26
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini berbentuk eksperimen dengan desain “Kelompok Kontrol Non-ekivalen” yang merupakan bagian dari bentuk “Kuasi-Eskperimen”. Pada kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 2005). Penggunaan desain dilakukan dengan pertimbangan bahwa, kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokkan secara acak. Pembentukan kelas baru hanya akan menyebabkan perubahan jadwal pelajaran yang telah ada di sekolah, hal ini dapat menganggu kelancaran proses belajar mengajar. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII (delapan) dari dua kelas yang memiliki kemampuan setara, dan menggunakan pendekatan pembelajaran yang berbeda. Kelompok eksperimen adalah kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Sedangkan kelompok kontrol merupakan kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran biasa (konvensional), kemudian masing-masing kelas penelitian di beri tes awal dan tes akhir. Tidak ada perlakuan khusus yang diberikan pada kelas kontrol. Menurut Ruseffendi (2005) desain penelitian seperti ini disebut desain kelompok kontrol hanya non-ekivalen, seperti berikut:

T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

  • Upload
    ngophuc

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini berbentuk eksperimen dengan desain “Kelompok Kontrol

Non-ekivalen” yang merupakan bagian dari bentuk “Kuasi-Eskperimen”. Pada

kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti

menerima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 2005).

Penggunaan desain dilakukan dengan pertimbangan bahwa, kelas yang ada

telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokkan

secara acak. Pembentukan kelas baru hanya akan menyebabkan perubahan jadwal

pelajaran yang telah ada di sekolah, hal ini dapat menganggu kelancaran proses

belajar mengajar.

Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII (delapan) dari dua kelas yang

memiliki kemampuan setara, dan menggunakan pendekatan pembelajaran yang

berbeda. Kelompok eksperimen adalah kelompok siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Sedangkan kelompok kontrol

merupakan kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran biasa (konvensional),

kemudian masing-masing kelas penelitian di beri tes awal dan tes akhir. Tidak ada

perlakuan khusus yang diberikan pada kelas kontrol.

Menurut Ruseffendi (2005) desain penelitian seperti ini disebut desain

kelompok kontrol hanya non-ekivalen, seperti berikut:

Page 2: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

50

O X O

O O

Keterangan:

O : tes awal dan tes akhir (tes kemampuan penalaran dan tes kemampuan

komunikasi matematik).

X : perlakuan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme

B. Subjek Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap siswa di satu SMP Negeri di Kabupaten

Cirebon. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII (delapan) di SMP

Negeri 1 Susukanlebak Kabupaten Cirebon. Sampel dalam penelitian ini terdiri

dari 2 kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dipilih dari kelas yang

telah ada (kelas VIII). Karena desain penelitian ini menggunakan desain

"Kelompok kontrol Non-Ekivalen", maka penentuan sampel dilakukan dengan

menggunakan teknik "Purposive Sampling", yaitu teknik pengambilan sampel

berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007).

Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan pertimbangan

kepala sekolah, wali kelas, guru bidang studi matematika yang mengajar di kelas

VIII, dengan pertimbangan bahwa penyebaran siswa tiap kelasnya merata ditinjau

dari segi kemampuan akademiknya.

C. Instrumen Penelitian

Dalam setiap penelitian, instrumen sangat memegang peranan. Untuk

memperoleh data dalam penelitian digunakan dua macam instrumen yaitu 1)

Page 3: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

51

Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan

penalaran dan komunikasi matematik; 2) Bentuk non-tes terdiri dari skala sikap,

lembar observasi kegiatan pembelajaran siswa, dan lembar observasi guru serta

daftar wawancara guru.

1. Bentuk tes

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan

penalaran matematik siswa adalah tes kemampuan penalaran matematik. Tes

kemampuan penalaran matematik dibuat untuk melihat kemampuan siswa dalam

memberi penjelasan dengan menggunakan gambar, sifat-sifat, hubungan atau pola

yang ada dan kemampuan menyelesaikan soal-soal matematika dengan mengikuti

argumen-argumen logis, sedangkan tes kemampuan komunikasi matematika

dibuat untuk melihat kemampuan siswa dalam menjelaskan idea, situasi, dan

relasi matematika secara tulisan dan gambar (menggambar), menyatakan suatu

situasi, gambar, diagram atau benda nyata ke dalam bahasa simbol, ide, atau

pendekatan matematika (ekspresi matematika), dan menjelaskan idea atau situasi

dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan

(menulis).

