23
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi dan Tujuan Maintenance 2.1.1 Definisi Maintenance Perawatan atau yang lebih dikenal dengan kata Maintenance dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas pemeliharaan suatu fasilitas agar fasilitas tersebut dapat berfungsi dengan baik dalam kondisi siap pakai (Sudrajat, 2011). Berdasarkan definisi tersebut, maka terdapat beberapa alasan melakukan beberapa pekerjaan maintenance, antara lain (Sudrajat, 2011) : 1. Agar fasilitas dapat siap dipakai pada saat yang diperlukan. 2. Seiring dengan waktu, tentunya kondisi dari suatu fasilitas yang mengalami pemakaian, kemampuan kinerjanya lambat laun akan menurun kerena tanpa maintenance semua fasilitas tersebut akan melemah secara bertahap tapi pasti, sehingga tidak lagi mempunyai kemampuan kerja baik secara teknis maupun ekonomis. 3. Diharapkan akan dapat memperpanjang umur pakai dari fasilitas tersebut. Perkembangan dan evolusi perawatan terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: 1. Perawatan tidaklah dikenal sebagai suatu keilmuan tertentu. 2. Perawatan dianggap sebagai spesialisasi tersendiri. 3. Mulai memperhatikan perawatan pencegahan. 4. Mulai diperkenalkan aspek-aspek manajerial. 5. Peran perawatan masuk kedalam proses desain. 6

Skripsi Landasan Teori

  • Upload
    leduong

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 6

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi dan Tujuan Maintenance

2.1.1 Definisi Maintenance

Perawatan atau yang lebih dikenal dengan kata Maintenance dapat

didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang diperlukan untuk menjaga atau

mempertahankan kualitas pemeliharaan suatu fasilitas agar fasilitas tersebut dapat

berfungsi dengan baik dalam kondisi siap pakai (Sudrajat, 2011).

Berdasarkan definisi tersebut, maka terdapat beberapa alasan melakukan

beberapa pekerjaan maintenance, antara lain (Sudrajat, 2011) :

1. Agar fasilitas dapat siap dipakai pada saat yang diperlukan.

2. Seiring dengan waktu, tentunya kondisi dari suatu fasilitas yang mengalami

pemakaian, kemampuan kinerjanya lambat laun akan menurun kerena tanpa

maintenance semua fasilitas tersebut akan melemah secara bertahap tapi pasti,

sehingga tidak lagi mempunyai kemampuan kerja baik secara teknis maupun

ekonomis.

3. Diharapkan akan dapat memperpanjang umur pakai dari fasilitas tersebut.

Perkembangan dan evolusi perawatan terjadi melalui beberapa tahapan,

yaitu sebagai berikut:

1. Perawatan tidaklah dikenal sebagai suatu keilmuan tertentu.

2. Perawatan dianggap sebagai spesialisasi tersendiri.

3. Mulai memperhatikan perawatan pencegahan.

4. Mulai diperkenalkan aspek-aspek manajerial.

5. Peran perawatan masuk kedalam proses desain.

6

Page 2: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 7

2.1.2 Tujuan Maintenance

Maintenance adalah suatu kegiatan pendukung bagi kegiatan komersial,

maka seperti kegitan lainnya, maintenance harus efektif , efisien dan berbiaya

rendah. Dengan adanya biaya maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi

dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama

jangka waktu tertentu yang telah direncanakan dapat tercapai (Sudrajat, 2011).

Beberapa tujuan maintenance yang paling utama adalah:

1. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana

produksi.

2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang

dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu.

3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang diluar batas

dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang

ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan mengenai innvestasi tersebut.

4. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance secara efektif dan efisien.

5. Untuk menjamin keselamtan orang yang menggunakan sarana tersebut.

6. Memaksimalkan ketersediaan semua peralatan sistem produksi (mengurangi

downtime).

7. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin tersebut.

2.2 Jenis-jenis Kebijakan Maintenance

2.2.1 Perawatan Kerusakan (Breakdown Maintenance)

Perawatan kerusakan dapat diartikan sebagai kebijakan perawatan dengan

cara mesin/peralatan dioperasikan hingga rusak, kemudian baru diperbaiki atau

diganti. Kebijakan ini merupakan strategi yang sangat kasar dan kurang baik

karena dapat menimbulkan biaya tinggi, kehilangan kesempatan untuk mengambil

keuntungan bagi perusahaan yang diakibatkan terhentinya mesin, keselamatan

Page 3: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 8

kerja tidak terjamin, kondisi mesin tidak diketahui, dan tidak ada perencanaan

waktu, tenaga kerja maupun perencanaan biaya yang baik (Sudrajat, 2011).

