Upload
nicky-suwandhy
View
44
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
TERORISME DAN HUBUNGANNYA DENGAN IDEOLOGI PANCASILA
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang.
Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual terutama
sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York, Amerika Serikat pada
tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000
korban.
Kejadian ini merupakan isu global yang mempengaruhi kebijakan politik seluruh
negara-negara di dunia, sehingga menjadi titik tolak persepsi untuk memerangi Terorisme
sebagai musuh internasional. Pembunuhan massal tersebut telah mempersatukan dunia
melawan Terorisme Internasional. Terlebih lagi dengan diikuti terjadinya Tragedi Bali I,
tanggal 12 Oktober 2002 yang merupakan tindakan teror, menimbulkan korban sipil terbesar
di dunia, yaitu menewaskan 184 orang dan melukai lebih dari 300 orang.
Menyadari sedemikian besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh suatu tindak
Terorisme, serta dampak yang dirasakan secara langsung oleh Indonesia sebagai akibat dari
Tragedi Bom Bali I, merupakan kewajiban pemerintah untuk secepatnya mengusut tuntas
Tindak Pidana Terorisme itu dengan memidana pelaku dan aktor intelektual dibalik peristiwa
tersebut. Hal ini menjadi prioritas utama dalam penegakan hukum.
Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan
pemersatu bangsaIndonesia yang majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh
Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia? Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan
sejarah dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama,
bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu
sama lain tetapi mutlak harus dipersatukan.
Sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan landasan
berbangsa dan bernegara yang implementasinya mewajibkan semua manusia Indonesiaharus
ber-ketuhanan. Karena keberadaan Tuhan melingkupi semua wujud dan sifat dari alam
semesta ini, diharapkan manusia Indonesia dapat menyelaraskan diri dengan dirinya sendiri,
dirinya dengan manusia-manusia lain di sekitarnya, dirinya dengan alam, dan dirinya
dengan Tuhan. Keselarasan ini menjadi tanda dari mausia yang telah
meningkat kesadarannya dari kesadaran rendah menjadi kesadaran manusia yangmanusiawi.
Pancasila, dalam konteks masyarakat bangsa yang plural dan dengan wilayah yang
luas, harus dijabarkan untuk menjadi ideologi kebangsaan yang menjadi kerangka berpikir
(the main of idea), kerangka bertindak (the main of action), dan dasar hukum (basic law) bagi
segenap elemen bangsa. Namun, dalam kerangka pluralitas dan multikulturalisme tidak
dinafikan dan dihalangi hidupnya ideologi kelompok yang sifatnya lebih terbatas selama
tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Sebagai contoh, ideologi
kelompok keagamaan (ormas), partai politik, dan etnonasionalisme kesukuan tetap dibiarkan
hidup sebagai khasanah kekayaan bangsa dalam payung ideologi besar Pancasila. Hal ini,
dimaksudkan untuk menghindari pemaksaan danmonopoli ideologi serta penafsiran tunggal.
Pada hakikatnya, Pancasila juga terbuka pada pemikiran ideologi lainnya. Kecuali terhadap
ideologi Komunisme yang nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila harus tetap dilarang
dan tidak boleh hidup di bumi Indonesia.
Artinya Pancasila menjadi jimat yang ampuh bagi rejim dalam mengambil segala
bentuk keputusan, rakyat diharuskan tunduk pada legitimasi yang digunakan dengan melalui
pengatasnamaan Pancasila, inilah di kemudian waktu menjadi permasalahan yang rumit.
b. Tujuan
Di samping untuk memenuhi tugas perkuliahan, makalah ini juga bertujuan sebagai
sarana untuk belajar dalam menuangkan pemikiran penulis, dengan ditunjang dengan
beberapa referensi – referensi yang relevan dengan permasalahan terorisme. Penulis berharap
makalah ini dapat dijadikan sebagai referensi dan tambahan wawasan/ pengetahuan bagi
pembaca mengenai hal-hal yang berkenaan dengan upaya meminimalisir aksi terorisme
dengan melalui Pancasila.
c. Permasalahan
Melihat kenyataan dan akibat yang ditimbulkan oleh terorisme, dapat diambil
beberapa pokok permasalahan yang akan penulis coba bahas antara lain :
a. Apakah yang dimaksud dengan terorisme dan teroris dan apakah yang
melatarbelakangi terjadinya aksi terorisme tersebut?
b. Apakah yang dimaksud dengan Pancasila sebagai ideologi dan apa fungsinya?
c. Mengapa masih ada tindakan terorisme di Indonesia, padahal ada pancasila sebagai landasan
ideologi bangsa?
d. Bagaimana cara penyelesaian yang tepat untuk memberantas terorisme?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Terorisme.
Terorisme secara kasar merupakan suatu istilah yang digunakan untuk penggunaan
kekerasan terhadap penduduk sipil/non kombatan untuk mencapai tujuan politik, dalam skala
lebih kecil daripada perang. Dari segi bahasa, istilah teroris berasal dari Perancis pada abad
18. Kata Terorisme yang artinya dalam keadaan teror ( under the terror ), berasal dari bahasa
latin ”terrere”yang berarti gemetaran dan ”detererre” yang berarti takut.
Istilah terorisme pada awalnya digunakan untuk menunjuk suatu musuh dari
sengketa teritorial atau kultural melawan ideologi atau agama yang melakukan aksi kekerasan
terhadap publik. Istilah terorisme dan teroris sekarang ini memiliki arti politis dan sering
digunakan untuk mempolarisasi efek yang mana terorisme tadinya hanya untuk istilah
kekerasan yang dilakukan oleh pihak musuh, dari sudut pandang yang diserang. Polarisasi
tersebut terbentuk dikarenakan ada relativitas makna terorisme yang mana menurut Wiliam D
Purdue ( 1989 ), the use word terorism is one method of delegitimation often use by side that
has the military advantage.
Sedangkan teroris merupakan individu yang secara personal terlibat dalam aksi
terorisme. Penggunaan istilah teroris meluas dari warga yang tidak puas sampai pada non
komformis politik.
Aksi terorisme dapat dilakukan oleh individu, sekelompok orang atau negara sebagai
alternatif dari pernyataan perang secara terbuka. Negara yang mendukung kekerasan terhadap
penduduk sipil menggunakn istilah positif untuk kombatan mereka, misalnya antara lain
paramiliter, pejuang kebebasan atau patriot. Kekerasan yang dilakukan oleh kombatan
negara, bagaimanapun lebih diterima daripada yang dilakukan oleh ” teroris ” yang mana
tidak mematuhi hukum perang dan karenanya tidak dapat dibenarkan melakukan kekerasan.
Negara yang terlibat dalam peperangan juga sering melakukan kekerasan terhadap penduduk
sipil dan tidak diberi label sebagai teroris. Meski kemudian muncul istilah State Terorism,
namun mayoritas membedakan antara kekerasan yang dilakukan oleh negara dengan
terorisme, hanyalah sebatas bahwa aksi terorisme dilakukan secara acak, tidak mengenal
kompromi , korban bisa saja militer atau sipil , pria, wanita, tua, muda bahkan anak-anak,
kaya miskin, siapapun dapat diserang.
Kebanyakan dari definisi terorisme yang ada menjelaskan empat macam kriteria,
antara lain target, tujuan, motivasi dan legitmasi dari aksi terorisme tersebut. Pada Bulan
November 2004 , Panel PBB mendifinisikan terorisme sebagai :
” Any action intended to cause death or serious bodily harm to civilians, non combatans,
when the purpose of such act by is nature or context, is to intimidate a population or compel a
government or international organization to do or to abstain from doing any act”
Yang dalam terjemahan bebasnya adalah: segala aksi yang dilakukan untuk
menyebabkan kematian atau kerusakan tubuh yag serius bagi para penduduk sipil, non
kombatan dimana tujuan dari aksi tersebut berdasarkan konteksnya adalah untuk
mengintimidasi suatu populasi atau memaksa pemerintah atau organisasi internasional untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Dapat dikatakan secara sederhana bahwa aksi-aksi terorisme dilatarbelakangi oleh
motif – motif tertentu seperti motif perang suci, motif ekonomi, motif balas dendam dan
motif-motif berdasarkan aliaran kepercayaan tertentu. Namun patut disadari bahwa terorisme
bukan suatu ideologi atau nilai-nilai tertentu dalam ajaran agama. Ia sekedar strategi ,
instrumen atau alat untuk mencapai tujuan . Dengan kata lain tidak ada terorisme untuk
terorisme, kecuali mungkin karena motif-motif kegilaan (madness).
2. Pancasila sebagai Ideologi.
Istilah ideologi berasal dari kata idea dan logos. Idea berarti gagasan, konsep,
pengertian dasar, ide-ide dasar, cita-cita. kata idea berasal dari bahasa Yunani, eidos yang
berarti bentuk atau idein yang berarti melihat. Idea dapat di artikan sebagai cita-cita, yaitu
cita-cita yang bersifat tetap dan akan dicapai dalam kehidupan nyata. Cita-cita ini pada
hakikatnya merupakan dasar, pandangan, atau faham yang diyakini kebenarannya. Logos
berarti ilmu. secara harfiah, ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide ( the science of
ideas), atau ajaran-ajaran tentang pengertian dasar.
Pokok-pokok pikiran yang perlu dikemukakan mengenai ideologi adalah sebagai
berikut:
1) bahwa ideologi merupakan sistem pemikiran yang erat kaitannya dengan perilaku manusia.
Kecuali itu, ideologi merupakan serangkaian pemikiran yang berkaitan dengan tertib sosial
dan politik yang ada dan berupaya untuk merubah atau mempertahankan tertib sosial dan
politik yang bersangkutan.
2) Bahwa ideologi, di samping mengemukakan program juga menyertakan strategi guna
merealisasikannya.
3) Bahwa ideologi dapat dipandang sebagai serangkaian pemikiran yang dapat mempersatukan
manusia, kelompok, atau masyarakat yang selanjutnya diarahkan pada terwujudnya
partisipasi secara efektif dalam kehidupan sosial politik.
4) Bahwa yang bisa mengubah suatu pemikiran menjadi ideologi adalah fungsi pemikiran itu
dalam berbagai lembaga politik dan kemasyarakatan.
Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup sekaligus juga merupakan
ideologi negara. Sebagai ideologi negara berarti bahwa pancasila merupakan gagasan dasar
yang berkenaan dengan kehidupan negara. Sebagaimana setiap ideologi memiliki konsep
mengenai wujud masyarakat yang dicita-citakan, begitu juga dengan ideologi pancasila.
Masyarakat yang dicita-citakan dalam ideologi pancasila adalah masyarakat yang dijiwai dan
mencerminkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu masyarakat yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta bertoleransi, menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, masyarakat yang bertsatu dalam suasana perbedaan, berkedaulatan rakyat
dengan mengutamakan musyawarah, serta masyarakat yang berkeadilan sosial. Hal itu berarti
bahwa pancasila bukan hanya sesuatu yang bersifat statais melandasi berdirinya negara
Indonesia, akan tetapi Pancasila juga membawakan gambaran mengenai wujud masyarakat
tertentu yang diinginkan serta prinsip-prinsip dasar yang harus diperjuangkan untuk
mewujudkannya.
Pancasila sebagai ideologi membawakan nilai-nilai tertentu yang digali dari realitas
sosio budaya bangsa Indonesia. Oleh karena itu ideologi Pancasila membawakan kekhasan
tertentu yang membedakannya dengan ideologi lain. Kekhasan itu adalah keyakinan akan
adanya Tuhan Yang Maha Esa, yang membawa konsekuensi keimanan dan ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian juga penghargaan akan harkat dan martabat
kemanusiaan, yang diwujudkan dengan penghargaan terhadap hak azasi manusia dengan
memperhatikan prinsip keseimbangan antara hak dan kewajiban. Kekhususan yang lain
adalah bahwa ideologi Pancasila menjunjung tinggi persatuan bangsa dengan menempatkan
terwujudnya persatuan bangsa itu di atas kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan.
Berikutnya adalah kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang didasarkan pada prinsip
demokrasi dengan penentuan keputusan bersama yang diupayakan sejauh mungkin melalui
musyawarah untuk mencapai kata mufakat. Satu hal lagi yaitu keinginan untuk mewujudkan
keadilan dalam kehidupan bersama seluruh masyarakat Indonesia.
Kalau setiap ideologi mendasarkan diri pada sistem filsafat tertentu yang berisi
pandangan mengenai apa dan siapa manusia, kebebasan pribadi serta keselarasan hidup
bermasyarakat; ideologi Pancasila mendasarkan diri pada sistem pemikiran filsafat Pancasila,
yang di dalamnya juga mengandung pemikiran mendasar mengenai hal tersebut.
Pancasila sebagai ideologi memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Memberikan struktur kognitif keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan
untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian dalam alam sekitarnya.
2. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan
bertindak.
3. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menentukan identitasnya.
4. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami dan menghayati serta
memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma yang terkandung di
dalamnya.
3. Hubungan antara Terorisme dan Ideologi Pancasila.
Keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa yang dapat menjadi filter bagi
masuknya berbagai ancaman dari luar dirasa kurang berhasil, apa sebabnya?
Keberhasilan membuat perangkat hukum yang baik belum tentu memberikan
dampak positif dalam mewujudkan maksud dan tujuan hukum. Sebagus apapun produk
hukum formal yang ada tidak akan ada artinya tanpa disertai penerapan yang
baik. Ironisnya, Indonesia dipandang sebagai negara yang pandai membuat perangkat hukum
namun masih lemah penerapannya. Hal ini jika dibiarkan akan mempengaruhi tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap hukum itu sendiri.
Mengapa terorisme masih tetap berlanjut di Indonesia, padahal Indonesia memiliki
Pancasila sebagai ideologi? kehadiran terorisme seakan menggerus ideologi Pancasila yang
selama ini dijadikan landasan hidup bagi masyarakat Indonesia dalam berbangsa dan
bernegara.
Sumber pokok kesalahan tidak terletak pada Pancasila. Tak ada yang salah dengan
Pancasila karena isi Pancasila tidak melenceng dari nilai-nilai yang ada. Kesalahan yang
sesungguhnya terletak pada penerapan Pancasila sebagai ideologi. Hal itu terjadi karena
banyaknya orang Indonesia tidak dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila dengan benar.
Terlebih para teroris, mereka adalah orang-orang yang tidak konsisten dalam melaksanakan
isi Pancasila. Mereka mengerti dan memahami Pancasila namun tidak menerapkannya dalam
kehidupan mereka.
Pertanyaan muncul dibenak kita: kenapa segelintir bangsa Indonesia menjadi “rusak”
sehingga kehilangan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang pernah muncul dengan nama
harum di dunia, antara lain sebagai pemersatu Negara-Negara dunia ke-tiga, penggagas
Konfrensi Asia-Afrika, duta perdamaian dan banyak lagi contoh yang lain. Bahkan sekarang
julukan yang tidak enak didengar mampir ditelinga kita, sebagai Negara sarang teroris.
Terorisme di Indonesia muncul di saat yang sama dengan dekade, di mana bangsa ini
melupakan Pancasila. Tidak pernah lagi Pancasila benar-benar dihayati dan diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Padahal para pendiri NKRI sejak awal menyatakan bahwa
penyelamat, pemersatu, dan dasar Negara kita adalah Pancasila.
Bung Karno tegas-tegas berkata: “Bila bangsa Indonesia melupakan Pancasila, tidak
melaksanakan dan mengamalkannya maka bangsa ini akan hancur berkeping-keping” juga
dinyatakan bahwa barang siapa, atau kelompok manapun yang hendak menentang atau
membelokkan Pancasila, niscaya akan binasa.
Tapi itulah yang terjadi sekarang. Pancasila hanya diucapkan dibibir saja. Diajarkan
di sekolah-sekolah hanya sebagai suatu pengetahuan. Sebagai sebuah sejarah, bahwa dahulu
Bung Karno pernah mendengung-dengungkan Pancasila sebagai dasar Negara. Para siswa
hafal dengan urutan sila-sila dari Pancasila, tetapi tidak paham artinya, filosofinya, dan
hakekat manfaatannya bagi kehidupan berbangsa dan bertanah air satu, NKRI.
Terorisme di Indonesia tumbuh subur karena didukung oleh perilaku sebagian
masyarakat yang bertentangan dengan filosofi Pancasila. Setiap sila telah diselewengkan:
Ketuhanan Yang Maha Esa yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk memeluk
agama menurut keyakinan dan kepercayaannya, telah diracuni oleh pemikiran-pemikiran
salah yang hanya mengistimewakan agama tertentu saja.
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, berupa penghargaan akan harkat dan martabat
kemanusiaan, yang diwujudkan dengan penghargaan terhadap hak azasi manusia diabaikan.
Ideologi Pancasila menjunjung tinggi persatuan bangsa dengan menempatkan
terwujudnya persatuan bangsa itu di atas kepentingan pribadi, kelompok, atau
golongan. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, kini tercabik-cabik ditarik ke sana kemari demi kepentingan politik praktis.
Dan terakhir, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tinggal slogan kosong
karena adanya jurang pemisah yang amat dalam antara si-kaya dan si-miskin, yang
menimbulkan kecemburuan sosial.
Namun sebagai sebuah bangsa yang besar, kita wajib menyadari bahaya ini. Jika
dibiarkan, tak ayal bangsa Indonesia akan terpecah-pecah dan akhirnya musnah. Belum
terlambat benar untuk berbenah. Kembali pada kekeramatan Pancasila.
Selanjutnya, bagaimana cara menghapuskan terorisme dari bumi Indonesia? Hal ini
nampaknya sulit untuk dilakukan karena masyarakat Indonesia belum satu hati menyikapi
terorisme. Masih ada sebagian kecil kelompok masyarakat tertentu yang justru membela dan
melindungi terorisme dengan opini-opini yang menyesatkan. Padahal, semua negara di
belahan bumi mana pun sudah mendeklarasikan bahwa terorisme adalah musuh bersama.
Dari aspek kualitas ancaman, terorisme berpotensi merusak segala-galanya, mulai
dari jiwa manusia (korban maupun pelaku), otak dan nurani (pelaku), bangunan fisik serta
bangunan ideologi bangsa kita. Mereka bekerja sangat rahasia dan radikal, dengan menolak
sebagian besar premis yang melandasi lembaga-lembaga yang sudah ada dalam masyarakat.
Bahkan pemerintah pun dianggap sebagai pemasung rakyat. Karena itu terorisme
digolongkan ke dalam jenis kejahatan luar biasa.
4. Cara Penyelesaian yang Tepat untuk Memberantas Terorisme
Berikut ini penulis mencoba memberikan gambaran umum tentang penyelesaian
yang tepat untuk memberantas terorisme di Indonesia:
a. Revitalisasi Pancasila
Akar permasalahan dari terorisme adalah benturan filsafat universal yang saling
bertolak belakang dan Pancasila dapat digunakan sebagai sarana terapi atas kondisi
masyarakat Indonesia saat ini. Revitalisasi Pancasila dalam kehidupan masyarakat
dibutuhkan untuk menyatukan bangsa sekaligus membendung masuknya ideologi
transnasional ke benak masyarakat Indonesia. Penerapan pancasila secara tepat dan
bertanggungjawab harus ditingkatkan dari waktu ke waktu. Dengan demikian ancaman dari
luar maupun dari dalam negeri bisa dibendung dan diatasi bersama dengan persatuan dan
kesatuan Indonesia untuk kepentingan bersama.
Dalam terorisme, membela ideologi adalah lebih utama daripada membela faktor
kepentingan. Dengan mengutamakan ideologi, seseorang bisa dengan rela melakukan bunuh
diri, jika hanya mengandalkan faktor kepentingan, maka hal itu sangat tidak mungkin terjadi.
Bangsa Indonesia harus memiliki ideologi sendiri yaitu Pancasila yang benar-benar
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan baik. Dengan demikian, ideologi Pancasila
dapat menjadi tameng untu melawan terorisme. Jika tidak, maka terorisme itu akan selalu
ada. Seluruh elemen masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan dan pengetahuan karena
bentuk terorisme juga semakin berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban dan
teknologi, sehingga akan semakin mematikan. Semula, senjata yang digunakan adalah pistol,
tetapi kemudian berkembang menjadi bom dan tidak menutup kemungkinan akan
menggunakan nuklir apabila semuanya sudah serba nuklir.
Terorisme juga akan memiliki bentuk-bentuk lain yang lebih canggih dan berbahaya
seperti eco-terorism (terorisme terhadap lingkungan), bio-terorism, dan juga cyber-terorism.
Operasional teroris juga sudah menggunakan teknologi informasi, jika tidak ada informan
yang paham mengenai teknologi informasi, maka yang jelas aparat akan tertinggal.
Selain revitalisasi juga diperlukan reaktualisasi dan rejuvenasi nilai-nilai Pancasila
karena fenomena terorisme yang terjadi di Indonesiadisebabkan oleh ketidakfahaman
seseorang atas nilai-nilai kebenaran.
Dengan memperkuat kembali dan merevitalisasi ideologi serta filosofi pemersatu
bangsa. Pancasila bisa menjadi filter terhadap nilai dan filosofi yang tidak sesuai dengan
kultur serta identitas bangsa Indonesia. Dengan demikian, segala hal yang tidak sesuai dan
berlawanan dengan Pancasila, termasuk terorisme, dapat dicegah dan dimusnahkan.
b. Pendekatan Sosio-Kultural sebagai alternatif penyelesaian.
Memerangi terorisme tidaklah cukup dan tidak akan pernah berhasil hanya dengan
menindak pelaku teror dan peledakan bom dengan kekerasan. Kita melihat bagaimana
Amerika Serikat dan sekutunya dalam menjalankan kampanye ”Perang Terhadap Terorisme”.
Justru kampanye tersebut telah menimbulkan masalah tersendiri yang telah memakan korban
warga negara mereka itu sendiri dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk menindak
para pelaku terror Para pelaku teror tersebut akan terus meningkatkan perlawanannya seiring
semakin hebatnya USA dan sekutunya untuk memerangi pelaku teroris.
Fakta telah menunjukkan bahwa membunuh pelaku teror, mengisolasinya dan
memenjarakan para pemimpin organisasi teroris tidak mampu menghentikan tindakan
terorisme dalam waktu lama. Seperti yang terjadi di Indonesia sendiri, evakuasi terhadap
pelaku bom Bali dengan cara penembakan secara membabi buta, dikecam oleh barbagai
pihak dan dianggap sebagai hukuman yang tidak manusiawi. Bahkan, para keluarga dan
kerabat jelas-jelas memprotes prosesi tersebut. Dikhawatirkan dari pihak tertentu akan timbul
dendam untuk membalas dan memunculkan suatu tindakan terorisme baru yang mungkin
lebih parah dari yang sebelumnya.
Di Indonesia, munculnya tindakan terorisme menandakan adanya yang salah dalam
sistem sosial, politik dan ekonomi. Para pelaku teroris menjadi sedemikian radikal
disebabkan mereka merasa termarginalisasi dan terasing dari kehidupan sosial, politik dan
ekonomi masyarakat. Keterasingan tersebut pada umumnya bersifat struktural yang
termanifestasi dalam kebijakan pemerintah yang kurang akomodatif atau merugikan dalam
waktu panjang. Hal ini akan mengakibatkan perasaaan tidak puas dan benci pada pemerintah
dan kelompok masyarakat tertentu seperti orang kaya, penguasa dan orang asing yang
dianggap telah melangkahi kepentingan mereka. Namun upaya untuk mengatasi rasa
keterasingan tersebut secara normal mengalami hambatan karena tidak ada ruang bagi
mereka untuk berpartisipasi dan menyalurkan harapan serta kepentingan mereka sehingga
timbullah aksi radikal seperti terorisme.
Amatlah penting untuk menerapkan cara-cara lain yang lebih persuasif dan
akomodatif terhadap kepentingan terhadap kelompok yang berpotensi melakukan tindakan
terorisme Misalnya dengan menerapkan kebijakan yang lebih sensitif terhadap kepentingan
berbagai kelompok yang merasa termarginalisasi atau dirugikan dengan berbagai kebijakan
yang telah diterapkan selama ini. Termasuk kemungkinan penerapan tindakan yang bersifat
dan mengandung unsur konsesi dan rekonsiliasi antara pemerintah dan masyarakat serta
unsur-unsur dalam masyarakat itu sendiri. Sehingga memperkecil pilihan penggunaan
kekerasan untuk mencapai tujuannya.
Selain itu pula dalam rangka mengeliminir perekrutan pelaku terorisme pemerintah dapat
bersinergi dengan para tokoh setiap agama yang ada di Indonesia untuk melepaskan label
atau stigma dari suatu kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya yang dicurigai sebagai
pelaku terorisme. Sehingga perlunya lebih merekatkan kerjasama di dalam kelompok
masyarakatIndonesia dan menjalin komunikasi untuk menyamakan persamaan pandangan
dari dalam seluruh kelompok masyarakat bahwa terorisme bukanlah nilai/ajaran suatu
kelompok tertentu.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan dan Saran
Terorisme timbul dengan dilatar belakangi berbagai sebab dan motif. Namun patut
kita sadari bahwa terorisme bukan merupakan ideologi atau nilai-nilai tertentu dalam ajaran
agama. Terorisme merupakan strategi, instrumen, dan atau alat mencapai tujuan.
Pancasila sebagai ideologi bangsa yang dapat menjadi filter bagi masuknya
berbagai ancaman dari luar dirasa kurang berhasil. Hal itu dikarenakan
kurangnyapenerapan nilai-nilai dalam Pancasila.
Dengan memperkuat kembali dan merevitalisasi ideologi serta filosofi pemersatu
bangsa. Pancasila bisa menjadi filter terhadap nilai dan filosofi yang tidak sesuai dengan
kultur serta identitas bangsa Indonesia, termasuk menjadi filter terhadap terorisme.
Wewenang yang terlalu luas bagi aparat untuk memberantas terorisme tanpa disertai
tanggungjawab dalam pelaksanaannya akan mengakibatkan suatu terorisme baru yang
dilakukan terhadap negara terhadap warga negaranya atau State Terorism. Hal inilah yang
ditakutkan oleh para ahli hukum pidana. Untuk itu pemerintah perlu memikirkan pendekatan
yang tidak legalis represif terhadap terorisme salah satunya antara lain memikirkan
kemungkinan rekonsialisasi dan terbukanya komunikasi intensif antara pemerintah-
masyarakat dan unsur-unsur di dalam masyarakat itu sendiri.
Patut disadari bahwa terorisme merupakan rangkaian tindakan yang kompleks, maka
pada dasarnya pengaturan anti terorisme tidak akan memadai jika hanya dilakukan dalam satu
undang-undang. Selain itu sudah sepatutnya aparat penegak hukum mengefektifkan ketentuan
hukum yang sudah ada dan terpancar dalam berbagai undang-undang, dengan cara
mengintegrasikan kedalam kerangka hukum yang komprehensif.
2. Penutup
Demikian Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen
Mata Kuliah Pendidikan Pancasila, penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna
maka penulis meminta koreksi dan kritik yang membangun dari para dosen dan pembaca
demi lebih baiknya makalah ini di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sugito, A.T. dkk. 2008. Pendidikan Pancasila. Semarang: UNNES Press.
2. www.google.com
3. www.kompas.com
4. http://en.wikipedia.org/wiki/terrorism
5. http ://en.wikipedia.org/wiki/definitions_of_terorism