SKRIPSI K RIRI.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skripsi

Citation preview

23

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangObat berperan penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga diperlukan pertimbangan yang cermat dalam pemilihan obat untuk suatu penyakit, dengan mempertimbangkan efekti!itas, keamanan, efek samping, interaksi antar obat dan dari segi ekonomi.

Sectio caesarea akhir-akhir ini banyak diminati karena dianggap lebih praktis dan tidak menyakitkan, sehingga tidak heran jika tindakan bedah ini menjadi tindakan bedah kebidanan kedua tersering yang digunakan di Indonesia maupun di luar negeri. Dengan adanya metode sectio caesarea, bukan hanya ibu yang akan menjadi aman tetapi jumlah bayi yang cedera akibat partus lama dan pembedahan traumatik vagina menjadi berkurang. Karena itu insidensi sectio caesarea dari tahun ke tahun terus meningkat disertai dengan penurunan absolut mortalitas perinatal.Kecenderungan ibu memilih operasi caesar saat ini adalah karena takut menjalani persalinan normal dan rasa sakit. Ada pula yang memilih operasi caesar agar dapat

memilih tanggal dan hari baik bagi kelahiran bayinya dan karena prosesnya lebih cepat (Indivara 2009, h.61). Sectio caesarea merupakan pembedahan yaitu suatu stressor yang bisa menimbulkan stres fisiologis (respon neuroendokrin) dan

stres psikologis (cemas dan takut) (Baradero etal 2009, h.6).

Dalam perkembangannya, selain untuk menolong kegawatan persalinan, tindakan bedah sectio caesarea sering dipilih untuk alasan yang tidak irasional. Alasan tersebut berupa keinginan untuk mendapatkan hari kelahiran anak yang terbaik menurut kepercayaan. Seperti diketahui, ada dua cara persalinan yaitu per vagina (lewat vagina), atau dikenal dengan persalinan normal/alami dan persalinan dengan operasi caesar (sectio caesarea), yaitu bayi dilahirkan lewat pembedahan perut.

Di Indonesia terutama di kota-kota besar, keputusan ibu hamil untuk melahirkan dengan sectio caesarea walau tidak memiliki indikasi medis, paling banyak disebabkan oleh adanya ketakutan menghadapi persalinan normal atau yang lebih dikenal sebagai rasa takut akan kelahiran (fear of childbirth), dimana faktor psikologis ibu yang seperti ini kurang diperhatikan di Indonesia (Depkes RI, 2006).Penggunaan obat rasional dalam pelayanan kesehatan di Indonesia masih merupakan masalah. Penggunaan polifarmasi dimana seorang pasien rata-rata mendapatkan 3,5 obat, lebih dari 50% menerima 4 atau lebih obat untuk setiap lembar resepnya, penggunaan antibiotika yang berlebihan ( 43% ), waktu konsultasi yang singkat yang rata-rata berkisar hanya 3 menit saja serta miskinnya compliance pasien merupakan pola umum yang terjadi pada penggunaan obat tidak rasional di Indonesia (Arustiyono. 2005). Pemberian polifarmasi pada pasien tidak saja menjadi problema dinegara-negara yang sedang berkembang, tapi juga merupakan masalah yang cukup serius di negara yang telah maju. Banyak obat yang tidak ada hubungannyadengan penyakit pasien diberikan pada pasien, yang tentu saja merupakanpemborosan dan meningkatkan insiden penyakit karena obat (G.M. AMAN, 2014).

