Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STEREOTIP ETNIS SABU, SUMBA, TIMOR, DAN ALOR
TERHADAP ETNIS ROTE DI KOTA KUPANG
OLEH
RAYMOND MANDALA
80 2011 132
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Studi Psikologi
Cover uksw
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
STEREOTIP ETNIS SABU, SUMBA, TIMOR, DAN ALOR
TERHADAP ETNIS ROTE DI KOTA KUPANG
Raymond Mandala
Ratriana Y.E. Kusumiati
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
i
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui stereotip dari Etnis Sabu, Sumba,
Timor, dan Alor terhadap Etnis Rote. Penelitian dilakukan di Kota Kupang. Subjek
penelitian yang dipergunakan sebagai narasumber dalam penelitian ini terdiri dari 4
orang subjek, yang masing-masing subjeknya tidak pernah terlibat konflik langsung
dengan etnis Rote. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
metode pendeketan kualitatif. Teknik sampling yang dipergunakan menggunakan teknik
purposive sampling. Hasil penelitian yang ditemukan mengungkapkan ada perbedaan
dari segi hasil stereotip yang muncul pada masing-masing subjek. Kesamaan stereotip
yang muncul dari semua partisipan riset adalah perilaku negatif yang selalu
dihubungkan dengan perilaku licik,mafia, dan sombong. Kesimpulan lain yang
dimunculkan dalam penelitian ini adalah setiap subjek menganggap faktor kontrol diri
yang di bawa oleh orang Rote dari kampung merupakan salah alasan munculnya streotip
terhadap orang Rote. dan komunikasi dari semua pihak yang ikut ambil andil dalam
kehadiran serta komunikasi antar budaya ini menjadi salah satu faktor penentu dari
terjalinnya lingkungan yang harmonis Kota Kupang
Kata kunci : Stereotip, Etnis Rote, Etnis Sabu, Etnis Sumba, Etnis Alor, Etnis Timor,
Komunikasi Antar Budaya, Licik, Mafia.
ii
Abstract
The purpose of this research is to know the stereotype of sabu ethnic, sumba ethnic,
timor ethnic, and alor ethnic about Rote ethnic in kupang city. The research’s located is
in Kupang City. The subject as informant in this research consist of 4 man that never
directly conflicting with Rote ethnic. This research used qualitative method. The
researcher used purposive sampling technique. The conclusion of this research revealed
that there are many differences in stereotype that occur on each subject. The similarity
of stereotype from all of the participants was the negtive behavior which always been
connected with slick, mafia, and arrogant. Another conclusion in this research is every
subject consider that self control of Rote Ethnic which is the nature of Rote itself is one
of the reason for the stereotype. And the interculural communication from all parts that
was joined is the essential factor of environmental harmony in Kupang City.
Keyword: stereotype, Rote Ethnic, Sabu Ethnic, Sumba Ethnic, Alor Ethnic, Timor
Ethnic, Interculural communication, slick, mafia.
1
PENDAHULUAN
Setiap insan selalu memerlukan hubungan dengan lingkungan yang
menggiatkannya, merangsang perkembangannya, dan membentuk identitasnya
agar memberikan sesuatu yang diperlukan oleh lingkungan sosialnya. Identitas
hadir supaya manusia dapat saling mengenal sesama dan dapat membedakan
sesama. Tajfel (dalam Purkhardt, 1993) mendefinisikan identitas sosial sebagai
pengetahuan individu di mana individu merasa sebagai bagian anggota kelompok
yang memiliki kesamaan emosi serta nilai. Identitas sosial juga merupakan konsep
diri seseorang sebagai anggota kelompok (Abrams & Hogg, 1988). Identitas bisa
berbentuk kebangsaan, ras, etnik, kelas pekerja, agama, umur, gender, keturunan.
Biasanya, pendekatan dalam identitas sosial erat kaitannya dengan hubungan
interpersonal, serta kehidupan alamiah masyarakat (Hogg & Abrams, 1988).
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang pluralistik, sehingga
banyak perbedaan budaya dan norma-norma yang berlaku di setiap daerah.
Bahkan dalam satu wilayah pun bisa saja terjadi adanya pertentangan budaya yang
berbeda. Salah satunya Kota Kupang, Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT). Luas wilayah adalah 180,27 km² dengan jumlah penduduk sekitar 450.000
jiwa (2014). Daerah ini terbagi menjadi 6 kecamatan dan 45 desa. Kota Kupang
adalah kota multietnis dan multikultural, karena masyarakat Kupang berasal dari
latar belakang etnis, agama dan budaya yang berbeda-beda didalamnya terdapat
suku Sumba, Rote, Sabu, Timor, Alor, dan beberapa suku lain yang berasal dari
luar Provinsi Nusa Tenggara Timur (https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Kupang).
Individu-individu dari latar belakang yang berbeda ini mulai menetap
untuk sementara ataupun memilih tinggal lebih lama di Kota Kupang. Individu-
individu ini kemudian berhubungan, bersosialisasi, dan beradaptasi dengan
2
lingkungan baru. Dalam proses beradaptasi individu-individu di tempat yang baru
maka terjadi fase komunikasi, adaptasi, asimilasi, dan bahkan pembentukan
stereotip, serta asumsi-asumsi individu di tempat baru. di sinilah muncul sebuah
fenomena, dimana terjadinya sikap tidak menyukai yang di tunjukan Etnis di Kota
Kupang terhadap Etnis Rote (wawancara pribadi terhadap salah satu Etnis asli
Kota Kupang 2/2/2014). Hal ini sesuai dengan yang dibahas oleh Sarwono (2001)
bahwa dari perbedaan tersebut, seringkali terjadi ketidakselarasan, percekcokan,
dan kesenjangan dengan orang lain, atau bahkan dapat menimbulkan perkelahian
atau konflik orang-perorangan yang akhirnya menjadi konflik yang berdampak
negatif.
Kalau di runtut memang perilaku yang di tunjukan etnis Sabu, Sumba,
Timor, dan Alor terhadap etnis Rote tidak mengarah ke konfrontasi langsung yang
bersifat anarkis, destruktif walaupun secara sporadis ini bisa tampak sesekali.