Aturan pemberian skor untuk setiap jawaban siswa ditentukan berdasarkan

pedoman penskoran seperti yang ditampilkan dalam Tabel 3.1 dan Tabel 3.2

berikut ini.

Page 4: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

52

Tabel 3.1 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematik

Menggunakan Holistic Scoring Rubrics

Skor Indikator

0 Tidak ada jawaban/menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan/tidak ada yang benar

1 Hanya sebagian dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis di jawab dengan benar.

2 Hampir semua dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan benar.

3 Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan lengkap/jelas dan benar.

Skor Maksimal = 3 Diadaptasi dari Cai, Lane, dan Jakabcin (1996), Ansari (2003), Wihatma (2004) dan Rusmini (2007).

Tabel 3.2

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematik Menggunakan Holistic Scoring Rubrics

Skor Menulis (Written text)

Menggambar (Drawing)

Ekspresi Matematik (Mathemattical

expression)

0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa

1 Hanya sedikit dari pen-jelasan yang benar

Hanya sedikit dari gambar, diagram atau tabel yang benar

Hanya sedikit dari pendekatan matematika yang benar

2

Penjelasan secara mate-matis masuk akal namun hanya sebagian lengkap dan benar

Melukiskan, diagram, gambar atau tabel namun kurang lengkap dan benar

Membuat pendekatan matematika dengan benar, namun salah dalam mendapatkan solusi

3

Penjelasan secara mate-matis masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat sedikit kesalahan bahasa

Melukiskan, diagram, gambar, atau tabel secara lengkap dan benar

Membuat pendekatan matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap

4

Penjelasan secara mate-matis masuk akal dan jelas serta tersusun secara logis

Skor maksimal = 4 Skor maksimal = 3 Skor maksimal = 3 Diadaptasi dari Cai, Lane, dan Jakabcin (1996), Ansari 92003), Wihatma (2004) dan Herawati (2007).

Page 5: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

53

a. Validasi Butir Soal

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu

instrumen. Sebuah butir soal dikatakan valid jika mempunyai dukungan yang

besar terhadap skor total atau terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrumen

dengan instrumen secara keseluruhan, dengan kata lain sebuah butir soal

dikatakan memiliki validitas apabila setiap bagian instrumen mendukung “misi”

instrumen secara keseluruhan yaitu mengungkap data dari variabel yang

dimaksud. Pada penelitian ini variabel yang dimaksud yaitu kemampuan

penalaran dan komunikasi matematik.

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product

moment Pearsons (Arikunto, 2001:72) dengan rumus sebagai berikut:

r xy = ( )( )

( ) ( )[ ] ( ) ( )[ ]2222 ∑∑∑∑∑∑ ∑

−−

YYNXXN

YXXYN

dengan:

rxy = Koefisien korelasi antara X dan Y

N = Jumlah peserta tes

X = Skor siswa pada tiap butir soal

Y = Skor total

Interpretasi besarnya koefisien korelasi berdasarkan patokan yang

disesuaikan dengan Arikunto (2005:75) dan dapat dilihat pada Tabel 3.3 sebagai

berikut:

Page 6: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

54

Tabel 3.3

Interpretasi Koefisien Korelasi

Koefisien Korelasi Interpretasi

0,80 < rxy ≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,60 < rxy ≤ 0,80 Tinggi 0,40 < rxy ≤ 0,60 Cukup 0,20 < rxy ≤ 0,40 Rendah 0,00 < rxy ≤ 0,20 Kurang

Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi diuji dengan uji-t

dengan rumus sebagai berikut:

thitung = rxy21

2

xyr

N

−−

(Sudjana, 1996: 379)

dengan:

thitung = daya pembeda dari uji –t

N = jumlah subjek

rxy = koefisien korelasi

Berdasarkan tabel harga kritis r product moment, jika harga rxy lebih kecil

dari harga kritis dalam tabel (r tabel), maka korelasi tersebut tidak signifikan. Jika

harga rxy lebih besar dari harga kritis dalam tabel (r tabel), maka korelasi tersebut

signifikan.

Signifikansi validitas korelasi juga di uji dengan uji-t. Rumus uji-t yang

digunakan adalah rumus t bila diketahui koefisien korelasinya (Sudjana,

1992:380). Penerimaan signifikansi nilai t didasarkan pada hipotesis berikut:

Ho : tidak ada korelasi setiap butir soal terhadap skor total.

H1 : ada korelasi setiap butir soal terhadap skor total.

