Upload
hakien
View
242
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
STUDI TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN DI
TEMPAT (PLAATZELEIJKE ONDERZOOK) DALAM PEMERIKSAAN
SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA
(Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor:72/Pdt.G/2008/PN.Ska di Pengadilan
Negeri Surakarta)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam
Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
DYAH NUR ARIYANI
NIM. E 0008145
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
STUDI TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN DI
TEMPAT (PLAATZELEIJKE ONDERZOOK) DALAM PEMERIKSAAN
SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA
(Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor:72/Pdt.G/2008/PN.Ska di Pengadilan
Negeri Surakarta)
Oleh
DYAH NUR ARIYANI
NIM. E 0008145
Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 04 Juli 2012
Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Harjono, S.H., M.H.
NIP. 1961011041986011001
Pembimbing II
Safrudin Yudowibowo, S.H., M.H.
NIP. 197511302005011001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
STUDI TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN DI
TEMPAT (PLAATZELEIJKE ONDERZOOK) DALAM PEMERIKSAAN
SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA
(Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor:72/Pdt.G/2008/PN.Ska di Pengadilan
Negeri Surakarta)
Oleh
DYAH NUR ARIYANI
NIM. E 0008145
Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 17 Juli 2012
DEWAN PENGUJI
1. Soehartono, S.H., M.Hum. : ……………………………………
Ketua
2. Safrudin Yudhowibowo, S.H., M.H : ……………………………………
Sekretaris
3. Harjono, S.H., M.H. : ……………………………………
Anggota
Mengetahui
Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum.
NIP. 19570203 1985032001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Dyah Nur Ariyani
NIM : E 0008145
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
STUDI TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN DI
TEMPAT (PLAATZELEIJKE ONDERZOOK) DALAM PEMERIKSAAN
SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi
Kasus Terhadap Putusan Nomor:72/Pdt.G/2008/PN.Ska di Pengadilan
Negeri Surakarta) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya
saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan
dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak
benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum
(skripsi) ini.
Surakarta, 04 Juli 2012
Yang membuat pernyataan
Dyah Nur Ariyani
NIM. E 0008145
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Dyah Nur Ariyani, E 0008145. 2012. STUDI TENTANG KEKUATAN
PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN DI TEMPAT (PLAATZELEIJKE
ONDERZOOK) DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA DI
PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Terhadap Putusan
Nomor:72/Pdt.G/2008/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta). Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur pengajuan
pemeriksaan di tempat serta tata cara persidangan dengan menggunakan alat
bukti pemeriksaan di tempat dan mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti
pemeriksaan di tempat yang digunakan dalam pemeriksaan sengketa perdata pada
Putusan Nomor:72/Pdt.G/2008/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat
deskriptif. Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari Hasil wawancara dan data sekunder diperoleh dari Putusan
Nomor:72/Pdt.G/2008/PN.Ska. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik
pengumpulan bahan hukum yang digunakan yaitu studi kepustakaan dan
wawancara. Analisis bahan hukum yang dilaksanakan dalam penelitian hukum ini
adalah dengan analisis kualitatif model interaktif dengan sifat siklus berputar,
yaitu dengan pengumpulan data, penyajian data, menganilis dan kemudian
penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pada Putusan
Nomor 72/Pdt.G/2008/PN.Ska sengketa perkara perdata di Pengadilan Negeri
Surakarta pengajuan penggunaan alat bukti pemeriksaan di tempat diajukan atas
perintah Majelis hakim, proses beracaranya sama dengan beracara perdata pada
umumnya di Pengadilan Negeri hanya saja tempat pemeriksaannya dilakukan
langsung di tempat objek sengketa berada, kekuatan pembuktian pemeriksaan di
tempat dapat dibagi menjadi dua, yaitu kekuatan pembuktian bebas jika
pemeriksaan di tempat itu menyangkut pada pokok perkaranya dan kekuatan
pembuktian yang bersifat mengikat sepanjang mengenai formalitas gugatannya.
Kata kunci : Sengketa Perdata, Kekuatan Pembuktian, Pemeriksaan di Tempat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Dyah Nur Ariyani, E 0008145. Of 2012. STUDY OF POWER IN THE
EVIDENCE EXAMINATION (PLAATZELEIJKE ONDERZOOK)
EXAMINATION IN CIVIL DISPUTES IN COURT SURAKARTA (Case
Study Of Decision Number: 72/Pdt.G/2008/PN.Ska in Surakarta Court).
Faculty of Law of Sebelas Maret University.
This study aims to determine the filing procedures and checks in place
procedures for trials by using on-site examination of the evidence and find the
strength of evidence in the examination of evidence used in the examination of
civil disputes in Decision Number: 72/Pdt.G/2008/PN. Ska in the District Court of
Surakarta.
This study is an empirical legal research is descriptive. Type of data used,
namely primary and secondary data. Primary data obtained from interviews and
secondary data obtained from the Decision Number: 72/Pdt.G/2008/PN.Ska.
Secondary data sources used include primary legal materials, legal materials
secondary, and tertiary legal materials. Collection techniques used legal material
that library research and interviews. Analysis of legal materials held in legal
research is a qualitative analysis of the nature of the interactive model of a spin
cycle, with data collection, data presentation, and then drawing conclusions
menganilis.
The results and discussion show that in Decision No.
72/Pdt.G/2008/PN.Ska dispute in the District Court civil case filings Surakarta use
of on-site examination of the evidence filed on the orders of the judge, the same
beracaranya in general civil litigation in the Court only country where the
examination is done directly on the object of dispute is located, proving the
strength of examination of evidence in place can be divided into two, namely the
strength of evidence is free when it comes to on-site inspection at the crux of his
case and prove the power of binding along the formality of the claim.
Keywords: Civil Disputes, Strength of Evidence, Examination in place
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
“Cogito ergo sum – Aku berpikir maka aku ada”
(Rene Decartes)
“Bila engkau ingin satu, maka jangan ambil dua. Karena satu menggenapkan,tapi dua
melenyapkan”
(Anonim - Dee “Filosofi Kopi”)
“hanya mimpi dan keyakinan yang bisa membuat manusia berbeda dengan mahluk lain..
hanya mimpi dan keyakinan yang membuat manusia istimewa di mata Sang Pencipta..
dan, yang bisa dilakukan seorang mahluk bernama manusia terhadap mimpi-mimpi dan
keyakinannya adalah mereka hanya tinggal mempercayainya”
(Donny Dhirgantoro – 5 cm)
“perasaan itu tidak sesederhana satu tambah satu sama dengan dua. Bahkan ketika perasaan
itu sudah jelas bagai bintang dilangit, gemerlap indah tak terkira, tetap saja dia bukan rumus
matematika. Perasaan adalah perasaan."
(D. Tere Liye – Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan kepada :
Allah SWT yang selalu melimpahkan berkahNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Ayah dan Ibu tersayang yang senantiasa mendukung, mendoakan,
menasehati, menyemangati, selalu bersabar, cinta dan kasih sayang
yang melebihi siapapun yang tak pernah surut, kalianlah harta paling
berharga yang tak pernah tergantikan.
Kakakku dan keluarga kecilnya, tak lupa jagoan kecil kalian yang
menyibukkan hari-hari penulis dengan keceriaan.
Sahabat, teman-teman, dan orang-orang terdekat, kalianlah semangat
dan senyum di setiap waktunya.
Keluarga besar KSP “Principium” FH UNS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi)
dalam rangka memenuhi persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana. Penulisan
hukum ini, penulis beri judul “STUDI TENTANG KEKUATAN
PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN DI TEMPAT (PLAATZELEIJKE
ONDERZOOK) DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA DI
PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Terhadap Putusan
Nomor:72/Pdt.G/2008/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta)”.
Pada kesempatan ini dengan rendah hati penulis bermaksud
menyampaikan ucapan terimakasih kepada segenap pihak yang telah memberi
bantuan, dukungan serta pertolongan baik berupa materiil maupu imateriil selama
penyusunan penulisan hukum ini terutama kepada :
1. ALLAH SWT yang senantiasa menjaga dan melindungi penulis dalam setiap
langkah dan mencari ridho-Nya.
2. Nabi Muhammad SAW junjungan dan suri tauladan yang baik untuk penulis
dalam menjalani kehidupan.
3. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Hernawan Hadi, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing Akademik penulis.
5. Bapak Harjono, S.H., M.H. dan Bapak Safrudin Yudowibowo selaku Dosen
Pembimbing Penulisan Hukum (Skripsi).
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh Pimpinan dan Staf Administrasi
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret atas segala dedikasinya selama
Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
7. Ayahanda Bambang S. dan Ibunda S. Riyani, terima kasih untuk kasih
sayang, doa serta segenap pengertian, dukungan dan kepercayaan yang telah
engkau berikan. Terima kasih atas kasih sayang dan cinta kalian.
8. Kakakku Rica Nur Hidayati, S.H., beserta Kakak iparku Setiawan
terimakasih atas nasihat yang di berikan, dan terlebih terimakasih atas
ponakan baru Adhista Noufal Setya Pranaya. Penyemangat baruku,
terimakasih atas hari-hari sibuk ceria sama dek Dhista, penghibur di saat
mulai jenuh dan lelah. Love u my little nephew.
9. Bapak Ali Fardhoni, S.H., M.H. selaku Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri
Surakarta yang telah membantu Penulis dari awal sampai selesainya
penelitian ini. Bapak Bintoro Widodo S.H., selaku Hakim Pengadilan Negeri
Surakarta yang telah meluangkan waktu kepada Penulis untuk memberikan
informasi yang dibutuhkan, dan juga kepada staff di seluruh bagian
Pengadilan Negeri Surakarta.
10. Sahabat sekaligus keluargaku, Corie Pardosi dan Maya Hapsari. Terimakasih
atas semua waktu, tawa dan air mata, susah dan senang, sedih dan amarah,
walaupun tak semuanya sama sepaham tapi semoga kita bisa selalu
melengkapi.
11. Sahabat sekaligus keluargaku, kakakku, Mas Sandi S. Terimakasih atas
semua waktu, nasihat, semangat, pengalaman baru, semua kebahagiaan dan
segala sesuatu yang “pertama”. Semoga selalu dilimpahi kebahagiaan.
12. Sahabat-sahabatku sepermainan dan seperjuangan Iffa, Dwi, Alfitri, Aticka,
Sisca, Ardani, Yudha, Agung “kenthunk”, Ardi, Andre, Ryan, Adut, Putut,
Mas Deddy, Trisna, Sapong, Helena, dll, terimakasih atas kebahagiaan,
kekonyolan, semua hal yang kita lakukan bersama. Teman-teman angkatan
2008 Fakultas Hukum, teman-temanku magang di Pengadilan Agama :
Puspa, Ikhsan, Satrio, Reninta. Semua waktu yang telah dilalui adalah semua
kisah bersama sahabat dan teman-temanku yang tak bisa di sebutkan satu-
satu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
13. Mas Tejo Wahono, S.H., terimakasih atas semuanya, senang dan sedih, tangis
dan tawa, semoga Allah menuntun kita ke langkah yang sama.
14. Keluarga Besar KSP Principium FH UNS, Special untuk adekku Diastama
Anggita P seperti janjiku kamu yang pertama lho . Keluarga besarku terima
kasih atas pengalaman dan kasih sayangnya, kakak-kakakku : mas yovie, mas
gatot, mas haris, mas aji, mas ganjar, mas john, mas beni, mas aris, mas ryan,
mba aya, mba lilin, mba “bundo” veni, mba citra, mba yuni, mba lili, dll.
Adek-adekku : Mia, Citra widi, Dina, Miqdad, Kiki, Rifzky, Intan, Indra,
Mella, Kinanti, Ema, Indri, Otik, Naning, Anugrah, Azis, Anjar, Lia, Latiffah,
Diyah Ayu, Vina, Ica, Mira, Naris, Galuh, Nares, Cicis, Miqdad, Prita, Ocha,
Fika, Istining, Memes, Himawan, Yaya, Cintia, Danang Eko, Dito, Wienda,
Bryan, Lucky, Resti, Husnia, Fitri, Elza, Adhela, Sinta, Erin, Hilda, Anissa,
galuh, Putra, Samto, Shahnaz, Nicko, Rochman, Diah, fajar bayu, dll. Temen-
temen lain : mba Shelma, mba Dani, Indah, Ratna, Citra, dll. Rumahku di
kampus, banyak cerita disini, dan tak akan pernah terlupakan, Loveu so much
KSP “Principium”, Love u all, I’ll Miss you.
15. Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan yang tidak dapat disebutkan
satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan, mengingat kemampuan Penulis yang masih sangat terbatas. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan Penulis terima
dengan senang hati. Semoga penulisan ini dapat dan semoga pihak-pihak yang
telah membantu penulisan ini mendapat pahala dari Allah SWT. Amin.
Surakarta, 04 Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ......................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................ v
HALAMAN MOTTO ....................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ viii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………....... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ………..……………………………………………..……. xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 7
E. Metode Penelitian ................................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................................ 15
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori ....................................................................................... 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
1. Tinjauan Tentang Pemeriksaan Perkara Perdata di Pengadilan
Negeri................................................................................................ 18
2. Tinjauan Tentang Pembuktian .......................................................... 32
3. Tinjauan Tentang Alat Bukti Pemeriksaan di Tempat .................... 46
B. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 51
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN ........................................................................... 53
1. Nomor Perkara ................................................................................ 53
2. Identitas Para Pihak ......................................................................... 54
3. Duduk Perkara ................................................................................. 56
4. Proses Pemeriksaan Perkara dengan Alat Bukti Pemeriksaan
di Tempat ......................................................................................... 59
5. Pertimbangan Hukum ...................................................................... 68
6. Amar Putusan .................................................................................. 69
B. PEMBAHASAN .................................................................................... 71
1. Prosedur Pengajuan Alat Bukti Pemeriksaan di Tempat dalam
Proses Pemeriksaan Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri
Surakarta .......................................................................................... 72
2. Cara Pelaksanaan Pemeriksaan di Tempat dalam Proses
Pemeriksaan Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri Surakarta .... 75
3. Kekuatan Pembuktian Pemeriksaan di Tempat dalam
Proses Pemeriksaan Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri
Surakarta .......................................................................................... 80
BAB IV. PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................. 84
B. Saran ....................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kekuatan Alat Bukti dalam Hukum Perdata ...................................... 42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Data Analisis Interaktif ......................................................... 14
Gambar 2. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum Indonesia adalah keseluruhan kaidah dan asas berdasarkan
keadilan yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat yang berlaku
sekarang di Indonesia. Sebagai hukum nasional, berlakunya hukum Indonesia
dibatasi dalam wilayah hukum tertentu, dan ditujukan pada subyek hukum dan
objek hukum tertentu pula (Pamadi Sakardi. Sistem Hukum Indonesia.
http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?option=com_content&view=article&id=
61:pkni4207-sistem-hukum-indonesia&Itemid=75&catid=30:fkip). Hukum
Indonesia sebagai perlengkapan masyarakat ini berfungsi untuk mengintegrasikan
kepentingan-kepentingan anggota masyarakat sehingga tercipta ketertiban dan
keteraturan. Karena hukum mengatur hubungan antar manusia dengan manusia,
manusia dengan masyarakat dan sebaliknya, maka ukuran hubungan tersebut
adalah keadilan.
Hukum bukanlah semata-mata sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat, dan
dipajang sebagai hiasan dinding dari suatu negara saja, melainkan untuk
dilaksanakan dan untuk ditegakkan. Sengketa yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari hendaknya diselesaikan dengan jalan kekeluargaan atau dapat melalui
jalur hukum mengingat Indonesia merupakan negara hukum, sehingga dapat
menghindari retaknya hubungan sosial yang telah terbina dengan baik.
Sengketa yang terjadi dalam hukum perdata dapat diselesaikan dengan tiga
cara yaitu dengan cara Judicial Setlement Of Dispute atau yang sering disebut
persidangan, Extra Judicial Setlement of Dispute, atau yang sering disebut
penyelesaian di luar persidangan. Penyelesaian sengketa lainnya adalah terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
suatu badan yang dianggap memiliki wewenang seperti pengadilan untuk
menyelesaikan sengketa hukum atau Quasi Peradilan ( R. Soepomo, 2002 : 13).
Hukum Acara Perdata mengenal adanya pembuktian. Pembuktian
merupakan proses dimana para pihak yang bersengketa berusaha membuktikan
hal-hal yang telah didalilkan di depan persidangan. Pembuktian dilakukan dengan
tujuan memberi keyakinan akan peristiwa-peristiwa hukum yang sebenarnya
terjadi, sehingga Hakim tidak salah dalam memberikan putusan. Menurut Pasal
164 HIR atau Pasal 1866 KUHPerdata, alat bukti dalam perkara perdata terdiri
dari:
1. Bukti Surat/Tulisan;
2. Bukti Saksi;
3. Persangkaan;
4. Pengakuan; dan
5. Sumpah.
Selain alat bukti diatas, ada dua alat bukti yang dipergunakan diluar
ketentuan diatas yaitu:
1. Pemeriksaan Setempat yang diatur dalam Pasal 153 HIR atau 180RBg, dan
2. Keterangan Ahli yang diatur dalam Pasal 154 HIR atau 181 RBg.
Jika alat bukti dalam KUHPerdata Pasal 1866 KUHPerdata atau Pasal 164 HIR
digunakan dalam proses persidangan dirasa kurang dapat memberikan kekuatan
dan kejelasan pada Hakim dalam mengambil suatu keputusan maka para Hakim
sering menggunakan pilihan pembuktian dengan cara lain yaitu pemeriksaan
ditempat ataupun pengangkatan seorang ahli.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Pemeriksaan di tempat ini juga diatur dalam Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 7 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan Setempat. Surat edaran
tersebut yang pada intinya mengijinkan ketua/majelis Hakim dapat mengadakan
pemeriksaan ditempat dalam memeriksa sengketa perdata yang obyek
sengketanya adalah benda tidak bergerak yaitu tanah. Berdasarkan Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2001, sidang ditempat sering terjadi sebab
dalam praktik peradilan objek perkara sering tidak jelas (Sophar Maru
Hutagalung, 2010 : 75). Selain itu di Indonesia sendiri masih banyak keberadaan
sertifikat tanah yang belum ada ataupun adanya sertifikat tanah ganda, maka dari
itu pemeriksaan di tempat harus di lakukan untuk mengetahui kebenaran obyek
tersebut apakah sesuai dengan sertifikat atapun yang didalilkan oleh para pihak
yang berperkara. Apabila pada saat putusan hendak dieksekusi objek barang
berpekara tidak jelas, maka pelaksanaannya harus dinyatakan non executable,
yaitu eksekusi tidak dapat dijalankan, karena objek barang yang hendak di
eksekusi tidak jelas dan tidak pasti. Dengan demikian Hakim dapat menggunakan
pemeriksaan di tempat untuk memperoleh kepastian tentang peristiwa yang
menjadi sengketa dan dapat menguatkan pada Hakim dalam memberi suatu
keputusan.