Perilaku yang cenderung di tunjukan adalah lebih berhati-hati di dalam menjalin
kerjasama dengan etnis Rote. Fenomena ini muncul karena adanya Prasangka
yang terhadap Etnis Rote dan mungkin saja muncul karena pengalaman pribadi
atau cuma berdasarkan keanggotaan individu berdasarkan kelompok etnis (Hasil
pengamatan dan Wawancara pribadi terhadap ketua adat Etnis Sabu, Sumba,
Timor, dan Alor pada tanggal 19-12-2014).
Berikut data konflik yang pernah terjadi di lingkungan masyarakat pada
tahun 2012 yang melibatkan etnis Rote.
1. Aparat Kepolisian Resor Kupang Kota, Nusa Tenggara Timur, hingga
saat ini masih melakukan pengamanan di Kelurahan Oesapa, Kota
Kupang, setelah terjadinya tawuran antarpemuda, yangterjadi pada hari
3
Rabu, 5 Desember 2012. Kedua kelompok pemuda terlibat aksi saling
pukul yang berlanjut dengan aksi saling lempar batu. Welhelmus
Woda Kodi, salah seorang pemuda asal Sumba yang ikut dalam
konvoi, menjadi korban meninggal dunia akibat pemukulan pemuda
asal Rote Ndao. Sebab, seorang pemuda asal Rote Ndao juga menjadi
korban pemukulan oleh pemuda Sumba (Tempo, 2012).
Perbedaan budaya dan etnis yang sangat signifikan mengakibatkan
perilaku-perilaku yang tidak dapat diterima oleh masyarakat Kota Kupang
diendapkan dalam ranah kognitif dan distereotipkan sebagai perilaku umum orang
Rote. Setelah terendapkan maka stereotip ini menjadi prasangka ketika terjadi
komunikasi dan interaksi antara etnis yang ada dan etnis Rote. Kemudian menurut
Taylor (1994), stereotip itu merupakan kesan kaku yang jauh dari kenyataan,
keyakinan yang berlebih-lebihan yang tidak akurat dan irasional.
“Kesan-kesan yang muncul terhadap orang Rote adalah licik didalam
kehidupan sosial. Perilaku-perilaku lain yang muncul pun tidak luput dalam
pengorganisasian kesan terhadap orang Rote. Misalnya perilaku suka menikam
dari belakang, suka mengintimidasi, dan pamrih dalam menolong. Hal ini
sepertinya sudah diajarkan oleh nenek moyang mereka, sehingga sudah mendarah
daging, serta melekat pada orang Rote. Selain itu, mereka juga pintar dalam
memainkan pola kata dan tindakan untuk membenarkan diri mereka meskipun
mereka salah. Ya, bisa menjadi kanibal pada saat situasi terdesak seperti
menghancurkan kerabat atau keluarga sendiri.” (Wawancara pribadi terhadap
Tokoh masyarakat etnis Alor).
4
Dari kesan-kesan tersebut tampak adanya stereotip yang dimunculkan
terhadap etnis Rote. Spesifikasi ini dikuatkan oleh pemahaman mengenai
stereotip, yang menurut Baron dan Byrne (2004). Samovar, Porter, dan Jain
(dalam Sendjaya, dkk., 2001) menyatakan bahwa stereotip-stereotip terhadap
suku, etnis, dan agama tertentu merupakan sebuah hambatan dalam membangun
komunikasi antarbudaya yang efektif.
Penelitian-penelitian terhadap stereotip sudah pernah dilakukan Al Qadrie
(1999) yang mengangkat tentang konflik etnis di Kalimantan antara Etnis Dayak
dan Melayu terhadap Etnis Madura. Stereotip yang berkembang adalah Etnis
Melayu yang dikenal lemah lembut, taat beragama, menyukai seni, dan tidak
pernah melawan (orang Madura di Kalimantan Barat menjuluki mereka:
“krupuk”) serta orang Dayak yang memiliki stereotip primitif (orang Madura
menjuluki mereka: ”kafir”).
Al Qadrie (1999) juga dalam penelitiannya mengenai stereotip dan relasi
antar etnis Cina dan etnis Jawa pada mahasiswa di Semarang.Dari hasil
penelitiannya mengungkapkan bahwa subjek mahasiswa etnis Jawa memiliki
stereotipikalitas yang lebih tinggi ketika mempersepsi out-group dibandingkan
ketika mempersepsi in-group.Sementara pada mahasiswa etnis Cina menunjukkan
taraf stereotipikal yang lebih tinggi ketika mempersepsikan in-group
dibandingkan ketika mempersepsikan out-group.
Berdasarkan pada fenomena-fenomena stereotip yang dijelaskan di atas,
maka penelitian ini dilakukan untuk memperoleh stereotip Etnis Sabu, Sumba,
Timor, dan Alor terhadap Etnis Rote.
5
Definisi stereotip dalam berbagai literatur dirumuskan dengan cara yang
berbeda-beda menurut cara penulis merumuskannya. Namun dibalik keragaman
itu terkandung konsep sentral tentang stereotip. Menurut Taylor (2006), stereotip
adalah keyakinan tentang karakteristik anggota yang khas dari kelompok atau
kategori sosial tertentu. Dalam konteks relasi antar etnis, stereotip memiliki peran
penting. Stereotip menurut Osgood, Suci, dan Tannenbaum (dalam Rahayu, 2011)
dapat dibagi menjadi 2 dimensi dasar yang saling terkait, yaitu deskriptif dan
evaluatif. Dimensi deskriptif yang dimaksud di sini adalah isi stereotip yang
berupa sifat-sifat sedangkan dimensi evaluatif menyangkut penilaian terhadap
sifat-sifat tersebut dalam arah positif atau negatif. Yang dalam penelitian ini
adalah menyoroti stereotip etnis Sabu, Sumba, Timor, dan Alor terhadap orang
Rote. Oleh karena itu banyak peneliti melakukan penelitian tentang apa isi atau
konten dari stereotip itu sendiri.
Lebih lanjut, Operario dan Fiske (dalam Brown dan Gaertner, 2003) juga
menjelaskan prinsip-prinsip mendasar dari konten stereotip menjadi tiga bagian,
yakni:
(1) mengandung keyakinan stereotip ambivalen (pertentangan) yang
mencerminkan hubungan antara kelompok.
(2) meningkatkan persepsi stereotip perilaku negatif dan ekstrim, dan
(3) mempertahankan stereotip pemisahan antara in-groups ("kami") dan
out-group ("mereka").
