16
1 TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS (STUDI TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG No. 514 K/PDT.SUS- PAILIT/2013) Adi Purnomo Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: [email protected] Albertus Sentot Sudarwanto Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: [email protected] Yudho Taruno Muryanto Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: [email protected] Abstract This article to find out and analyze the Directors' Responsibility for the Bankruptcy of a Limited Liability Company according to Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies and the Supreme Court Judge Council in deciding the bankruptcy case Number 514 K / PDT.SUS-Bankrupt / 2013. This legal research is a normative research or called library research or document study. The type of data used is primary legal material and secondary legal material. Use a legal approach and a case approach. The technique of collecting legal materials uses the study of literature and techniques of analysis of legal materials by deduction analysis. Responsibility of the Board of Directors for the Bankruptcy of the Limited Liability Company should be borne personally, because the Board of Directors does not carry out fiduciary duties to the Company and intentionally or neglected in carrying out fiduciary duty obligations, irresponsible and not in good faith in carrying out the management of the Company, the Board of Directors is personally responsible in accordance with Article 1 number 5 and Article 97 paragraph (3) of Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies. In the Decision of the bankruptcy case, the Supreme Court Judge Panel in its decision had been wrong in understanding and applying the law (in particular the conditions of bankruptcy) that applied on the basis of H. Muhammad Toyib Saman SH. in implementing the agreement between the Bankruptcy Cassation Applicant namely PT. FORWARD (formerly the Respondent Bankrupt) with the Bankruptcy Cassation Respondent namely PT. GSG (formerly bankrupt applicant) who in this case did not carry out his capacity as Director of Bankrupt Cassation Appeals (PT. MAJU) but acted on behalf of himself. Keywords: Responsibilities of Directors and Bankruptcy.

TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

1

TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

(STUDI TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG No. 514 K/PDT.SUS-

PAILIT/2013)

Adi Purnomo

Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta

Email: [email protected]

Albertus Sentot Sudarwanto

Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta

Email: [email protected]

Yudho Taruno Muryanto

Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta

Email: [email protected]

Abstract

This article to find out and analyze the Directors' Responsibility for the Bankruptcy of a

Limited Liability Company according to Law Number 40 of 2007 concerning Limited

Liability Companies and the Supreme Court Judge Council in deciding the bankruptcy case

Number 514 K / PDT.SUS-Bankrupt / 2013. This legal research is a normative research or

called library research or document study. The type of data used is primary legal material

and secondary legal material. Use a legal approach and a case approach. The technique of

collecting legal materials uses the study of literature and techniques of analysis of legal

materials by deduction analysis. Responsibility of the Board of Directors for the

Bankruptcy of the Limited Liability Company should be borne personally, because the

Board of Directors does not carry out fiduciary duties to the Company and intentionally or

neglected in carrying out fiduciary duty obligations, irresponsible and not in good faith in

carrying out the management of the Company, the Board of Directors is personally

responsible in accordance with Article 1 number 5 and Article 97 paragraph (3) of Law

Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies. In the Decision of the

bankruptcy case, the Supreme Court Judge Panel in its decision had been wrong in

understanding and applying the law (in particular the conditions of bankruptcy) that

applied on the basis of H. Muhammad Toyib Saman SH. in implementing the agreement

between the Bankruptcy Cassation Applicant namely PT. FORWARD (formerly the

Respondent Bankrupt) with the Bankruptcy Cassation Respondent namely PT. GSG

(formerly bankrupt applicant) who in this case did not carry out his capacity as Director of

Bankrupt Cassation Appeals (PT. MAJU) but acted on behalf of himself.

Keywords: Responsibilities of Directors and Bankruptcy.

Page 2: TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

2

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai Tanggung Jawab

Direksi Terhadap Pailitnya Perseroan Terbatas menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas dan Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam memutus

kasus kepailitan Nomor 514 K/PDT.SUS-Pailit/2013. Penelitian hukum ini merupakan

penelitian normatif atau disebut penelitian perpustakaan atau studi dokumen. Jenis data

yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Menggunakan

pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Teknik pengumpulan bahan hukum

menggunakan studi kepustakaan dan teknik analisis bahan hukum secara analisis deduksi.

Tanggug Jawab Direksi Terhadap Pailitnya Perseroan Terbatas tersebut seharusnya

ditanggung secara pribadi, karena Direksi tidak melaksanakan fiduciary duty kepada

Perseroan dan dengan sengaja atau lalai dalam menjalankan kewajiban fiduciary duty, tidak

bertanggung jawab dan tidak beriktikad baik dalam menjalankan pengurusan Perseroan

maka Direksi tersebut bertanggung jawab secara pribadi sesuai dengan Pasal 1 angka 5 dan

Pasal 97 ayat (3) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Dalam Putusan kasus kepailitan tersebut Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam memutus

telah keliru dalam memahami dan menerapkan hukum (khususnya syarat-syarat kepailitan)

yang berlaku dengan dasar dikarenakan H. Muhammad Toyib Saman SH. dalam

melaksanakan perjanjian antara Pemohon Kasasi pailit yakni PT. MAJU (dahulu Termohon

Pailit) dengan Termohon Kasasi pailit yakni PT. GSG (dahulu pemohon pailit) yang dalam

hal ini tidak menjalankan kapasitasnya sebagai Direktur Pemohon Kasasi Pailit

(PT. MAJU) melainkan bertindak dan untuk atas nama pribadi.

Kata Kunci: Tanggung Jawab Direksi dan Kepailitan.

A. Pendahuluan

Salah satu organ yang cukup penting dalam menjalankan kegiatan Perseroan

adalah direksi. Dikatakan cukup penting, karena direksilah yang mengendalikan serta

mengoperasikan perusahaan di kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan

jika masyarakat awam berpandangan bahwa posisi direksi dalam suatu perusahaan

seringkali diidentikan dengan pemilik perusahaan.

