Upload
vunguyet
View
257
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
STUDI PENGARUH RASIO AMILOSA-AMILOPEKTIN DAN KADAR AIR
TERHADAP KERENYAHAN DAN KEKERASAN MODEL PRODUK
GORENGAN
SKRIPSI
DIMAS SUPRIYADI
F24070049
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
1
STUDY ON EFFECTS OF AMYLOSE-AMYLOPECTIN RATIO AND
WATER CONTENT TO CRISPINESS AND HARDNESS OF FRIED
PRODUCT MODEL
Dimas Supriyadi and Sugiyono
Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology,
Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia
Phone: +62856 9242 0797, E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Nowadays fried products are becoming the popular food. Most of them are using rice or
glutinous rice flour for giving textural properties, especially crispiness and hardness. Starch is one of
food components that contribute in defining textural properties of fried product. The difference of
amylose-amylopectin ratio in starch plays important role in microstructural properties of food and
may cause any different crispiness and hardness to fried food. In addition, the water content of fried
food also affects the crispiness and hardness. This research studied the effect of amylose-amylopectin
ratio, water content, and time of storage to crispiness and hardness using fried food model based rice
flour and glutinous rice flour. Amylose-amylopectin ratio could be altered by changing the ratio of
rice flour and glutinous rice flour and water content could be altered by changing the time of frying.
Crispiness and hardness were analysed by trained panelists using Profile Texture Sensory Method.
Rice type IR64 and glutinous rice type Ciasem were used in this research for getting wide range of
amylose-amylopectin ratio. There were four ratio of amylose-amylopectin that were 0.04, 0.2, 0.4, and
0.58 as treatment to know the effects of amylose-amylopectin ratio to crispiness and hardness. Times
of frying as a treatment of water content effect which were used were 10, 12, 16, 18 minutes. The last
treatment of storage time was ratio of amylose-amylopectin 0.04 and 0.58 which were stored on 2, 4,
and 6 hours to know the changing of crispiness and hardness. The comparation of flour and water
that showed the best batter consistency was comparation between flour and water 1:0.7. Ratio of
amylose-amylopectin 0.04 had the highest crispiness and lowest hardness. The time of frying 18
minutes resulted the lowest water content which gave the highest crispiness and lowest hardness. The
ratio of amylose-amylopectin 0.04 had a more crispiness decreasing and hardness increasing than
ratio of amylose-amylopectin 0.58 after 6 hours storage. Amylopectin increased the crispiness
butdecreasedthe hardness. Water content of fried product also became a factor to crispiness and
hardness. Fried product which hada low water content gave a high crispiness and low hardness.
Amylopectin and water were easier to interact more than amylose and water on storage. On certain
time, this interaction gave a more decreasing crispiness than amylose-water although amylopectin
was a main factor to increase crispiness and lower hardness.
Keywords : Fried product model, amylose-amylopectin ratio, water content, crispiness, hardness,
storage time
2
DIMAS SUPRIYADI. F24070049. Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin dan Kadar Air
terhadap Kerenyahan dan Kekerasan Model Produk Gorengan. Di bawah bimbingan Dr. Ir.
Sugiyono, M. AppSc. 2012.
RINGKASAN
Tekstur dari produk gorengan merupakan aspek kualitas terpenting yang menentukan
penerimaan konsumen. Bagian penting dari tekstur gorengan adalah kerenyahan dan kekerasan. Pada
umumnya masyarakat menambahkan tepung beras ataupun tepung beras ketan ke dalam adonan
gorengan untuk meningkatkan kerenyahan dan mengurangi kekerasan dari produk gorengan tersebut.
Tepung beras dan tepung beras ketan memiliki komponen utama yaitu pati yang terdiri dari amilosa
dan amilopektin. Akan tetapi belum diketahui secara pasti pengaruh amilosa dan amilopektin terhadap
kerenyahan dan kekerasan produk gorengan. Oleh karena itu diperlukan penelitian tentang pengaruh
secara langsung amilosa dan amilopektin terhadap kerenyahan dan kekerasan produk gorengan
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio amilosa-amilopektin dan kadar air
terhadap kerenyahan dan kekerasan model produk gorengan.
Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu (1) karakterisasi tepung beras dan tepung beras
ketan, (2) kajian pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap kerenyahan dan kekerasan, dan (3)
kajian pengaruh kadar air terhadap kerenyahan dan kekerasan. Pada tahap persiapan bahan dilakukan
penepungan beras dan beras ketan. Penepungan dilakukan dengan menggunakan alat Pin Disc Mill.
Pada proses penepungan dihasilkan rendemen tepung beras IR64 sebesar 73.84% dan ketan Ciasem
sebesar 52.99%. Karakterisasi terhadap tepung beras dan tepung beras ketan meliputi perhitungan
proksimat, kadar pati, kadar amilosa, kadar amilopektin, densitas kamba, dan profil gelatinisasi pati.
Kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat tepung beras IR64 secara berurutan sebesar 9.23%,
0.35%, 8.25%, 0.29%, dan 81.88%, sedangkan tepung beras ketan Ciasem sebesar 8.99%, 0.63%,
8.14%, 0.29%, dan 81.95%. Kadar pati tepung beras IR64 sebesar 72.37% dan ketan Ciasem sebesar
71.31%. Kadar amilosa tepung beras IR64 (26.58%) lebih tinggi dibandingkan dengan ketan Ciasem
(2.46%). Kadar amilopektin tepung beras IR64 (45.80%) lebih rendah dibandingkan dengan ketan
Ciasem (68.85%).
Hasil perhitungan densitas kamba tepung beras IR64 sebesar 0.75 g/ml dan ketan Ciasem 0.78
g/ml. Hasil analisis profil gelatinisasi menunjukkan bahwa viskositas puncak tepung beras IR64 (4921
cP) lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem (3789 cP). Viskositas puncak yang tinggi
menunjukkan tepung beras IR64 memiliki kemampuan pengembangan granula pati yang lebih besar
dari ketan Ciasem. Suhu gelatinisasi tepung beras IR64 (82.475°C) lebih tinggi daripada ketan Ciasem
(62.425°C). Tepung beras IR64 memiliki viskositas breakdown (1781.5 cP) yang lebih rendah
daripada ketan Ciasem (1975 cP) sehingga tepung beras IR64 lebih tahan terhadap pengadukan dan
pemanasan. Viskositas akhir tepung beras IR64 (8283.5 cP) lebih tinggi daripada ketan Ciasem (2989
cP). Begitu pun nilai viskositas setback tepung beras IR64 (5144 cP) yang lebih tinggi daripada ketan
Ciasem (1175 cP). Akan tetapi, tepung beras IR64 memiliki nilai viskositas breakdown (1781.5 cP)
yang lebih rendah daripada tepung beras ketan Ciasem (1975 cP). Waktu puncak tepung beras IR64
(9.1 menit) lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem (5.3 menit). Begitu juga suhu gelatinisasi
tepung beras IR64 (82.475°C) yang lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem (62.425°C).
Pada tahap formulasi adonan, dilakukan pencampuran 50% tepung beras IR64-50% tepung
beras ketan Ciasem dengan air 50%, 60%, 70%, dan 80%. Berdasarkan percobaan, perbandingan
tepung beras-tepung beras ketan dan air yang memiliki konsistensi adonan terbaik adalah 1:0.7.
3
Tahapan selanjutnya yaitu pembuatan model produk gorengan yang terdiri dari pembuatan adonan,
pencetakan adonan, dan penggorengan adonan. Pembuatan adonan dilakukan dengan mencampurkan
tepung dan air (1:0.7). Kemudian adonan dibagi dalam ukuran yang lebih kecil dengan berat seragam
yaitu 5 g dan dicetak. Adonan dicetak membentuk tabung dengan dimensi 3.5 cm x 3.5 cm x 0.5 cm.
Kemudian adonan digoreng dalam deep fat fryer pada suhu 160⁰C selama 14 menit.
Penelitian ini menggunakan metode sensori profil tekstur untuk menguji atribut kerenyahan dan
kekerasan. Pengujian dilakukan secara kuantitatif dengan membandingkan terhadap standar yang
nilainya telah ditentukan saat pelatihan. Pada kajian pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap
kerenyahan dan kekerasan, menunjukkan bahwa rasio amilosa-amilopekti 0.04 memiliki kerenyahan
tertinggi diikuti oleh rasio amilosa-amilopektin 0.2, 0.4, dan 0.58. Rasio amilosa-amilopektin 0.58
memiliki kekerasan tertinggi diikuti oleh rasio amilosa-amilopektin 0.4, 0.2, dan 0.04. Hasil ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi amilopektin dan rendah amilosa maka kerenyahan semakin
meningkat dan kekerasan semakin menurun, begitupun sebaliknya. Pada kajian pengaruh kadar air
terhadap kerenyahan dan kekerasan, menunjukkan bahwa sampel lama goreng 18 menit memiliki
kadar air yang terendah, kerenyahan tertinggi, dan kekerasan terendah diikuti oleh sampel lama
goreng 16, 12, dan 10 menit. Semakin tinggi kadar air suatu bahan pangan maka semakin rendah
kerenyahan dan tinggi kekerasan bahan pangan tersebut.
Pengujian selanjutnya yaitu kajian pengaruh amilosa dan amilopektin dalam penyimpanan
produk gorengan terhadap kerenyahan dan kekerasan. Sampel yang digunakan rasio amilosa-
amilopektin 0.04 dan 0.58. Sampel disimpan selama 2, 4, dan 6 jam. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sampel rasio amilosa-amilopektin 0.04 yang memiliki kandungan amilopektin tinggi dapat
memberikan tingkat kerenyahan yang tinggi dan kekerasan yang rendah daripada rasio amilosa-
amilopektin 0.58 yang memiliki kandungan amilosa tinggi. Akan tetapi ketika bahan pangan tersebut
disimpan pada jangka waktu tertentu maka bahan pangan tersebut akan mudah menyerap air sehingga
terjadi penurunan kerenyahan dan peningkatan kekerasan yang lebih tinggi daripada bahan pangan
dengan amilosa tinggi.
4
STUDI PENGARUH RASIO AMILOSA-AMILOPEKTIN DAN KADAR AIR
TERHADAP KERENYAHAN DAN KEKERASAN MODEL PRODUK
GORENGAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DIMAS SUPRIYADI
F24070049
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
5
Judul Skripsi :Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin dan Kadar Air terhadap
Kerenyahan dan Kekerasan Model Produk Gorengan
Nama : Dimas Supriyadi
NIM : F24070049
Menyetujui
Pembimbing,
(Dr. Ir. Sugiyono, M. AppSc.)
NIP 19650729 1990021 002
Mengetahui
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M. Sc.)
NIP 19680526 199303 1 004
Tanggal ujian akhir sarjana: 20April 2012
6
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Rasio
Amilosa-Amilopektin dan Kadar Air terhadap Kerenyahan dan Kekerasan Model Produk
Gorengan adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademis, dan belum
diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 20April 2012
Yang membuat pernyataan
Dimas Supriyadi
F24070049
7
BIODATA PENULIS
Penulis memiliki nama lengkap Dimas Supriyadi. Penulis
lahir di Jakarta pada tanggal 6 Januari 1989 sebagai anak ketujuh
dari delapan bersaudara pasangan Dimyat Subarsyah dan Siti
Mulyani. Jenjang pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah
SD Negeri 09 Pagi Jakarta (1995-2001), SLTP Negeri 7 Jakarta
(2001-2004), dan SMA Negeri 31 Jakarta (2004-2007). Penulis
lulus seleksi melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut
Pertanian Bogor (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa jenjang
S1 dengan mayor Ilmu dan Teknologi Pangan di Institut Pertanian
Bogor (IPB) (2007-2012).
Penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan antara lain Ketua Departemen Mitra
Desa Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM FATETA) IPB (2010), Staf
Departemen Sosial dan Kemasyarakatan BEM FATETA IPB (2009), Staf Departemen Human
Resource and Development (HRD) International Association of Students In Agriculture and Related
Science (IAAS) IPB (2009). Penulis juga merupakan salah satu peserta pertukaran pelajar Malaysia-
Indonesia-Thailand (MIT) Mobility Programme di Universiti Tenologi Mara (UiTM) Malaysia
(2010).
Penulis juga aktif dalam mengikuti perlombaan antara lain penerima penghargaan setara
Emas pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XXIII di Bali (2010) dan 15 besar The
Craziest Business Plan Competition di Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta (2011).
Penulis juga pernah menjadi presentator poster dalam acara International Conference on Agriculture
and Agro-Industry (ICAAI) di Thailand (2010). Penulis juga mengikuti Gamelan Workshop
Programme di UiTM Malaysia (2010). Selain itu, penulis juga mendapat kesempatan untuk menjadi
asisten praktikum Teknologi Pengolahan Pangan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB pada
tahun 2011.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang penulis
lakukan sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana di Institut Pertanian Bogor yang berjudul “Studi
Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin dan Kadar Air terhadap Kerenyahan dan Kekerasan
menggunakan Model Produk Gorengan berbahan dasar Tepung Beras dan Tepung Beras
Ketan”. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP)
dan SEAFAST IPB.
Bersama dengan selesainya kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Papa, mama, dan seluruh anggota keluarga penulis yang senantiasa memberikan dukungan baik
berupa kasih sayang, doa,materiil, dan semangat yang tak mungkin dapat dibalas oleh penulis.
2. Dr. Ir. Sugiyono, M. AppSc. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi
bimbingan dan didikan hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Dr.Tjahja Muhandri, STP, MT dan Ir. Subarna, M.Si sebagai dosen penguji yang telah
memberikan masukan dalam tugas akhir ini.
4. Seluruh staff Laboratorium ITP dan SEAFAST antara lain Pak Jun, Pak Rojak, Pak Wahid,
Mbak Vera, Pak Yahya, Bu Rubiah, Mbak Ari, Bu Antin, Pak Iyas, Pak Sobirin, dan Bu Sri
atas segala bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.
5. Desir dan Reni sebagai teman satu bimbingan atas semangat yang diberikan selama penelitian
berlangsung.
6. Sahabat-sahabat ITP 44 : Marisa, Septiyanni, Andri, Adi, Dinda, Nisa, Mike, Irsyad, Iman,
Mike, Daniel, Amelinda, Trancy, Mumun, Vita, Elvita, Sarah, Wima, Onye, Agy, Arief, Okky,
Betty, Cherish, dan sahabat ITP lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas
kebersamaan dan keceriaan selama menjalani masa perkuliahan.
7. Teman-teman organisasi Mitra Desa BEM FATETA : Septiyanni, Nurul, dan Tjut atas
kebersamaan dan pengalamannya di Desa Cikarawang.
8. Teman-teman IAAS, khususnya HRD : Solihin, Kak Dewi, dan anggota lainnya atas keceriaan
selama berorganisasi.
9. Teman-teman MIT : Murdiati, Nico, Ghea, Anisa, William Suhari, Wlliam Gunawan, Ferdy,
dan Maher atas semangat yang diberikan.
10. Teman-teman IPB : Udin, Khosim, Bang Tegar, Ade, Feri, Roma, Hafiz, dan teman-teman
lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas pertemanan selama di IPB.
11. Seluruh staff pengajar dan administrasi ITP atas segala didikan dan bantuan yang telah
diberikan kepada penulis.
Semoga skripsi hasil penelitian akhir ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan terutama di bidang pangan.
Bogor, 20 April 2012
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................................................ 1
B. TUJUAN PENELITIAN ........................................................................................................ 2
C. MANFAAT PENELITIAN .................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................... 3
A. TEPUNG BERAS .................................................................................................................. 3
B. TEPUNG BERAS KETAN .................................................................................................... 3
C. AMILOSA DAN AMILOPEKTIN ......................................................................................... 5
D. PENGGORENGAN ............................................................................................................... 7
III. METODE PENELITIAN ....................................................................................................... 8
A. BAHAN DAN ALAT ............................................................................................................. 8
B. METODE PENELITIAN ....................................................................................................... 8
1. Karakterisasi Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan ........................................................ 8
2. Kajian Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin terhadap Profil Gelatinisasi ....................... 15
3. Kajian Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin terhadap Kerenyahan dan Kekerasan ........ 15
4. Kajian Pengaruh Amilosa dan Amilopektin dalam Penyimpanan terhadap Kerenyahan dan
Kekerasan ....................................................................................................................... 19
5. Kajian Pengaruh Kadar Air berdasarkan Lama Goreng terhadap Kerenyahan dan
Kekerasan ....................................................................................................................... 19
6. Analisis Data ................................................................................................................... 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................. 20
A. KARAKTERISASI TEPUNG BERAS DAN TEPUNG BERAS KETAN ............................ 20
1. Penepungan Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan ........................................................ 20
2. Karakter Kimia dan Fisik Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan ................................... 21
v
B. KAJIAN PENGARUH RASIO AMILOSA-AMILOPEKTIN TERHADAP PROFIL
GELATINISASI .................................................................................................................. 27
C. KAJIAN PENGARUH RASIO AMILOSA-AMILOPEKTIN TERHADAP KERENYAHAN
DAN KEKERASAN ............................................................................................................ 28
1. Perhitungan Rasio Amilosa-Amilopektin berdasarkan Campuran Tepung Beras dan Ketan
........................................................................................................................................ 28
2. Formulasi Adonan ........................................................................................................... 29
3. Pembuatan Model Produk Gorengan ................................................................................ 29
4. Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin terhadap Kerenyahan dan Kekerasan .................... 30
D. KAJIAN PENGARUH AMILOSA DAN AMILOPEKTIN DALAM PENYIMPANAN
TERHADAP KERENYAHAN DAN KEKERASAN ........................................................... 35
E. KAJIAN PENGARUH KADAR AIR BERDASARKAN LAMA GORENG TERHADAP
KERENYAHAN DAN KEKERASAN................................................................................. 39
V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................................. 42
A. SIMPULAN ......................................................................................................................... 42
B. SARAN ................................................................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 44
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur kimia (a) amilosa dan (b) amilopektin ................................................................. 6
Gambar 2. Pin Disc Mill ..................................................................................................................... 8
Gambar 3. Diagram alir penelitian ...................................................................................................... 9
Gambar 4. Diagram alir pembuatan tepung beras atau tepung beras ketan ......................................... 10
Gambar 5. Rapid Visco Analyzer ...................................................................................................... 15
Gambar 6. Deep Fat Fryer ................................................................................................................ 16
Gambar 7. Profil gelatinisasi pati dari tepung beras ketan Ciasem ..................................................... 26
Gambar 8. Profil gelatinisasi pati dari tepung beras IR64 .................................................................. 27
Gambar 9. Adonan hasil pencampuran tepung dan air pada empat rasio berbeda............................... 29
Gambar 10. Hasil pencetakan adonan pada empat rasio amilosa-amilopektin berbeda ....................... 30
Gambar 11. Model produk gorengan pada empat rasio amilosa-amilopektin berbeda ........................ 30
Gambar 12. Hubungan viskositas akhir terhadap kerenyahan ............................................................ 34
Gambar 13. Hubungan viskositas akhir terhadap kekerasan .............................................................. 34
Gambar 14. Sampel yang disimpan dalam plastik ............................................................................. 36
Gambar 15. Pengaruh lama penyimpanan terhadap tingkat kerenyahan ............................................. 37
Gambar 16. Pengaruh lama penyimpanan terhadap tingkat kekerasan ............................................... 37
Gambar 17. Hubungan kadar air terhadap kerenyahan dalam penyimpanan ...................................... 38
Gambar 18. Hubungan kadar air terhadap kekerasan dalam penyimpanan ......................................... 38
Gambar 19. Hubungan kadar air terhadap kerenyahan ...................................................................... 40
Gambar 20. Hubungan kadar air terhadap kekerasan ......................................................................... 40
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu tepung beras menurut SNI 3549:2009 (BSN 2009) .................. 4
Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu tepung beras ketan menurutSNI 01-4447-1998 (BSN 1998) ..... 5
Tabel 3. Jumlah tepung beras dan ketan yang digunakan dalam penentuan rasio amilosa-amilopektin
......................................................................................................................................... 15
Tabel 4. Formulasi pembuatan adonan sampel .................................................................................. 16
Tabel 5. Rendemen tepung beras IR64 dan ketan Ciasem ................................................................. 20
Tabel 6. Hasil analisis proksimat tepung beras IR64 dan ketan Ciasem ............................................. 21
Tabel 7. Hasil analisis proksimat pembanding tepung beras varietas lain .......................................... 21
Tabel 8. Hasil analisis kadar pati, amilosa, dan amilopektin tepung beras IR64 dan ketan Ciasem .... 23
Tabel 9. Hasil analisis densitas kamba tepung beras IR64 dan ketan Ciasem ..................................... 24
Tabel 10. Profil gelatinisasi pati dari tepung beras IR64 dan ketan Ciasem ....................................... 24
Tabel 11. Profil gelatinisasi pati berbagai jenis tepung beras berdasarkan kandungan amilosa (Lin et
al. 2011)* ......................................................................................................................... 25
Tabel 12. Profil gelatinisasi pati dari sampel ..................................................................................... 27
Tabel 13. Hasil rasio amilosa-amilopektin berdasarkan pencampuran tepung beras dan ketan ........... 29
Tabel 14. Hasil penetapan standar atribut sensori berdasarkan organoleptik ...................................... 32
Tabel 15. Hasil uji sensori profil tekstur sampel dengan berbagai rasio amilosa-amilopektin ............ 33
Tabel 16. Hasil uji sensori profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam penyimpanan ..... 36
Tabel 17. Hasil uji sensori profil tekstur pengaruh kadar air .............................................................. 39
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Tabel Luff Schoorl ........................................................................................................ 50
Lampiran 2. Formulir pendaftaran panelis terlatih ............................................................................. 51
Lampiran 3. Scoresheet uji identifikasi rasa dan aroma dasar ............................................................ 52
Lampiran 4. Scoresheet uji segitiga................................................................................................... 53
Lampiran 5. Scoresheet Uji Ranking Kerenyahan dan Kekerasan ..................................................... 54
Lampiran 6. Daftar kandidat panelis terlatih yang terpilih ................................................................. 55
Lampiran 7. Latihan menskala .......................................................................................................... 59
Lampiran 8. Scoresheet pelatihan panelis atribut kerenyahan dan kekerasan ..................................... 60
Lampiran 9. Scoresheet penentuan nilai standar ................................................................................ 62
Lampiran 10. Scoresheet uji profil tekstur ......................................................................................... 63
Lampiran 11. Hasil analisis proksimat tepung Beras IR64 dan ketan Ciasem .................................... 64
Lampiran 12. Hasil analisis kadar pati tepung Beras IR64 dan ketan Ciasem .................................... 66
Lampiran 13. Kurva standar amilosa ................................................................................................. 67
Lampiran 14. Hasil analisis kadar amilosa tepung beras IR64 dan ketan Ciasem ............................... 68
Lampiran 15. Hasil analisis densitas kamba tepung beras IR64 dan ketan Ciasem ............................. 69
Lampiran 16. Data penentuan standar kerenyahan dan kekerasan...................................................... 70
Lampiran 17. Data analisis profil tekstur kerenyahan berdasarkan rasio amilosa-amilopektin ........... 71
Lampiran 18. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap
kerenyahan ................................................................................................................. 73
Lampiran 19. Data analisis profil tekstur kekerasan berdasarkan rasio amilosa-amilopektin .............. 75
Lampiran 20. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap
kekerasan ................................................................................................................... 77
Lampiran 21. Data analisis kadar air pada perlakuan rasio amilosa-amilopektin ................................ 79
Lampiran 22. Analisis ragam kadar air pada perlakuan rasio amilosa-amilopektin ............................ 79
Lampiran 23. Data analisis profil tekstur kerenyahan berdasarkan lama goreng ................................ 80
Lampiran 24. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh lama goreng terhadap kerenyahan............ 82
Lampiran 25. Data analisis profil tekstur kekerasan berdasarkan lama goreng ................................... 84
Lampiran 26. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh lama goreng terhadap kekerasan .............. 86
Lampiran 27. Data analisis kadar air pada perlakuan lama goreng..................................................... 88
ix
Lampiran 28. Analisis ragam kadar air pada perlakuan lama goreng ................................................. 88
Lampiran 29. Profil gelatinisasi rasio amilosa-amilopektin ............................................................... 89
Lampiran 30. Data analisis profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam penyimpanan
produk gorengan terhadap kekerasan .......................................................................... 91
Lampiran 31. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam
penyimpanan produk gorengan terhadap kekerasan .................................................... 95
Lampiran 32. Data analisis profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam penyimpanan
produk gorengan terhadap kerenyahan ....................................................................... 97
Lampiran 33. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam
penyimpanan produk gorengan terhadap kerenyahan ................................................ 101
Lampiran 34. Data analisis kadar air pada perlakuan lama penyimpanan ........................................ 103
Lampiran 35. Analisis ragam kadar air pada perlakuan lama penyimpanan ..................................... 103
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Produk pangan dalam bentuk gorengan banyak beredar di masyarakat. Produk pangan
gorengan tersebut antara lain opak, rempeyek, kerupuk, emping, dan rengginang. Produk pangan
gorengan tersebut sebagian besar berbahan dasar tepung. Tekstur produk pangan gorengan yang
renyah menjadi daya tarik untuk mengonsumsinya.
Menggoreng adalah salah satu unit operasi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas
cerna (eating quality) dari makanan. Menggoreng juga merupakan proses pengawetan yang
diperoleh dari pemusnahan mikroba, perusakan enzim-enzim, dan pengurangan kadar air
(Fellows 2000). Berdasarkan prosesnya, menggoreng adalah perendaman dan pemasakan bahan
pangan dalam minyak panas dengan tujuan untuk memperoleh produk dengan karakteristik
warna, aroma, dan tekstur yang khas (Saguy & Dana 2003). Produk gorengan yang beredar di
masyarakat menggunakan teknik penggorengan deep fat frying.
Menurut Ediati et al (2006), pemilihan pati sebagai bahan baku produk gorengan pada
umumnya didasarkan pada komposisi amilosa-amilopektinnya. Perbandingan amilosa dan
amilopektin dapat menentukan tekstur (Winarno 1981). Komposisi amilosa-amilopektin setiap
pati berbeda-beda dan menentukan perbedaan sifat pengembangannya. Kandungan amilopektin
yang tinggi dapat menyebabkan suspensi pati membutuhkan waktu yang lama untuk
beretrogradasi dibandingkan dengan suspensi pati yang memiliki kadar amilosa yang tinggi
(Eliasson, 2006). Karakteristik seperti tekstur, viskositas, dan stabilitas dipengaruhi secara nyata
oleh kadar dan berat molekul amilosa dan amilopektin (Munarso 1998).
