalam

penelitian ini. Menurut Rony Hanitijo Soemitro, Deskriptif-Analistis, yaitu

menggambakan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan

dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang

menyangkut permasalahan dalam penelitian ini.44

43

Ibid., hal 94. 44

Rony Hanitijo Soemitro, Metodologi Penulisan dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia

Indonesia, 1988, hal. 97-98.

Page 37: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

36

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama

Purbalingga, Pusat Informasi Ilmiah (PII) Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman, Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Universitas Jenderal

Soedirman.

Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data sekunder

Data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan

dan dokumentasi yang merupakan hasil penelitian dan

pengolahan orang lain, yang tersedia dalam bentuk buku-buku

atau dokumentasi yang biasanya disediakan di perpustakaan.

Peraturan perundang-undangan, dokumen resmi, dan buku-buku

literatur yang berhubungan dengan objek penelitian. Dari data

sekunder tersebut akan dibagi dan diuraikan ke dalam dua bagian

yaitu:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang

bersifat mengikat terdiri dari :

1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan

Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983

tentang PajakPenghasilan;

Page 38: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

37

2) Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 Tentang

Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan

Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia;

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer,

meliputi hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan

hukum, buku-buku literatur, karya ilmiah dari para sarjana,

kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, artikel ilmiah

baik dari koran ataupun internet dan dokumen resmi yang

berkaitan dengan pokok pemasalahan yang diteliti.

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang sifatnya

melengkapi kedua bahan hukum tersebut di atas, yang dalam

penelitian ini bersumber dari kamus hukum, Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI), dan ensiklopedi.45

2. Data Primer

Data yang berupa keterangan atau hasil wawancara dengan

Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Purbalingga yang berhubungan

dengan pokok permasalahan yang diteliti untuk mendukung data

sekunder.

45

Muhammad Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Cipta Aditya Bakti,

Bandung, 2004, hal. 67.

Page 39: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

38

Metode Pengumpulan Data

1. Data Sekunder

Data Sekunder diperoleh dengan cara inventarisasi terhadap

peraturan perundang-undangan, buku-buku, hasil penelitian

sebelumnya dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

permasalahan yang selanjutnya dipelajari sebagai pedoman untuk

penyusunan data.

2. Data Primer

Data primer diperoleh dengan mengadakan penelitian lapangan

langsung pada objek yang dijadikan masalah, dengan cara

mengadakan wawancara dengan Pegawai di Kantor Pelayanan Pajak

Purwokerto.

Metode Penyajian Data

Data yang berupa bahan-bahan hukum yang telah diperoleh

kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif, uraian-uraian yang

disusun secara sistematis, logis, dan rasional. Dalam arti keseluruhan

data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya

disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti sehingga

merupakan satu kesatuan yang utuh.

Page 40: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

39

Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis secara normatif kualitatif,

yaitu dengan cara menjabarkan dan membahas bahan hasil penelitian

yang diperoleh secara sistematis dengan didasarkan pada norma-

norma hukum yang relevan dengan pokok-pokok masalah yang

diteliti.

Page 41: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Data sekunder

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, telah diperoleh data sekunder

sebagai berikut:

1.1 Susunan Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Purbalingga

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor:

Kep.141/PJ/2007, mulai pada tanggal 30 Oktober 2007, Kantor Pelayanan

Pajak Purbalingga berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Purbalingga hingga sekarang. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Purbalingga

saat ini berada di Jl. Letjen S.Parman No.43 Purbalingga.

Berdasarkan Buku Monografi Fiscal tahun 2007, Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Purbalingga mempunyai wilayah kerja dengan luas

7.777,64 Km2. Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Purbalingga

terbagi atas 18 kecamatan yang terbagi lagi kedalam 239 desa dan/atau

kelurahan.

1.1.1 Visi dan Misi KPP Pratama Purbalingga

a. Visi KPP Pratama Purbalingga

Menjadi model pelayanan masyarakat yang

menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas

dunia yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat.

Page 42: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

41

b. Misi KPP Pratama Purbalingga

1) Fiskal

Menghimpun penerimaan Negara dari sektor pajak yang

mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah

berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tingkat

efektivitas dan efisiensi yang tinggi.

2) Ekonomi

Mendukung kebijakan pemerintah dalam mengatasi

permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijakan perpajakan

yang dapat meminimalisasi distorsi.

3) Politik

Mendukung proses demokratisasi.

4) Kelembagaan

Senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan aspirasi

masyarakat dan teknokrasi perpajakan serta administrasi

perpajakan mutakhir.

1.1.2 Struktur Organisasi

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

132/PMK.01/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Verifikasi

Direktorat Jenderal Pajak, struktur organisasi KPP Pratama Purbalingga

disusun dengan fungsi yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal

Pajak, terdiri atas:

Page 43: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

42

a. Sub Bagian Umum

Merupakan koordinator tugas pelayanan kesekretariatan

dengan cara mengatur kegiatan tata usaha, kepegawaian,

keuangan, dan rumah tangga. Mempunyai tugas dan tanggung

jawab sebagai berikut:

- Pembuatan tanda pengenal pegawai;

- Pengajuan usul pengangkatan pegawai;

- Pengurusan dan pembayaran gaji, uang lembur, dan uang

makan;

- Pembukuan anggaran belanja;

- Pembayaran anggaran belanja;

- Pengajuan pensiun pegawai;

- Perencanaan dan pengadaan inventaris;

- Pemrosesan dan penatausahaan dokumen masuk di sub

bagian umum.

b. Sub Bagian Teknis, terdiri dari:

1) Seksi Pengolahan Data dan Informasi Perpajakan

Seksi pengolahan data dan informasi perpajakan

mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk

mengkoordinasikan pengumpulan data, proses administrasi

data, perekaman data, peminjaman berkas data,

pengadministrasian data masuk dan data keluaran,

ekstensifikasi dan instensifikasi pajak wajib pajak.