Metode ini dikenal juga sebagai perawatan yang didasarkan pada

kerusakan (failure based maintenance). Kebijakan perawatan ini kurang sesuai

untuk mesin-mesin dengan tingkat kritis yang tinggi atau mempunyai harga yang

mahal, dan hanya cocok untuk mesin-mesin sederhana dimana tidak memerlukan

perawatan secara intensif.

Keuntungan dari kebijakan perawatan kerusakan, yaitu:

1. Murah dan tidak perlu melakukan perawatan.

2. Cocok untuk mesin/peralatan yang murah, sederhana dan modular.

Kerugian dari kebijakan perawatan kerusakan, yaitu:

1. Kasar dan berbahaya.

2. Menimbulkan kerugian yang besar bila ditetapkan pada mesin yang mahal,

kompleks, dan dituntut keselamatan tinggi.

3. Tidak bisa menyiapkan sumber daya manusia.

2.2.2 Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)

Preventive Maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan

yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak

terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas

produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi

(A.Sudrajat,2011).

Semua fasilitas produksi yang diberikan preventive maintenance akan

terjamin kelancarannya dan selalu diusahakan dalm kondisi atau keadaan yang

siap digunakan untuk setiap operasi atau proses produksi pada setiap saat.

Sehingga dimungkinkan pembuatan suatu rencana dan jadwal pemeliharaan dan

perawatan yang sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat. Tujuan

preventive maintenance dimaksudkan untuk memaksimalkan availability, dan

Page 4: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 9

meminimasikan ongkos peningkatan reliability. Dengan lingkup kegiatan hanya

mencakup area process (operation, utility, main process dan lain lain) atau bisa

diperluas ke area lain seperti building office dan fasilitas umum (Sudrajat, 2011).

Criteria penentuan fasilitas yang masuk dalam program perawatan

pencegahan dapat dilihat dari sebagai berikut:

1. Apakah kerusakan alat berdampak pada safety?

2. Apakah kerusakan alat dapat menyebabkan system down?

3. Apakah repair cost nya tinggi dan lama?

4. Ketersediaan spare part dari fasilitas tersebut.

5. Kondisi kerja dari fasilitas tersebut.

2.2.3 Perawatan Terjadwal (Schedule Maintenance)

Perawatan terjadwal merupakan bagian dari perawatan pencegahan.

Perawatan ini bertujuan mencegah terjadinya kerusakan dan perawatannya

dilakukan secara periodic dalm rentang waktu tertentu. Strategi perawaytan ini

disebut juga sebagai perawatan berdasarkan waktu (time based maintenance).

Kebijakan perawatan ini cukup baik dalam mencegah terhentinya mesin yang

tidak direncanakan. Rentang waktu perawatan ditentukan berdasarkan

pengalaman, data masa lalu atau rekomendasi dari pabrik pembuat mesin yang

bersangkutan tersebut. Kekurangannya jika rentang waktu perawtan terlalu

pendek akan mengganggu aktivitas produksi dan dapat meningkatkan kesalahan

yang timbul karena kurang cermatnya teknisi dalam memasang kembali

komponen yang diperbaiki serta kemungkinan adanya kontaminasi yang masuk

kedalam mesin. Jika rentang waktu perawatan terlalu panjang, maka kemungkinan

mesin akan mengalami kerusakan sebelum tiba waktu perawatan, selain itu jika

kondisi mesin atau komponen mesin/peralatan masih baik dan menurut jadwal

harus sudah diganti atau diperbaiki akan menimbulkan kerugian (Sudrajat, 2011).

Page 5: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 10

2.2.4 Perawatan Prediktif (Predictive Maintenance)

Perawatan prediktif ini merupakan bagian dari perawatan pencegahan dan

dapat diartikan sebagai strategi perawatan dimana pelaksanaannya didasarkan

pada kondisi mesin itu sendiri. Untuk menentukan kondisi mesin harus dilakukan

tindakan pemeriksaan atau monitoring secara rutin, jika terdapat tanda atau gejala

kerusakan maka segera dilakukan tindakan perbaikan untuk mencegah kerusakan

lebih lanjut, jika tidak terjadi kerusakan maka segera pula diketahui (Sudrajat,

2011).

Perawaran prediktif disebut juga perawatan berdasarkan kondisi

(Condition Based Maintenance) atau juga disebut monitoring kondisi mesin

(Machinery Condition Monitoring), yang artinya sebagai penentuan kondisi mesin

dengan cara memeriksa mesin secara rutin, sehingga dapat diketahui keandalan

mesin serta keselamatan kerja terjamin.

