14
Hasil Klinis Terapi β-Blocker pada Pasien Infark Miokard ; Penelitan Meta-Analisis dengan Percobaan Acak Sripal Bangalore, MD, MHA,a Harikrishna Makani, MD,b Martha Radford, MD,a Kamia Thakur, MD,a Bora Toklu, MD,c Stuart D. Katz, MD,a James J. DiNicolantonio, PharmD,d,e P.J. Devereaux, MD, PhD,f Karen P. Alexander, MD,g Jorn Wetterslev, MD, PhD,h Franz H. Messerli, MDb aNew York University School of Medicine, New York, NY; bSt. Luke’s Roosevelt Hospital, Mt. Sinai School of Medicine, New York, NY; cVirginia Commonwealth University, Richmond; dMid America Heart Institute, St. Luke’s Hospital, Kansas City, Mo; eWegmans Pharmacy, Ithaca, NY; fPopulation Health Research Institute, Hamilton, Ont., Canada; gDuke Clinical Research Institute, Durham, NC; hThe Copenhagen Trial Unit, Copenhagen University Hospital, Copenhagen, Denmark. ABSTRAK LATAR BELAKANG: Manfaat pemberian terapi β-Blocker pada pasien infark miokard dan lama waktu pemberian dalam praktiknya masih menjadi suatu perdebatan. METODE: Kami menggunakan MEDLINE/EMBASE/CENTRAL dalam penelitian acak untuk mengevaluasi penggunaan β-Blocker sedikitnya pada 100 pasien. Hasil klinis utama pada semua sampel menyebabkan kematian. Analisis dengan uji stratifikasi difokuskan pada pasien yang sudah mendapatkan reperfusi (> 50% dalam reperfusi atau mendapatkan obat aspirin/statin) atau pada pasien yang belum dilakukan reperfusi. HASIL: 60 penelitian dengan 102,003 sampel pasien memenuhi kriteria inklusi. Pada keadaan infark miokardial akut, terdapat hubungan yang signifikan (P=0.02), menunjukkan bahwa penggunaan β-Blocker menurunkan angka mortalitas pada keadaan belum dilakukan reperfusi (IRR 0.86; 95% CI, 0.79-0.94) namun berbeda pada kondisi pasca reperfusi (IRR 0.87; 95% CI, 0.92-1.05). Pada kondisi belum dilakukan reperfusi, penggunaan β-Blocker dapat menurunkan kejadian infark miokardial berulang (IRR 0.72; 95% CI, 0.62-0.83) (Jumlah yang diperlukan untuk manfaat pengobatan <NNTB> = 209) dan kejadian angina pektoris (IRR 0.80; 95% CI, 0.65-0.98) (NNTB=26) peningkatan angka kejadian gagal jantung (IRR 1.10; 95% CI, 1.05-1.16) (NNTB>= 79), Syok Kardiogenik (IRR 1.29; 95% CI, 1.18-1.41) (NNTB = 90), dan penghentian obat (IRR 1.64; 95% CI, 1.55-1.73), dan tidak menunjukkan hasil yang bermakna pada hasil klinis lainnya. Manfaat terhadap kejadian infark miokardial berulang dan angina pada kondisi pasca reperfusi terlihat pada terapi jangka pendek (30 hari). 1

Terapi Beta Bloker

Embed Size (px)

DESCRIPTION

b

Citation preview

Page 1: Terapi Beta Bloker

Hasil Klinis Terapi β-Blocker pada Pasien Infark Miokard ; Penelitan Meta-Analisis dengan Percobaan Acak

Sripal Bangalore, MD, MHA,a Harikrishna Makani, MD,b Martha Radford, MD,a Kamia Thakur, MD,a Bora Toklu, MD,cStuart D. Katz, MD,a James J. DiNicolantonio, PharmD,d,e P.J. Devereaux, MD, PhD,f Karen P. Alexander, MD,gJorn Wetterslev, MD, PhD,h Franz H. Messerli, MDb

aNew York University School of Medicine, New York, NY; bSt. Luke’s Roosevelt Hospital, Mt. Sinai School of Medicine, New York, NY; cVirginia Commonwealth University, Richmond; dMid America Heart Institute, St. Luke’s Hospital, Kansas City, Mo; eWegmans Pharmacy, Ithaca, NY; fPopulation Health Research Institute, Hamilton, Ont., Canada; gDuke Clinical Research Institute, Durham, NC; hThe Copenhagen Trial Unit, Copenhagen University Hospital, Copenhagen, Denmark.