Page 44: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

43

2) Seksi Pelayanan

Seksi pelayanan mempunyai tugas dan tanggung jawab

dalam mengkoordinasikan penetapan dan ketertiban produk

hukum perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat

pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan,

pelaksanaan registrasi wajib pajak, serta kerjasama

perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3) Seksi Penagihan

Penetapan piutang pajak yang kadaluarsa sampai dengan

pengusulan penghapusan piutang pajak. Selain itu seksi

penagihan juga bertanggung jawab untuk melakukan upaya-

upaya pencarian utang pajak melalui penerbitan surat teguran

maupun tindakan aktif melalui penerbitan surat paksa, surat

perintah melakukan penyitaan maupun melakukan pelelangan

harta sitaan yang bekerjasama dengan Kantor Lelang Negara.

4) Seksi Pemeriksaan

Seksi pemeriksaan mempunyai tugas dan tanggung jawab

dalam pembuatan daftar normatif wajib pajak yang diusulkan

untuk dilakukan pemeriksaan untuk melakukan peminjaman

dan pengembalian berkas dan data wajib pajak sesuai dengan

data normatif yang akan diperiksa. Seksi pemeriksaan juga

bertanggung jawab dalam penerbitan surat perintah

pengamatan, penelitian permohonan kembali, kelebihan

Page 45: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

44

pembayaran pajak yang tidak seharusnya terhutang dan

permohonan Surat Pemberitahuan Tahunan Lebih Bayar

(SPTLB) wajib pajak orang pribadi, pembuatan Surat

Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3), surat pemberitahuan

pemeriksaan pajak serta menatausahakan Laporan Hasil

Pemeriksaan (LHP) dan Nota Perhitungan (NotHit).

5) Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

Seksi ekstensifikasi perpajakan mempunyai tugas dan

tanggung jawab dalam mengkoordinasikan pelaksanaan dan

penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan

objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak dan kegiatan

ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

6) Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Seksi pengawasan dan konsultasi mempunyai tugas dan

tanggung jawab dalam mengkoordinasikan pengawasan

kepatuhan perpajakan wajib pajak (PPh, PPN, PBB dan Pajak

lainnya), bimbingan atau himbauan kepada wajib pajak

dalam rangka melakukan instensifikasi dan melakukan

evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Di dalam KPP Pratama Purbalingga terdapat 4 (empat)

Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian

tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah tertentu.

Page 46: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

45

7) Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat fungsional terdiri atas Pejabat Fungsional Penilai

yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP

Pratama Purbalingga. Di dalam melaksanakan jabatannya,

Pejabat Fungsional Pemeriksaan berkoordinasi dengan seksi

ekstensifikasi.

8) Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan

Kantor pelayanan, penyuluhan dan konsultasi perpajakan

mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam melakukan

penyuluhan dan konsultasi perpajakan kepada wajib pajak

berfungsi sebagai penghubung wajib pajak.

Page 47: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

46

Sek

si

Ek

sten

sifi

kasi

Per

pa

jak

an

Kel

om

po

k

Ja

ba

tan

Fu

ng

sion

al

Kep

ala

Kan

tor

Sek

si P

eng

ola

han

Da

ta d

an

Info

rma

si

Sek

si

Pela

ya

na

n

Sek

si

Pen

ga

wa

san

da

n K

on

sult

asi

Sek

si

Pem

erik

saa

n

Sek

si

Pen

ag

ihan

Su

b B

agia

n

Um

um

Page 48: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

47

1.2 Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto

Sertifikat Bank Indonesia

Berdasarkan penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Purbalinga, pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta

diskonto sertifikat Bank Indonesia mengacu kepada Pasal 23 ayat (1) , huruf

(a), angka (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan

Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan. Bahwa KPP Pratama Purbalingga hanya menerima data nasabah

yang telah diolah oleh pihak bank yang dijadikan sebagai bahan pelaporan

kepada KPP Pratama Purbalinga. Bahwa KPP Pratama Purbalingga dalam

menerapkan Self Assessment System bertugas memberi penerangan,

pengawasan, atau sebagai verifikator. Bank sebagai pemotong PPh Pasal 23

yaitu Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto

Sertifikat Bank Indonesia untuk menghitung, menyetor dan melapor kepada

inspeksi pajak. KPP Pratama Purbalingga hanya mengisi Surat Pemberitahuan

Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

khususunya mengenai Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan atas Bunga

Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia. KPP

Pratama Purbalingga tidak memperoleh data yang belum diolah bank yang

dijadikan sebagai dasar pemotongan pajak penghasilan atas bunga deposito

dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia. KPP Pratama

Purbalingga hanya dapat memperoleh data yang belum diolah dari bank, jika

tidak berkaitan dengan unsur pidana. Untuk mengawasi pemungutan,

Page 49: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

48

pemotongan, penyetoran serta pelaporan pajak penghasilan atas bunga

deposito dan tabunagn serta diskonto sertifikat bank Indonesia, Direktorat

Jenderal Pajak mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor

SE-29/PJ.43/2001 tentang Pengawasan Pemotongan, Penyetorsn dan

Pelaporan PPh Final atas Bunga Depsito dan Tabungan serta Diskonto

Sertifikat Bank Indonesia.

Menurut Pasal 23 ayat (1), huruf (a), angka (2) Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan penerapan Pajak Penghasilan

Atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia:

(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam

bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau

telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek

pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha

tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib

Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh

pihak yang wajib membayarkan:

a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:

1. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

2. bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;

3. royalti; dan

4. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah

dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

21 ayat (1) huruf e;

b. dihapus;

c. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:

1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan

harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan

penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan

2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa

konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah

Page 50: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

49

dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

21.

(1a) Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh

penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki

Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih

tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif sebagaimana dimaksud

pada ayat (1).

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

(3) Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri dapat ditunjuk

oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

(4) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

dilakukan atas:

a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;

b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa

guna usaha dengan hak opsi.

Ketentuan dalam Pasal 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atas

penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan

Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau

penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal

21, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo

pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,

penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar

negeri lainnya.

Pemotong PPh Pasal 23 adalah pihak-pihak yang membayarkan

penghasilan, yang terdiri atas:

a. Badan pemerintah;

Page 51: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

50

b. Subyek pajak badan dalam negeri;

c. Penyelenggara Kegiatan;

d. Bentuk Usaha tetap;

e. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya

f. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang telah

mendapat penunjukkan dari Dirjen Pajak untuk memotong pajak

PPh Pasal 23, yang meliputi:

1) Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat,

pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;

2) Orang pribadi yang menjalankan usaha yang

menyelenggarakan pembukuan.

