Upload
dangdieu
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
STUDI KASUS SISWA DEGRADASI DARI PROGRAM AKSELERASI
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi siswa program akselerasi gagal dalam mengikuti program tersebut sehingga harus turun (degradasi) ke program reguler.
Responden dalam penelitian ini adalah siswa kelas III MTs yang pernah mengikuti program akselerasi di MTs PPMI Assalaam Surakarta namun tidak dapat mengikuti program akselerasi hingga 2 tahun sehingga di tengah-tengah program pembelajarannya harus turun dan mengulang ke program reguler. Responden dalam penelitian ini berjumlah tiga orang. Selain itu dilakukan juga wawancara terhadap tiga orang siswa yang berhasil dalam mengikuti program akselerasi sebagai pembanding untuk lebih meyakinkan penemuan. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kualitatif dengan metode desain kasus yang bersifat deskriptif, dengan teknik pengambilan purposive dan dengan system snow ball sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan secara berantai dengan meminta informasi pada orang yang diwawancarai sebelumnya. Sedangkan metode pengambilan datanya menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi selama wawancara berlangsung.
Metode analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis tematik, yang diawali dengan mengumpulkan data, membuat koding, tema dan kategorisasi. Selanjutnya tema tersebut nantinya secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena, dan secara maksimal memungkinkan interprestasi fenomena.
Hasil yang didapat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi siswa program akselerasi turun ke program reguler terbagi menjadi dua bagian yaitu faktor yang berpengaruh secara eksternal dan internal. Faktor yang mempengaruhi secara eksternal adalah faktor yang mempengaruhi responden yang berasal dari luar dirinya seperti lingkungan tempat tinggal dalam hal ini adalah lingkungan pondok pesantren, sekolah, teman sebaya, guru, keluarga. Sementara faktor yang berpengaruh secara internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri seperti karakteristik individu yang tidak bisa menerapkan metode belajar cepat, kebosanan, kelelahan, pusing, munculnya perasaan-perasaan negatif seperti minder, pesimis, sensitif terhadap setiap permasalahan yang dihadapi, sikap yang membatasi diri dengan teman dan kecenderungan perilaku individu yang mengarah ke underachievement seperti rasa malas belajar, motivasi belajar rendah serta kurangnya keinginan untuk berkompetisi. Kata kunci : faktor-faktor yang mempengaruhi, degradasi, program akselerasi
2
PENGANTAR
Latar Belakang Masalah
Program Percepatan Belajar (PPB) atau yang lebih dikenal dengan istilah
akselerasi mulai dicanangkan pada tahun 2000 oleh Menteri Pendidikan Nasional
sebagai salah satu program pendidikan nasional untuk anak berbakat intelektual
(Suralaga, 2006). Sejak program ini dicanangkan tidak sedikit sekolah-sekolah di
Indonesia yang kemudian membuka program akselerasi tersebut.
Secara konseptual, pengertian acceleration diberikan oleh Pressey sebagai
suatu kemajuan yang diperoleh dalam program pengajaran, pada waktu yang lebih
cepat atau usia yang lebih muda daripada yang konvensional. Definisi ini
menunjukkan bahwa akselerasi meliputi persyaratan untuk menghindari hambatan
pemenuhan permintaan dalam pengajaran dan mengusulkan proses-proses yang
memungkinkan siswa melalui pemberian materi yang lebih cepat dibandingkan
dengan kemajuan rata-rata siswa (Hawadi, 2004).
Oleh karena itu pada pelaksanaannya program akselerasi tidak jauh
berbeda dengan program reguler, perbedaannya adalah terletak pada lamanya
masa studi. Program akselerasi melaksanakan kegiatan belajar dengan pemadatan
jam dan materi pelajaran agar siswa dapat menyelesaikan pendidikannya sesuai
waktu yang ditentukan yaitu lebih singkat atau lebih cepat dibandingkan program
reguler.
Menurut Widyastono (2004) sistem percepatan kelas (akselerasi)
merupakan strategi alternatif yang relevan bagi siswa yang memiliki kemampuan
dan kecerdasan di atas rata-rata, disamping untuk memberikan pelayanan
3
pendidikan yang sesuai dengan potensi siswa juga mengimbangi kekurangan yang
terdapat pada srategi klasikan-massal. Dalam kelas akselerasi ini siswa diberi
peluang untuk dapat menyelesaikan studi lebih cepat, misal di SD enam tahun
menjadi lima tahun dan sekolah lanjutan tiga tahun menjadi dua tahun tanpa
meloncat kelas.
