Upload
ahqafi
View
797
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
PROGRAM MINIRISET
A. JUDUL PENELITIAN
Pengaruh pH dan Suhu terhadap Stabilitas Pigmen dalam Ekstrak Kasar
Mahkota Bunga Hortensia (Hydrangea macrophylla)
B. LATAR BELAKANG
Hortensia merupakan tanaman hias yang cukup populer di Indonesia, disukai
orang karena bunganya yang besar. Spesies yang paling banyak ditanam
adalah Hydrangea macrophylla yang terdiri dari sekitar 600 kultivar.
(Anonim, 2008). Hortensia merupakan salah satu tumbuhan yang banyak
diminati oleh sebagain besar masyarakat indonesia. Salah satu ciri unik dari
tumbuhan ini adalah memilki bunga yang bisa berubah warnakarena adanya
interaksi pigmen anthosianin yang banyak dikandung bunga tersebut dengan
akumulasi ion alumunium (Al+) yang dilakukan tumbbuhan. Selain itu, daun
dan akar tanaman ini juga bisa dimanfaatkan sebagai tanaman obat (Anonim,
2008).
Tumbuhan ini merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki kandungan
pigmen. anthosianin yang sangat tinggi. Pada kesempatan sekarang,
Anthosianin mendapatkan perhatian yang tinggi tentang potensinya dalam
dunia kesehatan dalam kurun waktu kurang dalam lima belas tahun terakhir.
Selain itu, anthosianin dipercaya sebagai salah satu nutraceutical yang
penting (Jodheim, 2008). Hal ini dimungkinkan dengan berbagai penemuan
terbaru tentang manfaat anthosianin yang banyak ditemukan akhir-akhir ini.
Secara garis besar, hal ini disebabkan karena kemungkinannya yang bisa
memberikan efek antioksidan, dan anthosianin juga berpotensi dengan
perannya dalam terapeutik yang berhubungan dengan penyakit
kardiovaskular., tretmen kanker, penghambatan beberapa jenis virus termasuk
virus HIV-1, dan membentu meningkatkan akurasi penglihatan. (Talavera
1
PROGRAM MINIRISET
dkk., 2006; Stintzing dkk., 2002; Moyer dkk., 2002; Sandvik, 2004; Rechner
dan Kroner, 2005; Cecchini dkk., 2005; Kamei dkk., 1995; Cooke dkk., 2005;
Beattie dkk., 2005; Andersen dkk., 1997; Jang dkk., 2005; Nakaishi et al.,
2000; Wrolstad dkk., 2002 dalam Jordheim 2007). Secara luas potensi
anthosianin untuk manusia sebagai anthosianin dan berbagai efek positif lain
untuk kesehatan ang telah diobservasi secara in vitro, juga tentu secara in
vivo yang bergantung kepada absorpsi, metabolisme, distribusi dan ekskresi
dan senyawa ini dalam tubuh (Rice-Evans, 2003 dalam Jordheim 2007).
Berbagai manfaat yang telah ditemukan ini merupakan sebuah potensi yang
sangat besar bagi anthosianin dalam pemanfaatan kedepannya sebagai salah
satu zat organik yang banyak digunakan dalam dunia kesehatan.
Dalam berbagai pemanfaatan anthosianin, termasuk pemanfaatan anthosianin
dari bunga Hortensia (Hydrangea macrophylla), diperlukan sebuah
pengkajian terlebih dahulu tentang berbagai informasi spesifik mengenai jenis
pigmen anthsianin ini dalam bunga Hortensia. Beberapa informasi penting
yang diperlukan dalam hal ini antara lain mengenai stabilitasnya dalam
berbagai kondisi yang berbeda. Penelitian yang berhubungan dengan
stabilitas anthosianin dari berbagai parlakuan yang diberikan serta berbagai
jenis tumbuhan sumber anthosianin telah banyak dilakukan. Sebagai contoh,
pengaruh cahaya, suhu dan pH terhadap stabilitas anthosianin telah banyak
dilakukan oleh beberapa peneliti (Stringheta, 1991; Kuskoski dkk, 2000
dalam Ozela 2008). Hal ini dikarenakan pH, cahaya dan suhu mrupakan
beberapa aspek perlakuan yang dapat memberikan informasi tentang stabilitas
anthosianin (Iacobucci dan Sweeny, 1983; Jackman dkk., 1987; Francis,
1989; Cabrita, 1999 dalam Jordheim, 2007). Oleh karena penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh cahaya, suhu pH terhadap stabilitas
anthosianin pada bunga hortensia perlu dilakukan.
