Upload
idham-holik
View
821
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
TEKNOLOGI BARU MEDIA DAN DEMOKRATISASI DI INDONESIA
Idham Holik(Dosen UBM Jakarta)
New media has transformed the politics of Indonesia from authoritarian regime to democratic regime. In the New Order, it had used as a channel for the consolidation of political movement to fight the Order. Finally in Mei 20, 1998, the movement got the success in steping down Soeharto as the President. So, Indonesia has entered new era of politics where the wave of democratization begins. In the democratic era, new media has been able to increase the quality of political participation where the people is more active in the public sphere and the political communication is more interactive. The political participation is a biggest political capital for the state in developing the democratic political life to be mature. Actually, the political potential is not fully supported by the democratic cyber regulation of new media . It is a threat for the future of democracy in Indonesia.
Media baru1 merupakan produk konvergensi berbagai teknologi media yang
telah ada. Internet sebagai media baru menggabungkan radio, film, koran, dan
televisi dan mendistribusikannya melalui ‘push’ technology. M. Poster (1999)
menyatakan bahwa internet melampaui batas-batas model media cetak dan siaran
yang memungkinkan many-to-many conversation; resepsi, alterasi (alteration), dan
redistribusi objek kultural secara simultan; mendislokasi tindak komunikatif dari
batas-batas bangsa; memberikan kontak global yang seketika itu juga
(instantaneous global contact) (dalam Nimmo, 2005, p.138).
Di tahun 2010, internet kini memasuki usianya yang ke-41 tahun. Kehadiran
media baru atau internet tersebut telah merevolusi komunikasi manusia di dunia ini.
Dengan kehadiran internet tersebut, apa yang telah dikatakan oleh Marshall
Mcluhan (1964) menjadi kenyataan, yaitu dunia menjadi global village. Arus
informasi berjalan tanpa bisa dikontrol atau disensor oleh pemerintah manapun –
termasuk pemerintah komunis China yang memiliki teknologi canggih untuk meblokir
atau mengontrol arus informasi. Internet membawa gelombang demokratisasi, yang
tidak bisa dihindari.
Melalui internet, tukar menukar ide dan gagasan tentang kehidupan politik
dapat dengan mudah dilakukan. Misalnya walaupun rakyat Cina hidup dalam
pemerintahan otoriter, tetapi dengan internet mereka tetap saja dengan mudah
1 Istilah lain media baru yaitu Computer-Mediated Communication (CMC) atau Information and Comunication Technology (ICT) atau juga yang populer dikenal sebagai internet.
0
mengakses informasi, ide, dan gagasan demokrasi, hak asasi manusia, dan
kebebasan. Hal ini ditegaskan oleh Schudson (2004). Internet, sebagai media
komunikasi dan pertukaran informasi, berpeluang merevolusi sistem, struktur, dan
proses demokrasi yang selama ini kita kenal (dalam Firmanzah, 2008). Jadi internet
memiliki kemampuan yang luar biasa dalam membawa perubahan politik di suatu
negara –mampu merevolusi sistem politik, dari otoriter menjadi demokratis.
Dalam makalah ini, penulis berusaha mendeskripsikan peran media baru
(atau internet) sebagai kanal (channel) demokratisasi di Indonesia.
Media Baru dan Keruntuhan Orde Baru: Gelombang Demokratisasi Dimulai
Kehadiran internet dan sejarah proses demokratisasi di Indonesia tentu saja
tidak pisahkan –karena internet memiliki andil besar. Sejak Pemerintah Indonesia
memberikan lisensi kepada RADNET (PT. Rahajasa Media Internet) sebagai ISP
(Internet Service Provider) komersial pertama di Indonesia pada tahun 1996, maka
internet dapat diakses oleh siapapun, mulai dari pemerintah, kalangan bisnis, media
massa, aktivis reformasi, jurnalis media siaran dan cetak, dan masyarakat. Ini bisa
dikatakan revolusi informasi di Indonesia. Dengan internet, Indonesia memasuki
dunia informasi tanpa batas atau the global information high way. Di tahun tersebut,
perusahaan-perusahaan surat kabar ternama seperti Kompas, Media Indonesia,
Republika, dan Tempo Interaktif mulai memiliki website. Internet sangat mendukung
penerbitan pers secara online dan memungkin diseminasi berita secara simultan ke
seluruh dunia, khususnya keseluruh pelosok negeri Indonesia, sehingga berita politik
atau informasi gerakan reformasi sangat cepat tersebar. Ini berdampak pada
penyebarluasan gerakan reformasi politik sampai ke tingkatan daerah seluruh
Indonesia. Kebebasan politik pun dimulai. Ini adalah masa awal dimana
terbentuknya masyarakat informasi (the information society) Indonesia, sebagai
unsur penting dalam gelombang demokratisasi menumbangkan rezim Orde Baru.
Internet telah mendepowerisasi (depowerization) atau memperlemah
pemerintahan Orde Baru, khususnya Departemen Penerangan, yaitu kehilangan
kontrol atas arus informasi, padahal selama ini begitu powerful dalam mengkontrol
arus informasi politik.