Pada tahun 2009, Indonesia mempunyai luas panen padi sebesar 12.883.576 Ha dengan
produktivitas 49.99 Ku/Ha dan angka produksi padi sebesar 64.398.890 ton. Pada tahun 2010,
terjadi peningkatan luas panen sebesar 13.253.450 Ha dengan produktivitas sebesar 50.15 Ha dan
total angka produksi padi 66.469.394 ton (BPS 2012). Data sementara Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2011 menunjukkan luas panen menjadi 13.201.316 Ha, produktivitas 49.80 Ku/Ha,
dan angka produksi padi menjadi 65.740.946 ton. Hal ini menunjukkan bahwa angka produksi
padi di Indonesia setiap tahun terus bertambah.
Komponen utama beras dan beras ketan adalah pati yang terdiri dari amilosa dan
amilopektin. Beras ketan memiliki kandungan amilopektin yang lebih tinggi dibandingkan
dengan beras. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi empat bagian yaitu beras
ketan (1-2%), beras beramilosa rendah (9-20%), beras beramilosa sedang (20-25%), dan beras
beramilosa tinggi (25-33%) (Winarno 1997).
Tekstur dari produk gorengan merupakan aspek kualitas terpenting yang menentukan
penerimaan konsumen. Bagian penting dari tekstur gorengan adalah kerenyahan dan kekerasan.
Pada umumnya masyarakat menambahkan tepung beras ataupun tepung beras ketan ke dalam
produk pangan gorengan untuk meningkatkan kerenyahan dan mengurangi kekerasan dari produk
gorengan tersebut. Tepung beras dan tepung beras ketan memiliki komponen utama yaitu pati
yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Akan tetapi belum diketahui secara pasti pengaruh
amilosa dan amilopektin terhadap kerenyahan dan kekerasan produk gorengan. Oleh karena itu
diperlukan penelitian tentang pengaruh secara langsung amilosa dan amilopektin terhadap
kerenyahan dan kekerasan produk gorengan tersebut.
2
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio amilosa-amilopektin dan kadar
air terhadap kerenyahan dan kekerasan model produk gorengan.
C. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh secara nyata
amilosa dan amilopektin terhadap atribut kerenyahan dan kekerasan sehingga dapat dimanfaatkan
sesuai fungsinya dalam berbagai produk gorengan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TEPUNG BERAS
Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar
butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi utama yaitu amilosa
dan amilopektin. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi empat bagian yaitu
beras ketan (1-2%), beras beramilosa rendah (9-20%), beras beramilosa sedang (20-25%) dan
beras beramilosa tinggi (25-33%) (Winarno 1997).
Beras beramilosa rendah (9-20%) cocok untuk pembuatan makanan bayi, makanan sarapan,
dan makanan selingan, karena sifat gelnya yang lunak. Pembuatan roti dari tepung beras atau
campuran tepung beras dan terigu (30:70) menggunakan beras dengan kadar amilosa rendah, suhu
gelatinisasi rendah, dan viskositas gel yang rendah akan menghasilkan roti yang baik. Beras yang
mengandung kadar amilosa sedang sampai tinggi (20-27%) dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan beras pratanak dalam kaleng dan sup nasi dalam kaleng. Beras beramilosa tinggi dapat
digunakan sebagai bahan bakupembuatan bihun. Beras jenis ini mempunyai stabilitas dan daya
tahan untuk tetap utuh dalam pemanasan tinggi, serta mempunyai sifat retrogradasi yang kuat,
sehingga setelah dingin pasta yang terbentuk menjadi kuat, tidak mudah hancur atau remuk (Siwi
& Damardjati 1986). Tepung beras diperoleh dari penggilingan atau penumbukan beras dari
tanaman padi (Oryza sativa Linn). Spesifikasi persyaratan mutunya dapat dilihat pada Tabel 1.
Penggilingan butir beras ke dalam bentuk tepung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara
kering dan cara basah. Kedua cara ini pada prinsipnya berusaha memisahkan lembaga dari bagian
tepung. Tepung beras diklasifikasikan menjadi empat berdasarkan ukuran partikelnya, yaitu butir
halus (>10 mesh), tepung kasar atau bubuk (40 mesh), tepung agak halus (65-80 mesh), dan
tepung halus (≥ 100 mesh) (Hubeis 1984). Penggilingan beras menjadi bentuk tepung dapat
meningkatkan daya gunanya sebagai penyedia kebutuhan kalori dan protein bagi manusia, serta
bahan baku industri pangan, meskipun kandungan zat gizinya menjadi lebih rendah.
Ukuran partikel tepung beras juga berpengaruh terhadap sifat-sifat fungsionalnya. Tepung
yang mempunyai ukuran lebih halus mempunyai penyerapan air yang lebih tinggi. Kerusakan pati
pada tepung yang berukuran kasar lebih rendah daripada tepung halus. Tepung jenis ini lebih
banyak digunakan untuk pembuatan roti yang menggunakan bahan 100% tepung beras,
sedangkan tepung halus yang mengalami kerusakan pati yang lebih tinggi lebih disukai untuk
tepung campuran yang mengandung 36% tepung beras (Nishita & Bean 1982).
B. TEPUNG BERAS KETAN
Tepung beras ketan berasal dari penggilingan beras ketan putih (Oryza sativa glutinosa)
sampai mencapai ukuran granula yang diinginkan. Spesifikasi persyaratan mutunya dapat dilihat
pada Tabel 2. Komposisi kimia tepung beras ketan hampir sama dengan komposisi kimia beras
ketan utuh (Liu & Luh 1980). Suhu gelatinisasi tepung beras ketan biasanya berkisar antara 68-
78°C. Tepung beras ketan mempunyai kekentalan puncak pasta yang lebih rendah daripada
beberapa pasta tepung beras biji pendek, kemungkinan karena kegiatan amilolitiknya dan hampir
tidak mempunyai kekentalan balik sama sekali (Haryadi 2008).
4
Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu tepung beras menurut SNI 3549:2009 (BSN 2009)
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan:
1.1 Bentuk - Serbuk halus
1.2 Bau - Normal
1.3 Warna - Putih, khas tepung beras
2. Benda-benda asing - Tidak boleh ada
3. Serangga (dalam bentuk setadia dan
potongan)
- Tidak boleh ada
4. Jenis pati lain selain pati ketan - Tidak boleh ada
5. Kehalusan :
Lolos ayakan 80 mesh
% b/b
90
6. Air % b/b Maksimum 13
7. Abu % b/b Maksimum 1,0
8. Residu SO2 - Tidak boleh ada
9. Silikat % b/b Maksimum 0,1
10. pH - 5 – 7
11. Cemaran logam :
11.1 Timbal (Pb) mg/kg Maksimum 0,3
11.2 Kadmium (Cd) mg/kg Maksimum 0,4
11.3 Raksa (Hg) mg/kg Maksimum 0,05
12. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maksimum 0,5
13. Cemaran mikroba:
13.1 Angka lempeng total Koloni/gram Maksimum 1,0 x 106
13.2 Escherichia Coli APM/gram Maksimum 10
13.3 Bacillus cereus Koloni/gram Maksimum 1 x 104
12.3 Kapang Koloni/gram Maksimum 1,0 x 102
Tepung beras ketan berbeda dengan tepung beras lainnya atau pati-pati lainnya dalam hal
ketahanan terhadap pelepasan air dari olahannya yang banyak mengandung air pada saat
pelelehan esnya dari penyimpanan beku (thawing). Tepung beras ketan dan patinya mempunyai
ciri paling baik diantara pati-pati dan tepung padian lainnya karena pastanya lebih tahan pada
perlakuan beku-leleh daripada tepung-tepung ataupun pati-pati lainnya. Perilaku ini kemungkinan
besar karena kandungan amilosanya yang sangat sedikit (Haryadi 2008). Deobald (1972)
menyatakan bahwa selain kandungan amilopektin yang meningkat, kestabilan tepung ketan
sebagai pengental juga disebabkan oleh penyimpangan struktur kimia atau oleh kecilnya ukuran
granula pati. Amilopektin merupakan molekul yang bercabang, sehingga molekul air yang terikat
padanya tidak mudah lepas. Hal ini menyebabkan stabilnya produk selama penyimpanan.
Ketan memiliki suhu gelatinisasi yang tidak jauh berbeda dengan beras. Suhu gelatinisasi
adalah suhu dimana granula pati mulai mengembang dalam air panas bersamaan dengan
hilangnya bentuk kristal dari pati tersebut. Juliano (1972) mengungkapkan bahwa suhu
gelatinisasi ketan berkisar antara 58-78.5ºC, sedangkan suhu gelatinisasi beras berkisar antara 58-
79ºC. Suhu gelatinisasi pati ketan ini juga berkorelasi dengan sifat konsistensi gelnya. Konsistensi
gel merupakan ukuran kecepatan relatif dari retrogradasi pada gel. Ketan memiliki kandungan
5
amilopektin lebih banyak dibandingkan dengan amilosanya. Kandungan amilosa ketan berkisar
antara 1-2%. Hal inilah yang menyebabkan ketan memiliki sifat lengket, tidak mengembang
dalam pemasakan, dan juga tetap lunak setelah dingin.
Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu tepung beras ketan menurutSNI 01-4447-1998 (BSN 1998)
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan:
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal, tidak berbau apek
1.3 Warna - Normal
2. Benda-benda asing - Tidak boleh ada
3. Serangga (dalam bentuk setadia dan
potongan)
- Tidak boleh ada
4. Jenis pati lain selain pati ketan - Tidak boleh ada
5. Kehalusan :
Lolos ayakan 60 mesh
Lolos ayakan 80 mesh
% b/b
% b/b
99%
70%
6. Air % b/b Maksimum 12
7. Abu % b/b Maksimum 1,0
8. Abu silikat % b/b Maksimum 0,2
9. Serat kasar % b/b Maksimum 0,2
10. Amilosa % b/b Maksimum 9
11. Derajat asam ml NaOH
1N/100g
Maksimum 4,0
12. Pengawet - Sesuai SNI 01-0222-1995
13. Residu SO2 - Sesuai SNI 01-0222-1995
10. Cemaran logam :
10.1 Timbal (Pb) mg/kg Maksimum 1,0
10.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maksimum 10,0
10.3 Seng (Zn) mg/kg Maksimum 40,0
10.4 Raksa (Hg) mg/kg Maksimum 0,05
11. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maksimum 0,5
12. Cemaran mikroba:
12.1 Angka lempeng total Koloni/gram Maksimum 1,0 x 106
12.2 Escherichia Coli APM/gram Maksimum 10
12.3 Kapang dan Khamir Koloni/gram Maksimum 1,0 x 102
C. AMILOSA DAN AMILOPEKTIN
Amilosa dan amilopektin merupakan komponen utama pati yang berperan sebagai rangka
struktur pati. Kedua molekul tersebut tersusun oleh beberapa unit glukosa yang saling berikatan.
Amilosa merupakan molekul linier polisakarida dengan ikatan α-1,4 dengan derajat polimerasi
(DP) beberapa ratus unit glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai struktur amilosa pada rantai
lurus dan juga memiliki konfigurasi bercabang yang terdapat pada setiap 20-25 residu glukosa
dengan ikatan α-1,6 (Whistler & Daniel 1984, diacu dalam Munarso 1998).
6
Amilosa memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen atau mengalami
retrogradasi. Semakin banyak amilosa pada pati akan membatasi pengembangan granula dan
mempertahankan integritas granula. Semakin tinggi kadar amilosa maka semakin kuat ikatan
intramolekulnya. Viskositas pasta amilosa memiliki hubungan linear dengan konsentrasi. Pada
selang konsentrasi amilosa 0-0.6%, peningkatan konsentrasi amilosa akan meningkatkan
viskositasnya (Ulyarti 1997).
Sifat amilosa yang penting jika dibandingkan dengan amilopektin adalah amilosa lebih
mudah keluar dari granula dan memiliki kemampuan untuk mudah berasosiasi dengan
sesamanya. Seperti pada umumnya polimer linear, amilosa mampu membentuk film dan serat
(fibers) dengan kekuatan mekanik yang tinggi sehingga memungkinkan untuk dipergunakan
sebagai pelapis makanan yang transparan sekaligus dapat dimakan (Ulyarti 1997).
Struktur cabang pada amilopektin merupakan salah satu hasil mekanisme enzim yang
memecah rantai linier yang panjang. Hasil pecahan berupa rantai-rantai pendek dengan 25 unit
glukosa yang kemudian bergabung membentuk struktur yang berantai banyak (Ulyarti 1997).
Derajat polimerasi amilopektin sangat bervariasi. Bila dibandingkan dengan amilosa yang hanya
memiliki derajat polimerisasi sebesar 500-2.000 unit glukosa yang berarti berat molekul
amilopektin ± 107
Dalton. Amilopektin merupakan komponen pati yang membentuk kristalinitas
granula pati. Viskositas pasta amilopektin akan meningkat apabila konsentrasinya dinaikkan (0-
3%). Akan tetapi hubungan ini tidak linier sehingga diperkirakan terjadi interaksi atau pengikatan
secara acak diantara molekul-molekul cabang (Ulyarti 1997).
(a)
(b)
Gambar 1. Struktur kimia (a) amilosa dan (b) amilopektin
Amilopektin yang memiliki rantai cabang lebih panjang memiliki kecendrungan yang kuat
untuk membentuk gel. Adanya amilopektin pada pati akan mengurangi kecendrungan pati dalam
membentuk gel. Karakteristik seperti tekstur, viskositas, dan stabilitas dipengaruhi secara nyata
oleh kadar dan berat molekul amilosa dan amilopektin (Luallen 1988, diacu dalam Munarso
1998). Perbandingan amilosa dan amilopektin dapat menentukan tekstur (Winarno 1981).
7
D. PENGGORENGAN
Menggoreng adalah salah satu unit operasi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas
cerna (eating quality) dari makanan. Menggoreng juga merupakan proses pengawetan yang
diperoleh dari pemusnahan mikroba, perusakan enzim-enzim, dan pengurangan kadar air
(Fellows 2000). Berdasarkan prosesnya, menggoreng adalah perendaman dan pemasakan bahan
pangan dalam minyak panas dengan tujuan untuk memperoleh produk dengan karakteristik
warna, aroma, dan tekstur yang khas (Saguy dan Dana 2003, diacu dalam Juanita 2008). Proses
penggorengan ada dua jenis yaitu proses gangsa (pan frying) dan menggoreng terendam (deep fat
frying).
Pada pan frying, bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam dalam minyak,
sedangkan deep fat frying merupakan teknik menggoreng yang dicirikan dengan terendamnya
seluruh bagian bahan pangan. Energi panas yang dihantarkan menghasilkan perubahan warna dan
flavor yang diinginkan (Fellows 2000). Suhu yang digunakan pada proses penggorengan
umumnya berkisar antara 162-196°C (Orthoefer & Cooper 2004).
Penggorengan ditujukan untuk meningkatkan karakteristik warna, flavor, dan aroma yang
merupakan kombinasi dari reaksi Maillard dan komponen volatil yang diserap dari minyak
(Fellows 2000). Fellows (2000) juga menyatakan bahwa ketika makanan ditaruh dalam minyak
panas, suhu permukaan makanan akan meningkat cepat menuju tingkat panas minyak, sedangkan
suhu bagian dalam makanan meningkat secara perlahan.
Pematangan terhadap bahan pangan merupakan akibat dari terjadinya transfer panas selama
proses penggorengan (Blumenthal 1996). Terdapat delapan hal yang terjadi selama proses
menggoreng terendam, yaitu :
1. Penguapan air dari bahan pangan
Temperatur permukaan produk meningkat. Menggoreng merupakan proses dehidrasi, yaitu
keluarnya air dan udara panas dari produk akibat adanya panas dari minyak
2. Pemanasan produk sesuai suhu yang diinginkan untuk mencapai karakteristik yang diinginkan
3. Meningkatnya suhu permukaan produk untuk mencapai warna kecoklatan dan kerenyahan
4. Perubahan dimensi produk. Produk dapat mengecil, membesar maupun sama dengan ukuran
sebelumnya
5. Terjadi perpindahan lemak dari minyak ke produk. Dalam beberapa kasus terjadi perpindahan
lemak dari produk ke minyak seperti pada ayam
6. Terdapat sistem pergantian minyak yang dipindahkan dari produk atau kelebihan minyak ke
sistem penggorengan oleh produk
7. Tidak hanya perubahan ukuran tetapi juga densitas
8. Perubahan kimia minyak dan kemampuan mentransfer panas yang berakibat terhadap kualitas
produk (penyerapan minyak, tingkat pencoklatan produk, rasa, dan lain-lain)
Beberapa faktor yang memengaruhi masuknya minyak ke dalam produk gorengan selama
penggorengan antara lain (1) suhu dan lama penggorengan, (2) kadar air, khususnya di lapisan
permukaan bahan, (3) tipe, ukuran dan bentuk produk yang digoreng, (4) perlakuan sebelum
penggorengan, misalnya aplikasi batter, serta (5) tipe dan kualitas dari minyak goreng yang
digunakan (Pokorny 1999).
8
III. METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras (Oryza sativa Linn) dan
beras ketan (Oryza sativa glutinosa) yang diperoleh dari daerah Bogor, Jawa Barat. Bahan-bahan
lain yang digunakan adalah akuades, NaOH 0.25%, K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, 60% NaOH-5%
Na2S2O3, H3BO3, indikator metilen red-metilen blue, HCl 0.02 N, heksana, Na2S2O3.5H2O,
Na2CO3, KIO3, KI, HCl 2 N, indikator pati, HCl 25%, indikator phenolptalein, NaOH 45%,
pereaksi Luff Schoorl, KI 20%, H2SO4 26.5%, Na2S2O3 0.1 N, amilosa murni, etanol 95%, NaOH
1 N, asam asetat 1 N, dan larutan iod.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Texture Analyzer XT-2i (Stable
Micro System Ltd, UK), Rapid Visco Analyzer (RVA) TechMaster (Newport Scientific Pty
Limited, Australia), Deep Fat Fryer (Cecilware Corp., USA), wadah stainless steel, kain kasa,
kertas saring, oven, neraca digital, spektrofotometer, pengaduk gelas, termometer, hot plate,
erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi, nampan, botol semprot, kemasan alumunium, timbangan,
wadah untuk merendam, blender kering, ayakan 100 mesh, cawan alumunium, desikator, gegep,
neraca analitik, sudip, cawan porselin, tanur, labu Kjeldahl, pipet mohr, pipet tetes, pengaduk
kaca, alat destilasi, erlenmeyer, buret, labu lemak, alat ekstraksi soxhlet, kertas saring, kapas,
gelas piala, labu takar, pendingin balik, alumunium foil, corong, dan kuvet.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dibagi menjadi lima tahap, yaitu (1) karakterisasi tepung beras dan tepung
beras ketan, (2) kajian pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap profil gelatinisasi, (3) kajian
pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap kerenyahan dan kekerasan, (4) kajian pengaruh
amilosa dan amilopektin dalam penyimpanan terhadap kerenyahan dan kekerasan, dan (5) kajian
pengaruh kadar air berdasarkan lama goreng terhadap kerenyahan dan kekerasan. Diagram alir
penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
1. Karakterisasi Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan
a. Penepungan Beras dan Beras Ketan
Pada tahap persiapan bahan dilakukan penepungan beras dan beras ketan.
Penepungan dilakukan dengan menggunakan alat Pin Disc Mill (Gambar 2). Diagram
alir pembuatan tepung beras dan tepung beras ketan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 2. Pin Disc Mill
9
Tahap I :
Tahap II :
Tahap III :
Tahap IV :
Tahap V :
Gambar 3. Diagram alir penelitian
Beras atau Ketan
Karakterisasi Tepung Beras dan Tepung
Beras Ketan
1. Penepungan beras dan beras ketan
2. Analisis kimia dan fisik tepung
beras dan tepung beras ketan
Kajian Pengaruh Rasio Amilosa-
Amilopektin terhadap Profil Gelatinisasi
Kajian Pengaruh Rasio Amilosa-
Amilopektin terhadap Kerenyahan dan
Kekerasan
1. Perhitungan rasio amilosa-
amilopektin
2. Formulasi adonan
3. Penentuan suhu dan lama goreng
4. Pembuatan model produk
gorengan
5. Pengaruh rasio amilosa-
amilopektin terhadap kerenyahan
dan kekerasan
Kajian Pengaruh Amilosa dan Amilopektin
dalam Penyimpanan terhadap Kerenyahan
dan Kekerasan
Kajian Pengaruh Kadar Air berdasarkan
Lama Goreng terhadap Kerenyahan dan
Kekerasan
10
Gambar 4. Diagram alir pembuatan tepung beras atau tepung beras ketan
(Suksomboon & Onanong (2006) dengan modifikasi)
b. Karakter Kimia dan Fisik Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan
Karakterisasi terhadap tepung beras dan tepung beras ketan meliputi perhitungan
proksimat, kadar pati, kadar amilosa, kadar amilopektin, densitas kamba, dan profil
gelatinisasi pati.
1) Kadar Air, Metode Oven (AOAC 2006)
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit,didinginkan dalam
desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (A). Sejumlah sampel dengan bobot
tertentu (B) dimasukkan dalam cawan. Cawan beserta isinya dikeringkan dalam oven
bersuhu 105°C selama 6 jam, didinginkan dalam desikator selama 15 menit,
kemudian ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh
berat konstan (C). Kadar air contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Direndam 1 malam
Ditiriskan 30 menit
Dikeringkan dalam oven
60°C, 120 menit
Ditepungkan dengan
Pin disc mill
Diayak 100 mesh
Beras atau
Beras ketan
Dikeringkan dalam oven
60°C, 120 menit
Tepung beras atau tepung
beras ketan 100 mesh
11
dimana:
bb = basis basah
bk = basis kering
2) Kadar Abu, Metode Tanur (AOAC 2006)
Pengukuran kadar abu ditentukan dengan metode tanur. Cawan porselin
dipanaskan terlebih dahulu dalam oven selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang (A). Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang (B) kemudian
dibakar di dalam cawan porselin sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur suhu
6000C selama 4-6 jam hingga terbentuk abu berwarna putih dan memiliki bobot konstan.
Kemudian abu beserta cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C).
3) Kadar Protein, Metode Mikro Kjehldal (AOAC 2006)
Sampel sebanyak ±100-250 mg dimasukkan kedalam labu Kjeldahl, ditambah
dengan 1±0.1 g K2SO4, 40±10 mg HgO dan2±0.1 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi
selama 30 menit hingga cairan menjadi jernih. Isi labu dipindahkan ke dalam alat
destilasi dan dibilas 5-6 kali dengan air destilata sebanyak 1-2 ml, kemudian
ditambahkan 8-10 ml campuran larutan 60% NaOH-5% Na2S2O3. Labu tersebut
disambungkan dengan alat destilasi dan kondensor yang telah dilengkapi dengan
penampung yang berisi larutan H3BO3. Destilasi dilakukan sampai diperoleh volume
destilat sebanyak 15 ml, kemudian destilat dititrasi dengan HCl 0.02N sampai larutan
berubah warna dari hijau menjadi abu-abu. Indikator yang digunakan dalam titrasi ini
adalah campuran dua bagian 0.2% metil merah dalam etanol dan satu bagian 0.2%
metilen biru dalam etanol. Sebelum digunakan, HCl terlebih dahulu distandardisasi
menggunakan NaOH dengan indikator fenolftalein. NaOH sebelumnya distandarisasi
menggunakan larutan kaliumhidrogenftalat (KHP) dengan indikator fenolftalein. Kadar
protein contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:
4) Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC 2006)
Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi soxhlet. Labu
lemak yang akan digunakan, dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam
desikator lalu ditimbang (A). Sebanyak 5 gram contoh (B) dalam bentuk potongan kecil
dibungkus dengan kertas saring, kemudian kertas saring yang berisi contoh tersebut
dimasukkan ke dalam alat ekstraksi dan sokhlet. Alat kondensor diletakkan diatasnya
12
dan labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refuks selam 5 jam sampai pelarut
yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih.
Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, dan pelarut ditampung kembali.
Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada
suhu 105°C hinggga mencapai berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator.
Selanjutnya labu beserta lemak ditimbang (C). Berat lemak dapat diperoleh dengan
persamaan berikut:
5) Kadar Karbohidrat (by difference)
Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by different dengan
persamaan:
dimana:
A = kadar air (% bb)
B = kadar abu (% bb)
C = kadar lemak (% bb)
D = kadar protein (% bb)
6) Kadar Pati Metode Luff Schoorl (Sudarmadji et al 1997)
Pembuatan larutan Luff Schoorl
Air sebanyak 1 ml dicampurkan dengan 2.5 gram CuSO4.5H2O lalu diaduk. Larutan
ini disebut larutan A. Air sebanyak 5 ml dicampurkan dengan 5 gram asam sitrat.
Larutan ini disebut larutan B. Air mendidih sebanyak 40 ml dicampurkan dengan
38,8 gram soda murni (Na2CO3.10H2O). Larutan ini disebut larutan C. Larutan A
dan B kemudian dicampurkan ke dalam larutan C (sambil digoyang-goyangkan),
lalu didinginkan. Larutan tersebut kemudian ditera di dalam labu takar 100 ml.
Standardisasi larutan Na2S2O3 0,1 N
Sebanyak 12,5 gram Na2S2O3.%H2O dicampurkan dengan 0,15 gram Na2CO3 dalam
labu takar 500 ml lalu ditera. Titrat dibuat dengan cara melarutkan 20 mg KIO3
dalam 10 ml akuades lalu ditambahkan larutan KI 20% sebanyak 10 ml dan HCl 2
N sebanyak 10 ml, kemudian dititrasi dengan larutan larutan Na2S2O3 yang telah
dibuat sebelumnya. Titrasi dilakukan sampai titrat berwarna kuning pucat, lalu
ditambahkan indikator pati sebanyak 5 tetes, kamudian titrasi dilanjutkan sampai
warna biru menghilang. Penghitungan normalitas larutan Na2CO3 adalah sebagai
berikut :
13
Pengukuran sampel
Sebanyak ± 0.1 g sampel dan 5 ml HCl 25% dimasukkan ke dalam gelas piala
pendingin balik, kemudian direfluks selama 3 jam. Setelah selesai, netralkan pH
larutan dengan larutan NaOH 45%. Tambahkan air destilata hingga volume larutan
100 ml. Larutan tersebut kemudian disaring dengan kertas saring. Sebanyak 25 ml
filtrat dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambah 25 ml larutan Luff
Schoorl. Tutup erlenmeyer dengan alumunium foil dan panaskan hingga larutan
mendidih. Lakukan pemanasan selama 10 menit sejak larutan mendidih. Setelah 10
menit, dinginkan larutan secara cepat dengan merendam larutan dalam air es.
Selanjutnya, 15 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4 26.5% ditambahkan ke dalam larutan.
