26
BAB I PENDAHULUAN Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh agar tetap normal. Jika terganggu, akan terjadi masalah kesehatan, termasuk struma. Fungsi kelenjar gondok yang membesar dan metabolisme tubuh yang meningkat (hipermetabolisme) juga terkadang disertai kelelahan, jari-jari gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya struma terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang letaknya di depan leher di bawah jakun. Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid yang fungsinya mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh seseorang. Jika kelenjar kurang aktif memproduksi hormon, terjadilah defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu aktif, hormon yang dihasilkan akan berlebihan. Dua kondisi ketidaknormalan ini memicu perbesaran kelenjar yang hasil akhirnya antara lain penyakit gondok (struma endemik). Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Struma dapat membesar kearah dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara yang akan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran napas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan oksigenasi, nutrisi, cairan dan elektrolit. Bila pembesaran kearah luar 1

Struma Ayuska

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Struma Ayuska

BAB I PENDAHULUAN

Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh agar tetap normal. Jika

terganggu, akan terjadi masalah kesehatan, termasuk struma. Fungsi kelenjar gondok yang

membesar dan metabolisme tubuh yang meningkat (hipermetabolisme) juga terkadang

disertai kelelahan, jari-jari gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya struma terkait

kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang letaknya di depan leher di bawah jakun.

Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid yang fungsinya mengendalikan kecepatan

metabolisme tubuh seseorang. Jika kelenjar kurang aktif memproduksi hormon, terjadilah

defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu aktif, hormon yang dihasilkan akan berlebihan.

Dua kondisi ketidaknormalan ini memicu perbesaran kelenjar yang hasil akhirnya antara lain

penyakit gondok (struma endemik).

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat

mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Struma dapat membesar kearah dalam

sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara yang akan mengakibatkan terjadinya

obstruksi saluran napas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan

oksigenasi, nutrisi, cairan dan elektrolit. Bila pembesaran kearah luar maka akan terjadi

perubahan bentuk leher yang membesar simetris maupun asimetris.

Dilaporkan pada tahun 2009, di Amerika Serikat ditemukan kasus Goiter pada lebih dari

250.000 pasien. Menurut WHO, Indonesia sendiri merupakan negara yang dikategorikan

endemis kejadian goiter. Penyakit ini dominan terjadi pada perempuan dibandingkan laki-

laki. Umumnya 95% kasus Gondok bersifat jinak (benigna), sisanya 5% kasus kemungkinan

bersifat ganas (maligna).

1

Page 2: Struma Ayuska

BAB IIPEMBAHASAN

DEFINISI

Struma atau yang disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher karena

pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid yang dapat berupa gangguan fungsi

atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Pembesaran dapat bersifat difus, yang

berarti bahwa seluruh kelenjar tiroid membesar atau nodusa yang berarti bahawa terdapat

nodul dalam kelenjar tiroid.

ANATOMI TIROID

Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini terdiri dari dua lobus yang

dihubungkan oleh istmus. Masing-masing lobus berbetuk lonjong berukuran panjang 2,5-5

cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram.

Secara mikroskopis terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara

50-500 µm. Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap

ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini

berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk lobulus yang mendapat

vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan pekat, koloid sebagian besar terdiri

atas protein, khususnya protein tyroglobulin

Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Thyroidea Superior (cabang dari a. Karotis

Eksterna) dan a. Thyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi

oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus

perifolikular.

Nodus Limfatikus thyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang

kemudian ke arah nodus pre laring yang berada tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis

dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung

ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan.