2
PROGRAM MINIRISET
C. RUMUSAN MASALAH
Apa pengaruh pH, cahaya dan suhu terhadap stabilitas pigmen dalam
ekstrak kasar mahkota bunga Hortensia (Hydrangea macrophylla)?
D. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui pengaruh pH, cahaya dan suhu terhadap stabilitas pigmen
dalam ekstrak kasar bunga Hortensia (Hydrangea macrophylla)
E. HIPOTESIS
Ada pengaruh pH dan suhu yang sinifikan terhadap stabilitas pigmen dalam
ekstrak kasar bunga Hortensia (Hydrangea Macrophylla).
F. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah hasil penelitian yang didapat diharapkan
bisa dijadikan informasi awal sebagai dasar pengembangan aplikasi
pemanfaatan anthosianin dalam bunga Hortensia (Hydrangea marophylla).
G. DASAR TEORI
G.1. Hortensia
Hortensia merupakan tanaman hias yang populer, disukai orang karena
bunganya yang besar. Spesies yang paling banyak ditanam adalah Hydrangea
macrophylla yang terdiri dari sekitar 600 kultivar. Pada umumnya Hydrangea
macrophylla memiliki bunga yang besar tapi seluruhnya steril (Anonim,
2008).
3
PROGRAM MINIRISET
Tanaman berhabitus semak dengan tinggi 1-3 meter, tapi ada juga yang
merambat di tanaman lain hingga mencapai ketinggian 30 meter. Daun
berbentuk bulat telur, tepi beringgit, warna hijau muda berkilau. Selain dari
spesies yang tumbuh di daerah beriklim sejuk yang memiliki sifat
menggugurkan daun (deciduous), sebagian besar spesies merupakan tanaman
yang berdaun hijau sepanjang tahun (evergreen). Di Indonesia, Hortensia juga
dikenal dengan nama Kembang Bokor, sedangkan dalam bahasa Melayu
dikenal dengan nama Bunga Tiga Bulan (Anonim, 2008).
Gambar G.1. Kiri : Bunga hortensia berwarna yang pink dan ungu, Kanan :
Sekelompok BungaHortensiayang bergerombol membentuk semak
Klasifikasi
Regnum Plantae
Divisio Magnoliophyta
Classis Magnoliopsida
Ordo Cornales
Familia Hydrangeaceae
Genus Hydrangea
Spesies Hydrangea macrophylla
4
PROGRAM MINIRISET
(sumber : www.wikipedia.com)
Pada tanaman ini yang terlihat seperti daun mahkota sebenarnya adalah daun
kelopak. Perbungaan majemuk, berbentuk malai, keluar dari ujung tangkai,
membentuk rangkaian membulat seperti sanggul, di daerah beriklim sejuk
mekar di awal musim semi hingga akhir musim gugur. Pada sebagian spesies,
malai terdiri dari 2 jenis bunga, kelompok bunga yang fertil di tengah malai
dan bunga-bunga steril yang berukuran lebih besar terangkai membentuk
lingkaran. Ada juga spesies yang memiliki bunga yang semuanya fertil dan
bentuknya sama (Anonim, 2008).