Kegiatan monitoring yang harus dipenuhi yaitu dengan menetapkan

langkah-langkah inpeksi/pemeriksaan , merencanakan prosedur inpeksi sehingga

dapat menghemat waktu dan melakukan pemeriksaan secara rutin terhadap

kelengkapan mesin dan peralatan agar dapat melakukan kegiatan sebagai berikut:

1. Memastikan system beroperasi sesuai rencana.

2. Melakukan pemeriksaan terhadap kondisi mesin.

3. Melakukan evaluasi potensi yang akan menimbulkan gangguan dan kerusakan

mesin.

4. Melakukan penaksiran terjadinya kerusakan

5. Melakukan identifikasi komponen-komponen pengganti.

6. Membuat jadwal perbaikan berdasarkan kebutuhan.

Dilakukan kegiatan inspeksi dapat diketahui kondisi mesin/peralatan

secara pasti dan gejala kerusakan dapat terdeteksi secara dini. Ada beberapa

perhitungan dalam menentukan frekuensi untuk melakukan inspeksi, yaitu beban

Page 6: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 11

kerja, umur, pengalaman dan kritisnya fasilita, kegiatan dilakukan bisa berupa

sebagai berikut:

1. Perawatan, yang merupakan langkah pemeliharaan secara rutin yang

didasarkan pada cara perawatan harian, mingguan, bulanan dan seterusnya atau

bisa juga didasarkan pada jumlah jam pemaksaian tertentu atau satuan

output/produksi.

2. Perbaikan, yang dimaksud dengan perbaikan disini adalah perbaikan kecil

yang mungkin timbul dari pemeriksaan.

Tujuan perawatan prediktif ini adalah:

Mereduksi breakdown dan kecelakaan yang disebabkan oleh kerusakan

alat.

Meningkatkan waktu operasi dan produksi.

Mereduksi waktu dan cost of maintenance,

Meningkatkan kualitas produk dan pelayanan.

2.3 Standar dalam Perencanaan Perawatan

Standar adalah salah satu bentuk rencana dari perencanaaan dala proses

manajemen dan merupakan satu gambaran pencapaian yang diharapakan dari

kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan dalam memecahkan situasi

permasalahan.

Jenis- jenis standar dalam perusahaan secara umum, yaitu:

Standar teknik, penerapan pada tingkat produktif suatu bisnis, antara lain seperti

material, komponen-komponen, produk, proses pengerjaan, prosedur dan metoda

pengerjaan, metode pengetesan/pengujian, gambar kerja dan lain-lain.

Standar manajerial, penerapannya pada tingkat administrative suatu bisnis, antara

lain seperti kebijakan perusahaan, prosedur tenaga kerja, sistem akuntansi,

evaluasi performansi dan lain-lain.

Page 7: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 12

Standar kerja perencanaan merupakan hal penting dalam manajemen

manufacturing guna menghadapi persaingan bisnis terutama dalam

menyeimbangkan segitiga Quality, Delivery dan Cost. Perawatan memerlukan

estimasi kerja perencanaan yang akurat dalam menunjang kelancaran sistem

produksi, perawatan juga memerlukam standar-standar kerja untuk digunakan

sebagai tolak ukur dalam menentukan Work Content (Kadar Kerja) dan sebagai

dasar dalam melakukan pengambilan keputusan yang tepat (Sudrajat, 2011).

2.4 Total Productive Manitenance (TPM)

2.4.1 Pendahuluan

Manajemen pemeliharaan msin/peralatan modern dimulai dengan apa yang

disebut preventive Maintenance yang kemudian berkembang menjadi productive

maintenance. Kedua metode pemeliharaan ini umumnya disingkat dengan PM dan

pertama diterpakan oleh industri-industri manufaktut di Amerika Serikat dan pusat

segala kegiatannya ditempatkan satu departemen yang disebut maintenance

departemen (Nakajima, 1988).

Preventive maintenance mulai dikenal pada tahun 1950-an yang kemudian

berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang ada, kemudian pada

tahun 1960-an muncul apa yang disebut productive maintenance. Total

Productive Maintenance (TPM) mulai dikembangkan pada tahun 1970-an pada

perusahaan di Negara jepang yang merupakan pengembang konsep maintenance

yang diterapkan pada industry manufaktur Amerika Serikat yang disebut

preventive maintenance. Seperti dapat dilihat masa periode perkembangan PM di

Jepang dimana periode tahun 1950-an juga bisa dikategorikan sebagai periode

break down (Nakajima, 1988). Mempertahankan kondisi mesin/peralatan yang

mendukung pelaksanaan produksi merupakan komponen penting dalam

pelaksanaan pemeliharaan unit produksi. Tujuan pemeliharaan produktif

(productive maintenance) adalah untuk mencapai apa yang disebut dengan

profitable PM.

