86
SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN UNTUK MENINGKATKAN KADAR SERAT PANGAN PADA NUGGET IKAN NILA (Oreochromis sp.) FATIMAH ABDILLAH F24102035 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

SKRIPSI

PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN UNTUK

MENINGKATKAN KADAR SERAT PANGAN PADA

NUGGET IKAN NILA (Oreochromis sp.)

FATIMAH ABDILLAH

F24102035

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

SKRIPSI

PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN UNTUK

MENINGKATKAN KADAR SERAT PANGAN PADA

NUGGET IKAN NILA (Oreochromis sp.)

Oleh :

FATIMAH ABDILLAH

F24102035

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 3: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN UNTUK

MENINGKATKAN KADAR SERAT PANGAN PADA

NUGGET IKAN NILA (Oreochromis sp.)

Oleh :

FATIMAH ABDILLAH

F24102035

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Dilahirkan pada tanggal 8 April 1985 di Kediri

Tanggal lulus : Agustus 2006

Menyetujui,

Bogor, 30 Agustus 2006

Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS.

Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Page 4: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Fatimah Abdillah. F24102035. Penambahan Campuran Tepung Wortel dan

Karagenan untuk Meningkatkan Kadar Serat Pangan pada Nugget Ikan Nila

(Oreochromis sp.). Dibawah Bimbingan Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS.

2006.

RINGKASAN

Produk beku siap saji merupakan suatu produk yang telah mengalami

proses pemanasan kemudian dibekukan. Salah satu produk beku siap saji adalah

nugget ikan nila. Pembuatan nugget ikan nila dengan penambahan tepung wortel

dan karagenan sebagai sumber serat pangan merupakan salah satu alternatif untuk

mengatasi kesulitan anak-anak dalam mengkonsumsi sayuran serta memenuhi

tuntutan konsumen untuk tersedianya produk pangan yang praktis, lezat, bergizi

dan memiliki sifat fungsional yang baik.

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan potensi sumber daya

perikanan darat, terutama ikan nila menjadi salah satu produk makanan beku yang

siap saji yaitu nugget ikan. Selama ini produk nugget ikan komersial bahan

bakunya hanya berasal dari ikan laut, padahal isu yang berkembang saat ini adalah

banyaknya ikan laut segar yang ditangkap dan diawetkan dengan menggunakan

formalin. Penelitian ini juga bertujuan untuk mempelajari proses pembuatan

produk beku siap saji, terutama nugget ikan nila, dengan mengetahui tingkat

penambahan tepung wortel dan karagenan dalam formulasi.

Pada nugget yang diberi enam kelompok perlakuan (enam formula) dilihat

pengaruh konsentrasi tepung wortel dan karagenan terhadap sifat organoleptik

secara keseluruhan. Konsentrasi tepung wortel terdiri dari tiga taraf yaitu 10, 12.5

dan 15 % dari total daging. Sedangkan jumlah karagenan terdiri dari dua taraf

yaitu 0.5 % dan 1 % dari total daging. Analisis kimia dan fisik dilakukan hanya

pada nugget ikan dengan penerimaan terbaik dan nugget ikan kontrol (tanpa

perlakuan).

Rendemen tepung wortel yang diperoleh dari hasil penelitian pendahuluan

adalah 7.4 %. Nilai rendemen tepung wortel tersebut sangat dipengaruhi oleh

kadar air wortel. Hasil uji hedonik dan uji ranking menunjukkan bahwa nugget

Page 5: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

ikan nila yang menggunakan 10 % tepung wortel dan 1 % karagenan (formula 2)

merupakan formulasi terbaik dengan skor hedonik 5.17 (suka) dan skor ranking

2.13 (paling suka). Hasil kedua uji tersebut juga menunjukkan bahwa formula 2

berbeda nyata (p<0.05) dengan formula-formula lainnya. Kedua hasil uji tersebut

saling mendukung satu sama lainnya.

Hasil analisis proksimat terhadap produk kontrol adalah kadar air

54.06 % (bb); kadar abu 5.56 % (bk); kadar lemak 22.09 % (bk); kadar protein

25.49 % (bk); dan kadar karbohidrat by difference 46.9 % (bk). Hasil analisis

proksimat terhadap produk dengan formula terbaik adalah kadar air 47.48 % (bb);

kadar abu 5.18 % (bk); kadar lemak 26.07 % (bk); kadar protein 20.45 % (bk);

dan kadar karbohidrat by difference 48.3 % (bk). Kadar air bahan pangan sangat

berpengaruh dalam analisis proksimat sehingga kedua produk dibandingkan

berdasarkan berat kering dari kedua produk tersebut.

Nilai pH produk kontrol adalah 5.8 dan pH produk dengan formulasi

terbaik adalah 5.69. Nilai pH sangat berpengaruh pada umur simpan suatu produk.

Kandungan serat pangan produk kontrol adalah serat larut air 2.28 % (bk); serat

tidak larut air 2.23 % (bk); dan total serat pangan 4.50 % (bk). Kandungan serat

pangan produk dengan formula terbaik adalah serat larut air 4.58 % (bk); serat

tidak larut air 10.13 % (bk); dan total serat pangan 14.70 % (bk). Kandungan serat

pangan pada empat buah nugget terpilih untuk satu takaran saji sudah dapat

mencukupi 20 % kebutuhan serat pangan orang dewasa sehingga dapat diklam

sebagai “sumber serat pangan yang baik” dan dapat dikategorikan sebagai pangan

fungsional.

Hasil analisis kekerasan atau daya iris produk kontrol adalah 1188.35 gf

dan produk terpilih adalah 1943.5 gf. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa

tingkat kekerasan dipengaruhi serat pangan. Kandungan total natrium produk

kontrol adalah 368.50 mg/100 g (bk) sedangkan produk terpilih adalah

210.89 mg/100 g (bk).

Kadar total karoten dari hasil analisis menggunakan spektrofotometer

menunjukkan bahwa nugget kontrol memiliki total karoten 2.28 ppm (bk) dan

nugget terpilih 39.47 ppm (bk). Kandungan beta karoten hasil analisis dengan

metode HPLC pada nugget kontrol adalah 1.63 ppm (bk) dan nugget terpilih

Page 6: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

23.02 ppm (bk). Hasil analisis kromatisitas warna menunjukkan bahwa nugget

kontrol (L = 58.64; a = + 4.19; b = + 58.52) memiliki warna kulit yang lebih cerah

daripada nugget terpilih (L = 46.18; a = + 6.84; b = + 49.96). Perbedaan

kecerahan ini merupakan akibat penambahan tepung wortel yang berwarna merah

jingga.

Page 7: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan kasih-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan pembuatan skripsi ini. Skripsi ini dibuat sebagai hasil dari

penelitian yang telah dilakukan oleh penulis sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar sarjana Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan baik secara moral

maupun material dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua dan kakakku yang selalu memberikan doa, kasih sayang,

motivasi, dan bantuan baik moril maupun material kepada penulis hingga

detik ini. Semoga Allah memuliakan dan membalasnya.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS selaku dosen pembimbing

akademik atas arahan, bimbingan, dan kesabarannya selama kuliah sampai

dengan penulisan skripsi. Semoga Allah membalas kebaikan Bapak.

3. Bapak Dr. Ir. Sukarno, MSc. dan Ibu Didah Nur Faridah, STP, Msi yang

telah bersedia menjadi dosen penguji.

4. Seluruh staff pengajar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB

yang telah membagi ilmunya kepada penulis selama penulis empat tahun

kuliah.

5. Nenek di Aceh, Tante Dina, Bude Wiek, Om Herry, Bunda Enny dan

seluruh keluarga yang selalu memberi semangat dan doa untuk mendorong

keberhasilan penulis.

6. Teman-teman Golongan B ITP 39. Terima kasih untuk semua

kebersamaannya.

7. Teman-temanku Tina, Yayah, Muslimah dan Maya terima kasih atas

kebersamaan, persahabatan dan bantuannya selama penelitian dan empat

tahun ini. Terima kasih untuk semua kebaikan dan ketulusannya.

8. Teman-teman ITP 39 (Alin, Vivi, Evrin, Heru, Gugum, Eko, Bekti, Arif,

Julia, Hanny, Nea, Susan, Novi, Hana, Olga, Ijal, Steisi, Fahrul, Rohana,

Page 8: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Inda, Manto, Knot, Dhenok, Meilin, Evie, dll) atas kerjasama, dukungan

dan kebersamaan selama ini yang begitu bermakna.

9. Seluruh teman-teman ITP 39 dan ITP 40 yang telah mendorong dan

membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan sarjana di

IPB.

10. Pak Sobirin, Pak Gatot, Ibu Rubiah, Teh Ida, Pak Yahya, Pak Nur dan Pak

Rozak yang banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian.

11. Semua pihak yang turut membantu selama kuliah sampai dengan

penulisan skripsi ini.

Penulis sangat berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis menyadari penulisan laporan ini tidak luput dari kesalahan dan penulis

dengan senang hati menerima kritik dan saran dari berbagai pihak.

Bogor, Agustus 2006

Penulis

Page 9: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

I. PENDAHULUAN 1

A. LATAR BELAKANG 1

B. TUJUAN PENELITIAN 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 4

A. DAGING IKAN 4

B. PROTEIN DAGING IKAN 4

C. IKAN NILA 5

1. Morfologi 6

2. Komposisi kimia 6

D. NUGGET IKAN 7

E. SERAT PANGAN 8

F. SAYURAN 9

1. Wortel 10

G. ANTIOKSIDAN 15

H. KAROTENOID 16

I. KARAGENAN 18

III. METODOLOGI PENELITIAN 22

A. BAHAN DAN ALAT 22

B. METODE PENELITIAN

1. Penelitian Pendahuluan 22

2. Penelitian Utama 23

a. Proses Pembuatan Nugget Ikan Nila 24

b. Proses Pembuatan Nugget Ikan Nila dengan Penambahan

Tepung Wortel dan Karagenan 25

c. Rancangan Percobaan 26

Page 10: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

C. METODE ANALISIS 28

1. Kadar Air (AOAC, 1984) 28

2. Kadar Protein Kasar (AOAC, 1984) 28

3. Kadar Lemak Kasar (AOAC, 1984) 29

4. Kadar Abu (AOAC, 1984) 29

5. Kadar Karbohidrat (by difference) 30

6. Analisis Kadar Serat Pangan, Metode enzimatis 30

7. Analisis β-Karoten, Metode HPLC 33

8. Analisis Total Karoten, Metode Spektrofotometer 34

9. Analisis Kadar Natrium Total (AAS) 35

10. Nilai pH (AOAC, 1984) 37

11. Kekerasan (Texture Analyser TA-XT2i) 37

12. Kromatisitas Warna (Chromameter) 38

13. Uji Organoleptik (Rahayu, 1997) 39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 40

A. PENELITIAN PENDAHULUAN 40

1. Rendemen Tepung Wortel 41

B. PENELITIAN UTAMA 42

1. Formulasi 42

2. Uji Organoleptik 43

a. Uji hedonik 43

b. Uji Ranking 44

3. Analisis Proksimat 45

a. Kadar air 45

b. Kadar abu 46

c. Kadar protein 47

d. Kadar lemak 48

e. Kadar Karbohidrat 48

4. Nilai pH 49

5. Kadar Serat Pangan 50

6. Kekerasan 52

7. Kadar Total Natrium 53

Page 11: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

8. Total Karoten 54

9. Kadar β-Karoten 55

10. Intensitas Warna 55

V. KESIMPULAN DAN SARAN 59

A. KESIMPULAN 59

B. SARAN 60

DAFTAR PUSTAKA 61

LAMPIRAN 66

Page 12: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Ikan nila 6

Gambar 2. Wortel (Daucus carota L) 11

Gambar 3. Mekanisme antioksidan primer 16

Gambar 4. Struktur kimia karagenan 19

Gambar 5. Diagram alir pembuatan tepung wortel 23

Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan nugget ikan 26

Gambar 7. Proses pengeringan wortel dengan fluid bed dryer 41

Gambar 8. Tepung wortel 41

Gambar 9. Hasil analisis kadar air 45

Gambar 10. Hasil analisis kadar abu 46

Gambar 11. Hasil analisis kadar protein 47

Gambar 12. Hasil analisis kadar lemak 48

Gambar 13. Hasil analisis kadar karbohidrat 49

Gambar 14. Hasil analisis nilai pH nugget ikan terpilih dan nugget kontrol 50

Gambar 15. Hasil analisis kekerasan 52

Gambar 16. Nugget ikan kontrol dan nugget ikan terpilih 57

Gambar 17. Nugget ikan dengan enam kombinasi penambahan serat 58

Page 13: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Daftar komposisi kimia ikan nila 7

Tabel 2. Syarat mutu nugget ayam 8

Tabel 3. Komposisi kimia wortel 15

Tabel 4. Karakteristik bahan pembentuk gel jenis karagenan 21

Tabel 5. Formula nugget ikan 24

Tabel 6. Formula batter 25

Tabel 7. Kondisi yang direkomendasikan untuk analisis logam 35

Tabel 8. Setting texture analyzer yang digunakan dalam pengukuran 37

Tabel 9. Formula nugget ikan yang digunakan dalam penelitian 42

Tabel 10. Formula nugget ikan setelah ditambahkan serat 43

Tabel 11. Hasil uji hedonik dan ranking terhadap rasa, tekstur dan warna

secara keseluruhan dari tiap sampel 44

Tabel 12. Hasil analisis serat pangan larut pada produk terpilih dan kontrol 51

Tabel 13. Kadar total natrium produk kontrol dan produk terpilih 54

Tabel 14. Hasil analisis total karoten dan β-karoten nugget kontrol dan nugget

terpilih 55

Tabel 15. Hasil analisis warna pada produk kontrol dan produk terpilih 56

Page 14: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Formulir isian untuk uji hedonik secara overall 66

Lampiran 2. Formulir isian untuk uji ranking secara overall 67

Lampiran 3. Hasil uji hedonik sampel 68

Lampiran 4. Hasil uji lanjut Duncan 69

Lampiran 5. Hasil Friedman test 70

Page 15: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berkembangnya isu penggunaan formalin pada ikan air laut membuat

masyarakat enggan untuk mengkonsumsi ikan, khususnya ikan air laut. Hal ini

tentu saja berdampak pada semakin rendahnya konsumsi ikan pada

masyarakat Indonesia. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Perikanan dan

Kelautan (2006) tingkat konsumsi ikan nasional hanya 19 kg/kapita/tahun,

sedangkan di negara Vietnam maupun Malaysia tingkat konsumsinya dapat

mencapai 33 kg/kapita/tahun (Anonim, 2006a). Salah satu solusi untuk

meningkatkan konsumsi ikan di Indonesia adalah dengan mengembangkan

sektor perikanan darat.

Perikanan darat merupakan sektor perikanan Indonesia yang memiliki

potensi cukup besar selain sektor kelautan. Meskipun demikian, potensi

tersebut belum dapat dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik, terutama

untuk kepentingan di dalam negeri. Salah satu faktor yang menjadi kendala

dalam pemanfaatan sumber daya perikanan darat saat ini ialah masih

terbatasnya diversifikasi produk olahan ikan.

Penyelesaian dari masalah tersebut, ialah dengan pengembangan

teknologi pengolahan produk-produk perikanan. Contoh produk olahan ikan

yang saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat dan mendapatkan

tempat di hati masyarakat ialah nugget ikan. Nugget ikan adalah suatu bentuk

produk olahan dari daging ikan giling yang diberi bumbu-bumbu halus serta

dicampur dengan bahan pengikat lalu dicetak menjadi bentuk tertentu,

dicelupkan ke dalam batter dan breading kemudian digoreng atau disimpan.