1
Kehadiran internet benar-benar dimanfaatkan oleh gerakan politik reformasi,
para aktivis menjadikan internet sebagai media alternatif dan saluran politik bawah
tanah (underground politics). Diskusi-diskusi gerakan reformasi terjadi melalui milis.
Misalnya apakabar2 sebagai open mailing list pertama yang sangat digandrungi.
Anggota apakabar seperti PRD (Rartai Rakyat Demokratik), Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia, Partai Demokrasi Indonesia –Megawati dan lain
sebagainya. apakabar juga digunakan oleh wartawan media siaran dan cetak. Pada
pertengahan 1995, apakabar digunakan oleh 13000 pengguna. apakabar menjadi
tempat konsolidasi politik gerakan reformasi –yang berhasil menjatuhkan rezim Orde
Baru. Satu bulan sebelum kejatuhan Suharto, pada tanggal 29 April 2008, Bangkok
Post menulis berita ‘With anti-government street protests rocking Indonesia,
oposition parties, students, jounalist, and non-governmental groups have been busy
posting news and spreading their views on the most important Indonesia related list,
INDONESIA-L [apakabar]. (dalam Hill & Sen, 2005, p.41-43).
Jadi internet telah berjasa dalam proses demokratisasi pada gelombang
pertama, dengan jatuhnya rezim Orde Baru. Demokratisasi di Indonesia terus
berkembang sehingga Indonesia di mata dunia internasional diberi predikat sebagai
negara demokrasi terbesar ketiga, setelah Amerika Serikat dan India.
Masyarakat Jaringan dan Demokrasi Digital: Perspektif Partisipasi Politik
Sifat media baru yang berjaring (networked) ternyata menciptakan khalayak
yang berbeda dengan media lama (old media). Media lama melahirkan masyarakat
massa (mass society), sedangkan internet sebagai media baru melahirkan
masyarakat jaringan (network society). Dengan kehadiran media baru, media massa
atau komunikasi massa mendapat kritik keras dari Steve Chaffee & Miriam Metzger
(2001) yang mengatakan the end of mass communication, yang dikarenakan media
baru membawa perubahan mendasar dalam bagaimana media distrukturkan,
digunakan, dan dikonseptualisasikan (dalam Baran & Davis, 2003, p. 361).
2 Mailing list tersebut dimoderatori oleh John A. MacDougall di Maryland, USA. Ia adalah pendiri lembaga riset Indonesia Publications, yang bergerak dalam bidang riset publikasi di Indonesia. Awal tahun 1990-an, ia mendafatarkan free internet mailing list di IGC (Institute for Global Communications) server dengan nama INDONESIA-L, lalu yang dikenal sebagai apakabar. Mahasiswa Indonesia di luar negeri kemudian mempopulerkan mailing list tersebut ke yang lainny di Indonesia.
2
Dalam mass society theory, Denis McQuail (2005, p. 94-95) menyatakan
bahwa media massa sangat dominan, dimana media sebagai faktor penyebab (a
causal factor). Sifat arus informasi dalam masyarakat massa bersifat satu arah
(one-way transmision). Media digunakan untuk manipulasi dan kontrol. Sedangkan
masyarakat jaringan, menurut Jan van Dijk (2006, p.20) menekankan pada bentuk
dan organisasi pemrosesan dan pertukaran informasi. Selanjutnya Dijk menyatakan
masyarakat jaringan dapat didefinisikan sebagai a social formation with an
infrastructure of social dan media networks enabling its prime mode of organization
at all levels (individual, group/organizational and societal). Dijk juga mendeskripsikan
tipologi masyarakat massa dan masyarakat jaringan (p.33) dalam tabel berikut:
Tabel: Tipologi Masyarakat Massa dan Masyarakat Jaringan
Characteristics Mass Society Network Society
Main components Collectivies (groups, organiztions, communities)
Individuals (linked by networks)
Nature of components Homogeneous HeterogeneousScale Extended Extended and reducedScope Local ‘Global’ (global & local)Connectivity and Connectedness
High within components High between components
Density High LowerCentralization High (few centres) Lower (polycentric)Inclusiveness High LowerType of community Physical and unitary Virtual and diverseType of organization Bureaucracy
Vertically integratedInfocracy Horizontally differentiated
Type of household Large with extended family Small with diversity of family relations
Main type of communication Face-to-face Increasingly mediatedKind of media Broadcast mass media Narrowcast interactive mediaNumber of media Low High
Menurut penulis, konsep masyarakat jaringan yaitu lebih ditekankan pada
interaktivitas dalam pemrosesan informasi dan penting untuk dipahami dalam
masyarakat jaringan adalah relationship, saling terhubung satu sama lainnya. Jadi
masyarakat jaringan itu memiliki sosiabilitas (sociability) yang tinggi.
