Upload
mms-floren
View
649
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Industri broiler di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan yang
harus segera diatasi. Masalah pertama adalah rendahnya efisien produksi daging
broiler, yang disebabkan oleh tingginya harga pakan broiler. Guna mendukung
program pemerintah dalam menyediaan pangan (daging) yang aman (bebas residu
antibiotik) dan sehat (rendah kolesterol), maka dalam penelitian ini akan diteliti
pengaruh feed additive (kitosan yang dipadukan dengan kurkumin/ekstrak etanol
kunyit) terhadap kinerja ayam broiler. Tuntutan konsumen semakin tinggi yang
menghendaki daging broiler yang rendah lemak serta bebas residu. Untuk itu
diperlukan feed additive yang mampu menurunkan kadar lemak daging serta mampu
menghasilkan daging yang sehat bagi konsumen. Sejak antibiotika dipakai sebagai
feed additive yaitu sebagai growth promotor dalam pakan ternak, telah terjadi
peningkatan pendapatan peternak berkat kemampuan senyawa tersebut dalam
mengkonversi nutrisi dalam pakan secara efektif dan efisien. Fungsi antibiotik dalam
tubuh ternak antara lain membunuh bakteri yang merugikan sehingga ternak menjadi
sehat, meningkatkan penyerapan zat makanan, mempertinggi tingkat komsumsi
makanan dan peningkatan produksi. Namun penggunaan antibiotika pada pakan
ternak dapat menjadi residu pada bahan pangan hasil ternak seperti yang diungkapkan
1
Wiyana (1999) bahwa penggunaan antibiotik oksitetrasiklin dan amoksilin pada
broiler dengan level 50-100 ppm dapat menyebabkan residu pada daging dada (28-63
ppm atau + 50% dari pemberian) dan ekskreta 64,5 ppm (pada lama pemberian 3-6
minggu). Oleh karena itu, perlu adanya upaya mencari bahan alami yang mempunyai
potensi pengganti fungsi antibiotik sekaligus penurunan kolesterol. Salah satu potensi
alam di Indonesia adalah kitosan dari limbah udang/kepiting dan kurkumin yang
merupakan bahan aktif utama dari kunyit. Disamping itu perlu pula diteliti
pengaruhnya terhadap kinerja ayam broiler.
Pemberian dosis 160 ppm kurkumin dapat digunakan sebagai pengganti
antibiotik sintetis (setara virginiamicin 50 ppm) untuk pemacu pertumbuhan babi
(Sinaga, 2010). Al-Sultan (2003) menyatakan bahwa pemberian tepung kunyit 0,5%
dalam ransum ayam broiler menghasilkan pertambahan bobot badan dan konversi
ransum yang baik. Pemberian kurkumin pada tikus selama 10 minggu dengan dosis
400 mg/kg bobot badan per hari lebih efektif dalam menurunkan level total
cholesterol, LDL-C, jumlah F2-isoprostan dan pembentukan foam cell (Fakriah,
2007). Araojo dan Leon (2001) mengatakan bahwa pada tikus yang diberi kurkumin
1-5 g/BB secara oral, kurkumin tersebut diekskresikan dalam feses sebesar 75%.
Salah satu sebab rendahnya bioavailabilitas kurkumin adalah tidak larut air pada asam
atau pH netral, dan ini penyebab sulitnya diabsorpsi (Maiti et al., 2007). Agar
manfaat kurkumin dapat dimaksimalkan maka kurkumin perlu dibuat dalam sediaan
2
yang mudah larut misalnya ukuran partikelnya diperkecil menjadi nano atau
mikropartikel, dienkapulasi dengan polimer seperti liposom, kitosan dan lain-lain.
Kitosan bersifat mukoadesif sehingga dapat meningkatkan permeabilitas
membran dan meningkatkan absorpsi (Sailaja et al., 2010). Kitosan adalah
biopolymer yang mempunyai keunikan yaitu dalam larutan asam kitosan memiliki
karakteristik kation dan bermuatan positif, sedangkan dalam larutan alkali kitosan
akan mengendap (Apsari dan Fitriastuti, 2010).
Dalam penelitian ini dilakukan penggabungan sifat-sifat yang dimiliki oleh
kurkumin/ekstrak kunyit dan kitosan dalam campuran formulasi optimal dalam
sediaan mikropartikel yang diberikan oral, karena sifat kitosan yang terprotonasi
dalam asam di lambung maka untuk mengurangi pelepasan kurkumin, maka
diperlukan Tripolyphosphate (TPP) yang dapat diberikatan silang dengan kitosan
membentuk nanokapsul. Dari latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini diteliti
pengaruh nanopartikel ekstrak kunyit terhadap kinerja ayam broiler.
Hipotesis
Pemberian nanopartikel-ektrak kunyit (Curcuma domestica Vahl) dengan
level tertentu pada ayam broiler akan memperbaiki kosumsi pakan, kenaikan bobot
badan dan koversi pakan.
3
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh pemberian
nanopartikel ekstrak kunyit dalam ransum terhadap kinerja broiler.
Manfaat
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi peternak dan
industri makanan ternak agar dapat memanfaatkan bahan aktif ekstrak kunyit yang
telah ditingkatkan bioavailabilitasnya dengan cara diformulasikan dengan kitosan-
TPP (Tripolyphosphate) menggunakan teknologi mikroenkapulasi sebagai pengganti
antibiotik sintetis untuk meningkatkan kinerja ayam broiler.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Feed Additive
Feed additive atau aditif pakan/imbuhan pakan adalah bahan yang tidak
mengandung nutrien (non nutrient) yang ditambahkan dalam pakan ternak. Beberapa
contoh aditif pakan yang sering digunakan dalam pakan ternak antara lain: antibiotik,
probiotik, fitobiotik, oligosakarida/prebiotik, enzim-enzim, asam-asam organik, zat-
zat warna, hormon (Zuprizal, 2006). Antibiotik biasanya digunakan untuk pengobatan
penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Dalam indistri pakan ternak antibiotik
digunakan untuk mempercepat pertumbuhan ternak dan menurunkan FCR (feed
convertion ratio) = feed intake per gain atau meningkatkan efisiensi pakan. Adanya
peningkatan performan ayam yang mendapat antibiotik disinyalir adanya efek tidak
langsung dari antibiotik tersebut dalam membunuh bakteri yang menghasilkan toksik
sehingga pertumbuhan ternak tidak terganggu selain itu juga dapat meningkatkan
kapasitas absorpsi nutrien oleh dinding usus akibat menipisnya dinding usus
(Zuprizal, 2006). Penggunaan antibiotik ini ternyata meninggalkan residu dalam hati
(Oramahi, 2005), daging dan ekskreta (Wiyana, 1999).
5
Nasib kurkumin terenkapsulasi kitosan-TPP yang diberikan oral
Formulasi kurkumin berbasis lipid, yang melarutkan campuran kurkumin
dalam misel setelah pencernan lipid, ini menjanjikan kendaraan untuk pengiriman
kurkumin secara oral. Partikel ini memiliki sifat hidrofobik pada interior dan
hidrofilik pada bagian eksterior. Komponen hidrofobik mencengkeram kurkumin,
sedangkan komponen hidrofilik membuat partikel menjadi larut. Dengan langkah ini,
maka partikel ini dengan mudah menembus usus, dan masuk ke pembuluh darah.
Sekali masuk ke darah, polimer mengalami degradrasi perlahan dan kurkumin keluar
(bocor). Kurkumin yang berikatan dengan kitosan nanopartikel yang diberikan oral
pada tikus menunjukan bahwa mereka dapat melintasi barier mukosa dan terdeteksi
dengan mikroskop baik utuh maupun terpisah di dalam darah.
(Akhtar et al., 2011) mengatakan bahwa kurkumin yang dienkapsulasi
dengan kitosan nanopartikel ketika diberikan secara oral dapat meninggkatkan
biovaibalitas dari kurkumin dalam plasma dan sel darah merah. Memperkuat hal ini
(Sailaja et al., 2010) telah melaporkan bahwa kitosan bertindak sebagai sebuah
peningkat permeasi dengan membuka sambungan ketat apitel, perilaku ini didasarkan
pada interaksi kitosan bermuatan positif dan membran sel yang bermuatan negatif
mengakibatkan reorganisasi persimpangan ketat (tight junction) terkait protein.
Kitosan dapat mengakibatkan aktivasi Protein Kinase C tergantung jalur transduksi
sinyal mempengaruhi integritas persimpangan ketat sel epitel (Cacco-2).
6
Kunyit (Curcuma longa linn. Syn. Culcuma domestika Vahl)
Gambar 1. Kunyit (Culcuma domestika Vahl)
Kunyit berasal dari india dan Indo-Malaysia dan kemudian tersebar ke daerah
Asia Selatan, Cina Selatan, Taiwan, Filipina, dan Indonesia. Di daerah tropis,
tanaman kunyit tumbuh di daerah yang ketinggian 300-1.600 m dpl dengan curah
hujan 2.000-4.000 mm/tahun. Tanaman kunyit dapat tumbuh pada tempat agak
ternaungi, tetapi untuk menghasilkan rimpang yang besar diperlukan tempat yang
terbuka (Syukur, 2010). Bagian terpenting dalam pemanfaatan kunyit adalah
rimpangnya. Rimpang kunyit mengandung beberapa komponen antara lain minyak
folatil, pigmen, zat pahit, resin, protein, selulosa, pentosa, pati dan elemen mineral. Salah
satu komponen kimia dalam kunyit yang berkhasiat sebagai obat adalah kurkuminoid.
Pigmen kurkuminoid merupakan suatu zat yang terdiri dari campuran senyawa - senyawa
kurkumin (yang paling dominan), desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin
(Darwis et al. 1991).