Ikan nila (Oreochromis sp) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

yang potensial dan dapat digunakan sebagai bahan baku nugget, karena

memiliki protein tinggi, lemak yang rendah serta hanya sedikit memiliki

daging merah. Tingkat produksi ikan nila di Indonesia cukup tinggi, hal itu

dapat dilihat pada angka ekspor ikan ini untuk negara Amerika yang mencapai

4.906,73 ton pada tahun 2005 (Dadang, 2006). Selain itu harga ikan nila juga

terjangkau yaitu Rp. 8.000 - Rp. 10.000/kg dengan rasa daging yang sangat

Page 16: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

enak. Introduksi dari produk nugget ikan nila ini diharapkan dapat

meningkatkan konsumsi ikan masyarakat.

Perkembangan ilmu pangan dan gizi menunjukkan bahwa

sayur-sayuran mengandung komponen zat gizi dan non-gizi yang sangat

berguna bagi kesehatan. Salah satunya adalah serat pangan (dietary fiber).

Serat pangan merupakan salah satu komponen yang sering digunakan dalam

komposisi diet sehari-hari. Serat memiliki fungsi mencegah terjadinya

beberapa penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan,

kardiovaskuler dan diabetes. Serat pangan dapat diperoleh melalui konsumsi

bahan-bahan pangan yang kaya serat serta melalui penambahan serat pada

produk makanan olahan.

Komponen lainnya yang juga berasal dari tanaman (sayuran,

bumbu-bumbu masak dan buah-buahan) dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh

adalah antioksidan. Sayuran merupakan salah satu sumber serat pangan serta

sejumlah antioksidan yang terbukti mempunyai peranan penting untuk

menjaga kesehatan tubuh (Muchtadi dan Anjarsari, 1996).

Wortel merupakan salah satu sayuran yang cukup dikenal oleh

masyarakat luas. Wortel dikenal sebagai sayuran sumber vitamin A karena

kandungan karotennya. Karoten dapat berfungsi sebagai antioksidan bagi

tubuh manusia. Wortel juga merupakan sumber serat pangan yang baik. Oleh

karena itu pada penelitian ini wortel digunakan sebagai salah satu sumber

serat pangan dan antioksidan.

Karagenan sering digunakan sebagai bahan pengental atau penstabil

pada berbagai makanan dan minuman. Nugget merupakan adonan yang

memerlukan suatu bahan pengisi (filler) yang sekaligus berfungsi sebagai

emulsifier untuk menjaga adonan agar tetap stabil. Salah satu bahan pangan

yang dapat digunakan sebagai pengisi adalah karagenan. Dengan alasan

tersebut di dalam penelitian ini karagenan digunakan sebagai salah satu

sumber serat pangan terutama serat pangan yang larut air (soluble dietary

fiber).

Saat ini, penggunaan karagenan dan tepung wortel pada produk olahan

ikan terutama nugget masih jarang. Selain itu, seberapa besar pengaruh

Page 17: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

penambahan karagenan dan tepung wortel terhadap mutu nugget juga masih

belum banyak dikaji di Indonesia.

B. Tujuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi variasi pada produk pangan

yang terbuat dari ikan, khususnya ikan darat. Di dalam penelitian ini dicari

tingkat penambahan tepung wortel dan karagenan yang tepat dalam

pembuatan nugget ikan nila.

Tujuan penelitian ini adalah meneliti pengaruh penambahan tepung

wortel dan karagenan terhadap kandungan serat pangan dan karoten nugget

ikan nila. Dari penelitian ini diharapkan dihasilkan nugget ikan nila dengan

kandungan serat yang tinggi melalui pemanfaatan tepung wortel dan

karagenan, sekaligus mendapatkan karakteristik sensori yang baik dan disukai

oleh konsumen.

Page 18: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DAGING IKAN

Di antara beberapa sumber protein yang ada, secara kuantitas dan

kualitas daging ikan sangat baik untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan daging

ikan merupakan sumber protein yang tinggi kandungan asam amino

esensialnya dan tinggi ketersediaannya di perairan Indonesia. Selain

produksinya yang tinggi, kualitas gizi ikan juga sangat baik. Daging ikan

umumnya memiliki nilai daya cerna sebesar 90 % (Astawan, 1990) dan

komposisi daging ikan secara umum terdiri dari protein sebesar 15.0-24.0 %

(bb), karbohidrat 1.0-3.0 % (bb), 0.8-2 % (bb) senyawa anorganik, lemak

sebesar 0.1-22.0 % (bb) dan air sebesar 66-84 % (Suzuki, 1981).

B. PROTEIN DAGING IKAN

Protein daging ikan terdiri dari protein miofibril, sarkoplasma dan

stroma. Protein miofibril merupakan jenis protein yang jumlahnya terbesar

dari ketiga jenis protein tersebut yaitu antara 66-77 %. Protein miofibril terdiri

dari miosin, aktin, aktinin dan troponin (Suzuki, 1981).

Protein miofibril terdiri dari aktin dan miosin yang terletak

berselang-seling. Gabungan dari aktin dan miosin membentuk aktomiosin

yang sangat berperan dalam membentuk gel ikan (Fennema, 1976). Tetapi,

protein miofibril mudah mengalami kerusakan oleh perlakuan fisik dan kimia

sehingga pengolahan yang dilakukan harus memperhatikan faktor-faktor yang

dapat menyebabkan kerusakan miosin.

Protein miofibril lebih tidak stabil pada kondisi asam dibandingkan

kondisi netral dan kestabilan protein miofibril berbeda-beda tergantung

spesies ikan (Suzuki, 1981). Apabila daging ikan mentah digiling dengan

penambahan garam, maka miofibril akan larut dalam larutan garam tersebut

dan menyebabkan strukturnya berubah dari gel menjadi sol (Suzuki, 1981).

Page 19: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

C. IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk

tubuh memanjang dan pipih kesamping dan warna putih kehitaman atau

kemerahan. Ikan nila berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya.

Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim

tropis dan subtropis. Sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila

tidak dapat hidup baik (Sugiarto, 1988). Ikan nila disukai oleh berbagai

bangsa karena dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah

(Sumantadinata, 1981).

Ikan nila didatangkan ke Bogor pada tahun 1969 oleh Lembaga

Penelitian Perikanan Darat (LPPD) setelah diteliti dan diperbanyak. Kemudian

disebarluaskan ke berbagai propinsi di seluruh Indonesia sekitar tahun 1971.

Ikan nila memiliki rupa yang mirip ikan mujair, tetapi ikan ini berpunggung

lebih tinggi dan lebih tebal. Ciri khas lainnya adalah garis-garis (bars) yang

jelas pada badan, sirip ekor dan sirip punggung.

Pertumbuhan individu ikan nila lebih cepat daripada ikan mujair dan

dapat mencapai ukuran yang jauh lebih besar. Ikan nila dapat mencapai

ukuran lebih dari satu kilogram pada kolam yang subur akan plankton. Karena

berbagai sifat yang lebih unggul daripada ikan mujair, maka ikan nila

diharapkan dapat menggeser kedudukan ikan mujair yang dipelihara di

kolam-kolam (Sumantadinata, 1981). Terdapat tiga jenis ikan nila yang

dikenal, yaitu nila biasa, nila merah (nirah) dan nila albino (Sugiarto, 1988).

Gambar ikan nila dapat dilihat pada Gambar 1. Klasifikasi ikan nila menurut

Saanin (1968) adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Perchomorphy

Sub Ordo : Percoidea

Famili : Cichilidae

Page 20: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

1. Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Ikan nila mempunyai sirip punggung, sirip dubur dan sirip perut

yang masing-masing mempunyai jari-jari lemah dan jari-jari keras yang

tajam seperti duri. Sirip punggung mempunyai lima belas jari-jari keras

dan sepuluh jari-jari lemah, sirip ekor mempunyai dua buah jari-jari keras

dan lima belas jari-jari lemah sedangkan sirip perut mempunyai satu

jari-jari keras dan enam jari-jari lemah. Sirip punggung berwarna hitam

dan sirip dada menghitam. Pada sirip ekor terdapat enam buah garis tegak

sedangkan pada sirip punggung delapan buah (Anonymous, 1991).

Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus)

2. Komposisi Kimia Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Air merupakan komponen utama pada ikan. Kandungan air pada

ikan berkisar antara 70-80 %, protein 18-20 %, lemak 0.5-20 % serta

berbagai vitamin dan mineral (Ilyas, 1983). Komposisi kimia ikan sangat

bervariasi tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur, musim

penangkapan, kondisi ikan dan habitat (Zaitsev et al., 1969). Tabel 1

menyajikan komposisi kimia daging ikan nila (Oreochromis niloticus).

Page 21: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Tabel 1. Daftar komposisi kimia ikan nila per 100 gram

Komposisi Daging Ikan Jumlah (% bb)

Kadar air 83.99

Kadar abu 0.78

Kadar protein 13.40

Kadar lemak 1.03

Sumber : Samsudin (2003)

D. NUGGET IKAN

Secara umum nugget adalah suatu bentuk olahan daging giling yang

diberi bumbu-bumbu serta dicampur dengan bahan pengikat kemudian dicetak

menjadi bentuk tertentu. Selanjutnya dilumuri dengan tepung roti (coating)

yang akhirnya digoreng setengah matang (Mesra, 1994). Bentuk nugget pada

umumnya persegi panjang, ketika digoreng nugget menjadi

kekuning-kuningan dan kering.

Produk nugget dapat dibuat dari daging sapi, ayam, ikan dan lain-lain.

Nugget yang paling banyak diperdagangkan adalah nugget daging ayam.

Syarat mutu nugget ayam terdapat pada Tabel 2 (SNI 01-6683-2002).

Elingosa (1994) menyatakan bahwa nugget adalah suatu bentuk

produk daging giling yang telah dibumbui, kemudian diselimuti oleh perekat

tepung dan dilumuri tepung roti, digoreng setengah matang lalu dibekukan

untuk mempertahankan mutu selama penyimpanan. Menurut Apriadji (2001)

nugget termasuk ke dalam salah satu bentuk produk beku siap saji.

Produk beku siap saji adalah suatu produk yang telah mengalami

pemanasan sampai setengah matang kemudian dibekukan. Produk beku siap

saji ini memerlukan waktu pemanasan akhir yang cukup singkat untuk siap

dikonsumsi. Pembekuan dilakukan setelah produk setengah matang

(precooked). Pada saat diperlukan masakan tinggal dipanaskan hingga matang.

Sekalipun dibekukan terlebih dahulu, makanan siap saji tidak akan kehilangan

Page 22: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

banyak zat gizi, juga tidak ada perubahan pada cita rasa terutama teksturnya

(Apriadji, 2001).

Nugget ikan adalah suatu bentuk produk olahan dari daging ikan giling

dan diberi bumbu-bumbu serta dicampur dengan bahan pengikat lalu dicetak

menjadi bentuk tertentu, dicelupkan ke dalam batter dan breading kemudian

digoreng atau disimpan terlebih dahulu dalam ruang pembeku atau freezer

sebelum digoreng (Hapsari, 2002). Daging ikan berasal dari ikan segar yang

telah dibuang kepala, sisik, kulit, sirip, isi perut dan ingsang serta telah

dipisahkan dari tulangnya (Mesra, 1994).

Tabel 2. Syarat mutu nugget ayam

Jenis analisis Satuan Syarat Mutu

Kadar air % bb Maks 60

Kadar protein % bb Min 12

Kadar lemak % bb Maks 20

Kadar Karbohidrat % bb Maks 25 Sumber : SNI Nugget Ayam 01-6683-2002

E. SERAT PANGAN

Secara umum, serat pangan banyak didefinisikan sebagai kelompok

polisakarida dan polimer-polimer lain yang tidak dapat dicerna oleh sistem

sekresi normal. Konsep dasar serat pangan terfokus pada komponen penyusun

dinding sel, dimana dapat diterangkan bahwasanya serat pangan adalah

sejumlah polisakarida dan lignin yang tidak dapat dicerna oleh alat pencernaan

manusia (Towell, 1973). Menurut Winarno (1997), serat pangan (dietary

fiber) merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh enzim

pencernaan. Serat pangan banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran

dan buah.

Menurut Linder (1985), serat pangan adalah bagian dari makanan yang

tidak dapat dicerna secara enzimatis (enzim yang dikeluarkan oleh manusia),

Page 23: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

sehingga tidak digolongkan sebagai sumber zat makanan. Serat pangan

meliputi selulosa, hemiselulosa, pektin, gum dan lignin. Penggunaan kata serat

sebenarnya pemberian nama yang kurang tepat karena materi tersebut

bukanlah berserat, tidak panjang berupa benang, ternyata ada yang larut

(terurai) walaupun dalam jumlah terbatas (Linder, 1985).

Dalam ilmu pangan, serat pangan total (Total Dietary Fiber, TDF)

terdiri dari komponen serat pangan larut (Soluble Dietary Fiber, SDF) dan

serat pangan tidak larut (Insoluble Dietary Fiber, IDF). SDF diartikan sebagai

serat pangan yang dapat larut dalam air hangat atau panas serta dapat

terendapkan oleh air yang telah dicampur dengan empat bagian etanol.

Sedangkan IDF diartikan sebagai serat pangan yang tidak larut dalam air

panas atau dingin (Winarno, 1997).

Secara fisiologis, serat pangan larut (SDF) lebih efektif dalam

mereduksi serum kolesterol plasma low density lipoprotein (LDL) yang

berkaitan dengan kolesterol, hal ini berhubungan dengan penurunan secara

signifikan terhadap resiko jantung koroner dan tekanan darah tinggi. Selain itu

SDF juga bermanfaat bagi penderita diabetes yaitu mereduksi absorpsi

glukosa dalam usus. Serat pangan tidak larut (IDF) lebih bermanfaat dalam

mengatasi gangguan sistem pencernaan seperti sembelit, mempercepat transit

bahan makanan di usus dan meningkatkan volume feses, serta dapat

digunakan untuk mengontrol berat badan (Prosky dan Devries, 1992).

F. SAYURAN

Sayuran adalah bagian dari tanaman atau berupa tanaman yang dapat

dikonsumsi dalam keadaan mentah maupun matang. Sayuran merupakan

bahan pangan yang penting untuk memperoleh suatu kesetimbangan konsumsi

makanan. Sayuran merupakan salah satu sumber pro-vitamin A dan C, sumber

kalsium dan zat besi dan menyumbangkan sedikit kalori serta sejumlah

elemen mikro (Muchtadi dan Anjarsari, 1996).

Sayuran segar, berdasarkan bentuknya, dapat dikelompokkan dalam

4 macam, yaitu sayuran daun (kol, caisin, seledri, daun bawang, kucai, lettuce,

Page 24: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

kangkung, bayam), sayuran buah (terung, tomat, cabai, gambas, mentimun),

sayuran umbi (gobo, kentang, wortel, radis), dan sayuran bunga (bunga kol,

tebu telor). Semua jenis sayuran tersebut umumnya berupa bahan yang

kandungan airnya cukup tinggi dan cepat mengalami kelayuan serta

pembusukan.

Hasil penelitian Amira (1997) menunjukkan terdapat beberapa sayuran

yang tergolong sebagai sumber serat pangan yang tinggi yaitu kangkung,

bayam, selada, brokoli, kacang panjang, katuk dan wortel. Sayuran hijau

bernilai khusus dalam susunan makanannya karena kandungan vitamin C,

karoten (prekursor vitamin A) dan asam folatnya. Kadar karoten akan

meningkat dengan peningkatan warna hijau sayuran.

Menurut Agoes dan Lisdiana (1995), manfaat sayuran bagi tubuh

manusia diantaranya adalah untuk memelihara kesehatan tubuh sehingga akan

memperkecil resiko tubuh mendapat serangan berbagai penyakit seperti

kanker, jantung, diabetes, hipertensi dan untuk mengontrol berat badan.