Lebih lanjut, Brown & Gaertner (2003) memaparkan proses stereotip
dalam beberapa sifat fungsional manusia antara lain :
a. Kategorisasi otomatis (Automatic categorization).
6
Merupakan proses kategorisasi seseorang terhadap orang lain yang
terjadi secara segera setelah pertemuan mereka.
b. Interpretasi informasi (Information interpretation).
Setelah kategorisasi otomatis awal, perceivers melakukan
pengolahan berpikir lebih lanjut. Hal ini tergantung pada motivasi
perceivers untuk mengerahkan upaya kognitif untuk melampaui
tahap kategorisasi, serta ketersediaan informasi yang ada untuk
membentuk informasi baru sehingga perceivers bisa membuat
interpretasi dari informasi yang didapatkan.
c. Merevisi keyakinan kategoris (Revising categorical beliefs).
Merupakan perubahan stereotip yang dapat terjadi dengan merevisi
keyakinan terhadap sebuah kriteria atau kategori tertentu melalui
motivasi untuk memperhatikan informasi yang didapat. Perceivers
dapat pula membentuk penggolongan kategori-kategori yang lebih
spesifik dalam konsep stereotip yang luas, yang disebut sebagai
subtyping.
d. Membentuk kesan terindividuasi (Forming individuated
impressions).
Tahap ini merupakan bagian pembentukan kesan dimana perceiver
memahami individu sesuai dengan sifat-sifat unik mereka pribadi,
bukan berdasarkan kategori-kategori atribut yang konsisten
sebelumnya, setelah itu perceiver akan merepresentasikan persepsi
terhadap sasaran secara terindividuasi.
7
Taylor dkk (2009) mengatakan, bahwa tindakan
mengkategorisasikan juga dapat dengan cepat mengelompokan orang
menjadi “kita” (in-group) dan “mereka” (out-group). Menganggap
orang lain sebagai anggota dari in-group dan out-group sehingga
menurut mereka dapat menimbulkan 3 konsekuensi penting yakni
antara lain:
1. In-group favoritism effect (efek favoritisme in-group)
Orang-orang pada umumnya mengevaluasi anggota in-group secara
lebih positif, memberi atribut yang lebih positif atas perilaku mereka, lebih
menghargai mereka, memperlakukan mereka secara lebih baik, dan
menganggap mereka lebih menarik ketimbang out-group. (Taylor, dkk.
2009).
2. Assumed similarity effect
Anggota in-group cenderung memandang anggota in-group memiliki
banyak kesamaan dengan diri mereka. Dalam sebuah studi yang dilakukan
oleh Holtz & Miller, 1985 (dalam Taylor, dkk. 2009) mengenai “assumed
similarty effect” yang mengatakan bahwa anggota suatu asrama mahasiswa
memandang diri mereka lebih mirip dengan sesama penghuni asrama
ketimbang dengan mahasiswa yang tinggal di luar asrama (out-group).
3. Out-group homogeneity effect
Out-group homogeneity effect merupakan kecenderungan seseorang
memandang anggota out-group sebagai asing dan berbeda dari kita, kita
juga cenderung memandang mereka adalah homogen dalam hal sifat,
8
personalitas, dan bahkan jumlah subtipenya: “Mereka semua sama,
sedangkan kita semua berbeda dengan mereka”.
Lebih lanjut, Warnaen (2002) berpendapat bahwa stereotip
merupakan hambatan paling utama dalam hubungan antarkomunitas yang
berkembang dalam keseharian pergaulan masyarakat. Sementara Taylor
dan Moghaddam (1994) menganggap bahwa stereotip merupakan proses
kognitif fundamental yang secara langsung memiliki keterkaitan dengan
relasi antarkelompok. Jadi dapat disimpulkan bahwa stereotip muncul atas
dasar pengalaman individu maupun kelompok yang diendapkan dalam
ranah kognitif, sehingga dapat dimunculkan langsung ketika individu
ataupun kelompok berinteraksi dengan anggota yang lain, dan hal ini yang
merupakan terhambatnya terjalin komunikasi yang efektif dalam
lingkungan sosial masyarakat.
Rumusan Masalah
Bagaimana proses stereotip dan isi streotip Etnis Sabu, Sumba, Alor, dan
Timor terhadap Etnis Rote di Kota Kupang.
Tujuan penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui stereotip etnis Sabu,
Sumba, Timor, dan Alor terhadap etnis Rote di Kota Kupang.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan
penelitian yang berhubungan dengan penelitian stereotip dan isi
streotip khususnya dalam bidang Psikologi Sosial.
9
2. Manfaat Praktis
a. Menambah informasi bagi masyarakat Kota Kupang mengenai apa
yang terjadi pada etnis Rote dalam menghadapi situasi sosial yang
majemuk dan cara penyelesaiannya.
b. Memberikan gambaran yang utuh tentang Etnis Rote sehingga bisa
memunculkan streotip positif dalam suatu kerangka pembangunan
dan rekonsiliasi hubungan yang lebih baik antar etnis di Kota
Kupang.
c. Bagi peneliti sendiri yang berasal dai etnis Rote bagaimana
menyikapi perbedaan budaya dan identitas pada masyarakat yang
pluralisme, serta bagaimana bersikap di lingkungannya.
10
METODE
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Dalam hal ini dibutuhkan kedalaman pendapat dari partisipan
penelitian. Karena menganggap sikap, perilaku dan pengalaman penting, maka
tidak banyak orang yang terlibat dalam penelitian, tetapi dibutuhkan kontak atau
relasi dengan orang tertentu dengan jangka waktu tertentu (Dawson, 2002).
Dengan maksud menggambarkan atau mendeskripsikan stereotip
masyarakat kota Kupang terhadap Etnis Rote, maka metode kualitatif yang dipilih
dalam penelitian ini. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif.
Subjek dan Lokasi Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan maka akan dipilih masyarakat
Kota Kupang. Pemilihan subjek penelitian didasarkan pada teknik purposive
sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu (Sugiyono, 2005). Kemudian populasi penelitian ini adalah masyarakat
Kota Kupang memiliki kriteria-kriteria tertentu, seperti: (1) merupakan salah satu
etnis asli Kota Kupang, (2) bertempat tinggal di Kota Kupang, (3) belum
mengalami konflik secara langsung dengan Etnis Rote, (4) menetap di Kupang
lebih kurang 20 tahun.
