Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
TANTANGAN KESIAPAN PEMILIHAN JASA KONSTRUKSI
Yaya Supriyatna Sumadinata *)
PENDAHULUAN
1. Konstruksi secara harfiah didefinisikan sebagai bangunan. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (UUJK 2017) bangunan
terdiri atas bangunan gedung dan bangunan sipil. Jasa Konstruksi adalah layanan
jasa Konsultansi Konstruksi dan/atau Pekerjaan Konstruksi. Pelaku Konsultansi
Konstruksi biasa disebut konsultan sedangkan Pekerjaan Konstruksi disebut
kontraktor.
2. Berdasarkan UUJK 2017 bangunan diwujudkan melalui proses penyelenggaraan
konstruksi yang dapat dikerjakan sendiri (swakelola) atau oleh penyedia jasa
konstruksi melalui pengikatan jasa konstruksi.Sampai saat ini di Indonesia telah
teregistrasi sekitar 190 ribu penyedia jasa konstruksi. Untuk memilih penyedia jasa
konstruksi yang tepat sesuai dengan bangunan yang akan diwujudkan dilakukan
melalui proses pemilihan penyedia jasa.Kriteria yang tepat untuk pemilhan jasa
konstruksi yang dibiayai dari pemerintah telah diatur pada pada pasal 4 dalam
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (Perpres PBJ 2018).
3. Penyedia jasa konstruksi merupakan pelaku bisnis dalam penyediaan jasa
konstruksi yang menjadi bagian dari industri konstruksi. Berdasarkan pasal 4
Perpres PBJ 2018, penggunaan penyedia jasa tidak terbatas pada pemanfaatan
keunggulan kompetitif kompetensinya, tetapi terkait dengan tujuan nasional dalam
pengembangan perekonomian nasional termasuk pengembangan industri
konstruksi. Partisipasi penyedia jasa konstruksi harus berkelanjutan. Oleh karena
itu, proses Pemilihan Jasa Konstruksi harus dilakukan dengan prinsip yang
dijelaskan oleh Agus Prabowo (2019) sebagai berikut:
a. Efisien, yaitu dengan dana minimum mencapai tujuan yang ditetapkan baik
secara kuantitas, kualitas, dan waktu; atau dengan dana yang telah ditetapkan
mencapai tujuan maksimum.
b. Efektif, yaitu sesuai dengan kebutuhan (tujuan/sasaran) dan bermanfaat
dengan baik.
2
c. Transparan, yaitu semua ketentuan dan informasi bersifat jelas, tidak
menimbulkan multi presepsi, dan mudah diakses oleh pelaku kepentingan.
d. Terbuka, yaitu proses Pemilihan Jasa Konstruksi dapat diikuti oleh seluruh
penyedia jasa konstruksi yang memenuhi persyaratan.
e. Bersaing, yaitu tercipta persaingan sehat di antara sebanyak mungkin
penyedia yang setara dan memenuhi persyaratan, dan dalam prosesnya tidak
ada intervensi yang mengganggu terciptanya persaingan sehat.
f. Adil, yaitu tidak diskriminatif, memperlakukan yang sama bagi semua calon
penyedia jasa, dan tidak mengarah atau memberi keuntungan kepada pihak
tertentu tetapi tetap memperhatikan kepentingan nasional.
g. Akuntabel, yaitu taat asas dan aturan, setiap tahapan proses terdokumentasi
dengan baik, dan dapat dipertanggungjawabkan.
4. Dalam Perpres PBJ 2018 telah diatur etika yang harus dipatuhi oleh semua pihak
yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa. Terkait dengan Pemilihan Jasa
Konstruksi aturan etika tersebut dapat dimaknai sebagai berikut:
a. Memberikan jaminan bahwa Pemilihan Jasa Konstruksi sesuai dengan tujuan
yang diamanatkan pada pasal 4 Perpren PBJ 2018.
b. Menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan.
c. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang
ber1akibat persaingan usaha tidak sehat
d. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan
sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait.
e. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang
terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat
persaingan usaha tidak sehat.
f. Menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara.
g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan
h. Tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi
atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada
siapapun yang diketahui atau patut diduga akan berpengaruh terhadap
pelaksanaan prinsip PBJ.
3
5. Berbagai upaya - baik dari sisi regulasi, kesiapan SDM, maupun prasarana/sarana
- telah dilakukan agar tujuan Pemilihan Jasa Konstruksi dapat dilaksanakan sesuai
dengan tujuan, prinsip, dan etika Pemilihan Jasa Konstruksi. Namun, kegagalan
dalam proses Pemilihan Jasa Konstruksi masih kerap terjadi. Gagal pemilihan baik
untuk prakualifikasi maupun untuk tender atau seleksi penyedia jasa konstruksi
diartikan sebagai penghentian proses Pemilihan Jasa Konstruksi yang dinyatakan
oleh Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan atau Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) sesuai dengan kewenangannya.
6. Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya gagal Pemilihan Jasa Konstruksi
sebagaimana disebutkan dalam pasal 51 Perpres PBJ 2018, yaitu antara lain
kekurangan peserta yang mendaftar prakualifikasi, jumlah peserta yang lulus
evaluasi prakualifikasi masih kurang dari yang dipersyaratkan, tidak ada peserta
yang mendaftar tender/seleksi, tidak ada peserta yang lulus evaluasi penawaran,
terjadi kesalahan dalam proses evaluasi tender/seleksi,; ditemukan kesalahan
dalam Dokumen Pemilihan, seluruh peserta terlibat Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN); seluruh peserta terlibat persaingan usaha tidak sehat;
7. Terjadinya gagal pemilihan dapat disebabkan persiapan pelelangan yang tidak
memenuhi prinsip Pemilihan Jasa Konstruksi. Misalnya, petugas mencantumkan
persyaratan kualifikasi yang berlebihan dan cenderung mengada-ada untuk
kepentingan pihak tertentu atau petugas berkolusi dengan pihak tertentu sejak
penyiapan dokumen pemilihan, dan/atau kekuranglayakan dokumen pemilihan
yang dihasilkan. Dalam Rapat Kerja Kementerian PUPR (Oktober 2018), Dirjen
Bina Konstruksi menyampaikan kegagalan tender/seleksi yang disebabkan
kelemahan dokumen pemilihan sekitar 41%.