Pemeriksaan di tempat tersebut merupakan pemeriksaan diluar sidang
pengadilan, adanya suatu prosedur pengajuan tersendiri dan cara pelaksanaan
pemeriksaan di tempat memiliki suatu karakteristik khusus dan berbeda dari alat
bukti yang secara formil diatur dalam Pasal 1866 KUHPerdata atau Pasal 164 HIR
atau 284 RBg. Alat bukti Pemeriksaan di tempat yang tertera di dalam Putusan
Nomor:72/Pdt.G/2008/PN.Ska, dalam perkara sengketa tanah waris oleh para ahli
warisnya di Pengadilan Negeri Surakarta tersebut di gunakan untuk mengetahui
secara jelas tentang gambaran batas-batas, luas, ataupun fakta lain pada obyek
yang menjadi sengketa dengan sertifikat maupun hasil pengamatan langsung pada
saat Pemeriksaan di tempat. Batas sebelah utara, selatan, barat, dan timur
dilakukan suatu pemeriksaan langsung yang sebelumnya telah di tetapkan hari
sidangnya. Pembuktian di luar pengadilan ini juga tetap dihadiri oleh majelis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
hakim, panitera pengganti, para pihak, saksi, ketua kelurahan, dan jika diperlukan
dapat dihadirkan petugas dari Badan Pertanahan Nasional. Hasil dari pemeriksaan
setempat juga dilaporkan di dalam berita acara persidangan, dan acara
persidangan berikutnya dilanjutkan dengan agenda pembacaan kesimpulan dari
para pihak yang berperkara, baik Penggugat maupun Tergugat.
Pemeriksaan di tempat mempunyai makna yang penting sebenarnya baik
untuk pihak-pihak yang berperkara mapun untuk hakim sebagai eksekutor dalam
sebuah perkara perdata. Bagi para pihak, dengan hakim melihat sendiri keadaan
sebenarnya, maka diharapkan putusan yang dijatuhkan akan adil bagi kedua belah
pihak. Adil bukan berarti apa yang diinginkan oleh masing-masing pihak semua
dikabulkan, akan tetapi adil dalam arti sesuai dengan porsi yang seharusnya
sebagaimana hak. Para pihak tidak dapat menolak jika hakim telah memutuskan
untuk melaksanakan pemeriksaan di tempat, sebab itu merupakan bagian dari
proses pembuktian dalam sebuah perkara. Bagi hakim, dengan melaksanakan
pemeriksaan di tempat akan memberi pandangan tersendiri mengenai duduk
perkara yang sebenarnya selain mendengar keterangan dari saksi yang diajukan di
hadapan persidangan.
Semua yang akan dijadikan alat bukti tidak seluruhnya dapat dihadirkan
dimuka persidangan, seperti halnya dalam kasus sengketa tanah yang objeknya
tanah. Akan sulit kiranya kalau mau membawa objek dari luar pengadilan ke
pengadilan, dengan demikian maka akan dilakukan pemeriksaan di tempat.
Kekuatan pembuktian alat bukti yang ada tentunya berbeda kapasitasnya antara
alat bukti yang satu dengan yang lain, termasuk alat bukti pemeriksaan di tempat
yang secara formil perbedaannya jelas terlihat yaitu alat bukti pemeriksaan di
tempat tidak diatur dalam Pasal 1866 KUHPerdata atau Pasal 164 HIR atau 284
RBg, melainkan dalam aturan lain yaitu dalam Pasal 153 HIR atau 180 RBg dan
diatur juga dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2001 tentang
Pemeriksaan Setempat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik mengkaji lebih
mendalam mengenai alat bukti pemeriksaan ditempat dalam sengketa perdata di
Pengadilan Negeri, dengan Judul : “STUDI TENTANG KEKUATAN
PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN DI TEMPAT (PLAATZELEIJKE
ONDERZOOK) DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA DI
PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Terhadap Putusan
Nomor:72/Pdt.G/2008/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta).”
B. Rumusan Masalah
Setiap penulisan ilmiah yang akan dilakukan selalu berangkat dari masalah
(Sugiyono, 2004: 25). Rumusan masalah dimaksudkan untuk penegasan masalah-
masalah yang akan diteliti sehingga memudahkan dalam pengerjaan serta
pencapaian sasaran. Perumusan masalah dalam suatu penelitian diperlukan untuk
memfokuskan masalah agar dapat dipecahkan secara sistematis. Cara ini dapat
memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pemahaman terhadap
permasalahan serta mencapai tujuan yang dikehendaki. Adapun permasalahan
yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimanakah prosedur pengajuan alat bukti pemeriksaan di tempat dalam
proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta ?
2. Bagaimanakah cara pelaksanaan pemeriksaan di tempat dalam proses
pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta ?
3. Bagaimanakah kekuatan pembuktian pemeriksaan di tempat dalam proses
pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta ?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan hal-hal tertentu yang ingin dicapai dalam
suatu penelitian. Dalam suatu penelitian hukum, secara umum tujuannya adalah
tentu saja untuk mendapatkan data-data hukum untuk menjawab permasalahan
hukum yang diangkat serta memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait
dengan penelitian ini. Adapun tujuan penelitian yang dilakukan oleh Penulis
dikelompokkan menjadi tujuan obyektif dan tujuan subyektif, yaitu sebagai
berikut :
1. Tujuan Objektif
Tujuan objektif penulisan hukum ini ialah :
a. untuk mengetahui prosedur pengajuan alat bukti pemeriksaan di tempat
dalam proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri
Surakarta;
b. untuk mengetahui cara pelaksanaan pemeriksaan di tempat dalam proses
pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta; dan
c. untuk mengkaji kekuatan pembuktian pemeriksaan di tempat dalam
proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta.
2. Tujuan Subjektif
Tujuan subjektif penulisan hukum ini ialah :
a. untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan analitis
penulis mengenai Hukum Acara Perdata, terutama menyangkut kekuatan
pembuktian alat bukti pemeriksaan di tempat dalam sengketa perdata di
Pengadilan Negeri; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
b. memperoleh bahan dan informasi secara lebih jelas dan lengkap sebagai
bahan untuk menyusun penulisan hukum, guna memenuhi persyaratan
akademis dalam mencapai gelar Sarjana (S1) dalam bidang Ilmu Hukum
di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Salah satu faktor pemilihan masalah dalam penelitian ini adalah hasil
penelitian ini dapat memberikan manfaat karena nilai dari sebuah penelitian
ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari adanya penelitian
tersebut. Penulis berharap kegiatan penelitian yang dilaksanakan dalam penulisan
hukum ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pihak lain. Adapun
manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain :
1. Manfaat Teoritis
a. hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran sebagai kontribusi pengetahuan yang bermanfaat
bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara
Perdata pada khususnya; dan
b. hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai
acuan dan referensi tambahan, serta dapat memberi masukan kepada
semua pihak yang membutuhkan pengetahuan yang terkait dengan
permasalahan yang diteliti khususnya pada bidang hukum acara perdata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2. Manfaat Praktis
a. menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan pola
pikir ilmiah, serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam
menerapkan ilmu yang diperoleh; dan
b. hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan terhadap
penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya dan berguna bagi
para pihak yang pada kesempatan lain mempunyai minat untuk mengkaji
permasalahan yang sejenis.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara utama untuk memperoleh data lengkap
dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, sehingga tujuan dari penelitian
dapat tercapai. Selain itu metode penelitian juga merupakan suatu cara atau
langkah yang digunakan sebagai pedoman penulis untuk memperoleh
pengetahuan yang mendalam tentang sasaran dari ilmu pengetahuan yang
bersangkutan.
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa
dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.
Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah
berdasarkan suatu sistim, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang
bertentangan dalam suatu kerangka tertentu (Soerjono Soekanto, 2008 : 42).
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya (Soerjono
Soekanto, 2008 : 43). Di dalam suatu penelitian, metode penelitian memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
peranan yang sangat penting yang dapat digunakan untuk menunjang
penyelesaian permasalahan yang diteliti, metode merupakan cara utama yang
dapat digunakan untuk mencapai tingkat ketelitian jumlah dan jenis yang
dihadapi. Akan tetapi mengadakan klasifikasi yang didasarkan pada pengalaman,
dapat ditentukan jenis-jenis metode penelitian. Sedangkan, hasil yang dicapai
adalah untuk memberikan preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi (Winarno Surakhmat, 1982 :131).
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat di
jelaskan sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Berdasar pada rumusan masalah, maka jenis penelitian yang
digunakan termasuk dalam jenis penelitian hukum empiris. Pada penelitian
hukum empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder,
kemudian dilanjutkan pada data primer dilapangan, atau terhadap masyarakat
(Soerjono Soekanto, 2008 : 52). Penelitian hukum empiris mengungkapkan
hukum yang hidup (living law) mengenai perilaku anggota masyarakat dalam
kehidupan bermasyarakat (law as it is in society – law in action) (Harjono,
2011 : 1).
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengkajian dan
pengolahan terhadap data penelitian dengan bertitik tolak pada aspek hukum
normatif disertai dengan kajian hukum, di dukung dengan fakta-fakta empiris
dilapangan. Berdasarkan hal tersebut, jenis penelitian ini digunakan untuk
menggambarkan dan menguraikan tentang sejumlah tata cara ataupun proses
dalam menerapkan alat bukti pemeriksaan di tempat baik ditinjau dari
prosedur pengajuannya ataupun proses persidangannya yang memiliki
karakteristik tersendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2. Sifat Penelitian
Sesuai dengan masalah yang diteliti, penelitian ini merupakan
penelitian bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang memberikan gambaran
secara sistematis terhadap objek yang diteliti. Menurut Bambang Sunggono,
penelitian deskriptif pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara
sistematis, faktual, dan kaurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu,
mengenai sifat-sifat, karakteristik, atau faktor-faktor tertentu (Bambang
Sunggono, 2007 : 35).
Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang
seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.
Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat
membantu di dalam memperkuat teori-teori lama, atau didalam kerangka
menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2008 : 10). Dalam penelitian
ini penulis memberikan gambaran secara sistematis tentang tahapan beracara
perdata di Pengadilan Negeri Surakarta yang dikhususkan pada jenis beracara
yang menggunakan alat bukti pemeriksaan di tempat. Penulis menyuguhkan
secara sistematis tentang prosedur pengajuan pemeriksan di tempat, tata cara
pelaksanaan pemeriksaan ditempat, hingga pada akhirnya semua deskripsi
tersebut berujung pada suatu hipotesa tentang kekuatan pembuktian alat bukti
pemeriksaan di tempat.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Adapun pendekatan kualitatif merupakan tatacara
penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai apa yang dinyatakan
oleh responden secara tertulis atau lisan dan perilaku yang nyata. Soerjono
Soekanto menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
dilakukan dengan melakukan pengumpulan data berupa kata-kata, gambar-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
gambar, serta informasi verbal atau normatif dan bukan dalam bentuk angka-
angka (Soerjono Soekanto, 2008 : 10).
Penulis berusaha mendapatkan informasi yang selengkap mungkin
mengenai kekuatan pembuktian pemeriksaan di tempat yang dilakukan di
Pengadilan Negeri Surakarta, dengan mengungkapkan cara penggambaran
hasil pemeriksaan di tempat.
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Surakarta. Di wilayah
hukum Pengadilan Negeri Surakarta terdapat sengketa perdata (sengketa
tentang kepemilikan tanah atas tanah warisan) yang proses pembuktiannya
menggunakan alat bukti pemeriksaan di tempat.
5. Jenis dan Sumber Data Penelitian
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber
pertama, yakni perilaku warga masyarakat, melalui penelitian (Soerjono
Soekanto, 2008 : 12). Data primer merupakan keterangan atau fakta yang
diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan. Dalam penelitian
ini data tentang penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan
Bapak Bintoro Widodo, S.H. Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta dan
Bapak M. Ali Fardoni, S.H., M.H. Panitera Sekretaris di Pengadilan
Negeri Surakarta, sehingga diharapkan hasil yang diperoleh merupakan
hal yang objektif dan sesuai dengan objek yang diteliti.
b. Data Sekunder
Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokemen resmi,
buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku dan
seterusnya (Soerjono Soekanto, 2008 : 12). Data sekunder merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
keterangan atau fakta yang tidak diperoleh secara langsung tetapi melalui
penelitian kepustakaan yang menunjang data primer. Sumber data
sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari mempelajari putusan nomor:
72/Pdt.G/2008/PN.Ska, dokumen-dokumen yang berhubungan dan dapat
menunjang permasalahan yang diteliti serta literatur-literatur atau buku-
buku kepustakaan mengenai pembuktian dalam sengketa perdata maupun
pembuktian alat bukti pemeriksaan di tempat yang khususnya
berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Data sekunder inipun
masih dibagi menjadi tiga bagian lagi, yaitu :
1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan yang terdiri perundang-
undangan yang terkait dengan penulisan hukum skripsi ini.
2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang berfungsi sebagai
penjelas dari bahan hukum primer yakni terdiri dari literatur-literatur
yang terkait dengan penulisan skripsi ini.
3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan pendukung atau pelengkap
dalam penyusunan skripsi ini.
6. Teknik Pengumpulan Data
Di dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat
pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau
observasi, dan wawancara atau interview (Soerjono Soekanto, 2008 : 21).
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang penulis pergunakan
adalah sebagai berikut :
a. Studi Dokumen atau Kepustakaan
Studi pustaka digunakan untuk mengumpulkan data sekunder,
didapatkan melalui berbagai literatur meliputi peraturan perundang-
undangan, buku-buku, dan dokumen-dokumen lain yang memiliki
keterkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
b. Wawancara
Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi
secara langsung pada sumber data (responden), yakni melakukan tanya
jawab dengan pihak yang terkait dan memahami penelitian ini dalam hal
ini yaitu Bapak Bintoro Widodo, S.H. Hakim di Pengadilan Negeri
Surakarta dan Bapak M. Ali Fardoni, S.H., M.H. Panitera Sekretaris di
Pengadilan Negeri Surakarta. Teknik wawancara mendalam merupakan
sebuah teknik wawancara yang bersifat terbuka. Wawancara jenis ini
digunakan untuk mengambil data secara langsung dari narasumber,
sehingga teknik wawancara mendalam merupakan salah satu teknik
pengumpulan data yang paling penting dan kualitatif. Sifat wawancara
ini yang lentur dan terbuka memungkinkan untuk menggali data yang
semakin dalam dengan suasana santai, sehingga narasumber merasa
nyaman dan tidak tegang, meskipun narasumber sendiri tahu bahwa ia
sedang diwawancarai (Burhan Bungin, 2007 : 108).
7. Teknik Analisis data
Analisis merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil
penelitian dalam bentuk laporan data yang diadakan suatu penganalisisan
data. Dalam penelitian kualitatif, validitas data tidak tergantung pada banyak
sedikitnya contoh seperti pada penelitian kuantitatif. Analisis data kualitatif
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain (Lexy J. Moleong, 2009 :248). Tujuan analisis
didalam penelitian adalah menyempitkan dan membatasi data sehingga data
yang teratur serta tersusun baik akan menjadi lebih berguna. Model yang
digunakan penulis adalah analisis kualitatif model interaktif yaitu digunakan
dengan cara interaksi, baik komponennya, maupun dengan proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
pengumpulan data, dalam proses berbentuk siklus. Dalam bentuk ini,
penelitian tetap bergerak di antara tiga komponen analisis dengan proses
pengumpulan data selama kegiatan pengumpulan berlangsung. Sesudah
pengumpulan data berakhir, peneliti bergerak diantara tiga komponen
analisisnya dengan menggunakan waktu yang masih tersisa bagi
penelitiannya (H.B Soetopo, 2002 : 94-95). Model analisis ini dapat di
gambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Skema data analisis model interaktif
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemutusan perhatian kepada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
muncul terus menerus bahkan sebelum data benar-benar terkumpul
sampai sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap
tersusun.
Pengumpulan
Data
Penarikan
Kesimpulan
Sajian
Data
Reduksi
Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
b. Penyajian data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.
c. Penarikan kesimpulan / Verifikasi
Dalam mengumpulkan data, seorang penganalisa kualitatif mulai mencari
arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan,
konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat proporsi.
Kesimpulan-kesimpulan dibuat secara longgar, tetap terbuka, tetapi
kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas, meningkat
menjadi lebih rinci dan mengakar pada pokok. Kesimpulan-kesimpulan
juga diverifikasi selama pennelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin
sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis
selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan
atau mungkin menjadi seksama dan makan tenaga dengan peninjauan
kembali (HB. Sutopo, 2002 : 8).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka
penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Sistematika penulisan hukum
ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang
dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil
penelitian ini. Sistematika keseluruhan penulisan hukum ini adalah sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
BAB I. PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis mengemukakan mengenai latar
belakang masalah penelitian dan penulisan tentang kekuatan
pembuktian pemeriksaan setempat (Plaatzeleijke Onderzook)
dalam pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri
Surakarta yaitu Studi Kasus Terhadap Putusan
Nomor:72/Pdt.G/2008/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan hukum (Skripsi).
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis memaparkan sejumlah landasan teori dari para
pakar dan doktrin hukum berdasarkan literatur-literatur yang
berhubungan dengan permasalahan penelitian yang diangkat.
Tinjauan pustaka dibagi menjadi dua (2) yaitu : kerangka teori,
yang berisikan tinjauan umum tentang pemeriksaan perkara perdata
di Pengadilan Negeri, tinjauan umum tentang pembuktian, dan
tinjauan umum tentang alat bukti pemeriksaan ditempat. Kedua,
ialah kerangka pemikiran, berisikan gambaran alur berpikir dari
penulis berupa konsep yang dijabarkan dalam penelitian ini.
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai hasil penelitian dan
pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu: prosedur
pengajuan alat bukti pemeriksaan di tempat dalam proses
pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta, cara
pelaksanaan pemeriksaan di tempat dalam proses pemeriksaan
sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta, dan kekuatan
pembuktian pemeriksaan di tempat dalam proses pemeriksaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta berdasarkan pada
berkas perkara yang di peroleh yaitu Putusan Nomor :
72/Pdt.G/2008/PN.Ska.
BAB IV. PENUTUP
Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan yang
penulis ambil dari hasil penelitian serta memberikan saran yang
relevan dan bermanfaat bagi semua pembaca dari penulisan hukum
ini, terutama bagi yang sangat berkepentingan dan juga pihak-
pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Perkara Perdata di Pengadilan
Negeri
Hukum acara perdata pada dasarnya terdapat dua macam perkara
perdata yang terdiri atas (Sudikno Mertokusumo, 2006 : 4) :
a. Permohonan, dalam permohonan tuntutan haknya tidak mengandung
sengketa, pihaknya hanya satu, yaitu Pemohon, tidak ada pihak lawan,
oleh karena itu disebut peadilan yang tidak sesungguhnya (yuridictie
voluntair).
b. Sengketa Perdata, perkara perdata dimana tuntutan haknya mengandung
sengketa yang disebut gugatan.
Sengketa perdata merupakan sengketa yang terjadi dalam
kehidupan bermasyarakat, yang memiliki pokok sengketa sehingga
memerlukan pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Pihak-
pihak dalam sengketa perdata adalah terdiri dari Penggugat, Tergugat,
dan pihak ketiga atau yang biasanya disebut Hakim. Tugas Hakim
mengenai hal ini adalah Jurisdictio Contentiosa, Hakim mengadili dalam
arti sesungguhnya yaitu Hakim benar-benar memberikan keputusan
keadilan dalam suatu sengketa. Permohonan merupakan suatu perkara
tapi tidak terdapat suatu yang dipersengketakan, sehingga pihak dalam
permohonan hanya tunggal atau hanya satu yaitu Penggugat.
Prosedur pemeriksaan perkara perdata di Pengadilan Negeri
adalah sebagai berikut (Yoni A Setyono.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
http://staff.ui.ac.id/internal/131861375/material/PRAKTEK_PERADILAN_PE
RDATA.ppt) :
1) Gugatan
Penyusunan surat gugatan pada dasarnya memuat tentang
dasar gugatan (Posita/Fundamental Petendi) dan apa saja yang di
inginkan atau dituntut (Petitum). Petitum ini haruslah lengkap dan
jelas, karena merupakan bagian yang penting dari surat gugatan.