Teknik Pengambilan Data
Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode
observasi dan wawancara. Penelitian ini diawali dengan wawancara terhadap
masyarakat Kota Kupang yakni Etnis Sabu, Sumba, Alor, dan Timor. Charles
11
Reeding (dalam Stewart dan Cash Jr., 1999) membedakan wawancara berdasarkan
fungsinya.
Kemudian akan dilakukan observasi untuk memeriksa kesesuaian
gambaran ideal dengan pelaksanaan dengan menggunakan observasi partisipan.
Menurut Patton (dalam Poerwandari, 1998), observasi, dalam penelitian ini, juga
dilakukan berdasarkan tujuan, yaitu untuk memperoleh gambaran mengenai
stereotip yang muncul atau ada pada masyarakat Kota Kupang terhadap etnis
Rote.
Analisis Data
Menurut Moleong, L.J., (2010) secara umum proses analisis data kualitatif
mencakup:
1. Reduksi data
a. Identifikasi satuan (unit). Pada mulanya diidentifikasikan adanya
satuan yaitu bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang
memiliki makna bila dikaitkan dengan fokus dan masalah
penelitian.
b. Sesudah satuan diperoleh, langkah berikutnya adalah membuat
koding.
2. Sesudah satuan diperoleh, langkah berikutnya adalah membuat
koding.
3. Kategorisasi
a. Menyusun kategori. Kategorisasi adalah upaya memilah-milah
setiap satuan ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan.
b. Setiap kategori diberi nama yang disebut “label”.
12
4. Pemeriksaan keabsahan data
Dalam penelitian kualitatif, ada kriteria kredibilitas atas derajat
kepercayaan. Teknik pemeriksaan dari kriteria kredibilitas adalah dengan
triangulasi.
5. Penafsiran data
Tujuan yang ingin dicapai dalam penafsiran data ini adalah deskripsi
analitik yang merupakan rancangan organisasional dan dikembangan
dalam kategori-kategori yang ditemukan dan hubungan yang muncul dari
data (Schaltzman dan Strauss dalam Moleong, L.J.,2010).
6. Kesimpulan
Setelah peneliti memperoleh pemahaman mendalam tentang
keseluruhan data yang diolah, maka peneliti dapat menarik kesimpulan
atas permasalahan dalam penelitian.
Uji Keabsahan Data
Teknik yang dipergunakan untuk menguji keabsahan data pada penelitian ini
adalah adalah triangulasi. Menurut Denzin (dalam Moleong, 2006), triangulasi
dapat dibedakan dalam beberapa model sesuai dengan penelitian maka di gunakan
jenis Tringulasi sumber, yaitu digunakannya variasi sumber-sumber data yang
berbeda.
13
HASIL PENELITIAN
Tabel Proses Stereotip Subjek 1
Subjek
1
Proses Stereotip
Kategorisasi
Otomatis
Interpretasi
Informasi
Merevisi
Kategori
Keyakinan
Pembentukan
Kesan
Terindividuasi
- Licik dan
tidak licik
- berbicara
atau sikap
menghormati
lah.
- Bilangnya ini,
ehhh nanti
berubah lagi.
Begitu
- Ada salah
ada bener.
- Yang baik
dan juga
ada yang
tidak to
- Tidak
semua
sama.
- Dari
perilaku dan
tutur kata.
- Tidak mau
kerjasama.
- Bicara
mereka itu
suka buat
emosi.
- Bilangnya
ini, ehhh
nanti
berubah
lagi.
- Suka
omong-
kosong.
Tabel Konten/Isi Stereotip Subjek 1
Subjek
1
Konten/ Isi Stereotip
Pertentangan Sistem Keyakinan Perilaku yang
Ekstrim dan
Negatif
14
- Selama mereka baik ya tidak apa-apa. Asal
tidak punya maksud yang lain. Yang buruk
yang bisa merusak hubungan kita di sini sa.
- Iya pernah, namun harus pintar2 dalam
bekerjasama juga ya.
- Kalau itu masih saya pertimbangkan
kembali sodara.
- Mungkin bisa jadi
akan terulang
kembali tindakan
negatif orang rote
- Untuk hal itu sulit
sepertinya sodara.
Tabel Pembentukan In-Group dan Out-Group Subjek 1
Subjek
1
Pembentukan In-Group dan Out-Group
Efek Favoritisme
In-Group
Efek Asumsi
Kesamaan
Efek Homogenitas Out-
Group
- Tidak semua orang
Timor itu jelek.
- Otomatis saya
tidak setuju.
- Ya kalau orang
timor bicara terus
terang.
- Mereka semua itu sama
saja. Licik itu jelas.
Sombong juga Selain
licik, mereka itu suka
omong kosong. Seperti
itu.
- Sama Licik.
- Mereka juga sama saja.
- Punya rasa hormat yang
tinggi.
- Tapi seperti sombong,
licik, mafia itu jelas ada.
- Benci terhadap omongan
yang suka bicara omong-
kosong dan mutar2 itu.
- Sama licik saja.
15
Tabel Proses Stereotip Subjek 2
Subjek
2
Proses Stereotip
Kategorisasi
Otomatis
Interpretasi
Informasi
Merevisi
Kategori
Keyakinan
Pembentukan
Kesan
Terindividuasi
- Mereka itu
baik, sopan.
-Mereka
tidak baik
- Orang Rote ini
sangat bagus
sekali dalam
menerima
tamu.
- Bagi yang
belum
mengerti
hukum.
- Berita yang
orang cerita itu
yang mungkin
berlebihan
- Saling
menghormati,s
aling bertukar
pikiran satu
sama lain.
- Orang jahat2
semua.
- Mereka itu
baik, sopan,
menerima
saya.
- Kalau orang
Rote
pendidikanny
a kurang.
- Orang rote
itu baik2 kok.
- Mereka itu
tidak baik.
- Menolong
suka
membantu
juga. Tidak
jalan sendiri.
Kerjasama
- Kesenian
terkenal dari
Rote.
- Gotong
royong ada
kerjasama
16
ada, saling
menghargai,
menghormati
Tabel Konten/Isi Stereotip 2
Subjek
2
Konten/Isi Stereotip
Pertentangan Sistem Keyakinan Perilaku yang
Ekstrim dan
Negatif
- Hubungan dekat ya kita di daerah rantau.
