Upload
truongxuyen
View
237
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STRATEGI DAN KELAYAKAN
PENGEMBANGAN LEMBAGA INTERMEDIASI
UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING USAHA KECIL
DAN MENENGAH DI INDONESIA
(Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Puspiptek Serpong)
WISMAN INDRA ANGKASA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ii
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir dengan judul Strategi dan
Kelayakan Pengembangan Lembaga Intermediasi untuk Meningkatkan Daya
Saing Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia (Studi Kasus Balai Inkubator
Teknologi di Puspiptek Serpong) adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini.
Bogor, 21 April 2011
Wisman Indra Angkasa
NIM P05-4090055
iii
ABSTRACT
WISMAN INDRA ANGKASA. Strategy and Feasibility of Developing
Intermediary Institutions to Enhance Competitiveness of Small and Medium
Enterprises in Indonesia (Case Studies in Technology Incubator Center at Puspitek
Serpong). Under guidance of H. MUSA HUBEIS and NURMALA K.
PANJAITAN.
Looking at the rapid growth of the development of global business
environment, so the establishment of Small and Medium Enterprises (SMEs)
which has highly competitiveness is necessary conducted. One of the several
important factors that influence the building of the SMEs mentioned above is the
ability of innovation and technological capabilities. It is known that SMEs in
Indonesia have weakness in acquiring the latest technology. One of the reason
why the SMEs do not have the updated technology, is because they do not have
the access to the Research and Development (R&D) Institutions which create the
updated and the appropriate technology. In this instance, the SMEs is solely as the
users of technology. In this concept of innovation systems, it is attempted an
institution which has its role and function, as an intermediate actor between the R
& D institutions and the SMEs. This intermediary institution, it is called Lembaga
Intermediasi (LI). Based on reports of many research articles, nowadays, most of
LI has not yet been able to carry out its role and functions optimally. For this
reason, this research is conducted to view the performance one of the LI. This
research is a case study, and has chosen one LI on purpose, that is the Technology
Incubator Center (BIT) at Puspitek Serpong. The purpose of this study are (1) to
identify the characteristic and conditions of BIT, (2) to identify the factors that
influence the successes of BIT as LI, (3) to formulate a strategy and feasibility of
developing BIT. Matrix IFE, EFE,IE, SWOT and QSPM are used for processing
and data analyses in this research. The results of this study are as follow: The
characteristic of BIT is one of several unit departments under guidance of Agency
for The Assessment and Application of Technology (BPPT). BIT is led by a head
of department, and its organization form is adopted single structure. Factors that
influenced the successes of BIT performance are the number of human resources,
fund availability and financial services, infrastructure, networking, appropriate
services and serious/strong commitment for tutoring and helping tenants (SMEs).
Based on analysis of functional feasibility, BIT has fulfill the requirement as a
good organization, as an intermediary institution and as a business incubator.
Based on the determination of QSPM matrix, there are three main strategies to be
implemented to BIT are: (1) To increase the utilization and the use of existing
human resources to enlarge the number and to enhance the competitiveness of
assisted SMEs, (2) To maintain and to enhance the quality and the quantity of
technology services for SMEs assisted, via utilization technology produced by R
& D institutions, (3) To maintain and to enhance the quality and the quantity of
market access services to acquire bigger share of market potential (domestic and
international) for assisted SMEs's products.
Keywords: innovation, intermediary institution, services, small and medium
enterprises, technology
iv
RINGKASAN
WISMAN INDRA ANGKASA. Strategi dan Kelayakan Pengembangan Lembaga
Intermediasi untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah di
Indonesia (Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Puspiptek Serpong).
Dibimbing oleh H. MUSA HUBEIS dan NURMALA K. PANJAITAN.
Keberadaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sangat besar
perananannya dalam penyediaan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Dengan perkembangan lingkungan usaha global dengan tingkat
persaingan yang sangat tinggi, maka pengembangan dan pembentukan UKM
berdaya saing tinggi menjadi mutlak untuk dilakukan. Salah satu faktor yang
mempengaruhi daya saing UKM adalah daya inovasi dan kemampuan teknologi.
Keterbatasan kemampuan teknologi pada UKM disebabkan lemahnya akses
terhadap teknologi. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya titik temu antara
lembaga penelitian dan pengembangan sebagai penghasil teknologi dan UKM
sebagai pengguna, sehingga diperlukan adanya lembaga yang dapat
menjembatani/penghubung antara lembaga litbang dan UKM. Dalam konsep
Sistem Inovasi (SI), ada lembaga yang mempunyai peran dan fungsi sebagai
penghubung, yaitu dinamakan Lembaga Intermediasi (LI).
Sebuah lembaga dapat dikatakan sebagai LI, bila minimal mempunyai
empat (4) layanan kepada UKM, yaitu (1) layanan berbasis teknologi; (2) layanan
pengembangan SDM; (3) layanan/jejaring bisnis UKM; (4) layanan akses
pembiayaan. Kondisi sebagian besar LI saat ini belum dapat menjalankan peran
dan fungsinya secara optimal karena beberapa masalah yang dihadapi seperti
pendanaan, SDM, sarana dan prasarana yang kurang memadai, networking lemah
dan lain-lain. Diperlukan suatu strategi dan kelayakan pengembangan LI ke
depannya, agar dapat memecahkan masalah LI, serta memperkuat posisi dan
perannya dalam memberikan layanan secara optimal dan terpadu untuk
meningkatkan daya saing UKM di Indonesia.
Balai Inkubator Teknologi (BIT) merupakan LI milik pemerintah pusat
yang dibentuk oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan salah
satu LI yang dinilai berhasil dalam menjalankan peran dan fungsinya secara
optimal. Sejak dibentuk tahun 2001 sudah banyak UKM yang berhasil
ditingkatkan daya saingnya, dan selain itu BIT berhasil menumbuhkembangkan
beberapa UKM berbasis teknologi atau inovasi.
Tujuan dari penelitian adalah (1) Mengidentifkasi karakteristik dan kondisi
umum BIT; (2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
BIT sebagai LI untuk meningkatkan daya saing UKM: (3) Menyusun strategi dan
kelayakan pengembangan BIT ke depan sehingga dalam menjalankan peran dan
fungsinya untuk meningkatkan daya saing UKM lebih optimal. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat meningkatkan layanan LI, sehingga layanan yang diberikan
kepada UKM lebih optimal.
Penelitian ini merupakan studi kasus, dilakukan di Balai Inkubator
Teknologi yang berlokasi di Puspiptek Serpong. Data yang digunakan dalam
kajian ini meliputi data primer dan data sekunder. Pengolahan dan analisa data
menggunakan metode deskriptif, dengan matriks Internal Factor Evaluation
v
(IFE), External Factor Evaluation (EFE), matriks Internal External (IE),
Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) dan Quantitative
Strategic Planning Matrix (QSPM). Secara konseptual, tujuan QSPM adalah
untuk menentukan strategi mana yang dianggap paling baik untuk
diimplementasikan.
Karakteristik BIT adalah merupakan salah satu UPT di bawah pembinaan
BPPT, yang dipimpin seorang Kepala Balai, mempunyai struktur organisasi
bentuk organisasi tunggal. Sumber pendanaan sebagian besar dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), jumlah tenant (inwall dan outwall) yang
dibina selama kurun waktu lima tahun terakhir (tahun 2006 – 2010) + 100 tenant
atau rataan 20 tenant per tahun. Waktu pembinaan tenant rataan 1 – 3 tahun
dengan tingkat keberhasilan tenant yang lulus + 80 persen. Jenis industri tenant
yang dibina adalah: (1) industri manufaktur 50 %; (2) industri kreatif 30%; dan
agroindustri 20%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan BIT adalah jumlah SDM,
dana, sarana dan prasarana, layanan, networking yang cukup memadai dan
komitmen kuat. Berdasarkan analisis fungsi BIT telah memenuhi kelayakan
sebagai suatu organisasi yang baik, yaitu sebagai lembaga intermediasi dan
sebagai inkubator.
Dari hasil analisa matriks IFE skor tertinggi untuk kekuatan BIT adalah
0,452 yaitu jumlah SDM yang memadai. Kelemahan utama BIT ditunjukkan
dengan nilai skor tertinggi 0,192 yaitu dana untuk pembinaan tenant yang terbatas
dan bersifat jangka pendek. Dari hasil analisa matriks EFE diperoleh nilai skor
tertinggi untuk peluang BIT 0,540, yaitu daya saing UKM yang lemah. Faktor
ancaman yang menonjol dan berpengaruh dalam lingkungan external dengan nilai
skor tertinggi 0,260 yaitu produk impor yang lebih murah dan sejenis yang
diproduksi oleh UKM. Analisa matrik IE dengan nilai IFE 2,529 dan EFE 2,655
menunjukkan bahwa strategi pemasaran BIT terletak pada Sel V. Dalam hal ini
strategi yang dapat diterapkan adalah strategi menjaga dan mempertahankan,
dengan alternatif strategi berupa penetrasi pasar, pengembangan produk/jasa.
Berdasarkan penentuan matriks QSPM diperoleh urutan strategi utama
yang paling menarik untuk diterapkan di BIT adalah : (1) Meningkatkan
pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya yang ada untuk meningkatkan jumlah
dan daya saing UKM binaan (TAS 6,135); (2) Menjaga dan meningkatkan
kualitas dan kuantitas layanan teknologi dengan memanfaatkan teknologi hasil
lembaga litbang (TAS 4,542); (3) Menjaga dan meningkatkan kualitas dan
kuantitas layanan akses pasar untuk memanfaatkan potensi pasar (dalam dan luar
negeri) bagi produk-produk UKM binaan (TAS 4,125).
vi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
vii
STRATEGI DAN KELAYAKAN
PENGEMBANGAN LEMBAGA INTERMEDIASI UNTUK
MENINGKATKAN DAYA SAING USAHA KECIL DAN
MENENGAH DI INDONESIA
(Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Puspiptek, Serpong)
WISMAN INDRA ANGKASA
Tugas Akhir
Sabagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada
Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
viii
Judul Tugas Akhir : Strategi dan Kelayakan Pengembangan Lembaga Intermediasi untuk
Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia
(Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Puspiptek Serpong)
Nama : Wisman Indra Angkasa
NIP : P05-4090055
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Dr. Nurmala K Panjaitan, MS, DEA
Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Industri Kecil dan Menengah
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc.Agr
ix
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr. Ir. H. Amiruddin Saleh
x
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya tulis ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
kajian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2011 ialah Lembaga Intermediasi,
dengan judul Strategi dan Kelayakan Pengembangan Lembaga Intermediasi untuk
Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah (Studi Kasus Balai
Inkubator Teknologi di Puspiptek Serpong).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis,
MS, Dipl.Ing, DEA dan Ibu Dr. Nurmala K Panjaitan, MS, DEA yang telah
membimbing dengan penuh kesabaran dan banyak memberikan saran-saran. Di
samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Bambang
S Pujantyo selaku Kepala Balai Inkubator Teknologi, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi dan Drs. Priyanto, ME yang telah memberikan ijin dan
membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Dr. Derry Pancadarma, MSc selaku Direktur Pusat Kebijakan Difusi
Teknologi yang telah memberikan ijin untuk tugas belajar. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada istri dan anak-anakku tercinta, atas segala doa, dorongan
semangat dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, April 2011
Wisman Indra Angkasa
xi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Balikpapan pada tanggal 30 Desember 1964 sebagai
anak kelima dari pasangan Achmad Effendi dan Mutamamah. Pendidikan
Diploma III ditempuh di Program Studi Budidaya Perikanan, Sekolah Tinggi
Perikanan Jakarta lulus tahun 1986. Tahun 1986 penulis bekerja di Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Pendidikan Diploma IV didapatkan tahun
1992 pada Program Studi Budidaya Perikanan di Sekolah Tinggi Perikanan di
Jakarta.
Saat ini penulis bekerja sebagai Perekayasa Muda bidang kebijakan
teknologi di Pusat Kebijakan Difusi Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi.
Penulis pada tahun 2002 mendapatkan penghargaan Satyalancana
Pembangunan dari Presiden atas jasa dalam bidang lapangan pembangunan dan
hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi penulis sejak tahun 1986-2000 dinilai berhasil
melakukan penelitian dan difusi teknologi budidaya dan pasca panen rumput laut
kepada masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ------------------------------------------------------------------------------- xiii
DAFTAR GAMBAR --------------------------------------------------------------------------- xiv
DAFTAR LAMPIRAN ------------------------------------------------------------------------- xv
I. PENDAHULUAN ---------------------------------------------------------------------- 1
I.1 Latar Belakang --------------------------------------------------------------------- 1
I.2 Perumusan Masalah --------------------------------------------------------------- 4
I.3 Tujuan Kajian ---------------------------------------------------------------------- 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ---------------------------------------------------------------- 6
2.1 Usaha Kecil dan Menengah ------------------------------------------------------ 6
2.1.1 Definisi -------------------------------------------------------------------- 6
2.1.2 Kinerja Usaha Kecil dan Menengah ----------------------------------- 7
2.1.3 Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah --------------------------- 10
2.2 Lembaga Intermediasi ------------------------------------------------------------ 12
2.2.1 Definisi -------------------------------------------------------------------- 12
2.2.2 Kriteria -------------------------------------------------------------------- 15
2.2.3 Contoh Lembaga Intermediasi di Indonesia ------------------------- 16
2.2.4 Contoh Lembaga Intermediasi di Beberapa Negara ---------------- 19
2.3 Sistem Inovasi --------------------------------------------------------------------- 24
2.3.1 Definisi -------------------------------------------------------------------- 24
2.3.2 Implementasi -------------------------------------------------------------- 27
2.4 Strategi Pengembangan Organisasi --------------------------------------------- 29
2.4.1 Definisi -------------------------------------------------------------------- 29
2.4.2 Klasifikasi Strategi ------------------------------------------------------- 30
2.4.3 Implementasi -------------------------------------------------------------- 33
2.5 Kelayakan Organisasi ------------------------------------------------------------- 36
2.6 Daya Saing -------------------------------------------------------------------------- 38
2.7 Inkubator ---------------------------------------------------------------------------- 43
2.7.1 Definisi -------------------------------------------------------------------- 45
2.7.2 Konsep Dasar, Persyaratan dan Prinsip Inkubator ------------------ 47
2.7.3 Jenis Inkubator ----------------------------------------------------------- 49
2.7.4 Inkubator Bisnis di Beberapa Negara ---------------------------------- 51
2.8 Balai Inkubator Teknologi -------------------------------------------------------- 61
III. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR -------------------------------------------------- 63
3.1 Lokasi dan Waktu ------------------------------------------------------------------ 63
3.2 Metode Kajian ---------------------------------------------------------------------- 64
3.2.1 Pengumpulan Data --------------------------------------------------------- 64
3.2.2 Pengolahan dan Analisa Data -------------------------------------------- 64
3.3 Aspek Kajian ----------------------------------------------------------------------- 68
xi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN -------------------------------------------------------- 70
4.1 Karakteristik Balai Inkubator Teknologi --------------------------------------- 70
4.1.1 Aspek Legal ---------------------------------------------------------------- 70
4.1.2 Aspek Organisasi ---------------------------------------------------------- 71
4.1.3 Aspek Keuangan ----------------------------------------------------------- 74
4.1.4 Aspek Operasional --------------------------------------------------------- 76
4.1.5 Aspek Monitoring --------------------------------------------------------- 82
4.2 Analisis Fungsi Balai Inkubator Teknologi ------------------------------------ 83
4.2.1 Fungsi Organisasi ---------------------------------------------------------- 83
4.2.2 Fungsi Inkubator ----------------------------------------------------------- 92
4.2.3 Fungsi Lembaga Intermediasi ------------------------------------------- 96
4.3 Perumusan Strategi dan Kelayakan Pengembangan Balai Inkubator
Teknologi ---------------------------------------------------------------------------- 98
4.3.1 Identifikasi Matriks IFE dan Matriks EFE ----------------------------- 98
4.3.2 Identifikasi Matriks IE ---------------------------------------------------- 102
4.3.3 Analisis SWOT ------------------------------------------------------------ 103
4.3.4 Matriks SWOT ------------------------------------------------------------- 104
4.3.5 Perumusan Strategi Prioritas --------------------------------------------- 106
V. KESIMPULAN DAN SARAN ------------------------------------------------------- 107
5.1 Kesimpulan ------------------------------------------------------------------------- 107
5.2 Saran --------------------------------------------------------------------------------- 107
DAFTAR PUSTAKA --------------------------------------------------------------------------- 108
LAMPIRAN ------------------------------------------------------------------------------------- 111
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Perkembangan jumlah dan kinerja UMKM dan UB tahun 2007 - 2009 ------------ 9
2 Penjabaran strategi generik menjadi strategi utama ------------------------------------ 31
3 Persentase tingkat pendidikan formal dari pengusaha UKM industri manu-
faktur tahun 2006 ------------------------------------------------------------------------- 41
4 Inovasi pada tingkat perusahaan menurut negara/wilayah ---------------------------- 43
5 Jumlah inkubator bisnis di beberapa negara -------------------------------------------- 44
6 Inkubator bisnis di beberapa negara tahun 2005 ---------------------------------------- 51
7 Tipe inkubator bisnis di Kanada ---------------------------------------------------------- 54
8 Peran stakeholder dalam pengembangan inkubator bisnis --------------------------- 55
9 Komposisi sumber dana pada pengelolaan inkubator bisnis ------------------------- 56
10 Jadwal kajian ------------------------------------------------------------------------------- 63
11 Anggaran biaya kajian ---------------------------------------------------------------------- 63
12 Aspek penelitian faktor internal dan eksternal Balai Inkubator Teknologi ---------- 69
13 Beberapa tenant BIT tahun 2006-2010 --------------------------------------------------- 73
14 Jumlah dana rutin operasional kantor dan pembinaan tenant BIT tahun 2006 -
2010 ------------------------------------------------------------------------------------------- 75
15 Permasalahan monitoring BIT dan solusinya -------------------------------------------- 83
16 Program utama BIT tahun 2006-2010 ---------------------------------------------------- 87
17 SDM BIT tahun 2006 - 2010 -------------------------------------------------------------- 87
18 Indikator fasilitas dasar tenant BIT ------------------------------------------------------- 93
19 Matriks IFE --------------------------------------------------------------------------------- 99
20 Matriks IFE --------------------------------------------------------------------------------- 102
21 Matriks SWOT BIT ------------------------------------------------------------------------ 105
22 Kegiatan operasional yang dapat dilakukan oleh BIT --------------------------------- 106
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Sistem inovasi nasional -------------------------------------------------------------------- 15
2 Relation building process ------------------------------------------------------------------ 19
3 Service flow at incubation centre in Taiwan -------------------------------------------- 20
4 Pengembangan pasar untuk BDS di Jerman -------------------------------------------- 22
5 Tahapan menentukan strategi utama ----------------------------------------------------- 34
6 Daya saing dan faktor-faktor utama penentu ------------------------------------------- 40
7 Bagan organisasi Balai Inkubator Teknologi ------------------------------------------- 71
8 Skema proses inkubasi tenant di Balai Inkubator Teknologi ------------------------- 77
9 Proses penyusunan RKP, Renja KL, RKA-KL, RAPBN, APBN -------------------- 86
10 Struktur organisasi sistem perekayasa --------------------------------------------------- 90
11 Matriks IE BIT ------------------------------------------------------------------------------ 102
12 Diagaram SWOT BIT ---------------------------------------------------------------------- 103
13 (a) Papan nama; (b) Fasilitas parkir BIT ------------------------------------------------ 115
14 (a) Gedung perkantoran; dan (b) Ruang tamu BIT ------------------------------------ 115
15 (a) Prasasti peresmian; (b) Fasilitas ruang kantor BIT -------------------------------- 115
16 PT. Nanotech salah satu tenant dan fasilitas yang diberikan oleh BIT -------------- 116
17 CV. TREE salah satu tenant BIT yang menghasilkan produk mesin pengolah
air berbasis membran ---------------------------------------------------------------------- 116
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Rekapitulasi karakteristik Balai Inkubator Teknologi ----------------------------------- 111
2 Kondisi dan fasilitas yang dimiliki BIT --------------------------------------------------- 115
3 Inwall Tenant BIT ---------------------------------------------------------------------------- 116
4 Daftar calon inwall tenant yang akan diinkubasi BIT tahun 2011 -------------------- 117
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting
dari perekonomian suatu negara ataupun daerah. Peran penting tersebut telah
mendorong banyak negara termasuk Indonesia untuk terus berupaya me-
ngembangkan UKM. Walaupun kecil dalam skala jumlah pekerja, aset dan omzet,
namun karena jumlahnya cukup besar, maka peranan UKM cukup penting dalam
menunjang perekonomian. Setidaknya terdapat 3 (tiga) alasan yang mendasari
negara berkembang memandang pentingnya keberadaan UKM, yaitu (1) kinerja
UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif;
(2) sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering mencapai peningkatan
produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi; (3) karena sering
diyakini bahwa UKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas dari pada usaha
besar (Berry 2001 dalam Rahayu 2005).
Kondisi tersebut diatas dapat dilihat dari berbagai data empiris yang
mendukung bahwa eksistensi UKM cukup dominan dalam perekonomian
Indonesia (KUKM 2010), seperti :
1. Jumlah yang cukup besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi, dimana
pada tahun 2009 tercatat jumlah UKM adalah 587.808 unit atau 1,12 % dari
jumlah total unit usaha (52.769.280 unit).
2. Potensinya yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja. Setiap unit
investasi pada sektor UKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja
bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar. Sektor UKM
pada tahun 2009 menyerap 6.198.638 tenaga kerja atau 6,27 % dari total
angkatan kerja yang bekerja (98.886.003 tenaga kerja)
3. Kontribusi UKM dalam Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2009 cukup
nyata, yakni 23,45 % dari total PDB yaitu sebesar 2.993.151,7 milyar rupiah.
Dengan perkembangan lingkungan usaha global yang bergerak dan ber-
kembang sangat cepat dengan tingkat persaingan sangat tinggi, maka
pengembangan dan pembentukan UKM berdaya saing tinggi menjadi mutlak
2
untuk dilakukan. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya saing UKM adalah
daya inovasi dan kemampuan teknologi.
Menjadikan UKM dengan keunggulan daya saing perlu dipahami
keterbatasan UKM, antara lain dalam hal ukuran unit usaha, pengembangan
kapasitas modal, teknologi produksi dan pemasaran produk (Tambunan 2000).
Selain itu menurut Tambunan (2004), keterbatasan pengetahuan sumberdaya
manusia (SDM), modal dan teknologi merupakan salah satu penyebab utama
rendahnya daya saing produk UKM dari produk-produk IB (Industri Besar) atau
produk-produk impor.
Keterbatasan kemampuan teknologi pada UKM disebabkan lemahnya
akses terhadap teknologi. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya titik temu
antara lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) sebagai penghasil
teknologi dan UKM sebagai pengguna teknologi, sehingga diperlukan adanya
lembaga yang dapat menjembatani/penghubung antara lembaga litbang dan UKM.
Dalam konsep Sistem Inovasi (SI), sebenarnya sudah ada lembaga yang mem-
punyai peran dan fungsi sebagai penghubung antara lembaga penghasil teknologi
dengan pengguna teknologi, yaitu yang dinamakan Lembaga Intermediasi (LI).
SI adalah sebuah konsep tentang penataan jejaring yang kondusif di antara
para pelaku (aktor lembaga) lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)
dalam suatu sistem kolektif untuk penciptaan (creation), penyebaran (diffussion),
dan penggunaan (utilization) ilmu pengetahuan (knowledge) bagi pencapai inovasi
(Nelson 1993 dalam Taufik 2000). Aktor utama SI adalah perguruan tinggi,
industri dan organisasi litbang. Aktor pendukung terdiri dari pemerintah (nasional,
regional, dan lokal), lembaga finansial/ventura (pendanaan), lembaga asing,
pengguna (end user), bridging institution (organisasi profesi yang berperan
sebagai ‘intermediaries’) atau di Indonesia dikenal sebagai LI maupun organisasi
lainnya (lembaga paten, lembaga pendidikan dan latihan (diklat), dan lain-lain)
(Nelson 1993 dalam Taufik 2000).
Dengan nama berbeda-beda di Indonesia sudah banyak LI yang sudah
terbentuk dan tidak saja berperan sebagai lembaga penghubung yang dapat
meningkatkan kemampuan teknologi pada UKM, tetapi juga berperan dalam
meningkatkan akses pasar, akses pembiayaan dan pembinaan manajemen bisnis
3
serta SDM. Beberapa kriteria khusus yang harus dimiliki suatu lembaga agar
dapat dikatakan sebagai LI yang mempunyai peran dan fungsi sebagai lembaga
penghubung dan memberikan layanan secara optimal dan terpadu kepada UKM
adalah sebagai berikut (PI-UMKM 2008) :
1. Memiliki sumber daya manusia (SDM) yang memadai.
2. Memiliki sarana dan prasarana yang memadai.
3. Memiliki program kerja baik jangka panjang maupun jangka pendek sesuai
dengan orientasi spesifik kebutuhan UKM.
4. Memiliki kerjasama (networking) yang luas.
5. Memiliki minimal 4 (empat) layanan yaitu layanan pengembangan teknologi,
pengembangan SDM, intermediasi jejaring bisnis/pasar dan fasilitasi akses
pembiayaan, yang menjadi pokok kebutuhan dalam meningkatkan daya saing
UKM.
Selain bentuk LI yang berbeda-beda, kepemilikan LI di Indonesia juga
cukup beragam, dan secara umum dapat dikelompokan menjadi 5 (lima)
kelompok kepemilikan, yaitu (1) milik Perguruan Tinggi (PT); (2) milik Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM); (3) milik Pemerintah Pusat; (4) milik Pemerintah
Daerah (Pemda); (5) milik Asosiasi.
Dalam menjalankan peran dan fungsinya tersebut saat ini beberapa LI
tengah dihadapkan beberapa masalah sehingga tidak dapat memberikan layanan
secara optimal kepada UKM. Masalah yang dihadapi LI, antara lain pendanaan,
SDM, sarana dan prasarana yang masih terbatas. Beberapa LI pendanaannya
sangat minim, tidak rutin dan tidak terstruktur. Sebagian besar pendanaan LI
masih banyak yang hanya mengandalkan proyek dan program-program insentif
dari lembaga pemerintah (Kementerian dan Non Kementerian) serta Pemerintah
Daerah. Karena dana yang dimiliki masih minim, sehingga sarana dan prasarana
yang dimilikinya juga sangat terbatas. Ada juga LI yang tidak dapat beroperasi
secara maksimal, karena tidak memiliki SDM yang memadai dan ahli dalam
menangani UKM. Berdasarkan hal tersebut diatas diperlukan adanya kajian
strategi dan kelayakan pengembangan LI untuk meningkatkan daya saing UKM di
Indonesia.
4
Balai Inkubator Teknologi (BIT) adalah salah satu lembaga yang
mempunyai peran dan fungsi sebagai LI. BIT merupakan LI milik Pemerintah
Pusat yang berlokasi di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahun dan Teknologi
(Puspiptek) Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. BIT merupakan
salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah pembinaan Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi yang mempunyai peran memberikan layanan secara
terpadu kepada UKM. Fungsi dari BIT adalah (BIT 2010) :
1. Menyediakan layanan fasilitas dan advokasi manajemen, akses pasar, akses
pendanaan, aspek legal dan layanan fasilitas laboratorium bagi peneliti BPPT
atau lembaga penelitian lainnya dan masyarakat, dalam rangka menumbuh
kembangkan kewirausahaan baru berbasis teknologi atau inovasi.
2. Memberi layanan advokasi untuk mendukung pengembangan Usaha Kecil
Menengah dan Koperasi (UKMK) yang berbasis teknologi atau inovasi.
3. Meningkatkan jejaring atau networking baik didalam negeri maupun luar
negeri serta memasyarakatkan jasa inkubasi teknologi atau inovasi.
Sejak terbentuk pada tahun 2001, sudah banyak UKM yang berhasil dibina
dan ditingkatkan daya saingnya oleh BIT. Saat ini BIT sedang membina 39 UKM
yang terdiri dari 20 UKM yang merupakan outwall tenant (berlokasi di luar BIT),
dan 19 UKM inwall tenant (berlokasi di dalam BIT). Selain itu BIT mempunyai
mitra 9 lembaga pemerintah, 40 lembaga akademisi dan 724 lembaga bisnis (BIT
2010). BIT dinilai cukup berhasil dalam menjalankan peran dan fungsinya secara
optimal dan terpadu sebagai LI, selain berhasil meningkatkan daya saing UKM
juga berhasil didalam menumbuh-kembangkan UKM baru yang berbasis
teknologi dan inovasi.
Sebagai LI yang dinilai cukup berhasil, BIT dapat dijadikan contoh dan
referensi untuk pengembangan LI yang lain sehingga dapat menjalankan peran
dan fungsinya secara optimal untuk memberikan terpadu dalam rangka
meningkatkan daya saing UKM di Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka disusun
permasalahan pada kajian ini adalah :
5
1. Bagaimana karakteristik dan kondisi BIT sebagai LI ?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keberhasilan BIT dalam
menjalankan peran dan fungsinya sebagai LI untuk meningkatkan daya saing
UKM ?
3. Bagaimana strategi dan kelayakan pengembangan BIT ke depan agar peran dan
fungsinya sebagai LI untuk meningkatkan daya saing dan menumbuh-
kembangkan UKM berbasis teknologi atau inovasi dapat lebih optimal lagi ?
1.3 Tujuan Kajian
Tujuan dari kajian yang akan dilakukan adalah :
1. Mengidentifkasi karakteristik dan kondisi BIT sebagai LI.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan BIT dalam
menjalankan fungsi dan perannya secara optimal dan terpadu sebagai LI untuk
meningkatkan daya saing UKM.
3. Menyusun strategi dan kelayakan pengembangan BIT ke depan agar peran dan
fungsinya sebagai LI untuk memberikan layanan terpadu untuk meningkatkan
daya saing dan menumbuh-kembangkan UKM berbasis teknologi atau inovasi
di Indonesia dapat lebih optimal.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usaha Kecil dan Menengah
2.1.1 Definisi
Di Indonesia, terdapat beberapa definisi yang berbeda-beda tentang Usaha
Kecil dan Menengah (UKM). Pendefinisian ini antara lain oleh Badan Pusat
Statistik, Kementerian Koperasi dan UKM, Bank Indonesia, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Kesehatan. Definisi
UKM menurut lembaga-lembaga tersebut diatas adalah sebagai berikut (Hubeis
2009) :
1. Badan Pusat Statistik (BPS) : UKM adalah perusahaan atau industri dengan
pekerja antara 5 – 19 orang.
2. Bank Indonesia (BI) : UKM adalah perusahaan atau industri dengan
karakteristik berupa; (a) modal kurang dari 20 juta rupiah; (b) untuk satu
putaran usahanya hanya membutuhkan dana 5 juta rupiah; (c) memiliki asset
maksimal 600 juta rupiah di luar tanah dan bangunan; (d) omzet tahunan ≥ 1
miliar rupiah.
3. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Undang-Undang
No. 9 Tahun 1995) : UKM adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan
bersifat tradisional, dengan kekayaan bersih 50 juta – 200 juta rupiah (tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan omzet tahunan ≥ 1 miliar
rupiah; dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2008 dengan kekayaaan bersih
50 juta – 500 juta rupiah dan penjualan bersih tahunan 300 juta – 2,5 miliar
rupiah.
4. Kementerian Perindustrian :
a. Perusahaan memiliki aset maksimum 600 juta rupiah di luar tanah dan
bangunan.
b. Perusahaan memiliki modal kerja di bawah 25 juta rupiah.
5. Kementerian Keuangan : UKM adalah perusahaan yang memiliki omzet
maksimum 600 juta rupiah per tahun an atau aset maksimum 600 juta rupiah
diluar tanah dan bangunan.
7
6. Kementerian Kesehatan : perusahaan yang memiliki penandaan standar mutu
berupa Sertifikat Penyuluhan (SP), Merk Dalam Negeri (MD), dan Merk Luar
Negeri (ML).
Adanya berbagai macam penetapan definisi mengenai UKM di atas
membawa berbagai konsekuensi yang strategis. Definisi merupakan konsensus
terhadap entitas UKM sebagai dasar formulasi kebijakan yang akan diambil,
sehingga paling tidak, ada 2 (dua) tujuan adanya definisi yang jelas mengenai
UKM, yaitu pertama, untuk tujuan administratif dan pengaturan; serta kedua,
tujuan yang berkaitan dengan pembinaan (Adiningsih 2000).
