Teknik Dan Penyusunan ABK

Embed Size (px)

Citation preview

A. Teknik dan Penyusunan ABK Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 sebagai dasar Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Perencanaan Pembangunan Nasional mencakup penyelenggaraan perencanaan makro semua fungsi pernerintahan yang meliputi semua bidang kehidupan secara, terpadu dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Perencanaan Pembangunan Nasional menghasilkan: A. Rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) B. Rencana pembangunan jangka menengah (RPJM). C. Rencana pembangunan tahunan.

RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan Nasional. Penyusunan RPJP dilakukan melalui urutan: 1. Penyiapan rancangan awal rencana pembangunan. 2. Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang). 3. Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan. Rancangan RPJP Nasional dalam penyusunannya disiapkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Menteri PPN/Kepala Bappenas). Rancangan RPJP Nasional menjadi bahan utama bagi Musrenbang. Musrenbang diselenggarakan dalam rangka menyusun RPJP dan diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara negara dengan mengikutsertakan masyarakat. Musrenbang diselenggarakan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas. Musrenbang Jangka Panjang Nasional dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhimya periode RPJP yang sedang berjalan. RPJP Nasional ditetapkan dengan Undang-Undang.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun. RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal

dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Penyusunan RPJM Nasional dan RKP dilakukan melalui urutan kegiatan: a) penyiapan rancangan awal rencana pembangunan. b) penyiapan rancangan rencana kerja. c) musyawarah perencanaan pembangunan. d) penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

Penyusunan rancangan awal RPJM Nasional disiapkan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program presiden ke dalam strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program prioritas presiden, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal. Menteri PPN/Kepala Bappenas menyusun rancangan RPJM Nasional dengan menggunakan rancangan rencana strategis kementerian negara/lembaga (Renstra K/L) dan berpedoman pada RPJP Nasional. Rancangan RPJM Nasional menjadi bahan bagi Musrenbang Jangka Menengah. Musrenbang Jangka Menengah diselenggarakan dalam rangka menyusun RPJM diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara negara dan mengikutsertakan masyarakat. Musrenbang Jangka Menengah Nasional diselenggarakan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas. Musrenbang Jangka Menengah Nasional dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah presiden dilantik. Menteri PPN/Kepala Bappenas menyusun rancangan akhir RPJM Nasional berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Menengah Nasional. RPJM Nasional ditetapkan dengan peraturan presiden paling lambat 3 (tiga) bulan setelah presiden dilantik. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) merupakan Rencana Pembangunan Tahunan Nasional. RKP adalah dokumen perencanaan Nasional untuk periode 1 (satu) tahun. RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program Kementerian/Lembaga, lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Rancangan awal RKP disiapkan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas sebagai penjabaran dari RPJM Nasional. Pimpinan Kementerian/Lembaga menyiapkan rancangan rencana kerja kementerian negara/lembaga (Renja-KL) sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan

mengacu kepada rancangan awal RKP dan berpedoman pada Renstra-KL. Menteri PPN/Kepala Bappenas mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKP dengan menggunakan rancangan Renja-KL. Rancangan RKP menjadi bahan bagi Musrenbang. Musrenbang dalam rangka penyusunan RKP diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara pemerintahan. Menteri PPN/Kepala Bappenas menyelenggarakan Musrenbang penyusunan RKP.

Musrenbang penyusunan RKP dilaksanakan paling lambat bulan April. Menteri PPN/Kepala Bappenas menyusun rancangan akhir RKP berdasarkan hasil Musrenbang. Rancangan RKP dibahas dalam Sidang Kabinet untuk ditetapkan menjadi RKP paling lambat pertengahan bulan Mei. RKP menjadi pedoman penyusunan RAPBN. RKP ditetapkan dengan Peraturan Presiden. RKP dipergunakan sebagai bahan pembahasan kebijakan umum dan prioritas anggaran di DPR. Visi dan Misi Kementerian/Lembaga Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dimulai dengan disusunnya visi dan misi penyelenggara pemerintahan dan hasil-hasil yang diharapkan dalam suatu perencanaan stratejik. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan suatu sistem yang membentuk suatu siklus yang dimulai dari proses penetapan visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi yang akan dicapai yang tercantum dalam perencanaan stratejik organisasi; yang kemudian dijabarkan lebih lanjut kedalam Rencana Kinerja Tahunan; kemudian ditetapkan dalam Penetapan Kinerja; penetapan pengukuran kinerja; pengumpulan data untuk menilai kinerja; menganalisis mereview dan melaporkan kinerja; serta menggunakan data kinerja tersebut untuk memperbaiki kinerja organisasi pada periode berikutnya. Keluaran utama dari sistem akuntabilitas kinerja adalah Laporan Akuntabilitas Kinerja. Laporan ini sangat penting untuk digunakan sebagai umpan balik bagi para penyelenggara pemerintah.

Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) Penganggaran berbasis kinerja merupakan penyusunan anggaran yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Sesuai Pasal 7 PP Nomor 21 tahun 2004 kementerian negara/lembaga diharuskan menyusun anggaran dengan mengacu kepada indikator kinerja, standar biaya dan evaluasi kinerja. lndikator kinerja (performance indicators) dan sasaran (targets) merupakan bagian dari pengembangan sistem

penganggaran berdasarkan terutama berusaha

kinerja.

Penerapan prioritas

penganggaran program dan keluaran

berbasis kegiatan.

kinerja Sistem

akan ini hasil

mendukung alokasi anggaran terhadap

untuk menghubungkan antara

(outputs) dengan

(outcomes) yang disertai dengan penekanan terhadap efektifitas dan efisiensi terhadap anggaran yang dialokasikan. Secara lebih rinci maksud dan tujuan penganggaran berbasis kinerja adalah : 1. Mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (ouput) dan dampak (outcome) atas alokasi belanja (input) yang ditetapkan; 2. Disusun berdasarkan sasaran tertentu anggaran; 3. Program dan kegiatan disusun berdasarkan renstra kementerian negara/lembaga. 4. Penerapan kinerja tersebut akan tercermin dalam dokumen anggaran (RKA-KL). Secara substansi RKA-KL menyatakan informasi kebijakan beserta dampak alokasi anggarannya. lnformasi yang dinyatakan dalam RKA-KL antara lain berupa : a) Kebijakan dan hasil yang diharapkan dari suatu program. b) Kondisi yang diinginkan untuk mencapai sasaran program berupa output dan kegiatan tahunan yang akan dilaksanakan. c) Kegiatan dan keluarannya beserta masukan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan. Lima Komponen Pokok Pendekatan Anggaran Berbasis Kinerja Dalam RKA-KL: 1. Satuan Kerja. Satuan kerja sebagai penangung jawab pencapaian keluaran/output kegiatan/ subkegiatan 2. Kegiatan. Rangkaian tindakan yang dilaksanakan satuan kerja sesuai dengan tugas pokoknya untuk menghasilkan keluaran yang ditentukan 3. Keluaran. Satuan kerja mempunyai keluaran yang jelas & terukur sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan 4. Standar Biaya. Perhitungan anggaran didasarkan pada standar biaya (bersifat khusus) umum dan bersifat yang hendak dicapai dalam satu tahun

5. Jenis Belanja Pembebanan anggaran pada jenis belanja yang sesuai. Penentuan anggaran berbasis kinerja ini merupakan perwujudan dari upaya untuk meningkatkan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan. Masyarakat saat ini haknya sudah menyadari akan hakterhadap pengelolaan keuangan pemerintah.Sebab bagaimana pun,

masyarakat merupakan stakehoders dari pemerintahan. Mereka berhak mengetahui arah kebijakan pemerintah dan penggunaan dana yang akan dialokasikan. Dengan perencanaan keuangan berbasis kinerja tersebut, masyarakat dapat mengetahui apakah benar sumber dana yang ada itu dialokasikan pada tempatnya, ataukah disalahgunakan seperti yang terjadi selama ini. Pemerintah jelas fungsinya adalah melayani masyarakat. Karena itu, semua hasil yang dilakukannya tentunya akan dikembalikan lagi untuk kesejahteraan masyarakat.

