Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/19/2019 Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    1/16

    3/18/2016 Teknol ogi Pengol ahan Lim bah Tekstil Dengan Si stem Lumpur Akti f  

    http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html

    Teknologi Pengolahan Limbah TekstilDengan Sistem Lumpur Aktif 

    ABSTRAK

      Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikr oba tersuspensi . Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerob

    yang mengoksidasi material organik menjadi CO2  dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Proses ini menggunakan udara yang disalurkan melalupompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan. Kemampua

    bakteri dalam membentuk flok menentukan keberhasilan pengolahan limbah secara biologi, karena akan memudahkan pemisahan partikel dan a

    limbah. Lumpur aktif dicirikan oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume Lumpur (Sludge Volume Index = SVI) dan Stirred Sludg

    Volume Index (SSVI).

      Perbedaan antara dua indeks tersebut tergantung dari bentuk flok , yang diwaki li oleh faktor bentuk (Shape Factor = S). Sistem pengola

    lumpur aktif baik untuk domestik maupun industri mengandung 1-5% padatan total dan 95-99% bulk water (liqour ?). Pembuangan kelebiha

    lumpur dilakukan dengan mengurangi volume lumpur melalui proses pengepresan (dewatering). Konsentrasi besi yang tinggi konsentrasi besi yan

    tinggi, 70-90% dalam bentuk Fe (III), ditemukan dalam lumpur aktif. akumulasi besi dapat berasal dari influent air limbah atau melal

    penambahan FeSO4  yang digunakan untuk menghilangkan fosfor. Sebagai contoh pengolahan limbah sistem lumpur aktif adalah Unit Pengelolaa

    Air Limbah PT. UNITEX. Unit ini mampu mengolah limbah lebih dari 200 m2 per hari. Proses pengelolaan terbagi atas tiga tahap pemrosesan, yait

    : 1. Proses Primer, meliputi penyaringan kasar, penghilangan warna, equalisasi, penyaringan halus, pendinginan, 2. Proses Sekunder, biologi da

    sedimentasi dan 3. Proses Tersier, tahap lanjutan dengan penambahan bahan kimia.

      Sistem yang digunakan dalam PAL PT. Unitex merupakan perpaduan antara proses fisika, kimia dan biologi. Yang paling berperan dala

    hal pengurangan bahan-bahan pencemar adalah proses biologi yang menggunakan sistem lumpur aktif dengan extented aeratio. Selain limbah cai

    terdapat juga limbah padat berupa lumpur yang merupakan hasil samping dari sistem pengolahan yang digunakan. Lumpur hasil olahan digunakasebagai bahan campuran pembuatan coneblock dan batako press serta pupuk organik. Hal ini merupakan salah satu alternatif dan langkah lebi

    maju dari PT. Unitex dalam memanfaatkan kembali limbah padat.

    KATA KUNCI : Lumpur Aktif, Industri, Tekstil, Activated Sludge

    JENIS TEKNOLOGI : Teknologi Pengolahan Air Limbah

    TARGET PENGGUNAAN : Industri Menengah, Industri Besar

    I. PENDAHULUAN 

    1.1. Latar Belakang

      Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi yang pertama kali dilakukan di Ingris pada awal abad 19

    Sejak itu proses ini diadopsi seluruh dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder secara biologi. Proses ini pada dasarnya merupaka

    pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2  dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Udara disalurkan melalui pomp

    blower (diffused ) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan (Gariel Bitton, 1994).

      Anna dan Malte (1994) berpendapat keberhas ilan pengolahan lim bah secar a biologi dalam batas tertentu diatur oleh kemampuan bakte

    untuk membentuk flok, dengan demikian akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur aktif adalah ekosistem yang komplek yan

    terdiri dari bakteri, protozoa, virus, dan organisme-organisme lain. Lumpur aktif dicirikan oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks Volum

    Lumpur (Sludge Volume Index = SVI ) dan Stirrd Sludge Volume Index (SSVI). Perbedaan antara dua indeks tersebut tergantung dari bentuk flo

    yang diwakili oleh faktor bentuk (Shape Factor = S).

      Pada kesem patan lain Anna dan Malte (1997) menyatakan bahwa proses lumpur aktif dalam pengolahan air lim bah tergantung pad

    pembentukan flok lumpur aktif yang terbentuk oleh mikroorganisme (terutama bakteri), partikel inorganik, dan polimer exoselular. Selam

    pengendapan flok, material yang terdispersi, seperti sel bakteri dan flok kecil, menempel pada permukaan flok. Pembentukan flok lumpur aktif da

    penjernihan dengan pengendapan flok akibat agregasi bakteri dan mekanisme adesi. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa flokulasi dan sedimenta

    flok tergantung pada hypobisitas internal dan eksternal dari flok dan material exopolimer dalam flok, dan tegangan permukaan laruta

    mempengaruhi hydropobisitas lumpur granular dari reaktor lumpur anaerobik.

      Frank et all (1996) mencoba menggambarkan bahwa dalam sistem pengolah lumpur aktif baik untuk domestik maupun indust

    mengandung 1-5% padatan total dan 95-99% bulk water   (liqour ?). Pembuangan kelebihan lumpur merupakan proses yang mahal, dilakuka

    dengan mengurangi volume lumpur melalui proses pengepresan (dewatering). Pada bagian lain dinyatakan pula bahwa konsentrasi besi yang tingg

    konsentrasi besi yang tinggi, 70-90% dalam bentuk Fe (III), ditemukan dalam lumpur aktif.