Tujuan pertama berkaitan dengan ketentuan yang mengharuskan suatu
perusahaan memenuhi kewajibannya, seperti membayar pajak, melaksanakan
tanggung jawab sosial dan lingkungan, serta mematuhi ketentuan ketenagekerjaan
seperti keamanan dan hak pekerja lainnya. Sementara tujuan kedua lebih pada
pembuatan kebijakan yang terarah seperti upaya pembinaan, peningkatan
kemampuan teknis, serta kebijakan pembiayaan untuk UKM.
Meskipun perbedaan-perbedaan ini bisa dipahami dari segi tujuan masing-
masing lembaga, namun kalangan yang terlibat dengan kelompok UKM seperti
pembuat kebijakan, konsultan, dan para pengambil keputusan akan menghadapi
kesulitan dalam melaksanakan tugasnya. Seperti halnya, kesulitan dalam mendata
yang akurat dan konsisten, mengukur sumbangan UKM bagi perekonomian, dan
merancang regulasi/kebijakan yang fokus dan terarah. Oleh karena itulah, upaya
untuk membuat kriteria yang lebih relevan dengan kondisi saat ini perlu
dilakukan.
2.1.2 Kinerja Usaha Kecil dan Menengah
UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan dengan
masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat
kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan,
proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan,
serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan dapat memberikan
kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan
masalah-masalah tersebut di atas.
8
Karakteristik UKM di Indonesia pada umumnya mempunyai daya tahan
untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama
krisis ekonomi. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan
penyesuaian proses produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri,
mampu mengembalikan pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat
dalam hal birokrasi.
UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh
4 (empat) hal, yaitu : (1) sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi
(consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama; (2) mayoritas UKM lebih
mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan usaha; (3)
pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam arti hanya
memproduksi barang atau jasa tertentu saja; dan (4) terbentuknya UKM baru
sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal.
Peranan UKM yang penting sebagai penopang perekonomian, menjadikan
UKM sebagai penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini. Berkaitan
dengan hal ini, paling tidak terdapat beberapa fungsi utama UKM dalam
menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu (1) sektor UKM sebagai penyedia
lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor formal; (2)
sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik
Bruto (PDB); dan (3) sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara
melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini.
Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa asek, yaitu (1)
nilai tambah; (2) unit usaha, tenaga kerja dan produktivitas; (3) nilai ekspor.
Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut (K-KUKM, 2010) :
1. Nilai tambah
Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UKM tahun 2009 bila
dibandingkan tahun sebelumnya digambarkan dalam angka Produk Domestik
Bruto (PDB) UKM dengan nilai PDB UKM atas dasar harga berlaku mencapai
2.993.151,7 milyar rupiah. UKM memberikan kontribusi 23,45 % dari total PDB
Indonesia.
9
2. Unit usaha dan tenaga kerja
Pada tahun 2009 jumlah populasi UKM mencapai 587.809 unit usaha atau 2,2
persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerjanya
mencapai 6,2 juta orang.
3. Ekspor non migas UKM
Hasil produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan
dari 161.543,5 milyar rupiah pada tahun 2008 menjadi 147.878,7 milyar rupiah
pada tahun 2009.
Tabel 1 Perkembangan jumlah dan kinerja UMKM dan UB pada tahun 2007 – 2009
No. Indikator Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Jumlah (unit)
Pangsa
(%) Jumlah (unit)
Pangsa (%)
Jumlah (unit)
Pangsa (%)
1. Unit usaha :
- Usaha mikro
- Usaha kecil
- Usaha menengah
A. UMKM
B. Usaha Besar
49.608.953
498.565
38.282
50.145.800
4.463
98,92
0,99
0,08
99,99
0,01
50.847.771
522.124
39.717
51.409.612
4.650
98,90
1,02
0,08
99,99
0,01
52.176.795
546.675
41.133
52.764.603
4.677
98,88
1,04
0,08
99,99
0,01
2 Tenaga kerja :
- Usaha mikro
- Usaha kecil
- Usaha menengah
A. UMKM
B. Usaha besar
84.452.002
3.278.793
2.761.135
90.491.930
2.535.411
90,78
3,52
2,97
97,27
2,73
87.810.366
3.519.843
2.694.069
94.024.278
2.756.205
90,73
3,64
2,78
97,15
2,85
90.012.694
3.521.073
2.677.565
96.211.332
2.674.671
91,03
3,56
2,71
97,30
2,70
3. PDB atas dasar
harga berlaku* :
- Usaha mikro
- Usaha kecil
- Usaha menengah
A. UMKM
B. Usaha besar
1.209.622,5
386.404,3
511.841,3
2.107.868,1
1.637.681,2
32,29
10,32
13,67
56,28
43,72
1.510.055,8
472.830,3
630.339,9
2.613.226,1
2.080.582,9
32,17
10,07
13,43
55,67
44,33
1.751.644,6
528.244,2
713.262,9
2.993.151,7
2.301.709,2
33,08
9,98
13,47
56,53
43,47
4. Total ekspor non
migas* :
- Usaha mikro
- Usaha kecil
- Usaha menengah
A. UMKM
B. Usaha besar
12.917,5
31.619,5
95.826,8
140.363,8
654.508,3
1,63
3,98
12,06
17,66
82,34
16.464,8
40.062,5
121.481,0
178.008,3
805.532,1
1,67
4,07
12,35
18,10
81,90
14.375,3
36.839,7
111.039,6
162.254,5
790.835,3
1,51
3,87
11,65
17,02
82,98
Keterangan : *) dalam miliar rupiah
Sumber : Kementerian KUKM, 2010
10
2.1.3 Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah
Permasalahan UKM di Indonesia dikelompokkan atas 3 (tiga) kategori
(Hubeis 2009) :
1. Permasalahan klasik dan mendasar, misalnya keterbatasan modal, SDM,
pengembangan produk dan akses pemasaran.
2. Permasalahan pada umumnya, misalnya antara peran dan fungsi instansi
terkait dalam menyelesaikan masalah dasar yang berhubungan dengan
masalah lanjutan seperti prosedur perizinan, perpajakan, agunan dan hukum.
3. Permasalahan lanjutan, misalnya pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang
belum optimal, kurangnya pemahaman desain produk yang sesuai dengan
karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut perizinan, hak paten
dan prosedur kontrak.
Menurut Urata (2000), secara umum UKM menghadapi dua permasalahan
utama, yaitu masalah finansial dan masalah non finansial. Masalah yang termasuk
dalam masalah finansial (Urata 2000) di antaranya adalah :
1. Kurangnya kesesuaian antara dana yang tersedia dan dana yang dapat diakses
oleh UKM.
2. Tidak adanya pendekatan yang sistematis dalam pendanaan UKM.
3. Biaya transaksi yang tinggi, yang disebabkan oleh prosedur kredit yang cukup
rumit sehingga menyita banyak waktu sementara jumlah kredit yang
dikucurkan kecil.
4. Kurangnya akses ke sumber dana yang formal, baik disebabkan oleh ketiadaan
bank di pelosok maupun tidak tersedianya informasi yang memadai.
5. Bunga kredit untuk investasi maupun modal kerja yang cukup tinggi.
6. Banyak UKM yang belum bankable, baik disebabkan belum adanya
manajemen keuangan yang transparan maupun kurangnya kemampuan
manajerial dan finansial.
Termasuk dalam masalah organisasi manajemen (non-finansial) di
antaranya adalah :
1. Kurangnya pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control yang
disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan
teknologi, serta kurangnya pendidikan dan pelatihan (diklat).
11
2. Kurangnya pengetahuan pemasaran, yang disebabkan oleb terbatasnya
informasi yang dapat dijangkau oleh UKM mengenai pasar, selain karena
keterbatasan kemampuan UKM untuk menyediakan produk/jasa yang sesuai
dengan keinginan pasar.
3. Keterbatasan pendidikan sumber daya manusia (SDM).
4. Kurangnya pemahaman mengenai keuangan dan akuntansi.
Di samping 2 (dua) permasalahan utama di atas, UKM juga menghadapi
permasalahan linkage dengan perusahaan dan ekspor. Permasalahan yang terkait
dengan linkage antar perusahaan, di antaranya sebagai berikut :
1. Industri pendukung yang lemah.
2. UKM yang memanfaatkan/menggunakan sistem cluster dalam bisnis belum
banyak.
Keterbatasan SDM ini merupakan adalah satu hambatan struktural yang
dialami oleh UKM (Urata 2000). Sekitar 70% tenaga kerja UKM hanya SD, dan
alasan tidak melanjutkan sekolah sebagian dikarenakan ketiadaan biaya
(kemiskinan). Sedangkan permasalahan yang terkait dengan ekspor, di antaranya
sebagai berikut :
1. Kurangnya informasi mengenai pasar ekspor yang dapat dimanfaatkan.
2. Kurangnya lembaga yang dapat membantu mengembangkan ekspor.
3. Sulitnya mendapatkan sumber dana untuk ekspor.
4. Pengurusan dokumen yang diperlukan untuk ekspor yang birokratis.
Beberapa hal yang ditengarai menjadi faktor penyebab permasalahan-
permasalahan di atas adalah (1) pelaksanaan undang-undang dan peraturan yang
berkaitan dengan UKM, termasuk masalah perpajakan yang belum memadai; (2)
masih terjadinya ketidaksesuaian antara fasilitas yang disediakan oleh pemerintah
dan kebutuhan UKM; (3) serta kurangnya linkage antar UKM sendiri atau antara
UKM dengan industri yang lebih besar (Urata 2000). Hal ini tentunya
membutuhkan penanganan yang serius serta terkait erat dengan kebijakan
pemerintah yang dibuat untuk mengembangkan UKM.
12
2.2 Lembaga Intermediasi
2.2.1 Definisi
Intermediasi atau intermediary makna secara harfiahnya adalah perantara
atau penengah. Dalam pembangunan ekonomi biasanya intermediasi merupakan
lembaga yang menjadi penghubung antara pemodal dengan pengusaha/industri.
Dalam hal ini lembaga perbankan merupakan Lembaga Intermediasi (LI) yang
berkaitan dengan konteks pembangunan ekonomi. Dalam konteks kajian ini, LI
yang dimaksud lebih ditekankan kepada LI iptek, yakni suatu lembaga atau
institusi yang menghubungkan atau menjembatani interaksi antara lembaga
penghasil teknologi dan pengguna teknologi. Didalam menjalankan peran dan
fungsinya LI ini tidak saja memberikan layanan pengembangan teknologi tetapi
juga layanan pengembangan SDM, intermediasi jejaring bisnis/pasar dan fasilitasi
akses pembiayaan, yang menjadi pokok kebutuhan dalam meningkatkan daya
saing UKM.
LI merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai lembaga penghubung
(mediatory) dari sumber-sumber produktif pengembangan usaha maupun
pengembangan teknologi dengan pengguna baik masyarakat maupun UKM.
Lembaga ini dapat berupa unit khusus yang independen (memiliki otonomi/
kewenangan pengelolaan organisasi yang relatif tinggi). Contoh dari bentuk ini
berupa suatu lembaga/organisasi, misal “Pusat (Center)” sebagai suatu organisasi
yang sepenuhnya berdiri sendiri (otonom), walaupun implementasinya dalam
koordinasi institusi lain (di bawah suatu kementerian/non kementerian
pemerintah) tertentu, ataupun suatu lembaga berupa konsorsium atau bentukan
dari kerjasama beragam pihak, misalnya inkubator, pusat-pusat teknologi, dunia
usaha dan pemerintah.
Secara legal terminologi intermediasi muncul secara eksplisit dalam
Peraturan Presiden (PP) No 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) 2004-2009 Bab 22 mengenai pembangunan ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek). Dalam RPJM 2004-2009 menyatakan bahwa pembangunan
iptek merupakan sumber terbentuknya iklim inovasi yang menjadi landasan bagi
tumbuhnya kreativitas SDM, yang pada gilirannya dapat menjadi sumber
pertumbuhan dan daya saing ekonomi.
13
Lemahnya daya saing bangsa dan kemampuan iptek ditunjukkan oleh
sejumlah indikator. Salah satu indikator tersebut adalah karena belum optimalnya
mekanisme intermediasi iptek yang menjembatani interaksi antara kapasitas
penyedia iptek dengan kebutuhan pengguna (PI-UMKM 2008). Masalah ini dapat
terlihat dari belum tertatanya infrastruktur iptek, antara lain institusi yang
mengolah dan menerjemahkan hasil pengembangan iptek menjadi teknologi siap
pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi. Disamping itu, masalah tersebut
dapat dilihat dari belum efektifnya sistem komunikasi antara lembaga litbang dan
pihak industri termasuk UKM, yang antara lain berakibat pada minimnya
keberadaan UKM berbasis teknologi (PI-UMKM 2008).
Dengan perkataan lain, salah satu penyebab lemahnya daya saing UKM
disebabkan oleh masih lemahnya peran kelembagaan intermediasi iptek. Untuk
itulah peran LI menjadi sangat sentral dan strategik dalam proses difusi inovasi.
Difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan, diadopsi dan
dimanfaatkan oleh masyarakat. Melalui proses difusi dimungkinkan suatu inovasi
dikomunikasikan sehingga dapat diketahui oleh banyak orang, tersebar luas dan
akhirnya digunakan oleh masyarakat. Proses difusi biasanya terjadi karena adanya
pihak-pihak yang menginginkan atau secara sengaja merencanakan dan
mengupayakan (Prayitno et al. 2005). Proses difusi teknologi sangat dipengaruhi
oleh adanya interaksi antara 4 (empat) unsur, yaitu karakteristik inovasi itu
sendiri, bagaimana inovasi itu dikomunikasikan, waktu dan sistem sosial dimana
suatu hasil inovasi diperkenalkan (Rogers 1995 dalam Prayitno et al. 2005).
Supaya proses alih teknologi dari penemu kepada pemakai teknologi berjalan
dengan baik, diperlukan LI sebagai salah satu unsur yang sangat penting dalam
proses difusi inovasi, yakni sebagai salah satu bentuk saluran komunikasi.
Salah satu upaya pemerintah dalam mendukung penguasaan pemanfaatan
dan pemajuan iptek secara nyata telah dijabarkan dengan diterbitkannya
Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi. Dengan
adanya PP ini, diharapkan hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh perguruan
tinggi dan lembaga litbang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kepentingan masyarakat, UKM serta dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi
dan perbaikan mutu kehidupan bangsa dan negara.
14
Selama ini proses difusi dan alih teknologi yang dilakukan oleh lembaga-
lembaga tersebut, lebih banyak melihat dari sisi technology push. Technology
push adalah istilah dimana teknologi dikembangkan tanpa melihat apakah
teknologi tersebut dibutuhkan atau ada permintaan pasar atau tidak (Taufik 2000).
Di Indonesia, lembaga yang sebetulnya memiliki fungsi atau paling tidak
diharapkan memiliki peran sebagai LI teknologi, sebetulnya telah banyak di-
bentuk. LI tersebut lebih banyak dibentuk oleh lembaga pemerintah (pusat dan
daerah), walaupun ada juga yang dibentuk oleh Perguruan Tinggi baik negeri
ataupun swasta, LSM, atau perorangan dan asosiasi. LI yang dibentuk oleh
pemerintah pusat, antara lain : BPPT Engineering (BE-BPPT), Business
Technology Center (BTC), Balai Inkubator Teknologi (BIT), program
Kementerian Riset dan Teknologi (KRT), Business Development Service Provider
(BDS-P) dan Forum Pusat Layanan Usaha (PLU) yang merupakan program
Kementerian KUKM. Yang dibentuk oleh Pemda, antara lain Balai Pelayanan
Bisnis Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) dan
UKM Provinsi DI Yogjakarta, Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi/
Kabupaten/Kota, UPT UMKM Disperindag Provinsi Bali. Sedangkan yang
dibentuk oleh LSM atau perorangan misalnya Andalas Solusi Bisnis, Business
Innovation Center (BIC) Jakarta, Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil
(PUPUK), dan LI yang dibentuk oleh Perguruan Tinggi diantaranya adalah :
Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Sriwijaya (Unsri), Pusat
Inkubator Agribisnis dan Agroindustri Institut Pertanian Bogor (PIAA-IPB),
UKM Center Universitas Indonesia (UI), UPT Inkubator Industri dan Bisnis (IIB)
Institut Teknologi Bandung (ITB), Pusat Inkubator Bisnis Ikopin (PIBI), IKOPIN,
LPPM Universitas Gadjah Mada dan lain-lain. Sedangkan yang dibentuk oleh
asosiasi antara lain UKM Center Kadin.
Sampai saat ini lembaga-lembaga tersebut sebagian besar masih belum
berperan dan berfungsi secara optimal sebagai LI, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. Diperlukan adanya strategi dan kelayakan pengembangan, serta upaya
yang konsisten agar lembaga-lembaga tersebut dapat berperan dan berfungsi
secara optimal menjadi lembaga intermediasi untuk meningkatkan daya saing
UKM.
15
Gambar 1 Sistem Inovasi Nasional (KRT 2008)
2.2.2 Kriteria
Lembaga Intermediasi (LI) adalah suatu organisasi atau unit organisasi
sebagai simpul, hub atau gateway dari jaringan kemitraan yang memberikan jasa
pelayanan terpadu untuk meningkatkan daya saing UKM. Beberapa kriteria
khusus yang harus dimiliki suatu lembaga agar dapat dikatakan sebagai LI yang
mempunyai peran dan fungsi sebagai lembaga penghubung dan memberikan
layanan secara optimal dan terpadu kepada UKM adalah sebagai berikut (PI-
UMKM 2008) :
1. Memiliki sumber daya manusia (SDM) yang memadai.
2. Memiliki sarana dan prasarana yang memadai.
3. Memiliki program kerja baik jangka panjang maupun jangka pendek sesuai
dengan orientasi spesifik kebutuhan UKM.
4. Memiliki kerjasama (networking) yang luas.
5. Minimal mempunyai 4 (empat) layanan, yaitu :
a. Jasa layanan berbasis teknologi
Sebagai pusat data dan informasi yang di dalamnya mencangkup teknologi,
peluang pasar, pusat-pusat unggulan teknologi, tenaga ahli, produk, bahan baku,
jaringan bisnis dalam dan luar negeri, informasi best practice, pendanaan, dan
16
lain-lain. Jasa layanan berbasis teknologi meliputi pemberi rekomendasi terkait
penggunaan/pemanfaatan teknologi, advokasi, alih teknologi, konsultansi,
pengujian, jasa operasional, pilot project, pilot plant, prototype, survei.
b. Pengembangan SDM UKM
Yang dimaksudkan dengan layanan pengembangan SDM adalah layanan-
layanan berkaitan dengan upaya agar kemampuan SDM baik sebagai pelaku
UKM atau technopreneur meningkat, baik dari aspek wawasan berbisnis maupun
kemampuan teknis operasional menjalankan usaha. Jasa layanan pengembangan
SDM UKM meliputi pelatihan, pendampingan, workshop, seminar dan lain-lain.
c. Intermediasi/jejaring bisnis Usaha Kecil dan Menengah
Sebagai pusat jaringan UKM dengan pasar, industri serta jaringan sarana
komunikasi dan pemasaran produk berbasis internet. Jasa layanan intermediasi/
jejaring bisnis UKM meliputi mempertemukan UKM dengan pasar dan industri,
promosi produk-produk UKM melalui pameran-pameran dan internet.
d. Fasilitasi akses pembiayaan
Fasilitasi jasa pembiayaan bank dan non bank (pembiayaan berisiko/risk
capital). Jasa layanan fasilitasi akses pembiayaan mempertemukan UKM dengan
lembaga keuangan/pembiayaan bank dan non bank.
2.2.3 Contoh Lembaga Intermediasi di Indonesia
1. Balai Pelayanan Bisnis Provinsi Daerah Istimewa Yogjakarta
Balai Pelayanan Bisnis (BPB) merupakan salah satu unit dibawah Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Provinsi Daerah Istimewa
Yogjakarta (DIY). BPB ini berfungsi untuk memberikan layanan dan fasilitas bagi
pengembangan bisnis di di Yogyakarta, khususnya bagi usaha kecil menengah dan
koperasi (UKMK). Berbagai layanan untuk dunia usaha, khususnya UKMK telah
disediakan oleh BPB yang merupakan beragam layanan dengan mempergunakan
teknologi informasi dan komunikasi. BPB mempunyai tugas dan fungsi sebagai
berikut :
a. Pengelolaan data informasi bisnis.
b. Pengembangan sistem informasi serta pengembangan jaringan pengelolaan
informasi bisnis.
17
c. Pelayanan informasi bisnis.
d. Pelayanan konsultasi, bimbingan dan pendampingan usaha.
e. Peyelenggaraan pengembangan bisnis.
BPB sebagai lembaga fasilitator pengembangan UKM Provinsi DIY setiap
tahun mengadakan pelatihan bagi UKM dan beberapa diantaranya bersertifikasi.
Kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pelaku UKM DIY, baik
dalam manajerial, pemasaran, administrasi dan pemanfaatan teknologi informasi
bagi perkembanagan usahanya.
Jenis Pelayanan yang terdapat dalam BPB adalah :
a. Pelayanan usaha berupa konsultasi melalui tatap muka.
b. Pelayanan usaha melalui pelatihan/bimbingan, pendampingan dan bantuan
promosi pemasaran.
c. Penyelenggraan pengembangan bisnis melalui bantuan promosi pemasaran.
d. SIOT (Sistem Informasi Operasional dan Transaksi).
e. OLAP (Online Analytical Processing).
f. Diskusi Online dan SMS serta Call Center.
2. Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil
Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil atau disingkat PUPUK
(Association for Advancement of Small Business) adalah organisasi non profit,
independen dan bersifat non-politis yang memposisikan diri sebagai organisasi
yang bergerak dalam bidang pengembangan usaha kecil. PUPUK didirikan untuk
menjawab perlunya kegiatan pengembangan usaha kecil yang terintegrasi di
semua lini ekonomi. Melalui pendekatan yang integratif PUPUK berupaya untuk
mendorong usaha kecil agar mengoptimalkan peranannya.
Kegiatan utama PUPUK adalah kerjasama pengembangan UKM,
implementasi program CSR (Corporate Social Responsibility), studi, riset dan
survei yang dilakukan sebelum dan sesudah program kerjasama pengembangan
UKM, program advokasi yang diarahkan pada upaya memperkuat posisi UKM
dalam persaingan bisnis. Kemudian untuk meningkatkan kapasitas dan kemampu-
an teknis UKM melalui kegiatan pelatihan, workshop, dan in-house training.
PUPUK juga melaksanakan pelatihan dan workshop kepada CSR perusahaan.
18
Adapun jenis pelatihan dan workshop yang dilaksanakan oleh PUPUK
antara lain tentang :
a. CSR (Corporate Social Responsibility).
b. Klaster industri dan inisiasinya.
c. Local and Regional Economic Development.
d. Kompetensi inti daerah.
e. Perencanaan strategis pembangunan daerah.
f. Rantai nilai (Value Chain Development).
g. Balance Score Card.
h. OVOP (One Village One Product).
Dengan berbagai kegiatan yang telah dilakukan oleh PUPUK tentunya
menghasilkan berbagai pengalaman empirik. Sebagai lembaga yang peduli pada
pengembangan dan penguatan UKM, maka PUPUK merasa berkewajiban untuk
mendiseminasikan berbagai temuan dan pengalaman empirik di lapangan kepada
publik, melalui seminar, workshop dan berbagai publikasi.
Program-program penguatan UKM dilakukan dengan basis potensi yang
dimiliki oleh UKM dan kebutuhan UKM dengan memanfaatkan berbagai sumber
daya yang dimiliki Indonesia.
3. Surabaya Busines Incubator Centre (Pusat Pembinaan dan Pengembang-
an Wirausaha Jawa Timur)
Misi dan tujuan dari lembaga ini adalah mengembangkan wirausaha
pemula/industri kecil yang belum berpengalaman menjadi wirausaha menengah
dan tangguh.
Bentuk layanan yang dapat diberikan oleh lembaga ini adalah :
a. Menyediakan fasilitas bagi pengusaha pemula dalam bidang industri kecil dan
menengah (IKM) untuk mengembangkan usahanya dengan cara memberikan
dukungan pembinaan administrasi, manajemen, teknologi, pemasaran dan
dana.
b. Memberikan jasa penyuluhan kepada para pengusaha kecil (industri kecil)
diluar tenant, serta mengusahakan jaringan informasi mengenai dunia usaha,
antara lain yang berkaitan dengan manajemen, teknologi, pemasaran dan dana.
19
2.2.4 Contoh Lembaga Intermediasi di Beberapa Negara
1. Lembaga intermediasi di negara China
Pemerintah China telah melakukan penggabungan antara sistem iptek sesuai
dengan kebutuhan ekonomi pasar dan kebijakan perpajakan, untuk mendorong
inovasi teknologi dalam dunia usaha. Selain itu juga dikembangkan dan diperkuat
fungsi Research and Development (R&D) dari berbagai lembaga litbang
pemerintah maupun universitas dan melakukan percepatan pengembangan inovasi
teknologi untuk
Berbagai upaya dalam pengembangan UKM di Cina telah dilakukan
melalui LI seperti inkubator teknologi. Salah satu pusat inkubator teknologi
terbesar terdapat di Shanghai, yaitu Shanghai Technology Innovation Center
(STIC), yaitu salah satu lembaga publik non profit di bawah pimpinan Komisi
Iptek Kodya Shanghai yang yang dibentuk pada tahun 1988. STIC merupakan
pusat inkubasi yang cukup berprestasi dan didanai oleh pemerintah Shanghai,
diakui oleh Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai Pusat
Pelayanan Teknologi baru dan tinggi, serta merupakan salah satu Pusat
International Business Incubator. STIC mencurahkan perhatiannya untuk suatu
prinsip dari alih teknologi yang unggul, inkubasi teknologi bagi pengusaha, dan
menanamkan teknologi entrepreneur dan berusaha sekuat tenaga untuk
membangun lingkungan inovasi yang baik untuk menyediakan pelayanan
komprehensif terhadap pengguna teknologi dan inovator untuk tujuan
komersialisasi. Sebagai organisasi induk dari Asosiasi Inkubasi Teknologi Bisnis
(Technology Business Incubation Association) Shanghai, selusin inkubator
teknologi, termasuk inkubator “Yangpu” dan “IC Design” didanai dan didirikan
oleh STIC.
Gambar 2 Relation building process (STIC 2007dalam Mulyadi, 2008)
Industry Government
STIC
20
2. Lembaga intermediasi di negara Taiwan
Pertumbuhan penting dalam inovasi dan aktivitas kewirausahaan dalam era
baru perkembangan ekonomi, pada tahun 1996 Small and Medium Enterprise
Administration (SMEA) dari Kementerian Ekonomi (MOEA), mengambil inisiatif
dan memimpin dalam pembangunan dan perkembangan pusat inkubasi di Taiwan.
Pusat inkubasi merupakan tempat pembinaan/pelatihan inovasi bisnis,
produk dan teknologi, serta membantu UKM untuk menumbuhkan kemampuan-
nya sendiri. Dengan menyediakan ruangan kantor, peralatan, dan R&D
technology, membantu penjaminan pembiayaan dan menyediakan konsultasi
manajemen, serta pelayanan bisnis lainnya. Konkrit dari hal yang dimaksud
adalah membantu memfasilitasi integrasi efektif dari sumber daya, membantu
mengurangi biaya dan resiko pemula untuk mengembangkan bisnisnya.
Gambar 3 Service Flow at Incubation Centers in Taiwan (SMEA 2005 dalam
Mulyadi, 2008)
Incubation Centers
Promotion Presentation
Premilinary Discussion With Applicants
Review On Apllications
Contrack Signing
Formulation Of Incubation Plans And
Excecution
Helping Enterprises Fit To Various
Industrial Environments
Evaluation And Recomendation On
Statements Of Operation
Arrangement Of Promotinal Campaigns
And Consulting Services
Filing Of Apllication For
Moving Into Incubation
Centers
Writing - Up Of
Provision Of Detailed
Bisness Plan
Provision Of Statements Of
Operation
Application Procedures For Locating One’s
Start Up Within An Incubation Center
Incubation Center
Service Flow
21
Saat ini, sebagian besar pusat inkubasi di Taiwan berafiliasi dengan
universitas. Kementerian Urusan Ekonomi mendorong lembaga penelitian dan
private sector untuk menanam investasi dalam sektor inkubator dan menyusun
strategi untuk penggabungan beberapa sumber daya dan kekuatan yang berbeda
dari pusat inkubasi yang berjalan dengan unversitas dan lembaga penelitian.
Tujuan utamanya adalah menyediakan suatu bentuk yang komprehensif tentang
pelayanan inkubasi untuk melindungi setiap langkah proses pengembangan UKM.
3. Lembaga intermediasi di negara Jerman
Fungsi LI di Jerman adalah memberikan pelayanan (business development
service-BDS) yang bersifat nirlaba dan berperan penting terhadap pendirian,
kelangsungan hidup, produktivitas, daya saing, perkembangan perusahaan baru
dan UKM.
LI di Jerman memberikan berbagai jenis pelayanan yang meliputi pelatihan,
konsultansi, bimbingan pemasaran, teknologi informasi, pengembangan teknologi
dan promosi jejaring bisnis. LI memberikan 2 (dua) kategori pelayanan, yaitu
bersifat operasional dan yang bersifat strategik. Pelayanan operasional merupakan
kegiatan rutin seperti sistem informasi dan komunikasi, pengelolaan keuangan dan
perpajakan dimana semua kegiatan tersebut didasarkan pada peraturan yang
berlaku di Jerman.
Dilain pihak, pelayanan strategik merupakan kegiatan yang digunakan
untuk mengantisipasi program jangka menengah dan jangka panjang dalam
rangka meningkatkan kinerja perusahaan client, daya saing dan akses ke pasar.
Sebagai contoh pelayanan strategik dapat membantu perusahaan client untuk
mengidentifikasi dan memberikan pelayanan ke pasar, mendisain produk,
menyiapkan fasilitas dan akses ke bank.
Di negara Jerman, fungsi LI dilakukan oleh beberapa pihak (aktor), yaitu :
a. Perusahaan baru/UKM, merupakan sisi demand dari pasar LI.
b. Provider BDS memberikan service langsung ke perusahaan baru/UKM.
Dapat berupa individu, private forprofit firms, NGO, badan pemerintah,
asosiasi dan lain-lain.
c. Fasilitator BDS mendukung provider BDS, contoh mengembangkan produk
service baru, mempromosikan praktek baik dan membangun kapasitas dan
22
Pendanaan publik, pengembangan pasar
Pendanaan privat, Orientasi komersial
Pelayanan langsung Fasilitasi demand/supply
kemampuan provider BDS. Fasilitator juga dapat bekerja pada sisi demand,
contohnya mendidik perusahaan baru/UKM untuk mengenali keuntungan
yang bisa didapat atau memberikan insentif.
d. Donor menyediakan pendanaan pada proyek-proyek BDS. Pada beberapa
kasus, fasilitator BDS adalah donor itu sendiri.
e. Pemerintah, yang seperti donor juga memberikan pendanaan untuk proyek-
proyek BDS. Selain itu, intervensi terhadap BDS, peranan utama pemerintah
adalah menyediakan kebijakan, hukum dan regulasi untuk perusahaan
baru/UKM dan provider BDS, serta infrastuktur, pendidikan dan pelayanan
informasi.
Gambar 4 di bawah mengilustrasikan fungsi dari berbagai aktor tersebut di
atas, masing-masing dengan tujuan yang berbeda-beda tergantung pada orientasi
komersial atau pengembangan publik. Fasilitator BDS mempunyai tujuan untuk
mengembangkan pasar sebagai bagian dari kebijakan sosial dan ekonomi
pemerintah Negara Jerman. Bagi Provider BDS yang berorientasi komersial,
pengembangan pasar yang dilakukan oleh fasilitator BDS adalah tidak relevan
dengan misi Provider BDS komersial dan bahkan sering timbul konflik.
Gambar 4 Pengembangan pasar untuk BDS di Jerman (Mulyadi, 2008)
23
Sebagai contoh, pengembangan pasar untuk BDS sering berimplikasi pada
makin tumbuhnya Provider BDS baru. Pada paradigma pengembangan pasar
untuk BDS, fungsi utama dari Donor dan Pemerintah adalah memfasilitasi
tumbuhnya sisi demand dan supply.