Semua sayuran mengandung serat pangan dan berkalori rendah. Sayuran

umbi-umbian, kecuali wortel, tidaklah bernilai gizi tinggi seperti sayuran

lainnya, tetapi jenis ini juga menyediakan serat (Gaman dan Sherrington,

1992). Sayuran dapat menunda proses penuaan karena mengandung

antioksidan yang berfungsi memberikan perlindungan terhadap sel-sel tubuh

dan proses oksidan yang mempercepat proses penuaan. Manfaat lain dari

sayuran yang tak kalah pentingnya adalah memenuhi kebutuhan vitamin dan

mineral.

1. Wortel ( Daucus carota, L)

Dalam taksonomi botani tumbuhan wortel diklasifikasikan sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : Dicotyledonae (berbiji keping-keping)

Page 25: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Ordo : Umbelliferae (Apiceae)

Genus : Daucus

Spesies : Daucus carota L.

Di Indonesia wortel dikenal dengan beberapa nama diantaranya

disebut bortol (Sunda dan Priangan), wortel, wertol atau ortel (Madura)

(Rukmana, 1995). Wortel dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama

Carrot, di perancis dikenal dengan nama Carotte, di Belanda dikenal

dengan nama Bortel, sementara di Indonesia secara umum dikenal dengan

nama wortel (Anonim, 2005a).

Wortel merupakan salah satu anggota suku Umbelliferae yang

ditanam untuk menghasilkan umbi. Wortel juga merupakan tanaman

tahunan atau setahun yang tumbuh tinggi tegak setinggi 30-100 cm (LIPI,

1977). Batang pendek, basah, merupakan sekumpulan tangkai daun yang

keluar dari ujung umbi bagian atas. Daun majemuk berganda, menyirip,

berbatang lanset atau garis, pinggirnya bercangap, ujung runcing, pangkal

berlekuk, panjang 15-20 cm, lebar 10-13 cm, pertulangan menyirip,

berwarna hijau. Bunga berkumpul dalam payung majemuk, mahkota

berbentuk bintang, halus, berwarna putih atau merah jambu agak pucat.

Buah buni, lonjong, diameter kurang lebih 3 mm, berwarna cokelat, kecil

berbulu. Biji lonjong, berwarna putih. Akarnya akar tunggang,

membengkak menjadi umbi berdaging berwarna jingga (Dalimartha,

2006). Gambar wortel terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2. Wortel (Daucus carota L.)

Page 26: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Menurut Sunarjono (1984), tanaman wortel mempunyai beberapa

varietas. Pada umumnya varietas yang ditanam di Indonesia adalah

varietas Chantenay, Nantes dan Imperator. Diantara ketiga varietas

tersebut yang paling disukai adalah Chantenay karena rasanya lebih manis

dibandingkan kedua varietas lainnya yaitu Nantes dan Imperator.

Wortel jenis Chantenay, yakni wortel yang memiliki umbi akar

berbentuk bulat panjang dan rasanya manis. Wortel jenis Imperator, yakni

wortel yang memiliki umbi akar berukuran panjang dengan ujung

meruncing dan rasanya kurang manis. Sedangkan wortel jenis Nantes,

yakni wortel hasil kombinasi dari jenis wortel Imperator dan Chantenay

(Anonim, 2005a). Sifat-sifat yang diinginkan dari sayuran terutama

ditentukan oleh tujuan penggunaannya.

Sunarjono (1984) menyatakan bahwa tanaman wortel dapat

tumbuh dengan baik di daerah yang mempunyai ketinggian lebih dari

500 meter di atas permukaan air laut terutama pada ketinggian 1200 meter

atau pegunungan. Tanaman wortel membutuhkan suhu udara dingin dan

lembab. Di negara-negara yang beriklim sedang (sub-tropis)

perkecambahan benih wortel membutuhkan suhu minimum 9 °C dan

maksimum 2 °C. Namun pertumbuhan dan produksi umbi yang optimal

membutuhkan suhu udara antara 15.5-21.1 °C (Rukmana, 1995).

Syarat-syarat lainnya adalah tanah berstruktur remah, dalam dan

mempunyai kandungan bahan organik yang cukup. Tanah dengan pH 6.0-

6.5 sangat baik untuk pertumbuhan wortel (Tindall, 1987). Setelah

tanaman berumur 2.5-4 bulan, dilakukan pemanenan hasil dan diperoleh

wortel dalam keadaan yang optimum baik ukuran maupun warnanya.

Wortel yang mutunya baik adalah wortel yang renyah, manis dan

berwarna kuning tua sampai oranye serta umbi yang tidak berserabut

(Tindall, 1987). Wortel mempunyai umur simpan selama 4 minggu, pada

suhu 0 °C, RH 90-95 %, dengan kadar air 88.2 %.

Wortel segar mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, serat,

abu, zat anti kanker (alkaloid, flavonoid), gula alamiah (fruktosa, sukrosa,

dektrosa, laktosa, dan maltosa), pektin, glutanion, mineral (kalsium,

Page 27: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

fosfor, besi, kalium, natrium, magnesium, kromium), vitamin (beta

karoten, B1, dan C), asam lemak tak jenuh ganda serta asparagine

(Dalimartha, 2006). Wortel merupakan salah satu komoditas hortikultura

yang berasal dari kelompok sayuran yang memiliki potensi sebagai

sumber vitamin A.

Pigmen pada wortel yang memiliki potensi sebagai sumber vitamin

A adalah karoten (α-, β-, γ-karoten). Karoten pada wortel tersebar di

seluruh sitoplasma sel dan terdapat dalam tiga bentuk, yakni:

(1) membentuk ikatan dengan protein; (2) membentuk kompleks dengan

butir-butir pati; (3) sebagai caroten bodies (Paul dan Palmer, 1972). Lebih

lanjut dikatakan kadar karoten dalam wortel berkisar antara 7-12 µg/g

pada wortel yang berwarna muda sampai 100-170 µg/g pada wortel yang

berwarna tua atau gelap. Beta karoten merupakan pigmen paling aktif

apabila dibandingkan dengan alpha dan gamma karoten (Anonim, 2006c).

Sebuah wortel ukuran sedang mengandung sekitar 15.000 IU beta

karoten (Dalimartha, 2006). Diperkirakan setiap 6 µg β-karoten

mempunyai aktivitas biologi 1 µg retinol. Winarno (1997)

mengkategorikan wortel kedalam sumber vitamin A dengan kandungan

sedang (RE 1.000-20.000 µg/100 g). Kandungan α- dan β-karoten pada

wortel segar yang diperoleh dari sebuah Institut Pertanian di Sao Paulo,

Brazil masing-masing adalah 2067 dan 4584 µg/100 g. Kandungan α dan

β-karoten yang berbeda-beda ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti

varietas, musim tanam, kondisi penyimpanan sampai kepada metode

analisis (Goodwin, 1980; Hsieh dan Karel, 1983 Di dalam Setiana 1993).

Pemanasan mampu meningkatkan aktivitas antioksidan wortel

rata-rata 34 % lebih tinggi daripada dalam keadaan mentah. Hal itu terjadi

karena wortel memiliki banyak dinding-dinding sel yang keras, sehingga

banyak antioksidan berbagai senyawa yang masih terikat dan terperangkap

dalam susunan senyawa lainnya. Pemanasan dapat membebaskan senyawa

antioksidan tersebut sehingga aktivitas antioksidan wortel masak menjadi

lebih tinggi. Tetapi pemasakan wortel tidak boleh terlalu lama karena

Page 28: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

dapat mengakibatkan senyawa antioksidannya menjadi rusak

(Hariyadi, 2006).

Soewito (1989) menyatakan bahwa wortel mengandung

provitamin A yaitu karoten yang dapat mencegah penyakit rabun senja,

diare, dan mengandung enzim pencernaan yang bersifat diuretik. Selain itu

β-karoten (provitamin A) juga memegang peranan penting dalam

kesuburan (fertilitas), menghadang laju kolesterol darah dan pencegahan

kanker (Linder, 1985). Wortel mentah atau dimasak merupakan sumber

kalium dan vitamin C (Anonim, 2005b). Vitamin C pada tanaman ini

berkhasiat sebagai antioksidan yang melindungi kolesterol LDL dari

proses oksidasi (Anonim, 2000). Kandungan kalium dalam wortel dapat

membantu menetralkan asam dalam darah (Anonim, 2005b).

Senyawa lainnya yang terdapat pada wortel dan dapat menurunkan

resiko perkembangan kanker yaitu falcarinol (C17H24O), suatu komponen

yang juga merupakan pestisida alami (Anonim, 2006b). Falcarinol bukan

senyawa kimia yang berbahaya dan dalam jumlah tertentu punya

kemampuan merangsang mekanisme tubuh untuk melawan kanker. Akibat

fatal dari mengkonsumsi falcarinol hanya akan terjadi kalau seseorang

memakan 400 kilogram wortel sekali makan (Anonim, 2006b).

Daun wortel liar dan biji berkhasiat diuretik dan peluruh haid.

Daun wortel mengandung porphirins. Zat ini dapat merangsang kelenjar

pituitari dan meningkatkan hormon seks. Buah mengandung bisabolene,

tiglic acid dan geraniol. Biji wortel liar mengandung flavonoid, minyak

menguap termasuk asarone, carotol, pinene, dan limonene

(Dalimartha, 2006). Mendapatkan dan mengonsumsi wortel sangatlah

mudah, dapat dicampur dalam berbagai variasi makanan, minuman jus

ataupun suplemen (Anonim, 2005b). Daftar kandungan nutrisi wortel

tercantum dalam Tabel 3.

Page 29: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Tabel 3. Komposisi kimia wortel

Komposisi Satuan Wortel

Protein gram

Lemak gram

Karbohidrat gram

Kalsium miligram

Fosfor miligram

Besi miligram

Vitamin A SI

Vitamin B1 miligram

Vitamin C miligram

Air gram

1,20

0,30

9,30

39,00

37,00

0,80

12000,00

0,06

6,00

88,20

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1995)

G. ANTIOKSIDAN

Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghambat atau mencegah

terjadinya oksidasi (Schuler, 1990). Menurut Winarno (1997), antioksidan

dibagi menjadi dua ketegori yaitu antioksidan primer dan antioksidan

sekunder. Antioksidan primer merupakan zat yang dapat bereaksi dengan

radikal bebas atau mengubahnya menjadi produk yang stabil, sedangkan

antioksidan sekunder atau antioksidan preventif dapat mengurangi laju awal

reaksi (Gordon, 1990).

Dengan mengkonsumsi antioksidan setiap hari dapat mengurangi

peluang munculnya penyakit degenaratif dan memperlambat penuaan.

Antioksidan tersebut akan merangsang respon imun tubuh sehingga mampu

menghancurkan radikal bebas, mempertahankan kelenturan pembuluh darah,

mempertahankan besarnya jaringan otak dan mencegah kanker.

Penggunaan antioksidan tidak boleh berlebihan karena aktivitas

antioksidan akan hilang pada konsentrasi yang tinggi dan mungkin akan

menjadi prooksidan. Penggunaan antioksidan yang berlebihan akan

menyebabkan senyawa lebih bersifat sebagai akselerator daripada inhibitor

Page 30: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

dalam oksidasi lemak. Dalam keadaan berlebihan, antioksidan akan

meningkatkan dekomposisi oksidasi lemak dan pembentukan produk radikal.

Menurut Shahidi (1995), antioksidan primer (AH) bekerja dengan

mekanisme seperti pada Gambar 3. Antioksidan primer (AH) bereaksi dengan

oksida lipid dengan cara meberikan atom hidrogen secara terus-menerus

kepada radikal lipida (reaksi 1 dan 2). Reaksi berikutnya berkompetisi dengan

rantai reaksi propagasi (reaksi 5 dan 6).

(1) ROO. + AH ROOH + A.

(2) RO. + AH ROH + A .

(3) ROO. + A. ROOA

(4) RO. + A. ROA

(5) RO. + RH ROOH + R.

(6) ROO. + RH R. + ROOH

Gambar 3. Mekanisme antioksidan primer

Antioksidan alami yang paling umum adalah flavonoid (flavanol,

isoflavon, flavon, katekin, dan flavanon), turunan dari asam sinamat, kumarin,

tokoferol, dan asam organik polifungsional (Pratt dan Hudson, 1990). Secara

alami, antioksidan terdapat dalam hampir semua bahan pangan. Walaupun

demikian, jika bahan pangan tersebut diolah maka antioksidan yang

terkandung di dalamnya dapat mengalami degradasi kimia atau fisik sehingga

fungsinya berkurang (Fardiaz, 1996).

H. KAROTENOID

Telah diidentifikasi terdapat lebih dari 600 jenis karotenoid yang

berbeda yang cukup dikenal di dunia kesehatan antara lain karoten, lutein, dan

likopen (Dalimartha, 2006). Semua karotenoid larut lemak, artinya karotenoid

dapat larut dalam lemak atau minyak dan tidak larut dalam air. Karotenoid

yang merupakan prekursor vitamin A adalah karotenoid yang mengandung

cincin beta ionon yang dapat diubah menjadi vitamin A, di antaranya α-, β-,

Page 31: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

dan γ-karoten. Pigmen α-, β-, dan γ-karoten disebut provitamin A, dimana

dalam tubuh hewan dipecah atau diubah menjadi vitamin A (Apandi, 1984).

Karotenoid yang merupakan prekursor vitamin A disebut sebagai

provitamin A, sedangkan vitamin A yang disimpan dalam jaringan hewan

disebut sebagai preformed vitamin A. Provitamin A ialah zat organik yang

tidak aktif, tetapi setelah dikonsumsi diubah menjadi zat yang aktif di dalam

tubuh manusia (Andarwulan dan Koswara, 1992). Karotenoid yang

mengandung pigmen yang lebih kecil dikenal sebagai karoten dan xantofil.

Karoten yang paling bermanfaat dalam makanan manusia adalah

beta-carotena dan alfa-carotena, sedangkan xantofil yang penting adalah

lutein dan zeaxanthin (Ikrawan, 2006).

Beta-carotane adalah pembentuk vitamin A atau retinol yang

bermanfaat dalam membantu pertumbuhan dan pembentukan jaringan tubuh,

pembentukan tulang dan gigi, daya tahan tubuh dan membentuk jaringan

mata. Beta Karotennya merupakan antioksidan yang menjaga kesehatan dan

menghambat proses penuaan. Selain itu beta karoten dapat mencegah dan

menekan pertumbuhan sel kanker serta melindungi asam lemak tidak jenuh

ganda dari proses oksidasi (Ikrawan, 2006)

Alfa-carotena sering disebut karotenoid pro-vitamin A yang bisa

mencegah mutasi selular dan menahan masuknya oksigen yang

membahayakan (radikal bebas). Alfa-karoten dapat mengurangi resiko

kerusakan hati, paru-paru dan kulit dan diduga sebagai senyawa yang lebih

kuat dibandingkan beta-karoten dalam menghambat proses pertumbuhan sel

tumor (Ikrawan, 2006).

Lutein dan Zeaxanthin merupakan komponen yang berada di

lingkungan makula mata, salah satu bagian kecil di pusat retina yang

bertanggung jawab mengatur fokus penglihatan. Karotenoid ini mengurangi

risiko kerusakan mata akibat penurunan makula yang berkaitan dengan

penuaan dan katarak (Ikrawan, 2006).