Page 7: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

55

Untuk taraf signifikansi � = 0,05, dk = n – 2, ttabel = ����������; Ho

diterima jika –ttabel < thitung < ttabel , selain itu Ho di tolak. Hasil perhitungan

koefisien korelasi dan signifikansi validitas koefisien korelasi (thitung) dengan � =

0,05 ditampilkan dalam Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi dan Signifikansi serta Validitas Soal

Hasil Uji Coba Kemampuan Penalaran Matematik

Jenis Tes No. Soal

Nilai Hitung

rxy

rtabel pada taraf

siginifikansi � = 0,05

Interpretasi Koefisien Korelasi

Signifikansi Validitas

Kemampuan Penalaran Matematik

3 0,602 0,297 Tingggi Signifikansi Valid

4 0,573 0,297 Sedang Signifikansi Valid

7 0,792 0,297 Tinggi Signifikansi Valid

9 0,703 0,297 Tinggi Signifikansi Valid

Kemampuan Komunikasi Matematik

1 0,625 0,297 Tinggi Signifikansi Valid

2 0,727 0,297 Tinggi Signifikansi Valid

5 0,619 0,297 Tinggi Signifikansi Valid

6 0,687 0,297 Tinggi Signifikansi Valid

8 0,595 0,297 Sedang Signifikansi Valid

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 seperti

yang terlihat pada Tabel 3.4 maka keempat soal kemampuan penalaran matematik

diperoleh tiga soal yaitu nomor 3, 7 dan 9 mempunyai validitas tinggi dan satu

soal yaitu nomor 4 mempunyai validitas sedang.

Begitu pula pada soal kemampuan komunikasi matematik, kelima soal

kemampuan komunikasi matematika diperoleh empat soal yaitu nomor 1, 2, 5,

dan 6 mempunyai validitas tinggi, satu soal mempunyai validitas sedang yaitu

nomor 8 mempunyai validitas sedang.

Page 8: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

56

b. Reliabilitas Butir Soal

Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yaitu sejauh

mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten

(tidak berubah-ubah).

Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian

dikenal dengan rumus Alpha yaitu:

r11=

−∑

2

2

11 t

i

s

s

n

n

dengan:

r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan

n = banyaknya butir soal

s2i = varians skor setiap item

s2t = varians skor total yang diperoleh siswa (Suherman, 2003)

Untuk koefisien reliabilitas yang menyatakan derajat keterandalan alat

evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P. Guilford (Suherman,

2003) seperti pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Interpretasi 0,90 ≤ r11 ≤ 1,00 Reliabilitas Sangat Tinggi (Sangat Baik) 0,70 ≤ r11 < 0,90 Reliabilitas Tinggi 0,40 ≤ r11 < 0,70 Reliabilitas Sedang 0,20 ≤ r11 < 0,40 Reliabilitas Rendah

r11 ≤ 0,20 Reliabilitas Sangat Rendah Dari hasil ujicoba instrumen dengan menggunakan rumus Alpha

(Cronbach Alpha) (Ruseffendi, 1998), dengan menggunakan Microsoft Excel

Page 9: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

57

2007 diperoleh reliabilitas instrumen tes kemampuan penalaran matematik secara

keseluruhan r11 = 0,595 (kategori sedang) dan reliabilitas instrumen tes

kemampuan komunikasi matematik secara keseluruhan r11 = 0,675 (kategori

sedang). Berdasarkan perhitungan, tes ini tergolong baik karena memiliki

koefisien reliabilitas sedang. Cara perhitungan reliabilitas instrumen tes

kemampuan penalaran dan komunikasi matematik selengkapnya terdapat pada

lampiran.

c. Analisis Tingkat Kesukaran Soal

Bermutu atau tidaknya butir-butir item pada instrumen dapat diketahui dari

derajat kesukaran yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut. Menurut

Ruseffendi (2005) butir-butir item tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-

butir item yang baik, apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak

pula terlalu mudah. Dengan kata lain, butir-butir item tes baik jika derajat

kesukaran item itu adalah sedang atau cukup.

Tingkat Kesukaran pada masing-masing butir soal di hitung dengan

menggunakan rumus:

� � ����

dengan:

IK = Indeks Kesukaran

ST = jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa pada butir soal yang diolah

IT = jumlah skor ideal/maksimum yang diperoleh pada satu butir soal itu

Page 10: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

58

Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan dengan

menggunakan kriteria tingkat kesukaran butir soal yang dikemukakan oleh

Suherman (2003) yaitu pada tabel 3.6.