Kini penggunaan internet di Indonesia semakin massif, di tahun 2010,
diperkirakan ada sekitar lebih 45.000.000 pengguna internet. Tentunya ini ke depan
semakin berkembang dengan pesat dikarenakan saat ini, pemerintah dan ISP
3
(Internet Service Provide) secara ekspansif mengembangkan infrastruktur jaringan
internet, terutama dengan menggunakan fiberoptik ke seluruh penjuru wilayah
Indonesia. Belum diperkuat lagi dengan program penawaran akses internet murah
dan penjualan bundling packet (baik dalam bentuk smartphone ataupun notebook),
sehingga pengguna internet semakin bertambah banyak. Ini bisa dilihat dengan
terjadinya ledakan pengguna Facebook di Indonesia. Berdasarkan data
checkfacebook.com, pada tanggal 28 Mei 2009 pengguna facebook dari Indonesia
sudah mencapai 3,205,660 orang, sedangkan kini di tahun 2010, berdasarkan data
per tanggal 30 Juni 2010, pengguna Facebook di Indonesia sebanyak 25.912.960 –
kini Indonesia berada peringkat ke-3 pengguna Facebook di dunia, setelah Amerika
Serikat & Inggris. Ledakan juga terjadi pada penggunaan Twitter, saat ini semakin
bertambah, yaitu sudah lebih dari 3 juta orang (pada tahun 2009 akhir), kini di 2010
bisa jadi jumlah tersebut bisa menjadi dua kali lipatnya.
Ledakan penggunaan internet tersebut merupakan modal politik (the political
capital) yang luar biasa bagi masa depan demokratisasi di Indonesia. Melalui akses
informasi tanpa batas, maka partisipasi politik warga negara akan semakin
meningkat. Internet pun meningkatkan kualitas literasi politik warga negara, yang
berdampak pada kualitas partisipasi politik. Misalnya melalui internet warga negara
dapat menyampaikan aspirasi politiknya kepada pemerintah, anggota dewan, dan
partai politik
Selain menciptakan masyarakat jaringan dan pengembangan masyarakat
informasi, media baru menciptakan demokrasi digital (digital democracy). Demokrasi
berbasiskan internet. K. Hacker & Jan van Dijk (2000) mendefinisikan demokrasi
sebagai “an attempt to practice democracy without the limits of time, space, other
physical conditions, using digital means, as an addition, not a replacement for
traditional ‘analogue’ political practices” (p.104). Dalam demokrasi digital, ada
electronic polls, electronic referenda, dan electronic voting yang menghadirkan era
demokrasi langsung (direct democracy) seperti partisipasi warga negara di ruang
terbuka Athena (Athenian agora) dengan piranti modern (dalam Dijk, 2006, p.107).
Jadi demokrasi digital merupakan komplementer dari demokrasi analog.
Demokrasi ini penting sekali buat Indonesia yang wilayahnya tersebar luas yang
bersifat kepulauan, dengan internet, partisipasi politik rakyat tidak dibatasi oleh
hambatan waktu, ruang ataupun fisik. Dalam internet juga, warga negara dengan
4
leluasa menyampaikan opininya melalui electronic polls, di hampir setiap portal
berita polling ini ada, dan bahkan hampir di semua web site. Misalnya di
tempointerktif.com atau kpu.go.id.
Selain definisi tersebut di atas, Thomas Zittel (2004) menyatakan bahwa
istilah lain demokrasi digital adalah demokrasi elektronik. Zittel menyatakan:
“The term electronic democracy is being associated with phenomena such as party web sites, electronic voting, sending e-mails to political representatitves, political discussion fora, and even with administrative services provided over internet” (dalam Esser & Pfetsch, 2004, p.233).
Selanjutnya menurut pandangan penulis, demokrasi digital adalah demokrasi
yang menggunakan internet sebagai saluran komunikasi politik bagi warga negara,
lembaga politik, pejabat publik, kandidat politik, ataupun jurnalis media.
Selanjutnya menurut Bryan, Tsagarousianou, & Tambini, demokrasi digital
dapat diterapkan dalam e-government (dalam Dijk, 2006, p. 104), dikarenakan yaitu:
1. Demokrasi digital dan e-government memperbaiki pertukaran dan
penerimaan informasi antara pemerintah, administrasi publik, lembaga
perwakilan, organisasi politik dan komunitas, dan warga negara
2. Demokrasi digital dan e-government mendukung debat publik, deliberasi, dan
pembentukan komunitas.
3. Demokrasi digital dan e-government meningkatkan partisipasi dalam
pengambilan keputusan oleh warga negara.
Selain tiga hal tersebut di atas, menurut pandangan penulis, e-government
sangat efektif sebagai sarana sosialisasi politik seperti program atau regulasi
pemerintah. Untuk regulasi khususnya pada masa legal drafting, melalui internet,
dimana warga negara dapat menyampaikan pendapat atau aspirasi politiknya atas
perumusan draft regulasi/undang-undang tersebut. Jadi e-government wujudkan
demokrasi partisipatoris.
Di Indonesia, hampir seluruh lembaga pemerintahan baik tingkat pusat
ataupun daerah yang memiliki e-government, dengan pola URL terstandarisasi yaitu
www.namalembaga.go.id. Pada tahun 2002 Menteri Negara Komunikasi dan
Informasi memformulasikan kerangka konseptual SISFONAS (Sistem Informasi
5
Nasional), yang menekakan pada peran e-government (dalam Hill & Sen, 2005,
p.91).