ABSTRAK

LATAR BELAKANG: Manfaat pemberian terapi β-Blocker pada pasien infark miokard dan lama waktu pemberian dalam praktiknya masih menjadi suatu perdebatan.METODE: Kami menggunakan MEDLINE/EMBASE/CENTRAL dalam penelitian acak untuk mengevaluasi penggunaan β-Blocker sedikitnya pada 100 pasien. Hasil klinis utama pada semua sampel menyebabkan kematian. Analisis dengan uji stratifikasi difokuskan pada pasien yang sudah mendapatkan reperfusi (> 50% dalam reperfusi atau mendapatkan obat aspirin/statin) atau pada pasien yang belum dilakukan reperfusi.HASIL: 60 penelitian dengan 102,003 sampel pasien memenuhi kriteria inklusi. Pada keadaan infark miokardial akut, terdapat hubungan yang signifikan (P=0.02), menunjukkan bahwa penggunaan β-Blocker menurunkan angka mortalitas pada keadaan belum dilakukan reperfusi (IRR 0.86; 95% CI, 0.79-0.94) namun berbeda pada kondisi pasca reperfusi (IRR 0.87; 95% CI, 0.92-1.05). Pada kondisi belum dilakukan reperfusi, penggunaan β-Blocker dapat menurunkan kejadian infark miokardial berulang (IRR 0.72; 95% CI, 0.62-0.83) (Jumlah yang diperlukan untuk manfaat pengobatan <NNTB> = 209) dan kejadian angina pektoris (IRR 0.80; 95% CI, 0.65-0.98) (NNTB=26) peningkatan angka kejadian gagal jantung (IRR 1.10; 95% CI, 1.05-1.16) (NNTB>= 79), Syok Kardiogenik (IRR 1.29; 95% CI, 1.18-1.41) (NNTB = 90), dan penghentian obat (IRR 1.64; 95% CI, 1.55-1.73), dan tidak menunjukkan hasil yang bermakna pada hasil klinis lainnya. Manfaat terhadap kejadian infark miokardial berulang dan angina pada kondisi pasca reperfusi terlihat pada terapi jangka pendek (30 hari).KESIMPULAN: Pada aplikasi pengobatan infark miokardial saat ini, β-Blocker tidak memberikan manfaat dan menurunkan angka mortalitas, namun menurunkan angka kejadian infark miokardial berulang dan angina pada peningkatan keadaan gagal jantung, syok kardiogenik, dan penghentian obat. Penggunaan β-Blocker pada pedoman tatalaksana infark miokardial perlu dipertimbangkan kembali.KATA KUNCI: β-Blocker, Infark Miokardial, Hasil Klinis, Reperfusi

1

Page 2: Terapi Beta Bloker

Lebih dari seperempat abad, β-Blocker dijadikan landasan dalam terapi pasien dengan infark miokardial akut. The American College of Cardiology Foundation/ American Heart Association (ACCF/AHA) Pedoman tatalaksana infark miokardial dengan elevasi ST (STEMI) pada kelompok I merekomendasikan pemberian β-Blocker peroral dalam 24 jam pertama pada pasien dengan infark miokardial dan kelompok Iia diindikasikan pemberian β-Blocker IV pada pasien dengan hipertensi atau pasien dengan keadaan iskemia yang sedang berlangsung. Beberapa lembaga seperti, The Centers for Medicare and Medicaid Services, The National Quality Forum, dan The joint Committee for Quality Insurance, The National Quality Forum, dan The Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations, mengadopsi penggunaan β-Blocker sebagai indikator kualitas pasien pasca perawatan infark miokardial.