      Akumulasi besi dapat berasal dari influent air limbah atau melalui penambahan FeSO4  yang digunakan untuk menghilangkan fosfor. Jumla

    besi dalam lumpur aktif akan berkurang setelah memasuki kondisi anaerobik dan mungkin berasosiasi dengan adanya aktifitas bakteri heterotrofik

    Berkurangnya fosfor dalam lumpur aktif dapat menyebabkan fosfor terlepas kedalam air. Jika ini terjadi merupakan potensi untuk terjadiny

    eutrofikasi pada perairan.

      Enri dan Anni (1995) juga mengemukan bahwa lim bah padat yang berasal dari suatu instalas i pengolah air lim bah industri tekstil dap

    digolongkan ke dalam limbah berbahaya karena mengandung logam berat. Mereka mengkaji kemungkinan proses solidifikasi mempergunaka

    tanah lempung dengan hasil yang cukup baik dari segi kekuatan tekan bebas, permeabilitas, dan hasil lindinya.

    1.2. Tujuan dan Sasaran

      Penerapan teknologi ini dengan tujuan dapat menghilangkan limbah organik sederhana dan mudah urai, organik komplek s seperti warn

    bau. Proses ini juga mengilangkan logam berat. Sasaran dari penerapan teknologi ini adalah air hasil pengolahan limbah tekstil tidak mencema

    lingkungan.

    1.3. Manfaat

  • 8/19/2019 Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    2/16

    3/18/2016 Teknol ogi Pengol ahan Lim bah Tekstil Dengan Si stem Lumpur Akti f  

    http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html 2

      Teknologi ini dapat menurunkan total padatan tersuspensi (TSS) hingga mencapai 91%, COD 62%, Fe 96% dan BOD5  97%. Proses ini jug

    menghilangkan warna dan bau dari limbah tersebut.

    1.4. Kontak Personil

    Ir. Arie Herlambang, M.Sc.

    Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair,

    Direktorat Teknologi Lingkungan,

    Kedeputian Bidang Informatika, Energi dan Material.

    Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

    Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta Pusat

    Tel. 021-3169769, 3169770 Fax. 021-3169760

    Email : [email protected]

    Home Page : http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/  

    II. PROSES LUMPUR AKTIF

    2.1. Sistem Lumpur Aktif Konvensional

      Proses Lumpur Aktif Konvensional dapat dili hat pada Gambar 1.

    Gambar 1. Sistem Lumpur Aktif Konvensional

     

    Tangki aerasi

      Oksidasi aerobik material organik dilakukan dalam tangki ini. Efluent pertama masuk dan tercampur dengan Lumpur Aktif Balik (Retur

     Activated Sludge =RAS) atau disingkat LAB membentuk lumpur campuran (mixed liqour ), yang mengandung padatan tersuspensi sekitar 1.500

    2.500 mg/l. Aerasi dilakukan secara mekanik. Karakteristik dari proses lumpur aktif adalah adanya daur ulang dari biomassa. Keadaan in

    membuat waktu tinggal rata-rata sel (biomassa) menjadi lebih lama dibanding waktu tinggal hidrauliknya (Sterritt dan Lester, 1988). Keadaatersebut membuat sejumlah besar mikroorganisme mengoksidasi senyawa organik dalam waktu yang singkat. Waktu tinggal dalam tangki aeras

    berkisar 4 - 8 jam.

    Tangki Sedimentasi

      Tangki ini digunakan untuk sedimentasi flok mikroba (lumpur) yang dihasilkan selama fase oksidasi dalam tangki aerasi. Sepe

    disebutkan diawal bahwa sebaghian dari lumpur dalam tangki penjernih didaur ulang kembali dalam bentuk LAB kedalam tangki aerasi dan sisany

    dibuang untuk menjaga rasio yang tepat antara makanan dan mikroorganisme ( F/M Ratio).

    Parameter

      Parame ter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan Cornwel l, 1985; Verstr aete dan van Vaerenber gh, 1986) adalah sebag

    berikut:

    1. Mixed-liqour suspended solids (MLSS). Isi tangki aerasi dalam sistem lumpur aktif disebut sebagai mixed liqour   yang diterjemahkan sebaglumpur campuran. MLSS adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk didalamny

    adalah mikroorganisma. MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringka

    pada temperatur 1050C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang.

    2. Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada MLSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik buka

    mikroba, mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel (Nelson dan Lawrence, 1980). MLVSS diukur dengan memanaskan terus sampel filte

    yang telah kering pada 600 - 6500C, dan nilainya mendekati 65-75% dari MLSS.

    3. Food - to - microorganism ratio (F/M Ratio). Parameter ini merupakan indikasi beban organik yang masuk kedalam sistem lumpur aktif da

    diwakili nilainya dalam kilogram BOD per kilogram MLSS per hari (Curds dan Hawkes, 1983; Nathanson, 1986). Adapun formulasinya sebag

    berikut :

    http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/mailto:[email protected]:[email protected]

  • 8/19/2019 Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    3/16

    3/18/2016 Teknol ogi Pengol ahan Lim bah Tekstil Dengan Si stem Lumpur Akti f  

    http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html 3

      F/M = Q x BOD5  MLSS x V

    dimana :

    Q = Laju alir limbah Juta Galon per hari (MGD)

    BOD5  = BOD5  (mg/l)

    MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l)

    V = Volume tangki aerasi (Gallon)

    Rasio F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur aktif. Lebih tinggi laju sirkulasi lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk tangki aeras

    konvensional rasio F/M adalah 0,2 - 0,5 lb BOD5 /hari/l b MLSS, tetapi dapat lebih tinggi hingga 1,5 jika digunakan oksigen murni (Hamme

    1986). Rasio F/M yang rendah mencerminkan bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi lapar, semakin rendah rasio F/

    pengolah limbah semakin efisien.

    4. Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh larutan influent masuk dalam

    tangki aerasi untuk proses lumpur aktif; nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran (D) (Sterritt dan Lester, 1988).