Dalam suatu survei di Zimbabwe, dokter Raymond mendapatkan banyak dokter di Zimbabwe memberikan obat sampai 14 jenis. Tujuh jenis di antaranyasebenarnya tidak diperlukan sama sekali oleh pasien, sedangkan tiga jenisobat lainnya diberikan untuk melawan efek samping obat lain (1). Selain itu,dalam sebuah workshop tentang Penggunaan Obat Rasional di Pakistan terungkapmasih banyak terdapat pemberian obat secara polifarmasi dengan perkiraanrata-rata 3,6 jenis obat per satu resep (2). Dalam sebuah survei di Denpasarjuga didapatkan 84,4% resep yang diberikan pada pasien anak mengandung lebihdari 4 jenis zat aktif (3).Di samping penyebab di atas, penggunaan polifarmasi juga bisa disebabkan oleh faktor pasien. Beberapa pasien kadang-kadang minta supaya setiap gejala yang dirasakannya diberikan obat secara tersendiri, misalnya pasien minta obat sakit kepala, obat nyeri badan, atau obat demam. Padahal, sebenarnyasemua gejala tersebut dapat diatasi dengan satu jenis obat karena semuagejala yang dideritanya merupakan kumpulan gejala dari suatu penyakit. Dalamtulisan ini akan dibahas beberapa jenis polifarmasi yang sering ditemukandalam praktik, dan beberapa jenis sediaan polifarmasi yang beredar dipasaran Indonesia.Dalam praktek sehari-hari penggunaan obat tidak rasional banyak dijumpai dan beragam jenisnya yaitu pemberian resep obat tanpa indikasi dimana sebenarnya obat tersebut tidak diperlukan, pemberian obat yang tidak tepat atau salah obat, pemberian resep obat yang mahal, pemberian obat yang tidak efektif atau manfaatnya masih diragukan, pemberian obat yang berbahaya, penggunaan yang kurang dari obat efektif yang tersedia serta pemberian resep polifarmasi.Untuk dapat menuliskan resep yang tepat dan rasional seorang dokter harus memiliki cukup pengetahuan dasar mengenai ilmu-ilmu farmakologi yaitu tentang farmakodinamik, farmakokinetik, dan sifat-sifat fisiko-kimia obat yang diberikan. Oleh karena itu dokter memainkan peranan penting dalam proses pelayanan kesehatan khususnya dalam melaksanakan pengobatan melalui pemberian obat kepada pasien. Kejadian penulisan resep yang tidak rasional dapat disebabkan oleh penulisan resep yang tidak esensial, dalam suatu surfei mengenai polifarmasi pada pasien dirumah sakit diaporkan terjadi insidens efek samiping, karena adanya kemungkinn interaksi obat.B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas permasalahan yang timbul adalah apakah pemberian resep polifarmasi yang diberikan oleh pasien pasca operasi sesar di RSIA Khadijah Makassar telah memenuhi kriteria penggunaan obat rasional sesuai dengan yang ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) dengan indikator INRUD (international Network for the Rational Use of Drugs). C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai peresepan dan kerasionalan penggunaan resep polifarmasi dari segi penggunaan resep yang mengandung 35 tahun dengan janin letak sungsang, persalina tak maju, dan anak menderita fetal distress syndrome (denyut jantung janin melemah).

Secara terperinci ada tujuh indikasi medis seorang ibu yang harus menjalani seksio sesarea yaitu:

1) Jika panggul sempit, sehingga besar anak tidak proporsional dengan indikasi panggul ibu (disporsi). Oleh karena itu, penting untuk melakukan pengukuran panggul pada waktu pemeriksaan kehamilan awal. Dengan tujuan memperkirakan apakah panggul ibu masih dalam batas normal.2) Pada kasus gawat janin akibat terinfeksi misalnya, kasus ketuban pecah dini (KPP) sehingga bayi terendam cairan ketuban yang busuk atau bayi ikut memikul demam tinggi. Pada kasus ibu mengalami preeklamsia/eklamsia, sehingga janin terpengaruh akibat komplikasi ibu.3) Pada kasus plasenta terletak dibawah yang menutupi ostium uteri internum (plasenta previa), biasanya plasenta melekat di bagian tengah rahim. Akan tetapi pada kasus plasenta previa menutupi ostium uteri internum. 4) Pada kasus kelainan letak. Jika posisi anak dalam kandungan letaknya melintang dan terlambat diperiksa selama kehamilan belum tua. 5) Jika terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkordinasi, hal ini menyebabkan tidak ada lagi kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim. (incordinate uterine-action). 6) Jika ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama kehamilan muncul gejala darah tinggi, ada protein dalam air seni, penglihatan kabur dan juga melihat bayangan ganda. Pada eklamsia ada gejala kejang-kejang sampai tak sadarkan diri. 7) Jika ibu mempunyai riwayat persalinan sebelumnya adalah seksio sesar maka persalinan berikutnya umumnya harus seksio sesar karena takut terjadi robekan rahim. Namun sekarang, teknik seksio sesar dilakukan dengan sayatan dibagian bawah rahim sehingga potongan pada otot rahim tidak membujur lagi. Dengan demikian bahaya rahim robek akan lebih kecil dibandingkan dengan teknik seksio dulu yang sayatan dibagian tengah rahim dengan potongan yang bukan melintang (Cunningham, et,al 2006. hal 592).C. Resep Obat Yang Rasional

Resep adalah sebuah pesanan dalam bentuk tulisan yang diberikan oleh dokter kepada apoteker. Disamping nama penderitanya, pesanan obat juga termasuk perintah kepada apoteker dan petunjuk untuk penderita. Resep juga didefinisikan sebagai pesanan/permintaantertulis dari seorang dokter kepada apoteker untuk membuat atau menyerahkan obat kepada pasien. Orang atau petugas yang berhak menulis resep ialah dokter; dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut; serta dokter hewan, terbatas pengobatan untuk hewan. Resep harus terbaca jelas dan lengkap. Jika resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada dokter penulis resep. Supaya proses pengobatan berhasil maka resepnya harus baik dan benar (rasional). Resep yang rasional harus memuat: 1. Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi, dan dokter hewan. 2. Tanggal penulisan resep (inscriptio). 3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. 4. Nama setiap obat atau komponen obat (invocatio). 5. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura). 6. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku (subscriptio). 7. Nama serta alamat pasien. 8. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal. Menurut (WHO, 1995) Peresepan rasional merupakan peresepan dimana pasien menerima obat yang tepat berdasarkan keperluan klinis dengan dosis, cara pemberian dan lamanya yang tepat, dan dengan cara yang mendorongketaatan pasien (patient compliance), dan dengan harga yang paling murah terhadap pasien dan komunitas. D. Uraian Polifarmasi

Polifarmasi didefinisikan sebagai penggunaan bersamaan 5 macam atau lebih obat-obatan oleh pasien yang sama. Namun, polifarmasi tidak hanya berkaitan dengan jumlah obat yang dikonsumsi. Secara klinis, kriteria untuk mengidentifikasi polifarmasi meliputi : 1. Menggunakan obat-obatan tanpa indikasi yang jelas. 2. Menggunakan terapi yang sama untuk penyakit yang sama. 3. Penggunaan bersamaan obat-obatan yang berinteraksi. 4. Penggunaan obat dengan dosis yang tidak tepat. 5. Penggunaan obat-obatan lain untuk mengatasi efek samping obat. Polifarmasi meningkatkan risiko interaksi antara obat dengan obat atau obat dengan penyakit. Populasi lanjut usia memiliki risiko terbesar karena adanya perubahan fisiologis yang terjadi dengan proses penuaan. Perubahan fisiologis ini, terutama menurunnya fungsi ginjal dan hepar, dapat menyebabkan perubahan proses farmakodinamik dan farmakokinetik obat tersebut. (Terrie, 2004)Jenis Polifarmasi

Beberapa jenis polifarmasi yang sering diberikan ialah:

1. Kombinasi antara dua jenis obat atau lebih yang mempunyai efek yang sama atau mirip untuk mengobati satu simptom.Seringkali parasetamol dikombinasi dengan salicylamide dan acetylsalicylic acid untuk mengobati pasien demam. Ketiga obat ini termasuk golongan antipyretic analgetic yang digunakan untuk menghilangkan demam dan rasa nyeri. Tujuan utama kombinasi obat sebenarnya untuk tercapainya potensiasi dan menurunkan efek samping obat. Tapi, contoh kombinasi di atas tidak menunjukkan adanya tujuan tersebut, malah menimbulkan efek samping yang lebih banyak, yang dapat ditimbulkan oleh masing-masing obat. Jenis kombinasi seperti ini tidak saja ditulis secara tersendiri oleh dokter, tapi juga telah ada sediaan obat dalam bentuk kombinasi tetap seperti kombinasi antara parasetamol dengan salicylamide, antara acetyl salicylic acid dengan parasetamol, atau antara metampyron dengan salicylamide. Kombinasi analgesik ini tidak memberikan keuntungan secara nyata, malah mungkin dapat menimbulkan bahaya dan yang jelas harganya akan menjadi lebih mahal. Menggunakan kombinasi analgesik juga akan mengkombinasi efek sampingmasing-masing kelas analgesik sebagai konsekuensinya. Kombinasi ini lebih sering menyebabkan kerusakan ginjal daripada penggunaan secara tunggal. Banyak lagi contoh-contoh polifarmasi yang tersedia dalam bentuk kombinasi tetap seperti obat reumatik, obat batuk, obat diare, obat asma bronkhiale, dan lain sebagainya yang dianggap tidak rasional dan mengundang lebih bayak timbulnya efek samping.2. Memberikan obat kombinasi dengan maksud mengurangi atau menghilangkan efek samping obat utama. Sama seperti contoh di atas, kombinasi sejenis ini tidak saja ditulis secaratersendiri oleh dokter, tapi juga tersedia dalam bentuk kombinasi tetap. Obat anti rheumatic (anti inflamasi) secara umum dapat menimbulkan iritasimukosa lambung, baik secara langsung ataupun secara tidak langsung melaluiproses penekanan synthese prostaglandin. Untuk mengurangi efek iritasi inimaka obat anti rheumatic ini dikombinasi dengan antasida, antagonis reseptorH2 (cimetidine, ranitidine), proton pump inhibitor (PPI), atau denganderivate PGEI (misoprostol). Tujuan kombinasi obat di sini ialah mengurangi efek samping obat utama, tidak mengharapkan terjadinya potensiasi, tapi mengabaikan proses interaksi obat yang dikombinasi, yang mungkin saja mengurangi efek obat utama. Dalam hal ini, obat kombinasi yang diberikan juga mempunyai efek samping dan kemungkinan lebih besar daripada obat utama. Kalau demikian halnya, maka akan berderet jumlah obat yang fungsinya menghilangkan efek samping obat lainnya, tapi justru akan menambah efek samping yang baru, sehingga akhirnya menyimpang dari tujuan pengobatan semula. Selain contoh obat kombinasi di atas, masih banyak lagi ditemukan di pasaran obat kombinasi yang sejenis. Misalnya, efek ngantuk Chlorpheniramine maleate dihilangkan dengan cafein, efek insomnia dari Aminophyline atau ephedrine dengan phenobarbital.3. Memberikan obat kombinasi dengan maksud meningkatkan absorpsi (Rate of Absorption and extenad of absorption) obat utama.Secara klinis, kombinasi ini ada yang bermakna dan ada pula yang tidak bermakna. Dalam hal ini, harus dipertimbangkan tentang efikasi obat, risk/benefit ratio, dan tentu saja harga. Contoh yang menarik ialah kombinasi antara parasetamol dengan metoklopramid. Metoklopramid mempengaruhi rate of absorption paracetamol sehingga puncak konsentrasi parasetamol dalam darah cepat dicapai. Tetapi, tidak mempengaruhi extend of absorption, sehingga jumlah parasetamol yang terdapat dalam darah tidak berubah. Efek yang sama efektifnya akan didapat dengan memberikan parasetamol dosis yang agak lebih tinggi. Kalau dipertimbangkan secara cost/benefit ratio maka didapat bahwa kombinasi antara metoklopramid dan parasetamol sama efektifnya dengan parasetamol dosis agak tinggi dengan harga yang jauh lebih murah dan tidak menambah efek samping obat. Berbeda halnya dengan kombinasi antara ergotamin dengan kafein. Ergotamin sulit diabsorpsi di saluran cerna sehingga untuk membantu absorspsinya (rate & extend of absorption) seiap 1 mg ergotamin/dikombinasi dengan 100 mg cafein. Kombinasi ini akan mempercepat dan memperbanyak absorpsi ergotamin. Walaupun kombinasi ini secara cost/benefit ratio menguntungkan, tapi tetap dianggap kurang rasional, karena ada cara pemberian yang lebih efektif, yaitu pemberian secara intravena atau intramuskuler.4. Memberikan kombinasi obat yang tak ada hubungannya dengan kinetik dan dinamik obat serta dengan penyakit pasien.