Di alam karoten terutama terdapat sebagai isomer trans. Bentuk trans

dari karoten memiliki derajat aktifitas vitamin A yang lebih tinggi

dibandingkan dengan bentuk cis. β-karoten memiliki 100 % aktivitas

Page 32: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

vitamin A, α-karoten memiliki 50-54% aktivitas vitamin A, sedangkan γ-

karoten memiliki 42-50% aktivitas vitamin A (Iwasaki dan Murakoshi, 1992).

Penyinaran langsung cahaya ultraviolet dan cahaya matahari akan

menyebabkan isomerisasi cis dan trans atau kerusakan pada karoten.

Kepekaan karoten terhadap cahaya serta panas biasanya menjadi katalis dalam

proses oksidasi. Karoten bersifat larut dalam lemak dan stabil bersama

antioksidan dan juga dapat melindungi lemak itu sendiri. Peroksida atau asam

lemak yang terbentuk pada proses oksidasi lemak akan mempercepat oksidasi

karoten (Setiana, 1993). Provitamin A pada umumnya cukup stabil selama

pengolahan pangan, tetapi mempunyai sifat yang sangat mudah teroksidasi

oleh udara dan akan rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi bersama udara,

sinar dan lemak yang sudah tengik (Winarno, 1997).

I. KARAGENAN

Karagenan merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan air

atau larutan alkali dari spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (alga merah),

biasanya Chondrus crispus, Eucheuma cottonii, dan Eucheuma spinosum.

Jenis algae yang mengandung karagenan adalah dari marga Eucheuma.

Karagenan diperoleh dari tumbuhan laut Chondrus cripus yang diekstraksi

menggunakan alkali panas dan diikuti dengan proses dekolorisasi dan

pengeringan (Towle, 1973).

Karagenan merupakan polisakarida linier, khususnya galaktan dengan

residu galaktosa yang terikat dengan alternatif ikatan α-(1,3) dan β-(1,4). Pada

umumnya ikatan galaktosa β-(1,4) muncul sebagai 3.6-anhidro-D-galaktosa

dan mungkin terdapat grup ester sulfat pada beberapa atau seluruh unit

galaktosa (Fardiaz, 1989).

Menurut Glicksman (1979) secara alami terdapat tiga fraksi karagenan,

yaitu kappa-karagenan, lambda-karagenan serta iota-karagenan. Kappa-

karagenan merupakan fraksi yang peka terhadap ion kalium, terdiri dari unit-

unit galaktosa 4-sulfat yang berikatan (1,3) dan 3,6-anhidro-D-galaktosa

berikatan (1,4). Lambda-karagenan tersusun dari 1,4-galaktosa-2,6-disulfat

Page 33: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

dan 1,3-galaktosa-2-sulfat. Sedangkan iota-karagenan mempunyai monomer

primer 1,3-galaktosa-4-sulfat dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat berikatan

(1,4). Sifat-sifat kappa, iota, dan lambda karagenan terdapat pada Tabel 4.

Daya larut karagenan dalam air juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

tipe karagenan, ion, bahan pelarut lainnya, suhu, dan pH.

Karagenan beserta garam-garamnya diklasifikasikan dalam kategori

GRAS (Generally Recognized as Safe) yang digunakan pada taraf GMP

(Good Manufacturing Practices) yaitu suatu jumlah bahan yang ditambahkan

kedalam makanan tidak lebih dari jumlah yang dibutuhkan untuk

mendapatkan pengaruh yang diinginkan. Struktur kimia dari karagenan

ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur kimia karagenan (Anonim, 2004)

Karagenan dalam jumlah secukupnya dapat diaplikasikan pada

berbagai produk sebagai pembentuk gel, penstabil, pengental (thickener),

pensuspensi, pembentuk tekstur emulsi terutama pada produk-produk jelly,

permen, sirup, dodol, nugget, produk susu, bahkan untuk industri komestik,

tekstil, cat, obat-obatan dan pakan ternak (Suptijah, 2002).

Menurut Istini et al., (1986) karagenan bersifat hidrokoloid yang

terdiri dari dua senyawa utama, senyawa pertama bersifat mampu membentuk

gel dan senyawa kedua mampu membuat cairan menjadi kental. Di dalam

Fardiaz (1989) yang mengacu pada Food Chemical Codex III pada tahun 1981

menyatakan bahwa karagenan seharusnya mempunyai sifat-sifat sebagai

berikut :

Page 34: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Arsenik (sebagai As) tidak boleh lebih dari 3 ppm

(0.0003 %)

Abu (tidak larut asam) tidak lebih dari 1.0 %

Abu (total) tidak lebih dari 35.0 %

Logam berat (sebagai Pb) tidak boleh lebih dari 40 ppm

(0.004 %)

Timah hitam tidak boleh lebih dari 10 ppm

(0.001 %)

Kehilangan pada pengeringan tidak lebih dari 12 %

Sulfat Antar 18.0 dan 40.0 % (berat kering)

Kekentalan dari larutan 1.5 % tidak kurang dari 5 cps pada 75 °C

Menurut Winarno (1995), standar mutu karagenan dalam bentuk

tepung adalah 99 % lolos saringan 60 mesh, tepung yang terendap alkohol 0,7

dan kadar air 15 % pada RH 50 dan 25 % pada RH 70. penggunaan ini

biasanya dilakukan pada konsentrasi serendah 0,005 % sampai setinggi 3 %

tergantung produk yang ingin diproduksi.

Page 35: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Tabel 4. Karakteristik bahan pembentuk gel jenis karagenan

Jenis bahan pembentuk gel Karakteristik Kappa Iota Lambda

Kelarutan dalam air dan susu

Larut pada suhu lebih dari 70 °C

Larut pada suhu lebih dari 70 °C

Larut air dingin dan panas

Kelarutan dalam larutan garam

Tidak larut Larut dalam panas

Larut dalam panas

Kelarutan dalam larutan gula

Larut dalam panas

Tidak larut Larut dalam panas

Kelarutan dalam etanol

Tidak larut di atas 20 %

Tidak larut di atas 20 %

Tidak larut di atas 20 %

Viskositas larutan Rendah Menengah Tinggi Kisaran pH optimal 4-10 4-10 4-10 Kisaran padatan terlarut optimal

0-40 % 0-20 % 0-80 %

Kondisi pembentukan gel

Ada ion K, Ca atau Na, suhu di

bawah suhu pembentukan

Ada ion K, Ca atu NA, suhu di

bawah suhu pembentukan

Tidak membentuk gel

Tekstur Kuat, rapuh, kerapuhan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ion K, Ca serta menurunnya locust bean gum termoreversibli

Lembut, kohesif, termoreversible

Tidak membentuk gel

Suhu pembentukan Meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ion K, Na, dan gula

Meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ion K, Na, Ca, Gula dan Locust bean gum

Tidak membentuk gel

Kekuatan gel Meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ion K, Na, Ca, dan locust bean gum

Meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ion K, Na, dan Ca

Tidak membentuk gel

Fardiaz (1989)

Page 36: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan nila

(Oreochromis sp) dalam keadaan segar yang diperoleh dari “Kurnia Fishery”.

Asal serat pangan yang digunakan berasal dari tepung wortel dan karagenan.

Wortel tersebut diperoleh dari pasar Ciampea-Bogor dan karagenan diperoleh

dari toko kimia Setia Guna. Sebagai bahan pengisi digunakan tepung maizena

dan tepung terigu dengan perbandingan 1:2. Bahan tambahan yang digunakan

adalah air, tepung roti, minyak goreng, garam dapur, lada, MSG (monosodium

glutamat), bawang putih, bawang merah, biji pala dan jahe.

Peralatan yang digunakan adalah timbangan, kompor, penggorengan,

pisau, penggiling daging (chopper), mixer, blender, pH meter, pipet Mohr,

cawan porselin, labu Erlenmeyer, gelas piala 150 ml, gelas ukur 100 ml dan

250 ml, tanur, labu Kjeldahl, labu lemak Soxlet, alat ekstraksi Soxhlet, oven,

Chromameter, Texture Analyser TAX2i, perangkat Kjeldahl, buret, neraca

analitik, timbangan, HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dan

AAS (Atomic Absorbtion Spectrofotometry).

B. METODE PENELITIAN

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan merupakan persiapan awal yang nantinya

akan digunakan dalam penelitian utama, yaitu pembuatan tepung wortel

dan menghitung rendemen tepung wortel yang diperoleh.

• Pembuatan Tepung Wortel

Tepung wortel dibuat dengan menggunakan metode

pengeringan. Wortel segar dicuci dan dibersihkan kotoran-kotoran

Page 37: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

yang menempel pada kulit terluarnya. Wortel kemudian

dipotong-potong menjadi bentuk ukuran dadu. Wortel yang telah

dipotong-potong lalu dikeringkan dengan menggunakan metode fluid

bed dryer yaitu alat yang beroperasi menggunakan udara yang

bergerak untuk mengurangi kadar airnya. Proses pengeringan ini

dilakukan pada suhu 55-60 °C selama 2-3 jam. Flakes wortel kering

yang dihasilkan kemudian dihancurkan hingga halus dengan

menggunakan blender hingga menghasilkan bentuk tepung (tidak

diayak). Diagram alir proses pembuatan tepung wortel dapat dilihat

pada Gambar 5.

Wortel segar

Pencucian

Pemotongan

Pengeringan suhu 55-60°C

(fluid bed dryer)

Penggilingan (blender)

Tepung wortel

Gambar 5. Diagram alir pembuatan tepung wortel

2. Penelitian Utama

Penelitian utama terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama yaitu

menentukan formula nugget ikan nila. Bagian kedua yaitu membuat

nugget ikan yang ditambahkan tepung wortel dan karagenan.

Page 38: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

a. Proses Pembuatan Nugget Ikan Nila

Pembuatan nugget ikan dalam penelitian ini dimulai dengan

menentukan formula nugget. Formula nugget yang digunakan

merupakan hasil modifikasi dari formula nugget yang digunakan

dalam penelitian Hapsari (2002). Penentuan formula nugget dan batter

dilakukan berdasarkan metode trial and error untuk memperoleh

perbandingan komposisi bahan yang paling tepat. Formulasi nugget

yang akan dimodifikasi terdapat pada Tabel 5. Sedangkan komposisi

batter terdapat pada Tabel 6.

Tahapan proses pembuatan nugget dalam penelitian ini

dilakukan dengan memodifikasi proses pembuatan yang digunakan

dalam penelitian Aswar (1995) dengan yang terdapat dalam Asian

Pasific Food Industry (2002). Modifikasi dilakukan dalam tahap

pemasakan. Dalam penelitian Aswar (1995) dilakukan pengukusan

setelah pencetakan, sedangkan pada Asian Pasific Food Industry

(2002) langsung dilakukan pencelupan dalam larutan batter setelah

dicetak. Diagram alir proses pembuatan nugget dapat dilihat secara

jelas pada Gambar 6.

Tabel 5. Formula nugget ikan

No Bahan Jumlah

1 Daging Ikan giling 80 %

2 Tepung 15 %

3 Susu skim 1 %

4 Soya Lecitin 1 %

5 Garam 1.5 %

6 STPP 0.25 %

7 Bumbu 1.25 % Sumber : Hapsari (2002)

Keterangan : Bahan Pengisi terdiri dari tepung terigu dan tepung maizena dengan perbandingan 1 : 1

Page 39: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Tabel 6. Formula batter

Bahan Jumlah

(per 100 g adonan)

Terigu 24.81 g

Maizena 5.64 g

Garam 0.75 g

Air 68.8 g

b. Proses Pembuatan Nugget Ikan Nila dengan Penambahan Tepung Wortel dan Karagenan

Pembuatan nugget ikan nila dilakukan dengan menggunakan

formula nugget ikan yang diperoleh (Tabel 9). Selanjutnya dalam

formula tersebut ditambahkan tepung wortel dan karagenan.

Penambahan serat pangan (tepung wortel dan karagenan) dilakukan

dengan beberapa konsentrasi berdasarkan total daging ikan yang

digunakan. Proses pembuatannya dapat dilihat pada Gambar 6.

Batas maksimum penambahan serat pangan dicari melalui

metode trial and error. Setelah didapat batas maksimum penambahan,

dibuat enam kombinasi perlakuan berdasarkan batas maksimum yang

telah diperoleh. Kemudian dilakukan uji organoleptik pada enam

kombinasi penambahan serat pangan menggunakan uji kesukaan

(hedonik) terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur secara keseluruhan

(over all) serta uji ranking secara keseluruhan (over all).

Selanjutnya pada nugget yang mendapatkan penerimaan terbaik

dari panelis dan nugget kontrol (tanpa penambahan serat pangan)

dilakukan analisis sifat fisik yang meliputi warna (chromameter), daya

iris (Texture Analyser TAX2i) dan sifat kimia yang meliputi analisis

proksimat (kadar air, abu, lemak dan protein), analisis nilai pH,

analisis serat pangan (metode enzimatis), analisis total karoten (metode

HPLC), analisis kadar natrium (metode AAS).

Page 40: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Tepung wortel Ikan karagenan

Pencucian

Pemfilletan

Penggilingan

Pembuatan adonan

(penambahan tepung, emulsi dan bumbu)

Pencetakan

Pencelupan dalam larutan batter

Pelumuran tepung roti (breading/coating)

Penggorengan secara deep fat frying

T = 180°C, 70 detik

Nugget ikan

Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan nugget ikan

Page 41: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

3. Rancangan Percobaan

Penentuan perlakuan terbaik pada nugget di dalam penelitian utama

ini menggunakan dua faktor yaitu faktor α dan β, dimana :

faktor α adalah jumlah tepung wortel (dari total daging ikan nila)

α1 = tepung wortel 10 %

α2 = tepung wortel 12,5 %

α3 = tepung wortel 15 %

faktor β adalah konsentrasi karagenan (dari total daging ikan nila).

β1 = karagenan 0,5 %

β2 = karagenan 1 %

Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

rancangan acak lengkap faktorial 2x3 dengan dua kali ulangan

(Gaspersz, 1991) dengan model linear sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Dimana : Yijk = Output dari nugget ke-k yang dibuat dengan jumlah

tepung wortel pada konsentrasi ke-i dan karagenan

dengan konsentrasi j µ = Nilai rata-rata output yang sesungguhnya

αi = Pengaruh aditif dari taraf ke-i faktor α

βj = Pengaruh aditif dari taraf ke-j faktor β

(αβ)ij = Pengaruh interaksi jenis taraf ke-i dari faktor α dan

taraf ke-j dari faktor β

εijk = Pengaruh galat percobaan pada nugget yang dibuat

dengan tepung wortel pada konsentrasi ke-i dan

karagenan dengan konsentrasi-j

Page 42: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

C. METODE ANALISIS

1. Kadar Air (AOAC, 1984)

Sampel sebanyak 2.0 gram dihancurkan dan dimasukkan ke dalam

cawan, lalu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 °C selama 3 jam.

Setelah itu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang beratnya.

Kadar air = (berat cawan akhir) – (berat cawan awal) x 100 %

(berat basah) berat sampel

2. Kadar Protein (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 1.0 - 2.0 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl

100 ml, lalu ditambahkan 1.0 gram K2SO4, 40 mg HgO dan 2.0 ml H2SO4

pekat. Setelah itu didestruksi sampai cairan berwarna hijau jernih.

Dibiarkan dingin, lalu ditambahkan sedikit air suling dan 10 ml 60 %

NaOH-5 % Na2S2O3 lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu

Erlenmeyer yang berisi 5 ml H3B03 dan 2-4 tetes indikator merah metil

serta metil biru hingga diperoleh sekitar 15 ml destilat. Destilat yang

diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N standar hingga titik akhir.