7
Fitokimia Ekstrak Kunyit
Hadad dan Widayanti dalam Supriadi (2001) mengatakan bahwa rimpang
kunyit mengandung 36 senyawa kimia yaitu : Bisacumol, Bisicurone,
Bisdemethoxycurcumin, Bis-(4-hydroxycinnamoyl) methane, 1,7-bis-(4-
hydroxyphenyl-1,4), 6-heptatrien-3-one, Borneol, Cham-pene, Champhor,
Caryophyllene, Cineol, Curcume-ne, Curcumenol, Curmenone, Curcumin,
Curcumonoid, Curdione, Curlo-ne, Curzerenenone, Dehydro-curdoin,
Bidesmethoxycurcumine, Epirocucu-menol,Eugenol, Feruloymethane, Isoboeneol,
Isoprocurcimenol, Linalool, Monodeme, Thoxycurcumine, Oleoresin,
Procurcumenol, Sesquit-erpenes, Terpinene, Turmeronol A, Turmeronol B,
Zedoarondol. Menurut Sirait (2008) minyak astiri kunyit terdiri dari artumeron, α
dan β-tumeron, tumerol, α-atlanton, β-kariofilen, linalol, 1,8 sineol. Ditambahkan
oleh Naibaho (2008) bahwa komponen terbesar dari minyak atsiri rimpang kunyit
adalah Ar-tumeron (43,06%). Pemberian tepung kunyit dalam ransum akan
menambah nafsu makan ternak sehingga kebutuhan zat makanan akan terpenuhi
(Akhadiarto, 2008).
Kurkumin pada kunyit berkasiat untuk mematikan kuman, bakterisida,
fungisida dan nematisida (Supriadi, 2001). Disamping itu kurkumin juga
menghilangkan rasa kembung karena dinding kantong empedu dirangsang lebih giat
8
untuk mengeluarkan cairan empedu. Minyak atsiri bermanfaat untuk mengurangi
gerak usus yang kuat sehingga mampu mencagah diare.
Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa kunyit mempunyai aktifitas
sebagai antiinflamasi (anti peradangan). Disamping itu rimpang tanaman kunyit itu
dapat meningkatkan kerja organ pencernaan unggas untuk meningkatkan pencernaan
bahan pakan seperti karbohidrat, lemak, dan protein (Riduwanto, 2010).
Kunyit memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Species : Curcuma domestica Vahl
Kurkumin
Kurkumin adalah polyfenol alami yang merupakan bahan metabolit skunder
yang diekstrak dari tanaman genus curcuma. Kurkumin juga merupakan kurkuminoid
yang paling melimpah di kunyit (75% dari total kurkuminoid) sedangkan
demetohoxykurkumin menyediakan 10-20% dan bisdemetohoxykurkumin umumnya
menyediakan <5% (Kertia et al., 2005). Kurkumin memiliki titik didih 176-177o C,
membentuk warna merah kecoklatan dengan garam alkali dan larut dalam ethanol,
9
alkali, ketone, asam asetat dan kloroform (Chattopadyay et al., 2004). Kurkumin
bertanggung jawab untuk warna kuning dan terdiri dari Kurkumin I (94%), Kurkumin
II (6%) dan Kurkumin III (0,3%). Dalam pH basa kurkumin mengalami reaksi
hidrolisis dan degradasi yang disebabkan oleh adanya gugus metilen aktif (-CH2-)
diantara dua gugus ketone pada senyawa tersebut (Tonnesen and Karlsen, 1985).
Metabolisme Kurkumin
Araojo dan Leon (2001) mengatakan bahwa pada tikus yang diberi kurkumin
1-5 g/kg secara oral, kukumin tersebut diekskresikan dalam feses sebesar 75%.
Selanjutnya dikatakan juga bahwa setelah 30 menit pemberian dapat terdeteksi dari
mikrosom dan sel hati sebesar 5µg/mL. Konsentrasi kurkumin dalam serum
memuncak 1-2 jam (masing-masing 0,5 ; 0,6 dan 1,8µmol/L) setelah dosis oral 4 ; 6
dan 8 g, dan tidak dapat dideteksi pada level <4g/hari. Ada beberapa bukti bahwa
kurkumin oral terakumulasi dalam jaringan pencernaan. Percobaan in-vitro
menunjukan bahwa kurkumin mengalami transformasi selama penyerapan di usus
(Suresh dan Srinivan, 2007).
Kitosan
Kitosan dihasilkan secara komersial melalui deacetylation dari kitin, yang
merupakan elemen exoskeleton dari crustaceans (kepiting/udang) dan serangga serta
dinding sel fungi. Persentase kandungan kitin dari berbagai sumber (Manurung,
2005) sebagai berikut : jamur (5-20%), cumi-cumi/cacing (3-20%), gurita (30%),
10
kalajengking (30%), laba-laba (38%), kecoa (35%), kumbang (35%), ulat sutra
(44%), umang-umang (69%), udang (70%), kepiting (71%). Perbedaan kitin dan
kitosan adalah pada setiap cincin molekul kitin terdapat gugus asetil (-CH3-CO) pada
atom carbon kedua, sedangkan pada kitosan terdapat gugus amina (-NH).
Kitosan adalah polisakarida linear yang sudah di kenal luas sebagai bahan
antibakteri yang lebih kuat dari asam laktat, antiparasit, antacid, penghelat radikal
bebas, pengemulsi, pengental, dan immobilisaisi enzim. Kitosan juga digunakan
sebagai bahan pengawet alami. Kitosan dan kitin dapat dimanfaatkan di berbagai
bidang biokimia, obat-obatan atau farmakologi, pangan dan gizi, pertanian,
mikrobiologi, penanganan air limbah, industry-industri kertas, tekstil membrane atau
film dan kosmetik (Wardaniati, 2009). Dibidang kedokteran, kitosan dan kitin dapat
digunakan sebagai pencegah pertumbuhan Candida albicans dan Streptococcus
aureus. Selain itu, biopolymer tersebut juga berguna sebagai antikoagulan, anti
tumor, anti virus, bahan pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membrane dialysis,
bahan shampoo dan kondisioner rambut, zat hemostatik, penstabil liposom, bahan
ortopedik, pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap, serta mempertinggi
daya kekebalan, anti infeksi (Sugita, 2009).
Pemberian kitosan pada hamster hiperkolesterol dapat menurunkan serum
kolesterol dan menunjukan aktifitas hipokolesterolemik dengan mekanisme
peningkatan ekskresi asam empedu dan total steroid yang memicu total peningkatan
11
regulasi biosintesis asam empedu (Yao dan Chiang, 2006). Moon et al. (2007)
menambahkan bahwa diet kitosan meningkatkan aktifitas enzim 7α-hydroxylase
(CYP7A1) di hati yang berperan dalam metabolisme kolesterol yaitu konversi
kolesterol menjadi asam empedu. Berdasarkan ikatan polimer yang dimilikinya,
kitosan tersedia dalam berbagai bobot molekul yaitu : kitosan rantai pendek, sedang
dan panjang. Ukuran rantai ini mempengaruhi kelarutan dan viskositas. Kitosan rantai
pendek lebih mudah larut dalam pelarut asam organik seperti asam asetat, asam sitrat
dan asam tartrat (Mao et al., 2001).
Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan kitosan
memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan
bakteri dan kapang (Swastawati et al. 2008, Wardaniati, 2009). Kitosan adalah
biopolymer alam dengan adanya amino yang reaktif dan grup hodrosil fungsional. Ia
junga punya sifat biokompatibel seperti meningkatkan permeabilitas membran.
Lebih dari itu mempunyai kemampuan meningkatkan stabilitasnya karena sifat-
sifatnya : daya adesif yang tinggi, harga murah, non toksik, kekuatan mekanikal yang
tinggi, larut air (Yang et al., 2004).
Tripolyphosphate
Tripolyphosphate (TPP) banyak dipakai untuk menguatkan ikatan ionik antara
kitosan dan bahan yang disalut. Partikel-partikel yang dipreparasi menggunakan kros
linking melalui self-assembly dari kitosan atau derivat kitosan dan makromolekul
12
dengan muatan yang berlawanan atau penambahan anion crosslinker berberat
molekul ringan seperti TPP, sodium sulfat, atau siklodekstrin ke larutan kitosan.
Muatan yang berlawanan dari polielektrolit dapat menstabilkan kompleks
intermolekular. Polielektrolit kompleks dapat digunakan untuk enkapulasi dari
makromolekul (Swatantra et al., 2010).
Contoh penggunaan TPP pada Preparasi Flutamide Nanopartikel menggunakan
teknik Ionic Gelation sebagai berikut:
Flutamide nanoparticles telah dipreparasi menggunakan ionic cross
linking dari larutan kitosan dan Tripolyphosphate (TPP) anions. Kitosan telah
dilarutkan dalam larutan asam asetat (6%w/v) pada berbagai konsentrasi yaitu : 1.0,
2.0, 3.0, 4.0, 5.0 mg/ml dibawah magnetic stirring pada suhu ruang, 5 ml dari 0.25%
w/v larutan TPP diteteskan ke dalam tween 80. Selanjutnya distirring lagi selama 20
menit. Hasil suspensi nanopartikel disentrifugasi pada 12000x g selama 30 menit
menggunakan C24 centrifuge (Nesalin et al., 2009).
Gambaran Umum Broiler
Ayam broiler adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam hasil budidaya
teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan
yang cepat, konversi pakan yang baik dan dapat dipotong pada usia yang relatif muda
sehingga sirkulasi pemeliharaannya lebih cepat dan efisien serta menghasilkan daging
yang berkualitas baik (Murtidjo, 1992). Di Indonesia terdapat beberapa strain, salah
13
satunya adalah Lohman (MB-202) yang pada umur 7 minggu dapat mencapai bobot
badan 2,3 kg dengan konsumsi pakan 4,5 kg. Ayam broiler yang baik adalah ayam
yang cepat tumbuh dengan warna bulu putih, tidak terdapat warna-warna gelap pada
karkasnya, memiliki konfirmasi dan ukuran tubuh yang seragam. Ayam broiler akan
tumbuh optimal pada temperatur lingkungan 19 - 210C.