Seperti

diketahui, ukuran kinerja

yang baik itu

besar manfaatnya

sebagai informasi dalam

pengembilan keputusan dalam bidang: 1) Perencanaan strategis 2) Manajemen program dan kualitas pelayanan 3) Alokasi sumber daya dan anggaran belanja 4) Pengawasan kontrak 5) Manajemen Personalia 6) Kerjasama antar departemen 7) Komunikasi dengan masyarakat

Proses Penyusunan Anggaran Kinerja Proses tersebut terdiri dari: 1. Mengidentifikasi permasalahan dan isu-isu kritis yang dihadapi pemerintah 2. Mengembangkan strategi untuk mengatasi isu-isu kritis tersebut 3. Menyiapkan suatu anggaran untuk mendukung strategi-strategi baru maupun strategi yang sedang dijalankan. 4. Menetapkan seperangkat ukuran kinerja untuk memonitor kemajuan dan pencapaian hasil

Dasar-dasar Pengalokasian Anggaran: 1. Visi dan Misi kementerian negara/lembaga. 2. Skala Prioritas. a) RKA-KL disusun berdasarkan skala prioritas dengan mengacu pada: b) Rencana Kerja Pemerintah (RKP) hasil pembahasan dengan DPR Pagu Sementara/Pagu Definitif c) Hasil Kesepakatan DPR dengan kementerian negara/lembaga d) Tupoksi unit organisasi kementerian negara/lembaga 3. Pengalokasian anggaran ke dalam kegiatan/subkegiatan dalam RKA-KL tidak dapat mengakibatkan : a) Pergeseran anggaran antar program b) Pengurangan belanja mengikat c) Perubahan pagu sumber pendanaan/ sumber pembiayaan (RM/PLN/HLN/PNBP) yang ditetapkan dalam Surat Edaran Menteri Keuangan tentang Pagu Sementara. 4. Perhitungan alokasi biaya didasarkan pada indeks satuan biaya yang ditetapkan.

Prinsip-Prinsip Anggaran Berbasis Kinerja Secara umum prinsip-prinsip anggaran berbasis kinerja didasarkan pada konsep value for money (ekonomis, efisiensi dan efektivitas) dan prinsip good corporate governance, termasuk adanya pertanggungjawaban para pengambil keputusan atas penggunaan uang yang dianggarkan untuk mencapai tujuan, sasaran, dan indikator yang telah ditetapkan. Pencapaian value for money sering digambarkan dalam bentuk tiga E, yaitu: 1. Ekonomis, yaitu meminimalkan biaya sumber daya untuk suatu kegiatan (mengerjakan sesuatu dengan biaya rendah); 2. Efisien, yaitu melaksanakan tugas dengan usaha yang optimal (melakukan sesuatu dengan benar); 3. Efektif, yaitu sejauh mana sasaran dicapai (melakukan hal yang benar). Prinsip utama tersebut selanjutnya secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Participation, adanya partisipasi dari semua pihak, masyarakat luas termasuk adanya jaminan kebebasan berserikat dan berekspresi dalam proses penganggaran termasuk adanya pengawasan terhadap belanja publik oleh masyarakat luas;

b. Rule of law, dalam kaitan dengan sistem penganggaran prinsip ini merupakan pusat dari proses penyusunan anggaran. APBN ditetapkan dengan Undang- Undang begitu juga aturan-aturan pelaksanaan semua harus mengacu pada Undang-undang. c. Transparency, prinsip ini berlaku di berbagai fungsi dan tanggungjawab pengelolaan keuangan pemerintah, termasuk dalam proses perencanaan, kebijakan keuangan, pencatatan, audit keuangan dan pelibatan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan keuangan. d. Responsiveness, sistem penganggaran harus mampu menampung semua kebutuhan publik dalam waktu yang masuk akal. e. Consensus orientation, penganggaran harus mengakomodir segala kepentingan yang ada pada masyarakat luas atau juga dikenal dengan istilah anggaran partisipatif. Penganggaran partisipatif didasarkan pada pemikiran partisipasi masyarakat yang intensif dalam proses pengambilan keputusan anggaran. Hal ini juga terkait dengan perspektif jangka panjang dalam rangka terciptanya pembangunan sumber daya manusia dan bagaimana mencapai tujuan pembangunan. f. Equity and inclusiveness, kesamaan dan pengikutsertaan jika diterapkan dalam sistem penganggaran maka semua keputusan dalam bidang keuangan dibuat demi kepentingan seluruh masyarakat bukan hanya sebagian golongan. Sehingga seluruh masyarakat merasakan bagian dari kebijakan penganggaran dan tidak merasa seolah-olah anggaran yang dibuat oleh pemerintah hanyalah untuk kepentingan pemerintah. g. Effectiveness and efficiency, anggaran berbasis kinerja merupakan cerminan kedua prinsip tersebut. Efektivitas adalah melakukan hal yang benar dan efisiensi adalah melakukan sesuatu dengan benar. Keputusan anggaran harus memilih hal-hal yang benar untuk dibiayai oleh dana masyarakat dan mengelola pengeluaran dana-dana dan sumber daya tersebut untuk memastikan bahwa hal tersebut dilaksanakan dengan benar. h. Accountability, akuntabilitas merupakan inti dari proses anggaran. Akuntabilitas m e m b u a t pejabat yang mendapat tugas melaksanakan dan mempertangggungjawabkan anggaran harus dapat mengungkapkan bagaimana dana masyarakat akan digunakan. Audit program dan keuangan akan dapat menentukan apakah pejabat bersangkutan akuntabel dalam pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggungjawabnya.