Bunga Hortensia yang banyak ditemukan di Indonesia adalah H.
macrophylla. Bunganya berwarna putih pada sebagian besar spesies, tapi
beberapa spesies terutama H. macrophylla mempunyai bunga yang bisa
berwarna biru, merah, merah jambu, atau ungu bergantung pada tingkat pH
tanah. Sewaktu masih kuncup, bunga berwarna hijau, berubah menjadi putih,
sewaktu mekar berwarna biru muda atau merah jambu yang secara bertahap
berubah menjadi warna-warna yang lebih tua tua (biru tua atau merah)
sebelum bunga rontok. Tanah yang bersifat asam menghasilkan bunga
berwarna biru, tanah dengan pH normal menghasilkan bunga berwarna putih
krem, dan tanah yang bersifat basa menghasilkan bunga berwarna merah
jambu atau ungu. Hortensia merupakan salah satu dari tanaman yang pada
daun bunga mengumpulkan unsur aluminium yang dilepaskan tanah yang
bersifat asam sehingga bunga menjadi berwarna biru (Anonim, 2008).
G.1. Athosianin
Anthosianin berasal dari bahasa Yunani yaitu “anthos” yang berarti bunga
dan “kyanos” yang berarti biru gelap dan termasuk senyawa flavonoid.
Senyawa ini merupakan sekelompok zat warna berwarna kemerahan yang
larut di dalam air dan tersebar sangat luas di dunia tumbuh-tumbuhan. Oleh
karena itu dapat digunakan sebagai pewarna alami yang tersebar luas dalam
tumbuhan (bunga, buah-buahan, dan sayuran). Pigmen yang berwarna kuat
5
PROGRAM MINIRISET
dan larut dalam air adalah penyebab hampir semua warna merah, oranye,
ungu, dan biru (Kumalaningsih, 2007).
Anthosianin merupakan salah satu janis senyawa flavonoid. Flavoniod adalah
salh satu subsrat phenolic yang diisolasi dari banyak tanaman berpembuluh,
adan lebih dari 8150 jenis flavonoid telah dilaporkan (Andersen and
Markham, 2006). Mereka bertindak di tumbuhan sebagai antioxidan,
antimikroba, fotoreseptor, antraktans visual, feeding repellents, and
menyaring cahaya (Pieatta, 2000). Banyak kajian yang telah mengangkat
pembahasan bahwa flavoniod mempunyai banyak manfaat, yang mencakup
antiallergenik, anti virus, anti peradangan, dan berpengaruh pada pelebaran
pembuluh darah.
Gambar G.2. Struktur flavonoid dasar dengan keterangnan penomoran.
Struktur dasar flavonoid dasar mengandung inti flavon, which consists of 15
carbon atoms derived from a C6-C3-C6 skeleton (Figure 1). Anthosianin
sebelumnya biasa digunakan untuk mengambarkan pigmen biru dari bunga
cornflower, Centaurea cyanus (Marquart,1835). Anthosianin menyebabkan
terjadinya perubahan warna pigmen cyanin yang bersifat bertahap dari jingga
atau merah dan ungu atau biru kehitaman dari banyak bunga, buah, daun dan
batang. Pigmen yang larut dalam air ini terdapat dalam sebagian besar
kelompok dari kerajaan tumbuhan (Strack and Wray, 1994), dan selama
kurang lebih 10 tahun terakhir terdapat penambahan laporan hasil penelitian
anhosianin yang cukup eksponensial (Andersen and Jordheim, 2006). Dalam
satu sisi, hal ini bisa dijelaskan dengan banyanya penelitian yang bertujuan
6
PROGRAM MINIRISET
untuk perbaiakan metode analitis, Tetapi kengunaan yang potensial dari
anthosianin sebagai senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan merupakan sisi
lain dari peningkatan penelitian terhadap pigmen ini.
Anthosianin adalah indikator alami dari pH. Dalam media asam, tampak
merah, saat pH meningkat menjadi lebih biru. Warna dari anthosianin
biasanya lebih stabil pada pH dibawah 3,5. Pigmen anthosianin stabil pada
pH 1-3. Pada pH 4-5, anthosianin hampir tidak berwarna. Kehilangan warna
ini bersifat reversibel dan warna merah akan kembali ketika suasana asam.
Ion logam yang sering ditemukan mengubah warna ialah Magnesium dan
Almunium (Robinson, 1991). Antosianin ditampakkan oleh panjang
gelombang dari absorbansi maksimal spektrum pada 525 nm (Hendry, 1996).