Kinerja Ayam Broiler
1. Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan adalah banyaknya pakan yang dikonsumsi dalam kurun
waktu tertentu. Konsumsi pakan ayam pedaging dipengaruhi oleh faktor besar ukuran
tubuh, keaktifan, temperature, kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Menurut
Murtijo (1987) pada tempertur yang dingin konsumsi pakan ayam akan meningkat
sebesar 20-30% dari konsumsi pakan pada temperature biasa. Selain itu konsumsi
pakan dipengaruhi oleh bentuk pakan, pemberian pakan dalam bentuk pellet dapat
meningkatkan konsumsi pakan (Parakkasi, 1990).
Jumlah yang dikonsumsi dipengaruhi oleh kandungan protein dan kalori,
tingkat energi dalm ramsum menentukan banyaknya ransum yang dikonsumsi ternak.
Banyaknya konsumsi pakan bukan jaminan mutlak, tetapi keserasian nutrien dalam
ransum yang sesuai kebutuhan nutrien ayam dan kualitas bahan pakan merupakan
faktor terpenting untuk mencapai puncak produksi (Wahyu, 1997). Perbedaan tingkat
konsumsi pakan ayam broiler jantan dan betina dapat dilihat pada tabel 1.
14
Tabel 1. Tingkat konsumsi pakan ayam brioiler.
Umur
(minggu)
Konsumsi pakan (gram)
Jantan Betina
1 11,8 11,6
2 26 23
3 47 40
4 62 51
5 77 61
6 100 80
7 115 90
Sumber : Anggrodi (1995)
Fase produksi ayam broiler terbagi menjadi 3 fase pemeliharaan yaitu fase
starter, grower dan finisher. Masing-masing fase, konsumsi pakan dan standar
kebutuhan nutrientnya tidak sama. Ayam broiler menurut NRC (1994) adalah : pada
fase starter umur 0 -3 minggu membutuhkan protein 23% dan energy metabolis 3200
kcal/kg, pada fase grower umur 3-6 minggu membutuhkan protein 20% dan energi
metabolis 3200 kcal/kg dan pada fase finisher umur 6-8 minggu ke atas
membutuhkan protein 18% dan energi metabolis 3200 kcal/kg. Kebutuhan nutrisi
pakan ayam broiler untuk periode starter dan finisher dapat dilihat pada Tabel 2.
15
Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Pakan Ayam Broiler pada Periode Starter dan Periode Finisher.
Nutrisi Periode ”Starter” Periode ”Grower”
Protein (%) 23,00% 20,00%
Energi Metabolisme (kkal/ kg) 3200 3200
Kalsium (%) 1,00 0,90
Fosfor (%) 0,45 0,35
Sumber :NRC (1994)
2. Pertambahan bobot badan
Pertambahan bobot badan yang diikuti dengan pertumbuhan ukuran urat
daging, tulang, organ-organ dalam dan bagian tubuh lainnya. Anggorodi (1990)
menyatakan bahwa pertumbuhan dapat terjadi apabila terdapat pertambahan jumlah
dan ukuran sel, sedangkan menurut Soeparno (1992) pertumbuhan adalah perubahan
ukuran yang meliputi perubahan ukuran bentuk dimensi linier dan komposisi tubuh
termasuk perubahan komponen-komponen kimia terutama air, lemak, protein, dan
abu pada karkas. Pertumbuhan ayam broiler diukur melalui penimbangan bobot
badan secara periodik dalam waktu tertentu. Kecepatan pertumbuhan dapat diketahui
dengan penimbangan bobot badan saat itu dengan bobot badan sebelumnya (Aftahi et
al., 2006). Pertambahn bobot badan adalah bobot badan akhir kurangi bobot badan
awal (Fadilah, 2005). Pertumbuhan anak ayam dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
16
tata laksana pemeliharaan, strain, jenis kelamin, kepadatan kandang, penyakit,
kualitas pakan dan konsumsi pakan, disamping itu pertumbuhan juga tergantung pada
proses penyerapan zat-zat pakan oleh saluran pencernaan (Rasyaf, 2003).
3. Konversi Pakan
Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah pakan yang dimakan
dengan pertambahan bobot badan selama waktu tertentu dalam satuan yang sama.
Tingginya angka konversi pakan menunjukan kurangnya efisiensi penggunaan pakan.
Konversi pakan menunjukan tingkat efisiensi dalam penggunaan pakan. Jika angka
konversi pakan semakin besar, maka penggunaan pakan kurang ekonomis
(Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000). Angka konversi pakan yang kecil dapat di capai
dengan kualitas dan keserasian gizi. Strain Cobb pada umur 7 minggu mencapai
bobot badan 1,63 kg dengan konversi 2, sedangkan srain Jumbo 747 pada umur 7
minggu dapat mencapai bobot badan 2 kg dengan konversi 1,85.
Besarnya angka konversi pakan ditentukan oleh temperatur lingkungan,
pertumbuhan, bentuk fisik dan konsumsi pakan, strain, mutu ransum, keadaan
kandang dan jenis kelamin (Murtidjo, 1987). Broiler jantan umumnya memiliki
kemampuan mengkonversi pakan yang lebih baik daripada broiler betina.Sedangkan
menurut Amrullah (2003) angka konversi pakan minimal dipengaruhi oleh kualitas
pakan, teknik pemberian pakan dan angka mortalitas.
17
Minggu
Bobot Badan(g/ekor)
Pertambahan Bobot Badan
(g/ekor)
Konsumsi Pakan
Per hari (g/ekor/hari)
Kumulatif(g/ekor)
FCR
1 175,00 19,10 - 150,00 0,857
2 486,00 44,40 69,90 512,00 1,052
3 932,00 63,70 11,08 1167,00 1,252
4 1467,00 76,40 15,08 2105,00 1,435
5 2049,00 83,10 17,90 3283,00 1,602
6 2643,00 83,60 19,47 4604,00 1,748
Table 3. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707.
Sumber : PT Charoen Pokphand (2006)
4. Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC)
Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC) merupakan peubah penting yang
secara ekonomis dapat menggambarkan besarnya keuntungan yang diperoleh dari
tiap-tiap perlakuan. IOFCC itu sendiri adalah perbedaan rata-rata pendapatan (dalam
rupiah) yang diperoleh dari hasil penjualan satu ekor ayam pada akhir penelitian
dengan rata-rata pengeluaran satu ekor ayam selama penelitian (Santoso dalam Mide
2007). Income Over Feed and Chick Cost dipengaruhi oleh konsumsi ransum,
pertambahan berat badan, biaya pakan dan harga jual per ekor (Rasyaf 1995).
Penggunaan pakan yang semakin efisiensi akan menekan biaya yang lebih rendah.
18
BAB III
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 2012 – 19 Januari 2013.
Percobaan biologis dilaksanakan di kandang percobaan Nutrisi dan Makanan Ternak
Fakultas Peternakan UGM (Universitas Gajah Mada).
Materi
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah broiler jantan umur 2
minggu sebanyak 60 ekor, strain Lohman yang diproduksi oleh PT. Multi Breeder
Adirama Indonesia, Salatiga, Jawa Tengah. Bahan pakan/ransum basal seperti Tabel
4 (jagung kuning giling, tepung ikan, bungkil kedelai, dedak padi, minyak sawit,
tepung batu kapur dan premix), Air minum, vitamin, vaksin dan desinfektan
(rodalon), serta digunakan juga kitosan dan kurkumin.
Peralatan yang digunakan adalah kandang petak sebanyak 15 buah (Lampiran
9). Tiap petak mempunyai ukuran p x l x t = 100 x 50 x 50 cm. Setiap petak kandang
dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air serta lampu pijar 40 watt masing-masing
1 buah. Alat lainnya yaitu baskom, skop, timbangan, thermometer, kantong plastik,
kaos tangan dan masker.
19
Pembuatan Ekstrak Kunyit
Ekstrak kunyit ini dibuat dari kunyit segar yang diproses dalam 2 tahap.
Berikut tahap-tahap pembuatan ekstrak kunyit :
Tahap I
Gambar 2. Diagram alir pembuatan tepung kunyit
20
Pengupasan
Pencucian
Blanching asam sitrat 0,05 % mendidih 5 menit
Pengirisan 1 mm
Pengeringan 55 OC, 8 jam dengan cabinet dryer
Penggilingan
Pengayakan 60 mesh
Tepung kunyit
Tahap II
Tepung kunyit
Ditambah etanol 96% diaduk selama 30 menit diamkan 24 jam,
disaring dengan corong buchiner/kertas saring, diulang 3kali.