Lakukan titrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N yang telah distandardisasi hingga
warna larutan berubah dari merah bata menjadi kuning pucat. Tambahkan 1-2 ml
larutan pati dan lanjutkan titrasi hingga warna biru menghilang. Pengukuran blanko
juga dilakukan dengan mengganti 25 ml filtrat sampel dengan 25 ml air destilata.
Penetapan bobot glukosa dilakukan dengan membandingkan volume Na2S2O3 yang
digunakan dalam tabel Luff Schoorl (Lampiran 1). Kadar pati contoh dapat dihitung
dengan persamaan berikut:
dimana:
Vb = volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi blanko
Vs = volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi sampel
FP = faktor pengenceran
7) Kadar Amilosa (Apriyanto et al. 1989)
Pembuatan kurva standar
Sebanyak 40 g amilosa murni dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan
1 ml etanol 95%, dan 9 ml larutan NaOH 1 N. Kemudian labu takar dipanaskan
dalam penangas air pada suhu 95°C selama 10 menit. Setelah didinginkan,
ditambahkan air destilata hingga tanda tera. Larutan tersebut digunakan sebagai
larutan stok. Pipet larutan stok sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml ke dalam labu takar 100
ml. Larutan asam asetat 1 N ditambahkan sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml ke
dalam masing-masing labu takar. Kemudian ditambahkan 2 ml larutan iod (0.2 g I2
dan 2 g KI dilarutkan dalam 100 ml air destilata) ke dalam setiap labu takar, lalu
ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur
absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 625
nm. Kurva standar yang diperoleh menunjukkan hubungan antara kadar amilosa dan
absorbansi.
14
Pengukuran sampel
Sebanyak 100 mg sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml larutan NaOH 1 N ke dalam tabung reaksi.
Tabung reaksi kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95°C selama 10
menit. Larutan gel pati dipindahkan ke dalam labu takar 100, ditambahkan air
destilata hingga tanda tera, dan dihomogenkan. Larutan dipipet sebanyak 5 ml ke
dalam labu takar 100 ml. Tambahkan 1 ml larutan asam asetat 1 N dan 2 ml larutan
iod ke dalam labu takar tersebut, lalu ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan
selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 625 nm. Kadar amilosa contoh dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
dimana:
C = konsentrasi amilosa contoh dari kurva standar (mg/ml)
V = volume akhir contoh (ml)
W = bobot sampel (mg)
FP = faktor pengenceran
8) Kadar Amilopektin
Penentuan kadar amilopektin dihitung dari selisih antara kandungan pati dengan
amilosa.
Kadar amilopektin (%) = kadar pati (%) – kadar amilosa (%)
9) Densitas Kamba (Muchtadi dan Sugiyono 1992)
Pengukuran densitas kamba dilakukan dengan menyiapkan sampel kering dan
gelas ukur 50 ml. Pada tahap awal dilakukan penimbangan dan pencatatan berat gelas
ukur (a gram) kemudian sampel dimasukkan dalam gelas ukur 50 ml. Gelas ukur yang
telah berisi sampel diketuk-ketukkan ke meja hingga tidak ada lagi rongga ketika sampel
ditepatkan menjadi 50 ml. Kemudian dilakukan pengukuran berat gelas ukur yang berisi
sampel (b gram)
10) Profil Gelatinisasi Pati (Singh et al. 2010)
Analisis profil gelatinisasi pati dilakukan dengan menggunakan Rapid Visco
Analyzer (RVA) seperti yang terlihat pada Gambar 5. Sebelum dilakukan pengukuran
dengan RVA, kadar air sampel harus diukur terlebih dahulu. Sejumlah sampel dan air
destilata ditimbang dan dimasukkan ke dalam canister. Jumlah sampel dan air destilata
ditentukan oleh program pada alat RVA sesuai dengan kadar air sampel. Selanjutnya,
campuran tersebut diaduk menggunakan paddle plastik hingga bercampur sempurna
untuk menghindari pembentukan gumpalan sebelum dimasukan ke dalam RVA.
Sampel kemudian dimasukkan pada alat RVA dan dilakukan analisis.
Selanjutnya,dilakukan siklus pemanasan dan pendinginan dengan pengadukan konstan
yang diatur selama 23 menit. Sampel dipanaskan hingga suhu 30°C dan dipertahankan
selama 1 menit. Kemudian sampel dipanaskan lagi hingga suhu 95°C selama 7.5 menit.
15
Suhu 95°C dipertahankan selama 5 menit sebelum didinginkan hingga suhu 50°C
selama 7.5 menit.Suhu 50°C dipertahankan selama 2 menit. Parameter yang diamati
adalah suhu awal gelatinisasi, viskositas maksimum (peak viscosity), viskositas pada
suhu 95°C, viskositas pada suhu 50°C, viskositas breakdown, dan viskositas setback.
Gambar 5. Rapid Visco Analyzer
2. Kajian Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin terhadap Profil
Gelatinisasi
Penentuan rasio amilosa-amilopektin dilakukan dengan mencampurkan tepung beras
dan tepung beras ketan yang diperoleh pada tahap sebelumnya. Kemudian setiap sampel
dengan rasio amilosa-amilopektin tersebut diujikan sifat amilografinya dengan menggunakan
RVA. Uji ini dilakukan untuk melihat pengaruh perbedaan rasio amilosa-amilopektin
terhadap sifat amilografi setiap sampel.
3. Kajian Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin terhadap Kerenyahan dan
Kekerasan
a. Perhitungan Rasio Amilosa-Amilopektin berdasarkan Campuran Tepung Beras dan
Ketan
Penentuan rasio amilosa-amilopektin dilakukan dengan mencampurkan tepung
beras dan tepung beras ketan sehingga diperoleh beberapa sampel yang mewakili
berbagai rasio amilosa-amilopektin. Jumlah tepung beras dan ketan yang digunakan
dapat dilihat pada Tabel 3. Dari sampel tersebut dilakukan uji kerenyahan dan kekerasan
sehingga dapat diketahui pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap kerenyahan dan
kekerasan.
Tabel 3. Jumlah tepung beras dan ketan yang digunakan dalam penentuan rasio amilosa-
amilopektin
Jumlah Tepung Beras
(gram)
Jumlah Tepung Beras Ketan
(gram)
100 0
67 33
30 70
0 100
16
b. Formulasi Adonan
Tahap ini bertujuan untuk menentukan jumlah air yang ditambahkan pada tepung
gorengan sehingga diperoleh adonan dengan konsistensi terbaik. Pembuatan adonan
dilakukan dengan mencampurkan campuran tepung beras-ketan dengan air. Pembuatan
adonan ini dilakukan dengan metode trial and error hingga diperoleh konsistensi dan
campuran adonan terbaik. Konsistensi dan campuran adonan terbaik ditandai dengan
tidak menempelnya adonan pada telapak tangan, tidak ada bagian kering tepung yang
masih terlihat pada adonan, dan adonan terikat kuat sehingga mudah dibentuk dan tidak
mudah hancur. Campuran tepung beras-ketan dibuat dalam berbagai perbandingan dengan
air. Perbandingan tepung dan air yang diujikan sebanyak 4 formula (Tabel 4).
Tabel 4. Formulasi pembuatan adonan sampel
Formula yang Diujikan Perbandingan Tepung dan Air
A 1:0.5
B 1:0.6
C 1:0.7
D 1:0.8
c. Penentuan Suhu dan Lama Penggorengan Adonan
Pada tahap ini dilakukan penentuan suhu dan lama penggorengan adonan agar
diperoleh model produk gorengan terbaik. Suhu yang digunakan pada proses
penggorengan umumnya berkisar antara 162-196°C (Orthoefer & Cooper 2004). Adonan
kemudian digoreng dengan menggunakan Deep Fat Fryer (Gambar 6). Suhu
penggorengan dijaga tetap saat memasukkan sampel ke dalam penggorengan. Suhu
tersebut merupakan suhu penggorengan terendam (Orthoefer & Cooper 2004). Penentuan
suhu dan lama penggorengan dilakukan dengan metode trial and error.
Gambar 6. Deep Fat Fryer
d. Pembuatan Model Produk Gorengan
Pembuatan model produk gorengan dilakukan pada setiap rasio amilosa-
amilopektin. Tahapan pembuatan model produk gorengan terdiri dari pembuatan adonan,
17
pencetakan adonan, dan penggorengan adonan. Pembuatan adonan dilakukan dengan
mencampurkan tepung dan air. Banyaknya penambahan air berdasarkan hasil uji
formulasi adonan. Adonan diaduk dengan menggunakan tangan sehingga diperoleh
konsistensi dan campuran adonan yang rata. Konsistensi dan campuran adonan yang rata
ditandai dengan tidak menempelnya adonan pada telapak tangan, tidak ada bagian kering
tepung yang masih terlihat pada adonan, dan adonan terikat kuat sehingga mudah
dibentuk dan tidak mudah hancur. Tahap selanjutnya yaitu pencetakan adonan. Adonan
dibagi dalam ukuran yang lebih kecil dengan berat seragam yaitu 5 g. Kemudian adonan
dicetak dengan menggunakan cetakan berbentuk tabung dengan dimensi 3.5 cm x 3.5 cm
x 0.5 cm. Kemudian adonan digoreng dalam deep fat fryer pada suhu 160⁰C selama 14
menit.
e. Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin terhadap Kerenyahan dan Kekerasan
Tahapan analisis pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap kerenyahan dan
kekerasan menggunakan panelis terlatih. Tahapan analisis tersebut terdiri dari seleksi
panelis, pelatihan panelis, dan pengujian.
1) Seleksi Panelis
Pemilihan panelis dilakukan dengan menyeleksi 24 orang sehingga
didapatkan 8-12 orang yang selanjutnya akan dilatih hingga menjadi panelis terlatih
(Adawiyah & Waysima 2009). Tahapan seleksi panelis terlatih meliputi uji
identifikasi rasa dan aroma dasar, uji ketepatan dengan menggunakan uji segitiga,
dan uji ranking (Meilgaard et al. 1999). Formulir pendaftaran panelis terlatih dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Uji pertama pada tahapan seleksi panelis terlatih adalah uji identifikasi rasa
dan aroma dasar. Scoresheet identifikasi rasa dan aroma dasar dapat dilihat pada
Lampiran 3. Uji ketepatan yang dilakukan menggunakan uji segitiga dimana sampel
merupakan keripik produk komersial yang dibagi dalam tiga kelompok. Penyajian
setiap kelompok terdiri dari tiga sampel dimana terdapat dua produk yang sama dan
satu produk yang berbeda. Calon panelis diinstruksikan untuk menulis kode sampel
yang berbeda. Scoresheet uji segitiga dapat dilihat pada Lampiran 4. Uji rangking
dilakukan dengan mengurutkan intensitas kerenyahan dan kekerasan dari tiga produk
komersial yang berbeda. Scoresheet uji ranking dapat dilihat pada Lampiran 5.
Panelis yang terpilih sebagai kandidat panelis terlatih adalah panelis yang
menjawab benar 75% dari uji identifikasi rasa dan aroma dasar, 60% dari sepuluh
seri uji segitiga yang dilakukan, dan dapat mengurutkan dengan benar kerenyahan
dan kekerasan sampel pada uji ranking (Meilgaard et al. 1999). Daftar kandidat
panelis terlatih yang terpilih dapat dilihat pada Lampiran 6.
2) Pelatihan Panelis dan Penentuan Standar
Panelis yang telah lolos seleksi diberi pelatihan untuk melatih kepekaan
sensori terhadap atribut tekstur yang terdiri dari kerenyahan dan kekerasan. Setelah
diperoleh kandidat panelis terlatih, diadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan
seorang panel leader yang memimpin diskusi tersebut. Selanjutnya, dilakukan
penyamaan persepsi antarpanelis dengan pengenalan terminologi istilah kerenyahan
dan kekerasan. Kerenyahan menggambarkan seberapa kuat suatu bahan menahan
gaya tekan yang menyebabkannya hancur. Kekerasan menggambarkan daya tahan
bahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan (Larsen et al 2005). Semakin
18
mudah bahan tersebut hancur maka semakin renyah, sedangkan semakin kuat bahan
menahan untuk tidak hancur maka semakin tidak renyah. Semakin kuat daya tahan
bahan untuk tidak pecah maka semakin keras sedangkan semakin mudah bahan untuk
pecah maka semakin tidak keras.
Panelis dilatih untuk dapat menilai intensitas suatu sampel pada skala garis
sepanjang 15 cm. Pada tanda awal dan akhir diberi label berupa ekspresi kata-kata
yang menunjukkan intensitas dari atribut yang diuji. Panelis memberi tanda berupa
garis vertikal atau menyilang pada kisaran respon yang dideteksi. Dalam analisis
deskriptif, penggunaan skala garis telah terbukti sangat efektif (Stone & Sidel 2004).
Scoresheet untuk latihan menskala terdapat pada Lampiran 7. Setelah panelis
mengetahui terminologi dan cara mendeteksi atribut kerenyahan dan kekeresan,
panelis diminta untuk mendeskripsikan atribut kerenyahan dan kekerasan
menggunakan skala garis. Penetapan terminologi atribut sensori dilakukan untuk
menyamakan konsep atribut sensori sehingga dapat dikomunikasikan antar panelis
satu dengan yang lainnya (Stone & Sidel 2004). Sampel yang digunakan antara lain
keripik kentang A, keripik kentang B, dan keripik jagung. Panelis dilatih untuk
menilai intensitas kerenyahan dan kekerasan dengan melakukan uji rating pada skala
garis untuk setiap sampel. Scoresheet untuk melatih kemampuan menilai panelis pada
skala garis dapat dilihat pada Lampiran 8. Pelatihan bertujuan untuk melatih
kepekaan sensori para panelis terhadap atribut sensori yang akan sangat membantu
pada pengujian selanjutnya. Uji rating tersebut dilakukan berulang kali hingga
panelis dapat membuat urutan yang tepat untuk setiap sampel. Uji rating pada skala
garis tersebut akan menghasilkan nilai-nilai intensitas aroma menurut subjektivitas
panelis yang terukur melalui garis yang ditandai.
Penentuan standar menggunakan sampel dengan menggunakan perbandingan
tepung beras dan tepung beras ketan 1:1. Nilai intensitas standar yang digunakan
berdasarkan hasil penilaian panelis terlatih. Scoresheet penilaian intensitas standar
dapat dilihat pada Lampiran 9.
3) Pengujian
Penentuan rasio amilosa-amilopektin dilakukan dengan mencampurkan tepung
beras dan tepung beras ketan yang diperoleh pada tahap sebelumnya. Dari sampel
tersebut dilakukan uji kerenyahan dan kekerasan sehingga dapat diketahui pengaruh
rasio amilosa-amilopektin terhadap kerenyahan dan kekerasan. Pengujian sampel
produk gorengan menggunakan metode sensori profil tekstur. Pada saat pengujian,
sampel produk gorengan ditempatkan dalam wadah plastik tertutup agar atribut
kerenyahan dan kekerasan tidak berubah. Penilaian dilakukan pada skala garis
sepanjang 15 cm (diasumsikan skala 0-100) sesuai dengan intensitas atribut
kerenyahan dan kekerasan yang terdapat di dalamnya dengan bantuan standar.
Adanya standar pada setiap atribut membantu panelis untuk mengingat dan
menyamakan persepsi dengan panelis lainnya. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan untuk melihat konsistensi panelis dan menghindari bias. Scoresheet uji profil
tekstur dapat dilihat pada Lampiran 10. Berikut kajian analisis yang dilakukan pada
penelitian ini.
19
4. Kajian Pengaruh Amilosa dan Amilopektin dalam Penyimpanan
terhadap Kerenyahan dan Kekerasan
Kajian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara amilosa dan amilopektin dalam
penyimpanan gorengan terhadap kerenyahan dan kekerasan sehingga dapat diketahui
seberapa besar laju penurunan kerenyahan serta efek yang terjadi terhadap kekerasan produk
gorengan. Pada dasarnya kajian ini berhubungan erat dengan peningkatan kadar air produk
dan efek kandungan amilosa dan amilopektin. Produk tersebut disimpan di ruang terbuka.
Skala waktu penyimpanan ditentukan selama 6 jam berdasarkan trial and error. Pengukuran
kerenyahan dan kekerasan menggunakan panelis terlatih yang telah diperoleh pada tahap
sebelumnya.
5. Kajian Pengaruh Kadar Air berdasarkan Lama Goreng terhadap
Kerenyahan dan Kekerasan
Kajian pengaruh kadar air terhadap kerenyahan dan kekerasan dilakukan dengan
mengukur kadar air berdasarkan lamanya penggorengan. Sampel yang digunakan adalah
perbandingan tepung beras dan tepung beras ketan 1:1. Kemudian setiap sampel diukur
tingkat kerenyahan dan kekerasannya menggunakan panelis terlatih yang telah diperoleh
pada tahap sebelumnya. Kajian ini membuktikan pengaruh kadar air terhadap kerenyahan
dan kekerasan gorengan.
6. Analisis Data
Analisis data sensori pengaruh rasio amilosa-amilopektin, kadar air, dan lama
penyimpanan terhadap kerenyahan dan kekerasan produk gorengan masing-masing diolah
dengan SPSS 16.0 for Windows pada program ANOVA (Analysis of variants). Kemudian
dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk melihat perbedaan nyata dari setiap perlakuan
yang diberikan terhadap atribut kerenyahan dan kekerasan. Tingkat kepercayaan yang
digunakan sebesar 95% (α = 0.05). Jika nilai Sig. pada tabel output SPSS lebih kecil dari
0.05, terdapat perbedaan nyata antar perlakuan yang diberikan terhadap atribut kerenyahan
dan kekerasan. Sebaliknya, nilai Sig. yang lebih besar dari 0.05 menunjukkan perlakuan yang
diberikan menghasilkan atribut kerenyahan dan kekerasan produk gorengan yang tidak
berbeda nyata. Jika perlakuan yang diberikan menghasilkan atribut kerenyahan dan
kekerasan produk gorengan yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk
melihat perbedaan antara atribut kerenyahan dan kekerasan untuk masing-masing perlakuan.
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISASI TEPUNG BERAS DAN TEPUNG BERAS KETAN
1. Penepungan Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan
Penelitian ini menggunakan bahan baku beras IR64 dan beras ketan Ciasem yang sudah
disosoh sehingga hanya terdiri dari komponen endosperma. Pembuatan tepung beras IR64
dan beras ketan Ciasem menggunakan metode penggilingan kering dengan penambahan
perlakuan perendaman sebelum penggilingan merujuk pada penelitian Suksomboon &
Onanong (2006). Chiang & Yeh (2002) melaporkan perendaman menyebabkan struktur biji
beras melonggar dan melunak akibat hidrasi sehingga menghasilkan partikel tepung yang
kecil dengan kerusakan pati yang sedikit. Semakin tinggi tingkat difusi air, semakin lunak
biji beras. Selama perendaman, protein, lipid, dan abu juga tercuci keluar (Chiang & Yeh
2002). Biji beras dan beras ketan dikeringkan dalam tray dryer yang berguna untuk
mengurangi kadar air butir beras dan beras ketan sehingga memudahkan dalam proses
penepungan menggunakan pin disc mill. Jika kadar air terlalu tinggi, maka butir beras dan
beras ketan akan menempel pada pin disc mill saat ditepungkan sehingga dapat menimbulkan
kemacetan dalam alat tersebut. Di sisi lain, jika kadar air terlalu rendah, endosperma akan
kembali menjadi keras dan sulit untuk ditepungkan. Penggilingan bertujuan untuk
memperhalus ukuran butir beras dan beras ketan menjadi tepung dengan menggunakan pin
disc mill. Untuk memperoleh tepung beras dan beras ketan dengan ukuran partikel yang
seragam, pengayakan dilakukan menggunakan saringan berukuran 100 mesh. Penggunaan
ayakan 100 mesh merujuk pada SNI 3549-2009 yang menyebutkan bahwa kehalusan tepung
beras harus dapat lolos ayakan 80 mesh minimal sebanyak 90%, sedangkan SNI 01-4447-
1998 menyebutkan bahwa tepung beras ketan harus dapat lolos ayakan 60 mesh minimal
sebanyak 99% dan ayakan 80 mesh minimal sebanyak 70%. Hasil rendemen penepungan
beras IR64 dan beras ketan Ciasem pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rendemen tepung beras IR64 dan ketan Ciasem
Bahan Baku Berat Awal
(kg)
Berat Akhir
(kg)
Rendemen
(%)
Beras IR 64 4.1360 3.0540 73.84
Beras ketan Ciasem 4.8500 2.5700 52.99
Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa rendemen tepung beras ketan Ciasem lebih
rendah (52.99%) dibandingkan dengan tepung beras IR64 (73.84%). Ketan memiliki
kandungan amilopektin lebih banyak dibandingkan dengan amilosanya. Hal inilah yang
menyebabkan ketan memiliki sifat lengket. Pada saat penepungan, tepung beras ketan lebih
mudah menempel pada pin disc mill dibandingkan tepung beras. Hal ini dapat menyebabkan
rendemen yang dihasilkan menjadi rendah. Kadar air yang terlalu tinggi pada butir beras dan
beras ketan juga menyebabkan menempelnya tepung pada pin disc mill saat ditepungkan
sehingga mengurangi rendemen.
21
2. Karakter Kimia dan Fisik Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan
a. Proksimat
Analisis proksimat pada bahan pangan dilakukan untuk mengetahui nilai gizi yang
terkandung di dalamnya. Analisis proksimat tepung beras IR64 dan ketan Ciasem yang
diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat.
Hasil analisis proksimat tepung beras IR64 dan ketan Ciasem dapat dilihat pada Tabel 6.
Kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat tepung beras IR64 secara berturut-turut
sebesar 9.23%, 0.35%, 8.25%, 0.29%, dan 81.88%, sedangkan untuk tepung beras ketan
Ciasem sebesar 8.99%, 0.63%, 8.14%, 0.29%, dan 81.95%. Pada Tabel 7, dapat dilihat
hasil analisis proksimat tepung beras varietas lainnya sebagai pembanding.
Tabel 6. Hasil analisis proksimat tepung beras IR64 dan ketan Ciasem
Proksimat Tepung Beras IR64
(%bb)
Tepung Beras Ketan Ciasem
(%bb)
Kadar air 9.23±0.02 8.99±0.09
Kadar abu 0.35±0.01 0.63±0.01
Kadar protein 8.25±0.04 8.14±0.03
Kadar lemak 0.29±0.01 0.29±0.00
Kadar karbohidrat 81.88 81.95
Keterangan: pengujian proksimat dilakukan sebanyak dua kali ulangan
Hasil kadar air tepung beras IR64 dan ketan Ciasem memenuhi standar SNI tepung
beras dengan kadar air maksimum 13%bb dan SNI tepung beras ketan dengan kadar air
maksimum 12%bb sehingga telah memenuhi syarat untuk disimpan pada suhu ruang.
Daya tahan suatu bahan dapat diperpanjang dengan menghilangkan sebagian air dalam
bahan tersebut (Winarno 1997). Kadar air tepung ditentukan oleh pengeringan yang
dilakukan sebelum pengayakan tepung. Proses pengeringan harus dilakukan dengan baik
agar tepung yang diperoleh benar-benar kering. Jika tepung belum kering dengan
sempurna, tepung akan menempel dan terasa dingin di tangan. Penyimpanan tepung
dalam kondisi tidak kering sempurna menyebabkan kerusakan pada tepung. Menurut
Winarno (1997) pengeringan dapat menghilangkan molekul air yang berikatan dengan
molekul-molekul lain yang mengandung atom O dan N seperti karbohidrat, protein, atau
garam dalam bentuk hidrat.
Tabel 7. Hasil analisis proksimat pembanding tepung beras varietas lain
Karakteristik
Kimia
Jenis Tepung Beras (%bb)
Cisadane* Cisadane** PB36** IR36*** Semeru*** Cisadane***
Kadar air 13.63 8.97 8.68 10.3 10.01 10.75
Kadar abu 0.33 0.51 0.56 0.4 0.45 0.48
Kadar protein 8.54 9.18 10.66 8.21 8.11 9.34
Kadar lemak 0.37 0.54 0.33 0.28 0.34 0.43
Kadar karbohidrat 77.13 80.8 79.77 80.81 81.09 79
*Yusfik (1998), **Artika (1987), ***Lestari (1987)
22
Unsur mineral dalam bahan pangan dikenal sebagai zat organik atau kadar abu.
Kadar abu pada tepung beras IR64 sebesar 0.35%bb dan tepung ketan Ciasem sebesar
0.63%bb. Berdasarkan SNI 3549:2009, kadar abu maksimum untuk tepung beras sebesar
1.0%bb, sedangkan kadar abu maksimum untuk tepung beras ketan sebesar 1.0%bb
berdasarkan SNI 01-4447-1998. Hal ini menunjukkan bahwa tepung beras IR64 dan
ketan Ciasem pada penelitian ini memenuhi standar SNI. Kandungan abu yang rendah
disebabkan perlakuan perendaman. Menurut Chen et al. (1999), bahwa perendaman
menyebabkan larutnya sebagian mineral, vitamin larut air, albumin,dan gula ke dalam
air perendam.
Kadar protein tepung beras IR64 sebesar 8.25%bb dan kadar protein tepung beras
ketan Ciasem sebesar 8.14%bb. Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar
karena dihitung berdasarkan pada nitrogen yang terkandung dalam bahan (Apriyantono
et al. 1989). Kandungan protein berperan penting dalam kemampuan pengembangan
granula pati. Protein mengelilingi granula pati, membatasi pengembangan granula, dan
sifat kohesinya menghambat keluarnya material dari dalam granula selama proses
gelatinisasi (Charles et al. 2007). Pada proses perendaman sebelum penggilingan, terjadi
proses aktivasi enzim protease yang dapat menghidrolisis protein menjadi komponen
sederhana seperti peptida dan asam amino yang lebih larut (Chiou et al. 2002). Protein
melekat pada permukaan granula pati dan mengisi ruang diantara granula pati. Perlakuan
perendaman mengakibatkan penyerapan air sehingga struktur granula pati retak dan
protein keluar (Chiang &Yeh 2002). Hal ini dapat mengakitkan kandungan protein
menjadi rendah.
Tepung beras IR64 dan ketan Ciasem memiliki kandungan lemak yang sama yaitu
sebesar 0.29%bb. Selama perendaman, kemungkinan lemak terhidrolisis menjadi
gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim.
Enzim lipase yang dapat menghidrolisis lemak terdapat pada semua jaringan yang
mengandung lemak (Winarno 1997). Gliserol lebih mudah larut ke dalam larutan
perendam sehingga kadar lemaknya menurun. Menurut Chiang & Yeh (2002) bahwa
perlakuan perendaman pada beras menghasilkan tepung dengan jumlah lemak yang lebih
sedikit. Selain itu, kadar lemak yang rendah pada tepung beras dan ketan disebabkan
adanya proses pemisahan lembaga pada saat penyosohan brown rice.