Tabel 3.6

Kriteria Tingkat Kesukaran

Indeks Kesukaran Interpretasi

IK = 0,00 Terlalu Sukar 0,00 < IK ≤ 0,30 Sukar 0,30 < IK ≤ 0,70 Sedang 0,70 < IK < 1,00 Mudah

IK = 1,00 Terlalu Mudah

Dari hasil uji coba instrumen, diperoleh tingkat kesukaran soal

kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa seperti pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7

Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Hasil Uji Coba

Jenis Tes No. Soal

Indeks Kesukaran

Interpretasi Tingkat

Kesukaran

Kemampuan Penalaran Matematik

3 0,708 Mudah 4 0,708 Mudah 7 0,342 Sedang 9 0,333 Sedang

Kemampuan Komunikasi Matematik

1 0,444 Sedang 2 0,417 Sedang 5 0,292 Sukar 6 0,333 Sedang 8 0,242 Sukar

d. Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda sebuah soal adalah kemampuan soal tersebut untuk

membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan baik dengan siswa

Page 11: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

59

yang berkemampuan rendah. Berdasarkan asumsi Galton dinyatakan bahwa suatu

perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai,

rata-rata dan kurang pandai, karena dalam satu kelas biasanya terdiri dari ketiga

kelompok tersebut (Suherman dan Sukjaya, 1990).

Untuk menghitung daya pembeda atau indeks diskriminan dilakukan

dengan membagi dua subjek menjadi 50% - 50% setelah diurutkan menurut

rangking perolehan skor hasil tes. Dalam menentukan daya pembeda untuk tiap

butir soal mengacu pada perhitungan daya pembeda yang terdapat dalam

Suherman dan Sukjaya (1990).

Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus:

�� � �� � ����

dengan:

DP = daya pembeda

SA = jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah

SB = jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah

IA = jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal yang diolah

Hasil perhitungan daya pembeda, kemudian diinterpretasikan dengan

klasifikasi yang dikemukakan oleh Suherman (2003) seperti pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8 Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Interpretasi

DP ≤ 0,00 Sangat Rendah 0,00 < DP ≤ 0,20 Rendah 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup/Sedang 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

Page 12: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

60

Dari hasil perhitungan, diperoleh daya pembeda tiap butir soal seperti pada

Tabel 3.9.

Tabel 3.9

Perhitungan Daya Pembeda Soal Hasil Uji Coba

Jenis Tes No. Soal

Indeks Kesukaran

Interpretasi Tingkat Kesukaran

Kemampuan Penalaran Matematik

3 0,150 Rendah

4 0,150 Rendah

7 0,350 Sedang

9 0,300 Sedang

Kemampuan Komunikasi Matematik

1 0,163 Rendah

2 0,233 Sedang

5 0,183 Rendah

6 0,267 Sedang

8 0,183 Rendah

Berikut ini disajikan rangkuman perhitungan koefisien validitas,

reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda hasil uji coba instrumen tes

kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa seperti pada Tabel 3.10

dan Tabel 3.11 berikut:

Tabel 3.10

Koefisien Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Matematik

Nomor Soal Indeks Daya

Pembeda Indeks Kesukaran Koefisien Validitas

3 0,150 Rendah 0,708 Mudah 0,602 Valid

4 0,150 Rendah 0,708 Mudah 0,573 Valid

7 0,350 Sedang 0,342 Sedang 0,792 Valid

9 0,300 Sedang 0,333 Sedang 0,703 Valid

Koefisien Reliabilitas

0,595 (Sedang)

Page 13: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

61

Tabel 3.11

Koefisien Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematik

Nomor Soal Indeks Daya

Pembeda Indeks Kesukaran Koefisien Validitas

1 0,163 Rendah 0,444 Sedang 0,625 Valid 2 0,233 Sedang 0,417 Sedang 0,727 Valid 5 0,183 Rendah 0,292 Sukar 0,619 Valid 6 0,267 Sedang 0,333 Sedang 0,687 Valid 8 0,183 Rendah 0,242 Sukar 0,595 Valid

Koefisien Reliabilitas

0,675 (Sedang)

2. Bentuk Non-Tes

Bentuk instrumen non-tes yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

dua jenis yaitu skala sikap dan observasi.

a. Skala Sikap

Aspek afektif yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah sikap siswa

terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, sikap siswa terhadap

soal kemampuan penalaran dan komunikasi matematik, dan sikap siswa terhadap

pelajaran matematika. Pendekatan skala sikap yang digunakan dalam penelitian

ini adalah angket sikap skala Likert.