Page 8: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 13

2.4.2 Definisi Total Productive Miantenance (TPM)

TPM adalah hubungan kerjasama yang erat antara perawatan dan

organisasiproduksi secara menyeluruh yang bertujuan untuk meningkatkan

kualitas produksi, mengurangi waste, mengurangi biaya produksi, meningkatkan

kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan system perawatan

pada perusahaan manufaktur (Nakajima, 1988). Secara menyeluruh definisi dari

total productive maintenance (TPM) mencakup lima elemen yaitu sebagai berikut

(Nakajima,1988) :

1. TPM bertujuan untuk menciptakan suatu sistem preventive maintenance (PM)

untuk memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan.

2. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektifitas mesin/peralatan secara

keseluruhan (overall effectiveness).

3. TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen (seperti engineering, bagian

produksi dan maintenance).

4. TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi hingga

para karyawan/operator lantai produksi.

5. TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM

melalui manajemen motivasi.

2.4.3 Manfaat Total Productive Maintenance (TPM)

Manfaat dari TPM secara sistematik dalam rencana kerja jangka panjang

pada perusahaan khususnya menyangkut faktor-faktor berikut: (Nakajima,1988).

1. Peningkatan produktifitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM akan

meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan.

2. Meningkatkan kualitas mesin dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada

mesin/peralatan dan downtime mesin dengan metode terfokus.

3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa

gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan.

Page 9: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 14

4. Biaya produksi rendah, karena kerugian dapat dikurangi dengan efektifitas

pekerjaan.

5. kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik.

6. meningkatkan motivasi kerja, karena hak dan tanggung jawab menjadi tugas

bagian setiap pekerja.

2.5. Pengukuran Waktu

2.5.1 Pengukuran Waktu

Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu

kerja yang baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang

telah disiapkan (stopwatch, pulpen/pensil, kertas/buku untuk mencatat hasil

pengamatan waktu). Bila operator telah siap di depan mesin atau di tempat kerja

lain yang waktu kerjanya akan diukur, pengukur memilih posisi untuk tmpat dia

berdiri mengamati dan mencatat. Pengukuran waktu ditujukan juga untuk

mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan

secara wajar oleh seseorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan

yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Sistem kerja yang baik merupakan

yang dapat bekerja dengan cepat sesuai dengan waktu baku. Untuk tercapainya

kegiatan kerja yang baik maka diperlukan perhitungan waktu baku yang tepat

sesuai data. Ada beberapa waktu yang dapat dihitung dari kasus tersebut yaitu

waktu siklus, waktu normal, waktu baku/standar (Sutalaksana, 2006).

Waktu siklus

Waktu siklus adalah waktu antara penyelesaian dari dua pertemuan berturut-

turut, asumsikan konstan untuk semua pertemuan. Dapat dikatakan waktu siklus,

merupakan hasil pengamatan secara langsung yang tertera dalam stopwatch.

Rumus penghitungan waktu siklus:

Ws =

N

Xi

Dimana Ws = waktu siklus

Page 10: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 15

i

X = total pengamatan operasi waktu kerja

N = jumlah pengamatan

Waktu normal

Waktu normal merupakan waktu kerja yang telah mempertimbangkan faktor

penyesuaian, yaitu waktu siklus rata-rata dikalikan dengan faktor penyesuaian.

Rumus perhitungan waktu normal:

Wn = P*Ws

Dimana: Wn = waktu normal

Ws = waktu siklus

P = faktor penyesuaian

Waktu baku/standar

Waktu baku/standar adalah waktu yang sebenarnya digunakan operator

untuk memproduksi satu unit dari data jenis produk. Waktu standar untuk setiap

part harus dinyatakan termasuk toleransi untuk beristirahat untuk mengatasi

kelelahan atau untuk faktor-faktor yang tidak dapat dihindarkan.