Namun, banyak data yang mendukung penggunaan β-Blocker pada infark miokardial sebelum dilakukan reperfusi dan pada terapi sementara bersamaan dengan pemberian statin dan antiplatelet. Data terbaru menimbulkan pertanyaan tentang peran β-Blocker pada infark miokardial. Selain itu, sudah menjadi kontroversi tentang durasi terapi pasca infark miokardial menurut pedoman ACCF/AHA yang merekomendasikan lama terapi minimal 3 tahun, sedangkan pedoman European Society of Cardiology merekomendasikan terapi jangka panjang hanya diberikan pada pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri.Tujuan peneltian kami untuk mengevaluasi : 1) Dampak terapi sementara (reperfusion/aspirin/statin) dengan hubungannya terhadap penggunaan β-Blocker dan klinis pasien infark miokardial; 2) peran pemberian utama β-Blocker secara intravena; 3) Durasi terapi penggunaan β-Blocker.

METODE

Desain Penelitian dan Kriteria InklusiKami menggunakan penelitian

sistematis (menggunakan PUBMED, EMBASE, Cohcrane Central Register of Controlled Trial <CENTRAL>, dan google scholar), tanpa pembatasan bahasa menggunakan penelitian acak dengan judul “β-Blocker” dan inisial individu “β-Blocker” dan “myocardial infarction” sampai Februari 2013.Kriteria inklusi diuji dengan membandingkan β-Blocker dengan kontrol (placebo/tanpa pengobatan/pengobatan aktif lain) pada 100 sampel pasien dengan infark miokardial.Kriteria eksklusi meliputi : 1) sampel yang mendapatkan 2 jenis β-Blocker yang berbeda; dan 2) pasien dengan gagal jantung pasca infark miokardial/disfungsi sistolik ventrikel kiri, dimana β-Blocker sudah diketahui efikasinya pada penelitian kohort sebelumnya.

Hasil PenelitianHasil primer dalam penelitian

menunjukkan tingginya angka mortalitas, Hasil sekunder adalah kematian akibat sistem kardiovaskular, kematian mendadak, infark miokardial berulang, angina pektoris, gagal jantung, syok kardiogenik, dan penghentian obat. Pada penelitian yang melaporkan hasil jangka panjang pada pengobatan acak, hanya yang memiliki hubungan dengan hasil klinis saja yang digunakan.

Pengambilan dan Pengolahan DataPenelitian menunjukkan bahwa

angka mortalitas pasca infark miokardial menurun tajam dan bertahap dari sejak onset nyeri sampai akhir dalam 48 jam pertama. Karena itu, percobaan diklaifikasikan menjadi infark miokardial akut (onset 48 jam pertama) dan pasca infark miokardial (> 48 jam dari onset timbulnya gejala). Selain itu, penelitian diklasifikasikan sebagai percobaan “Reperfusion-era” bila > 50% sampel pasien mendapatkan terapi reperfusi

2

Page 3: Terapi Beta Bloker

menggunakan trombolitik atau revaskularisasi atau aspirin/statin. Jika tidak, sampel diklasifikasikan dalam kelompok “pre-reperfusion-era”

HASIL PENELITIAN

Pemilihan SampelPenelitian yang dilakukan pada 60

percobaan dengan jumlah sampel sebesar 102,003 pasien yang kami ikuti selama 10 bulan, 40 penelitian merupakan kelompok infark miokardial akut dan sisanya pasca infark miokardial.

Status Reperfusi dan Hasil KlinisMayoritas dari penelitian (n=48;

31,479 pasien) dalam kelompok pre-reperfusi, dan hanya 12 percobaan pada kelompok reperfusi (48,806 pasien). Risiko bias dalam kelompok penelitian pre-reperfusi sebesar 36 dari 48 penelitian dan pada kelompok reperfusi sebanyak 6 dari 12 penelitian.Pada kelompok infark miokardial akut, terdapat hubungan yang signifikan (P=0.02) dengan status reperfusi bahwa β-Blocker menurunkan angka mortalitas pada kelompok pre-reperfusi (IRR 0.86; 95% CI, 0.79-0.94) tapi tidak pada kelompok pasca reperfusi (IRR 0.98; 95% CI, 0.92-1.05).