% N = (ml contoh - ml blanko) x N HCl x 14.007 x 100 %

(bb) berat contoh (mg)

3. Kadar Lemak Kasar (AOAC, 1984)

Labu lemak yang akan digunakan dalam alat ekstraksi Soxhlet

dikeringkan di dalam oven, lalu didinginkan di dalam desikator kemudian

ditimbang. Sejumlah sampel ditimbang kemudian dibungkus dengan

kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet. Pelarut

heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, sesuai dengan ukuran alat

Page 43: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

ekstraksi Soxhlet yang digunakan, lalu dilakukan refluks selama 5 jam.

Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan di

dalam oven pada suhu 105 °C. Setelah itu didinginkan di dalam desikator,

kemudian ditimbang.

% lemak = berat lemak x 100 %

(bb) berat sampel

4. Kadar Abu (AOAC, 1984)

Sampel ditimbang 2.0 - 3.0 gram, dimasukkan ke dalam cawan

porselen dan dibakar pada pembakar sampai asapnya habis. Selanjutnya

sampel dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 °C selama 4 - 5 jam.

Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang.

% kadar abu = berat abu x 100 %

(bb) berat sampel

5. Kadar Karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat (bb) = 100 – (kadar protein+lemak+air+abu)

6. Analisis Kadar Serat Pangan, Metode enzimatis (Asp et al., 1983)

a) Persiapan sampel

Sepuluh gram sampel (W) dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer

kemudian ditambah 25 ml buffer Na-fosfat dan dibuat menjadi

suspensi. Penambahan buffer berguna untuk menstabilkan enzim

termanyl. Ke dalam labu Erlenmeyer ditambah 100 μl termanyl, labu

ditutupi dan diinkubasi pada T= 100 oC selama 15 menit sambil sekali-

kali diaduk. Tujuan penambah termanyl dan pemanasan adalah untuk

Page 44: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

memecah pati dengan menggelatinisasi terlebih dahulu. Kemudian

labu diangkat dan didinginkan. Setelah itu ditambahkan 20 ml air

destilata dan pH diatur menjadi pH 1.5 dengan menambahkan HCl 4

M. setelah itu ditambahkan 100 mg pepsin. Pengaturan pH menjadi 1.5

dimaksudkan agar kondisi lingkungan optimum bagi aktivitas pepsin.

Labu Erlenmeyer ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC dan diagitasi

60 menit. Setelah 60 oC labu Erlenmeyer diangkat dan ditambah 20 ml air

destilata, kemudian pH diatur menjadi 6.8 (dengan NaOH 4 M) yang

merupakan pH optimum bagi aktivitas enzim pankreatin. Setelah pH

sesuai lalu ditambahkan 100 mg enzim pankreatin, labu ditutup

kemudian diinkubasi pada suhu 40oC dan diagitasi selama 60 menit.

pH diturunkan sampai 4.5 dengan menggunakan HCl. Larutan disaring

melalui crucible kering yang telah diketahui beratnya (porositas 2)

yang mengandung 0.5 gram celite kering. Kemudian dicuci 2 kali

masing-masing dengan 10 ml air destilata. Setelah proses ini didapat

residu dan filtrat.

b) Penentuan Kadar Serat Pangan Tidak Larut (IDF)

Residu yang didapat dari tahap persiapan sampel dicuci dua kali

masing-masing dengan 10 ml aseton. Kemudian residu dikeringkan

pada suhu 105 oC sampai beratnya tetap (sekitar 12 jam) dan

ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (X1). Residu diabukan

dalam tanur pada suhu 500 oC paling tidak selama 5 jam, didinginkan

dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (Y1).

c) Penentuan Kadar Serat Pangan Larut (SDF).

Filtrat yang didapat dari tahap persiapan sampel ditepatkan

volumenya sampai 100 ml dengan menggunakan labu takar 100 ml.

Larutan dituang kedalam gelas piala lalu ditambah 400 ml etanol 95 %

hangat (60 oC) dan diendapkan selama satu jam. Larutan disaring

dengan crucible kering (porositas 2) yang mengandung 0.5 gram celite

Page 45: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

kering, kemudian dicuci 2 kali masing-masing dengan 10 ml etanol

95 %, dua kali masing-masing dengan 10 ml etanol. Endapan

dikeringkan pada suhu 105 oC sampai beratnya tetap (sekitar 12 jam)

dan ditimbang setelah dingin (Y2).

d) Pembuatan Blanko

Blanko untuk serat pangan tidak larut (IDF) dan serat pangan larut

(SDF) diperoleh dengan cara yang sama pada tahap persiapan sampel

tetapi pada pembuatan blanko tidak digunakan sampel dan semua

pereaksi yang digunakan dalam tahap persiapan sampel harus

digunakan. Dari tahap pembuatan blanko juga didapat residu dan

filttrat. Residu yang didapat diberikan perlakuan yang sama seperti

pada tahap penentuan kadar serat pangan tidak larut. Berat residu

setelah dikeringkan dan diabukan digunakan sebagai blanko untuk

penentuan kadar serat pangan larut. Berat filtrat setelah dikeringkan

dan diabukan digunakan sebagai blanko untuk penentuan kadar serat

pangan larut (B2).

e) Koreksi protein pada residu

Koreksi protein dilakukan pada residu IDF (K1) maupun SDF

(K2). Koreksi protein bertujuan untuk menghindari kesalahan positif

akibat adanya protein dalam residu yang yang belum terurai oleh

enzim termanyl dan pankreatin. Analisis protein pada residu dilakukan

dengan metode mikro Kjeldahl.

f) Perhitungan serat pangan total

IDF (% bb) = (X1-Y1-B1-K1) X 100% W

Page 46: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

SDF (% bb) = (X2-Y2-B2-K2) X 100% W

Total serat pangan (TDF) = IDF + SDF

Keterangan :

W : berat sampel

X1 : berat residu setelah dianalisis dan dikeringkan (g)

X2 : berat filtrat setelah dianalisis dan dikeringkan (g)

Y1 : berat residu setelah diabukan (g)

Y2 : berat filtrat setelah diabukan (g)

B1 : berat blanko serat makanan bebas abu untuk kadar serat pangan

tidak larut (IDF)

B2 : berat blanko serat makanan bebas abu untuk kadar serat pangan

larut (SDF)

K1 : Koreksi protein pada residu serat pangan tidak larut (IDF)

K2 : Koreksi protein pada residu residu pangan larut (SDF)

7. Analisis β-Karoten Metode HPLC (Parker, 1992)

Pengukuran kadar β-karoten dilakukan dengan metode High

Performance Liquid Chromatographi (HPLC). Sampel sekitar 0.1 gram

diblender 15-20 menit kemudian diekstrak dengan heksan dan aseton (1:1)

dan disaring menggunakan corong Buchner dalam kondisi vakum. Filtrat

yang dihasilkan dimasukkan kedalam tabung reaksi untuk dikeringkan

dengan gas N2 atau di freez dryer. Filtrat yang sudah kering ditambah 4 ml

KOH 5 % dalam metanol. Selanjutnya filtrat dikocok satu menit dan

diaerasi selama 30 menit. Ekstrak dipanaskan dalam penangas air suhu

60 oC selama 30 menit. Ekstrak dikocok kembali satu menit. Lapisan atas

ekstrak diambil dan dikumpulkan. Filtrat hasil pengumpulan disentrifuse

dengan kecepatan 2000 rpm sehingga terpisah. Fase organik yang

Page 47: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

terbentuk dikumpulkan dan ditambah 3 ml asam asetat 5 % dalam air

bebas ion, dikocok. Selanjutnya fase organik yang telah ditambah asam

asetat dan air bebas ion disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 5

menit. Fase organik dipindahkan dan dikeringkan dengan N2 (freezdryer).

Residu kering ditambah 5 ml CHCl3 5 % dalam metanol. Selanjutnya

dikeringkan dan diaerasi selama 30 menit. Ekstrak didiamkan dalam

pendingin suhu -20 oC selama 12 jam. Selanjutnya ekstrak dikeringkan

dengan N2. Residu kering ditambah 2 ml metanol, asetonitril dan NHCl3,

sebagai fase gerak (48.5 %, 48.5 %, 3 %).

Standar β-karoten dicampurkan dalam petroleum eter, dievaporasi

dan dicampurkan dengan diklorometan. Konsentrasi standar ditunjukkan

secara spektrofotomketrik menggunakan koefisien ekstensi molar E tem

1 % = 2530,. Konsentrasi yang berbeda digunakan untuk analisa HPLC

dan memplot grafik standar. Koefisien korelasi dihitung untuk menaksir

kelinieran diantara konsentrasi standar dan puncak area grafik. Sampel

diencerkan untuk diinjeksikan dan pemisahan analisa dihubungkan dengan

rata-rata aliran pelarut pada 1.5 ml per menit dengan sensitifitas detektor

(AUFS) 0.02 dan standar lebar gelombang 450 nm. Konsentrasi β-karoten

dihitung dengan grafik standar menggunakan rumus :

Luas puncak sampel

Kadar β-karoten (ppm) = x konsentrasi standar x FP Luas puncak standar

Keterangan : FP = faktor pengenceran = 4

8. Analisis Total Karoten Metode Spektrofotometer (Parker, 1992)

Sampel yang sudah halus ditimbang sebanyak 7.0 gram dan diaduk

dengan 42 ml akuades. Sebanyak 20 ml suspensi sampel tersebut

ditambahkan 0.1 gram MgCO3, 10 ml aseton dan 15 ml heksan, diblender

selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrat dipindahkan ke labu pemisahan,

sedangkan residu ditambahkan 5 ml aseton dan 10 ml heksan, diblender 5

Page 48: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

menit, diekstraksi dan filtrat dipindahkan ke labu pemisahan yang sama.

Ekstraksi dilakukan 1-2 kali sampai residu tidak terekstrak lagi.

Filtrat yang terdapat di labu pemisahan, ditambahkan sedikit air.

Dikocok dan didiamkan hingga terjadi pemisahan antara aseton-air-residu

di bagian bawah dengan heksan karotenoid di bagian atas. Larutan di

bagian bawah dibuang sedangkan ekstrak karoten di bagian atas disaring

dengan kertas saring anhydrate. Kertas saring tersebut dibilas dengan

heksan. Filtrat dipindahkan ke labu takar 100 ml, ditambahkan 22,5 ml

aseton, ditepatkan dengan heksan hingga tanda tera. Hasil ekstraksi dapat

disimpan menggunakan botol gelap pada freezer dengan suhu -29°C.

Sebagai faktor koreksi ekstraksi di cari recovery factor yaitu

sampel yang sama ditambahkan β-karoten 0,5 mg sebagai larutan standar.

Kemudian dilakukan proses ekstraksi seperti pada larutan sampel. Untuk

pengukuran total karoten, sampel dan sampel yang ditambahkan standar

diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 453 nm, dengan

blanko yaitu 9 % aseton dalam heksan, lalu dibaca absorbennya. Kadar

β-karoten dengan memperhitungkan recovery factor dihitung dengan

menggunakan rumus :

Total karoten (ppm) = A x D x V x 10 x 100 E 1%

1 cm x M

Keterangan : Recovery factor

A = absorben m = total karoten sampel (ppm)

D = faktor pengencer n = total karoten sampel + standar (ppm)

V = volume ekstrak 100 ml s = standar yang ditambahkan (0,5 mg)

E 1%1 cm = berat sampel (g) m-n = a dimana seharusnya a = s

9. Analisis Kadar Total Natrium Metode AAS (Apriyantono et al., 1989)

Penetapan kadar natrium total dalam penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan metode AAS. Prinsip dari metode ini adalah residu

Page 49: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

sampel yang telah dihilangkan kandungan bahan-bahan organiknya

dengan menggunakan pengabuan basah dapat dilarutkan dalam asam

encer. Larutan disebarkan dalam nyala api yang ada dalam nyala AAS

sehingga absorpsi atau emisi logam dapat dianalisis dan diukur pada

panjang gelombang tertentu.

a. Pereaksi

1. H2SO4 pekat, HNO3 pekat dan HClO4

2. Air demineralisasi

3. Larutan stock standar (1000 mg/L) natrium

4. Larutan standar

Encerkan larutan stock standar dengan menggunakan air

demineralisasi sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja

logam yang bersangkutan seperti dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kondisi yang direkomendasikan untuk analisis logam

Unsur Panjang

gelombang

(A’’)1

Limit

deteksi (µg

logam ml)1

Kisaran

kerja (µg

logam/ml)1

Sistem nyala2

Natrium 589.0 0.002 0.1-5 Udara-asetilen 1 Apriyantono et al., (1989)

2 AOAC (1995)

b. Persiapan sampel dengan pengabuan basah menggunakan H2SO4, HNO3 pekat dan HClO4

Ditimbang tepat sejumlah sampel dan dimasukkan ke dalam

Labu Kjeldahl. Ditambahkan 4 ml asam perklorat, beberapa butir batu

didih, dan HNO3 secukupnya. Ditambahkan pula H2SO4 sambil diaduk

perlahan. Dipanaskan perlahan-lahan dengan api kecil selama

5-10 menit sampai timbul asap tebal. Hentikan pemanasan dan biarkan

larutan menjadi dingin. Larutan kemudian dipanaskan lagi dengan api

kecil selama 5-10 menit sampai timbul asap (H2SO4) putih tebal.

Besarkan api dan lanjutkan pemanasan 1-2 menit. Tambahkan 1-2 ml

HNO3 jika diperkirakan masih ada karbonnya dan panaskan. Larutan

Page 50: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

yang dihasilkan kemudian didinginkan. Setelah dingin, larutan

kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman dan

diencerkan sampai volume 100 ml dengan menggunakan air

demineralisasi. Hasil pengabuan basah ini selanjutnya siap untuk

dianalisis dengan menggunakan AAS.

c. Kalibrasi alat dan penetapan sampel

1. Set alat AAS sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut

2. Ukur larutan standar logam dan blanko

3. Ukur larutan sampel (selama penetapan sampel, periksa secara

periodik apakah nilai standar tetap konstan)

4. Buat kurva standar untuk masing-masing logam (nilai absorpsi vs

konsentrasi logam dalam mg/L).

d. Perhitungan

Konsentrasi natrium total dalam sampel dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar logam (mg/1000 g) = a x 1000 g x FP

W

Keterangan :

W = berat sampel (g)

a = konsentrasi larutan sampel yang terbaca dari kurva standar

(mg/L)

FP = faktor pengenceran

10. Nilai pH (AOAC, 1984)

Pengukuran nilai pH dilakukan dengan alat pH-meter. Alat pH

meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH 4 dan

pH 7 sebelum digunakan untuk mengukur pH sampel. Sampel sebanyak

Page 51: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

10 gram ditambah dengan 50 ml aquades kemudian dihomogenkan. Nilai

pH diukur dengan menempatkan elektroda pada sampel dan nilai pH

sampel terbaca pada layar.

11. Kekerasan (Daya Iris)

Pengukuran sifat fisik tekstur nugget ikan yaitu daya iris atau

hardness diukur dengan menggunakan alat Stevens LFRA Texture

Analyzer (Texture Expert TA-XT2i) dengan parameter yang diamati adalah

kekerasan. Cara kerja alat ini adalah pisau pada alat akan memotong

sampel kemudian akan terbaca kurva. Kurva yang tertinggi menyatakan

nilai kekerasan sampel. Nilai kekerasan adalah besarnya gaya tekan untuk

memecah produk padat, dinyatakan dalam gram force (gf). Semakin besar

gaya yang digunakan untuk memecah produk, maka semakin besar nilai

kekerasan produk tersebut.