Rumus penghitungan waktu baku:

Wb = (1+A%)*Wn

Dimana: Wb = waktu baku

Wn = waktu normal

A% = kelonggaran

2.5.2 Penyesuaian dan Kelonggaran Data

Pembakuan sistem kerja tidak dapat dilepasakan dari dua aspek berikut,

yaitu: pemberian penyesuain dan pemberian kelonggaran. Penyesuaian diberikan

Page 11: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 16

berkenaan dengan tingkat kecepatan kerja yang dilakukan pekerja dalam

melakukan pekerjaannya. Sedangkan kelonggaran diberikan berkenaan dengan

adanya sejumlah keadaan di luar kerja, yaitu terjadi selama pekerjaan

berlangsung. Secara sistematis, perhitungan waktu baku dapat digambarkan

sebagai berikut (Sutalaksana, 2006):

Penyesuian Kelonggaran

Gambar 2.1. Perhitungan Waktu Baku

Pemberian penyesuainan dan kelonggaran secara bersama-sama,

selayaknya dapat dirasakan adil (fair), baik dari sisi pekerja maupun sisi

manajemen. Terdapat beberapa cara untuk menentukan faktor penyesuaian

diantaranya yaitu (Sutalaksana, 2006):

1. Persentase

Cara yang paling awal digunakan dalam melakukan penyesuaian. Disini,

besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui

pengamatannya selama melakukan pengukuran.

2. Shummard

Cara ini memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas

performance kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri.

Kelas-kelas tersebut dibagi menjadi beberapa kelas seperti pada tabel 2.1.

Waktu Siklus (WS)

Waktu Normal (WN)

Waktu Normal (WN)

Page 12: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 17

Tabel. 2.1 Tabel Penyesuaian menurut cara Shumard

Kelas Penyesuaian Kelas Penyesuaian

Super fast 100 Good - 65

Fast + 95 Normal 60

Fast 90 Fair + 55

Fast -

Excellent

85

80

Fair

Fair -

50

45

Good + 75 Poor 40

Good 70

3. Weshtinghouse

Cara ini mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan

kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu Keterampilan, Usaha,

Kondisi kerja dan Konsistensi.

Keterampilan terbagi atas : Super skill, Excellent Skill, Good Skill,

Average Skill, Fair Skill, dan Poor Skill.

Usaha terbagi atas : Excessive effort, Excellent effort, Good

effort, Average effort, Fair effort, dan

Poor effort.

Kondisi kerja terbagi atas : Ideal, Excellent, Good, Average, Fair dan

Poor.

Konsistensi terdiri atas : Perfect, Excellent, Good, Average, Fair dan

Poor.

4. Objektif

Kelonggaran diberikan untuk hal-hal sebagai berikut:

1. Kebutuhan pribadi

Kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum sekadarnya untuk

menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap- cakap dengan teman

sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan kerja.

Page 13: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 18

2. Menghilangkan rasa fatique

Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik

jumlah maupun kualitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya

kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan

mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya

adalah kesulitan kedalam menentukan pada saat-saat mana menurunnya hasil

produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak

kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya.

3. Hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan.

Contohnya adalah:

Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.

Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.

Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat.

Mengasah peralatan potong.

2.5.3 Tingkat Ketelitian & Tingkat Keyakinan

Waktu yang dicari dalam pengukutran waktu proses adalah waktu yang

sebenarnya dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Tingkat ketelitian

dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh

pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat

banyak karena adanya berbagai keterbatasan (Sutalaksana, 2006).

Tingkat ketelitian menunjukan penyimpangan maksimum hasil

pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Tingkat ketelitian ini biasanya

dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya). Sedangkan

tingkat keyakinan menunjukan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang

diperoleh memenuhi syarat ketelitian tersebut. Tingkat keyakinan juga dinytakan

dengan persen. Jadi tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% artinya

bahwa pengukur membolehkan rata-rata hasil pengukurannya menyimpang sejauh

5% dari rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan berhasil hal ini adalah 95%

(Sutalaksana, 2006).

Page 14: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 19

xX 3BKB =

2.5.4. Uji Keseragaman Data

Uji keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data-data yang

diperoleh sudah ada dalam keadaan terkendali atau belum. Keadaan sistem yang

selalu berubah dapat diterima, asalkan perubahannya memang merupakan

perubahan yang sepantasnya terjadi. Waktu proses yang dihasilkan sistem juga

pasti berubah namun harus dalam batas kewajaran (Sutalaksana, 2006).

Salah satu tujuan uji keseragaman data adalah untuk mendapatkan data

yang seragam. Suatu alat yang dapat mendeteksi ketidakseragaman data adalah

batas-batas kontrol. Data yang dikatakan seragam apabila berasal dari sitem sebab

yang sama dan berada diantara batas kelas (batas kelas atas dan batas kelas

bawah), sedangkan data dikatakan tidak seragam apabila berasal dari sistem sebab

yang berbeda dan berada diluar batas kelas (Sutalaksana, 2006).