8. Identifikasi penyebab kegagalan pemilihan yang terjadi pada tahapan
praPemilihan Jasa Konstruksi perlu dilakukan untuk mengurangi risiko gagal
pemilihan baik pada proses pemilihan yang melalui tahapan prakualifikasi,
ataupun yang langsung pada proses tender/seleksi jasa konstruksi.
4
METODOLOGI
9. Sumber permasalahan Pemilihan Jasa Konstruksi pada tahap prapemilihan
dikumpulkan dari hasil berbagai kegiatan diskusi dalam berbagai media di
lingkungan Kementerian PUPR, khususnya di lingkungan Direktorat Jenderal Bina
Konstruksi (DJBK).
10. Permasalahan dan tantangan terkait dengan Pemilihan Jasa Konstruksi pada
tahap prapemilihan yang mengemuka pada tahun 2019 adalah sebagai berikut:
a. Masih terjadi keraguan terhadap kebijakan pimpinan yang memprioritaskan
penyelenggaraan Pemilihan Jasa Konstruksi yang bebas KKN
b. Bagaimana menjadikan Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) dan Unit
Pelaksana Pemilihan Barang/Jasa (UPTPBJ) efektif?
c. Bagaimana mengurangi risiko penyimpangan yang masih sering terjadi pada
tahap praPemilihan Jasa Konstruksi?
11. Upaya penyelesaian atau sekurangnya tanggapan terhadap permasalahan
Pemilihan Jasa Konstruksi pada butir 10 mengacu pada UUJK 2017, Perpres PBJ
2018, Peraturan Menteri dan Surat Edaran dari Kementerian PUPR sebagai
Lembaga Pembina Jasa Konstruksi.
RESTRUKTURISASI KELEMBAGAAN PENGADAAN BARANG/JASA
12. Kebijakan Pimpinan
a. Sekurang-kurangnya sejak tahun 2017 atau dalam 3 tahun terakhir, Bapak
Menteri PUPR sering mempertanyakan beban tugas dang tanggung jawab
Pokja Pengadaan Barang/Jasa yang sangat besar. Dari sejak penyiapan
dokumen lelang sampai dengan penetapan pemenang lelang pekerjaan jasa
konstruksi dilakukan oleh Pokja, bahkan pengusulan penetapan pemenang
lelang di atas 50 miliar rupiah kepada Menteri untuk pekerjaan konstruksi
dilakukan langsung oleh ketua Pokja tanpa melalui kepala balainya. Bapak
Menteri mempertanyakan apa peran Kepala Balai Pelaksana. Setelah
dilakukan serangkaian pembahasan dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang saat itu dipimpin langsung oleh Pejabat
5
Tinggi Madya atas instruksi Menteri, mekanisme pengusulan tersebut dapat
disesuaikan dengan melibatkan kepala balai.
b. Pada tanggal 22 Maret 2018 diterbitkan Perpres PBJ 2018 yang substansinya
antara lain:
1) Tugas dan peran strategis Pengguna Anggara terkait dengan PBJ yang
penyelenggaraannya dapat didelegasikan ke jajaran di bawahnya
2) Reformasi kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan
membentuk UKPBJ di masing-masing Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Daerah
Selama ini proses Pemilihan Jasa Konstruksi menjadi tugas UNOR yang
bertanggung jawab terhadap pengelolaan asset. Dalam pelaksanaannnya
sering terjadi konflik kepentingan antara tuntutan kemajuan pekerjaan fisik
dengan ketaatan pada peraturan PBJ. Konflik yang sering terjadi misalnya
pada saat memeriksa kelayakan dokumen lelang. Keputusan untuk
memproses Pemilihan Jasa Konstruksi diambil walaupun dokumen
pemilihannya belum lengkap dengan pertimbangan dokumen pemilihan masih
bisa dilengkapi selama proses pemilihan. Namun, proses perbaikan tersebut
sering terlupakan dan terlambat untuk diperbaiki karena sudah ada sanggahan
dan/atau pengaduan. Hal ini menyebabkan jumlah paket yang mengalami
pelelangan ulang dan gagal lelang relatif cukup banyak.
c. Pada tanggal 8 Juni 2018 diterbitkan Peraturan Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Unit
Kerja Pengadaan Barang/Jasa (Perlem 14/ 2018) sebagai pedoman untuk
pembentukan UKPBJ dan UPTPBJ di masing-masing
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
d. Pada akhir bulan Desember 2018, Menteri PUPR memberikan arahan tentang
pencegahan fraud dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi PUPR, khususnya
untuk mencegah terjadinya penyimpangan yang terkait dengan KKN yang
terdiri atas 9 strategi. Strategi yang pertama adalah Reorganisasi Unit
Pelayanan Pengadaan dan Kelompok Kerja Pemilihan Barang/Jasa.
e. Pada tanggal 7 Februari 2019 diterbitkan Permen PUPR Nomor:
03/PRT/M/2019 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan
6
Umum Dan Perumahan Rakyat sebagai dasar pembentukan Direktorat
Pengadaan Jasa Konstruksi (DPJK) di Direktorat Jenderal Bina Konstruksi.
f. Pada tanggal 20 Maret diterbitkan Surat Keputusan Menteri PUPR Nomor
288/KPTS/M/2019 yang dijadikan dasar pembentukan UKPBJ yang dirangkap
oleh DPJK dan UPT PBJ yang dirangkap oleh BP2JK,
g. Dalam Rapat Kerja jajaran Kementerian PUPR pada tanggal 30 Oktober 2019,
Menteri PUPR menegaskan bahwa reformasi kelembagaan dalam
penyelenggaraan Pengadaan Barang/Jasa di Kementerian PUPR adalah
kebijakan Meteri PUPR yang wajib didukung oleh semua jajarannya.
Selanjutnya Bapak Menteri menjelaskan, Direktorat Jenderal bertanggung
jawab dan fokus untuk menyelenggarakan survey, investigation, design, land
acquisition, construction, operation and maintenance (SIDLACOM) sesuai
dengan tanggung jawab masing-masing sektornya. Pemilihan Jasa Konstruksi
yang sebelumnya diselenggarakan Direktorat Jenderal selanjutnya
diselenggarakan Direktorat Pengadaan Jasa Konstruksi sebagai Unit Kerja
Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) dan Balai Pelaksana Pemilihan Jasa
Konstruksi (BP2JK) di masing-masing provinsi.
h. Dalam Rapat Kerja PUPR tersebut, seluruh Direktur Jenderal bersama
jajarannya telah menyatakan dukungan sepenuhnya kelancaran
penyelenggaraan tugas dan fungsi BP2JK. Dukungan yang sangat diperlukan
adalah penugasan ASN dari masing-masing Direktorat Jenderal untuk menjadi
Pengelola PBJ di BP2JK.