Contoh e-government, misalnya Mahkamah Konstitusi memiliki website
(www.mahkamahkonstitusi.go.id) yang menyediakan forum bagi para penggunjung
untuk berdiskusi seputar tema konstitusi dan permasalahannya. Lembaga DPR
memiliki website (www.dpr.go.id) yang memuat fasilitas “aspirasi”, dimana
penggunjung dapat menuliskan aspirasi politiknya terhadap lembaga tersebut.
Untuk e-government daerah, saat ini semua pemerintah daerah
kebupaten/kota ataupun provinsi sudah punya website. Dalam rangka menstimulasi
peningkatan kualitas website pemerintah daerah tersebut, Warta Ekonomi membuat
program Warta Ekonomi e-Government Award. Untuk tahun 2009 ini, award tersebut
diberikan kepada Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang.
memperoleh dua penghargaan sekaligus yakni penerapan e-Government dan
website provinsi terbaik se-Indonesia (www.pemda-diy.go.id). Yogyakarta adalah
contoh provinsi yang konsisten menerapkan e-government dalam pemberian
pelayanan yang terbaik untuk masyarakat. Yogyakarta memiliki program unggulan
seperti aplikasi Pendidikan Berbasis Online, Blue Print e-Government, Digital
Government Services (DGS), dan pengembangan jaringan internet sejak tahun
2002, kini sudah tersambung sebanyak 1.294 komputer.
Jadi dalam proses demokratisasi, e-government sangat penting posisinya
dalam proses deliberasi komunikasi politik, dimana warga negara dapat menyatakan
pendapat tentang kepemerintahan. Warga negara dapat memberikan penilain, kritik
(atau penolakan) atau dukung atas program pembangunan atau rancangan
peraturan/regulasi yang dibuat oleh pemerintah. e-government sangat mendukung
bagi terciptanya transparansi dalam praktek kepemerintahan, apalagi di pertengahan
2010 besok rencananya Pemerintah akan menerapkan UU No. 14 Tahun 2008
tentang Transpransi Informasi Publik.
Di masa mendatang, menjadi tugas penting Departemen Komunikasi dan
Informasi (Depkominfo) adalah untuk mengembangkan infrastruktur jaringan
internet, agar semua warga negara dapat mengakses e-government –Depkominfo
jangan terjebak pada content media baru, apalagi negara Indonesia sebagai negara
kepulauan sangat luas. Internet menghilangkan kendala jarak dan waktu, sehingga
proses komunikasi warga negara menjadi lebih aktif, efisien dan efektif.
6
Bicara demokrasi digital tentunya tidak selama dalam tataran positif, tetapi
juga menjadi negatif, ketika internet dimanfaatkan oleh kelompok atau organisasi
yang mengancam keamanan negara, seperti teroris atau gerakan separatis
(misalnya, dahulu pernah terjadi di Aceh). Sudah terbukti, para teroris atau separatis
menggunakan internet, baik melalui e-mail ataupun blog page, sebagai saluran
komunikasi politiknya. Di internet, para teroris secara terang-terangan
mendiseminasikan pesan-pesan idelogisnya ke masyarakat jaringan. Dalam konteks
ini, sebaiknya pemerintah dapat mengeluarkan cyber regulations (peraturan internet)
untuk membatasi aktivitas tersebut, yang membahayakan kemanan Negara.
Komunikasi Politik Interaktif Berbasiskan Media Baru
Dengan fasilitas seperti messenger, mailing list (milis), VoIP (Voice of Internet
Protocol), dan social network portals, internet menjadi media yang semakin interatif.
Ron Rice (1984) mengatakan “new media as ‘those communication technologies,
typically involving computer capabilities (microprocessor or mainframe), that allow or
facilitate interactivity among users or between users and information’. Tentang
interaktivitas, M. Lynne Markus (1990) menyatakan “interactivity is a characteristic
of technologies that enables multidirectional communication” (dalam Mc.Millan,
2006,p.207a). Dalam pandangan penulis, interaktivitas adalah karekateristik
pertukaran pesan bersifat resiprokal diantara komunikator dan komunikate politik
atau diantara pengguna media baru yang bersifat many-to-many.
Dengan interaktivitas tersebut umpan balik (feedback) dapat langsung
dirasakan. Bagi penulis, interaktivitas ini bisa menjadi sebuah kritik konstruktif bagi
model komunikasi Wesley dan MacLean, dimana dalam model tersebut umpan balik
dalam komunikasi massa bersifat tertunda (delay feedback) (lihat McQuail &
Windahl, 1992, p. 38). Dengan interaktivitas tersebut, media baru mampu
menghadirkan immediate feedback (umpan balik yang bersifat segera) atau kontak
seketika (instantaneous contact).
Dalam perspektif komunikasi politik, interaktivitas menjadikan proses
komunikasi di dalam politik menjadi tidak terbatas, bersifat langsung, dan interaktif.