Misalnya kita tetangga. Kita hidup saling
menghoramti, menghargai, kita tidak
membedakan. Misalnya ada kedukaan atau
acara2 kita gotong royong saling membantu.
- Kalau orang
Rote tu
mereka tu
pendidikannya
kurang. main
hakim sendiri.
- Main hakim
sendiri.
Tabel Pembentukan In-Group dan Out-Group Subjek 2
Subjek
2
Pembentukan In-Group dan Out-Group
Efek
Favoritisme In-
Group
Efek Asumsi Kesamaan
Efek Homogenitas
Out-Group
- Orang sabu dia
dominananya
itu sirih pinang.
- Mereka baik2 saja kok.
- Sabu,orang rote kalau
mau cerita itu satu
sebenarnya.
- Kita gotong royong
- Bagus menerima
tamu
- Mereka itu tidak
baik
- Mereka juga mau
17
saling membantu.
- Sikap mereka itu
tolong menolong
gotong royong.
- Bakat semua sama.
- Orang rote dan sabu
sama jual sayur, iris
tuak, nelayan juga
sama nelayan.
berdamai
- Orang rote itu baik2
kok.
- Gotong royong ada
kerjasama ada,
saling menghargai,
menghormati
Tabel Proses Stereotip Subjek 3
Subjek
3
Proses Stereotip
Kategorisasi
Otomatis
Interpretasi
Informasi
Merevisi
Kategori
Keyakinan
Pembentukan
Kesan
Terindividuasi
- Pergaulannya
bagus. Orangnya
suka bicara
banyak. Juga
Adat dan
budayanya
banyak.
- Marah
sudah
emm
punya
musuh
pasti
ambil
parang.
- Orang
rote kita
tidak ada
apa-apa.
- Orang rote
dalam
pergaulannya
bagus.
- Orangnya suka
bicara banyak.
- Juga Adat dan
budayanya
banyak.
18
Tabel Konten/Isi Stereotip Subjek 3
Subjek
3
Konten/Isi Stereotip
Pertentangan Sistem Keyakinan Perilaku yang Ekstrim dan
Negatif
- Emmm selama pergaulan saya saya
belum pernah alami itu. Karena
saya belum pernah berbisnis yang
besar dengan orang Rote.
- Orang rote itu kalau sudah
marah emm punya musuh
pasti ambil parang.
- Orang rote kalau masalah
tanah atau harta pasti baku
bunuh.
- Artinya itu dia baik.
- Kuat mafia, omong muka
belakang (muka lain
belakang lain).
- Mereka itu pemberani.
- Bayar berapa saja untuk
bunuh orang, orang rote.
- Orang sombong paling suka
omong tinggi. tambah lai
kalau dia su mabok, dia
bilang lu tahu to rote jago
itu orang rote.
Tabel Pembentukan In-Group dan Out-Group Subjek 3
Subjek
3
Pembentukan In-Group dan Out-Group
Efek Favoritisme
In-Group
Efek Asumsi
Kesamaan
Efek Homogenitas
Out-Group
- Alor lumayan
bajingan juga heh.
- Jago terbang, jago
- Orang rote
bajingan, alor
lebih bajingan lagi.
- Di kupang itu rasa
nasionalisme itu
sudah tinggi.
19
bunuh orang dan
segala macam.
- Dong sonde dapat
sang ketong. Iya
to?
- Orang rote suka
angkat parang,
orang alor bisa
terbang angkat
parang.
- Punya persekutuan
juga orang alor iya
to.
- Orang rote,orang
timor,orang alor
sama.
- Orang rote pun
maju orang alor
pun maju.
- Pergaulannya bagus.
suka bicara banyak.
Juga Adat dan
budayanya banyak.
- Perkumpulan. Nah
itu bagus.
- Punya musuh pasti
ambil parang.
- Orang rote begitu2
ma kuat mafia,
omong muka
belakang (muka lain
belakang lain).
- Orang rote eeee eee
itu banyak
kerajinan2 mereka.
- Mereka itu
pemberani.
- Terlalu baik
- Orang rote sombong.
- Dalam berdebat.
- Orang rote jug a
hebat berdebat itu
jangan main2.
Tabel Proses Streotip subjek 4
Subjek
4
Proses Stereotip
Kategorisasi
Otomatis
Interpretasi
Informasi
Merevisi
Kategori
Keyakinan
Pembentukan
Kesan
Terindividuasi
20
- Itu Licik
seperti Ular
- Sombong
- Informasi yang
ada ini perlu
kita lihat dan
pilah sesuai
tidak.
- Kerjasama
itu ada lah.
- Seperti Licik
itu loh.
Tabel Konten/Isi Stereotip Subjek 4
Subjek
4
Konten/ Isi Stereotip
Pertentangan Sistem
Keyakinan
Perilaku yang Ekstrim dan Negatif
- Ya tentu pasti kerjasama
itu ada lah.
- Mereka itu Licik seperti Ular kata
orang seperti itu.
- Kan mereka cukup pintar tuh dalam
politiknya.
- Jadi ya mereka bisa menyalahkan
orang lain, emmm padahal mereka
yang salah nah gitu.
Tabel Pembentukan In-Group dan Out-Group Subjek 4
Subjek 4
Pembentukan In-Group dan Out-Group
Efek Favoritisme
In-Group
Efek Asumsi
Kesamaan
Efek Homogenitas
Out-Group
- Mereka beda
dengan etnis
saya atau yang
lain juga.
- Sikap kami ya
emm kami
saling
menghormati
saja perbedaan
satu dengan
yang lain gitu.
- Mereka itu cerdas,
kuat politiknya,
pintar dalam
berbahasanya,
emmm ya nilai
budaya mereka
juga baik.
- Berani merupakan
21
budaya mereka,
adat istiadat yang
masih kuat seperti
rasa persatuan
mereka gitu.
- Mereka itu Licik
seperti Ular kata
orang seperti itu.
- Ya kalau yang
menurut saya baik
ya kenapa tidak
kan.
- Mereka juga
banyak memiliki
nilai2 positif yang
bisa kita tiru kan.