Penentuan kadar karbohidrat tepung beras IR64 dan ketan Ciasem menggunakan
cara perhitungan kasar atau juga disebut carbohydrate by difference. Menurut Winarno
(1997), perhitungan carbohydrate by difference adalah penentuan karbohidrat dalam
bahan pangan secara kasar dan hasilnya biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi
bahan pangan. Kandungan karbohidrat pada tepung beras IR 64 sebesar 81.88%bb dan
tepung beras ketan Ciasem sebesar 81.95%bb.
b. Kadar Pati, Amilosa, dan Amilopektin
Pada penelitian ini, penentuan kadar pati tepung beras IR64 dan ketan Ciasem
menggunakan metode Luff Schoorl. Metode tersebut menggunakan cara titrasi untuk
menentukan kadar pati sampel. Hasil kadar pati sampel dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil
penelitian menunjukkan kadar pati tepung beras IR64 (72.37%) lebih tinggi daripada
tepung beras ketan Ciasem sebesar (71.31%). Pada penelitian Setyaningsih (2008) kadar
pati beras IR64 sebesar 73.7%bb. Pada penelitian Argasasmita (2008), kadar pati beras
ketan Ciasem sebesar 81.31%bb. Kadar pati tepung beras IR64 dan ketan Ciasem pada
23
penelitian ini lebih rendah dibandingkan pati beras IR64 penelitian Setyaningsih (2008)
dan ketan Ciasem penelitian Argasasmita (2008).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik yang terdiri dari
dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan
fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan
α-(1,4)-D-glikosida, sedangkan amilopektin mempunyai cabang α-(1,6)-D-glikosida
sebanyak 4-5% berat total (Winarno 1997). Hasil analisis kadar amilosa dan amilopektin
sampel dapat dilihat pada Tabel 8. Amilosa dan amilopektin berpengaruh besar terhadap
karakteristik gelatinisasi dan retrogradasi pati (Jane et al. 1999).
Tabel 8. Hasil analisis kadar pati, amilosa, dan amilopektin tepung beras IR64 dan ketan
Ciasem
Karakteristik Kimia Tepung Beras
IR64 (%bb)
Tepung Beras Ketan
Ciasem (%bb)
Kadar pati 72.37±0.10 71.31±0.25
Kadar amilosa 26.58±0.24 2.46±0.02
Kadar amilopektin 45.80±0.14 68.85±0.23
Keterangan: pengujian kadar pati, amilosa, dan amilopektin dilakukan sebanyak dua kali ulangan
Analisis kadar amilosa dilakukan dengan metode spektrofotometri pada panjang
gelombang 625 nm. Kurva standar amilosa murni (Lampiran 13) digunakan untuk
menentukan konsentrasi amilosa yang terkandung dalam sampel pati yang diuji. Pada
penelitian ini dapat dilihat bahwa kandungan amilosa pada tepung beras ketan Ciasem
(2.46%) lebih rendah dibandingkan dengan tepung beras IR64 (26.58%). Berdasarkan
penelitian Lestari (1987), kadar amilosa tepung beras IR36, Semeru, dan Cisadane
berturut-turut sebesar 27.75%, 27.55%, dan 22.12%. Tepung beras ketan Ciasem
memiliki kadar amilosa yang paling rendah, sedangkan tepung beras IR64 memiliki
kadar amilosa yang lebih tinggi dibandingkan tepung beras ketan Ciasem dan Cisadane
tetapi masih lebih rendah dibandingkan IR36 dan Semeru. Semakin tinggi kandungan
amilosa suatu bahan maka semakin kecil kandungan amilopektin bahan tersebut. Pada
penelitian ini dapat dilihat bahwa kandungan amilopektin tepung beras IR64 sebesar
45.80% dan ketan Ciasem sebesar 68.85%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Argasasmita (2008), kadaramilosa beras ketan Ciasem sebesar 7.32% dan amilopektin
sebesar 73.99. Beras IR64 memiliki kadaramilosa sebesar 24.6% dan amilopektin
sebesar 49.2% (Setyaningsih 2008). Kadar amilosa berpengaruh besar pada gelatinisasi
dan retrogradasi pati (Fredriksson et al. 1998), viskositas pasta (Yanagisawa et al. 2006),
pembentukan gel (Biliaderis dan Zawistowski 1990), dan daya cerna α-amylase
(Skrabanja et al. 1999). Kadar amilosa dilaporkan bervariasi sesuai sumber penghasil
patinya dan dipengaruhi oleh kondisi iklim dan tanah selama pertumbuhan biji (Singh et
al. 2006).
c. Densitas Kamba
Densitas kamba merupakan perbandingan bobot terhadap volume suatu bahan.
Pengukuran densitas kamba pati sorgum dilakukan dengan memasukkan sejumlah
24
tepung ke dalam wadah yang telah diketahui volumenya. Hasil analisis densitas kamba
tepung beras IR64 dan ketan Ciasem dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil analisis densitas kamba tepung beras IR64 dan ketan Ciasem
Jenis Densitas Kamba (g/ml)
Tepung beras IR64 0.75±0.00
Tepung beras ketan Ciasem 0.78±0.00
Keterangan: pengujian densitas kamba dilakukan sebanyak dua kali ulangan
Densitas kamba tepung beras IR64 (0.75 g/ml) lebih rendah dibandingkan dengan
tepung beras ketan Ciasem (0.78 g/ml). Semakin tinggi densitas kamba suatu bahan,
semakin besar bobot untuk setiap volumenya. Bahan dengan densitas kamba yang tinggi
membutuhkan volume yang lebih kecil dibanding bahan dengan densitas kamba yang
rendah pada bobot yang sama. Densitas kamba suatu bahan ditentukan oleh ukuran
partikel bahan tersebut. Bahan dengan ukuran partikel yang lebih besar akan memiliki
densitas kamba yang lebih kecil. Ukuran partikel meningkat menyebabkan pori-pori
ruang diantara partikel meningkat sehingga menurunkan densitas kamba (Chevananet al.
2010). Pada penelitian ini, ukuran partikel tepung beras IR64 dan ketan Ciasem tidaklah
sama. Hal ini dikarenakan tepung hanya diayak dengan ayakan 100 mesh sehingga
keragaman ukuran partikel tepung dapat berada diantara 100 mesh atau lebih besar.
Pengukuran densitas kamba berguna untuk mengetahui seberapa besar volume yang
diperlukan untuk menyimpan sejumlah besar bahan.
d. Profil Gelatinisasi Pati
Profil gelatinisasi pati dari tepung beras IR64 dan ketan Ciasem dianalisis dengan
menggunakan alat Rapid Visco Analyzer (RVA). Menurut Winarno (1997), mekanisme
gelatinisasi pati terdiri dari tiga tahap. Pertama, air berpenetrasi secara bolak-balik ke
dalam granula. Kemudian pada suhu 60°C-85°C granula akan mengembang dengan
cepat dan akhirnya kehilangan sifat ”birefringence”-nya. Pada tahap ketiga, jika
temperatur terus naik maka molekul-molekul pati akan terdifusi dari granula. Kurva
gelatinisasi pati dari tepung beras IR64 dan ketan Ciasem dapat dilihat pada Gambar 7
dan 8.
Tabel 10. Profil gelatinisasi pati dari tepung beras IR64 dan ketan Ciasem
Sampel
Tepung Beras IR64 Tepung Beras Ketan Ciasem
Viskositas puncak (cP) 4921 3789
Viskositas trough (cP) 3139.5 1814
Viskositas breakdown
(cP)
1781.5 1975
Viskositas akhir (cP) 8283.5 2989
Viskositas setback (cP) 5144 1175
Waktu puncak (menit) 9.1 5.3
Suhu gelatinisasi (⁰C) 82.475 62.425
Keterangan: pengujian profil gelatinisasi pati dilakukan sebanyak dua kali ulangan
25
Pada Tabel 10 terlihat bahwa tepung beras IR64 memiliki viskositas puncak (4921
cP) yang lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem (3789 cP). Lin et al. (2011)
melaporkan viskositas puncak tepung beramilosa sedang lebih tinggi dibandingkan
dengan tepung beramilosa rendah. Viskositas puncak dipengaruhi oleh kandungan
amilosa dan lemak. Kompleks amilosa dengan lemak akan meningkatkan suhu
gelatinisasi sehingga viskositas puncak, akhir, dan setback meningkat (Lee et al. 2002).
Hal ini terlihat dari nilai viskositas akhir tepung beras IR64 (8283.5 cP) yang lebih tinggi
daripada tepung beras ketan Ciasem (2989 cP). Begitu pun nilai viskositas setback
tepung beras IR64 (5144 cP) yang lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem
(1175 cP). Viskositas akhir berkorelasi positif secara signifikan dengan kandungan
amilosa pada tepung. Semakin tinggi kandungan amilosa tepung, maka semakin tinggi
viskositas akhirnya (Lin et al. 2011). Viskositas akhir merupakan parameter yang
menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel setelah proses
pemanasan dan pendinginan serta ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi
selama pengadukan. Pada Tabel 11 dapat dilihat hasil penelitian Lin et al. (2011)
mengenai profil gelatinisasi rata-rata tepung beras beramilosa rendah, sedang, dan tinggi
dari berbagai macam jenis beras sebagai pembanding.
Viskositas trough merupakan viskositas minimum pada fasa suhu konstan yang
mengukur kemampuan pati untuk bertahan terhadap breakdown selama proses
pemanasan. Viskositas trough tepung beras IR64 lebih tinggi daripada tepung beras
ketan Ciasem. Viskositas breakdown menunjukkan stabilitas granula pati selama
pemanasan dan pengadukan. Tepung beras IR64 memiliki nilai viskositas breakdown
(1781.5 cP) yang lebih rendah daripada tepung beras ketan Ciasem (1975 cP). Viskositas
breakdown diperoleh dari hasil pengurangan viskositas puncak dengan viskositas trough.
Peningkatan nilai viskositas breakdown menunjukkan bahwa pati semakin tidak tahan
terhadap pemanasan dan pengadukan (Lee et al. 2002). Hasil penelitian menunjukkan
tepung beras IR64 lebih tahan terhadap pengadukan dan pemanasan. Menurut Jane et al.
(1999), molekul linier dan kuatnya asosiasi antar molekul amilosa menjaga integritas
granula dan menjadi lebih tahan terhadap pemanasan dan pengadukan atau gaya mekanis
yang diberikan.
Tabel 11. Profil gelatinisasi pati berbagai jenis tepung beras berdasarkan kandungan
amilosa (Lin et al. 2011)*
Tepung Beras
Beramilosa
Rendah
Tepung Beras
Beramilosa
Sedang
Tepung Beras
Beramilosa
Tinggi
Viskositas puncak (cP) 2762 6154 5466
Viscositas Hot Pasting
(cP) 1247 2413 3250
Viskositas breakdown (cP) 1515 3741 2216
Viskositas akhir (cP) 1700 4090 6574
Viskositas setback (cP) 453 1677 3324
Suhu gelatinisasi (⁰C) 68.9 71.1 70.1
*Data tersebut merupakan nilai rata-rata berbagai macam tepung beras
26
Viskositas setback merupakan parameter yang dipakai untuk melihat kecendrungan
retrogradasi maupun sineresis dari suatu pasta. Sineresis adalah keluarnya atau
merembesnya cairan dari suatu gel dari pati (Winarno 1997). Retrogradasi merupakan
terbentuknya jaringan mikrokristal dari molekul-molekul amilosa yang berikatan
kembali satu sama lain atau dengan percabangan amilopektin di luar granula pati setelah
pasta didinginkan. Menurut Goodfellow & Wilson (1990), proporsi amilosa dan struktur
amilopektin memiliki peranan penting pada kecepatan dan derajat retrogradasi pati. Nilai
viskositas setback tepung beras IR64 lebih tinggi dibandingkan tepung beras ketan
Ciasem. Berdasarkan penelitian Lin et al.(2011), nilai viskositas setback tepung
beramilosa tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan tepung beramilosa rendah dan
sedang. Tepung beras IR64 memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tepung beras ketan Ciasem. Nilai viskositas setback yang tinggi akan
menghasilkan sifat kohesif dan hardness yang tinggi pada mi serta kelengketan dan
cooking loss yang rendah. Retrogradasi pati berhubungan dengan perubahan tekstur dan
daya cerna produk pangan berbasis pati selama penyimpanan (Matalanis et al. 2009).
Waktu puncak merupakan parameter waktu pemasakan pasta pati. Waktu puncak
tepung beras IR64 lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem. Hal ini berarti
tepung beras IR64 memiliki waktu pemasakan pasta pati yang lebih lambat daripada
tepung beras ketan Ciasem. Hal tersebut menyebabkan tepung beras IR64 lebih lambat
mengental dan mencapai viskositas puncaknya. Suhu gelatinisasi merupakan suhu
dimana mulai terdeteksi adanya peningkatan viskositas yang disebabkan oleh
pembengkakan granula pati. Suhu gelatinisasi tepung beras IR64 (82.475°C) lebih tinggi
daripada tepung beras ketan Ciasem (62.425°C). Lin et al. (2011) melaporkan suhu
gelatinisasi tepung beras lebih tinggi daripada tepung beras ketan. Suhu gelatinisasi
tepung beras IR64 yang lebih tinggi membutuhkan waktu pemasakan yang lebih lama
dan energi termal yang lebih besar selama proses. Suhu gelatinisasi yang tinggi
mengindikasikan stabilitas kristal molekul pati (Moorthy 2002).
Gambar 7. Profil gelatinisasi pati dari tepung beras ketan Ciasem
= Suhu
= Viskositas
Viskositas puncak
Viskositas trough
Viskositas setback
Viskositas breakdown
Suhu awal gelatinisasi
Viskositas akhir
Waktu puncak
27
Gambar 8. Profil gelatinisasi pati dari tepung beras IR64
B. KAJIAN PENGARUH RASIO AMILOSA-AMILOPEKTIN TERHADAP
PROFIL GELATINISASI
Sebelum dilakukan analisis sensori, adonan diuji profil gelatinisasinya dengan
menggunakan alat RVA. Profil gelatinisasi keempat rasio amilosa-amilopektin dapat dilihat pada
Tabel 12. Profil gelatinisasi menunjukkan rasio amilosa-amilopektin 0.58 memiliki viskositas
puncak, trough, akhir, setback, dan suhu gelatinisasi tertinggi diikuti oleh rasio amilosa-
amilopektin 0.4, 0.2, dan terendah 0.04. Hal ini menunjukkan viskositas puncak, trough, akhir,
setback, dan suhu gelatinisasi berkorelasi positif dengan kandungan amilosa pada tepung.
Tabel 12. Profil gelatinisasi pati dari sampel
Rasio Amilosa-Amilopektin
0.58 0.4 0.2 0.04
Viskositas puncak (cP) 4921 4093.5 3041.5 3789
Viskositas trough (cP) 3139.5 2868 1994 1814
Viskositas breakdown (cP) 1781.5 1225.5 1047.5 1975
Viskositas akhir (cP) 8283.5 6351.5 3963 2989
Viskositas setback (cP) 5144 3483.5 1969 1175
Waktu puncak (menit) 9.1 9.33 8.965 5.3
Suhu gelatinisasi (⁰C) 82.475 68.6 65 62.425
Keterangan: pengujian profil gelatinisasi pati dilakukan sebanyak dua kali ulangan
Viskositas puncak dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan lemak. Kompleks amilosa
dengan lemak akan meningkatkan suhu gelatinisasi sehingga viskositas puncak, akhir, dan
setback meningkat (Lee et al. 2002). Viskositas akhir berkorelasi positif secara signifikan dengan
kandungan amilosa pada tepung. Semakin tinggi kandungan amilosa tepung, maka semakin tinggi
viskositas akhirnya (Lin et al. 2011). Viskositas akhir merupakan parameter yang menunjukkan
kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan dan
pendinginan serta ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama pengadukan.
Viskositas puncak
Viskositas akhir
Viskositas setback
Viskositas breakdown
Viskositas trough
Suhu awal
gelatinisasi Waktu puncak
= Suhu = Viskositas
28
Viskositas trough merupakan viskositas minimum pada fasa suhu konstan yang mengukur
kemampuan pati untuk bertahan terhadap breakdown selama proses pemanasan. Viskositas
breakdown diperoleh dari hasil pengurangan viskositas puncak dengan viskositas trough.
Peningkatan nilai viskositas breakdown menunjukkan bahwa pati semakin tidak tahan terhadap
pemanasan dan pengadukan (Lee et al. 2002). Semakin tinggi kandungan amilosa pada tepung
maka semakin tinggi nilai viskositas trough. Menurut Jane et al. (1999), molekul linier dan
kuatnya asosiasi antar molekul amilosa menjaga integritas granula dan menjadi lebih tahan
terhadap pemanasan dan pengadukan atau gaya mekanis yang diberikan.
Viskositas akhir berkorelasi positif secara signifikan dengan kandungan amilosa pada
tepung. Semakin tinggi kandungan amilosa tepung, maka semakin tinggi viskositas akhirnya (Lin
et al. 2011). Viskositas akhir merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan pati untuk
membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan serta ketahanan pasta
terhadap gaya geser yang terjadi selama pengadukan. Menurut Jane et al. (1999), molekul linier
dan kuatnya asosiasi antar molekul amilosa menjaga integritas granula dan menjadi lebih tahan
terhadap pemanasan dan pengadukan atau gaya mekanis yang diberikan. Semakin banyak amilosa
pada sampel akan membatasi pengembangan granula dan mempertahankan integritas granula.
Semakin tinggi kadar amilosa maka semakin kuat ikatan intramolekulnya (Ulyarti 1997).
Viskositas setback merupakan parameter yang dipakai untuk melihat kecendrungan
retrogradasi maupun sineresis dari suatu pasta. Retrogradasi merupakan terbentuknya jaringan
mikrokristal dari molekul-molekul amilosa yang berikatan kembali satu sama lain atau dengan
percabangan amilopektin di luar granula pati setelah pasta didinginkan. Sampel dengan amilosa
tinggi mempunyai stabilitas dan daya tahan untuk tetap utuh dalam pemanasan tinggi, serta
mempunyai sifat retrogradasi yang kuat, sehingga setelah dingin pasta yang terbentuk menjadi
kuat, tidak mudah hancur, atau remuk. Nilai viskositas setback yang tinggi akan menghasilkan
sifat kohesif dan kekerasanyang tinggi. Suhu gelatinisasi yang lebih tinggi membutuhkan waktu
pemasakan yang lebih lama dan energi termal yang lebih besar selama proses. Suhu gelatinisasi
yang tinggi mengindikasikan stabilitas kristal molekul pati (Moorthy 2002). Lin et al. (2011)
,melaporkan tepung beramilosa tinggi memiliki gel tepung yang lebih keras, adesif, dan kompak
dibandingkan tepung beramilosa rendah dan sedang.
C. KAJIAN PENGARUH RASIO AMILOSA-AMILOPEKTIN TERHADAP
KERENYAHAN DAN KEKERASAN
1. Perhitungan Rasio Amilosa-Amilopektin berdasarkan Campuran
Tepung Beras dan Ketan
Penentuan rasio amilosa-amilopektin dilakukan dengan mencampurkan tepung beras
IR64 dan tepung beras ketan Ciasem sehingga diperoleh beberapa sampel yang mewakili
berbagai rasio amilosa-amilopektin. Empat perlakuan rasio amilosa-amilopektin yang
diperoleh dapat dilihat pada Tabel 13.
29
Tabel 13. Hasil rasio amilosa-amilopektin berdasarkan pencampuran tepung beras dan ketan
Jumlah Tepung Beras
(gram)
Jumlah Tepung
Ketan
(gram)
Rasio
Amilosa-Amilopektin
100 0 0.58
67 33 0.40
30 70 0.20
0 100 0.04
2. Formulasi Adonan
Pembuatan adonan dilakukan dengan mencampurkan campuran tepung beras IR64-
tepung beras ketan Ciasem dengan air. Pembuatan adonan ini dilakukan dengan metode trial
and error. Perbandingan tepung beras dan tepung beras ketan yang digunakan adalah 50:50.
Perbandingan tepung dan air yang diujikan sebanyak 4 formula, yaitu formula A = 1:0.5,
formula B = 1:0.6, formula C = 1:0.7, dan formula D = 1:0.8. Berdasarkan perlakuan trial
and error yang telah dilakukan, perbandingan tepung beras-tepung beras ketan dan air yang
memiliki konsistensi dan campuran adonan terbaik adalah 1:0.7 (Gambar 9). Pada formula A
(1:0.5) dan formula B (1:0.6), adonan yang terbentuk mudah hancur sehingga tidak bisa
dicetak. Formula C (1:0.7) menghasilkan konsistensi dan campuran adonan terbaik ditandai
dengan tidak menempelnya adonan pada telapak tangan, tidak ada bagian kering tepung yang
masih terlihat pada adonan, dan adonan terikat kuat sehingga mudah dibentuk, dicetak, dan
tidak mudah hancur. Formula D (1:0.8) menghasilkan adonan yang cair, lengket, dan sulit
dicetak.
1:0.5 1:0.6 1:0.7 1:0.8
Perbandingan tepung : air
Gambar 9. Adonan hasil pencampuran tepung dan air pada empat rasio berbeda
3. Pembuatan Model Produk Gorengan
Pembuatan model produk gorengan dilakukan pada setiap rasio amilosa-amilopektin.
Tahapan pembuatan model produk gorengan terdiri dari pembuatan adonan, pencetakan
adonan, dan penggorengan adonan. Pembuatan adonan dilakukan dengan mencampurkan
tepung dan air. Perbandingan tepung dan air yang digunakan adalah 1:0.7 berdasarkan uji
sebelumnya. Adonan diaduk dengan menggunakan tangan sehingga diperoleh konsistensi
dan pencampuran antara tepung dan air yang rata. Tahap selanjutnya yaitu pencetakan
30
adonan. Adonan dibagi dalam ukuran yang lebih kecil dengan berat seragam yaitu 5 g.
Kemudian adonan dicetak dengan menggunakan cetakan berbentuk tabung dengan dimensi
3.5 cm x 3.5 cm x 0.5 cm. Hasil dari pencetakan adonan dapat dilihat pada Gambar 10.
Kemudian adonan digoreng dalam deep fat fryer pada suhu 160⁰C selama 14 menit. Suhu
dan lama penggorengan adonan tersebut merupakan hasil trial and error. Hasil penelitian
menunjukkan suhu dan lama penggorengan optimum yang menghasilkan model produk
gorengan terbaik yaitu 160⁰C selama 14 menit. Pada Gambar 11 dapat dilihat hasil
penggorengan dari model produk gorengan pada keempat perlakuan rasio amilosa-
amilopektin.
0.04 0.2 0.4 0.58
Rasio amilosa-amilopektin
Gambar 10. Hasil pencetakan adonan pada empat rasio amilosa-amilopektin berbeda
Rasio amilosa-amilopektin
Gambar 11. Model produk gorengan pada empat rasio amilosa-amilopektin berbeda
4. Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin terhadap Kerenyahan dan
Kekerasan
Analisis sensori profil tekstur digunakan ketika contoh yang diujikan banyak dan
bervariasi untuk atribut tekstur. Selain itu, analisis sensori profil tekstur membutuhkan
0.58 0.4 0.2 0.04
31
panelis terlatih dalam pengujiannya (Setyaningsih et al. 2010). Analisis sensori profil tekstur
meliputi seleksi panelis, pelatihan panelis, dan analisis kuantitatif kerenyahan dan kekerasan
sampel.
a. Seleksi Panelis
Seleksi panelis bertujuan untuk memperoleh panelis yang dapat mengenali dan
mengetahui secara umum perbedaan intensitas kerenyahan dan kekerasan pada produk
gorengan secara umum. Pemilihan panelis dilakukan dengan menyeleksi sejumlah orang
sehingga didapatkan 8-12 orang yang selanjutnya akan dilatih hingga menjadi panelis
terlatih (Adawiyah & Waysima 2009). Tahap seleksi panelis terdiri dari tiga tahap antara
lainuji identifikasi rasa dan aroma dasar, uji ketepatan dengan menggunakan uji segitiga,
dan uji ranking (Meilgaard et al. 1999). Panelis yang terpilih kemudian dilatih menjadi
panelis terlatih untuk digunakan pada pengujian atribut kerenyahan dan kekerasan
sampel dengan bahan dasar tepung beras IR64 dan tepung beras ketan Ciasem pada
berbagai macam perlakuan.
Seleksi panelis pertama adalah uji identifikasi rasa dan aroma dasar. Uji
identifikasi bertujuan untuk mengetahui kemampuan panelis dalam membedakan dan
mendeskripsikan beberapa stimulus rasa dan aroma dasar. Scoresheet uji identifikasi
rasa dan aroma dasar dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada tahap ini diperoleh 18 panelis
dari total 24 panelis yang mengikuti seleksi panelis terlatih. Panelis yang terpilih
merupakan panelis yang dapat mengidentifikasi secara benar minimal 75% dari
keseluruhan rasa dan aroma dasar yang diujikan. Panelis yang lolos uji identifikasi rasa
dan aroma dasar diseleksi kembali menggunakan uji segitiga atribut kerenyahan dan
kekerasan menggunakan sampel komersil. Uji segitiga atribut kerenyahan dan kekerasan
dilakukan sebanyak 10 set dalam waktu 3 hari. Setiap set terdiri dari dua sampel yang
sama dan satu sampel yang berbeda. Dari uji segitiga yang telah dilakukan, dihasilkan 15
panelis yang dapat memenuhi persyaratan, yaitu panelis yang mempunyai jawaban
benar minimal 60% dari contoh standar aroma yang diberikan. Selanjutnya panelis yang
lolos uji segitiga mengikuti uji ranking dimana calon panelis yang lolos adalah yang
mampu menjawab dengan benar. Panelis yang lolos tahap ini sebanyak 12 orang.
Personal interview dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran apakah kandidat
memiliki kemauan yang serius dan untuk konfirmasi minat kandidat dalam tahapan
berikutnya, yaitu pelatihan. Dari hasil interview, kedua belas panelis bersedia mengikuti
serangkaian pelatihan panelis. Hasil seleksi panelis terlatih dapat dilihat pada Lampiran
6.
b. Pelatihan Panelis
Pelatihan panelis terdiri dari FGD (Focus Group Discussion), penetapan
terminologi atribut sensori, pengenalan uji deskriptif profil tekstur, dan pelatihan
standardisasi atribut kerenyahan dan kekerasan. FGD dilakukan untuk menyamakan
persepsi antar panelis dengan pengenalan terminologi kerenyahan dan kekerasan.
Penetapan terminologi atribut sensori dilakukan untuk menyamakan konsep atribut
sensori sehingga dapat dikomunikasikan antar panelis satu dengan yang lainnya (Stone
& Sidel 2004). Terminologi kerenyahan dan kekerasan mengacu pada Larsen et al.