13. Kesiapan Kelembagaan
a. Direktorat Pengadaan Jasa Konstruksi bertindak sebagai UKPBJ PUPR.
Pelaksanaan program dan produk layanan yang telah dihasilkannya antara
lain:
1) SOP untuk mendukung penyelenggaraan Pemilihan Jasa Konstruksi yang
dilaksanakan oleh BP2JK.
2) SOP monitoring dan evaluasi pengelolaan dan pelaksanaan Pemilihan Jasa
Konstruksi dengan semaksimal mungkin memanfaatkan teknologi informasi
dan komputasi.
3) Pembinaan teknis, pendampingan teknis, kordinasi dan sosialisasi termasuk
di dalamnya persiapan tender dini.
7
4) Pelaporan hasil monitoring dan evaluasi termasuk di dalamnya kinerja
organisasi khususnya yang terkait dengan kegagalan pemiliham.
b. Struktur organisasi BP2JK terdiri atas Kepala Balai, Kepala Tatat Usaha yang
merangkap sebagai sekretariat UPTPBJ, dan Pengelola Pemilihan Jasa
Konstruksi. Pengelola Pemilihan Jasa Konstruksi adalah Pejabat Fungsional
Pengelola PBJ yang dalam pelaksanaannya ditugaskan oleh Kepala Balai
sebagai Tim Pelaksana, Tim Peneliti, dan/atau Kelompok Kerja Pemilihan Jasa
Konstruksi. Tim Pelaksana yang paling banyak berhubungan dengan tahapan
prapemilihan.
1) Kepala Balai bertanggung jawab dan menjamin penyelenggaraan Pemilihan
Jasa Konstruksi sesuai dengan ketentuan. Menteri PUPR menggambarkan
penyelenggaraan pemilihan yang baik adalah “tidak memenangkan yang
seharusnya kalah dan tidak mengalahkan yang seharusnya menang dalam
proses Pemilihan Jasa Konstruksi”. Tugas strategis lainnya yang perlu
dilaksanakan Kepala Balai adalah membangun kesepahaman dengan
seluruhan pemangku kepentingan terutama pemahaman terhadap
perubahan paradigma akibat pemisahan fungsi Pemilihan Jasa Konstruksi
dari unit kerja/ unit pelaksana teknis yang bertanggung jawab atas
pengelolaan asset.
a) Sebelum dilakukan pemisahan tugas, penanggung jawab proyek lebih
mengedepankan penanganan risiko terhadap gagalnya program
pekerjaan fisik yang sudah dianggarkan dibandingkan dengan risiko
kurang berkualitasnya proses Pemilihan Jasa Konstruksi. Karena
penanganan risiko dalam satu tangan, kekurangan dalam proses
pemilihan masih dapat ditutupi pada saat proses pelaksanaan
pekerjaan.
b) Setelah dilakukan pemisahan tugas, penanggung jawab pemilhan jasa
konstruksi secara otomatis akan menempatkan proses pemilihan yang
berkualitas menjadi prioritas
2) Kepala Tata Usaha Balai yang merangkap sebagai Sekretaris UPTPBJ
bertanggung jawab untuk mendukung operasional pelaksanaan tugas dan
fungsi BP2JK dapat berjalan dengan baik termasuk secara terus menerus
mengingatkan peran strategis BP2JK sebagai beranda depan Kementerian
8
PUPR dan memberikan semangat dan motivasi berkarya kepada seluruh
pegawai.
3) Tim Pelaksana menjadi titik awal keberhasilan peningkatan kualitas
Pemilihan Jasa Konstruksi. Tim ini menjadi gawang proses penjaminan mutu
dokumen pemilihan yang disiapkan PPK. Anggota Tim ini sekurang-
kurangnya memiliki keterampilan menggunakan format-format yang sudah
disiapkan untuk memeriksa dengan cermat kelengkapan dan kesesuaian
dengan standar atas usulan dokumen pemilihan yang diajukan PPK. Ke
depan Tim Pelaksana harus memiliki kompetensi teknis paket yang ditender
(SDA, BM, CK, PnP).
4) Kelompok Kerja Pemilihan memiliki kedudukan yang sangat penting. Kriteria
personil dan tugasnya langsung diatur dalam Perpres PBJ 2018. Tugas
utama Pokja adalah memproses dan menetapkan pemenang pemilihan,
Kecuali untuk paket proyek dengan nilai tertentu yang diatur dalam Perpres
PBJ 2018.
5) Tim Peneliti bertugsa membantu Ka BP2JK dalam penjaminan mutu
pelaksanaan pemilihan. Sesuai Kepmen PUPR 288/ 2019,, Kepala Balai
BP2JK meinstruksikan Tim Peneliti untuk meneliti laporan hasil pemilihan
dan penetapan dari Pokja. Selanjutnya Kepala BP2JK menyampaikan hasil
pemilihan dan penetapan tersebut kepada PPK yang dilengkapi dengan
hasil penelitian oleh Tim Peneliti.
c. Subjek hukum yang utama dalam UPTPBJ adalah Kepala Balai/UPTPBJ yang
menetapkan Pokja dan meneruskan hasil pemilihan oleh Pokja ke
PA/KPA/PPK, dan Pokja Pemilihan yang menetapkan pemenang pemilihan.
Oleh karena itu, Subjek hukum utama wajib memenuhi kriteria pengelola PBJ
sebagaimana diamanatkan dalam Perpres PBJ 2019. Salah satu kriteria yang
wajib dipenuhi adalah integritas (tidak koruptif dan menjunjung independensi).
d. Sampai saat ini pemenuhan SDM yang diperlukan BP2JK baru 85 orang atau
10,63% (Dirjen Bina Konstruksi dalam Raker PUPR Oktober 2019). Pada tahun
2020 diperkirakan jumlah paket yang harus dilayani 9000 paket. Oleh karena
itu pemenuhan SDM Balai menjadi prioritas utama. Upaya strategis untuk
pemenuhan SDM tersebut antara lain:
1) Pada masa transisi memanfaatkan Pokja yang suda ada sebelumnya di
masing-masing Ditjen dengan mengangkat kembali sebagai Pokja oleh
9
Kepala BP2JK. Pada prinsipnya, Pokja yang diangkat kembali bekerja
sepenuhnya di bawah BP2JK, tetapi karena banyak Pokja yang masih
menjabat sebagaii tenaga inti proyek di masing-masing Ditjen-nya maka
mereka masih banyak yang bekerja di tempat asalnya sehingga kurang
efektif.