Masing-masing memiliki absorbansi maksimal pada panjang gelombang
tertentu, untuk jenis pelargonidin berkisar antara 498-513 nm, sianidin pada
523 nm, delfinidin pada 534 nm dan malvidin pada 534 nm. (Mabry dkk.,
1970, Harborne 1967, Jurd dan Horowitz, 1961 dalam Markam, 1988).
Gambar G.3. Kiri: Struktur Anthosianin yang sering ditemukan dalam
keadaan alami. Kanan: Struktur dari beberapa 5-karbosipiranoanthosianidin.
7
PROGRAM MINIRISET
G.3. Stabilitas Anthosianin
Mengingat tentang stabilitas anthosianin akan berhubungan dengan warna,
bentuk kesetimbangan dan ko-pigmentasi (Jordheim, 2007). faktor-faktor
tersebut adala pH, suhu, Oksigen, cahaya asam askorbat, agen nukleopilik,
gula bebas dan kehadiran enzim (Iacobucci dan Sweeny, 1983; Jackman
dkk., 1987; Francis, 1989; Cabrita, 1999 dalam Jordheim, 2007). Dengan
emmanaskan sebuah larutan anthosianin, titik kesetimbangan berbegerak ke
arah bentuk chalcone denga melepaskan kation Favylium berwarna
(Jordheim, 2007).
Dapat disebutkan lagi bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas
anthosianin adalah oksigen, pH, temperatur, cahaya, ion logam, enzim, dan
asam askorbat. Stabilitas anthosianin dipengaruhi oleh pH dan panas sensitif.
Kecepatan kerusakan anthosianin pada pH yang lebih tinggi dan juga reaksi
ini lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi (Kumalaningsih, 2007).
H. ALAT DAN BAHAN
Alat Bahan
Tabung Reaksi 15 Buah Bunga Hortensia (Hydrangea macrophylla)
Lumpang dan Alu Ethanol (CH3CH2OH) 99,99 %
Tabung cuvete 3 buah Aquadest (H2O)
Gelas kimia 100 ml 4 buah Kalium Oksida(KOH) padat
Gelas Ukur Asam Klorida (HCl) 99,99 %
Corong Gelas
Kain kassa
Penangas Air 40 oC dan 60oC
Centrifuge
Timbangan elektrik
Batang pengaduk
Pipet biasa
8
PROGRAM MINIRISET
Pipet mikro
Spatula
pH meter elektrik
Refifgerator
Lampu Neon
Kardus
I. PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan Rancangan acak kelompok dengan 3 kali
pengulangan. Prosedur pelaksanaan penelitian terbagi menjadi tahap persiapan
yang mencakup persiapan bahan (ekstrak, pebuatan larutan campuran) dan tahap
penelitian stabilitas ekstrak. Pengujian stabilitas ekstrak dilakukan dengan
perlakukan kondisi pH, Cahaya dan Suhu.
I. 1. Tahap Persiapan
I.1.a. Ekstraksi
1. Ambil dan bersihkan sampel bunga hortensia yang memiliki warna yang
seragam. Potong-potong menjadi bagan-bagian yang lebih kecil dan
kemudian timbang hingga mencapai berat sekitar 75 gram.
2. Ukur 75 ml Ethanol 99,99 % dan tempatkan dalam gelas kimia.
3. Gerus bagian-bagian bunga hrotensia yang telah ditimbang dengan
menggunkan lumpang dan alu, tambahkan sedikit demi sedikit Ethanol
99,99% dengan menggunakan pipet tetes, hingga ekstrak halus.
4. Masukan ekstrak dalam larutan Ethanol 99,99 % sisa dan kemudian aduk
hingga rata. Ukur pH campuran dengan pH meter.
5. Tambahkan HCl hingga mencapai pH 2,0 aduk hingga capuran homogen,
tutup dengan alumunium foil/plastik.
6. Masukan campuran dalam refrigerator dengan suhu 5 oC, simpan selama
kurang lebih 24 jam.
9
PROGRAM MINIRISET
7. Setelah 24 jam, Keluarkan ekstrak dan buka penutupnya, kemudian aduk
kembali ekstrak agar kembali homogen.