Selanjutnya menurut Pasal 1 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan

ayat (5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 131 tahun 2000

Tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta

Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, menurut Pasal 1 ayat (1):

Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto

Sertifikat Bank Indonesia yang bersifat final.

Selanjutnya Pasal 1 ayat (2):

Termasuk bunga yang harus dipotong Pajak Penghasilan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah bunga yang diterima atau

diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri

melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

atau cabang bank luar negeri di Indonesia.

Selanjutnya Pasal 1 ayat (3):

Dengan memperhatikan perkembangan moneter, Menteri

Keuangan dapat menetapkan pengenaan Pajak Penghasilan atas

diskonto Sertifikat Bank Indonesia selain sebagaimana ditentukan

dalam ayat (1).

Selanjutnya Pasal 1 ayat (4):

Page 52: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

51

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku

terhadap orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri yang seluruh

penghasilannya dalam 1 (satu) tahun pajak termasuk bunga dan

diskonto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Selanjutnya Pasal 1 ayat (5):

Orang Pribadi Sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat

mengajukan permohonan restitusi atas pajak yang telah dipotong

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

1.3 Wajib Pajak yang dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23

Wajib Pajak yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 adalah Wajib

Pajak dalam negeri yang atau Bentuk Usaha Tetap yang menerima atau

memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau

penyelenggaran kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan

Pasal 21.

Selanjutnya menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 131 tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito dan

Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, Pengenaan Pajak

penghasilan atas bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat

Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah sebagai berikut:

a. Dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah

bruto, terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap;

Page 53: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

52

b. Dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah

bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian Pajak Berganda yang

berlaku, terhadap Wajib Pajak luar negeri.

1.4. Objek Pemotongan PPh Pasal 23

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 ayat (1) huruf (a), Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan adalah:

a. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk

dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan

pembagian sisa hasil usaha koperasi;

b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena

jamninan pengembalian hutang;

c. Royalti;

d. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah

dipotong Pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 21;

e. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,

kecuali sewa tanah dan/atau bangunan; dan

f. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa

konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah

dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 21.

Page 54: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

53

1.5. Pengecualian Objek Pemotongan PPh Pasal 23

Penghasilan yang tidak dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23

menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 131

tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito dan

Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia adalah:

Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa:

Pemotongan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak

dilakukan terhadap:

a. Bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank

Indonesia sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta

sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi

Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan

merupakan jumlah yang dipecah-pecah;

b. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang

didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;

c. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank

Indonesia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiunan yang

pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang

dananya dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana

Pensiun;

d. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam

rangka pemilihan rumah sederhana dan sangat sederhana,

kaveling siap bagian untuk rumah sederhana dan sangat

sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan

yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

2. Data Primer

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Mikhael Subur Saroso selaku

Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi I pada Seksi Pengawasan dan

Konsultasi I Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Purbalingga, diperoleh data

sebagai berikut:

Page 55: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

54

2.1 Bahwa pemotong pajak penghasilan di Kabupaten Purbalingga

adalah Bank Indonesia dan bank yang berkedudukan di wilayah

Purbalingga atau cabang bank luar negeri yang berkedudukan di

Kabupaten Purbalingga.

2.2 Bahwa KPP Pratama Purbalingga hanya menerima data nasabah

yang telah diolah oleh pihak bank yang dijadikan sebagai bahan

pelaporan kepada KPP Pratama Purbalinga;

2.3 Bahwa Bank sebagai pemotong PPh Pasal 23 wajib memtong PPh

Pasal 23 terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar

negeri yang berkedudukan di wilayah Kantor Pelayanan Pajak

setempat.

2.4 Bahwa KPP Pratama Purbalingga dalam menerapkan Self

Assessment System bertugas memberi penerangan, pengawasan, atau

sebagai verifikator. Bank sebagai pemotong PPh Pasal 23 yaitu Pajak

Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto

Sertifikat Bank Indonesia wajib untuk membayar, menyetor dan

melapor kepada inspeksi pajak;

2.5 Bahwa KPP Pratama Purbalingga hanya mengisi Surat

Pemberitahuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

tentang Pajak Penghasilan khususunya mengenai Surat Pemberitahuan

Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto

Sertifikat Bank Indonesia;

Page 56: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

55

B. Pembahasan

Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia diatur pertama kali dengan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut peraturan

ini diamandemen oleh:

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Perubahan Pajak Penghasilan dilakukan dalam upaya mengamankan

penerimaan negara yang semakin meningkat, mewujudkan sistem perpajakan

yang netral, sederhana, stabil, lebih memberikan keadilan, dan lebih dapat

menciptakan kepastian hukum serta transparasi. Pajak Penghasilan adalah suatu

pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas

penghasilan yang diterima dan diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan

negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu

kewajiban yang harus dilaksanakannya. Penghasilan yang dimaksudkan adalah

tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP)

baik yang berasal Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekayaan WP yang bersangkutan. Jika

penghasilan yang diterima bukan merupakan tambahan kemampuan ekonomis

atau tidak menambah kekayaan WP, penghasilan tersebut adalah bukan objek

pajak. Subjek Pajak dalam perpajakan adalah orang pribadi atau badan yang

Page 57: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

56

memenuhi persyaratan subjektif dan menurut ketentuan dan peraturan perundang-

undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan.

Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban

pajaknya tidak dapat dilimpahkan kepada subjek pajak lain atau pajak langsung.

Dikaitkan dengan asas-asas umum yang berlaku atas subjek pajak yang

berpenghasilan, yaitu asas kebangsaan, asas sumber, dan asas domisili, subjek

pajak orang pribadi dan/atau badan secara umum merupakan subjek pajak dalam

negeri atau subjek pajak luar negeri. Subjek pajak dalam negeri adalah mereka

yang tinggal di Indonesia. Subjek pajak luar negeri adalah mereka yang tidak

berada di Indonesia dan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang didirikan di

luar negeri namun usahanya dijalankan di Indonesia. Objek pajak penghasilan

merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh

oleh para WP yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat

digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan WP. Objek

pajak penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima

atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar

Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan

wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Undang-

undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas

penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap

tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib

pajak darimanapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau

menambah kekayaan wajib pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam Undang-

Page 58: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

57

undang PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi

pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis

yang diterima atau diperoleh WP merupakan ukuran terbaik mengenai

kemampuan WP tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang

diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.