Angket skala sikap siswa diberikan pada kelas eksperimen setelah kegiatan

pembelajaran berakhir atau setelah tes akhir. Skala sikap digunakan untuk melihat

sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

konstruktivisme, sikap siswa terhadap kemampuan penalaran dan komunikasi

matematik siswa, maka penulis menyusun skala sikap yang terdiri dari 20 butir

pernyataan positif dan negatif untuk di respon siswa yang mencakup sikap siswa

terhadap ketiga objek tersebut. Bentuk pernyataan disusun dalam bentuk tertutup,

Page 14: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

62

dengan empat pilihan jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak

Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Pilihan jawaban N (Netral) tidak

digunakan untuk menghindari keraguan siswa.

Abdurahman (2002) menyatakan bahwa agar data ordinal dapat diolah

maka data harus diberi skor untuk setiap pilihan jawaban dari setiap pernyataan

untuk pernyataan positif dengan skor SS = 4, S = 3, TS = 2 dan STS = 1, dan

sebaliknya untuk pernyataan negatif dengan skor SS =1, S = 2, TS = 3 dan STS =

4.

Siswa diharapkan dapat memberikan jawaban yang pasti, karena skala

sikap diberikan pada siswa kelas eksperimen yang telah mengalami proses

pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Pernyataan-pernyataan yang

diberikan berdasarkan pada pengalaman yang telah dimiliki siswa.

Sebelum menyusun angket sikap siswa, maka terlebih dahulu dibuat kisi-

kisi skala sikap, setelah itu dilakukan uji validitas isi butir item dengan meminta

pertimbangan teman-teman mahasiswa SPs UPI dan selanjutnya dikonsultasikan

dengan dosen pembimbing. Skala sikap ini bertujuan untuk mengetahui sikap

siswa terhadap pembelajaran konstruktivisme, sikap siswa terhadap soal

kemampuan penalaran dan komunikasi matematik dan sikap siswa terhadap

pelajaran matematika, karena itu tidak diujicobakan terlebih dahulu.

b. Lembar Observasi

Observasi digunakan untuk melihat kegiatan siswa dan guru selama proses

pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme berlangsung di kelas. Pedoman

observasi kegiatan siswa dan guru berupa daftar cek dengan lima pilihan yaitu

Page 15: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

63

Sangat Tidak Bagus (1), Kurang Bagus (2), Cukup bagus (3), Bagus (4), dan

Sangat Bagus (5).

Pedoman tersebut harus diisi oleh observer sesuai dengan pembelajaran

yang berlangsung di kelas. Observasi terhadap aktivitas siswa dilakukan oleh

peneliti sendiri, sedangkan selama penelitian berlangsung peneliti di observasi

proses pembelajarannya oleh guru mata pelajaran matematika sekolah tempat

penelitian.

D. Pengembangan Bahan Ajar

Pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini dengan pendekatan

pembelajaran konstruktivisme pada kelas eksperimen dan pembelajaran

konvensional (biasa) pada kelas kontrol. Pengembangan bahan pengajaran diawali

dengan memperhatikan standard kompetensi, kompetensi dasar dan cakupan

materi. Materi yang dikembangkan meliputi melukis garis singgung melalui satu

titik pada lingkaran, melukis garis singgung melalui titik di luar lingkaran,

melukis garis singgung persekutuan luar, melukis garis singgung persekutuan

dalam, melukis lingkaran luar segitiga, dan melukis lingkaran dalam segitiga serta

menghitung panjang garis singgung persekutuan luar dan dalam.

Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme diberikan melalui

Lembar Kerja Siswa (LKS). Penugasan yang diberikan melalui LKS memfasilitasi

siswa untuk dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui kegiatan

diskusi antarsiswa, bertanya antarsiswa maupun bertanya pada guru. LKS terdiri

dari masalah-masalah yang harus dipecahkan oleh siswa yang dapat

Page 16: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

64

mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa. LKS

tersebut dirancang dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme.

Pembelajaran konvensional (biasa) diberikan melalui proses pembelajaran

ekspositori, diawali dengan pemberian informasi melalui ceramah. Guru mulai

menerangkan suatu konsep, mendemosntrasikan keterampilannya mengenai

pola/aturan/rumus tentang materi yang disampaikan, kemudian melalui Tanya

jawab guru memeriksa apakah siswa sudah menguasai materi atau belum, paham

atau belum serta bisa dimengerti atau tidak.