Pada kelompok pre-reperfusi, β-Blocker berhubungan dengan kematian akibat sistem kardiovaskular (IRR 0.87; 95% CI, 0.78-0.98), infark miokardial (IRR 0.78; 95% CI, 0.62-0.97), angina (IRR 0.88; 95% CI, 0.82-0.95) dan tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kematian mendadak (IRR 0.77; 95% CI, 0.56-1.05), gagal jantung, syok kardiogenik, atau stroke (IRR 2.96; 95% CI, 0.47-18.81). Pada kelompok pasca reperfusi, β-Blocker beruhubungan dengan penurunan angka kejadian infark miokardial nerulang (IRR 0.72; 95% CI, 0.62-0.83) (NNTB = 209) dan angina (IRR 0.80; 95% CI, 0.65-0.98) (NNTB=26) pada peningkatan angka kejadian gagal jantung (IRR 1.10; 95% CI, 1.05-1.16), syok kardiogenik (IRR 1.29; 95% CI, 1.18-1.41), dan penghentian obat

(IRR 1.64; 95% CI, 1.55-1.73), dengan tidak terdapat hubungan terhadap kematian akibat kardiovaskular (IRR 1.00; 95% CI, 0.91-1.09), kematian mendadak (IRR 0.94; 95% CI, 0.85-1.01) atau stroke (IRR 1.09; 95% CI, 0.91-1.30). Hasil penelitian pada keadaan posca ifark miokardial menunjukkan hasil yang sebagian besar sama.

Hasil Klinis Penggunaan β-Blocker Intravena

Pada kelompok percobaan pre-reperfusi, terdapat hubungan yang bermakna (Pinteraction ¼ .09) sehingga memberikan manfaat terhadap kejadian mortalitas dengan pemberian awal β-Blocker secara intravena (IRR 0.83; 95% CI, 0.75-0.92), Namun tidak pada pemberian β-Blocker secara oral (IRR 0.99; 95% CI, 0.83-1.19). Sama halnya pada pemberian β-Blocker intravena bermanfaat terhadap kematian akibat kardiovaskular (IRR 0.88; 95% CI, 0.78-0.99), kematian mendadak (IRR 0.59; 95% CI, 0.38-0.91), infark miokardial (IRR 0.78; 95% CI, 0.62-0.98), and angina peckoris (IRR 0.88; 95% CI, 0.82-0.95), dengan tidak ada perbedaan terhadap kejadian gagal jantung (IRR 1.07; 95% CI, 0.97-1.18) dan syok kardiogenik (IRR 1.06; 95% CI, 0.89-1.27). Pada kelompok yang sudah dilakukan reperfusi, pemberian awal β-Blocker secara intravena berhubungan dengan menurunnya angka kejadian infark miokardial (IRR 0.72; 95% CI, 0.62-0.84) dan angina pektoris (IRR 0.80; 95% CI, 0.65-0.99), peningkatan kejadian gagal jantung (IRR 1.10; 95% CI, 1.05-1.16) dan syok kardiogenik (IRR 1.29; 95% CI, 1.18-1.41), dan tidak memberikan dampak terhadap angka mortalitas (IRR 0.98; 95% CI, 0.92-1.05), kematian akibat

3

Page 4: Terapi Beta Bloker

kardiovaskular, kematian mendadak, dan stroke.

Analisis Landmark : Durasi Terapi β-Blocker

Pada kelompok yang belum mendapatkan reperfusi, penggunaan β-Blocker memberikan manfaat pada durasi terapi selama 30 hari (pada semua kasus penyebab kematian, kematian akibat kardiovaskular, and angina), lama terapi antara 30 hari dan 1 tahun (pada semua kasus penyebab kematian, kematian akibat kardiovaskular, and kematian mendadak, dan infark miokardial), dan pada kurun waktu > 1 tahun (pada semua kasus penyebab kematian dan kematian mendadak). Namun, pada kelompok pasca reperfusi, β-Blocker tidak memberikan manfaat kecuali pada infark miokardial dan angina pada durasi terapi selama 30 hari, peningkatan signifikan pada gagal jantung, syok kardiogenik dan penghentian obat pada durasi terapi 30 hari, peningkatan pada gagal jantung dan penghentian obat antara 30 hari dan 1 tahun.

Analisa PercobaanAkumulasi pada batas kurva

Z, menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka mortalitas sebesar 10 % penggunaan β-Blocker pada kelompok yang telah mendapatkan reperfusi.