2) Menugaskan tenaga ASN baru yang ada di DJBK ke BP2JK. Setiap BP2JK
mendapatkan rata-rata 1 orang ASN.
3) Masih dalam tahap transisi, khususnya untuk BP2JK yang berlokasi di Pusat
dan di kota yang ada UPT DJBK lainnya, sebagian pegawai DJBK
ditugaskan untuk membantu pelaksanaan tugassi BP2JK, kususnya pada
saat puncak kesibukan.
4) Merekruit tenaga fungsional Pengelola PBJ yang berasal dari berbagai Unor
di lingkungan Kemeneterian PUPR melalui program impassing. Sampai saat
ini baru terproses 82 orang dari kebutuhan sekitar 800 orang. Tampaknya
masih banyak yang belum tertarik untuk menjadi Pejabat Fungsional
Pengelola PBJ.
5) Akan segera ditugaskan ASN dari setiap Unor untuk menjadi Jafung
Pengelola PBJ selama 2-3 tahun.
Sebagai tindak lanjut hasil Rapat Kerja Kementerian PUPR akhir Oktober 2019,
saat ini sedang diproses pengalihan tugas dari DJSDA, DJBM, DJCK, dan DJPP
serta Unit Organisasi lainnya ke BP2JK sekitar 370 orang. Dengan demikian
diharapkan sekitar 55% kebutuhan tenaga di BP2JK dapat dipenuhi.
e. Proses Pemilihan Jasa Konstruksi akan berjalan lebih baik apabila
dilaksanakan oleh orang-orang yang menguasai objek pekerjaannya.
Substansi pekerjaan masing-masing Ditjen lebih dikuasai oleh orang-orang
yang berasal dari Ditjennya. Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi tugasnya
lebih banyak membantu Ditjen untuk mendapatkan mitra kerja terbaik. Hasil
proses Pemilihan Jasa Konstruksi akan kembali ke masing-masing Ditjen. Oleh
karena itu, dalam Rapat Kerja PUPR bulan Oktober 2019 seluruh Direktur
Jenderal bersama jajarannya telah menyatakan pemberian dukungan
sepenuhnya terhadap BP2JK untuk dapat menyelenggarakan tugas dan
fungsinya dengan baik. Dukungan utama yang paling diharapkan adalah
penugasan personilnya untuk memperkuat kelembagaan BP2JK.
10
f. Menteri PUPR menyatakan bahwa tugas menjadi aparatur BP2JK menghadapi
risiko tinggi. BP2JK berhadapan dengan pengusaha yang bertekad dengan
berbagai cara untuk mendapatkan pekerjaan dengan memenangkan proses
pemilihan. Risiko yang dihadapi BP2JK berupa sanksi, ancaman perdata, dan
ancaman pidana serta ancaman pidana berdasarkan UU Tipikor. Namun,
pemghargaan yang diberikan kepada Jafung Pengelola PBJ yang akan
menjadi pegawai BP2JK realtif lebih kecil karena tidak dapat memperoleh
honor dari penanganan paket proyek yang ditender/diseleksikan. Hal ini juga
menjadi faktor penghambat perpindahan pegawai Ditjen ke BP2JK. Pimpinan
PUPR bersama-sama dengan instansi terkait sedang mengupayakan agar
penghargaan yang diterima Jafung Pengelola PBJ lebih baik dibandingkan
dengan pegawai lainnya. Berbagai alternatif formulasi penghargaan telah
dirumuskan, salah satunya aadalah dengan mengusulkan Perpres untuk
pemberian penghargaan khusus kepada Jafung Pengelola PBJ.
g. Mengingat risiko yang dihadapi begitu tinggi, Pimpinan PUPR memberikan
dukungan dan perhatian yang tinggi terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi
BP2JK. Menteri PUPR selalu memanggil Kepala BP2JK dalam berbagai
kesempatan ketika berkunjung ke provinsi. Dirjen Bina Konstruksi
menginstruksikan agar setiap pejabat DJBK yang berdinas ke provinsi harus
mengunjungi kantor BP2JK.
Keputusan Menteri PUPR No. 288/KPTS/M/2019, tidak hanya berisi klausal
pembentukan BP2JK juga dilengkapi dengan SOP pelaksanaan tugas dan
fungsi BP2JK. Selanjutnya DBJK melengkapinya dengan standar kertas kerja
dan instruksi kerja untuk lebih memudahkan petugas Pengelola PBJ
melaksanakan tugasnya. DJBK pun secara aktif bersinergi dengan Inspektorat
Jenderal untuk memberikan dukungan dalam mengatasi berbagai
permasalahan yang dihadapi BP2JK khususnya terkait dengan sanggah dan
sanggah banding serta pengaduan baik yang dilakukan peserta pemilihan
maupun masyarakat jasa konstruksi pada umumnya. Komunikasi langsung
antara Inspektur Jenderal beserta jajarannya, Direktur Jenderal Bina
Konstruksi beserta jajarannya dan Kepala BP2JK melalui fasilitas jejajring
sosial sangat membantu percepatan penyelesaian permasalahan di lapangan.
11
DISKUSI DAN UPAYA SOLUSI ATAS KESALAHAN DALAM TAHAP
PRAPEMILIHAN
14. Fraud pada Tahapan Programming dan Budgeting
Fraud pada tahapan programming terjadi ketika ada kekuatan external tertentu
untuk meng-goal-kan program proyek konstruksi yang menjadi kepentingannya.
Pihak tersebut selanjutnya mengawal sejak proses penganggaran sampai dengan
pemilihannya. Mereka biasanya memanfaatkan kelemahan budaya paternalistik.
Restrukturisasi kelembagaan PBJ yang telah dilakukan Kementerian PUPR secara
efektif akan mengurangi terjadinya fraud pada tahapan program. BP2JK yang tidak
terkait langsung dengan kinerja pelaksanaan proyek akan lebih independent untuk
secara lugas menolak intervensi. Keberanian penolakan tersebut semakin tinggi
karena pimpinan telah menunjukkan komitmennya di lapangan.