Cara mengajukan gugatan harus diperhatikan benar-benar oleh
Penggugat bahwa gugatan olehnya diajukan kepada badan
Pengadilan yang berwenang untuk mengadili peristiwa yang terjadi
atau disebutkan dalam gugatan tersebut. Berdasarkan hal tersebut,
gugatan diajukan kepada ketua Pengadilan Negeri untuk diperiksa
dan diputus oleh Hakim akan tetapi sebelumnya telah ditandatangani
oleh Penggugat atau kuasanya.
Surat gugatan bisa diajukan secara tertulis atau lisan, gugatan
yang diajukan secara tertulis diatur dalam Pasal 118 HIR atau Pasal
142 RBg, yaitu menentukan bahwa gugatan harus diajukan dengan
surat gugatan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berkompeten
mengadili perkara. Surat gugatan ditandatangani oleh Penggugat
atau kuasanya sebagaimana diatur dalam Pasal 123 HIR atau 147
RBg dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kuasa khusus, yaitu
orang tertentu menjadi kuasa/ wakil menurut ketentuan hukum,
sehingga berwenang bertindak dan syarat-syarat serta kapasitas/
berkualitas sebagai legitima persona standi in judicio. Dalam Pasal
1792 KUHPerdata dijelaskan bahwa “Pemberian kuasa adalah suatu
perjanjian dimana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang
lain yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan
suatu urusan.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
2) Pemanggilan Para Pihak
Pemanggilan para pihak diatur dalam Pasal 390 HIR,
pemanggilan dilakukan oleh juru sita pengganti dengan
menggunakan surat panggilan sidang atau relaas. Relaas tersebut
harus disampaikan kepada orang yang besangkutan sendiri ditempat
tinggalnya. Apabila orang yang dipanggil tidak dapat ditemui, maka
surat panggilan sidang dapat disampaikan kepada Kepala Desa.
Tetapi apabila yang dipanggil telah meninggal dunia maka surat
panggilan dapat disampaikan kepada ahli waris.
3) Pemeriksaan Perkara
a) Pencabutan Gugatan dan Perubahan Gugatan
Sebelum Tergugat diperiksa atau tepatnya sebelum
Tergugat mengajukan jawaban gugatan, maka gugatan dapat
dicabut tanpa persetujuan dari Tergugat karena pada saat itu
kepentingan Tergugat tidak dirugikan lagi. Jika alasan
pencabutan adalah terdapat kekeliruan dalam menyusun
gugatan.
Setelah gugatan diperiksa atau tepatnya setelah Tergugat
mengajukan jawaban gugatan, gugatan dapat dicabut tetapi
dengan ijin Tergugat dikarenakan Tergugat sudah terlanjur
dirugikan kepentingannya dengan mengeluarkan waktu, biaya,
dan tenaga. Dalam hal ini gugatan dapat di ajukan kembali.
Bila gugatan dicabut, maka kedua belah pihak kembali
pada keadaan semula yang berarti seperti tidak pernah ada
perkara sebelumnya. Bila sita jaminan telah diletakkan, maka
harus diperintahkan untuk diangkat dan semua biaya perkara
dibebankan kepada Penggugat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Menurut Pasal 127 Rv, Penggugat boleh merubah atau
mengurangi tuntutan sepanjang pemeriksaan perkara, asalkan
tidak merubah atau menambah petitum atau pokok perkara.
Syarat-syarat untuk merubah gugatan adalah sebagai berikut :
(1) sebelum Tergugat menjawab, perubahan gugatan
diperkenankan tanpa ijin dari Tergugat;
(2) sesudah Tergugat menjawab, perubahan gugatan harus
dengan ijin Tergugat; dan
(3) perubahan gugatan tidak menyimpang dari tuntutan atau
petitum yang menjadi pokok sengketa
b) Putusan Diluar Hadir (verstek)
Apabila Tergugat tidak datang setelah dipanggil dengan
patut, maka gugatan dikabulkan dengan putusan diluar hadir
atau verstek, kecuali kalau gugatan itu melawan hak atau tidak
beralasan.
Ada kalanya Tergugat tidak datang tetapi mengirimkan
surat jawaban yang mengemukakan tangkisan atau eksepsi
bahwa Pengadilan Negeri tidak berkuasa memeriksa perkaranya.
Dalam hal ini sekalipun ia tau wakilnya tidak datang, Hakim
wajib memutuskan tentang eksepsi itu setelah Penggugat di
dengar (Sudikno Mertokusumo, 2006 : 108).
Verstek adalah pemberian wewenang kepada hakim
untuk memeriksa dan memutus perkara meskipun Penggugat
atau Tergugat tidak hadir di persidangan pada tanggal yang
ditentukan (Yahya Harahap, 2010 : 382). Jika pada hari sidang
berikutnya, sidang kedua sesudah ada penundaan Tergugat
masih tidak hadir juga maka Hakim tetap menjatuhkan putusan
verstek karena pada hakekatnya Tergugat tersebut belum pernah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
datang, walaupun Tergugat tidak berkewajiban untuk
menghadiri sidang.
c) Mediasi
Dalam permulaan sidang, Hakim wajib menawarkan
kepada kedua belah pihak untuk mengupayakan perdamaian.
Perdamaian adalah salah satu cara penyelesaian sengketa atau
perkara yang diakui oleh hukum. Untuk keperluan perdamaian
tersebut, sidang kemudian diundur untuk memberi kesempatan
mengadakan perdamaian. Hasil perdamaian yang lazimnya surat
perjanjian dibawah tangan yang ditulis diatas kertas bermaterai.
Perdamaian dalam sidang perdata di Pengadilan Negeri
adalah kebijaksanaan Hakim atas persetujuan kedua belah pihak
untuk berdamai (Nurnaningsih Amriani, 2011 : 57). Apabila
upaya pedamaian tercapai, maka dibuatlah Akta Perdamaian
(Pasal 130 HIR atau Pasal 154 RBg), yang mempunyai kekuatan
sebagai “putusan” dan dapat dieksekusi. Akta perdamaian
bersifat sukarela dan merupakan persetujuan kedua belah pihak
sehingga tidak diperkenankan untuk mengajukan permohonan
banding atau kasasi. Proses pemeriksaan dianggap selesai dan
tidak boleh diajukan lagi. Apabila pekara tersebut diajukan
kembali ke pengadilan, maka perkara tersebut akan dinyatakan
nebis in idem dan dinyatakan “tidak dapat diterima”. Dengan
adanya ketentuan Pasal 130 ayat 1 HIR tersebut, maka Hakim
mempunyai peranan yang aktif untuk mengusahakan
penyelesaian secara damai terhadap perkara perdata yang
diperiksa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
d) Pembacaan Surat Gugatan dan Jawaban Tergugat
Apabila upaya perdamaian tidak berhasil, maka
dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan, setelah
pembacaan tuntutan selesai kemudian diteruskan dengan
pengajuan jawaban Tergugat. Jawaban Tergugat dibedakan atas
(Abdulkadir Muhammad, 2008 : 105-108) :
(1) Jawaban Tergugat tentang pokok perkara berupa :
Pengakuan, yang berarti membenarkan gugatan
Penggugat baik untuk sebagian atau seluruhnya. Bantahan,
yaitu pernyataan yang tidak membenarkan atau tidak
mengakui apa yang digugatkan terhadap Tergugat yang
harus disertai alasan-alasan bantahan.
Refoite, yaitu menyerahkan segalanya pada
kebijaksanaan Hakim, pihak Tergugat pasif tidak
mengakui atau tidak membantah Tergugat hanya
menunggu keputusan.
(2) Jawaban Tergugat yang tidak mengenai pokok perkara atau
tangkisan disebut eksepsi.
Eksepsi disusun dan diajukan berdasarkan gugatan
yang dibuat oleh Penggugat dengan mencari kelemahan-
kelemahan atau hal-hal lain di luar pokok perkara gugatan,
misalnya : kewenangan pengadilan, gugatan kabur,
daluwarsa, dan lain sebagainya.
Seseorang yang digugat oleh Penggugat terdapat
kemungkinan untuk menggugat balik Penggugat. Gugat
Rekonvensi adalah gugatan yang diajukan oleh Tergugat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
tehadap Penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan
antara mereka (Sudikno Mertokusumo, 2006 : 124).
Rekonvensi diatur dalam Pasal 132 a dan Pasal 132
b HIR. Di dalam proses gugat menggugat ini Penggugat
dan Konvensi menjadi Tergugat Rekonvensi, sedangkan
Tergugat Konvensi menjadi Penggugat Rekonvensi.
Tuntutan Rekonvensi pada hakekatnya bertujuan untuk
menghemat biaya, mempermudah prosedur dan
menghindari putusan-putusan yang bertentangan satu
sama lain.
Berdasarkan gugatan Penggugat, Tergugat diberi
kesempatan untuk memberikan jawaban baik secara lisan
maupun tertulis. Apabila proses berlangsung secara
tertulis, maka terhadap jawaban Tergugat, Penggugat
diberi kesempatan untuk memberikan tanggapannya yang
disebut replik. Terhadap replik dari Penggugat, Tergugat
dapat memberikan tanggapannya yang disebut duplik,
demikian setelah acara pemeriksaan hingga Majelis Hakim
menemukan inti pokok sengketa maka dilanjutkan dengan
acara pembuktian.
e) Pembuktian
Pembuktian sangat penting artinya dalam perkara
perdata karena dikabulkan atau ditolaknya suatu gugatan
bergantung pada terbukti atau tidaknya gugatan tersebut di
depan pengadilan. Untuk itu Hakim harus menyelidiki apakah
suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan harus
dibuktikan kebenarannya, seperti terhadap dalil-dalil yang
telah diakui atau tidak disangkal oleh Tergugat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Hal yang harus dibuktikan didalam suatu sengketa
perdata adalah hak atau peristiwa ataupun hubungan hukum
sebagai suatu fakta atau suatu kejadian materiil yang
didalilkan, yang kemudian disangkal kebenarannya oleh pihak
lawan. Akan tetapi ada beberapa hal yang tidak perlu
dibuktikan, yaitu :
(1) peristiwa yang tidak perlu dibuktikan karena
kebenarannya sudah diketahui oleh umum (Notoir
Feiten);
(2) pengakuan dan atau segala sesuatu yang tidak disangkal
oleh pihak lawan; dan
(3) segala fakta yang telah dilihat Hakim di dalam persidangan
(Procesuelle Feiten).
Pasal 163 HIR atau Pasal 1865 KUHPerdata
menentukan, yaitu : “barang siapa yang mengatakan
mempunyai suatu hak, menyebutkan suatu peristiwa untuk
meneguhkan haknya atau barang siapa yang membantah hak
orang lain maka dia harus membuktikan adanya hak dan
kejadian itu.” Pernyataan tersebut dikenal dengan asas actori
incumbit probatio.
Pasal 164 HIR menyebutkan macam-macam alat bukti
yang dikenal dalam perkara perdata, antara lain :
(1) bukti surat;
(2) bukti saksi;
(3) persangkaan;
(4) pengakuan; dan
(5) sumpah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Selain kelima macam alat bukti tersebut juga dikenal
macam alat bukti lain, yaitu pengetahuan Hakim, keterangan
ahli (Pasal 154 HIR atau 181 RBg), dan pemeriksaan di tempat
(Pasal 153 HIR atau 180 RBg).
Alat bukti tertulis atau surat ialah segala sesuatu yang
memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk
mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran
seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian (Sudikno
Mertokusumo, 2006 : 149-150). Alat bukti tertulis diatur dalam
1867 KUHPerdata membagi bukti tertulis atas akta autentik,
akta di bawah tangan, dan surat biasa, secara rinci dapat
dijelaskan sebagai berikut :
(1) Akta Otentik (Pasal 165 HIR atau 285 RBg), yaitu akta
yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat umum yang
berwenang membuatnya, dengan maksud menjadikan
surat tersebut sebagai alat bukti. Akta otentik mempunyai
kekuatan pembuktian sempurna selama tidak dibuktikan
sebaliknya. Terdapat 3 (tiga) macam kekuatan pembuktian
akta otentik, yaitu :
(a) kekuatan pembuktian formil, bahwa para pihak
menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut;
(b) kekuatan pembuktian materiil, bahwa peristiwa yang
dimaksud dalam akta telah terjadi; dan
(c) kekuatan mengikat pada tanggal yang disebutkan pada
akta yang bersangkutan, para pihak telah menghadap
kepada pejabat yang berwenang dan menerangkan apa
yang ditulis dalam akta tesebut.
(2) Akta dibawah tangan, merupakan suatu akta yang semata-
mata dibuat oleh pihak yang berkepentingan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
ditandatangani dan dibuat dengan tujuan untuk dijadikan
bukti dari suatu perbuatan hukum, tanpa dibuat dihadapan
pejabat umum yang berwenang. Akta dibawah tangan
mempunyai kekuatan pembuktian sama dengan akta
otentik selama tidak dibuktikan sebaliknya oleh pihak
lawan.
(3) Surat-surat lain bukan akta, surat-surat atau tulisan yang
bukan merupakan bukti bagi yang membuatnya, dan
merupakan alat bukti bebas, yang artinya penilaian
kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada kebijaksanaan
Hakim. Kekuatan pembuktian dai tulisan menurut Pasal
1888 KUHPerdata hanya pada akta aslinya, jika tidak ada
maka salinannya dapat dipercaya jika sama dengan aslinya
Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada
Hakim oleh seseorang atas apa yang ia alami, dia lihat, atau dia
dengar sendiri tentang suatu hal yang menjadi sengketa,
dengan cara membuktikan secara lisan pribadi di muka
pengadilan (Sudikno Mertokusumo, 2006 : 166) . Adapun
syarat obyektif seorang saksi adalah sebagai berikut :
(1) sudah dewasa, berumur 15 tahun (Pasal 145 HIR);
(2) tidak ada hubungan darah atau semenda dengan para pihak
yang mengajukan saksi; dan
(3) disumpah menurut agamanya.
Sedangkan syarat subjektifnya adalah :
(1) saksi menerangkan apa yang dilihat, didengar dan dialami
sendiri, dan
(2) saksi harus menguraikan sebab-sebab dapatnya
memberikan kesaksian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Keterangan saksi dapat dilihat sebagai alat bukti apabila :
(1) kesaksian diucapkan secara pribadi;
(2) dapat menerangkan dapatnya memberikan kesaksian;
(3) terdapat kesesuaian antara keterangan beberapa saksi;
(4) kesaksian yang berasal dari orang lain bukan merupakan
alat bukti (Testimonium de Auditu); dan
(5) kesaksian yang berasal dari satu atau seorang saksi bukan
merupakan alat bukti (Unus Testis Nullus Testis).
Persangkaan berdasarkan Pasal 173 HIR atau Pasal 310
RBg adalah kesimpulan yang diatur oleh undang-undang atau
Hakim ditarik dari suatu perstiwa yang terang, nyata ke arah
peristwa lain yang belum terang kenyataannya. Persangkaan
sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 173 HIR. Didalam Pasal
1916 KUHPerdata persangkaan terbagi menjadi 2 (dua), yaitu
persangkaan Hakim dan persangkaan undang-undang.
Alat bukti pengakuan diatur dalam Pasal 174- Pasal
176 HIR. Pengakuan adalah keterangan yang membenarkan
peristiwa, hak atau hubungan hukum yang dajukan oleh pihak
lawan. Pengakuan terdiri dari tiga macam, yaitu :
(1) pengakuan murni, yaitu pengakuan yang sifatnya
sederhana dan sesuai dengan tuntutan phak lawan;
(2) pengakuan dengan kualifikasi, pengakuan yang diserta
dengan sangkalan terhadap sebagian tuntutan pihak lawan;
dan
(3) pengakuan dengan klausula, pengakuan yang disertai
keterangan tambahan yang bersifat membebaskan.
Pengakuan yang diucapkan dimuka pengadilan
mempunyai kekuatan pembuktian sempurna baik orang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
memberikan pengakuan. Kekuatan bukti sempurna pada
pengakuan sebenarnya tidaklah mutlak, sebab sebagaimanapun
keyakinan Hakim menilai benar tidaknya pengakuan Tergugat,
tidak boleh diabaikan (Abdulkadir Muhammad, 2008 : 149).
Bukti sumpah diatur dalam Pasal 155, Pasal 156, Pasal
157, Pasal 177 HIR. Sumpah adalah pernyataan yang khidmat
yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau
keterangan dengan mengingat akan sifat Mahakuasa dari
Tuhan dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau
janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya (Sudikno
Mertokusumo, 2006 : 187).
Sumpah diajukan apabila bukti-bukti lain tidak
meyakinkan dan merupakan upaya untuk mengakhiri sengketa.
Sumpah dapat terdiri dari (Harjono, 2010 : 19) :
(1) sumpah Promisoir, sumpah yang isinya adalah suatu janji
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu;
(2) sumpah Confirmatoir, sumpah yang berisi peneguhan
bahwa sesuatu itu benar atau tidak;
(3) sumpah Supletoir, sumpah yang dibebankan oleh Hakim
kepada salah satu pihak jika pembuktian yang ada tidak
meyakinkan; dan
(4) sumpah Decisoir, sumpah yang dibebankan oleh salah satu
pihak kepada pihak lawan karena sama sekali tidak ada
alat bukti jika ada, alat buktinya lemah.
Macam-macam alat bukti selain yang diatur dalam
Pasal 164 HIR, terdapat pula alat bukti yang diatur secara
terpisah yang diatur dalam Pasal 153 HIR tentang alat bukti
pemeriksaan ditempat dan Pasal 154 HIR yang mengatur
tentang alat bukti keterangan ahli.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Keterangan ahli adalah keterangan pihak ketiga yang
objektif dan bertujuan untuk membantu Hakim dalam
pemeriksaan guna menambah pengetahuan Hakim sendiri.
Pada umumnya Hakim menggunakan keterangan seorang ahli
agar memperoleh pengetahuan lebih mendalam tentang sesuatu
yang hanya dimiliki oleh seorang ahli tertentu (Sudikno
Mertokusumo, 2006 : 196).
Pentingnya suatu alat bukti saksi ahli juga diungkapkan
dalam sebuah jurnal oleh Liz Heffernan,
“The law has long recognised that where litigation
touches upon matters calling for special knowledge or
expertise, the finder of fact, whether judge, may be poorly
equipped to draw accurate inferences from the facts
presented. The assistance of one or more experts, qualified
to locate the facts in a meaningful context, may be
indispensable to the proper resolution of the case. Such
experts are drawn from all walks of life and, in the context
of tort actions, include doctors, engineers, actuaries and
accountants. The conTbution of the expert to legal
proceedings is proffered in the form of testimony. Like any
other witness, the expert is called by a party to testify at
Tal, is administered the oath or affirmation and is subject
to examination and cross-examination” (Liz Heffernan,
2006 : 142).
Pemikiran tersebut menjelaskan bahwa sebenarnya
yang terjadi pada kenyataannya bahwa hukum telah lama
mengakui bahwa di mana litigasi menyentuh pada hal
menyerukan pengetahuan khusus atau keahlian, pencari fakta.