8. Masukan ekstrak dalam tabung centrifuge, kemudian centrifuge dengan
kecepatan 2000 rpm selama 10 menit.
9. Setelah selesai angkat, ambil pisahkan bagian supernatan (lapisan atas-cair)
dari ekstrak ke dalam gelas kimia. Hati-hati jangan sampai bagian endapan
terbawa degan menggunakan pipet.
I.I.b. Pembuatan larutan Campuran
1. Untuk membuat larutan campuran agar ekstrak dapat dikondisikan dalam
pH 4,0, 5,0 dan 6,0, digunakan larutan KOH dengan konsentrasi dan
volume yang telahditentukan sebelumnya.
2. Untuk mendapatkan pH 4,0 digunakan larutan campuran KOH dengan
konsentrasi 0,0032 M dengan besar volume 45 ml. (0,50126 gram KOH
padat dicampurkan dalam 45 ml aquadest)
3. Untuk mendapatkan pH 5,0 digunakan larutan campuran KOH dengan
konsentrasi 0,0066 M dengan besar volume 36 ml. (0,8260 gram KOH
padat dicampurkan dalam 36 ml aquadest)
4. Untuk mendapatkan pH 6,0 digunakan larutan campuran KOH dengan
konsentrasi 0,0122 M dengan besar volume 27 ml. (1,1944 gram KOH
padat dicampurkan dalam 27 ml aquadest)
I.I.c. Pencampuran ekstrak + Larutan KOH
1. Ekstrak dalam gelas kimia, kemudian dicampurkan dengan larutan
campuran yang telah dibuat denga ketentuan :
Label
LarutanEkstrak
Larutan
campuranKeterangan
P4 Ekstrak 15 mlLarutan KOH
0,0032 M, 45 ml
pH campuran
yang diharapkan
4,0
10
PROGRAM MINIRISET
P5 Ekstrak 24 mlLarutan KOH
0,0066 M, 36 ml
pH campuran
yang diharapkan
5,0
P6 Ekstrak 33 mlLarutan KOH
0,0122 M, 27 ml
pH campuran
yang diharapkan
6,0
2. Setelah semua ekstrak dicampurkan dengan masing-masing larutan
pencampurnya (KOH), ukur pH dengan pH meter untuk memastikan
kondisi pH yang diharapkan. Jika belum mencapai kondisi yang diharapkan
tambahkan HCl atau KOH, hingga mencapai kondisi pH yang diinginkan
(Sampel label P1,P2,P3).
3. Setelah itu, aduk masing-masing campuran hingga homogen. Masukan
masing-masing larutan kedalam 36 tabung reaksi sebanyak 5 ml untuk
setiap tabung reaksi (Sampel label P4,P5,P6).
Label Gelas
KimiaLarutan campuran Keterangan
P4
Ekstrak + KOH, V = 60
ml, pH 4,0
Campuran dimasukan
kedalam 12 tabung reaksi,
masing-masing
5 ml (12 sampel P4)
P5
Ekstrak + KOH, V= 60
ml, pH 5,0
Campuran dimasukan
kedalam 12 tabung reaksi,
masing-masing
5 ml (12 Sampel P5)
P6
Ekstrak + KOH, V = 60
ml, pH 6,0
Campuran dimasukan
kedalam 12 tabung reaksi,
masing-masing
5 ml (12 sampel P6)
11
PROGRAM MINIRISET
I. 2. Tahap Penelitian Stabilitas Pigmen dalam Ekstrak
1. Catat semua taraf absorbansi awal (t0) dari semua sampel (12 sampel P4,
12 sampel P5 dan 12 sampel P6) dengan mengukurnya menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang (λ) 540 nm, dengan
memindahkan terlebih dahulu setiap ekstrak kedalam tabung hitung
cuvete.