Rangkuman subjek 1-4
Subjek
1-4
Proses Stereotip
Kategorisasi
Otomatis
Interpretasi
Informasi
Merevisi
Kategori
Keyakinan
Pembentukan
Kesan
Terindividuasi
- Licik
- Sombong
- Omong-
kosong
- Main hakim
sendiri
- Pemberani
- Pergaulanya
bagus
- Mereka itu
Licik seperti
Ular kata
orang
seperti itu.
- Beda
dengan etnis
saya
- Mereka
- Tidak semua
orangnya licik
dan suka
omong-
kosong.
- Tapi emmm
menurut
pengalaman
saya di
- Perilaku dan
tutur kata kan
bisa di lihat
juga to.
- Umumnya
orang jahat2
semua
- Kalau orang
Rote itu
22
- Banyak
bicara
- Nilai
penghormtan
yang tinggi
- Pintar politik
tidak baik lingkungan
saya atau
dalam
pergaulan
saya belum
pernah
melihat itu
- Ketika saya
datang kesana
orang Rote ini
sangat bagus
sekali dalam
menerima
tamu.
- Saling
menghormati,
saling
bertukar
pikiran satu
sama lain.
pendidikannya
kurang.
- Juga Adat dan
budayanya
banyak.
- Terkenal
- Orang Rote
dalam
pergaulannya
itu baik-baik.
23
Tabel Konten/Isi Stereotip Subjek 1-4
Subjek
1-4
Konten/ Isi Stereotip
Pertentangan Sistem
Keyakinan
Perilaku yang Ekstrim dan
Negatif
- Yang buruk yang bisa
merusak hubungan kita di
sini sa.
- Harus pintar2 dalam
bekerjasama juga ya.
- Kalau itu masih saya
pertimbangkan kembali
sodara.
- Ya tentu pasti kerjasama itu
ada lah. Kita hidup dengan
banyak etnis yang berbeda
pasti ada kerjasama.
- Sudah marah sudah emm punya
musuh pasti ambil parang.
- Mereka itu Licik seperti Ular
Terus mereka itu sedikit
Sombong Kan mereka cukup
pintar tuh dalam politiknya. Jadi
- menyalahkan orang lain, emmm
padahal mereka yang salah nah
gitu.
- Kan mereka cukup pintar tuh
dalam politiknya
Tabel Pembentukan In-Group dan Out-Group Subjek 1-4
Subjek 1-4
Pembentukan In-Group dan Out-Group
Efek Favoritisme
In-Group
Efek Asumsi
Kesamaan
Efek Homogenitas Out-
Group
- Tidak semua
orang Timor
itu jelek.
- Kan orang alor
bajingan juga
- Mereka saling
menghormati,
saling bertukar
pikiran satu
sama lain.
- Karena orang
alor bilang
orang rote
bajingan, orang
- Selain licik, mereka itu
suka omong kosong.
- Rasa hormat yang
tinggi
- Terlalu baik. Terus apa
perkumpulan mereka
itu juga artinya bagus.
- Ya banyak orang rote
yang sudah berhasil
24
alor lebih
bajingan.
- Orang sabu,
orang rote. Kita
orang
sabu,orang rote
kalau mau
cerita itu satu
sebenarnya.
kota kupang dan
banyak orang rote yang
sudah merubah
hidupnya dari yang
tidak ada menjadi ada..
- Mereka berdebat itu di
mana-mana, artinya
hebatlah.
- Kesenian kita bahwa
lagu-lagu daerah NTT
itu terkenal di pusat
sana berasal dari Rote.
25
PEMBAHASAN
Stereotip Etnis Sabu, Sumba, Timor, dan Alor terhadap etnis Rote
Komunikasi antarbudaya cenderung mengalami kemudahan jika pelaku
komunikasi yang berlainan budaya memiliki derajat persamaan dalam persepsi,
sebaliknya jika terdapat kesulitan dalam persamaan persepsi maka komunikasi
yang berlangsung tidak akan efektif dan menimbulkan kecenderungan untuk
menguatkan akan perbedaan kelompok (Abrams & Hogg, 1988).
Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa stereotip adalah citra yang
dimiliki sekelompok orang tentang sekelompok orang lainnya yang berupa
deskripsi dan biasanya dianggap overgeneralisasi seperti peneltian yang dilakukan
oleh (Kaumbur, 2013) kesan negatif dari masyarakat pada individu maupun
kelompok mahasiswa yang berasal dari Kupang dan mahasiswa yang berasal dari
Ambon. Setelah kesan negatif pada kedua kelompok etnis ini maka stereotip ini
mulai digeneralisasikan pada etnis-etnis timur lainnya Stereotip muncul karena
dipelajari dari berbagai cara Secara umum bahwa stereotip memiliki dua dimensi
dasar yakni : Deskriptif dan Evaluatif. Dimensi deskriptif yang dimaksud di sini
adalah isi stereotip yang berupa sifat-sifat sedangkan dimensi evaluatif
menyangkut penilaian terhadap sifat-sifat tersebut dalam arah positif atau negatif.
(1) mengandung keyakinan stereotip ambivalen (pertentangan) yang
mencerminkan hubungan antara kelompok, (2) meningkatkan persepsi stereotip
perilaku negatif dan ekstrim, dan (3) mempertahankan stereotip pemisahan antara
in-groups ("kami") dan out-group ("mereka") Operario dan Fiske (dalam Brown
dan Gaertner, 2003). Dimana dari hasil yang ditemukan pada thema yang
dimunculkan oleh subjek adalah meskipun ada streotipikal negatif terhadap orang
26
Rote, setiap subjek masih menjalin komunikasi serta kerjasama dengan orang rote
Operario dan Fiske (dalam Brown dan Gaertner, 2003). Sedangkan untuk persepsi
perilaku negatif yang di streotipkan setiap subjek tehadap etnis rote sendiri antara
lain: Licik, tindakan main hakim sendiri, sombong, mafia, pemberani. Hal ini
sesuai dengan yang dibahas oleh (Al Qadrie, 1999) dimana streotip negatif yang
dimunculkan oleh etnis Dayak terhadap orang madura. Lebih lanjut, Hal ini
menggambarkan bahwa stereotip memanfaatkan kekhasan konsep negatif dan
ekstrim yang disimpan dalam representasi mental masyarakat, sehingga rentan
terhadap proses kognitif dengan kekhasan sifat sosial yang tidak diinginkan dari
perilaku seseorang, Fiske (dalam Brown & Gaertner, 2003).