Hasil wawancara dengan Bapak Arif Rifa’i selaku ketua program
akselerasi di PPMI Assalaam yaitu pada 26 juni 2008, mengungkapkan proses
seleksi penerimaan siswa akselerasi di MTs PPMI Assalaam melibatkan bantuan
lembaga psikologi yang ditunjuk oleh pihak sekolah dengan lima kriteria yaitu IQ,
SQ, CQ atau Kreativitas, Task Commitment, serta EQ. siswa yang mengikuti tes
seleksi adalah siswa yang sebelumnya telah lulus tes seleksi penerimaan siswa
baru di PPMI Assalaam. Secara kuantitatif kemampuan siswa diukur dengan tes
potensi akademik maupun psikotes sedang data seleksi secara kualitatif diperoleh
melalui tes wawancara.
Program pendidikan akselerasi memang merupakan bentuk pelayanan
yang positif dan memberikan alternatif bagi anak berbakat secara intelektual agar
dapat berkesempatan untuk mengembangkan kemampuannya secara optimal.
Namun program akselerasi ini dalam penyelenggaraannya tidak berarti terhindar
dari persoalan.
Banyak hal-hal yang perlu mendapat perhatian agar tujuan akselerasi dapat
berjalan dengan baik. Ada anak-anak akselerasi yang di tengah-tengah program
pembelajarannya harus pindah ke kelas reguler atau mengalami prestasi yang
tidak sesuai dengan keberbakatannya. Menurut Coleman (1985) anak-anak
4
berbakat belum tentu baik dalam segala hal, anak tersebut bisa memperoleh kelas-
kelas yang rendah, bisa memiliki persoalan perilaku, dan bisa memiliki
kesenjangan dalam bidang keahlian tertentu.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Arif Rifa’i selaku Ketua program
akselerasi di MTs PPMI Assalaam Surakarta yang juga berperan sebagai wali
Kelas tiga akselerasi sekaligus berperan sebagai guru BP mengungkapkan
beberapa permasalahan yang dihadapi anak-anak akselerasi yang turun
(degradasi) ke program akselerasi antara lain hasil evaluasi yang menunjukkan
prestasinya atau nilai tidak memenuhi standar minimal, selain itu siswa juga
merasa sulit menyesuaikan diri dengan kehidupan pondok pesantren karena
adanya perbedaan antara pola asuh yang selama ini diterapkan orangtua di rumah
dengan pola kehidupan pondok pesantren, permasalahan yang lain adalah adanya
pengaruh dan permasalahan dengan teman sebaya, dan kesulitan belajar di pondok
pesantren, kesulitan dalam membagi waktu serta kondisi yang tidak kondusif
karena padatnya jadwal sehingga siswa cenderung merasa capek.
Fenomena adanya anak akselerasi yang harus turun (degradasi) ke
program reguler di tengah-tengah program pembelajarannya terjadi setidaknya
setiap tahun sejak program akselerasi ini didirikan di Madrasah Tsanawiyah
Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Bapak Zaenal, Kepala Bidang Tata Usaha Madrasah Tsanawiyah
Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam, tercatat pada tahun ajaran 2003/2004
ada empat siswa terpaksa harus turun ke program reguler dari total 40 siswa yang
mengikuti program akselerasi. Tahun ajaran berikutnya yaitu 2004/2005 dari total
5
65 siswa yang mengikuti program akselerasi ada empat siswa lagi yang harus
turun ke program reguler. Pada tahun ajaran berikutnya 2005/2006 dari total 64
siswa yang mengikuti program akselerasi ada tiga siswa lagi yang terpaksa turun
ke program reguler. Selanjutnya pada tahun ajaran 2006/2007 dari 74 jumlah total
siswa yang mengikuti program akselerasi terdapat tiga siswa yang kemudian harus
turun ke program reguler. Sampai pada tahun ajaran 2007/2008 dari 84 total siswa
yang mengikuti program akselerasi saat ini, terdapat satu siswa yang kemudian
harus turun ke program reguler.
Kenyataan adanya fenomena persoalan tersebut yang berkaitan dengan
pelaksanaan program akselerasi, maka peneliti bermaksud untuk mengetahui atau
menjawab pertanyaan tentang “ Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi
siswa program akselerasi turun (degradasi) ke program reguler ? ”
Metode Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kualitatif
dengan metode studi kasus dimana merupakan penelitian intensif terhadap
fenomena yang berlangsung dalam suatu konteks waktu tertentu dan tidak dapat
dimanipulasi. Hal ini disesuaikan dengan tujuan penelitian, yakni untuk
memperoleh suatu pemahaman yang mendalam mengenai kegagalan siswa
akselerasi dalam mengikuti program akselerasi khususnya pada faktor-faktor yang
mempengaruhi kegagalan tersebut. Sedangkan cara yang peneliti gunakan untuk
memperoleh data tersebut yaitu dengan melaksanakan Wawancara mendalam (In
depth Interview).