Keberadaan Perseroan Terbatas dalam dunia usaha dan perdagangan baik

secara nasional mapun secara internasional adalah sangat penting serta strategis untuk

menggerakkan dan mengarahkan kegiatan pembangunan ekonomi, terutama dalam

rangka menghadapi globalisasi dan liberalisme perekonomian dunia yang semakin

kompleks, sehingga para pelaku bisnis lebih cenderung memilih badan usaha yang

berbentuk badan hukum yaitu Perseroan Terbatas, alasannya sebagaimana dikemukakan

oleh Sri Rejeki Hartono bahwa:1

“Perseroan Terbatas mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri,

mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai wahana yang potensial untuk

memperoleh keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya

1 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Cet. I, Ghalia

Indonesia,Jakarta, 2002, hlm. 13.

Page 3: TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

3

(pemegang saham). Oleh karena itu, bentuk badan usaha ini (Perseroan Terbatas) sangat

diminati oleh masyarakat”.

Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum

yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan

pelaksanaannya.2 Perseroan dalam menjalankan hak dan kewajibannya harus mendapat

bantuan dari organ-organnya yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham

(selanjutnya disebut RUPS), Direksi dan Komisaris. Masing-masing organ mempunyai

tugas dan wewenang masing-masing sesuai dengan Anggaran Dasar Rumah Tangga

Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut ADRT PT) dan Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT).

Dalam Perseroan Terbatas sendiri terdapat organ terpenting (Primary Organ)

yakni direksi yang merupakan persona standi in judicio atau subjek hukum mandiri

yang bertindak atas nama perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan.3

Keberadaan direksi yang merupakan suatu keharusan di dalam perseroan dikarenakan

sebagai artificial person, perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum tanpa

adanya direksi didalam perseroan tersebut.4

Prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepada

direksi oleh perseroan ini dikenal sebagai fiduciary duties5 atau iktikad baik. Paul L.

Davies menyatakan bahwa pada hakikatnya direksi perseroan dalam menjalankan tugas

kepengurusannya harus senantiasa:6

a) Bertindak dengan itikad baik;

b) Senantiasa memperhatikan kepentingan perseroan dan bukan kepentingan dari

pemegang saham semata-mata;

c) Kepengurusan perseroan harus dilakukan dengan baik sesuai dengan tugas dan

kewenangan yang diberikan kepadanya dengan tingkat kecermatan yang wajar,

dengan ketentuan bahwa direksi tidak diperkenankan untuk memperluas maupun

mempersempit ruang lingkup geraknya sendiri;7

d) Tidak diperkenankan melakukan tindakan yang dapat menyebabkan benturan

kepentingan antara kepentingan perseroan dengan kepentingan direksi;

2 Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Jakarta : Raja Grafindo

Persada, 2004, hlm. 70. 3 Lihat Fred B.G Tumbuan, Makalah:“Tugas dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas Menurut

Undang-Undang Perseroan Terbatas” Jakarta, 22 Agustus 2007, hlm. 11. 4 Rudyanti Dorotea Tobing, Aspek-Aspek Hukum Bisnis : Pengertian, Asas, Teori dan Praktik, LaksBang

Justitia, Surabaya, 2015, hlm.270-271. 5 Fiduciary duty ini diartikan oleh Yahya Harahap sebagai “wajib dipercaya”. Menurut Yahya “wajib

dipercaya” berarti setiap anggota Direksi maupun Dewan Komisaris selamanya “dapat dipercaya” (must

always bonafide) serta selamanya harus “jujur” (must always be honest) dalam menjalankan tugasnya

(Direksi melakukan pengurusan dan Dewan Komisaris melakukan pengawasan). Lihat pada Yahya

Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm.374 dan 457. 6 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Ed.

Pertama, ctk. Kedua, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm 23. 7 Fred BG Tumbuan, “Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Serta Kedudukan RUPS Perseroan

Terbatas menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995”, makalah kuliah S2 Fakultas Hukum

Universitas Indonesia tahun ajaran 2001-2002, hlm. 7.

Page 4: TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

4

Keempat hal tersebut menjadi penting, artinya mencerminkan bahwa antara direksi dan

perseroan terdapat suatu bentuk hubungan saling ketergantungan, dimana :8

a) Perseroan bergantung kepada direksi sebagai organ yang dipercayakan untuk

melakukan pengurusan perseroan;

b) Perseroan merupakan sebab keberadaan direksi, tanpa perseroan, tidak pernah ada

direksi.

Pasal 92 ayat (1) dan ayat (2) UU PT menyebutkan tugas seorang Direksi

adalah menjalankan pengurusan perseroan hanya untuk kepentingan Perseroan sesuai

dengan maksud dan tujuan perseroan yang diatur dalam UU PT dan/ atau ADRT PT

yang bersangkutan, bukan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, kepentingan

pribadi Direksi maupun kepentingan pribadi Komisaris. Pengurusan yang dilakukan

oleh Direksi harus dijalankan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam

batas yang ditentukan dalam undang-undang dan/ atau ADRT PT dengan iktikad baik

dan penuh tanggung jawab.9

Perseroan terbatas sebagai badan hukum dapat dinyatakan pailit10, kepailitan

Perseroan terbatas dapat memberikan akibat hukum terhadap organ-organ perseroaan

terbatas tersebut salah satunya adalah direksi. Jabatan anggota direksi dalam

pengurusan perseroan merupakan jabatan penting, karena seluruh kegiatan operasional

dari suatu perseroan terletak di tangan direksi.11

Apabila Direksi bertindak di luar wewenangnya, tidak sesuai yang diatur dalam

ADRT PT dan Undang-undang Perseroan Terbatas, maka segala kerugian yang timbul

menjadi tanggung jawab Direksi. Kelalaian, tidak beriktikat baik dan tidak menjalankan

tugasnya dengan penuh tanggung jawab dapat menyebabkan Direksi dimintai sampai

kepada harta pribadinya. Oleh karena itu, seorang direksi dituntut harus memiliki

standar integritas dan loyalitas yang tinggi, tampil serta bertindak untuk kepentingan

perseroan secara bonafides.9 Seperti pada perkara pailit yang dialami oleh salah satu

perusahaan yang bergerak dibidang penggalian batu besi yakni PT. Mandiri Agung Jaya