Hakim mungkin kurang dapat untuk menarik kesimpulan yang
akurat dari fakta-fakta yang disajikan. Bantuan dari satu atau
lebih ahli, memenuhi syarat untuk menemukan fakta-fakta
dalam konteks bermakna, mungkin sangat diperlukan untuk
resolusi yang tepat kasus ini. Ahli tersebut diambil dari semua
lapisan masyarakat dan, dalam konteks tindakan melawan
hukum, termasuk dokter, insinyur, aktuaris dan akuntan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Kontribusi ahli untuk hukum proses yang disodorkan dalam
bentuk kesaksian. Seperti saksi yang lain, ahli untuk bersaksi
di pengadilan juga diberikan sumpah atau janji dan tunduk
pada pemeriksaan.
f) Konklusi
Konklusi merupakan kesimpulan-kesimpulan yang
dibuat oleh masing-masing pihak sesudah terjadinya jawab
menjawab dari pembuktian, sehingga akhirnya dapat diambil
suatu kesimpulan. Konklusi bukan merupakan suatu
keharusan, melainkan sudah menjadi kebiasaan dalam praktek
peradilan dan HIR pun tidak mengaturnya
Konklusi diharapkan mempermudah Hakim untuk
mengambil keputusan terhadap perkara yang sedang diperiksa,
asal saja konklusi tersebut disusun secara jujur dan benar.
g) Putusan
Putusan Hakim adalah suatu pernyataan oleh Hakim,
sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu,
diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau
menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak
(Sudikno Mertokusumo, 2006 : 210).
Konsep dari sebuah putusan itu sendiri haruslah
diucapkan di muka persidangan oleh Hakim, jika pembacaan
putusan tidak dibacakan di muka persidangan yang terbuka
untuk umum maka putusan tersebut tidak memiliki kekuatan
hukum sebagai putusan. Menurut sifatnya, putusan Hakim
terbagi 3 (tiga) macam, yaitu (M. Nur Rasaid, 2003 : 49) :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
(1) putusan Declaratoir : putusan bersifat menerangkan,
menegaskan, suatu keadaan hukum semata-mata;
(2) putusan Constitutif : putusan yang menimbulkan suatu
keadaan hukum yang baru
(3) putusan Condemanatoir : putusan yang menetapkan
bagaimana hubungannya suatu keadaan hukum disertai
dengan penetapan penghukuman kepada salah satu pihak.
Putusan Hakim mempunyai kekuatan mengikat bagi
para pihak yang berperkara dan berkekuatan pembuktian yang
berarti bahwa dengan adanya putusan telah diperoleh suatu
kepastian tentang sesuatu, serta kekuatan eksekutorial yaitu
kekuatan untuk dilaksanakannya apa yang ditetapkan dalam
putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara (Sudikno
Mertokusumo, 2006 : 247).
2. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian
b. Pengertian Pembuktian
Hukum pembuktian (law evidence) merupakan suatu bagian yang
sangat kompleks di dalam suatu perkara, karena pembuktian berkaitan
dengan kemampuan merekontruksi kejadian dimasa lalu sebagai
kebenaran. Pembuktian hanya ada jika terjadi suatu perkara, dan
pengadilan yang bertugas untuk menetapkan siapa yang berhak atau siapa
yang salah. Hal seperti itu akan menjelaskan tentang kedudukan
hukumnya. Sebelum sampai ada tindakan yang menjelaskan tentang
kedudukan hukum, pengadilan telah menerima dalil-dalil yang
dikemukakan para pihak yang menjadi dasar pengadilan menarik
kesimpulan akhir yang dituangkan dalam keputusan pengadilan. Sebelum
kesimpulan akhir dituangkan dalam keputusan, pengadilan harus terikat
pada aturan-aturan pembuktian yang disebut dengan hukum pembuktian,
oleh karena itu Hakim tidak boleh hanya bersandar pada keyakinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
belaka, akan tetapi harus pula disandarkan pada dalil-dalil yang
dikemukakan para pihak yang bersengketa (Teguh Samudra, 2007 : 254).
Selain itu adapun beberapa pengertian pembuktian dari para ahli adalah
sebagai berikut :
1) Sudikno Mertokusumo
Membuktikan adalah mengajukan fakta-fakta untuk memberikan
kepastian kepada Hakim tentang kebenaran dari suatu peristiwa
(Sudikno Mertokusumo, 2006 : 134).
2) Subekti
Membuktikan adalah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil
atau dalil-dalil yang dikemukakan di muka sidang dalam suatu
persengketaan (Subekti, 1989 : 78).
3) Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata
Membuktikan adalah suatu cara untuk meyakinkan Hakim akan
kebenaran dalil-dalil yang dipergunakan untuk menyanggah
tentang kebenaran dalil-dalil yang telah dikemukakan oleh pihak
lawan (Retno Wulan dan Iskandar Oeripkartawinata, 2002 : 54).
4) M. Nur Rasaid
Pembuktian adalah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil-
dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan (M. Nur
Rasaid, 2003 :36).
5) Suyling
Menurut Suyling yang dikutip di dalam buku Harjono pembuktian
secara yuridis tidak hanya berarti memberikan kepastian kepada
Hakim, tetapi juga berarti terjadinya peristiwa yang tidak
tergantung pada tindakan para pihak (persangkaan) dan tidak
tergantung pada keyakinan Hakim (Harjono, 2010:1).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
6) Eggens
Menurut Eggens yang dikutip di dalam buku Harjono
membuktikan berarti menetapkan peristiwa hukum dalam arti luas
juga menetapkan hubungan hukum (Harjono, 2010 :1).
7) Anema
Menurut Anema yang dikutip di dalam buku Harjono membuktikan
berarti memberi kepastian kepada Hakim tentang peristiwa-
peristiwa hukum dengan alat-alat tertentu untuk dapat
mengabulkan akibat hukum yang dihubungkan dengan peristiwa-
peristiwa itu dengan hukum (Harjono, 2010 :1).
8) Nyoman Nurjaya
Menurut Nyoman yang mengutip pendapat Edward W Clearly
yang kemudian dikutip di dalam buku Harjono “The Law of
evidence is the system of rules and standards by wich the admission
of proof at the Tal of lawsuit is regulated” (Harjono, 2010 :1).
Yang dimaksudkan disini bahwa hukum pembuktian adalah sistem
dari aturan dan pedoman yang mana pengajuan alat bukti di
Pengadilan di atur.
Tahap pembuktian sangat mempengaruhi dan menjadi kunci
pokok jalannya pemeriksaan perkara dalam suatu persidangan.
Membuktikan mengandung beberapa pengertian, yaitu (Sudikno
Mertokusumo, 2006 : 60):
1) membuktikan dalam arti logis, berarti memberikan kepastian yang
bersifat mutlak karena berlaku bagi setiap orang dan tidak
memungkinkan adanya bukti lawan baik Penggugat maupun
Tergugat.
2) membuktikan dalam arti konvensional, berarti memberikan kepastian
yang bersifat relative yang memiliki tingkatan-tingkatan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
a) kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka, yang bersifat
intuitif yang disebut conviction intime.
b) kepastian yang didasarkan pertimbangan akal, yang disebut
conviction rasional.
3) membuktikan dalam hukum acara memiliki arti luas, berarti
memberikan dasar-dasar yang cukup kepada Hakim yang memeriksa
perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang
kebenaran peristiwa yang diajukan dengan kata lain meyakinkan
Hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang diutarakan dalam
persengketaan.
b. Prinsip Hukum Pembuktian Perdata
Prinsip-prinsip dalam hukum pembuktian adalah landasan
penerapan pembuktian. Semua pihak, termasuk Hakim harus berpegang
pada patokan yang ditentukan. Prinsip-prinsip pembuktian tetsebut ialah :
1) Pembuktian Mencari dan Mewujudkan Kebenaran Formil
Sistem pembuktian yang dianut hukum acara perdata, tidak
bersifat stelsel negatif menurut undang-undang ( negatief wettelijk
stelsel ), seperti dalam proses pemeriksaan pidana yang menuntut
pencarian kebenaran. Kebenaran yang dicari dan diwujudkan dalam
proses peradilan pidana, selain berdasarkan alat bukti yang sah dan
mencapai batas minimal pembuktian, kebenaran itu harus diyakini
Hakim. Prinsip inilah yang disebut beyond reasonable
doubt. Kebenaran yang diwujudkan benar-benar berdasarkan bukti-
bukti yang tidak meragukan, sehingga kebenaran itu dianggap
bernilai sebagai kebenaran hakiki (Subekti R, 1998 : 9).
Sistem Pembuktian tersebut diatur dalam Pasal 183
KUHAP namun tidak demikian dalam proses peradilan perdata,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
kebenaran yang dicari dan diwujudkan Hakim cukup kebenaran
formil ( formeel waarheid ). Pada dasarnya tidak dilarang
pengadilan perdata mencari dan menemukan kebenaran materiil.
Akan tetapi bila kebenaran materiil tidak ditemukan, Hakim
dibenarkan hukum mengambil putusan berdasarkan kebenaran
formil (M. Yahya Harahap, 2010 : 498).
2) Pengakuan Mengakhiri Pemeriksaan Perkara
Pada prinsipnya, pemeriksaan perkara sudah berakhir
apabila salah satu pihak memberikan pengakuan yang bersifat
menyeluruh terhadap materi pokok perkara. Apabila Tergugat
mengakui secara murni dan bulat atas materi pokok yang didalilkan
Penggugat, dianggap perkara yang disengketakan telah selesai,
karena dengan pengakuan itu telah dipastikan dan diselesaikan
hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. Begitu juga
sebaliknya, kalau Penggugat membenarkan dan mengakui dalil
bantahan yang diajukan Tergugat, berarti sudah dapat dipastikan
dan dibuktikan gugatan yang diajukan Penggugat sama sekali tidak
benar (Atiansya Chandra. Prinsip Hukum Pembuktian (Perdata).
http://id.shvoong.com/law-and-politics/evidence/2178708-prinsip-
hukum-pembuktian-perdata /#ixzz1coRFJhPw).
Jika didekati dari ajaran pasif, meskipun Hakim mengetahui
dan yakin pengakuan itu bohong atau berlawanan dengan
kebenaran, Hakim harus menerima pengakuan itu sebagai fakta dan
kebenaran. Oleh karena itu, Hakim harus mengakhiri pemeriksaan
karena dengan pengakuan tersebut materi pokok perkara dianggap
telah selesai secara tuntas (M. Yahya Harahap, 2010 : 505).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
3) Fakta-fakta yang Tidak Perlu Dibuktikan
Tidak semua fakta harus dibuktikan, fokus pembuktian
ditujukan pada kejadian atau peristiwa hubungan hukum yang
menjadi pokok persengketaan sesuai dengan yang didalilkan dalam
fundamentum petendi gugatan pada satu segi dan apa yang
disangkal pihak lawan pada sisi lain (M. Yahya Harahap, 2010 :
508).
4) Bukti Lawan ( Tegenbewijs )
Salah satu prinsip dalam hukum pembuktian yaitu memberi
hak kepada pihak lawan mengajukan bukti lawan.
Pasal 1918 KUHPerdata menyatakan : “Suatu putusan Hakim yang
telah memperoleh kekuatan mutlak, dengan mana seorang telah
dijatuhkan hukuman karena suatu kejahatan maupun pelanggaran,
di dalam suatu perkara perdata dapat diterima sebagai suatu bukti
tentang perbuatan yang telah dilakukan, kecuali jika dapat
dibuktikan sebaliknya.” Dengan kata lain, Pasal 1918 KUHPerdata
ini memberi hak kepada pihak lawan untuk mengajukan
pembuktian sebaliknya terhadap pembuktian yang melekat pada
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Pembuktian sebaliknya itulah yang dimaksud dengan bukti lawan
atau tegenbewijs.
Dalam teori maupun praktek bukti lawan selalu dikaitkan
dengan pihak Tergugat, oleh karena itu bukti lawan selalu diartikan
sebagai bukti penyangkal (contra-enquete) yang diajukan dan
disampaikan oleh Tergugat di persidangan untuk melumpuhkan
pembuktian yang dikemukakan pihak lawan (Atiansya Chandra.
Prinsip Hukum Pembuktian (Perdata). http://id.shvoong.com/law-
and-politics/evidence/2178708-prinsip-hukum-pembuktianperdata/#ixzz1
coRFJhPw). Adapun tujuan utama pengajuan bukti lawan selain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
untuk membantah dan melumpuhkan kebenaran pihak lawan, juga
dimaksudkan untuk meruntuhkan penilaian Hakim atas kebenaran
pembuktian yang diajukan pihak lawan tersebut.
c. Asas Pembuktian
Asas-asas dalam pembuktian berkaitan erat dengan hukum
sebagai satu sistem, suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian
pokok dalam puncak pemeriksaan dalam perkara perdata yang dipimpin
oleh Majelis Hakim (Achmad Ali & Djohari Santoso, 1982 : 4). Asas ini
memberikan pedoman Hakim dalam melaksanakan pembuktian. Asas itu
antara lain :
1) asas actori incumbit probation artinya barangsiapa yang menyatakan
suatu hak atau menyebutkan peristiwa untuk meneguhkan haknya
atau untuk membantah hak orang lain, maka ia harus
membuktikannya;
2) asas audi et alteram partem artinya para pihak mempunyai
kesempatan yang sama dalam mengajukan dan menanggapi bukti;
3) asas ultra petita artinya seorang Hakim tidak boleh membebankan
pembuktian lebih atau diluar apa yang dituntut;
4) asas ius curia novit artinya Hakim dianggap tahu akan hukumnya;
5) asas negative non sunt probanda artinya sesuatu yang bersifat
negative (tidak) atau mustahil tidak dapat dibuktikan;
6) asas nemo testis indoneus in propia causa artinya seseorang tidak
dapat menjadi saksi dalam perkaranya sendiri;
7) asas nemo plus juris transferre potest quam ipsehabet artinya
seseorang tidak mungkin mengalihkan melebihi apa yang menjadi
haknya;
8) asas similia sililibus atinya perkara yang memiliki pembuktian yang
sama, diputus dengan putusan yang sama;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
9) asas testimonium de auditu artinya kesaksian yang berasal dari orang
lain tidak dapat dijadikan bukti; dan
10) asas unus testis nullus testis artinya satu saksi bukan merupakan
saksi.
d. Teori Beban Pembuktian
Pasal 163 HIR atau Pasal 283 RBg mengatur perihal beban
pembuktian yang menyebutkan bahwa setiap orang yang mendalilkan
bahwa ia mempunyai suatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri
maupun membantah hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa
diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut (R. Subekti,
1989 : 80). Memang dalam hal pembuktian apabila salah satu pihak yang
diberi kewajiban Hakim untuk membuktikan sesuatu hal ternyata tidak
dapat membuktikan maka kepadanya dapat dikalahkan. Hal ini
dimaksudkan untuk menjamin kepentingan para pihak yang berperkara
agar jangan sampai dirugikan. Selain itu tidak lain juga karena untuk
memenuhi syarat keadilan, agar resiko dalam beban pembuktian tidak
berat sebelah (Sudikno Mertokusumo, 2006 : 95). Membuktikan
mengandung arti tentang:
1) apa yang harus dibuktikan
2) siapa yang harus membuktikan (beban pembuktian)
3) tentang cara membuktikannya.
Pembuktian dilakukan oleh para pihak dan bukan oleh Hakim,
tapi Hakimlah yang memerintahkan kepada para pihak untuk
mengajukan alat-alat buktinya. Hakim membebani para pihak dengan
pembuktian. Ada beberapa teori tentang beban pembuktian yang menjadi
pedoman bagi Hakim (Damanik. Pembuktian Dalam Hukum Acara
Perdata.
http://www.google.co.id/search?q=kekuatan+pembuktian+perdata&hl=id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
&gbv=2&prmd=imvns&ei=F8m0TrejMo6nrAe56_XFCA&start=10&sa
=N&biw=1366&bih=599 ) antara lain:
1) teori hukum subyektif ( teori hak )
Teori ini menetapkan bahwa barangsiapa yang mengaku atau
mengemukakan suatu hak maka yang bersangkutan harus
membuktikannya.
2) teori hukum objektif
Teori ini mengajarkan bahwa seorang Hakim harus melaksanakan
peraturan hukum atas fakta-fakta untuk menemukan kebenaran
peristiwa yang diajukan kepadanya.
3) teori hukum acara dan Teori kelayakan
Kedua teori ini bermuara pada hasil yang sama yakni Hakim
seyogianya berdasarkan kepatutan membagi beban pembuktian. Asas
audi et alteram partem atau juga asas kedudukan prosesuil yang
sama dari para pihak dimuka Hakim merupakan asas pembagian
beban pembuktian menurut teori ini. Hakim harus membagi beban
pembuktian berdasarkan kesamaan kedudukan para pihak, dengan
demikian Hakim harus memberi beban kepada kedua belah pihak
secara seimbang dan adil sehingga kemungkinan menang antara para
pihak adalah sama.
Sepanjang undang-undang tidak mengatur sebaliknya, Hakim
bebas untuk menilai pembuktian. Jadi yang berwenang menilai
pembuktian yang tidak lain merupakan penilaian suatu kenyataan adalah
Hakim, dan hanya judex facti. Terdapat 3 ( tiga ) buah teori bagi Hakim
di dalam menilai alat bukti yang diajukan oleh para pihak (Hari
Sasangka, 2005 : 23):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
1) teori pembuktian bebas
Teori ini menghendaki kebebasan yang seluas-luasnya bagi Hakim,
di dalam menilai alat bukti. Hakim tidak terikat oleh suatu
ketentuan hukum, atau setidak-tidaknya ikatan-ikatan oleh
ketentuan hukum harus dibatasi seminimum mungkin.
Menghendaki kebebasan yang luas berarti menaruh kepercayaan
atas Hakim untuk bersikap penuh rasa tanggung jawab, jujur, tidak
memihak, bertindak dengan keahlian dan tidak terpengaruh oleh
apapun dan oleh siapapun.
2) teori pembuktian negatif
Teori ini menginginkan adanya ketentuan-ketentuan yang
mengikat, yang bersifat negatif. Ketentuan tersebut membatasi
Hakim dengan larangan untuk melakukan sesuatu yang
berhubungan dengan pembuktian, dimana Hakim dilarang dengan
pengecualian.
3) teori pembuktian positif
Selain adanya suatu larangan, teori ini juga menghendaki adanya
perintah kepada Hakim. Disini Hakim diwajikan, tetapi dengan
syarat sesuai dengan Pasal 285 RBg atau 165 HIR, Pasal 1870
KUHPerdata.
Pasal 285 RBg atau 165 HIR : “Akta otentik, yaitu suatu
surat yang dibuat menurut ketentuan undang-undang oleh atau di
hadapan pejabat umum yang berkuasa untuk membuat surat itu,
memberikan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli
warisnya dan sekalian orang yang mendapat hak daripadanya,
tentang segala hal yang tersebut di dalam surat itu, dan juga tentang
yang tercantum dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja, tetapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
yang tersebut kemudian itu hanya sekedar diberitahukan itu
langsung berhubung dengan pokok yang disebutkan dalam akta
tersebut.”