Tabel 8. Setting texture analyzer yang digunakan dalam pengukuran

Parameter Setting

Probe set Warner-Bratzer Blade

Test speed 2.0 mm/s

Pre test speed 2.0 mm/s

Post test speed 10.0 mm/s

Repture test dist 1.0 mm

Force 100 gram

Distance 20.0 mm

Time 5.00 sec

Count 2

Alat Texture Analyzer (Texture Expert TA-XT2i) sudah dilengkapi

dengan sistem komputerisasi, sehingga alat tersebut harus disetting sesuai

dengan kebutuhan dan jenis probe yang diuji sebelum digunakan. Probe

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Warner Bratzel Blade. Probe

Page 52: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

blade yang digunakan memberi gaya tekan atau kompresi yang dapat

memotong nugget. Adapun setting yang digunakan dalam pengukuran

tekstur nugget ikan dapat dilihat pada Tabel 8.

12. Kromatisitas Warna

Pengujian warna secara objektif dilakukan dengan menggunakan

alat chromameter (R-20, Minolta Camera Co., Japan) dengan menentukan

nilai L, a dan b. Chromameter Minolta bekerja berdasarkan pengukuran

pantulan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel yang dianalisis.

Sebelum dilakukan pengukuran sampel, alat harus dikalibrasi dengan

warna kalibrasi agar diperoleh data yang akurat.

Nilai L berhubungan dengan derajat kecerahan, yang berkisar antara

nol samapi seratus. Kecerahan dinyatakan meningkat dengan

meningkatnya nilai L. Nilai a menggambarkan tingkat kemerahan dan

kehijauan. Nilai a negatif menunjukkan warna hijau dari nol sampai

delapan puluh, sedang a positif menunjukkan warna merah dari nol sampai

seratus. Nilai b menunjukkan tingkat kekuningan dan kebiruan. Nilai b

positif menunjukkan intensitas warna kuning, sedangkan nilai b negatif

menunjukkan intensitas warna biru.

13. Uji Organoleptik (Rahayu, 1997)

Uji organoleptik merupakan penilaian terhadap mutu produk

berdasarkan panca indera manusia melalui sensorik. Penilaian dengan

indera banyak digunakan untuk penilaian mutu suatu produk terutama

produk hasil pertanian dan makanan. Beberapa cara penilaian organoleptik

terhadap suatu produk dapat dilakukan, antara lain yaitu dengan

menggunakan uji hedonik dan uji ranking.

Pengujian organoleptik pada penelitian ini dilakukan secara

keseluruhan (over all) terhadap rasa, warna, dan tekstur pada produk

nugget ikan yang diberi perlakuan dengan menggunkan uji hedonik dan uji

Page 53: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

ranking. Pada uji ini nugget ikan nila yang telah siap akan dinilai oleh

panelis setengah terlatih sebanyak 30 orang untuk menunjukkan tingkat

kesukaan atau ketidaksukaan secara keseluruhan dengan instruksi dari

penyaji.

Panelis memberikan penilaian sesuai dengan skala penilaian yang

terdapat pada formulir yang tersedia. Skala penilaian yang digunakan pada

uji hedonik memiliki rentang 1-6, yaitu (1 = sangat tidak suka, 2 = tidak

suka, 3 = agak tidak suka, 4 = agak suka, 5 = suka dan 6 = sangat suka).

Sedangkan untuk uji ranking juga menggunakan enam skala sama seperti

pada uji hedonik. Formulir isian untuk uji hedonik dapat dilihat pada

Lampiran 1 dan uji ranking pada Lampiran 2.

Page 54: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

Tepung wortel dibuat dengan menggunakan metode pengeringan.

Tahap awal pada pembuatan tepung wortel ialah melakukan pemilihan

bahan bakunya. Bahan baku yang digunakan yaitu wortel, dengan kondisi

yang masih segar, tidak lecet atau luka-luka, berwarna kuning tua (jingga)

kemerahan dan cerah. Wortel segar dicuci dengan air dan dipisahkan dari

bagian yang tidak memenuhi persyaratan melalui proses sortasi. Wortel

yang telah bersih dan telah ditiriskan, kemudian dipotong-potong menjadi

bentuk dadu kemudian dikeringkan dengan menggunakan alat pengering

fluid bed dryer. Proses pengeringan ini dilakukan pada suhu 55-60 °C

selama 2-3 jam. Proses pengeringan wortel dapat dilihat pada Gambar 7.

Flakes wortel kering yang dihasilkan kemudian dihancurkan

hingga halus dengan menggunakan blender hingga menghasilkan bentuk

tepung (tidak diayak). Proses penggilingan dengan menggunakan blender

dilakukan dalam waktu singkat hingga diperoleh bentuk serbuk tepung.

Kondisi tepung wortel dapat dilihat pada Gambar 8.

Menurut Winarno, Fardiaz, dan Fardiaz (1980) diperkirakan 30-40 %

sayuran dan buah-buahan di Indonesia mengalami kerusakan sebelum

dikonsumsi. Salah satu komoditas pertanian yang cepat mengalami

kerusakan adalah wortel (Daucus carota L). Tujuan pengolahan wortel

menjadi tepung adalah untuk memudahkan penyimpaan dan

pendistribusian. Kadar air yang rendah akan membuat wortel menjadi

lebih tahan lama dan mempermudah tempat penyimpanan. Wortel dalam

bentuk tepung juga memudahkan penambahannya pada produk nugget

ikan.

Tepung wortel yang dihasilkan disimpan dengan menggunakan

kantong plastik polipropilen yang diseal untuk mengurangi penyerapan

uap air dari udara dan agar tidak terjadi kontaminasi yang dapat merusak

tepung wortel tersebut. Pengepakan dengan oksigen rendah dapat

Page 55: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

menurunkan kecepatan kehilangan β-karoten selama penyimpanan

(Andarwulan dan Koswara, 1992).

Gambar 7. Proses pengeringan wortel dengan fluid bed dryer

Gambar 8. Tepung wortel

1. Rendemen Tepung wortel

Nilai rendemen merupakan parameter yang sangat penting untuk

mengetahui nilai ekonomis suatu produk. Semakin tinggi

rendemennya, maka semakin tinggi nilai ekonomis produk tersebut

dan semakin rendah rendemennya maka produk tersebut dapat

dianggap kurang ekonomis.

Page 56: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Perhitungan rendemen didasarkan pada perbandingan antara berat

tepung wortel yang dihasilkan dengan berat wortel segar. Hasil

perhitungan rendemen wortel adalah 7.4 %. Nilai rendemen tepung

wortel tersebut sangat dipengaruhi oleh kadar airnya. Semakin rendah

bahan kering dan semakin tinggi kadar air yang terkandung dalam

wortel, maka semakin rendah rendemennya.

B. PENELITIAN UTAMA

1. Formulasi

Pada tahap ini dilakukan penelitian untuk mendapatkan formula

nugget ikan yang akan digunakan. Berdasarkan hasil modififkasi dan trial

and error dari formula nugget ikan Hapsari (2002), didapatkan formulasi

nugget ikan terpilih. Formula nugget ikan tersebut dapat dilihat pada

Tabel 9. Gambar dari formula nugget ikan tanpa perlakuan apapun

(kontrol) dapat dilihat pada Gambar 16.

Tabel 9. Formula nugget ikan yang digunakan dalam penelitian

No Bahan Jumlah

1 Daging Ikan giling 60 %

2 *Tepung 8 %

3 Susu skim 1.3 %

4 **Emulsi 16.7 %

5 Garam 1.3 %

6 Air 4 %

7 Bumbu 8.7 % Keterangan :

* Bahan Pengisi terdiri dari tepung terigu dan tepung maizena dengan perbandingan 2 : 1 ** Emulsi terdiri dari telur dan minyak nabati dengan perbandingan 1:1

Berdasarkan formula nugget ikan pada Tabel 9, kemudian dibuat

menjadi enam perlakuan dengan penambahan serat pangan (tepung wortel

dan karagenan). Bagian masing-masing bahan untuk enam perlakuan

Page 57: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 dan gambar hasil dari enam formula

nugget tersebut dapat dilihat pada Gambar 17.

Tabel 10. Formula nugget ikan setelah penambahan serat pangan

Jumlah bahan untuk tiap perlakuan (%) Bahan formula

1 formula

2 formula

3 formula

4 formula

5 formula

6 Daging Ikan

giling

53.7 53.4 52.2 51.9 50.7 50.4

Tepung

wortel

6 6 7.5 7.5 9 9

Karagenan 0.3 0.6 0.3 0.6 0.3 0.6 *Tepung 8 8 8 8 8 8

Susu skim 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3 **Emulsi 16.7 16.7 16.7 16.7 16.7 16.7

Garam 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3

Air 4 4 4 4 4 4

Bumbu 8.7 8.7 8.7 8.7 8.7 8.7 Keterangan :

* Bahan Pengisi terdiri dari tepung terigu dan tepung maizena dengan perbandingan 2 : 1 ** Emulsi terdiri dari telur dan minyak nabati dengan perbandingan 1:1

2. Uji Organoleptik

a. Uji Hedonik

Uji hedonik dilakukan secara keseluruhan (over all) terhadap

keenam sampel yang telah diberi perlakuan. Analisis sidik ragam

(Lampiran 2) menunjukkan bahwa penambahan tepung wortel dan

karagenan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap keseluruhan parameter

organoleptik yang diuji pada pada uji hedonik. Uji lanjut Duncan

(Lampiran 3) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan tepung wortel

10 % dan karagenan 1 % (formula 2) memberikan nilai tertinggi (5.17)

dan berbeda nyata dengan formula-formula lainnya. Sedangkan

Page 58: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

formula 1, 3, 4, 5 dan 6 tidak berbeda nyata satu sama lainnya.

Tabel 11 menunjukkan hasil uji hedonik secara keseluruhan (rasa,

tekstur dan warna). Gambar dari sampel formula terpilih dapat dilihat

pada Gambar 16.

Tabel 11. Hasil uji hedonik dan uji ranking terhadap rasa, tekstur dan

warna secara keseluruhan dari tiap sampel hasil penelitian

Formula Perlakuan

(% dari total daging)

Rata-rata skor

hedonik

(over all)

Rata-rata skor

Ranking

(over all)

1 Tepung wortel 10 %

dan karagenan 0.5 %

4.60 b 3.17

2 Tepung wortel 10 %

dan karagenan 1 %

5.17 c 2.13

3 Tepung wortel 12.5 %

dan karagenan 0.5 %

3.93 a 3.90

4 Tepung wortel 12.5 %

dan karagenan 1 %

4.03 a 4.33

5 Tepung wortel 15 %

dan karagenan 0.5 %

4.20 ab 3.83

6 Tepung wortel 15 %

dan karagenan 1 %

3.93 a 3.63

Keterangan :

• Huruf yang berbeda pada angka di kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05)

b. Uji Ranking

Uji ranking dilakukan secara keseluruhan (over all) terhadap

keenam sampel yang telah diberi perlakuan. Hasil uji ranking yang

dianalisis dengan Friedman test (Lampiran 5) menunjukkan bahwa

nugget penambahan 10 % tepung wortel dan 1 % karagenan

(formula 2) memiliki nilai ranking tertinggi (2.13). Hasil ini

Page 59: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

menunjukkan bahwa penambahan tepung wortel dan karagenan

berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap keseluruhan parameter

organoleptik yang diuji pada pada uji ranking.

3. Analisis Proksimat

Analisis proksimat dilakukan terhadap bahan baku yaitu daging

ikan nila, nugget ikan yang tidak diberi perlakuan (nugget kontrol) dan

nugget ikan dengan nilai skor hedonik terbaik yaitu nugget dengan

formula 2. Hasil analisis proksimat meliputi analisis kadar air, abu,

protein, lemak dan analisis karbohidrat (by difference).

a. Kadar Air

Berdasarkan Gambar 9 kadar air daging ikan nila, nugget kontrol

dan nugget dengan formula 2 masing-masing sebesar 78.06 %,

54.06 %, 47.48 %. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar air

nugget terpilih memiliki kandungan air yang lebih rendah

dibandingkan nugget kontrol. Hal ini disebabkan total serat pangan di

dalam nugget formula 2 lebih tinggi dibandingkan nugget kontrol.

Tetapi kedua nilai kadar air tersebut masih dapat diterima karena kadar

air maksimum untuk nugget ayam berdasarkan SNI 01-6683-2002

adalah 60 %.

78.06

54.0647.48

60

010203040

5060708090

Daging ikan Nugget kontrol Nugget terpilih SNI

Kad

ar A

ir (%

)

Gambar 9. Hasil analisis kadar air

Page 60: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

b. Kadar Abu

1.17

2.56 2.72

5.33 5.185.56

0

1

2

3

4

5

6

Daging ikan Nuggetkontrol

Nuggetterpilih

Kad

ar a

bu (%

)

berat basah

berat kering

Gambar 10. Hasil analsisi kadar abu

Kadar abu yang terdapat dalam suatu bahan pangan

menunjukkan kandungan mineral dari bahan pangan tersebut. Dari

Gambar 10 kadar abu pada daging ikan, nugget kontrol dan nugget

dengan formula 2 masing-masing sebesar 1.17 %, 2.56 %, 2.72 %

berdasarkan berat basah atau 5.33 %, 5.56 %, 5.18 % berdasarkan

berat kering.

Berdasarkan hasil analisis berat kering dapat ditentukan

kandungan mineral yang tertinggi terdapat dalam nugget kontrol. Hal

ini disebabkan nugget kontrol sebagian besar terbuat dari daging ikan

(60 %) selain bahan tambahan lainnya. Seperti diketahui kadar abu

dari daging ikan nila cukup tinggi yaitu 5.33 % berdasarkan berat

kering.

Namun, kandungan mineral pada daging ikan nila masih dibawah

kandungan nugget kontrol karena pada daging ikan tidak terdapat

bahan tambahan seperti bawang merah, bawang putih, lada, garam,

tepung, dan bahan-bahan lainnya yang dapat meningkatkan kandungan

mineralnya. Nugget terpilih juga memiliki kandungan mineral yang

Page 61: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

cukup tinggi akibat penambahan tepung wortel dan karagenan. Kadar

abu tidak tercantum dalam SNI 01-6683-2002.

c. Kadar Protein

12

25.4920.45

11.71 10.7418.49

84.22

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Dagingikan

Nuggetkontrol

Nuggetterpilih

SNI

Kad

ar p

rote

in (%

)

berat basah

berat kering

Gambar 11. Hasil analsisi kadar protein Berdasarkan Gambar 11 kadar protein pada daging ikan, nugget

kontrol dan nugget dengan formula 2 berturut-turut adalah 18.49 %,

11.71 %, 10.74 % berdasarkan berat basah atau 84.22 %, 25.49 %,

20.45 % berdasarkan berat kering. Nugget terpilih (formula 2)

memiliki kadar protein yang lebih rendah daripada nugget kontrol

karena perbedaan jumlah daging ikan yang ditambahkan.

Kadar protein dari nugget kontrol dan nugget terpilih (formula 2)

masih belum memenuhi persyaratan SNI 01-6683-2002 untuk nugget

ayam. Dimana dalam SNI tersebut dijelaskan bahwa kadar minimum

protein untuk nugget ayam adalah 12 % berdasarkan berat basah. Hal

ini kemungkinan disebabkan masih kurangnya jumlah komposisi

bahan-bahan (baik bahan utama maupun bahan pembantu) yang

digunakan dalam pembuatan nugget ikan ini.