Inilah yang disebut komunikasi politik interaktif, dimana komukatror dan komunikate
politik dapat saling bertukar pesan tanpa ada yang membatasi. Interaktivitas juga
7
menciptakan komunikasi politik antara pejabat publik, kandidat (atau politisi), aktivis,
dan publik menjadi bersifat personal. Sifat interaktivitas dan personal tersebut
menjadikan komunikasi politik lebih persuasif. Interaktivitas komunikasi politik juga
meningkatkan kualitas wacana politik (political discource).
Pemanfaatan internet dalam kampanye Pemilu, menurut Hill & Sen (2005,
p.79), sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 1997 misalnya pada tanggal 25
April 2007 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) telah meluncurkan websitenya
www.ppp.or.id. Trend lembaga politik memiliki website pun, di tahun 2008 & 2009,
terus berkembang seperti amanat.org (PAN), pkb.org. (PKB),
megawati.forpresident.com, dll. Kampanye politik menjadi langsung dan bersifat
interaktif –tidak seperti di dalam media lama. Ini lah babak baru Indonesia memasuki
online campaign atau cyber campaign. Hal ini juga, pada waktum, bisa dikatakan
bahwa Indonesia sedang memasuki americanization of political communication3.
Interaktivitas komunikasi politik semakin terasa, ketika ada ledakan
penggunaan situs jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, dsb. Ledakan tersebut
mulai terjadi sejak terinspirasi oleh kemenangan Barack Obama pada Pemilu
Amerika 2008 yang menggandalkan situs jejaring sosial seperti Facebook dan
Myspace. Banyak politisi atau kandidat politik menggunakan portal jejaring sosial
sebagai saluran komunikasi politik. Misalnya pada Pemilu 2009, baik di dalam
pemilu legislatif ataupun presiden, caleg ataupun calon presiden/wakil presiden
secara aktif menggunakan Facebook dan Twitter –walaupun kebanyakan mereka
memperkerjakan administrator untuk secara aktif mengoperasikan jejaring sosial
tersebut. Contoh calon presiden/wakil presiden yang menggunakan Facebook
sebagai sarana kampanyenya misalnya Soesilo Bambang Yudhoyono, Megawati
Soekarno Putri, Yusuf Kalla, dan Prabowo Subianto. Hal ini ditegaskan Girish J.
Gulati, et al (2004) yaitu:
“At present, the internet’s most important campaign role has been in helping
candidates mobilize the supporters they already have. Candidates and
3 Istilah amerikanisasi komunikasi politik dirujuk pada pemikiran Dennis Kavanagh (1997) dalam buku Election Campaigning: The New Marketing of Politics. Kavanagh menjelaskan istilah amerikanisasi sebagai proses dimana banyak aktivitas politik yang terkait dengan media (the media-related activities) dan ketergantungan politisi pada komunikator profesional. Konsep ini pertama kali dikembangan di Amerika Serikat yang kemudian diikuti oleh negara-negara lainnya.
8
political parties have used e-mail lists to customize their appeals for funds and
organize participation in live campaign events.” (p.246).
Komunikasi politik berbasiskan media baru berdampak pada partisipasi politik.
Dengan karakteristik media baru yang bersifat langsung dan interaktif, kualitas
partisipasi politik dengan media baru jauh lebih berkualitas. Penulis mengungkapkan
hal tersebut, berdasarkan hasil komparasi komunikasi politik yang menggunakan
media lama dengan media baru yang digambarkan dalam bagan berikut:
Bagan:
Perbandingan Pola Komunikasi Politik dalam Media Lama dan Media Baru
Dari Ruang Publik Menuju Aksi Politik
Internet menghadirkan ruang publik bebas (free public sphere) kepada warga
negara (publik). Dalam The Structural Transformation of the Public Sphere: An
Inquiry into a Category of Bourgeois Society, Jurgen Habermas (1962/1989)
mengemukakan konsep publik sphere (Öffentlichkeit). Ruang publik merupakan
tempat tersedianya informasi ada dan komunikasi terjadi serta tempat diskusi dan
deliberasi publik yang didalamnya dibahas persoalan-persoalan publik. Akses ke
9
Media Use
Old Media
New MediaInteractive pattern of
political communication
Passive pattern of political communication
“One- to- many” model
“Many-to-many” model
Quality of participation
Better
Ordinary
ruang publik ini bersifat bebas, karena ini merupakan tempat kebebasan untuk
berkumpul (the freedoms of assembly), sehingga asosiasi dan ekspresi dijamin. Ini
merupakan tempat komunikasi ideal (an idealized communication venue).
Keputusan-keputusan kewarganegaraan diputuskan melalui proses diskusi, inilah
yang menjadikan ruang publik menjadi aspek fundamental dalam sistem demokrasi
(Schuler & Peter, 2004, p.3-4; McQuail, 2005, p.181). Jadi ruang publik itu tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan demokrasi. Tidak ada demokrasi tanpa ruang publik.
Denis McQuail menyatakan bahwa ruang publik merupakan tempat dimana
civil society berkembang. Ruang publik berada diantara negara dan privat untuk
pembentukan sosial (social formation) dan aksi voluntir (voluntary action). Di ruang
tersebut, civil society memiliki kebebasan tanpa ancaman serta mereka dapat
menentang masyarakat otoriter (authoritarian society), --menurut penulis, ini
maksudnya negara (McQuail, 2005, p.182).