Pasal 1870 KUHPerdata : “Suatu akta otentik memberikan
di antara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-
orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna
tentang apa yang dimuat didalamnya.”
e. Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Perkara Perdata
Setiap alat bukti yang diajukan dalam sengketa perkara
perdata memiliki suatu kekuatan sebagai alat bukti yang berbeda satu
sama lain. Untuk lebih memperjelas kekuatan alat bukti dalam hukum
perdata maka dapat disimak pada tabel berikut (Harjono, 2010 : 7) :
Tabel 1. Kekuatan Alat Bukti dalam Hukum Perdata
Alat
Bukti
Uraian Penjelasan Kekuatan
Pembuktian
Surat Dapat berupa akta dan bukan
akta. Akta terdiri dari akta
otentik dan akta bawah tangan
Akta otentik terdiri dari akta
ambtelijk dan akta partij
Akta adalah surat yang sengaja
dibuat untuk bukti
Bukan akta adalah surat/tulisan
yang tidak dimaksudkan untuk
bukti
Akta otentik adalah akta yang
dibuat oleh dan dihadapan
pejabat yang berwenang untuk
itu
Akta bawah tangan adalah akta
Akta otentik
kekuatan
buktinya
lengkap dan
sempurna
Akta bawah
tangan
kekuatan
buktinya
tergantung
diakui tidaknya
tanda tangan
pada akta
tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
yang dibuat sendiri oleh para
pihak
Saksi Pada dasarnya setiap orang
dapat menjadi saksi
Tidak bisa menjadi saksi tidak
mampu mutlak,
Tidak mampu relatif hak
mengundurkan diri
Kewajiban saksi:
- Menghadiri sidang
- Mengucapkan sumpah
- Memberikan keterangan
Syarat saksi:
- Dewasa
- Tidak ada hubungan
darah/ pekerjaan
Kesaksian dianggap sebagai
bukti
a. Melihat, mengetahui,
mendengar, melakukan
sendiri
b. Dapat menjelaskan
kesaksiannya
c. Tidak berupa
kesimpulan/ pendapat
d. Testimonium de auditu
e. Unus testis nullus testis
Merupakan
bukti bebas
Pengakuan Pernyataan membenarkan
sebagian/seluruh dalil pihak
lawan. Ada pengakuan di dalam
Pengakuan di
dalam sidang,
kekuatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
dan di luar sidang
Macam pengakuan
- Pengakuan murni
- Pengakuan dengan
kualifikasi
- Pengakuan dengan
klausula
Berlaku asas Onsplitbare aveau
buktinya
lengkap dan
menentukan
Pengakuan di
luar sidang
merupakan
bukti bebas
Persangka
an
Kesimpulan yang ditarik oleh
UU atau Hakim dari peristiwa
yang terang kearah peristiwa
yang belum jelas
Ada 2 macam:
- Persangkaan
Hakim/kenyataan
- Persangkaan
hukum/undang-undang
Ada jurisprudensi tetap tentang
zinah
Pasal 633, Pasal 1394, Pasal
1769 KUHPerdata
Merupakan
bukti bebas
Sumpah Ada 2 macam:
- Promossoir
- Confirmatoir
Sumpah Confirmatoir:
- Suppletoir
- Decisoir
Sumpah Suppletoir
Sumpah
Suppletoir
merupakan
bukti sempurna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
- Ada bukti permulaan
- Diperintah oleh Hakim
- Tidak dapat dikembalikan
kepada lawan
Sumpah Decisoir :
- Sama sekali tidak ada
bukti permulaan
- Dibebankan oleh salah
satu pihak kepada lawannya
- Dapat dikembalikan
Sumpah
Decisoir
merupakan
bukti
menentukan
Saksi ahli Dapat diajukan oleh Hakim/
para pihak
Keterangan diberikan secara
lisan/ tertulis dibawah sumpah
Kedudukannya dapat digantikan
oleh ahli yang sama
Saksi ahli memberikan
pendapat/ kesimpulan
Satu ahli dianggap cukup untuk
didengar mengenai satu
peristiwa
Mempunyai keahlian dibidang
yang disengketakan
Merupakan
bukti bebas
Pemeriksa
an
ditempat/
descente
Hakim pemeriksa perkara
melihat langsung ke objek
sengketa di lapangan
Plaatzeleijke Onderzook : bisa
atas permintaan para pihak atau
atas inisiatif Hakim
Merupakan
bukti bebas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
3. Tinjauan Umum Tentang Alat Bukti Pemeriksaan di Tempat
Hakim terutama pada Pengadilan Negeri sebagai judex facti harus
memeriksa fakta-fakta dari suatu perkara dengan sebaik-baiknya, sehingga ia
mengetahui dengan jelas segala seluk beluknya, dengan itu ia akan dapat
mempertimbangkan sebaik-baiknya dan memberikan putusan yang seadil-
adilnya, menurut peraturan hukum yang berlaku. Akan tetapi, untuk
mengetahui dengan jelas segala seluk-beluk suatu perkara kadang kala
bukanlah merupakan hal yang mudah, apalagi bila keterangan yang
disampaikan pihak-pihak yang berperkara bertentangan satu sama lain. Selain
itu, terhadap satu keadaan kadang kala tidak bisa atau tidak begitu mudah
dijelaskan secara lisan ataupun tulisan, bahkan dengan gambar atau sketsa
sekalipun, sedangkan untuk membawa objek yang ingin dijelaskan tersebut
ke depan persidangan tidak mungkin, misalnya benda-benda tetap. Dalam
keadaan yang demikian maka untuk mengetahui keadaan-keadaan atau fakta-
fakta dari perkara tersebut dengan sebaik-baiknya perlu dilakukan
pemeriksaan ditempat.
Pemeriksaan ditempat mempunyai makna yang penting sebenarnya
baik untuk pihak-pihak yang berperkara mapun untuk Hakim sebagai
eksekutor dalam sebuah perkara perdata. Bagi para pihak, dengan Hakim
melihat sendiri keadaan sebenarnya, maka diharapkan putusan yang
dijatuhkan akan adil bagi kedua belah pihak. Dengan melakukan pemeriksaan
ditempat Hakim dapat melihat atau mengetahui secara langsung bagaimana
keadaan atau fakta-fakta dari suatu perkara.
Pemeriksaan ditempat dapat dilakukan dengan adanya alasan (Hari
Sasangka, 2005 : 129) :
a. selisih atau perbedaan batas-batas tanah yang disengketakan oleh
Penggugat maupun Tergugat;
b. letak suatu bangunan yang disengketakan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
c. barang-barang yang sangat besar dan terletak di suatu tempat atau suatu
bangunan, yang sulit di bawa ke depan persidangan; dan
d. suatu kerugian yang timbul akibat perbuatan salah satu pihak terhadap
suatu bangunan.
Keadaan-keadaan tersebut tentu saja tidak dapat diketahui dalam
sidang pengadilan kecuali diadakan pemeriksaan ditempat terhadap barang-
barang tersebut. Jadi, yang dimaksud dengan pemeriksaan ditempat adalah
pemeriksaan mengenai fakta-fakta atau keadaan-keadaan suatu perkara yang
dilakukan Hakim karena jabatannya di tempat objek perkara perdata.
Pemeriksaan ditempat diatur dalam Pasal 180 RBg atau 153 HIR, yaitu :
a. jika ditimbang perlu atau ada faedahnya, maka ketua boleh mengangkat
satu atau dua orang komisaris daripada dewan itu, yang dengan bantuan
panitera Pengadilan Negeri akan melihat keadaan tempat atau menjalankan
pemeriksaan di tempat itu, yang dapat menjadi keterangan bagi Hakim.
b. panitera Pengadilan hendaklah membuat proses-perbal atau berita acara
tentang pekerjaan itu dan hasilnya perlu ditandatangani.
Selain diatur di dalam Pasal 153 HIR, pemeriksaan di tempat juga terdapat
pengaturannya di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun
2001 tentang Pemeriksaan setempat. Pemeriksaan ditempat pengaturannya
tidak ditetapkan dalam Pasal 284 RBg atau 164 HIR, akan tetapi pemeriksaan
di tempat sesungguhnya juga merupakan alat bukti karena pemeriksaan di
tempat disamakan dengan penglihatan Hakim atau penyaksian Hakim yang
dapat dipakai sebagai pengetahuannya sendiri dalam usaha pembuktian yang
kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada Hakim, sebab pemeriksaan di
tempat tersebut dilakukan dalam upaya agar Hakim memperoleh kepastian
tentang peristiwa yang menjadi sengketa.
Pemeriksaan ditempat dalam prakteknya dilakukan oleh Hakim ketua
sidang, Hakim anggota, dan panitera pengganti serta dihadiri oleh pihak-
pihak yang berperkara. Jika dipandang perlu pemeriksaan di tempat dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
dilakukan dengan mengikutsertakan aparat keamanan (polisi), dan para
teknisi seperti juru ukur dan juru gambar dari Kantor Agraria untuk
membantu demi kelancaran pemeriksaan setempat tersebut. Dan apabila letak
barang-barang yang hendak diperiksa tersebut di luar wilayah hukum dari
pengadilan yang menangani perkaranya, kewenangan tersebut dilimpahkan
kepada Hakim yang wilayah hukumnya meliputi tanah, bangunan atau barang
sengketa tersebut. Seorang juru sita (wakil) yang ditunjuk secara sah oleh
Hakim Pengadilan Negeri untuk melakukan pemeriksaan ditempat,
berwenang penuh untuk melakukan perintah tersebut dan hasil
pemeriksaannya dapat menjadi keterangan bagi Hakim yang bersangkutan
dalam pemeriksaan dan pemutusan perkara yang dihadapinya (Damanik.
Pembuktian Dalam Hukum Acara Perdata.
http://www.google.co.id/search?q=kekuatan+pembuktian+perdata&hl=id&gb
v=2&prmd=imvns&ei=F8m0TrejMo6nrAe56_XFCA&start=10&sa=N&biw
=1366&bih=599).
Pemeriksaan di tempat mempunyai makna Hakim atas permintaan
para pihak atau karena jabatan memandang perlu diadakan pemeriksaan di
tempat, maka dengan surat putusan dapat diperintahkan agar seseorang atau
lebih para anggota yang duduk dalam majelis, disertai oleh panitera, datang di
tempat yang harus diperiksa untuk menilai keadaan setempat (Ropauan
Rambe, 2003 : 50). Dalam pemeriksaan di tempat, hakim berkedudukan
sebagai pelaksana pemeriksaan, walaupun pada dasarnya hakim dapat
mengangkat seorang atau dua orang dari majelis yang mana mereka memiliki
tugas melihat keadaan yang sebenarnya di lapangan. Akan tetapi hakim akan
lebih yakin tentunya jika hakim dapat melihat sendiri keadaan yang
sebenarnya terjadi, sebab fungsi dari pemeriksaan di tempat tersebut
merupakan alat bukti yang bebas. Artinya kekuatan pembuktiannya
diserahkan kepada hakim. Semua yang akan dijadikan alat bukti tidak
seluruhnya dapat dihadirkan dimuka persidangan, seperti halnya dalam kasus
sengketa tanah yang objeknya tanah. Akan sulit kiranya kalau mau membawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
objek dari luar pengadilan ke pengadilan, dengan demikian maka akan
dilakukan pemeriksaan di tempat (Descente). Pemeriksaan di tempat bukan
dilakukan oleh Hakim secara pribadi, melainkan dilakukan karena jabatannya
yang dilakukan jika dianggap perlu dan berguna bagi pemeriksaan suatu
perkara. Meskipun pemeriksaan di tempat ini dilakukan Hakim karena
jabatannya, namun pihak-pihak yang berperkara dapat memohon agar
pemeriksaan di tempat tersebut dilakukan, tetapi yang menentukan tetap
Hakim ketua sidang pengadilan.
Tujuan dari diadakannya pemeriksaan di tempat ialah agar Hakim
memperoleh kepastian tentang peristiwa yang menjadi sengketa, maka fungsi
pemeriksaan di tempat pada hakekatnya adalah sebagai alat bukti dan
kekuatan pembuktiannya diserahkan pada pertimbangan Hakim (Sudikno
Mertokusumo, 2006 : 19)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
C. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Gugatan
Pengadilan Negeri yang
berwenang
(Pengadilan Negeri
Surakarta)
Proses Pemeriksaan :
- Mediasi
- Pembacaan Gugatan
- Jawaban Gugatan
- Replik Penggugat
- Duplik Penggugat
- Pembuktian
Pembuktian
Pasal 153 HIR
Pemeriksaan Ditempat
1. Prosedur Pengajuan
2. Cara Pelaksanaan
3. Kekuatan
Pembuktian
Pasal 164 HIR
- Bukti Surat/
tulisan
- Bukti Saksi
- Pengakuan
- Persangkaan
- Sumpah
Putusan
(Nomor:72/Pdt.G/2008/PN.Ska)
Pasal 154 HIR
Keterangan
Ahli
Sengketa Perdata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Keterangan:
Dalam kehidupan bermasyarakat pastinya sering terdapat suatu
sengketa dan apabila suatu sengketa tersebut telah diajukan ke Pengadilan
maka akan dilakukan suatu pemeriksaan dan penyelesaian oleh majelis
Hakim. Dalam hal ini jika terjadi suatu sengketa perdata, maka Pengadilan
Negeri yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa perdata
tersebut.
Pemeriksaan sengketa perdata tersebut di mulai sejak dilakukannya
pendaftaran gugatan oleh para pihak yang bersengketa Pengadilan Negeri.
Pemeriksaan sengketa tersebut melalui berbagai tahapan proses yang pada
dasarnya proses pembuktian menjadi bagian penting dalam pemeriksaan
sengketa perdata tersebut, dimana pembuktian dilakukan sebagai salah
satu cara untuk memperoleh kebenaran suatu peristiwa berdasar fakta-
fakta yang ada di persidangan.
Alat bukti yang digunakan dalam sengketa perdata diatur di dalam
Pasal 164 HIR, yaitu : bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan,
dan sumpah. Akan tetapi terdapat juga bukti lain yang tercantum didalam
Pasal 153 HIR atau 180 RBg yaitu tentang alat bukti pemeriksaan
ditempat, dan Pasal 154 HIR atau 181 RBg yaitu tentang keterangan ahli.
Pemeriksaan di tempat diatur tersendiri, dan tidak termasuk dalam
Pasal 164 HIR. Akan tetapi pada dasarnya pemeriksaan di tempat juga
merupakan alat bukti dalam sengketa perdata. Pemeriksaan memiliki
karakteristik tersendiri tentang prosedur pengajuan alat buktinya, cara
pelaksanaan pemeriksaan alat buktinya dan juga tentang kekuatan alat
bukti pemeriksaan ditempat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menggunakan tehnik
wawancara dengan Bapak Bintoro Widodo, S.H. selaku Hakim di Pengadilan
Negeri Surakarta dan Bapak M. Ali Fardoni, S.H., M.H. selaku Panitera Sekretaris
di Pengadilan Negeri Surakarta yang berkompeten dengan pemeriksaan di tempat
dan membaca berkas perkara yaitu berita acara pemeriksaan di tempat dan
putusan nomor : 72/Pdt.G/2008/PN.Ska mengenai pemeriksaan di tempat sebagai
alat bukti dalam pemeriksaan sengketa di Pengadilan Negeri Surakarta, maka
akan di uraikan hal-hal sebagaimana yang termuat dalam rumusan masalah.
Dalam penelitian ini selain data yang diperoleh melalui wawancara penulis
juga mengambil data dari berkas perkara, yaitu putusan dengan Nomor :
72/Pdt.G/2008/PN.Ska. Data- data yang diperoleh dari putusan tersebut sebagai
hasil penelitian akan disajikan dan di analisis yang meliputi :
1. Nomor Putusan
2. Identitas Para Pihak
3. Duduk Perkara
4. Proses Pemeriksaan Perkara dengan Alat Bukti Pemeriksaan Di Tempat
5. Pertimbangan Hukum
6. Amar Putusan
Adapun data dari kasus yang pertama adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
1. Nomor Perkara
Berkas perkara yang digunakan oleh penulis adalah putusan perkara
perdata di Pengadilan Negeri Surakarta yang didalamnya terdapat alat bukti
yang menggunakan pemeriksaan di tempat, yaitu Putusan Nomor :
72/Pdt.G/2008/PN.Ska
2. Identitas Para Pihak
Penggugat :
a. PENGGUGAT I
Nama : Ng
Alamat : Brojodipan, RT. 01 RW. 04, Kelurahan
makamhaji, Kecamatan Kartasura, Kabupaten
Sukoharjo.
b. PENGGUGAT II
Nama : AB
Alamat : Alas Malang, RT. 01 RW. 17, Kelurahan
Winong, Kecamatan dan Kabupaten Boyolali.
c. PENGGUGAT III
Nama : D
Alamat : Tegal jeruk, RT. 02 RW. 04, Kelurahan
Kragilan, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten
Boyolali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
d. PENGGUGAT IV
Nama : T
Alamat : Tegal jeruk, RT. 02 RW. 04, Kelurahan
Kragilan, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten
Boyolali.
e. PENGGUGAT V
Nama : M
Alamat : Tegal jeruk, RT. 02 RW. 04, Kelurahan
Kragilan, Kecamatan Mojosongo,
Kabupaten Boyolali.
f. PENGGUGAT VI
Nama : MT
Alamat : Kalikiring, RT. 01 RW. 04, Kelurahan
Kragilan, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten
Boyolali.
g. PENGGUGAT VII
Nama : S
Alamat : Karangsari, RT. 03 RW. 06, Kelurahan
Karangsari, Kecamatan Kluwah, Kabupaten
Pati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
h. PENGGUGAT VIII
Nama : SS
Alamat : Butuh, RT. 03 RW. 06, Kelurahan
Mojosongo, Kecamatan Mojosongo,
Kabupaten Boyolali.
i. PENGGUGAT IX
Nama : SA
Alamat : Pojok, RT. 001 RW. 001, Kelurahan Dlingo,
Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali.
j. PENGGUGAT X
Nama : Tw
Alamat : Mekarsari Barat, RT. 001 RW. 001,
Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Tambun
Selatan, Kabupaten Bekasi.
k. PENGGUGAT XI
Nama : W
Alamat : Tegal jeruk, RT. 02 RW. 04, Kelurahan
Kragilan, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten
Boyolali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
l. PENGGUGAT XII
Nama : J
Alamat : Tegal jeruk, RT. 02 RW. 04, Kelurahan
Kragilan, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten
Boyolali.
m. PENGGUGAT XIII
Nama : MW
Alamat : Tegal jeruk, RT. 02 RW. 04, Kelurahan,
Kragilan, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten
Boyolali.
n. PENGGUGAT XIV
Nama : YUS
Alamat : Kalikiring, RT. 001 RW. 004, Kelurahan
Kragilan, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten
Boyolali.
Keseluruhan pihak Penggugat berdasarkan Surat Kuasa Khusus
tanggal 17 April 2008 telah menyerahkan kuasa kepada AS, S.H. Advokat
beralamat di Jl. Gelarsena II, Jonggrangan baru, Klaten Utara-Klaten.
Tergugat :
HS, bertempat tinggal di Tunggulsari, RT. 03 RW. 16, Kelurahan
Pajang, Kecamatan Laweyan, yang dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Khusus tanggal 15 Mei 2008 telah menyerahkan kuasa kepada MA, S.H.,
PTN, S.H., M.H. dan S, S.H., yang beralamat di Jl. RM Said No. 168 Pasar
Nongko, Banjarsari, Surakarta.
3. Duduk Perkara
Pada tahun 1960 pernah hidup dalam perkawinan antara suami-isteri
yang bernama Sy dengan Mr, dalam perkawinan tersebut tidak dikaruniai
anak, namun Sy membawa anak bawaan (gawan) 3 (tiga) orang, yaitu: P, J,
dan HS (Tergugat). Semasa perkawinan Sy dengan Mr atas nama tersebut
diperoleh harta bersama (harta gono-gini) yang dalam hal ini dijadikan obyek
sengketa yaitu tanah Kapling patok 488 Luas ± 755 m2atas nama Mr dengan
Nomor SPPT 33.72.010.001.006-0121.0 yang terletak di Tunggulsari, RT. 03
RW. 16 Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Batas
obyek sengketa adalah sebelah utara adalah jalan, sebelah selatan adalah
jalan, sebelah barat adalah pekarangan/rumah HS, sebelah timur adalah
pekarangan/rumah Bp. K.