2

Page 3: Struma Ayuska

FISIOLOGI HORMON TIROID

Tahap pertama pembentukan hormon tiroid adalah pompa iodida dari darah ke dalam sel dan

folikel kelenjar tiroid. Membran basal sel tiroid memompakan iodida masuk ke dalam sel

yang disebut dengan penjeratan iodida (iodide trapping). Sel-sel tiroid kemudian membentuk

dan mensekresikan tiroglobulin dari asam amino tirosin. Tahap berikutnya adalah oksidasi

ion iodida menjadi I2 oleh enzim peroksidase. Selanjutnya terjadi iodinasi tirosin menjadi

monoiodotirosin, diiodotirosin, dan kemudian menjadi T4 dan T3 yang diatur oleh enzim

iodinase. Kemudian, hormon tiroid yang telah terbentuk ini disimpan di dalam folikel sel

dalam jumlah yang cukup untuk dua hingga tiga bulan. Kemudian, T4 dan T3 yang bebas ini

dapat berdifusi ke pembuluh kapiler di sekitar sel-sel tiroid. Keduanya diangkut dengan

menggunakan protein plasma. Karena mempunyai afinitas yang besar terhadap protein

plasma, hormon tiroid, khususnya tiroksin, sangat lambat dilepaskan ke jaringan. Kira-kira

tiga perempat dari tirosin yang teriodinasi dalam tiroglobulin tidak akan pernah menjadi

hormon tiroid, hanya sampai pada tahap monoiodotirosin atau diiodotirosin. Yodium dalam

monoiodotirosin dan diiodotirosin ini kemudian akan dilepas kembali oleh enzim deiodinase

untuk membuat hormon tiroid tambahan.

Regulasi hormon tiroid adalah sebagai berikut. Hipotalamus sebagai master gland

mensekresikan TRH (Tyrotropine Releasing Hormone) untuk mengatur sekresi TSH oleh

hipofisis anterior. Kemudian tirotropin atau TSH (Thyroid Stimulating Hormone) dari

hipofisis anterior meningkatkan sekresi tiroid dengan perantara cAMP. Mekanisme ini

mempunyai efek umpan balik negatif, bila hormon tiroid yang disekresikan berlebih,

sehingga menghambat sekresi TRH maupun TSH. Bila jumlah hormon tiroid tidak

mencukupi, maka terjadi efek yang sebaliknya.

3

Page 4: Struma Ayuska

Efek yang umum dari hormon tiroid adalah mengaktifkan transkripsi inti sejumlah besar gen.

Oleh karena itu, di semua sel tubuh sejumlah besar enzim protein, protein struktural, protein

transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil akhirnya adalah peningkatan menyeluruh

aktivitas fungsional di seluruh tubuh. Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolik selular

dengan cara meningkatkan aktivitas dan jumlah sel mitokondria, serta meningkatkan transpor

aktif ion-ion melalui membran sel. Hormon tiroid juga mempunyai efek yang umum juga

spesifik terhadap pertumbuhan. Efek yang penting dari fungsi ini adalah meningkatkan

pertumbuhan dan perkembangan otak selama kehidupan janin dan beberapa tahun pertama

kehidupan pascalahir.

Efek hormon tiroid pada mekanisme tubuh yang spesifik meliputi peningkatan metabolisme

karbohidrat dan lemak, peningkatan kebutuhan vitamin, meningkatkan laju metabolisme

basal, dan menurunkan  berat badan. Sedangkan efek pada sistem kardiovaskular meliputi

peningkatan aliran darah dan curah jantung, peningkatan frekuensi denyut jantung, dan

peningkatan kekuatan jantung. Efek lainnya antara lain peningkatan pernafasan, peningkatan

motilitas saluran cerna, efek merangsang pada sistem saraf pusat (SSP), peningkatan fungsi

otot, dan meningkatkan kecepatan sekresi sebagian besar kelenjar endokrin lain.

PATOGENESIS

Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon

tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh

hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah

yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin

dalam jumlah yang besar ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin

bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan

T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat

sekitar 300-500 gram.

Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa

hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses

peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh

suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan

misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium.

4

Page 5: Struma Ayuska

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan melalui :

1. Anamnesis

Anamnesis sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis/macam kelainan dari

struma, perlu ditanyakan :

Identitas diri pasien (umur, Sex, Alamat)

Penting sekali menanyakan asal penderita, apakah penderita tinggal di daerah

pegunungan atau dataran rendah, bertujuan apakah berasal dari daerah

endemik struma.

Pembengkakan : mulainya kapan (jangka waktu) dan kecepatan tumbuh.

Keluhan penekanan : adakah dysphagia, dyspnea dan suara serak.