4. Lembaga intermediasi di negara Jepang
Di Jepang, ada lembaga yang dinamakan Japan Small Medium Business
Corporation (JASMEC). Lembaga ini dikelola secara profesional atas dasar
kebijakan umum yang ditetapkan oleh pemerintah. Didirikan pada tanggal 1 Juli
1999 yang merupakan penggabungan dari Small Business Credit Insurance
Corporation (Japan CIC) dan Japan Small Business Corporation (JSBC).
Lembaga ini berada dibawah pengawasan Ministry of Industry and International
Trade (MITI) dan Ministry of Finance, dimana seluruh modalnya berasal dari
pemerintah pusat. Lembaga ini dibangun untuk mengimplementasikan kebijakan
pemerintah Jepang menyangkut UKM melalui mutu SDM, internasionalisasi (go
international) dan pelayanan informasi, seperti informasi pasar, informasi
teknologi, dan sebagainya.
Bentuk sistem dukungan kepada UKM dilakukan melalui pembuatan
buku petunjuk, training dan pelayanan konsultasi manajemen dengan melibatkan
the chambers of commerce and industry, associations of entrepreneurs dan
asosiasi perdagangan UKM. Jasmec dan SME & Venture Business Support
Centers telah melakukan kerjasama kolektif dalam mengembangkan UKM.
Pelayanan di bidang keuangan dilakukan Japanese Finance for Small
Business (59 cabang), People Finance Corporation (152 cabang) dan The Shoko
Chukin Bank (104 cabang). Sedangkan untuk asuransi kredit dilakukan oleh Small
Business Credit Insurance Corporation dan didukung oleh Prefectural Credit
Insurance Association (asosiasi kredit yang berada di distrik, terdiri dari 52
anggota). Bagi UKM yang membutuhkan investasi, mereka dapat menghubungi
Small and Medium Business Investment & Consultation Co. Ltd. di Tokyo, Osaka,
dan Nagayo.
Sedangkan untuk melihat peluang-peluang usaha yang dapat
dikembangkan serta kelemahan-kelemahan para pesaingnya di luar negeri, UKM
di Jepang juga mendapatkan informasi business intelligence dari Japan Chamber
24
of Commerce and Industry dan National Federation of Commerce-Industry Trade
Association.
Selain lembaga-lembaga yang mendukung pemberdayaan UKM di Jepang,
para pelaku UKM sendiri juga mendirikan National Federation of Small Business
Association dan didukung oleh asosiasi di daerah Perfectural Federation of Small
Business Association guna menyamakan arah dan pandangan sehingga dapat
berkerjasama dengan baik. Asosiasi ini dikelola dengan sangat profesional,
dimana di dalamnya terdapat sekitar 9000 konsultan yang senantiasa memberikan
bimbingan kepada UKM untuk dapat mengakses pasar, meningkatkan kinerjanya,
meningkatkan kualitas produknya, dan sebagainya.
Negara Jepang sudah mengembangkan tiga macam sistem dukungan
kepada UKM yaitu SME/Venture Business Support Centers, Prefectural SME
Support Centers dan Regional SME Support Centers.
Ketiga lembaga ini saling bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain
seperti Commerce and Industry Associations and Chambers of Commerce and
Industry dengan melakukan pelayanan satu atap menyangkut informasi, strategi,
dan implementasi proyek termasuk didalamnya pelayanan konsultasi dan
penyediaan tenaga ahli, serta pelaksanaan training dan seminar, dan lain-lain.
2.3 Sistem Inovasi
2.3.1 Definisi
Sistem Inovasi (SI) semakin sering dibahas, terutama dalam dua dekade
terakhir ini. Banyak bukti empiris menunjukkan bahwa perusahaan, daerah atau
negara yang berhasil di bidang sosial ekonomi ternyata didukung oleh SI yang
berkembang dan kuat.
Sistem Inovasi pada dasarnya merupakan sistem yang terdiri dari
sehimpunan aktor, kelembagaan, jaringan, kemitraan, hubungan interaksi dan
proses produktif yang mempengaruhi arah perkembangan dan kecepatan inovasi
dan difusinya serta proses pembelajaran. Dengan demikian SI sebenarnya
mencakup basis iptek termasuk di dalamnya aktivitas pendidikan, aktivitas
penelitian dan pengembangan, dan rekayasa), basis produksi (meliputi aktivitas-
aktivitas nilai tambah bagi pemenuhan kebutuhan bisnis dan non bisnis, serta
25
masyarakat umum), dan pemanfaatan dan difusinya dalam masyarakat, serta
proses pembelajaran yang berkembang.
Beberapa definisi yang berkembang tentang SI dari beragam sudut
pandang sebagai berikut :
a. SI adalah jaringan lembaga di sektor publik dan swasta yang interaksinya
memprakarsai, mengimpor, memodifikasi dan mendifusikan teknologi-
teknologi baru (Freeman 1987 dalam Taufik 2000).
b. SI merupakan unsur dan hubungan-hubungan yang berinteraksi dalam
menghasilkan, mendifusikan dan menggunakan pengetahuan yang baru dan
bermanfaat secara ekonomi.
c. SI merupakan sehimpunan aktor yang secara bersama memainkan peran
penting dalam mempengaruhi kinerja inovatif (innovative performance)
(Nelson and Rosenberg 1993 dalam Taufik 2000).
d. SI merupakan sistem yang menghimpun institusi-institusi berbeda yang
berkontribusi, secara bersama maupun individu, dalam pengembangan dan
difusi teknologi-teknologi baru dan menyediakan kerangka kerja (framework),
di mana pemerintah membentuk dan mengimplementasikan kebijakan-
kebijakan untuk mempengaruhi proses inovasi.
e. SI merupakan himpunan lembaga-lembaga pasar dan non-pasar di suatu negara
yang mempengaruhi arah dan kecepatan inovasi dan difusi teknologi (Freeman
1987 dalam Taufik 2000).
f. SI merupakan keseluruhan faktor ekonomi, sosial, politik, organisasional dan
faktor lainnya yang mempengaruhi pengembangan, difusi dan penggunaan
inovasi. Jadi, SI pada dasarnya menyangkut determinan dari inovasi (Edquist
2001 dalam Taufik 2000).
g. Menggunakan istilah ”sistem riset dan inovasi nasional” (national research
and innovation system), yaitu keseluruhan aktor dan aktivitas dalam ekonomi
yang diperlukan bagi terjadinya inovasi industri dan komersial dan membawa
kepada pembangunan ekonomi (Arnold et al. 2001 dalam Taufik 2000).
Dari beragam uraian definisi tersebut dan perkembangan dalam literatur
SI, secara “konsep” sejauh ini pada dasarnya ada beberapa hal penting yang
“melekat (inherent)” dalam pengertian SI (Taufik 2000), yaitu :
26
a. Kata “sistem” dalam istilah SI menunjukkan cara pandang yang secara sadar
memperlakukan suatu kesatuan menyeluruh (holistik) dalam konteks “inovasi
dan difusi.
b. Dalam literatur SI, konvensi yang umum tentang pengertian istilah SI pada
dasarnya lebih luas dari (mencakup) ”sistem iptek” (dan bagian dari sistem
relevan lainnya). Istilah SI juga meliputi konteks “inovasi dan difusinya.
Walaupun ada yang menggunakan istilah “sistem riset dan inovasi”/research
and innovation system (misalnya Arnold et al. 2001 dalam Taufik 2000),
namun istilah “SI dan difusi” tidak lazim digunakan.
Berdasarkan beberapa sudut pandang dari para ahli dan literatur diatas,
maka SI adalah sebuah konsep tentang penataan jejaring yang kondusif di antara
para pelaku (aktor lembaga) lembaga iptek dalam suatu sistem yang kolektif
dalam penciptaan (creation), penyebaran (diffussion), dan penggunaan
(utilization) ilmu pengetahuan (knowledge) untuk pencapai inovasi (Nelson and
Rosenberg 1993 dalam Taufik 2000). Konsep SI menjadi populer pada akhir
tahun 80-an oleh Christopher Freeman ketika memetakan interaksi antar aktor
invoasi, yaitu antara pemerintah, universitas, lembaga riset dan industri di Jepang.
Kemajuan inovasi teknologi di Jepang tidak terlepas dari interaksi dan sinergi dari
aktor-aktor tersebut, sehingga mampu menghasilkan produk-produk teknologi
yang inovatif dan kompetitif di pasar dunia (Freeman 1995). Inti dari konsep SI
adalah jejaring (network) dan secara umum jejaring merupakan pemetaan dari
interaksi aktor-aktor lembaga, serta faktor lainnya, sehingga membentuk pola
(pattern) jejaring tertentu.
Pengertian jejaring dalam SI dapat dipersepsikan secara sempit (narrow)
maupun luas (broader). Para pakar lebih cenderung melihat jejaring dalam arti
sempit yaitu interaksi antara perguruan tinggi, industri dan pemerintah. Sedangkan
para pemikir lainnya (Freeman 1987; Lundval 1988 dan 1992; Nelson 1988 dan
1993 dalam Taufik 2000) cenderung untuk melihat jejaring tersebut sebagai
hubungan interaksi antar aktor yang terdiri dari aktor utama dan pendukung, serta
faktor-faktor determinan (determinant factors) yang mempengaruhi hubungan
tersebut. Interaksi antar aktor dalam lembaga dapat bermacam-macam, baik itu
technical, commercial legal, social, maupun finansial.
27
Aktor utama dari SI adalah perguruan tinggi, industri, dan organisasi
litbang. Aktor pendukung terdiri dari pemerintah (nasional, regional dan lokal),
lembaga finansial/ventura (pendanaan), lembaga asing, pengguna (end user),
bridging institution (organisasi profesi yang berperan sebagai „intermediaries‟),
maupun organisasi lainnya (lembaga paten, lembaga diklat dan lain-lain).
Sedangkan faktor-faktor determinan terdiri dari struktur ekonomi dan industri,
persaingan, dan sosial budaya. Terdapat banyak saluran aliran pengetahuan
diantara institusi dan berbagai pendekatan untuk mengukurnya.
2.3.2 Implementasi
Pentingnya SI bagi Indonesia adalah untuk menjembatani sisi supply dan
demand teknologi. SI merupakan suatu jaringan rantai pemasok teknologi yang
mengaitkan antara institusi publik pemasok teknologi dan sektor swasta pengguna
teknologi dalam suatu wilayah nasional (SINAS) atau daerah (SIDA) yang
berinteraksi secara koheren dalam lingkup kegiatan memproduksi pengetahuan,
menerapkan dan mendiseminasikan hasilnya sehingga manfaat nyata dapat
dirasakan masyarakat (KRT 2008).
Implementasi dari SI, yaitu suatu pengaturan kelembagaan yang secara
sistemik dan berjangka-panjang yang dapat mendorong, mendukung, menyebar-
kan dan menerapkan inovasi-inovasi di berbagai sektor, dan dalam skala nasional.
Konsep seperti ini relatif baru, meskipun sudah mulai diterapkan di beberapa
negara yang mengalami transformasi. Setiap negara mempunyai SI dengan corak
yang berbeda dan khas, yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya masing-
masing.
Pada prinsipnya terdapat 5 (lima) segi/tekanan perhatian yang umumnya
yang harus diperhatikan dalam SI (Taufik 2005), yaitu :
a. Basis sistem sebagai tumpuan bagi proses inovasi beserta difusi inovasi.
b. Aktor dan/atau organisasi (lembaga) yang relevan dengan perkembangan
inovasi dan difusinya.
c. Kelembagaan, hubungan, jaringan dan interaksi antar pihak yang
mempengaruhi inovasi dan difusinya.
d. Fungsionalitas, yaitu menyangkut fungsi-fungsi utama SI.
28
e. Aktivitas, yaitu menyangkut upaya/proses atau tindakan penting dari proses
inovasi dan difusi.
Dalam mengembangkan/memperkuat SI, disadari bahwa sistem iptek
merupakan bagian integral yang sangat penting. Dalam kaitan ini dan belajar dari
pengalaman negara yang berhasil, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa beberapa
faktor sangat menentukan keberhasilan suatu negara membangun/mengembang-
kan atau memperkuat SI adalah :
a. Kemampuan mengembangkan kelima aspek/segi yang disebut sebelumnya
dan keterkaitan di antaranya, sehingga tidak saja memperkuat basis iptek,
tetapi juga berdampak pada perbaikan ekonomi dan sosial budaya.
b. Kemampuan menciptakan/memperbaiki iklim bisnis dan inovasi yang
kondusif.
c. Kemampuan memperkuat daya dukung inovasi. Kemajuan iptek tidak hanya
tergantung pada para pelaku yang terlibat langsung, melainkan juga pihak-
pihak lain.
Dengan mempertimbangkan kondisi Indonesia saat ini, maka untuk
mengembangkan/memperkuat SI secara bertahap, adaptif dan antisipatif dalam
rangka mewujudkan SI yang tangguh di masa depan, tata laksananya (Taufik
2009) adalah :
a. Memperbaiki kondisi dasar sebagai prasyarat bagi peningkatan upaya
pengembangan/penguatan sistem inovasi.
b. Melakukan reformasi kebijakan inovasi di berbagai sektor/bidang dan lintas-
sektor/bidang serta pada tataran pemerintahan yang berbeda, secara bertahap
dan berkelanjutan.
c. Mengembangkan kepemimpinan (leadership) dan memperkuat komitmen
nasional dalam pengembangan/penguatan Sistem Inovasi Nasional dan Daerah.
d. Meningkatkan keselarasan kebijakan inovasi di tingkat nasional dan daerah.
Mengenali beragam kelemahan SI merupakan awal penting. Namun tentu
saja hal demikian belumlah cukup. Menelaah lebih mendalam akar-akar per-
soalannya dan menganalisis isu kebijakan yang dinilai penting untuk dipecahkan
perlu dilakukan sebagai bahan untuk mendesain langkah kebijakan yang perlu
diambil.
29
2.4 Strategi Pengembangan Organisasi
2.4.1 Definisi
Pengembangan organisasi adalah peningkatan kemampuan organisasi untuk
mencapai tujuannya dengan memanfaatkan potensi manusia secara lebih efektif
dan mengevaluasi setiap perubahan dan mengarahkannya secara konstruktif.
Pengembangan organisasi merupakan upaya meningkatkan kemampuan
organisasi berdasarkan persepektif waktu jangka panjang yang terdiri dari
serangkaian penahapan dengan penekanan pada hubungan antar individu,
kelompok dan organisasi sebagai keseluruhan (Siagian 1995). Pengembangan
organisasi dapat juga dikatakan aplikasi pendekatan kesisteman terhadap
hubungan fungsional, struktural, teknikal, dan personal dalam organisasi.
Pengembangan organisasi merupakan suatu perubahan organisasi, Siagian
(1995) mengatakan bahwa persepsi tentang perlunya perubahan harus dirasakan
karena hanya dalam kondisi demikianlah para anggota organisasi dapat
diyakinkan bahwa dalam upaya mencapai tujuan dan berbagai sasaran organisasi,
diperlukan cara kerja baru, metode kerja baru, dan bahkan mungkin strategi dan
visi yang baru.
Salah satu ciri umum pengembangan organisasi adalah bahwa
pengembangan organisasi merupakan suatu proses yang terus menerus dan
dinamis. Pelaksana harus mampu mengubah strategi selama proses sedang
berlangsung sebagai akibat masalah-masalah yang timbul dan kejadian-kejadian
organisasi. Moekijat (1993) mengutip pendapat Gary Dessler mengatakan bahwa
ciri umum pengembangan organisasi adalah suatu strategi pendidikan yang
dimaksudkan untuk menimbulkan perubahan organisasi yang telah direncanakan.
Ada 4 (empat) tipe pengembangan organisasi, yakni pengembangan
teknologi, pengembangan produk, administratif dan pengembangan sumber daya
manusia. Pengembangan teknologi berkenaan dengan proses pendidikan
disesuaikan dengan kebutuhan layanan yang strategis, sedangkan pengembangan
produk adalah berkenaan dengan hasil atau layanan keluaran organisasi dalam
proses pendidikan. Pengembangan administrasi yaitu mencakup struktur, tujuan,
kebijakan, insentif, sistem informasi dan anggaran. Dan yang dimaksud dengan
pengembangan sumber daya manusia adalah pengembangan sikap, keterampilan,
30
pengharapan, kepercayaan, perilaku para pegawai termasuk pimpinan (Siagian
1995).
Sementara itu, pengertian strategi ada beberapa macam sebagaimana
dikemukakan oleh para ahli dalam buku karya mereka masing-masing. Strategi
adalah cara untuk mencapai tujuan dengan daya dan sarana yang dapat dihimpun
(Soekarton 1992). Sedangkan Siagian (1995) menyebutkan bahwa strategi
merupakan cara-cara yang sifatnya mendasar dan fundamental yang akan
dipergunakan oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan dan berbagai
sasarannya.
Strategi adalah cara berpikir manusia secara sistematis. Kenneth Primozic
et al. 1991 dalam Siagian (1995) menggolongkan berpikir manusia yakni secara
mekanik, institusi dan strategik. Ketiga cara berpikir tersebut menurutnya bahwa
cara strategik lebih kreatif dan dinamis selaras dengan permasalahan yang
ditemukan. Wahyudi (1996) mengemukakan bahwa karakteristik masalah
strategik menyangkut orientasi ke masa depan; berhubungan dengan unit-unit
kegiatan yang kompleks; perhatian manajemen puncak; pegaruh jangka panjang;
alokasi sumber-sumber daya. Berkenaan dengan banyak pilihan sebagai alternatif
pemecahan masalah, semakin kecil tingkat kesalahan yang timbul di masa depan.
2.4.2 Klasifikasi Strategi
Menurut teori manajemen strategi, strategi perusahaan/organisasi antara
lain diklasifikasikan berdasarkan jenis perusahaan/organisasi. Selain itu juga
dikenal strategi perusahaan/organisasi yang diklasifikasikan atas dasar tingkatan
tugas. Strategi-strategi yang dimaksud adalah strategi generik yang akan
dijabarkan menjadi strategi utama/induk. Strategi induk ini selanjutnya dijabarkan
menjadi strategi tingkat fungsional perusahaan/organisasi, yang sering disebut
dengan strategi fungsional (Umar 2005).
Pada dasarnya setiap perusahaan/organisasi mempunyai strategi dalam
berusaha. Namun mungkin saja terjadi seorang pimpinan perusahaan/organisasi
tidak menyadarinya. Dalam mengkaji strategi perusahaan, perlu diketahui bahwa
bentuk strategi akan berbeda-beda antar industri, antar perusahaan/organisasi, dan
bahkan antar situasi. Namun, ada sejumlah strategi yang sudah banyak diketahui
umum dan dapat diterapkan pada berbagai bentuk industri dan ukuran
31
perusahaan/organisasi. Strategi-strategi ini dikelompokkan ke dalam strategi
generik. Ada 3 (tiga) model strategi generik yaitu menurut Porter (1980),
Wheelen and Hunger (2000) dan David (2000) dalam Umar (2005).
Menurut David (2000) dalam Umar (2005), pada prinsipnya strategi
generik dapat dikelompokkan atas 4 (empat) kelompok strategi yaitu :
1. Strategi integrasi vertikal (Vertical Integration Strategy)
Strategi ini menghendaki agar perusahaan melakukan pengawasan yang lebih
terhadap distributor, pemasok, dan/atau para pesaingnya, misalnya melalui
target, akuisisi atau membuat perusahaan sendiri.
2. Strategi intensif (Intensive Strategy)
Strategi ini memerlukan usaha-usaha yang intensif untuk meningkatkan posisi
persaingan perusahaan melalui produk yang ada.
Tabel 2. Penjabaran strategi generik menjadi strategi utama
Strategi Generik Strategi Utama
Strategi Integrasi Vertikal (Vertical
Integration Strategy)
a. Strategi integrasi ke depan (forward integrative
straight)
b. Strategi integrasi ke belakang (backward
integration strategy)
c. Strategi integrasi horizontal (horizontal
integration strategy)
Strategi Intensif (Intensive Strategy) a. Strategi pengembangan pasar (market
development strategy)
b. Strategi pengembangan produk (product
development strategy)
c. Strategi penetrasi pasar (market penetration
strategy)
Strategi Diversifikasi (Diversification
Strategy)
a. Strategi diversifikasi konsentrik (concentrix
diversification strategy)
b. Strategi diversifikasi konglomerat
(conglomerate diversification strategy)
c. Strategi diversifikasi horizontal (horizontal
diversification strategy)
Strategi Bertahan (Defensive Strategy) a. Strategi usaha patungan (joint venture strategy)
b. Strategi penciutan biaya (retrenchment
strategy)
c. Strategi penciutan usaha (divestiture strategy)
d. Strategi likuidasi (liquidation strategy)
Sumber : David (2000) dalam Umar, 2005.
32
3. Strategi diversifikasi (Diversification Strategy)
Strategi ini dimaksudkan untuk menambah produk-produk baru. Strategi ini
makin kurang popular, paling tidak ditinjau dari sisi tingginya tingkat kesulitan
manajemen dalam mengendalikan aktivitas perusahaan yang berbeda-beda.
4. Strategi bertahan (Defensive Strategy)
Strategi ini bermaksud agar perusahaan melakukan tindakan-tindakan
penyelamatan agar terlepas dari kerugian yang lebih besar, yang pada ujung-
ujungnya adalah kebangkrutan. Setelah disusun strategi generik, maka strategi
ini dapat dioperasionalkan dengan menjabarkan atas strategi utama. Jabaran
strategi generik menjadi strategi utama menurut David (2000) dalam Umar
(2005) dapat dilihat pada Tabel 2 di atas.
Selain strategi yang harus dimiliki organisasi, visi dan misi juga harus
dimiliki. Visi adalah bagaimana rupa yang seharusnya dari suatu organisasi kalau
berjalan dengan baik (Helgeson 1996 dalam Salusu 1996). Lebih lanjut Salusu
menjelaskan bahwa visi keberhasilan dapat dijelaskan sebagai suatu deskripsi
tentang bagaimana seharusnya rupa dari suatu organisasi pada saat ia berhasil
dengan sukses melaksanakan strateginya dan menemukan dirinya yang penuh
potensi yang mengagumkan.Visi suatu organisasi juga merupakan suatu
imajinasi/wawasan ke depan dari organisasi tersebut yang menerobos dimensi
waktu didasarkan atas argumen rasional. Visi tertulis disebut dengan mission
statement atau pernyataan misi. Suatu pernyataan misi yang baik adalah bagian
penting untuk membuat, mengaplikasikan dan mengevaluasi strategi.
Mengembangkan dan mengomunikasikan pernyataan misi, merupakan tahapan
yang terpenting di dalam manajemen strategik.
Sedangkan misi adalah maksud dan kegiatan utama yang membuat
organisasi tersebut mempunyai jati diri yang khas yang membedakannya dari
organisasi lain yang bergerak dalam bidang usaha sejenis. Dalam melaksanakan
misi tersebut dibutuhkan sumber daya manusia yang memadai baik dalam jenis,
jumlah dan mutu sumber daya manusia tersebut. Pernyataan misi dapat bervariasi
bentuk, panjang, isi dan spesifikasinya.
Penyusunan misi organisasi dipengaruhi oleh beberapa unsur yang harus
dipertimbangkan oleh pembuat atau perencana strategi agar misi tersebut dapat
33
benar-benar mencerminkan apa yang ingin dilakukan oleh organisasi. Unsur
tersebut adalah aspek sejarah organisasi, keinginan pimpinan puncak, perubahan
lingkungan, keterbatasan sumber daya, keunggulan yang dimiliki untuk bersaing.
2.4.3 Implementasi
Perumusan strategi merupakan proses penyusunan langkah-langkah ke
depan yang dimaksudkan untuk membangun visi dan misi organisasi, menetapkan
tujuan strategis dan keuangan perusahaan, serta merancang strategi untuk
mencapai tujuan tersebut dalam rangka menyediakan customer value terbaik.
Beberapa langkah yang perlu dilakukan perusahaan dalam merumuskan strategi
(Salusu 1996) yaitu :
1. Mengidentifikasi lingkungan yang akan dimasuki oleh perusahaan di masa
depan dan menentukan misi perusahaan untuk mencapai visi yang dicita-
citakan dalam lingkungan tersebut.
2. Melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mengukur
kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh
perusahaan dalam menjalankan misinya.
3. Merumuskan faktor-faktor ukuran keberhasilan (key success factors) dari
strategi-strategi yang dirancang berdasarkan analisis sebelumnya.
4. Menentukan tujuan dan target terukur, mengevaluasi berbagai alternatif strategi
dengan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki dan kondisi eksternal
yang dihadapi.
5. Memilih strategi yang paling sesuai untuk mencapai tujuan jangka pendek dan
jangka panjang.
Menurut David (2009), cara menentukan strategi utama adalah dengan
melakukan tiga tahapan (three-stage) kerangka kerja dengan matriks sebagai
model analisisnya. Perangkat atau alat yang berbentuk matriks-matriks itu telah
sesuai dengan segala ukuran dan tipe organisasi perusahaan/ organisasi, sehingga
alat tersebut dapat dipakai untuk membantu para ahli strategi dalam
mengidentifikasi, mengevaluasi dan memilih strategi-strategi yang paling tepat.
Secara garis besar 3 (tiga) tahapan menentukan strategi utama (David 2009)
disajikan pada Gambar 5.
34
Tahap 1 : The Input Stage
External factor
Evaluation (EFE)
Matrix
Internal factor
Evaluation (IFE)
Matrix
Competitive
Profile (CP)
Matrix
Tahap 2 : The Matching Stage
Threats-
Opportunities-
Weaknesses-
Strength
(TOWS) Matrix
Strategi Position
and Action
Evaluation
(SPACE)Matrix
Boston
Consulting
Group (BCG)
Matrix
Internal-External
(IE) Matrix
Grand Strategy
Matrix
Tahap 3 : The Decision Stage
Quantitative Strategic
Planning Matrix
(QSPM)
Gambar 5 Tahapan menentukan strategi utama (David 2009)
Setelah dipahami akan strategi yang dapat dipakai tersebut, maka ada
beberapa tahap yang dapat dilakukan dalam penerapan pengembangan organisasi
atau organization development (OD) tersebut. Proses penerapan OD dilakukan
dalam 4 (empat) tahap (Siagian 2005) yaitu :
1. Tahap pengamatan sistem manajemen atau tahap pengumpulan data. Dalam
tahap ini adalah mengamati sistem dan prosedur yang berlaku di organisasi
termasuk unsur-unsur di dalamnya seperti struktur, manusianya, peralatan,
bahan bahan yang digunakan dan bahkan situasi keuangannya. Data utama
yang diperlukan adalah :
a. Fungsi utama tiap unit organisasi.
b. Peran masing masing unit dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi
Proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan tindakan dalam masing
masing unit.
c. Kekuatan dalam organisasi yang mempengaruhi perilaku antar kelompok dan
antar individu dalam organisasi.
2. Tahap diagnosis dan umpan balik. Dalam tahap ini mutu pengorganisasian,
serta kegiatan operasional masing masing unsur dalam organisasi dianalisis dan
35
dievaluasi. Ada beberapa kriteria yang umum digunakan dalam mengevaluasi
kualitas unsur-unsur tersebut, diantaranya :
a. Kemampuan beradaptasi, yaitu kemampuan mengarahkan kegiatan dan
tenaga dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Tanggungjawab, yaitu kesesuaian antara tujuan individu dan tujuan
organisasi.
c. Identitas, yaitu kejelasan misi dan peran masing masing unit.
d. Komunikasi, yaitu kelancaran arus data dan informasi antar-unit dalam
organisasi;
e. Integrasi, yaitu hubungan baik dan efektif antar-pribadi dan antar-
kelompok, terutama dalam mengatasi konflik dan krisis.
f. Pertumbuhan, yaitu iklim yang sehat dan positif, yang mengutamakan
eksperimen dan pembaruan, serta yang selalu menganggap pengembangan
sebagai sasaran utama.
3. Tahap pembaruan dalam organisasi. Dalam tahap ini dirancang pengembangan
organisasi dan dirumuskan strategi memperkenalkan perubahan atau
pembaruan. Strategi ini bertujuan meningkatkan efektivitas organisasi dengan
cara mengoreksi kekurangan serta kelemahan yang dijumpai dalam proses
diagnostik dan umpan balik.
4. Tahap implementasi pembaruan. Tahap akhir dalam penerapan OD adalah
pelaksanaan rencana pembaruan yang telah digariskan dan disetujui. Kegiatan
implementasi perubahan meliputi :
a. Perubahan struktur.
b. Perubahan proses dan prosedur.
c. Penjabaran kembali secara jelas tujuan sera sasaran organisasi.
d. Penjelasan tentang peranan dan misi masing masing anggota dalam organisasi.
Setelah segala sesuatunya berjalan dalam masa yang telah ditentukan
bersama maka selanjutnya adalah perlu diadakan evaluasi atau diagnosis
organisasi, hal ini sangat diperlukan guna mengetahui akan segala kekurangan
dalam perjalanan organisasi selama ini sehingga pada kedepannya dapat dilakukan
suatu perbaikan dan pada akhirnya organisasi dapat berjalan sesuai dengan
36
tujuannya yang menciptakan organisasi modern yang siap dalam menjawab
tuntutan zaman dan berkualitas.
2.5 Kelayakan Organisasi
Organisasi (organization) adalah bentuk persekutuan antara dua orang atau
lebih yang bekerja bersama-sama (teamwork) dan secara formal terikat untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam persekutuan ini terdapat seorang
atau beberapa orang yang disebut atasan dan seorang/sekelompok orang yang
disebut bawahan. Terdapat 3 (tiga) unsur utama dalam suatu organisasi, yaitu (a)
organisasi memiliki kegunaan atau tujuan, pencapaian tujuan yang sudah
ditetapkan; (b) terdiri dari sekelompok manusia; dan (c) merupakan wadah
sekelompok orang untuk bekerjasama.
Kelayakan suatu organisasi adalah unsur yang sangat penting agar
organisasi itu dapat berjalan dengan baik. Yang dimaksud kelayakan organisasi
dalam kajian ini adalah syarat dan kriteria suatu organisasi yang baik. Terkadang
suatu organisasi tidak mempertimbangkan syarat dan kriteria untuk menjadi
organisasi yang baik. Padahal syarat dan kriteria tersebut sangatlah penting. Jika
dilihat dari dampaknya di kemudian hari, maka sangatlah besar dampaknya bagi
organisasi apabila tidak memperhatikan syarat dan kriteria ini. Untuk itu
pertimbangan syarat dan kriteria yang dibutuhkan dalam organisasi (Robbin 1994)
adalah :
1. Visi
Visi adalah acuan atau pandangan yang dapat membuat suatu organisasi
menjadi maju dan berkembang. Pada dasarnya visi tidaklah jauh berbeda dengan
misi.
2. Misi
Setiap organisasi pasti memiliki misi. Tidak mungkin suatu organisasi berdiri
tanpa tujuan yang jelas. Dan misi dapat memacu suatu organisasi untuk maju dan
bekerja keras demi tercapainya misi tersebut.
3. Aturan
Aturan dalam setiap organisasi dibutuhkan untuk menciptakan para karyawan
dan anggota yang tertib sesuai dangan peraturan yang telah disepakati.
37
Kebanyakan organisasi yang tidak memiliki aturan, maka organisasi itu hancur.
Karena banyak karyawan atau anggotanya bertindak sesuka hati.
4. Profesionalisme
Profesionalisme dalam berorganisasi atau pekerjaan sangatlah penting dalam
mendapatkan hasil kerja yang baik dan sangat memuaskan. Jika tidak memiliki
profesionalisme dalam suatu pekerjaan, maka hasilnya hampir dipastikan kurang
maksimal atau kurang memuaskan bahkan bisa mengecewakan.
5. Rencana Kerja
Banyak organisasi atau rencana kerja yang tidak memiliki rencana kerja dan
hasil kedepannya sangatlah tidak bagus. Organisasi atau perusahaan menjadi salah
langkah. Maka dari pada itu, rencana kerja sangatlah penting demi masa depan
suatu organisasi atau perusahaan.
6. Sumber daya
Sumber daya berupa SDM dan dana sangatlah dibutuhkan dalam organisai
atau perusahaan. Karena dengan adanya SDM dan dan, akan sangat membantu di
setiap langkah atau pekerjaan yang berada di organisasi. Saat ini hampir semua
organisasi membutuhkan sumber daya yang mutunya baik untuk menyelesaikan
masalah dalam organisasi.
