1
3 Suara Pembaruan Selasa, 6 Desember 2016 Utama [JAKARTA] Sejumlah kalangan menyerukan agar pemerintah membubarkan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang melanggar ketentuan UU 17/2013 tentang Ormas, dan nyata-nyata melawan Pancasila. Sebab, hal demikian mengancam keutuhan NKRI dan Pancasila sebagai dasar negara. “Ormas yang terbukti melakukan kekerasan atau provokatif, dan nyata-nyata anti-Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, harus ditindak tegas oleh pemerintah, kalau perlu dibubarkan,” tegas pengamat politik dari Universitas Diponegoro Semarang, Teguh Yuwono, Selasa (6/12). Dia juga mengingatkan para pendiri dan pengurus ormas, agar memahami bahwa eksistensi mereka tetap dalam koridor hukum positif di Indonesia. “Mereka harus paham bahwa ideologi Pancasila dan UUD 1945 itu sudah final. NKRI itu harga mati. Kalau memiliki ideolo- gi lain selain Pancasila, ya harus bersedia membubarkan diri sebelum ditindak tegas,” ujarnya. Dia menunjuk sejumlah ormas berlatar belakang kea- gamaan yang justru mengan- jurkan kekerasan sebagai jalan perjuangannya. “Itu sangat berbahaya, karena meresahkan. Makanya perlu ditata ulang, ditegaskan lagi apa ideologi- nya,” ujarnya. Teguh pun setuju dengan rencana Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) merevisi UU 17/2013, terutama meng- atur kembali payung hukum penindakan potensi ormas yang terindikasi atau nya- ta-nyata bertentangan dengan Pancasila. “Prinsipnya, peme- rintah harus bertindak tegas menata ulang ormas-ormas agar eksistensinya tetap patuh dan tunduk pada kerangka NKRI, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika. Di luar itu, ya harus ditindak tegas, bila perlu dibubarkan,” pintanya. Namun demikian, tindak- an pemerintah untuk merevi- si UU Ormas dan menata ulang ormas yang mencapai ribuan itu, tetap harus dila- kukan dengan bijak. “Jangan sampai upaya pemerintah itu justru kontraproduktif, atau menjadi legitimasi untuk memberangus sikap kritis masyarakat. Kalau ormas itu terbukti melanggar, jangan ragu ditindak. Dalam negara demokrasi, semua orang bebas berpendapat, namun kebebas- an itu tak boleh melanggar kebebasan orang lain apalagi melanggar hukum yang ber- laku,” tandasnya. Hal yang sama disampai- kan peneliti senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Muhadjir Darwin. Dia mengingatkan, aksi penolak- an terhadap ormas yang radikal dan anti-Pancasila sudah berlangsung lama. Menurutnya, usulan dan tuntutan agar pemerintah membubarkan ormas radikal adalah hal yang masuk akal, sebab kedamaian di suatu tempat sudah terusik. “Bibit radikalisme di Indonesia harus segera dipa- tahkan, jangan diberi kesem- patan untuk berkembang, sebab, Indonesia bukan negara Timur Tengah. Indonesia adalah negara kesatuan dengan ciri khas yang berbeda dengan Timur Tengah,” tegasnya. Senada dengan Muhadjir, pakar politik dari UGM Arie Sudjito meminta pemerintah tidak boleh kalah oleh ormas radikal yang jelas-jelas mela- kukan kekerasan dalam menjalankan misinya, juga kepada ormas yang antinega- ra kesatuan. “Perlu diingatkan, bahwa pembentukan ormas pada dasarnya untuk menga- komodasi kepentingan masya- rakat. Tetapi, ternyata banyak ormas yang justru menanam- kan sentimen di masyarakat maupun di kelompoknya,” katanya. Demikian juga dengan peneliti Pusat Studi Pancasila UGM, Prof Sutaryo. Dikatakan, kebinekaan meru- pakan anugerah bagi bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi ciri khas yang mem- bedakan Indonesia dari ber- bagai bangsa di dunia. Karena itulah, antikebinekaan berar- ti juga ingkar terhadap sejarah bangsa. Menurut Sutaryo, kebine- kaan harusnya dijadikan motor penggerak kemajuan bangsa, bukan justru dijadikan kele- mahan. “Menjadi berbahaya bagi kemajemukan bangsa, jika pemerintah tidak menyi- kapi hal tersebut dengan serius, lebih-lebih jika berbi- cara pada ormas yang anti-Pan- casila,” ucapnya. Sementara itu, Sekjen PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mengatakan, sesuai dengan UU Ormas, jika terdapat ormas yang anti-Pancasila, peme- rintah dapat membubarkan ormas tersebut. Meski demi- kian, prosesnya harus melalui pengadilan. “Pembubaran ormas tanpa alasan hukum yang jelas berpotensi melanggar kebe- basan berserikat dan berkum- pul yang dijamin oleh UUD. Pemerintah tidak boleh represif karena bertentangan dengan demokrasi dan sema- ngat reformasi,” katanya. Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris meminta pemerintah lebih tegas dan konsisten dalam menerapkan aturan-aturan hukum dalam UU 17/2013. Menurutnya, ketidaktegasan pemerintah, mengakibatkan banyak ormas yang bertindak seenaknya, dan bahkan ada yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. “UU Ormas ini kan baru direvisi pada tahun 2013 lalu. Sudah banyak juga yang melakukan uji material atas UU ini, namun kebanyakan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Jadi, yang perlu dilakukan adalah ketegasan pemerintah menerapkan nor- ma-norma hukum yang ter- dapat dalam UU Ormas ini. Banyak hal yang diatur dalam UU Ormas belum diterapkan oleh ormas,” ujarnya. Pemerintah, kata Syamsuddin, perlu memben- tuk mekanisme evaluasi dan pengawasan yang ketat ter- hadap ormas-ormas yang ada. Dengan adanya evaluasi tersebut, menurutnya, peme- rintah bisa menginventarisa- si pelanggaran-pelanggaran ormas dari yang berat sampai yang ringan. “Sanksinya nanti bisa sampai pada pencabutan atau pembubaran ormas yang dinilai melanggar aturan. Dalam UU Ormas kan jelas status terdaftar atau status hukum ormas bisa dicabut meskipun harus melalui putusan pengadilan berdasar- kan usulan kejaksaan,” terang dia. Lebih lanjut, Syamsuddin mengakui bahwa keberadaan ormas sekarang ini kadang dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk melindungi kepentingannya. Bahkan ada dimanfaatkan untuk kepen- tingan politik tertentu. Hal inilah yang kadang membuat pemerintah tidak bisa tegas menindak ormas yang banyak melakukan pelanggaran. Sikap DPR Secara terpisah, sejumlah pimpinan di Komisi II dan Komisi III DPR memperta- nyakan alasan Kementerian Dalam Negeri berencana merevisi UU Ormas. Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman mengingatkan, revi- si tersebut jangan sampai mengarah pada kontrol seca- ra ketat. “Kalau niatnya mengon- trol, itu bisa kontradiktif dengan keinginan kita mem- bangun masyarakat demokra- tis. Jadi idenya harus jelas, mengatur atau mengontrol? Kalau sudah banyak jumlah ormas, bukannya bagus? Artinya makin banyak krea- tivitas? Jadi harus jelas alas- an pokoknya,” jelasnya. UU yang baik, lanjutnya, seharusnya diarahkan untuk mendorong serta memfasilitasi kreativitas maupun inovasi. “Bukan berniat mengontrol,” tandasnya. Menurutnya, bila revisi itu ditujukan mengontrol ormas, maka itu sama saja menunjukkan ketakutan pemerintah. Pembuatan UU harus benar-benar dipa- kai untuk mendorong serta memfasilitasi masyarakat dalam memajukan pemba- ngunan melalui ormas. “Dan di dalam negara demokrasi, negara harus sedikit saja mengatur, simpel saja,” imbuhnya. Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Gerindra, Ahmad Riza Patria. Di era demokra- si, kebebasan berpendapat namun bertanggung jawab haruslah didorong. Oleh karenanya, usul revisi UU Ormas haruslah diarahkan membimbing dan merevita- lisasi, bukannya membera- ngus. Riza Patria mengatakan bahwa pihaknya merasa kecenderungan niat pemerin- tah merevisi UU Ormas adalah dengan tujuan mem- berangus ormas. “Tugas pemerintah membina. Kalau ada kekurangan ormas, ya dibantu dan diluruskan, jangan diberantas. Ini era reformasi, bukan Orba lagi. Jangan revisi dimaksud untuk mem- berantas ormas, mempermu- dah pembubaran. Apalagi karena alasan tidak Pancasilais,” jelasnya. “Kalau revisi isinya mem- perkuat keberadaan dan memberdayakan ormas, kita setuju. Tapi kalau isinya membubarkan, ya kita kebe- ratan. Jangan gampang asal mau memberantas,” sambung- nya. [FAT/MJS/YUS/142/152] Bubarkan Ormas Anti-Pancasila Syamsuddin Haris Benny K Harman FOTO-FOTO:ISTIMEWA Ahmad Riza Patria