Studi KasusDalam Studi kasus ini akan dibahas mengenai tata cara penyusunan RKA-KL di BPKP. Tahun 2011 adalah tahun pertama penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja secara penuh yang menggunakan struktur anggaran dan format baru RKA-KL. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RKA-KL 2011 adalah sebagai berikut : 1. Target kinerja merupakan rencana kinerja KL dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi KL 2. Item-item kinerja dalam RKA -KL yang meliputi: a. Visi dan mis i KL , sasaran strategis KL , visi, dan misi unit eselon I; b. Program, Outcome Program, indikator Kinerja Utama Program; c. Kegiatan, Ouutput Kegiata an, Indikator Kinerja Kegiatan; 3. Dalam menyusun RKA-KL, satker hanya memasukkan komponen input beserta alokasi dananya dalam rangka menghasilkan output kegiatan sesuai tugasdan fungsinya atau dalam rangka melaksanakan prioritas penugasan. 4. Dalam struktur anggaran baru, terdapat dua tipe pencapaian output kegiatan, yaitu : a. pencapaian output kegiatan disusun berdasarkan bagian-bagian dari output, maka uraian dalam suboutputnya berupa nomenklatur masing-masing bagian pendukung output, di mana banyaknya suboutput identik dengan besarnya volume outputnya. b. pencapaian output kegiatan disusun berdasarkan tahapan-tahapan dalam pencapaian output, maka suboutput di sini bersifat pilihan/optional. Artinya suboutput bias diisi atau langsung ke komponen, tergantung pada aktivitas dan tingkat komponen input yang dibutuhkan dalam pencapaian output tersebut. Persiapan Penyusunan A. Kantor Pusat BPKP dokumen yang perlu dipersiapkan oleh kantor pusat BPKP meliputi : 1. Surat Edaran Menteri Keuangan tentang pagu indikatif, pagu sementara dan pagu definitive 2. Dokumen RPJMN, Renstra KL, RKP dan Renja KL B. Satuan Kerja (Pusat-pusat, Inspektorat, Biro-biro dan Perwakilan) 1. Daftar alokasi anggaran masing-masing unit eselon 1 yang dirinci per satker dan sumber dananya berdasarkan pagu sementara yang ditandatangani oleh pejabat eselon 1