7. Insentif
Sesungguh-sungguhan dari setiap organisasi atau perusahaan tergantung juga
pada insensif untuk individu karyawan atau anggota yang ingin memajukan
organisasi tersebut. Jika salah satunya saja tidak ada, maka organisasi tersebut
tergolong bukan organisasi yang baik. Salah satu kriteria tersebut sangatlah
penting dalam membangun organisasi yang dapat bersaing dengan yang lain.
8. Manajemen
Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan
mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumber
daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan.
aktivitas utama atau fungsi utama manajemen adalah :
a. Perencanaan (planning). Perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan
dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan
oleh siapa. Gagal dalam merencanakan artinya merencanakan kegagalan,
38
sehingga lebih baik bersimbah keringat di saat latihan daripada bersimbah
darah di medan perang.
b. Pengorganisasian (organizing). Pengorganisasian merupakan suatu proses
untuk merancang struktur formal, mengelompokkan dan mengatur serta
membagi tugas-tugas atau pekerjaan di antara para anggota organisasi, agar
tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien (Handoko 1995). Sedangkan
fokus pada tahap pengorganisasian adalah : (1) apa saja tugas yang harus
diselesaikan ?; (2) siapa yang yang mengerjakannya ?; (3) bagaimana tugas-
tugas dikelompokkan ?; (4) siapa melapor ke siapa ?; (4) dimana keputusan
harus dibuat ?.
c. Pengarahan (leading/Actuating).
d. Pengontrolan (controlling). Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses
untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai.
9. Teknologi
Anggapan banyak orang, teknologi identik dengan sesuatu yang canggih
seperti peralatan yang modern, computer, laptop, robot dan sebagainya. Padahal
sebenarnya yang teknologi itu luas sekali. Robbin (1994) mengatakan bahwa
teknologi adalah merujuk pada informasi, peralatan, teknik dan proses yang
dibutuhkan untuk mengubah masukan menjadi keluaran. Jadi tidak hanya
peralatan yang disebutkan di atas, tetapi juga berupa tehnik atau informasi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa teknologi sangat berperan didalam
meningkatkan kinerja suatu organisasi.
2.6 Daya Saing
Daya saing adalah sebuah konsep yang cukup rumit. Tidak ada satu
indikatorpun yang bisa digunakan untuk mengukur daya saing, yang memang
sangat sulit untuk diukur. Namun demikian, daya saing adalah suatu konsep yang
umum digunakan di dalam ekonomi, yang biasanya merujuk kepada komitmen
terhadap persaingan pasar dalam kasus perusahaan-perusahaan dan keberhasilan
dalam persaingan internasional dalam kasus negara-negara.
Dalam dua dekade terakhir, seiring dengan semakin mengglobalnya
perekonomian dunia dan persaingan bebas, daya saing telah menjadi satu dari
konsep-konsep kunci bagi perusahaan-perusahaan termasuk UKM, negara-negara,
39
dan wilayah-wilayah untuk berhasil dalam partisipasinya di dalam globalisasi dan
perdagangan bebas dunia.
Dengan memakai konsep daya saing, dapat dibuat suatu model konseptual
yang menghubungkan karakteristik-karakteristik pemilik UKM dan kinerja jangka
panjang perusahaan. Model konseptual untuk daya saing UKM tersebut terdiri
dari 4 (empat) unsur yaitu : (1) ruang lingkup daya saing perusahaan; (2)
kapabilitas organisasi dari perusahaan; (3) kompetensi pengusaha/pemilik usaha;
(4) dan kinerja. Hubungan antara kompetensi pengusaha/pemilik usaha dan tiga
unsur lainnya merupakan inti dari model tersebut, dimana hubungan tersebut
merupakan 3 (tiga) tugas prinsip pengusaha: (a) membentuk ruang lingkup daya
saing; (b) menciptakan kapabilitas organisasi; (c) menetapkan tujuan-tujuan dan
cara mencapainya.
Menurut hasil studi yang dilakukan oleh Tambunan (2004), ada 3 (tiga)
aspek penting yang mempengaruhi daya saing UKM, yakni (1) faktor-faktor
internal perusahaan; (2) lingkungan eksternal; dan (3) pengaruh dari pengusaha/
pemilik usaha. Selanjutnya, di dalam penelitian ini, pengaruh dari pengusaha
tersebut di tangani dengan pendekatan kompetensi dari sebuah proses atau
perspektif perilaku.
Dengan memakai hasil studi tersebut sebagai salah satu input, kerangka
pemikiran mengenai daya saing sebuah UKM sebagai berikut (Gambar 6). Daya
saing sebuah perusahaan tercerminkan dari daya saing dari produk yang
dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Dalam gilirannya, daya saing dari perusahaan
tersebut ditentukan oleh banyak faktor, tujuh diantaranya yang sangat penting
adalah: keahlian atau tingkat pendidikan pekerja, keahlian pengusaha,
ketersediaan modal, sistem organisasi dan manajemen yang baik (sesuai
kebutuhan bisnis), ketersediaan teknologi, ketersediaan informasi, dan ketersedia-
an input-input lainnya seperti energi, bahan baku, dan lain-lain.
Dua faktor pertama tersebut adalah aspek SDM, yang mana, keahlian
pekerja tidak hanya dalam teknik produksi (antara lain disain produk dan proses
produksi), tetapi juga teknik pemasaran dan dalam penelitian dan pengembangan
(R&D). Sedang keahlian pengusaha, terutama adalah wawasan bisnis, dan yang
dimaksud di sini adalah wawasan mengenai bisnis dan juga lingkungan eksternal.
40
Wawasan pengusaha yang luas juga sangat penting bagi inovasi, dan bukan lagi
rahasia umum bahwa inovasi merupakan kunci utama daya saing. Bahkan banyak
literatur menyatakan bahwa banyak faktor yang menentukan kemampuan UKM
melakukan inovasi, diantaranya kreativitas pengusaha, dan yang terakhir ini, pada
gilirannya, ditentukan oleh wawasannya mengenai bisnis yang ditekuninnya.
Sebuah UKM yang memiliki daya saing yang tinggi dicirikan oleh
sejumlah aspek internal perusahaan yang terkait dengan ketujuh faktor utama
penentu daya saing seperti yang diperlihatkan di Gambar 6, dan aspek-aspek
eksternal yang terkait dengan kinerja.
Dalam aspek-aspek internal, ada tiga hal yang paling penting (Tambunan
2004) yaitu :
1. SDM (pekerja dan pengusaha/pemilik usaha)
Perusahaan dengan daya saing tinggi cenderung memiliki pekerja dan
pengusaha dengan keahlian/pendidikan tinggi. Sebagai ilustrasi empiris, data BPS
(2006) dapat memberikan gambaran mengenai tingkat pendidikan formal (yang
umum digunakan sebagai indikator tingkat keahlian) dari pengusaha di UKM di
sektor industri manufaktur (Tabel 3). Dapat dilihat bahwa jumlah pengusaha
UKM yang memiliki diploma universitas hanya sekitar 2,20 %, walaupun tingkat
ini bervariasi antara usaha kecil (UK) dan usaha menengah (UM). Ini bisa
merupakan salah satu penyebab rendahnya kinerja atau daya saing UKM di
Indonesia.
Gambar 6 Daya saing dan faktor-faktor utama penentu (Tambunan 2004)
41
2. Ketersediaan atau penguasaan teknologi
Perusahaan dengan daya saing tinggi adalah perusahaan yang
memiliki/menguasai teknologi yang paling baik (biasanya teknologi terakhir yang
ada) di dalam bidangnya. Aspek ini diidentifikasi dengan sejumlah indikator,
diantaranya yang umum digunakan dan lebih bersifat proxy adalah tingkat
produktivitas. Perusahaan berdaya saing tinggi biasanya juga merupakan
perusahaan produktif. Sebenarnya tingkat produktivitas, misalnya, tenaga kerja,
tidak hanya mencerminkan tingkat penguasaan teknologi oleh pekerja, atau
tingkat ketersediaan teknologi di dalam perusahaan, namun juga sebagai sebuah
indikator dari tingkat pendidikan dari pekerja. Dengan kata lain, dengan teknologi
yang ada, semakin tinggi tingkat pendidikan pekerja semakin tinggi produktivitas
pekerja, ceteris paribus, yang lainnya konstan tidak berubah.
Sudah banyak literatur mengenai UKM yang menunjukkan bahwa salah
satu ciri dari UKM adalah rendahnya tingkat produktivitas di kelompok usaha
tersebut. Industri manufaktur menurut skala usaha juga menunjukkan hal yang
sama bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja cenderung meningkat menurut
skala usaha. Rasio output terhadap tenaga kerja di Usaha Kecil (UK) termasuk
usaha mikro jauh lebih rendah dibandingkan di Usaha Menengah (UM) dan Usaha
Besar (UB).
Tabel 3 Persentase tingkat pendidikan formal dari pengusaha UKM industri
manufaktur pada tahun 2006
Tingkat Pendidikan
Skala Usaha
UK UM UKM
(%)
Tidak menamatkan SD 12,20 7,97 16,09
Tamat SD 28,87 21,29 31,30
Tamat SMP 23,04 19,58 22,10
Tamat SMA 30,42 37,54 26,87
Tamat Diplima I/II/III 1,96 3,53 1,44
Tamat Universitas 3,51 10,09 2,20
Total 100 100 100
Sumber : BPS, 2006
Selain produktivitas, kegiatan inovasi juga bisa digunakan sebagai salah
satu indikator. Perusahaan yang mampu melakukan inovasi, dalam produk, proses
produksi, organisasi, manajemen, sistem pemasaran, dan aspek-aspek bisnis
42
lainnya, dapat dipastikan adalah perusahaan yang memiliki daya saing yang
tinggi. Namun tidak gampang mengidentifikasi secara langsung perusahaan-
perusahaan yang melakukan inovasi, apalagi inovasi dalam proses produksi atau
pemasaran. Oleh karena itu ada sejumlah alat ukur yang dapat digunakan, dua
diantaranya yang umum dipakai karena mudah menerapkannya selama ada data,
adalah jumlah sertifikat menyangkut inovasi yang dimiliki oleh sebuah
perusahaan, dan pengeluaran R&D.
Sayangnya, tidak ada data mengenai dua peubah tersebut untuk UKM di
Indonesia. Data yang ada sementara ini dari Survei Perusahaan di Dunia 2007 dari
Bank Dunia dan The International Finance Corporation (IFC) (Tabel 4), tetapi
data tersebut tidak membedakan usaha menurut skala. Namun demikian, jika
rasio-rasio yang ditunjukkan di tabel tersebut dapat diasumsikan juga berlaku bagi
UKM secara umum, maka tabel tersebut menunjukkan bahwa tingkat daya saing
UKM di Malaysia atau Thailand lebih tinggi daripada di Indonesia.
3. Organisasi dan manajemen.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa inovasi merupakan kunci dari daya
saing, dan untuk bisa melakukan inovasi, perusahaan bersangkutan harus bisa
menyiapkan tenaga kerja terdidik, modal yang cukup, teknologi, membangun
jaringan kerja dengan pihak lain, khususnya lembaga R&D atau universitas, bank,
pemerintah. Dalam kata lain, untuk bisa melakukan inovasi agar bisa unggul
dalam persaingan, sebuah perusahaan tidak bisa menerapkan suatu sistem
organisasi dan manajemen yang sederhana. Sementara, sebagian besar UKM,
khususnya UK, di Indonesia sama sekali tidak menerapkan sistem organisasi dan
manajemen yang umum diterapkan di dalam dunia bisnis modern. Banyak UK di
mana pengusaha mengerjakan semua kegiatan produksi, pengadaan bahan baku,
pemasaran, dan administrasinya, dilakukan dengan menerapkan manajemen yang
sederhana.
Sedangkan dari aspek-aspek eksternal yang menyangkut kinerja
perusahaan adalah terutama volume produksi, pangsa pasar, dan orientasi pasar
(melayani hanya pasar domestik atau juga pasar luar negeri), atau diversifikasi
pasar (terkonsentrasi pada pasar tertentu atau menyebar ke pasar di banyak
wilayah).
43
Jadi, UKM berdaya saing tinggi dicirikan oleh (1) tren yang meningkat dari
laju pertumbuhan volume produksi; (2) pangsa pasar (dalam negeri maupun/atau
luar negeri) yang terus meningkat; (3) yang melayani tidak hanya pasar domestik
tetapi juga melakukan ekspor; dan (4) tidak hanya melayani pasar lokal tetapi
pasar nasional (untuk kasus pasar domestik), dan tidak hanya melayani pasar di
satu negara saja tetapi juga di banyak negara lainnya (untuk kasus ekspor).
Tabel 4 Inovasi pada tingkat perusahaan menurut negara/wilayah
Negara
Jumlah Kepemilikan
Sertifikasi ISO
(%)
Jumlah Pengeluaran
R & D (%
Penjualan)
Asia Timur dan Pasifik 23,69 2,01
Eropa & Asia Tengah 12,98 0,46
Amerika Latin & Karibian 13,11 2,40
Timur Tengah & Afrika Utara 12,88 0,97
OECD 14,53 0,25
Asia Selatan 19,79 0,58
Afrika Sub-Sahara 11,68 1,71
Kambodia (2003) 2,78 5,21
Indonesia (2003) 22,13 tad
Malaysia (2002) 31,43 1,38
Filipina(2003) 15,79 0,80
Thailand (2004) 44,65 0,25
Vietnam (2005) 37,84 2,21
Keterangan : tad : tidak ada data
Sumber : World Bank (2007)
2.7 Inkubator
Inkubator bisnis telah lama dikembangkan di beberapa negara maju,
bahkan upaya pendirian inkubator telah dimulai sejak 1959. Tenant pertama yang
dibina dalam inkubator adalah usaha pengecatan papan petunjuk di New York
dengan luas ruangan 1.919,6 meter persegi. Gerakan pendirian inkubator
dilakukan di Amerika Serikat, Kanada, Eropa dan Australia. Di Amerika Serikat,
misalnya, inkubator telah berkembang sejak awal tahun 1980-an. Perkembangan
inkubator lebih lanjut terjadi di negara berkembang pada pertengahan tahun 1990-
an, antara lain di India, China, Malaysia, Singapura, Philipina dan lainnya, hingga
mencapai 4.000. Sementara itu suatu studi yang lain melaporkan bahwa jumlah
inkubator pada tahun 2000 sebanyak 3.450. Perbedaan jumlah tersebut karena
44
adanya penggolongan antara inkubator yang didirikan pemerintah (universitas)
dengan inkubator yang didirikan oleh swasta yang berorientasi laba.
Menurut Hewick (2006) diperkirakan jumlah inkubator bisnis di dunia
lebih dari 3.500 dan sebagian besar diantaranya berada di Amerika Serikat dan
negara-negara Eropa, seperti dimuat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jumlah inkubator bisnis di beberapa negara
No. Negara Jumlah
(unit)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Amerika Utara
Amerika Selatan
Eropa Barat
Eropa Timur
Timur Jauh (Far East)
Afrika dan Timur Tengah
1.000
200
900
200
1.000
200
Sumber : Hewick, 2006
Jumlah tersebut dapat dikatakan meningkat pesat bila dibandingkan tahun
1980 yang hanya berjumlah 12 inkubator bisnis. Pertumbuhan tercepat terjadi di
negara-negara berkembang yang besarnya mencapai 15-20% per tahun (Hewick,
2006). Beberapa alasan yang mendasari didirikannya inkubator pada umumnya
adalah sebagian besar usaha yang baru berdiri gagal tumbuh dan berkembang,
tidak semua orang berbakat menjadi pengusaha dan kondisi perekonomian dunia
yang semakin kompetitif. Bagi usaha yang baru berdiri perlu upaya peningkatan
keterampilan dan keahlian melalui pelatihan maupun pendampingan intensif.
Sedangkan untuk menghadapi kondisi perekonomian dunia yang kompetitif
diperlukan upaya-upaya untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Di Indonesia, inkubator mulai dikembangkan sejak tahun 1992, atas
inisiatif pemerintah cq Departemen Koperasi bekerjasama dengan perguruan
tinggi. Upaya itu berlanjut ketika pada tahun 1997 diselenggarakan program
Pengembangan Budaya Kewirausahaan di perguruan tinggi, yang salah satu
kegiatannya adalah Inkubator Wirausaha Baru (INWUB). Sehingga pada tahun
1999, jumlah inkubator telah mencapai sebanyak 29, dimana sebagian besar
merupakan program perguruan tinggi. Menurut Kementerian KUKM (2010) dari
ratusan inkubator yang pernah berdiri, pada tahun 2004 hanya 56 unit inkubator di
45
seluruh Indonesia yang kebanyakan dilakukan oleh Perguruan Tinggi, dan
diantaranya hanya beberapa yang aktif.
Menurut Dipta (2003), beberapa faktor yang menyebabkan kurang
berkembangnya inkubator di Indonesia adalah (a) keterbatasan dalam penyediaan
fasilitas operasional yang berdampak pada rendahnya kemampuan menyerap
inwall tenants, (b) kurangnya dukungan modal awal (seed capital) sehingga
inkubator belum ditangani secara professional dan banyak inwall tenants yang
tidak bisa mendapatkan modal awal walaupun usahanya layak untuk dibiayai, (c)
komitmen dan dukungan pemerintah relatif kurang dan tidak konsisten dalam
mengembangkan inkubator.
2.7.1 Definisi
Inkubator merupakan suatu tempat pengembangan ide-ide yang didasarkan
pada pengetahuan baru, metode-metode dan produk-produk yang dihasilkan.
Menurut Hewick (2006) dari Canadian Business Inkubator :
a. Inkubasi adalah “the concept of nurturing qualifying entrepreneurs in
managed workspaces called incubators”.
b. Inkubator adalah “a dedicated workspace (building) to support qualifying
businesses with: mentorship, training, professional networking, & assistance
in finding finances until they graduate & can survive in the competitive
environment”.
Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Koperasi dan UKM
No. 81.3/Kep/M.KUKM/ VIII/2002, bahwa inkubator adalah :
a. Inkubasi adalah proses pembinaan bagi usaha kecil dan atau pengembangan
produk baru yang dilakukan oleh inkubator bisnis dalam hal penyediaan
sarana dan prasarana usaha, pengembangan usaha dan dukungan manajemen,
serta teknologi.
b. Inkubator adalah lembaga yang bergerak dalam bidang penyediaan fasilitas
dan pengembangan usaha, baik manajemen maupun teknologi bagi UKM
untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan usahanya dan atau
pengembangan produk baru agar dapat berkembang menjadi wirausaha yang
tangguh dan atau produk baru yang berdaya saing dalam jangka waktu
tertentu.
46
Inkubator banyak ditemukan di universitas, laboratorium, penelitian,
sekolah medis, kelompok ide (think-thank) dan korporasi besar dimana berbagai
bakat intelektual diikat dengan tujuan mengkomersialisasikan teknologi baru,
transfer teknologi ke pasar, atau mempercepat proses inovasi ke implementasi.
Dengan cara transfer teknologi oleh oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian
bertujuan : (1) memfasilitasi hasil-hasil penelitian untuk kepentingan publik; (2)
menghargai, memperkuat dan merekrut anggota fakultas/lembaga penelitian; (3)
menjalin ikatan yang lebih erat dengan industri; dan (4) menghasilkan pendapatan
dan mempromosikan pertumbuhan ekonomi (Panggabean, 2007).
Salah satu cara yang ditempuh pemerintah untuk menumbuhkan dan
mengembangkan UKM adalah melalui program inkubator bisnis dan teknologi.
Karena inkubator adalah suatu lembaga yang mengembangkan calon pengusaha
menjadi pengusaha yang mandiri melalui serangkaian pembinaan terpadu meliputi
penyediaan tempat kerja/kantor, sarana perkantoran, bimbingan dan konsultasi
manajemen, bantuan penelitian dan pengembangan, pelatihan, bantuan
permodalan, dan penciptaan jaringan usaha baik lokal maupun internasional
(K-KUKM, 1999). Pada inkubator ada tenant sebagai peserta yaitu pengusaha
kecil atau calon pengusaha yang dibina melalui inkubator dengan membayar biaya
pelayanan yang tidak memberatkan peserta peserta yang bersangkutan.
Tujuan pendirian inkubator adalah (1) mengembangkan usaha baru dan
usaha kecil yang potensial menjadi usaha mandiri, sehingga mampu sukses
menghadapi persaingan lokal mapun internasion; (2) mengembangkan promosi
kewirausahaan dengan menyertakan perusahaan-perusahaan swasta yang dapat
memberikan kontribusi pada sistem ekonomi pasar; (3) sarana alih teknologi dan
proses komersialisasi hasil hasil penelitian pengembangan bisnis dan teknologi
dari para ahli dan perguruan tinggi; (4) menciptakan peluang melalui
pengembangan perusahaan baru; (5) aplikasi teknologi dibidang industri secara
komersial melalui studi dan kajian yang memakan waktu dan biaya yang relatif
murah (K-KUKM, 1999).
47
2.7.2 Konsep Dasar, Persyaratan dan Prinsip Inkubator
Faktor pendukung keberhasilan inkubator di beberapa negara adalah (1)
kebijakan pemerintah dan strategi operasional bagi pengembangan inkubator; (2)
dukungan pemerintah daerah/regional dalam bentuk pendanaan pembangunan
fasilitas fisik inkubator dan kredit lunak jangka panjang untuk pengelolaan
inkubator; (3) dukungan lembaga keuangan baik pemerintah mapun swasta dalam
bentuk kredit usaha bagi tenant inkubator; (4) komitmen perguruan tinggi dan
lembaga penelitian untuk mengembangkan teknologi dan alih teknologi bagi
tenant inkubator; (5) sinergi dengan science park atau technology park yang
dibangun serentak dengan pembangunan inkubator; (6) pendirian badan hukum
inkubator dengan tim pengelola indikator yang bekerja penuh, profesional dan
efisien serta diberikan penghargaan yang layak; (7) pemilihan lokasi yang tepat di
pusat kawasan bisnis atau ditengah science park atau teknologi; (8) dukungan
sarana dan prasarana teknologi informasi yang lengkap bagi tenant inkubator; dan
(9) penyediaan fasilitas perkantoran pendukung usaha tenant inkubator dibawah
satu atap (informasi pasar, modal ventura, bank) (Panggabean, 2007).
Di Indonesia konsep dasar inkubator adalah suatu lembaga perusahaan
yang menyediakan 7 S, yaitu : (1) space yaitu ruang perkantoran; (2) shared office
fasilitas yaitu penyediaan sarana perkantoran yang bisa dipakai bersama, misalnya
sarana fax, telepon, foto copy, ruang rapat, komputer dan sekretaris; (3) service
yaitu bimbingan dan konsultasi manajemen: marketing, finance, production,
technologi dan sebagainya; (4) support yaitu bantuan dukungan penelitian dan
pengembangan usaha dan akses penggunaan teknologi; (5) skill development yaitu
pelatihan, penyusunan rencana usaha, pelatihan manajemen dan sebagainya; (6)
seed capital yaiu penyediaan dana awal usaha serta upaya memperoleh akses
permodalan kepada lembaga-lembaga keuangan; dan (7) sinergi yaitu penciptaan
jaringan usaha baik antar usaha baik usaha lokal maupun internasional. Selain
konsep dasar tersebut ada syarat-syarat pokok suatu inkubator yaitu (1) adanya
panduan sistem seleksi dan staf untuk menentukan keberhasilan/kelulusan dalam
jangka waktu tertentu, misalnya 2-3 tahun; (2) kapasitas suatu inkubator antara
15-20 tenant yang dapat dibina dalam inkubator (inwall) dan antara 20-40 tenant
yang dibina diluar inkubator (outwall); (3) calon tenant potensial hendaknya dari
48
usaha rintisan mulai dari awal atau pemula; (4) inkubator harus dikelola secara
bisnis. Artinya harus tercipta keuntungan dari perbandingan penghasilan dan
biaya; dan (5) inkubator harus dikelola secara otonom dengan metode profesional
(K-KUKM, 1999).
Dari kedua persyaratan tersebut terlihat dengan jelas ada persamaan dan
ada perbedaan. Perbedaan yang sangat nyata, yaitu keharusan masing-masing
pelaku dalam mengembangkan inkabator diharuskan untuk mencapai
keberhasilan, hal inilah yang kurang jelas dalam konsep inkubator di Indonesia.
Selain harus memenuhi persyaratan, maka inkubator bisnis harus
memenuhi 2 (dua) prinsip inkubator bisnis agar dapat berjalan efektif
(Panggabean 2007), yaitu :
1. Inkubator bisnis harus memberikan dampak positif pada pemberdayaan
ekonomi masyarakat.
2. Inkubator bisnis merupakan suatu model dinamis yang mampu mengikuti
perkembangan dan beroperasi secara efesien hingga mencapai kemandirian.
Untuk mencapai keberhasilan maka setiap pendiri dan tim manajemen
inkubator harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut (K-KUKM, 1999) :
a. Menjalankan dua prinsip pengelolaan inkubator bisnis.
b. Mempunyai misi dan perencanaan strategis serta tujuan dalam rangka
pengembangan masyarakat.
c. Mampu mencapai kemandirian finansial melalui pengembangan dan
pelaksanaan rencana bisnis yang realitis.
d. Merekrut tim manajemen yang handal dan kompensasi yang sesuai.
e. Membangun komitmen para pendiri terhadap pencapaian misi inkubator bisnis
dan memaksimalkan peran manajemen dalam mengembangkan inkubator
yang berhasil.
f. Mengutamakan pelayanan kepada tenant termasuk konsultansi yang proaktif
dan membuat acuan dalam upaya mencapai kesuksesan dari inkubator.
g. Mengembangkan fasilitas, sumber daya, metode dan alat inkubator dalam
rangka memberikan pelayanan terhadap tenant.
h. Mengintergrasikan program dan kegiatan inkubator kepada masyarakat dan
berkontribusi kepada pembangunan ekonomi yang lebih luas.
49
i. Menggalang dukungan stakeholder termasuk membangun jaringan yang
membantu tenant untuk mewujudkan misi dan operasi inkubator.
j. Memelihara sistem informasi manajemen, mengumpulkan data statistik dan
informasi penting yang terkait dalam rangka pelaksanaan program evaluasi.
Sehingga akan dapat meningkatkan efektivitas program dan mampu
menyesuaikan terhadap kebutuhan tenant.
2.7.3 Jenis Inkubator
Untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai tujuan
inkubator, beberapa studi telah dilakukan oleh Hewick (2006). Menurut studi
tersebut terdapat 4 (empat) tipe inkubator, yaitu :
1. Technopoles Incubator : merupakan bagian dari proyek terpadu yang
melibatkan lembaga pendidikan, lembaga riset dan organisasi lainnya yang
berminat untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi regional.
2. Sector-specific incubator : bertujuan untuk mengeksploitasi sumber daya
lokal untuk mengembangkan bisnis baru dalam suatu sektor tertentu secara
lebih fokus yang lazim disebut klaster.
3. General incubator : berorientasi pada pengembangan bisnis umum, meskipun
kadang kala ada penekanan pada inovasi.
4. Building businesses : bertujuan menciptakan bisnis dengan membentuk tim
manajemen yang sesuai untuk mengeksploitasi kesempatan bisnis tertentu dan
menseleksi, serta membinanya.
Berdasarkan kepemilikan Hewick (2006) mengklasifikasikan inkubator
menjadi 4 (empat) kategori berikut :
1. Standalone : dimiliki dan dijalankan oleh pihak independen yang tidak
berfungsi sebagai unit bisnis dan terpisah dari induk yang menaunginya.
2. Embedded : merupakan bagian tidak terpisahkan dari induk yang
menaunginya, misalnya dimiliki dan dijalankan oleh lembaga pembangunan
daerah.
3. Networked : dijalankan berdasarkan kerjasama formal dengan inkubator
lainnya, baik dalam bentuk kepemilikan atau manajemen maupun melalui
penyediaan jasa atau informasi bersama.
50
4. Virtual: menyediakan jasa yang sebagian besar melalui jaringan komunikasi
dari jarak jauh.
Meskipun telah dilakukan pengkategorian seperti di atas, namun hal itu
belum lengkap dan membantu untuk memahami peran berbagai komponen di
pasar. Sekurang-kurangnya terdapat 5 (lima) bentuk generik inkubator bisnis
yang telah berkembang selama 40 tahun (Campbell et al 1988 dalam Hewick
2006) sebagai berikut :
1. Industrial incubators : disponsori oleh pemerintah dan lembaga non-profit
dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja, dan biasanya sebagai respon
terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pengangguran.
2. University-related incubators : dibentuk dengan tujuan untuk meng-
komersialisasikan ilmu, teknologi dan hak intelektual yang dihasilkan
perguruan tinggi.
3. For-profit property development incubators : menyediakan ruang kantor dan
workshop/tempat produksi untuk disewakan serta layanan lainnya.
4. For-profit investment incubators : merupakan cara bagi perusahaan modal
ventura untuk memiliki perusahaan dalam portofolio mereka. Hal ini akan
memungkinkan perusahaan modal ventura untuk menciptakan sinergi dalam
portofolionya.
5. Corporate venture incubators : merupakan salah satu model inkubator yang
pertumbuhannya paling cepat dan paling sukses.Perusahaan besar
menyediakan modal, fasilitas dan tenaga ahli serta tenaga pemasaran kepada
perusahaan kecil yang kemudian dikonversi dalam bentuk saham.
Berdasarkan sponsor yang mendukungnya, paling sedikit ada 5 (lima)
jenis inkubator yang selama ini menjadi acuan dalam pengembangan inkubator di
beberapa negara (Hewick, 2006), yakni :
1. Regional development incubator : bertujuan untuk pengembangan agribisnis,
penerangan listrik, dan kerajinan yang diutamakan untuk pasar regional.
2. Research, University, Technology-based business incubator : bertujuan
mengembangkan hasil riset yang dilakukan universitas, dengan menyediakan
pelayanan bagi personil menjadi seorang wirausaha yang memanfaatkan
teknologi untuk memenuhi pasar dan berbagai peluang yang tersedia.
51
3. Public-private partnership, industrial development incubator : bertujuan
untuk pengembangan usaha kecil sebagai vendor komponen dan pelayanannya
bagi perusahaan besar. Inkubator ini umumnya berada di lingkungan
perkotaan atau industrial estate.
4. Foreign sponsors, International Trade and Technology : bertujuan untuk
memfasilitasi masuknya usaha kecil dan menengah asing ke dalam pasar lokal
(domestik). Inkubator ini biasanya melakukan kolaborasi internasional,
teknologi dan finansial.
5. Lainnya : misalnya inkubator yang memfokuskan pada program pengembang-
an kelompok tertentu.
2.7.4 Inkubator Bisnis di Beberapa Negara
Untuk dapat memberikan analisis tentang inkubator bisnis yang ideal di
Indonesia, dilakukan upaya untuk mengumpulkan berbagai informasi tentang
pengalaman pelaksanaan inkubator bisnis di luar negeri baik melalui studi literatur
maupun informasi dari internet.
Dari berbagai sumber tersebut dapat diidentifikasi sejumlah best practices
dari beberapa negara yakni Uni Eropa, Kanada, Australia, dan China. Penetapan
best practices didasarkan atas beberapa faktor antara lain cakupan layanan yang
disediakan, manajemen, kinerja dan sustainibility dari inkubator bisnis maupun
tenant. Berikut ini digambarkan mengenai data inkubator bisnis di beberapa
negara yaitu :
Tabel 6 Inkubator bisnis di beberapa negara tahun 2005
No. Negara
Jumlah
Inkubator
(unit)
Rata-Rata
Luas Area
(m2)
Rata-Rata
Tenant
Rata-Rata
Tenaga
Kerja Tenant
1. Kanada 100 3.500 18 6,5
2. Unit Eropa 1.100 3.200 25 6,2
3. China 450 4.700 36 2
4. Australia*) 45 8.000 NA NA
5. Indonesia 25 2.000 20 4
Sumber : Hewick, 2006
*) data tahun 1996
Dari data yang diperoleh tidak mudah bagi usaha baru atau usaha yang
sedang tumbuh untuk dapat berkembang ditengah-tengah iklim persaingan yang
52
makin tajam. Di Australia ± 33% usaha baru gagal memasuki pasar. Agar usaha
baru tersebut mempunyai kemampuan memasuki pasar, dibutuhkan persiapan
perencanaan usaha, pengelolaan usaha, target pasar yang jelas, manajemen
keuangan, jaringan kerjasama dan akses terhadap sumber daya usaha. Persiapan-
persiapan tersebut tidak semua dapat dilakukan oleh setiap usaha baru, dalam hal
ini inkubator bisnis dapat menjadi sarana untuk menyediakan kebutuhan
dimaksud.