Ketidaktepatan besaran anggaran bisa terjadi karena kekurangan data dalam
tahapan programnya. Tetapi ketidaktepatan anggaran tersebut tidak selalu
menyebabkan fraud dalam proses Pemilihan Jasa Konstruksi. Fraud akan terjadi
apabila Pengelola PBJ dapat diintervensi.
Pemaketan proyek menjadi bagian dari tahapan program dan penganggaran.
Pengaduan pemaketan biasanya dikaitkan dengan keberpihakan pada usaha kecil
atau sebaliknya dianggap sebagai ajang bagi-bagi proyek. Kebijakan pemaketan
proyek tidak mungkin dapat memuaskan semua pihak, jadi seharusnya tidak
menjadi delik aduan oleh peserta pemilihan. Istilah pemaketan proyek sering
dibiaskan dengan istilah konsolidasi pengadaan melalui restrukturisasi pemaketan
paket proyek dalam Pemilihan Jasa Konstruksi. Restrukturisasi pemaketan proyek
dalam proses pengadaan seharusnya tidak mengubah klasifikasi dan kualifikasi.
15. Fraud Regulasi dan Kelembagaan
a. Regulasi yang tidak konsisten sering menyebabkan fraud dalam PBJ. Biasanya
dalam pengaduan, peserta pemilihan dan/atau masyarakat jasa konstruksi
menyatakan proses pemilihan harus dinyatakan gagal karena dokumen
pemilihan atau proses penilaiannya bertentangan dengan peraturan di atasnya.
Tim Pelaksana yang ada di BP2JK berperan besar untuk mencegah
12
permasalhan ini dengan memeriksa secara seksama kesesuaian usulan
dokumen pemilihan dengan peraturan perundang-undangan.
b. Fraud Pemilihan Jasa Konstruksi yang disebabkan kelembagaan biasanya
terjadi karena arogansi kelembagaan. Jika tidak dikelola dengan baik, hasil
restrukturisasi kelembagaan PBJ saat ini sangat memungkinkan terjadinya
fraud kelembagaan. Berapa kemungkinan terjadi fraud diantaranya:
1) PPK memaksakan diri untuk menyampaikan usulan dokumen pemilihan
yang tidak memadai, sehingga proses pengusulan dokumen pemilihan
bolak-balik antara PPK dengan BP2JK.
2) Tim Pelaksana BP2JK dengan berbagai alasan lambat untuk memproses
usulan dokumen pemilihan. Ketika diperlukan perbaikan atas usulan
dokumen tersebut, waktu yang dimiliki PPK sangat terbatas sehingga dapat
menimbulkan ketidakcermatan.
DJBK berupaya mengurangi risiko fraud regulasi dan kelembagaan dengan
meningkatkan kegiatan monitoring dan evaluasi atas progress BP2JK. Jika
penyebabnya ada di PPK, DJKB segera mengkoordinasikannya dengan
pimpinan PPK di Pusat.
16. Fraud Perencanaan Teknis
Fraud Pemilihan Jasa Konstruksi dapat disebabkan oleh ketidaksiapan dokumen
perencanaan teknis. Dokumen hasil perencanaan teknis yang diperlukan dalam
Pemilihan Jasa Konstruksi, sekurang-kurangnya terdiri atas gambar rencana
teknis (gambar), rencana kerja dan syarat-syarat (spesifikasi), daftar volume
pekerjaan (BoQ), dan umur rencana layanan konstruksi. Untuk mendukung proses
penyiapan dokumen dan penilaian Pemilihan Jasa Konstruksi diperlukan informasi
dari hasil perencanaan teknis antara lain: Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan
metode konstruksi. Fraud perencanaan teknis yang sering terjadi adalah ketika
terjadi ketidakkonsistenan antara gambar dengan spesifikasi yang dapat
menyebabkan perbedaan asumsi dasar dalam memberikan penawaran. Fraud
perencanaan teknis lainnya terjadi ketika spesifikasi dianggap berpihak pada
merek barang tertentu, dan pesryaratan dalam spesifikasi dianggap terlalu tinggi
sehingga tidak ada penyedia jasa yang memenuhi syarat.
13
17. Fraud Kerangka Acuan Kerja Konsultan
Usaha jasa konsultansi konstruksi sangat tergantung pada penyediaan tenaga ahli
konstruksi. Kesesuaian persyaratan tenaga ahli dengan Kerangka Acuan Kerja
(KAK) mendapatkan bobot terbesar dalam penilaian seleksi jasa konsultansi
sehingga sangat menentukan pemenang seleksi. Fraud pemilihan jasa konsultansi
konstruksi dapat terjadi karena persyaratan tenaga ahli berlebihan. Misalnya,
tenaga ahli harus memiliki beberapa sertifikat keahlian, kualifikasi sertifikat yang
dimiliki terlalu tinggi untuk jenis pekerjaan yang akan ditangani, persyaratan jumlah
dan kualifikasi tenaga ahli yang dipersyaratkan tidak sesuai dengan pagu dana
yang tersedia. Contoh lainnya, antara lain ketidaksesuaian KAK dengan jenis
kontrak pekerjaan yang akan diterapkan khususnya untuk pekerjaan perancangan.
Pada pekerjaan perancangan biasanya diterapkan jenis kontrak lumsum, tetapi
dalam KAK masih dipersyaratkan hal-hal yang terkait dengan kontrak waktu
penugasan. Sering ditemukan, penyusun KAK sering lupa memasukkan
persyaratan yang baru diundangkan, misalnya terkait dengan kewajiban
penawaran dengan remunerasi minimum. Oleh karena itu, peran Tim Pelaksana
BP2JK sangat penting untuk memeriksa usulan dokumen pemilihan ternasuk
memeriksa KAK nya.
18. Fraud Penyusunan Spesifikas Teknis
Fraud Pemilihan Jasa Konstruksi yang disebabkan ketidaksesuaian dengan
Spesifikasi Teknis sering terjadi. Berdasarkan pengalaman panjang dalam
penyelenggaraan infrastruktur telah disusun Standar Spesifikasi Teknis untuk
beberapa jenis pekerjaan konstruksi. Namun, jenis pekerjaan konstruksi pada
prinsipnya sesuai dengan keinginan pemiliknya sehingga sangat beragam. Bentuk
dan ukuran produk konstruksi yang diinginkan divisualkan dalam gambar teknis.