Dalam demokratisasi, ruang publik dapat berfungsi sebagai stimulator
perwujudan demokrasi deliberatif . Demokrasi deliberatif adalah demokrasi yang
dibangun berdasarkan pada penilaian politik yang ‘rasional’. Menurut Claus Offe dan
Ulrich Preuss, ada tiga kriteria bagi keputusan politik yang rasional yaitu
mengedepankan fakta, berorientasi pada`masa depan, dan mempertimbangkan
kepentingan banyak orang (dalam Held, 2006, p.273). Jadi demokrasi deliberatif
mensyaratkan partisipasi yang berkualitas, bukan yang emosional. Demokrasi
deliberatif mendorong keterbukaan dan kritisisme dalam proses politik.
Dalam situs portal berita, seperti kompas.com, tempointeraktif.com, media-
indonesia.com, republika.co.id, dan lain sebagianya, bukan hanya dapat
mengakses infromasi politik terkini, tetapi juga masyarakat diberikan kesempatan
untuk mengomentari materi pemberitaan dan sekaligus menjadi anggota forum
diskusi. Pemberian komentar atau keterlibatan dalam forum diskusi tersebut memiliki
dampak pada kristalisasi sikap dan perilaku politik masyarakat (warga negara).
Melalui internet, masyarakat dapat mengorganisir diri dalam formasi atau
pembentukan dalam atau menjadi anggota cyber interest groups (kelompok
kepentingan maya) dalam suatu jenis mailing list (milis), web site, blog page,
ataupun situs jejaring sosial. Di dalam situs cyber interest groups tersebut,
masyarakat dapat saling berinteraksi dan berkomunikasi membahas pertanyaan
atau materi diskusi yang menjadi fokus pembicaraan, biasanya tema diskusi
10
berkaitan dengan perkembangan semua aspek atau isu-isu kehidupan keseharian,
terutama biasanya perkembangan politik terkini. Atau di dalam situs tersebut
anggota situs dapat mempsoting opini individual, video, foto dan file yang diajadikan
bahas diskusi. Untuk kategori blog bersama Kopasiana.com adalah salah satu
contoh yang baik. Internet mampu membentuk demokrasi dialogis dengan landasan
kebebasan berpendapat dan berekspresi. Internet juga meningkatkan kesetaraan
komunikan politik (komunikator dan komunikate).
Di Indonesia, pengguna internet, khususnya jejaring sosial, begitu powerful
dalam meberdayakan ruang publik, sehingga berwujud menjadi gerakan politik
(political movement). Dalam makalah ini penulis ingin mendeskripsikan contoh kasus
dari ruang publik maya (cyber public sphere) menjadi aksi politik.
Pertama, sejak Prita Mulysari ditahan di LP Wanita Tanggerang akibat
menulis surat keluhan di internet atas layanan RS Omni Internasional Alam Sutra,
sebuah group yang dibuat oleh Ika Ardina yang bernama “Dukungan Bagi Ibu Prita
Mulyasari, Penulis Keluhan Melalui Internet Yang Ditahan” mendapat sambutan
yang luar biasa 385, 945 anggota. Berawal dari Facebook, dukungan buat Prita
semakin meluas, terlebih-lebih sejak tanggal 9 Desember 2009 Pengadilan Negeri
Tangerang menjatuhkan hukuman denda Rp 204 juta dan pidana penjara 6 bulan
pada Prita. Publik menggalang “Koin Keadilan untuk Prita”. Program koin tersebut
mendapat dukungan yang luar biasa, sampai bisa terkumpul uang koin sejumlah
lebih dari Rp 825 juta.
Kedua, facebooker memberikan aksi dukungan terhadap dua pimpinan KPK
(nonaktif), Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah yang ditahan polisi. Di
facebook, setidaknya ada enam grup. Grup paling besar adalah grup yang dibuat
oleh dosen Universitas Bengkulu, Usman Yasin. Grup yang diberi nama Gerakan
1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Rianto, dengan
jumlah anggota sebanyak lebih dari 1,2 juta anggota. Gerakan facebooker
selanjutnya tidak hanya sebatas di dunia maya, tetapi dalam bentuk aksi politik.
Pada hari Minggu, 8 Nopember 2009, ribuan facebookers melakukan mimbar bebas
di Bundaran HI. Mereka menyatakan dukungannya terhadap KPK dan menolak jika
dilakukan kriminalisasi terhadap KPK sebagai institusi penegak hukum.
Dan ketiga, setelah kasus peledakan bom bunuh diri di hotel JW Marriot dan
Ritz Carlton, Iqbal Prakasa, seorang IT developer, membuat “#indonesiaunite” untuk
11
menggalang dukungan “Gerakan Indonesia Melawan Teror”. Di Twitter mendapat
dukungan lebih dari 3000 orang dan di Facebook lebih dari 66 ribu orang. Selain di
dunia maya #indonesiaunite juga melakukan kampanye langsung dengan cara
penyebarluasan T-shirt bertema “Indonesia Unite”.