Sua ra Pme baur an Selasa, 6 Desember 2016 Utama Bubarkan ...gelora45.com/news/SP_20161206.03.pdf · melawan Pancasila. Sebab, hal demikian mengancam keutuhan NKRI dan Pancasila sebagai

  • Upload
    vokhue

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

3Sua ra Pem ba ru an Selasa, 6 Desember 2016 Utama

[JAKARTA] Sejumlah kalangan menyerukan agar pemerintah membubarkan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang melanggar ketentuan UU 17/2013 tentang Ormas, dan nyata-nyata melawan Pancasila. Sebab, hal demikian mengancam keutuhan NKRI dan Pancasila sebagai dasar negara.

“Ormas yang terbukti melakukan kekerasan atau provokatif, dan nyata-nyata anti-Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, harus ditindak tegas oleh pemerintah, kalau perlu dibubarkan,” tegas pengamat poli t ik dari Universitas Diponegoro Semarang, Teguh Yuwono, Selasa (6/12).

Dia juga mengingatkan para pendiri dan pengurus ormas, agar memahami bahwa eksistensi mereka tetap dalam koridor hukum positif di Indonesia. “Mereka harus paham bahwa ideologi Pancasila dan UUD 1945 itu sudah final. NKRI itu harga mati. Kalau memiliki ideolo-gi lain selain Pancasila, ya harus bersedia membubarkan diri sebelum ditindak tegas,” ujarnya.

Dia menunjuk sejumlah ormas berlatar belakang kea-gamaan yang justru mengan-jurkan kekerasan sebagai jalan perjuangannya. “Itu sangat berbahaya, karena meresahkan. Makanya perlu ditata ulang, ditegaskan lagi apa ideologi-nya,” ujarnya.

Teguh pun setuju dengan rencana Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) merevisi UU 17/2013, terutama meng-atur kembali payung hukum penindakan potensi ormas yang terindikasi atau nya-ta-nyata bertentangan dengan Pancasila. “Prinsipnya, peme-rintah harus bertindak tegas menata ulang ormas-ormas agar eksistensinya tetap patuh dan tunduk pada kerangka NKRI, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika. Di luar itu, ya harus ditindak tegas, bila perlu dibubarkan,” pintanya.

Namun demikian, tindak-an pemerintah untuk merevi-si UU Ormas dan menata ulang ormas yang mencapai ribuan itu, tetap harus dila-kukan dengan bijak. “Jangan sampai upaya pemerintah itu justru kontraproduktif, atau menjadi legitimasi untuk memberangus sikap kritis masyarakat. Kalau ormas itu terbukti melanggar, jangan ragu ditindak. Dalam negara demokrasi, semua orang bebas berpendapat, namun kebebas-an itu tak boleh melanggar kebebasan orang lain apalagi melanggar hukum yang ber-laku,” tandasnya.

Hal yang sama disampai-kan peneliti senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan

UGM, Muhadjir Darwin. Dia mengingatkan, aksi penolak-an terhadap ormas yang radikal dan anti-Pancasila sudah berlangsung lama. Menurutnya, usulan dan tuntutan agar pemerintah membubarkan ormas radikal adalah hal yang masuk akal, sebab kedamaian di suatu tempat sudah terusik.

“Bibit radikalisme di Indonesia harus segera dipa-tahkan, jangan diberi kesem-patan untuk berkembang, sebab, Indonesia bukan negara Timur Tengah. Indonesia adalah negara kesatuan dengan ciri khas yang berbeda dengan Timur Tengah,” tegasnya.

Senada dengan Muhadjir, pakar politik dari UGM Arie Sudjito meminta pemerintah tidak boleh kalah oleh ormas radikal yang jelas-jelas mela-kukan kekerasan dalam menjalankan misinya, juga kepada ormas yang antinega-ra kesatuan. “Perlu diingatkan, bahwa pembentukan ormas pada dasarnya untuk menga-komodasi kepentingan masya-rakat. Tetapi, ternyata banyak ormas yang justru menanam-kan sentimen di masyarakat maupun di kelompoknya,” katanya.

Demikian juga dengan peneliti Pusat Studi Pancasila U G M , P r o f S u t a r y o . Dikatakan, kebinekaan meru-pakan anugerah bagi bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi ciri khas yang mem-bedakan Indonesia dari ber-bagai bangsa di dunia. Karena itulah, antikebinekaan berar-ti juga ingkar terhadap sejarah bangsa.

Menurut Sutaryo, kebine-kaan harusnya dijadikan motor penggerak kemajuan bangsa, bukan justru dijadikan kele-mahan. “Menjadi berbahaya bagi kemajemukan bangsa, jika pemerintah tidak menyi-kapi hal tersebut dengan serius, lebih-lebih jika berbi-cara pada ormas yang anti-Pan-casila,” ucapnya.