    HRT = 1/D = V/ Q

    dimana :

    V = Volume tangki aerasi

    Q = Laju influent air limbah ke dalam tangki aerasi

    D = Laju pengenceran.

    5. Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata mikroorganisme dalam sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam

     jam, maka waktu tinggal sel mikr oba dalam tangki aerasi dapat dalam hari lamanya. Parame ter ini berbanding terbali k dengan laj

    pertumbuhan mikroba. Umur lumpur dihitung dengan formula sebagai berikut (Hammer, 1986; Curds dan Hawkes, 1983) :

      Umur Lumpur (Hari) = MLSS x V

    SSe  x Qe  + SSw  X Qw

    dimana :

    MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l).

    V = Volume tangki aerasi (L)

    SSe  = Padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l)SSw  = Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l)

    Qe  = Laju effluent limbah (m3 /hari)

    Qw  = Laju influent limbah (m3 /hari).

    Umur lumpur dapat bervariasi antara 5 - 15 hari dalam konvensional lumpur aktif. Pada musim dingin lebih lama dibandingkan musim pana

    (U.S. EPA, 1987a). Parameter penting yang mengendalikan operasi lumpur aktif adalah laju pemuatan organik, suplay oksigen, da

    pengendalian dan operasi tangki pengendapan akhir. Tangki ini mempunyai dua fungsi: penjernih dan penggemukan mikroba. Untuk opera

    rutin, orang harus mengukur laju pengendapan lumpur dengan menentukan indeks volume lumpur (SVI), Voster dan Johnston, 1987.

    II. PROSES LUMPUR AKTIF

    2.2. Modifikasi Proses Lumpur Aktif Konvensional

      Ada beberapa modifi kasi dari proses lumpur aktif konvensi onal (Nathanson, 1986; US. EPA, 1977), Lihat Gambar 2.

  • 8/19/2019 Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    4/16

    3/18/2016 Teknol ogi Pengol ahan Lim bah Tekstil Dengan Si stem Lumpur Akti f  

    http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html 4

     

    Gambar 2. Modifikasi proses lumpur aktif.

    A. Sistem aerasi lanjutan. B. Parit oksidasi (US EPA, 1977, dalam Bitton, 1994)

    Sistem Aerasi Lanjutan

      Proses ini dipakai dalam instalasi paket pengolahan dengan cara sebagai berikut :

    1. Waktu aerasi lebih lama (sekitar 30 jam) dibandingkan sistem konvensional. Usia lumpur juga lebih lama dan dapat diperpanjang sampai 1

    hari.

    2. Limbah yang masuk dalam tangki aerasi tidak diolah dulu dalam pengendapan primer.

    3. Sistem beroperasi dalam F/M ratio yang lebih rendah (umumnya

  • 8/19/2019 Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    5/16

    3/18/2016 Teknol ogi Pengol ahan Lim bah Tekstil Dengan Si stem Lumpur Akti f  

    http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html 5

    2.3. Biologi Lumpur Aktif 

      Dua tujuan dari sistem lumpur aktif pertama adalah oksidasi material organik yang biodegradable dalam tangki aerasi kemudian dikonver

    menjadi bentuk sel yang baru, kedua flokulasi, memisahkan biomassa yang baru terbentuk dari air effluent.

    Survei Organisme Dalam Lumpur Aktif 

      Flok dalam aktifitas lumpur mengandung sel bakteri disamping partikel anorganik dan organik. Ukuran flok bervariasi antara

  • 8/19/2019 Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    6/16

    3/18/2016 Teknol ogi Pengol ahan Lim bah Tekstil Dengan Si stem Lumpur Akti f  

    http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html 6

     Arthrobacter 1,9

     Aureobacter ium-Mic robacter ium 1,9

      Jumlah total bakteri dalam lumpur aktif standard adalah 108  CFU/mg lumpur. Tabel 1. menunjukkan beberapa genus bakteri yang ditem

    dalam standard lumpur aktif. Sebagian besar bakteri yang diisolasi diidentifikasi sebagai spesies-spesies Comamonas-Psudomonas.

      Caulobacter, bakteri bertangkai umumnya ditemukan dalam air yang miskin bahan organik, dapat diisolasi dari kebanyakan pengolaha

    limbah, khususnya lumpur aktif (MacRae dan Smit, 1991).

     

    Gambar 4. Distribusi

     

    Zoogloea adalah bakteri yang menghasilkan exopolysaccharide yang membentuk proyeksi khas seperti jari tangan dan ditemukan dalam a

    limbah dan lingkungan yang kaya bahan organik (Norberg dan Enfors, 1982; Unz dan Farrah, 1976; Williams dan Unz, 1983). Zoogloea diisolas

    dengan menggunakan media yang mengandung m-butanol, pati, atau m-toluate sebagai sumber karbon. Bakteri ini ditemukan dalam berbaga

    tahap pengolahan limbah tetapi jumlahnya hanya 0,1-1% dari total bakteri dalam mixed liqour   (Williams dan Unz, 1983). Kepentingan rela

    bakteri ini dalam air limbah membutuhkan penelitian lebih lanjut.

      Flok lumpur aktif juga merupakan tempat berkumpulnya bakteri autotrofik seperti bakteri nitrit (Nitrosomonas, Nitrobacter ), yang dapa

    merubah amonia menjadi nitrat dan bakteri fototrofik seperti bakteri ungu non sulfur (Rhodospilrillaceae), yang dapat dideteksi pada konsentra

    sekitar 105  sel/ml. Bakteri ungu dan hijau ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil. Barangkali, bakteri fototrofik hanya sedikit berperan dala

    penurunan nilai BOD dalam lumpur aktif (Madigan, 1988; Siefert et al., 1978).