Keluhan toksik seperti : tremor, banyak keringat, BB turun, nafsu makan,

palpitasi, gelisah dan tidak tenang.

Apakah ada keluarganya yang menderita penyakit yang sama.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Perhatikan tanda-tanda khusus :

Exopthalmus

Stelwag Sign : Jarang berkedip

Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli waktu

melihat ke bawah

Morbus Sign : Sukar konvergensi

Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi

Ressenbach Sign : Temor palpebra jika mata tertutup

b. Inspeksi 

- Posisi penderita duduk dengan leher terbuka, sedikit hiperekstensi.

- Pembengkakan :

• bentuk : diffus atau lokal

• ukuran : besar dan kecil

• permukaan : halus atau modular

• keadaan : kulit dan tepi

5

Page 6: Struma Ayuska

• gerakan : pada waktu menelan.

Adanya pembesaran tiroid dapat dipastikan dengan menelan

ludah dimana kelenjar tiroid akan mengikuti gerakan naik

turunnya trakea untuk menutup glotis. Karena tiroid

dihubungkan dengan cartilago oleh ligamentum Berry.

c. Palpasi 

Diperiksa dari belakang dengan kepala diflexikan diraba perluasan dan

tepinya.

Ditentukan lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri,

kanan atau keduanya.

Ditentukan ukuran (diameter terbesar dari benjolan).

Konsistensi (lunak, kistik, keras atau sangat keras).

Mobilitas.

Infiltrasi terhadap kulit/jaringan sekitar.

Pembesaran kelenjar getah bening disekitar tiroid : ada atau tidak.

Nyeri pada penekanan atau tidak.

d. Perkusi 

Jarang dilakukan 

Hanya untuk mengetahui apakah pembesaran sudah sampai ke

retrosternal.

e. Auskultasi 

Jarang dilakukan.

Dilakukan hanya jika ada pulsasi pada pembengkakan.

6

Page 7: Struma Ayuska

KLASIFIKASI

Berdasarkan Fisiologisnya

Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Eutiroidisme

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi

kelenjar tiroid rendah sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang

meningkat. Goiter atau struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali

pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi

pada trakea.

b. Hipotiroidisme

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional dari kelenjar tiroid sehingga

sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang.

Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin,

dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok,

mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.

c. Hipertiroidisme

hipertiroidisme merupakan akibat berlebihnya sintesa dan pelepasan hormon tiroid oleh

kelenjar tiroid berbeda dengan tirotoksikosis yang berarti suatu sindroma klinis yang terjadi

akibat hormon tiroid, tiroksin atau triiodotironin yang beredar berlebihan. Penyebab utama

tirotoksikosis adalah hipertiroidisme yang disebabkan oleh penyakit Grave, struma toksik

multinodular dan adenoma toksik. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis

antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi

hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme

berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, lebih

suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor

pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut

rontok, dan atrofi otot.

7

Page 8: Struma Ayuska

Berdasarkan Klinisnya

a. Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik.

Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma

diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis

sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih

benjolan.

Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh

dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah

penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter) goiter), bentuk tiroktosikosis yang

paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya. Apabila gejala hipertiroidisme

bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksikosis.

Struma difus toksik (Grave’s Disease)

Grave’s disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Grave’s terjadi akibat

antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas

tiroid itu sendiri.

Manifestasi klinis

Pada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal.

Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia

kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan.

Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis

yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin

banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu

makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi

ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada

tungkai bawah. Oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar,

kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata),

dan kegagalan konvergensi. Jaringan orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh

limfosit, sel mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoltalmoa (proptosis bola

mata), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler.

8

Page 9: Struma Ayuska

Struma nodular toksik

Struma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummer’s disease. Paling sering ditemukan

pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik.

Manifestasi klinis

Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi

digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah,

dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut

yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. Penderita

goiter nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran

fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan.

Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang

terlihat pada penyakit Graves. Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul.