2. Peraturan perundangan mengenai struktur organisasi dan tugas fungsinya 3. Dokumen RPJMN, Renstra KL, RKP dan Renja KL 4. Jukni penyusunan RKA-KL 5. Standar Biaya Masukan (SBM) 6. Standar Biaya Keluaran (SBK) 7. Bagan Akun Standar (SBK) Mekanisme penyusunan RKA-KL A. Kantor pusat BPKP Penyusunan RKA-KL di kantor pusat BPKP didahului dengan penyusunan Renja KL sebagai dasar untuk menyusun RKA-KL, Mekanisme dalam tahap ini adalah sebagai berikut : 1. Pada bulan juli berdasarakan pagu sementara yang ditetapkan oleh pemerintah dan DPR, Menkeu menyampaikan SE tentang pagu sementara kepada seluruh KL 2. Berdasarkan pagu sementara tersebut, sekretaris utama menyampaikan daftar alokasi pagu sementara per satker dan sumber dana kepada satker di lingkungan BPKP. 3. Berdasarkan daftar tersebut satker menyusun RKA-KL dan menyampaikan kepada sekretaris utama BPKP c.q Kepala biro keuangan BPKP untuk dihimpun menjadi RKA-KL BPKP 4. Himpunan RKA-KL tersebut kemudian dissampaikan kepada Ditjen Anggaran 5. Biro Keuangan melakukan pembahasan/penelaahan RKA-KL bersama dengan Ditjen Anggaran. 6. RKA-KL hasil pembahasaan dengan DJA, kemudian disampaikan kepada DPR untuk dibahas bersama. 7. Setelah penetapan pagu definitive pada akhir bulan oktober oleh DJA, berdasarkan hasil kesepakatan Rapat Kerja DPR-RI dan pemerintah, Biro Keuangan melakukan penyusunan kembali RKA-KL untuk disesuaikan dengan pagu definitive berdasarkan RAPBN yang telah ditetapkan oleh pemerintah. 8. Menyampaikan RKA-KL yang telah disesuaikan berdasarkan pagu definitive kepada DJA. B. Satuan kerja (Pusat-pusat, Inspektorat, biro-biro dan Perwakilan) Satker menyusun kertas kerja RKA-KL dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Mengetahui Dasar alokasi angaran satker Berdasarkan daftar alokasi anggaran per satker dan sumber dana, satker menyusun rencana kerja anggarannya. Dasar alokasi anggaran tersebut berguna sebagai control batas tertinggi alokasi anggaran satker pada akhir penyusunan kertas kerja RKA-KL 2. Kegiatan yang akan dilaksanakan besetta output kegiatan. Yang dihasilkan (sesuai karakteristik satker), jenis kegiatan yang akan dilaksanakan terdiri dari kegiatan genrik atau teknis 3. Peruntukan alokasi anggaran, dengan prioritas sebagai berikut : a. Kebutuhan anggaran untuk biaya operasional satker yang sifatnya mendasar, seperti alokasi untuk gaji, honorarium dan tunjangan, serta operasional dan pemeliharaan perkantoran. b. Kebutuhan anggaran untuk kegiatan-kegiatan yang mendukung pencapaian sasaran proritas pembangunan nasional dan atau prioritas kementrian/lembaga. 4. Komponen input dalam rangka pencapaian output kegiatan yang dibatasi dalam RKA-KL 2011 masih mengacu sebagaimana dimaksud dalam keppres No. 42 tahun 2002 pasal 13 ayat (2) junto keppres 72 tahun 2004 pasal 13 ayat (2), sebagai berikut : a. Penyelenggaraan rapat, rapat dinas, seminar, pertemuan, lokakarya, peresmian kantor/proyek dan sejenisnya, dibatasi pada hal-hal yang sangat penting dan dilakukan sesederhana mungkin. b. Pemasangan telepon baru, kecuali untuk satker yang belum ada sama sekali c. Pembangunan gedung baru yang sifatnya tidak langsung menunjang pelaksanaan tupoksi atanta lain mess, wisma, rumah dinas, gedung pertemuan), kecuali utnuk gedung bersifat pelayanan umum (seperti rumah sakit, rumah tahanan, pos penjagaan) dan gedung bangunan khusus seperti laboratorium d. Pengadaan kendaraan bermotor kecuali : 1) Kendaraan fungsional seperti ambulan untuk rumah sakit, cell wagon untuk rumah tahanan dan kendaraan roda dua untuk petugas lapangan. 2) Pengadaan kendaraan bermotor untuk satker baru yang sudah ada ketetapan Meneg PAN dan dilakukan secara bertahap sesuai dana yang tersedia 3) Penggantian kendaraan operasional yang benar-benar rusak berat sehingga secara teknis tidak dapat dimanfaatkan lagi