Masih banyak contoh-contoh kasus lainnya, dimana facebook dijadikan
sarana diskusi publik dan konsolidadi kekuatan gerakan politik. Fenomena ini
mungkin yang pertama di dunia. Jejaring sosial telah mentransformasi bentuk
konsolidasi gerakan politik.
Ancaman dan Masa Depan Demokratisasi Berbasiskan Media Baru
Perkembangan demokratisasi dan penggunaan internet di Indonesia, ternyata
tidak sepenuhnya didukung oleh regulasi atau aturan hukum yang mendukung
kebebasan berpendapat. Regulasi tersebut yaitu Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi & Transaksi
Elektronik. Kedua aturan tersebut memuat pasal-pasal karet yang sangat
mengancam kebebasan berpendapat. Dalam KUHP, ada 7 pasal karet atau
multitafsir yaitu Pasal 310 (pencemaran nama baik), Pasal 311 (fitnah), Pasal 315
(penghinaan ringan), Pasal 317 (pengaduan fitnah), Pasal 318 (persangkaan palsu),
dan Pasal 320 (pencemaran nama baik orang mati). Dan dalam UU No.11 Tahun
2008 yaitu Pasal 27 ayat 3, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik".
Dengan pasal 27 ayat 3 UU ITE, RS Omni Internasional menuntut dan
mempidanakan Prita Mulyasari atas kasus pencemaran nama baik melalui e-mail di
mailing list-nya. Pada tanggal 9 Desember 2009, Pengadilan Negeri Tanggerang
menjatuhkan hukuman ganti rugi sebesar Rp 204 juta dan pidana hukuman penjara
enam bulan pada Prita. Realitas tersebut merupakan paradoks demokrasi, yang jika
dibiarkan akan mengacam keberlangsungan demokratisasi di Indonesia, bisa jadi
kedepan lebih banyak korban akibat UU tersebut, termasuk sekarang kasus Luna
12
Maya yang disomasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya (Jakarta).
Dengan menggunakan pasal yang sama dengan tuntutan Prita Mulyasari, Luna
dituntut akibat menulis isi hatinya (curhat) di Twitter tentang perilaku wartawan yang
lebih hina dari pelacur.
Dalam kasus ini, Pemerintah, terutama Departemen Komunikasi dan
Informasi, bersama DPR dituntut memiliki political will untuk segera merevisi pasal-
pasal tersebut dan semua peraturan yang sekiranya akan mengancam kebebasan
berpendapat di internet. Jika tidak ini menjadi presenden buruk demokratisasi di
Indonesia
Selanjutnya tentang masa depan peran internet dalam memantapkan proses
demokratisasi di Indonesia semakin strategis. Sejak kini internet sudah menjadi life
style bagi sebagian besar warga negara Indonesia. Selain proliferasi penggunaan
internet yang diakibatkan pengembangan ekspansif infrastruktur jaringan dan gadget
dan tarif yang murah yang disediakan oleh ISP (Internet Service Provider),
Pemerintah menyatakan bahwa pada tahun 2010 program internet masuk desa
sudah dapat direalisasikan, dengan 32 ribu jaringan dari 72 ribu desa. Pemerintah
ingin mewujudkan desa pintar.
Dengan infrastruktur jaringan internet yang semakin tersebar merata di
seluruh wilayah Indonesia, pemerintah diharapkan di pemilu-pemilu mendatang
dapat menerapkan electroning voting, seperti di Amerika. Gagasan ini menurut
pandangan penulis tidak utopis, dikarenakan literasi penggunaan internet warga
negera terus semakin membaik. Ini artinya tinggal political will pemerintah, apakah
mau memodernisasi sistem pemilu atau tidak.
Dengan kekuatan yang ada, sepertinya di masa akan mendatang, keinginan
Indonesia untuk dapat memasuki tahap pematang demokrasi dapat segera terwujud.
Internet hadir dengan membawa misi peningkatan literasi atau pendidikan politik
yang mampu membentuk well-informed citizen, sehingga warga negara dapat
terlibat lebih aktif dalam ruang publik politik.
Kesimpulan
Di Indonesia, media baru atau internet telah menghadirkan gelombang
demokratisasi, yang tidak bisa dikendalikan oleh rezim Orde Baru. Internet
13
digunakan sebagai saluran komunikasi politik para aktivis gerakan reformasi, yang
mengkristal pada gerakan penjatuhan rezim Orde Baru.
Sejak tahun 1997, internet sudah digunakan sebagai saluran online campaign
dan terus berkembang, seiring terjadinya amerikanisasi komunikasi politik. Dengan
internet komunikasi politik menjadi lebih interaktif dan tidak dibatasi lagi oleh
hambatan seperti waktu dan tempat. Hal ini semakin terasa di tahun 2008 atau pada
saat Pemilu 2009, banyak komunikator politik yang menggunakan situs jejaring
sosial sebagai saluran komunikasi politiknya.