Pada tahun 1973 terjadilah perceraian antara Sy dengan Mr, setelah
perceraiannya obyek sengketa tersebut dibagi menjadi 2 (dua), separo untuk
Sy dan separo untuk Mr. Pada waktu itu Sy meminta bagian uang dan tidak
meminta tanah, Sy di beri uang oleh Mr seharga tanah tersebut istilah bahasa
Jawanya bagian Sy ditoroki uang oleh Mr, kemudian Sy beserta ketiga
anaknya pergi meninggalkan Mr. Selanjutnya tanah (obyek sengketa) tersebut
menjadi kepunyaan dan sekaligus dikuasai Mr sampai meninggalnya. Dengan
ketidaktahuan Mr tanah tersebut belum sempat dimintakan Sertipikat ke
Badan Pertanahan Nasional c.q. Kantor Pertanahan Surakarta.
Setelah 6 (enam) tahun kemudian tepatnya pada 24 Maret 1979 Sy
rujuk kembali secara sah dengan Mr, dalam perkawinannya yang kedua
tersebut, Sy beserta ketiga anaknya kembali hidup serumah dengan Mr di
rumah yang terletak di atas tanah bawaan/tanah gawan Mr yaitu tanah
Kapling Patok 488 (obyek sengketa) yang terletak di Tunggulsari, RT. 03
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
RW. 16 Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Dalam
perkawinannya yang kedua tersebut antara Sy dengan Mr juga tidak
dikaruniai anak sampai keduanya meninggal dunia, Mr meninggal dunia tidak
meninggalkan ahli waris anak dan orang tua namun meninggalkan ahli waris
saudara kandung dan keponakan-keponakan: AB (Penggugat II), M
(meninggal dunia) meninggalkan 5 (lima) orang anak, yaitu: D (Penggugat
III), T (Penggugat IV), M (Penggugat V), MT (Penggugat VI), S (Penggugat
VII), Wi (meninggal dunia) meninggalkan 3 (tiga) orang anak, yaitu: SS
(Penggugat VIII), SA (Penggugat IX), Tw (Penggugat X), Ji (meninggal
dunia) meninggalkan 3 (tiga) orang anak, yaitu: W (Penggugat XI), J
(Penggugat XII), MW (Penggugat XIII), selanjutnya YUS (Penggugat XIV),
dan Ng (Penggugat I). Di samping meninggalkan saudara kandung dan
keponakan tersebut diatas, Mr juga meninggalkan tanah Kapling Patok 488
Luas ± 755 m2 atas nama Mr dengan Nomor SPPT 33.72.010.001.006-0121.0
yang terletak di Tunggulsari, RT. 03 RW. 16 Kelurahan Pajang, Kecamatan
Laweyan, Kota Surakarta, dan tanah tersebut belum pernah dibagi waris di
antara ahli waris sah yang berhak menerimanya menurut hukum.
Obyek sengketa tersebut selanjutny dikuasai oleh Tergugat HS secara
tidak sah dan melawan hukum sejak Januari 2007 sampai gugatan tersebut
diajukan. Para Penggugat sudah berusaha mengajak Tergugat untuk
menyelesaikan harta peninggalan / harta warisan tersebut secara baik-baik
(damai) namun hasilnya sia-sia dan Tergugat masih bersikeras tetap
menguasai tanah warisan tersebut sendiri. Maka atas perbuatan HS tersebut
Para Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Surakarta.
Primair
a. Mengabulkan gugatan Para Penggugat seluruhnya.
b. Menyatakan dan menetapkan rnenurut hukum bahwa Para Penggugat
adalah ahli waris sah dari Mr yang berhak menerima harta warisannya
yang berupa tanah Kapling Patok 488 Luas ± 755 m2 atas nama Mr
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
dengan Nomor SPPT 33.72.010.001.006-0121.0 yang terletak di
Tunggulsari, RT. 03 RW. 16 Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan,
Kota Surakarta.
c. Menyatakan dan menetapkan menurut hukum bahwa tanah Kapling Patok
488 Luas + 755 m2 atas nama Mr dengan Nomor SPPT
33.72.010.001.006-0121.0 yang terletak di Tunggulsari, RT. 03 RW. 16
Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta adalah harta
peninggalan Mr yang belum dibagi waris.
d. Menyatakan menurut hukum bahwa Tergugat (HS) dalam menguasai tanah
sengketa adalah tidak sah dan merupakan perbuatan melawan hukum.
e. Menghukum Tergugat (HS) untuk membayar ganti rugi karena penguasaan
obyek sengketa yang tidak sah setiap bulannya Rp 2.000.000,00 (dua juta
rupiah) kepada Penggugat sejak Januari 2007 sampai bisa dilaksanakan
keputusan ini.
f. Menghukum kepada Tergugat dan atau siapa saja yang memperoleh hak
darinya untuk menyerahkan tanah sengketa yaitu tanah Kapling Patok
488 Luas ± 755 m2
atas nama Mr dengan Nomor SPPT
33.72.010.001.006-0121.0 yang terletak di Tunggulsari, RT. 03 RW. 16
Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta kepada Para
Penggugat dalam keadaan kosong dan baik, bila perlu dengan bantuan
alat negara, dan selanjutnya dibagi antara para ahli waris yang sah.
g. Menyatakan menurut hukum putusan ini dapat dijadikan dasar untuk
proses balik nama permohonan sertifikat dari tanah Kapling Patok 488
Luas ± 755 m2 atas nama Mr drngan Nomor SPPT 33.72.010.001.006-
0121.0 yang terletak di Tunggulsari, RT. 03 RW. 16 Kelurahan Pajang,
Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta menjadi sertipikat atas nama Para
Ahli waris yang sah (Para Penggugat) Pada Badan Pertanahan Nasional
c.q. Kantor Pertanahan Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
h. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan lerlebih dahulu walaupun ada
upaya hukum verzet, banding maupun kasasi.
i. Menghukum kepada Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul
dalam perkara ini.
Subsidair
- Mohon putusan yang seadil-adilnya.
4. Proses Pemeriksaan Perkara dengan Alat Bukti Pemeriksaan Di Tempat
a. Mediasi
Hakim memberikan kesempatan bagi kedua belah pihak untuk
menempuh upaya mediasi sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2008. Dalam perkara ini proses mediasi yang diupayakan
Majelis Hakim untuk mencari solusi damai tidak berhasil, masing-masing
pihak masih tetap pada pendiriannya.
b. Jawab – Menjawab
Jawaban Tergugat berisi sanggahan atas gugatan Para Penggugat,
yaitu bahwa Almh. Mr telah mengajukan Pensertifikatan atas tanah yang
beralamat di Tunggulsari, RT 03 Rw 16 , Kalurahan Pajang, Kecamatan
Laweyan, Kota Surakarta pada tahun 1976 dan telah diterbitkan Sertifikat
Hak Milik No 631/Kalurahan Pajang atas nama Mr. Bahwa tanah dan
bangunan milik Mr dengan SHM No 631 memang tidak pernah dibagi
waris. Tetapi tanah dan bangunan tersebut telah dijual dengan akte jual
beli yang sah dan didepan pejabat yang berwenang, dilakukan dengan
tunai dan nyata, sehingga alas hak kepemilikan tanah dan bangunan
tersebut adalah sah rnenurut hukum. Tergugat membeli tanah dan
bangunan yang menjadi Obyek Sengketa dalam perkara a quo adalah
dengan alas hak yang sah yakni dengan Akte jual beli No.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
105/Laweyan/2006 yang dibuat oleh Rita Esti Sri Purnawati, SH PPAT di
Surakarta dengan jual beli yang sah tersebut kemudian terbit sertifikat hak
milik atas nama Tergugat. Atas hal tersebut Tergugat menuntut balik Para
Penggugat dalam gugatan rekonpensi yaitu :
1) Mengabulkan gugatan Rekonpensi untuk seluruhnya.
2) Menghukum Para Tergugat dalam Rekonpensi untuk membayar
kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dalam Rekonpensi
sebesar'Rp. 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) secara
tunai dan seketika.
3) Menghukum Para Tergugat dalam Rekonpensi untuk membayar biaya
perkara yang timbul.
Hakim memberikan kesempatan kepada Para Penggugat untuk
menanggapi jawaban Tergugat melalui repliknya dan di dalam repliknya,
Para Penggugat tetap berpegang pada pendiriannya yaitu tetap menuntut
pembagian obyek sengketa kepada para ahli waris yang sah dari Mr.
Kemudian ditanggapi oleh pihak Tergugat dalam dupliknya yang juga
tetap berpegang pada pendiriannya bahwa objek sengketa adalah milik
Tergugat sesuai dengan akte jual beli No. 105/laweyan 2006 adalah sah
secara hukum.
c. Pembuktian
Setelah acara jawab – menjawab usai maka persidangan dilanjutkan
dengan acara pembuktian dari ke dua belah pihak yang bersengketa. Alat
bukti yang diajukan oleh masing-masing pihak yang bersengketa dalam
perkara ini adalah alat bukti surat dan saksi. Penggugat mengajukan alat
bukti surat berupa :
1) Foto copy Duplikat Kutipan Akta Nikah Nomor: KK.1
1.31.5/PW.01/43/IX/2007 tanggal 24 September 2007 yang
dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Laweyan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
2) Foto copy Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan
Bangunan tahun 2007 tanggal 28 September 2007.
3) Foto copy Kartu Keluarga No. 1545 tanggal 2 Juni 1999 atas nama
kepala keluarga Sy, dikeluarkan oleh Camat Laweyan.
4) Foto copy Surat Keterangan Warisan.
5) Foto copy Surat Pernyataan tanggal 31 November 2006 yang dibuat
oleh Sy.
6) Surat Keterangan Nomor: Kk.l 1.31.5/PW.OO/2008 tanggal 1.4 Juli
2008 yang dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Laweyan.
7) Foto copy Surat Keterangan Nomor : 470/504/IV/2008 tanggal 20
April 2008 yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Kragilan.
Alat bukti saksi yang diajukan oleh Penggugat terdiri dari lima orang saksi
yaitu :
1) U S, S.H.
Saksi adalah pegawai Kantor Pertanahan Surakarta dengan jabatan
Kepala Sub. Seksi Perkara
2) SH
Saksi merupakan tetangga Mr yang beralamat di Tunggulsari RT. 03/
RW. 16 Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Surakarta
3) AP
Saksi merupakan tetangga Mr yang beralamat di Tunggulsari RT. 03/
RW. 16 Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Surakarta
4) R
Saksi merupakan tetangga Mr yang beralamat di Tunggulsari RT. 03/
RW. 16 Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
5) MK
Saksi adalah Pegawai kantor Urusan Agama Kecamatan Laweyan,
Surakarta
Kelima saksi yang diajukan oleh Penggugat memberikan
keterangan yang dapat dijadikan pertimbangan oleh Majelis Hakim yaitu :
1) US, S.H.
Saksi menerangkan bahwa berdasarkan data yang ada di Kantor
Pertahanan Surakarta, tanah dengan Sertifikat Hak Milik No : 631
adalah atas nama Mr yang diperoleh dari tanah negara kemudian di
daftarkan ke Kantor Pertahanan pada tanggal 19 Mei 1976. Awalnya
tanah dengan Sertifikat Hak Milik No : 631 adalah tanah milik negara
kemudian dimohonkan haknya menjadi atas nama Mr Sy berdasarkan
SK Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jawa Tengah tanggal 20 Mei
1975 No. SK.DA.II/HM/361/1975. Setelah Mr meninggal dunia,
berdasarkan Surat Keterangan Waris yang disaksikan oleh Kepala
Kelurahan Pajang tanggal 31 Oktober 2006 No : 594.3/52/2006
Sertipikat Hak Milik No. 631 tersebut beralih menjadi atas nama Sy
dan selanjutnya berdasarkan Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT
RESP,S.H., tanggal 5 Desember 2006 No : 105/Laweyan/2006 tanah
tersebut menjadi atas nama HS. Para pihak yang melakukan jual beli
dalam Akta Jual Beli No : 105/Laweyan/2006 tanggal 5 Desember
2006 adalah antara Sy sebagai penjual dengan HS sebagai pembeli.
2) SH
Bahwa saksi tahu batas-batas tanah dan rumah Mr yaitu sebelah utara
adalah jalan kecil, sebelah selatan adalah jalan besar, sebelah barat
adalah rumah dan pekarangan HS dan S, sebelah timur adalah rumah
dan pekarangan K. Saksi juga menerangkan kalau rumah dan tanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
milik Mr dibeli oleh Mr, karena mendengar sendiri pada saat Mr
bercerita kepada ibu saksi.
3) AP
Saksi menerangkan bahwa Mr mempunyai suami bernama Sy, namun
dari perkawinannya dengan Sy tidak mempunyai anak kandung, tetapi
setahu saksi Mr mengangkat anak yang tidak lain adalah adiknya
sendiri bernama D yang sejak kecil D dibawa oleh Mr di rumahnya.
Selain itu, setahu saksi Mr mempunyai saudara kandung bernama Ng,
AB, M, Ji, Wi dan S.
4) RK
Saksi menerangkan bahwa pada waktu menikah dengan Mr, Sy
membawa 3 (tiga) orang anak dari istrinya yang lain, anak Sy itu
bernama P, JP dan HS. Saksi mengetahui Mr telah meninggal dunia
pada tanggal 10 Oktober 2006 dan Sy meninggal pada bulan Juni
2007. Kemudian setelah Sy meninggal yang menempati rumah Mr
adalah HS dan keluarganya.
5) MK
Saksi menerangkan bahwa Mr dan Sy pernah mengajukan perkawinan
pada tanggal 8 Januari 1963 tercatat dengan No : 5/1963, kemudian
pada tanggal 7 Desember 1973 mereka bercerai. Kemudian pada
tanggal 24 Maret 1979 Mr dan Sy menikah kembali dengan Akta
Nikah No : 781/67/111/1979 dengan status janda talak No :
81/LW/1973 tanggal 7 Desember 1973 dan Sy status duda talak
dengan SSu.
Setelah mendengar dan memeriksa alat bukti yang diajukan
Penggugat, selanjutnya majelis Hakim memerintahkan kepada Tergugat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
untuk mengajukan alat bukti. Alat bukti yang diajukan Tergugat berupa
alat bukti surat dan saksi. Alat bukti surat yang diajukan ialah :
1) Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atas riama Tergugat No :
11.2812.1 50659.0012 tanggal 2 Oktober 2006.
2) Foto copy Akta Jual Beli No : 105/Laweyan/2006 tanggal 5 Desember
2006 yang dibuat dihadapan Rita Esti Sri Purnawati, SH. PPAT di
Surakarta.
3) Foto copy Sertipikat Hak Milik No : 631 Kelurahan Pajang,
Kecamatan Laweyan, Kotamadya Surakarta.
4) Asli Surat Keterangan dari Kelurahan Pajang.
5) Foto copy Kutipan Akta Nikah No : 781/67/111/1979 tanggal-24
Maret 1979 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan
Laweyan.
6) Foto copy Surat Keterangan Kematian No : 474.3/144/2006 tanggal
11 Oktober 2006 yang dikeluarkan oleh Kantor Kelurahan Pajang.
7) Foto copy Surat Keterangan Kematian No : 474.3/089/2007 tanggal
23 Juni 2007 yang dikeluarkan oleh Kantor Kelurahan Pajang.
8) Foto copy Surat Keterangan Warisan tanggal 31 Oktober 2006.
9) Foto copy Kartu Keluarga No : 00962 tanggal 01 Juli 2001 yang
dikeluarkan oleh Camat Colomadu.
10) Foto Copy Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajang Bumi dan
Bangunan Tahun 2008 No : SPPT : 33.72.010.001.006.0121.0 tanggal
02 Januari 2008.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Alat bukti saksi yang diajukan oleh Tergugat terdiri dari tiga orang saksi
yaitu:
1) SHr
Saksi adalah tetangga Mr yang beralamat di Tunggulsari RT. 03/ RW.
16 Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Surakarta
2) Sp
Saksi mengenal Mr karena dulu sebelum Mr membeli tanah dan
rumah yang menjadi sengketa, Mr pernah mengontrak rumah milik
kakak saksi di Purwotomo.
3) K
Saksi adalah tetangga Mr dan pernah menjadi Ketua RT di
Tunggulsari RT. 03/ RW. 16 Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan,
Surakarta pada tahun 1995.
Ketiga saksi yang diajukan oleh Tergugat memberikan keterangan yang
dapat dijadikan pertimbangan oleh Majelis Hakim yaitu :
1) SHr
Saksi menerangkan tentang batas-batas obyek sengketa, yaitu sebelah
utara adalah jalan kecil, sebelah selatan adalah jalan besar, sebelah
barat adalah rumah dan pekarangan milik SS, sebelah timur adalah
rumah dan pekarangan K. Saksi menerangkan bahwa Mr pernah
bercerita kepada saksi kalau tanah dan rumah di Tunggulsari itu dibeli
oleh Mr, tetapi kapan dibelinya saksi tidak tahu, pada waktu Sy
menikah dengan Mr statusnya duda dengan membawa 4 (empat)
orang anak, yaitu P, JP, HS dan T. Setelah Mr dan Sy meninggal,
tanah sengketa yang terletak di Tunggulsari, Kelurahan Pajang,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Kecamatan Laweyan - Surakarta tersebut ditempati oleh HS dan
keluarganya.
2) Sp
Saksi menerangkan pada saat Mr dalam perkawinannya dengan Sy
tidak mempunyai anak kandung dan juga tidak pernah mengangkat
anak. Saksi menjelaskan juga letak tanah dan batas-batas tanah yang
menjadi sengketa yang ditempati HS, yaitu terletak di Tunggulsari RT
03 / RW 16, Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan - Surakarta
dengan batas-batas sebelah utara adalah jalan kecil, sebelah selatan
adalah jalan besar, sebelah barat adalah rumah dan pekarangan milik
Sm, sebelah timur adalah rumah dan pekarangan K, sewaktu Mr masih
hidup tanah dan rumah tersebut ditempati oleh mereka berdua (Mr
dan Sy), kemudian setelah Mr meninggal dunia yang menempati
adalah Sy dan setelah Sy meninggal dunia yang menempati adalah
HS dengan keluarganya. Mr mempunyai saudara kandung diantaranya
adalah Ng dan AB, sedangkan D adalah keponakan.
3) K
Saksi mengetahui Mr dan Sy adalah suami isteri karena saksi pernah
melihat Kartu Keluarga mereka pada waktu saksi menjadi ketua RT
tahun 1995. Obyek sengketa secara fisik sekarang dikuasai oleh
HSkarena dibeli oleh HS, tetapi saksi tidak tahu soal surat jual
belinya. saksi menerangkan ia mau menandatangani bukti surat
keterangan warisan (bukti T-8) adalah sebagai balas budi kepada Mr
dan Sy karena dulu biaya hidup saksi dibantu / dicukupi oleh Sy dan
Mr.
Putusan Nomor 72/Pdt.G/2008/PN.ska setelah majelis Hakim
mencocokan keaslian Alat Bukti Surat yang diajukan maka persidangan
dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi. Keterangan yang didapat dari
saksi intinya mengatakan bahwa Tergugat yang menempati dan menguasai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
objek sengketa warisan Mr. Kemudian acara pembuktian dilanjutkan
dengan acara pemeriksaan di tempat. Dalam Hal ini Hakim yang
berinisiatif untuk menggunakan alat bukti pemeriksaan di tempat.
Pemeriksaan setempat dianggap perlu dilakukan oleh Majelis Hakim untuk
membuktikan keberadaan objek sengketa, mencocokan batas yang
disampaikan dalam persidangan oleh para saksi ataupun dengan bukti
tertulis yang disampaikan dalam persidangan.
Hasil pemeriksaan terhadap tanah yang disengketakan
membuktikan bahwa ternyata objek sengketa yang dimaksud oleh Para
Penggugat adalah benar tanah dan rumah yang terletak di Tunggulsari RT.