Analisa SensitivitasBeragam kepekaan analisa

pada setiap variabel. Tidak terdapat hubungan yang signifikan penggunaan β-Blocker pada kondisi pasca reperfusi walaupun sudah tidal menyertakan penelitian COMMIT (IRR 0.76; 95% CI, 0.48-1.21; P ¼ .25). Selain itu, efek yang

menguntungkan pada penggunaan β-Blocker terhadap angka mortalitas pada infark miokard akut pada penelitian kohort menunjukkan hasil dengan angka risiko bias yang cukup besar for (kualitas penelitian rendah) (IRR0.82; 95% CI, 0.72-0.94; P ¼ .005), sedangkan, pada penelitia yang angka biasnya minim tidak menunjukkan manfaat yang bermakna (kualitas penelitian tinggi) (IRR 0.96; 95% CI, 0.91-1.02; P ¼ .18). Pada regresi meta-analisis, menfaat β-Blocker terhadap angka mortalitas berkurang dengan meningkatnya jumlah pasien yang mendapatkan terapi reperfusi terlebih dahulu (P ¼ .056).

DISKUSI

Pada pasien dengan infark miokardial, terdapat hubungan yang signifikan pada penggunaan β-Blocker dengan status reperfusi dan hasil klinis menunjukkan penurunan pada beberapa kejadian, termasuk mortalitas pada kondisi pre-reperfusi (dipicu oleh pemberian β-Blocker intravena pada awal onset gejala), manfaat terapi berkurang pada keadaaan pasca reperfusi dengan penurunan infark miokardial dan angina (terapi jangka pendek) pada saat yang sama meningkat pada keadaan gagal jantung, syok kardiogenik, dan penghentian obat dengan tidak memberikan manfaat terhadap angka mortalitas.

Efikasi β-Blockers Pasca ReperfusiMengapa terdapat efikasi β-

Blocker berkurang pada kondisi pasca reperfusi? Terdapat beberapa pertimbangan, meliputi : Apakah hasil negatif dalam penelitian

4

Page 5: Terapi Beta Bloker

kelompok reperfusi karena kurangnya kekuatan untuk menunjukkan perbedaan? Apakah perbedaan yang mendasar terjadi akibat tatalaksana reperfusi/terapi medis sementara? Pada penelitian infark miokard akut, kelompok pre-reperfusi dengan jumlah sampel 31, 479 pasien memiliki kekuatan sebesar 92% . Sedangkan, kelompok reperfusi dengan jumlah sampel 48,806 pasien memiliki kekuatan yang lebih besar yaitu 99%. Maka, kekuatan sampel dalam analisa dan mendeteksi kesalahan sangat baik. Selain itu, Penelitian TSA menunjukkan bahwa penelitian pada kelompok reperfusi memiliki dasar yang kuat sebesar 10 % dalam menurunkan angka mortalitas.

Penelitian pertama yang dilakukan oleh International Study of Infarct Survival (ISIS-1), hanya 5% pasien yang mendapatkan terapi antiplatelet, tidak dilakukan reperfusi, tapi atenolol menunjukkan penurunan angka kematian vaskular. Berbeda pada penelitian COMMIT, semua pasienmendapat aspirin, 50% mendapatkan dua kombinasi terapi antiplatelet, dua pertiganya mendapatkan terapi ACE-Inhibitor, dan 54% mendapatkan terapi trombolitik. Pada penelitian COMMIT, metoprolol tidah jauh lebih baik dibandingkan placebo, pada keduanya memiliki proses akhir dalam 30 hari kejadian mortalitas dan 30 hari kematian/infark miokard atau henti jantung, Meskipun hampir 3 kali ukuran sampel lebih baik dibandingkan penelitian ISIS-1. Perbedaan terjadi pada perlakuan kondisi reperfusi dan pemberian terapi sementara. Reperfusi dan pemberian terapi sementara