(2005). Kerenyahan menggambarkan seberapa kuat suatu bahan menahan gaya tekan
yang menyebabkannya hancur. Kekerasan menggambarkan daya tahan bahan untuk
pecah akibat gaya tekan yang diberikan (Larsen et al. 2005). Kekerasan berbanding
32
terbalik dengan kerenyahan suatu produk, semakin tinggi kekerasan produk
menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki kerenyahan yang rendah, begitupun
sebaliknya semakin rendah nilai kekerasan suatu produk menunjukkan semakin tinggi
kerenyahannya (Buckle et al. 1987). Pelatihan berikutnya yaitu pengenalan uji deskriptif
sensori profil tekstur. Metode ini didasarkan pada klasifikasi sistematik sifat-sifat tekstur
yang diterapkan pada definisi dan deskripsi masing-masing atribut. Metode sensori profil
tekstur biasanya menggunakan skala garis (Setyaningsih 2010). Skala garis mempunyai
panjang 15 cm dengan penilaian rating intensitas dimana 0 cm menunjukkan tidak
terdekteksinya suatu atribut dan 15 cm menunjukkan deteksi atribut tertinggi (Meilgaard
et al. 1999). Pada tahap pelatihan digunakan tiga sampel komersial. Scoresheet pelatihan
panelis dapat dilihat pada lampiran 10. Pelatihan dilakukan hingga tercapai konsistensi
dalam penilaian atribut kerenyahan dan kekerasan.
Tahap selanjutnya yaitu penentuan standar untuk stribut kerenyahan dan kekerasan.
Standar yang digunakan berasal dari bahan sama dengan perlakuan yang sama pula.
Penggunaan bahan dan perlakuan yang sama dengan sampel dapat menghindari bias
dalam pemberian nilai kerenyahan dan kekerasan. Hal ini dikarenakan penampakan
visual, rasa, dan aroma sama tetapi berbeda dalam tingkat kerenyahan dan kekerasan
saja. Standar yang digunakan adalah perbandingan tepung beras IR64 dan ketan Ciasem
50:50. Lama waktu penggorengan dan suhu yang digunakan adalah selama 14 menit
pada suhu 160⁰C berdasarkan trial and error. Nilai intensitas atribut kerenyahan dan
kekerasan ditentukan oleh panelis terlatih yang dilakukan sebanyak dua ulangan. Hasil
penilaian intensitas standar kerenyahan dan kekerasan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil penetapan standar atribut sensori berdasarkan organoleptik
Atribut Sensori Intensitas
Kerenyahan 6.94±0.16
Kekerasan 12.11±0.06
Keterangan: penentuan standar dilakukan sebanyak dua kali ulangan
c. Pengujian
Sembilan orang panelis terlatih melakukan penilaian atribut kerenyahan dan
kekerasan pada tiga jenis perlakuan berbeda sampel. Pengujian dilakukan secara
kuantitatif menggunakan metode sensori profil tekstur dengan membandingkan terhadap
standar yang nilainya telah ditentukan pada tahap pelatihan. Pengujian dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan pada setiap sampel. Ulangan dapat membantu
mengkondisikan panelis terlatih agar dapat melakukan penilaian secara konsisten (Piggot
et al. 1998) dengan membandingkan dengan standar yang nilainya telah ditentukan saat
tahap pelatihan. Analisis kuantitatif atribut kerenyahan dan kekerasan menggunakan
standar (R) pada skala tidak terstruktur sepanjang 15 cm. Pengukuran intensitas atribut
kerenyahan dan kekerasan dilakukan dengan penggaris, nilai yang diperoleh kemudian
dikonversi menjadi skala 100. Jumlah set per sesi analisis tergantung derajat kelelahan
panelis dalam menilai dan mengisi lembar uji. Umumnya 4-6 sampel per hari dan jika
produk yang dinilai rumit atau atribut sensori yang dianalisis banyak, maka cukup tiga
sampel per hari. Apabila sampel terlalu sedikit akan mengakibatkan variasi yang terlalu
33
besar dan apabila sampel terlalu banyak akan mengakibatkan antar contoh kelihatannya
berbeda tetapi sebenarnya tidak (Setyaningsih et al. 2010).
Sembilan orang panelis terlatih melakukan penilaian terhadap atribut kerenyahan
dan kekerasan sampel dengan rasio amilos-amilopektin 0.04, 0.2, 0.4, dan 0.58. Hasil uji
sensori profil tekstur atribut kerenyahan dan kekerasan beserta kadar air dapat dilihat
pada Tabel 15. Pada atribut kerenyahan, hasil uji profil tekstur menunjukkan rasio
amilosa-amilopektin 0.04 memiliki nilai kerenyahan tertinggi (58.67±10.91c) diikuti oleh
rasio amilosa-amilopektin 0.2 (53.63±9.63bc
) kemudian 0.4 (48.47±9.99b) dan
kerenyahan terendah dimiliki oleh rasio amilosa-amilopektin 0.58 (36.62±10.64a).
Berdasarkan hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan, kerenyahan rasio amilosa-
amilopektin 0.58 berbeda nyata dengan ketiga rasio lainnya. Kerenyahan rasio amilosa-
amilopektin 0.4 berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.58 dan 0.04 tetapi
tidak berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.2. Kerenyahan rasio amilosa-
amilopektin 0.2 berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.58 dan 0.04 tetapi
tidak berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.4. Kerenyahan rasio amilosa-
amilopektin 0.04 berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.58 dan 0.4 tetapi
tidak berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.2. Rasio amilosa-amilopektin
0.04 menunjukkan jumlah amilopektin yang semakin tinggi sedangkan rasio amilosa-
amilopektin 0.58 menunjukkan jumlah amilosa yang semakin tinggi. Hasil ini
menunjukkan bahwa amilopektin berperan dalam meningkatkan kerenyahan
dibandingkan amilosa.
Tabel 15. Hasil uji sensori profil tekstur sampel dengan berbagai rasio amilosa-
amilopektin
Rasio Amilosa-Amilopektin Kerenyahan* Kekerasan* Kadar air (%)
0.58 36.62±10.64a 82.90±4.23
c 4.20±0.07
a
0.4 48.47±9.99b 72.20±8.69
b 5.02±0.04
b
0.2 53.63±9.63bc
64.84±11.39a 5.72±0.07
c
0.04 58.67±10.91c 63.61±7.24
a 6.20±0.06
d
Keterangan: Nilai yang diikutioleh huruf yang berbeda dalam satu baris yang sama menunjukkan
berbeda nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Duncan.
*Nilai kerenyahan dan kekerasan merupakan hasil organoleptik dengan skala maksimum 100
Pada atribut kekerasan, hasil uji sensori profil tekstur menunjukkan produk dengan
rasio amilosa-amilopektin 0.58 memiliki nilai kekerasan tertinggi (82.90±4.23c) diikuti
oleh rasio amilosa-amilopektin 0.4 (72.20±8.69b) kemudian 0.2 (64.84±11.39
a) dan
kekerasan terendah dimiliki oleh rasio amilosa-amilopektin 0.04 (63.61±7.24a).
Berdasarkan hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan, kekerasan rasio amilosa-
amilopektin 0.58 berbeda nyata dengan ketiga rasio lainnya. Kekerasan rasio amilosa-
amilopektin 0.4 juga berbeda nyata dengan ketiga sampel lainnya. Kekerasan rasio
amilosa-amilopektin 0.2 berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.58 dan 0.4
tetapi tidak berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.04. Kekerasan rasio
amilosa-amilopektin 0.04 berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.58 dan 0.4
tetapi tidak berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.2. Rasio amilosa-
amilopektin 0.04 menunjukkan jumlah amilopektin yang semakin tinggi sedangkan rasio
amilosa-amilopektin 0.58 menunjukkan jumlah amilosa yang semakin tinggi. Hasil ini
34
menunjukkan bahwa amilosa berperan dalam meningkatkan kekerasan dibandingkan
amilopektin. Berdasarkan penelitian Ediati et al. (2006), semakin tinggi kandungan
amilosa maka semakin menghasilkan tingkat pengembangan dan kerenyahan yang
tinggi. Ediati et al. (2006) melaporkan diantara kandungan amilosa 21, 25, 29, 33, dan
37%, kandungan amilosa 37% menghasilkan pengembangan volume dan kerenyahan
terbaik. Hasil penelitian yang dilakukan Ediati et al. (2006) bertentangan dengan hasil
penelitian ini. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain sampel yang digunakan
oleh Ediati et al. (2006) merupakan campuran tepung beras dan maizena, dimana
semakin tinggi kadar amilosa maka penggunaan maizena semakin banyak. Hal ini
memungkinkan komponen protein pda maizena berperan dalam derajat pengembangan
dan mempengaruhi kerenyahan.
Gambar 12. Hubungan viskositas akhir terhadap kerenyahan
Gambar 13. Hubungan viskositas akhir terhadap kekerasan
Rasio amilosa-amilopektin 0.58 memiliki viskositas akhir tertinggi diikuti rasio
amilosa-amilopektin 0.4, 0.2, dan terendah 0.04. Viskositas akhir berkorelasi positif
secara signifikan dengan kandungan amilosa pada tepung. Semakin tinggi kandungan
amilosa tepung, maka semakin tinggi viskositas akhirnya (Lin et al. 2011). Pada Gambar
12 terlihat bahwa semakin tinggi viskositas akhir maka semakin rendah kerenyahan
model produk gorengan, sedangkan pada Gambar 13 terlihat bahwa semakin semakin
tinggi viskositas akhir maka semakin tinggi kekerasan model produk gorengan.
Viskositas akhir merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan pati untuk
0
10
20
30
40
50
60
70
0 2000 4000 6000 8000 10000
Tin
gkat
Ker
enyahan
(skal
a m
aksi
mu
m 1
00)
Viskositas akhir (cP)
0
20
40
60
80
100
0 2000 4000 6000 8000 10000
Tin
gkat
kek
eras
an
(skal
a m
aksi
mu
m 1
00)
Viskositas akhir (cP)
35
membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan serta
ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama pengadukan. Menurut Jane et
al. (1999), molekul linier dan kuatnya asosiasi antar molekul amilosa menjaga integritas
granula dan menjadi lebih tahan terhadap pemanasan dan pengadukan atau gaya mekanis
yang diberikan. Semakin banyak amilosa pada sampel akan membatasi pengembangan
granula dan mempertahankan integritas granula. Semakin tinggi kadar amilosa maka
semakin kuat ikatan intramolekulnya (Ulyarti 1997). Hal ini menyebabkan konsistensi
kekerasan sampel meningkat jika kandungan amilosa semakin tinggi sedangkan
kerenyahan sampel mengalami penurunan.
Sampel yang telah digoreng kemudian diukur kadar airnya (Tabel 15). Rasio
amilosa-amilopektin 0.04 memiliki kadar air tertinggi (6.20%d), diikuti rasio amilosa-
amilopektin 0.2 (5.72%c), kemudian 0.4 (5.02%
b), dan terendah rasio amilosa-
amilopektin 0.58 (4.20%a). Berdasarkan hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan, kadar
air keseluruhan rasio amilosa-amilopektin saling berbeda nyata satu sama lain. Hal ini
menunjukkan semakin tinggi kadar amilopektin maka semakin tinggi penyerapan air
yang ditandai oleh tingginya kadar air. Pada proses gelatinisasi, ikatan hidrogen yang
mengatur integritas struktur granula pati akan melemah. Terdapatnya gugus hidroksil
yang bebas akan menyerap molekul air sehingga terjadi pembengkakan granula pati
(Harper 1981). Amilosa mempunyai ikatan intramolekul yang lebih kuat dibandingkan
amilopektin sehingga ikatan hidrogen antara molekul amilosa dan air lebih sulit
terbentuk dibandingkan amilopektin. Hal inilah yang menyebabkan semakin tinggi
kandungan amilopektin maka akan semakin tinggi tingkat kadar airnya. Kadar air yang
tinggi pada sampel ini tidak berpengaruh signifikan terhadap kerenyahan dan kekerasan
sampel. Hal ini ditunjukkan oleh rasio amilosa-amilopektin 0.04 memiliki kadar air
tertinggi tetapi kerenyahan yang dihasilkan tertinggi dan kekerasan yang dihasilkan
terendah.
D. KAJIAN PENGARUH AMILOSA DAN AMILOPEKTIN DALAM
PENYIMPANAN TERHADAP KERENYAHAN DAN KEKERASAN
Kajian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara amilosa dan amilopektin dalam
penyimpanan gorengan terhadap kerenyahan dan kekerasan sehingga dapat diketahui seberapa
besar laju penurunan kerenyahan serta efek yang terjadi terhadap kekerasan produk gorengan.
Pada dasarnya kajian ini berhubungan erat dengan peningkatan kadar air produk dan efek
kandungan amilosa dan amilopektin. Sampel yang digunakan adalah rasio amilosa-amilopektin
0.04 dan 0.58. Kedua rasio tersebut telah mewakili sampel lainnya karena masing-masing sampel
memiliki kandungan amilosa tertinggi dan amilopektin tertinggi. Produk tersebut disimpan di
ruang terbuka. Skala waktu penyimpanan ditentukan selama 6 jam. Selang waktu 2 jam, sampel
dimasukkan ke dalam plastik seperti yang terlihat pada Gambar 14. Hal ini dilakukan untuk
mencegah perubahan kadar air, kerenyahan, dan kekerasan yang berkelanjutan. Hasil uji sensori
profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam penyimpanan produk gorengan terhadap
kerenyahan dan kekerasan dapat dilihat pada Tabel 16.
36
Gambar 14. Sampel yang disimpan dalam plastik
Tabel 16. Hasil uji sensori profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam penyimpanan
Rasio
Amilosa-Amilopektin
Lama
Penyimpanan
(jam)
Kadar Air
(%) Kerenyahan* Kekerasan*
0.58
2 4.95±0.04a 44.63±10.74
bc 63.40±11.71
ab
4 5.62±0.04b 39.92±10.31
ab 70.08±13.82
c
6 6.20±0.09c 36.03±9.68
a 73.60±13.98
c
0.04
2 7.01±0.01d 56.58±11.20
d 58.85±11.13
a
4 8.63±0.09e 48.50±9.78
c 64.56±12.29
b
6 9.53±0.05f 34.89±7.15
a 79.56±15.49
d
Keterangan: Nilai yang diikutioleh huruf yang berbeda dalam satu baris yang sama menunjukkan berbeda
nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Duncan.
*Nilai kerenyahan dan kekerasan merupakan hasil organoleptik dengan skala maksimum 100
Pada atribut kerenyahan, penyimpanan 2 jam pertama sampel rasio amilosa-amilopektin
0.58 (44.63±10.74bc
) memiliki kerenyahan yang lebih rendah dibandingkan sampel 0.04
(56.58±11.20d). Pada penyimpanan 4 jam, sampel rasio amilosa-amilopektin 0.58 (39.92±10.31
ab)
memiliki kerenyahan yang masih lebih rendah dibandingkan sampel 0.04 (48.50±9.78c). Akan
tetapi setelah sampel disimpan selama 6 jam, ternyata penurunan kerenyahan sampel rasio
amilosa-amilopektin 0.04 (34.89±7.15a) lebih tinggi dibandingkan dengan sampel 0.58
(36.03±9.68a). Hal ini menyebabkan kerenyahan yang dimiliki oleh sampel rasio amilosa-
amilopektin 0.58 menjadi lebih tinggi dibandingkan sampel 0.04. Berdasarkan hasil uji ANOVA
dan uji lanjut Duncan, kerenyahan sampel rasio amilosa-amilopektin 0.58 berbeda nyata dengan
sampel 0.04 saat penyimpanan 2 dan 4 jam. Akan tetapi setelah penyimpanan 6 jam, kerenyahan
sampel rasio amilosa-amilopektin 0.58 tidak berbeda nyata dengan sampel 0.04.
Pada atribut kekerasan, penyimpanan 2 jam pertama sampel rasio amilosa-amilopektin 0.58
(63.40±11.71ab
) memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan sampel 0.04 (58.85±11.13a).
Pada penyimpanan 4 jam, sampel rasio amilosa-amilopektin 0.58 (70.08±13.82c) memiliki
kekerasan yang masih lebih tinggi dibandingkan sampel 0.04 (64.56±12.29b). Akan tetapi setelah
sampel disimpan selama 6 jam, ternyata kenaikan kekerasan sampel rasio amilosa-amilopektin
0.04 (79.56±15.49d) lebih tinggi dibandingkan dengan sampel 0.58 (73.60±13.98
c). Hal ini
menyebabkan kekerasan yang dimiliki oleh sampel rasio amilosa-amilopektin 0.04 menjadi lebih
tinggi dibandingkan sampel 0.58. Berdasarkan hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan, kekerasan
sampel rasio amilosa-amilopektin 0.58 tidak berbeda nyata dengan sampel 0.04 saat penyimpanan
2 jam. Pada saat penyimpanan 4 jam dan 6 jam, kekerasan sampel rasio amilosa-amilopektin 0.58
berbeda nyata dengan sampel 0.04.
37
Gambar 15. Pengaruh lama penyimpanan terhadap tingkat kerenyahan
Gambar 16. Pengaruh lama penyimpanan terhadap tingkat kekerasan
Pada Gambar 15 dan 16 dapat dilihat bahwa saat penyimpanan, rasio amilosa-amilopektin
0.04 mengalami penurunan tingkat kerenyahan dan peningkatan kekerasan yang lebih besar
dibandingkan dengan rasio amilosa-amilopektin 0.58. Amilopektin yang terdapat pada rasio
amilosa-amilopektin 0.04 lebih tinggi dibandingkan rasio 0.58. Sebaliknya amilosa yang terdapat
pada rasio amilosa-amilopektin 0.58 lebih tinggi dibandingkan rasio 0.04. Amilosa mempunyai
ikatan intramolekul yang lebih kuat dibandingkan amilopektin. Hal ini dapat menyebabkan ikatan
hidrogen antara molekul amilosa dan air lebih sulit terbentuk dibandingkan amilopektin. Menurut
Harper (1981), ikatan hidrogen yang mengatur integritas struktur granula pati akan melemah pada
proses gelatinisasi sehingga gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air sehingga
terjadi pembengkakan granula pati.
0
10
20
30
40
50
60
0 2 4 6 8
Tin
gkat
ker
enyah
an
(skal
a m
aksi
mu
m 1
00)
Lama penyimpanan (jam)
Rasio amilosa
amilopektin 0.58
Rasio amilosa-
amilopektin 0.04
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 2 4 6 8
Tin
gkat
kek
eras
an
(skal
a m
aksi
mu
m 1
00)
Lama penyimpanan (jam)
Rasio amilosa
amilopektin 0.58
Rasio amilosa-
amilopektin 0.04
38
Gambar 17. Hubungan kadar air terhadap kerenyahan dalam penyimpanan
Gambar 18. Hubungan kadar air terhadap kekerasan dalam penyimpanan
Berdasarkan hasil uji kadar air, rasio amilosa-amilopektin 0.04 penyimpanan 2 jam
memiliki kadar air sebesar 7.01%d, penyimpanan 4 jam sebesar 8.63%
e, dan penyimpanan 6 jam
sebesar 9.53%f, sedangkan rasio amilosa-amilopektin 0.58 penyimpanan 2 jam memiliki kadar air
sebesar 4.95%a, penyimpanan 4 jam sebesar 5.62%
b, dan penyimpanan 4 jam sebesar 6.20%
c.
Berdasarkan hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan, kerenyahan dan kekerasan produk pangan
juga dipengaruhi oleh kadar air. Peningkatan kadar air dan Aw dihubungakan dengan produk
yang menjadi lembek dan alot (kehilangan kerapuhan) akibat air (Arimi et al. 2010). Nugroho
(2007) dalam penelitiannya melaporkan kerenyahan wafer yang merupakan produk pangan
berkadar air rendah menurun selama penyimpanan yang disebabkan oleh penyerapan uap air dari
lingkungan sehingga kadar air wafer meningkat. Peningkatan kekerasan disebabkan oleh
peningkatan jumlah air yang mengisi pori-pori udara bahan pangan (Roudaut et al. 2004). Pada
Tabel 16 terlihat bahwa interaksi amilopektin dengan molekul air menyebabkan penurunan
kerenyahan dan peningkatan kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan amilosa dengan molekul
0
10
20
30
40
50
60
0 5 10 15
Tin
gkat
ker
enyah
an
(skal
a m
aksi
mu
m 1
00)
Kadar air (%)
Rasio amilosa-
amilopektin 0.58
Rasio amilosa-
amilopektin 0.04
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 5 10 15
Tin
gkat
kek
eras
an
(skal
a m
aksi
mu
m 1
00)
Kadar air (%)
Rasio amilosa-
amilopektin 0.58
Rasio amilosa-
amilopektin 0.04
39
air. Amilopektin lebih mengikat air dibandingkan amilosa sehingga penguapan yang terjadi saat
penggorengan lebih tinggi dibandingkan amilosa. Hal ini menyebabkan pori-pori pada produk
pangan tersebut lebih banyak terbentuk pada produk dengan amilopektin tinggi. Semakin lama
sampel disimpan maka kesempatan air untuk masuk ke dalam pori-pori sampel semakin tinggi.
Produk akan menjadi lebih alot atau keras dan kerenyahannya juga menurun. Peningkatan kadar
air pada sampel yang memiliki kadar amilopektin tinggi (rasio amilosa-amilopektin 0.04) menjadi
lebih tinggi dibandingkan kadar amilosa tinggi (rasio amilosa-amilopektin 0.58), seperti yang
terlihat pada Tabel 16. Gambar 17 dan 18 menunjukkan bahwa rasio amilosa-amilopektin 0.04
mengalami peningkatan kadar air yang lebih besar dibandingkan dengan rasio amilosa-
amilopektin 0.58 selama penyimpanan sehingga menyebabkan penurunan kerenyahan dan
peningkatan kekerasan yang lebih besar pada rasio amilosa-amilopektin 0.04 dibandingkan rasio
amilosa-amilopektin 0.58.
E. KAJIAN PENGARUH KADAR AIR BERDASARKAN LAMA GORENG
TERHADAP KERENYAHAN DAN KEKERASAN
Pengujian selanjutnya adalah kajian pengaruh kadar air terhadap kerenyahan dan kekerasan
dilakukan dengan mengukur kadar air berdasarkan lamanya penggorengan. Sampel yang
digunakan adalah perbandingan tepung beras dan tepung beras ketan 1:1. Kemudian sampel
digoreng pada berbagai tingkat lama waktu penggorengan dan setiap sampel diukur kadar air,
tingkat kerenyahan, dan kekerasannya. Perlakuan lama penggorengan, kadar air, dan hasil uji
sensori profil tekstur dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Hasil uji sensori profil tekstur pengaruh kadar air
Lama Goreng
(menit)
Kadar Air
(%) Kerenyahan* Kekerasan*
10 9.79±0.14d 17.44±12.03
a 79.70±6.31
d
12 6.33±0.21c 26.00±13.82
b 73.07±8.66
c
16 3.71±0.00b 55.76±22.52
c 60.11±10.75
b
18 2.57±0.04a 57.04±22.11
c 48.30±11.10
a
Keterangan: Nilai yang diikutioleh huruf yang berbeda dalam satu baris yang sama menunjukkan berbeda
nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Duncan.
*Nilai kerenyahan dan kekerasan merupakan hasil organoleptik dengan skala maksimum 100
Berdasarkan hasil atribut kerenyahan, lama goreng 10 menit dengan kadar air 9.79%d
menghasilkan kerenyahan terendah (17.44±12.03a) diikuti lama goreng 12 menit dengan kadar air
6.33%c (26.00±13.82
b) , 16 menit dengan kadar air 3.71%
b (55.76±22.52
c), dan 18 menit dengan
kadar air 2.57%a (57.04±22.11
c). Berdasarkan uji ANOVA dan uji lanjut Duncan, kerenyahan
yang dihasilkan sampel perlakuan lama goreng 10 menit dengan kadar air 9.79%d
berbeda nyata
dengan ketiga sampel lainnya. Kerenyahan yang dihasilkan sampel perlakuan lama goreng 12
menit dengan kadar air 6.33%c juga berbeda nyata dengan ketiga sampel lainnya. Sampel
perlakuan lama goreng 16 menit dengan kadar air 3.71%b menghasilkan kerenyahan yang berbeda
nyata dengan sampel lama goreng 10 menit dan 12 menit, tetapi tidak berbeda nyata perlakuan 18
menit. Sampel perlakuan lama goreng 18 menit dengan kadar air 2.57%a menghasilkan
kerenyahan yang berbeda nyata dengan sampel lama goreng 10 menit dan 12 menit, tetapi tidak
berbeda nyata perlakuan 16 menit. Berdasarkan hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan, dapat
dilihat kadar air masing-masing sampel lama goreng berbeda nyata satu sama lain.
40
Gambar 19. Hubungan kadar air terhadap kerenyahan
Berdasarkan hasil atribut kekerasan, lama goreng 10 menit dengan kadar air 9.79%d
menghasilkan kekerasan tertinggi (79.70±6.31d) diikuti lama goreng 12 menit dengan kadar air
6.33%c (73.07±8.66
c) , 16 menit dengan kadar air 3.71%
b (60.11±10.75
b), dan 18 menit dengan
kadar air 2.57%a (48.30±11.10
a). Berdasarkan uji ANOVA dan uji lanjut Duncan, kekerasan yang
dihasilkan setiap sampel berbeda nyata satu sama lain.
Gambar 20. Hubungan kadar air terhadap kekerasan
Kerenyahan dan kekerasan produk pangan berkadar air rendah sangat berhubungan dengan
kadar air dan Aw. Peningkatan kadar air dan Aw dihubungakan dengan produk yang menjadi
lembek dan alot (kehilangan kerapuhan) akibat air (Arimi et al. 2010). Berdasarkan penelitian
Arimi et al. (2010), kerenyahan menurun dan kekerasan meningkat dengan meningkatnya Aw
pada Crackerbread oleh air. Pada proses gelatinisasi, ikatan hidrogen yang mengatur integritas
struktur granula pati akan melemah. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap
molekul air sehingga terjadi pembengkakan granula pati (Harper 1981). Ketika pati atau tepung
digoreng maka molekul air akan menguap sehingga kadar air akan menurun dan membuat pori-
pori pada bahan pangan tersebut. Semakin lama waktu penggorengan maka semakin banyak pori-
pori dalam bahan tersebut yang terbentuk. Semakin banyak pori-pori yang terbentuk maka tingkat
kerenyahan semakin tinggi dan kekerasan menurun. Pori-pori dalam bahan memiliki peranan
penting dalam kerenyahan dan tekstur dari snack. Dalam kondisi ekstrim, banyak makanan
renyah yang menjadi keras jika tidak memiliki pori-pori (Tsukakoshi et al. 2008). Hasil penelitian
0
10
20
30
40
50
60
70
0 2 4 6 8 10 12T
ingkat
ker
enyah
an
(skal
a m
aksi
mu
m 1
00)
Kadar air (%)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 2 4 6 8 10 12
Tin
gkat
kek
eras
an
(skal
a m
aksi
mu
m 1
00)
Kadar air (%)
41
Saeleaw & Gerhard (2011) melaporkan crackers singkong yang digoreng lebih lama
menghasilkan kadar air yang lebih rendah sehingga kerenyahan menjadi lebih tinggi. Pada
Gambar 19 dan 20 terlihat bahwa kadar air berkorelasi positif terhadap kekerasan dan berkorelasi
negatif terhadap kerenyahan. Pada penelitian ini, sampel merupakan produk pangan berkadar air
rendah. Semakin tinggi kadar air produk pangan tersebut maka semakin rendah kerenyahan dan
tinggi kekerasan yang dihasilkan. Hal tersebut telah ditunjukkan dalam penelitian ini, sampel
perlakuan 18 menit dengan kadar air terendah menghasilkan kerenyahan tertinggi dan kekerasan
terendah, sedangkan sampel perlakuan 10 menit dengan kadar air tertinggi menghasilkan
kerenyahan terendah dan kekerasan yang tinggi.