Batas kelas bawah dan batas kelas atas dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:

BKA =

Dimana: BKA = Batas Kendali Atas

BKB = Batas Kendali Bawah ............................................(2.1)

X = Nilai Rata-rata Sempel

3 = Standar Devisiasi

2.5.5 Uji Kecukupan Data

Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui jumlah data yang

diperoleh telah memenuhi jumlah pengamatan yang dibutuhkan dalam

pengukuran atau belum, sesuai dengan tingkat ketelitian yang diinginkan. Rumus

yang digunakan untuk melakukan uji kecukupan adalah sebagai berikut:

(Sutalaksana, 2006).

....................................................................(2.2)

xX 3

Page 15: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 20

Dimana:

N’ = Jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan.

K = Tingkat kepercayaan dalam pengamatan

S = Derajat ketelitian dalam pengamatan (5%).

N = Jumlah pengamatan yang sudah dilakukan.

Xi = Data pengamatan.

2.6. Pengujian Model Efisiensi Mesin

Setiap penelitian diperlukan adanya model atau cara untuk mencapai suatu tujuan

penelitian yang dilakukan oleh seseorang. Adapun bangun model yang dibuat

dalam penelitian ini adalah seperti pada gambar 2.2.dibawah ini (Lembaga

Manajemen PPM, Gemba Kaizen).

Gambar 2.2. Model Perhitungan Efisiensi Mesin

A

Tingkat Waktu

Operasi

Waktu Muat

Waktu Gangguan

B

Tingkat Kemampuan

Operasi

Tingkat Kecepatan

Operasi

Waktu Operasi

Bersih

C

Tingkat Hasil Produksi

Bersih

Waktu Siklus Standar

Waktu Siklus

Sebenarnya

Page 16: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 21

Model perhitungan efisiensi total mesin tersebut merupakan model yang

digunakan untuk mengetahui tingkat keborosan atau kerusakan yang terjadi pada

mesin. Adapun penjelasan dari bentuk model di atas adalah sebagai berikut:

1. Efisiensi Total, merupakan nilai akhir yang didapat dari hasil perkalian tingkat

waktu operasi, tingkat kemampuan operasi, dan tingkat hasil produksi bersih.

Efisiensi Total = Tingkat Waktu Operasi x Tingkat Kapasitas Operasi x

Tingkat Hasil Produksi Bersih

2. Tingkat Waktu Operasi adalah waktu operasi sebenarnya dibandingkan

dengan waktu muat (waktu peralatan harus beroperasi), yang dapat dihitung

dengan cara sebagai berikut:

Tingkat Waktu Operasi = Waktu Muat – Waktu Gangguan

Waktu Muat

Waktu muat dalam penelitian ini adalah waktu dimana peralatan harus

beroperasi. Sedangkan waktu gangguan adalah hambatan atau kerusakan yang

terjadi pada saat mesin beroperasi.

3. Tingkat Kemampuan Operasi, merupakan tingkat kemampuan mesin

beroperasi dalam menghasilkan produk. Dapat dihitung dengan cara:

Kemampuan Operasi = Tingkat Kecepatan Operasi x Waktu Operasi Bersih

Tingkat kecepatan operasi ini adalah perbedaan kecepatan antara kecepatan

peralatan (waktu siklus/jumlah gerakan) dengan kecepatan sebenarnya.

Sedangkan waktu operasi bersih adalah ukuran kestabilan kecepatan operasi

dari setiap unit.

4. Tingkat Hasil Produksi Bersih, merupakan kemampuan kapasitas produksi

yang dhasilkan pada setiap periodenya. Dapat dihitung dengan cara sebagai

berikut:

Tingkat Waktu Operasi Bersih = Jumlah Produk x Waktu Siklus Sebenarnya

Waktu Muat – Waktu Gangguan

X 100

Page 17: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 22

Jumlah produk adalah kapasitas produksi yang dihasilkan. Sedangkan waktu

siklus sebenarnya adalah waktu operasi yang dihasilkan oleh mesin dalam

setiap unit.

2.7. Line Balancing

Line balancing merupakan metode penugasan sejumlah pekerjaan ke

dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan/berhubungan dalam suatu

lintasan atau lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu yang tidak

melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Menurut Gasperz (2000), line

balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu

assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya work station dan

meminimumkan total harga idle time pada semua stasiun untuk tingkat output

tertentu, yang dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per unit produk

yang di spesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus

dipertimbangkan. Selain itu dapat pula dikatakan bahwa line balancing sebagai

suatu teknik untuk menentukan product mix yang dapat dijalankan oleh suatu

assembly line untuk memberikan fairly consistent flow of work melalui assembly

line itu pada tingkat yang direncanakan.