6
Berkaitan dengan sampel penelitian, teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan purposive sampling. Menurut Sugiono (2006)
penentuan sumber data pada orang yang diwawancarai dilakukan secara purposive
karena pengambilan sampel tidak diambil secara random, melainkan dipilih
dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Responden dalam penelitian ini adalah
siswa yang berusia 12-14 tahun atau saat ini sedang menempuh pendidikan di
Sekolah Menengah Pertama di Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam yang
pernah mengikuti program akselerasi dan terpaksa diturunkan ke program reguler.
Selain itu peneliti juga akan mewawancarai responden yang berhasil
mengikuti program akselerasi selama dua tahun sesuai dengan ketentuan sebagai
kelompok pembanding yang nantinya hasil wawancara terhadap siswa akselerasi
yang berhasil tersebut digunakan sebagai data pelengkap dan sebagai upaya
meningkatkan argumentasi dan meyakinkan penemuan.
Penelitian ini dalam pengambilan sampel selain dengan teknik purposive
sampling, peneliti juga menggunakan sistem Snowball sampling dalam
memperoleh sampel penelitian. Menurut poerwandari (2005) yang dimaksud
dengan sistem snowball sampling adalah pengambilan sampel yang dilakukan
secara berantai dengan meminta informasi pada orang yang telah diwawancarai
atau dihubungi sebelumnya, demikian seterusnya.
Wawancara dilakukan dengan Focus Group Discussion dan wawancara
individual, dengan membagi responden ke dalam dua kelompok antara lain
kelompok responden I berisi responden yang merupakan siswa yang gagal
mengikuti program akselerasi dan harus turun ke program reguler. Kemudian
7
kelompok responden II adalah kelompok yang berisi siswa yang berhasil
mengikuti program akselerasi selama 2 tahun.
Program Akselerasi di MTs PPMI Assalaam
Berdasarkan buku panduan bagi penyelenggaran program khusus yang ada
di MTs PPMI Assalaam Surakarta yang berjudul Profile Special Servis Programs
(International, Acceleration, Olympiad Classes), penyelenggaraan program
akselerasi di MTs PPMI Assalaam dapat diuraikan sebagai berikut :
Program kelas akselerasi (acceleration class Programs) yang ada di
Madrasah tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta
diselenggarakan sejak tahun ajaran 2002/2003. Program ini diselerenggarakan
guna melayani siswa Madrasah Tsanawiyah yang mempunyai prestasi akademik
lebih tinggi (diatas rata-rata) dibandingkan siswa biasa (reguler).
Pada program akselerasi yang diselenggarakan di sekolah ini, siswa harus
mampu menyelesaikan studinya di jenjang SLTP hanya dengan waktu 2 tahun,
dengan target pembelajaran siswa memiliki rata-rata prestasi belajar yang lebih
tinggi dibandingkan kelas reguler, dimana program reguler ditempuh dalam waktu
3 tahun. Adapun evaluasi terhadap siswa yang mengikuti program ini dilakukan
setiap 4 bulan dilakukan sekali tes sumatif dan dalam 4 bulan diadakan 2 kali tes
formatif dengan nilai tiap mata pelajaran minimum 7,00. Apabila siswa tidak
memenuhi standar kenaikan kelas maka siswa tersebut akan diturunkan kembali
ke kelas reguler atau kelas biasa. Kelas akselerasi ini ditekankan kepada
kemampuan penguasaan akademik secara keseluruhan dengan mengutamakan
8
esensi materi pembelajaran. Selain itu siswa juga mengikuti kegiatan di luar kelas
(outdoor programs) seperti studi lapangan yang berhubungan dengan mata kuliah
tertentu, outbond, pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan peningkatan
motivasi, program konsultasi dengan psikolog, dan lain-lain. Selain itu untuk
mengontrol dan dalam upaya peningkatan kualitas siswanya di MTs PPMI
Assalaam ini diadakan bimbingan belajar sore hari, bimbingan olimpiade dan
karya ilmiah.