Kegiatan selanjutnya guru memberi contoh-contoh soal, selanjutnya

meminta siswa untuk menyelesaikannya di papan tulis. Materi ajar yang dipilih

adalah melukis garis singgung melalui satu titik pada lingkaran, melukis garis

singgung melalui titik di luar lingkaran, melukis garis singgung persekutuan luar,

melukis garis singgung persekutuan dalam, melukis lingkaran luar segitiga, dan

melukis lingkaran dalam segitiga serta menghitung panjang garis singgung

persekutuan luar dan dalam.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian eksperimen ini dilakukan dengan prosedur dan tahapan-tahapan

yang diawali dengan studi pendahuluan untuk mengidentifikasi masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian yang akhirnya diperoleh perangkat penelitian berupa

bahan ajar, penyusunan instrumen penelitian.

Sebelum dilakukan uji coba instrumen, perangkat penelitian telah

dilakukan uji validasi oleh para pakar pendidikan yang berkompeten dibidangnya.

Page 17: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

65

Seterusnya dilakukan uji coba instrumen, menganalisis hasil uji coba, melakukan

perbaikan instrumen, melakukan observasi di sekolah tempat penelitian

dilaksanakan untuk menentukan kelas paralel yang mempunyai kemampuan setara

untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol, melakukan tes awal pada

kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan awal siswa

terhadap materi yang akan diberikan sebelum perlakuan dilaksanakan.

Kemudian melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan

konstruktivisme di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelas

kontrol. Melakukan observasi pada kelas eksperimen di setiap pembelajaran.

Hasil observasi ini digunakan untuk analisis data secara kualitatif,

sedangkan, analisis secara kuantitatif dilakukan terhadap data sikap siswa

terhadap matematika, serta data yang diperoleh dari tes awal dan tes akhir untuk

setiap kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa.

Analisis secara kuantitatif yang dilengkapi secara kualititatif berdasarkan

pendapat yang dikemukakan Glaser dan Strauss (Saragih, 2007), yang

mengatakan bahwa dalam banyak hal kedua data kuantitatif dan kualitatif

diperlukan, bukan kuantitatif menguji kualitatif, melainkan kedua bentuk data

tersebut digunakan bersama dan apabila dibandingkan, masing-masing dapat

digunakan untuk menyusun keperluan teori.

Untuk lebih jelasnya tahapan alur kerja dalam penelitian ini dapat di lihat

pada gambar 3.1 berikut ini.

Page 18: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

66

Gambar 3.1 Tahapan Alur Kerja Penelitian

Identifikasi masalah dan tujuan penelitian

Penyusunan instrumen dan bahan ajar

Uji coba instrumen

Analisis hasil uji coba instrumen

Perbaikan instrumen

Observasi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas

kontrol

Kelas kontrol (Pembelajaran biasa)

Kelas eksperimen (Pembelajaran dengan

pendekatan konstruktivisme)

Tes awal

Tes akhir

Data

Analisis Data

Kesimpulan dan rekomendasi

Observasi

Angket Skala Sikap

Page 19: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

67

F. Jadwal Kegiatan Penelitian

Penelitian ini direncanakan sesuai dengan jadwal, seperti pada Tabel 3.12

berikut:

Tabel 3.12

Jadwal Penelitian

No Bulan dan Tahun 2009 2010

Kegiatan Des Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agst 1. Membuat proposal penelitian 2. Seminar proposal penelitian 3. Perbaikan proposal penelitian

4. Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian

5. Ujicoba dan perbaikan instrumen

6. Pelaksanaan penelitian

7. Pengumpulan dan pengolahan data

8. Penulisan Tesis 9. Ujian Tesis tahap I 10. Ujian Tesis tahap II

G. Pengolahan Data

Untuk mengolah data dalam penelitian ini berdasarkan pada hipotesis

dalam penelitian ini. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa yang belajar

menggunakan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik

dibandingkan dengan siswa yang belajar secara konvensional (biasa).

2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa yang belajar

menggunakan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik

dibandingkan dengan siswa yang belajar secara konvensional (biasa).

Page 20: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

68

3. Terdapat kaitan antara kemampuan penalaran dan komunikasi matematika

siswa.