4) Penggantian kendaraan rusak berat yang secara ekonomis memerlukan biaya pemeliharaan yang besar untuk selanjutnya harus dihapuskan dari daftar inventaris dan tidak boleh dialokasikan biaya pemeliharaannya (didukung oleh berita acara penghapusan/pelelangan) e. Kendaraan roda 4 dan atau roda 6 untuk keperluan antar jemput pegawai dapat dialokasikan secara sangan selektif. Usulan pengadaan kendaraan bermotor memperhatikan azas efisiensi dan kepatutan. 5. Kegiatan yang tidak dapat ditampung dalam RKA-KL adalah kegiatan sebagaimana dimaksud dalam kepperes no 42 tahun 2002 pasal 13 ayat (1) junto keppres 72 tahun 2004 ayat (1) sebagai berikut : a. Perayaan atau peringatan hari besar, hari raya dan hari ulang tahun kementrian Negara/lembaga b. Pemberian c. Pesta ucapan selama, hadiah/tanda pecan mata, olah karangan raga pada bunga, dan sebagainya untuk berbagai peristiwa untuk bebagai peristiwa kementrian Negara/lembaga d. Pengeluaran lain-lain untuk kegiata/keperlua sejenis/serupa dengan yang tersebut di atas e. Kegiatan yang memerlukan dasar hokum berupa PP/perpres, namun pada saat penelaahan RKA-KL belum ditetapkan dengan PP/perpres, kecuali kegiatan tersebut sebelumnya sudah dilaksanakan berdasarkan penetapan peraturan/keputusa menteri/pimpinan lembaga 6. Untuk kegiatan yang belum tercantum dalam Standar Biaya Khusus (SBK) yang ditetapkan dengan PMK tentang SBK, maka satker menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Terms of Reference (TOR) dan Rincian Anggaran Biaya (RAB). TOR berisi gambaran umum penjelasan mengenai output kegiatan yang akan dihasilkan dan komponen input yang akan dilaksanakan sebagaimana tugas-fungsi satker atau penugasan dalam rangka prioritas nasional. Informasi yang dimuat dalam TOR meliputi : 1. Latar belakang, yang berisi tentang dasar hokum tugas dan fungsi/kebijakan serta gambaran umum pentingnya output 2. Penerima manfaat 3. Strategi pencapaian output, yang menjelaskan tentang metode pelaksanaan serta tahapan dan waktu pelaksanaan kegiatan.

4. Waktu pencapaian output 5. Biaya yang diperlukan untuk mecapai output RAB memuat perkiraan biaya dalam rangka mencapai output, sesuai dengan TOR yang diajukan, menerangkan tentang : 1. Tahapan pelaksanaan dan rincian komponen biaya 2. Volume 3. Satuan ukur 4. Biaya satuan ukur 5. Jumlah biaya yang diperlukan Penyelesaian RKA-KL Tahap akhir dari proses penyusunan RKA-KL adalah proses memasukkan data dari komponen input pada fasilitas kertas kerja di aplikasi RKA-KL. Langkah-langka dalam tahap ini meliputi : a. Menginput/memasukkan informasi kinerja, serta rencana kegiatan dan alokasi pendanaannya untuk menghasilkan output, informasi kinerja diperoleh dari dokumendokumen seperti : renstra, RKP dan renja KL Untuk komponen input yang sudah ada system aplikasinya seperti belanja pegawai, satker dapat me-restore data tersebut ke dalam aplikasi RKA-KL. Untuk komponen input lainnya, dimasukka secara manual, mengikuti tingkatan yang ada dalam komponen input b. RKA-KL yang telah disusun, diteliti kembali kesesuaiannya dengan pagu yang ditetapkan serta tidak mengakibatkan : 1. Pergeseran anggaran antar program 2. Jumlah alokasi dana pada masing-masing program harus sesuai seperti yang ditetapkan dalam SEB tentang pagu indikatif/pagu sementara. c. Himpunan RKA-KL BPKP ditandatangani oleh Sekretaris Utama sebagai

penanggungjawab program d. RKA-KL disampaikan kepada kementrian keuangan c.q. DJA dengan dilampiri : 1. TOR dan RAB 2. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja (RKA SK) 3. Data aplikasi belanja pegawai 4. Data analisis kerusakan bangunan 5. Daftar inventaris kantor