Filtrat
Diuapkan dengan vacuum rotary evaporator
Pemanas water bath suhu 60oC
Dituangkan didalam cawan parselin kemudian
dipanaskan pada suhu 50o C
Ekstrak kunyit
Gambar 3. Diagram alir pembuatan ekstrak kunyit
21
Contoh Pembuatan Nanopartikel-Ekstrak Kunyit dalam 1000 ml Suspensi
Timbang Ekstrak Kunyit (20 gram), Kitosan (20 gram) dan TPP (10 gram) (perbandingan 2:2:1)
Ekstrak kunyit dilarutkan dalam etanol 96% (100 ml)
Kitosan dilarutkan dalam buffer asetat pH 4 (800 ml)
TPP dilarutkan dalam aquades (100 ml)
Ekstrak kunyit diaduk dengan stirrer, lalu larutan kitosan dicampurkan(pengadukan 20 menit)
Tambahkan larutan TPP (diaduk 20 menit)
Larutan didiamkan sebentar sampai terlihat endapan, lalu disaring
Partikel yang tertinggal pada saringan di letakan pada alumunium foil, lalu dioven 500 C sampai kering (± 15 jam)
Nanopartikel yang sudah kering dihaluskan (dengan blender kering)
Nanopartikel-Ekstrak Kunyit
Gambar 4. Diagram alir pembuatan nanopartikel-ekstrak kunyit
22
Tabel 4. Komposisi dan kandungan nutrien ransum basal*BAHAN PAKAN KOMPOSISI STRTER
(%) (2-3 minggu)KOMPOSISI GROWER
(%) (3-6 minggu)Jagung kuning giling 52 52Dedak padi 10 12,5Bungkil kedelai 21 19,5Tepung ikan 12 9,5Minyak sawit 3,7 5,1Batu kapur 0,13 0,3Garam NaCl 0,35 0,4Premix ** 0,3 0,4DL Metionin 0,44 0,1L-Lysin HCl 0,08 0,2Total 100 100KANDUNGAN NUTRIENProtein kasar (%) 22,13 20,13Metabolizable Energy (kcal/kg)
3143,99 3201,17
Lemak kasar (%) 5,30 5,41Serat kasar (%) 3,14 3,35Kalsium (%) 0,95 0,90Fosfor tersedia (%) 0,49 0,43Metionin (%) 0,90 0,50Lisin (%) 1,10 1,29
Keterangan :*Standar kebutuhan nutrien ayam broiler umur 3-6 minggu (NRC, 1994): protein 20%; Lys 1,1 %; Met 0,5 %; energy 3200 kcal/kg, Ca 0,9%; P av 0,35%.**Komposisi premix per kilogram : Ca 32,5%; P 10,0%; Fe 6,0 g; Mn 4 g; lod 0,075 g; Zn 3,75 g; vit B12 0,5 mg; vit D3 50000 IU.
Metode
Penelitian ini dikerjakan dengan rancangan acak lengkap pola searah, ayam
broiler jantan sebanyak 60 ekor umur 2 minggu dengan perlakuan selama 4 minggu
dibagi secara acak 5 kelompok perlakuan dengan 3 ulangan dan masing–masing
ulangan berisi 4 ekor.
23
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahap yaitu tahap persiapan, adaptasi, dan
pelakuan (Lanpiran 8). Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan adalah
membuat nanopartikel ekstrak kunyit, mengatur dan semua peralatan dibersihkan
dengan desinfektan Merk Rodalon agar ternak merasa nyaman tanpa terinfeksi
penyakit yang masih menempel pada peralatan kandang. Untuk memenuhi kebutuhan
vitamin, diberikan Vita chick dan mencegah penyakit diberikan vaksin New Castle
Disease (ND). Tahap adaptasi dilaksanakan selama 2 minggu, minggu pertama diberi
ransum komersial BR 1 produksi Comfeed dan minggu ke dua diberi ransum
basal+BR 1 dengan tujuan penyesuaian kondisi ternak terhadap pakan maupun
lingkungan. tahap Program vaksinasi yang diberikan yaitu ND (Newcastle Diseanse)
pada hari ke-4 dan minggu ke-4 melalui tetes mata (Fadilah, 2005). Pemberian
ransum dan air minum dilakukan secara ad libitum, dengan pencatatan konsumsi
ransum dilakukan per hari selama 4 minggu perlakuan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini broiler dikelompokan menjadi 5
kelompok perlakuan penambahan fedd additive nanopartikel-ekstrak kunyit yakni :
P0 : RB (Ransum Basal)
P1 : RB+Nanopartikel 0,2%
P2 : RB+Nanopartikel 0,4%
P3 : RB+Nanopartikel 0,6%
P4 : RB+Nanopartikel 0,8%
24
Variabel Penelitian
Variabel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah kinerja ayam broiler
yang meliputi : konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan dan
Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC).
Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan (g/ekor/minggu) dihitung pada tiap minggu pemeliharaan
dengan cara mencari selisih dari pakan yang diberikan dengan sisa pakan yang
dikonsumsi, kemudian dibagi dengan jumlah ayam broiler tiap ulangan
(gram/ekor/minggu) (Fadilah, 2005). Rumus konsumsi pakan (g/ekor/minggu) :
KP =
KP = Konsumsi Pakan
Raw = Jumlah pemberian ransum awal minggu (g)
Rak = Jumlah sisa ransum akhir minggu (g)
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan diperoleh dengan cara mengurangi bobot badan
ayam broiler di akhir minggu dengan bobot badan awal (gram/ekor/minggu) selama
penelitian (Fadilah, 2005). Rumus pertambahan bobot badan ayam (g/ekor/minggu) :
PBB = Bak – Baw
PBB = Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/minggu)
25
Raw – Rak
Jumlah ayam
Bak = Bobot badan akhir (g)
Baw = Bobot badan awal (g)
Konversi pakan
Konversi pakan dihitung selama umur 2 – 7 minggu, yang didapat kan dengan
cara membagi jumlah pakan yang dihabiskan (Feed Intake = FI) dengan pertambahan
bobot badan (GAIN) tiap minggu pemeliharaan (Fadilah, 2005). Rumus konversi
pakan :
FCR =
FCR = Feed Convertion Ratio ( besarnya konversi pakan )
FI = Feed Intake / Konsumsi Pakan (g/ekor/minggu)
Gain = Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/minggu)
Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC)
Income Over Feed and Chick Cost dihitung dengan jalan mengurangi harga
penjualan ayam hidup dengan harga pakan selama pemeliharaan dan harga anak ayam
(DOC) umur 2 minggu.
Dengan Rumus :
IOFCC = ( BA X HBH) – ( TOTAL KP X harga pakan ) – harga anak ayam.
Keterangan :
BA : Berat akhir (kg)
26
FI
Gain
HBH : Harga Berat Hidup (Rp)
Total KP : Total Konsumsi Pakan (kg)
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian di analisis dengan menggunakan
analisis variansi rancangan acak lengkap pola searah, apabila ada perbedaan nyata
dilanjutkan dengan uji Least significant Different (LSD) (Subali, 2010), sedangkan
IOFCC dianalisis secra deskriptif (Walpole, 1990).
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi pakan
Rata-rata konsumsi pakan ayam broiler dengan penambahan feed additive
nanopartikel menunjukan berbeda tidak nyata (P>0,05) dari berbagai perlakuan P0,
P1, P2, P3 dan P4 disajikan pada Tabel 6.
Ulangan PerlakuanP0 P1 P2 P3 P4
1 848,21 820,40 863,42 878,00 886,71
2 846,90 872,77 880,42 829,88 857,21
3 813,71 884,08 897,73 853,96 789,21
Reratans 836,27 859,08 880,52 853,94 844,37
Tabel 5. Pengaruh penambahan nanopartikel–ekstrak kunyit dalam ransum terhadap konsumsi ayam broiler (g/ekor/minggu).
Keterangan : ns (non significan); P0: RB (Ransum Basal); P1: RB+Nanopartikel; kunyit 0,2%; P2: RB+ Nanopartikel 0,4%; P3: RB+ Nanopartikel 0,6%; P4: RB+Nanopartikel ,8%.
Dari hasil tersebut (Tabel 6) secara berturut dari terkecil sampai terbesar
adalah P0 = 836,27; P4 = 844,37; P3 = 853,94; P1 = 859,08; P2 = 880,52
gram/ekor/minggu. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan ransum ayam
dengan penambahan feed additive nanopartikel sampai taraf 0,8% tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (P > 0,05) (Lampiran 7). Pemberian pakan dengan
kandungan yang sama (Tabel 5) pada masing-masing perlakuan, sehingga jumlah
konsumsi pakan hampir sama. Hal ini sesuai dengan Wahyu (1997) bahwa
28
kandungan energi dan protein dalam pakan berpengaruh pada konsumsi pakan.
Observasi ini menunjukkan bahwa, terlepas dari cara pemberian pakan, ayam akan
mengkonsumsi energi yang sama sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini selaras dengan
teori bahwa ayam mengkonsumsi pakan pertama-tama untuk memenuhi kebutuhan
energinya. Selain itu salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ransum
pada ternak adalah tingkat palabilitas ternak terhadap pakan yang diberikan.
Palatabilitas terhadap pakan menurun disebabkan oleh timbulnya sensasi rasa pahit
dan bau yang ditimbulkan pada pakan perlakuan seiring dengan meningkatnya level
pemberian tepung Kunyit. Menurut Church (1979) palabilitas ransum dipengaruhi
oleh bentuk, bau, rasa dan tekstur makanan yang di berikan, dan Anonim (2004)
mengatakan bahwa minyak atsiri yang terdapat di dalam kunyit atau disebut minyak
menguap (volatile oil) merupakan komponen memberi bau dan rasa yang spesifik.
Rerata konsumsi pakan ayam broiler hasil penelitian berkisar antara 836,27 –
880,52 g/ekor/minggu. Hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasi
penelitian Asmarasari dan Suprijatna (2008) dengan menggunakan kunyit dalam
ransum terhadap performans ayam pedaging bahwa konsumsi pakan berada pada
kisaran 703,18 - 827,28 g/ekor/minggu. Peningkatan konsumsi ransum dapat
mengakibatkan peningkatan konsumsi zat gizi termasuk protein sehingga mampu
meningkatkan pertumbuhan ayam pedaging. Pemberian pakan dengan penambahan
bahan feed additive nanopartikel belum mampu meningkatkan konsumsi pakan secara
nyata pada setiap perlakuan. Namun pada perlakuan P1 – P2 mengalami peningkatan
29
konsumsi pakan, yaitu puncak tertinggi pada level 0,4% dengan kandungan ekstrak
kunyit 0,16 g dari perbandingan pembuatan nanopartikel (2:2:1), sedangkan pada
perlakuan P3 – P4 terjadi penurunan.