2. 36 sampel ekstrak dalam tabung reaksi yang telah dihitung taraf awalnya
kemudian, dipersiapkan untuk dikelompokkan menjadi 4 kelompok,
dengan 2 perlakuan berbeda (Cahaya dan Suhu). Untuk lebih jelasnya
dapat dipengelompokan sampel dilakukan sebagai berikut :
Kelompok
Sampel
Pengelompokan
Sampel
Sistem
L1
(Light presence)
3 sampel P4 (pH 4,0)
3 Sampel P5 (pH 5,0)
3 Sampel P6 (pH 6,0)
Sampel ditempatkan dengan
kehadiran cahaya (neon)
L2
(Light Absence)
3 sampel P4 (pH 4,0)
3 Sampel P5 (pH 5,0)
3 Sampel P6 (pH 6,0)
Sampel ditempatkan tanpa
kehadiran cahaya (Gelap)
T40
(40 oC
temperature)
3 sampel P4 (pH 4,0)
3 Sampel P5 (pH 5,0)
3 Sampel P6 (pH 6,0)
Sampel ditempatkan dalam
penangas air dengan
Suhu 40 oC
T60
(60 oC
temperature)
3 sampel P4 (pH 4,0)
3 Sampel P5 (pH 5,0)
3 Sampel P6 (pH 6,0)
Sampel ditempatkan dalam
penangas air dengan
Suhu 60 oC
3. Pengamatan dilakukan dalam interval 30 menit selama 6 jam. Catat
perubahan taraf absorbansi dari tiap sampel (PnLn, PnTn) dengan panjang
gelombang (λ) 540 nm, degan memindahkan semua sampel terlebih dahulu
12
PROGRAM MINIRISET
Absorbansi (A)
Absorbansi awal (A0)K = ln (1)
kT0,5 =
0,693(2)
kedalam tabung cuvete satu-persatu. Usahakan agar setiap kondisi setelah
pengamatan, sistem dapat terjaga tetap/konsisten.
I. 3. ANALISIS STATISTIKA
Kalkulasi dari parameter degradasi pigmen didapatkan dati data taraf
absorbansi sampel yang diambil yang digunakan untuk membuat grafik
Loaritma Nepherian. Nilai dari grafik ini didapatkan dari nilai rasio taraf
absorbansi/taraf absoebansi awal (persamaan 1) per satu satuan waktu. nilai ini
dijadikan dapa pokok untuk untuk mencari koefisien regresi grafik garis lurus
dari data-data dalam yang didapat. Nilai dari kecepatan degradasi (k) per satu
satuan waktu (h-1) didapatkan dari nilai kemiringan grafik yang didapatkan.
Dan nilai dari waktu paruh (t0,5) didapatkan dari persamaan pertama Arhenius
(persamaan 2). Tes Parameter statistikal digunakan untuk membuktikan
pengaruh dari cahaya dan temperatur dari nilai rata-rata kecepatan degradasi
dan rata-rata nilai waktu paruh.
J. HASIL PENELITIAN
K. PEMBAHASAN
L. KESIMPULAN
M. DAFTAR PUSTAKA
13
PROGRAM MINIRISET
Andersen, M., dan Markham, K. R. (2006) Flavonoids: Chemistry, Biochemistry
and Applications, CRC Press: Boca Raton
Anonim (2008). Antioxidant. [online] tersedia : http://:www.toberose.com (12
Desember 2008)
Go, Thao Xuan.(2007). Understanting the Principles and Procedures to Retain
Green and Red Pigments in Thermally Processed Peels-On Pears (Pyrus
communis L.). Disertasi :OSU
Ozela, Eliana Ferreira dkk. (2007). Stability of anthocyanin in spinach vine
(Basella rubra) fruits: Cien. Inovation Agrobussines. Vol 34:115-120
Merzlyak, Mark N. (2008) Light absorption by anthocyanins in juvenile, stressed,
and senescing leaves. Journal of Experimental Botany, Vol. 59:. 3903–3911
Peter Keusch. (2003) Anthocyanins as pH-Indicators and Complexing Agents.
[online] tersedia : http://:www. Peter Keuschu.ni-r.de (17 November 2008)
Pieatta, G. P.(2000) Flavonoids as antioxidants. J. Nat. Prod., Vol 63:1035–1042
Tadao, Kondo, dkk.(1999) Cause of flower color variation of hydrangea,
Hydrangea macrophylla: Symposium Papers. Symposium on the Chemistry
of Natural Products.Vol 41: 265-270
14