merupakan substansi yang mendasar pada pasien dengan infark miokard akut. Pada kondisi pre-reperfusi, keterlambatan dalam reperfusi dan pemberian terapi medis segera dapat mengakibatkan kerusakan jantung lebih lanjut, gangguan eksitasi, dan ventrikel aritmia yang dapat berakibat fatal. β-blocker pada penelitian ini berperan dalam mencegah kematian mendadak, yang merupakan penyebab utama pada kondisi pre-reperfusi. Pada kondisi dilakukannya reperfusi, kecepatan dalam reperfusi menurunkan kerusakan pada jantung. Meskipun, medikasi sementara dan terapi tambahan juga berperan dalam menurunkan risiko kematian akibat aritmia. Dengan demikian, menurunkan dampak dari pemberian β-blocker. Dari beberapa pemikiran, β-blocker dilihat dari fungsinya sebagai inotropik negatif yang merangsang miokardium selama onset infark miokard dapat menyebabkan gagal jantung dan syok kardiogenik. Sementara itu, pada pada kondisi pre-reperfusi risiko kejadian gagal jantung dan syok kardiogenik sebanding oleh karena manfaat penceahan terhadap aritmia ventrikular dan kematian mendadak. Pada kondisi reperfusi besarnya manfaat dan risiko tidak selamanya sebanding.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi reperfusi, aspirin atau statin dapat menurunkan besarnya area infark. Selain itu, pemberian streptokinase dan aspirin mencegah terjadinya henti jantung, termasuk kematian akibat fibrilasi ventrikel pada penelitian ISIS-2. dengan demikian, banyak bukti yang menunjukkan bahwa substansi mendasar

5

Page 6: Terapi Beta Bloker

penggunaan terapi ini pada pasien dengan infark miokard.

Keterlibatan KlinisBerdasarkan data diatas,

dapat disimpulkan bahwa pasien dengan risiko mengalami kerusakan jantung, gagal jantung, dan aritmia β-blocker sangatberperan dalam mencegah kematian. Satu yang dapat disimpulkan dari percobaan kelompok pre-reperfusi yaitu β-blocker akan bermanfaat pada pasien infark miokard yang mendapatkan terapi konservatif. Walaupun, pada penelitian COMMIT menunjukkan bahwa pemberian β-blocker tidak memberikan manfaat terhadap angka mortalitas pada pasien yang mendapatkan atau tidak mendapatkan terapi fibrinolitik Selain itu, β-blocker jangka pendek (30 hari) pasca infark miokardia menurunkan risiko infark miokard berulang, dan angina, tapi tidak memberikan manfaat lebih terhadap kejadian gagal jantung dan syok kardiogenik.

Keterbatasan PenelitianHasil penelitian pada

kelompok yang telah dilakukan reperfusi merujuk pada penelitian COMMIT. Walaupun, dari hasil analisis tanpa mengikutsertakan COMMIT, tidak terdapat manfaat pemberian β-blocker dengan kejadian mortalitas. Pengelompokan pre-reperfusi dan reperfusi tidak terlalu efektif karena terlalu banyak variabel yang dipengaruhi oleh pemberian terapi medis dan reperfusi. Karena itu, hasil penelitian kami konsisten dalam analisis sensitivitas di mana persentase reperfusi dianggap sama pada setiap percobaan

sebagai variabel kontinu dalam analisis meta-regresi daripada membandingkan antara kelompok pre-repefusi dan reperfusi. Kami tidak dapat memisahkan efek pemberian reperfusi dari terapi medis yang terbatas pada percobaan meta-analisis.

KESIMPULAN

Analisis pemberian β-blocker pada pasien infark miokard, hubungan yang signifikan terdapat pada status reperfusi dengan hubungannya terhadap β-blocker dan hasil klinis yang ditimbulkan. Pada hal ini β-blocker menurunkan beberapa keadaan, meliputi mortalitas pada kondisi belum dilakukan reperfusi tapi tidak pada kondisi pasca reperfusi. Pada pasien yang mendapatkan terapi sementara, pemberian β-blocker jangka pendek dalam menurunkan infark miokard berulang dan angina, tapi meningkatkan kejadian gagal jantung, syok kardiogenik, dan penghentian obat, tanpa memberikan manfaat terhadap kejadian mortalitas. Pedoman penggunaan β-blocker pada infark miokardial perlu diperhatikan terutama untuk pasien-pasien yang sudah mendapatkan terapi medis.

6

Page 7: Terapi Beta Bloker

7

Page 8: Terapi Beta Bloker

Tabel 1. Induksi Obat Pada Percobaan

8

Page 9: Terapi Beta Bloker

Tabel 1. (Lanjutan)

9

Page 10: Terapi Beta Bloker

10

Page 11: Terapi Beta Bloker

11

Page 12: Terapi Beta Bloker

Tabel 2. Analisis Terapi β-blocker

12

Page 13: Terapi Beta Bloker

13