Adapun proses dari pada Stereotip mengandung empat sifat dasar yakni:
Kategorisasi otomatis, Interpretasi informasi, Merevisi keyakinan kategoris, dan
Membentuk kesan terindividuasi (Brown & Gaertner, 2003). tentunya bahwa
tindakan kategorisasi yang dimunculkan oleh setiap subjek pada thema berbeda-
beda antara satu dengan yang lain. Tindakan kategorisasi yang dimunculkan itu
antara lain para subjek mengatakan bahwa etnis rote ini: tidak baik, sombong,
mafia dan juga licik sedangkan tindakan kategorisasi yang berbeda di tunjukan
oleh subjek ke dua dimana subjek menganggap bahwa orang rote ini pendidiknnya
masih kurang. Sedangkan untuk interpretasi infomasi yang yang terdapat pada
thema subjek adalah interpretasi terkait dengan perilaku tidak baik yang di
tunjukan oleh subjek ke dua dan perilaku licik dan permainan pola bahasa yang
ditunjukan oleh orang rote dimana di anggap berlebihan hal ini di tunjukan oleh
thema pada subjek pertama. Terkait dengan merevisi keyakinan yang terdapat
pada thema subjek bisa dilihat bahwa perilaku tidak baik ini berubah menjadi
27
ternyata orang rote ini sangat baik hal ini dimunculkan oleh thema pada subjek ke
dua, hal lain yang terdapat pada thema adalah terkait sikap licik dimana subjek
menganggap bahwa tidak semua orang rote licik dan suka omong kosong hal ini
nampak pada thema yang dimunculkan oleh subjek pertama sesuai dengan hal
tersebut seperti yang dikatakan oleh Menurut Hilton & Von Hippel, 1996 (dalam
Brown & Gaertner), perceivers dapat memodifikasi atau merevisi keyakinan
kategoris dengan adanya motivasi untuk memperhatikan informasi-informasi yang
ada pada kelompok atau individu sasaran steretotip. Sedangkan untuk kesan
terindividuasi pada thema setiap subjek adalah perilaku sombong dan licik yang
munculkan oleh kesan subjek pertama, sedangkan untuk subjek ke dua sendiri
membentuk kesan perilaku main hakim yang diakibatkan oleh kurangnya
pendidikan, subjek ke tiga sendiri membentuk kesan bahwa orang rote ini
politiknya kuat, budaya dan adat yang masih kental, dan pada subjek ke empat
mengatakan bahwa orang rote ini kuat mafia, dan licik seperti ular.
Serta pembentukan yang membedakan angota in-group dan out-group
yakni: In-group favoritism effect, Assumed similarity effect, dan Out-group
homogeneity effect. Brown & Gaertner (2003) . dimana setiap subjek baik subjek
ke satu, tiga, dan ke empat cenderung akan lebih memberikan penilai positif
terhadap anggota in-group. Hal ini tergambarkan dari thema yang dimunculkan
oleh subjek dimana subjek mengatakan bahwa apabila terjadi konflik antara
etnisnya dengan etnis rote subjek akan cenderung membela etnisnya dibandingkan
etnis rote serta memberikan penilaian positif yang lebih kepada anggota in-group
(Taylor, dkk. 2009). Hal ini berbeda dengan thema yang dimunculkan oleh subjek
ke dua dimana subjek lebih melihat konflik secara adil dan tidak memihak kepada
28
siapa-siapa. Efek asumsi kesamaan dari thema yang dimunculkan oleh para subjek
terhadap orang rote sendiri dimana subjek menganggap subjek menganggap
dirinya dan orang rote sama-sama memiliki nilai penghormatan yang sama denga
subjek serta komptensi yang sama pula (Taylor, dkk. 2009). Namun hal berbeda
ditunjukan oleh thema pada subjek pertama menganggap bahwa etnisnya dan
orang rote tidak memiliki kesamaan dengan orang rote.
Selain itu para subjek juga menganggap bahwa semua orang rote itu sama
dalam hal licik, mafia, sombong, dan tindakan main hakim serta streotipikal
positif yang dimunculkan antaranya subjek menganggap orang rote ini pintar dan
memiliki nilai budaya serta kompetensi yang banyak dan terkenal hal ini
dikemukakan oleh Fiske, Xu, Cuddy, & Glick (dalam Brown & Gaertner 2003).
Dalam pandangan ini, kompetensi dan kehangatan merupakan dimensi utama dari
sistem keyakinan yang ambivalen dalam konteks pemaknaan isi stereotip.
Stereotip mengenai suatu kelompok dapat berbeda-beda artinya stereotip
dapat berubah dari waktu ke waktu Adapun stereotip dan memiliki pengaruh
terhadap komunikasi antarbudaya. Pengaruh tersebut antara lain meliputi dan
mengarah terhadap 4 macam manifestasi yaitu : Penghindaran diri, diskriminasi,
serangan fisik, dan pemusnahan.
Stereotip mempunyai pengaruh setidak-tidaknya dalam tiga hal terhadap
komunikasi antarbudaya, yaitu: Stereotip dapat menyebabkan tidak terjadinya
komunikasi antarbudaya. Stereotip negatif yang kuat, menyebabkan orang
memilih bergaul hanya dengan orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya
baik suku bahasa, dan status sosial dalam masyarakat. Stereotip cenderung
menghasilkan hal-hal yang negatif selama terjadinya proses komunikasi
29
antarbudaya, sehingga mempengaruhi kualitas dan intensitas interaksi. Jika
stereotip sangat mendalam maka orang akan terlibat dalam perilaku antilokusi dan
diskriminasi aktif terhadap kelompok orang yang tidak disukai. Hal ini
selanjutnya akan membawa pada konfrontasi dan konflik terbuka. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi antarbudaya. Komunikasi
merupakan alternatif utama dalam membangun hubungan yang baik antara
komunikator dengan komunikan. Tentunya perbedaan latar belakang kebudayaan
harus menjadi pertimbangan bagi pihak-pihak dalam berinteraksi.
30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan ini bisa ditarik kesimpulan bahwa setiap
orang akan mempunyai pandangan stereotip yang mungkin berbeda satu dengan
yang lain. Setiap pribadi mendapatkan pengalaman yang berbeda satu dengan
yang lain, pemaknaan akan berbagai aktifitas dan kejadian dalam lingkungan bisa
jadi dipersepsikan berbeda dari tiap-tiap individu. Latar belakang budaya, latar
belakang lingkungan tempat tinggal tidak hanya membentuk pribadi yang
berbeda, nilai-nilai yang berbeda, tapi juga membentuk adat dan pemaknaan yang
berbeda.Hal inilah yang patut disadari oleh semua pihak yang ada di dalam
lingkungan yang heterogen dan campur baur seperti yang berada di Kota Kupang.