Pajak Penghasilan atas bunga deposito, dan tabungan serta diskonto

sertifikat Bank Indonesia di Kabupaten Purbalinnga tunduk dengan Pasal 23 ayat

(1), huruf (a), angka (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang

Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan, Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak

Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank

Indonesia, dalam menerapkan ketentuan perpajakan yaitu pajak penghasilan atas

bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia.

Pajak Penghasilan merupakan pajak pusat yang kewenangan memungut

pada pemerintah pusat, yang diselenggarakan oleh inspeksi pajak yaitu Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Purbalingga. Penerapan Pajak Penghasilan Atas Bunga

Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia di Kabupaten

Purbalingga diterapkan berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2008 yaitu atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang

dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya

oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,

bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib

Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib

Page 59: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

58

membayarkan dari jumlah bruto atas deviden, bunga, royalty dan hadiah,

penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2008 yaitu penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran

sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

Ruang lingkup Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2008 atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank

Indonesia pada dasarnya pengenaannya baru bisa dilakukan jika telah memenuhi

ruang lingkup pengenaan, yaitu pemberi penghasilan memenuhi kriteria sebagai

pemotong PPh Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, penerima

penghasilan memenuhi kriteria sebagai fihak yang dipotong PPh Pasal 23

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan jenis penghasilan yang dibayarkan

adalah termasuk penghasilan-penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh

Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Pemotong Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta

diskonto Sertifikat Bank Indonesia Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2008. Berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun

1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun

2008 (Undang-undang Pajak Penghasilan 1984), pemotong Pajak Penghasilan

adalah :

1. Badan Pemerintah

Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti

Badan Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa

Page 60: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

59

yang dimaksud dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik

Indonesia dan Pemerintah Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di

bawahnya. Dalam prakteknya, pemotongan PPh Pasal 23 oleh instansi

pemerintah dilakukan oleh bendahara pemerintah.

2. Subjek Pajak Badan dalam negeri

Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan Tahun

1984, subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau

bertempat kedudukan di Indonesia. Istlah didirikan mengandung arti bahwa

badan tersebut didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara

itu istilah bertempat kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki

efektif manajemen di Indonesia di mana pengambilan keputusan-keputusan

penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia.

Pengertian badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang

Pajak Penghasilan Tahun 1984 adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang

merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak

melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,

perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah

dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,

persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,

atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak

investasi kolektif dan bentuk usaha tetap

Page 61: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

60

3. Penyelenggara kegiatan

Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan

yang melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan

adalah orang pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti

pertunjukkan, perlombaan, seminar dan lain-lain.

4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di

Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber

dari Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak

dan kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib

Pajak dalam negeri.

Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang

Pajak Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi

yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di

Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka

waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen,

cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel dan

lain-lain.

Page 62: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

61

5. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya

Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia

juga merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya

adalah Representative Office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.

Berdasarkan data 1.2 mengenai pihak-pihak yang membayarkan penghasilan

sebagai pemotong PPh Pasal 23 atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto

Sertifikat Bank Indonesia, Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Peratuaran Pemerintah

Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan

Tabungan serta Diskonto sertifikat Bank Indonesia dan Pasal 6 ayat (1) dan ayat

(2) Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001 tentang Pemotong Pajak

Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto sertifikat Bank

Indonesia adalah Bank dan Bank Indonesia wajib memotong pajak penghasilan

dari jumlah bruto serta Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri

Keuangan dan bank yang menjual kembali sertifikat Bank Indonesia kepada pihak

lain yang bukan Dana Pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri

Keuangan dan bukan bank wajib memotong Pajak Penghasilan atas diskonto

sertifikat Bank Indonesia tersebut.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Peratuaran Pemerintah Nomor 131

Tahun 2000 dan dan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan

No. 51/KMK.04/2001 tersebut, bank dan Bank Indonesia wajib memotong Pajak

Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank

Indonesia. Selain wajib memotong Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan

tabungan serta diskonto yang dibayarkan atau terutang, bank-bank tersebut juga

Page 63: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

62

wajib memotong pajak penghasilan atas bunga dari deposito dan tabungan yang

ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan di Indonesia atau cabang

bank luar negeri yang beroperasi di Indonesia.

Hal ini didukung oleh data primer yaitu data nomor 2.1 berupa hasil

wawancara dengan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi I pada Seksi

Pengawasan dan Konsultasi I Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama

Purbalingga, bahwa pemotong pajak penghasilan di Kabupaten Purbalingga

adalah Bank Indonesia dan bank yang berkedudukan di wilayah Purbalingga atau

cabang bank luar negeri yang berkedudukan di Kabupaten Purbalingga.

Menurut Supramono dan Theresia Woro Damayanti pemotong pajak

penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat bank

Indonesia, terdiri dari badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,

penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT), perwakilan perusahaan luar

negeri, orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk

oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai pemotong PPh Pasal 23 atas bunga

deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, yaitu akuntan,

arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT

tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas

dan orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan

atas pembayaran berupa sewa.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor

80/PMK.03/2010 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan

Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tatacara

Page 64: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

63

Pembayaran, Penyetoran dan PelaporanPajak, serta Tata cara Pengangsuran dan

Penundaan Pembayaran Pajak tertanggal 1 April 2010 yang merupakan perubahan

atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007, PPh Pasal 23 yang

dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan

berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo

pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari

Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan

pada hari kerja berikutnya. Dalam pengertian hari libur nasional termasuk hari

yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh

Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Pembayaran dan penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan

Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan

Surat Setoran Pajak. SSP ini berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila

telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau

apabila telah mendapatkan validasi. SSP dianggap sah jika telah divalidasi dengan

Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Adapun tempat pembayaran

adalah Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai

tempat pembayaran pajak.