Konsumsi pakan yang relatif sama dapat dipengaruhi metabolisme dalam
tubuh ternak. Hal ini dikarenakan kandungan zat kurkuminoid dan minyak atsiri
dalam kunyit tidak bisa terabsorpsi secara efektif oleh sel epitelium intestinum,
sehingga tidak bisa mempengaruhi metabolisme (Agustiana, 1996) dalam (Pratikno,
2010). Dalam Lazaro (2008), menyatakan bahwa kurkumin bekerja secara selektif
sehingga ayam yang normal tidak memberi efek apapun. Menurut Kumalaningsih
(2007) kunyit mengandung kurkuminoid memiliki kemampuan melindungi sel-sel
dan jaringan organ tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas sehingga kemungkinan
akan berdampak pada proses pencernaan pakan.
Pertambahan Bobot Badan
Rata-rata pertambahan bobot badan ayam broiler dengan penambahan feed
additive nanopartikel, menunjukan bebeda tidak nyata (P>0,05) dari berbagai
perlakuan P0; P1; P2; P3 dan P4 disajikan pada Tabel 5.
30
Ulangan PerlakuanP0 P1 P2 P3 P4
1 470,27 447,86 472,98 466,19 483,71
2 494,06 542,86 422,06 404,81 487,31
3 434,58 498,58 487,86 484,50 428,98
Reratans 466,31 496,43 460,97 451,83 466,67Tabel 6. Pengaruh penambahan nanopartikel–ekstrak kunyit dalam ransum terhadap
pertambahan bobot badan ayam broiler (g/ekor/minggu).
Keterangan : ns (non significan); P0: RB (Ransum Basal); P1: RB+Nanopartikel; kunyit 0,2%; P2: RB+ Nanopartikel 0,4%; P3: RB+ Nanopartikel 0,6%; P4: RB+Nanopartikel ,8%.
Dari hasil diatas rerata pertambahan bobot badan per minggu; perlakuan P0 :
466.31, P1: 496,43; P2 : 460,97; P3 : 451,83 dan P4 : 466,67 gram/ekor/minggu
(Tabel 5). Hasil analisis variansi menunjukan bahwa pemberian feed additive
nanopartikel dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap penambahan bobot
badan (P>0,05) (Lampiran 7). Ekstrak kunyit mengandung minyak atsiri
meningkatkan nafsu makan namun ayam broiler secara alamiah mempunyai nafsu
makan tinggi sehingga perlakuan P0 tidak berbeda dengan yang diberi kunyit. Dapat
ditunjukan dari hasil penelitian yang diperoleh, tidak memiliki bobot badan yang
berbeda karena tanpa ekstrak kunyit nafsu makan broiler cukup tinggi dan relatif
sama.
Peningkatan pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh konsumsi pakan, jika
konsumsi pakan baik maka pertambahan bobot badan juga akan baik menurut North
dan Bell (1990). Sedangkan menurut Rasyid (2009) salah satu faktor yang
mempengaruhi pertambahan bobot badan adalah konsumsi pakan. Pendapat ini juga
didukung oleh Ichwan (2003) yang menyatakan bahwa, secara umum penambahan
31
berat badan akan dipengaruhi oleh jumlah konsumsi pakan yang dimakan dan
kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan tersebut.
Pertambahan bobot badan dari hasil penelitian menunjukan rerata masing-
masing perlakuan berkisar antara 451,83 – 496,43 g/ekor/minggu (Tabel 5).
Perlakuan P1 memberikan pertambahan bobot yang tinggi sedangkan pada perlakuan
P2, P3 dan P4 berangsur-angsur menurun seiring dengan meningkatnya level pemberian
nanopartikel. Hal ini sesuai dikatakan Darwis et al. (1991) bahwa zat kurkuminoid
mempunyai khasiat anti bakteri dan dapat merangsang dinding kantung empedu
untuk mengeluarkan cairan empedu sehingga dapat memperlancar metabolisme
lemak. Dijelaskan kembali oleh Liang et al. (1985) dalam Rahayu dan Budiman
(2008) senyawa kimia yang ada dalam kunyit mampu menurunkan lemak dalam
tubuh, berperan pada proses sekresi empedu dan pankreas yang dikeluarkan lewat
feses. Komposisi dari kurkumin memiliki khasiat dapat memperlancar sekresi
empedu. Sehingga pertambahan bobot badan ayam beroiler tidak berbeda secara nyata.
Konversi Pakan
Rata-rata konversi pakan ayam broiler dengan penambahan feed additive
nanopartikel, menunjukan berbeda tidak nyata (P>0,05) dari berbagai perlakuan P0,
P1, P2, P3 dan P4 disajikan pada Tabel 6.
Tabel 7. Pengaruh penambahan nanopartikel–ekstrak kunyit dalam ransum terhadap konversi pakan ayam broiler.
32
UlanganPerlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
1 1,80 1,83 1,83 1,88 1,83
2 1,71 1,61 2,09 2,05 1,76
3 1.87 1,77 1,84 1,76 1,84
Reratans 1,80 1,74 1,92 1,90 1,81 Keterangan : ns (non significan); P0: RB (Ransum Basal); P1: RB+Nanopartikel; kunyit 0,2%;
P2: RB+ Nanopartikel 0,4%; P3: RB+ Nanopartikel 0,6%; P4: RB+Nanopartikel ,8%.
Kisaran nilai konversi pakan yang diperoleh dalam penelitian ini berada pada
kisaran antara 1,74 – 1,92. Hasil yang diperoleh jika dibandingkan dengan hasil
penelitian yang dilakuakan Sompie (1995) bahwa konversi pakan ternak ayam broiler
yang diberi vitamin E dan mineral selenium (Se) sebagai sumber antioksidan berada
pada kisaran 1,86 - 1,98, demikian halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan
Asmarasari dan Suprijatna (2008) bahwa konversi pakan ayam broiler yang mendapat
suplementasi tepung kunyit berada pada kisaran 1,85 - 2,07. Berdasarkan hasil
penelitian yang diperoleh dari sebelumnya jika dibandingkan dengan hasil penelitian
ini menggambarkan bahwa pemberian ekstrak kunyit sebagai bahan antibiotik
maupun pada kontrol (tanpa nanopartikel) dalam pakan tidak memberikan
peningkatan efisiensi pakan secara maksimal.
Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan pemberian
nanopartikel dalam ransum ayam broiler berpengaruh tidak nyata terhadap konversi
pakan (P>0,05) (Lampiran 7). Dari hasil penelitian rerata secara urutan dari konversi
pakan ayam broiler adalah P1 = 1,74; P0 = 1,80; P4 = 1,81; P3 = 1,90 dan P2 = 1,92.
33
Konversi pakan yang tinggi menujukkan tidak efisiennya pakan yang dapat
dimanfaatkan oleh tubuh, sehingga menimbulkan kerugian dari segi ekonomi
(Zuprizal, 2006). Hal ini dikarenakan konsumsi pakan cukup tinggi tetapi tidak
diikuti dengan penambahan berat badan yang cepat pada semua perlakuan. Menurut
Zainudin (2001), semakin kecil nilai konverisi pakan menunjukkan bahwa ayam
semakin efisien dalam penggunaan pakan, yang dikonversikan menjadi produk yang
dihasilkan. Sehingga pada penambahan nanopartikel 0,2 % (P1) menghasilkan kinerja
yang baik terhadap konversi pakan.
IOFCC
Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC) dari masing masing perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 7. Income Over Feed Chick and Cost bervariasi disetiap
perlakuan. IOFCC yang terendah diperoleh pada perlakuan P4 (0,8%) yaitu Rp -
8483,73/ekor sedangkan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (kontrol) yaitu
Rp 12383,97/ekor.
Tabel 8. Pengaruh penambahan nanopartikel–ekstrak kunyit dalam ransum terhadap Income Over Feed and Chick Cost ayam broiler (Rp/ekor).
34
Ulangan Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
1 12431,80 6613,84 1732,89 -4526,59 -9216,53
2 13758,04 11021,93 -1896,78 -6352,92 -7830,08
3 10962,07 7991,08 1569,34 -2664,94 -8404,59
Rerata 12383,97 8542,28 468,48 -4514,82 -8483,73
Dari tabel diatas nilai Income Over Feed and Chick Cost menunjukkan bahwa
pada tiap-tiap perlakuan menghasilkan Income Over Feed and Chick Cost yang
berbeda, karena perbedaan faktor antara lain jumlah pakan yang dikonsumsi, bobot
badan ayam, dan harga pakan. Salah satu tolak ukur yang digunakan untuk
memperkirakan untung atau ruginya usaha peternakan adalah dengan menghitung
IOFCC itu sendiri adalah perbedaan rata-rata pendapatan (dalam rupiah) yang
diperoleh dari hasil penjualan satu ekor ayam pada akhir penelitian dengan rata-rata
pengeluaran satu ekor ayam selama penelitian (Santoso, 2008 dalam Mide, 2007).
Penambahan feed additive nanopartikel sampai taraf 0,8% justru menurunkan
Income Over Feed and Chick Cost, hal ini karena pemberian ekstrak kunyit tidak
berpengaruh dengan penambahan bobot badan akhir dan biaya pakan yang cukup
mahal. Rasyaf (2002) menyatakan bahwa pakan merupakan faktor penting pada usaha
peternakan ayam broiler karena berkisar 60 – 70% dari seluruh biaya yang
dikeluarkan adalah biaya pakan.
35
Secara kuantitatif nilai Income Over Feed and Chick Cost yang tertinggi
dicapai pada P0 kemudian diikuti PI, P2, P3 dan P4. Semakin rendah nilai IOFCC
maka biaya produksi semakin meningkat. Jadi menunjukan bahwa kurangnya
efisiensi harga pakan pada pemberian penambahan feed additive nanopartikel
menyebabkan rendahnya nilai Income Over Feed and Chick Cost. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Nurjanah (1994) bahwa dalam perhitungan ekonomi akan
menghasilkan keuntungan yang berbeda-beda untuk setiap ransum. Perbedaan
tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor antara lain pakan yang dikonsumsi, bobot
badan ayam dan harga pakan itu sendiri (Lampiran 7). Nilai IOFCC tertinggi terdapat
pada P0 (Rp 12383,97), karena harga pakannya yang paling rendah dibanding dengan
perlakuan yang diberi nanopartikel. Sehingga batas maksimal pemberian nanopartikel
pada level 04 % (P2), sedangkan selebihnya akan mengalami kerugian.