Utama (Selanjutnya disebut PT. MAJU) dimana direksi dari perusahaan ini meminjam

uang kepada PT. Galena Surya Gemilang (selanjutnya disebut PT. GSG) tanpa

sepengetahuan komisaris dari PT. MAJU. Uang tersebut tidak diberikan dan tidak

dipergunakan untuk kepentingan perusahan (PT. MAJU), melainkan masuk ke rekening

pribadi direksi sehingga PT. MAJU dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta

Pusat karena mempunyai tagihan utang senilai Rp 17,8 miliar terhadap PT. GSG dan

PT. Indomineral Makmur dengan tagihan sebesar Rp 2,5 miliar.12 Pada penggalan berita

tersebut, direksi PT. MAJU dinyatakan tidak bertindak atas nama perseroan sehingga

8 Ibid., hlm. 6. 9 Pasal 92 ayat (2) jo Pasal 97 Ayat (2) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas. 10 “Pailit” pada dasarnya merupaka suatu hal, dimana keadaan debitur (pihak yang berhutang) yang

mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan

dapat ditagih. Lihat Ronald Saija, Perlindungan Kreditur Atas Pailit Yang Diajukan Debitur Dalam Proses Peninjauan Kembali Di Pengadilan Niaga, SASI Volume 24 Nomor 2, Juli - Desember 2018,

hlm. 115, Fakultas Hukum Universitas Pattimura. 11 M. Udin Silalahi, Badan Hukum Organisasi Perusahaan, Jakarta : IBLAM, 2008, hlm. 40. 12http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt520dde3733227/perusahaan-penggalibatu-besi-bangkrut

diakses pada 17 Oktober 2019 pukul 19.40 WIB.

Page 5: TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

5

secara hukum telah melanggar Pasal 97 Angka 3 UUPT dimana tanggung jawab penuh

dibebankan kepada direksi yang dalam pengurusannya lalai dan bersalah sehingga

mengakibatkan perseroan pailit.13

Berkaitan dengan uraian kasus posisi tersebut penulis mengambil suatu kajian

penulisan hukum mengenai, yakni:

1. Bagaimana Tanggung Jawab Direksi Terhadap Pailitnya Perseroan Terbatas menurut

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?

2. Apakah Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam memutus kasus kepailitan Nomor

514 K/PDT.SUS-Pailit/2013 sudah menerapkan hukum (syarat kepailitan) yang

berlaku?

B. Metode Penelitian

Metode penelitian tidak dapat dipisahkan dalam pembuatan suatu karya ilmiah.

Penelitian hukum dilakukan untuk dapat menghasilkan argumentasi, teori atau konsep

baru sebagai deskripsi dalam menyesuaikan masalah yang dihadapi.14 Metode

pendekatan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau disebut

penelitian perpustakaan atau studi dokumen. Dikatakan penelitian perpustakaan atau

studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang

bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.15 Penelitian ini menggunakan data sekunder

berupa:

1. Bahan hukum primer meliputi:

a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata;

b. Kitab Undang-undang Hukum Dagang

c. Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang;

d. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

e. Putusan Mahkamah Agung Nomor 514 K/PDT.SUS-Pailit/2013.

2. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan yang memberikan penjelasan terhadap

bahan hukum primer yang meliputi, publikasi tentang hukum yang terdiri dari buku-

buku teks, jurnal ilmiah, maupun makalah. Bahan hukum ini dapat digunakan untuk

melakukan pengkajian dan pemecahan atas isu hukum yang dihadapi. Dalam

penelitian ini bahan hukum sekunder berupa buku-buku teks, jurnal ilmiah, maupun

makalah yang berkaiatan dengan Tanggung Jawab Direksi terhadap pailitnya

Perseroan Terbatas dan Akibat Hukum dari Pailitnya suatu Perseroan Terbatas.

Berdasarkan bahan-bahan tersebut diatas, penulis menggunakan metode analisis data

secara kualitatif. Dengan memperhatikan penafsiran gramatikal yakni mendasarkan

pada bunyi ketentuan undang-undang dan kemudian akan dihubungkan dengan teori

yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalah

13 Lihat Pasal 97 Ayat 3 “Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian

perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud pada Ayat (2).” 14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Persada Group, 2010, hlm. 35. 15 Suratman & H.Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Alfabeta, 2013, hlm. 51.

Page 6: TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

6

yang dikaji dan dianalisa dengan metode berfikir deduktif yaitu pola berfikir yang

mendasar pada hal-hal yang bersifat umum, kemudian ditarik kesimpulan yang

bersifat khusus.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Pailitnya Perseroan Terbatas menurut

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Direksi dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan

untuk kepentingan dan tujuan Perseroan, serta mewakili Perseroan, baik di dalam

maupun di luar Pengadilan. Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab

harus menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan. Tanggung jawab

direksi pada dasarnya dilandasi oleh 2 (dua) prinsip yang penting, yaitu prinsip

yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepadanya oleh

Perseroan (fiduciary duty) dan prinsip yang merujuk kepada kemampuan serta

kehati-hatian tindakan direksi (duty of skill and care), kedua prinsip ini menuntut

direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai dengan itikad baik, semata-mata

untuk kepentingan dan tujuan Perseroan. Tanggung jawab berarti kewajiban

seorang individu untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas yang ditugaskan kepadanya

sebaik mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.16 Tanggung jawab

direksi dibedakan dalam :17

1. Tanggung jawab internal, yaitu meliputi tugas dan tanggung jawab direksi

Perseroan dan pemegang saham Perseroan;

2. Tanggung jawab eksternal, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung

jawab direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun

tidak langsung dengan Perseroan.