Berikut adalah best practices pelaksanaan inkubator bisnis di Uni Eropa,
Kanada, Australia dan China (Dipta, 2003).
4. Uni Eropa
Pada tahun 2001, inkubator bisnis di Uni Eropa (Austria, Belgia,
Denmark, Perancis, Finlandia, Jerman, Yunani, Irlandia, Itali, Luxembourg,
Belanda, Protugal, Swedia, Spayol dan Inggris), secara keseluruhan berjumlah
911 buah dan dengan jumlah UKM sebanyak 18.025.000 usaha. Rasio jumlah
inkubator binis terhadap jumlah UKM sangat bervariasi, untuk Austria rasionya
adalah 1 : 3.000, sedangkan untuk Yunani 1 : 106.000. Namun demikian, secara
umum rasio untuk Uni Eropa adalah 1 : 19.000.
Berikut ini disampaikan gambaran mengenai karakteristik inkubator bisnis
di Uni Eropa berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Centre for Startegy
and Evaluation Service (CSES).
a. Luas/ruangan inkubator/jumlah tenant
Rata-rata luas inkubator bisnis yang disurvei adalah 3.000 m2. Sedangkan
untuk mencapai skala ekonomi, direkomendasikan setiap inkubator bisnis
mempunyai luas areal minimal 2.000 m2, dengan jumlah tenant yang dapat
diakomodir sebanyak 20 – 30 tenant. Namun demikian, kisaran luas area
(ruangan) inkubator bisnis yang ideal diusulkan antara 2.000 m2 s.d 4.000 m
2
dengan mempertimbangkan tipe dari masing-masing inkubator bisnis.
b. Masa inkubasi
Secara umum masa inkubasi bagi tenant yang diusulkan adalah 3 (tiga) tahun.
Meskipun demikian penetapan masa inkubasi mempertimbangkan tipe dari
inkubator bisnis yang bersangkutan. Sebagai contoh, untuk inkubator bisnis yang
53
berbasis teknologi relatif membutuhkan waktu inkubasi lebih panjang karena
dibutuhkan waktu untuk uji coba teknologi.
c. Rasio staf dan manajerial terhadap tenant
Rata-rata rasio jumlah staf Inkubator Bisnis terhadap jumlah tenant adalah 1 :
14. Sedangkan benchmark nilai rasio manager adalah 2 : 20-30. Usulan rasio
manager tersebut sekaligus untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu manager
berhalangan hadir (sakit, mengikuti pelatihan, workshop). Hal ini memudahkan
tenant untuk berkonsultansi setiap saat dengan manajer. Namun demikian, rasio
manager ideal yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 1 : 20.
d. Proporsi waktu manajemen membina tenant
Porporsi waktu manajemen inkubator bisnis membina tenant adalah 39%,
namun disarankan agar manajemen inkubator bisnis lebih banyak menyediakan
waktu untuk berinteraksi dengan tenant.
e. Tingkat survival tenant
Tingkat survival usaha yang tumbuh di dunia usaha tanpa keterlibatan
inkubator adalah sekitar 30-50%. Tingkat survival ini meningkat sampai 80-90%
dengan menjadi tenant atau secara rata-rata mencapai 85%. Tingkat survival
tenant ini sangat penting karena sebagai indikator kinerja inkubator bisnis yang
bersangkutan.
f. Penciptaan lapangan kerja rata-rata pekerja per tenant
Tujuan utama inkubator bisnis adalah untuk menciptakan lapangan kerja
melalui pertumbuhan dan pengembangan usaha tenant. Kemampuan menciptakan
lapangan kerja ini dipengaruhi oleh tipe usaha tenant yang diinkubasi, jumlah
usaha tenant yang dapat didampingi inkubator bisnis dan luas ruangan yang
tersedia.
Demikian pula jumlah lapangan kerja yang dapat diciptakan oleh setiap
tenant tergantung dari jenis usaha tenant, apakah usahanya merupakan usaha yang
berbasis pada teknologi intensif (padat modal) atau tenaga kerja intensif (padat
karya). Mendasari hal tersebut, maka secara ideal kemampuan menciptakan
lapangan kerja tidak dapat ditentukan dengan pasti. Namun demikian, sebagai
gambaran tentang kemampuan tenant menciptakan lapangan kerja dapat diperoleh
dari hasil survei yaitu berkisar 6,2 unit lapangan perkerjaan.
54
g. Biaya yang dibutuhakan untuk menciptakan satu lapangan kerja
Biaya rata-rata untuk menciptakan satu lapangan kerja oleh inkubator bisnis
adalah sekitar € 4.400. Sedangkan benchmark berkisar antara € 4.000 – € 8.000.
5. Kanada
Di Kanada, pada tahun 2005 tercatat sedikitnya 83 inkubator bisnis beroperasi
dan yang membutuhkan investasi pengembangan lebih dari $ 45 juta. Sebanyak
900 tenant mampu meningkatkan pendapatannya lebih dari $ 93 juta dan
menciptakan lapangan kerja baik tetap maupun tidak tetap lebih 13,000 orang.
Indikator lain yang merupakan dampak positif inkubator adalah sebanyak 2,958
tenant mampu menghasilkan pendapatan pada akhir tahun. Sebagai tambahan, 105
tenant telah menerima penghargaan pajak dari Experimental Development dan
Scientific Research.
Keberadaan inkubator bisnis sangat membantu usaha baru dalam
mempersiapkan dirinya untuk terjun di dunia usaha. Hal dapat diketahui, bahwa
melalui inkubator bisnis tingkat keberhasilan usaha baru mencapai 95%. Manfaat
inkubator bisnis yang dapat diperoleh untuk pengembangan ekonomi lokal antara
lain penciptaan lapangan pekerjaan, membangun atau mempercepat pertumbuhan
industri dan mengkomersialisasikan teknologi serta diversifikasi ekonomi.
a. Jumlah dan tipe inkubator bisnis
Dari 83 inkubator bisnis, 77 di antaranya mempunyai tenant dan sisanya tidak
mempunyai tenant karena masih baru. Sementara dari jenis layanan yang
diberikan 55 inkubator bisnis memberikan layanan tempat dan jasa dan 22 hanya
memberikan layanan jasa.
Tabel 7 Tipe inkubator bisnis di Kanada
No. Tipe Inkubator Jumlah %
1. Jasa Inkubasi Bisnis (Primarily business incubation
services)
73 88
2. Jasa Inkubasi Teknologi (Primarily technology
incubation services)
10 12
3. Jasa Inkubasi Campuran (Mixed incubation
services)
44 53
4. Tidak ada Tenant 6 7
Total 83 100
55
Berdasarkan tipe inkubator bisnis, sebagian besar (88%) inkubator bisnis
di Kanada adalah inkubator bisnis jasa. Selengkapnya tipe inkubator bisnis
ditampilkan pada Tabel 7 di atas.
b. Peran serta stakeholder
Keberhasilan inkubator bisnis membutuhkan peran serta dan komitmen dari
semua pihak (stakeholders) yang terkait dalam pengembangan usaha. Peran yang
paling strategis dalam pengembangan inkubator bisnis dilakukan oleh pemerintah.
Berikut adalah gambaran peran serta stakeholder dalam pengembangan inkubator
bisnis di Kanada.
Tabel 8 Peran stakeholder dalam pengembangan inkubator bisnis
No. Stakeholder %
1. Pemerintah Pusat 28,0
2. Pemerintah Propinsi 17,0
3. Pemerintah Kota 13,6
4. Universitas 10,6
5. Organisasi Non Profit Swasta 7,7
6. Lainnya 6,5
7. Perusahaan Swasta 5,3
8. Perguruan Tinggi setempat 4,1
9. Pemerintah Regional 3,0
10. Lembaga pembiayaan 3,0
11. Tidak berpartner 1,2
Total 100
c. Kebutuhan sumberdaya
Inkubator bisnis di Kanada telah berdiri selama 30 tahun, dengan rata-rata
telah berdiri selama 9 tahun. Secara umum keberhasilan inkubator bisnis tidak
terlepas dari dukungan sumberdaya seperti SDM, luasan kantor dan pendanaan.
1) Sumberdaya manusia
Rata-rata jumlah karyawan yang full-time (baik yang dibayar atau tak dibayar)
di inkubator jumlahnya adalah 3.2, hampir 70% dari karyawan tersebut adalah
para profesional (tenaga ahli). Tenaga ahli tersebut berasal dari universitas, swasta
dan lembaga pemerintah yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan inkubator
bisnis baik secara penuh waktu maupun paruh waktu. Jumlah tenaga ahli rata-rata
yang aktif dalam pengelolaan inkubator bisnis adalah 2 orang. Tenaga ahli ini
rata-rata mempunyai pengalaman dalam bidangnya selama 5 (lima) tahun. Para
56
profesional tersebut terutama mempunyai keahlihan dalam bidang pengelolaan
usaha dan keuangan.
2) Luas ruangan
Rata-rata total luas ruangan (space) yang dimiliki oleh inkubator bisnis adalah
adalah 1.106,36 m2 dan seluas ± 871,59 m2 diperuntukan bagi kegiatan tenant.
Dari luasan tersebut, tingkat hunian rata-rata adalah 69% atau setara dengan
6.055,37 m2.
3) Sumber dana
Sumber dana yang dimaksud dibagi menjadi dua yaitu untuk kegiatan
inkubator bisnis dan untuk kebutuhan pengembangan usaha dari tenant.
a) Untuk kegiatan inkubator bisnis
Di Kanada, pembiayaan untuk inkubator bisnis mencapai di atas $ 45 juta.
Sumber dana terbesar berasal dari Pemerintah (± 39%). Dalam hal ini, Pemerintah
Pusat merupakan penyedia dana yang paling besar mencapai $ 10.1 juta ( 22.6%).
Kemudian disusul, pinjaman lunak sekitar 19,7%, sedangkan hasil sewa dari
tenant hanya memberikan kontribusi sebesar 1,9%.
Tabel 9 Komposisi sumber dana pada pengelolaan inkubator bisnis
No. Asal Sumber Dana %
1. Hibah Pemerintah Pusat 22,6
2. Hibah Pemerintah Propinsi 12,6
3. Hibah Pemerintah Kota 4,0
4. Dana operasi dari setiap induk 3,0
5. Dana sewa dari tenant 15,9
6. Fee dari tenant 8,0
7. Dana sponsor dari perusahaan swasta 1,9
8. Pinjaman lunak 19,7
9. Dana cash dari tenant 1,3
10. Lainnya 11,0
Total 100
b) Untuk pengembangan usaha tenant
Sumber pembiayaan untuk pengembangan usaha tenant sebagian besar (54%)
berasal dari modal ventura, pinjaman sebesar 14,2% dan lainnya sebesar 14,5%.
Sementara kontribusi dana dari hibah dalam pembiayaan usaha tenant hanya
sebesar 2,6%. Gambaran tersebut, menunjukan bahwa inkubator bisnis mampu
57
meningkatkan kredibilitas tenant dalam mengakses pembiayaan dari lembaga
keuangan dan pihak ketiga.
d. Kriteria tenant
Banyak usaha baru yang berkeinginan masuk dalam program inkubator
bisnis, namun tidak semua usaha tersebut dapat diterima sebagai tenant. Hal ini
tergambar dari data inkubator bisnis pada tahun 2005 di Kanada ada sekitar 4,517
calon tenant yang melamar, hanya 34% atau sekitar 1,539 calon yang dapat
diterima sebagai tenant atau hanya satu dari tiga proposal dari calon tenant yang
diterima oleh inkubator bisnis (Dipta 2003). Untuk menyeleksi calon tenant
tersebut, maka inkubator bisnis harus memiliki kriteria tenant yang menjadi
prioritas. Ada tiga kriteria utama yang menjadi acuan bagi inkubator bisnis dalam
menyeleksi calon tenant yaitu ketersediaan rencana usaha yang inkubator bisnis
jelas dan terukur, mempunyai sumberdaya pengelola yang berkompeten dan
prospek pengembangan usaha yang bersangkutan.
e. Kriteria yang digunakan untuk menentukan kelulusan
Tujuan akhir dari inkubator bisnis adalah untuk menyiapkan usaha baru agar
mampu eksis dan berkembang di dunia usaha. Upaya penyiapan ini hendaknya
dalam kerangka kegiatan yang jelas dan terukur sehingga Inkubator Bisnis dapat
menetapkan kriteria bagi tenant kapan harus lulus/meninggalkan inkubator.
Kriteria yang sering digunakan dalam penetapan kelulusan tenant antara lain
jangka waktu pendampingan inkubator bisnis (misalnya 24 atau 36 bulan) atau
berdasarkan pertumbuhan volume/skala usaha tenant.
f. Jasa layanan program inkubasi
Inkubator bisnis memberi berbagai macam jasa layanan untuk membantu
pengembangan usaha, pemasaran dan pengelolaan keuangan/akuntansi.
g. Penciptaan lapangan kerja oleh tenant inkubator
Salah satu ukuran keberhasilan pendampingan inkubator dan dampak dari
keberadaan inkubator adalah penciptaan lapangan kerja oleh tenant. Berdasarkan
data pada tahun 2005, Inkubator Bisnis di Kanada mampu menciptakan 13,000
lapangan kerja bagi tenaga kerja penuh waktu dan 300 lapangan kerja untuk
tenaga kerja paruh waktu.
58
h. Tantangan
Tantangan utama dalam mengembangkan Inkubator Bisnis adalah menemukan
calon tenant yang sesuai (65%), calon tenant tidak mempuyai dana untuk memulai
usaha (65%), dan memperoleh donor untuk kegiatan operasional usaha (63%).
Ketiga tantangan tersebut menjadi penentu bagi inkubator bisnis untuk meraih
keberhasilaan.
3. Australia
Pengembangan inkubator bisnis di Australia dilakukan oleh Asosiasi
Inkubator Bisnis New Zealand dan Australia dengan nama Anzabi. Menurut
Anzabi, kegiatan inkubator bisnis meliputi 3 (tiga) hal pokok yaitu konsultansi
usaha, layanan jasa dan dukungan usaha bagi UKM agar mampu tumbuh dan
berkembang.
Yang dimaksud dengan konsultansi usaha meliputi advis pengembangan
usaha, perencanaan strategis, aspek keuangan dan hukum, pasar dan pemasaran
serta pendampingan pengelolaan. Layanan jasa usaha meliputi layanan
kesekretariatan, penerima tamu dan menjawab telepon, kantor dan atau untuk
kebutuhan workshop, pencatatan dan pelaporan. Sedangkan dukungan usaha
adalah mentoring, pengembangan jaringan dengan usaha lain yang sinergis,
pengembangan diri sebagai usahawan (misalnya bagaimana mengelola stress
dalam menjalankan usaha)
Berikut ini disampaikan gambaran mengenai karakteristik inkubator bisnis
di Australia berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Anzabi.
a. Tipe inkubator
Walaupun banyak jenis inkubator bisnis yang berkembang di Australia, tetapi
ada kesamaan yang mendasar yang dapat digunakan untuk menggolongkan
inkubator bisnis menjadi 3 tipe yaitu: embedded inkubator (inkubator bersubsidi),
inkubator mandiri dan inkubator teknologi. Faktor yang menjadi dasar
penggolongan tersebut adalah :
1) Kondisi yang mendorong inkubator bisnis tersebut berdiri
2) Kualitas dan jenis layanan yang diberikan
3) Tujuan pendirian Inkubator Bisnis.
59
Karakteristik ketiga tipe inkubator tersebut adalah :
Tipe 1 : Embedded inkubator (bersubsidi) inkubator bisnis jenis ini banyak
terdapat di wilayah yang jumlah populasinya kurang dari 100.000 jiwa. Umumnya
inkubator bisnis merupakan bagian dari sebuah organisasi induk. Inkubator bisnis
didirikan untuk mengembangkan usaha yang mempunyai hubungan dengan
kegiatan organisasi induknya. Jenis layanan yang tersedia merupakan bagian dari
fasilitas organisasi induk. Tenaga kerja yang terlibat dalam inkubator bisnis
umumnya paruh waktu karena mereka menjadi pegawai dari organisasi induk.
Seluruh biaya, fasilitas dan dukungan untuk pengelolaan Inkubator Bisnis
disediakan oleh organisasi induknya. Pada tahun 1996 tercatat ada 28 inkubator
bisnis bersubsidi dengan luas layanan sebesar 689 m2 per inkubator bisnis.
Tipe-2 : Independent inkubators (mandiri) Jenis ini banyak terdapat di
kota (urban) dengan populasi penduduk mendekati atau lebih besar dari 100.000
jiwa. Layanan dan fasilitas berasal dari pendiri sendiri (tidak tergantung dengan
organisasi induk atau lainnya). Inkubator bisnis dapat membiayai kegiatan dari
pendapatan penyewaan ruang kantor dan biaya pelayanan yang diberikan. Agar
dapat berkelanjutan inkubator bisnis jenis ini minimal harus mempunyai luas areal
1500 m2, tenaga kerja yang terlibat adalah secara full time /penuh waktu. Pada
tahun 1996, ada sekitar 12 inkubator bisnis mandiri dengan luas rata-rata adalah
1.644 m2.
Tipe-3 : Inkubator teknologi : Tujuan utama adalah untuk mengembang-
kan teknologi. Sedangkan ciri utamanya adalah :
1) Penawaran sewa ruangan untuk usaha produk teknologi (ruangan dengan area
yang lebih luas).
2) Mendukung transfer teknologi termasuk inovasi teknologi.
3) Kerjasama dengan lembaga penelitian maupun lembaga pendidikan.
4) Penawaran untuk melakukan penelitian dalam hal teknologi, pengembangan;
produksi dan fasilitas produksi
5) Umumnya berlokasi di kota besar. Pada tahun 1996 terdapat 5 (lima)
inkubator bisnis teknologi dengan luas rata-rata ruangan 1.310 m2.
60
b. Kebutuhan sumberdaya
Kebutuhan sumberdaya yang mendukung aktivitas inkubator bisnis antara lain
adalah ketersediaan prasarana, sumberdaya manusia dan sumber dana.
1) Ketersediaan prasarana : Ketersedian prasarana yang utama adalah gedung
(ruangan). Lebih dari 66% inkubator bisnis mempunyai gedung sendiri atau
menyewa dengan harga di bawah pasar.
2) Sumberdaya manusia : Kebutuhan sumberdaya manusia dalam hal ini staf
untuk mengelola inkubator bisnis sangat sulit untuk diidentifikasi. Hal ini
karena banyak inkubator bisnis yang merupakan bagian dari organisasi lain,
sehingga jumlah staf yang teridentifikkasi sering kali overlapping dengan staf
organisasi terkait. Namun secara rasio dapat digambarkan bahwa setiap
manager rata-rata mempunyai 2,3 staf. Namun demikian, sebanyak 30%
inkubator bisnis mempunyai manajer yang bekerja secara penuh waktu.
Sementara itu, 70% manajer lainnya bekerja secara paruh waktu. Sedangkan,
untuk menjadi manajer, rata-rata dibutuhkan pengalaman selama 2,7 tahun
dibidang usaha yang terkait.
3) Sumber dana pengembangan inkubator bisnis : Peran pemerintah sangat kuat
dalam pengembangan inkubator bisnis di Australia. Dalam kaitan ini
pemerintah menunjuk Menteri Tenaga Kerja, Hubungan Penempatan Kerja
dan Usaha Kecil (Ministry for Employment, Workplace Relations and Small
Business) untuk terus memantau dan mengevaluasi pengembangan inkubator.
Guna membantu pengembangan inkubator ini, pemerintah secara kontinyu
menyiapkan pendanaan sampai inkubator tersebut betul-betul mandiri. Dana hibah
pemerintah maksimum mencapai U$ 500,000 untuk pengembangan inkubator
selama 5 tahun. Dana tersebut digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan
biaya pendirian. Sedangkan bagi inkubator yang sudah berjalan, dapat
memperoleh batuan maksimum sebesar U$ 100,000.
c. Proporsi waktu manajemen membina tenant
Hasil survei menyebutkan bahwa porporsi waktu manajemen inkubator bisnis
membina tenant idealnya adalah 60%. Namun demikian, disarankan agar
manajemen inkubator bisnis lebih banyak menyediakan waktu untuk berinteraksi
dengan tenant.
61
d. Tingkat survival tenant
Tingkat survival tenant melalui dukungan inkubator dalam mengembangkan
usaha mencapai lebih dari 90%. Tingkat survival tenant ini sangat penting karena
sebagai indikator kinerja inkubator bisnis yang bersangkutan.
2.8 Balai Inkubator Teknologi
Balai Inkubator Teknologi (BIT) adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis
(UPT) dibawan pembinaan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT). BIT berlokasi di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahun dan
Teknologi (Puspiptek) Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. BIT
didirikan pada tahun 2001 sebagai wahana untuk menciptakan enterpreneur
inovatif dari kalangan mitra ABG (Academic, Business, Government) sehingga
dapat menjadi unit usaha baru yang berbasis teknologi atau inovasi yang memiliki
daya saing, tangguh dan mandiri. Disamping itu BIT juga berperan sebagai
wahana pembinaan bagi Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) yang
berbasis teknologi atau inovasi.
Selain itu BIT berfungsi untuk mengkomersialisasikan hasil-hasil
penelitian baik dari institusi pemerintah, perguruan tinggi negeri/swasta, maupun
masyarakat serta membantu, memfasilitasi dan menumbuhkembangkan Industri
Pemula Berbasis Teknologi (IPBT) (start-up company) menjadi UKM yang
berdaya saing tingi, tangguh dan mandiri. Dengan adanya BIT tersebut diharapkan
dapat mengurangi atau menurunkan tingkat "kematian" usaha kecil dan menengah
yang mengalami droup-out dimasa start-up.
Pengusaha atau calon pengusaha pemula yang menjalani proses inkubasi
di BIT disebut sebagai tenant. Penetapan tenant dilaksanakan melalui proses
seleksi yang sangat ketat berdasarkan kriteria dan mekanisme yang telah
ditetapkan oleh BIT. Kriteria calon tenant yang telah ditetapkan oleh BIT yaitu :
1. Ide atau gagasannya memiliki potensi komersial.
2. Berpotensi menciptakan lapangan kerja.
3. Adanya Kesamaan antara kebutuhan tennant dan layanan yang diberikan BIT.
4. Intensitas litbang besar dan produknya berbasis teknologi atau inovasi.
5. Mempunyai teamwork yang potensial.
6. Secara pribadi memiliki potensial kemampuan kewirausahaan.
62
7. Memiliki suatu rencana bisnis yang berisi fokus utama bisnisnya, informasi
pasar, pesaing, konsumen dan perkiraan cashflow.
Selain itu untuk meningkatkan peranan BIT dalam rangka menumbuh-
kembangkan UKM di Indonesia, BIT membagi pelayanan ke dalam 3 (tiga) fase,
yaitu (1) pra- inkubasi; (2) masa inkubasi; dan (3) pasca inkubasi. Kegiatan pra-
inkubasi meliputi kegiatan road show dan pameran, technopreneurship program,
inTim Software, dan temu bisnis. Setelah pra-inkubasi maka didapatkan tentant
untuk di inkubasi, dan fasilitas yang disediakan selama masa inkubasi adalah
fasilitas kantor, fasilitas laboratorium uji produksi, fasilitas mentoring dan
konsultasi, survei konsumen dan uji pasar, dan sertifikasi produk/product license.
Fase yang terkahir adalah fase pasca-inkubasi yaitu fase dimana tenant
dikatakan telah lulus dari fase inkubasi, yang artinya secara teknologi, manajemen
bisnis, pemasaran dan keuangan telah mampu secara mandiri untuk memproduksi
dan memasarkan hasil produknya. Namun untuk memaksimalkan hal tersebut BIT
dalam fase ini berperan sebagai mediator untuk mempertemukan tenant dan mitra
investor melalui kegiatan temu bisnis dan technopreneurship program, dimana
pada kegiatan ini mendiskusikan mengenai masalah pendanaan dan sharing profit.
III. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR
3.1 Lokasi dan Waktu
Kajian ini dilakukan di Jakarta, sedangkan lokasi Lembaga Intermediasi
(LI) yang dijadikan obyek kajian adalah Balai Inkubator Teknologi (BIT) yang
berlokasi di Puspiptek Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. BIT
dipilih sebagai obyek penelitian karena sebagai LI dinilai berhasil menjalankan
peran dan fungsinya secara optimal dan terpadu untuk meningkatkan daya saing
UKM.
Kajian dilaksanakan selama 5 bulan bulan pada bulan Januari – Mei 2011,
dan jadwal kajian secara rinci dan anggaran biaya kajian dapat di lihat pada Tabel
10 dan 11 di bawah ini.
Tabel 10 Jadwal kajian
No Keterangan 2011
Jan Feb Maret April Mei
1 Studi Pustaka √
2 Penyusunan Proposal √
3 Survey Awal √
4 Kolokium √
5 Survey Lapang √ √
6 Survey Pakar √
7 Penyusunan Laporan √ √
8 Seminar √
9 Perbaikan Laporan 1 √
10 Ujian √
11 Perbaikan Laporan 2 √
12 Laporan Akhir √
Tabel 11 Anggaran biaya kajian
No Keterangan Biaya (Rp)
1 Transportasi dan Komunikasi 5.000,000
2 Dokumentasi 300,000
3 Pembelian Buku Referensi 200,000
4 Perbanyakan Kuesioner dan Laporan 500,000
5 ATK 100,000
Jumlah 6.100.000
64
3.2 Metode Kajian
3.2.1 Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam kajian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan,
sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber bahan bacaan
yang mendukung kajian. Berdasarkan pengertian tersebut, maka data primer
dalam kajian ini diperoleh dari pengamatan langsung pada BIT baik melalui
wawancara ataupun melalui angket/kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh
dari instasi terkait, laporan-laporan berkala atau tahunan, jurnal dan berbagai
literatur yang berhubungan dengan kajian. Sumber pokok data sekunder
diperoleh dari Sekretariat Pusat Inovasi UMKM, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Kementerian
Koordinator Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustri-
an serta Kementerian Negera Riset dan Teknologi.
3.2.2 Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan metode
deskriptif, di samping dengan matriks Internal Factor Evaluation (IFE), External
Factor Evaluation (EFE), Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats
(SWOT) dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Beberapa metode
analisis yang digunakan dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif diperoleh untuk memperoleh gambaran karakteristik dan
kondisi obyek kajian, yaitu Balai Inkubator Teknologi (BIT).
2. Analisis Tiga Tahap Perumusan Strategi
Analisis ini dilakukan untuk mengevaluasi karakteristik dan kondisi umum
BIT serta mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal BIT. Hasil analisis
tersebut dikembangkan menjadi beberapa alternatif strategi berdasarkan skala
prioritas untuk memilih strategi yang terbaik. Tiga tahap penentuan strategi utama
menurut David (2009) adalah :
65
a. Tahap input
1) Analisis lingkungan internal dan eksternal. Pada tahap input ini dianalisis
lingkungan internal dan eksternal dari BIT
Analisis lingkungan internal BIT dimaksudkan untuk memahami kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki BIT dari seluruh aspek. Analisis lingkungan eksternal
menghasilkan sejumlah daftar peluang dan ancaman bagi BIT.
2) Teknik pembobotan
Teknik yang digunakan untuk menentukan bobot dari faktor internal dan
eksternal adalah teknik Pairwise Comparison (Kinnear and Taylor 1991). Teknik
ini membandingkan setiap peubah horizontal dengan peubah pada kolom vertikal.
Penentuan bobot pada setiap peubah yang dibandingkan menggunakan skala 1, 2
dan 3.
3) Matriks IFE dan EFE
Matriks IFE dan EFE yang telah disusun memberikan informasi faktor-faktor
yang mempengaruhi atau kurang mempengaruhi BIT dalam lingkungan internal
maupun eksternal. Pada kolom analisis tiga matriks IFE dan EFE diberikan rating.
Penentuan rating oleh manajemen atau pakar dilakukan terhadap peubah-peubah
dari hasil analisa situasi BIT. Pada EFE untuk menunjukkan seberapa efektif
strategi BIT saat ini menjawab masing-masing peubah-peubah tersebut digunakan
sesuai peringkat dengan menggunakan skala 1,2,3 dan 4.
b. Tahap pemaduan
Tahap pemaduan, yaitu tahapan menghasilkan strategi alternatif yang layak
dengan memadukan faktor internal dan eksternal yang telah dihasilkan pada tahap
input. Pada tahap ini digunakan alat analisis Internal–Eksternal (IE) dan matriks
SWOT.
1) Matriks IE
Matriks IE menempatkan berbagai divisi dari BIT dalam diagram skematis
yang disebut matriks portofolio. Matriks IE dibagi menjadi 3 (tiga) daerah utama
yaitu :
66
a) Daerah 1 meliputi sel I, II atau IV termasuk dalam daerah grow and build.
Strategi yang sesuai dengan daerah ini adalah strategi intensif, misalnya
penetrasi pasar, pengembangan pasar, atau pengembangan produk dan strategi
integratif, misalnya integrasi horizontal dan vertikal.
b) Daerah II meliputi sel III, V atau VII.
Strategi yang paling sesuai adalah strategi-strategi hold and maintain. Strategi
ini adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk (layanan).
c) Daerah III, meliputi sel VI, VIII atau IX adalah daerah harvest and divest.
2) Matriks SWOT
Pengembangan strategi pada matriks SWOT dilakukan berdasarkan hasil dari
matriks IE.
a) Strategi SO, yaitu menggunakan kekuatan internal BIT untuk meraih peluang-
peluang yang ada di luar BIT.
b) Strategi WO, bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal
BIT dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal.
c) Strategi ST, bertujuan untuk menghindari atau mengurangi dampak dari
ancaman-ancaman eksternal.
d) Strategi WT, merupakan taktik untuk bertahan dengan cara mengurangi
kelemahan internal dan menghindari ancaman.
c. Tahap keputusan
Dalam literatur mengenai rancangan, ada satu teknik analisis yang dapat
digunakan untuk menentukan relative attractiveness dari pelaksanaan strategi
alternatif. Teknik yang dimaksud adalah Quantitative Strategic Planning Matrix
(QSPM). Teknik ini secara jelas menunjukkan strategi alternatif mana yang paling
baik untuk dipilih. QSPM adalah alat yang direkomendasikan bagi para ahli
strategi untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif secara obyektif,
berdasarkan key success factors internal-eksternal yang telah diidentifikasikan
sebelumnya. Jadi secara konseptual, tujuan QSPM adalah untuk menetapkan
relative attractiveness dari strategi-strategi yang bervariasi yang telah dipilih,
untuk menentukan strategi mana yang dianggap paling baik untuk
diimplementasikan.
67
Langkah-langkah pelaksanaan QSPM meliputi (1) membuat daftar
berbagai peluang/ancaman eksternal dan kekuatan/kelemahan internal utama di
kolom kiri QSPM; (2) memberi bobot pada setiap faktor eksternal dan internal
utama tersebut; (3) mencermati matriks-matirks tahap 2 (dua) pemaduan, dan
mengidentifikasi berbagai strategi alternatif yang harus dipertimbangkan untuk
diterapkan oleh BIT; (4) tentukanlah skor daya tarik (AS) didefinisikan sebagai
nilai numeric yang mengindikasikan daya tarik berbagai strategi alternatif dari
setiap strategi di rangkaian alternatif tertentu; (5) menghitung skor daya tarik total
dan (6) menghitung jumlah keseluruhan daya tarik total.
Salah satu keistimewaan dari QSPM adalah bahwa rangkaian-rangkaian
strateginya dapat diamati secara berurutan atau bersamaan. Keistimewaan lain
dari QSPM adalah mendorong para penyusun strategi untuk memasukkan faktor-
faktor eksternal dan internal yang relevan ke dalam proses keputusan.
Mengembangkan QSPM memperkecil kemungkinan bahwa faktor-faktor utama
akan terlewat atau diberi bobot secara berlebihan. QSPM menggarisbawahi
berbagai hubungan penting yang mempengaruhi keputusan strategi.