    Fungi

      Lumpur aktif biasanya tidak mendukung kehidupan fungi walaupun beberapa fungi berfi lamen kadang-kadang ditemukan dalam flok lump

    aktif. Fungi dapat tumbuh pesat dibawah kondisi pH yang rendah, toksik, dan limbah yang kekurangan nitrogen. Genus yang dominan ditemukadalam lumpur aktif adalah Geotrichum, Penicillium, Cephalosporium, Cladosporium, dan  Alternar ia (Pipes dan Cooke, 1969; Tomlinson da

    Williams, 1975). Lumpur ringan (Sludge Bulking) dapat dihasilkan oleh pertumbuhan yang pesat Geotrichum candidum, yang dirangsang oleh p

    rendah dari limbah yang asam.

    Protozoa

      Protozoa adalah signif icant predator dalam lumpur aktif seper ti dalam lingkungan akuatik alam (Curds, 1982; Draki des, 1980; Fenchel da

    Jorgensen, 1977; LaRiviere, 1977). Pemakanan bakteri oleh protozoa dapat ditentukan dengan eksperimen pemakanan bakteri yang telah diberi 14

    atau 35C atau flouresen (Hoffmann dan Atlas, 1987; Sherr et al, 1987). Pemakanan bakteri tersebut dapat mereduksi toksikan. Contoh,  Aspidisc

    costata yang memakan bakteri dalam lumpur aktif dapat menurunkan Kadmium (Hoffmann dan Atlas, 1987). Protozoa paling sering ditemuka

    dalam lumpur aktif adalah Carchesium, Paramecium sp, Opercularia sp, Chilodenella sp, Vorticella sp, Apidisca sp (Dart dan Stretton, 1980

    Edeline, 1988; Eikelboom dan van Buijsen, 1981).

      Cilliata. Siliata atau bulu getar digunakan untuk pergerakan dan mendorong partikel makanan kedalam mulut . Siliata dibagi menjadi tiga

    yaitu : Siliata bebas (free), merayap (creeping), dan bertangkai (stalked ). Siliata bebas (tidak terikat) memakan bakteri bebas yang terbang

    Genus yang paling penting sering ditemukan dalam lumpur aktif adalah Chilodonella, Colpidium, Blepharisma, Euplotes, Paramecium, Lionotu

    Trachelophyllum, dan Spirostomum. Siliata merayap memakan bakteri yang berada dipermukaan flok lumpur aktif. Dua genus penting, yaitu  Aspidis ca dan Euplotes. Cilitas bertangkai menempel tangkainya pada flok. Tangkai mempunyai myoneme  untuk menangkap mangsa. Contoh silia

    bertangkai adalah Vorticella, Carchesium, Opercularia, dan Epistylis.

    Rotifers

      Rotifer s adalah metazoa (organism e bersel banyak) dengan ukuran bervar iasi dari 100 mm - 500 m m. Tubuhnya menancap pada partik

    flok dan sering tercabut dari permukaan flok (Doohan, 1975; Eikelboom dan van Buijsen, 1981). Rotifers ditemukan dalam instalasi pengolahan ai

    limbah termasuk dua orde pertama, Bdelloidea (contoh : Philodina spp., Habrotrocha spp.) dan Monogononta (contoh : Lecane spp., Notommat

    spp.). Peranan rotifers dalam lumpur aktif adalah : (1) menghilangkan bakteri tersuspensi (contoh : bakteri yang tidak membentuk flok; (2

    memberi kontribusi terhadap pembentukan flok melalui pelet kotoran yang dikelilingi oleh mukus. Kehadiran rotifers dalam tahap akhir pengolaha

    limbah sistem lumpur aktif dikarenakan kenyataan bahwa hewan ini mempunyai siliata yang kuat yang menolong dalam mencari makan da

    menurunkan jumlah bakteri tersuspensi (membuat air lebih jernih) dan aksi siliatanya lebih kuat dibandingkan protozoa.

    2.4. Oksidasi Bahan Organik Dalam Tangki Aerasi

      Air limbah domestik mempunyai rasi o C:N:P sebesar 100 : 5 : 1, yang mencukupi untuk kebutuhan sebagian besar mikr oorganism e. Baha

  • 8/19/2019 Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    7/16

    3/18/2016 Teknol ogi Pengol ahan Lim bah Tekstil Dengan Si stem Lumpur Akti f  

    http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html 7

    organik dalam air limbah terdapat dalam bentuk terlarut, koloid, dan fraksi partikel. Bahan organik terlarut sebagai sumber makanan bag

    mikroorganisme heterotrophik dalam mixed liquor.  Bahan organik ini cepat hilang oleh adsorpsi dan proses flokulasi, dan juga oleh absorpsi da

    oksidasi oleh mikroorganisme. Aerasi dalam beberapa jam dapat membuat perubahan dari BOD terlarut menjadi biomassa mikrobial. Aeras

    mempunyai dua tujuan : (1) memasok oksigen bagi mikroorganisme aerobik, dan (2) menjaga lumpur aktif agar selalu konstan teragitasi untu

    melaksanakan kontsak yang cukup antara flok dengan air limbah yang baru datang pada sistem pengolahan limbah. Konsentrasi oksigen yan

    cukup juga diperlukan untuk aktifitas mikroorganisme heterotrophik dan autotrophik, khususnya bakteri nitrit. Tingkat oksigen terlarut harus antar

    0,5 - 0,7 mg/l. Proses nitrifikasi berhenti jika oksigen terlarut dibawah 0,2 mg/l (Dart dan Stretton, 1980). Curds dan Hawkes (1983) membua

    ringkasan reaksi degradasi dan biosintesis yang terjadi dalam tangki aerasi dalam proses lumpur aktif (Gambar 5).