Untuk menguji hipotesis pertama dan kedua dilakukan analisisa dengan

menggunakan rumus statistik perbedaan dua rata-rata terhadap gain kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian dilakukan berdasarkan hipotesis statistik

berikut:

H0 : ������������� � ���� �!� "

H1 : ������������� # ���� �!� "

Hipotesis 1:

H0 : peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar dengan

dengan pendekatan konstruktivisme dan siswa yang belajar dengan

pembelajaran konvensional (biasa) tidak berbeda secara signifikan.

H1 : peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar dengan

pendekatan konstruktivisme lebih baik dibandingkan siswa yang belajar

dengan pembelajaran konvensional (biasa).

Hipotesis 2:

H0 : peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang belajar dengan

pendekatan konstruktivisme dan siswa yang belajar dengan pembelajaran

konvensional (biasa) tidak berbeda secara signifikan.

H1 : peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang belajar dengan

pendekatan konstruktivisme lebih baik dibandingkan siswa yang belajar

dengan pembelajaran konvensional (biasa).

Page 21: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

69

Untuk menguji hipotesis ke-3 digunakan uji korelasi. Jika data sebaran

normal maka perhitungan dilakukan dengan uji korelasi product moment Pearson,

sedangkan jika sebaran data tidak normal maka perhitungan menggunakan uji

statistik non parametrik. Untuk memperjelas hubungan antara dua aspek tersebut

dilakukan pengujian assosiasi kontingensi. Untuk menguji hipotesis dilakukan

pengolahan data secara statistik. Data yang diperoleh diolah melalui tahapan-

tahapan berikut ini:

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Menghitung rata-rata skor hasil tes akhir menggunakan rumus:

=

==n

ii

n

iii

f

fxx

1

1 , Ruseffendi (1998: 76)

2. Menghitung standar deviasi skor hasil tes menggunakan rumus:

s = ( )

∑= −

−n

i

ii

n

fxx

1

2

1 , Ruseffendi (1998 : 123)

3. Menghitung indeks gain ternormalisasi interpretasi. Interpretasi indeks

gain ternormalisasi dilakukan berdasarkan kriteria indeks gain dalam

Meltzer (2002), dengan rumus:

Gain Ternormalisasi (g) = $%&' )*$ +%,-'�$%&' )*$ +.+/$%&' -0*+/�$%&' +.+/

Dengan kriteria indeks gain seperti pada tabel 3.13.

Tabel 3.13

Kriteria Skor Gain Ternormalisasi

Skor Gain Interpretasi g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang g ≤ 0,3 Rendah

Page 22: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

70

4. Menguji normalitas data skor hasil tes, dengan uji Chi Kuadrat

∑=

−=n

i e

eo

f

ff

1

22 )(χ , Ruseffendi (1998: 283)

Keterangan:

n = banyaknya subjek

fo = frekuensi dari yang diamati

fe = frekuensi yang diharapkan

Penerimaan normalitas data didasarkan pada hipotesis berikut:

Ho : data berdistribusi normal

H1 : data tidak berdistribusi normal

Untuk taraf signifikansi � = 0,05, Ho diterima bila χ1�!2��3 4 χ!56�"

3

dengan χ!56�"3 � (1-α)χ2

dk(j-3) (Ruseffendi, 1998). Bila tidak berdistribusi

normal dapat dilakukan dengan pengujian nonparametrik.

5. Menguji homogenitas varians menggunakan rumus:

Fmaks = 2

2

kecil

besar

s

s , Ruseffendi (1998 : 295)

Penerimaan homogenitas varians didasarkan pada hipotesis statistik

berikut:

H8:σ�3 � σ33

H�:σ�3 : σ33

Untuk taraf signifikansi � = 0,05, Ho diterima bila Fhitung < Ftabel.

Dengan Ftabel = (1-α)F(dk1; dk2), dk1 = (n1 – 1) dan dk2 = (n2 – 1).

Page 23: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

71

6. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan penalaran dan

komunikasi matematik siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan

dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata (uji-t).

Penerimaan nilai t didasarkan pada hipotesis statistik berikut:

; : ������������� � ���� �!� "

;�: ������������� # ���� �!� "

Jika sebaran data normal dan homogen, uji signifikansi dengan statistik uji

t berikut:

t =

+

−yx

yx

ke

nns

xx

112

, dengan df = nx + ny – 2 , dan

varians s2 yx− = ( ) ( )

2

11 22

−+−+−

yx

yyxx

nn

nsns , Ruseffendi ( 1998 : 315)

Jika sebaran data tidak normal maka uji statistik yang digunakan adalah

nonparametrik.