Walaupun dalam mengembangkan QSPM dibutuhkan sejumlah keputusan
subjektif, membuat keputusan-keputusan kecil disepanjang proses meningkatkan
probabilitas bahwa keputusan strategi akhir yang dicapai adalah yang terbaik bagi
BIT. QSPM dapat diadaptasi untuk digunakan oleh organisasi berorientasi laba
dan nirlaba yang besar maupun kecil sehingga bisa diaplikasikan hamper setiap
jenis organisasi.
QSPM bukannya tanpa keterbatasan. Pertama, QSPM selalu
membutuhkan penilaian intuisi dan asumsi yang berdasar. Pemeringkatan dan
skor daya tarik membutuhkan keputusan penilaian, meskipun hal itu harus
didasarkan pada informasi yang objektif. Keterbatasan yang lain adalah QSPM
hanya akan baik dan bermanfaat sepanjang informasi prasyarat dan analisis
pencocokan yang menjadi dasarnya.
68
3.3 Aspek Kajian
1. Analisis Fungsi-Fungsi Balai Inkubator Teknologi
a. Fungsi sebagai organisasi : sejarah, struktur organisasi, nilai, visi, misi, aturan,
profesionalisme, rencana kerja, sumberdaya (SDM dan dana), insentif,
manajemen, teknologi, sarana dan prasarana.
b. Fungsi sebagai inkubator : (1) adanya panduan sistem seleksi dan staf untuk
menentukan keberhasilan/kelulusan dalam jangka waktu tertentu, misalnya 2-
3 tahun; (2) kapasitas suatu inkubator antara 15-20 tenant yang dapat dibina
dalam inkubator (in wall) dan antara 20-40 tenant yang dibina diluar inkubator
(out wall); (3) calon tenant potensial hendaknya dari usaha rintisan mulai dari
awal atau pemula; (4) inkubator harus dikelola secara bisnis. Selain itu akan
dilihat fasilitas dasar untuk tenant yaitu dikenal dengan istilah 7 S yatu : (1)
space yaitu ruang perkantoran; (2) shared office fasilities yaitu penyediaan
sarana perkantoran yang bisa dipakai bersama, misalnya sarana fax, telepon,
foto copy, ruang rapat, komputer dan sekretaris; (3) Service yaitu bimbingan
dan konsultasi manajemen : marketing, finance, production, technology dan
sebagainya; (4) support yaitu bantuan dukungan penelitian dan pengembangan
usaha dan akses penggunaan teknologi; (5) skill development yaitu pelatihan,
penyusunan rencana usaha, pelatihan manajemen dan sebagainya; (6) seed
capital yaiu penyediaan dana awal usaha serta upaya memperoleh akses
permodalan kepada lembaga-lembaga keuangan dan (7) sinergy yaitu
penciptaan jaringan usaha baik antar usaha baik usaha lokal maupun
internasional.
c. Fungsi sebagai lembaga intermediasi : (1) layanan layanan pengembangan
teknologi; (2) layanan pengembangan SDM; (3) layanan intermediasi jejaring
bisnis/pasar; (4) layanan fasilitasi akses pembiayaan
69
2. Analisis Faktor Internal dan Eksternal Balai Inkubator Teknologi
Tabel 12 Aspek penelitian faktor internal dan eksternal Balai Inkubator Teknologi
Faktor Internal Faktor Eksternal
1) Kekuatan
a) Jumlah SDM yang memadai
b) Jumlah Sarana dan prasarana usaha
yang memadai
c) Jumlah dana operasional rutin kantor
yang memadai
d) Jumlah layanan yang memadai
e) Komitmen dalam pengelolaan
lembaga intermediasi yang kuat
2) Kelemahan
a) Dana untuk pembinaan UKM yang
terbatas dan bersifat jangka pendek
b) SDM yang profesional dan full time
masih terbatas
c) Networking yang masih lemah
d) Belum mempunyai program
pelayanan yang utuh
e) Kegiatan sangat tergantung pada
program pemerintah yang bersifat
jangka pendek
f) Pemanfaatan sarana dan prasarana
belum optimalKapasitas dan
spesialisasi SDM
1) Peluang
a) Jumlah UKM yang sangat besar
b) Daya saing UKM yang lemah
c) Potensi daerah yang sangat besar
d) Potensi pasar (dalam dan luar negeri)
yang besar
e) Teknologi hasil lembaga litbang yang
cukup banyak dan bisa dimanfaatkan
2) Ancaman
a) Dukungan pemerintah yang tidak
optimal dan kontinyu
b) Belum ada kebijakan secara khusus
mengenai lembaga intermediasi
c) Produk impor yang lebih murah dan
sejenis dengan yang diproduksi UKM
d) Iklim usaha yang kurang sehat
70
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik dan Kondisi Balai Inkubator Teknologi
Balai Inkubator Teknologi (BIT) adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis
(UPT) milik lembaga pemerintah pusat yang berada di bawah naungan Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). BPPT adalah lembaga pemerintah
non-departemen yang berada dibawah koordinasi Menteri Negara Riset dan
Teknologi yang mempunyai tugas melaksanakan pemerintah di bidang pengkajian
dan penerapan teknologi. BIT didirikan pada bulan April 2001, berada di bawah
koordinasi Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi. BIT berlokasi di
kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahun dan Teknologi (Puspiptek) Serpong,
Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten.
Tujuan didirikannya BIT adalah sebagai wahana untuk menciptakan
enterpreneur inovatif dari kalangan mitra ABG (Academic, Business,
Government) sehingga dapat menjadi unit usaha baru yang berbasis teknologi atau
inovasi yang memiliki daya saing, tangguh dan mandiri. Disamping itu BIT juga
berperan sebagai lembaga intermediasi untuk meningkatkan daya saing UKM.
4.1.1 Aspek Legal
Aspek legal merupakan hal yang penting dalam pengelolaan suatu
organisasi karena dalam aspek ini tercermin komitmen manajemen dalam
pengelolaan organisasi, yang dituangkan dalam dasar hukum yang lebih formal
dan diwujudkan dalam wadah organisasi. BIT sebagai suatu organisasi juga
mempunyai aspek legal atau dasar hukum pembentukannya. Dasar hukum
pembentukan BIT adalah (1) Keppres No. 103/2001 Tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah
Non Departemen; (2) Keppres No. 30 /2003 Tentang Perubahan Atas Keputusan
Presiden No. 103/2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen; (3)
Keputusan Ka. BPPT No. 102 tahun 2006 tentang Struktur Organisasi BPPT.
71
4.1.2 Aspek Organisasi
Terkait dengan aspek legal seperti dipaparkan di muka, struktur organisasi
BIT sangat dipengaruhi oleh aspek legalnya, selain itu struktur organisasi BIT
dipengaruhi oleh kebijakan Kepala BPPT. Pembahasan struktur organisasi BIT
secara umum mencakup struktur organisasi itu sendiri, pengelola, serta komposisi
pengelolanya.
1. Struktur, uraian tugas dan standart operational procedure (SOP)
organisasi BIT
BIT dipimpin oleh Kepala Balai setingkat eselon III, dan bertanggung jawab
langsung kepada Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi. Dibawah
Kepala Balai terdapat 2 (dua) Kepala Seksi yaitu Kepala Seksi Fasilitasi dan
Advokasi dan Kepala Seksi Kerjasama dan Pemasyarakatan dan 1 (satu) Kepala
Sub Bagian Tata Usaha setingkat eselon IV. Untuk lebih lengkapnya struktur
organisasi BIT dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Bagan Organisasi BIT (BIT 2010)
Ditinjau dari jumlah pucuk pimpinan, maka struktur organisasi BIT
merupakan bentuk organisasi tunggal dimana organisasi ini pucuk pimpinannya
berada di tangan seorang (Sutarto 2006). Apabila ditinjau dari saluran wewenang,
72
maka struktur organisasi BIT bentuk organisasi jalur, fungsional dan staf dimana
organisasi semacam ini wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada
satuan-satuan organisasi di bawahnya dalam bidang pekerjaan tertentu, pimpinan
tiap bidang berhak memerintahka kepada semua pelaksana yang ada sepanjang
menyangkut bidang kerjanya (Sutarto 2006).
Sedangkan bagan organisasi BIT seperti yang terlihat pada Gambar 7,
merupakan bagan organisasi piramid. Bagan organisasi piramid ialah bagan
organisasi yang saluran wewenangnya dari pucuk pimpinan sampai dengan satuan
organisasi atau pejabat yang terendah disusun dari atas ke bawah, atau sebaliknya.
Bagan piramid merupakan bagan organisasi yang paling lazim dipakai oleh
berbagai organisasi (Sutarto 2006).
Selain memiliki struktur organisasi, berdasarkan hasil survey BIT juga
mempunyai uraian tugas dan Standard Operating Procedures (SOP) secara
tertulis.
2. Pengelola
Pengelola BIT terdiri dari Leason Officer (LO), tenaga teknis dan tenaga
administrasi. Selain itu, dalam pengelolaan BIT juga dibutuhkan tenaga konsultan
yang memiliki berbagai keahlian seperti di bidang teknologi terapan,
kewirausahaan, perencanaan usaha, hukum, community development, perbankan,
dan sebagainya. Sebagian tenaga ahli tersebut merupakan pegawai dari BIT dan
sebagian lain merupakan tenaga ahli dari luar BIT.
3. Sasaran kegiatan
Kegiatan utama BIT adalah menumbuhkembangkan dan memberikan
penguatan kepada UKM berbasis teknologi binaan (tenant) melalui pelatihan,
bimbingan dan pendampingan, konsultasi bisnis, dan sebagainya. Dan sasaran
kegiatannya adalah tumbuhnya UKM pemula berbasis teknologi.
Jumlah tenant yang dibina selama kurun waktu lima tahun terakhir (tahun
2006 – 2010) oleh BIT adalah + 100 tenant atau 20 tenant per tahun, dan pada
tahun 2011 ini, BIT akan membina 6 inwall tenant dan baru. Tenant yang dibina
BIT berupa tenant inwall dan outwall. Tenant inwall dibina dalam suatu ruangan
atau lingkungan yang dilengkapi dengan sarana fisik dan fasilitas kantor.
Sementara tenant outwall dibina di luar lingkungan tersebut. Hasil survei yang
73
dilakukan menunjukkan bahwa sebanyak 30 % tenant yang dibina oleh BIT
merupakan tenant outwall, sedangkan tenant inwall sebanyak 70 %.
Tabel 13 Beberapa tenant BIT tahun 2006 – 2009
No. Nama Tenant Jenis Tenant Tanggal Masuk
1. PT. Diyna Energy Outwal Tenant 2006-03-12
2. PT. Situsnet Global Solution Outwall Tenant 2006-06-20
3. PT. Igosnet Solution Outwall Tenant 2007-02-26
4. Rodite Ogie Outwall Tenant 2007-04-12
5. CV. Mega Kirana Tiga Outwall Tenant 2007-04-12
6. PT. Prima Citra Indonesia Outwall Tenant 2007-05-24
7. PT. Inovasi Multi Teknologi Outwall Tenant 2008-05-02
8. CV. BERKATTA Outwall Tenant 2008-07-01
9. CV. Hidro Guna Sedaya Outwall Tenant 2008-08-11
19. PT. Nur Baiti Viani Inwall Tenant 2006-05-31
11. PT. Medixe Sekawan Utama Inwall Tenant 2006-03-04
12. Institute for Science &
Engineering Development
Inwall Tenant 2008-03-01
13. Sinergi Inovasi Teknologi Inwall Tenant 2008-05-02
14. CV. Bukit Indah /Biopestisida Inwall Tenant 2008-04-18
15. CV. Bukit Organik Inwal Tenant 2008-04-18
16. CV. Nanotech Indonesia Inwall Tenant 2009-03-02
17. PT. Nusa Reagen Inwall Tenant 2009-02-02
Sumber : BIT, 2010
1. Permasalahan dalam aspek organisasi
Permasalahan dalam aspek organisasi yang dihadapi BIT adalah, jumlah dana
pembinaan tenant, jumlah dan kompetensi SDM pengelola yang profesional,
infrastruktur, networking dan kebijakan. Berdasarkan hasil survei, kendala dalam
aspek organisasi dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Pendanaan pembinaan
tenant yang terbatas; (2) Networking yang lemah; (3) Kebijakan yang kurang
mendukung; (4) Jumlah SDM yang profesional terbatas; (4) Keterbatasan
infrastruktur (tempat dan lahan tenant )
Dengan berbagai permasalahan tersebut, telah dilakukan upaya untuk
mencari jalan keluar atau penyelesaian masalah. Berikut ini upaya yang telah
dilakukan oleh BIT dalam mengatasi permasalahan sebagai berikut :
1. Upaya mengatasi keterbatasan pendanaan antara lain :
a. Meminta tambahan dana dari lembaga induk.
b. Mencari dana dari kementerian/non kementerian yang menangani UKM.
b. Mencari dana dari pemerintah daerah melalui program-program yang sesuai.
c. Mewajibkan mitra binaan ikut share dalam pendanaan.
74
d. Mencari sponsor dari luar lembaga.
e. Mendirikan unit usaha jasa (kursus-kursus, pelatihan dan lain-lain).
2. Upaya mengatasi kebijakan yang kurang mendukung dan networking yang
lemah antara lain :
a. Memperkuat networking dengan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak.
b. Memperkuat networking dengan membuat Perjanjian Kerjasama dengan
beberapa lembaga yang komitmen untuk bekerjasama dalam membina UKM.
b. Melakukan pendekatan, sosialisasi dan lobi ke kementerian KUKM dan
Menko Perekonomian.
c. Membentuk forum inkubator bisnis.
d. Sosialisasi ke berbagai stakeholders.
3. Upaya mengatasi keterbatasan infrastruktur (tempat dan lahan tenant) antara
lain :
a. Meminta kepada lembaga induk untuk menyediakan infrastruktur yang
memadai.
b. Meminta kepada pemerintah pusat untuk menyediakan infrastruktur.
4. Upaya mengatasi keterbatasan SDM yang professional antara lain mengirim/
mengikutsertakan karyawan ke berbagai pelatihan-pelatihan, bekerjasama
dengan lembaga terkait terutama di lingkungan BPPT, LIPI dan lain-lain.
Kendatipun upaya-upaya tersebut telah dilakukan secara maksimal, akan
tetapi belum memberikan hasil yang maksimal khususnya untuk pendanaan tenant
yang sifatnya jangka panjang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa selama
ini BIT belum mendapat dukungan/komitmen pendanaan khususnya pendanaan
jangka panjang untuk pembinaan tenant baik dari lembaga induk dalam hal ini
BPPT maupun dari lembaga lain dan pemerintah pusat.
4.1.3 Aspek Keuangan
1. Sumber dana
Sumber dana untuk kegiatan operasional rutin dari BIT sepenuhnya berasal
dari APBN, dan pendanaan untuk pembinaan tenant sebagai besar juga dari dana
APBN dan sebagian kecil dari mitra dan tenant.
75
Tabel 14 Jumlah dana rutin operasional dan pembinaan tenant BIT
tahun 2006 - 2010
No. Jenis Dana
Jumlah dana (juta)
Tahum
2006 2007 2008 2009 2010
1. Dana rutin operasional 1.050 1.050 1.150 1.200 1.350
2. Dana pembinaan untuk tenant 750 750 900 1.200 1.200
3. Dana untuk lainnya (insentif
untuk pengembangan LI di 24
kota dari Menko
Perekonomian)
- - - 15.000 15.000
Sumber; BIT, 2010
2. Penggunaan dana
Secara umum, dana yang diperoleh BIT digunakan untuk :
a. Kegiatan operasional BIT merupakan biaya rutin untuk keperluan perawatan
kantor, biaya operasional seperti listrik, telepon, kendaraan, alat tulis kantor,
kebersihan dan biaya tenaga pengelola.
b. Biaya pelaksanaan program/kegiatan seperti pelatihan, pameran, magang,
pendampingan, monitoring dan lainnya.
3. Pengalaman berhubungan dengan lembaga keuangan
BIT belum pernah memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan bank/non
bank, namun BIT berperan dalam memfasilitasi tenant khususnya yang memiliki
usaha yang layak dan memiliki prospek untuk mendapatkan pinjaman dari
lembaga keuangan bank/non bank. Selain sebagai fasilitator, BIT juga menjadi
avalis dan memberikan rekomendasi bagi tenant UKM binaannya kepada
perbankan. Namun demikian tidak semua UKM yang direkomendasikan berhasil
memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan. Hal ini disebabkan karena pada
umumnya lembaga keuangan atau perbankan cenderung membiayai usaha yang
sudah berjalan dan bank masih banyak yang beranggapan bahwa usaha tenant
belum layak.
Bagi UKM yang sudah mendapat pembiayaan dari bank, BIT tetap
membantu agar dana yang dipinjam dapat dikembalikan oleh tenant secara tepat
waktu.
76
4. Masalah pendanaan
Kendatipun BIT memiliki sumber dana rutin yang berasal dari
lembaga/instansi yang menaunginya, namun jumlahnya kurang memadai sehingga
potensi UKM yang ada masih belum dapat digarap secara menyeluruh dan
optimal. Sumber dana tersebut umumnya sebagian besar hanya cukup untuk
membiayai kegiatan rutin operasional kantor.
Selain jumlah dana yang tidak memadai, masalah lain yang dihadapi
adalah terbatasnya sumber dana jangka panjang dari sumber yang bervariasi. BIT
juga memiliki sumber dana lain (seperti yang berasal dari kerjasama program
dengan stakeholder atau yang berasal dari hasil jasa usaha), umumnya memiliki
kegiatan yang lebih padat. Tetapi jika sudah tidak memiliki kerjasama program
atau kerjasama program telah berakhir, cenderung mengalami pengurangan
kegiatan.
4.1.4 Aspek Operasional
Aspek operasional BIT meliputi : kriteria calon tenant binaan, periode dan
tahapan, strategi pembinaan, kriteria keberhasilan pembinaan, fasilitas dan jasa
layanan, sumber pendanaan, dasar penetapan biaya pembinaan, jenis industri
tenant, hubungan BIT dengan tenant.
1. Kriteria tenant
Kriteria calon tenant yang telah ditetapkan oleh BIT yaitu :
a. Ide atau gagasannya memiliki potensi komersial.
b. Berpotensi menciptakan lapangan kerja.
c. Adanya kesamaan antara kebutuhan tenant dan layanan yang diberikan BIT.
d. Intensitas litbang besar dan produknya berbasis teknologi atau inovasi.
e. Mempunyai teamwork yang potensial.
f. Secara pribadi memiliki potensial kemampuan kewirausahaan.
g. Memiliki suatu rencana bisnis yang berisi fokus utama bisnisnya, informasi
pasar, pesaing, konsumen dan perkiraan cashflow.
2. Periode dan tahapan inkubasi
Inkubasi adalah proses pembinaan bagi tenant dan atau pengembangan produk
baru yang dilakukan oleh BIT dengan cara penyediaan sarana dan prasarana
77
usaha, pengembangan usaha, dukungan manajemen serta teknologi. Periode
inkubasi BIT secara konseptual dilakukan berdasarkan beberapa tahapan, yaitu :
a. Periode pengembangan konsep/ide awal dan rencana usaha.
b. Start Up Period : penerapan konsep dan rencana usaha menjadi usaha awal
yang masih coba-coba.
c. Pilot Project Period : penerapan usaha yang sebenarnya, yang dilakukan
sesuai rencana usaha tetapi belum mencapai hasil yang optimal.
d. Roll Out Period : usaha yang sudah berjalan stabil dan menunjukkan
peningkatan volume, nilai tambah dan produktivitas.
Berdasarkan hasil survei, periode inkubasi yang dilakukan BIT dari tahap
awal sampai Roll Out bervariasi antara tenant yang satu dengan yang lain, dan
berkisar antara 1 s.d 5 tahun.
3. Sumber dana inkubasi
Sumber dana untuk tahapan/proses inkubasi, selain berasal dari BIT, juga dari
kerjasama program dengan BUMN, Kemenkop & UKM, Dikti-Kemdiknas,
Pemerintah Daerah, serta kerjasama dengan stakeholders lain. Sumber dana untuk
inkubasi, dilihat dari sasarannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu dana untuk
operasional proses inkubasi (pembinaan dan pelatihan tenant) dan dana untuk
penguatan usaha tenant.
Gambar 8 Skema proses inkubasi tenant di Balai Inkubator Teknologi (BIT 2010)
78
4. Strategi pembinaan
Strategi pembinaan BIT kepada tenant selama masa inkubasi terkait erat
dengan tahapan proses inkubasi yang terdiri dari konsep/ide awal, Start Up, Pilot
Project dan Roll Out. Strategi pembinaan yang dilaksanakan disesuaikan dengan
kebutuhan, kondisi usaha dan kemampuan tenant. Dalam tahapan pembinaan
tenant, kegiatan yang dilakukan untuk setiap tahapan adalah sebagai berikut :
a. Tahap pengembangan ide dan konsep awal
1) Pemantapan wirausaha melalui pelatihan dasar, studi banding dan sharing
success story dari pengusaha sukses.
2) Pembuatan dan konsultasi business plan.
3) Pembinaan dan pendampingan.
4) Pemberian insentif.
b. Tahap Start Up
1) Pencarian dan peningkatan akses pasar melalui pameran dan pengembangan
jaringan pasar.
2) Magang usaha.
3) Peningkatan akses sumber dana (investor atau lembaga keuangan).
4) Pembinaan dan pendampingan.
5) Konsultasi bisnis.
c. Tahap Pilot Project
1) Penyebarluasan informasi produk dan jasa.
2) Penelitian mengenai kepastian pasar.
3) Pemantapan jaringan dengan pemerintah, BUMN dan Bank.
4) Penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seperti: e-commerce.
5) Penggunaan aplikasi computer.
6) Pemantapan kelembagaan.
7) Penguatan legalitas.
8) Pencapaian dan peningkatan efesiensi dan daya saing.
9) Konsultansi bisnis.
d. Tahap Roll Out
1) Pengembangan pasar.
79
2) Pengawasan hak cipta, hak merk dan lain-lain.
3) Pengembangan pasar domestik maupun ekspor.
4) Penguatan akses dan jaringan permodalan dengan BUMN dan bank.
5) Menjalin jaringan dengan lembaga lain.
6) Pertumbuhan dan penguatan efisiensi dan daya saing.
7) Penguatan Manajemen.
8) Konsultansi bisnis.
Untuk melaksanakan strategi pembinaan kepada tenant, dibutuhkan tenaga
ahli, antara lain di bidang teknologi terapan, kewirausahaan, perencanaan usaha,
hukum, community development, perbankan dan sebagainya. Sebagian tenaga ahli
difasilitasi dari BIT, dan sebagian lain dari lembaga/institusi di luar BIT. BIT
tidak menempatkan tenaga khusus untuk setiap tahapan dengan pertimbangan
efektivitas dan efisiensi serta kesinambungan pembinaan untuk masing-masing
tahapan proses inkubasi.
5. Kriteria keberhasilan tenant
Secara ideal keberhasilan BIT dalam membina tenant dapat diukur pada
masing-masing tahapan proses inkubasi. BIT menetapkan kriteria keberhasilan
untuk setiap tahapan proses inkubasi, khususnya untuk tahapan Pilot Project atau
Roll Out. Hal ini sangat terkait dengan adanya persyaratan/kriteria dalam rangka
memperoleh pembiayaan dari program pemerintah atau persyaratan dalam rangka
kerjasama dengan lembaga keuangan (BUMN dan perbankan).
Secara keseluruhan kriteria keberhasilan tenant untuk masing-masing
tahapan proses inkubasi dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Tahap pengembangan ide dan konsep awal
1) Memiliki ide yang inovatif dan layak.
2) Mampu membuat rencana bisnis.
3) Memiliki produk dan jasa yang lebih spesifik.
4) Memiliki potensi pasar lokal dan regional.
b. Tahap Start Up
1) Memiliki akses ke pasar lokal.
2) Memiliki produk/jasa lebih inovatif dan variatif.
3) Mengembangkan prototipe dan kapasitas.
80
4) Dapat menggunakan teknologi informasi.
5) Dapat mengakses pasar dengan menggunakan e-commerce.
c. Tahap Pilot Project
1) Dapat mengakses pasar lokal/nasional.
2) Dapat meningkatkan modal yang bersumber dari BUMN/bank.
3) Mendapatkan HKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual).
d. Tahap Roll Out
1) Mencapai Break Even Point (BEP) dan dapat bersaing.
2) Tumbuh sesuai dengan Business Plan.
3) Siap mandiri secara komersial.
4) Mencapai peningkatan volume usaha, nilai tambah dan produktivitas usaha.
5) Mampu mengembangkan networking.
Pada dasarnya, BIT mempunyai peran yang cukup besar dalam
mengembangkan tenant sehingga dapat berkembang lebih baik hingga tahap Roll
Out. Namun dalam pelaksanaannya tidak semua tenant yang dibina BIT dapat
berkembang hingga ke tahap Roll Out. Keberhasilan tersebut berkisar 80% saja
dari jumlah tenant yang dibina. Kegagalan tenant yang dibina dalam
mengembangkan usahanya tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi tenant.
Berdasarkan pengalaman BIT, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kegagalan usaha tenant yang dapat diperingkat sebagai berikut (1)
Pengusaha kurang gigih; (2) Prospek pasar kurang cerah; (3) Keterbatasan modal;
(4) Keterbatasan kemampuan SDM; (5) Kurangnya networking/jaringan usaha;
(6) Terputusnya hubungan dengan BIT; (7) Adanya barang subsitusi yang lebih
baik dan harga murah; (8) Persaingan pasar yang tidak sehat.
6. Jenis industri
Jenis industri yang dibina BIT beragam, yakni industri manufaktur, industri
kreatif, agroindustri. Jenis industri binaan BIT berturut-turut dari yang paling
besar adalah sebagai berikut :
a. Industri manufaktur (50 %).
b. Industri kreatif (30 %).
c. Agroindustri (20 %).
81
7. Dasar penetapan biaya pembinaan
Dasar penetapan biaya pembinaan oleh BIT yang dikenakan pada tenant,
secara berturut-turut digambarkan sebagai berikut :
a. Besarnya fasilitas yang diterima tenant ( 5%).
b. Tidak dipungut biaya (70 %).
c. Besarnya modal usaha tenant (10 %).
d. Kemapanan usaha (15 %).
BIT memungut biaya kepada tenant terbilang murah, yaitu maksimum Rp.
500.000.- per bulan tergantung dari jenis dan banyaknya fasilitas yang digunakan
dan pelatihan yang diperoleh. Biaya yang ditetapkan umumnya digunakan untuk
keperluan pembinaan tenant inwall antara lain sewa ruangan, biaya listrik, telepon
dan lainnya, biaya mengikuti pelatihan dan biaya untuk pameran. Biaya mengikuti
pelatihan seringkali disubsidi oleh mitra yang memiliki program kerjasama
dengan BIT. Biaya-biaya yang dipungut dari tenant secara keseluruhan tidak
cukup untuk membiayai pembinaan tenant. Selain merupakan komitmen dari BIT,
alasan lain yang mendasari tidak dipungut/kecilnya biaya yang diwajibkan kepada
tenant adalah karena BIT merupakan lembaga pemerintah dan kondisi tenant yang
memang tidak/belum mampu membayar sebagaimana yang diharapkan.
8. Hubungan dengan tenant
Tenant yang sudah keluar dari BIT, sebagian masih memiliki hubungan yang
baik dengan BIT dan sebagian lain tidak. Tenant yang tidak memiliki hubungan
dengan BIT paska inkubasi umumnya disebabkan jarak dan lokasi yang memang
jauh, berpindah alamat, dan terputus komunikasi karena tidak ada monitoring.
Jumlah tenant yang masih memiliki hubungan dengan BIT sampai saat ini sekitar
45 %.
Sementara itu, tenant yang masih mempunyai hubungan dengan BIT
umumnya berupa konsultasi bisnis, pemasaran, teknis dan manajemen,
pemanfaatan teknologi informasi, kepemilikan/penyertaan modal dan networking.
Hubungan konsultasi bisnis dan networking merupakan hubungan yang paling
banyak terjadi mengingat hubungan tersebut tidak mengikat dan bersifat sukarela.
Sementara hubungan lain yaitu pemasaran, teknis manajemen, dan
kepemilikan relatif lebih mengikat. Berdasarkan hasil survei secara lebih rinci
82
dapat digambarkan hubungan antara BIT dengan tenant dengan peringkat sebagai
berikut :
a. Konsultasi bisnis (11 tenant).
b. Networking (8 tenant).
c. Pemasaran (2 tenant).
d. Teknis manajemen (2 tenant).
e. Kepemilikan (2 tenant).
4.1.5 Aspek Monitoring
Monitoring merupakan aspek yang penting terutama untuk mengetahui
perkembangan keberhasilan ataupun kegagalan tenant baik dalam masa inkubasi
maupun paska inkubasi. Monitoring tenant outwall membutuhkan perhatian lebih
khusus mengingat jarak dan lokasi yang tidak dekat sehingga tidak dapat dilihat
setiap saat; disamping itu tenant outwall relatif lebih dinamis dan mudah
terpengaruh oleh perkembangan lingkungan baik positif maupun negatif di luar
kendali BIT. Oleh karena itu diperlukan instrumen monitoring yang efektif untuk
memantau perkembangan tenant.
BIT berpendapat bahwa monitoring mempunyai peranan penting dalam
mendukung keberhasilan tenant. Dengan monitoring akan dapat terpantau
perkembangan usaha yang dilakukan tenant serta dapat diketahui secara dini
permasalahan yang dihadapi oleh tenant untuk kemudian dicari solusi atau
pemecahannya.
1. Instrumen monitoring
Secara umum instrumen monitoring yang dapat digunakan antara lain
pelaporan tertulis secara periodik dari tenant ke BIT, kunjungan langsung, dan
penggunaan sarana komunikasi seperti telepon, e-mail dan sebagainya.
2. Frekuensi monitoring
Monitoring yang dilakukan berkala dengan frekuensi yang tinggi, dapat
memberikan manfaat yang lebih besar kepada tenant. Tetapi karena keterbatasan
dana monitoring, maka frakuensi monitoring yang dilakukan oleh BIT setiap
empat (4) kali setahun. Frekuensi monitoring bisa lebih banyak apabila memang
83
tenant sedang menghadapi masalah pada masa inkubasi, terutama untuk outwal
tenant.
3. Sumber dana monitoring
Sumber dana monitoring dengan menggunakan telepon dan kunjungan ke
lapangan sebagian besar berasal dari dana rutin operasional kantor. Sumber dana
lainnya untuk kunjungan lapangan menggunakan dana dari lembaga terkait yang
merupakan mitra kerja BIT. Selain itu BIT juga memiliki sumber dana untuk
monitoring yang berasal dari jasa usaha yang disisihkan untuk kepentingan
monitoring.
4. Permasalahan monitoring dan solusinya
Berdasarkan pengalaman, fungsi monitoring tidak dapat dilakukan secara
ideal, hal ini disebabkan oleh antara lain keterbatasan sumber dana, tenaga kerja,
jarak lokasi yang jauh dan lainnya. Berikut ini dapat digambarkan permasalahan
BIT dalam melakukan monitoring, sesuai dengan rangking permasalahan serta
upaya penyelesaiannya.
Tabel 15 Permasalahan monitoring BIT dan solusinya
No. Permasalahan Solusi
1. Keterbatasan dana a. Kerjasama dengan mitra
b. Mencari tenant yang jaraknya dekat dengan BIT
Mengurangi frekuensi monitoring
2. Keterbatasan SDM a. Monitoring kepada tenant yang sangat
membutuhkan
b. Mengurangi frekuensi monitoring
3. Jarak wilayah tentant yang
jauh
a. Monitoring ke wilayah yang mudah dijangkau
b. Monitoring melalui telepon
c. Monitoring wilayah yang dekat dengan BIT
4. Lainnya a. Monitoring melalui telepon
Sumber: BIT, 2010
4.2 Analisis Fungsi Balai Inkubator Teknologi
4.2.1 Fungsi Organisasi
1. Visi dan misi
Visi dari BIT adalah menjadi pusat unggulan inkubasi teknologi dalam rangka
mewujudkan wirausaha baru yang tangguh, mandiri dan berdaya saing, sedangkan
misi dari BIT adalah :
84
a. Wahana terkemuka dalam pengembangan wirausaha baru berbasis teknologi
atau inovasi.
b. Meningkatkan kemampuan dan kompetensi UKM yang berbasis teknologi
atau inovasi.
c. Mitra terpercaya dalam mengelola jaringan kerjasama antara tenant, lembaga
litbang, perguruan tinggi, lembaga keuangan dan dunia usaha.
d. Pusat askes informasi ke lembaga litbang, jaringan profesional, teknologi dan
investasi.