42
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Pada proses penepungan dihasilkan rendemen tepung beras IR64 sebesar 73.84% dan ketan
Ciasem sebesar 52.99%. Kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat tepung beras IR64 secara
berurutan sebesar 9.23%, 0.35%, 8.25%, 0.29%, dan 81.88%, sedangkan untuk tepung beras
ketan Ciasem sebesar 8.99%, 0.63%, 8.14%, 0.29%, dan 81.95%. Kadar pati tepung beras IR64
sebesar 72.37% dan ketan Ciasem sebesar 71.31%. Kadar amilosa tepung beras IR64 (26.58%)
lebih tinggi dibandingkan dengan ketan Ciasem (2.46%). Kadar amilopektin tepung beras IR64
(45.80%) lebih rendah dibandingkan dengan ketan Ciasem (68.85%). Hasil perhitungan densitas
kamba tepung beras IR64 sebesar 0.75 g/ml dan ketan Ciasem 0.78 g/ml.
Hasil analisis profil gelatinisasi menunjukkan bahwa viskositas puncak tepung beras IR64
(4921 cP) lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem (3789 cP). Viskositas puncak yang
tinggi menunjukkan tepung beras IR64 memiliki kemampuan pengembangan granula pati yang
lebih besar dari ketan Ciasem. Tepung beras IR64 memiliki viskositas breakdown (1781.5 cP)
yang lebih rendah daripada ketan Ciasem (1975 cP) sehingga tepung beras IR64 lebih tahan
terhadap pengadukan dan pemanasan. Viskositas akhir tepung beras IR64 (8283.5 cP) lebih tinggi
daripada ketan Ciasem (2989 cP). Begitu pun nilai viskositas setback tepung beras IR64 (5144
cP) yang lebih tinggi daripada ketan Ciasem (1175 cP). Viskositas akhir merupakan parameter
yang menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel setelah proses
pemanasan dan pendinginan serta ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama
pengadukan. Viskositas setback yang tinggi pada tepung beras IR64 menunjukkan tingkat
retrogradasi yang tinggi. Waktu puncak merupakan parameter waktu pemasakan pasta pati.
Waktu puncak tepung beras IR64 lebih tinggi (9.1 menit) daripada tepung beras ketan Ciasem
(5.3 menit). Hal ini berarti tepung beras IR64 memiliki waktu pemasakan pasta pati yang lebih
lambat daripada tepung beras ketan Ciasem. Suhu gelatinisasi tepung beras IR64 (82.475°C) lebih
tinggi daripada ketan Ciasem (62.425°C). Suhu gelatinisasi tepung beras IR64 yang lebih tinggi
membutuhkan waktu pemasakan yang lebih lama dan energi termal yang lebih besar selama
proses.
Penelitian ini menggunakan metode sensori profil tekstur untuk menguji atribut kerenyahan
dan kekerasan. Pengujian dilakukan secara kuantitatif menggunakan metode sensori profil tekstur
dengan membandingkan terhadap standar yang nilainya telah ditentukan saat pelatihan. Pada
kajian pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap kerenyahan dan kekerasan, menunjukkan
bahwa rasio amilosa-amilopekti 0.04 memiliki kerenyahan tertinggi diikuti oleh rasio amilosa-
amilopektin 0.2, 0.4, dan 0.58. Rasio amilosa-amilopektin 0.58 memiliki kekerasan tertinggi
diikuti oleh rasio amilosa-amilopektin 0.4, 0.2, dan 0.04. Hasil ini menunjukkan bahwa
amilopektin berperan dalam meningkatkan kerenyahan sedangkan amilosa berperan dalam
meningkatkan kekerasan. Pada kajian pengaruh kadar air terhadap kerenyahan dan kekerasan,
menunjukkan bahwa sampel lama goreng 18 menit memiliki kadar air yang terendah, kerenyahan
tertinggi, dan kekerasan terendah diikuti oleh sampel lama goreng 16, 12, dan 10 menit. Semakin
tinggi kadar air suatu bahan pangan maka semakin rendah kerenyahan dan tinggi kekerasan bahan
pangan tersebut.
43
Pengujian selanjutnya yaitu kajian pengaruh amilosa dan amilopektin dalam penyimpanan
produk gorengan terhadap kerenyahan dan kekerasan. Sampel yang digunakan rasio amilosa-
amilopektin 0.04 dan 0.58. Sampel disimpan selama 6 jam. Hasil menunjukkan pada atribut
kekerasan, penyimpanan 2 dan 4 jam pertama sampel rasio amilosa-amilopektin 0.58 memiliki
kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan sampel 0.04. Akan tetapi setelah sampel disimpan
selama 6 jam, ternyata kenaikan kekerasan sampel rasio amilosa-amilopektin 0.04 yang lebih
tinggi dibandingkan dengan sampel 0.58. Pada atribut kerenyahan, penyimpanan 2 jam dan 4
pertama, sampel rasio amilosa-amilopektin 0.58 memiliki kerenyahan yang lebih rendah
dibandingkan sampel 0.04. Akan tetapi setelah sampel disimpan selama 6 jam, ternyata
penurunan kerenyahan sampel rasio amilosa-amilopektin 0.04 menjadi lebih tinggi dibandingkan
dengan sampel 0.58. Hal ini menunjukkan bahwa bahan pangan yang memiliki kandungan
amilopektin tinggi dapat memberikan tingkat kerenyahan yang tinggi dan kekerasan yang rendah.
Akan tetapi ketika bahan pangan dengan amilopektin tinggi disimpan pada jangka waktu tertentu
maka bahan pangan tersebut akan mudah menyerap air sehingga terjadi penurunan kerenyahan
dan peningkatan kekerasan yang lebih tinggi daripada bahan pangan dengan amilosa tinggi.
B. SARAN
Pada penelitian selanjutnya, perlu dilakukan studi secara obyektif dengan menggunakan
alat. Hal ini dimaksudkan untuk meninjau lebih lanjut mengenai kevalidan data hasil sensori yang
telah diperoleh dari penelitian ini. Selain itu, perlu dilakukan penelitian sejenis pada beberapa
faktor dalam bahan pangan yang berpengaruh terhadap kerenyahan dan kekerasan, seperti protein
dan sebagainya untuk membuat produk gorengan yang disukai oleh masyarakat.
44
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah DR, Waysima. 2009. Evaluasi Sensori Produk Pangan. Edisi 1.Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian IPB.
Aliawati G. 2003. Teknik analisis kadar amilosa dalam beras. [catatan penelitian]. Buku Teknik
Pertanian 8(2) : 82-84.
Alidawati, Bambang K. 1989. Metode uji mutu beras dalam program pemuliaan padi. Di dalam:
Ismunadji M, Syam M, Yuswadi (eds). Padi.Ed ke-2.Bogor : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Hlm 363-375.
Anonim.2009. Rapat Koordinasi Penyusunan Angka Ramalan III Tahun 2009 Produksi
TanamanPangan.http://www.deptan.go.id/news/detailarsip_2.php?id=653&awal=&page=&kun
ci=. [5 Februari 2011].
[AOAC] The Association Official Analytical Chemists. 2006. Official Methods of Analysis.
Washington DC: AOAC.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor
: PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Argasasmita T Utama. 2008. Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Indeks Glikemik Varietas Beras
Beramilosa Rendah dan Tinggi [skripsi].Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Arimi J.M., E. Duggan, M. O’Sullivan, J.G. Lyng, E.D. O’Riordan. 2010. Effect of water activity on
the crispiness of a biscuit (Crackerbread) : Mechanical and acoustic evaluation. Food Res Int 43
:1650–1655
Artika I Made. 1987. Pengaruh Perendaman Pembuatan Tepung Beras [skripsi]. Bogor : Fakultas
Teknologi Pertanian IPB.
Blumenthal MM. 1996. Frying technology. Di dalam: Shahidi F, editor. Bailey’s Industrial Oil and
Fat Products Vol 3. Ed ke-6.New York:JohnWiley and Sons, Inc.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Tabel Luas Panen, Produktivitas, Produksi Tanaman Padi Provinsi
Indonesia. http://bps.go.id/tnmn_pgn.php?eng=0. [28 Maret 2012].
[BSN] Badan Standarusasi Nasional. 1998. SNI 01-4447-1998. Syarat Mutu Tepung Ketan. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional.
___________________________. 2009. SNI 3549:2009. Syarat Mutu Tepung Beras. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
Buckle K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, M. Wooton. 1987 . Ilmu Pangan. Terjemahan: Purnomo
dan Adiono. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
45
Charles AL, Huang TC, Lai PY, Chen CC, Chang YH. 2007. Study of wheat flour-cassava starch
composite mix and the function of cassava mucilage in Chinese noodles. Food Hydrocol 21:
368-378.
Chen, J. J., Lu, S. and Lii, C. Y. 1999.Effects of milling on the physicochemical characteristics of
waxy rice in Taiwan. Cereal Chem. 76: 796-799.
Chevanan N, Alvin R. Womac, Venkata S.P. Bitra, C. Igathinathane, Yuechuan T. Yang, Petre I. Miu,
Shahab Sokhansanj. 2010. Bulk density and compaction behavior of knife mill chopped
switchgrass,wheat straw, and corn stover. Biores Technol 101 : 207–214.
Chiang, P. Y., A. I. Yeh.2002. Effect of soaking on wet-milling of rice. J Cereal Sci 35 : 85–94
Chiou H, Martin M, Fitzgerald MA. 2002. Effect of purification methods on rice starch structure.
Starch/Staerke 54: 415-420.
Deobald HJ. 1972. Rice flour. Di dalam: Houston DF. Rice Chemistry and Technology. Minnesota:
American Associaton of Cereal Chemists.
Ediati R, Rahardjo B, Hastuti P. 2006. Pengaruh kadar amilosa terhadap pengembangan dan
kerenyahan tepung pelapis selama penggorengan [catatan penelitian]. Agrosains 19(4):395-
413.
Eliasson AC. 2006. Starch in Food Structure, Function and Applications. Washinton DC : CRC Press.
Fellows P. 2000. Food Processing Technology: Principles and Practice. 2nd
Edition. Washinton DC :
CRC Press.
Fredricksson H, Silverio J, Andersson R, Eliasson AC, dan Aman P. 1998. The influence of amylase
and amylopectin characteristics on gelatinization and retrogradation properties of different
starches.Carbohydr.Polym.119-134.
G Roudaut, Simatos, D., Champion, D., Contreras-Lopez, E., Meste, M. I. 2004. Molecular mobility
around the glass transition temperature: A mini review. Inn Food Sci Em Technol 5(2), 127–
134.
Goodfellow BJ, Wilson RH. 1990. A fourier-transform IR study of the gelation of amylose and
amylopectin. Biopol 30: 1183-1189.
Harper, J. M. 1981. Extrusion of Foods vol I. Florida : CRC Press.
Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Hubeis M. 1984.Pengantar Pengolahan Tepung Serealia dan Biji-bijian.Bogor : Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Jane J, Chen YY, Lee LF, McPherson AE, Wong KS, Radosavljevic M, dan Kasemsuwan T. 1999.
Effects of amylopectin branch chain length and amylose content on the gelatinization and
pasting properties of starch. Cereal Chem 76(5): 629-637.
46
Juliano B.O. 1972. The rice caryopsis and its composition. Di dalam: D.F. Houston (Ed). Rice
Chemistry and Technology. America Association, pp 16-62
Larsen Hanne, Per Lea, Marit Rodbotten. 2005. Sensory changes in extruded oat stored under
different packaging, light, and temperature conditions. J Food Quality Pref 16 : 573-584.
Lee MH, Baek MH, Cha DS, Park HJ, Lim ST. 2002. Freeze-thaw stabilization of sweet potato starch
gel by polysaccharide gums. Food Hydrocol 16: 345-352.
Lestari L Sri. 1987. Sifat Fisiko Kimia Tepung Beras (Oryza Sativa) dan Mutu Kue Beras (Cake) yang
Dihasilkan [skripsi].Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Lin Jheng Hua, Harinder Singh, Yi Ting Chang, Yung Ho Chang. 2011. Factor analysis of the
functional properties of rice flours from mutant genotypes. Food Chem 126 : 1108-1114.
Liu, BS Luh. 1980. Rice: Production and Utilization. Wesport Connecticut : AVI Publishing
Company Inc.
Matalanis AM, Campanella OH, Hamaker BR. 2009. Storage retrogradation behavior of sorghum,
maize and rice starch pastes related to amylopectin fine structure. J Cereal Sci 50: 74-81.
Meilgaard M, Civille GV, Car BT. 1999. Sensory Evaluation Technique.3rd
Edition. Washington DC :
CRC Press.
Moorthy SN. 2002. Physicochemical and functional properties of tropical tuber starch: a review
Starch 54: 559-592.
Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor :
PAU IPB.
Munarso SJ. 1998. Modifikasi Sifat Fungsional Tepung Beras dan Aplikasinya dalam Pembuatan Mi
Beras Instan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nishita KD, Bean MM. 1982. Grinding methods:their impact on rice flour properties. J Cereal Chem
59(1):46-49.
Nugroho A. 2007. Kajian Metode Penentuan Umur Simpan Produk FLAT WAFER dengan Metode
Akselerasi berdasarkan Pendekatan Model Kadar Air Kritis [skripsi].Bogor : Fakultas
Teknologi Pangan IPB.
Ortoefer FT, Cooper DS. 2004. Initial quality of frying oil. Di dalam: Perkins EG and Erickson MD,
Deep Frying Chemistry, Nutrition, and Practical Applications. Champaign:AOCS Press.
hlm29-42.
Piggott JR, Simpson SJ, Williams SAR. 1998. Sensory analysis. Int J Food Sci Technol 33:7-18.
Pokorny J. 1999. Changes of nutrients at frying temperatures. Di dalam:Boskou D, Elmadfa I. Frying
of Food. Lancaster, Pensylvania, USA; Technomic Publishing Company, Inc. hlm 69-95.
47
Roudaut, G., Simatos, D., Champion, D., Contreras-Lopez, E., & Meste, M. I. 2004.Molecular
mobility around the glass transition temperature: A mini review.Inn Food Sci and Em Technol
5(2), 127–134.
Saeleaw M, Gerhard S. 2011. Effect of frying parameters on crispiness and sound emission of cassava
crackers. J Food Eng 103 : 229-236.
Saguy S, Dana D. 2003. Integrated approach to deep fat frying: engineering, nutrition, health, and
consumer aspects. J Food Eng 56(2-3);143-152.
Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro.
Bogor: IPB Press.
Setyaningsih P. 2008.Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia dan Indeks Glikemik Beras Berkadar Amilosa
Sedang [skripsi].Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Singh H, Sodhi NS, dan Singh N. 2010. Characterization of starches separated from sorghum cultivars
grown in India. Food Chem 119: 95-100.
Singh N, Kaur L, dan Singh Sandhu K. 2006. Relationships between physical, morphological,
thermal, rheological properties of rice starches. Food Hydrocol 20: 532-542.
Siwi BH, Damardjati DS. 1986. Perkembangan dan kebijaksanaan produksi beras nasional. Makalah
disampaikan pada Konsultasi Teknik Pengembangan Industri Pengolahan Beras Non Nasi,
Jakarta.
Skrabanja V, Liljeberg HGM, Hedley CL, Kreft I, dan Bjorck ME. 1999. Influence of genotype and
processing on the in vitro rate of starch hydrolysis and resistant starch formation in pea. J.
Agric. Food Chem. 47: 2033-2039.
Stone H, Sidel JL. 2004. Sensory Evaluation Practices Third Edition. Redwood City, California, USA
: Elsevier Academic Press.
Sudarmadji S, Bambang H, Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
Edisi Keempat. Yogyakarta:Alberti.
Suksomboon A, Onanong Naivikul. 2006. Effect of dry- and wet-milling processes on chemical,
physicochemical properties and starch molecular structures of rice starches. Kasesart J (Nat
Sci) 40 : 125-134.
Tsukakoshi Y., Naito S., Ishida N., 2008. Fracture intermittency during a puncture test of cereal
snacks and its relation to porous structure. Food Res. Int. 41 (9) : 909–917.
Ulyarti. 1997. Mempelajari Sifat-Sifat Amilografi pada Amilosa, Amilopektin, dan Campurannya
[skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG. 1981. Padi dan Beras. Bogor: PUSBANGTEPA, Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
48
Yanagisawa T, Donion E, Fujita M, Kirivuchi-Otobe C, dan Takayama T. 2006. Starch pasting
properties and amylase content from 17 waxy barley lines. Cereal Chem. 354-357.
Yusfik H. 1998. Kajian Formulasi Crackers dengan Protein Berkualitas Tinggi dari Tepung Jagung ,
Beras, Kedelai, dan Tempe [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
49
LAMPIRAN
50
Lampiran 1. Tabel Luff Schoorl
Na2S2O3 0.1 N (ml) Glukosa, fruktosa, dan gula inversi (mg)
1 2.4
2 4.8
3 7.2
4 9.7
5 12.2
6 14.7
7 17.2
8 19.8
9 22.4
10 25.0
11 27.6
12 30.3
13 33.0
14 35.7
15 38.5
16 41.3
17 44.2
18 47.1
19 50.0
20 53.0
21 56.0
22 59.1
23 62.2
51
Lampiran 2. Formulir pendaftaran panelis terlatih
Formulir Pendaftaran Panelis Terlatih Gorengan
Halo Teman-teman ITP 44, dan 45!! Ada yang tertarik untuk mengetahui dan mempelajari kerenyahan
dan kekerasan. Kalau bisa daftar menjadi calon panelis terlatih dengan mengisi formulir di bawah ini.
Ada rewardnya juga lho…. Untuk keterangan lebih lanjut bisa hubungi: Dimas (085692420797)
Terima Kasih
No. Nama Lengkap No. HP
52
Lampiran 3. Scoresheet uji identifikasi rasa dan aroma dasar
UJI IDENTIFIKASI RASA DASAR
Nama : Tanggal pengujian:
Sampel : Larutan rasa dasar
Kriteria : Rasa
Instruksi
Lakukan pencicipan sampel larutan yang ada di hadapan Anda satu persatu secara berurutan
dari kiri ke kanan. Ambil satu sendok sampel larutan, tempatkan pada sendok pencicip, dan masukkan
ke dalam mulut Anda (ke atas lidah). Rasakan selama 5 detik, kemudian telan.
Tulis kode sampel yang tertera di wadah sampel dan deskripsikan rasa yang teridentifikasi
pada tabel yang tersedia di bawah ini. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan
meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel
berikutnya.
Kode Sampel Deskripsi Rasa
UJI IDENTIFIKASI AROMA DASAR
Nama : Tanggal pengujian:
Sampel : Larutan bau/aroma
Kriteria : bau/aroma
Instruksi
Lakukan penciuman sampel satu persatu dengan cara membuka botol sampel dan
mengibaskan bagian atas botol menggunakan tangan menuju hidung selama 3 detik. Tulis kode
sampel yang tertera di wadah sampel dan deskripsikan bau/aroma yang teridentifikasi dalam bentuk
verbal (kata-kata) pada tabel yang tersedia di bawah ini. Setelah mencium satu sampel, netralkan
hidung dengan mencium penetral dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai penciuman pada
sampel berikutnya.
Kode Sampel Deskripsi Bau
53
Lampiran 4. Scoresheet uji segitiga
UJI SEGITIGA KERENYAHAN
Nama : Tanggal pengujian :
Sampel : Keripik No. HP :
Kriteria : memilih satu sampel yang beda
Instruksi
Di hadapan Anda terdapat 3 set sampel dimana pada setiap set sampel terdapat dua sampel
yang sama dan satu sampel berbeda. Cicipi sampel secara berurut dari kiri ke kanan dengan cara
meletakkannya pada gigi graham kemudian dilakukan pengujian. Setelah mencicipi satu sampel,
netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan
pada sampel berikutnya. Pencicipan dimulai dari set 1 (paling dekat dengan Anda) hingga set 3
(paling jauh dari Anda).
Pencicipan hanya diperbolehkan satu kali dan tidak diperkenankan mengulang pencicipan.
Identifikasi sampel mana yang BERBEDA dengan menuliskan kode sampel yang berbeda pada tabel
di bawah ini.
Set Sampel Kode Sampel Beda
1
2
3
*Kerenyahan menggambarkan seberapa kuat suatu bahan menahan gaya tekan yang menyebabkannya
hancur.
UJI SEGITIGA KEKERASAN
Nama : Tanggal pengujian :
Sampel : Keripik No. HP :
Kriteria : memilih satu sampel yang beda
Instruksi
Di hadapan Anda terdapat 3 set sampel dimana pada setiap set sampel terdapat dua sampel
yang sama dan satu sampel berbeda. Cicipi sampel secara berurut dari kiri ke kanan dengan cara
meletakkannya pada gigi graham kemudian dilakukan pengujian. Setelah mencicipi satu sampel,
netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan
pada sampel berikutnya. Pencicipan dimulai dari set 1 (paling dekat dengan Anda) hingga set 3
(paling jauh dari Anda).
Pencicipan hanya diperbolehkan satu kali dan tidak diperkenankan mengulang pencicipan.
Identifikasi sampel mana yang BERBEDA dengan menuliskan kode sampel yang berbeda pada tabel
di bawah ini.
Set Sampel Kode Sampel Beda
1
2
3
*Kekerasan menggambarkan daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan.
54
Lampiran 5. Scoresheet Uji Ranking Kerenyahan dan Kekerasan
UJI RANKING KERENYAHAN DAN KEKERASAN
Nama Panelis : Tanggal :
Produk : Kripik No. HP :
Kriteria : Mengurutkan sampel dari kosentrasi terendah ke tertinggi
Instruksi :
Di hadapan Anda terdapat 3 sampel dengan tingkat kerenyahan dan kekerasan yang berbeda.
Cicipi sampel secara berurut dari kiri ke kanan dengan cara meletakkannya pada gigi graham
kemudian dilakukan pengujian. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan meminum air
tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya. Pencicipan
dimulai dari set 1 (paling dekat dengan Anda) hingga set 3 (paling jauh dari Anda).
Kemudian berilah penilaian dengan mengurutkan ketiga sampel dari konsentrasi terendah
(tulis angka 1 pada kolom ranking) sampai konsentrasi tertinggi (tulis angka 3 pada kolom ranking).
Anda diperbolehkan mencicip ulang sampel-sampel tersebut sebelum anda melakukan penilaian.
Pencicipan dilakukan dari kiri ke kanan.
Kerenyahan
Kode
Ranking
*Kerenyahan menggambarkan seberapa kuat suatu bahan menahan gaya tekan yang
menyebabkannya hancur,
Kekerasan
Kode
Ranking
*Kekerasan menggambarkan daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan.
55
Lampiran 6. Daftar kandidat panelis terlatih yang terpilih
HASIL SELEKSI PANELIS TERLATIH
Nama No HP Rasa Dasar Aroma Dasar Uji Segitiga Uji
Ranking Kerenyahan Kekerasan
Punjung 85692757252 100% 100% 70% 70% √ √
Sally W 100% 100% 80% 80% √ √
Anggi Sri 87770138328 100% 100% 70% 80% √ √
Nunu Kurnia Sari 100% 100% 70% 70% √ √
Hafiz F 85692785233 100% 80% 70% 80% √ √
Adi Indra 8568917867 100% 80% 80% 80% √ √
Rathih W 8561971957 100% 80% 80% 80% √ √
Raudhatussa'adah 85691951255 100% 100% 80% 80% √ √
Ati 8561291315 100% 100% 70% 80% √ √
Hilda Utami 85692849111 100% 100% 70% 80% √ √
Septiyanni 85691457789 100% 80% 80% 90% √ √
Tiur Fitri 85711207460 100% 80% 70% 90% √ √
59
Lampiran 7. Latihan menskala
Tandai skala garis dengan memberikan garis vertical yang mengindikasikan proporsi daerah yang
dihitamkan
Contoh :
60
Lampiran 8. Scoresheet pelatihan panelis atribut kerenyahan dan kekerasan
PELATIHAN ATRIBUT KEKERASAN SAMPEL
Sampel : Happytos Tanggal :
Nama :
Instruksi
Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur
adalah kekerasan sampel. (*Kekerasan menggambarkan daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya
tekan yang diberikan.). Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada garis horizontal di
bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain.
0 5 10 15
Kekerasan rendah Kekerasan tinggi
Sampel : Veetos Tanggal :
Nama :
Instruksi
Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur
adalah kekerasan sampel. (*Kekerasan menggambarkan daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya
tekan yang diberikan.). Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada garis horizontal di
bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain.
0 5 10 15
Kekerasan rendah Kekerasan tinggi
Sampel : Piatos Tanggal :
Nama :
Instruksi
Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur
adalah kekerasan sampel. (*Kekerasan menggambarkan daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya
tekan yang diberikan.). Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada garis horizontal di
bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain.
0 5 10 15
Kekerasan rendah Kekerasan tinggi
61
Lampiran 8. Scoresheet pelatihan panelis atribut kerenyahan dan kekerasan (lanjutan)
PELATIHAN ATRIBUT KERENYAHAN SAMPEL
Sampel : Happytos Tanggal :
Nama :
Instruksi
Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur
adalah kerenyahan sampel. (*Kerenyahan menggambarkan seberapa kuat suatu bahan menahan
gaya tekan yang menyebabkannya hancur,). Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal
pada garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel
lain.
0 5 10 15
Kerenyahan rendah Kerenyahan tinggi
Sampel : Veetos Tanggal :
Nama :
Instruksi
Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur
adalah kerenyahan sampel. (*Kerenyahan menggambarkan seberapa kuat suatu bahan menahan gaya
tekan yang menyebabkannya hancur,). Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada
garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain.