Assembly line itu sendiri adalah suatu pendekatan yang menempatkan

fabricated parts secara bersama pada serangkaian workstations yang digunakan

dalam lingkungan repetitive manufacturing atau dengan pengertian yang lain

adalah sekelompok orang dan mesin yang melakukan tugas-tugas sekuensial

dalam merakit suatu produk, sedangkan idle time adalah waktu dimana

operator/sumber-sumber daya seperti mesin, tidak menghasilkan produk karena:

setup, perawatan (maintenance), kekurangan material, kekurangan perawatan, atau

tidak dijadwalkan.

Tujuan line balancing adalah untuk memperoleh suatu arus produksi yang

lancar dalam rangka memperoleh utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja,

dan peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antar work station, dimana

setiap elemen tugas dalam suatu kegiatan produk dikelompokkan sedemikian rupa

dalam beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan sehingga diperoleh

keseimbangan waktu kerja yang baik. Permulaan munculnya persoalan line

Page 18: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 23

balancing berasal dari ketidak seimbangan lintasan produksi yang berupa adanya

work in process pada beberapa workstation.

Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan

lintasan produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time)

dan meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang (balance delay).

Sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah sebagai berikut:

1. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap

workstation sehingga setiap workstation selesai pada waktu yang

seimbang dan mencegah terjadinya bottle neck. Bottle neck adalah

suatu operasi yang membatasi output dan frekuensi produksi.

2. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar.

3. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas.

Penyeimbangan lintasan memerlukan metode tertentu yang sistematis. Metode

penyeimbngan lini rakit yang biasa digunakan antara lain:

1. Metode formulasi dengan program sistematis

2. Metode Kilbridge-Wester Heruistic\

3. Metode Helgeson-Birnie

4. Metode Moodie Young

5. Metode Immediate Update First-Fit Heruistic

6. Metode Rank And Assign Heruistic

Syarat dalam pengelompokan stasiun kerja:

1. Hubungan dengan proses terdahulu

2. Jumlah stasiun kerja tidak boleh melebihi jumlah elemen kerja

3. Waktu siklus lebih dari atau sama dengan waktu maksimum dari tiap

waktu di stasiun kerja dari tiap elemn pengerjaan

Istial-Istilah Dalam Line Balancing

Precedence diagram

Merupakan gambaran secara grafis dari urutan kerja operasi kerja, serta

ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan

pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya. Adapun tanda-

tanda yang dipakai sebagai berikut: (Apple, James, 1990).

Page 19: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 24

Symbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk

mempermudah identifikasi dari suatu proses operasi.

Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi.

Dalam hal ini, operasi yang berada pada pangkal panah berarti

mendahului operasi kerja yang ada pada ujung anak panah.

Angka di atas symbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan

untuk menyelesaikan setiap operasi.

Asssamble product

Adalah produk yang melewati urutan work stasiun di mana tiap work

stasiun (WS ) memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi produk akhir

pada perakitan akhir.

Work elemen

Elemen operasi merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang

dilakukan.

Waktu operasi (Ti)

Adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi.

Work stasiun (WS)

Adalah tempat pada lini perakitan di mana proses perakitan dilakukan.

Setelah menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja efisien dapat

ditetapkan dengan rumus berikut:

.......................................................(2.3)

Di mana:

Ti : waktu operasi/elemen ( I=1,2,3,…,n)

C :waktu siklus stasiun kerja

N : jumlah elemen

Kmin : jumlah stasiun kerja minimal

Page 20: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 25

Cycle time (CT)

Merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk satu

stasiun. Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan, maka waktu

siklus dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi. Pada

saat mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah produksi tertentu,

waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang

merupakan penyebab terjadinya bottle neck (kemacetan) dan waktu siklus juga

harus sama atau lebih kecil dari jam kerja efektif per hari dibagi dari jumlah

produksi per hari, yang secara matematis dinyatakan sebagi berikut

..............................................(2.4)

Di mana:

ti max : waktu operasi terbesar pada lintasan

CT : waktu siklus (cycle time)

P : jam kerja efektif per hari

Q : jumlah produksi per hari

Station time (ST)

Jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan pada suatu stasiun kerja

yang sama.

Idle time (I)

Merupakan selisih(perbedaan0 antara cycle time (CT) dan stasiun time

(ST) atau CT dikurangi ST.

Balance delay (D)

Sering disebut balancing loss, adalah ukuran dari ketidakefisiensinan

lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan

karena pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja.