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian nanopartikel ektrak
kunyit sampai taraf 0,8% tidak meningkatkan kinerja ayam broiler.
2. Pemakaian nanopartikel yang paling baik terhadap kinerja ayam broiler adalah
0,2% dengan nilai konversi pakan 1,74.
3. Batas maksimal penambahan nanopartikel adalah 0,4%, agar masih memberikan
keuntungan ekonomi.
Saran
Setelah dilakukan penelitian penambahan nanopartikel ektrak kunyit
disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut pada kualitas daging.
37
RINGKASAN
Penelitian ini dilakukan penggabungan sifat-sifat yang dimiliki oleh
kurkumin/ekstrak kunyit dan kitosan dalam campuran formulasi optimal dalam
sediaan mikropartikel yang diberikan oral, karena sifat kitosan yang terprotonasi
dalam asam di lambung maka untuk mengurangi pelepasan, kurkumin diperlukan
Tripolyphosphate (TPP) yang dapat diberikatan silang dengan kitosan. Kitosan adalah
biopolymer yang mempunyai keunikan yaitu dalam larutan asam kitosan memiliki
karakteristik kation dan bermuatan positif, sedangkan dalam larutan alkali kitosan
akan mengendap.
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam broiler jantan umur 2
minggu dan bahan pakan/ransum basal (jagung kuning giling, tepung ikan, bungkil
kedelai, dedak padi, minyak sawit, tepung batu kapur dan premix), Air minum,
vitamin, vaksin dan desinfektan (rodalon), serta digunakan juga kitosan dan
kurkumin. Peralatan yang digunakan adalah kandang petak sebanyak 15 buah. Tiap
petak mempunyai ukuran p x l x t = 100 x 50 x 50 cm. Penelitian ini dilaksanakan
dalam 3 tahap yaitu tahap persiapan, adaptasi, dan perlakuan. Ayam broiler jantan
sebanyak 60 ekor umur 2 minggu dengan perlakuan selama 4 minggu dibagi secara
acak 5 kelompok perlakuan dengan 3 ulangan dan masing–masing ulangan berisi 4
ekor, dengan masing-masing perlakuan yaitu : P0 : RB (Ransum Basal); P1 :
RB+Nanopartikel 0,2%; P2 : RB+Nanopartikel 0,4%; P3 : RB+Nanopartikel 0,6%;
38
P4 : RB+Nanopartikel 0,8%. Variabel yang diamati adalah konsumsi pakan,
pertambahan bobot badan, konversi pakan dan Income Over Feed and Chick Cost
(IOFCC). Data yang diperoleh dari hasil penelitian di analisis dengan menggunakan
analisis variansi rancangan acak lengkap pola searah, apabila ada perbedaan nyata
dilanjutkan dengan uji Least significant Different (LSD) (Subali, 2010).
Hasil penelitian penelitian menunjukkan rerata konsumsi pakan berturut-turut
dari terkecil sampai terbesar adalah P0 = 836,27; P4 = 844,37; P3 = 853,94; P1 =
859,08; P2 = 880,52 gram/ekor/minggu, rerata pertambahan bobot badan P3 =
451,83; P2 = 460,97; P0 = 466,31; P4 = 466,67 dan P1 = 496,43gram/ekor/minggu,
rerata konversi pakan P1 = 1,74; P0 = 1,80; P4 = 1,81; P3 = 1,90 dan P2 = 1,92 dan
rerata IOFCC P4 = -8483,73; P3 = -4514,82; P2 = 468,48; P1 = 8542,28 dan P0 =
12383,97 (Rp/ekor). Hasil analisis menujukan bahwa penambahan nanopartikel
ekstrak kunyit tidak berbeda nyata terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot
badan dan konversi pakan. Pada perhitungan Income Over Feed and Chick Cost
(IOFCC) semakin tinggi level pemberian nanopartiker, nilai IOFCC semakin kecil.
Penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian nanopartikel ektrak kunyit sampai
taraf 0,8% tidak meningkatkan kinerja ayam broiler.
39
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Pedaging. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Aftahi, A., T. Munim, M.A. hoque dan M.A. Ashraf. 2006. Efeec of Yogurt and Protein Boost on Broiler Performance. Int. J. of Poult. Sci. 5(7) : 651-655.
Akhadiarto, 2008. Pengaruh Pemberian Ransum yang Mengandung Tepung Kunyit (Curcuma Domestica, Val) Terhadap Pertambahan Bobot Badan Domba Induk dan Bobot Lahir Anak //http33(4)2008p268-273.pdf. [Tanggal Akses : 26 Mei 2012].
Akhtar, F., M.M.A. Rizv, S.K. Kar. 2011. Oral delivery of curcumin bound to chitosan manaparticles cured Plasmodium yoelii infected mice, biotechnology Advances (impact factor : 8.25). 05/2011; DOL: 10.1016/j,biotechads.2011. 05.09.(Abstr).
Al-Sultan S.I. 2003. The effect of Curcuma longa (turmeric) on overall perfance of broiler chickens. Department of Public Health and Animal Husbandry, Collega of Veterinary Medivine and Animal Resources, King Faisal University. Saudi Arabia. J. Pouit. Sci. 2 (5) : 351-353.
Amrullah, I.k. 2004. Nutrisi Ayam Broiler, cet-2. Lembaga Satu Gunungbudi. Bogor.
Anggrodi, H.R., 1990. Beternak Ayam Pedaging. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Anggrodi, H.R., 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Anggrodi, R., 1985. Kemajuan Mutakhir Dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Anonim, 2004. Kunyit dan Jahe, Natural Antibiotik untuk Broiler. Available at: http://www.poultryinonesia.com/modules.php. Diakses pada tanggal 17 mei 2013.
Apsari, A.T. dan D. Fitriastuti, 2010. Studi Kinetika Penyerapan Ion Khromium dan Ion Tembaga Menggunakan Kitosan Produk dari Cangkang kepiting. Skripsi, Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik UNDIP, Semarang.
40
Araujo CC, dan Leon LL., 2001. Biologinal activities of Curcuman longa L. Men Inst Oswaldo Cruz. 2001 Jul; 96 (5): 723-8, http:www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed.
Asmasari, S. A. dan Suprijatna, E., 2008. Pengaruh Penggunaan Kunyit Dalam Ransum Terhadap Performans Ayam Pedaging. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
Church, D. C. 1979. Livestock and deeding. Durhan and, Inc. Portland. Oregon.
Daghir, N.J. 1998. Nutrient Requirement of Poultry in High Temperature: Poultry Production in Hot Climate. N.J. Daghir (ed) Cab International. New York.
Darwis, S.N., A.B.D.M Indo dan S. Hasyiah. 1991. Tumbuhan Obat Famili Zingiberaceae. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor.
Fadilah, R., 2005. Panduan Mengola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Cet-3. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Fakriah, I. 2007. Effect of Curcumin on the Levels of Total Cholesterol, LDL Cholesterol, the Amount of f2-isoprostan and foam cell in aortic wall of Ats with atherogenic diet. Folia Medica Indonesiana Vol. 43 No. 3 July-September : 136-140.
Hardjosworo, P.S. dan Rukmiasih. 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ichwan, 2003. Membuat Pakan Ras Pedaging. Agro Media Pustaka. Tanggerang.
Kumalaningsih, S., 2007. Antioksidan Alami. Penangkal Radikal Bebas, Sumber, Manfaat, Cara Penyediaan dan Pengolahan. Trubus Angrisarana. Surabaya.
Maiti, K. 2007. Kurkumin Phospholipid Complex : Preparation, Evaluation and Pharmacokinetic Studi in Rats. Int. J. Pharm. 330(1-2), 155-63.
Manurung, M. 2005. Pembuatan dan Penggunaan Kitosan Manik Sebagai Adsorben Untuk Menurunkan Kadar Limbah Cair Industri. Skripsi Jurusan Kimia FMIPA USU. Medan.
Mao H.Q., K. Roy, F.L. Troung-Le, K.A. Janes, K.Y. Lin, Y. Wang, J.T. Angust, dan K.W. Leong. 2001. Kitosn-DNA nanoparticle as gene karries; synthesis, characterization and transfection efficiency. J. Control Release 70(3); 399-421.
41
Mide MZ. 2007. Konversi Ransum dan Income Over Feed and Chick Cost Broiler yang Diberikan Ransum Mengandung Berbagai Level Tepung Rimpang Temulawak Curcumin Xanthoriza Oxb). Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak, Vol 6 [25 Juli 2008].
Moon, M., M. Lee, C. Kim and Y. Kim. 2007. Dietary chitosan enhaces hepatic CYP7A1 activity and reduce plasma and liver cholesterol in diet-induced hypercholesterolemia in rats. Nutr. Research and Practice. 1(3): 175-179.
Murtidjo, B.A. 1987. Turunkan cholesterol ayam kampong dengan lisin. Poultry Indonesia, ad semptember. 68-69.
Nesalin, A.J.J., K. Gowthamarajan dan C.N. Somashekara.2009. formulation and evaluation of nonoparticle containing flutamide. Int. J. Chemtech Res. 1(4):1331-1334.
North, M. O. dan D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Product Manual. 4th Ed. Van Nostrand Reinhold. New York.
Oramahi, R., Yudhabuntara D. dan Budiharta S. 2005. Kajian Residu Antibiotic Pada Hati Ayam Di Yogyakarta. Tesis. Program Studi Sain Veteriner, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadja Mada. Yogyakarta.
Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa. Bandung.
Rasyaf, M., 2003. Beternak Ayam Pedaging, Catatan pertama, P.V. Yasaguna. Yogyakarta.