     

    Gambar 5. Penghilangan Bahan Organik Dalam Proses Lumpur Aktif 

    (Curds dan Hawkes, 1983 dalam Gabriel Bitton, 1994.

    2.5. Pengendapan Lumpur

      Campuran air dan lumpur (mixed liqour ) dipindahkan dari tangki aerasi ke tangki pengendapan, tempat lumpur dipisahkan dari air yan

    telah diolah. sebagian lumpur aktif dikembalikan ke tangki aerasi dan sebagian lagi dibuang dan dipindahkan ke pengolahan aerobik. Sel mikrobia

    terjadi dalam bentuk agregat atau flok, densitasnya cukup untuk mengendap dalam tangki penjernih. Pengendapan lumpur tergantung ratio F/M da

    umur lumpur. Pengendapan yang baik dapat terjadi jika lumpur mikroorganisme berada dalam fase endogeneous, yang terjadi jika karbon da

    sumber energi terbatas dan jika pertumbuhan bakteri rendah. Pengendapan lumpur yang baik dapat terjadi pada rasio F/M yang rendah (contoh

    tingginya konsentrasi MLSS). Sebaliknya, Rasio F/M yang tinggi mengakibatkan pengendapan lumpur yang buruk.

      Dalam airl imbah pemukim an, rasi o F/M yang optimum antara 0,2 dan 0,5 (Gaudy dan Gaudy, 1988; Hamme r, 1986). Rata-rata waktinggal sel yang diperlukan untuk pengendapan yang efektif adalah 3 - 4 hari (Metcalf dan Eddy, 1991). Pengendapan yang tidak baik dapat terjad

    akibat gangguan yang tiba-tiba pada parameter fisik (suhu dan pH), kekurangan makanan (contoh N, suhu, mikronutrien), dan kehadiran zat racu

    (seperti logam berat) yang dapat menyebabkan hancurnya sebagian flok yang sudah terbentuk (Chudoba, 1989). Cara konvensional untu

    monitoring pengendapan lumpur adalah dengan menentukan Indeks Volume Sludge (Sludge Volume Index = SVI). Caranya adalah sebagai berikut

    Lumpur campuran dari tangki aerasi dimasukkan dalam silinder volume 1 liter dan dibiarkan selama 30 menit. Volume sludge dicatat. Volum

    lumpur yang mengendap adalah SV, MLSS adalah mixed liqour suspended solid (mg/l). Dalam pengolahan lumpur yang konvensional (MLSS <

    500 mg/l) nilai SVI berkisar 50 - 150 ml/g.

      SVI (ml/g) = SV x 1.000

    MLSS

    2.6. Pengolah Limbah Tekstil P.T. Unitek, Bogor

      Indonesia dalam satu dasa warsa ini dikenal sebagai penghasil tekstil yang besar disampi ng India dan Pakistan. Dalam proses produk

    industri tekstil banyak menggunakan bahan kimia dan air. Bahan kimia yang digunakan antara lain untuk proses pencucian, pemutihan, da

    pewarnaan. Akibat dari itu pencemaran lingkungan menjadi masalah bagi masyarakat yang tinggal disekitar industri tekstil. Mengingat pentingny

    industri tekstil sebagai penghasil devisa negara dan perlunya perlindungan lingkungan, maka diperlukan adanya teknologi pengolah limbah tekst

    yang handal. Salah satu contoh pengolahan limbah tekstil yang hingga saat ini beroperasi adalah pengolahan limbah tekstil milik P.T. Unitex

    Bogor.

      Gagasan unit pengolah limbah tekstil di PT. Unitek lahir dari Presiden Direktur Mr. S. Okabe karena pada tahun tersebut belum ad

    perusahaan yang dapat dijadikan contoh dalam pengolahan air limbah. Kemudian rancang bangunnya dilaksanakan oleh perusahaan induknya d

    Jepang, yaitu Unitika Ltd. Dalam perkembangan selanjutnya terus mengalami perbaikan dan penambahan sejalan dengan peningkatan produksi. PT

    Unitek merupakan pabrik tekstil terpadu. Proses produksinya meliputi pemintalan ( spinning), pertenunan (weaving), pencelupan (dyeing) da

    penyelesaian akhir (finishing). Pada umumnya polutan yang terkandung dalam limbah industri tekstil dapat berupa padatan tersuspensi, padata

    terlarut serta gas terlarut. Karakteristik limbah pada umumnya bersifat alkalis (pH = 7), suhunya tinggi serta berwarna pekat. Untu

    menghilangkan polutan tersebut, diperlukan pengolahan yang dapat memisahkan dan menghancurkan polutan yang terkandung didalamnya.

  • 8/19/2019 Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    8/16

    3/18/2016 Teknol ogi Pengol ahan Lim bah Tekstil Dengan Si stem Lumpur Akti f  

    http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html 8

    III. TAHAPAN

      Instalasi Pengelola an Air Limbah PT. Unitek dibangun Tahun 1988 di atas tanah seluas 4000 m2, dan mampu mengolah limbah tekstil leb

    dari 2000 m3 /hari. Proses pengolahan air limbah PT. Unitek terbagi atas tiga tahap pemros esan, yaitu :

    1. Proses primer yang meliputi penyaringan kasar, penghilangan warna, ekualisasi, penyaringan halus, pendinginan.

    2. Proses sekunder yang meliputi proses biologi dan sedimentasi.

    3. Proses tersier yang merupakan tahap lanjutan dengan penambahan bahan kimia.

      Melalui upaya pengelolaan yang telah dilakukan, maka air limbah yang dibuang tidak akan mencemari lingkungan. Biaya investa

    pembangunan instalasi ini hanya sekitar 2% dari total investasi atau sekitar 2,5 milyard rupiah. Sistem pengolah limbah yang digunaka

    merupakan perpaduan antara proses fisika, kimia, dan biologi. Proses yang berperan dalam pengurangan bahan pencemar adalah proses biolog

    yang menggunakan sistem lumpur aktif dengan aerasi lanjutan (extended aeration).