Untuk taraf signifikansi � = 0,05 dan dk = (ne + nk - 2), Ho diterima jika

thitung < ttabel.

7. Untuk mengetahui kaitan yang lebih jelas apakah siswa yang mempunyai

skor yang baik pada tes kemampuan penalaran akan memperoleh skor

yang baik juga pada tes kemampuan komunikasi digunakan uji asosiasi

kontingensi. Sedangkan untuk melakukan perhitungan asosiasi kontingensi

dibuat kriteria yang digunakan untuk menggolongkan data berdasarkan

skor maksimalnya. Kedua data hasil tes digolongkan sebagai berikut:

Page 24: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

72

Baik : total skor > 70%

Cukup : 50% ≤ total skor ≤ 70%

Kurang : total skor < 50% (Ruseffendi, 1998)

Untuk mengetahui asosiasi antara kemampuan penalaran dan kemampuan

komunikasi matematik, dihitung menggunakan rumus Chi Kuadrat (χ2).

χ3 � < �= � =�3

=�

�>�

dengan: n = banyaknya subjek

fo = frekuensi dari yang diamati

fe = frekuensi yang diharapkan

Setelah dilakukan perhitungan, kemudian χ1�!2��3 dibandingkan dengan

χ!56�"3 pada taraf signifikansi 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = (n-1)(n-2),

dengan n menyatakan banyaknya subjek. Jika χ1�!2��3 ? χ!56�"

3 , maka

dapat dinyatakan bahwa data tersebut terdapat asosiasi.

Untuk menentukan tingkat assosiasi, digunakan rumus koefisien

kontingensi yaitu:

C = n+2

2

χχ

Keterangan:

2χ = chi- kuadrat

n = jumlah peserta tes

Adapun penggolongan koefisien kontingensinya sebagai berikut:

Page 25: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

73

C = 0 Cmaks, tidak mempunyai assosiasi

0,00 Cmaks < C < 0,20 Cmaks , maka assosiasinya rendah sekali

0,20 Cmaks ≤ C < 0,40 Cmaks , maka assosiasinya rendah

0,40 Cmaks ≤ C < 0,70 Cmaks , maka assosiasinya cukup

0,70 Cmaks ≤ C < 0,90 Cmaks , maka assosiasinya tinggi

0,90 Cmaks ≤ C < Cmaks , maka assosianya tinggi sekali

C = Cmaks , maka assosianya sempurna.

sedangkan Cmaks = m

m 1−, dengan m adalah maksimum jumlah kolom

dan baris (Nurgana, 1993).

8. Jika sebaran data normal dan homogen, uji signifikansi dengan statistik

uji-t. Jika sebaran data tidak normal maka uji yang digunakan adalah uji

statistik nonparametrik, dalam penelitian ini digunakan Uji Kolmogorov-

Smirnov dan Uji Wilcoxon.

9. Untuk mempermudah proses penghitungan data statistik digunakan

program SPSS 17.00 dan Microsoft Excel 2007.

10. Data yang diperoleh melalui angket dianalisis dengan menggunakan cara

pemberian skor butir skala sikap pendekatan Likert.

11. Dari data observasi akan dianalisis aktivitas siswa selama pembelajaran

berlangsung. Analisis dilakukan dengan membandingkan skor rata-rata.

Sedangkan untuk data non tes atau data kualitatif yang berasal dari

lembar observasi dan angket skala sikap siswa dideskripsikan jawaban

responden, kemudian dilakukan pengolahan data sebagai berikut:

Page 26: T IPA 0808074 chapter3 - repository.upi.edurepository.upi.edu/9978/5/t_ipa_0808074_chapter3.pdf · 51 Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran

74

1. Mengelompokkan jumlah siswa yang memilih SS, S, TS, dan STS.

2. Menghitung persentase dari jumlah siswa yang memilih jawaban SS, S,

TS, dan STS dengan rumus:

@ � =A B 100%

dengan:

p = persentase jawaban

f = frekuensi jawaban

n = banyaknya responden

Selanjutnya persentase yang diperoleh diinterpretasikan dengan

menggunakan klasifikasi persentase seperti pada tabel 3.14.

Tabel 3.14

Persentase Angket Sikap Siswa

Besar Persentase Interpretasi

0% Tidak ada

1% - 25% Sebagian kecil

26% - 49% Hampir setengahnya

50% Setengahnya

51% - 75% Sebagian besar

76% - 99% Pada umumnya

100% Seluruhnya