Tata Nama Ilmiah

Embed Size (px)

Citation preview

TATA NAMA ILMIAH

Tata nama dalam biologi telah mengalami perubahan berkali-kali semenjak manusia mencatat berbagai jenis organisme. Plinius dari masa Kekaisaran Romawi telah menulis sejumlah nama tumbuhan dan hewan dalam ensiklopedia yang dibuatnya dalam bahasa Latin. Sistem penamaan organisme selanjutnya selalu menggunakan bahasa Latin dalam tradisi pencatatan Eropa. Hingga sekarang sukar dijumpai sistem penulisan nama organisme yang dipakai dalam tradisi Arab atau Tiongkok. Kemungkinan dalam tradisi ini penulisan nama menggunakan nama setempat (nama lokal). Keadaan berubah setelah cara penamaan yang lebih sistematik diperkenalkan oleh Carolus Linnaeus dalam bukunya, Systema Naturae ("Sistematika Alamiah") Tata nama binomial (binomial berarti 'dua nama') merupakan aturan penamaan baku bagi semua organisme (makhluk hidup) yang terdiri dari dua kata dari sistem taksonomi (biologi), dengan mengambil nama genus dan nama spesies. Nama yang dipakai adalah nama baku yang diberikan dalam bahasa Latin atau bahasa lain yang dilatinkan. Aturan ini pada awalnya diterapkan untuk fungi, tumbuhan dan hewan oleh penyusunnya (Carolus Linnaeus), namun kemudian segera diterapkan untuk bakteri pula. Sebutan yang disepakati untuk nama ini adalah 'nama ilmiah' (scientific name). Awam seringkali menyebutnya sebagai "nama latin" meskipun istilah ini tidak tepat sepenuhnya, karena sebagian besar nama yang diberikan bukan istilah asli dalam bahasa latin, melainkan nama yang diberikan oleh orang yang pertama kali memberi pertelaan atau deskripsi (disebut deskriptor) lalu dilatinkan. Penamaan organisme pada saat ini diatur dalam Peraturan Internasional bagi Tata Nama Botani (ICBN) bagi tumbuhan, beberapa alga, fungi, dan lumut kerak, serta fosil tumbuhan; Peraturan Internasional bagi Tata Nama Zoologi (ICZN) bagi hewan dan fosil hewan; dan Peraturan Internasional bagi Tata Nama Prokariota (ICNP). Aturan penamaan dalam biologi, khususnya tumbuhan, tidak perlu dikacaukan dengan aturan lain yang berlaku bagi tanaman budidaya (Peraturan Internasional bagi Tata Nama Tanaman Budidaya, ICNCP).

Aturan penulisan

Aturan penulisan dalam tatanama binomial selalu menempatkan nama ("epitet" dari epithet) genus di awal dan nama ("epitet") spesies mengikutinya. Nama genus selalu diawali dengan huruf kapital dan nama spesies selalu diawali dengan huruf biasa. Penulisan nama ini tidak mengikuti tipografi yang menyertainya, kecuali untuk hal berikut: 1. Pada teks dengan huruf tegak (huruf latin), nama ilmiah ditulis dengan huruf miring (huruf italik), dan sebaliknya. Contoh: Glycine soja, Pavo muticus. Perlu diperhatikan bahwa cara penulisan ini adalah konvensi yang berlaku saat ini sejak