Tatacara Pelaporan PPh Pasal 23 bahwa pemotong PPh Pasal 23 atas bunga

deposito dan tabungan deposito serta diskonto sertifikat Bank Indonesia, wajib

memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 23 kepada orang pribadi atau

badan yang dipotong setiap melakukan pemotongan atau pemungutan. Bagi

penerima penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 23 ini adalah bukti pelunasan

Page 65: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

64

PPh terutang dalam tahun tersebut yang nantinya akan dikreditkan dalam SPT

Tahunannya. Apabila masa pajak telah berakhir, pemotong PPh Pasal 23 wajib

melaporkan pemotongan yang telah dilakukan dalam masa pajak tersebut.

Pelaporan ini dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 ke

Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak pemotong PPh Pasal 23 terdaftar.

Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23 harus disampaikan paling

lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Contoh, untuk pemotongan

PPh Pasal 23 bulan Oktober 2010, SPT Masa PPh Pasal 23 harus disampaikan

paling lambat tanggal 20 Nopember 2010. Dalam hal batas akhir pelaporan di atas

bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,

pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pengertian hari libur

nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum

yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang

ditetapkan oleh Pemerintah.

Apabila pemotong pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan

serta diskonto sertifikat Bank Indonesia yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan

bank-bank di wilayah Kabupaten Purbalingga berdasarkan data 1.2 sebagaimana

dijelaskan di atas dikaitkan dengan isi sebagaimana terdapat dalam Pasal 23 ayat

(1) UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Pasal 2 Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tentang Penentuan Tanggal Jatuh

Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak,

dan Tatacara Pembayaran, Penyetoran dan PelaporanPajak, serta Tata cara

Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak serta pendapat dari Supramono

Page 66: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

65

dan Theresia Woro Damayanti, maka dapat dideskripsikan bahwa pemotong pajak

penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank

Indonesia di Kabupaten Purbalingga adalah Bank Indonesia dan atau bank-bank

pemerintah maupun swasta yang berkedudukan di wilayah Purbalingga atau

cabang bank luar negeri yang beroperasi di Kabupaten Purbalingga yang ditunjuk

oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai pemotong PPh Pasal 23 atas bunga

deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia. Pemotong Pajak

PPh Pasal 23 tersebut wajib menyetor, melaporkan dan membayar PPh Pasal 23

ke kas negara melalui Kantor Pelayanan Pajak Pratama setempat atas PPh Pasal

23 yang dipotong dari penerima penghasilan.

Penerapan pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta

diskonto sertifikat Bank Indonesia terdapat pihak yang dipotong pajak

penghasilan disebut sebagai subjek pajak yang merupakan penerima dari

penghasilan yang terdiri dari deviden, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan,

sewa dan imbalan yang sehubungan atas jasa teknik.

Berdasarkan data 1.3 mengenai Wajib Pajak yang dikenai pemotogan pajak

atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia, Pasal

23 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 2 Peraturan

Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 dan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan

No. 51/KMK.04/2001 tentang Wajib Pajak yang dkenai pemotongan pajak

penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank

Indonesia adalah Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap. Dengan

demikian, pihak yang dipotong PPh Pasal 23 bisa Wajib Pajak orang pribadi

Page 67: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

66

dalam negeri ataupun Wajib Pajak badan dalam negeri. Ini berarti bahwa jika

penerima penghasilan adalah Wajib Pajak luar negeri, kecuali BUT, maka PPh

Pasal 23 tidak bisa dikenakan. Hal ini didukung oleh data primer no. 2.3 tentang

Bank sebagai pemotong PPh Pasal 23 wajib memtong PPh Pasal 23 terhadap

Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri yang berkedudukan di

wilayah Kantor Pelayanan Pajak setempat.

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 dan

Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001 tersebut diatas,

pengenaan pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto

Sertifikat Bank Indonesia dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan

Wajib Pajak luar negeri (kecuali BUT) dengan berdasarkan Perjanjian

Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.

Wajib Pajak yang dikenai oleh PPh Pasal 23 atas penghasilan berupa bunga

deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia diperjelas dengan

pendapat dari Mardiasmo bahwa yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 UU

No. 36 Tahun 2008 adalah Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap

(BUT) yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal,

penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak

Penghasilan Pasal 21 UU No. 36 Tahun 2008 yaitu pajak atas penghasilan berupa

gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam

bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang

dilakukan oleh orang pribadi.

Page 68: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

67

Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat

Bank Indonesia dipungut oleh Pemerintah Pusat, dalam menentukan besarnya

pajak yang dipungut, tidak bisa dilepaskan dari komponen tarif pajak. Besarnya

tarif pajak telah ditentukan oleh Pemerintah, namun yang ditentukan adalah tarif

maksimal yang dapat dipungut oleh pemerintah pusat yang diselenggarakan

inspeksi pajak di daerah masing-masing. Ketentuan lebih lanjut mengenai

presentase tarif pemotongan pajak penghasilan ditentukan berdasarkan Undang-

undang Nomor 36 Tahun 2008, yang secara khusus diatur dalam Pasal 23 ayat (1)

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, tarif pemotongan Pajak Penghasilan

Pasal 23 adalah:

1. Sebesar 15% (limabelas persen) dari jumlah bruto atas:

a. Deviden;

b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jamimnan

pengembalian utang;

c. Royalti; dan

d. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong

Pajak Penghasilan Pasal 21;

2. Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan

Nilai, atas:

a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali

sewa tanah dan/atau bangunan; dan

b. Imbalan sehubungan jasa tekhnik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa

konsultan dan jasa lain.

Page 69: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

68

Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dan tidak

memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak berdasarkan Pasal 23 ayat (1a) UU No. 36

Tahun 2008, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen)

daripada tarif sebagaimana Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2008 yaitu sebesar 15% (lima belas persen). Jadi Wajib Pajak yang tidak memiliki

Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai tarif 15%, karena tidak memiliki Nomor

Pokok Wajib Pajak maka akan dikenai tarif sebesar 30% (tiga puluh persen).