Sistem perekrutan siswa akselerasi di MTs PPMI Assalaam adalah dengan
menyeleksi siswa yang telah diterima di Mts PPMI Assalaam, dan diambil 100
besar diantaranya untuk mengikuti tes seleksi program akselerasi. Persyaratan
untuk diterima ke dalam program akselerasi disini adalah yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa dalam aspek psikologis, melalui
pemeriksaan psikologis sebelumnya berupa IQ, EQ, SQ, CQ, dan TC berdasarkan
konsep keberbakatan Renzulli. Kemudian aspek akademis, yang didapat dari tes
masuk/TPA, serta aspek informasi subyektif, yaitu nominasi dan rekomendasi
yang diperoleh dari orang tua, guru, teman sebaya. Selain itu juga tetap
memperhatikan kesediaan calon siswa akselerasi belajar dan adanya persetujuan
dari orangtua.
Guru yang ditugaskan untuk mengajar di program akselerasi juga memiliki
beberapa syarat yaitu adanya pengalaman mengajar di program reguler dan
memiliki prestasi baik. Guru harus mempunyai kemampuan pada mata pelajaran
yang diajarkan. Selain itu juga guru harus pernah mengikuti seminar atau
workshop tentang program akselerasi.
9
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahawa terdapat berbagai macam faktor
yang dapat mempengaruhi seorang siswa program akselerasi gagal dalam
menempuh pendidikannya di program akselerasi. Faktor-faktor tersebut meliputi
faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri dan faktor-faktor dari luar diri siswa
tersebut yaitu teman, keluarga, lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sekolah.
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri antara lain
karakteristik individu yang tidak bisa belajar dengan metode cepat dan mandiri
seperti yang diterapkan selama ini. Selain itu terdapat kebosanan, kelelahan,
pusing, munculnya perasaan-perasaan negatif seperti minder, pesimis, sensitif
terhadap setiap permasalahan yang dihadapi, sikap yang membatasi diri dengan
teman dan kecenderungan perilaku individu yang mengarah ke underachievement
seperti rasa malas belajar, motivasi belajar rendah serta kurangnya keinginan
untuk berkompetisi. Sementara faktor yang mempengaruhi responden yang
berasal dari luar dirinya seperti lingkungan tempat tinggal, sekolah, teman sebaya,
guru, keluarga, dan lain sebagainya. Hasil penelitian secara umum dapat
digambarkan dengan bagan sebagai berikut :
10
Siswa Program Akselerasi PPMI Assalaam (model kurikulum telescoping)
PRA Lolos seleksi penerimaan merasa senang
? IQ tinggi ? CQ tinggi – cukup tinggi ? Task Commitment cukup – agak rendah ? Emosi / Kepribadian cukup tinggi – agak
rendah
Tidak nyaman dengan pelabelan atau tekanan siswa lain (reguler)
Susah bersosialisasi dengan teman lain (reguler)
PROSES
Merasa capek
Merasa jenuh dan bosan Nilai turun
DAMPA
Merasa tidak sesuai dengan
situasi dan kondisi di kelas
Pemahaman yang kurang terhadap materi pelajaran
Self-esteem rendah (minder dan pesimis)
Mudah terkena stressor (merasa stress dan pusing, belajar terganggu
Membatasi diri dengan teman
Motivasi berprestasi rendah (menurun)
Nilai terus turun
Turun dari program akselerasi
Pantauan dari orangtua kurang mendalam
11
Pembahasan
Pembahasan dalam penelitian ini akan mengulas berbagai temuan dalam
beberapa pokok bahasan yang dijadikan sebagai kerangka analisa data. Sesuai
dengan tujuan penelitian, ulasan ini nantinya akan meliputi berbagai faktor yang
mempengaruhi siswa akselerasi gagal mengikuti program akselerasi sehingga
terpaksa turun atau mengulang di program reguler. Faktor-faktor tersebut meliputi
faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri dan faktor-faktor dari luar diri siswa
tersebut yaitu teman, keluarga, lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sekolah.
Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri dapat dilihat dari bagaimana
persepsi dan hal-hal yang dirasakan siswa itu selama mengikuti program
akselerasi, bagaimana gambaran emosi atau kepribadiannya dan bagaimana
motivasi dan minatnya selama mengikuti program akselerasi. pada dasarnya
responden mempersepsikan program akselerasi itu enak karena bisa menempuh
pendidikan lebih singkat dibandingkan dengan teman seusianya. Namun ketika
responden mulai mengikuti program akselerasi, responden merasakan kebosanan,
kelelahan sehingga menurunkan minatnya dalam belajar, cenderung malas dan
tidak memperhatikan guru di kelas, sering tidur di kelas serta motivasinya
menurun dalam belajar. Sehingga hal tersebut menyebabkan responden gagal
dalam mengikuti program akselerasi. Konsekuensi dari program ini, siswa
dituntut belajar dengan cepat, mereaksi segala sesuatu dengan cepat, dan akhirnya
harus bisa belajar mandiri. Tuntutan itu mungkin bisa membuat siswa menjadi
kurang rileks, merasa jenuh, dan bosan karena rutinitas belajar. Lebih lanjut dapat
menjadikan motivasi siswa menurun baik dalam hal meningkatkan nilai atau
12
prestasi belajar, motivasi dalam mengerjakan tugas maupun motivasi dalam
berkompetisi. Responden yang gagal mengikuti program akselerasi ini juga
terkurang kurang dapat mengontrol emosi dan cenderung berperilaku konformis
khususnya yang berkaitan dengan keinginan untuk belajar. Temuan penelitian
terhadap responden yang berhasil mengikuti program akselerasi adalah meskipun
pernah mengalami kejenuhan, capek ketika belajar, dan rasa ketakutan akan gagal,
responden kelompok ini masih mampu untuk memotivasi diri agar terus
meningkatkan nilai agar lebih baik dari sebelumnya.
Menurut Southern dan Jones (Hawadi, 2004) salah satu kelemahan
program akselerasi adalah dalam segi penyesuaian emosional dimana siswa
akselerasi mungkin saja akan merasa frustasi dengan adanya tekanan dan tuntutan
yang ada. Akibatnya mereka akan merasa sangat lelah sekali sehingga
menurunkan tingkat apresiasinya dan bisa menjadi siswa underachiever. Selain itu
menurut Salim kebosanan juga sangat menurunkan motivasi belajar siswa. Oleh
karena itu kegiatan-kegiatan perlu diupayakan agar menantang, menarik, serta
disajikan dalam berbagai macam bentuk sehingga dapat mewakili berbagai gaya
belajar siswa (Hawadi, 2004).
Hasil penelitian juga menunjukkan responden tergolong individu yang
mudah terkena stressor. Hal tersebut menjadi salah satu yang mempengaruhi salah
satu responden tidak dapat mengikuti program akselerasi. Responden
mengungkapkan semakin lama semakin merasa stres berada di kelas akselerasi,
selain itu juga responden menjadi sensitif terhadap tekanan-tekan dari luar dirinya.
Menurut Assaat (2007) Program akselerasi yang bersifat mempercepat proses
13
belajar anak berpotensi menimbulkan stres, khususnya stres akademis. Apabila
anak tidak dapat menanggulangi tantangan serta tuntutan percepatan proses
belajar, besar kemungkinan ia akan mengalami stres sehingga kondisi fisik
maupun psikologis ini dapat mempengaruhi prestasi belajar. Lebih lanjut dalam
penelitiannya Assaat (2007) menunjukkan bahwa persepsi individu terhadap
program akselerasi yang diikuti lebih menentukan kondisi stres yang dialami
individu. Hal tersebut sesuai dengan temuan penelitian terhadap siswa akselerasi
yang berhasil mengikuti pendidikan selama dua tahun. Siswa yang berhasil di
akselerasi mengaku merasa menikmati dan santai selama mengikuti program
akselerasi meskipun metode balajar yang diterapkan cenderung cepat.
Selain itu responden juga merasa tidak nyaman di akselerasi karena
merasa minatnya dibatasi dalam mengikuti kegiatan ekstrakulikuler. Karena tidak
adanya kesempatan mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di dalam sekolah
menyebabkan responden tidak suka dan jenuh dengan aktivitas belajar yang terus-
menerus. Hal ini sejalan dengan pendapat Southern dan Jones (Hawadi, 2004)
tentang kelemahan program akselerasi, salah satunya adalah aktivitas
ekstrakulikuler yang erat kaitannya dengan usia sehingga siswa akselerasi akan
memiliki kesempatan yang kurang untuk berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas
yang penting di luar kurikulum yang normal. Responden penelitian mengungkap
lebih senang berada di reguler karena memiliki kebebasan berekspresi dan
keikutsertaan dalam kegiatan ekstrakulikuler, sehingga responden merasa lebih
berkembang, memiliki banyak pengalaman di reguler serta lebih merasa percaya
diri.
14
Faktor lain yang berpengaruh adalah lingkungan sosial dalam hal ini
adalah teman sekelas, teman satu sekolah maupun teman sepermainan sehari-hari.