Gelombang demokratisasi berbasiskan media baru terus berkembang seiring
dengan penggunaan situs jejaring sosial, dimana dimulai dari ruang publik menjadi
aksi politik. Ini merupakan wujud dari kebebasan politik dan komunikasi yang
terkristalisasi dalam wujud nyata yaitu aksi politik.
Modal politik (the political capital) yang besar ini, sebaiknya terus dijaga oleh
pemerintah dengan cara menghapus semua peraturan yang sekiranya dapat
membatasi kebebasan politik dan di masa mendatang pemerintah dapat
merumuskan regulasi media baru yang lebih baik seiring dengan semangat
demokratisasi (the spirit of democratization). Dengan hal itu semua, keyakinan
penulis, di masa mendatang Indonesia akan jadi negara demokrasi yang lebih besar
lagi, kalau perlu setara dengan negara-negara maju seperti Amerika.
Referensi Utama (Buku):
Baran, Stanley J & Dennis K. Davis (2003). Mass Communication Theory, Foundation, Ferment, and Future. Third Edition. Belmont, USA: Wadsworth/Thomson Learning.
Dijk, Jan van (2006). The Network Society. Second Edition. London: SAGE Publication, Ltd
Firmanzah, Ph.D (2008). Marketing Politik – Antara Pemahaman dan Realitas. Edisi Revisi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Gulati, Girish J, Marion R. Just & Ann N. Crigler (2004). News Coverage of Political Campaigns. In Lynda Lee Kaid. Handbook of Political Communication Research. New Jersey, USA: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Held, David (2006). Models of Democracy. Edisi Ketiga. Jakarta: The Akbar Tanjung Institute.
14
Hill, David T. & Krishna Sen (2005). The Internet in Indonesia’s New Democracy. London: Routledge.
Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone (2006). Introduction to the Update Student Edition. In Leah A. Lievrouw & Sonia Livingstone (Edts.). Hanbook of New Media, Social Shaping and Social Consequences of ICTs. Updated Student Edition. London: SAGE Publications Ltd., p.205-229.
McMillan, Sally (2006). Exploring Models of Interactivity from Multiple Research Traditions: Users, Documents and Systems. In Leah A. Lievrouw & Sonia Livingstone (Edts.). Hanbook of New Media, Social Shaping and Social Consequences of ICTs. Updated Student Edition. London: SAGE Publications Ltd., p.205-229.
McQuail, Denis & Sven Windahl (1992). Communication Models for the Study of Mass Communication. Second Edition. London: Longman.
McQuail, Denis (2005). McQuail’s Mass Communication Theory. Fifth Edition. London: SAGE Publications.
Schuler, Douglas & Peter Day (2004). Shaping the Network Society: Opportunity and Challenges. In Douglas Schuler & Peter Day (Edts.). Shaping the Network Society, The New Role of Civil Society in Cyberspace. USA: The MIT Press. p.2-16
Zittel, Thomas (2004). Political Communication and Electronic Democracy, American Exceptionalism or Global Trend?. In Frank Esser & Barbara Pfetsch. Comparing Political Communication, Theories, Cases, and Challenges. UK: Cambridge University Press.
Referensi Tambahan (Regulasi, Berita, dan Data):
Antara News. 20 Juni 2009. Pemerintah Targetkan 2010 Internet Masuk Desa Tuntas dalam http://www.antaranews.com/view/?i=1245494164
Apjii.or.id. Statistik APJII Updated Desember 2007 http://www.apjii.or.id/dokumentasi/statistik.php?lang=ind (diakses tanggal 20 Desember 2009)
Checkfacebook.com. Percentage of Online population http://www.checkfacebook.com/ (update tanggal 28 Mei 2009 dan 30 Juni 2010)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kompas.com. 3 Juni 2009. Dukungan terhadap Prita Mengalir di Facebook http://www.kompas.com/read/xml/2009/06/03/09241833/dukungan.terhadap.prita.mengalir.di.facebook
Kompas.com. 26 Oktober 2009. 40 Tahun Internet, http://tekno.kompas.com/read/xml/2009/10/26/06074856/40.Tahun.Internet
15
Kompas.com. 7 Nopember 2009. Gerakan Sejuta Facebookers Penuhi Targethttp://nasional.kompas.com/read/xml/2009/11/07/08455686/gerakan.sejuta.facebookers.penuhi.target
Kompas. com. 8 Nopember 2009. Dukung KPK, Ribuan Facebookers Serbu Bundaran HI, http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/11/08/09072833/Dukung.KPK..Ribuan.Facebookers.Serbu.Bundaran.HI
KOMPAS.com. 9 Desember 2009. Jaksa: Prita Terbukti Bersalah! http://www.kompas.com/read/xml/2009/12/09/16133849/jaksa.prita.terbukti.bersalah.
Tempointeraktif.com. 26 Juli 2009. Gerakan Indonesia Melawan Teror Mendunia http://www.tempointeraktif.com/hg/it/2009/07/26/brk,20090726-189130,id.html
Tempointeraktif.com. 18 Desember 2009. Website Pemerintah Yogyakarta Terbaik se Indonesia. http://tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/12/18/brk,20091218-214517,id.html
Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
16