      Selai n limbah cair terdapat pula lim bah padat yang berupa lumpur, hasil samping dari sistem pengolahan yang digunakan. Lumpur ha

    olahan digunakan sebagai bahan campuran pembuatan conblock dan batako press serta pupuk organik. Hal ini merupakan salah satu alternatif da

    langkah lebih maju dari PT. Unitek dalam memanfaatkan kembali limbah padat.

     

    Gambar 6. Unit Pengolah Limbah Tekstil Kapasitas 200 m3 /hari.

    Gambar 7. Bak penampung yang masih panas.

  • 8/19/2019 Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    9/16

    3/18/2016 Teknol ogi Pengol ahan Lim bah Tekstil Dengan Si stem Lumpur Akti f  

    http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html 9

     

    Gambar 8. Bak pengendap pertama

    Gambar 9. Pemberian koagulan (ferro sulfat) untuk menghilangkan warna.

    Gambar 10. Bak pengendap (clarifier) setelah diberi koagulan ferro sulfat.

  • 8/19/2019 Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    10/16

    3/18/2016 Teknol ogi Pengol ahan Lim bah Tekstil Dengan Si stem Lumpur Akti f  

    http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html 10

     

    Gambar 11. Menara pendingin (Colling Tower) sebelum air masuk ke dalam bak aerasi.

    Gambar 12. Bak aerasi tahap petama

    Gambar 13. Lumpur aktif dari bak pengendap akhir dikembalikan ke bak aerasi tahap pertama.

  • 8/19/2019 Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    11/16

    3/18/2016 Teknol ogi Pengol ahan Lim bah Tekstil Dengan Si stem Lumpur Akti f  

    http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html 1

     

    Gambar 14. Bak pengendap akhir

    Gambar 15. Contoh air di bak pengendap akhir.

    Gambar 16. Air hasil olahan sebelum dibuang ke lingkungan.

  • 8/19/2019 Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    12/16

    3/18/2016 Teknol ogi Pengol ahan Lim bah Tekstil Dengan Si stem Lumpur Akti f  

    http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html 12

     

    Gambar 17. Bioassay

    Gambar 18. Contoh air baku sampai dengan air hasil olahan.

    IV. CARA PEMBUATAN

      Urutan proses pengolahan limbah di PT. Unitek secara garis besar dibagi dalam 5 unit proses yang meliputi proses primer, sekunder, da

    tersier, yaitu :

    Unit 1 : adalah proses penghilangan warna dengan sistem koagulasi dan sedimentasi.

    Unit 2 : adalah proses penguraian bahan organik yang terkandung di dalam air limbah dengan sistem lumpur aktif.

    Unit 3 : adalah proses pemisahan air yang telah bersih dengan lumpur aktif dari kolam aerasi.

    Unit 4 : adalah proses penghilangan padatan tersuspensi setelah pengendapan.

    Unit 5 : adalah proses pemanfaatan lumpur padat setelah pengepresan di belt press.

    Untuk jelasnya lihat Gambar 19. Sistem Pengolah Limbah Lumpur Aktif PT. UNITEX.

    4.1. Proses Pengolahan Limbah

    Proses pengolahan air limbah PT. Unitek terbagi menjadi tiga tahap pemrosesan, yaitu :

    1. Proses primer, Proses primer merupakan perlakuan pendahuluan yang meliputi : a). Penyaringan kasar,

    b). Penghilangan warna,

    c). Ekualisasi,

    d). Penyaringan halus, dan

    e). Pendinginan.

    2. Proses sekunder, Proses biologi dan sedimentasi.

    3. Proses tersier, merupakan tahap lanjutan setelah proses biologi dan sedimentasi.

    Adapun waktu yang dibutuhkan untuk tiap-tiap proses dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Dimensi, Debit Air Masuk, dan Waktu Tinggal

    dari masing-masing Unit Pengolah Limbah Cair PT. UNITEX.

    Unit Penan anan Jumlah   3   3   Debit Waktu

  • 8/19/2019 Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    13/16

    3/18/2016 Teknol ogi Pengol ahan Lim bah Tekstil Dengan Si stem Lumpur Akti f  

    http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html 13

     

    (m3/hari)   Retensi

    Kolam equalisasi

    Limbah air warna

     

    2

     

    59 + 56

     

    115

     

    1200

     

    2.3 jam

    Limbah air umum 1 653 653 1800 8.7 jam

    Tangki Koagulasi I 1 3.1 3.6 720 7.2

    menit

    Tangki Sedimentasi I 2 14.2 28.4 720 25

    menit

    Kolam Aerasi 3 2(1250) + 925 3425 3000 27.4

     jam

    Tangki Sedimentasi II 1 407 407 3394 2.9 jam

    Tangki Koagulasi II 1 6 6 3394 2.5

    menit

    Tangki Intermeadiat 1 57 57 3394 24

    menit

    Tangki Sedimentasi III 1 178 178 3394 1.26

     jam

    Kolam Ikan 1 15 15 3394 6.4

    menit

     

    Gambar 19. Sistem Pengolah Limbah Lumpur Aktif PT. UNITEX

    4.2. Proses Primer

    a. Penyaringan Kasar

      Air limbah dari proses pencelupan dan pembila san dibuang melal ui saluran pembuangan terbuka menuju pengolahan air limbah. Salura

    tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni saluran air berwarna dan saluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau kai

    dalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring dengan menggunakan saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm.

    b. Penghilangan Warna

  • 8/19/2019 Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    14/16

    3/18/2016 Teknol ogi Pengol ahan Lim bah Tekstil Dengan Si stem Lumpur Akti f  

    http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html 14

      Limbah cair berwar na yang berasal dari proses pencelupan setelah mele wati tahap penyari ngan ditampung dalam dua bak penampunga

    masing-masing berkapasitas 64 m3  dan 48 m3, air tersebut kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m 3) yang terd

    atas tiga buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan koagulasi FeSO 4  (Fero Sulfat) konsentrasinya 600 - 700 ppm untuk pengikata

    warna. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150 - 300 ppm, gunanya untu

    menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua limbah dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebu

    ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5 - 0,2 ppm, sehingga akan terbentuk gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat prose

    pengendapan.

      Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara padatan hasil pengikatan warna dengan caira n secar a gravita

    dalam tangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bis

    langsung dibuang ke perairan. Untuk menghilangkan unsur-unsur yang masih terkandung didalamnya, air yang berasal dri koagulasi I diprose

    dengan sistem lumpur aktif. Cara tersebut merupakan perkembangan baru yang dinilai lebih efektif dibandingkan cara lama yaitu air yang berasa

    dari koagulasi I digabung dalam bak ekualisasi.

    Tabel 3. Hasil pengamatan konsentrasi, debit, dan laju penambahan koagulan

    dan flokulan terhadap limbah air warna (Rapto, 1996)

    Agent Konsentrasi (kg/l) Debit (l/jam)  Laju Penam bahan

    (kg/jam)

    Fe SO4   0.21 13.28 2.84

    Lime 0.11 806.76 86.44

    Polimer ANP-10   2. 10-4 561.60 0.11

    Tabel 4. Efisiesi removal proses koagulasi dan flokulasi air limbah warna

    Tahun 1994 (Rapto, 1996)

    Parameter Inlet (mg/l) Outlet (mg/l) Efisiensi removal (%)

    TSS 132.33 17.33 86.9

    BOD5   266.12 54.92 79.4

    COD 432.33 112.00 74.1

    DO 0.4 0.25 37.5

    c. Ekualisasi

      Bak ekualisasi atau disebut juga bak air umum memiliki volume 650 m3  menampung dua sumber pembuangan yaitu limbah cair tida

    berwarna dan air yang berasal dari mesin pengepres lumpur. Kedua sumber pembuangan pengeluarkan air dengan karakteristik yang berbeda

    Oleh karena itu untuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber ini diaduk dengan menggunakan blower hingga mempunya

    karakteristik yang sama yaitu pH 7 dan suhunya 32oC. Sebelum kontak dengan sistem lumpur aktif, terlebih dahulu air melewati saringan haludan cooling tower, karena untuk proses aerasi memerlukan suhu 32oC. Untuk mengalirkan air dari bak ekualisasi ke bak aerasi digunakan du

    buah submerble pump atau pompa celup (Q= 60 m 3 /jam).

    d. Saringan Halus (Bar Screen f = 0,25 in)

      Air hasil ekuali sasi dipompakan menuju sari ngan halus untuk memi sahkan padatan dan larutan, sehingga air limbah yang akan diolah beb

    dari padatan kasar berupa sisa-sisa serat benang yang masih terbawa.

    e. Cooling Tower

      Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu antara 35-40oC, sehingga memerlukan pendinginan untuk menurunka

    suhu yang bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri dalam sistem lumpur aktif. Karena suhu yang diinginkan adalah berkisar 29-30oC.

    4.3. Proses Sekunder

    a. Proses Biologi

      Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Unitek memiliki tiga bak aerasi dengan sistem lumpur aktif, yang pertama berbentuk ovmempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan bentuk persegi panjang. Karena pada bak oval tidak memerlukan blower sehingga dapa

    menghemat biaya listrik, selain itu perputaran air lebih sempurna dan waktu kontak bakteri dengan limbah lebih merata serta tidak terjad

    pengendapan lumpur seperti layaknya terjadi pada bak persegi panjang. Kapatas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m 3. Pada masing-masing ba

    aerasi ini terdapat sparator yang mutlak diperlukan untuk memasok oksigen ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dala

    bak aerasi dengan sistem lumpur aktif adalah DO, MLSS, dan suhu. Dari pengalaman yang telah dijalani, parameter-parameter tersebut dijag

    sehingga penguraian polutan yang terdapat dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut yang diperluka

    berkisar 0,5 – 2,5 ppm, MLSS berkisar 4000 – 6000 mg/l, dan suhu berkisar 29 – 30 oC.

    b. Proses Sedimentasi

      Bak sedime ntasi II (volume 407 m3) mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan bagian bawahnya berbentuk kronis yan

    dilengkapi dengan pengaduk (agitator) dengan putaran 2 rph. Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran endapan dari dasar bak

    Pada bak sedimentasi ini akan terjadi settling lumpur yang berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur ini harus segera dikembalikan lagi ke ba

    aerasi (return sludge=RS), karena kondisi pada bak sedimentasi hampir mendekati anaerob. Besarnya RS ditentukan berdasarkan perbandinga

    nilai MLSS dan debit RS itu sendiri. Pada bak sedimentasi ini juga dilakukan pemantauan kaiment (ketinggian lumpur dari permukaan air) dan MLS

    dengan menggunakan alat MLSS meter.

  • 8/19/2019 Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    15/16

    3/18/2016 Teknol ogi Pengol ahan Lim bah Tekstil Dengan Si stem Lumpur Akti f  

    http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html 15

    4.4. Proses Tersier

    Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia, yaitu Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3), Polimer dan Antifoam (Silicon Base); untu

    mengurangi padatan tersuspensi yang masih terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk memperoleh kualitas air yang lebih bai

    sebelum air tersebut dibuang ke perairan.