Sementara itu, Sekjen PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mengatakan, sesuai dengan UU Ormas, jika terdapat ormas

yang anti-Pancasila, peme-rintah dapat membubarkan ormas tersebut. Meski demi-kian, prosesnya harus melalui pengadilan.

“Pembubaran ormas tanpa alasan hukum yang jelas berpotensi melanggar kebe-basan berserikat dan berkum-pul yang dijamin oleh UUD. Pemerintah tidak boleh represif karena bertentangan dengan demokrasi dan sema-ngat reformasi,” katanya.

Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris meminta pemerintah lebih tegas dan konsisten dalam menerapkan aturan-aturan hukum dalam UU 17/2013. Menurutnya, ketidaktegasan pemerintah, mengakibatkan banyak ormas yang bertindak seenaknya, dan bahkan ada yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

“UU Ormas ini kan baru direvisi pada tahun 2013 lalu. Sudah banyak juga yang melakukan uji material atas UU ini, namun kebanyakan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Jadi, yang perlu dilakukan adalah ketegasan pemerintah menerapkan nor-ma-norma hukum yang ter-dapat dalam UU Ormas ini. Banyak hal yang diatur dalam UU Ormas belum diterapkan oleh ormas,” ujarnya.

P e m e r i n t a h , k a t a Syamsuddin, perlu memben-tuk mekanisme evaluasi dan pengawasan yang ketat ter-hadap ormas-ormas yang ada. Dengan adanya evaluasi tersebut, menurutnya, peme-rintah bisa menginventarisa-si pelanggaran-pelanggaran ormas dari yang berat sampai yang ringan.

“Sanksinya nanti bisa sampai pada pencabutan atau pembubaran ormas yang dinilai melanggar aturan. Dalam UU Ormas kan jelas status terdaftar atau status hukum ormas bisa dicabut meskipun harus melalui putusan pengadilan berdasar-kan usulan kejaksaan,” terang dia.

Lebih lanjut, Syamsuddin mengakui bahwa keberadaan

ormas sekarang ini kadang dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk melindungi kepentingannya. Bahkan ada dimanfaatkan untuk kepen-tingan politik tertentu. Hal inilah yang kadang membuat pemerintah tidak bisa tegas menindak ormas yang banyak melakukan pelanggaran.

Sikap DPRSecara terpisah, sejumlah

pimpinan di Komisi II dan Komisi III DPR memperta-nyakan alasan Kementerian Dalam Negeri berencana

merevisi UU Ormas. Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman mengingatkan, revi-si tersebut jangan sampai mengarah pada kontrol seca-ra ketat.

“Kalau niatnya mengon-trol, itu bisa kontradiktif dengan keinginan kita mem-bangun masyarakat demokra-tis. Jadi idenya harus jelas, mengatur atau mengontrol? Kalau sudah banyak jumlah ormas, bukannya bagus? Artinya makin banyak krea-tivitas? Jadi harus jelas alas-an pokoknya,” jelasnya.

UU yang baik, lanjutnya, seharusnya diarahkan untuk mendorong serta memfasilitasi kreativitas maupun inovasi. “Bukan berniat mengontrol,” tandasnya.

Menurutnya, bila revisi itu ditujukan mengontrol ormas, maka itu sama saja menunjukkan ketakutan pemerintah. Pembuatan UU harus benar-benar dipa-kai untuk mendorong serta memfasilitasi masyarakat dalam memajukan pemba-ngunan melalui ormas. “Dan di dalam negara demokrasi, negara harus sedikit saja mengatur, simpel saja,”

imbuhnya.Hal senada disampaikan

Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Gerindra, Ahmad Riza Patria. Di era demokra-si, kebebasan berpendapat namun bertanggung jawab haruslah didorong. Oleh karenanya, usul revisi UU Ormas haruslah diarahkan membimbing dan merevita-lisasi, bukannya membera-ngus.

Riza Patria mengatakan bahwa pihaknya merasa kecenderungan niat pemerin-tah merevisi UU Ormas adalah dengan tujuan mem-berangus ormas. “Tugas pemerintah membina. Kalau ada kekurangan ormas, ya dibantu dan diluruskan, jangan diberantas. Ini era reformasi, bukan Orba lagi. Jangan revisi dimaksud untuk mem-berantas ormas, mempermu-dah pembubaran. Apalagi k a r e n a a l a s a n t i d a k Pancasilais,” jelasnya.

“Kalau revisi isinya mem-perkuat keberadaan dan memberdayakan ormas, kita setuju. Tapi kalau isinya membubarkan, ya kita kebe-ratan. Jangan gampang asal mau memberantas,” sambung-nya. [FAT/MJS/YUS/142/152]

Bubarkan Ormas Anti-Pancasila

Syamsuddin Haris Benny K Harmanfoto-foto:istimewa

Ahmad Riza Patria