03 RW. XVI Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Surakarta yang
semula berasal dari tanah Negara bekas Petak No : 488, seluas +/- 755 m2
dengan Sertifikat Hak Milik No : 631 yang dikeluarkan pada tanggal 24
Mei 1976 atas nama pemegang terakhir HS. Adapun gambar dan batas-
batasnya adalah sebagai berikut :
U
Gambar 3. Batas-batas tanah sengketa dalam putusan Nomor :
72/Pdt.G/2008/PN.Ska
Tanah dan Rumah
Sengketa
Pekarangan
Ibu S
Pekarangan
Bp. K
Pekarangan
Bp. S
Pekarangan
Bp. HS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Keterangan :
Sebelah Utara : Jalan / gang kecil
Sebelah Selatan : Jalan Temugiring
Sebelah Barat : Pekarangan Ibu S dan Bapak HS
Sebelah Timur : Pekarangan Bapak K dan Pekarangan
Bapak S
Untuk selanjutnya Hakim Ketua mengatakan bahwa setelah
dilakukannya pemeriksaan bukti-bukti surat dan saksi serta telah
dilakukannya pemeriksaann di tempat dan dirasa cukup maka Hakim
Ketua memerintahkan agar masing-masing pihak mengajukan
kesimpulannya.
d. Kesimpulan
Para Pihak menanggapi keseluruhan sidang dengan kesimpulan
akhir yang mana isinya tetap mempertahankan dalil-dalil pendiriannya.
5. Pertimbangan Hukum
a. Majelis Hakim menilai bahwa alat bukti surat bertanda P-l, P-2 dan P-7
tersebut setelah dicocokkan dengan aslinya ternyata sesuai dan telah
bermeterai cukup, sehingga memenuhi syarat sebagai alat bukti tertulis,
sedangkan bukti tertanda P-3, P-4 dan P-5 aslinya tidak dapat
diperlihatkan dipersidangan oleh Para Penggugat.
b. Majelis Hakim menilai bahwa alat bukti surat yang diajukan oleh Tergugat
tersebut setelah dicocokkan dengan aslinya ternyata sesuai dan telah pula
bermeterai cukup sehingga memenuhi syarat sebagai alat bukti tertulis,
kecuali bukti tertanda T-8 aslinya tidak dapat diperlihatkan dipersidangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
c. Menimbang, bahwa selanjutnya terhadap eksepsi Tergugat pada angka 3
yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Surakarta tidak berwenang
mengadili perkara ini dengan alasan Tergugat bertempat tinggal di Jl.
Baturan Indah V / B 188 RT. 03 RW. 11 Kelurahan / Desa Baturan,
Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Majelis
mempertimbangkan sebagai berikut:
- Bahwa ketentuan dalam Pasal 118 ayat (1) HIR yang menyatakan
gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dalam daerah
hukumnya terletak tempat tinggal Tergugat atau jika tidak diketahui
tempat tinggalnya tempat tergugat sebenamya berdiam adalah
menipakan azas umum, sedangkan ayat-ayat berikutnya merupakan
ketentuan yang mengecualikan atau merupakan lex specialisnya,
- Bahwa ternyata obyek sengketa dalam perkara tersebut adalah berupa
benda tetap / barang tidak bergerak, yaitu tanah dengan patok 488
dengan luas +/- 755 m2 yang terletak di Tunggulsari RT 03 RW 16
Kelurahan Pajang Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta dengan batas-
batas sebagai berikut:
Sebelah Utara : Jalan
Sebelah Selatan : Jalan
Sebelah Barat : Pekarangan / Rumah HS
Sebelah Timur : Pekarangan / Rumah Bp. K
Bahwa Pasal 118 ayat 3 HIR jelas menentukan kalau gugatan
itu tentang benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya terletak benda tidak
bergerak itu;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, jelaslah
dengan memperhatikan ketentuan Pasal 118 ayat (3) H1R yang
merupakan lex specialis, maka ketentuan umum / lex generalis yang
tertuang dalam Pasal 118 ayat (1) HIR harus dikesampingkan oleh
karena itu eksepsi Tergugat yang menyatakan Pengadilan Negeri
Surakarta tidak berwenang mengadili perkara ini tidaklah mempunyai
landasan yuridis dan patut untuk ditolak. Menimbang, bahwa
berdasarkan keseluruhan pertimbangan sebagaimana telah diuraikan di
atas, Majelis menilai dan berpendapat eksepsi Tergugat haruslah
dinyatakan ditolak seluruhnya ;
d. Menimbang, bahwa berdasarkan keseluruhan pertimbangan yang telah
diuraikan, Majelis menilai dan berpendapat Para Penggugat Konpensi /
Para Tergugat Rekonpensi telah berhasil membuktikan dalil-dalil
gugatannya dan sebaliknya Tergugat Konpensi / Penggugat Rekonpensi
telah gagal mempertahankan dalil-dalil bantahannya, oleh karena itu
gugatan Para Penggugat Konpensi / Para Tergugat Rekonpensi dapat
dikabulkan untuk sebagian;
6. Amar Putusan
Dalam Konpensi
Dalam Eksepsi
- Menolak eksepsi Tergugat Konpensi / Penggugat Rekonpensi seluruhnya;
Dalam Pokok Pekara
- Mengabulkan gugatan Para Penggugat Konpensi / Para Tergugat
Rekonpensi untuk sebagian;
- Menyatakan dan menetapkan menurut hukum bahwa Para Penggugat
Konpensi / Para Tergugat Rekonpensi adalah ahli waris yang sah dari Mr
yang berhak menerima harta warisan berupa tanah kapling Petak No : 488,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
luas +/-755 m2 atas nama Mr, terletak di Tunggulsari, RT. 03, RW. XVI,
Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta tercantum dalam
Sertipikat Hak Milik No : 631 Kelurahan Pajang tanggal 18 Mei 1976;
- Menyatakan dan menetapkan menurut hukum bahwa tanah kapling Petak
No : 488, Luas +/- 755 m2 atas nama Mr yang terletak di Tunggulsari RT.
03 RW. XVI, Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta
tercantum dalam Sertipikat Hak Milik No. : 631, Kelurahan Pajang tanggal
18 Mei 1976 adalah harta peninggalan Mr yang belum dibagi waris;
- Menyatakan menurut hukum bahwa perbuatan Tergugat Konpensi /
Penggugat Rekonpeksi (HS) menguasai tanah sengketa adalah tidak sah
dan merupakan perbuatan melawan hukum;
- Menghukum Tergugat Konpensi / Penggugat Rekonpensi (HS) untuk
membayar ganti rugi atas penguasaan obyek sengketa secara tidak sah
setiap bulan sebesar Rp. 1.000.000,- ( satu juta rupiah ) kepada Para
Penggugat Konpensi / Para Tergugat Rekonpensi sejak Januari 2007
sampai bisa dilaksan akan putusan dalam perkara ini;
- Menghukum Tergugat Konpensi / Penggugat Rekonpensi dan atau siapa
saja yang memperoleh hak darinya untuk menyerahkan tanah sengketa,
yaitu tanah kapling Petak No : 488, Luas +/- 755 m2 atas nama Mr yang
terletakdi Tunggulsari, RT. 03 RW. XVI Kelurahan Pajang, Kecamatan
Laweyan, Kota Surakarta dengan Sertipikat Hak Milik No : 631,
Kelurahan Pajang tanggal 18Mei 1976 kepada Para Penggugat Konpensi /
Para Tergugat Rekonpensi dalam keadaan kosong dan baik, bila perlu
dengan bantuan alat Negara;
- Menyatakan menurut hukum putusan ini dapat dijadikan dasar untuk
prosesbalik nama atas Sertipikat Hak Milik No : 631, Kelurahan Pajang
tanggal 18 Mei1976 dari tanah kapling Petak No : 488, Luas +/- 755 m2
atas nama Mr yang terletak di Tunggulsari, RT. 03 RW. XVI, Kelurahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Pajang,Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta menjadi sertipikat atas nama
Para Ahliwaris yang sah ( Para Penggugat Konpensi / Para Tergugat
Rekonpensi ) pada Badan Pertanahan Nasional c.q. Kantor Pertanahan
Kota Surakarta;
- Menolak gugatan Para Penggugat Konpensi / Para Tergugat
Rekonpensi selebihnya;
Dalam Rekonpensi
- Menolak gugatan Penggugat Rekonpensi / Tergugat Konpensi seluruhnya;
Dalam Konpensi dan Rekonpensi
- Menghukum Tergugat Konpensi / Penggugat Rekonpensi untuk membayar
seluruh biaya dalam perkara ini yang diperhitungkan sebesar Rp 519.000,-
(Lima ratus sembilan belas ribu rupiah )
B. PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan oleh Penulis di Pengadilan Negeri Surakarta
tentang salah satu alat bukti yang digunakan dalam proses penyelesaian suatu
sengketa perdata yaitu alat bukti pemeriksaan di tempat. Alat bukti pemeriksaan
di tempat dalam hasil wawancara sendiri sebenarnya dikatakan tidak hanya dapat
di gunakan sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkata yang objek sengketanya
berupa tanah, akan tetapi dapat juga digunakan untuk membuktikan langsung
keadaan seseorang yang berada di suatu tempat, misalnya : seperti orang yang
dikatakan sakit lumpuh, gila, maka hakim dapat memeriksa langsung ketempat
seseorang tersebut berada untuk membuktikan keadaan seseorang. Penulis dalam
penelitian ini mempelajari berkas perkara seperti putusan Nomor :
72/Pdt.G/2008/PN.Ska dan data-data lainnya, maka penulis juga mengadakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
wawancara dengan Bapak Bintoro Widodo, S.H. Hakim di Pengadilan Negeri
Surakarta dan Bapak M. Ali Fardoni, S.H., M.H. Panitera Sekretaris di Pengadilan
Negeri Surakarta yang dilakukan pada hari Rabu tanggal 14 maret 2012, maka di
peroleh hasil sebagai berikut :
1. Prosedur Pengajuan Alat Bukti Pemeriksaan di Tempat dalam Proses
Pemeriksaan Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri Surakarta
Pemeriksaan di tempat merupakan salah satu yang erat kaitannya
dengan hukum pembuktian, meskipun secara formil ia tidak termasuk alat
bukti dalam Pasal 1866 KUHPerdata atau Pasal 164 HIR maupun Pasal 284
Rbg. Tetapi Pemeriksaan setempat ini diatur dalam HIR Pasal 153, pada Rbg
Pasal 180, dan pada Rv yaitu dalam Bab II, bagian 7, dengan judul
Pemeriksaan di Tempat dan penyaksiannya, terdiri dari Pasal 211-214
(sebanyak 4 Pasal). Dari beberapa peraturan yang mengatur tentang
pemeriksaan setempat tersebut, maka pemeriksaan setempat berarti proses
pemeriksaan persidangan yang dilakukan di tempat objek sengketa terletak,
untuk melihat keadaan atau memeriksa secara langsung objek sengketa
tersebut.
Pasal 153 HIR telah mengatur tentang alat bukti tersebut, Majelis
Hakim memiliki wewenang untuk menggunakan alat bukti tersebut dalam
menyelesaikan sengketa perdata, namun mengenai rincian prosedur
pengajuannya tidak ditentukan di dalam suatu peraturan yang khusus. Dari
hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Bapak Bintoro Widodo,
S.H., dan juga mempelajari berkas perkara serta data-data lain, maka prosedur
pengajuan Alat Bukti Pemeriksaan di Tempat dalam proses pemeriksaan
sengketa perdata dapat di lakukan dengan :
a. Perintah Majelis Hakim Karena Jabatannya
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2001 tentang
Pemeriksaan Setempat pada intinya mengijinkan ketua/majelis hakim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
dapat mengadakan pemeriksaan setempat dalam memeriksa sengketa
perdata yang obyek sengketanya adalah benda tidak bergerak yaitu tanah,
apabila dari hasil proses persidangan terdapat suatu kesan dimana obyek
sengketa masih belum jelas. Seperti halnya di dalam Pasal 153 HIR yang
memberikan wewenang kepada Majelis Hakim meskipun kedua belah
pihak yang bersengketa baik Penggugat ataupun Tergugat tidak
mengajukan permohonan untuk dilaksanakannya pemeriksaan di tempat.
Pelaksanaan pemeriksaan di tempat yang didasarkan atas perintah Majelis
hakim, menurut Pasal 153 HIR, Pasal 180 RBg secara samar dituangkan
dalam bentuk putusan sela.
Majelis Hakim karena jabatannya di sini juga berarti bahwa
kewenangan untuk menetapkan atau memerintahkan dilakukannya suatu
pemeriksaan di tempat tidak hanya terbatas pada hakim di pengadilan
tingkat pertama saja, akan tetapi meliputi semua hakim secara
institusional dapat juga dilakukan oleh hakim tingkat banding dan kasasi.
b. Inisiatif dari Pihak yang Bersengketa
Pasal 153 HIR, Pasal 180 RBg atau Pasal 211 Rv ditegaskan bahwa
pemeriksaan di tempat dapat dilaksanakan atas permintaan para pihak. Hak
tersebut di miliki oleh masing-masing pihak, sehingga pemeriksaan di
tempat dapat dilaksanakan atas permintaan salah satu pihak maupun atas
permintaan bersama kedua belah pihak.
Masing-masing pihak dapat mengajukan permohonan pemeriksaan
di tempat kepada Majelis Hakim, hal tersebut disebabkan karena
pemeriksaan di tempat termasuk di dalam alat bukti sengketa perdata,
maka kedua belah pihak yang bersengketa dapat menggunakannya.
Permohonan pemeriksaan di tempat dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara,
yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
1) Permohonan secara lisan
yaitu, permohonan untuk dilaksanakan pemeriksaan di tempat yang
dimohon oleh salah satu pihak dalam suatu proses penyelesaian
sengketa perdata.
2) Permohonan secara tertulis
yaitu, permohonan untuk dilakukannya pemeriksaan di tempat oleh
salah satu pihak yang sedang bersengketa dengan mengajukan surat
tertulis dan kemudian dicatat dalam berita acara oleh panitera
pengganti.
Permohonan tersebut dapat diajukan salah satu pihak ataupun
keduanya apabila pihak lawan memberikan bantahan atas kebenaran
batas, letak, ataupun luas objek yang disengketakan. Dengan
demikian, objek sengketa tersebut dianggap belum jelas dan tepat,
keadaan seperti ini sangat di perlukan adanya pemeriksaan di tempat.
Setelah ditetapkan hari sidang maka persidangan dengan pemeriksaan
di tempat dapat dilaksanakan.
Pada berkas perkara yang diteliti oleh penulis, yaitu putusan Nomor :
72/Pdt.G/2008/PN.Ska pelaksanaan pemeriksaan di tempat datang dari
perintah Majelis hakim dan bukan dari para pihak yang bersengketa. Hal ini
dilakukan karena Majelis Hakim mengganggap fakta di dalam persidangan
masih dianggap kurang meyakinkan dalam memberikan suatu kejelasan objek
sengketa. Selain agar objek sengketa jelas adanya, juga membantu agar dalam
eksekusi nantinya tidak lagi mengalami kesulitan
2. Cara Pelaksanaan Pemeriksaan di Tempat dalam Proses Pemeriksaan
Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri Surakarta
Perintah penuangan pemeriksaan di tempat dalam putusan sela
(interlocutoir vonnis) atau tussen vonnis ditentukan secara tegas dalam Pasal
211 Rv, yang berisi hal-hal sebagai berikut (Yahya Harahap, 2010 :783-784) :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
a. Penunjukan pelaksana pemeriksaan setempat
Dalam putusan sela tersebut, terdapat nama pejabat yang bertindak
sebagai pelaksana yang terdiri dari :
1) Paling tidak salah seorang Hakim Anggota Majelis
Minimal terdiri dari seorang Hakim Anggota Majelis yang
memeriksa perkara tersebut. Tetapi boleh juga lebih, misalkan terdiri
dari dua Hakim Anggota Majelis. Dalam HIR dan RBg Hakim
Anggota yang ditunjuk disebut Komisaris, untuk melaksanakan
pemeriksaan setempat dapat diangkat satu atau dua orang Komisaris
yang terdiri dari Hakim Anggota Majelis yang mengadili perkara. Hal
ini bertujuan agar Hakim Anggota yang ikut memeriksa perkara,
secara realistis dan objektif yang lebih tepat diangkat karena mereka
sudah mengetahui dan mendalami kasus yang diperkarakan.
2) Disertai seorang Panitera
Panitera bertindak dalam mendampingi Hakim Anggota Majelis dan
bertugas membuat berita acara pemeriksaan di tempat.
3) Dapat dibantu oleh Ahli
Ahli tidak bersifat mutlak dalam pelaksanaan pemeriksaan setempat,
yang mutlak hanyalah Hakim Anggota dan panitera, sedangkan ahli
bersifat insidentil. Apabila dianggap perlu maka dapat dimasukkan
beberapa orang ahli sesuai dengan objek sengketa, misal : objeknya
tanah dapat dibantu ahli dari kantor BPN.
b. Berisi perintah hal yang harus diperiksa
Putusan sela memuat perintah mengenai hal-hal yang harus diperiksa :
1) Memang dibolehkan secara umum berupa rumusan memerintahkan
pemeriksaan terhadap objek barang terperkara di tempat barang
terletak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
2) Namun yang paling baik, perintah itu dideskripsikan secara jelas dan
rinci seperti memeriksa lokasi, ukuran, dam batas-batasnya atau
jumlah dan kualitasnya.
Pada intinya disebut satu persatu hal-hal yang harus diperiksa dan dinilai
mengenai keadaan barang objek perkara. Prinsipnya, hasil yang ingin
dicapai pemeriksaan di tempat, agar dapat ditemukan fakta yang terang,
pasti, dan definitif mengenai keadaan barang objek perkara.
Cara pelaksanaan dalam prakteknya tentu lebih dapat dilihat secara
lebih terperinci. Didasarkan atas hasil wawancara dengan Bapak Bintoro
Widodo, S.H. Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta dan Bapak M. Ali
Fardoni, S.H., M.H. Panitera Sekretaris di Pengadilan Negeri Surakarta yang
berkompeten dengan pemeriksaan di tempat dan membaca berkas perkara
yaitu berita acara pemeriksaan di tempat dan putusan nomor :
72/Pdt.G/2008/PN.Ska pelaksanaan pembuktian dengan pemeriksaan di
tempat di awali dengan adanya permohonan dari salah satu pihak yang
bersengketa baik secara lisan, maupun tertulis dalam suatu persidangan,
apabila merupakan inisiatif dari para pihak. Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa cara pengajuan alat bukti pemeriksaan di tempat bila
obyek sengketa ada di dalam wilayah Pengadilan Negeri Surakarta adalah
dengan mengajukan permohonan pemeriksaan di tempat baik secara lisan
maupun tertulis kepada Majelis Hakim lalu Majelis Hakim menanggapi
permohonan tersebut dengan pertimbangan seberapa pentingnya hal
pemeriksaan di tempat itu dilakukan. Jika dianggap penting permohonan
tersebut dikabulkan kemudian majelis hakim memberitahukan kepada
Panitera, sedangkan pihak yang meminta pemeriksaan di tempat membayar
biaya pemeriksaan di tempat kepada Panitera dan pada agenda persidangan
selanjutnya pemeriksaan di tempat dilaksanakan. Bila obyek sengketa ada di
luar yurisdiksi Pengadilan Negeri Surakarta maka pengajuannya seperti pada
pengajuan pemeriksaan di tempat jika obyek sengketa ada di wilayah
Pengadilan Negeri Surakarta tetapi prosedurnya ditambah dengan pelimpahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
pemeriksaan. Ketika Majelis Hakim memberitahu tempat obyek sengketa
yang akan diperiksa kepada Panitera kemudian Panitera meminta bantuan ke
Pengadilan Negeri tempat obyek sengketa itu berada dengan menyertakan
daftar pertanyaan yang diperlukan. Di Pengadilan Negeri setempat yang
terdapat obyek sengketa tersebut menunjuk majelis hakim untuk
melaksanakan pemeriksaan di tempat dengan materi yang telah disusun tadi
dan akhirnya mengirimkan hasilnya ke Pengadilan Negeri Surakarta. Namun
dalam pelaksanaannya, terhadap obyek sengketa yang ada di luar wilayah
Pengadilan Negeri Surakarta, ada juga hakim yang tidak menggunakan
prosedur pelimpahan pemeriksaan kepada Pengadilan Negeri yang
membawahi obyek sengketa tersebut dan langsung melaksanakan
pemeriksaan di tempat. Pada dasarnya permohonan tersebut dicatat oleh
panitera pengganti dalam berita acara persidangan, dan kemudian Majelis
Hakim menetapkan hari sidang untuk dilaksanakan pemeriksaan di tempat.