Page 62: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

d. Kadar Lemak

20

4.88

22.09

26.14

1.07

10.15

13.69

0

5

10

15

20

25

30

Dagingikan

Nuggetkontrol

Nuggetterpilih

SNI

Kad

ar le

mak

(%)

berat basah

berat kering

Gambar 12. Hasil analsisi kadar lemak

Kadar lemak pada daging ikan, nugget kontrol dan nugget

dengan formula 2 sesuai Gambar 12 berturut-turut adalah 1.07 %,

10.15 %, 13.69 % berdasarkan berat basah atau 4.88 %, 22.09 %,

26.14 % berdasarkan berat kering. Nugget terpilih (formula 2)

berdasarkan berat kering memiliki kadar lemak yang lebih tinggi

daripada nugget kontrol. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh lebih

banyaknya minyak yang terserap pada nugget terpilih, sehingga juga

menyebabkan kadar air produk terpilih lebih rendah dari nugget

kontrol. Tetapi hasil pengukuran kadar lemak nugget kontrol dan

nugget terpilih masih memenuhi persyaratan SNI 01-6683-2002 untuk

nugget ayam. Dimana dalam SNI tersebut dijelaskan bahwa kadar

maksimum lemak untuk nugget ayam adalah 20 % berdasarkan berat

basah.

e. Kadar Karbohidrat

Page 63: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Kadar karbohidrat pada daging ikan, nugget kontrol dan nugget

dengan formula 2 dari Gambar 13 berturut-turut adalah 1.22 %,

21.52 %, 25.37 % berdasarkan berat basah atau 5.57 %, 46.9 %,

48.3 % berdasarkan berat kering. Kadar karbohidrat sangat bergantung

kepada faktor pengurangnya, yaitu kadar air, kadar abu, kadar protein

dan kadar lemak.

25

46.9 48.3

1.22

25.3721.52

5.57

0

10

20

30

40

50

60

Dagingikan

Nuggetkontrol

Nuggetterpilih

SNI

Kad

ar k

arbo

hidr

at (%

)

berat basah

berat kering

Gambar 13. Hasil analisis kadar karbohidrat

Berdasarkan hasil analsis kadar karbohidrat yang diperoleh,

nugget kontrol telah memenuhi SNI 01-6683-2002 untuk nugget ayam

yaitu 25 % berdasarkan berat basah. Sedangkan nugget terpilih berada

sedikit diatas batas maksimum SNI 01-6683-2002 untuk nugget ayam

dikarenakan kadar airnya yang rendah. Hal itu dapat dilihat pada

perbedaan yang tidak terlalu jauh antara kadar karbohidrat berdasarkan

berat kering nugget terpilih yaitu 48.3 % dan nugget kontrol 46.9 %.

4. Nilai pH

Hasil pengukuran nilai pH dari nugget ikan kontrol (tidak diberi

perlakuan) dan nugget ikan terpilih (formula 2) disajikan pada Gambar 14.

Dari Gambar 14 terlihat bahwa nilai pH nugget ikan kontrol dan nugget

ikan terpilih memiliki perbedaan sebesar 0.11 nilai pH. Hasil tersebut

Page 64: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

menunjukkan bahwa penambahan serat pangan pada nugget cukup

berpengaruh terhadap nilai pH produk yang dihasilkan.

Menurut Syarief dan Halid (1991), kondisi pH bahan pangan dapat

digunakan sebagai pembatas bagi perkembangan jasad renik. Jenis

mikroorganisme dapat diduga dari nilai pH yang terdapat di dalam bahan

pangan. Berdasarkan perbedaan nilai pH antara nugget kontrol dan nugget

terpilih (formula 2) menunjukkan kemungkinan bahwa nugget terpilih

memiliki ketahanan umur simpan yang lebih lama dibandingkan nugget

kontrol. Dari hasil analisis nilai pH juga dapat diketahui bahwa kedua

nugget tersebut termasuk ke dalam bahan pangan yang tidak asam (pH di

atas 5.0) (Buckle et al, 1987).

5.8

5.69

5.625.645.665.685.7

5.725.745.765.785.8

5.82

Nugget kontrol Nugget terpilih

Produk

Nila

i pH

Gambar 14. Nilai pH nugget kontrol dan nugget terpilih

5. Analisis Serat Pangan

Analisis serat pangan dilakukan pada nugget ikan dengan

formula 2 sebagai produk terpilih dan nugget ikan kontrol. Hasil analisis

serat pangan pada Tabel 12 menunjukkan bahwa kadar total serat pangan

pada produk terpilih lebih besar (14.70 % bk) dibandingkan total serat

pangan pada kontrol (4.50 % bk). Kadar serat pangan yang tinggi pada

produk terpilih disebabkan adanya penambahan tepung wortel dan

karagenan.

Page 65: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Serat pangan larut pada produk terpilih yang lebih tinggi daripada

produk kontrol menunjukkan adanya pengaruh penambahan karagenan

pada produk terpilih. Serat tidak larut pada produk terpilih yang lebih

tinggi daripada produk kontrol disebabkan oleh adanya penambahan

tepung wortel. Menurut Harianto (1996) serat yang tidak larut dalam air

adalah komponen struktural tanaman, sedangkan yang larut adalah

komponen non struktural.

Tabel 12. Hasil analisis serat pangan larut pada produk terpilih dan

produk kontrol

Jenis Analisa Nugget kontrol Nugget terpilih

% bb 1.05 2.41 SDF

% bk 2.28 4.58

% bb 1.02 5.32 IDF

% bk 2.23 10.13

% bb 2.07 7.73 TDF

% bk 4.50 14.70

Menurut Jahari dan Sumarno (2001), konsumsi serat yang

dianjurkan per hari untuk orang dewasa sebesar 25-30 gram, sedangkan

untuk anak-anak usia diatas 2 tahun dianjurkan untuk mengkonsumsi serat

sebanyak umur mereka ditambah 5 gram/hari. Sebagai contoh untuk

panelis yang berumur 10 tahun, jumlah konsumsi serat yang dianjurkan

adalah 15 gram/hari.

Jumlah total serat pangan yang terkandung dalam produk terpilih

adalah 7.73 gram per 100 gram produk. Berat satu buah produk adalah

sekitar 20 gram berarti satu produk mengandung 1.546 gram serat pangan.

Itu berarti untuk mencukupi 20 % konsumsi serat orang dewasa per hari

yaitu 5 gram serat pangan, dibutuhkan sekitar 4 buah produk per sajian

sebagai pelengkap konsumsi makanan yang mengandung serat. Sedangkan

untuk mencukupi 100 % kebutuhan konsumsi serat orang dewasa per hari

yaitu 25 gram, dibutuhkan sekitar 17 buah produk per hari. Panelis yang

berumur 10 tahun membutuhkan serat yaitu 3.0 gram serat untuk

Page 66: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

mencukupi 20 % kebutuhan serat pangannya, sehingga dibutuhkan kurang

lebih 2 buah produk per sajian untuk mencukupi kebutuhan serat

pangannya tersebut.

Menurut petunjuk aturan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) Indonesia (2004), suatu produk dapat diklaim sebagai “sumber

yang baik” jika mengandung sedikitnya 10-19 % dari yang dianjurkan per

sajiannya. Berdasarkan hal tersebut produk beku siap saji terpilih dapat

diklaim sebagai produk sumber serat pangan yang baik dengan aturan per

sajiannya untuk orang dewasa membutuhkan 4 buah nugget.

Astawan (2003) menyatakan suatu produk dapat diklaim sebagai

pangan fungsional jika produk merupakan suatu produk pangan (bukan

berbentuk kapsul, bubuk, atau tablet), dapat dan layak dikonsumsi sebagai

diet atau menu sehari-hari, mempunyai fungsi tertentu pada saat dicerna

dan dapat memberikan peran pada proses tubuh. Produk yang dihasilkan

merupakan produk beku siap saji yang mengandung serat pangan, dimana

serat pangan mempunyai fungsi tertentu pada saat dicerna dan

memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh, dan dapat dikonsumsi

layaknya makanan biasa. Berdasarkan hal itu, produk nugget ikan terpilih

hasil penelitian dapat dikategorikan sebagai pangan fungsional.

6. Kekerasan (daya iris)

1188.35

1943.5

0

500

1000

1500

2000

2500

Nugget kontrol Nugget terpilih

Produk

Nila

i kek

eras

an (g

f)

Page 67: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Gambar 15. Hasil analisis kekerasan nugget kontrol dan nugget terpilih

Kekerasan didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk

menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan produk yang

diinginkan (Ranggana, 1986). Kekerasan dapat juga didefinisikan sebagai

besarnya gaya yang diperlukan untuk menekan produk hingga pecah atau

terbelah. Tekstur merupakan unsur mutu yang penting pada produk olahan

daging. Kelembutan (tenderness), firmness dan sliceability pada produk

akan mempengaruhi penerimaan konsumen.

Pengukuran kekerasan pada penelitian ini dinyatakan dalam

besarnya gaya (gf) yang diperlukan untuk memotong nugget ikan kontrol

dan nugget ikan terpilih (formula 2). Gaya yang semakin besar

menunjukkan semakin keras nugget ikan tersebut. Hasil analisis kekerasan

tekstur nugget ikan kontrol dan nugget ikan terpilih dapat dilihat pada

Gambar 15.

Penambahan serat pangan pada produk nugget terpilih

meningkatkan kekerasan produk tersebut. Hasil pengukuran kekerasan

menunjukkan bahwa produk kontrol memiliki tingkat kekerasan yang

lebih rendah yaitu 1188.35 gf, sedangkan nugget ikan terpilih memiliki

tingkat kekerasan 1943.5 gf. Berdasarkan data tersebut dapat dinyatakan

bahwa kekerasan dipengaruhi oleh serat pangan, semakin tinggi serat

pangan maka tekstur produk juga semakin keras.

Tingkat kekerasan dapat juga dipengaruhi oleh jumlah air yang

terkandung di dalam bahan pangan tersebut. Adanya serat menyebabkan

kandungan air bebas dalam bahan menjadi semakin sedikit, hal itu

dikarenakan air terserap ke dalam struktur molekul serat.

Offer dan Knight (1998) menyatakan bahwa jumlah air yang terkandung

dalam bahan pangan berpengaruh terhadap tekstur, juiceness dan tingkat

kekerasan.

7. Analisis Kadar Total Natrium

Page 68: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Hasil pengukuran kadar total natrium dari produk kontrol dan

produk terpilih menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil analisis kadar

natrium nugget kontrol dan nugget terpilih dapat dilihat pada Tabel 13.

Berdasarkan pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa produk kontrol memiliki

kadar natrium yang lebih besar yaitu 169.29 mg/100 g berat basah atau

368.50 mg/100 g berat kering, sedangkan pada produk terpilih kadar

natriumnya menjadi lebih rendah yaitu 110.74 mg/100 g berat basah atau

210.89 mg/100 g berat kering.

Berdasarkan data hasil analisis kadar natrium tersebut dapat

diketahui bahwa kadar natrium dari nugget ikan dipengaruhi oleh

kandungan serat pangannya. Semakin tinggi serat pangan yang terdapat

didalam nugget maka semakin rendah kadar natriumnnya.

Jika takaran saji untuk orang dewasa adalah 4 buah nugget, maka

untuk tiap takaran saji setiap orang dewasa mengkonsumsi 135.43 mg

natrium untuk produk kontrol dan 88.59 mg natrium untuk produk terpilih.

Kedua data tersebut juga menunjukkan bahwa kedua produk tersebut

masih berada dalam kadar natrium yang aman untuk dikonsumsi karena

kadar maksimum konsumsi natrium pada produk pangan yaitu 2400 mg

per takaran saji pada diet 2000 Kal berdasarkan AKG.

Tabel 13. Kadar total natrium produk kontrol dan produk terpilih

Produk Satuan Total Natrium

mg/100 g (bb) 169.29 Nugget kontrol

mg/100 g (bk) 368.50

mg/100 g (bb) 110.74 Nugget terpilih

mg/100 g (bk) 210.89 Keterangan : bb : berat basah

bk : bera kering

8. Kadar Total Karoten

Kadar total karoten menunjukkan kadar seluruh karoten yang

terdapat di dalam suatu bahan pangan. Hasil analisis total karoten pada

Page 69: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

nugget kontrol dan nugget terpilih menggunakan metode spektrofotometer

dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil analisis pada Tabel 14 menunjukkan

bahwa produk kontrol menghasilkan total karoten sebanyak

1.05 mg/1000 g berat basah atau 2.28 mg/1000 g berat kering, sedangkan

produk terpilih menghasilkan total karoten sebanyak 20.73 mg/1000 g

berat basah atau 39.47 mg/1000 g berat kering.

9. Kadar β-Karoten

Karoten adalah pigmen yang paling banyak terdapat di dalam

wortel. Peran karoten menjadi penting karena bagian dari karoten yaitu

β-karoten merupakan prekursor vitamin A. Warna jingga pada wortel dan

produk olahannya dapat dijadikan sebagai indikasi kasar dari kandungan

β-karoten.

Hasil analisis β-karoten pada Tabel 14 menunjukkan bahwa

rata-rata β-karoten yang dihasilkan oleh produk kontrol adalah

0.75 mg/1000 g berat basah atau 1.63 mg/1000 g berat kering. Sedangkan

produk terpilih memiliki rata-rata β-karoten sebesar 12.09 mg/1000 g berat

basah atau 23.02 mg/1000 g berat kering. Berdasarkan pada hasil analisis

tersebut dapat diketahui bahwa di dalam nugget terpilih selain

mengandung serat pangan yang tinggi juga mengandung β-karoten yang

tinggi. Sehingga produk terpilih dapat dijadikan sebagai salah satu sumber

antioksidan yang baik.

Tabel 14. Hasil analisis total karoten dan β-karoten nugget kontrol dan nugget terpilih

Jenis Analisis Nugget Kontrol Nugget Terpilih *Total Karoten (bb) 1.05 ppm 20.73 ppm

* Total Karoten (bk) 2.28 ppm 39.47 ppm

** β-Karoten (bb) 0.75 ppm 12.09 ppm **β-Karoten (bk) 1.63 ppm 23.02 ppm

Keterangan : * : metode spektrofotometer

Page 70: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

** : metode HPLC

10. Analisis Kromatisitas Warna

Warna mempunyai arti dan peranan yang sangat penting pada

komoditas pangan. Peranan itu sangat nyata terhadap daya tarik, tanda

pengenal dan sebagai atribut mutu. Selain itu, warna dapat memberikan

petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan

dan pengkaramelan. Intensitas kecerahan warna kulit dari nugget ikan

kontrol maupun nugget ikan terpilih diukur dengan alat Chromameter

dengan menggunakan notasi L menurut Hunter (Soekarto, 1990).

Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa produk kontrol memiliki nilai

L antara 50-60, sedangakan produk terpilih memiliki kisaran nilai L antara

40-50. Nilai L menunjukkan derajat kecerahan produk, semakin besar nilai

L maka produk semakin berwarna terang (lebih kuning). Parameter warna

lainnya yang turut mempengaruhi tingkat kesukaan terhadap warna nugget

ikan ini adalah tingkat nilai a dan nilai b yang menunjukkan warna merah

dan biru. Nilai a positif pada produk kontrol antara 1-5 sedangkan produk

terpilih memiliki kisaran nilai a positif 5-8, nilai a positif tersebut

menunjukkan tingkat intensitas warna merah. Nilai b untuk produk kontrol

dan produk terpilih memiliki kisaran yang sama yaitu antara 50-60.

Tabel 15. Hasil analisis warna pada nugget kontrol dan nugget terpilih

Produk Notasi Hunter (L, a, b)

Nugget kontrol L = 58.64

a = + 4.19

b = + 58.52

Nugget terpilih L = 46.18

a = + 6.84

b = + 49.96

Hasil pengujian warna tersebut menunjukkan bahwa derajat

kecerahan pada kulit produk kontrol lebih terang daripada kulit produk

Page 71: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

terpilih. Tetapi derajat warna merah produk terpilih lebih tinggi daripada

produk kontrol. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan warna akibat

penambahan tepung wortel yang berwarna merah jingga, sehingga

membuat warna produk terpilih menjadi lebih gelap.