Beberapa goiter terletak di retrosternal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat,

pemeriksaan fisik dan didukung oleh tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon

tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid biasanya tidak ditemukan.

b. Struma Non Toksik

Pembesaran kelenjar tiroid tanpa disertai tanda-tanda hipertiroid maupun hipotiroid. Struma

non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non toksik

dan struma nodusa non toksik. Apabila berbatas jelas dan jelas teraba pembesaran nodul-

nodul pada kelenjar tiroid maka dikatakan “nodusa” namun jika batas tidak jelas, maka

disebut struma “difusa”. Struma non toksik seringkali disebabkan oleh kekurangan yodium

yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid

yang sering ditemukan di daerah yang air minumnya kurang sekali mengandung yodium dan

goitrogen yang menghambat sintesa hormon tiroid.

Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi

multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak

ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik

atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis

yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai

rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Kadang-kadang penderita datang

dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase

karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya

9

Page 10: Struma Ayuska

masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase

karsinoma tiroid pada kranium.

Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai

dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang

masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Tes Fungsi Hormon

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi

tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan

triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur

kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat

diukur dengan assay radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya

sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya

kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun

(hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga

memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk

mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.

2. Foto Rontgen leher

Pemeriksaan X-foto leher AP/lateral ini dimaksudkan untuk mengetahui adakah

deviasi trakea akibat penekanan dari kelenjar tiroid yang membesar.

3. Foto rontgen Thorax

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bagian struma yang retrosternal, juga melihat

“coin lession” pada paru sebagai tanda keganasan tiroid.

4. Ultrasonografi (USG)

Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar.

USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul

yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang

dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan

karsinoma.

5. CT-scan tiroid

Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m

dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian

10

Page 11: Struma Ayuska

berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil

pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama

adalah fungsi bagian-bagian tiroid.

6. Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi

jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.

Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi

kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang

kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.

7. Pemeriksaan Potong Beku

dikerjakan intra operatif untuk menentukan apakah struma tersebut jinak atau ganas,

untuk menentukan macam tindaan bedah definitif.

PENATALAKSANAAN

Struma diffusa toksik

Tujuan pengobatan struma jenis ini adalah membatasi produksi hormon tiroid yang

berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid

(yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

1. Obat antitiroid

Indikasi :

1. terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap,

pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.

2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau

sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.

3. Persiapan tiroidektomi

4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

5. Pasien dengan krisis tiroid

11

Page 12: Struma Ayuska

Obat antitiroid yang sering digunakan :

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol 30-60 5-20

Metimazol 30-60 5-20

Propiltourasil 300-600 5-200

2. Pengobatan dengan yodium radioaktif

Indikasi :

1. pasien umur 35 tahun atau lebih

2. hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi

3. gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid

4. adenoma toksik, goiter multinodular toksik

3. Operasi

Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi :

1. pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat

antitiroid.

2. pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis

besar

3. alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif

4. adenoma toksik atau struma multinodular toksik

5. pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

Struma nodusa toksik

Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi

biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif

seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini

membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau

lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma

multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain

adalah dianjurkan.

12

Page 13: Struma Ayuska

Struma non toksik

Indikasi operasi pada struma non toksika ialah:

1. keganasan

2. penekanan

3. kosmetik

Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila

hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena

dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher

maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher

radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar

getah bening.

13

Page 14: Struma Ayuska

BAB III

PEMBEDAHAN

Pembedahan struma dapat dibagi menjadi pembedahan diagnostik dan terapeutik.

Pembedahan diagnostik dengan cara insisi atau eksisi sudah jarang dilakukan seiring semakin

akuratnya biopsi jarum halus. Pembedahan teraupetik dapat berupa lobektomi total,

lobektomi subtotal, istmo-lobektomi dan tiroidektomi total. Pada struma nodular non toksik

dan non maligna dapat dilakukan hemitiroidektomi, istmo-lobektomi atau tiroidektomi

subtotal.

Penyulit pembedahan diantaranya adalah perdarahan, cedera nervus laringeus rekurens

unilateral atau bilateral, kerusakan cabang eksternus nervus laringeus superior, cedera trakea

atau esofagus. Pembedahan pada struma yang besar dapat mengakibatkan trakeomalasia,

yaitu kolapsnya trakea akibat hilangnya vaskularisasi dan “sandaran” yang selama ini juga

didapat dari struma yang melingkari trakea sampai dua pertiganya.