Responden merasa lingkungan belajar di kelas tidak mendukung cara belajar
yang disukai oleh responden. Hal tersebut membuat responden tidak nyaman
belajar di kelas dan menimbulkan perasaan negatif terhadap teman-temannya.
Menurut Alanda, L. I., dkk (2007) dalam penelitiannya pada masa remaja awal,
kelompok teman sebaya dan hubungan sosial menjadi hal yang paling penting
bagi remaja. Alanda, L. I., dkk (2007) juga menambahkan persahabatan yang erat
membantu remaja awal khususnya siswa SLTP dalam menghadapi tekan-tekanan
yang dialaminya. Dalam kasus ini responden penelitian memiliki ketidakcocokan
dan permasalahan dengan teman sekelas di akselerasi sehingga mengganggu
motivasinya untuk bertahan mengikuti program akselerasi.
Permasalahan yang dihadapi oleh kelompok responden I dengan kelompok
responden II dalam pergaulan dengan teman sesama akselerasi sangat berbeda.
Kelompok responden II dimana kelompok ini berisi siswa yang berhasil
mengikuti program akselerasi, justru merasa betah dan nyaman di kelas. Masing-
masing siswa menunjukkan kekompakan dan solidaritas yang tinggi. Adanya rasa
kekeluargaan yang tinggi ditunjukkan dengan adanya kepedulian satu sama lain
yang mana jika ada teman akselerasi khususnya teman sekelas mendapatkan
masalah, teman-teman yang lain akan membantu dalam upaya pemecahan
masalah tersebut.
Selain itu responden juga merasa minder dan membatasi diri dalam
bergaul dengan teman-teman akselerasi. Rasa minder, pesimis dan rasa harga diri
15
yang rendah karena merasa kemampuannya dibawah teman-teman sesama
akseleran menyebabkan responden merasa lebih baik bila di reguler. Secara tidak
langsung perasaan-perasaan negatif tersebut menyebabkan siswa membatasi
dirinya atau menarik diri dari lingkungannya dalam hal ini teman-teman sesama
akselerasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Rahman (2007) dimana kepercayaan
diri terhadap optimisme masa depan pada siswa program percepatan belajar
memiliki hubungan positif terhadap kedisiplinan belajar. Lebih lanjut Rahman
(2007) mengungkapkan siswa yang memiliki kepercayaan diri rendah cenderung
merasa tidak aman, tidak bebas, ragu-ragu dan menyalahkan lingkungan terhadap
setiap permasalahan yang dihadapi. Siswa cenderung merasa malu dan rendah diri
karena perasaan dirinya tidak sesuai dengan harapan orang lain.
Siswa program akselerasi sebagai kelompok minoritas merasa dibedakan
ketika lingkungan teman sebaya mengadakan kegiatan perkumpulan untuk
angkatan-angkatan tertentu. Mendapat label ‘siswa aksel’ dan label ‘angkatan
ngambang’ menyebabkan responden tidak nyaman dalam menjalani program
akselerasi. Responden merasa kebingungan berada diantara kakak kelas dan
teman seusianya yang berada di reguler. Bahkan salah satu responden mengaku
merasa kesulitan dalam menyeimbangkan diri karena hal tersebut. Pelabelan dari
lingkungan tersebut menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi responden
dalam mengikuti program akselerasi sehingga menyebabkannya gagal. Temuan
penelitian pada kelompok responden II juga mengungkapkan bahwa ada pelabelan
dari siswa lain ataupun perlakuan yang berbeda bahkan cenderung mengancam
16
menyebabkan responden menjadi takut dan tidak nyaman selama mengikuti
program akselerasi.
Menurut Santrock (2002) keikutsertaan remaja dalam suatu kelompok
tertentu dapat meningkatkan harga diri remaja tersebut. Selanjutnya Santrock
menambahkan, remaja dalam kelompok menoritas dapat mengalami kesulitan
bergabung dengan kelompok-kelompok dan klub-klub teman sebaya di sekolah.
Dalam penelitian ini dapat dikatakan kelompok minoritas yang berisi siswa
akselerasi mengalami kebingungan ketika ada perkumpulan bersama dengan
teman-teman regulernya dan merasa dibedakan.