awal abad ke-20. Sebelumnya, seperti yang dilakukan pula oleh Carolus Linnaeus, nama atau epitet spesies diawali dengan huruf besar jika diambil dari nama orang atau tempat. 2. Pada teks tulisan tangan, nama ilmiah diberi garis bawah yang terpisah untuk nama genus dan nama spesies. Nama lengkap (untuk hewan) atau singkatan (untuk tumbuhan) dari autoritas boleh diberikan di belakang nama spesies, dan ditulis dengan huruf tegak (latin) atau tanpa garis bawah (jika tulisan tangan). Jika suatu spesies digolongkan dalam genus yang berbeda dari yang berlaku sekarang, nama autoritas ditulis dalam tanda kurung. Contoh: Glycine max Merr., Passer domesticus (Linnaeus, 1978) yang terakhir semula dimasukkan dalam genus Fringilla, sehingga diberi tanda kurung (parentesis). Pada penulisan teks yang menyertakan nama umum/trivial, nama ilmiah biasanya menyusul dan diletakkan dalam tanda kurung. Nama ilmiah ditulis lengkap apabila disebutkan pertama kali. Penyebutan selanjutnya cukup dengan mengambil huruf awal nama genus dan diberi titik lalu nama spesies secara lengkap. Contoh: Tumbuhan dengan bunga terbesar dapat ditemukan di hutanhutan Bengkulu, yang dikenal sebagai padma raksasa (Rafflesia arnoldii). Di Pulau Jawa ditemukan pula kerabatnya, yang dikenal sebagai R. patma, dengan ukuran bunga yang lebih kecil. Singkatan "sp." (zoologi) atau "spec." (botani) digunakan jika nama spesies tidak dapat atau tidak perlu dijelaskan. Singkatan "spp." (zoologi dan botani) merupakan bentuk jamak. Contoh: Canis sp., berarti satu jenis dari genus Canis; Adiantum spp., berarti jenis-jenis Adiantum. Sering dikacaukan dengan singkatan sebelumnya adalah "ssp." (zoologi) atau "subsp." (botani) yang menunjukkan subspesies yang belum diidentifikasi. Singkatan ini berarti "subspesies", dan bentuk jamaknya "sspp." atau "subspp." Singkatan "cf." (dari confer) dipakai jika identifikasi nama belum pasti. Contoh: Corvus cf. splendens berarti "sejenis burung mirip dengan gagak (Corvus splendens) tapi belum dipastikan sama dengan spesies ini". Penamaan fungi mengikuti penamaan tumbuhan.

Komposisi Nama IlmiahNama ilmiah suatu jenis merupakan penggabungan 3 hal : 1. Nama-nama Genus Merupakan kata benda tunggal dalam bahasa Latin atau dilatinkan dengan inisial huruf besar. Setelah penulisan pertama pada genus yang sama boleh disingkat, contoh: Quercus alba menjadi Q. alba, dan Esherchia colii menjadi E. colii. Penulisan nama genera tidak boleh terlalu panjang dan tidak boleh menggunakan nama yang sama dengan jenisnya, contoh: Salacca zalacca (tidak dianjurkan)

2. Penunjuk Jenis Biasanya berupa kata sifat, akhirannya disesuaikan dengan nama marga, Contoh: Syzygium aromaticum. Selalu dalam bahasa Latin atau dilatinkan ysng bisa berasal dari berbagai bentuk (nama orang, nama tempat, nama umum, dll.). Penulisannya tidak boleh terlalu panjang dan tidak boleh mengulang nama marga. Ditulis dengan huruf kecil dan apabila terdiri dari 2 suku kata harus diberi tanda sambung, contoh: Hibiscus rosasinensis dan Ipomea pes-capre. 3. Author Author adalah nama pengarang yang menerbitkan nama sah takson itu untuk pertama kali. Tujuan pencantuman nama author adalah supaya penunjukan nama suatu takson tepat dan lengkap serta memudahkan penelitian tentang keabsahan nama. Contoh : Daucus carota L. (L. menunjukkan Linnaeus) Dalam penamaan varietas atau cultivar yang biasa disingkat dengan c.v. tidak dalam bahasa Latin atau dilatinkan. Contoh : Mangifera indica c.v. harum manis dan Citrullus lanatus c.v. Crimson sweet. Nama varietas biasa disingkat var. ditulis dalam bahasa Latin atau dilatinkan. Contoh : Licuala gracilis var. gracilis dan Oryza sativa var. javanica.