0 5 10 15
Kerenyahan rendah Kerenyahan tinggi
Sampel : Piatos Tanggal :
Nama :
Instruksi
Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur
adalah kerenyahan sampel. (*Kerenyahan menggambarkan seberapa kuat suatu bahan menahan gaya
tekan yang menyebabkannya hancur,). Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada
garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain.
0 5 10 15
Kerenyahan rendah Kerenyahan tinggi
62
Lampiran 9. Scoresheet penentuan nilai standar
ATRIBUT KEKERASAN SAMPEL
Sampel : Gorengan tepung Tanggal :
Nama :
Instruksi
Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur
adalah kekerasan sampel. (*Kekerasan menggambarkan daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya
tekan yang diberikan.). Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada garis horizontal di
bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain.
0 5 10 15
Kekerasan rendah Kekerasan tinggi
ATRIBUT KERENYAHAN SAMPEL
Sampel : Gorengan tepung Tanggal :
Nama :
Instruksi
Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur
adalah kerenyahan sampel. (*Kerenyahan menggambarkan seberapa kuat suatu bahan menahan gaya
tekan yang menyebabkannya hancur,). Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada
garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain.
0 5 10 15
Kerenyahan rendah Kerenyahan tinggi
63
Lampiran 10. Scoresheet uji profil tekstur
PENGUJIAN ATRIBUT KEKERASAN SAMPEL
Sampel : Tanggal :
Nama :
Instruksi
Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur
adalah kekerasan sampel. (*Kekerasan menggambarkan daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya
tekan yang diberikan.). Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada garis horizontal di
bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain.
Kekerasan rendah R Kekerasan tinggi
PENGUJIAN ATRIBUT KERENYAHAN SAMPEL
Sampel : Tanggal :
Nama :
Instruksi
Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur
adalah kerenyahan sampel. (*Kerenyahan menggambarkan seberapa kuat suatu bahan menahan gaya
tekan yang menyebabkannya hancur,). Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada
garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain.
Kerenyahan rendah R Kerenyahan tinggi
64
Lampiran 11. Hasil analisis proksimat tepung Beras IR64 dan ketan Ciasem
Kadar air
Tepung W sampel
(g)
Wkering
(g)
Wcawan
(g) KA (%bb) x (%bb) SD
RSD
H
RSD
A KA (%bk) x (%bk) SD
RSD
H
RSD
A
Beras IR64 1.2014 5.6888 4.5984 9.2392 9.23 0.02 1.43 0.17
10.17975 10.17 0.02 1.41 0.19
1.2141 5.4908 4.3886 9.2167 10.15242
Ketan Ciasem 1.0318 5.2706 4.3322 9.0521 8.99 0.09 1.44 0.96
9.95311 9.88 0.10 1.42 1.05
1.2295 5.5386 4.4189 8.9305 9.80620
Kadar abu
Tepung W sampel
(g)
Wkering
(g)
Wcawan
(g) KA (%bb) x (%bb) SD
RSD
H
RSD
A KA (%bk) x (%bk) SD
RSD
H
RSD
A
Beras IR64 2.0238 18.211 18.2039 0.3508 0.35 0.01 2.35 1.62
0.3865 0.38 0.01 2.31 1.63
2.1289 22.847 22.8397 0.3429 0.3777
Ketan Ciasem 2.2944 23.99 23.9754 0.6363 0.63 0.01 2.14 0.82
0.6997 0.70 0.01 2.11 0.91
2.0668 24.639 24.626 0.6290 0.6907
Kadar lemak
Sampel
W sampel
(g) W labu (g)
W
labu+lemak
(g)
Lemak
(%bb)
x
(%bb) SD RSD
H
RSD
A
Lemak
(%bk)
x
(%bk) SD RSD
H
RSD
A
Beras IR64 5.0168 68.592 68.577 0.2990 0.29 0.01 2.40 1.99
0.3294 0.32 0.01 2.37 2.00
5.0565 105.2958 105.2811 0.2907 0.3202
Ketan
Ciasem 5.0052 102.7219 102.7077 0.2837
0.29 0.00 2.41 1.71 0.3119
0.32 0.01 2.38 1.62
5.0231 115.7382 115.7236 0.2907 0.3192
65
Lampiran 11. Hasil analisis proksimat tepung Beras IR64 dan ketan Ciasem (lanjutan)
Kadar protein
Sampel ml HCl
contoh
ml HCl
blanko N HCl 14.007
mg
contoh %N
Protein
(%bb)
x
(%bb) SD
RSD
H
RSD
A
Protein
(%bk)
x
(%bk) SD
RSD
H
RSD
A
Beras IR64 21.75 0.1 0.0248 14.007 522.5 1.4414 8.2159 8.25 0.04 1.46 0.53
9.0523 9.09 0.05 1.43 0.51
21.75 0.1 0.0248 14.007 518.6 1.4522 8.2777 9.1181
Ketan
Ciasem 20.5 0.1 0.0248 14.007 498.1 1.4247 8.1208
8.14 0.03 1.46 0.37 8.9291
8.95 0.03 1.44 0.28
21.3 0.1 0.0248 14.007 514.9 1.4323 8.1639 8.9645
Kadar karbohidrat
Sampel Karbohidrat
(%bb)
Karbohidrat
(%bk)
Beras IR64 81.88 80.04
Ketan Ciasem 81.95 80.16
66
Lampiran 12. Hasil analisis kadar pati tepung Beras IR64 dan ketan Ciasem
Standardisasi Na2S2O3
Berat KIO3
(g)
V titran (Na2S2O3) V Na2S2O3
(ml)
N Na2S2O3
(N) x (N) STD
RSD
H
RSD
A Vawal (ml) Vakhir (ml)
21.7 1.7 8.1 6.4 0.0951 0.0960 0.0013 2.8460 1.3532
19.7 8.1 13.8 5.7 0.0969
Sampel
V titran (Na2S2O3) V Na2S2O3
(ml)
Wglukosa
(mg) FP
W
sampel
(mg)
Kadar
gula
(%)
kadar
pati
(%)
X SD RSD
H
RSD
A Vawal (ml) Vakhir (ml)
Beras IR64 12.9 14.7 0 8.0978 20 0.2012 80.4945 72.4451 72.37 0.10 1.05 0.14
12.9 14.7 3.3591 8.0978 20 0.2016 80.3348 72.3013
Ketan Ciasem 10.9 12.7 0.0000 8.0978 20 0.2039 79.4286 71.4858 71.31 0.25 1.05 0.35
10.9 12.7 3.3591 8.0978 20 0.2049 79.0410 71.1369
67
Lampiran 13. Kurva standar amilosa
y = 23.6x + 0.006
R² = 0.999
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025
Abso
rban
si
Konsentrasi amilosa (mg/ml)
68
Lampiran 14. Hasil analisis kadar amilosa tepung beras IR64 dan ketan Ciasem
Standar Amilosa
Larutan (ml) Konsentraasi amilosa (mg/ml) Absorbansi
1 0.004 0.101
2 0.008 0.193
3 0.012 0.288
4 0.016 0.389
5 0.020 0.475
Sampel
Abs.sampel Konsentrasi amilosa
(mg/ml)
V akhir
(ml) FP
Berat sampel
(mg)
Kadar amilosa
(%) X SD
RSD
H
RSD
A
Beras IR64 0.321 0.0133 100 20 99.8 26.7484 26.58 0.24 1.22 0.90
0.317 0.0132 100 20 99.8 26.4087
Ketan Ciasem 0.036 0.0013 50 20 51.4 2.4731 2.46 0.02 1.75 0.80
0.038 0.0014 100 20 110.9 2.4453
69
Lampiran 15. Hasil analisis densitas kamba tepung beras IR64 dan ketan Ciasem
Sampel W gelas ukur
(g)
V gelas ukur
(ml)
W gelas +
tepung (g)
V gelas ukur +
tepung
(ml)
Densitas kamba
(g/ml) x SD
RSD
H
RSD
A
Beras IR64 30.4559 10 35.1929 16.3 0.7519
0.75 0.00 2.09 0.20 30.4588 10 34.4329 15.3 0.7498
Ketan
Ciasem
30.4599 10 34.3723 15 0.7825 0.78 0.00 2.08 0.03
30.4569 10 34.7199 15.45 0.7822
70
Lampiran 16. Data penentuan standar kerenyahan dan kekerasan
Panelis Kerenyahan
Rata-rata SD Kekerasan
Rata-rata SD U1 U2 U1 U2
1 6.40 5.80 6.10 0.42 14.80 14.10 14.45 0.49
2 10.60 11.20 10.90 0.42 9.40 13.80 11.60 3.11
3 4.30 5.70 5.00 0.99 13.60 12.20 12.90 0.99
4 6.80 7.00 6.90 0.14 5.20 6.40 5.80 0.85
5 4.60 4.80 4.70 0.14 12.00 10.80 11.40 0.85
6 4.50 4.80 4.65 0.21 14.80 14.60 14.70 0.14
7 11.20 11.00 11.10 0.14 14.20 12.00 13.10 1.56
8 6.10 6.10 6.10 0.00 11.50 11.00 11.25 0.35
9 7.00 7.10 7.05 0.07 13.90 13.70 13.80 0.14
Rata-rata 6.83 7.06 6.94 0.16 12.16 12.07 12.11 0.06
SD 2.52 2.43
3.16 2.53
71
Lampiran 17. Data analisis profil tekstur kerenyahan berdasarkan rasio amilosa-amilopektin
Panelis Rasio 0.58
Rata-rata SD Rasio 0.58
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 7.20 7.90 4.80 6.63 1.63 48.00 52.67 32.00 44.22 10.84
2 3.90 5.20 4.00 4.37 0.72 26.00 34.67 26.67 29.11 4.82
3 4.70 4.00 5.00 4.57 0.51 31.33 26.67 33.33 30.44 3.42
4 5.00 5.80 7.70 6.17 1.39 33.33 38.67 51.33 41.11 9.25
5 8.10 8.90 8.20 8.40 0.44 54.00 59.33 54.67 56.00 2.91
6 6.70 6.20 6.10 6.33 0.32 44.67 41.33 40.67 42.22 2.14
7 6.00 5.10 6.10 5.73 0.55 40.00 34.00 40.67 38.22 3.67
8 3.60 2.30 6.00 3.97 1.88 24.00 15.33 40.00 26.44 12.51
9 2.40 5.10 2.30 3.27 1.59 16.00 34.00 15.33 21.78 10.59
Rata-rata 5.29 5.61 5.58 5.49
35.26 37.41 36.33 36.62
SD 1.86 1.96 1.81 1.60
12.38 13.06 12.08 10.64
Panelis Rasio 0.4
Rata-rata SD Rasio 0.4
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 6.60 9.20 5.30 7.03 1.99 44.00 61.33 35.33 46.89 13.24
2 9.00 11.30 7.90 9.40 1.73 60.00 75.33 52.67 62.67 11.57
3 8.30 5.60 6.00 6.63 1.46 55.33 37.33 40.00 44.22 9.71
4 8.70 6.50 9.50 8.23 1.55 58.00 43.33 63.33 54.89 10.36
5 8.80 6.10 9.60 8.17 1.83 58.67 40.67 64.00 54.44 12.23
6 7.90 8.80 7.60 8.10 0.62 52.67 58.67 50.67 54.00 4.16
7 7.70 8.10 7.60 7.80 0.26 51.33 54.00 50.67 52.00 1.76
8 4.80 5.50 3.70 4.67 0.91 32.00 36.67 24.67 31.11 6.05
9 3.80 6.40 6.00 5.40 1.40 25.33 42.67 40.00 36.00 9.33
Rata-rata 7.29 7.50 7.02 7.27
48.59 50.00 49.30 48.47
SD 1.86 1.97 1.95 1.50
12.38 13.16 12.98 9.99
72
Lampiran 17. Data analisis profil tekstur kerenyahan berdasarkan rasio amilosa-amilopektin
(lanjutan)
Panelis Rasio 0.2
Rata-rata SD Rasio 0.2
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 7.80 8.60 6.00 7.47 1.33 52.00 57.33 40.00 49.78 8.88
2 10.00 9.40 9.20 9.53 0.42 66.67 62.67 61.33 63.56 2.78
3 6.30 7.60 5.20 6.37 1.20 42.00 50.67 34.67 42.44 8.01
4 12.30 9.00 10.10 10.47 1.68 82.00 60.00 67.33 69.78 11.20
5 6.20 4.70 8.10 6.33 1.70 41.33 31.33 54.00 42.22 11.36
6 10.00 10.00
10.00 0.00 66.67 66.67 0.00 44.44 38.49
7 8.60 10.30 5.40 8.10 2.49 57.33 68.67 36.00 54.00 16.59
8 7.70 6.20 7.10 7.00 0.75 51.33 41.33 47.33 46.67 5.03
9 7.90 6.10 7.60 7.20 0.96 52.67 40.67 50.67 48.00 6.43
Rata-rata 8.53 7.99 7.34 8.05
56.89 53.26 55.07 53.63
SD 1.95 1.95 1.77 1.57
13.03 13.02 19.69 9.63
Panelis Rasio 0.04
Rata-rata SD Rasio 0.04
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 8.60 6.30 8.00 7.63 1.19 57.33 42.00 53.33 50.89 7.95
2 6.50 8.30 6.20 7.00 1.14 43.33 55.33 41.33 46.67 7.57
3 6.20 7.60 8.30 7.37 1.07 41.33 50.67 55.33 49.11 7.13
4 10.10 8.10 8.30 8.83 1.10 67.33 54.00 55.33 58.89 7.34
5 10.10 12.10 13.00 11.73 1.48 67.33 80.67 86.67 78.22 9.90
6 10.80 10.50 9.50 10.27 0.68 72.00 70.00 63.33 68.44 4.54
7 7.90 11.40 8.40 9.23 1.89 52.67 76.00 56.00 61.56 12.62
8 10.10 9.10 10.60 9.93 0.76 67.33 60.67 70.67 66.22 5.09
9 5.60 7.60 8.40 7.20 1.44 37.33 50.67 56.00 48.00 9.61
Rata-rata 8.43 9.00 8.97 8.80
56.22 60.00 58.11 58.67
SD 1.97 1.94 1.92 1.64
13.12 12.94 12.77 10.91
73
Lampiran 18. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap
kerenyahan
Between-Subjects Factors
Value Label N
rasio_amilosa_amilopektin 1 0.58 27
2 0.4 27
3 0.2 27
4 0.04 27
panelis 1 12
2 12
3 12
4 12
5 12
6 12
7 12
8 12
9 12
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Kerenyahan
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 275247.473a 12 22937.289 200.931 .000
rasio_amilosa_amilopektin 7235.899 3 2411.966 21.129 .000
panelis 5033.318 8 629.165 5.511 .000
Error 10958.884 96 114.155
Total 286206.356 108
a. R Squared = .962 (Adjusted R Squared = .957)
74
Lampiran 18. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap
kerenyahan (lanjutan)
Post Hoc Tests
Kerenyahan
Duncan
rasio_a
milosa_
amilope
ktin N
Subset
1 2 3
0.58 27 36.6174
0.4 27 48.4693
0.2 27 53.6296 53.6296
0.04 27 58.6659
Sig. 1.000 .079 .086
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 114.155.
75
Lampiran 19. Data analisis profil tekstur kekerasan berdasarkan rasio amilosa-amilopektin
Panelis Rasio 0.58
Rata-rata SD Rasio 0.58
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 12.40 11.40 11.90 11.90 0.50 82.67 76.00 79.33 79.33 3.33
2 10.00 12.80 11.20 11.33 1.40 66.67 85.33 74.67 75.56 9.37
3 12.30 12.80 12.85 12.65 0.30 82.00 85.33 85.67 84.33 2.03
4 13.60 12.60 12.10 12.77 0.76 90.67 84.00 80.67 85.11 5.09
5 12.00 12.20 12.20 12.13 0.12 80.00 81.33 81.33 80.89 0.77
6 12.50 12.20 13.90 12.87 0.91 83.33 81.33 92.67 85.78 6.05
7 13.00 14.00 13.30 13.43 0.51 86.67 93.33 88.67 89.56 3.42
8 13.10 13.00 12.30 12.80 0.44 87.33 86.67 82.00 85.33 2.91
9 12.10 10.10 13.90 12.03 1.90 80.67 67.33 92.67 80.22 12.67
Rata-rata 12.33 12.34 12.63 12.44
82.22 82.30 82.26 82.90
SD 1.02 1.10 0.93 0.63
6.78 7.31 6.18 4.23
Panelis Rasio 0.4
Rata-rata SD Rasio 0.4
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 12.00 12.50 11.00 11.83 0.76 80.00 83.33 73.33 78.89 5.09
2 11.00 12.30 10.10 11.13 1.11 73.33 82.00 67.33 74.22 7.37
3 12.50 9.20 12.00 11.23 1.78 83.33 61.33 80.00 74.89 11.86
4 12.10 13.50 12.40 12.67 0.74 80.67 90.00 82.67 84.44 4.91
5 10.10 10.60 11.00 10.57 0.45 67.33 70.67 73.33 70.44 3.01
6 8.50 10.80 9.50 9.60 1.15 56.67 72.00 63.33 64.00 7.69
7 10.00 12.20 12.80 11.67 1.47 66.67 81.33 85.33 77.78 9.83
8 6.60 8.10 10.10 8.27 1.76 44.00 54.00 67.33 55.11 11.71
9 10.80 8.60 12.10 10.50 1.77 72.00 57.33 80.67 70.00 11.79
Rata-rata 10.40 10.87 11.22 10.83
69.33 72.44 70.89 72.20
SD 1.89 1.91 1.16 1.30
12.62 12.71 7.76 8.69
76
Lampiran 19. Data analisis profil tekstur kekerasan berdasarkan rasio amilosa-amilopektin
(lanjutan)
Panelis Rasio 0.2
Rata-rata SD Rasio 0.2
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 10.30 11.90 12.60 11.60 1.18 68.67 79.33 84.00 77.33 7.86
2 12.50 12.60 12.50 12.53 0.06 83.33 84.00 83.33 83.56 0.38
3 7.80 8.00 9.10 8.30 0.70 52.00 53.33 60.67 55.33 4.67
4 7.50 11.30 8.50 9.10 1.97 50.00 75.33 56.67 60.67 13.13
5 7.00 10.90 8.70 8.87 1.96 46.67 72.67 58.00 59.11 13.04
6 7.00 8.30 7.40 7.57 0.67 46.67 55.33 49.33 50.44 4.44
7 10.10 11.90 11.10 11.03 0.90 67.33 79.33 74.00 73.56 6.01
8 8.70 8.60 7.50 8.27 0.67 58.00 57.33 50.00 55.11 4.44
9 10.20 10.40 10.20 10.27 0.12 68.00 69.33 68.00 68.44 0.77
Rata-rata 9.01 10.43 9.73 9.73
60.07 69.56 64.81 64.84
SD 1.88 1.72 1.98 1.71
12.55 11.50 13.20 11.39
Panelis Rasio 0.04
Rata-rata SD Rasio 0.04
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 11.70 12.10 9.40 11.07 1.46 78.00 80.67 62.67 73.78 9.71
2 13.10 10.90 9.30 11.10 1.91 87.33 72.67 62.00 74.00 12.72
3 7.90 7.60 11.00 8.83 1.88 52.67 50.67 73.33 58.89 12.55
4 9.40 10.30 7.20 8.97 1.59 62.67 68.67 48.00 59.78 10.63
5 8.20 9.50 8.50 8.73 0.68 54.67 63.33 56.67 58.22 4.54
6 7.90 8.50 8.20 8.20 0.30 52.67 56.67 54.67 54.67 2.00
7 9.10 10.60 12.00 10.57 1.45 60.67 70.67 80.00 70.44 9.67
8 10.30 8.50 9.50 9.43 0.90 68.67 56.67 63.33 62.89 6.01
9 7.10 9.00 10.80 8.97 1.85 47.33 60.00 72.00 59.78 12.33
Rata-rata 9.41 9.67 9.54 9.54
62.74 64.44 63.59 63.61
SD 1.97 1.42 1.51 1.09
13.15 9.48 10.06 7.24
77
Lampiran 20. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap
kekerasan
Between-Subjects Factors
Value Label N
rasio_amilosa_amilopektin 1 0.58 27
2 0.4 27
3 0.2 27
4 0.04 27
Panelis 1 12
2 12
3 12
4 12
5 12
6 12
7 12
8 12
9 12
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Kekerasan
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 551925.143a 12 45993.762 521.596 .000
rasio_amilosa_amilopektin 6362.585 3 2120.862 24.052 .000
Panelis 2884.010 8 360.501 4.088 .000
Error 8465.181 96 88.179
Total 560390.323 108
a. R Squared = .985 (Adjusted R Squared = .983)
78
Lampiran 20. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap
kekerasan (lanjutan)
Post Hoc Tests
Kekerasan
Duncan
rasio_amilosa
_amilopektin N
Subset
1 2 3
0.04 27 63.6063
0.2 27 64.8389
0.4 27 72.1967
0.58 27 82.9015
Sig. .631 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 88.179.
79
Lampiran 21. Data analisis kadar air pada perlakuan rasio amilosa-amilopektin
Rasio
amilosa-
amilopektin
W
sampel
(g)
Wkering
(g)
Wcawan
(g)
KA
(%bb)
x
(%bb) SD
RSD
H
RSD
A
0.04 5.203 6.3827 6.3091 6.2389
6.20 0.06 1.52 0.91 4.6089 6.4582 6.3443 6.1591
0.2 4.609 6.4963 6.3892 5.6748
5.72 0.07 1.54 1.24 5.1601 6.3445 6.2761 5.7751
0.4 4.7128 6.1047 6.0352 4.9932
5.02 0.04 1.57 0.82 4.3413 6.016 5.9314 5.0517
0.58 4.4007 5.808 5.7495 4.1569
4.20 0.07 1.61 1.58 4.921 6.229 6.1734 4.2508
Lampiran 22. Analisis ragam kadar air pada perlakuan rasio amilosa-amilopektin
ANOVA
Kadar_air
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 4.533 3 1.511 421.706 .000
Within Groups .014 4 .004
Total 4.548 7
Post Hoc Tests
Kadar_air
Duncan
rasio_a
milosa_
amilope
ktin N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
0.58 2 4.2038
0.4 2
5.0224
0.2 2
5.7250
0.04 2
6.1990
Sig.
1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
80
Lampiran 23. Data analisis profil tekstur kerenyahan berdasarkan lama goreng
Panelis 10 menit
Rata-rata SD 10 menit
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 3.20 2.90 5.50 3.87 1.42 21.33 19.33 36.67 25.78 9.48
2 1.70 1.40 3.00 2.03 0.85 11.33 9.33 20.00 13.56 5.67
3 6.00 3.20 6.00 5.07 1.62 40.00 21.33 40.00 33.78 10.78
4 3.90 4.00 5.20 4.37 0.72 26.00 26.67 34.67 29.11 4.82
5 4.80 5.40 4.20 4.80 0.60 32.00 36.00 28.00 32.00 4.00
6 3.10 1.50 3.20 2.60 0.95 20.67 10.00 21.33 17.33 6.36
7 2.90 2.10 2.60 2.53 0.40 19.33 14.00 17.33 16.89 2.69
8 0.30 0.70 0.80 0.60 0.26 2.00 4.67 5.33 4.00 1.76
Rata-rata 3.24 2.65 3.81 3.23
19.19 15.70 17.44 21.56
SD 1.76 1.55 1.74 1.55
13.11 11.30 13.79 12.03
Panelis 12 menit
Rata-rata SD 12 menit
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 5.70 6.50 7.60 6.60 0.95 38.00 43.33 50.67 44.00 6.36
2 4.00 3.90 4.70 4.20 0.44 26.67 26.00 31.33 28.00 2.91
3 5.20 7.70 4.70 5.87 1.61 34.67 51.33 31.33 39.11 10.72
4 2.70 5.40 6.20 4.77 1.83 18.00 36.00 41.33 31.78 12.23
5 4.60 5.40 6.30 5.43 0.85 30.67 36.00 42.00 36.22 5.67
6 3.60 5.10 5.00 4.57 0.84 24.00 34.00 33.33 30.44 5.59
7 4.50 3.50 3.20 3.73 0.68 30.00 23.33 21.33 24.89 4.54
8 1.00 1.40 2.80 1.73 0.95 6.67 9.33 18.67 11.56 6.30
Rata-rata 3.91 4.86 5.06 4.61
23.19 28.81 26.00 30.75
SD 1.50 1.93 1.61 1.49
12.77 16.19 15.07 13.82
81
Lampiran 23. Data analisis profil tekstur kerenyahan berdasarkan lama goreng (lanjutan)
Panelis 16 menit
Rata-rata SD 16 menit
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 7.90 9.40 8.70 8.67 0.75 52.67 62.67 58.00 57.78 5.00
2 10.30 9.10 9.00 9.47 0.72 68.67 60.67 60.00 63.11 4.82
3 11.40 9.70 7.50 9.53 1.96 76.00 64.67 50.00 63.56 13.04
4 11.60 8.70 12.40 10.90 1.95 77.33 58.00 82.67 72.67 12.98
5 9.80 6.25 8.80 8.28 1.83 65.33 41.67 58.67 55.22 12.20
6 9.50 12.10 10.60 10.73 1.31 63.33 80.67 70.67 71.56 8.70
7 9.80 11.80 8.50 10.03 1.66 65.33 78.67 56.67 66.89 11.08
8 5.80 7.40 5.90 6.37 0.90 38.67 49.33 39.33 42.44 5.98
Rata-rata 9.51 9.31 8.93 9.25
56.37 55.15 55.76 61.65
SD 1.89 1.98 1.94 1.48
24.21 24.10 23.23 22.52
Panelis 18 menit
Rata-rata SD 18 menit
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 10.10 9.20 8.50 9.27 0.80 67.33 61.33 56.67 61.78 5.35
2 8.50 9.50 10.20 9.40 0.85 56.67 63.33 68.00 62.67 5.70
3 12.20 11.40 8.90 10.83 1.72 81.33 76.00 59.33 72.22 11.48
4 10.10 7.80 10.30 9.40 1.39 67.33 52.00 68.67 62.67 9.26
5 9.80 8.30 9.00 9.03 0.75 65.33 55.33 60.00 60.22 5.00
6 8.30 12.10 9.40 9.93 1.96 55.33 80.67 62.67 66.22 13.04
7 11.90 10.60 10.10 10.87 0.93 79.33 70.67 67.33 72.44 6.19
8 8.10 6.10 10.10 8.10 2.00 54.00 40.67 67.33 54.00 13.33
Rata-rata 9.88 9.38 9.56 9.60
58.52 55.56 57.04 64.03
SD 1.56 1.98 0.70 0.93
24.02 24.22 21.69 22.11
82
Lampiran 24. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh lama goreng terhadap kerenyahan
Between-Subjects Factors
Value Label N
Lama_goreng 1 10 24
2 12 24
3 16 24
4 18 24
panelis 1 12
2 12
3 12
4 12
5 12
6 12
7 12
8 12
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Kerenyahan
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Model 227936.435a 11 20721.494 248.001 .000
Lama_goreng 33386.521 3 11128.840 133.193 .000
panelis 4477.062 7 639.580 7.655 .000
Error 7102.102 85 83.554
Total 235038.536 96
a. R Squared = .970 (Adjusted R Squared = .966)
83
Lampiran 24. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh lama goreng terhadap kerenyahan
(lanjutan)
Post Hoc Tests
panelis
Lama_goreng
Homogeneous Subsets
Kerenyahan
Duncan
Lama_gore
ng N
Subset
1 2 3
10 24 21.5550
12 24 30.7496
16 24 61.6537
18 24 64.0271
Sig. 1.000 1.000 .371
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 83.554.