      Air hasil proses biologi dan sedime ntasi selanjutnya ditampung dalam bak interdie t (Volume 2m3) yang dilengkapi dengan alat yang disebu

    inverter untuk mengukur level air, kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi (volume 3,6 m 3) dengan menggunakan pompa sentrifuga

    Pada tangki koagulasi ditambahkan alumunium sulfat (konsentrasi antara 150 – 300 ppm) dan polimer (konsentrasi antara 0,5 – 2 ppm), sehingg

    terbentuk flok yang mudah mengendap. Selain kedua bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang berasal pengolahan air baku (wate

    teratment) yang bertujuan menambah partikel padatan tersuspensi untuk memudahkan terbentuknya flok.

      Pada tangki koagulasi ini terdapat mixe r (pengaduk) untuk memper cepat proses perse nyawaan kimi a antara air dan bahan koagulan, jug

    terdapat pH kontrol yang berfungsi untuk memantau pH effluent sebelum dikeluarkan ke perairan. Setelah penambahan koagulan dan proseflokulasi berjalan dengan sempurna, maka gumpalan-gumpalan yang berupa lumpur akan diendapkan pada tangki sedimentasi III (volume = 17

    m3). Hasil endapan kemudian dipompakan ke tangki penampungan lumpur yang selanjutnya akan diolah dengan belt press filter machine.

    VI. HASIL YANG PERNAH DICAPAI 

    Sebagai gambaran hasil proses dari Unit Pengolah Limbah Tekstil tersebut adalah sebagai berikut :

    Tabel 5. Hasil Pengamatan Konsentrasi, Debit, dan Laju Penambahan

    Koagulan dan Flokulan Pada Tangki Koagulasi II, tahun 1994 (Rapto, 1996).

    Agent Kosentrasi (kg/l) Debit (l/jam)  Laju Penam bahan

    (kg/jam)

    Al2(SO4)3   0.30 128.95 38.69

    Polimer ANP-10   5. 10-4 53.21 0.03

    Tabel 6. Efisiensi Removal Proses Koagulan dan Flokulasi Air Limbah

    Pada Penanganan Tersier, Tahun 1994 (Rapto, 1996).

    Parameter Inlet (mg/l) Outlet (mg/l) Efisiensi Removal (%)

    TSS 22.00 9.00 59.10

    BOD5   46.69 25.09 46.30

    COD 93.33 50.09 46.30

    Parameter Pantau

    A. Kimia

    1. COD (Chemical Oxygen Demand) : Jumlah oksigen (ppm O 2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi K2Cr2O7  yang digunakan sebagai sumb

    oksigen (oxidizing agent).

    2. BOD (Biochemical Oxygen Demand) : Suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologi yang bena

    benar terjadi didalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen (ppm O2) yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mengoksidasi hampir semua z

    organis yang terlarut dan sebagian zat organis yang tersuspensi dalam limbah cair.

    3. DO (Dissolved Oksigen) : Jumlah oksigen (ppm O2) yang terlarut dalam air dan merupakan kebutuhan mutlak bagi mikroorganism

    (khususnya bakteri) dalam menguraikan zat organik.

    4. pH (Derajat Keasaman) : Didefinisikan sebagai pH = - log (H +) yang menunjukkan tingkat keasaman atau kebasaan.

    B. Fisika

    1. MLSS (Mixed Liqour Suspended Solid) : Jumlah seluruh padatan tersuspensi dalam suatu cairan (ppm) yang menggambarkan kepekata

    lumpur pada kolam aerasi khususnya.

    2. SV30  (Sludge Volume = 30) : Lumpur yang mengendap secara gravitasi selama 30 menit (%) yang menunjukkan tingkat kelarutan oksige

    dalam lumpur aktif.

    C. Biologi

      Parameter biologi yang diamati berupa mikroorganisme predator bakteri, diantaranya prozoa dan avertebrata lainnya.

    Kualitas Influen dan Efluen IPAL PT UNITEX

      Efisiensi sistem IPAL PT. Unitex cuiup tinggi, terutama untuk TSS, BOD dan FE. Hanya sayang dalam analisis keberhasilan sistem lump

    aktif menjadi sulit karena parameter MLSS, MVSS, SVI dan mikrobiologinya kurang banyak diteliti.

    Tabel 7. Efisiensi Total Rata-Rata IPAL PT. UNITEX (RIPTO, 1996)

  • 8/19/2019 Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    16/16

    3/18/2016 Teknol ogi Pengol ahan Lim bah Tekstil Dengan Si stem Lumpur Akti f  

     

    Parameter Inlet (air umum) Outlet Efisiensi

    Air Umum

    pH  11.35 7.26 36.03

    TSS (mg/l) 84.00 7.00 91.66

    BOD5  (mg/l)   97.50 2.70 97.00

    COD (mg/l) 428.50 162.70 62.03

    Fe (mg/l) 2.33 0.07 96.99

    VII. LOKASI

    Pengolahan limbah tektil ini diterapkan di PT Unitek, Jalan Pajajaran Tajur, Bogor. Jawa Barat.

    VIII. PERMASALAHAN

    Teknologi ini cukup mahal investasinya. Penerapannya harus seimbang dengan investasi industri utamanya. Walaupun hasilnya memuaskan, biay

    operasinya cukup tinggi.

    INFORMASI SELENGKAPNYA HUBUNGI :

    Ir. Arie Herlambang, M.Sc.

    Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair

    Direktorat Teknologi Lingkungan

    Kedeputian Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material

    Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

    Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta Pusat

    Telp. 3169769,3169770

    Fax. 3169760

    Email : [email protected] 

    mailto:[email protected]:[email protected]