6. Arsip data computer 7. Dokumen-dokumen lain yang diperlukan. Perbandingan Penyusunan RKA-KL BPKP dengan Teori ABK Sejalan dengan amanat undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang system perencanaan pembangunan nasional dan undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara, pemerintah telah melaksanakan reformasi perencanaan dan penganggaran sejak tahun 2005. Pelaksanaan reformasi tersebut menekankan pada perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja (performance based budgeting), berjangka menengah (medium term expenditure framework), dan system penganggaran terpadu (unified budgeting) Penganggaran berbasis kinerja merupakan penyusunan anggaran yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Untuk menerapkan penganggaran berbasis kinerja, dalam menyusun anggaran KL mengacu kepada indicator kinerja, standa biaya dan evaluasi kinerja. Sebagai suatu pendekatan, PBK berusaha untuk menghubungkan antara keluaran (output) dan hasil (outcomes) yang disertai dengan penekanan terhadap efektivitas dan efisiensi terhadap anggaran yang dialokasikan. Namun perencanaan dan penganggaran seperti tersebut di atas belum sepenuhnya dapat dilaksanakan, seperti contohnya program dan kegiatan serta indicator kinerjanya belum sepenuhnya dapat digunakan sebagai alat ukur efektivitas pencapaian sasaran pembangunan, efisisensi belanja dan akuntabilitas kinerja. Agar penerapan anggaran berbasis kinerja dapat dioptimalkan, diperlukan upaya untuk menata kembali struktur program dan kegiatan kementrian Negara/lembaga (restrukturisasi program dan kegiatan). Restrukturisasi program dan kegiatan tersebut bertujuan mewujudkan perencanaan yang berorientasi pada hasil (outcome) dan keluaran (output) sebagai dasar penerapan akuntabilitas kinerja kementrian Negara/lembaga. Pelaksanaan restrukturisasi program dan kegiatan

Analisis Anggaran dan RealisasinyaLaporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan antara Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) TA 2010 dan SKPA dengan realisasinya, yang mencakup unsur-unsur pendapatan, belanja, selama periode 1 Januari 2010 s.d. 31 Desember 2010. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah TA 2010 merupakan Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP) sebesar Rp83.307.319,00. Realisasi Belanja Negara TA 2010 adalah sebesar Rp16.564.775.463,00 atau mencapai 96,70 persen dari anggarannya. Jumlah realisasi Belanja tersebut seluruhnya merupakan realisasi Belanja Rupiah Murni dan Pinjaman Luar Negeri. Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran berikut: TA 2010 dan TA 2009 dapat disajikan sebagai

Uraian Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Belanja Rupiah Murni Belanja Rupiah Murni (SKPA) -

TA 2010 Realisasi 83.307.319

TA 2009 Anggaran Realisasi 15.058.361

16.612.868.000 517.743.000

16.173.130.763 17.679.698 16.826.764.049 391.644.700 -

BELANJA Realisasi belanja TA 2010 adalah sebesar Rp16.564.775.463,00 atau mencapai 96,69 persen dari anggaran sebesar Rp17.130.611.000,00. Realisasi belanja Tahun 2010 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya adalah sebagai berikut : Kode Jenis Belanja 51 52 53 Uraian Jenis Belanja Realisasi Belanja 31 Desember TA 2010 7.740.709.000 8.956.427.000 433.475.000 17.130.611.000 31 Desember TA 2009 7.647.078.256 8.490.442.207 427.255.000 16.564.775.463 Persen Naik/(Turun)

Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Jumlah

98,79% 94,80% 98,57% 94,41%

Realisasi belanja TA 2010 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya adalah sebagai berikut:

Kode Jenis Belanja 51 52 53

Uraian Jenis Belanja

Realisasi Belanja 31 Desember TA 2010 7.647.078.256 8.490.442.207 427.255.000 16.564.775.463 31 Desember TA 2009 7.215.085.900 8.244.344.149 1.367.334.000 16.826.764.049

Persen Naik/(Turun)

Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Jumlah

5,99% 2,99 (68,75)

Kenaikan realisasi belanja pegawai dan belanja barang sebesar 5,99 persen dan 2,99 persen antara lain disebabkan adanya kebijakan pemerintah menaikan gaji pegawai PNS tahun 2010, kenaikan pangkat/berkala, mutasi pegawai dari BPKP pusat/perwakilan dan kenaikan belanja barang disebabkan tambahan kegiatan baru yaitu Pembinaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Sedangkan realisasi belanja modal mengalami penurunan sebesar 80,45 hal ini disebabkan adanya pembangunan fisik Gedung Kantor Penghubung di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun anggaran 2009.