Berbeda apabila inisiatif pemeriksaan di tempat berasal dari Majelis
Hakim, maka Majelis Hakim dapat langsung menetapkan hari sidang, tidak
ada ketentuan khusus mengenai kapan harus diadakan pemeriksaan di tempat.
Setelah Majelis Hakim menetapkan hari sidang untuk pelaksanaan
pemeriksaan di tempat maka Hakim Ketua memerintahkan kepada Panitera
pengganti untuk disampaikan kepada juru sita guna mengirimkan surat
pemberitahuan kepada Kepala Desa setempat dan Kepala Badan Pertanahan
setempat bahwa akan dilaksanakan pemeriksaan di tempat oleh Pengadilan
Negeri Surakarta serta perintah untuk hadir dalam sidang tersebut dengan
membawa data-data yang diperlukan untuk mempelancar pelaksanaan
pemeriksaan di tempat. Pemeriksaan di tempat adalah sidang resmi dari
pengadilan, hanya saja temapatnya berada diluar pengadilan yaitu di tempat
objek sengketa. Akan tetapi, tetap saja secara formil harus dihadiri oleh para
pihak yang berperkara yaitu Penggugat dan Tergugat, serta dilengkapi oleh
pihak-pihak yang terkait. Walaupun demikian, apabila pihak yang sudah
diberitahu dengan panggilan resmi tidak hadir tanpa adanya suatu alasan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
sah, maka pemeriksaan di tempat masih dapat dilangsungkan tanpa hadirnya
pihak tersebut.
Pemeriksaan di tempat merupakan acara pembuktian di dalam suatu
persidangan, maka jalannya acara persidanganpun tetap sama yaitu dibuka
terlebih dahulu oleh Hakim Ketua di Pengadilan Negeri Surakarta. Walaupun
dalam prakteknya pembukaan persidangan tersebut dapat juga dilakukan di
tempat berlangsungnya pemeriksaan objek sengketa. Para pihak yang
bersengketa dapat langsung hadir di lokasi pemeriksaan setempat, akan tetapi
dapat juga berangkat bersama majelis hakim dari Pengadilan Negeri
Surakarta, hal ini di sesuaikan dengan perintah panggilan Majelis Hakim pada
sidang sebelumnya. Dalam berkas perkara Nomor : 72/Pdt.G/2008/PN.Ska
pemeriksaan di tempat di awali dengan pembukaan sidang oleh Majelis
Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta yang di hadiri juga oleh para pihak,
kemudian persidangan di skors untuk menuju ke tempat pemeriksaan yaitu di
Tunggulsari RT. 03 RW. XVI, Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Kota
Surakarta.
Para pihak yang bersengketa berangkat bersama dari Pengadilan
Negeri Surakarta bersama Majelis Hakim, Panitera Pengganti, dan juga Juru
Sita menuju lokasi. Sesampainya di lokasi pemeriksaan Hakim membuka
kembali sidang yang di skors, dan dilanjutkan dengan acara pemeriksaan di
tempat. Di lokasi pemeriksaan di tempat juga di hadiri oleh Kepala Desa/
Lurah, pihak dari BPN/juru ukur, dan pihak-pihak lain yang terkait seperti
saksi dari pihak Penggugat ataupun Tergugat. Pemeriksaan di tempat yang
dilakukan meliputi pengukuran tanah, mencocokkan batas sesui dengan
keterangan para saksi dengan fakta di lokasi objek sengketa, menghitung luas
dan menggambar tanah beserta isinya yang menjadi objek sengketa. Kepada
para pihak juga diberikan hak dan kesempatan yang sama seperti dalam acara
persindangan biasa pada umumnya untuk mengajukan bukti tambahan untuk
memperkuat dalil-dalil ataupun bantahan yang diajukan oleh masing-masing
pihak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Setelah dirasakan cukup, maka acara pemeriksaan di tempat ditutup
oleh Majelis Hakim. Sebagaimana halnya acara persidangan biasa pada
umumnya maka keseluruhan acara pemeriksaan di tempat di catat oleh
panitera pengganti untuk di tuangkan dalam berita acara persidangan. Sesuai
dengan Pasal 186 HIR, yaitu :
a. Panitera membuat berita acara di setiap persidangan yang memuat dan
mencatat segala sesuatu yang terjadi di dalam persidangan;
b. Berita acara ditandatangani oleh Hakim Ketua dan Panitera; dan
c. Jika Hakim atau Panitera tidak dapat menandatangani, hal itu dijelaskan
dalam berita acara tersebut.
Selain panitera yang harus membuat berita acara pemeriksaan di tempat,
hakim yang ditugaskan melaksanakan juga diharuskan membuat akta
pendapat yang berisi penilaian atas hasil pemeriksaan yang dilakukan. Agar
akta pendapat dapat dibuat secara objektif dan realistis maka hakim pelaksana
dapat meminta bantuan kepada ahli, dan akta pendapat haruslah konsisten
dengan berita acara karena rujukan akta itu merupakan berita acara itu sendiri
(Yahya Harahap, 2010 : 786).
Pembebanan biaya dalam pemeriksaan di tempat di tanggung oleh
pihak yang mengajukan permohonan pemeriksaan di tempat dengan
membayar panjar biaya pemeriksaan yang dibayarkan sebelum pemeriksaan
di tempat di lakukan. Sebelum dilaksanakan pemeriksaan maka pihak yang
mengajukan permohonan harus memenuhi prosedur keuangan terlebih dahulu
yang kemudian di tulis di dalam buku jurnal keuangan di bagian perdata
Pengadilan Negeri Surakarta. Besarnya biaya berbeda-beda antar wilayah
Pengadilan Negeri, dan untuk itu di atur di dalam ketetapan Ketua Pengadilan
Negeri. Biaya tersebut biasanya digunakan sebagai ongkos jalan/transportasi
ke lokasi pemeriksaan di tempat, atau jika diperlukan dapat juga digunakan
untuk biaya pengamanan apabila diperlukan kedatangan aparat dari pihak
kepolisian. Sedangkan apabila pemeriksaan di tempat merupakan inisiatif dari
Majelis Hakim maka Majelis Hakim bebas menentukan kepada siapa beban
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
biaya di berikan. Dalam prakteknya di Pengadilan Negeri Surakarta biasanya
Majelis Hakim membebankan biaya pemeriksaan di tempat kepada pihak
Penggugat, karena di anggap lebih berkepentingan, akan tetapi jika dirasa
perlu Majelis Hakim akan memberikan beban biaya tersebut kepada pihak
yang kalah pada putusan akhirnya. Jika pihak yang dibebani enggan
membayar maka pemeriksaan di tempatpun tidak dilakukan, hal tersebut
sesuai dengan Pasal 160 ayat (2) HIR.
3. Kekuatan Pembuktian Pemeriksaan di Tempat dalam Proses
Pemeriksaan Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri Surakarta
Pemeriksaan di tempat, jika ditilik lagi sebenarnya secara yuridis
formil hasilnya bukanlah merupakan suatu alat bukti karena jelas tidak
termasuk di dalam alat bukti yang tertera di Pasal 164 HIR, Pasal 1886
KUHPerdata, atau Pasal 283 RBg. Akan tetapi di dalam Pasal 153 ayat (1)
HIR, Pasal 180 ayat (1) RBg, dan juga Pasal 211 Rv ditegaskan bahwa nilai
kekuatan yang melekat pada hasil pemeriksaan di tempat dapat dijadikan
keterangan bagi Hakim. Di dalam pembuktian tetap di kenal beberapa konsep
yang pastinya tetap berpegang pada fakta yang ada dalam muka sidang, dan
jika bukti-bukti yang ada belum jelas maka masih dapat digunakan suatu
bukti tambahan.
In law and public policy, three standards of evidence are generally
recognized: preponderance, clear and convincing, and beyond a
reasonable doubt. By preponderance of evidence, it is usually meant that a
hypothesis under consideration need only be proven more trustworthy
(more probable) than its negation. Most civil proceedings use a
preponderance of evidence as a standard of proof (Sheldon Krimsky,
2005 : 11).
Kutipan tersebut menerangkan bahwa di dalam kebijakan hukum dan
publik,ada tiga standar bukti umumnya diakui: dominan, jelas dan
meyakinkan, dan di luar wajar keraguan. Dengan dominan bukti, biasanya
dimaksudkan bahwa hipotesis yang dipertimbangkan hanya perlu dibuktikan
lebih dipercaya (lebih mungkin) dari negasinya. Kebanyakan proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
pembuktian menggunakan dominan bukti sebagai standar pembuktian.
Pernyataan tersebut memberikan suatu gambaran bahwa didalam pembuktian
memerlukan suatu bukti yang dominan, jelas, dan juga menyakinkan. Dengan
menggunakan alat bukti di tempat ini maka dapat melengkapi alat bukti lain
yang secara jelas hasilnya akan menjadi kebenaran yang dominan, jelas,
meyakinkan dan pastinya di luar keraguan karena secara langsung objek
sengketa di periksa dan di datangi sendiri oleh Majelis Hakim. Hasil
pemeriksaan di tempat meskipun hanya sebagai keterangan bagi hakim, tapi
tidak dapat dipungkiri kalau hasil tersebut merupakan fakta yang ditemukan
di dalam persidangan. Oleh, karena itu Hakim terikat untuk menjadikan hasil
pemeriksaan di tempat sebagai dasar untuk pertimbangan pengambilan
keputusan, walaupun daya mengikatnya tidak mutlak dan Hakim bebas untuk
menentukan besar nilai kekuatan pembuktiannya.
Pasal 153 HIR ayat (1) menafsirkan sendiri tentang kekuatan
pembuktian pemeriksaan di tempat, dalam pasal tersebut ditegaskan : “Jika
ditimbang perlu atau ada faedahnya, maka Ketua boleh mengangkat satu atau
dua komisaris dari dewan itu, yang dengan bantuan panitera Pengadilan
Negeri akan melihat keadaan tempat atau menjalankan pemeriksaan di tempat
itu, yang dapat menjadi keterangan bagi Hakim”. Maka secara tidak langsung
pasal tersebut mengandung pengertian unsur pemeriksaan di tempat sifatnya
pelengkap dan kekuatan pembuktian dari pemeriksaan di tempat tersebut
memiliki kekuatan pembuktian yaitu sebagai bukti bebas, karena pada
akhirnya diserahkan pada penilaian Majelis Hakim. Hal tersebut dapat dilihat
dari kalimat “ Jika ditimbang perlu........” dimana kalimat tersebut
menunjukan suatu gambaran yang jelas bahwa pemeriksaan di tempat dapat
saja dilakukan apabila oleh kedua belah pihak pembuktian yang telah
dijalankan dirasa masih kurang.
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2001 tentang
pemeriksaan di tempat juga memberikan gambaran tentang kekuatan
pembuktian dari alat bukti pemeriksaan di tempat. Surat Edaran Mahkamah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Agung tersebut memerintahkan kepada Hakim atau Majelis Hakim untuk
mengadakan pemeriksaan di tempat atas obyek perkara yang perlu dilakukan
oleh Majelis Hakim dengan dibantu oleh Panitera Pengganti baik atas inisiatif
sendiri karena untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci terhadap objek
perkara maupun yang diajukan salah satu pihak yang berperkara, sehingga
memberikan dua penilaian tentang kekuatan pembutian pemeriksaan di
tempat. Penilaian yang pertama menunjukkan adanya unsur bahwa
pemeriksaan di tempat adalah alat bukti yang harus dilakukan agar para
pencari keadilan yang menyangkut objek sengketanya yaitu mengenai batas-
batas tanah dan luas-luasnya. Penilaian yang kedua adalah alat bukti
pemeriksaan di tempat merupakan alat bukti yang memberikan penguatan
keyakinan atas penilaian Hakim atau Majelis Hakim.
Merangkum dari hasil penelitian yang dilakukan Penulis dengan
membaca berkas perkara Nomor : 72/Pdt.G/2008/PN.Ska, mencermati data-
data yang ada, ada berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bintoro
Widodo, S.H. Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta dan Bapak M. Ali
Fardoni, S.H., M.H. Panitera Sekretaris di Pengadilan Negeri Surakarta dapat
disimpulkan bahwa kekuatan pembuktian pemeriksaan di tempat dapat dibagi
menjadi dua, yaitu kekuatan pembuktian bebas jika pemeriksaan di tempat itu
menyangkut pada pokok perkaranya karena pemeriksaan di tempat tidak bisa
digunakan untuk membuktikan tentang pokok perkaranya. Untuk mengatasi
hal tersebut pemeriksaan di tempat memerlukan dukungan dari alat bukti lain
yaitu alat bukti surat, saksi, pengakuan dan sumpah. Sedangkan kekuatan
pembuktian yang satunya bersifat mengikat sepanjang mengenai formalitas
gugatannya karena pemeriksaan di tempat berfungsi untuk membuktikan
tentang batas-batas, luas tanah serta subyek yang menguasai obyek sengketa
tersebut dimana hal ini menyangkut tentang syarat formal suatu gugatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang diuraikan dalam bab hasil penelitian dan
pembahasan, maka dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Pengadilan negeri
Surakarta maka prosedur pengajuan alat bukti pemeriksaan di tempat dalam
proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta di awali
dengan adanya inisiatif pengajuan pemeriksaan ditempat, inisiatif tersebut
dapat berasal dari :
a. Perintah Majelis Hakim karena jabatannya
Pasal 153 HIR memberikan wewenang kepada Majelis Hakim meskipun
kedua belah pihak yang bersengketa baik Penggugat ataupun Tergugat
tidak mengajukan permohonan untuk dilaksanakannya pemeriksaan di
tempat.
b. Inisiatif para pihak yang bersengketa
Pasal 153 HIR, Pasal 180 RBg atau Pasal 211 Rv menegaskan bahwa
pemeriksaan di tempat dapat dilaksanakan atas permintaan para pihak. Hak
tersebut di miliki oleh masing-masing pihak, sehingga pemeriksaan di
tempat dapat dilaksanakan atas permintaan salah satu pihak maupun atas
permintaan bersama kedua belah pihak. Masing-masing pihak dapat
mengajukan permohonan pemeriksaan di tempat kepada Majelis Hakim,
baik menggunakan permohonan secara lisan ataupun permohonan secara
tertulis.
Pada berkas perkara yang diteliti oleh penulis, yaitu putusan Nomor :
72/Pdt.G/2008/PN.Ska pelaksanaan pemeriksaan di tempat datang dari
perintah Majelis hakim dan bukan dari para pihak yang bersengketa. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
dilakukan karena hakim mengganggap fakta di dalam persidangan masih
dianggap kurang meyakinkan dalam memberikan suatu kejelasan objek
sengketa.
2. Cara pelaksanaan pemeriksaan di tempat dalam proses pemeriksaan sengketa
perdata di Pengadilan Negeri Surakarta dalam prakteknya dapat dilihat secara
lebih terperinci.
a. Adanya perintah Hakim untuk diadakannya pemeriksaan di tempat atau
adanya permohonan dari para pihak yang bersengketa meminta untuk
diadakan pemeriksaan di tempat;
b. Penetapan Hari Sidang oleh Hakim;
c. Hakim lewat panitera pengganti memberikan panggilan resmi kepada
Kepala Desa/lurah, pihak dari BPN/juru ukur untuk menghadiri sidang
pada tanggal yang telah di tetapkan;
d. Pembukaan sidang di Pengadilan Negeri / langsung di lokasi
pemeriksaan di tempat;
e. Pelaksanaan acara pembuktian pemeriksaan ditempat, yaitu pengukuran
luas dan batas obyek sengketa secara lansung;
f. Bukti tambahan (bila ada); dan
g. Sidang ditutup dengan pembacaan agenda sidang berikutnya.
Pembebanan biaya dalam pemeriksaan di tempat di tanggung oleh pihak yang
mengajukan permohonan. Sebelum dilaksanakan pemeriksaan maka pihak
yang mengajukan permohonan harus memenuhi prosedur keuangan terlebih
dahulu yang kemudian di tulis di dalam buku jurnal keuangan di bagian
perdata Pengadilan Negeri Surakarta. Sedangkan apabila pemeriksaan di
tempat merupakan inisiatif dari Majelis Hakim maka Majelis Hakim bebas
menentukan kepada siapa beban biaya di berikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
3. Kekuatan pembuktian pemeriksaan ditempat pada dasarnya merupakan alat
bukti yang sifatnya sebagai tambahan atau pelengkap. Yang dimaksudkan
disini adalah bahwa alat bukti pemeriksaan di tempat merupakan alat bukti
yang dapat digunakan oleh Majelis Hakim apabila alat bukti yang diajukan
oleh para pihak baik Penggugat ataupun Tergugat masih dirasa kurang, maka
alat bukti pemeriksaan di tempat dapat digunakan Majelis Hakim untuk
menambah keyakinan untuk menjatuhkan putusan nantinya atas objek yang
disengketakan. Dari hasil penelitian yang dilakukan Penulis berdasarkan hasil
wawancara dengan Bapak Bintoro Widodo, S.H. Hakim di Pengadilan Negeri
Surakarta dan Bapak M. Ali Fardoni, S.H., M.H. Panitera Sekretaris di
Pengadilan Negeri Surakarta dapat disimpulkan bahwa kekuatan pembuktian
pemeriksaan di tempat dapat dibagi menjadi dua, yaitu kekuatan pembuktian
bebas jika pemeriksaan di tempat itu menyangkut pada pokok perkaranya dan
kekuatan pembuktian yang bersifat mengikat sepanjang mengenai formalitas
gugatannya.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka penulis
dapat mengemukakan beberapa saran yakni :
1. Dalam proses pemeriksaan sengketa perdata khususnya mengenai batas
obyek engketa seperti tanah, maka Hakim harus melasanakan pemeriksaan di
tempat. Pemeriksaan di tempat sangat memberikan kemudahan dan jaminan
fakta yang sangat jelas karena disini Hakim dapat langsung melihat dan
memeriksa objek yang disengketakan.
2. Diperlukan adanya kegiatan penyuluhan hukum kepada masyarakat umum
yang dilakukan dari pihak Pengadilan Negeri mengenai arti pentingnya
pemeriksaan di tempat, karena masih banyak masyarakat yang susah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
membedakan antara pemeriksaan di tempat dan eksekusi objek sengketa yang
seringkali menimbulkan salah faham yang akhirnya mempersulit proses
pelaksanaan persidangan dengan pemeriksaan di tempat.
3. Pengadaan juru ukur/pihak BPN hendaknya dapat dijadikan kelengkapan inti
(bukan hanya bila dibutuhkan) dari Pengadilan Negeri karena permasalahan
pemeriksaan di tempat yang berhubungan dengan tanah sangat membutuhkan
ahli dimana BPN sangat berkompeten dalam hal tersebut, begitu juga dengan
ahli lain yang berhubungan dengan objek sengketa tertentu.