Apabila Wajib Pajak yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 ayat (1) UU

No. 36 Tahun 2008 atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat

Bank Indonesia di wilayah Kabupaten Purbalingga berdasarkan data 1.3

sebagaimana dijelaskan di atas dikaitkan dengan isi sebagaimana terdapat dalam

Pasal 23 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan pendapat

dari Mardiasmo, dapat dideskripsikan bahwa Wajib pajak yang dikenakan PPh

atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia adalah

Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri dalam arti Bentuk Usaha

Tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal,

penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak

Penghasilan Pasal 21. Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib

Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen)

daripada tarif sebagaimana Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2008 yaitu sebesar 15% (lima belas persen).

Jenis-jenis penghasilan yang diterima oleh penerima penghasilan yang

menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23 ini diatur dalam Pasal 23 Undang-

Page 70: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

69

Undang Nomor 36 Tahun 2008 ayat (1) huruf (a) dan huruf (b) Undang-undang

Pajak Penghasilan, yaitu :

a. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-

undang Pajak Penghasilan 1984;

b. bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f Undang-

undang Pajak Penghasilan 1984;

c. royalti;

d. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong

Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e

Undang-undang Pajak Penghasilan 1984;

e. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali

sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang

telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat

(2) Undang-undang Pajak Penghasilan; dan

f. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi,

jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak

Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

Berdasarkan data 1.4 mengenai Objek Pemotongan PPh Pasal 23 bahwa

berdasarkan Pasal 23 ayat (1) UU No. 36 tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah

Nomor 131 Tahun 2000 serta Keputusan Menteri Keuangan No.

51/KMK.04/2001 tentang objek pajak yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23

atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifkat

Bank Indonesia adalah berupa penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta

diskonto sertifkat Bank Indonesia dipotong dari jumlah bruto.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 131

Tahun 2000 serta Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001 tersebut,

objek pajak yang dipotong atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan

serta diskonto sertifkat Bank Indonesia yang bersifat final yang berarti apabila

Wajib Pajak memperoleh atau menerima penghasilan berupa bunga yang berasal

dari deposito dan tabungan serta diskonto stifikat Bank Indonesia, penghasilan

Page 71: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

70

tersebut tidak perlu digabung dengan penghasilan lainnya dalam penghitungan

pajak penghasilan yang terutang dalam pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan

Pajak Penghasilan.

Menurut Supramono dan Theresia Woro Damayanti objek pajak

penghasilan atas bunga adalah berupa penghasilan bunga yang timbul dikarenakan

dua sebab, yaitu dari investasi dana sejumlah tertentu kepada pihak lain dan hasil

deposito atau tabungan dari lembaga keuangan. Bunga sebagai akibat dari

deposito atau tabungan dari lembaga keuangan akan dikenakan pajak sesuai

dengan Peraturan Pemerintah No. 131 Tahun 2000. Bunga yang berasal dari

deposito, tabungan dan diskonto sertifikat Bank Indonesia akan dikenakan pajak

penghasilan terhadap tabungan atau diskonto sertifikat Bank Indonesia lebih dari

Rp. 7.500.000,00.

Penghasilan yang merupakan hasil investasi, termasuk di dalamnya diskonto

atau premium obligasi. Diskonto atau premium obligasi timbul akibat adanya

selisih antara nilai pasar obligasi dengan nilai nominal obligasi. Dalam hal ini

maka penerbit obligasi sebagai pemotong PPh Pasal 23, dilakukan saat penjualan

obligasi (jika timbul keuntungan akibat selisih nilai pasar dan nilai nominal) serta

saat pembayaran bunga. Tarif PPh Pasal 23 adalah sebesar 15% dari jumlah bruto.

Berdasarkan data 1.5 mengenai objek pajak penghasilan yang dikecualikan

sebagai objek pemotongan PPh Pasal 23, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat

(4) UU No. 36 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:

a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;

b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan

hak opsi;

Page 72: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

71

c. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang

diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c);

d. dihapus;

e. bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i;

f. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya; dan

g. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan

yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur

dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 dan Keputusan

Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001, dikecualikan terhadap objek pajak

penghasilan atas:

a. bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia

sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta sertifikat Bank Indonesia tersebut

tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan

merupakan jumlah yang dipecah- pecah;

b. bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di

Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;

c. bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia yang

diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh

Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992

tentang Dana Pensiun;

d. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan

rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah

sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan

ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

Berdasarkan data 1.5 mengenai objek pajak Pasal 23 yang dikecualikan

berdasarkan Pasal 23 ayat (4) UU No. 36 Tahun 2008 dan Pasal 3 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan

No. 51/KMK.04/2001 adalah penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank,

sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan

hak opsi, dividen, bagian laba, sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh

koperasi kepada anggotanya, penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan

Page 73: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

72

usaha atas jasa keuangan, kemudian diperjelas dengan Peraturan Pemerintah No. 131

Tahun 2000 yaitu bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam

rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun

untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai

dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri, bunga dari deposito dan

tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia sepanjang jumlah deposito dan

tabungan serta sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00

(tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-

pecah, bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di

Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia, dan bunga deposito dan

tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh

Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang

dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29

Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun

Apabila data 1.5 dikaitkan dengan pendapat dari Supramono dan Theresia

Woro Damayanti, bahwa dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 berupa

penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank, sewa yang dibayarkan atau

terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi dan deviden atau

bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajab Pajak

dalam negeri, koperasi, yayasan, atau organisasi sejenis, BUMN atau BUMD, dari

penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di

Indonesia. Selain itu dikecualikan dari PPh Pasal 23 adalah bunga obligasi yang

diterima atau diperoleh perusahaan reksadana, bagian laba yang diterima atau

Page 74: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

73

diperoleh perusahaan modal ventura dari badan pasangan usaha yang didirikan

dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan

usaha tersebut merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan

kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Syarat lainnya adalah sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek.