Kombinasi antara metampiron dengan vitamin neurotropik (B1, B2, B6, B12) banyak beredar di pasaran yang dikemas alam bentuk kombinasi tetap. Indikasi utama pemberian vitamin adalah penderita defisiensi vitamin. Vitamin neurotropik ini tidak menyembuhkan mialgia, sefalgia, ataupun atralgia dan pemberiannya pada pasien yang tak memerlukan akan membuang-buang obat dan uang. Contoh lain ialah pemberian antara antasid dengan tranquilizer seperti diazepam atau klordiazepam pada pasien yang menderita gastritis. Tranquilizer bukan obat gastritis, tapi obat penenang yang diberikan padapasien yang mengalami ansietas. Tidak menjadi masalah kalau pasiennya juga menderita ansietas, tapi kalau tidak maka diazepam atau klordiazepoksid yang diberikan akan menjadi mubazir. Malah akan menambah efek samping atau menimbulkan masalah ketergantungan.5. Memberikan obat lebih dari 3 jenis dalam sekali pemberian, juga termasuk kategori polifarmasi. Pemberian obat jenis ini sering diberikan pada pasien dengan banyak keluhan atau memang menderita banyak penyakit seperti diabetes mellitus, hipertensi, hiperkolesterolemia, dan rheumathoid arthritis. Dalam keadaan seperti ini, dokter harus bijaksana dalam mempertimbangkan dan menentukan penyakit dasarnya serta penyakit yang merupakan komplikasi penyakit dasar.6. Memberikan obat kombinasi dengan tujuan timbulnya efek potensiasi.

Pemberian kombinasi obat ini sering dilakukan pada antibiotika, baik secara kombinasi tetap atau tidak tetap. Sampai saat sekarang, hanya ada dua jenis antibiotika kombinasi tetap yang benar-benar bermakna secara klinik dandiakui oleh WHO, yaitu kotrimaksazol (kombinasi antara trimethoprim dengansulfametoksazol) dan koamoksiklaf (kombinasi antara amoksilin dengan asamklavulonat).E. Uraian Rumah SakitRumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personil terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar, 2003:8). Pada umumnya tugas rumah sakit ialah menyediakan keperluan untuk pemeliharaaan dan pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan (Siregar, 2003 : 10).Rumah sakit ibu dan anak Sitti Khadijah Makassar merupakan institusi yang unik, komplek dan sarat dengan masalah sehingga perlu dikelola dengan berbagai macam peraturan guna mewujudkan mutu layanan kesehatan sebgaimana diharapkan oleh semua pihak. Berbagai macam peraturan tersebut harus bersumber dari peraturan dasar yang lebih dikenal dengan sebutan Peraturan Internal Rumah Sakit atau Hoapital Bylaws, yang didalamnya berisi Peraturan Internal Korporasi dan Peraturan Internal Staf Medis. Disebut peraturan internal karena keberlakuannya terbatas di lingkup intern rumah sakit yang bersangkutan. G. Uraian Rekam MedikSetiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam medik yang memadai dari setiap penderita, baik untuk penderita rawat tinggal maupun penderita rawat jalan. Rekam medik ini harus secara akurat didokumentasikan, segera tersedia, dapat digunakan, mudah ditelusuri kembali (retrieving), dan lengkap informasi. Rekam medik adalah sejarah singkat, jelas dan akurat dari kehidupan dan kesakitan penderita ditulis dari sudut pandang medik (Siregar, 2003 : 17).