Page 72: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Nugget ikan kontrol

Nugget ikan terpilih

Gambar 16. Nugget ikan kontrol dan nugget ikan terpilih (formula 2)

Page 73: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Formula 1 Formula 2

Formula 3 Formula 4

Formula 5 Formula 6

Gambar 17. Nugget ikan dengan enam kombinasi penambahan serat

Keterangan :

Formula 1 : Penambahan tepung wortel 10 % dan karagenan 0.5 %

Formula 2 : Penambahan tepung wortel 10 % dan karagenan 1 %

Formula 3 : Penambahan tepung wortel 12.5 % dan karagenan 0.5 %

Formula 4 : Penambahan tepung wortel 12.5 % dan karagenan 1 %

Formula 5 : Penambahan tepung wortel 15 % dan karagenan 0.5 %

Formula 6 : Penambahan tepung wortel 15 % dan karagenan 1 %

Page 74: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa

ikan nila potensial untuk digunakan sebagai bahan baku nugget ikan.

Penambahan serat pangan pada kombinasi tepung wortel 10 % dan karagenan

1 % menghasilkan nugget ikan dengan rasa, tekstur dan warna yang paling

disukai oleh panelis.

Nugget ikan kontrol telah memenuhi komposisi zat gizi sesuai

persyaratan SNI 01-6683-2002. Sedangkan untuk nugget ikan kaya serat

pangan yang terpilih memiliki komposisi zat gizi yang baik tetapi masih

belum dapat memenuhi kadar karbohidrat dan kadar protein yang sesuai

dengan SNI 01-6683-2002 (persyaratan mutu nugget ayam).

Kandungan serat pangan dari empat buah nugget ikan terpilih untuk

satu takaran saji sudah dapat mencukupi 20 % kebutuhan serat pangan orang

dewasa sehingga produk tersebut dapat diklaim sebagai “sumber serat pangan

yang baik”. Nilai pH dari nugget kontrol dan nugget terpilih memiliki

perbedaan yang tidak terlalu jauh (0.11 nilai pH) tapi cukup memperlihatkan

adanya perbedaan. Sehingga kemungkinan nugget ikan terpilih memiliki umur

simpan yang lebih panjang dari pada nugget ikan kontrol.

Meningkatnya serat pangan yang terkandung dalam nugget ikan

terpilih dapat menurunkan kadar total natrium di dalam nugget tersebut.

Nugget ikan terpilih memiliki kandungan total karoten terutama β-karoten

yang cukup tinggi (12.09 ppm berat basah), sehingga dapat juga dijadikan

sebagai sumber antioksidan yang baik.

Tekstur dari nugget ikan terpilih (1943.5 gf) lebih keras daripada

nugget ikan kontrol (1188.35 gf) akibat adanya penambahan serat pangan.

Warna yang lebih gelap (lebih merah) nugget ikan terpilih daripada nugget

ikan kontrol merupakan efek dari penambahan serat pangan terutama tepung

wortel.

Page 75: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

B. SARAN

Pada pembuatan nugget ikan dengan penambahan serat pangan,

masih perlu dicoba penambahan serat pangan lainnya menggunakan

kombinasi tepung sayuran dan bahan hidrokoloid yang berbeda. Diharapkan

nantinya dihasilkan variasi nugget ikan lain yang dapat dijadikan sumber serat

pangan yang baik dengan cita rasa yang disukai oleh semua orang.

Perlu adanya optimasi lebih lanjut pada formula dasar nugget ikan

yang diperoleh pada penelitian ini, serta perlu adanya penelitian lanjutan

untuk mengetahui umur simpan dari produk nugget ikan yang kaya serat.

Selain itu untuk meningkatkan kadar protein dari produk terpilih dapat

ditambahkan bahan berprotein tinggi seperti isolat protein ataupun whey

protein. Selanjutnya dapat dilakukan penelitian lain untuk menutupi beanny

flavor yang dihasilkan dari bahan berprotein tinggi berbasis kedelai, misalnya

dengan penambahan perisa ikan.

Page 76: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, D. Dan L. Lisdiana. 1995. Memilih dan Mengolah Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Amira, N. 1997. Analisis Serat Makanan Larut, Tidak Larut dan Total pada

Berbagai Jenis Sayuran Segar dan Hasil Olahannya dengan Metode Enzimatis. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Andarwulan, M dan S. Koswara. 1992. Kimia Vitamin. Pusat Antar Universitas

Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anonim. 2000. http://www.suarakarya-online.com. [16 April 2006] Anonim. 2004. An Introduction to Carrageenan. http://www.philexport.org.

[Sabtu, 16 Oktober 2004]. Anonim. 2005a. http://www.iptek.net.id. [15 Mei 2006] Anonim. 2005b. http://www.republika.co.id. [15 Mei 2006] Anonim. 2006a. Konsumsi Ikan Indonesia Masih Rendah. Gatra. 26 Januari 2006.

Anonim. 2006b. http://www.keluargasehat.com. [15 Mei 2006] Anonim. 2006c. http://www.kingfoto.com. [15 Mei 2006] Anonymous. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Nila. Jakarta. Departemen

Pertanian. Dirjen Perikanan. AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official

Analytical Chemist. 14 th ed. AOAC Inc. Arlington, Virginia. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official

Analytical Chemist. 14 th ed. AOAC Inc. Arlington, Virginia. Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Penerbit Alumni, Bandung. Apriadji, W. 2001. Makanan Beku Siap Saji. www. Sedap-sekejap.com Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, S. Budiyanto.

1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB Press, Bogor.

Asia Pasific Food Industry. 2002. Frozen Food. Elsevier Applied Science. London. New York.

Page 77: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Asp, N. G., C. G. Johansson, H. Halmer dan M. Siljestrom. 1983. Rapid Enzymatic Assay of Insoluble and Soluble Dietary Fiber. Journal of Agricultural and Food Chemistry 31 : 476-482.

Astawan, M. 1990. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi dan Sifat Fungsional

Konsentrat Protein Ikan Cucut. Tesis. Program Studi Ilmu Pangan. Fakultas Pasca Sarjana, IPB, Bogor.

Astawan, M. 2003. Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal.

http://www. kompas.com. Aswar. 1995. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.).

Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan, IPB, Bogor.

Badan Standardisasi Nasional. 2002. Standardisasi Nasional Indonesia. SNI 01-

6683-2002. Nugget Ayam (Chicken nugget). Badan Standardisasi Nasional. Jakata.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.

Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Dadang W.I. 2006. Dari Toba ke Amerika dan Eropa. Agrina. [24 Januari 2006] Dalimartha, S. 2006. http://www.pdpersi.co.id. [15 mei 2006]

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1995. Daftar Komposisi Bahan Makanan, Jakarta.

Direktorat Jendral Perikanan dan Kelautan. 2006. Statistik Perikanan Indonesia

Tahun 2006. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Direktorat Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

2004. Pedoman Pangan Fungsional Edisi I. 2004. Direktorat Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta

Elingosa, T. 1994. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Tenggiri. Skripsi. Jurusan

Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Bogor. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan,

PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Fardiaz, S. 1996. Mikrobiologi Pangan. Lembaga Sumber Daya Informasi, IPB,

Bogor. Fennema, O. R. (Ed.). 1976. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc., New York dan

Basel.

Page 78: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Gaman, P. M. Dan K. B. Sherrington. Di dalam M. Gardhito, S. Naruki, A. Murdiyati, dan Sardjono. 1992. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Gasperz. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Bandung. Glicksman, M. 1984. Food Hidrocoloids II. CRC Press, Boca Rotan, Florida. Gordon, M. H. 1990. The Mechanism of Antioxidant Action In Vitro. Di dalam

B. J. F. Hudson (ed.). Food Antioxidant., Elsevier Appiied Science, London.

Hapsari RD. 2002. Pengolahan Daging Ikan Patin (Pangasius pangasius) Menjadi

Bakso, Sosis, Nugget dan Pemanfaatan Limbahnya menjadi Tepung Ikan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Harianto. 1996. Manfaat Serat Makanan. Buletin Sadar Pangan dan Gizi, 5(2):4-5 Hariyadi, Purwiyatno Ph.D. 2006. http://www. Ayahbunda-online.com.htm. [23

Juli 2006] Ikrawan, Yusep Dr. M.Sc. 2006. http://www. Pikiran-rakyat.htm. [23 Juli 2006] Ilyas S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan: Teknik Pendinginan Ikan.

CV. Paripurna. Jakarta. Istini, S., A. Zatnika, Suhaimi dan J. Anggadireja. 1986. Manfaat dan Pengolahan

Rumput Laut. Jurnal Penelitian. Balai Pusat Pengembangan Teknologi. Jakarta.

Iwasaki, R dan M. Murakoshi. 1992. Palm Oil Yields Carotene for World Market

Inform.3 (2): 210-217. Jahari, A dan I. Sumarno. 2001. Tingkat Konsumsi Serat Penduduk Indonesia.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan RI. Bogor.

Lembaga Biologi Nasional-LIPI. 1977. Buah-buahan. PN Balai Pustaka, Jakarta. Linder, M.C. 1985. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. (1st ed) (A. Parakkasi,

penerjemah). Universitas Indonesia Press, Jakarta. Mesra. 1994. Chicken Nugget dan Shrimp Nugget. Bulletin Hero. [Mei 1994].

Page 79: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Muchtadi, D. dan B, Anjarsari. 1996. Penanganan Pascapanen dalam Meningkatkan Nilai Tambah Komoditas Sayuran. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran. Lembang 24 Oktober 1995. balai Penelitian Tanaman Sayuran Bekerjasama dengan Perhimpunan Fitopatologi Indonesia Pemda Bandung dan CIBA Plant Protection.

Offer, G. dan P. Knight. 1988. The Structural Basis of WHC in Meat. Elsevier

Applied Science. Parker, R. 1992. Extract ion of carotenoid from palm oil. Cornel University. New

York. Pratt, D. E. dan BJF. Hudson. 1990. Natural Antioxidants not Exploited

Commercially. Di dalam B. J. F. Hudson (ed.). Food Antioxidant., Elsevier Appiied Science, London.

Prosky, L dan J. W. De Vries. 1992. Controlling Dietary Fiber in Food Products.

Van Nostrand Reinhold, New York. Rahayu, W. P. 1997. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan

Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Ranggana, S. 1986. Handbook of Analysis and Quality Control for Fruit and

Vegetable Products. Tata Mc Graw Publ. Co. Ltd. New Delhi. Rukmana. 1995. Bertanam Wortel. Kanisius. Yogyakarta. Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I dan II. Binacipta. 245

hal Samsudin, R. 2003. Pengaruh Penggorengan terhadap Kualitas Protein Beberapa

Jenis Ikan. Skripsi. IPB, Fakultas Pertanian. Bogor. Schuler, P. 1990. Natural Antioxidants Exploited Commercially. Di dalam B. J. F.

Hudson (ed.). Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London Setiana. 1993. Pengaruh Perebusan terhadap Ketersediaan β-karoten Wortel

(Daucus carota L.) pada Hati dan Plasma Tikus (Ratus novergius). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Shahidi, F. 1995. The Chemistry Processing Technology and Quality of Seafood

an Overview. Di dalam Seafood : Chemistry, Processing Technology and Quality. F. Shahidi dan J. R. Boota (Ed). Blackle Academic and Professional, London.

Page 80: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Soekarto, S.T. 1990. Penilaian Organoleptik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi, PAU Pangan dan Giziz, IPB, Bogor.

Soewito. 1989. Bercocok Tanam Wortel. Titik Terang. Jakarta. Sugiarto. 1988. Teknik Pembenihan Ikan Mujair dan Nila. Penerbit CV. Simplex.

Jakarta. Sumantadinata, K. 1981. Pengembangbiakan Ikan-ikan Pekarangan di Indonesia.

Bogor. Sastra Hudaya. Sunarjono, H. 1984. Kunci Bercocok Tanam Sayur-sayuran yang Penting di

Indonesia. Sinar Baru, Bandung. Suptijah, P. 2002. Rumput Laut: Prospek dan Tantangannya. htttp://www.

Rudyet.tripod.com/sem2-012./hml.[5 Juni 2002]. Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Processing Technology. Applied Sci. Publisher

Ltd., London. Syarief, R. dan H. Halid. 1991. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan,

Jakarta. Tindall, H. D. 1983. Vegetables in Tropics. Mc. Millan Press Ltd, Hongkong. Towle, G.A. 1973. Carrageenan. Di dalam: Whistler RL, Editor. Industrial Gums.

New York : Academic Press. Winarno, F. G. 1995. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta. Pustaka Sinar

Harapan. Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.

Gramedia. Jakarta. Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta. Zaitsev, V., I. Kizevetter, L. Lagunov, T. Makarova, L. Minder dan V.

Podsevalov. 1969. Fish Curing and Processing. Mir Publisher. Moskow. Uni Sovyet

Page 81: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN
Page 82: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Lampiran 1. Formulir isian untuk uji hedonik secara overall

FORM UJI HEDONIK

Produk : Nugget Ikan Tanggal : 31 Mei 2006 Nama panelis : Telp :

UJI HEDONIK Instruksi :

1. Cicipilah sampel satu persatu dari kiri ke kanan sesuai dengan sampel yang disediakan

2. Setiap anda selesai mencicipi berikan penilaian Anda berdasarkan tingkat kesukaan pada tempat yang disediakan dengan memberikan check list (√)

3. Netralkan indera pengecap anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel

4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel 5. Setelah selesai berikan komentar Anda pada tempat yang disediakan

Over all Kode sampel Respon

Sangat suka Suka Agak suka Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka

Komentar :

_______________________________________________________

_______________________________________________________

_______________________________________________________

Page 83: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Lampiran 2. Formulir isian untuk uji ranking secara overall

FORM UJI RANKING

Produk : Nugget Ikan Tanggal : 31 Mei 2006 Nama panelis : Telp :

UJI RANKING Instruksi :

1. Jangan lupa netralkan lidah anda sebelum mencicipi sampel 2. Cicipilah sampel dari kiri ke kanan sesuai dengan sampel yang disediakan 3. Netralkan indera pengecap anda dengan air putih setiap selesai mencicipi

satu sampel 4. Bandingkanlah tingkat kesukaan Anda terhadap setiap sampel 5. Urutkan ranking sampel berdasarkan tingkat kesukaan Anda, jangan

ada angka ranking yang sama

Uji Overall Kode Sample Urutan ranking

Note : Urutan Ranking (1-6) Ranking 1 (untuk sample yang paling Anda sukai), Ranking 6 (untuk sample yang paling tidak Anda sukai)

Komentar : Apa Alasan Anda Memilih? ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________

Page 84: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Lampiran 3. Hasil uji hedonik Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor

Source

Type III

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Corrected

Model 92,956(a) 34 2,734 2,881 ,000

Intercept 3345,422 1 3345,422

3524,76

7 ,000

Panelis 57,244 29 1,974 2,080 ,003

Sampel 35,711 5 7,142 7,525 ,000

Error 137,622 145 ,949

Total 3576,000 180

Corrected

Total 230,578 179

a R Squared = ,403 (Adjusted R Squared = ,263)

Page 85: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Lampiran 4. Hasil uji lanjut Duncan Skor

Duncan a,b

Subset

Sampel N 1 2 3

3 30 3,93

6 30 3,93

4 30 4,03

5 30 4,20 4,20

1 30 4,60

2 30 5,17

Sig. ,341 ,114 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = ,949.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.

b Alpha = ,05.

Page 86: SKRIPSI PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL DAN KARAGENAN

Lampiran 5. Hasil Friedman test Ranks

Mean

Rank

skor_1 3,17

skor_2 2,13

skor_3 3,90

skor_4 4,33

skor_5 3,83

skor_6 3,63

Test Statistics(a)

N 30

Chi-Square 25,390

df 5

Asymp. Sig. ,000

a Friedman Test