Penyulit pasca bedah lain yang berbahaya adalah adanya hematom di lapangan operasi yang

akan menimbulkan penekanan, terutama terhadap trakea dan obstruksi napas. Krisis tiroid

atau tirotoksikosis adalah penyulit yang sangat berbahaya dan harus ditanggulangi segera

untuk menghindari kematian. Tirotoksikosis merupakan hiperparatiroi hebat yang

berkembang ketika atau segera setelah pembedahan pada penderita hipertiroidisme.

Gejalanya ditandai dengan takikardi serta gejala-gejala hipertiroidisme lain yang bersifat akut

dan hebat. Bila ada hipertiroidisme, sebaiknya pembedahan dilakukan setelah hipertiroidisme

terkendali atau penderita dalam keadaan eutiroid. Hipoparatiroidisme, baik temporer maupun

permanen, terjadi karena kelenjar paratiroid ikut terangkat pada tiroidektomi total.

14

Page 15: Struma Ayuska

BAB IV

PENCEGAHAN

Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari

berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah

terjadinya struma adalah :

Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan

mensosialisasikan pemakaian garam yodium.

Mengonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut.

Iodisasi air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan

keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah

luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan cara menambahkan yodida kedalam

saluran air dalam pipa air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air

minum.

Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik.

Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun,

termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan

endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin.

Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali

dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang

dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit,

mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh dan menghambat progresifitas

penyakit.

15

Page 16: Struma Ayuska

Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial penderita

setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut

Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan

mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran.

Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan

Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar dan

bugar serta keluarga dan masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui

melakukan fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan

rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi

aesthesis yaitu yang berhubungan dengan kecantikan.

BAB V

16

Page 17: Struma Ayuska

PROGNOSIS

Secara umum, struma non toksik, walaupun besar, tidak menyebabkan

gangguan neurologik, musculoskeletal, vascular atau respirasi, atau menyebabkan

gangguan menelan akibat tekanan atau dorongan. Keluhan yang sering timbul ialah

rasa berat dileher, adanya benjolan yang bergerak naik turun waktu menelan dan

alasan kosmetik. Sekitar 5% struma nodusa mengalami degenerasi maligna.berbagai

tanda keganasan yang dapat dievaluasi meliputi perubahan bentuk, pertumbuhan lebih

cepat dan tanda infiltrasi pada kulit dan jaringan sekitar, serta fiksasi dengan jaringan

sekitar. Dapat terjadi penekanan atau infiltrasi ke nervus rekurens (perubahan suara),

trakea (dispnea), atau esofagus (disfagia). Struma nodusa yang berlangsung lama

biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi oleh pengobatan supresi hormon tiroid atau

pemberian hormon tiroid.

DAFTAR PUSTAKA

17

Page 18: Struma Ayuska

1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R.1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC: Jakarta.

2. Anonim. 2008. Struma Nodusa Non Toksik. Dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi

Bag/SMF Ilmu Bedah (hlm.48-52). Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo

Surabaya.

3. Longo, Dan L, Dennis L Kasper, et.al. 2012. Harrison’s Principles of Internal Medicine.

United States of America: The McGraw-Hill Companies,Inc. p. 2911-2939.

4. Sabiston, D.C., Jr, M.D. 2004. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.

5. Mulinda, James R, MD. 2013. Goiter. http://emedicine.medscape.com/article/120034-

overview Diakses: 19 Juni 2014.

6. Bahn, Rebecca, Elliot Levy, Leonard Wartofsky. 2007. Grave’s

Disease.http://press.endocrine.org/doi/full/10.1210/jcem.92.11.9994. Diakses: 19 Juni

2014.

7. Matovinovic J, MD. 2000. Therapy and Prophylaxis of Endemic Goitre.

http://libdoc.who.int/monograph/WHO_MONO_44_(p385).pdf. Diakses 19 Juni 2014.

18