Kegunaan rekam medik :

1. Digunakan sebagai dasar perencanaan dan keberlanjutan perawatan penderita.

2. Merupakan suatu sarana komunikasi antar dokter dan setiap profesional yang berkonstribusi pada perawatan penderita.3. Melengkapi bukti dokumen terjadinya / penyebab kesakitan penderita dan penanganan / pengobatan selama tinggal di rumah sakit.4. Digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang diberikan kepada penderita.5. Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan praktisi yang bertanggung jawab.6. Menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan.7. Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data dalam rekaman medik, bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya pengobatan seorang penderita (Siregar, 2003 : 18)

BAB IIIMETODE PENELITIANA. Pendekatan dan Jenis PenelitianPenelitian yang dilakukan bersifat observasional (non ekspe-rimental) secara retrospektif, dalam hal ini dilakukan penelitian pada resep yang diberikan kepada pasien pasca operasi sesar dari resep di Instalasi Farmasi dan rekam medik. Kemudian hasil penelitian dianalisis secara deskriptif. B. Pengelolaan Peran PenelitiPeneliti berperan penting pada penelitian ini karena terjun langsung sebagai peneiti dan informanC. Lokasi PenelitianPenelitian ini dilakukan di RSIA Khadijah di Kota Makassar dan khususnya pada pasien ibu post op caesar pada bulan Juli - Agustus 2014. Penelitian tersebut dilakukan di RSIA Khadijah karena pada rumah sakit ini dikhususkan untuk pasien ibu dan anak sehingga memudahkan untuk pengambilan data.D. Sumber DataPenentuan sampel diperoleh dari jumlah pasien ibu pasca operasi sesar di instalasi rawat inap RSIA. Khadijah Makassar. Sampel yang diambil adalah secara menyeluruh dari jumlah pasien ibu pasca operasi sesar yang dirawat di instalasi rawat inap RSIA. Khadijah Makassar pada bulan Juli - Agustus 2014 yaitu sebanyak 39 pasien.

E. Prosedur Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dilakukan pada RSIA. Khadijah khususnya di instalasi farmasi dan rekam medik. Pengumpulan data dilakukan sebanyak 4 kali dalam bulan Juli Agustus, dimana pengumpulan data dilakukan pada pertengahan dan akhir bulan Juli Agustus. Pengumpulan data dilakukan peneliti guna mengetahui jumlah item obat pada suatu resep untuk penelitian tersebut.Data yang diperoleh adalah data sekunder yaitu dari rekam medis dan resep pasien ibu pasca operasi sesar di RSIA. Khadijah. Data yang diperoleh ditabulasi secara manual dan dihitung persentase penggunaan obat.F. Teknik Analisis DataTehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini guna membahas permasalahan yang dirumuskan digunakan tehnik analisis kualitatif. Dalam teknik analisis kualitatif, untuk menganalisis permasalahannya dilakukan secara deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan studi yang diposisikan sebagai bebas nilai (value free).Dengan kata lain, penelitian kualitatif sangat ketat menerapkan prinsip-prinsip objektivitas.Kriteria objektiv antara lain :1. Resep polifarmasi dilihat dari segi penggunaan resep mengandung