Visi yang dibuat oleh BIT diatas sesuai dengan pendapat dari Helgeson
(1996) dalam Salusu (1996), dimana BIT mempunyai visi akan menjadi pusat
unggulan inkubasi teknologi untuk menciptakan wirausaha baru berbasis
teknologi sudah didasarkan atas argumen yang rasional. Argumen yang rasional
tersebut didasarkan adanya dukungan SDM, sarana dan prasarana serta pendanaan
rutin untuk operasional yang dipunyai BIT cukup memadai sehingga lembaga ini
mampu mewujudkan visi tersebut diatas.
Selain itu misi yang yang kan dijalankan oleh BIT juga sudah sesuai
dengan persyaratan sebuah misi, sesuai pendapat dari Helgeson (1996) dalam
Salusu (1996). Yang membedakan misi dari BIT dengan lembaga lain yang
sejenis dan menjadi ciri yang khas adalah penekanannya untuk menciptakan
wirausaha yang berbasis teknologi.
2. Aturan
Aturan dalam setiap organisasi dibutuhkan untuk menciptakan para karyawan
dan anggota yang tertib sesuai dangan peraturan yang telah disepakati.
Kebanyakan organisasi yang tidak memiliki aturan, maka organisasi itu hancur,
karena banyak karyawan atau anggotanya bertindak sesuka hati.
Karena sebagian besar karyawan BIT adalah pegawai negeri (PNS), maka
aturan yang dipakai di lingkungan BIT adalah Undang-Undang Pegawai Negeri
No. 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
3. Profesionalisme
Profesionalisme dalam berorganisasi atau pekerjaan sangatlah penting untuk
mendapatkan hasil kerja yang baik dan sangat memuaskan. Jika tidak memiliki
85
profesionalisme dalam suatu pekerjaan, maka hasilnya hampir dipastikan kurang
maksimal atau kurang memuaskan bahkan bisa mengecewakan dan gagal.
Hasil pengamatan di lapangan dan dari data-data yang didapat bahwa BIT
sudah dikelola oleh sebuah tim yang bekerja penuh, mempunyai komitmen yang
kuat dan profesional. Hal ini dapat dilihat dari tingkat keberhasilan tenat 80 %,
walaupun SDM yang profesional yang ada di BIT masih sangat terbatas. Dan
untuk meningkatkan SDM profesional dilakukan dengan mengikutsertakan
pegawai BIT di berbagai pelatihan, selain itu juga dilakukan melakukan kerjasama
dengan lembaga lain.
4. Perencanaan dan program kerja
Perencanaan dan program kerja yang dilakukan oleh BIT mengikuti sistem
perencanaan kegiatan dan anggaran nasional, sesuai dengan Alur Mekanisme
Pengelolaan Program BPPT yang mengacu pada proses penyusunan Rencana
Kerja Pemerinrah (RKP), Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja KL),
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL), Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) seperti pada Gambar 9 di bawah ini.
Setelah suatu program atau kegiatan mendapat anggaran dari Daftar Isian
Penggunaan Anggaran (DIPA) disahkan maka kegiatan tersebut diharuskan untuk
membuat pendetailan atau rincian kegiatan sebagai action plan sesuai dengan
anggaran yang didapat yang dituangkan pada dokumen Program Manual.
Penggunaan nomenklatur, istilah dan komponen-komponen dalam
Program Manual disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan standar penamaan yang telah digunakan di instansi eksternal yang
telah berlaku baik dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas), maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Penggunaan Program Manual sebagai salah satu dokumen pengelolaan program
BPPT telah diputuskan dan menjadi kebijakan yang harus dilaksanakan.
Program Manual adalah dokumen acuan dan pegangan yang menjelaskan
semua hal yang berkaitan dengan program dan kegiatan mulai dari tujuan program
(program objectives), tingkat teknologi (state of the art technology) yang diambil,
struktur rincian kerja (work breakdown structures), organisasi fungsional
86
program, perencanaan SDM (man power planning), program master phasing
plan, program scheduling, perencanaan anggaran (financial planning) dan sistem
pelaporan (sistem reporting).
RPJM
Nasional
RENSTRA KL
Prioritas
Program dan
Indikasi Pagu
Pengumuman
Rancangan
Awal RKP
Rancangan
Akhir RKP
Kebijakan
Pemerintah
Rancangan
Renja KL
Kebijakan Umum dan
Prioritas Anggaran
Pembahasan
Pokok2 Kebijakan
Fiskal dan RKP
Pembahasan
RKA-KLUU APBN
Keppres tentang
Rincian APBN
Nota Keuangan
RAPBN dan
Lampiran
Pagu
Sementara
RKA-KL
Lampiran RAPBN
Penelaahan
Konsistensi
dengan RKP
Penelaahan Konsistensi
dengan Prioritas Anggaran
Rancangan Keppres
ttg Rincian APBN
Pengesahan
Konsep Dokumen
Pelaksanaan
Anggaran
Dokumen
Pelaksanaan
Anggaran
A DCB E
Januari - April September - DesemberMei - Agustus
DPR
Kabinet/
Presiden
Kement.
Negara
PPN
Daerah
Kement.
Negara
Keuangan
Kement.
Negara/
Lembaga
Keppres
Tentang RKP
Pembahasan
RAPBN
Gambar 9 Proses Penyusunan RKP, Renja KL, RKA-KL, RAPBN, APBN (BIT
2010)
Program Manual di lingkungan BIT, diperlukan dalam rangka
pengelolaan mulai dari penyusunan, perencanaan kegiatan, anggaran, sumberdaya
dan pelaporan. Program Manual ini selanjutnya digunakan sebagai dokumen bagi
pelaksana kegiatan dan sebagai bahan dalam monitoring dan evaluasi pada
pertengahan maupun akhir kegiatan. Penyusunan Program Manual diberlakukan
pada semua kegiatan di BIT baik Program Teknis maupun Program Dukungan
Manajemen. Dengan demikian, kegiatan yang dilakukan oleh BIT merupakan
kegiatan perekayasaan yang mempunyai sifat-sifat serupa dengan sifat-sifat pada
kegiatan di industri.
87
Sedangkan program kerja BIT secara umum tahun 2006 – 2010 dapat
dilihat pada Tabel 16 di bawah ini.
Tabel 16 Program utama BIT tahun 2006 - 2010
No. Program
I. Tahun 2006
1. Pembinaan wirausaha baru berbasis teknologi
2. Peningkatan kompetensi karyawan
3. Peningkatkan networking dan pendanaan inkubator
II. Tahun 2007
1. Pembinaan wirausaha baru berbasis teknologi
2. Peningkatan kompetensi karyawan
3. Peningkatan networking dan pendanaan inkubator
III. Tahun 2008
1. Pembinaan wirausaha baru berbasis teknologi
2. Peningkatan kompetensi karyawan
3. Peningkatan sarana dan prasarana
IV. Tahun 2009
1. Pembinaan wirausaha baru berbasis teknologi
2. Sosialisasi Lembaga Intermediasi
3. Pembentukan Lembaga Intermediasi di 24 kota di Indonesia
V. Tahun 2010
1. Pembinaan wirausaha baru berbasis teknologi
2. Pengembangan Lembaga Intermediasi menjadi Pusat Inovasi di 24 kota di
Indonesia
3. Penyusunan panduan pendirian inkubator teknologi di Indonesia
Sumber: BIT, 2010
5. Sumberdaya manusia
Sumberdaya berupa SDM merupakan salah satu selain dana yang sangat
dibutuhkan dalam organisai atau perusahaan. Karena dengan adanya SDM, akan
sangat membantu di setiap langkah atau pekerjaan yang berada di organisasi. Dan
sekarang ini hampir semua organisasi membutuhkan SDM yang kualitasnya baik
dan profesionalisme.
Tabel 17 SDM BIT tahun 2006 – 2010
No. Pendidikan Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
1. S3 - - 1 1 1
2. S2 4 7 7 7 10
3. S1 10 7 10 10 10
4. Diploma 2 2 2 2 2
5. SMA 5 5 5 5 5
6. SMP 2 2 2 2 2
7. SD - - - - -
Total 23 23 26 26 30
Sumber: BIT, 2010
88
SDM yang dimiliki oleh BIT sampai dengan tahun 2010 berjumlah 30
orang yang terdiri dari beberapa tingkatan pendidikan. Perkembangan jumlah
SDM dari BIT tahun 2006 – 2010 dapat dilihat pada Tabel 17 di atas. Dilihat dari
tabel diatas jumlah SDM yang dimiliki oleh BIT cukup memadai, yang masih
kurang untuk meningkatkan layanan BIT adalah SDM yang professional dimana
jumlahnya masih minim. Masalah SDM yang professional ini bukan saja menjadi
masalah bagi BIT, tetapi hampir semua inkubator di Indonesia, jumlah SDM
professional rata-rata masih minim.
6. Insentif
Kesungguh-sungguhan dari setiap organisasi atau perusahaan tergantung juga
pada insensif untuk individu karyawan atau anggota yang ingin memajukan
organisasi tersebut.
Berkaitan dengan insentif bagi karyawan di BIT dibandingkan dengan
inkubator yang lain sudah cukup memadai. Seperti kita ketahui sistem pendanaan
operasional rutin dari BIT dari APBN, dimana salah satu struktur dari anggaran
tersebut dimungkinkan adanya insentif bagi karyawan BIT yang diberikan setiap
bulan dengan besaran tergantung dari jabatan didalam struktur proyek. Rata-rata
insentif yang diterima oleh karyawan BIT sebesar 1,2 – 1,5 juta rupiah/bulan
diberikan selama 10 bulan setiap tahunnya dan insentif ini merupakan pendapatan
diluar gaji pokok karyawan.
7. Manajemen
Manajemen menurut Terry (1997) dalam Herujito (2011) manajemen adalah
suatu proses yang terdiri dari planning, organizing, actuating dan controlling
yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditentukan dengan menggunakan
manusia dan sumber daya yang lainnya, dan aktivitas utama atau fungsi utama
manajemen adalah :
a. Perencanaan (planning)
Perencanaan kegiatan yang dilakukan oleh BIT seperti yang telah dijelaskan
diatas adalah mengikuti sistem perencanaan kegiatan dan anggaran nasional.
89
b. Pengorganisasian (organizing)
Pengorganisasian kegiatan di lingkungan BIT mengikuti pengorganisasian
kegiatan BPPT yang dilakukan dengan memakai sistem perekayasa, dimana
pembagian tugas didalam kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Kepala Program (Program Director)
Program inisiator yang memberikan arahan tentang garis-garis besar kegiatan
program rancang bangun maupun servicing termasuk : state of the art, strategi
pembiayaan program maupun pelaksanaannya. Bersama Chief Engineer, Program
Manager dan para Group Leader merangkum, mengintegrasikan dan
menyimpulkan hasil dari program. Kepala Program bertanggung jawab kepada
Kepala BPPT.
2) Chief Engineer (Insinyur Kepala)
Melaksanakan pemantauan kualitas hasil program dari segi teknis seperti
pemenuhan persyaratan desain, penetapan SDM yang kompeten dan berkualitas
untuk program. Chief Engineer bertanggung jawab kepada Kepala Program dan
dapat mempunyai asisten sejumlah maksimal 4 (empat) orang.
3) Program Manager (Manajer Program)
Melaksanakan tugas manajemen program yang meliputi perencanaan program
termasuk jadwal pencapaian sasaran serta aliran pendanaan. Program Manager
bertanggung jawab kepada Kepala Program. Program Manager dapat mempunyai
asisten sejumlah Satuan Kerja yang terlibat dalam program sebanyak-banyaknya 4
(empat) orang asisten.
4) Group Leader (Ketua Kelompok)
Mengkoordinasikan para Leader dalam pelaksanaan kegiatan penelitian
terapan, pengembangan, perekayasaan dan pengoperasian seperti diinstruksikan
dalam Program Manual sebagai pemadu beberapa bidang spesifik dalam satu
kelompok tertentu yang ia pimpin. Mengintegrasikan hasil pemaduan kelompok
ini dengan kelompok lainnya di bawah pimpinan Chief Enginer.
5) Leader (Ketua Sub Kelompok)
Memimpin para Engineering Staff dalam pelaksanaan kegiatan penelitian
terapan, pengembangan, perekayasaan dan pengoperasian seperti diinstruksikan
dalam Program Manual untuk spesifik bidang tertentu. Merangkum &
90
menyimpulkan semua hasil pekerjaan para Engineering Staff di bawah
koordinasinya, di bawah pimpinan Group Leader.
6) Engineering Staff (Staf Perekayasa)
Melaksanakan kegiatan penelitian terapan, pengembangan, perekayasaan dan
pengoperasian seperti diinstruksikan dalam Program Manual untuk spesifik
bidang tertentu, dibawah koordinasi Leader.
KEPALA PROGRAM
MANAJER PROYEK
INSINYUR KEPALA
WBS 1Ketua Kelompok 1
WP 1.1. Ketua Sub Kelompok 11
• Staf Perekayasa• Staf Perekayasa
WP 1.2. Ketua Sub Kelompok 12
• Staf Perekayasa• Staf Perekayasa
WBS 3Ketua Kelompok 3
WP 3.1. Ketua Sub Kelompok 31
• Staf Perekayasa• Staf Perekayasa
WP 3.2. Ketua Sub Kelompok 32
• Staf Perekayasa• Staf Perekayasa
WBS 2Ketua Kelompok 2
. . .
Gambar 10 Struktur organisasi sistem perekayasa (BIT, 2010)
c. Pengarahan (leading/Actuating)
Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating)
merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Fungsi actuating lebih
menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang
dalam organisasi.
Kegiatan actuating yang dilakukan BIT adalah :
1) Melakukan rapat koordinasi dan pengarahan kepada semua pegawai di
lingkungan BIT yang dilaksanakan setiap hari senin.
2) Melakukan evaluasi dan pengarahan akhir minggu yang dilaksanakan setiap
hari jumat.
3) Memberikan reward kepada pegawai yang berpretasi.
91
Pelaksanaan (actuating) yang dilakukan oleh BIT tidak lain merupakan
upaya untuk menjadikan perencanaan yang disusun dapat terlaksana dan dengan
hasil yang baik, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap
karyawan dapat melaksanakan kegiatan inkubator secara optimal sesuai dengan
peran, tugas dan tanggung jawabnya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam
pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk
mengerjakan sesuatu jika :
1) Merasa yakin akan mampu mengerjakan.
2) Yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya.
3) Tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih
penting, atau mendesak.
4) Tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan
5) Hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.
d. Pengontrolan (controlling)
Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa
tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Pengontrolan yang dilakukan di
BIT dengan menggunakan sistem kerekayasaan. Dimana setiap berkala mulai
tingkatan ES sampai CE memberikan report. Sistem pelaporan dan monitoring
jalannya kegiatan program dilaksanakan secara bertahap melalui Technical Notes
(TN) yang ditulis oleh para Engineering Staff, Technical Report
(TR)/Memorandum (TM) yang ditulis oleh para Leader, Technical Document
(TD) yang ditulis oleh para Group Leader dan Program Document (PD) yang
ditulis oleh Chief Engineer. Disamping itu ditulis pula laporan Progress Control
& Monitoring (PCM) yang ditulis oleh Program Manager.
8. Teknologi
Berkaitan dengan teknologi, BIT didukung dengan peralatan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) yang cukup memadai, selain itu juga ditunjang
peralatan-peralatan modern yang lain. BIT juga didukung oleh beberapa software
yang memadai untuk mendukung kelancaran dalam menjalankan peran dan
fungsinya sebagai LI.
92
9. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh BIT antara lain: gedung perkantoran,
tempat parkir, ruang rapat, ruang untuk tenant, komputer, fasilitas internet.
4.2.2 Fungsi Inkubator
Persyaratan BIT yang menjalankan fungsi sebagai inkubator, secara umum
telah cukup terpenuhi, walaupun belum maksimal yaitu :
a. BIT mempunyai panduan sistem seleksi calon tentant dan panduan untuk
menentukan keberhasilan/kelulusan tenant dalam jangka waktu tertentu,
misalnya 2 (dua) sampai 3 (tiga) tahun.
b. Kapasitas suatu inkubator antara 15-20 tenant yang dapat dibina dalam
inkubator (in wall) dan antara 20-40 tenant yang dibina diluar inkubator (out
wall). Saat ini ruang untuk tenant yang dimiliki BIT memang masih terbatas,
sehingga maksimal hanya untuk 6 tenant (inwall tenant) dan outwall tenant
berjumlah 14 tenant. Jumlah ruang untuk tenant ini yang seharusnya
diperbanyak sehingga mampu menampung minimal 15-20 inwall tenant,
tetapi karena keterbatasan dana sampai saat ini belum terwujud.
c. Calon tenant potensial hendaknya dari usaha rintisan mulai dari awal atau
pemula, dan hal ini sudah dilakukan oleh BIT dan merupakan salah satu
kriteria atau syarat untuk seleksi tenant.
d. Inkubator harus dikelola secara bisnis. Secara umum memang BIT karena
merupakan lembaga pemerintah, sehingga sampai saat ini tidak dikelola secara
bisnis. BIT lebih banyak bergeraknya sebagai lembaga non profit.
Selain itu fungsi inkubator dari BIT dilihat dari fasilitas dasar untuk tenant
yaitu dikenal dengan istilah 7 S (Space, Shared office facilities, Service, Suppor,
Skill development, Seed capital, Sinergy), dan secara umum BIT telah memenuhi
persyaratan fasilitas dasar inkubator. Indikator fasilitas dasar BIT dapat dilihat
Tabel 18.
93
Tabel 18 Indikator fasilitas dasar tenant BIT
No. Indikator Fasilitas Dasar Tenant Fasilitas Dasar
Tenant BIT
1. Space yaitu ruang perkantoran 2. Shared office facilities yaitu penyediaan sarana perkantoran yang
bisa dipakai bersama, misalnya sarana fax, telepon, foto copy, ruang
rapat, komputer dan sekretaris
3. Service yaitu bimbingan dan konsultasi manajemen: marketing,
finance, production, technology dan sebagainya
4. Support yaitu bantuan dukungan penelitian dan pengembangan
usaha dan akses penggunaan teknologi
5. Skill development yaitu pelatihan, penyusunan rencana usaha,
pelatihan manajemen dan sebagainya
6. Seed capital yaiu penyediaan dana awal usaha serta upaya
memperoleh akses permodalan kepada lembaga-lembaga keuangan
7. Sinergy yaitu penciptaan jaringan usaha baik antar usaha baik usaha
lokal maupun internasional
Untuk lebih jelas apakah BIT telah memiliki fasilitas dasar tenant, maka
dikemukakan tahapan inkubasi yang dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan yang
dilakukan oleh BIT
a. Pra-inkubasi
Dalam tahapan ini BIT melakukan beberapa kegiatan untuk menjaring calon
mitra yang akan diinkubasi dan calon mitra yang akan menjadi investor. Adapun
komunitas yang menjadi sasaran dalam kegiatan ini adalah komunitas ABG
(Akademisi, Bisnis, dan Government/Pemerintah) dan kegiatan tersebut meliputi :
1) Road show dan pameran
Kegiatan ini bertujuan untuk menjaring komunitas ABG yang memiliki
potensi untuk menjadi mitra dan juga berguna sebagai sarana promosi terhadap
peranan BIT dalam membangun UKM di Indonesia, melalui hasil-hasil produk
yang telah berhasil diinkubasi.
2) Technopreneurship program
Tujuan dari kegiatan ini sebagai media untuk meningkatkan entrepreneur
inovatif berbasis teknologi. Kegiatan spesifik yang dilakukan adalah workshop
dan training berbasis teknologi dengan beberapa lembaga dan yayasan yang
dianggap kompeten sebagai nara sumber.
94
3) InTim Software
Salah satu fasilitasi pendukung yang disediakan oleh BIT guna
memaksimalkan peranannya sebagai lembaga intermediasi adalah InTim
(Indonesian Network for Technology-Industry Matching). InTim berfungsi untuk
mensinergikan antara penawaran teknologi (TO) yang dihasilkan oleh litbangyasa
dan permintaan teknologi (TR) yang dibutuhkan oleh industri.
4) Temu bisnis
Setelah menjalin mitra-mitra potensial melalui beberapa kegiatan seperti
roadshow, pameran dan technopreneurship program, serta didukung dengan
software InTim, maka dihasilkan daftar calon mitra dan tenant BIT. Untuk
memfasilitasi pertemuan antar calon mitra potensial tersebut BIT mengadakan
kegiatan temu bisnis, dimana dalam acara tersebut diharapkan terjadi kesepakatan
antara calon mitra potensial, sehingga dapat dilanjutkan pada proses inkubasi.
b. Inkubasi
Setelah melalui tahapan pra-inkubasi maka didapat tenant tetap BIT melalui
Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara BIT dengan tenant. Adapun fasilitas yang
disediakan selama masa inkubasi adalah :
1) Fasilitas kantor
Tipe tenant yang diinkubasi oleh BIT ada 2 (dua) yaitu inwall tenant dan
otwall tenant. Outwall tenant adalah tenant yang melakukan aktifitas inkubasi
diluar areal perkantoran BIT, dalam arti bahwa tenant tersebut sudah memiliki
fasilitas ruang kantor sendiri. Sedangkan inwall tenant adalah tenant yang
melakukan aktifitas inkubasi di dalam areal perkantoran BIT, dalam arti tenant
tersebut menggunakan fasilitas perkantoran yang disediakan. Adapun luas ruang
perkantoran bervariasi tergantung dari kebutuhan tenant tersebut.
2) Fasilitas laboratorium uji produksi
Untuk mendukung proses inkubasi secara maksimal, selain menyediakan
fasilitas ruang kantor, juga sediakan fasilitas laboratorium uji produk yang telah
disesuaikan jenis produk yang sedang diinkubasi oleh setiap tenant. Dalam
memaksimalkan penyediaan fasilitas laboratorium uji produk, BIT juga
bekerjasama dengan pihak penyedia jasa layanan laboratorium uji produk yang
terkait.
95
3) Fasilitas mentoring dan konsultasi
Dalam rangka meningkatkan kualitas dari para tenant, baik dalam hal
teknologi yang dikembangkan maupun dalam manajemen bisnis, BIT sebagai
fasilitator menyediakan fasilitas mentoring atau konsultasi untuk membantu para
tenant dalam menghadapi berbagai macam hambatan. Adapun kegiatan mentoring
yang dilakukan adalah mentoring teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan
setiap tenant, mentoring bisnis, mentoring pemasaran dan mentoring keuangan.
4) Survei konsumen dan uji pasar
Tujuan utama dari suvei konsumen dan uji pasar adalah untuk menghitung
persentase jumlah konsumen dan nilai jual terhadap produk yang akan dipublikasi.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui daya tarik atau minat pasar terhadap produk
tersebut, sehingga produsen dapat memperkirakan profit dan pertumbuhan
ekonomi dari hasil penjualan produk. Sebagai fasilitator BIT memfasilitasi
melalui jasa konsultasi dan konsultan survei, sehingga para tenant memperoleh
data yang akurat mengenai hasil survei konsumen dan uji pasar terhadap produk
yang akan dijual.
5) Sertifikasi produk/product license
Sertifikat produk adalah sebuah bentuk pengakuan secara tertulis yang
mengatakan bahwa suatu produk telah teruji sesuai dengan standar nasional yang
berlaku dan dapat digunakan oleh konsumen secara aman. Mengingat pentingnya
sertifikat produk bagi para produsen, dalam hal ini adalah tenant, maka BIT –
BPPT memfasilitasi proses sertifikasi produk melalui konsultan yang dianggap
kompeten dalam bidangnya.
c. Pasca-inkubasi
Pasca inkubasi adalah tahapan dimana tenant dikatakan telah lulus dari fase
inkubasi, yang artinya secara teknologi, manajemen bisnis, pemasaran dan
keuangan telah mampu secara mandiri untuk memproduksi dan memasarkan hasil
produknya. Namun untuk memaksimalkan hal tersebut BIT dalam tahapan ini
berperan sebagai mediator untuk mempertemukan tenant dan mitra investor
melalui kegiatan temu bisnis dan technopreneurship program, dimana pada
kegiatan ini mendiskusikan mengenai masalah pendanaan dan sharing profit.
96
4.2.3 Fungsi Lembaga Intermediasi
Sebuah lembaga harus memenuhi beberapa kriteria khusus yang harus
dimiliki agar dapat dikatakan sebagai LI yang mempunyai peran dan fungsi
sebagai lembaga penghubung dan memberikan layanan secara optimal dan
terpadu kepada UKM .
Berdasarkan karakteristik, kondisi dan analisis fungsi organisasi dan
fungsi inkubator bahwa BIT cukup memenuhi kriteria khusus sebagai lembaga
intermediasi karena telah mempunyai SDM yang memadai, sarana dan prasarana
yang memadai, memiliki program kerja. Khusus untuk kerjasama (networking)
memang saat ini, kondisi networking BIT masih lemah. Secara umum networking
BIT sebenarnya cukup luas dengan beberapa lembaga yang mendukung kegiatan
pembinaan UKM yang dilakukan oleh BIT seperti lembaga keuangan bank/non
bank, lembaga litbang, dan lain-lain. Tetapi networking yang dimiliki BIT masih
lemah, karena komitmen lembaga-lembaga yang bekerjasama dengan BIT
tersebut masih lemah. Seharusnya networking yang telah dibentuk harus diperkuat
dengan perjanjian kerjasama yang jelas sehingga komitmennya menjadi kuat
dalam rangka meningkatkan daya saing UKM sesuai tugas pokok dan fungsi dari
masing-masing lembaga tersebut.
Analisis fungsi LI yaitu layanan yang dimiliki BIT untuk UKM,
berdasarkan 4 (empat) layanan minimal yang harus dimiliki oleh suatu lembaga
intermediasi adalah sebagai berikut :
1. Layanan pengembangan teknologi
BIT merupakan lembaga intermediasi yang dibentuk oleh BPPT, dimana
BPPT merupakan salah satu lembaga penghasil dan pemberi rekomendasi
teknologi di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut diatas fungsi layanan teknologi
telah dimiliki oleh BIT. Selain itu untuk memperkuat layanan teknologi yang
diberikan, BIT juga melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga litbang
pemerintah yang lain yang berada dibawah koordinasi Kementerian Riset dan
Teknologi (KRT). BIT juga bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi negeri
dan swasta seperti IPB, UI, ITB, ITS dan lain-lain.
Berkaitan dengan layanan teknologi, BIT juga menyediakan fasilitas
laboratorium uji produk yang telah disesuaikan jenis produk yang sedang
97
diinkubasi oleh setiap tenant. Dalam memaksimalkan penyediaan fasilitas
laboratorium uji produk, BIT juga bekerjasama dengan pihak penyedia jasa
layanan laboratorium uji produk yang terkait. Dalam rangka meningkatkan
kualitas dari para tenant, baik dalam hal teknologi yang dikembangkan maupun
dalam manajemen bisnis, BIT sebagai fasilitator menyediakan fasilitas mentoring
atau konsultasi untuk membantu para tenant. Adapun kegiatan mentoring yang
dilakukan adalah mentoring teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap
tenant, mentoring bisnis, mentoring pemasaran dan mentoring keuangan.
2. Layanan pengembangan SDM
Jasa layanan pengembangan SDM UKM meliputi: pelatihan, pendampingan,
workshop, seminar dan lain-lain. Sebagai inkubator, BIT telah melakukan
pelatihan, pendampingan, workshop dan seminar secara berkala dalam rangka
peningkatkan kemampuan SDM UKM yang dibina. Berdasarkan hal tersebut,
maka BIT telah mempunyai layanan pengembangan SDM.
3. Layanan intermediasi jejaring bisnis/pasar
Sebagai pusat jaringan UKM dengan pasar, industri serta jaringan sarana
komunikasi dan pemasaran produk berbasis internet, BIT memberikan jasa
layanan intermediasi/jejaring bisnis UKM meliputi dengan kegiatan
mempertemukan UKM dengan pasar dan industri, promosi produk-produk UKM
melalui pameran-pameran dan internet. Selain itu BIT juga melakukan suvei
konsumen dan uji pasar adalah untuk menghitung persentase jumlah konsumen
dan nilai jual terhadap produk yang akan dijual oleh UKM binaan. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui daya tarik atau minat pasar terhadap produk tersebut,
sehingga produsen dapat memperkirakan profit dan pertumbuhan ekonomi dari
hasil penjualan produk. Sebagai fasilitator BIT memfasilitasi melalui jasa
konsultasi dan konsultan survei, sehingga para tenant memperoleh data yang
akurat mengenai hasil survei konsumen dan uji pasar terhadap produk yang akan
dijual.
BIT untuk memperkuat pasar juga melakukan sertifikat produk yaitu
sebuah bentuk pengakuan secara tertulis yang mengatakan bahwa suatu produk
telah teruji sesuai dengan standar nasional yang berlaku dan dapat digunakan oleh
konsumen secara aman. Mengingat pentingnya sertifikat produk bagi para
98
produsen, dalam hal ini adalah tenant, maka BIT memfasilitasi proses sertifikasi
produk melalui konsultan yang dianggap kompeten dalam bidangnya.
4. Layanan fasilitasi akses pembiayaan
Memberikan jasa pembiayaan bank dan non bank (pembiayaan berisiko/risk
capital) juga dilakukan oleh BIT dan hal ini ditunjukkan dengan beberapa UKM
binaan memperoleh pinjaman untuk pengembangan usahanya oleh bank dengan
mediasi dari BIT. Jasa layanan fasilitasi akses pembiayaan yang dilakukan oleh
BIT pada prinsipnya adalah mempertemukan UKM dengan lembaga
keuangan/pembiayaan bank dan non bank.
4.3 Perumusan Strategi dan Kelayakan Pengembangan Balai Inkubator
Teknologi
4.3.1 Identifikasi Matriks IFE dan Matriks EFE
Hasil identifikasi matriks IFE pada Tabel 19 dapat dilihat skor tertinggi
untuk kekuatan BIT adalah sebesar 0,452. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
kekuatan utama dari BIT adalah jumlah SDM yang memadai. Skor tertinggi kedua
sebesar 0,412 menunjukkan kekuatan utama kedua yaitu jumlah dana operasional
rutin kantor yang memadai. Dengan mengopimalkan kekuatan yang ada BIT dapat
meningkatkan daya saing UKM, tetapi hal tersebut perlu ditunjang dengan
pendanaan untuk pembinaan tenant yang memadai dan berjangka panjang.
Kelemahan utama BIT ditunjukkan dengan nilai skor tertinggi 0,192. Nilai
tersebut menunjukkan kelemahan utama BIT adalah dana untuk pembinaan tenant
yang terbatas dan bersifat jangka pendek. Memang selama ini pendanaan BIT
yang memadai masih terbatas untuk operasional rutin, sedangkan dana untuk
pembinaan tenant masih terbatas yang berjangka pendek saja. Dengan belum ada
dana pembinaan tenant yang bersifat jangka panjang dan rutin, mengakibatkan
jumlah tenant yang dapat dibina dan dapat dilayani oleh BIT juga masih terbatas.
99
Tabel 19 Matriks IFE
Faktor Internal Bobot
(a)
Rating
(b)
Skor
(axb)
Kekuatan
1) Jumlah SDM yang memadai
2) Jumlah Sarana dan prasarana usaha yang
memadai
3) Jumlah dana operasional rutin kantor yang
memadai
4) Jumlah layanan yang memadai
5) Komitmen dalam pengelolaan lembaga
intermediasi yang kuat
0,113
0,095
0,103
0,100
0,070
4
3
4
3
3
0,452
0,285
0,412
0,300
0,210
Kelemahan
1) Dana untuk pembinaan UKM yang terbatas
dan bersifat jangka pendek
2) SDM yang profesional dan full time masih
terbatas
3) Networking yang masih lemah
4) Belum mempunyai program pelayanan yang
utuh
5) Kegiatan sangat tergantung pada program
pemerintah yang bersifat jangka pendek
6) Pemanfaatan sarana dan prasarana belum
optimal
0,105
0,065
0,096
0,103
0,095
0,055
2
1
2
1
2
2
0,210
0,065
0,192
0,103
0,190
0,110
Total 1,00 2,529
Skor tertinggi kedua sebesar 0,192 menunjukkan kelemahan utama kedua
yaitu networking yang masih lemah. Memiliki networking yang kuat dan luas
merupakan hal yang wajib dimiliki oleh LI. Untuk meningkatkan akses teknologi,
LI harus mempunyai networking dengan lembaga litbang, untuk meningkatkan
akses pembiayaan harus mempunyai networking dengan lembaga keuangan, dan
untuk meningkatkan akses pasar harus mempunyai networking dengan pasar. LI
tidak hanya mempunyai networking dengan lembaga-lembaga seperti yang
disebutkan diatas saja, tetapi harus mempunyai networking dengan lembaga-
lemabaga lainnya yang berhubungan dengan peningkatan daya saing UKM.