Belanja Pegawai Realisasi belanja pegawai pada TA 2010 sebesar Rp7.647.078.256,00 atau mencapai 98,79% dari anggarannya sebesar Rp7.740.709.000,00. Dibandingkan dengan realisasi TA 2009 terdapat

kenaikan belanja pegawai sebesar Rp431.992.356,00 atau 5,99 persen yang disebabkan adanya mutasi pegawai dari Kantor Pusat, kenaikan gaji pegawai PNS dan kenaikan pangkat/berkala. Rincian realisasi Belanja Pegawai adalah sebagai berikut:

Uraian

TA 2010 4.961.971.940 125.702 413.439.720 137.318.864

TA 2009 4.782.535.880 120.346 403.219.040 136.453.484

% Naik/(Turun) 3,75 4,45 2,53 0,63

Bel. Gaji Pokok PNS Bel. Pembulatan Gaji PNS Bel. Tunj. Suami/Istri PNS Bel. Tunj. Anak PNS Bel. Tunj. Struktural PNS

161.350.000 Bel. Tunj. Fungsional PNS Bel. Tunj PPh PNS Bel. Tunj. Beras PNS Bel. Uang Makan PNS Bel. Tunj. Lain-lain termasuk uang duka PNS Bel Tunj. Umum PNS Bel. Uang Honor Tidak Tetap Bel. Uang Lembur Jumlah Belanja Bruto Pengembalian Belanja Jumlah Belanja Netto 675.240.000 144.498.476 364.343.400 558.685.000 10.473.900 128.645.000 90.996.000 7.647.088.002 9.746 7.647.078.256

158.770.000 662.095.000 134.735.062 281.591.100 433.860.000 18.043.500 131.840.000 73.334.000 7.216.597.412 1.511.512 7.215.085.900

1,62 1,99 7,25 29,39 28,77 (41,95) (2,42) 24,08 5,97 (99,36) 5,99

Realisasi belanja barang pada TA 2010 sebesar Rp8.490.442.207,00 atau mencapai 94,80 persen dari anggarannya sebesar Rp8.956.427.000,00 Dibandingkan dengan TA 2009 terdapat kenaikan belanja barang sebesar Rp246.098.058,00 atau 2,99 persen yang disebabkan kenaikan harga barang dan jasa kebutuhan pemerintah dan adanya kegiatan baru yaitu Pembinaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Rincian realisasi Belanja Barang adalah sebagai berikut:

Uraian

TA 2010 1.486.857.400 139.351.700 396.998.271 628.770.264

TA 2009 1.555.645.687 65.500.000 281.614.105 783.837.807

% Naik/(Turun) (4,42) 112,75 40,97 (19,78)

Bel. Barang Operasional Bel. Barang Non Operasional Bel. Jasa Be. Pemeliharaan

Bel. Perjalanan Jumlah Belanja Bruto Pengembalian Belanja Jumlah Belanja Netto Belanja Modal

5.854.890.072 8.506.867.707 16.425.500 8.490.442.207

5.557.746.550 8.244.344.149

5,35 3,18 -

8.244.344.149

2,99

Realisasi belanja modal sampai dengan TA 2010 sebesar Rp427.255.000,00 atau mencapai 98,57 % dari anggarannya sebesar Rp433.475.000,00. Rincian realisasi Belanja Modal adalah sebagai berikut:

Uraian Bel. Modal Tanah Bel. Modal Peralatan dan Mesin Bel. Modal Gedung dan Bangunan Bel. Modal Fisik Lainnya Jumlah Dibandingkan dengan -

TA 2010 -

TA 2009 -

% Naik/(Turun)

9.725.000 417.530.000 427.255.000

100,00 (69,46) (68,75)

1.367.334.000 1.367.334.000

TA 2009 terdapat

penurunan belanja modal sebesar Rp940.079.000,00

atau (68,75) persen. Hal ini disebabkan antara lain anggaran untuk belanja modal tahun ini menurun.