Apabila objek pajak penghasilan atas bunga berdasarkan data 1.4 dan

pengecualian dari objek pajak penghasilan atas bunga berdasarkan data 1.5

sebagaimana dijelaskan di atas dikaitkan dengan isi sebagaimana terdapat dalam

Pasal 23 ayat (1) dan ayat (4) UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

serta pendapat dari Supramono dan Theresia Woro Damayanti, maka dapat

dideskripsikan bahwa objek pajak dari pemotongan PPh Pasal 23 adalah bunga

yang berasal dari deposito, tabungan dan diskonto sertifikat Bank Indonesia akan

dikenakan pajak penghasilan terhadap tabungan atau diskonto sertifikat Bank

Indonesia lebih dari Rp. 7.500.000,00 dan diskonto atau premium obligasi timbul

akibat adanya selisih antara nilai pasar obligasi dengan nilai nominal obligasi

dengan tarif PPh Pasal 23 adalah sebesar 15% dari jumlah bruto.

Dalam melaksanakan setiap kegiatan pemungutan pajak baik pajak pusat

maupun pajak daerah harus selalu memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat

tersebut adalah:

1. Pemungutan pajak harus adil

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang

3. Tidak mengganggu perekonomian

4. Pernungutan pajak hares efisien

5. Sistem pernungutan pajak harus sederhana

Ad.1.Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-

undang dan pelaksanaan pernungutan harus adil. Adil dalam

Page 75: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

74

perundang-undangan diantaranya mengajukan pajak secara

umum dan merata serta disesuaikan dengan kemampuan

mas ing-mas ing. Sedangkan ad i l da lam pelaksanaannya

yaitu dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk

mengajukan keberatan penundaan dalam pembayaran dan

mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

Ad.2.Undang-Undang Dasar 1945, mengatur tentang ketentuan

p a j a k y a i t u P a s a l 2 3 a y a t ( 2 ) . H a l i n i

m e m b e r i k a n j a m i n a n hukum untuk menyatakan keadilan,

baik bagi negara maupun warganya.

Ad.3. Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran

kegiatan produksi, maupun perdagangan, sehingga tidak

menimbulkan kelesuan perekonomian rnasyarakat.

Ad.4. Biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah

dari hasil pemungutannya. Biaya yang dikeluarkan oleh Fiskus dalam

memungut pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil

pajaknya.

Ad.5.Sistem pemunutan pajak yang sederhada akan memudahkan dan

mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.46

Termasuk juga dalam pemungutan dan pemotongan pajak penghasilan atas

bunga deposito dan tabungan deposito serta diskonto sertifikat Bank Indonesia,

pemungutan dan pemotongan pajak atas bunga deposito dan tabungan deposito

serta diskonto sertifikat Bank Indonesia harus adil dan merata bagi Wajib Pajak

atas bunga deposito dan tabungan deposito serta diskonto sertifikat Bank

Indonesia yang disesuaikan dengan kemampuannya. Dalam hal pelaksanaan

pemungutan dan pemotongan pajak atas bunga deposito dan tabungan deposito

serta diskonto sertifikat Bank Indonesia, pihak pemotong dan pemungut juga

harus memberikan hak bagi para Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan

pengembalian (restitusi) atas pajak yang telah dipotong. Pengembalian pajak yang

46

Mardiasmo, Op.cit, hal. 2.

Page 76: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

75

telah dipotong tersebut dilakukan melalui prosedur restitusi sederhana yang

ketentuannya ditetapkan denga Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-

PJ/11/PJ./1994 tentang Pedoman Induk Tata Usaha Penerimaan dan Restitusi

Pajak.

Berdasarkan penelitian data Nomor 1.2, data Nomor 1.3, data nomor 1.4,

dan data nomor 1.5 mengenai penerapan pajak penghasilan atas bunga deposito

dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia sebagaimana telah

dijelaskan di atas, dikaitkan dengan Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008 tentang

Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah disebutkan, serta pendapat dari

Mardiasmo, Supramono, dan Theresia Woro Damayanti, maka dapat

dideskripsikan bahwa penerapan pajak penghasilan atas bunga deposito dan

tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia yang dilaksanakan oleh

Pemerintah Pusat yang diselenggarakan oleh inspeksi pajak yaitu Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Purbalingga telah sesuai atau memenuhi aturan yang

telah ditetapkan.

Hasil pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan atas bunga deposito

dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia digunakan untuk

membiayai pembangunan nasional serta dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan

Belanja Negara (APBN), dimana pajak memiliki dua fungsi, yaitu pertama fungsi

budgetair bahwa pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluarannya, dan kedua fungsi mengatur (regulerend) bahwa

pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah

dalam bidang sosial dan ekonomi. Pemotongan dan pemungutan yang telah sesuai

Page 77: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

76

dengan aturan yang telah diterapkan oleh pemerintah tentunnya tidak lepas dari

semangat dan kerja keras inspeksi pajak dan aparat pajak dalam memungut pajak

pnghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank

Indonesia serta pemberi penghasilan yang memotong pajak penghasilan yang

diberikan kepada penerima penghasilan (Wajib Pajak), namun masih dijumpai

kendala yang dihadapi dalam pengawasan terhadap penerapan Penghasilan Atas

Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia apabila

terjadi perbedaan data pemotongan Pajak Penghasilan tersebut dibandingkan

dengan jumlah setoran Pajak Penghasilan tersebut pada masing-masing bank di

wilayah Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan.

Pengawasan terhadap penerapan Penghasilan Atas Bunga Deposito dan

Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia apabila terjadi perbedaan data

pemotongan Pajak Penghasilan dibandingkan dengan jumlah setoran Pajak

Penghasilan pada masing-masing bank diatur dalam Surat Edaran Direktur

Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ.43/2001 tentang Pengawasan Pemotongan,

Penyetoran, dan Pelaporan PPh final atas Bunga Deposito dan Tabungan serta

Diskonto SBI bahwa Kepala Kantor Wilayah agar meminta data tentang

penempatan deposito dan tabungan serta pemotongan pajak pengahasilan atas

bunga deposito dan tabungan serta diskonto Bank Indonesia pada masing-masing

bank/cabang bank kepada Cabang/Perwakilan Bank Indonesia dimana Kantor

Wilayah berkedudukan dan menyalurkan data tersebut kepada Kantor Pelayanan

Pajak terkait di lingkungan Kantor Wilayah yang bersangkutan, yang dimaksud

data tentang penempatan deposito dan tabungan serta pemotongan PPh final

Page 78: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

77

adalah laporan dari masing-masing bank/cabang bank kepada Cabang/Perwakilan

Bank Indonesia tentang penempatan deposito dan tabungan serta pemotongan PPh

final secara global (tidak terperinci atas masing-masing deposito/tabungan).