Kriteria, kualitas dan cara memeriksa kualitas serta cara menghitung kuantitas dari
produk konstruksi dituangkan dalam Spesifikasi Teknis. Oleh karena itu,
spesifikasi teknis harus sesuai dengan gambar teknis. Spesifikasi Teknis yang baik
sekurang-kurangnya memilih bagian informasi dari Standar Spesifikasi Teknis
yang sesuai dan dilengkapi dengan informasi lainnya yang diperlukan sesuai
dengan gambar teknis. Fraud Spesifikasi Teknis terjadi karena penyesuaian
dengan gambar teknis tidak dilakukan. Dalam hal ini, pelaksanaan peran strategis
14
Tim Pelaksana BP2JK kembali diperlukan. Beberapa risiko fraud Spesifikasi
Teknis yang sering ditemukan antara lain:
a. Dokumen spesifikasi teknis belum mendapatkan persetujuan dari PA/KPA
b. Substansi Spesifikasi Teknis belum lengkap untuk dapat menyusun dokumen
pemilihan. Misalnya, PPK belum menetapkan: daftar pekerjaan utama, daftar
peralatan utama, dokumen Identifikasi bahaya, pekerjaan wajib
disubkontrakkan kepada kontraktor spesialis, dan metode pelaksanaan.Terkait
dengan subkontrak, dalam Permen 07/2019 telah diatur kewajiban
mensubkonkan sebagian pekerjaan utama kepada penyedia jasa pekerjaan
konstruksi spesialis (jika ada) dan sebagian pekerjaan bukan utama kepada
penyedia jasa pekerjaan konstruksi kualifikasi kecil setempat. Yang dimaksud
penyedia jasa konstruksi setempat adalah penyedia jasa yang bekedudukan di
dalam provinsi tempat peket tersebut ditender/ diseleksikan.
Kewajiban mensubkontrakkan sebagian pekerjaan utama dapat menjadi fraud
apabila tidak diatur atau dijelaskan dengan baik. Misalnya apakah penyedia
jasa pekerjaan konstruksi dapat bersifat nasional atau harus berlokasi di
provinsi tempat pekerjaan tersebut berada; bagaimana dengan persyaratan
kualifikasinya; dan apabila bersifat provinsi apa yang membuktikan
ketidaktersediaan spesialis yang sesuai tersebut. Kejelasan persyaratan ini
harus sudah disampaikan ke peserta tender sebelum pemasukan penawaran.
c. Spesifikasi Teknis memuat persyaratan yang dapat dianggap sebagai
pengarahan proses pemilihan untuk kepentingan produk atau penyedia barang
dan jasa tertentu. Misalnya, ukuran tidak lazim, persyaratan merek dagang,
persyaratan metode konstruksi yang sebenarnya sudah umum dilakukan
menjadi tidak lazim, termasuk persyaratan penggunaan alat yang tidak lazim.
d. Persyaratan kualifikasi dan teknis berlebihan sehingga berpotensi
mengakibatkan peserta yang lulus terbatas. Misalnya, mensyaratkan lebih dari
satu SKA/SKT untuk satu orang personel manajerial, dan persyaratan
peralatan utama yang hanya dimiliki oleh penyedia jasa yang sangat terbatas.
19. Fraud Sistem Deliveri
Sejak awal seharusnya sudah direncanakan system deliveri yang akan digunakan
apakah Design – Bid – Build, Design and Build, Enigeering – Procurement –
Construction, atau system deliveri lainnya. Penetapan sejak awal akan lebih
15
memudahkan PPK untuk menyiapkan dokumen pemilihannya. Sistem deliveri
Design – Bid – Build sudah dianggap konvensional. Saat ini sudah banyak
digunakan system Design and Build (DB), tetapi dalam pelaksanaannya masih
banyak ditemukan masalah, antara lain:
a. Dalam Permen PUPR No. 12/PRT/M/2017 tentang Standar dan Pedoman
Pengadaan Pekerjaan Konstruksui Terintegrasi Rancang dan Bangun (Design
and Build) jenis kontrak yang harus digunakan adalah kontrak lumsum dengan
alasan daftar volume pekerjaan belum diketahui. Namun, kenyataannya,
walaupun tahapan perencanaannya sudah diselesaikan, volume pekerjaan
beberapa item pekerjaan, seperti item pekerjaan yang berada di bawah tanah,
belum dapat dipastikan volumenya, Oleh karena itu, untuk sistem deliveri
Design and Build dalam pekerjaan konstruksi masih diperlukan sistem
pembayaran dengan dasar harga satuan untuk beberapa komponen pekerjaan
yang tidak dapat diketahui secara pasti volumenya. Dengan demikian, Design
and Build pekerjaan konstruksi terintegrasi seharusnya dapat menggunakan
kontrak gabungan lumsum dan harga satuan.
b. Masih terjadi perbedaan presepsi dengan auditor atas kontrak lumsum.
Spesifikasi teknis untuk kontrak lumsum dalam Design and Build belum dapat
mendukung pertangungjawaban cara pembayaran lumsum sehingga dalam
pelaksanaannya sering bermasalah dengan auditor.
c. Istilah perubahan design masih ditemukan dalam Design and Build. Dalam
sistem deliveri Design and Build tidak ada perubahan design karena designnya
dilaksanakan sepanjang pelaksanaan kontrak.
d. Masih ada anggapan bahwa tidak ada perubahan nilai kontrak dalam kontrak
lumsum. Dalam sistem deliveri Design and Build masih dimungkinkan
terjadinya perubahan nilai kontrak karena ada komponen pekerjaan yang
dibayar dengan dasar harga satuan, atau terjadi perubahan kriteria, perubahan
spesifikasi, atau perubahan lainnya yang sebelumnya telah disepakati dalam
dokumen pemilihan.
e. Rincian pelaksanaan pekerjaan masih menjadi dasar dalam
pertanggungjawaban pembayaran pekerjaan kontrak lumsum. Perlu ada
ketegasan yang mengikat dalam kontrak lumsum adalah nilai kontrak secara
keseluruhan setelah seluruh pekerjaan diterima dan tidak ada addendum
perubahan kontrak dalam pelaksanaannya.
16
20. Fraud Rancangan Dokumen Kontrak
Fraud Pemilihan Jasa Konstruksi dapat terjadi yang disebabkan rancangan
kontrak tidak sesuai dengan Permen PUPR 07/2019. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan Rancangan Dokumen Kontrak (RDK):
a. Penyusunan RDK menjadi tanggung jawab PPK
b. Penyusunan RDK masih belum menjadi perhatian utama, karena sebelumnya
dianggap dapat terus diperbaiki secara parallel dengan pelaksanaan pemilihan.