Direksi dapat digugat secara pribadi ke Pengadilan Negeri jika Perseroan

mengalami kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaiannya.18 Begitu

juga dalam hal kepailitan yang terjadi kesalahan atau kelalaian direksi dan kekayaan

Perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka

setiap anggota direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian

tersebut.19 Dalam hal terjadinya kepailitan Perseroan, maka tidak secara apriori

direksi bertanggung jawab secara pribadi atas Perseroan tersebut, namun sebaliknya

bahwa direksi mesti bebas dari tanggung jawab terhadap kepailitan Perseroan

Terbatas. Tanggung jawab direksi yang perusahaaannya mengalami pailit, pada

prinsipnya adalah sama dengan tanggung jawab direksi yang perusahaan tidak

mengalami pailit.

16 Winardi, Asas-Asas Manajemen, Bandung : Alumni, 1983, hlm. 144. 17 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas Risiko Hukum Pemilik,

Direksi, & Komisaris, Jakarta : PT Forum Sahabat, 2008, hlm. 112.

18 Siti Hapsah Isfardiyana, Tanggung Jawab Direksi Atas Pelanggaran Fiduciary Duty Dan

Menyebabkan Perseroan Pailit, Progran Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Fakultas

Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2012, hlm. 116. 19 Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris Perseroan

Terbatas (PT), Jakarta : Visimedia, 2009, hlm. 119.

Page 7: TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

7

Kepailitan Perseroan baik secara langsung ataupun tidak langsung akan

menimbulkan akibat hukum bagi pengurusnya terutama bagi direksi Perseroan. Ada

banyak persoalan tentang akibat hukum yang timbul dari putusan mengenai

kepailitan Perseroan salah satunya adalah mengenai sejauh mana

pertanggungjawaban terhadap adanya kepailitan Perseroan, apakah badan hukum

itu sendiri yang akan memikul tanggung jawab ataukah organ Perseroan dalam hal

ini direksi yang akan bertanggung jawab secara pribadi. Pada prinsipnya direksi

tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukan atas

nama Perseroan berdasarkan wewenang yang dimilikinya. Hal ini karena perbuatan

direksi dipandang sebagai perbuatan Perseroan yang merupakan subjek hukum.

Namun, ada beberapa hal direksi dapat dimintai pertanggungjawabannya secara

pribadi dalam kepailitan Perseroan. Pasal 97 ayat (3) dan ayat (4) UUPT mengatur

tentang tanggung jawab direksi atas kerugian Perseroan yang timbul dari kelalaian

menjalankan tugas pengurusan Perseroan, yang dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

1. Anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian

Perseroan.

Direksi dapat dikenakan tanggung jawab sampai harta pribadinya

apabila direksi melakukan hal-hal sebagai berikut :20

1) Direksi tidak melaksanakan fiduciary duty kepada Perseroan. Direksi yang

dengan sengaja atau lalai dalam menjalankan kewajiban fiduciary duty, tidak

bertanggung jawab dan tidak beriktikad baik dalam menjalankan pengurusan

Perseroan maka Direksi tersebut bertanggung jawab secara pribadi sesuai

dengan Pasal 1 angka 5 dan Pasal 97 ayat (3) UUPT.

2) Direksi bersalah dan menyebabkan perusahaan pailit.

a. Terdapat unsur kesalahan (kesengajaan) atau kelalaian dari Direksi

(dengan pembuktian biasa)

b. Untuk membayar utang dan ongkos-ongkos kepailitan, haruslah diambil

terlebih dahulu dari aset-aset Perseroan. Apabila aset Perseroan tidak

memenuhi barulah diambil dari aset Direksi pribadi

c. Diberlakukan pembuktian terbalik (omkering van bewijslast) bagi

anggota Direksi yang dapat membutikan bahwa kepailitan Perseroan

bukan karena kesalahan (kesengajaan) atau kelalaian.21

Apabila Direksi terbukti salah atau lalai dalam menjalankan

kepengurusannya (beriktikad tidak baik) mengakibatkan Perseroan rugi,

pemegang saham yang mewakili minimal 1/10 bagian dari jumlah seluruh

saham dengan hak suara yang sah, sesuai dengan ketentuan yang ada maka

berhak menggugat Direksi yang bersangkutan untuk dimintai

pertanggungjawaban secara penuh dengan mengajukan permohonan ke

pengadilan negeri.22

20 Siti Hapsah Isfardiyana, Business Judgement Rule oleh Direksi Perseroan, Jurnal Panorama Hukum, V

Juni 2017 Ol. 2 No. 1, hlm. 14. 21 Ibid., hlm. 24. 22 Pasal 97 ayat (6) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Page 8: TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

8

2. Anggota direksi bersama komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng

atas kerugian Perseroan.

Dokumen perhitungan tahunan tidak benar. Salah satu tugas Direksi

adalah menyediakan perhitungan laporan tahunan yang benar, bila terbukti

laporan tahunan tersebut tidak benar maka Direksi bersama dengan Komisaris

bertanggung jawab secara renteng.23 sesuai denga ketentuan Pasal 69 ayat (3)

UUPT. Dalam Pasal 69 ayat (4) UUPT memberikan pembuktian terbalik oleh

Direksi dan Komisaris.

3. Anggota direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian

Perseroan.

Dalam hal anggota direksi terdiri dari 2 (dua) orang atau lebih, maka

Pasal 97 ayat (4) UUPT menegakkan prinsip penerapan tanggung jawab secara

tanggung renteng. Dengan demikian apabila anggota direksi lalai atau

melanggar kewajibannya mengurus Perseroan secara itikad baik dan penuh

tanggung jawab, maka setiap anggota direksi sama-sama ikut memikul

tanggung jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian yang dialami

Perseroan.

Pasal 104 ayat (2) UUPT menyatakan bahwa dalam hal kepailitan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan atau kelalaian

direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban

Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota direksi secara tanggung

renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari

harta pailit tersebut.24 Apabila direksi dapat membuktikan bahwa kepailitan

bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara

tanggung renteng atas kerugian itu, Pasal 97 ayat (5) UUPT menyebutkan

bahwa anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian

Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat

membuktikan :

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan dan menjalankan pengurusan dengan itikad baik dan

kehatihatian, dan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud

dan tujuan Perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak

langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian Perseroan;

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya

kerugian tersebut.

Berdasarkan perkara pailit Putusan Mahkamah Agung Nomor 514

K/PDT.SUS-Pailit/2013 yang dialami oleh PT. MAJU dimana direksi dari

23 Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum

Indonesia, Cetakan Kedua, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010, hlm.23. 24 Erna Widjajati , Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Yang Dinyatakan Pailit, SELISIK -

Volume 3, Nomor 5, Juni 2017, hlm. 28.

Page 9: TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

9

perusahaan ini meminjam uang kepada PT. GSG tanpa sepengetahuan komisaris

dari PT. MAJU. Uang tersebut tidak diberikan dan dipergunakan demi kepentingan

perusahan PT. MAJU melainkan masuk ke rekening pribadi direksi sehingga

PT. MAJU dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat karena

mempunyai tagihan utang senilai Rp 17,8 miliar terhadap PT. GSG dan PT.

Indomineral Makmur dengan tagihan sebesar Rp 2,5 miliar.

Dapat disimpulkan penulis, mengenai duduk perkara dan uraian

sebagaimana yang telah diuraikan dalam pembahasan yang pertama diatas, bahwa

direksi PT. MAJU dinyatakan tidak bertindak atas nama perseroan dan terbukti

bersalah, sehingga mengakibatkan PT. MAJU dinyatakan pailit oleh Pengadilan

Niaga Jakarta Pusat. Dan direksi PT. MAJU telah melanggar Pasal 97 Angka 3

UUPT dimana tanggung jawab penuh dibebankan kepada direksi yang dalam

pengurusannya lalai dan bersalah sehingga mengakibatkan perseroan pailit.

Jadi dalam kasus ini Direksi tidak melaksanakan fiduciary duty kepada

Perseroan. Direksi yang dengan sengaja atau lalai dalam menjalankan kewajiban

fiduciary duty, tidak bertanggung jawab dan tidak beriktikad baik dalam

menjalankan pengurusan Perseroan maka Direksi tersebut bertanggung jawab

secara pribadi sesuai dengan Pasal 1 angka 5 dan Pasal 97 ayat (3) UUPT.

2. Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam memutus kasus

kepailitan Nomor 514 K/PDT.SUS-Pailit/2013

Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk

melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya.

Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi

keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami

kemunduran.25 Sedangkan kepailitan merupakan suatu putusan yang dikeluarkan

oleh Pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan yang

dimiliki maupun kekayaan yang akan dimiliki oleh debitor di kemudian hari.

Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan

hakim pengawas, kedua pejabat tersebut yang ditunjuk langsung pada saat putusan

pailit dibacakan.26

Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau

eksekusi terpisah oleh kreditor dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan

bersama sehingga kekayaan debitor dapat dibagikan kepada semua kreditor sesuai

dengan hak masing-masing karena kepailitan ada demi untuk menjamin para

kreditor untuk memperoleh hak-haknya atas harta debitor pailit.27

Dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, menyebutkan

25 Dedy Tri Hartono, Perlindungan Hukum Kreditor Berdasarkan Undang-undang Kepailitan, Jurnal

Ilmu Hukum Legal Opinion Ed. 1, Vol. 4 Tahun 2016, hlm. 2. 26 Dedy Tri Hartono, Perlindungan Hukum Kreditor Berdasarkan Undang-Undang Kepailitan, Jurnal

Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi I, Volume 4, Tahun 2016, hlm. 2 27 Imran Nating, Peranan Dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan

Kepailitan, Ed. 1, Cet. 1, Raja Grafindo Persada, Jakrata, 2004, hlm. 9.

Page 10: TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

10

bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap debitur hanya dapat diajukan apabila

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Debitur terhadap siapa permohonan itu diajukan harus paling sedikit

mempunyai 2 kreditor, atau dengan kata lain harus memiliki lebih dari satu

kreditor.

b. Debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang kepada salah satu

krediturnya.

c. Utang yang tidak dibayar itu harus telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih

(due and payable)

Permohonan kepailitan diajukan ke Pengadilan Niaga melalui panitera

Pengadilan Niaga tersebut. Adapun yang dapat mengajukan permohonan kepailitan

adalah:28

a. Debitor;

b. Kreditor;

c. Kejaksaan, dalam hal untuk kepentingan tertentu;

d. Bank Indonesia, dalam hal debitornya merupakan bank;

e. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), dalam hal debitornya perusahaan

efek, bursa efek, atau lembaga kliring dan penjaminan; dan

f. Menteri Keuangan, dalam hal debitornya adalah perusahaan asuransi,

perusahaan reasuransi, dana pension, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

yang berkecimpung di bidang kepentingan publik.

Permohonan kepailitan tersebut wajib diajukan melalui advokat kecuali jika

pemohonnya adalah kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, atau Menteri

Keuangan.29

Berdasarkan hal tersebut maka PT. GSG dapat mengajukan pailit terhadap

PT. MAJU dalam putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Nomor 34/PDT.SUS-Pailit/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst karena:

1. Bahwa pada tanggal 23 Mei 2011, Pemohon Pailit dengan Termohon Pailit

telah saling sepakat untuk menandatangani Perjanjian Penyelesaian Hutang

Piutang Usaha Batu Besi Musi Rawas, (“Perjanjian”);

2. Berdasarkan Perjanjian tersebut, Termohon Pailit mengakui telah menerima

dana dari Pemohon Pailit sejumlah Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar

rupiah;

3. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3 Perjanjian tersebut, Termohon Pailit telah

sepakat untuk mengembalikan dana Pemohon Pailit menjadi sejumlah

Rp17.800.000.000,00 (tujuh belas miliar delapan ratus juta Rupiah) dan dana

tersebut akan dibayarkan oleh Termohon Pailit kepada Pemohon Pailit dengan

cara mengangsur, dengan ketentuan sebagai berikut:

28 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Ed. Pertama, Kencana

Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 119. 29 Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban pembayaran utang.

Page 11: TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

11

1. Angsuran Pertama sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) akan

dibayarkan paling lambat tanggal 30 Mei 2011;

2. Angsuran Kedua sebesar Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta

rupiah) akan dibayarkan paling lambat tanggal 30 Juni 2011;

3. Cicilan selanjutnya akan dibayarkan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu

miliar rupiah) perbulan terhitung sejak bulan September 2011 sampai dengan

Desember 2012;

4. Berdasarkan Perjanjian tersebut di atas, terbukti secara sah bahwa Pemohon

Pailit mempunyai piutang kepada Termohon Pailit dan sebaliknya, Termohon

Pailit mempunyai utang kepadai Pemohon Pailit dan oleh karenanya Pemohon

Pailit adalah Kreditor dari Termohon Pailit;

Duduk perkara:

Bahwa Pemohon Kasasi pailit adalah PT. MAJU (dahulu Termohon Pailit)

dan Termohon Kasasi Pailit adalah PT. GSG (dahulu Pemohon Pailit) yang pada

tanggal 23 Mei 2011 telah saling sepakat untuk menandatangani Perjanjian

Penyelesaian Hutang Piutang sejumlah Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar

rupiah) dan akan dikembalikan oleh pemohon kasasi Pailit (PT. MAJU) sebesar

Rp.17.800.000.000,00 (tujuh belas miliar delapan ratus juta rupiah). Angsuran

pertama sebesar Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) telah jatuh tempo pada

tanggal 30 Mei 2011, angsuran kedua sebesar Rp.2.500.000.000,00 (dua miliar lima

ratus juta rupiah) telah jatuh tempo pada tanggal 30 Juni 2011, serta angsuran ketiga

sebesar Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) telah jatuh tempo terhitung sejak

bulan September 2011 sampai dengan Desember 2012. Sehingga total utang yang

harus dibayarkan oleh pemohon kasasi pailit adalah sebesar Rp. 23.245.900.000,00

(dua puluh tiga miliar dua ratus empat puluh lima juta Sembilan ratus ribu rupiah).

Bahwa Pemohon Kasasi Pailit (PT. MAJU) juga mempunyai utang kepada

PT. Indomineral Makmur sebesar Rp.2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta

rupiah).

Bahwa dalam putusannya Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat Nomor 34/PDT.SUS-Pailit/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst telah menyatakan

Termohon pailit (yang sekarang sebagai pemohon kasasi pailit) yakni PT. MAJU

dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya. Kemudian Termohon pailit

(PT. MAJU) telah mengajukan kontra memori kasasi karena dengan menyatakan

keberatan dan penolakan terhadap putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat karena hakim telah keliru dalam memahami dan menerapkan

hukum (khususnya syarat-syarat kepailitan) yang berlaku, dimana Pemohon Kasasi

Pailit (PT. MAJU) dalam hal ini:

1. Pada kenyataannya, Pemohon Kasasi tidak pernah menerima “pinjaman” dari

Termohon Kasasi;

2. Sejak perusahaan Pemohon Kasasi berdiri hingga saat ini tidak pernah ada

catatan di dalam pembukuan Pemohon Kasasi mengenai adanya “utang”

Pemohon Kasasi kepada Termohon Kasasi;

3. Pemohon Kasasi juga telah meminta agar Laporan Keuangan Pemohon Kasasi

diperiksa/diaudit oleh Auditor professional yang independen, dan berdasarkan

Page 12: TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

12

Pendapat/Laporan Auditor tersebut Pemohon Kasasi tidak tercatat mempunyai

utang kepada Termohon Kasasi;

4. Bahkan, Pemohon Kasasi juga telah meminta keterangan dari Bank Pemohon

Kasasi dan mendapat konfirmasi bahwa Pemohon Kasasi tidak pernah

menerima “pinjaman” ataupun kiriman uang sepeser pun dari Termohon Kasasi;

5. Pemohon Kasasi Tidak Pernah Membuat Kesepakatan “Pinjam Meminjam”

dengan Termohon Kasasi

Putusan Hakim:

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. MANDIRI AGUNG

JAYA UTAMA (Selanjutnya disebut PT. MAJU) tersebut;

- Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat

kasasi ini sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);

Dapat disimpulkan bahwa menurut penulis, hakim dalam hal ini telah keliru

dalam memahami dan menerapkan hukum (khususnya syarat-syarat kepailitan)

yang berlaku, dengan dasar:

1. Bahwa perkara sebagaimana yang dimohonkan pailit oleh Pemohon Pailit (PT.

GSG) tidak dapat diajukan kepada Termohon (PT. MAJU), dikarenakan

H. Muhammad Toyib Saman SH. (Direksi PT. MAJU) dalam melaksanakan

perjanjian di atas tidak menjalankan kapasitasnya sebagai Direktur Termohon

melainkan bertindak dan untuk atas nama pribadi;

2. Bahwa tindakan H. Muhammad Toyib Saman SH. dalam perjanjian

penyelesaian hutang piutang Usaha Batu Besi Musi Rawas tersebut tidak dapat

diklasifikasi sebagai tindakan untuk mewakili Termohon dikarenakan pada saat

penandatanganan perjanjian ini tidak dilengkapi dengan persetujuan dari Dewan

Komisaris sebagaimana disyaratkan Pasal 12 (ayat 1 point a) Persetujuan Akta

Perubahan Anggaran Dasar PT. Maju Nomor Akta AHU-

12413.AH.01.02.Tahun 2010 tanggal 27 Januari 2010 yang dibuat oleh Notaris

Desman, SH. M.Hum berkedudukan di Kotamadya Jakarta Utara;

3. Bahwa hal ini sebagaimana serta diperkuat dalam Yurisprudensi MA Nomor

601 K/Sip/1975 tentang seorang pengurus yayasan yang digugat secara pribadi

untuk mempertanggungjawabkan sengketa yang berkaitan dengan yayasan

dalam kasus demikian, orang yang ditarik sebagai Tergugat tidak tepat, karena

yang semestinya ditarik sebagai Tergugat adalah Yayasan. Maka berdasarkan

ketentuan tersebut H. Muhammad Toyib Saman SH. harus masuk sebagai pihak

dalam permohonan aquo; Bahwa berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUHPer) dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maka dengan itu permohon pailit

tidak dapat diterima;

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas maka permohonan kasasi yang

diajukan oleh pemohon kasasi pailit (PT. MAJU) seharusnya diterima oleh hakim

dan menyatakan bahwa PT. MAJU tidak dinyatakan pailit dan tanggungjawab harus

ditanggung secara pribadi oleh H. Muhammad Toyib Saman SH. (Direksi PT.

MAJU) karena pemohon kasasi pailit dalam memori kasasinya bahwa:

Page 13: TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

13

1. Termohon Kasasi mengakui bahwa Termohon Kasasi pernah mentransfer

sejumlah uang kepada H. Muhammad Toyib secara pribadi, dan bukan ke

perusahaan;

2. Pemohon Kasasi tidak pernah menerima uang tersebut, apalagi mendapatkan

manfaat dari uang tersebut;

3. Seandainyapun (quod non) ada “pinjaman”/”utang” yang pernah diberikan

Termohon Kasasi kepada H. Muhammad Toyib Saman (selaku Pemilik

Perusahaan yang lama) secara pribadi, maka jelas “pinjaman”/”utang” itu tidak

boleh dianggap sebagai tanggung jawab perusahaan. Sesuai dengan prinsip tata

kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), maka

“pinjaman”/”utang” H. Muhammad Toyib Saman tersebut harus

dipertanggungjawabkan yang bersangkutan secara pribadi;

4. H. Muhammad Toyib Saman saat ini bukan Pemilik atau Direktur Pemohon

Kasasi H. Muhammad Toyib Saman dan keluarganya telah menjual seluruh

saham mereka di Pemohon Kasasi kepada Pemegang Saham yang baru;

5. Mengingat Pemegang Saham yang baru sampai sekarang tidak menemukan

kebenaran adanya “pinjaman”/”utang” yang dituduhkan Termohon Kasasi

tersebut, maka Termohon Kasasi tetap menyatakan menolak semua tuduhan

Termohon Kasasi ini;

6. Termohon Kasasi sedang menyiapkan laporan tindak pidana kepada pihak

Kepolisian maupun gugatan perdata terhadap Termohon Kasasi maupun H.

Muhammad Toyib Saman sehubungan dengan hal ini;

7. Pada waktu dilakukannya pengambil alihan perseroan Pemohon Kasasi oleh

Pemilik baru (Bapak Mayananda dan Ibu Marini Gustiana) dari Pemilik lama

(Bapak H. Muhammad Thoyib Saman, Ibu Hj. Sri Noviawati dan Bapak

Muhammad Suryana Arisandi) yang terhitung efektif sekitar Juli 2012,

“pinjaman”/”utang” yang dimaksud pun tidak tercatat di dalam Laporan

Keuangan dan Laporan Auditor Independen Kantor Akuntan Publik Terdaftar

Abdul Aziz tertanggal 30 Maret 2012, salah satu dokumen rujukan utama dalam

proses pengambil alihan Pemohon Kasasi oleh Pemegang Saham baru;

8. Bahwa sehubungan dengan Laporan Keuangan dan Laporan Auditor

Independen Kantor Akuntan Publik Terdaftar Abdul Aziz tertanggal 30 Maret

2012 tersebut, H. Muhammad Toyib saman (Pemilik serta Direktur Utama lama

Pemohon Kasasi) mengeluarkan surat pernyataan dan jaminan, masing-masing

tertanggal 30 Maret 2012 serta 30 Juli 2012 yang intinya menjamin bahwa tidak

ada informasi yang tidak diungkapkan serta menjamin kebenaran Laporan

Keuangan dan Laporan auditor.

D. Penutup

Kesimpulan

1. Berdasarkan penelitian dari penulis, ada 7 (tujuh) indikator yang harus dimiliki dan

dilaksanakan oleh seorang direksi/anggota direksi dalam melaksanakan pengurusan

sebagai bagian dari fiduciary duties (iktikad baik)-nya sesuai dengan aturan yang

berlaku, yakni: a) menjalankan tugas, wewenang dan tanggung jawab dengan

kehati-hatian sesuai dengan Peraturan Perundangundangan; b) Menetapkan

keputusan sesuai dengan hukum yang berlaku; c) Penetapan putusan tersebut

Page 14: TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

14

dilakukan dengan tujuan yang benar, sesuai maksud dan tujuan perseroan; d) Segala

tindakan dimaksudkan untuk kepentingan dan tujuan perseroan; e) Bertindak sesuai

dengan arahan dalam RUPS, sebagai organ tertinggi perseroan dan mejadikan

nasihat-nasihat dewan komisaris sebagai bahan pertimbangan; f) Menjalankan tugas

sesuai dengan anggaran dasar serta tidak melakukan perbuatan di luar

kewenangannya; dan g) Jika kemudian tidak ada aturan terkait tindakan tersebut

direksi harus melaksanakan pengurusannya sesuai dengan kepatutan dan

kerasionalan atau corporate culture.30

2. Putusan Hakim Mahkamah Agung yang menyatakan menolak permohonan kasasi

dari pemohon kasasi PT. Mandiri Agung Jaya Utama (selanjutnya disebut

PT. MAJU) tersebut dan menghukum pemohon kasasi untuk membayar biaya

perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar rp5.000.000,00 (lima juta rupiah), menurut

penulis telah keliru dalam memahami dan menerapkan hukum (khususnya syarat-

syarat kepailitan) yang berlaku dengan dasar dikarenakan H. Muhammad Toyib

Saman SH. dalam melaksanakan perjanjian di atas tidak menjalankan kapasitasnya

sebagai Direktur (PT. MAJU) melainkan bertindak dan untuk atas nama pribadi dan

seharusnya menyatakan untuk tanggungjawab dipikul sendiri oleh Direksi PT.

MAJU (H. Muhammad Toyib Saman SH).

Saran

1. Perlu kiranya kedepan lebih ditegaskan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas

mengenai perbuatan-perbuatan hukum yang dapat dimintakan pertanggungjawaban

kepada direksi apabila terjadi kepailitan Perseroan. Dengan demikian nantinya

dapat secara jelas ditentukan mana yang menjadi tanggung jawab Perseroan dan

mana yang menjadi tanggung jawab direksi Perseroan.

2. Untuk meminimalisir dampak kerugian yang disebabkan itikad buruk mantan

Direksi tersebut, maka solusi dari penulis adalah segera mengajukan gugatan

perdata atau tuntutan pidana kepada mantan Direksi pada perseroan tersebut.

30 Ade Kurniawan, Iktikad Baik Direksi Di Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang

Perseroan Terbatas, Skripsi, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Makassar, 2018, hlm. 79.

Page 15: TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

15

Daftar Pustaka

Buku:

Budiarto, Agus, 2002, Kedudukan Hukum Tanggung Jawab Pendiri Perseroan

Terbatas, Cet. I, Jakarta, Ghalia Indonesia.

Fuady, Munir, 2010 Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya

Dalam Hukum Indonesia, Cetakan Kedua, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Harahap, Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009

Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Persada Group

Nating, Imran, 2004, Peranan Dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan Dan

Pemberesan Kepailitan, Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Shubhan, M. Hadi, 2008, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan,

Ed. Pertama, Jakarta, Kencana Prenada Media Group.

Silalahi, M. Udin, 2008, Badan Hukum Organisasi Perusahaan, Jakarta : IBLAM.

Suratman & H.Philips Dillah, 2013, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Alfabeta.

Tobing, Rudyanti Dorotea, 2015, Aspek-Aspek Hukum Bisnis : Pengertian, Asas, Teori

dan Praktik, Surabaya, LaksBang Justitia.

Wicaksono, Frans Satrio, 2009, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, dan

Komisaris Perseroan Terbatas (PT), Jakarta : Visimedia.

Widjaja, Gunawan, 2004, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Jakarta :

Raja Grafindo Persada.

Widjaja, Gunawan, 2004, Seri Hukum Bisnis Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan

Perseroan, Ed. Pertama, ctk. Kedua, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada.

Winardi, 1983, Asas-Asas Manajemen, Bandung : Alumni.

Yahya Harahap, 2009, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta, Sinar Grafika.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, 2008, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas Risiko

Hukum Pemilik, Direksi, & Komisaris, Jakarta : PT Forum Sahabat.

Jurnal & Makalah:

Hartono, Dedy Tri, Perlindungan Hukum Kreditor Berdasarkan Undang-undang

Kepailitan, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Ed. 1, Vol. 4 Tahun 2016.

Page 16: TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN …

16

Isfardiyana, Siti Hapsah, Tanggung Jawab Direksi Atas Pelanggaran Fiduciary

Duty Dan Menyebabkan Perseroan Pailit, Progran Magister (S2) Ilmu Hukum

Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Yogyakarta, 2012.

Kurniawan, Ade, Iktikad Baik Direksi Di Dalam Undang-undang Nomor 40

Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Skripsi, Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 2018.

Tumbuan, Fred B.G, Makalah : “Tugas dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas

Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas” Jakarta, 22 Agustus 2007.

Isfardiyana, Siti Hapsah, Business Judgement Rule oleh Direksi Perseroan, Jurnal

Panorama Hukum, Ol. 2 No. 1, V Juni 2017.

Saija, Ronald, Perlindungan Kreditur Atas Pailit Yang Diajukan Debitur Dalam Proses

Peninjauan Kembali Di Pengadilan Niaga, Fakultas Hukum Universitas

Pattimura, SASI Volume 24 Nomor 2, Juli – Desember 2018.

Tumbuan, Fred BG, “Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Serta Kedudukan RUPS

Perseroan Terbatas menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995”, makalah

kuliah S2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tahun ajaran 2001-2002.

Widjajati, Erna, Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Yang Dinyatakan

Pailit, SELISIK,Vol. 3 No. 5, 2017.

Peraturan Perundang-undangan:

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Kitab Undang-undang Hukum Dagang

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

pembayaran utang.

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Website:

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt520dde3733227/perusahaan-penggalibatu-

besi-bangkrut diakses pada 17 Oktober 2019 pukul 19.40 WIB.