Kantor Pelayanan Pajak agar melakukan analisa atas data pemotongan pajak

penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank

Indonesia tersebut, untuk dibandingkan dengan jumlah setoran pajak penghasilan

masing-masing bank di wilayah Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan.

Apabila terdapat perbedaan yang signifikan, Kantor Pelayanan Pajak agar

meminta penjelasan kepada bank/cabang bank yang bersangkutan tentang

perbedaan dimaksud, dengan tembusan kepada Cabang/Perwakilan Bank

Indonesia darimana data tersebut diperoleh. Apabila bank/cabang bank tidak

merespon permintaan tersebut, agar diberikan surat teguran dengan tembusan

kepada Cabang/Perwakilan Bank Indonesia yang bersangkutan. Kepala Kantor

Pelayanan Pajak wajib melaporkan tindak lanjut atas data Bank Indonesia tersebut

kepada Kantor Wilayah yang bersangkutan setiap triwulanan, paling lambat 20

hari setelah akhir triwulan, dengan tembusan kepada Direktur Pajak Penghasilan.

Page 79: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

78

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa:

1.a. Dasar hukum penerapan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan

Tabungan serta Diskonto SBI diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Peraturan Pemerintah Nomor 131

Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan

Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.

b. Pemotong Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan

Tabungan serta Diskonto SBI di Kabupaten Purbalingga adalah Bank

Indonesia dan atau bank-bank pemerintah maupun swasta yang berkedudukan

di wilayah Purbalingga atau cabang bank luar negeri yang beroperasi di

Kabupaten Purbalingga yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak

sebagai pemotong PPh Pasal 23 atas bunga deposito dan tabungan serta

diskonto Sertifikat Bank Indonesia. Pemotong Pajak PPh Pasal 23 tersebut

wajib menyetor, melaporkan dan membayar PPh Pasal 23 ke kas negara

melalui Kantor Pelayanan Pajak Pratama setempat atas PPh Pasal 23 yang

dipotong dari penerima penghasilan.

c. Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan

Tabungan serta Diskonto SBI di Kabupaten Purbalingga adalah Wajib Pajak

Page 80: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

79

dalam negeri, Wajib Pajak luar negeri dengan berdasarkan Perjanjian

Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, dan Bentuk Usaha Tetap.

d. Pengenaan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta

Diskonto SBI dikenakan terhadap penghasilan atas bunga deposito dan

tabungan serta diskonto SBI sepanjang lebih dari Rp. 7.500.000,00 dengan

tarif sebesar 15% dari jumlah bruto.

e. Penerapan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta

Diskonto SBI yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat yang diselenggarakan

oleh inspeksi pajak yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Purbalingga telah

sesuai atau memenuhi aturan yang telah ditetapkan.

2. Pengawasan terhadap penerapan pengenaan Pajak Penghasilan Atas Bunga

Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia apabila

terjadi perbedaan data pemotongan Pajak Penghasilan dibandingkan dengan

jumlah setoran Pajak Penghasilan pada masing-masing bank diatur dalam Surat

Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ.43/2001 tentang Pengawasan

Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh final atas Bunga Deposito dan

Tabungan serta Diskonto SBI.

B. Saran

Perlu adanya upaya untuk meningkatkan pengawasan terhadap

penyelenggaraan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta

Diskonto Sertifikat Bank Indonesia dengan peningkatan sumber daya manusia

agar norma-norma dapat diterapkan lebih efektif dan penyuluhan-penyuluhan

Page 81: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

80

pajak dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kewajiban

membayar pajak.

Page 82: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

81

DAFTAR PUSTAKA

Literatur:

Abdul Hay, Marhainis, 1987, Dasar-dasar Hukum Pajak, Jakarta: Badan Penerbit

Yayasan Pembinaan Unit Penerbitan Keluarga UPN Veteran.

Bagir Manan, 1999, Penelitian di Bidang Hukum, Bandung: Nomor Perdana: I,

Puslitbangkum, Universitas Padjajaran.

Bohari, 2004, Pengantar Hukum Pajak, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Brotodihardjo,R. Santoso, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: Refika

Editama.

Judiseno, Rimsky K. 1997. Pajak dan Srategi Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Kesit, Bambang. 2001. Pajak Penghasilan Teknik Rekonsiliasi Fiskal.,

Yogyakarta: Ekonisia.

Mardiasmo, 2009, Perpajakan Edisi Revisi 2009, Yogyakarta: Penerbit Andi.

Moh. Zain dan Kustadi Arinta, 1990, Pembaharuan Pajak Nasional, Bandung :

Citra Adtya.

Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Cipta

Aditya Bakti.

Munawir, 1985, Pokok-pokok Perpajakan, Yogyakarta: Liberty.

Peter, Mahmud Marjuki, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media.

Pudyatmoko,Sri, 2002, Pengantar Hukum Pajak, Yogyakarta: Penerbit Andi.

Suandy, Erly, 2000, Hukum Pajak, Jakarta : Salemba Empat.

Soemitro, Rochmat, 1988, Asas dan Dasar Perpajakan 2, Bandung: Eresco.

Soemitro, Rony Hanitijo, 1988. Metodologi Penulisan dan Jurimetri. Jakarta :

Ghalia Indonesia.

Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, 1986, Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press.

Page 83: SKRIPSI HELMA IQBAL NURQODRI KEMENTRIAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI HELMA IQBAL... · dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

82

Supramono, Theresia Woro Damayanti. 2005. Perpajakan Indonesia Mekanisme

dan Perhitungan. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1988,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.

Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, 2002, Perpajakan Buku Satu, Jakarta : Salemba

Empat.

Peraturan Perundangan:

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan Atas

Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank

Indonesia.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ.43/2001 Tentang

Pengawasan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Final Atas Bunga Deposito

dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.