Kesamaan stereotip dan pandangan terhadap etnis Rote adalah masalah
sikap main hakim yang ditunjukan.Orang dari etnis lain menilai bahwa orang Rote
cenderung berpolitik yang berlebihan sehingga menyalahkan orang lain,licik, dan
mafia. Hal ini muncul karena dalam keseharian orang Rote sering menunjukan
hal-hal negatif seperti ini.
Perilaku yang berbeda dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat
multietnis di Kota Kupang, serta adat dari kampung yang masih melekat pada
etnis Rote semakin memperkuat gambaran stereotip negatif terhadap orang dari
etnis Rote.Konflik-konflik masa lalu yang melibatkan orang Rote memperkuat
streotip-streotip terhadap orang Rote sendiri.
Peran serta tokoh masyarakat yang ada dan instansi-instansi pemerintah
yang kurang dalam melihat fenomena ini seakan-akan mengendapkan masalah-
masalah seperti ini. Padahal bila ditilik lebih dalam, masalah seperti ini seperti
31
batu besar yang menahan derasnya air di baliknya dan tidak menutup
kemungkinan bahwa kemungkinan terjadinya konflik antar etnis bisa terjadi dan
akan selalu terbuka, dan jika ini terjadi semua pihak yang berada di dalam
lingkungan komunikasi antar budaya yang majemuk ini akan merasakan dampak
negatifnya. Oleh karena itu kepedulian dari semua pihak yang berada di dalam
lingkungan ini sangat-sangat dibutuhkan demi menjaga kelangsungan hidup
bersama.
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan sebagai hasil dari penelitian ini antara
lain adalah:
1. Bagi etnis Rote di Kota Kupang
Peneliti berharap agar dari penelitian ini membuka pemikiran mengenai
pemaknaan terhadap perilaku-perilaku, serta perbedaan nilai yang ada di
Kota Kupang.Penghargaan dan penghormatan terhadap perbedaan nilai-
nilai dan tata cara berperilaku harus selalu diupayakan sebaik mungkin
sehingga kemungkinan-kemungkinan konflik yang terjadi bisa
diminimalisir.
2. Bagi tokoh masyarakat dan pemerintah
Kiranya dari penelitian ini setiap konflik-konflik yang terjadi tidak
menimbulkan dampak negatif, serta dendam yang berkepanjangan. Namun
terlepas dari semua itu adanya komunikasi yang intens dari setiap pihak
32
agar masalah yang mungkin akan terjadi di masa mendatang dapat
ditangani dengan lebih baik tanpa merugikan pihak-pihak yang lain.
3. Bagi penelitian selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, peneliti berharap agar supaya pemahaman akan
perbedaan nilai-nilai budaya dan stereotip dipahami lebih mendalam.
Penelitian selanjutnya diharapkan mampu menjawab akan semua
pertanyaan bagaimana stereotip terbentuk serta isi dan bagaimana
penanggulangan terhadap stereotip yang muncul.
33
Daftar Pustaka
Al Qadrie, S.I, (1999). Konflik Etnis Di Ambon Dan Sambas: Suatu Tinjauan
Sosiologis, Jurnal Antropologi Indonesia.
Arikunto, S., (1999). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Barth, Frederick, (1988). Kelompok Etnis dan Batasannya. Terjemahan oleh
Nining L.S. Jakarta: UI Press.
Brown dan Gaertner, (2003).Blackwell Handbook of Social Psychology:
Intergroup Processes. Blackwell Publishers Ltd. Gmunden, Austria.
Dawson, C., (2002). Practical Research Methods.A User-Friendly Guide to
Mastering Research Techniques and Projects. United Kingdom: Cromwell
Press,
Hoggdan Abram, (1988).Social identification: A Social Psyichology of intergroup
relation and group processes. London; routledge.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Kupang).
http://nasional.tempo.co/read/news/2012/12/06/058446234/tawuran-
antarpemuda-di-kupang-satu-tewas. Diunduh tanggal 6 Agustus 2015.
Hidayah, Z., (1996). Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Hurlock, E. B., (1978). Development psychology. McGraw-Hill.
Kaumbur, (2013). Stereotip Pemilik Kos di Salatiga Terhadap Mahasiswa Yang
Berasal Dari Etnis Timur.Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas
Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Mulyana, Deddy dan Rakhmat, Djalaludin, (1998). Komunikasi Antar Budaya
Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moleong, L. J., (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Rosdakarya Offset.
Moleong, L. J., (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Rosdakarya Offset.
Magilvy, J., dan Thomas, E., (2009). 'A First Qualitative Project: Qualitative
Descriptive Design for Novice Researchers', Journal for specialists in
pediatric nursing, vol. 14, no. 4, pp. 298-300.
34
Purwoko. D., (2002). Stereotip Dan Relasi Antar Etnis Cina Dan Etnis Jawa
Pada Mahasiswa di Semarang. Tesis (tidak diterbitkan). Jakarta; Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Purkhardt, S.C (1993). Transforming Social Representations. London and New
York: University of St-Andrews press.
Rahayu, F. (2011). Stereotip Pada Anak Panti Asuhan. Skripsi (tidak diterbitkan).
Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Soegijapranata.
Salim, A. (2006). Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Taira
Wacana.
Sendjaya, S. Djuarsa, dkk., (2001). Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Sulistyo dan Basuki, (2006). Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra
dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Sugiyono, (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:
Alfabeta.
Sarwono, S.W, ( 2001). Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.
Taylor, D.M, dan Moghaddam, F.M., (1994). Theories of Intergroup Relations.
London: Praeger.
Taylor, D.M, Peplau, L.A, dan Sears, D., (2006). Social Psychology (International
Edition). Pearson Education International, New Jersey.
Warnaen, (1979). Stereotip Etnis Di dalam Suatu Bangsa Multietnis (suatu sutdi
psikologi sosial di Indonesia). Disertasi (tidak diterbitkan). Jakarta:
Program Pascasarjana Universitas Indonesia.