Rasyaf, M., 1995. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. Yakarta : PTGramedia Pustaka Utama.
Rasyaf, M., 2002. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Awadaya. Jakarta.
Rasyid, H., 2009. Performa produksi kelinci lokal jantan pada pemberian rumput lapang dan berbagai level ampas tahu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Riduwanto, 2010. Usaha Pemeliharaan Ayam Broiler dengan Penambahan Tetes Tebu (Molasses ) dan Kunyit (Curcuma Domestica ) pada Air Minum.//http: usaha pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan tetes tebu (molasses ) dan kunyit (curcuma domestica ) pada air minum //. [ Tanggal Akses : 3 Februari 2012].
42
Riyadi, Slamet. 2009. Kunyit dan Jahe Baik untuk Ayam Broiler. http://slamet-riyadi03.blogspot.com/2009/04/kunyit-dan-jahe-baik-untuk-broiler.html. Tanggal Akses : Senin, 21 Februari 2011.
Rukmana, R. 2004. Temu-Temuan Apotik Hidup di Pekarangan. Kanisius, Yogyakarta.
Sailaja A.K., P. Amareshwae, P. Chakravarty. 2010. Chitosan nanoparticles as a drug delivery system. RJPBCS, Juli – September Volume 1 Issue 3 No. 474.
Santoso, Urip. 2008. Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun Katuk Terhadap Kualitas Telur dan Berat Organ Dalam. Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu, Bengkulu Jalan Raya Kandang Limun, Bengkulu
Sinaga, S., 2010. Kurkumin Dalam Ransum Babi Sebagai Pengganti Antibiotik Sintetis Untuk Perangsang Pertumbuhan. Disertasi, Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cet-4. Gadja Mada University Press. Yogyakarta.
Sompie, F.N 1995. Pengaruh Pemberian Vitamin E, Mineral Selenium dan Kombinasinya Dalam Ransum yang Mengandung Minyak Tengik Terhadap penampilan dan Kualitas Karkas ayam Broiler. Tesis S2. Program Pascasarjana UGM. Yogyakarta.
Subali, B. 2010. Aplikasi Statistic Mengunakan Program SPSS Aplikasinya Dalam Rancangan Percobaan. Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA UNY. Yogyakarta.
Sugita, P., A. Sjahriza, T. Wukirsari, D. Wahyono, 2009. Kitosan: Sumber Biomaterial Masa Depan. IPB Press, Bogor.
Supriadi, 2001. Tumbuhan Obat Indonesia: Penggunaan dan Kasiatnya. Pustaka Populer Obor. Jakarta.
Suprijatana, E. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta: Penebar Swaday
Suwaldi, Yuwono T., Aminah S. 2011. Petunjuk Praktikum Biofarmasetika FSI (FAS 3312). Bagian Farmasetik, Fak. Farmasi UGM. Yogyakarta.
Swantara K.K.S.*, R. Awani K, dan S. Satyawan. 2010. Chitosan: A Platform for Targeted Drug Delivery. Int.J. PharmTech Res.,2(4): 2271-2282.
43
Swastawati, F. Wijayanti, I, dan Susanto, E., 2008. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Menjadi Edible Coating Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan. Jurusan Perikanan Universitas Diponegoro. Volume 4 No. 4, Desember 2008. Semarang.
Syukur, C. 2010. Turina, varietas unggul kunyit kurkumin tinggi. Sinar Tani, edisi 3-9 November 2010.
Wahyu J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cet-4. Gadjah Mada University press. Yogyakarta.
Walpole, E. R., 1990. Pengantar Statitik. Penetbit PT Gramedia. Jakarta.
Wardaniati, R.A. dan Setyaningsih, S., 2009. Pembuatan Kitosan Dari Kunyit Udang Dan Aplikasinya Untuk Pengawetan Bakso. Jurusan Teknik Kimia FAkultan Teknik UNDIP. Semarang.
Wiyana, I.K.A. 1999. Pengaruh Oksitetrasiklin dan Amoksisilin Sebagai Aditif Pakan Terhadap Performan, Residu Dalam Jaringan dan Ekskreta Broiler. Tesis, Program Pascasarjana, Fak. Peternakan UGM. Yogyakarta.
Yang, M., Yang, Y., Liu, B., Shen, G. and Yu, R. 2004. Amprerometric glucose biosensor passed on kirosan with improved selectivity and stability. Sens, Actuators B: Chemical. 101: 269-276.
Yau, H. and Chiang, M. 2006. Effect of Chitosan on Plasma Lipids, Hepatic Lipids, and Fecal Bile Acid in Hamsters. Journal of Food and Drug Analysis, 14 (2): 183-189.
Zainidin, S. 2001. Pengaruh Kosentrasi Protein Energi-Pakan dan Lama Pencahayaan Terhadap penampilan dan Pola Konsumsi Pakan Harian Ayam Broiler Betina. Thesis S2. Program Pasca Sarjana, Universitas Gaja Mada. Yogyakarta.
Zuprizal, 2006. Nutrisi Unggas (PTN 6304). Jurusan Makanan dan Nutrisi Ternak, Fak. Peternakan UGM. Yogyakarta.
44
Lampiran 1. Rerata Konsumsi Pakan (g/ekor/minggu)
Perlakuan UlanganMinggu
Total RerataI II III IV
P0
1 554.08 945.50 1061.00 832.25 3392.83 848.21
2 554.08 934.75 1056.00 842.75 3387.58 846.90
3 554.08 943.00 1032.75 725.00 3254.83 813.71
Rerata 554.08 941.08 1049.92 800.00 3345.08 836.27
P1
1 508.08 857.25 967.75 948.50 3281.58 820.40
2 508.08 921.00 1117.00 945.00 3491.08 872.77
3 508.08 943.00 1103.50 981.75 3536.33 884.08
Rerata 508.08 907.08 1062.75 958.42 3436.33 859.08
P2
1 522.92 900.00 1092.00 938.75 3453.67 863.42
2 522.92 947.50 1069.00 982.25 3521.67 880.42
3 522.92 969.75 1141.50 956.75 3590.92 897.73
Rerata 522.92 939.08 1100.83 959.25 3522.09 880.52
P3
1 507.75 939.75 1075.50 989.00 3512.00 878.00
2 507.75 911.50 993.00 907.25 3319.50 829.88
3 507.75 923.00 1098.75 886.33 3415.83 853.96
Rerata 507.75 924.75 1055.75 927.53 3415.78 853.94
P4
1 524.83 960.75 1083.75 977.50 3546.83 886.71
2 524.83 859.50 1039.00 1005.50 3428.83 857.21
3 524.83 817.75 917.75 896.50 3156.83 789.21
Rerata 524.83 879.33 1013.5 959.83 3377.50 844.37
45
Lampiran 2. Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/minggu)
Perlakuan UlanganBobot Badan Awal
Minggu Total Rerata
I II III IV
P0
1 352.25 262.75 572.50 416.25 629.58 1881.08 470.27
2 343.75 246.25 597.50 400.00 732.50 1976.25 494.06
3 355.00 270.00 500.00 415.50 552.83 1738.33 434.58
Rerata 259.67 556.67 410.58 638.30 1865.22 466.31
P1
1 355.25 224.75 532.50 328.00 706.17 1791.42 447.86
2 355.25 224.75 545.00 528.75 872.92 2171.42 542.86
3 349.00 251.00 537.50 464.25 741.58 1994.33 498.58
Rerata 233.50 538.33 440.33 773.56 1985.72 496.43
P2
1 354.75 210.25 522.50 508.50 650.67 1891.92 472.98
2 351.75 233.25 502.50 334.25 618.25 1688.25 422.06
3 355.25 284.75 460.00 558.50 648.17 1951.42 487.86
Rerata 242.75 495.00 467.08 639.03 1843.86 460.97
P3
1 355.25 204.75 477.50 497.50 685.00 1864.75 466.19
2 360.75 239.25 437.50 353.25 589.25 1619.25 404.81
3 347.00 258.00 532.50 490.50 657.00 1938.00 484.50
Rerata 234.00 482.50 447.08 643.75 1807.33 451.83
P4
1 358.50 221.50 532.50 483.25 697.58 1934.83 483.71
2 350.75 259.25 515.00 479.75 695.25 1949.25 487.31
3 350.75 279.25 457.50 355.50 623.67 1715.92 428.98
Rerata 253.33 501.67 439.50 672.17 1866.67 466.67
46
Lampiran 3. Konversi Pakan
Perlakuan UlanganMinggu Rerata
I II III IV
P01 2.11 1.65 2.55 1.32 1.802 2.25 1.56 2.64 1.15 1.713 2.05 1.89 2.49 1.31 1.87
Rerata 2.14 1.70 2.56 1.26 1.80
P11 2.26 1.61 2.95 1.34 1.832 2.26 1.69 2.11 1.08 1.613 2.02 1.75 2.38 1.32 1.77
Rerata 2.18 1.68 2.48 1.25 1.74
P21 2.49 1.72 2.15 1.44 1.832 2.24 1.89 3.20 1.59 2.093 1.84 2.11 2.04 1.48 1.84
Rerata 2.19 1.91 2.46 1.50 1.92
P31 2.48 1.97 2.16 1.44 1.882 2.12 2.08 2.81 1.54 2.053 1.97 1.73 2.24 1.35 1.76
Rerata 2.19 1.93 2.40 1.44 1.90
P41 2.37 1.92 2.24 1.40 1.832 2.02 1.86 2.17 1.45 1.763 1.88 1.90 2.58 1.44 1.84
Rerata 2.09 1.89 2.33 1.43 1.81
47
Lampiran 4. Bobot Hidup dan IOFCC
Perlakuan UlanganKon. Pakan (kg) B. Hidup
(kg)IOFCC
(Rp)Stater FiniserP0 1 1.50 1.89 2.23 12431.80
2 1.49 1.90 2.32 13758.043 1.50 1.76 2.09 10962.07
Rerata 1.50 1.85 2.22 12383.97P1 1 1.37 1.92 2.15 6613.84
2 1.43 2.06 2.53 11021.933 1.45 2.09 2.34 7991.08
Rerata 1.42 2.02 2.34 8542.28P2 1 1.42 2.03 2.25 1732.89
2 1.47 2.05 2.04 -1896.783 1.49 2.10 2.31 1569.34
Rerata 1.46 2.06 2.20 468.48P3 1 1.45 2.06 2.22 -4526.59
2 1.42 1.90 1.98 -6352.923 1.43 1.99 2.29 -2664.94
Rerata 1.43 1.98 2.16 -4514.82P4 1 1.49 2.06 2.29 -9216.53
2 1.38 2.04 2.30 -7830.083 1.34 1.81 2.07 -8404.59
Rerata 1.40 1.97 2.22 -8483.73
Lampiran 5. Daftar Harga Ransum Ayam Broiler Masing-masing Perlakuan
48
Harga DOC/ekor = Rp 3500
Pakan selama 2 minggu ;
Kosentrat = 30 kg x 6500 = Rp 195000
Ransum Basal = 33,48 kg x 4771,2 = Rp 159739,78 +
= Rp 354739,78
Pakan yang dihabiskan DOC selama 2 minggu = Rp 354739,78 : 200 = Rp 1773,7
Harga / ekor DOC = Rp 3500 + Rp 1773,7 = Rp 5273,7
Jenis Pakan Konsumsi (kg) Harga (Rp/kg) Total (Rp)
Kosentrat 30 6500 195000
Ransum basal 33,48 4771,2 159739,78
Total 63,38 - 354739,78
Daftar konsumsi pakan DOC selama 2 minggu (200 ekor)
Daftar harga pakan ransum perlakuan/Kg.