Untuk memperkuat networking yang masil lemah dari BIT dapat
dilakukan dengan melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) secara tertulis dengan
lembaga-lembaga yang telah melakukan kerjasama dan berkomitmen untuk
membina tenant. Selama ini memang kerjasama yang dilakukan oleh BIT dengan
lembaga-lembaga pembiayaan, pemasaran dan lembaga lain yang mendukung
kegiatan BIT tidak dilakukan secara tertulis. Diharapkan dengan adanya PKS
secara tertulis dapat memperkuat networking BIT yang selama ini menjadi salah
100
satu kelemahan. Selain itu BIT juga terus memperluas networking dengan
lembaga-lembaga lain sehingga pelayanan yang diberikan kepada UKM dapat
lebih optimal dan terpadu. Networking yang dijalin oleh BIT dengan lembaga-
lembaga lain tidak hanya terbatas pada networking yang bersifat semu, tetapi
lembaga-lembaga tersebut harus mempunyai komitmen yang kuat.
Hasil identifikasi matriks EFE pada Tabel 20, diperoleh nilai skor tertinggi
untuk peluang BIT 0,540. Nilai tersebut menunjukkan peluang utama yang
dimiliki oleh BIT adalah daya saing UKM yang lemah. Peluang utama kedua
ditunjukkan dengan nilai skor 0,480 adalah potensi daerah yang besar. Potensi
daerah yang besar merupakan salah satu sumber bahan baku utama yang dapat
dimanfaatkan oleh UKM untuk menghasilkan produk-produknya.
Daya saing UKM yang lemah ini didukung oleh hasil survei yang
dilakukan oleh Kementerian KUKM (2010) bahwa sebanyak 7.692 unit UKM
Indonesia, daya saing produknya ke sesama negara Asean adalah 1.596 unit yang
kuat dan 6.096 unit lemah. Daya saing produk domestik dibandingkan produk
Cina hanya 796 unit yang kuat dan 5.596 unit lemah dan biaya produksi per unit
produk Tiongkok juga lebih rendah ketimbang Indonesia.
Faktor ancaman yang menonjol dan berpengaruh dalam lingkungan
eksternal dengan nilai skor tertinggi sebesar 0,260 adalah produk impor yang
lebih murah dan sejenis yang diproduksi oleh UKM. Untuk itu BIT harus dapat
menciptakan UKM yang dapat memproduksi barang yang dapat berdaya saing
dengan produk-produk impor tersebut dan hal ini dapat dilakukan oleh BIT
dengan memanfaatkan teknologi hasil dari lembaga litbang di Indonesia.
Prospek bisnis UKM dalam era perdagangan bebas saat ini selain UKM
harus berinovasi menciptakan produk-produk yang dapat memenuhi keinginan
pasar, juga sangat tergantung pada upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam
mengembangkan bisnis UKM. Salah satu upaya kunci yang perlu dilakukan
adalah bagaimana mengembangkan iklim usaha yang kondusif bagi UKM. Untuk
mencapai iklim usaha yang kondusif ini, diperlukan penciptaan lingkungan
kebijakan yang kondusif bagi UKM. Kebijakan yang kondusif dimaksud dapat
diartikan sebagai lingkungan kebijakan yang transparan dan tidak membebani
UKM secara finansial bicara berlebihan. Ini berarti berbagai campur tangan
101
pemerintah yang berlebihan, baik pada tingkat pusat maupun daerah harus
dihapuskan, khususnya penghapusan berbagai peraturan dan persyaratan
administratif yang rumit dan menghambat kegiatan UKM.
Tabel 20 Matriks EFE
Faktor Eksternal Bobot
(a)
Rating
(b)
Skor
(axb)
Peluang
1) Jumlah UKM yang sangat besar
2) Daya saing UKM yang lemah
3) Potensi daerah yang sangat besar
4) Potensi pasar (dalam dan luar negeri) yang besar
5) Teknologi hasil lembaga litbang yang cukup
banyak dan bisa dimanfaatkan
0,095
0.135
0.120
0.110
0.090
4
4
4
3
3
0,380
0,540
0,480
0,330
0,270
Ancaman
1) Dukungan pemerintah yang tidak optimal dan
kontinyu
2) Belum ada kebijakan secara khusus mengenai
lembaga intermediasi
3) Produk impor yang lebih murah dan sejenis
dengan yang diproduksi UKM
4) Iklim usaha yang kurang sehat
0.155
0.075
0.130
0,090
1
2
2
1
0,155
0,150
0,260
0,090
Total 1,00 2,655
Suatu faktor penting di beberapa daerah yang sangat mengurangi daya
saing UKM adalah pungutan liar (pungli) atau sumbangan wajib yang dikenakan
pejabat aparat pemerintah. Pungli liar ini tentu saja akan meningkatkan biaya
operasi UKM sehingga mengurangi daya saing mereka. Dengan demikian,
pungutan liar maupun beban fiskal yang memberatkan perkembangan UKM di
daerah harus dihapuskan.
Selain penciptaan lingkungan bisnis yang kondusif, program-program
pengembangan UKM yang diarahkan pada supply driven strategy sebaiknya mulai
ditinggalkan, sebagai pengganti dari arah program ini yakni pengembangan
program UKM yang berorientasi pasar yang didasarkan atas pertimbangan
efisiensi dan kebutuhan UKM (market oriented, demand driven programs). Fokus
dari program ini yakni pertumbuhan UKM yang efisien dan secara lebih spesisfik
The Asia Foundation (2000) diacu dalam Tambunan (2004) membagi fokus
pengembangan UKM baru yang berorientasi pasar tersebut dalam empat unsur
pokok, yaitu : (1) Pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi UKM; (2)
102
Sel V
Posisi BIT
Pengembangan lembaga-lembaga finansial yang bisa memberikan akses kredit
yang lebih mudah kepada UKM atas dasar transparansi; (3) Pelayanan jasa-jasa
pengembangan bisnis non-finansial kepada UKM yang lebih efektif; (4)
Pembentukan aliansi strategis antara UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha
besar di Indonesia atau di luar negeri.
4.3.2 Identifikasi Matriks IE
Pada Balai Inkubator Teknologi – BPPT, nilai IFE 2,529 dan EFE 2,655
(Gambar 11). Nilai tersebut menunjukkan bahwa strategi pemasaran BIT terletak
pada Sel V. Dalam hal ini strategi yang dapat ditangani dengan baik melalui
strategi menjaga dan mempertahankan; penetrasi pasar dan pengembangan produk
adalah dua strategi yang paling banyak digunakan dalam jenis divisi ini.
Organisasi atau perusahaan yang berada dalam Sel V memiliki posisi
strategis yang sempurna. Berdasarkan hal tersebut BIT harus konsentrasi pada
pasar (penetrasi pasar) dan jasa (pengembangan jasa layanan) yang ada saat ini
merupakan strategi yang paling sesuai. Ketika perusahaan pada Sel V terlalu
berpatokan dengan satu produk/jasa tertentu, diversifikasi terkait layanan kiranya
dapat membantu mengurangi resiko yang berkaitan dengan jasa yang sempit.
Perusahaan yang berada pada Sel V memiliki sumberdaya yang memadai untuk
mengambil keuntungan dari berbagai peluang eksternal yang muncul di banyak
bidang. Mereka bisa mengambil resiko secara agresif jika perlu (David 2009).
Gambar 11 Matriks IE BIT
Keterangan:
a. sel I, II, IV = strategi tumbuh dan bina (growth and build)
b. sel III, V, VII = jaga dan pertahankan
c. sel VI, VIII, IX = panen atau divestasi
103
4.3.3 Analisis SWOT
Setelah menyusun kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan
ancaman eksternal melalui matrik EFE dan IFE, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan analisis SWOT.
Analisa diagram SWOT memiliki sasaran untuk mengidentifikasi satu dari
empat pola atau sel yang terdapat dalam diagram ini menyarankan strategi yang
dapat mendukung perusahaan dalam kondisi tersebut. Dalam analisis diagram
SWOT skor peluang dikurangi skor ancaman dari matrik EFE dan skor kekuatan
dikurangi skor kelemahan dalam matrik IFE. Nilai selisih yang diperoleh
dimasukkan kedalam diagram untuk mengetahui kondisi perusahaan dan alternatif
strategi. Berdasarkan hasil dari analisis faktor eksternal perusahaan pada matrik
EFE diperoleh hasil 1,345 (total skor peluang sebesar 2,000 dikurangi total skor
ancaman sebesar 0,655) untuk faktor peluang, sedangkan faktor internal
perusahaan pada IFE diperoleh hasil 0,789 (total kekuatan sebesar 1,659 dikurangi
total skor untuk kelemahan sebesar 0,970) untuk faktor kekuatan, maka diagram
SWOT dapat digambarkan pada gambar 12.
Gambar 12 Diagram SWOT BIT
104
Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa posisi perusahaan berada
dikuadran I. Hal tersebut berarti perusahaan memiliki peluang lingkungan sebesar
1,345 dan memiliki kekuatan internal sebesar 0,970, maka strategi yang sesuai
dengan kondisi perusahaan adalah strategi agresif atau perluasan untuk
memaksimalkan kekuatan internal dan eksternal perusahaan. BIT juga dapat
melakukan strategi seperti pengembangan pasar, pengembangan jasa layanan dan
inovasi.
4.3.4 Matriks SWOT
Matrik SWOT dianalisis dengan menyesuaikan antara peluang dan
ancaman eksternal dengan kekuatan dan kelemahan internal yang dimiliki BIT,
dengan tujuan mengembangkan strategi-strategi alternatif bagi BIT yang
mendukung strategi berbenah diri sesuai dengan posisi BIT pada diagram SWOT.
Hasil analisis matriks SWOT untuk BIT secara lengkap terdapat pada Tabel 21.
Dari kondisi dan posisi BIT pada lingkungan internal maupun eksternal
yang terlihat melalui analisis SWOT pada kuadaran I, yang mana menandakan
bahwa kondisi BIT sangat kuat dan berpeluang untuk memaksimalkan persaingan
dengan melakukan eskpansi, memperbesar pertumbuhan, meraih kemajuan secara
maksimal dan memanfaatkan bauran pemasaran (Marketing Mix) seperti tetap
menjaga kualitas jasa layanan, besaran biaya pembinaan, melakukan
promosi/sosialisasi yang efektif, serta distribusi yang efisien.
Menurut Swastha (2003) strategi pemasaran yang berhasil umumnya
ditentukan dari satu atau beberapa variabel marketing mix, sehingga perusahaan
dapat mengembangkan strategi produk, harga, distribusi atau promosi, atau dapat
mengkombinasikan variabel-variabel tersebut kedalam suatu rencana strategis
secara menyeluruh.
Berdasarkan hasil kajian ini, menunjukkan bahwa BIT perlu
memaksimalkan strategi pemasaran untuk mencapai tujuan lembaga yaitu
menumbuhkembangkan UKM yang inovatif dan meningkatkan daya saing UKM
dengan memperhatikan bauran pemasaran (marketing mix) yang terdiri dari
variabel jasa layanan, besaran biaya pembinaan, promosi/sosialisasi dan distribusi.
Sehingga semakin banyak lagi UKM yang dapat dibina oleh BIT.
105
Tabel 21 Matriks SWOT BIT
FAKTOR
INTERNAL
FAKTOR
EKSTERNAL
Kekuatan (S)
1. Jumlah SDM yang memadai
2. Jumlah sarana dan prasarana
usaha yang memadai
3. Jumlah dana operasional rutin
kantor yang memadai
4. Jumlah layanan yang
memadai
5. Komitmen dalam pengelolaan
inkubator yang kuat
Kelemahan (W)
1. Dana untuk pembinaan tenant yang
terbatas dan bersifat jangka pendek
2. SDM yang profesional dan full time
masih terbatas
3. Networking yang masih lemah
4. Belum mempunyai program
pelayanan yang utuh
5. Kegiatan sangat tergantung pada
program pemerintah yang bersifat
jangka pendek
6. Pemanfaatan sarana dan prasarana
belum optimal
Peluang (O)
1. Jumlah UKM yang
sangat besar
2. Daya saing UKM yang
lemah
3. Potensi daerah yang
sangat besar
4. Potensi pasar (dalam dan
luar negeri) yang besar
5. Teknologi hasil lembaga
litbang yang cukup
banyak dan bisa
dimanfaatkan
Strategi S-O
1. Meningkatkan pemanfaatan
dan penggunaan sumberdaya
untuk meningkatkan jumlah
dan daya saing UKM binaan
(S1, S2, S3, S4,S5, O1,O2)
2. Menjaga dan meningkatkan
kualitas dan kuantitas layanan
teknologi dengan
memanfaatkan teknologi hasil
litbang (S4, O2, O4, O5)
3. Menjaga dan meningkatkan
kualitas dan kuantitas layanan
akses pasar untuk
memanfaatkan potensi pasar
(dalam dan luar negeri) bagi
produk-produk UKM binaan
(S4, O4)
Strategi W-O
1. Meningkatkan dana pembinaan
jangka panjang guna meningkatkan
jumlah UKM binaan (W1, O1)
2. Meningkatkan jumlah SDM
profesionalisme untuk meningkatkan
jumlah dan daya saing UKM binaan
(W2, O1, O2)
3. Memperkuat dan meningkatkan
networking untuk meningkatkan
layanan teknologi dan akses pasar
(W3, O4, O5)
4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas
layanan untuk memberikan layanan
yang utuh (terpadu) guna
meningkatkan daya saing UKM (W4,
O2)
5. Meningkatkan program-program
yang bersifat jangka panjang untuk
meningkatkan jumlah UKM binaan
(W6, O1)
Ancaman (T)
1. Dukungan pemerintah
yang tidak optimal dan
kontinyu
2. Belum ada kebijakan
secara khusus mengenai
lembaga intermediasi
3. Produk impor yang lebih
murah dan sejenis
dengan yang diproduksi
UKM
4. Iklim usaha yang kurang
sehat
Strategi S-T
1. Meningkatkan sosialisasi dan
pendekatan kepada
pemerintah untuk
mendapatkan dukungan
kebijakan khusus lembaga
intermediasi (S1, T1, T2, T4)
2. Meningkatkan layanan untuk
meningkatkan daya saing
produk UKM sehingga dapat
bersaing dengan produk-
produk impor (S4, T3)
Strategi W-T
1. Meningkatkan pendanaan jangka
panjang, SDM profesional, layanan,
networking, program, pemanfaatan
sarana dan prasarana untuk
meningkatkan daya saing produk
UKM sehingga dapat bersaing dengan
produk impor (W1, W2, W3, W4,
W6, W7, T3)
106
4.3.5 Perumusan Strategi Prioritas
Perumusan urutan strategi prioritas dilakukan dengan menggunakan
rumusan strategi dari hasil analisis SWOT. Berdasarkan penentuan matriks QSPM
diperoleh urutan strategi yang paling menarik untuk diterapkan di BIT adalah
sebagai berikut :
1. Meningkatkan pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya yang ada untuk
meningkatkan jumlah dan daya saing UKM binaan (TAS 6,135)
2. Menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan teknologi dengan
memanfaatkan teknologi hasil lembaga litbang (TAS 4,542)
3. Menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan akses pasar untuk
memanfaatkan potensi pasar (dalam dan luar negeri) bagi produk-produk
UKM binaan (TAS 4,125)
Tabel 22 Kegiatan operasional yang dapat dilakukan oleh BIT
No. Sasaran Kegiatan
Strategi 1 a.. Meningkatnya
pemanfaatan dan
penggunaan
sumberdaya yang ada.
- Melakukan evaluasi pemanfaatan dan penggunanaan
sumberdaya yang ada. - Mengidentifikasi sumberdaya yang belum digunakan
dan dimanfaatkan.
- Melakukan perencanaan penggunaan dan pemanfaatan
sumberdaya yang belum dimanfaatkan. - Meningkatkan penggunaan dan pemanfaatan dengan
menambah UKM/tenant inwall binaan Strategi 2
b. Meningkatkan
layanan teknologi. - Mengevaluasi layanan teknologi yang telah dimiliki. - Mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan
teknologi yang dibutuhkan oleh UKM binaan. - Melakukan kerjasama dengan lembaga litbang yang
memiliki teknologi yang dibutuhkan oleh UKM
binaan. Strategi 3
c. Meningkatkan
layanan akses pasar. - Mengevaluasi layanan akses pasar yang telah dimiliki. - Mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan pasar
produk-produk UKM binaan.
- Melakukan survei pasar produk-produk UKM binaan
dalam dan luar negeri. - Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang
mempunyai akses pasar produk-produk UKM binaan
baik didalam maupun luar negeri.
107
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Karakteristik BIT adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang
mempunyai aspek legal atau dasar hukum pembentukannya, dimana jika
ditinjau dari jumlah pucuk pimpinan maka struktur organisasi BIT merupakan
bentuk organisasi tunggal, dan jika ditinjau dari saluran wewenang, struktur
organisasi BIT berbentuk organisasi jalur, fungsional dan staf. Pendanaan BIT
sebagian besar dari APBN dan sebagian kecil dari mitra dan tenant, selain itu
secara fungsi BIT telah memenuhi kelayakan sebagai organisasi yang baik,
sebagai inkubator dan sebagai lembaga intermediasi.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan BIT adalah jumlah SDM,
dana operasional rutin kantor, sarana, prasarana, layanan dan networking yang
memadai serta komitmen yang kuat.
3. Strategi pengembangan BIT agar peran dan fungsinya lebih optimal dapat
dilakukan dengan meningkatkan pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya
yang ada dengan menambah UKM binaannya, meningkatkan kualitas dan
kuantitas layanan teknologi dengan memanfaatkan teknologi hasil lembaga
litbang, serta menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan akses
pasar dengan memanfaatkan potensi pasar (dalam dan luar negeri) bagi
produk-produk UKM binaan.
5.2 Saran
1. Mengingat pentingnya peranan LI, maka BIT harus melakukan
sosialisasi/promosi dan kampanye yang terstruktur serta terus menerus
mengenai peranan, fungsi dan pentingnya LI sebagai instrumen dalam
meningkatkan daya saing UKM, menciptakan wirasusaha baru berbasis
teknologi.
2. Untuk mengoptimalkan peran dan fungsi LI harus didukung pendanaan yang
memadai dan terstruktur, SDM profesional, layanan, networking, sarana dan
prasarana yang memadai, komitmen yang kuat serta dikelola secara
profesional.
108
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih S. 2000. Regulasi dalam Revitalisasi Usaha Kecil dan Menengah di
Indonesia. Jakarta.
BD Bank Dunia. 2007. Enterprise Surveys 2007, World Bank Group, Private
Sector Resources).
BI Bank Indonesia. 2001. Peraturan Bank Indonesia No. 3/2/PBI/2001yang
berkaitan dengan Pemberian Kredit Usaha Kecil.
BIT Balai Inkubator Teknologi. 2003. Profil Balai Inkubator Teknologi. Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta.
______. 2010. Laporan Kegiatan Tahun 2010 Balai Inkubator Teknologi. Deputi
Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi. Jakarta.
BPS Badan Pusat Statistik. 2006. Sensus Ekonomi 2006. Badan Pusat Statistik.
Jakarta.
David FR. 2009. Konsep Manajemen Strategis. Salemba Empat. Jakarta.
Dipta IW. 2003. Inkubator Bisnis dan Teknologi sebagai Wahana Pengembangan
Usaha Kecil Memasuki Era Global. Kementerian Koperasi , Usaha Kecil
dan Menengah. Jakarta.
Freeman C. 1995. The National System of Innovation. in Historical Perspective.
Cambridge Journal of Economics. Page 5-24.
Handoko H 1995. Organisasi Perusahaan. PBFE. Yogyakarta.
Herujito YM. 2001. Dasar-Dasar Manajemen. Grasindo. Jakarta
Hewick L. 2006. Canadian Business Incubator, paper on seminar International
Best Practices For Increasing Incubator Efficiencies, Jakarta.
Hubeis M. 2009. Prospek Usaha Kecil dalam Wadah Inkubator Bisnis. Ghalia
Indonesia. Bogor.
K-KUKM Kementerian Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah. 1999.
Pedoman Pembinaan Pengusaha Kecil Melalui Inkubator. Jakarta.
________. 2010. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)
dan Usaha Besar (UB) Tahun 2007 – 2009. Jakarta
________. 2011. Surat Keputusan Menteri KUKM No. 81.3/Kep/M.KUKM/
VIII/2002 tentang Petunjuk Teknis Perkuatan Permodalan Usaha Kecil,
Menengah, dan Koperasi dan Lembaga Keuangan dengan Penyediaan
Modal Awal dan Padanan Melalui Inkubator, Jakarta.
Keputusan Kepala BPPT No. 102 tahun 2006 tentang Struktur Organisasi BPPT.
Keputusan Presiden No. 103/2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah
Non Departemen.
109
Keputusan Presiden No. 30 /2003 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden
No. 103/2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Kinnear TC and Taylor JR. 1991. Marketing Research, An Applied Approach. Mc
Graw Hill. New York.
KRT Kementerian Riset dan Teknologi. 2008. Materi Rakor Ristek 2008.
Kementerian Riset dan Teknologi. Jakarta
Marimin. 2008. Pengambilan Keputusan: Kriteria Majemuk. Hlm 58 – 63.
Grasindo. Jakarta
Moekijat. 1993. Pengembangan Organisasi. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Mulyadi AW. 2008. Kumpulan Pengalaman Lembaga Intermediasi di Berbagai
Negara. Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi-PKT. BPPT.
Jakarta.
OECD Organisation for Economic Co-Operation and Development.1997. The
National System of Innovation. Paris.
PI-UMKM Pusat Inovasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. 2008. Pedoman
Pembentukan Pusat Inovasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian. Jakarta
PPKDT Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi. 2006. Difusi Teknologi.
P2KDT. PKT. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Panggabean R. 2007. Profil Inkubator dalam Penciptaan Wirausaha Baru.
Kementerian KUKM. Jakarta
Peraturan Pemerintah (PP) No 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 Bab 22.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan
Intelektual.
Prayitno KB, A Hardiyanto dan Arwanto. 2005. Mekanisme Difusi Teknologi.
Difusi Teknologi: Teori, Pendekatan dan Pengalaman. Pusat Pengkajian
Kebijakan Difusi Teknologi. BPPT. Jakarta
Prayitno KB. 2009. Pemetaan Unsur Pendukung UMKM Inovatif. Laporan
Penelitian. Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi. BPPT. Jakarta
Rahayu. 2005. Analisis Pernan Perusahaan Modal Ventura dalam Mengembang-
kan UKM di Indonesia. Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan dan
Kerjasama Internasional. Jakarta
Robbin SP. 1994. Teori Organisasi (Struktur, Desain & Aplikasi). Terjemahan
oleh Jusuf Udaya, Lic, Ec. Arcan. Jakarta.
Salusu J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi Publik dan
Organisasi Nonprofit. PT Gramedia. Jakarta
Setyobudi S. 2007. Peran serta Bank Indonesia dalam Pengembangan Usaha Kecil
dan Menengah. Bank Indonesia. Jakarta
110
Siagian PS. 1995. Manajemen Strategik. Bumi Aksara. Jakarta
________. 2005. Fungsi-Fungsi Manajerial. PT. Bumi Aksara. Jakarta
Soekarton.1992. Dasar-dasar Organisasi. Gadjah Mada Press. Yogjakarta.
Sutarto. 2006. Dasar-Dasar Organisasi. Gadjah Mada Press. Yogjakarta
Swastha B. 2003. Manajemen Pemasaran Modern. Liberty. Yogyakarta.
Tambunan T. 2000. Development of Small-Scale Industries during the New Order
Government in Indonesia, Aldershot: Ashgate.
_________. 2004. Ukuran Daya Saing Koperasi dan UKM. Pusat Studi Industri.
Universitas Trisakti. Hlm 4-6. Jakarta
_________. 2006. Development of Small & Medium Enterprises in Indonesia
from the Asia-Pacific Perspective, LPFE-Usakti. Jakarta
Taufik TA. 2005. Pengembangan Sistem Inovasi Daerah: Perspektif Kebijakan.
P2KTPUDPKM-BPPT. Jakarta.
_________. 2009. Kebijakan Inovasi di Indonesia. Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi. Jakarta.
_________. 2000. Sistem Inovasi. Kedeputian Pengkajian Kebijakan Teknologi.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta.
Umar H. 2005. Strategic Management in Action : Konsep, Teori dan Teknik
Menganalisis Manajemen Strategis. Gramedia. Jakarta
Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan Iptek.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
Urata S, 2000. Policy Recommendations for SME Promotion in Indonesia. Report
to the Coordination Ministry of Economy, Finance and Industry, Jakarta.
Wahyudi AS. 1996. Manajemen Strategik, Pengantar Proses Berpikir Strategik.
Binarupa Aksara. Jakarta.
WB Word Bank. 2007. Enterprise Surveys 2007. World Bank Group, Private
Sector Resources).
Lampiran 1. Rekapitulasi karakteristik Balai Inkubator Teknologi
No. Karakteristik Keterangan
1. Mulai berdiri Didirikan April 2001 dengan nama Balai Inkubasi Teknologi (BIT), berada di bawah koordinasi Deputi Bidang Pengkajian
Kebijakan Teknologi – BPPT.
2. Aspek legal 1. Keppres No. 103/2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen;
2. Keppres No. 30 /2003 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 103/2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen;
3. Keputusan Ka. BPPT No. 102 tahun 2006 tentang Struktur Organisasi BPPT.
3. Visi, misi dan tujuan Visi:
menjadi pusat unggulan inkubasi teknologi dalam rangka mewujudkan wirausaha baru yang tangguh, mandiri dan berdaya
saing
Misi:
1. Wahana terkemuka dalam pengembangan wirausaha baru berbasis teknologi atau inovasi;
2. Meningkatkan kemampuan dan kompetensi UKM yang berbasis teknologi atau inovasi;
3. Mitra terpercaya dalam mengelola jaringan kerjasama antara tenant, lembaga litbang, perguruan tinggi, lembaga keuangan
dan dunia usaha;
4. Pusat askes informasi ke lembaga litbang, jaringan profesional, teknologi dan investasi.
Tujuan :
adalah sebagai wahana untuk menciptakan enterpreneur inovatif dari kalangan mitra ABG (Academic, Business, Government)
sehingga dapat menjadi unit usaha baru yang berbasis teknologi atau inovasi yang memiliki daya saing, tangguh dan mandiri.
111
4. Struktur organisasi
5. Periode inkubasi 1-3 tahun
6. Persyaratan tenant 1. Ide atau gagasannya memiliki potensi komersial.
2. Berpotensi menciptakan lapangan kerja.
3. Adanya kesamaan antara kebutuhan tenant dan layanan yang diberikan BIT-BPPT.
4. Intensitas litbang besar dan produknya berbasis teknologi atau inovasi.
5. Mempunyai teamwork yang potensial.
6. Secara pribadi memiliki potensial kemampuan kewirausahaan.
7. Memiliki suatu rencana bisnis yang berisi fokus utama bisnisnya, informasi pasar, pesaing, konsumen dan perkiraan
cashflow.
7. Alur seleksi dan pembinaan
tenant
8. Jasa layanan 1. Pra inkubasi
a. Road show dan pameran
b. Technopreneurship program
c. InTim Software
d. Temu bisnis
2. Inkubasi
a. Fasilitasi kantor
b. Fasilitasi laboratorium uji produksi
c. Fasilitasi mentoring dan konsultasi
d. Survei konsumen dan uji pasar
e. Sertifikasi produk
113
3. Pasca inkubasi
Mediator untuk mempertemukan tenant dan mitra investor melalui kegiatan temu bisnis dan technopreneurship program
9. Infrastruktur yang disediakan 1. Ruangan
2. Sarana dan prasarana perkantoran
10. Fokus sasaran Tenant berbasis teknologi
11. Jenis industri tenant a. Industri manufaktur (50 %).
b. Industri kreatif ( 30 %).
c. Industri agroindustri (20 %).
12. Jenis dan jumlah rata-rata tenant
setiap tahun
a. Inwall tenant 6
b. Outwall tenant 14
13. Monitoring tenant Selalu dilakukan oleh Licenses Officers (LO) setiap 3 bulanan.
14. Sumber dana inkubator Murni program dari BPPT yang bersumber dari dana APBN
15. Sumber dana tenant APBN dan sebagian kecil dari mitra dan tenant.
16. Jumlah karyawan 30 orang
17. Status karyawan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
18. Hubungan tenant dengan
inkubator
Hubungan pembinaan
19. Rasio jumlah karyawan dengan
jumlah tenant
1 : 1
20. Permasalahan utama 1. Ketersediaan dana untuk pembinaan tenant yang sifatnya jangka panjang
2. Networking.yang masih lemah
117
Lampiran 5 Daftar calon inwall tenant yang akan diinkubasi BIT tahun 2011
Produk Keterangan Leasson Officer
Electro Cardiografi (EKG) Electro Kardiografi adalah Alat untuk memantau kondisi denyut jantung tubuh
Manfaat Produk : Mendeteksi dini kelainan fungsi jantung
Status teknologi: siap diproduksi
Calon Mitra : -
Inkubasi : mitra investasi, Uji produksi, alpha dan beta test dan mentoring
Suryo Hadiyono
Gelatin Halal Gelatin merupakan protein yang diekstrak dari jaringan kolagen kulit, tulang atau ligamen hewan.
Manfaat Produk : Dapat diaplikasi pada produk pangan dan non pangan sebagai bahan penstabil
(stabilizer), pembentuk gel (gelling agent), pengikat (binder)
Status Teknologi: level 6 telah dihasilkan dan diuji coba pada lingkungan yang relevan
Calon Mitra : PT. Muhara Dwitunggal Laju, Citereup Jabar
Inkubasi: Uji produksi, alpha dan beta test dan mentoring
Ai Nelly
Engine Rusnas /
Silent Genset
Engine Rusnas merupakan mesin multi guna berkapasitas 500cc.
Manfaat Produk : Dapat diaplikasikan pada kendaraan fungsi khusus seperti micro car, transportasi
air, silent genset, dll
Calon Mitra: PT. NEFA, PT. INKA, PT. ITM, PT. CNG GLOBAL, PT. Intanjaya Agro Megah Abadi.
Status : Pengembangan untuk aplikasi produk pada micro car
Inkubasi : Uji produksi, alpha dan beta test, serta mentoring
Moh Hamdani
118
Nano Powder Nano Powder merupakan bubuk nano partikel dengan jenis dan fungsi yang beragam.
Manfaat Produk : Aplikasi di dunia Industri, contoh sebagai penguat bahan komposit berbagai
produk, aplikasi pada pelapis permukaan (cat), serta tekstil berfungsi khusus.
Status : tahap uji coba produksi
Calon Mitra : CV. Nanotech Indonesia, PT. Catur Elang Perkasa.
Inkubasi : Uji Produksi, alpha dan betha test, mentoring.
Ai Nelly
Kantong Aspal Kantong aspal merupakan produk yang berfungsi sebagai kemasan aspal yang efektif.
Manfaat Produk : Selain sebagai kantong aspal juga sebagai bahan adiftif yang dapat meningkatkan
kualitas aspal.
Status : Sudah sesuai dengan properties produk benchmark, sedang dilakukan pengembangan untuk
aplikasi pada prototipe
Calon Mitra : PT. JAYA Trade, PT. PERTAMINA, Cilacap
Inkubasi : Mitra Investasi, Peralatan pendukung aplikasi produk, Uji Produksi, alpha dan beta test,
mentoring.
Eddy HP. Entum
Aloe Gel Liquid Extractor Merupakan mesin pembuat ekstrak daun Lidah Buaya (Aloe Vera)
Manfaat Produk : Sebagai alat produksi pangan yang ekonomis dengan proses industri berskala IKM
Status: sudah diaplikasikan, kurang beberapa modul dan penyempurnaan.
Calon Mitra: CV. Prima Indonesia, Bali
Inkubasi : Pembuatan peralatan pendukung, uji produksi, alpha dan betha test, mentoring.
Teguh D. Cahyanto