Tingkat Kesatuan Taksonomi1. Kingdom Kingdom merupakan tingkatan takson tertinggi makhluk hidup. Pembagian kingdom terbaru berdasarkan Cavalier-Smith (2004) menjadi 7 kingdom. Kingdom tersenut diantaranya Eubakteria, Archaebakteria, Animalia, Plantae, Protozoa (Protista), Eumycota dan Chromista. 2. Filum/Divisio Nama filum digunakan pada dunia hewan, dan nama divisio digunakan pada tumbuhan. Filum atau division terdiri atas organisme-organisme yang memiliki satu atau dua persamaan ciri. Nama filum tidak memiliki akhiran yang khas sedangkan nama division umumnya memiliki akhiran khas, antara lain phyta dan mycota. 3. Class (Kelas) Kelompok takson yang satu tingkat lebih rendah dari filum atau divisio 4. Ordo (Bangsa) Setiap kelas terdiri dari beberapa ordo. Pada dunia tumbuhan, nama ordo umumnya diberi akhiran ales. 5. Famili Famili merupakan tingkatan takson di bawah ordo. Nama famili tumbuhan biasanya diberi akhiran aceae, sedangkan untuk hewan biasanya diberi nama idea. Dalam

penyebutan indonesia nama suku selalu diulang penyebutannya : kacang-kacangan , angrek-anggrekan , jahe-jahean. 6. Genus (Marga) Genus adalah takson yang lebih rendah dariada famili. Nama genus terdiri atas satu kata, huruf pertama ditulis dengan huruf kapital, dan seluruh huruf dalam kata itu ditulis dengan huruf miring atau dibedakan dari huruf lainnya. 7. Spesies (Jenis) Species adalah takson yang terendah. Spesies adalah suatu kelompok organisme yang dapat melakukan perkawinan antar sesamanya untuk menghasilkan keturunan yang fertil (subur).

KingdomFilum/Divisio Class subclass Ordo Famili Tribus Genus Sectio Series subordo subfamili subtribus subgenus subsectio

subfilum/subdivisio

subseriesSpecies Varietas subvarietas subspecies

Forma

subforma

Tipe TatanamaSuatu tipe tatanama adalah salah satu unsur penyusun takson yang selalu dikaitkan dengan nama takson yang bersangkutan untuk selama-lamanya. Tipe tatanama tidak perlu merupakan unsur atau spesimen atau contoh yang paling khas daripada takson; tipe hanyalah suatu unsur yang selamanya dikaitkan dengan nama. Tipe yang digunakan dalam tatanama secara umum adalah: 1. Holotipe (= Holotypus), ialah suatu spesimen atau unsur lain yang dipakai oleh seorang pengarang atau ditunjuk olehnya sebagai dasar waktu pertama kali mengusulkan nama jenis baru. Selama holotipe masih ada, penerapan nama yang bersangkutan dengannya dapat dipastikan secara otomatis. Kalau pengarang yang mempertelakan suatu takson tidak menentukan holotipe, atau kalau holotipe hilang maka tipe pengganti atau tipe baru dapat ditunjuk untuk menggantikannya. 2. Tipe pengganti (= Lectotype), ialah suatu spesimen atau unsur lain dari spesimen-spesimen asli (isotope atau sintipe) yang dipilih untuk menjadi tipe tatanama, kalau holotipe tidak ditentukan atau holotipe hilang atau hancur. 3. Isotipe (= Isotype), ialah duplikat (bagian dari suatu nomor koleksi yang dikumpulkan dalam waktu yang sama) dari holotipe. 4. Sintipe (= Syntypus), ialah salah satu daripada beberapa spesimen atau contoh yang disebutkan pengarang kalau holotipe tidak ditentukan, atau sslah satu daripada beberapa spesimen yang bersama-sama ditunjuk sebagai tipe. 5. Tipe baru (= Neotypus), ialah spesimen yang dipilih untuk menjadi tipe tatanama, kalau holotipe hilang atau rusak dan tidak mungkin untuk menunjuk tipe pengganti karena tidak adanya isotope atau sintipe. Nama-nama baru yang diusulkan untuk mengganti nama-nama lain, ataupun nama-nama kombinasi baru yang berasal dari nama-nama sebelumnya, haruslah memakai tipe-tipe tatanama dari nama-nama yang lebih tua atau yang digantinya. Sumber : http://ocw.usu.ac.id/course/download/8110000133.../2._tata_nama_.pdf