Selain faktor di atas faktor lain yang ada di lingkungan sekolah yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa salah satunya adalah guru dalam hal ini
adalah bagaimana kepribadian, sikap, dan gaya mengajar guru. Responden
mengaku merasa dekat dengan guru-guru di akselerasi, responden merasa guru di
akselerasi lebih perhatian dibandingkan dengan guru-guru di reguler. Namun tidak
semua guru dirasakan enak oleh responden. Responden mengaku ada beberapa
guru yang cara mengajarnya membosankan, cenderung monoton, jarang bercerita
dan bercanda menyebabkan responden menjadi malas mengikuti pelajaran yang di
ajarkan di kelas dan menurunkan motivasinya dalam belajar. Gaya mengajar guru
yang membosankan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi responden
turun dari program akselerasi, karena responden menjadi enggan memperhatikan
guru dan malas mengikuti kegiatan belajar-mengajar. Hal tersebut juga dirasakan
pada kelompok responden siswa yang berhasil mengikuti program akselerasi.
responden kelompok II mengaku motivasi belajar di kelas menurun manakala
17
guru yang mengajar cenderung tidak enak dan membosankan. Menurut Zarfiel
(dalam hawadi, 2004) salah satu penyebab siswa tidak berhasil menampilkan
prestasi sesuai dengan potensi yang dimilikinya adalah bisa jadi gaya belajar
siswa tidak cocok dengan gaya mengajar guru, dengan kata lain suatu bentuk
ketidaksesuaian dengan cara mengajar dapat mengarah pada rendahnya prestasi.
Pola hubungan responden dengan orangtuanya dapat dilihat dari seberapa besar
dukungan orangtua dan bagaimana reaksi orangtua selama responden mengikuti
program akselerasi. pola interaksi orangtua dengan siswa merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi bagaimana prestasi belajar siswa tersebut. Selama
mengikuti program akselerasi responden mengaku orangtuanya bangga ketika
responden diterima di program akselerasi dan lebih sering menjenguk ke pondok
pesantren. Meskipun begitu responden tergolong anak yang cenderung
mengabaikan tuntutan belajar dari orangtua karena selama di akselerasi orangtua
hanya sebatas memantau pada saat menjenguk siswa. bahkan salah satu responden
mengaku terbiasa dibebaskan dalam hal belajar oleh orangtuanya. Hal ini sejalan
dengan beberapa penyebab siswa tidak berhasil menampilkan prestasi sesuai
dengan potensi yang dimilikinya yang diungkapkan oleh Zarfiel (hawadi, 2004),
salah satunya adalah faktor rumah, dimana belajar tidak dinilai tinggi atau
didukung oleh orangtua.
18
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat banyak faktor
yang mempengaruhi seorang siswa tidak berhasil dengan baik dalam mengikuti
program akselerasi sehingga terpaksa harus turun dan mengulang di program
reguler. Beberapa faktor yang berpengaruh tersebut memiliki kaitan satu sama
lain.
Faktor yang mempengaruhi siswa gagal mengikuti program akselerasi
dapat berasal dari diri siswa itu sendiri, lingkungan sosial, sekolah, tempat tinggal,
dan keluarga. Faktor dari diri siswa yang berpengaruh terhadap kegagalan siswa
tersebut di kelas akselerasi adalah muncul kebosanan, rasa capek, pusing serta
malas belajar yang menunjukkan individu mengalami burnout dan cenderung
underachievement. Siswa yang gagal tersebut juga tergolong siswa yang kurang
mampu memotivasi diri atau memiliki motivasi berprestasi yang rendah atau
cenderung menurun dan tidak adanya keingininan untuk berkompetisi di dalam
kelas.
Sementara faktor lainnya yang memberi pengaruh terhadap terjadinya
kasus siswa yang gagal dan terpaksa harus turun dari program akselerasi berasal
dari teman, guru, sekolah budaya lingkungan , dan keluarga. Faktor teman
menjadi pengaruh tersendiri bagi keberhasilan siswa mengikuti program
akselerasi, adanya konflik dengan teman sekelas dapat mempengaruhi seorang
siswa dalam belajar di akselerasi. siswa juga tergolong minder karena merasa
tidak sesuai dengan harapan lingkungannya dan menunjukkan sikap yang
membatasi diri dengan teman. Selain itu adanya pelabelan dari siswa lain,
19
perbedaan materi dengan siswa reguler hingga sulit untuk berdiskusi dan
konformitas. Dari segi guru cara mengajar guru mempengaruhi motivasi belajar
siswa di kelas khususnya gaya mengajar yang membosankan dan monoton, begitu
juga metode belajar mengajar yang cenderung cepat yang belum tentu sesuai
dengan semua siswa. Guru juga kurang memberikan kesempatan siswa untuk ikut
kegiatan ekstrakulikuler.
Dari segi sekolah, budaya yang terbentuk di lingkungan sekolah
khususnya pondok pesantren seperti pembentukan kelompok-kelompok di setiap
angkatan kelas menjadi faktor yang berpengaruh terhadap siswa akselerasi sebagai
keompok minoritas karena merasa dibedakan, selain itu kondisi kelas seperti
ruang kelas dan situasi yang ada di dalamnya juga menjadi pengaruh tersendiri
bagi siswa tersebut selama menjalani program akselerasi, responden merasa di
kelas membosankan dan cenderung individualis . Dari segi orangtua kurangnya
orangtua dalam memonitoring siswa dalam belajar juga menjadi faktor yang
mempengaruhi siswa, karena siswa menjadi terbiasa untuk tidak belajar secara
rutin.
Saran-saran
Berdasarkan proses dan hasil penelitian ini, peneliti memberikan beberapa
saran yang relevan kepada pihak-pihak sebagai berikut :
1. Bagi sekolah
Sekolah hendaknya dalam menerima siswa program akselerasi tidak hanya
memperhitungkan IQ yang tinggi pada siswa tersebut tetapi juga emosi atau
20
kepribadiannya serta komitment siswa tersebut terhadap tugas harus dalam
kategori tinggi karena hal tersebut juga menentukan keberhasilan siswa dalam
mengikuti program akselerasi. Selain itu program akselerasi perlu disikapi secara
proporsional tidak hanya dalam pemberian fasilitas yang menunjang dari segi
akademis saja, perlu juga pemberian fasilitas lain yang juga sangat dibutuhkan
oleh siswa yang dalam hal ini adalah kebutuhan psikologis. Sekolah hendaknya
menyediakan layanan BP maupun konseling khusus bagi siswa akselerasi, karena
mengingat layanan BP atau konseling yang selama ini dibebankan kepada wali
kelas dan kesantrian dirasa kurang dibandingkan dengan persoalan yang muncul.
Selain itu sekolah juga perlu mengadakan pertemuan rutin khususnya dengan
orangtua siswa untuk melakukan evaluasi yang berkala sehingga perkembangan
siswa dapat senantiasa terpantau oleh pihak-pihak terkait baik itu dari segi
akademis maupun sosialnya.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Agar penelitian lebih representatif bagi yang ingin mengambil tema serupa
sebaiknya jumlah sampel dalam penelitian selanjutnya lebih banyak khususnya
menghadirkan sampel laki-laki dan perempuan, tidak hanya perempuan saja.
Peneliti selanjutnya juga hendaknya juga mencari informasi dari luar responden
selama mengikuti program akselerasi seperti dari wali kelas, pihak kesantrian atau
selaku pengawas santri selama di PPMI Assalaam. Hal tersebut sebaiknya
dilakukan agar terhindar dari bias kesalahan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Alanda,L. I., dkk. 2007. Penyesuaian Diri Siswa yang Mengikuti Program Akselerasi (Studi Pada Siswa SLTP di Jakarta Selatan). Jurnal Provitae. Vol. 3. No. 1. Hal. 1 - 16. Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara.
Assaat, I. I. 2007. Persepsi Atas Program Akselerasi dan Stres Akademik. Jurnal
Provitae. Vol. 3. No. 1. Hal. 29 - 54. Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara.
Coleman, L. J. 1985. Schooling The Gifted. University of Tennessee, Knoxville.
Addison – Wesley Publishing Company. Hawadi, R. A. 2004. Akselerasi A – Z Informasi Program Percepatan Belajar dan
Anak Berbakat Intelektual. Penerbit : Grasindo. Khottob, T. & Rifai, A. 2007. Profile Special Service Programs (International,
Acceleration, Olympiad Classes) MTs PPMI Assalaam Solo - Indonesia. Surakarta : Assalaam Press.
Poerwandari, K. 2005. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia.
Jakarta : LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Rahman, A. 2007. Hubungan antara Kedisiplinan Belajar dan Kepercayaan Diri
Terhadap Optimisme Masa Depan Pada Siswa Program percepatan Belajar. Skripsi (Tidak diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Santrock, J. W. 2002. Life Spant Development. Jilid 2. Penerbit : Erlangga.
(Terjemahan oleh : Chusairi, Achmad). Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan R & D. Bandung :
Alfabeta. Suralaga, F. 2006. Program Akselerasi Bagi Anak Berbakat : Sudah Tepatkah ?.
Tazkiya Journal of Psychology. Vol. 6. No. 1. Hal. 1-16. Jakarta : Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah.
Widyastono, H. 2004. Sistem Percepatan Kelas (Akselerasi) Bagi Siswa yang
Memiliki Kemampuan dan Kecerdasan Luar Biasa. www.google.com.