PerlakuanHarga nanopartikel
(Rp)Stater (Rp) Finiser (Rp)
P0 0 4771,2 4563,4
P1 1540 6311,2 6103,4
P2 3080 7851,2 7643,4
P3 4620 9391,2 9183,4
P4 6160 10931,2 10723,4
Biaya pembuatan nanopartikel (2:2:1) dengan 77 % dari berat awal.
49
Etanol 96 % = Rp 2000
Alkhol 70 % = Rp 1400
Hot prate stirer = Rp 500
Na asetat = Rp 3000
As asetat = Rp 1000
Oven = Rp 500
Aquades = Rp 1000
Ekstra kunyit = Rp 7462,5
Kitosan = Rp 1276,5
TPP = Rp 400 +
Jumlah = Rp 30030
Berat awal = 50 g
77 % = 39 g
Biaya nanopartikel/gr = 30030 / 39
= Rp 770
Lampiran 6. Perhitungan Income Over Feed and Chick Cost dari masing-masing perlakuan.
50
IOFCC = (Bobot badan akhir x Harga botot hidup)-(konsumsi pakan x Harga
pakan)-Harga bibit
BB akhir (kg)
Harga berat hidup (Kg)
Konsumsi pakan (Kg)
Harga pakan/Kg Total hargapakan
(Kg/konsumsi pakan)
Harga bibit IOFCC
Stater Finiser Stater Finiser
2.23 15000 1.50 1.89 4771.2 4563.4 15794.455273.7
012431.8
0
2.32 15000 1.49 1.90 4771.2 4563.4 15768.265273.7
013758.0
4
2.09 15000 1.50 1.76 4771.2 4563.4 15164.185273.7
010962.0
7
2.15 15000 1.37 1.92 6311.2 6103.40 20312.515273.7
06613.84
2.53 15000 1.43 2.06 6311.2 6103.40 21604.425273.7
011021.9
3
2.34 15000 1.45 2.09 6311.2 6103.40 21885.175273.7
07991.08
2.25 15000 1.42 2.03 7851.2 7643.40 26693.465273.7
01732.89
2.04 15000 1.47 2.05 7851.2 7643.40 27223.095273.7
0-
1896.78
2.31 15000 1.49 2.10 7851.2 7643.40 27757.015273.7
01569.34
2.22 15000 1.45 2.06 9391.2 9183.40 32552.895273.7
0-
4526.59
1.98 15000 1.42 1.90 9391.2 9183.40 30779.225273.7
0-
6352.92
2.29 15000 1.43 1.99 9391.2 9183.40 31666.245273.7
0-
2664.94
2.29 15000 1.49 2.06 10931.210723.4
038342.78
5273.70
-9216.53
2.30 15000 1.38 2.04 10931.210723.4
037056.38
5273.70
-7830.08
2.07 15000 1.34 1.81 10931.210723.4
034130.94
5273.70
-8404.59
51
Lampiran 7. Analisis variansi kinerja ayam broiler
Konsumsi Pakan
Descriptives
Konsumsi pakan (gr/ekor/minggu)
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
RB (Ransum Basal) 3 8.3627E2 19.55139 11.28800 787.7050 884.8417 813.71 848.21
RB+NP 0,2% 3 8.5908E2 33.97469 19.61529 774.6855 943.4811 820.40 884.08
RB+NP 0,4% 3 8.8052E2 17.15523 9.90458 837.9074 923.1393 863.42 897.73
RB+NP 0,6% 3 8.5395E2 24.06000 13.89105 794.1783 913.7150 829.88 878.00
RB+NP 0,8% 3 8.4438E2 50.00083 28.86799 720.1677 968.5856 789.21 886.71
Total 15 8.5484E2 30.72636 7.93351 837.8250 871.8564 789.21 897.73
Test of Homogeneity of Variances
konsumsi pakan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.651 4 10 .237
ANOVA
konsumsi pakanSum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3397.920 4 849.480 .865 .517
Within Groups 9819.611 10 981.961
Total 13217.531 14
Homogeneous Subsets
52
Konsumsi Pakan
perlakuan N
Subset for alpha =
0.05
1
Tukey HSDa ransum basal 3 836.2733
RB+NP 0,8% 3 844.3767
RB+NP 0,6% 3 853.9467
RB+NP 0,2% 3 859.0833
RB+NP 0,4% 3 880.5233
Sig. .460
Duncana ransum basal 3 836.2733
RB+NP 0,8% 3 844.3767
RB+NP 0,6% 3 853.9467
RB+NP 0,2% 3 859.0833
RB+NP 0,4% 3 880.5233
Sig. .143
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
53
Pertambahan Bobot Badan
Descriptives
Bobot Badan (gr/ekor/minggu)
N MeanStd.
DeviationStd. Error
95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
RB (Ransum Basal) 3 4.6630E2 29.93774 17.28456 391.9339 540.6728 434.58 494.06
RB + 0,2% 3 4.9643E2 47.53637 27.44513 378.3465 614.5202 447.86 542.86
RB + 0,4% 3 4.6097E2 34.50580 19.92193 375.2495 546.6838 422.06 487.86
RB + 0,6 % 3 4.5183E2 41.73978 24.09847 348.1460 555.5207 404.81 484.50
RB + 0,8 3 4.6667E2 32.68721 18.87197 385.4671 547.8662 428.98 487.31
Total 15 4.6844E2 35.54020 9.17644 448.7592 488.1222 404.81 542.86
Test of Homogeneity of Variances
bobot badan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.219 4 10 .922
ANOVA
Bobot BadanSum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3368.907 4 842.227 .588 .679
Within Groups 14314.576 10 1431.458
Total 17683.482 14
Homogeneous Subsets
Bobot Badan
54
perlakuan N
Subset for alpha =
0.05
1
Tukey HSDa RB + 0,6 % 3 451.8333
RB + 0,4 % 3 460.9667
Ransum Basal 3 466.3033
RB + 0,8 % 3 466.6667
RB + 0,2% 3 496.4333
Sig. .616
Duncana RB + 0,6 % 3 451.8333
RB + 0,4 % 3 460.9667
Ransum Basal 3 466.3033
RB + 0,8 % 3 466.6667
RB + 0,2% 3 496.4333
Sig. .213
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Konversi Pakan
55
Descriptives
Konversi Pakan
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum MaximumLower Bound Upper Bound
Ransum Basal 3 1.7933 .08021 .04631 1.5941 1.9926 1.71 1.87
RB+0,2 % 3 1.7367 .11372 .06566 1.4542 2.0192 1.61 1.83
RB+0,4 % 3 1.9200 .14731 .08505 1.5541 2.2859 1.83 2.09
RB+0,6 % 3 1.8967 .14572 .08413 1.5347 2.2586 1.76 2.05
RB+0,8 % 3 1.8100 .04359 .02517 1.7017 1.9183 1.76 1.84
Total 15 1.8313 .11874 .03066 1.7656 1.8971 1.61 2.09
Test of Homogeneity of Variances
Konversi Pakan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.338 4 10 .322
ANOVA
Konversi Pakan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .069 4 .017 1.343 .320
Within Groups .128 10 .013
Total .197 14
56
Homogeneous Subsets
Konversi Pakan
Perlakuan N
Subset for alpha =
0.05
1
Tukey HSDa RB+0,2 % 3 1.7367
Ransum Basal 3 1.7933
RB+0,8 % 3 1.8100
RB+0,6 % 3 1.8967
RB+0,4 % 3 1.9200
Sig. .340
Duncana RB+0,2 % 3 1.7367
Ransum Basal 3 1.7933
RB+0,8 % 3 1.8100
RB+0,6 % 3 1.8967
RB+0,4 % 3 1.9200
Sig. .099
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
57
Lampiran 8. Foto-foto aktifitas kegiatan penelitian
Persiapan
Pembuatan Nanopartikel
58
Perlakuan
59
Lampiran 9. Letak Kandang
60
P3U1
P0U3
P1U1
P4U3
P2U2
P4U2
P2U1
P3U3
P0U1
P2U3
P1U2
P4U1
P0U2
P1U3
P3U2