84
Lampiran 25. Data analisis profil tekstur kekerasan berdasarkan lama goreng
Panelis 12 menit
Rata-rata SD 12 menit
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 11.10 10.60 10.20 10.63 0.45 74.00 70.67 68.00 70.89 3.01
2 9.10 8.50 10.10 9.23 0.81 60.67 56.67 67.33 61.56 5.39
3 10.50 12.60 12.80 11.97 1.27 70.00 84.00 85.33 79.78 8.49
4 10.40 9.40 8.30 9.37 1.05 69.33 62.67 55.33 62.44 7.00
5 12.70 13.00 12.40 12.70 0.30 84.67 86.67 82.67 84.67 2.00
6 10.20 9.80 10.30 10.10 0.26 68.00 65.33 68.67 67.33 1.76
7 10.10 12.70 8.90 10.57 1.94 67.33 84.67 59.33 70.44 12.95
8 12.60 12.50 12.50 12.53 0.06 84.00 83.33 83.33 83.56 0.38
9 11.20 10.30 13.40 11.63 1.59 74.67 68.67 89.33 77.56 10.63
Rata-rata 10.88 11.04 10.99 10.97
72.52 73.63 73.07 73.07
SD 1.17 1.68 1.83 1.30
7.83 11.20 12.21 8.66
Panelis 10 menit
Rata-rata SD 10 menit
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 11.20 11.40 11.70 11.43 0.25 74.67 76.00 78.00 76.22 1.68
2 13.40 11.10 11.00 11.83 1.36 89.33 74.00 73.33 78.89 9.05
3 12.10 13.50 13.60 13.07 0.84 80.67 90.00 90.67 87.11 5.59
4 10.30 14.10 13.00 12.47 1.96 68.67 94.00 86.67 83.11 13.04
5 10.20 12.20 9.00 10.47 1.62 68.00 81.33 60.00 69.78 10.78
6 9.70 12.10 11.90 11.23 1.33 64.67 80.67 79.33 74.89 8.88
7 12.80 9.40 12.50 11.57 1.88 85.33 62.67 83.33 77.11 12.55
8 13.80 13.10 13.60 13.50 0.36 92.00 87.33 90.67 90.00 2.40
9 13.40 11.40 12.10 12.30 1.01 89.33 76.00 80.67 82.00 6.77
Rata-rata 11.88 12.03 12.04 11.99
79.19 80.22 79.70 79.70
SD 1.57 1.42 1.43 0.95
10.47 9.49 9.56 6.31
85
Lampiran 25. Data analisis profil tekstur kekerasan berdasarkan lama goreng (lanjutan)
Panelis 16 menit
Rata-rata SD 16 menit
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 8.10 9.50 10.40 9.33 1.16 54.00 63.33 69.33 62.22 7.73
2 11.30 10.80 10.70 10.93 0.32 75.33 72.00 71.33 72.89 2.14
3 11.20 9.80 10.60 10.53 0.70 74.67 65.33 70.67 70.22 4.68
4 7.90 11.20 8.50 9.20 1.76 52.67 74.67 56.67 61.33 11.72
5 10.60 9.80 8.30 9.57 1.17 70.67 65.33 55.33 63.78 7.78
6 8.50 8.00 8.90 8.47 0.45 56.67 53.33 59.33 56.44 3.01
7 5.60 6.20 4.70 5.50 0.75 37.33 41.33 31.33 36.67 5.03
8 6.70 8.50 9.00 8.07 1.21 44.67 56.67 60.00 53.78 8.06
9 8.20 10.40 11.20 9.93 1.55 54.67 69.33 74.67 66.22 10.36
Rata-rata 8.68 9.36 9.14 9.06
57.85 62.37 60.11 60.11
SD 1.98 1.56 1.98 1.61
13.23 10.41 13.19 10.75
Panelis 18 menit
Rata-rata SD 18 menit
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 6.30 5.50 4.70 5.50 0.80 42.00 36.67 31.33 36.67 5.33
2 5.20 5.00 7.20 5.80 1.22 34.67 33.33 48.00 38.67 8.11
3 5.40 8.40 7.20 7.00 1.51 36.00 56.00 48.00 46.67 10.07
4 7.90 8.20 9.20 8.43 0.68 52.67 54.67 61.33 56.22 4.54
5 9.50 10.20 10.40 10.03 0.47 63.33 68.00 69.33 66.89 3.15
6 7.20 7.70 6.90 7.27 0.40 48.00 51.33 46.00 48.44 2.69
7 7.10 5.60 4.90 5.87 1.12 47.33 37.33 32.67 39.11 7.49
8 4.80 7.40 6.00 6.07 1.30 32.00 49.33 40.00 40.44 8.68
9 10.10 8.90 9.10 9.37 0.64 67.33 59.33 60.67 62.44 4.29
Rata-rata 7.06 7.43 7.29 7.26
47.04 49.56 48.30 48.30
SD 1.86 1.75 1.96 1.66
12.43 11.65 13.09 11.10
86
Lampiran 26. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh lama goreng terhadap kekerasan
Between-Subjects Factors
Value Label N
Lama_goreng 1 10 27
2 12 27
3 16 27
4 18 27
panelis 1 12
2 12
3 12
4 12
5 12
6 12
7 12
8 12
9 12
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Kekerasan
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Model 481364.882a 12 40113.740 398.916 .000
Lama_goreng 15777.868 3 5259.289 52.302 .000
panelis 2852.892 8 356.611 3.546 .001
Error 9653.470 96 100.557
Total 491018.352 108
a. R Squared = .980 (Adjusted R Squared = .978)
87
Lampiran 26. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh lama goreng terhadap kekerasan
(lanjutan)
Post Hoc Tests
panelis
Homogeneous Subsets
Kekerasan
Duncan
Lama_g
oreng N
Subset
1 2 3 4
18 27 48.3944
16 27 60.3948
12 27 73.1359
10 27 79.9015
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 100.557.
88
Lampiran 27. Data analisis kadar air pada perlakuan lama goreng
Lama Goreng W sampel
(g)
Wkering
(g)
Wcawan
(g) KA (%bb) x (%bb) SD
RSD
H
RSD
A
10 4.7136 5.9643 5.843 9.6986 9.79 0.14 1.42 1.38
4.5794 5.7655 5.6482 9.8896
12 4.9518 6.0289 5.9623 6.1833 6.33 0.21 1.51 3.38
4.845 6.4485 6.3445 6.4858
16 4.5298 6.0309 5.9752 3.7106 3.71 0.00 1.64 0.10
4.4912 6.1839 6.121 3.7160
18 4.4198 6.3271 6.2776 2.5953 2.57 0.04 1.74 1.38
4.5746 6.1777 6.1369 2.5451
Lampiran 28. Analisis ragam kadar air pada perlakuan lama goreng
ANOVA
Kadar_air
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 61.739 3 20.580 1.261E3 .000
Within Groups .065 4 .016
Total 61.804 7
Post Hoc Tests
Kadar_air
Duncan
Lama_g
oreng N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
18 2 2.5702
16 2
3.7133
12 2
6.3346
10 2
9.7941
Sig.
1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
89
Lampiran 29. Profil gelatinisasi rasio amilosa-amilopektin
Gambar. Profil gelatinisasi rasio amilosa-amilopektin 0.58
Gambar. Profil gelatinisasi rasio amilosa-amilopektin 0.4
90
Lampiran 29. Profil gelatinisasi rasio amilosa-amilopektin (lanjutan)
Gambar. Profil gelatinisasi rasio amilosa-amilopektin 0.2
Gambar. Profil gelatinisasi rasio amilosa-amilopektin 0.04
91
Lampiran 30. Data analisis profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam
penyimpanan produk gorengan terhadap kekerasan
Panelis 0.04 (2 jam)
Rata-rata SD 0.04 (2 jam)
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 11.8 7.5 9.1 9.47 2.17 78.67 50.00 60.67 63.11 14.49
2 10.2 8.2 10.1 9.50 1.13 68.00 54.67 67.33 63.33 7.51
3 8.9 9 7.8 8.57 0.67 59.33 60.00 52.00 57.11 4.44
4 8.3 7.8 10.2 8.77 1.27 55.33 52.00 68.00 58.44 8.44
5 9.1 9.6 7.1 8.60 1.32 60.67 64.00 47.33 57.33 8.82
6 7.8 9.3 10.1 9.07 1.17 52.00 62.00 67.33 60.44 7.78
7 6.9 8.15 9.1 8.05 1.10 46.00 54.33 60.67 53.67 7.36
8 7 9.7 9.1 8.60 1.42 46.67 64.67 60.67 57.33 9.45
Rata-rata 8.75 8.66 9.08 8.83 0.22 58.33 57.71 38.75 58.85 11.13
SD 1.65 0.85 1.13
11.02 5.66 7.52
Panelis 0.04 (4 jam)
Rata-rata SD 0.04 (4 jam)
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 11.9 10.4 10.2 10.83 0.93 79.33 69.33 68.00 72.22 6.19
2 11.6 9.8 10.3 10.57 0.93 77.33 65.33 68.67 70.44 6.19
3 8.3 10.2 9.4 9.30 0.95 55.33 68.00 62.67 62.00 6.36
4 9.5 8.75 11.1 9.78 1.20 63.33 58.33 74.00 65.22 8.00
5 8.7 8.1 10.1 8.97 1.03 58.00 54.00 67.33 59.78 6.84
6 8.1 12.3 9.2 9.87 2.18 54.00 82.00 61.33 65.78 14.52
7 7.9 10.7 8.7 9.10 1.44 52.67 71.33 58.00 60.67 9.61
8 7.3 8.35 11.5 9.05 2.19 48.67 55.67 76.67 60.33 14.57
Rata-rata 9.16 9.83 10.06 9.68 0.47 61.08 65.50 42.35 64.56 12.29
SD 1.72 1.40 0.95
11.46 9.32 6.30
92
Lampiran 30. Data analisis profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam
penyimpanan produk gorengan terhadap kekerasan (lanjutan)
Panelis 0.04 (6 jam)
Rata-rata SD 0.04 (6 jam)
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 9.9 14.4 11.5 11.93 2.28 66.00 96.00 76.67 79.56 15.21
2 13.2 12.1 11.6 12.30 0.82 88.00 80.67 77.33 82.00 5.46
3 12.9 13.5 12.4 12.93 0.55 86.00 90.00 82.67 86.22 3.67
4 9.9 9.7 10.2 9.93 0.25 66.00 64.67 68.00 66.22 1.68
5 11.2 13 11.5 11.90 0.96 74.67 86.67 76.67 79.33 6.43
6 10.8 10.4 11.9 11.03 0.78 72.00 69.33 79.33 73.56 5.18
7 12.3 13.8 13.1 13.07 0.75 82.00 92.00 87.33 87.11 5.00
8 11 12 14.1 12.37 1.58 73.33 80.00 94.00 82.44 10.55
Rata-rata 11.40 12.36 12.04 11.93 0.49 76.00 82.42 52.97 79.56 15.49
SD 1.27 1.65 1.18
8.49 11.00 7.84
93
Lampiran 30. Data analisis profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam
penyimpanan produk gorengan terhadap kekerasan (lanjutan)
Panelis 0.58 (4 jam)
Rata-rata SD 0.58 (4 jam)
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 10.9 12.9 10.2 11.33 1.40 72.67 86.00 68.00 75.56 9.34
2 12.3 11.9 10.7 11.63 0.83 82.00 79.33 71.33 77.56 5.55
3 7.8 12.4 8.4 9.53 2.50 52.00 82.67 56.00 63.56 16.67
4 8.4 9.15 9.3 8.95 0.48 56.00 61.00 62.00 59.67 3.21
5 9.2 10.6 11.2 10.33 1.03 61.33 70.67 74.67 68.89 6.84
6 9.4 9.4 10.7 9.83 0.75 62.67 62.67 71.33 65.56 5.00
7 11 13.1 11.6 11.90 1.08 73.33 87.33 77.33 79.33 7.21
8 10.6 8.75 12.4 10.58 1.83 70.67 58.33 82.67 70.56 12.17
Rata-rata 9.95 11.03 10.56 10.51 0.54 66.33 73.50 46.79 70.08 13.82
SD 1.50 1.77 1.27
10.03 11.82 8.47
Panelis 0.58 (2 jam)
Rata-rata SD 0.58 (2 jam)
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 7.8 12.55 9.2 9.85 2.44 52.00 83.67 61.33 65.67 16.27
2 10.3 10.6 9.4 10.10 0.62 68.67 70.67 62.67 67.33 4.16
3 7.1 12.05 7.9 9.02 2.66 47.33 80.33 52.67 60.11 17.71
4 7.4 7.6 9.5 8.17 1.16 49.33 50.67 63.33 54.44 7.73
5 8.9 8.3 7.9 8.37 0.50 59.33 55.33 52.67 55.78 3.36
6 10.1 8.2 10.1 9.47 1.10 67.33 54.67 67.33 63.11 7.31
7 10.7 12.45 9.1 10.75 1.68 71.33 83.00 60.67 71.67 11.17
8 8.7 11.3 11.1 10.37 1.45 58.00 75.33 74.00 69.11 9.65
Rata-rata 8.88 10.38 9.28 9.51 0.78 52.59 61.52 38.30 63.40 11.71
SD 1.38 2.05 1.06
21.52 26.38 21.65
94
Lampiran 30. Data analisis profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam
penyimpanan produk gorengan terhadap kekerasan (lanjutan)
Panelis 0.58 (6 jam)
Rata-rata SD 0.58 (6 jam)
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 9.8 9.1 13.1 10.67 2.14 65.33 60.67 87.33 71.11 14.24
2 11.8 11.15 11.8 11.58 0.38 78.67 74.33 78.67 77.22 2.50
3 9.4 12.85 11.2 11.15 1.73 62.67 85.67 74.67 74.33 11.50
4 9.6 8.1 12.5 10.07 2.24 64.00 54.00 83.33 67.11 14.91
5 10.2 13.9 11.6 11.90 1.87 68.00 92.67 77.33 79.33 12.45
6 8.3 12.8 11.8 10.97 2.36 55.33 85.33 78.67 73.11 15.75
7 9.1 8.9 11.7 9.90 1.56 60.67 59.33 78.00 66.00 10.41
8 11.9 12.75 11.6 12.08 0.60 79.33 85.00 77.33 80.56 3.98
Rata-rata 10.01 11.19 11.91 11.04 0.96 66.75 74.63 47.44 73.60 13.98
SD 1.26 2.21 0.60
8.41 14.75 4.01
95
Lampiran 31. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam
penyimpanan produk gorengan terhadap kekerasan
Between-Subjects Factors
Value Label N
Lama_penyimpanan 1 0.58_2 24
2 0.58_4 24
3 0.58_6 24
4 0.04_2 24
5 0.04_4 24
6 0.04_6 24
Panelis 1
18
2
18
3
18
4
18
5
18
6
18
7
18
8
18
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Kekerasan
Source
Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Model 680868.278a 13 52374.483 581.626 .000
Lama_penyimpanan 6846.810 5 1369.362 15.207 .000
panelis 1486.161 7 212.309 2.358 .027
Error 11796.346 131 90.048
Total 692664.623 144
a. R Squared = .983 (Adjusted R Squared = .981)
96
Lampiran31. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam
penyimpanan produk gorengan terhadap kekerasan (lanjutan)
Post Hoc Tests
Lama_penyimpanan
Homogeneous Subsets
Kekerasan
Duncan
Lama_pe
nyimpana
n N
Subset
1 2 3 4
0.04_2 24 58.8475
0.58_2 24 63.4025 63.4025
0.04_4 24
64.5550
0.58_4 24
70.0833
0.58_6 24
73.5971
0.04_6 24
79.5558
Sig.
.099 .675 .202 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 90.048.
97
Lampiran 32. Data analisis profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam
penyimpanan produk gorengan terhadap kerenyahan
Panelis 0.58 (2 jam)
Rata-rata SD 0.58 (2 jam)
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 8.9 7.7 7.9 8.17 0.64 59.33 51.33 52.67 54.44 4.29
2 5.4 7.2 6.7 6.43 0.93 36.00 48.00 44.67 42.89 6.19
3 9.3 6.5 5.8 7.20 1.85 62.00 43.33 38.67 48.00 12.35
4 6.8 4.65 7.1 6.18 1.34 45.33 31.00 47.33 41.22 8.91
5 8.9 8.5 5.6 7.67 1.80 59.33 56.67 37.33 51.11 12.01
6 7 3.4 6.4 5.60 1.93 46.67 22.67 42.67 37.33 12.86
7 10.2 5.2 6.5 7.30 2.59 68.00 34.67 43.33 48.67 17.29
8 5.9 3.7 5.4 5.00 1.15 39.33 24.67 36.00 33.33 7.69
Rata-rata 7.80 5.86 6.43 6.69 1.00 52.00 39.04 30.68 44.63 10.74
SD 1.75 1.90 0.83
11.67 12.64 5.54
Panelis 0.58 (4 jam)
Rata-rata SD 0.58 (4 jam)
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 8.1 8.5 7.4 8.00 0.56 54.00 56.67 49.33 53.33 3.71
2 9.1 6 6.1 7.07 1.76 60.67 40.00 40.67 47.11 11.74
3 8.7 6 5.1 6.60 1.87 58.00 40.00 34.00 44.00 12.49
4 6.4 5.3 5.6 5.77 0.57 42.67 35.33 37.33 38.44 3.79
5 8.3 5.35 5.8 6.48 1.59 55.33 35.67 38.67 43.22 10.60
6 4.7 1.15 5.8 3.88 2.43 31.33 7.67 38.67 25.89 16.20
7 5.5 5 5.4 5.30 0.26 36.67 33.33 36.00 35.33 1.76
8 6.1 2.8 5.5 4.80 1.76 40.67 18.67 36.67 32.00 11.72
Rata-rata 7.11 5.01 5.84 5.99 1.06 47.42 33.42 27.30 39.92 10.31
SD 1.64 2.21 0.70
10.93 14.72 4.66
98
Lampiran 32. Data analisis profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam
penyimpanan produk gorengan terhadap kerenyahan (lanjutan)
Panelis 0.58 (6 jam)
Rata-rata SD 0.58 (6 jam)
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 8.2 7.9 6.9 7.67 0.68 54.67 52.67 46.00 51.11 4.54
2 5.4 3.3 5.7 4.80 1.31 36.00 22.00 38.00 32.00 8.72
3 5.2 5 4.8 5.00 0.20 34.67 33.33 32.00 33.33 1.33
4 6.2 5.8 4.1 5.37 1.12 41.33 38.67 27.33 35.78 7.43
5 7.1 4.9 5.2 5.73 1.19 47.33 32.67 34.67 38.22 7.95
6 7.6 4.2 4.9 5.57 1.80 50.67 28.00 32.67 37.11 11.97
7 4.9 3.2 4.5 4.20 0.89 32.67 21.33 30.00 28.00 5.93
8 8 2.1 4.6 4.90 2.96 53.33 14.00 30.67 32.67 19.74
Rata-rata 6.58 4.55 5.09 5.40 1.05 43.83 30.33 25.07 36.03 9.68
SD 1.32 1.80 0.87
8.81 11.98 5.83
99
Lampiran 32. Data analisis profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam
penyimpanan produk gorengan terhadap kerenyahan (lanjutan)
Panelis 0.04 (2 jam)
Rata-rata SD 0.04 (2 jam)
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 5.9 8.6 6.5 7.00 1.42 39.33 57.33 43.33 46.67 9.45
2 9.7 8.1 7.4 8.40 1.18 64.67 54.00 49.33 56.00 7.86
3 8.3 11.4 9.1 9.60 1.61 55.33 76.00 60.67 64.00 10.73
4 7.4 6.3 7.1 6.93 0.57 49.33 42.00 47.33 46.22 3.79
5 10.2 11.6 9.4 10.40 1.11 68.00 77.33 62.67 69.33 7.42
6 10.2 8.6 7.4 8.73 1.40 68.00 57.33 49.33 58.22 9.37
7 9.7 9.4 8.1 9.07 0.85 64.67 62.67 54.00 60.44 5.67
8 9 6.7 7.6 7.77 1.16 60.00 44.67 50.67 51.78 7.73
Rata-rata 8.80 8.84 7.83 8.49 0.57 58.67 58.92 39.39 56.58 11.20
SD 1.52 1.93 0.99
10.14 12.89 6.61
Panelis 0.04 (4 jam)
Rata-rata SD 0.04 (4 jam)
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 5.8 5.5 4.9 5.40 0.46 38.67 36.67 32.67 36.00 3.06
2 9.1 7.8 6.5 7.80 1.30 60.67 52.00 43.33 52.00 8.67
3 9.6 9.7 7.5 8.93 1.24 64.00 64.67 50.00 59.56 8.28
4 6.5 6 5.4 5.97 0.55 43.33 40.00 36.00 39.78 3.67
5 9.2 9.7 8.3 9.07 0.71 61.33 64.67 55.33 60.44 4.73
6 8.1 8.2 5.4 7.23 1.59 54.00 54.67 36.00 48.22 10.59
7 7.7 9.5 7.5 8.23 1.10 51.33 63.33 50.00 54.89 7.34
8 6.7 4.3 5.7 5.57 1.21 44.67 28.67 38.00 37.11 8.04
Rata-rata 7.84 7.59 6.40 7.28 0.77 52.25 50.58 34.53 48.50 9.78
SD 1.41 2.09 1.24
9.39 13.96 8.27
100
Lampiran 32. Data analisis profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam
penyimpanan produk gorengan terhadap kerenyahan (lanjutan)
Panelis 0.04 (6 jam)
Rata-rata SD 0.04 (6 jam)
Rata-rata SD U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 7.3 5.45 4.6 5.78 1.38 48.67 36.33 30.67 38.56 9.20
2 6.3 7.5 6.5 6.77 0.64 42.00 50.00 43.33 45.11 4.29
3 6.3 9.2 4.4 6.63 2.42 42.00 61.33 29.33 44.22 16.12
4 5.4 3.6 4.1 4.37 0.93 36.00 24.00 27.33 29.11 6.19
5 6.9 6.3 4.3 5.83 1.36 46.00 42.00 28.67 38.89 9.08
6 5.4 3.1 4.1 4.20 1.15 36.00 20.67 27.33 28.00 7.69
7 4 9.4 3.6 5.67 3.24 26.67 62.67 24.00 37.78 21.60
8 3.5 1.25 3.1 2.62 1.20 23.33 8.33 20.67 17.44 8.00
Rata-rata 5.64 5.73 4.34 5.23 0.78 37.58 38.17 25.51 34.89 7.15
SD 1.34 2.94 1.00
8.94 19.61 6.64
101
Lampiran 33. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam
penyimpanan produk gorengan terhadap kerenyahan
Between-Subjects Factors
Value Label N
Lama_penyimpanan 1 0.58_2 24
2 0.58_4 24
3 0.58_6 24
4 0.04_2 24
5 0.04_4 24
6 0.04_6 24
Panelis 1
18
2
18
3
18
4
18
5
18
6
18
7
18
8
18
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Kerenyahan
Source
Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Model 283722.418a 13 21824.801 202.321 .000
Lama_penyimpanan 8165.074 5 1633.015 15.138 .000
panelis 4026.899 7 575.271 5.333 .000
Error 14131.223 131 107.872
Total 297853.641 144
a. R Squared = .953 (Adjusted R Squared = .948)
102
Lampiran33. Analisis ragam data profil tekstur pengaruh amilosa dan amilopektin dalam
penyimpanan produk gorengan terhadap kerenyahan (lanjutan)
Post Hoc Tests
Lama_penyimpanan
Homogeneous Subsets
Kerenyahan
Duncan
Lama_pe
nyimpana
n N
Subset
1 2 3 4
0.04_6 24 34.8887
0.58_6 24 36.0283
0.58_4 24 39.9175 39.9175
0.58_2 24
44.6250 44.6250
0.04_4 24
48.5004
0.04_2 24
56.5829
Sig.
.116 .119 .198 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 107.872.
103
Lampiran 34. Data analisis kadar air pada perlakuan lama penyimpanan
Lama
penyimpanan
W
sampel
(g)
Wkering
(g)
Wcawan
(g)
KA
(%bb)
x
(%bb) SD
RSD
H
RSD
A
0.04 (2 jam) 4.9238 6.4481 6.3412 7.0131
7.01 0.0
1 1.49 0.07
4.5817 6.0391 5.937 7.0056
0.04 (4 jam) 4.3413 5.8598 5.7278 8.6928
8.63 0.0
9 1.45 0.99
5.1611 6.8911 6.7428 8.5723
0.04 (6 jam) 4.6054 5.9418 5.815 9.4882
9.53 0.0
5 1.42 0.57
5.0907 6.4133 6.2868 9.5645
0.58 (2 jam) 4.5238 5.8028 5.7399 4.9179
4.95 0.0
4 1.57 0.86
6.7199 8.7366 8.6362 4.9784
0.58 (4 jam) 4.712 6.0532 5.9782 5.5920
5.62 0.0
4 1.54 0.74
4.9635 6.9668 6.8536 5.6507
0.58 (6 jam) 4.5414 6.3045 6.1963 6.1369
6.20 0.0
9 1.52 1.39
4.3993 5.7335 5.65 6.2584
Lampiran 35. Analisis ragam kadar air pada perlakuan lama penyimpanan
ANOVA
Kadar_air
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 31.603 5 6.321 1.795E3 .000
Within Groups .021 6 .004
Total 31.624 11
104
Lampiran 35. Analisis ragam kadar air pada perlakuan lama penyimpanan (lanjutan)
Post Hoc Tests
Kadar_air
Duncan
rasio_ami
losa_amil
opektin N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5 6
0.58_2 2 4.9482
0.58_4 2
5.6214
0.58_6 2
6.1976
0.04_2 2
7.0093
0.04_4 2
8.6326
0.04_6 2
9.5264
Sig.
1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.