Balance delay ini dinyatakan dalam persentase. Balance delay dapat dirumuskan:

...............................................(2.5)

Di mana:

n : jumlah stasiun kerja

C : waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja

Page 21: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 26

: jumlah waktu operasi dari semua operasi

: waktu operasi

: balance delay (%)

Line efficiency (LE)

Adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus

dikalikan jumlah stasiun kerja.

......................................(2.6)

Di mana:

STi : waktu stasiun dari stasiun ke-1

K : jumlah(banyaknya) stasiun kerja

CT : waktu siklus

Smoothes index (SI)

Adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relative dari

penyeimbangan lini perakitan tertentu.

SI= ....................................................(2.7)

Di mana:

St max : maksimum waktu di stasiun

Sti : waktu stasiun di stasiun kerja ke-i

Output production (Q)

Adalah jumlah waktu efektif yang tersedi dalam suatu periode dibagi

dengan cycle time.

.......................................................(2.8)

Di mana:

T : jam kerja efektif penyelesaiaan produk

C : waktu siklus terbesar

2.8 Efisiensi Mesin

Efisiensi mesin menggambarkan tingkat efektifitas mesin bekerja. Secara

alamiah setiap proses memerlukan energi, menghasilkan kerja untuk melakukan

Page 22: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 27

proses, kemudian ada energi yang harus dibuang. Apabila proses ini tidak berjalan

dengan semestinya, maka mesin tersebut dinyatakan dalam keadaan sakit dan

tidak bisa beroperasi, dalam kondisi ini maka mesin dinyatakan dalam keadaan

rusak. Mesin merupakan salah satu faktor produksi yang menentukan kelancaran

suatu proses produksi. Agar proses produksi berjalan secara efisien, maka yang

membantu dalam proses produksi haruslah dapat tetap digunakan dengan baik.

Usaha untuk dapat mempergunakan terus peralatan atau fasilitas tersebut agar

kontinuitas produksi tetap terjamin, maka dibutuhkan kegiatan pemeliharaan

(maintenance). berdasarkan

Kegiatan maintenance tidak dapat diabaikan karena sebagian kegiatan

pengolahan yang dilakukan pada kegiatan proses produksi pada perusahaan

industri yang menggunakan mesin. Perusahaan yang berproduksi tanpa

memperhatikan pemeliharaan berarti telah menghilangkan masa depan perusahaan

tersebut. Pada jangka pendek perusahaan memang dapat menekan biaya produksi

karena tidak perlu mengeluarkan biaya maintenance yang cukup besar untuk

memenuhi permintaan pelanggannya, akan tetapi dalam jangka panjang

perusahaan akan mengalami kesulitan dalam kegiatan proses produksinya yang

membutuhkan biaya yang besar atau perbaikan-perbaikan dari mesin-mesin dan

fasilitas pabrik yang tidak terpelihara dengan baik, seperti kerusakan, kemacetan,

dan terlebih tidak jalan sama sekali.

Total Productive Maintenance (TPM) dirancang untuk mencegah

terjadinya suatu kerugian karena penghentian kerja yang disebabkan oleh

kegagalan dan penyesuaian, kerugian kecepatan dan pengurangan kecepatan, dan

kerugian karena cacat yang disebabkan oleh cacat dalam proses dimulainya dan

penurunan hasil dengan meningkatkan metode manufaktur dengan penggunaan

dan pemeliharaan perlengkapan, tujuannya adalah untuk memaksimalkan efisiensi

sistem produksi secara keseluruhan. Efisiensi keseluruhan peralatan dan mesin

adalah suatu indeks TPM untuk melihat secara keseluruhan kondisi lini dan

efektifitas peralatan secara keseluruhan.

Nilai efisiensi mesin merupakan parameter kualitas dari kegiatan produksi.

Adapun standar dari JIPM (Japan Institute of Plant Maintenance) indeks

efektifitas dan efisiensi peralatan dan mesin adalah ≥ 85%, apabila nilai efisiensi

Page 23: Skripsi Landasan Teori

Skripsi Landasan Teori

Universitas Widyatama 28

peralatan dan mesin yang didapat lebih besar dari 85%, maka nilai tersebut sudah

dikatakan memenuhi standar, dan apabila nilai efisiensi yang didapat kurang dari

85% maka dapat dikatakan tidak memenuhi standar dan perlu dilakukan perbaikan

untuk meningkatkan nilai efisiensi tersebut. Semakin singkat waktu perbaikan

maka semakin baik kualitas perawatan dan akan dapat menghasilkan produk yang

baik yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan konsumen (Nakazima,

Seichi. 1988).