BP2JK perlu mengingatkan tidak ada Pemilihan Jasa Konstruksi jika RDK tidak
siap.
c. Apabila jenis kontraknya lumsum untuk pekerjaan konstruksi perlu didukung
dengan:
1) hasil DED dan spesifikasi teknik yang lengkap dan akurat untuk sistem
deliveri Design – Bid – Build.
2) Basic Design yang memadai untuk sistem deliveri Design and Build.
3) Rumusan output tahapan pekerjaan yang jelas dan terukur sehingga dapat
digunakan sebagai dasar tahapan pembayaran.
d. Apabila sistem deliverinya Design and Build, maka perlu dicek bahwa DED nya
belum pernah dilakukan. Apabila DED sudah tersedia tetapi tidak sesuai lagi
dengan kondisi lapangan, maka perlu dibuat berita acara hasil review DED
untuk disampaikan ke PA/KPA.
e. Sistem perhitungan hasil pekerjaan meliputi antara lain:
1) Indikasi volume pekerjaan dalam kontrak harga satuan dituangkan dalam
daftar kuantitas dan harga (bill of quantity/ BoQ).
2) Perhitungan kuantitas hasil pekerjaan mengacu pada gambar kerja, BoQ,
dan spesifikasi teknis
3) Perhitungan kuantitas yang dapat dibayar sesuai dengan spesifikasi teknis
4) Perhitungan pembayaran sesuai dengan progress pekerjaan bulanan dalam
kontrak harga satuan
5) Perhitungan pembayaran termin sesuai dengan output pekerjaan dalam
kontrak lumsum tanpa rincian biaya dan volume.
6) Pengukuran progress pekerjaan yang dilakukan bersama.
f. Penuangan umur konstruksi dan pertanggungan terhadap kegagalan
bangunan.
17
1) Umur konstruksi sesuai dengan hasil DED
2) Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa
dan/atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu
pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan sesuai dengan umur konstruksi
atau maksimum 10 tahun.
g. Tim Pelaksana BP2JK perlu memeriksa kelengkapan dan kesesuaian RDK
yang disusun oleh PPK
h. Pembentukan Pokja oleh BP2JK setelah Penetapan Rancangan Kontrak oleh
PPK
21. Fraud Penyusunan HPS
Penyusunan HPS yang tidak berkualitas dapat menyebabkan fraud Pemilihan
Jasa Konstruksi. HPS yang telalu rendah dapat menyebabkan penyedia jasa tidak
berminat, dan apabila terlalu tinggi dapat dianggap mark-up. Beberap hal yang
perlu diperhatikan dalam penyusunan HPS, antara lain:
a. Penyusunan HPS mengacu pada hasil reviu perkiraan biaya (RPB)/ Rencana
Anggaran Biaya (RAB).
1) Untuk Pekerjaan Konstruksi (PK) ≤ Rp 100 M, RPB disetujui oleh Kepala
Balai Teknis pemilik paket/SNVT.
2) Untuk PK > Rp 100 M, RPB disetujui oleh Pejabat Eselon I
b. Sesuai dengan Permen 7/2019, biaya K3 dicantumkan dalam rincian biaya
tersendiri sesuai dengan kebutuhan dan dimasukan ke dalam dokumen
pemilihan
c. Sampai saat ini belum ada hasil evaluasi terhadap tingkat akuntabilitas
penyusunan HPS dan kesesuaian dengan harga pasar. Untuk itu, Direktorat
PJK/ UKPBJ telah menyiapkan standar kertas kerja untuk mereviu HPS oleh
BP2JK.
d. Penyusunan HPS dikalkulasikan berdasarkan keahlian dan data-data yang
bisa dipertanggungjawabkan. Data yang dipakai untuk menyusun HPS
meliputi:
1) harga pasar setempat yaitu harga barang dilokasi barang diproduksi/
diserahkan/ dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya pengadaan barang;
2) informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat
Statistik (BPS).
18
3) informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi
terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
4) daftar biaya/tarif Barang yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal.
5) biaya Kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan
mempertimbangkan faktor perubahan biaya.
6) inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank
Indonesia.
7) hasil perbandingan dengan Kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan
instansi lain maupun pihak lain.
8) Norma indeks.
9) informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
22. Fraud Penyusunan Perencanaan Umum Pengadaan
Fraud Pemilihan Jasa Konstruksi dapat disebabkan oleh ketidakcermatan dalam
Penyusunan Perencanaan Umum Pengadaan. Beberapa ketidakcermatan yang
sering terjadi:
a. Perencanaan tidak realistis, terutama dari sudut waktu pelaksanaan
b. Pengumuman tender/seleksi dibatasi hanya kelompok tertentu saja
c. Pengumuman tidak lengkap dan membingungkan (ambigious)
d. Tingkat kompleksitas belum ditentukan pada saat perencanaan pengadaan.
e. Besaran nilai paket Pekerjaan Konstruksi tidak dapat dijadikan dasar untuk
menetapkan kompleksitas pekerjaan. Kompleksitas paket ditentukan
berdasarkan kriteria risiko, teknologi, peralatan khusus. Oleh karena relative
sulit untuk menghitung kriteria tersebut, maka kompleksitas paket pekerjaan
ditetapkan oleh KPA.
23. Paket Bantuan Luar Luar Negeri
Paket yang dibiayai dari sumber Bantuan Luar Negeri biasanya pemberi bantuan
mempersyaratakan Standard Biding Document (SBD) yang harus disetujui
pemberi bantuan (lender) dengan mendapatkan No Objection Letter (NOL). Untuk
mendapatkan NOL SBD dari Lender membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh
karena itu, KPA/PPK harus bersinergi dengan UKPBJ untuk mempercepat proses
mendapatkan NOL SBD tersebut.
19
24. Paket Multy Year Contract
Paket yang diusulkan dengan pembiayaan/pelaksanaan melebihi satu tahun
anggaran atau multy year contract (MYC), harus mendapatkan ijin dari Menteri
Keuangan. Proses mendapatkan ijin tersebut memerlukan waktu, dan seringkali
waktunya relatif lama. Agar tidak menghambat proses Pemilihan Jasa Konstruksi
sesuai dengan Rencana Umum Pengadaan, maka pembentukan Pokja oleh
BP2JK dilakukan setelah usulan persetujuan MYC dari Eselon 1 ke Menteri.
25. Pemeriksanaan Usulan Dokumen Pemilihan
Setelah dilakukan restrukturisasi lelembagaan PBJ di Kementerian PUPR,
tanggung jawab kinerja pelaksanaan Pemilihan Jasa Konstruksi berada di BP2JK.
Pencapaian kinerja tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas Dokumen Pemilihan
yang disiapkan oleh PPK. Oleh karena itu, Tim Pelaksana BP2JK perlu mereviu
usulan Dokumen Pemilihan sebelum diserahkan kepada Pokja yang dibentuk oleh
BP2JK. Kekurangan yang sering terjadi dalam penyusunan Dokumen Pemilihan
antara lain:
a. Instruksi Kepada Peserta Pemilihan (IKP) tidak sesuai dengan Standar
Dokumen Pemilihan (SDP) Jasa Konstruksi dalam Permen PUPR 07/2019
b. Format Lembar Data Kualifikasi (LDK) dan Lembar Data Pemilihan (LDP) tidak
sesuai Permen PUPR 07/2019. Misalnya, menghilangkan ketentuan tenaga
tetap untuk kualifikasi menengah untuk paket PK diatas Rp 100 Miliar.
c. Persyaratan kualifikasi dan teknis tidak sesuai Permen PUPR 07/2019.
Misalnya, persyaratan sewa peralatan utama dihilangkan untuk paket di bawah
Rp 100 Miliar
d. Sesuai dengan Perpres PBJ 2018, penerapan e-reverse auction adalah pilihan
yang ditetapkan Pokja. Pada saat akan menerapkannya, tidak ada pengaturan
tentang waktu lamanya pelaksanaan e-reverse auction. Pada saat Pokja tidak
memberlakukan e-reverse auction, seharusnya SPSE tidak mengundang
peserta untuk e-reverse auction. Selanjutnya, diperlukan pengaturan tentang
waktu lamanya pelaksanaan e-reverse auction, berupa rentang waktu minimal
dan maksimal. SPSE juga perlu disesuaikan agar format pengisian e-reverse
auction tidak ditampilkan apabila tidak akan diterapkan sehingga tidak
membingungkan peserta pemilihan.
20
e. Masih sering terjadi perbedaan data dan informasi antara yang tertera di SPSE
dengan Dokumen Pemilihan-nya. Misalnya, adanya perbedaan judul pemilihan
antara yang tertera pada Dokumen Pemilihan dan SPSE, perbedaan persyaratan
peralatan dan personil manajerial antara yang tertera pada Dokumen Pemilihan
dan SPSE. Hal ini akan merugikan peserta pemilihan apabila menggugurkan
penawarannya. Oleh karena itu, perlu ditegaskan dan diinformasikan, misalnya
apabila ada perbedaan yang berlaku adalah data/informasi yang tertulis di SPSE.
Apabila peserta pemilihan menuliskan data yang ada di hard copy maka substansi
tulisan tersebut dianggap sesuai dengan data yang ada SPSE.
26. Pembentukan Pokja
Salah satu kinerja BP2JK adalah Pokja dapat melaksanakan tugas dan fungsinya
dalam waktu yang telah ditetapkan dalam SOP. Oleh karena itu, waktu
pembentukan Pokja oleh Kepala BP2JK menjadi penting. Pada prinsipnya Pokja
bertanggung jawab terhadap setiap paket pekerjaan yang ditanganinya. Setiap
paket bersifat unik yang keunikannya perlu diinformasikan kepada Pokja. Satu
Pokja dapat menangani lebih dari satu paket, tetapi dalam surat keputusan
pembentukannya harus jelas kapan waktu efektif masing-masing paket. Kinerja
Pokja mulai berjalan sesuai dengan waktu efektif paket tersebut. Pertimbangan
yang perlu diperhatikan dalam pembentukan Pokja, antara lain:
a. Secara umum Pokja dibentuk setelah Dokumen Pemilihan siap. Kesiapan
Dokumen Pemilhan menjadi tanggung jawab Kepala BP2JK berdasarkan hasil
pemeliksaan Tim Pelaksana terhadap usulan Dokumen Pemilihan dari PPK.
Dengan demikian, tidak ada komunikasi antara PPK dengan Pokja dalam
penyiapan Dokumen Pemilihan, karena Pokjanya belum terbentuk.
b. Paket yang diusulkan dengan pembiayaan/pelaksanaan melebihi satu tahun
anggaran atau multy year contract (MYC), harus mendapatkan ijin dari Menteri
Keuangan. Proses mendapatkan ijin tersebut memerlukan waktu, dan
seringkali waktunya relatif lama. Agar tidak menghambat proses Pemilihan
Jasa Konstruksi sesuai dengan Rencana Umum Pengadaan, maka
pembentukan Pokja oleh BP2JK dilakukan setelah usulan persetujuan MYC
dari Eselon 1 ke Menteri.
21
KESIMPULAN
27. Kebijakan Menteri PUPR untuk meningkatkan kualitas Pemilihan Jasa Konstruksi
melalui restrukturisasi kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa dengan dibentuknya
Direktorat Pengadaan Jasa Konstruksi dan Balai Pelaksanaan Pemilihan Jasa
Konstruksi didukung sepenuhnya oleh seluruh pimpinan dan jajaran unit
organisasi di Kementerian PUPR.
28. Pelaksanaan tugas yang terkoordinasi, bersinergi dan efektif serta dilandasi
prinsip pengadaan yang adil untuk “tidak memenangkan yang seharusnya kalah
dan tidak mengalahkan yang seharusnya menang”, dari unit-unit pelaksana
pelayanan yang terdiri atas Pejabat Pembuat Komitmen, Unit Kerja Pengadaan
Barang/Jasa, dan Unit Pelaksana Teknis Pengadaan Barang/Jasa merupakan
kunci keberhasilan pencegahan fraud kemungkinan terjadinya Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme di Kementerian PUPR.
29. Hasil identifikasi dan kompilasi penyelesaian berbagai permasalahan yang sering
terjadi pada PraPemilihan Jasa Konstruksi perlu dikelola secara berkelanjutan dan
dijadikan modal pengetahuan untuk meningkatkan kapasitas Pengelola
Pengadaan Barang/Jasa di Kementerian PUPR.
Jakarta, 19 November 2019
*) Penulis adalah Pejabat Fungsional Teknis Utama Pembina Jasa Konstruksi di
Direkrorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat.