Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENUMBUHAN NILAI-NILAI DEMOKRASI PADA PESERTA DIDIK
MULTIKULTUR DI SMP NU PUTRI NAWA KARTIKA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister
Pendidikan
Oleh
MUHAMMAD SILAHUDDIN
0301517008
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
PASCASARJANA UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2020
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
➢ Khoirunnasi An’fauhum Linnas (Sebaik-baiknya manusia adalah
yang mampu memberikan manfaat kepada sesamanya).
➢ Fight, Never Loss Hope, And Start With Bismillah (Berjuang, Jangan
pernah hilang harapan dan Memulai dengan Bismillah)
Persembahan:
Alhamdulillah Karya yang telah saya selesaikan ini saya
persembahkan kepada:
➢ Kedua Orang Tua Saya yang paling saya Cintai di
dunia ini “Bapak H. Sodiq By dan Ibu Siti
Khuzaemah”. Serta adik saya Ni’am. Terimakasih
banyak atas kasih sayang dan keringat yang telah
kau curahkan selama ini sehingga sampailah saya
pada titik yang membahagiakan ini. Semoga Allah
melimpahkan pahal dan juga keberkahan dalam
hidup Bapak dan Ibu.
➢ Calon istri Fitrotun Nawa saya yang selalu
memberikan motivasi dan bantuan di saat saya
menjalani studi.
➢ Jurusan PIPS Pascasarjana Unnes yang
memberikan banyak ilmu, terutama dosen
pembimbing Bapak Suyahmo dan Bapak
Sunarjan.
ABSTRAK
Silahuddin, Muhammad. 2019. ―Penumbuhan Nilai-Nilai Demokrasi Pada
Peserta Didik Multikultur di SMP Nu PutriNawaKartika‖. Tesis. Program
Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Pascasarjana. Universitas Negeri
Semarang. Pembimbing I Prof. Dr. Suyahmo, M.Si., Pembimbing II Dr.
YYFR. Sunarjan, M.S
Kata Kunci: Nilai-nilai Demokrasi, Multikultur, Peserta Didik
Sebagai dasar falsafah, Pancasila didalamnya bermuatan sebagai dasar,
ideologi, pandangan hidup, falsafah, kepribadian, yang semuanya itu menjadi ciri
yang melekatdalamdiriPancasila (Suyahmo, 2014: 33). Demokrasi Pancasila
secara jelas tercantum dalam sila keempat Pancasila. Tetapi dalam
implementasinya pada era sekarang masih saja ada kekurangannya.Nilai-nilai
demokrasi penting ditumbuhkan di Indonesia karena masyarakat Indonesia yang
beragam, termasuk di Sekolah Menengah Pertama Nahdlotul Ulama Putri Nawa
Kartika, merupakan sekolah dengan peserta didik yang berasal dari berbagai
macam daerah, beragam suku, dan budaya. Penelitian ini bertujuan
mendiskripsikan dan menganalisis penumbuhan nilai demokrasi, tanggapan,
dampak dan hambatan penumbuhan nilai demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif eksplanasi kualitatif, yaitu
untuk melukiskan keadaan dan menganalisa sesuatu atau yang sedang terjadi pada
saat penelitian berlangsung dengan teknik pengumpulan data berupa observasi,
wawancara dan dokumentasi, untuk memeriksa keabsahan data pada penelitian
kualitatif maka digunakan taraf kepercayaan data dengan teknik triangulasi
membandingkan sumber data yang diperoleh.
Penumbuhan nilai demokrasi di SMP NU Putri Nawa kartika dilakukan
melalui kegiatan Intra dan ekstrakulikuler. Intrakulikuler, seperti: Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pembelajaran
kurikulum 2013, dan Musyawarah kelas. Ekstrakulikuler, seperti kegiatan OSIS,
Pramuka, Ikatan Pelajar Putri NU, dan Class meeting. Nilai-nilai demokrasi yang
ditumbuhkan meliputi keadilan, kebebasan, partisipasi, toleran, kritis, jujur,
penghormatan terhadap nilai-nilai keanekaragaman dan menyelesaikan pertikaian
secara damai dan sukarela. Dampak yang dapat dirasakan meliputi peserta didik
lebih memahami dan dapat menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungannya. Adanya faham feodal dilingkungan pesantren dinilia
tidak demokratis. Peran sekolah dirasa sangat penting dalam menumbuhkan nilai-
nilai demokrasi di lingkungan sekolah yang selanjutnya dapat diterapkan
dipondok pesantren sekitarnya. Selain itu juga perlu adanya komunikasi yang baik
antara sekolah danpondok pesantren agar terjalin suatu hubungan dan pemahaman
yang baik pula mengenai demokrasi.
ABSTRACT
Silahuddin, Muhammad. 2019. ―The Growth of Democratic value In Multicultural
Students in Girl Junior High School Nawa Kartika Of Nahdlotul Ulama‖.
Thesis. Social Studies. Postgraduate.Semarang State University. Advisor I
Prof. Dr. Suyahmo, M.Si., Advisor II Dr. YYFR. Sunarjan, M.S
Keywords: Democration value, Multicultural, Student
As a basis for philosophy, Pancasila contains its foundations, ideologies,
views of life, philosophy, personalities, all of which are inherent in Pancasila
(Suyahmo, 2014: 33). The democracy of the sect is clearly stated in the fourth
teaching of Pancasila. But in its current implementation there is still a lack of
important democratic values in Indonesia because the diverse Indonesian
community, including Nahdlotul Ulama Princess Nawa Kartika Middle School, is
a school with students from different regions, diverse ethnic groups, and cultures.
This study aims to describe and analyze the growth of democratic values,
reactions, impacts and barriers to the growth of democratic values among
multicultural students at NU Kartika Junior High School.
This study uses descriptive qualitative explanatory methods, which is to
describe the situation and analyze something or what is happening when the
research is done with data collection techniques in the form of observations,
interviews and documentation, to examine the validity of data in qualitative
research so that the level of data confidence with triangulation compares sources
data obtained.
The growth of democratic values in Nawa Princess NawaKartika Junior
High was carried out through Intra and extracurricular activities. Intramural, such
as: Social Sciences, Charter Education and Citizenship, Curriculum Learning
2013, and Class Counseling. Extracurricular activities, such as student council
activities, Child Scouts, NU Women's Student Association, and Class meetings.
Emerging democratic values include justice, freedom, participation, tolerance,
criticism, honesty, respect for diversity and resolving conflicts peacefully and
voluntarily. Feeling effects include students being more aware and able to apply
the value of democracy to their daily lives in their surroundings. The existence of
feudal ideologies in the Islamic dormitory school environment is undemocratic.
The role of the school is very important in instilling democratic values in the
school environment which can then be implemented in the surrounding boarding
schools. In addition, there is also a need for good communication between Islamic
schools and boarding schools to establish good relations and understanding of
democracy.
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tesis yang berjudul ―Penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU Putri Nawa Kartika‖. Tesis ini disusun
dalam rangka menyelesaikan studi strata satu untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan pada Jurusan Politik dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Semarang.
Penulisan tesi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan serta
kerjasama dari semua pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rohman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Direksi Program Pascasarjana Unnes
3. Ketua Program studi Prof. Dewi Liesnoor S., M.Si dan Sekretaris Program
studi Pendidikan IPS Dr. Hamdan tri Atmaja, M.Pd Pascasarjana Unnes
yang telah memberikan kesempatan, arahan dan semangat dalam
menyelesaikan tesis ini.
4. Prof. Dr. Suyahmo, M.Si yang telah dengan tulus ikhlas memberikan ilmu,
dukungan, dan bimbingan selama proses penyusunan tesis ini.
5. Dr. YYFR. Sunarjan, M.S selaku Dosen pembimbing II, yang telah
dengan tulus ikhlas, selalu memberikan motivasi serta meluangkan waktu
di sela-sela kesibukannya, memberikan bimbingan dan petunjuk serta
dorongan semangat sehingga terselesaikannya tesis ini.
6. Kepala SMP NU Putri Nawa Kartika M. Misbahus Surur, S.H.I yang
dengan sangat antusias memberikan ijin dan dorongan motivasi dalam
mengerjakan tesis melalui penelitian disekolahnya.
7. Wakil Kepala Sekolah, Pembina OSIS, Bapak/Ibu Guru pengampu mapel
IPS dan PPKn, Pengurus OSIS dan seluruh siswa SMP NU Putri Nawa
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ ii
PERSETUJUAN TIM TESIS................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................................
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................
ABSTRAK ..................................................................................................
ABSTRACT ................................................................................................
PRAKATA ..................................................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
iv
v
vi
vii
viii
x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
2. Identifikasi Masalah ...................................................................... 6
3. Cakupan Masalah .......................................................................... 6
4. Rumusan Masalah ......................................................................... 7
5. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
6. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
1. Mnafaat Teoritis...................................................................... 8
2. Manfaat Praktis....................................................................... 8
BAB II LANDASAN TEORI
1. Kajian Pustaka ................................................................................. 10
1.1 Penelitian Terdahulu............................................................... 10
1.1.1 Jurnal Internasional.......................................................... 10
1.1.2 Jurnal Nasional Terakreditasi.......................................... 30
1.1.3 Jurnal Nasional.................................................................. 49
2. KajianTeori...................................................................................... 77
2.1 Demokrasi................................................................................. 77
2.2 Masyarakat Multikulture........................................................ 84
3. Kerangka Teoretis ............................................................................
4. Kerangka Berpikir ...........................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
1. Dasar Penenlitian ............................................................................
2. Lokasi Penelitian .............................................................................
3. Fokus Penelitian ..............................................................................
4. Sumber Data Penelitian ..................................................................
5. Alat dan Teknik Pengumpulan Data .............................................
6. Validitas Data Penelitian ................................................................
7. Teknis Analisi Data .........................................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Umum Subjek Penelitian .............................................
1.1 Profil SMP NU Putri Nawa Kartika ......................................
1.2 Ekstrakulikuler ........................................................................
2. Hasil Penelitian
2.1 Penumbuhan nilai demokrasi pada peserta didik multikultur di
SMP NU Putri Nawa Kartika ................................................
2.2 Tanggapan peserta didik mengenai penumbuhan nilai demokrasi
pada peserta didik multikultur di SMP NU Putri Nawa Kartika
.........................................................................
2.3 Dampak Penumbuhan Nilai Demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU Putri Nawa Kartika .........................
2.4 Hambatan penumbuhan nilai demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU Putri Nawa Kartika ...........................
3. PEMBAHASAN..................................................................................
3.1 Nilai-nilai demokrasi yang ditumbuhkan pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika......................
3.2 Tanggapan Peserta Didik mengenai penumbuhan nilai
demokrasi pada peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI
Nawa Kartika ................................................................
3.3 Dampak penumbuhan nilai demokrasi pada peserta didik di
84
87
89
90
90
91
92
94
94
97
97
100
102
116
117
119
120
120
125
lingkungannya ............................................................................. 126
3.4 Budaya Feodal menjadi hambatan penumbuhan nilai demokrasi
pada peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa
Kartika .................................................................
128
BAB V PENUTUP
1. Simpulan ...............................................................................................
2. Saran .....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
130
132
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.Kerangka Berfikir ....................................................................... 87
Gambar 2. Kegiatan diskusi kelompok ........................................................ 113
Gambar 3. Pemilu OSIS ............................................................................... 114
Gambar 4. Kegiatan Pramuka ...................................................................... 115
Gambar 5. Kegiatan di pondok pesantren ................................................... 118
DFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Relevansi dan Perbedaan Jurnal Penelitian yang terdahulu............ 64
Tabel 2. Jadwal Ekstrakulikuler ................................................................... 100
Tabel 3. Daftar Nilai IPS tahun ajaran 2018/2019 ....................................... 119
Tabel 4. Data pelanggaran Siswa ................................................................. 119
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Implementasi demokrasi di setiap negara tentunya berbeda-beda,
seperti demokrasi liberal, komunis dan lain sebagainya. Begitu pula dengan
implementasi demokrasi di indonesia. Adalah demokrasi Pancasila yang mana
merupakan rujukan dari segala aspek sistem pemerintahan untuk mengatur
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai dasar falsafah, Pancasila
didalamnya bermuatan sebagai dasar, ideologi, pandangan hidup, falsafah,
kepribadian, yang semuanya itu menjadi ciri yang melekat dalam diri
Pancasila (Suyahmo, 2014: 33). Demokrasi Pancasila adalah yang secara jelas
tercantum dalam sila keempat Pancasila. Tetapi dalam implementasinya pada
era sekarang masih saja ada kekurangannya.
Dewasa ini dalam kehidupan berdemokarsi di Indonesia pasca
reformasi tidaklah sepenuhnya berjalan dengan mudah dalam pelaksanaannya.
Pro dan kontra terus menghiasi dinamika demokrasi di ndonesia dari merdeka
hingga saat ini, adapun yang kontra salah satunya seperti adanya kelompok
yang menentang demokrasi. Mereka menganggap demokrasi adalah thogut.
TEMPO.CO, Jakarta (Selasa, 9 Mei 2017) Juru bicara Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI), Muhammad Ismail Yusanto, menegaskan bahwa pihaknya
mengkritik keras terhadap sistem demokrasi. Kritikan itu tertuju pada inti dari
sistem tersebut, yaitu kedaulatan di tangan rakyat. Menurut Ismail, pihaknya
sangat tidak sepakat apabila yang menentukan hukum adalah rakyat melalui
wakil-wakilnya atau anggota Dewan. Bahkan ia menyebut konsep demokrasi
tersebut 180 derajat berseberangan dengan ideologi HTI. Ismail dengan tegas
menyatakan sistem demokrasi tidak sesuai dengan ajaran Islam pada titik hak
untuk menerbitkan hukum. Dalam Islam, kata dia, kedaulatan di tangan Allah.
Fenomena tersebut tentunya tidaklah relevan dengan kehidupan demokrasi
yang ada di Indonesia melihat masyarakat Indonesia yang multikulture,
bahkan tidak semua golongan Islam pun sepakat dengan cara berfikir Ismail
tersebut.
Ditinjau dari aspek demekrasi pemilihan, terdapat beberapa kemajuan
tingkat partisipasi masyarakat, seperti pemilu pada tahun 2014 kemarin juga
mengalami peningkatan. Tetapi masih ada sikap apatisme dan partisipasi yang
rendah dalam jumlah yang tidak kecil, rakyat tidak tertarik dengan pemilihan
suatu kepala daerah atau pemilihan presiden, karena beberapa alasan yang
bermacam-macam sehingga mereka memilih untuk golput atau tidak
menyalurkan hak suaranya. Maka kemajuan demokrasi di Indonesia akan
menurun ditahun-tahun selanjutnya apabila tidak dikawal dengan baik oleh
elemen masyarakat dan pemerintah.
Dituliskan dalam Merdeka.com (14 Mei 2014) bahwa Ketua Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik mengatakan, meskipun tingkat
partisipasi masyarakat dalam Pemilu 2014 ini terbilang tinggi, yakni sebesar
75,11%. Namun jika diamati, bila tingkat partisipasi dalam pemilu mencapai
75,11%, maka dapat disimpulkan bahwa angka golput mencapai lebih dari
24%. Angka ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan raihan suara yang diraup
oleh pemenang pemilu, yakni PDIP yang hanya sebesar 18,9%. Hal tersebut
tentunya mengundang tanda tanya besar, dan tentunya memprihatinkan
apabila sebagian dari 24% yang masih golput itu adalah pemilu pemula.
Berbanding terbalik dengan apatisme yang menjadi hambatan dalam
penerapan demokrasi di Indonesia juga terdapat sikap fanatisme berlebihan
dengan membela suatu partai atau calon kepala daerah mati-matian, dan
membenci lawan politiknya hingga mengakibatkan bentrokan, dan lain
sebagainya juga menjadikan hambatan demokrasi di Indonesia dapat berjalan
dengan baik. Kedua sikap tersebut apatisme dan fanatisme tidaklah benar,
dikarenakan kurangnya pemahaman demokrasi secara substansial. Demokrasi
substansial (nilai hakiki demokrasi), yaitu menekankan demokrasi sebagai
suatu nilai-nilai atau budaya yang memungkinkan rakyat bisa memiliki
kedaulatan dalam arti yang sesungguhnya. Beberapa nilai hakiki demokrasi
adalah seperti kebebasan, budaya menghormati hak dan kebebasan orang lain,
adanya pluralisme budaya, adanya toleransi, anti kekerasan, dan lain
sebagainya.
Melihat permasalahan yang ada, pemerintah tidaklah tinggal diam
dalam menanggulangi permasalahan aspek demokrasi di negara ini,
pemerintah membuat kebijakan-kebijakan berkenaan dengan pemahaman
nilai-nilai demokrasi bagi rakyatnya, termasuk bagi pemilih pemula diberikan
sosialisasi oleh KPU, atau yang berada dijenjang pendidikan sejak usia dini
diberikan pengertian pentingnya partisipasi demokrasi yang dimasukkan di
dalam mata pelajaran PPKn (dalam perspektif kewarganegaraan), dan IPS
(dalam perspektif sosial). Selain itu kegiatan diluar mata pelajaran juga
diajarkan, Peserta Didik diberikan pemahaman menganai demokrasi secara
substansial dan dituntut untuk dapat melaksanakannya dalam kehidupan
sehari-hari serta diberikan wadah untuk melaksanakan demokrasi.
Demokrasi dirasa penting diterapkan di Indonesia karena masyarakat
Indonesia yang beragam, termasuk di SMP NU Putri Nawa Kartika yang
merupakan sekolah dengan Peserta Didik yang berasal dari berbagai macam
daerah, beragam suku, dan juga memiliki budaya yang berbeda. Sehingga
dengan demokratisnya Peserta Didik SMP NU Putri Nawa Kartika, dapat
menjadikan masyarakat sekolah yang aman, damai dan saling menghargai.
Sehingga nantinya Peserta Didik dalam masyarakat dapat bersikap demokratis
dalam menyikapi lingkungan masyarakatnya yang beragam.
Dijabarkan didalam "Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab". Dari sini, nilai demokrasi menjadi penting untuk
dimengerti, dipahami, disikapi, dan dilaksanakan oleh Peserta Didik agar
nantinya dapat menjadi masyarakat yang demokratis dilingkungannya
termasuk dalam lingkungan multikultural. Karena hal itulah peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian secara mendalam yang dituangkan dalam karya
ilmiah tesis dengan judul penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada Peserta
Didik multikultur di SMP NU Putri Nawa Kartika.
Selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia nomor 24 tahun 2016 tentang kompetensi inti
dan kompetensi dasar pelajaran pada kurikulum 2013 pada pendidikan dasar
dan pendidikan menengah dijabarkan dalam kompetensi inti dan kompetensi
dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SMP mengenai tujuan kurikulum
mencakup empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap
sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi tersebut dicapai
melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan/atau
ekstrakurikuler.
Rumusan Kompetensi Sikap Spiritual yaitu ―Menghargai dan
menghayati ajaran agama yang dianutnya‖. Adapun rumusan Kompetensi
Sikap Sosial yaitu ―Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
peduli (toleransi, gotong royong), santun, dan percaya diri dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan
dan keberadaannya‖. Kedua kompetensi tersebut dicapai melalui pembelajaran
tidak langsung (indirect teaching), yaitu melalui keteladanan, pembiasaan, dan
budaya sekolah, dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta
kebutuhan dan kondisi peserta didik termasuk dalam penumbuhan nilai-nilai
demokrasi.
2. Identifikasi Masalah
2.1 Adanya konflik antar peserta didik karena perbedaan RAS.
2.2 Masih adanya kasus bulliying di SMP NU Putri Nawa Kartika
2.3 Kurangnya pengajaran nilai demokrasi pada peserta didik yang multikulture di
SMP NU Putri Nawa Kartika
2.4 Adanya Pondok Pesantren peserta didik yang berfaham feodal di sekitar SMP
NUPutri Nawa Kartika
Kondisi multikultural di SMP NU Putri Nawa Kartika dirasa perlu
adanya penumbuhan nilai-demokrasi, karen tanpa adanya penanaman nilai-
nilai demokrasi yang baik di SMP NU Putri Nawa kartika akan menjadikan
permasalahan yang ada tidak terselesaikan dan menjadi hambatan bagi sekolah
untuk melakukan kegiatannya.
3. Cakupan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka cakupan masalah yang
akan diteliti oleh peneliti yaitu upaya penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI NAWA KARTIKA. Peserta
Didik dari SMP tersebut selain dari kota Kudus sendiri, juga terdiri dari
Peserta Didik yang berasal dari berbagai macam kota bahkan provinsi, terdiri
dari berbagai macam suku dan juga ras. Mereka yang berasal dari luar daerah
biasanya sekolah di SMP tersebut sambil mondok/pesantren yang mana beajar
ilmu umum dan juga ilmu agama. Hal tersebut menunjukkan bahwa Peserta
Didik dari SMP tersebut merupakan masyarakat yang muktikulture.
4. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
4.1 Bagaimanakah penumbuhan nilai demokrasi pada peserta didik multikultur di
SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
4.2 Bagaimanakah tanggapan Peserta Didik mengenai penumbuhan nilai
demokrasi pada peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
4.3 Bagaimana dampak penumbuhan nilai demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
4.4 Bagaimana hambatan penumbuhan nilai demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah mengacu pada hal-hal apa yang hendak
dicapai dalam suatu penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah:
5.1 Mendiskripsikan dan menganalisis penumbuhan nilai demokrasi pada peserta
didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika.
5.2 Mendiskripsikan dan menganalisis tanggapan Peserta Didik mengenai
penumbuhan nilai demokrasi pada peserta didik multikultur di SMP NU
PUTRI Nawa Kartika.
5.3 Mendiskripsikan dan menganalisis dampak penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika.
5.4 Mendiskripsikan dan Menganalisis hambatan penumbuhan nilai demokrasi
pada peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika.
6. Manfaat Penelitian
6.1 Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan informasi, memperkaya khazanah
keilmuan dan kajian ilmu pendidikan politik, dan ilmu pengetahuan sosial
bagaimana terdapat dalam materi tentang pluralisme khususnya hal-hal yang
berkaitan dengan upaya penumbuhan nilai demokrasi pada peserta didik di
SMP NU PUTRI Nawa Kartika berbasis peserta didik multikultur.
6.2 Manfaat Praktis
6.2.1 Bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pendidik
dalam hubungannya dengan upaya penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik demi terciptanya tujuan pendidikan nasional.
6.2.2 Bagi peserta didik SMP NU Putri Nawa Kartika
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pengetahuan
tentang esensi dari kegiatan upaya penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik berbasis peserta didik multikultur.
6.2.3 Bagi civitas akademika
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat digunakan
sebagai masukan, pertimbangan dan perbandingan bagi kalangan
akdemisi, wacana keilmuan mengenai upaya penumbuhan nilai demokrasi
pada peserta didik berbasis peserta didik multikultur.
6.2.4 Bagi Sekolah lain
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan motivasi serta dpaat
menjadi sudut pandang kepada sekolah lain agar dapat melaksanakan
penumbuhan nilai demokrasi pada peserta didik berbasis peserta didik
multikultur dengan berbagi macam kegiatan.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Kajian Pustaka
1.1 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian kali ini membahas tentang implementasi demokrasi,
sebelumnya terdapat pula beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan
sebagai tinjauan pustaka oleh peneiliti yang relevan dengan penumbuhan nilai-
nilai demokrasi pada Peserta Didik multikultur di SMP NU Putri Nawa
Kartika. Berikut akan dijelaskan beberapa hasil penelitian yang telah di
terbitkan dalam bentuk jurnal internasional maupun nasional.
1.1.1 Jurnal Internasional
1.1.1.1 Evaluating the Monadic Democratic Peace
Dijelaskan mengenai dampak positif dari demokrasi dijelaskan oleh
Stephen L . Quac kenbush, Michael Rudy dalam Jurnal yang berjudul
―Evaluating the Monadic Democratic Peace‖ pada tahun 2009.
Pada artikel ini, peneliti menjelaskan tentang evaluasi dukungan empiris
untuk demokrasi monokratis perdamaian. Peneliti menggambarkan dan menguji
implikasi logis dari harapan damai monadik dalam hal kemungkinan keterlibatan
dan inisiasi konflik, dengan menggunakan data dari tahun 1816 sampai 2001.
Pada tingkat analisis monadik, kami menemukan tidak ada dukungan untuk
gagasan bahwa demokrasi cenderung berperang daripada negara-negara non-
demokrasi. Hasil untuk inisiasi perselisihan dicampur, karena dua langkah
memperkirakan demokrasi untuk tidak berpengaruh sementara dua langkah
lainnya memperkirakan bahwa demokrasi mengurangi kemungkinan inisiasi.
Tingkat analisisnya adalah lebih tepat untuk digunakan, dan apakah kita
fokus pada perselisihan antar negara yang dimiliterisasi keterlibatan atau inisiasi,
argumen damai demokratis monolitik menerima tidak ada dukungan empiris
mengingat temuan ini bahwa demokrasi tidak hanya melawan negara-negara non-
demokrasi keteraturan yang cukup besar, namun juga cenderung melakukan
perselisihan melawan nondemokrasi Dari pada autrokrasi, kita sulit sekali
memahami empiris dasar untuk klaim bahwa demokrasi lebih damai secara umum
daripada negara-negara lain. Dalam jurnal ini sama-sama membahas tentang
demokrasi, tetapi berbeda dalam lingkungan penerapannya yang mana penelitian
yang akan dilakuka oleh peneliti adalah dalam dunia pendidikan atau lembaga
sekolah.
1.1.1.2 Just war, democracy, democratic peace
Selanjutnya dijelaskan juga menganai perdamaian demokratis oleh Mark
Evans, dalam jurnal yang berjudul “Just war, democracy, democratic peace”
pada tahun 2011. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa poin terakhir dalam
penelitian ini mencontohkan - sampai tingkat tinggi - pendekatan yang telah
diambil artikel ini sepanjang: yaitu, untuk membuat sketsa beberapa argumen
dalam bentuk perkenalan sehingga dapat diatur sebuah agenda penelitian untuk
teori perang adil kontemporer. Menyelamatkan perang adil/hubungan demokrasi
dari skeptisisme meremehkan dimana politik baru-baru ini retorika telah
melemparkannya, beberapa asumsi normatif yang dianalisis oleh JWT dan
Implikasi sekarang mungkin lebih terbuka untuk dicermati. Sebagai penutup ini
intinya bagian eksplorasi pada topik, dua isu yang muncul di berbagai titik harus
diisolasi sebagai pertimbangan pembingkaian penting untuk masa depan yang
diusulkan analisis. Pertama, betapapun kuatnya anggapan 'bias' diklaim, orang
tidak boleh lupa bahwa di sini tidak ada dukungan otomatis demokrasi liberal,
sama seperti tidak menghibur oleh JWT dari DPT senantiasa berkomitmen pada
bentuk liberalnya. Secara luas Ketegasan yang ditegaskan 'demokrasi' tidak boleh
diabaikan dalam perdebatan perang saja, meskipun yang terakhir mungkin
memiliki alasan sendiri untuk mendukung interpretasi tertentu dari ideal yang
berbeda dari yang didukung sehubungan dengan jenis debat lainnya tentang itu.
Meskipun hal itu mendorong kontroversi lebih jauh dalam jajaran perang adil,
pluralism makna demokrasi adalah salah satu kekuatan argumen yang
membebaskannya dari apapun Kecurigaan bahwa hal itu bermuara pada
permintaan maaf semata-mata untuk satu, diakui saat ini dominan, cara
'melakukan' demokrasi.
Kedua adalah pertanyaan seberapa dekat argumen tersebut telah muncul,
bahkan di dalam Pada tahap yang baru lahir, untuk mengatakan, bagaimanapun,
bahwa hanya demokrasi yang bisa menghasilkan peperangan saja dan hanya hasil
demokrasi yang bisa menjadi hasil justifikasi perang adil saja. Untuk semua
Peringatan dan kualifikasi yang masuk sejauh ini, mungkin masih sulit untuk
menolak rasa ditarik menuju kesimpulan ini. Bahkan jika argumen prinsip abstrak
dilakukan tidak dengan kuat mendorong kita ke arah ini, bukti pengalaman sejarah
dengan Penghormatan pada bagaimana demokrasi dan perang demokrasi non-
demokrasi mungkin membebani beratnya bantuannya Sesuai dengan ambisi
terbatas artikel ini, saya hanya menawarkan beberapa poin untuk membantu
membentuk debat untuk dikejar di tempat lain. Jika seseorang berpikir bahwa
hanya demokrasi hanya bisa berperang, maka orang mungkin tampak
berkomitmen untuk memperlakukan semua perang, sekarang dan melalui sejarah,
diprakarsai oleh negara-negara non-demokrasi karena ipso facto tidak adil. Dan
Itu mungkin tampak terlalu menyapu. Untuk mempertahankan preferensi JWT
terhadap demokrasi.
Namun menolak kesimpulan ini, orang bisa menyatakan bahwa preferensi
itu tidak begitu penting dan perlu seperti beberapa kriteria perang lainnya yang
adil dalam menimbang keseluruhannya keadilan perang Ada hierarki kriteria dan
'demokrasi' yang cukup rendah turun, karena ketidakhadirannya tidak dihitung
melawan keadilan. Jadi kemungkinannya perang adil oleh non-demokrasi terus
terbuka. Tapi kita juga harus merenung kemungkinan prioritas normatif semacam
itu bergeser sepanjang waktu: kita tidak berbicara tentang prinsip moral abadi.
'Demokrasi' itu sendiri, seperti telah disebutkan sebelumnya, telah berevolusi
menjadi norma legitimasi yang sangat luas untuk pemerintahan dimana dulu tidak
dan kita pasti harus mempertimbangkan apakah hak untuk berperang tidak juga
berkembang di bangun dari perkembangan khusus ini untuk menyingkirkan
negara-negara non-demokrasi di mana pernah terjadi tidak. Namun peristiwa
terakhir, mungkin sejarah membawa 'perang adil' dan demokrasi 'bersama-sama
setelah semua.
1.1.1.3 Studying the quality of democracy: Two cross-national measures of
democratic citizenship
Kualitas demokrasi suatu negara ditentukan oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah dari warga negaranya. Dijelaskan oleh Richard Ledet dalam jurnal
yang berjudul “Studying the quality of democracy: Two cross-national measures
of democratic citizenship” pada tahun 2016. Studi ini mengukur dua komponen
kewarganegaraan yang penting namun dapat diputuskan, ekspresif partisipasi, dan
(in) toleransi. Ukuran partisipasi ekspresif, berakar pada klasik dan teori
demokrasi partisipatif, menggunakan pertanyaan survei lintas negara yang
dirancang untuk mengukur warga negara keterlibatan dalam politik dan
masyarakat dengan cara baru. Ukuran saya (dalam) toleransi, kongruen dengan
pendekatan sebelumnya untuk mengukur toleransi lintas nasional, memperbaiki
ukuran sebelumnya dengan memasukkan sikap terhadap kelompok 'ancaman'
yang lebih luas. Studi masa depan membangun hal ini penelitian dapat menjawab
pertanyaan tentang hubungan antara intoleransi dan partisipasi ekspresif, dan
pengaruh bersama mereka terhadap kualitas demokrasi. Selain itu, penelitian di
masa depan harus diselidiki seberapa penting aspek kewarganegaraannya, seperti
pengetahuan politik, mempengaruhi kualitas demokrasi.
Langkah-langkah ini juga dapat digunakan untuk menciptakan peringkat
yang lebih konklusif mengenai kualitas demokrasi di antara negara-negara yang
memenuhi standar minimal demokrasi politik. Menggunakan tindakan demokratis
kewarganegaraan seperti yang disajikan di sini dapat memberikan wawasan baru
tentang interaksi antara warga yang berpartisipasi secara ekspresif, sangat toleran,
dan demokrasi. Ukuran demokratis kewarganegaraan juga bisa digunakan untuk
menyelidiki hubungan antara tingkat ekspresif partisipasi dan / atau (in) toleransi
dan tingkat demokrasi. Ini diluar lingkup artikel ini menilai dampak partisipasi
ekspresif dan intoleransi terhadap tingkat demokrasi yang berbeda negara dari
waktu ke waktu Jika peringkat negara berdasarkan tingkat di mana warganya
toleran dan partisipasi secara ekspresif diciptakan untuk setiap gelombang baru
WVS, ilmuwan sosial dapat menilai bagaimana kualitas warga negara
mempengaruhi (atau tidak) transformasi politik masa depan (yaitu perubahan
dalam tingkat demokrasi) di negara semi dan non-demokrasi.
Kerangka konseptual dan operasional disajikan di sini dan ukuran
kewarganegaraan yang dihasilkan memberikan alat baru yang berguna untuk
mengevaluasi kualitas demokrasi antar bangsa yang ada sudah dianggap sebagai
politik demokrasi atau polyarchies. Harapan saya adalah dengan membenarkan
mengapa kedua dimensi kewarganegaraan ini penting untuk menciptakan
demokrasi dan demokrasi berkualitas tinggi luas, lintas nasional, saya telah
berkontribusi dalam pengujian teori dan pengujian hipotesis upaya diarahkan
untuk mendapatkan wawasan baru tentang kewarganegaraan dan demokrasi lintas
nasional.
1.1.1.4 Missing the Third Wave: Islam, Institutions, and Democracy in the Middle
East
Pandangan agama mengenai demokrasi didunia sangatlah berpengaruh
terhadap implementasinya, termasuk agama Islam. Dijelaskan oleh Ellen Lust
dalam Jurnal yang berjudul “Missing the Third Wave: Islam, Institutions, and
Democracy in the Middle East” pada tahun 2011 mendiskripsikan tentang
Institusi yang mengatur hubungan antara Islam, negara, dan oposisi pada tahun
1980 secara signifikan terkait dengan tingkat reformasi politik pada tahun 1990,
meskipun pada tahun 2000 kekuatan mereka berkurang sehingga tidak lagi
signifikan dalam spesifikasi model lengkap. Efek ini adalah terutama kuat di
MENA, yang penting, pengaruh institusional ini jauh lebih erat kaitannya dengan
tingkat reformasi daripada penjelasan bersaing lainnya: jenis rezim, minyak,
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, dan hubungan gender.
Variabel kontrol sosial pada umumnya tidak signifikan. Persentase Muslim
tidak pernah secara substantif atau signifikan secara statistik, dan karena tidak
pernah menjadi bagian dari Spesifikasi model teoritis, terjatuh dari hasil yang
dipaparkan di sini. Itu Variabel untuk subordinasi perempuan tidak menunjukkan
dukungan kuat untuk lini ini argumentasi, setidaknya berkaitan dengan tingkat
liberalisasi politik di keduanya 1990 dan 2000. Rasio keaksaraan diuji sebagai
variabel alternatif untuk perempuan subordinasi, tapi itu tidak signifikan. Hanya
rasio jenis kelamin yang dilaporkan pada hasil penelitian tentang kontrol politik -
tahun-tahun sejak kemerdekaan dan umur dari rezim saat ini pada tahun 1990 -
secara konsisten memiliki efek yang tidak signifikan, keduanya secara substantif
dan statistik. Dengan demikian, mereka juga dihilangkan karena mereka tidak
melakukannya didorong secara teoritis.
Demikian pula, sementara monarki secara signifikan dan negatif terkait
dengan kemungkinan liberalisasi, variabel tipe rezim lainnya adalah tidak
signifikan Ini menghibur, karena ini menunjukkan bahwa bahkan jika ada alasan
untuk melakukannya percaya jenis rezim dapat mempengaruhi strategi yang
diambil elit negara menuju Kaum Islamis di tahun 1980an, ia tidak menentukan
tingkat liberalisasi yang diikuti. Sejauh mana Islam menjadi basis rezim pada
tahun 1980 secara signifikan terkait dengan tingkat reformasi pada tahun 1990. Ini
konsisten dengan Herb's (2005) argumen, bahwa di mana Islam dimasukkan ke
dalam rezim, ketakutan akan sebuah pasca reformasi Rezim yang lebih
konservatif pun diredam. Pasukan oposisi cenderung lebih mendorong lebih keras
untuk mendapatkan kebebasan politik.
Dampak inklusi Islam dan MENA pada tingkat reformasi pada tahun 1990,
di Indonesia Khususnya, juga kuat dan signifikan. Hasil serupa diperoleh dengan
menggunakan pengukuran untuk inklusi Arab dan Islam juga, meski karena ruang
pertimbangan spesifikasi alternatif ini tidak dilaporkan. Pada keduanya kasus,
masuknya pasukan Islam di dunia Arab atau kawasan tersebut dikaitkan dengan
reformasi yang lebih besar. Di luar dunia Arab dan wilayah MENA,
bagaimanapun, Dimasukkannya kekuatan Islam dikaitkan dengan sedikit
reformasi.
Pengalaman sejarah dan struktur kelembagaan dikombinasikan untuk
meningkatkan rasa takut akan Islam politik. Dalam hal ini Kasus, reformasi
politik lebih terbatas daripada di situlah kekuatan Islamis secara formal termasuk
dalam ranah politik. Hasilnya menunjukkan bahwa Pengecualian institusional dan
pengalaman historis di MENA penting dilakukan menentukan mengapa daerah,
pada umumnya, melihat liberalisasi politik kurang dari yang lain sebagian besar
masyarakat Muslim, dan menjelaskan variasi di wilayah ini. Dimana Kaum
Islamis termasuk dalam MENA, negara-negara bagian tidak akan terlalu liberal
daripada kasus di luar daerah Ini tidak akan menjadi hasil yang diharapkan jika,
untuk Misalnya, kepentingan strategis daerah atau "budaya Arab" bertanggung
jawab atas resistensi terhadap liberalisasi. Pada saat yang sama, analisis tersebut
dengan jelas menunjukkan hal itu pengalaman sejarah penting Dimana
pengalaman ini tidak ada, penyertaan atau Pengucilan kelompok Islam pada tahun
1980 kurang penting dalam menentukan tingkat kebebasan politik dan sipil yang
diraih.
1.1.1.5 Islam And Democracy, Micro-Level Indications Of Compatibility
Demokrasi juga dijelaskan indikasi tingkat mikro kompatibilitas demokrasi
dari perspektif agama Islam dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Steven
Ryan Hofmann, jurnal yang berjudul “Islam And Democracy, Micro-Level
Indications Of Compatibility” pada tahun 2004. Penelitian ini menunjukkan
bahwa umat Islam tinggal di delapan negara termasuk dalam penelitian ini tidak
mengevaluasi demokrasi secara lebih kasar daripada orang Kristen. Sebenarnya,
bukti empiris menunjukkan bahwa umat Islam, secara keseluruhan, menyediakan
penilaian demokrasi yang lebih positif daripada responden Ortodoks Timur,
mempertanyakan gagasan bahwa Islam secara khusus memusuhi demokrasi.
Selain itu, tidak ditemukan pola yang menunjukkan bahwa umat Islam dan
orang Kristen secara sistematis bereaksi berbeda terhadap faktor-faktor yang
beragam ilmuwan dianggap penting untuk pengembangan demokrasi. Hasilnya
memberi beberapa indikasi, bagaimanapun, bahwa evaluasi Muslim tentang
demokrasi sebagai sebuah bentuk pemerintahan yang ideal mungkin lebih
cenderung dipengaruhi secara positif oleh kepercayaan pada institusi politik dan
keanggotaan dalam asosiasi sukarela. Ada juga tanda adanya "reaksioner" yang
lebih sedikit (yaitu, mereka yang menyetujui rezim komunis lama sementara
menolak yang baru rezim) di antara penduduk Muslim postcommunist daripada di
kalangan orang Kristen tinggal di bekas negara komunis. Akhirnya, model
gabungan disajikan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa di negara-negara
yang termasuk dalam studi, agama mungkin sebenarnya hanya memainkan peran
kecil dalam penilaian demokrasi individu ideal.
Pertanyaan tetap, tentu saja. Bisa dikatakan bahwa negara-negara masuk
penelitian ini memiliki pemerintahan sekuler, dan juga kurang mempraktikkan
penganutnya Islam daripada banyak negara Muslim lainnya, yang mungkin
menimbulkan keraguan tentang penerapan temuan empiris ini ke negara lain
(misalnya, yang di Timur Tengah). Selanjutnya, karena kurangnya pertanyaan
survei yang bertanya jika responden mengikuti ajaran agama mereka, variabel
yang digunakan di sini untuk mengukur kepatuhan terhadap doktrin agama
(frekuensi masjid atau gereja kehadiran) kurang ideal, hal ini terutama berlaku
untuk Muslim responden.
1.1.1.6 Majelis Ulama Indonesia and pluralism in Indonesia
Basic negara Indonsia yang beragam, juga dapat menjadi faktor
pendukung atau penghambat akan implementasi demokrasi di negara ini. Oleh
karena itu implementasi demokrasi haruslah dilaksanakan dengan
mempertimbangkan pluralisme. Selanjutnya dijelaskan dari sudut pluralisme di
Indonesia juga oleh Syafiq Hasyim dalam jurnal yang berjudul “Majelis Ulama
Indonesia and pluralism in Indonesia” pada tahun 2015. Menjabarkan tentang
mempertahankan dan mengarusutamakan penghormatan terhadap pluralisme di
negara Muslim seperti Indonesia tidak hanya secara legal, tapi juga secara
kultural, menuntut jika kita menginginkan negara ini tetap menjadi negara
demokratis Namun, proses pengarusutamaan pluralisme semestinya dilakukan
melalui musyawarah publik terhadap berbagai organisasi masyarakat sipil, tidak
didikte oleh negara. Peran negara seperti Indonesia adalah untuk menyediakan dan
menegakkan hukum produk yang menumbuhkan pluralisme. Pluralisme yang
dipromosikan oleh negara, belajar dari kasus dukungan MUI dalam pluralisme
selama era Suharto, telah mengindikasikan kegagalan.
Keadaan sulit untuk memperkuat pluralisme Islam di Indonesia adalah
karena monopoli interpretasi Islam dan pembuatan fatwa oleh satu organisasi.
Untuk konteks Indonesia, monopoli Sunni terhadap interpretasi Islam yaitu
Seringkali dibajak oleh MU itu bermasalah. Dengan mengasumsikan peran
perwakilan secara keseluruhan Organisasi Muslim, MUI bertindak sebagai
penengah arus utama Islam di Indonesia dan Indonesia meminggirkan gerakan di
pinggiran. Meningkatnya iklim anti pluralisme, sebagaimana tercermin dalam
peran MUI, tidak hanya konsekuensi kekuatan nasional, tapi juga masalah
internasional dan transnasional. Itu Konflik Palestina dan Israel, serangan
terhadap Afghanistan, Irak, Rohingya dan banyak lainnya Faktor eksternal telah
berkontribusi untuk menciptakan sentimen anti-pluralisme. Terakhir dekade,
pengaruh kelompok Wahhabisme atau Neo-Hanbali di Indonesia juga telah terjadi
kerusakan besar pada pluralisme Indonesia. Kelemahan pluralisme hukum dan
penegakan hukum di Indonesia telah diinstruksikan sebagai wahana untuk
meningkatkan anti pluralisme.
1.1.1.7 Adaptive Capacity of Coupled Ecosystem – Social System in the
Community Who Live in the Graviar: A Case Study the population in the
areas of Brintik Hill Graveyard Communities in Semarang, Indonesia
Sunarjan (2018) dalam penelitiannya yang berjudul ―Adaptive Capacity of
Coupled Ecosystem – Social System in the Community Who Live in the Graviar:
A Case Study the population in the areas of Brintik Hill Graveyard Communities
in Semarang, Indonesia” menyebutkan tentang bagaimana cara beradaptasi,
mengenai masalah yang ada yaitu mengapa orang miskin dan orang pinggiran
sebagai komunitas kuburan menjadi maju dan bertahan. Artikel ini bertujuan
untuk menyelidiki peran kapasitas adaptif dalam menyediakan layanan
pengiriman dan mempengaruhi kesejahteraan dan kemiskinan keluar.
Beberapa tahun terakhir, (Locatelli, 2008 b) di sana telah menjadi minat
yang meningkat dalam ekosistem adaptasi (EBA). EBA (Locatelli, 2008a)
membahas peran jasa lingkungan di Indonesia mengurangi kerentanan sumber
daya alam masyarakat tergantung pada multisektoral dan pendekatan multiskala.
Mereka kekurangan sumber daya untuk mendapatkan jenis diet, ikut serta dalam
kegiatan dan memiliki kondisi hidup dan fasilitas yang biasa, atau setidaknya
banyak didorong atau disetujui dalam masyarakat di mana mereka milik. Ada
aliran energi, material, dan informasi dari dan ke sistem sosial, dari dan ke
ekosistem Sistem sosial dipilih dan diadaptasi untuk ekosistem Sistem dan
ekosistem sosial sudah adaptif kapasitas. Mereka memiliki kepekaan. Umumnya,
orang - orang yang datang di daerah kosong di Pemakaman Bukit Brintik adalah
masyarakat yang belum memiliki tempat atau tanah. Ini akan menggunakan
bangunan atau tempat tinggal. Jumlah mereka adalah orang miskin beberapa desa
di sekitar Semarang dan Jawa Tengah.
Modal advasory adalah upaya untuk beradaptasi sorounding orang yang
hidup di makam. Bagi banyak orang tua, anak-anak adalah masa depan ekonomi
mereka. Mereka adalah seorang polis asuransi, dan produk tabungan. Sosial
norma-norma juga dapat mencerminkan kepentingan ekonomi dalam suatu
masyarakat. Orang miskin menginginkan banyak anak hanya karena itu adalah
anak investasi ekonomi. Anak-anak sebagai keuangan instrumen. Semua waktu
bayi kecil disewa dari orang lain. Bayi untuk digunakan oleh para wanita yang
menyewa sebagai instrumen untuknya meminta uang kepada Sopir di jalan.
Modal komunitas adalah konsep yang membantu karena itu mempertimbangkan
kedua lingkungan karakteristik individu orang dalam komunitas dan kekuatan dari
lingkungan. Penulis menunjukkan bahwa seseorang membawa ke situasi satu set
perilaku, kebutuhan, dan kepercayaan yang merupakan hasil dari atau pengalaman
uniknya.
Namun ia juga mengakui bahwa apa pun yang dibawa ke sana situasinya
harus terkait dengan dunia sebagai orang itu menghadapinya. Itu adalah dalam
transaksi antara orang tersebut dan bagian dari dunia orang itu yang berkualitas
hidup dapat ditingkatkan atau rusak. Di sinilah terletak keunikan pekerjaan sosial.
Keterlibatan warga negara meningkatkan modal sosial karena meningkatkan
jumlah interaksi pribadi, meningkatkan informasi tentang ingkat kepercayaan
bahwa setiap individu layak dan dengan demikian mengkonsolidasikan
keseluruhan tingkat kepercayaan (Putnam 2000).
Pada saat yang sama jaringan kewarganegaraan tanggung jawab memasok
barang-barang relasional seperti kontak, informasi dan reputasi yang penting nilai.
Barang-barang ini hanya dapat dilestarikan jika individu tetap berada dalam
kerangka kerja komunitas hubungan. Penyebaran kewarganegaraan tampaknya
terjadi mengurangi masalah oportunisme karena kapan inisiatif berlangsung dalam
konteks pribadi hubungan dan jejaring sosial, ada yang lebih besar kemungkinan
kesepakatan akan dijaga. Hal ini karena dari ketakutan bahwa jika suatu perjanjian
dipatahkan sanksi yang dikenakan dapat menjadi pengecualian dari sistem
perjanjian individu dan kolektif. Mampu menggunakan barang komunitas dengan
demikian merupakan insentif penting dalam menghindari pembelotan dan
menempatkan hubungan kepercayaan beresiko. Hubungan sebab akibat antara
modal sosial dan kecenderungan individu untuk bekerja sama dikonfirmasi oleh
banyak bukti empiris.
1.1.1.8 The Mission of Indonesian Journalism: Balancing Democracy,
Development, and Islamic Values
Selanjut menganai implementasi demokrasi di Indonesia haruslah
dilaksanakan dengan baik, sehingga dapat diterima dan dapat tercapai suatu tujuan
dari demokrasi di Indonesia itu sendiri. Terdapat upaya-upaya yang dapat
dilakukan oleh warga negara demi memajukan demokrasi di Indonesia, termasuk
oleh seorang jurnalis. Dijabarkan oleh Lawrence Pintak dan Budi Setiyono dalam
jurnal yang berjudul “The Mission of Indonesian Journalism: Balancing
Democracy, Development, and Islamic Values” tahun 2011. Cara wartawan
Indonesia melihat misi inti mereka telah berevolusi namun telah ada tidak berubah
secara radikal sejak era Suharto. Sementara mereka tidak lagi lapdog dari
pemerintah, mereka terus melihatnya sebagai tugas mereka untuk bekerja dalam
pengembangan masyarakat untuk memberi suara kepada mereka yang tidak
memilikinya. Prioritas mereka adalah area yang bisa membantu mereka bangsa
berhasil beralih ke abad baru: pendidikan, hak asasi manusia, eliminasi korupsi
dan kemiskinan, perbaikan lingkungan, dan kesehatan masyarakat orang orang.
Bebas dari pembatasan Orde Baru yang lebih mengerikan, wartawan
Indonesia masih tidak melihatnya sebagai tempat mereka untuk menyerang atau
merobohkan. Sama seperti pria yang punya hak untuk meneriakkan api di sebuah
teater yang ramai namun memilih untuk mempertahankan kontrol dirinya,
wartawan Indonesia percaya bahwa mereka harus menyeimbangkan hak mereka
sendiri dengan sesama warga negara mereka. Seperti mayoritas orang-orang
sebangsanya, identifikasi para jurnalis dengan Islam telah diperkuat, bercampur
dengan nasionalisme Indonesia yang didukung dengan sangat keras oleh media di
bawah Soeharto. Untuk sebagian besar, mereka menyukai menenun Muslim nilai
ke dalam struktur masyarakat namun mendukung pemisahan masjid yang terus
berlanjut dan negara dan menolak manifestasi kekerasan Islam militan, karena
takut mereka melemahkan stabilitas bangsa.
Meskipun sinis tentang motif Amerika dalam memberikan bantuan setelah
tsunami Asia, Mereka sama sekali tidak anti-Amerika, juga tidak pernah
mengalami radikalisasi pada era pasca-9/11. Mereka memberi sedikit prioritas
pada konflik Timur Tengah dan Asia Selatan dan tempat harapan besar pada
Presiden Obama dan potensi hubungan yang lebih baik antara United Negara dan
dunia muslim. Akhirnya, wartawan Indonesia tidak takut mengkritik diri sendiri,
mengekspresikannya kekhawatiran serius tentang kurangnya profesionalisme dan
etika industri mereka sendiri, sama seperti mereka berjuang untuk melepaskan
belenggu yang tersisa pada kemerdekaan mereka.
Dunia modern perkembangan IPTEK tentulah tak bisa kita hindari
penggunaan internet dalam kehidupan sehari-hari, hal ini perlahan tapi pastilah
akan mempengaruhi kegiatan demokrasi dalam praktiknya, seperti penggunaan
media sosial dan lain sebagainya. Sebagaimana dijelaskan oleh Flourensia Sapty
Rahayu, Susi Widjajani, Muslimah Zahro Romas dalam hasil penelitiannya yang
berjudul ―Iptek Bagi Masyarakat Peserta Didik dalam Menyikapi Fenomena
Cyberbullying di Kalangan Remaja‖ tahun 2013, menjabarkan tentang permasala-
han aspek kehidupan sosial masyarakat dijawab dengan memberikan penyuluhan
tentang bagaimana membangun sikap kepedulian sosial terhadap korban dan
bagaimana menyikapi peristiwa cyberbullying yang terjadi. Juga diberikan
pelatihan tentang bagaimana membangun sebuah komunitas online anti
cyberbullying di Internet. Kegiatan pendampingan dilakukan sebagai sarana untuk
memonitor sejauh mana Peserta Didik-siswi telah melakukan kegiatan sosisalisasi
tentang cyberbullying kepada teman-teman mereka. Secara umum semua kegiatan
telah berjalan sesuai dengan rencana. Hanya ada sedikit kendala pada saat
pendampingan untuk mengingatkan Peserta Didik-siswi dalam membuat tugas
untuk sosialisasi yang telah diberikan kepada mereka. Peserta Didik-siswi di salah
satu sekolah kurang disiplin dalam mengerjakan tugas sehingga harus selalu
dikejar-kejar untuk dapat memenuhi tenggat waktu yang telah diberikan.
1.1.1.9 Does the Internet Promote Democracy
Selanjutnya juga dijabarkan oleh C.C. Gotlieb dalam hasil penelitiannya
yang berjudul “Does the Internet Promote Democracy?” tahun 2002.
Menjelaskan tentang Metode komunikasi yang tidak bisa diinterupsi oleh aksi
musuh. sebuah konsekuensi bahagia dari ini adalah bahwa hal itu tidak dapat
ditekan oleh mereka yang mungkin memilih untuk melakukannya, dan dengan
demikian menjadi cara yang ampuh untuk mencapai orang-orang. Apalagi karena
biaya transmisi dan penerimaannya begitu rendah, itu bisa membuat setiap orang
penerbitnya sendiri, sehingga menjadi jalan bagi individu untuk menjangkau
seluruh dunia. Hal ini memungkinkan gagasan menyebar, berita menjadi tanpa
sensor, dan meletakkan dasar untuk prasyarat yang paling penting demokrasi.
Bukti paling kuat bahwa Internet memang bekerja dengan cara ini Adanya
ratusan jaringan komunitas, internet politik kelompok aksi, dan organisasi
internasional yang sangat terorganisir, yang ada mendorong netizen untuk secara
aktif terlibat dalam pengawasan pemerintah dan partisipasi. Tidak diragukan lagi,
Amerika Serikat memiliki jumlah kelompok terbanyak, tetapi mereka juga sangat
aktif di Kanada, Inggris, Australia, dan banyak negara lainnya. Beberapa contoh
harus dijadikan poin. Di Amerika. Demokrasi Online memberi tujuannya
Mempromosikan upaya partisipasi masyarakat secara online di seluruh dunia
berbagi pengalaman informasi, penjangkauan, dan pendidikan. Pusat untuk
Jaringan Sipil di Cambridge MA.
Kampanye Global Internet Liberty (www.gilc.org) memiliki kebebasan
berbicara dan privasi sebagai isu utamanya, namun cakupannya benar-benar
internasional, seperti namanya klaim. Di belasan negara pemerintah secara aktif
mendorong, dan bahkan mendukung secara finansial, semacam itu organisasi.
Saya senang untuk mengatakan bahwa dalam sebuah survei baru-baru ini, Kanada
dinilai lebih dulu di antara dua puluh negara yang bertindak dengan cara ini. Di
Universitas Toronto saya sendiri, The Electric Commons/L 'AgoraElectronique
dengan sangat baik.
Bahkan di negara-negara demokratis yang tidak kudis akses seperti yang
dijelaskan Di atas ada kontrol yang nyata dan efektif. Internet dikelola oleh
perusahaan swasta yang terdaftar di California-ICANN-the Internet Corporation
untuk Ditugaskan Nama dan Nomor. Pemerintahan Internet oleh ICANN adalah
topik yang sangat kontroversial yang membutuhkan pembicaraan lebih lama
daripada yang satu ini bahkan mulai melakukannya keadilan. Untuk pandangan
menyeluruh tentang Kehadiran dan sejarah internet, dan tata kelola, lihat Internet
Galaxy oleh Manuel Castells.
Cukuplah disini untuk mengatakannya seolah-olah Tujuan ICANN
terutama untuk mengelola ruang domain, menetapkan URL (Universal Resource
Locations), dan alamat internet untuk routing, dan ke menyelesaikan perselisihan
di antara mereka yang ingin mendaftarkan nama Web. Tapi ICANN's dewan
direksi sangat berat tertimbang oleh perwakilan dari perusahaan multinasional,
dan mekanisme penyelesaian perselisihannya sebagian besar diambil dari World
Intellectual Property Organization yang berbasis di Jenewa (WIPO), yang
mengelola hak cipta, hak paten, dan merek dagang. Kritik terhadap ICANN, yang
datang dari banyak tempat, dan terutama dari dua nya Direksi sendiri yang berasal
dari Amerika Serikat dan Jerman, berpusat di sekitar tuduhan bahwa hal itu tidak
demokratis, bahwa hal itu menguntungkan perusahaan global besar, dan dengan
mengikuti WIPO itu mengabadikan dominasi Internet oleh organisasi
multinasional untuk siapa keuntungan, dan bukan keadilan adalah tujuan penting.
Hasilnya adalah komersialisasi yang berkembang Internet. Hal ini dapat di jadikan
sebagai pijakan peneliti didalam memandang penggunaan internet dalam
demokrasi, meskipun berbeda konteksnya.
1.1.1.10 Learning by clicking:An experiment with social media democracy
in Indonesia
Selanjutnya mengenai penggunaan internet dalam berdemokrasi juga dapat
dimanfaatkan dalam proses pengambilan suaranya/ vooting. Seperti dijelaskan
oleh Effendi Gazali dalam jurnalnya yang berjudul ―Learning by clicking:An
experiment with social media democracy in Indonesia‖ pada tahun 2014
menjelaskan dari interplays yang digambarkan dalam penelitian tersebut, kita
dapat melihat bahwa semua faktor di dalamnya komunikasi politik kontemporer
Indonesia telah bereksperimen dengan media sosial. Tentu, mereka memiliki
kepentingan yang berbeda, tapi hampir semuanya melihat a secara bertahap
namun signifikan pengaruh media sosial terhadap demokrasi di Indonesia.
Pasar sekali lagi menunjukkan kemampuan beradaptasi dalam bekerja baik
dengan Media pemerintah dan konvensional dan sosial. Pemilik media dan
konglomerat mereka jarang kehilangan apapun yang bertentangan dengan
kepentingan mereka. Wartawan di industri media masih merasa harus melayani
kepentingan bersama. Secara umum, Bila ada kepentingan yang saling
bertentangan, pemilik media dan wartawan sekarang cukup bugar baik dalam
kategori 'kolaborasi orientasi terhadap dialog'. Pada bagian dari para aktivis, kami
mencatat 'orientasi agon terhadap dialog.' Ini menunjukkan bahwa kita seharusnya
tidak berusaha untuk meningkatkan hubungan sosial dengan mengorbankan
pengalamatan ketidaksetaraan dan eksploitasi sosial (Rawlins, 2009), atau tidak
mendukung dialog konsensual sebagai bentuk terbaik perubahan sosial (Ganesh
dan Zoller, 2012: 84). Jadi, beberapa Aktivis mungkin masih bisa menjalin
hubungan baik dengan ruang berita media konvensional untuk mendapatkan
dukungan atas tindakan yang mereka luncurkan melalui media sosial. Tapi
kebanyakan para aktivis sangat yakin akan pengaruh media sosial yang luar biasa
Diilustrasikan oleh Usman Hamid, yang tampaknya tidak lagi melihat sebuah isu
di sana, mengatakannya 'Konglomerat media konvensional hampir mati!' Bahkan
para aktivis sudah lama mencoba untuk secara taktis menangani kebutuhan untuk
merangkul keduanya prinsip-prinsip budaya konsumen saat ini dan menantang
narasi-narasumber yang dominan. Namun, mereka tidak selalu berhasil. Itulah
sebabnya mereka cenderung meringkas formula untuk memanfaatkan jaringan dan
pergerakan gerakan (yang sekarang kita sebut jaringan gerakan atau gerakan
jaringan). Mereka kemudian berusaha membangun sinergi dengan bagian
masyarakat sipil lainnya, antara lain di Dinamo (Digital Nation Movement).
Melihat banyak eksperimen, seseorang tidak dapat mengatakan bahwa
para aktivis Indonesia memiliki berhasil menaklukkan fenomena Lim 'banyak
klik, tongkat kecil'. Apa yang kita bisa Diperkirakan lebih jauh lagi bagi para
aktivis untuk terus bereksperimen dengan segala potensi sosialnya media
berdasarkan kasus per kasus. Aktor lain akan melakukan hal yang sama. Haruskah
aktivis Terus bekerja secara sistematis dan inovatif dalam ranah media sosial yang
unik, Indonesia mungkin terus bergerak secara bertahap namun secara signifikan
mengarah pada apa yang disebut sosial demokrasi media. Untuk saat ini, semua
agen ini telah mengklik dan mengklik-dan belajar, satu klik pada satu waktu.
1.1.2 Jurnal Nasional Terakreditasi
1.1.2.1 Demokrasi Menundukkan Anarki
Dijelaskan pula oleh Andi Ali Said Akbar dalam jurnalnya yang berjudul
―Demokrasi Menundukkan Anarki‖ pada tahun 2016 menjabarkan secara
kultural, penting pula melakukan perubahan strategi pengakaran budaya
demokrasi di tubuh Ormas. Selama ini hanya dikenal strategi pembangunan
semangat demokrasi dan pluralism melalui dialog dan kerjasama antar ormas dan
kelompok berbeda agama kemudian antara ormas dengan Negara. Belum banyak
dikembangkan strategi dialog internal umat beragama seperti dialog antar sesame
Ormas Islam sendiri. Padahal kita ketahui antara NU, Muhammadiyyah, ICMI,
JIL, FPI, Budayawan, Universitas dan lain sebagainnya memiliki akar sejarah,
pemikiran, tradisi dan strategi gerakan yang jauh berbeda satu sama lain.
Pembelajaran dari perbedaan sejarah, pemikiran dan tradisi ini masih jarang
didialogkan di internal umat Islam sendiri. Tradisi dialog dan kerjasama antar
sesame ormas seagama akan menumbuhkan promosi nilai-nilai etika politik yang
mencerminkan sikap ideal berdemokrasi.
Resep yang sama juga harus tumbuh dikalangan Ormas nasional,
kepemudaan dan kedaerahan. Ormas seperti Pemuda Pancasila (PP), KNPI,
Laskar Merah Putih dan sebagainnya. Sesama Ormas hendaknya mengembangkan
diskursus dan kerjasama gerakan yang mencerminkan etika politik dan
kepentingan bersama sehingga terbangun ikatan emosional, persaudaraan dan
kedewasaan berpolitik. Nantinya ketika terdapat isu ataupun momen yang
membuat mereka bersingungan maka tidak akan mudah terarah pada konflik yang
menajam dan anarkhis. Pada akhirnya baik Ormas dan Negara memiliki tanggung
jawab yang sama pentingnya dalam mengembangkan kultur dan etika masyrakat
sipil di sebuah Negara demokrasi.
1.1.2.2 Pola Demokrasi yang Dikembangkan Pendiri Bangsa
Hariono dalam jurnalnya yang berjudul ―Pola Demokrasi yang
Dikembangkan Pendiri Bangsa‖ tahun 2012 menjelaskan blue-print demokrasi
yang dikembangkan oleh para pendiri bangsa bergerak dari ranah yang bersifat
pribadi meluas pada dimensi sosial dan politik. Pengalaman hidup anak-anak
pergerakan sebagai pribadi yang sering diperlakukan tidak adil mendapat
pemahaman baru setelah mereka berkenalan dengan pengetahuan modern. Proses
berpikir mereka yang kritis dan reflektif mampu mengungkap adanya proses
budaya yang dianggap tidak wajar. Mereka menggugat proses dehumanisasi yang
sedang berlangsung pada jamannya. Mereka menyadari bahwa rakyat nusantara
tidak pernah mendapat kedaulatan dalam sistem feodal maupun kolonial.
Kekuasaan dalam sistem feodal maupun kolonial selalu berusaha
mendominasi. Kungkungan sistem feodal dan kolonial yang membelenggu
kedaulatan rakyat menyebabkan rakyat selamanya tidak akan berdaulat. Mereka
berusaha menemukan sistem kekuasaan yang memungkinkan untuk menempatkan
rakyat berdaulat. Sistem tersebut adalah demokrasi. Dalam rangka merebut
kedaulatan politik itulah, para pendiri bangsa mempunyai cara pandang dan
metode perjuangan yang berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh persepsi
mereka tentang demokrasi. Secara umum konsepsi tentang demokrasi dibedakan
menjadi dua, yaitu demokrasi moderat dan demokrasi radikal. Demokrasi
evolusioner adalah konsep yang beranggapan bahwa demokrasi harus
dilaksanakan secara gradual sesuai dengan kemampuan rakyat serta kondisi
sosial-ekonomi-politik yang ada. Kelompok yang mendukung konsepsi ini
umumnya menganut garis perjuangan yang kooperatif dengan pihak penjajah.
Tokoh-tokoh yang bersedia bergabung dalam Volksraad adalah pendukung dari
gerakan demokrasi evolusioner.
Sebaliknya mereka yang tidak bersedia bekerjasama dengan pihak
penjajah adalah pendukung demokrasi radikal. Mereka tidak bersedia duduk di
Volksraad, karena Volksraad hanya dianggap sebagai lembaga demokrasi semu.
Lembaga ini mempunyai kelemahan.
1.1.2.3 Jean-Jaques Rousseau dalam Demokrasi
Daya Negri Wijaya menjelaskan pandangan tokoh mengenai demokrasi
dalam jurnal yang berjudul ―Jean-Jaques Rousseau dalam Demokrasi‖ pada tahun
2016, menjelaskan demokrasi Rousseau tidak terlepas dari teori sentralnya pada
kebebasan dan kehendak umum. Demokrasi sebagai tata kelola rakyat selalu
berbasis pada kebebasan dan kehendak umum. Bila bagi Locke pemerintahan
yang baik seharusnya dipisahkan menjadi tiga yakni legislatif, eksekutif, dan
federatif; pemerintahan yang baik bagi Rousseau tidak perlu dibagi karena dapat
memecah keutuhan negara. Dia beranggapan bahwa demokrasi yang ideal tidak
akan pernah ada karena sangat kecil kemungkinan manusia memperjuangkan
kepentingan umum. Namun, dia juga berpendapat kepentingan umum pasti selalu
ada walaupun dibayangi oleh kepentingan pribadi. Selama kebebasan berpendapat
dijunjung tinggi dalam kehidupan politik dan musyararah dalam merancang
kebijakan dilakukan, maka pemerintahan telah mengarah pada demokrasi idealnya
Rousseau. Ketika kehendak umum selalu dikedepankan maka kesetaraan,
keadilan, dan kesejahteraan rakyat secara tidak langsung akan tergapai.
1.1.2.4 Tinjauan Konstitusional Terhadap Pemilihan Umum Kepala Daerah
Pemilu merupakan wujud nyata dari demokrasi disuatu negara termasuk
negara Indonesia yang asaskan demokrasi Pancasila, adapun dasar dari
dilaksanakannya pemilu di Indonesia baik dalam pemilu Eksekutif maupun
legislatif, dari tingkat pusat maupun daerah. Berikut adalah telah diterangkan oleh
Widayati dalam penelitiannya mengenai ―Tinjauan Konstitusional Terhadap
Pemilihan Umum Kepala Daerah‖ pada tahun 2010, menjelaskan dalam Pasal 1
ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk
Republik. Dari rumusan Pasal tersebut tergambar bahwa the founding fathers
Indonesia sangat menekankan pentingnya konsepsi Negara Kesatuan sebagai
definisi hakiki Negara Indonesia. Dan Pasal 37 ayat (5) menyatakan bahwa
Khusus terhadap bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan. Pasal ini jelas mengandung komitmen dan tekad bahwa
Negara Republik Inndonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, akan tetap berbentuk Negara Kesatuan
selamanya, kecuali tentunya jika Majelis Permusyawaratan Rakyat pada suatu hari
mengubah lagi ketentuan Pasal 37 ayat (5) tersebut (Asshiddiqie, 2006). Salah
satu ciri dari sebuah Negara Kesatuan adalah tidak terdapat Negara dalam Negara.
Kekusaan penyelenggaraan negara berada pada pemerintah pusat. Wewenang
legislatif tertinggi dipusatkan dalam suatu badan legislatif nasional/pusat.
Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah.
Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian
kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi (Budiardjo, 1982). Negara
Indonesia adalah negara kesatuan dengan prisip desentralisasi. Negara Kesatuan
Republik Indonesia dikembangkan dengan tetap menjamin otonomi daerah-daerah
yang tesebar di seluruh tanah air Indonesia yang sangat luas dan majemuk.
1.1.2.5 Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Menggunakan Hak Suara pada
Pemilu Legislatif 2014
Selanjutnya dijelaskan pula oleh Muhammad Bayu Dwi Cahyo dalam hasil
penelitiannya yang berjudul ―Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Menggunakan
Hak Suara pada Pemilu Legislatif 2014‖ tahun 2015, menjelaskan beberapa hal
yang perlu digaris bawahi mengenai Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam
Menggunakan Hak Suara pada Pemilu Legislatif 2014, yaitu pertama tingkat
partisipasi masyarakat pada Pemilu Legislatif 2014 kali ini meningkat. Karena
jika dibandingkan dengan Pemilu Legislaif 2009, pemilih yang hadir meningkat
walaupun jumlah peningkatannya bisa dibilang sedikit. Dan walaupun sebenarnya
tingkat masyarakat yang golput masih cukup banyak. Dari data yang penulis
peroleh, dari sebesar 66.378 pemilih, ada sebanyak 45.564 (69%) pemilih yang
hadir, sementara sebanyak 21.743 (31%) pemilih yang tidak hadir.
Kedua, tingginya angka masyarakat urban di Kecamatan Godong
Kabupaten Grobogan menjadi salah satu penyebab banyaknya pemegang hak pilih
yang golput, sekitar 25%-30% pemegang hak pilih tidak berada ditempat atau
berada di luar kota, baik untuk bekerja maupun kuliah dan lain-lain. Tidak
tertariknya masyarakat Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan dengan Pemilu
juga menjadi penyebab mengapa masyarakat memilih untuk golput. Dan juga
banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang sosok calon-calon legislatif
yang akan dipilih juga menyebabkan masyarakat enggan untuk menggunakan hak
pilihnya.
Ketiga, jika dilihat dari pasal 28 E UUD 1945, golput bukanlah sebuah
pelanggaran hukum melainkan HAM. Jadi masyarakat bebas untuk memilih
ataupun tidak memilih pada penyelenggaraan Pemilu. Masyarakat yang tidak
dapat memilih karena tidak terdatar sebagai DPT (Daftar Pemilih Tetap) meru-
pakan suatu pelanggaran HAM, karena telah menghilangkan hak politik sebagai
warga Negara yang berhak untuk memilih atas dasar hal-hal tersebut, penulis me-
nyarankan beberapa hal. Pertama, pemerintah perlu lebih mempermudah proses
pindah memilih, agar masyarakat yang merantau ke luar kota maupun keluar
negeri dapat dengan mudah mendapatkan hak pilih, dan tetap bisa berpartisipasi
menggunakan hak pilihnya tanpa harus pulang ke kampong halamannya terlebih
dahulu. Selanjutnya, KPU harus lebih meningkatkan sosialisasi, agar antusiasme
masyarakat terhadap Pemilu menjadi meningkat, dan agara masyarakat mau untuk
dating ke TPS untuk menggunakan hak pilih mereka. Yang terakhir, Bawaslu
seharusnya cepat untuk menanggapi laporan-laporan dari warga, tidak hanya
membiarkannya saja. Dan Bawaslu juga harus lebih sering turun langsung ke
lapangan untuk meningkatkan pengawasan terhadap jalannya Pemilu.
1.1.2.6 Partai Politik Islam dan Pemilihan Umum: Studi Peningkatan Dukungan
Elektoral PKB dan PPP Pada Pemilu Legislatif 2014 DPR RI di Dapil DKI
Jakarta
Dijelaskan Donie kadewandana malik (2016) juga mengenai demokrasi
golongan, meningkatnya dukungan elektoral partai-partai politik Islam di Pemilu
Legislatif 2014, seperti PKB dan PPP, menunjukkan bahwa partai-partai politik
Islam juga mempunyai peluang yang sama dengan partai-partai lainnya yang tidak
berbasis agama untuk menaikkan suara di dalam arena politik pemilu. Jadi, partai
berlabel agama atau nasionalis, ataupun yang lainnya tidak berpengaruh signifikan
terhadap performa di pemilu. Melainkan yang lebih menentukan terhadap
kenaikan dukungan elektoral partai-partai di dalam pemilu adalah multifaktor
seperti kinerja/performa, program, maupun tokoh-tokoh dari partai politik itu
sendiri. Partai berbasis agama atau nasionalis jika tidak berperforma baik maka
tidak akan mendapatkan dukungan. Namun sebaliknya, partai berbasis agama atau
partai nasionalis, jika berperforma baik, maka akan mendapatkan dukungan dari
pemilih
Sejalan dengan itu, ada beberapa tantangan ke depan yang harus direspons
oleh partai-partai politik di Indonesia, khususnya bagi partai-partai politik Islam
agar terus eksis di kancah perpolitikan tanah air. Pertama, terkait dengan
kemampuan partai-partai politik Islam dalam mengaktualisasikan ideologi Islam
di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga dapat memberikan
dampak positif bagi perubahan bangsa ke arah yang lebih baik. Kedua, dalam hal
kepemimpinan politik. Artinya, sejauh mana partai-partai politik Islam, bisa
memiliki pemimpin-pemimpin yang visioner dan berkualitas. Ketiga, terkait
dengan kemampuan pengemasan (branding) partai-partai politik Islam di era yang
semakin kompetitif ini supaya bisa tetap eksis dan dilirik oleh para pemilih.
1.1.2.7 Kapitalisme Pendidikan dalam Penerapan Progam Sekolah di SMA Al-
Kautsar Bandarlampung
Kualitas demokrasi seorang warga negara tentunya juga dipengaruhi oleh
kualitas pendidikannya. Dijabarkan oleh Tuti Sulistio Warni & Nurul Fatimah
dalam jurnal yang berjudul ―Kapitalisme Pendidikan dalam Penerapan Progam
Sekolah di SMA Al-Kautsar Bandarlampung‖ tahun 2015, menerangkan
mengenai dunia pendidikan, dalam output yang dihasilkan SMA Al-Kautsar
terbukti sekolah ini dalam penerapan program sekolah tidak berjalan efektif
karena tidak semua program sekolah dan fasilitas sekolah dapat dirasakan para
Peserta Didik SMA Al-Kautsar, selain itu proses pembelajaran yang efektif juga
tidak terjadi di seluruh tipe kelas, akhirnya berdampak pada prestasi yang mereka
peroleh. Khususnya kelas plus yang difasilitasi lebih oleh sekolah tidak
menunjukan banyak prestasi, hal ini disebabkan dalam proses pembelajarannya
berjalan tidak efektif karena banyak program plus yang seharusnya dijalankan
namun justru tidak diterapkan oleh para guru. Selain itu komunikasi antara Peserta
Didik dan guru juga tidak efektif, terbukti sekolah tidak memiliki banyak data
mengenai keterserapan lulusan di berbagai macam perguruan tinggi dan juga
dunia pekerjaan, hal ini menyebabkan sulitnya mengukur keunggulan SMA Al-
Kautsar berdasarkan keterserapan lulusannya di dunia kerja.
1.1.2.8 Aspek Demokrasi dalam Pemilihan Umum Raya Online Presiden
Mahasiswa Universitas Negeri Semarang tahun 2011.
Dalam hal pendidikan Demokrasi dalam lingkungan Pendidikan terdapat
hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
kali ini, yaitu oleh Syamsul Bakhri, Tri Marhaeni Pudji Astuti, Eko Handoyo
dalam jurnal yang berjudul ―Aspek Demokrasi dalam Pemilihan Umum Raya
Online Presiden Mahasiswa Universitas Negeri Semarang tahun 2011‖ pada tahun
2013, menjelaskan dalam pelaksanaan pemilu online penghitungan suara yang
merupakan proses selanjutnya dalam berdemokrasi setelah pemungutan suara juga
perlu dikembangkan lebih lanjut. Penghitungan suara yang terkesan tertutup dan
tidak diketahui banyak mahasiswa dapat di tunjang dengan pemanfaatan
telekonferensi video. Sehingga partisipan dapat saling berkomunikasi tanpa
mengunjungi tempat penghitungan suara di Gedung Rektorat. Tetapi, bisa
melihatnya di tempat-tempat yang dekat, strategis dan dikunjungi banyak
mahaPeserta Didik. Misalnya di tiap-tiap fakultas, Taman Embung Unnes,
Gerbang utama Unnes dan Simpang tujuh Unnes.
Terjadinya perubahan sosial dan budaya dalam Pemira disebabkan oleh
penemuan baru. Faktor pendorong terjadinya perubahan adalah penemuan baru
dalam bidang teknologi, yaitu sistem online dalam Pemira. Sistem Pemira online
pada awalnya sebagai gagasan atau discovery, untuk meningkatkan efisiensi dan
penekanan penggunaan kertas dalam Pemira.Tetapi, karena gagasan ini sesuai dan
mendukung visi Unnes konservasi pada tahun itu juga dilakukan pengembangan
dan penerapan.Teknologi ini baru pada tahap invention yaitu diakui dan
diterapkan di Unnes Dalam Penghitungan suara Pemira online tidak terjadi aksi
publik yang diprakarsai oleh individu karena selain dari hasil Pemira yang
terpampang di layar diacuhkan oleh penonton. Hanya ada individu yang
berkumpul dan melihat hasil penghitungan suara. Semua yang berada di sana
tidak memberikan dukungan dengan bersorak-sorak atau yel-yel dan tidak terjadi
perbedaan pendapat atau adanya hal yang dapat memicu terjadinya konflik. Dapat
disimpulkan bahwa Pemira online dapat menjadi solusi untuk memecahkan
masalah konflik atau sengketa Pemilu yang sering terjadi.
1.1.2.9 Pembuatan Model E-Election Berbasis SMS Gateway Untuk Pemilihan
Ketua Osis
Selanjutnya terdapat pula hasil penelitian oleh Donie Kadewandana Malik
(2016) mengenai demokrasi pemilihan dalam lingkungan pendidikan dasar dan
menengah adalah penelitian yang dilakukan oleh Etika Mulyawati dalam
penelitiannya yang berjudul ―Pembuatan Model E-Election Berbasis SMS
Gateway Untuk Pemilihan Ketua Osis‖ pada tahun 2014, menjabarkan
berdasarkan testimony oleh pakar/pengguna TI, berikut ditampilkan perubahan
pada halaman kandidat, halaman suara dan halaman grafik. Berdasarkan hasil uji
penggunaan oleh Peserta Didik SMA N 1 Slawi, maka didapatkan presentase rata-
rata dari seluruh kriteria adalah 85% yang dapat dikategorikan ke dalam kriteria
‗Sangat Baik‘dalam range kriteria.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan, sistem SMS gateway mampu
menampung semua pesan masuk dan juga merespon kembali pesan tersebut
secara keseluruhan. Waktu tunda yang dibutuhkan sistem untuk mengatasi
tabrakan SMS yaitu 3 menit 5 detik. Kelebihan dari model e-election ini adalah
untuk menggunakan sistem ini, pengembang tidak perlu menggunakan perangkat
keras PC dan modem GSM yang berspesifikasi tinggi, user dapat cepat
memperoleh informasi yang diinginkan dan sistem dapat memperbaharui hasil
perolehan suara secara otomatis. Kekurangannya sistem ini masih bersifat lokal
(tidak terhubung jaringan internet) dan tampilan layout dinilai masih sederhana.
1.1.2.10 Merawat Sikap dan Perilaku Hidup Demokratis Melalui
Pendidikan Politik
Binov Handitya (2018) menyebutkan bahwa apapun bentuk pendidikan
politik yang akan digunakan dan semua bentuk yang disuguhkan di atas
sesungghnya tidak menjadi persoalan yang dasar. Aspek yang terpenting adalah
bahwa kita wajib merumuskan bentuk pendidikan politik yang dipilih. Pendidikan
politik yang dipilih harus mampu meningkatkan rasa keterikatan diri (sense of
belonging) yang tinggi terhadap tanah air, bangsa dan negara. Apabila
diasosiasikan dengan bentuk politik yang tertera di atas, maka yang menjadi tolak
ukur utama keberhasilan pada jalannya pendidikan politik terletak pada
penyelengaraan bentuk pendidikan politik yang terakhir yaitu melalui jalur
lembaga atau asosiasi dalam masyarakat. Dalam hal ini pendidikan politik dapat
diterapkan dengan lebih ditekankan melalui jalur pendidikan formal, yaitu
pendidikan politik yang diselenggarakan melalui lembaga resmi (sekolah). Namun
harus didukung juga dengan peran masyarakat untuk ikut melaksanakan
pendidikan politik melalui jalan sosialisasi, lokakarya dan diskusi dalam
masyarakat
1.1.2.11 Keikutsertaan Masyarakat Dalam Menjalankan Pemerintahan dan
Sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Melalui Pemilihan Umum di
Indonesia
Panti Rahayu (2018) menjelaskan tentang partisipasi masyarakat, yang
mana keikutsertaan masyarakat untuk berada dalam lingkaran kekuasaan sehingga
dapat turut serta menjalankan pemerintahan maupun sebagai anggota Dewan
Perwakilan Rakyat yang dapat mengeluarkan berbagai kebijakan politik, dilandasi
dengan berbagai motivasi. Beberapa motivasi dapat dikategorikan sebagai
kepentingan pribadi misalnya karena untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan
untuk dirinya sendiri atau untuk aktualisasi dan eksistensi diri dalam masyarakat,
maupun motivasi untuk kepentingan kelompoknya yang merupakan bagian dari
partai politik yang bertujuan meraih kekuasaan sehingga kemudian turut serta
mengambil kebijakan-kebijakan penting berkaitan dengan kehidupan berbangsa
dan bernegara.
1.1.2.12 Money Politic dalam Praktik Demokrasi Indonesia
Masih kurangnya pemahaman demokrasi yang baik dimasyarakat
menjadikan praktik negatif demokrasi masih saja terlaksana, seperti dijabarkan
oleh Amarru Muftie Holish (2018) mengenai money politic dalam Prespektif
Demokrasi di Indonesia adalah suartu pelangaran, karena pada esensinya money
politic di Indonesia akan merusa elekttabilitas dari Pemilihan Umum itu sendiri.
Sudah sangatlah jelas bahwasannya money politic untuk mengendaliakn Hak
seseorang adalah pelangaran pidana, hal ini tertera dalam UU No 12 tahun 2003
pasal 139 (2) tentang pemilihan umum. Sehingga dapatalah diatrik kesimpulan
Praktik money Politik dengan bentuk apapau dan tujuan apapun adalah pelangaran
yang dikenakan sanksi Pidana yang tertera dalam Undang Undang.
1.1.2.13 Pemahaman siswa tentang konsep Demokrasi dalam Pendidikan
Kewarganegaraan
Dijelaskan oleh Agung Suharyanto (2017) Siswa sebagai penerus bangsa
memiliki peran penting dan sekaligus memiiki tanggung jawab yang besar
terhadap kelangsungan hidup bangsa dan negara. Pendidikan kewarganegaraan
sebagai pendidikan bela negara yang merupakan wadah demokrasi. Pendidikan
kewarganegaraan bertugas membentuk peserta didik agar memiliki kesadaran bela
negara sehingga dapat diandalkan untuk menjaga kelangsungan negara dari
berbagai ancaman. Hal yang sangat penting dalam pendidikan sekolah adalah
mengenai kurikulum pendidikan demokrasi. Kurikulum pendidikan demokrasi
menyangkut dua hal; panataan dan isi materi. Penataan menyangkut pemuatan
pendidikan demokrasi dalam suatu kegiatan kurikuler (mata pelajaran). Isi materi
berkenaan dengan kajian atau bahan apa sajakah yang layak dari pendidikan
demokrasi.Siswa merupakan generasi penerus bangsa untuk mewujudkan bangsa
yang adil dan sejahtera, dan mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia. Dalam
kehidupan bangsa Indonesia, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting
untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Oleh
karena itu betapa pentingnya pembinaan dan mengarahkan siswa agar menjadi
manusia yang mampu dan bertangung jawab terhadap dirinya sendiri, masyarakat,
bangsa dan negara. Siswa merupakan bagian yang belum terpisahkan dari pada
masyarakat Indonesia, mempunyai tanggung jawab dan dapat mampu memahami
konsep demokrasi ditengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu sistem demokrasi
harus dapat dipahami dan dapat diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Maka dapat disimpulkan dengan menerapkan sistem demokrasi dapat
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
1.1.2.14 Pengaruh Pendidikan Politik dan Demokrasi Bagi Generasi Muda
Terhadap Tingkat Partisipasi Pelaksanaan Pemilihan Umum
Rohmat, Amarru Muftie Holish, Iqbal Syariefudin (2018) menjelaskan
Pendidikan politik dan demokrasi memiliki peranan yang penting dalam
melahirkan para pemilih pemula dalam pesta demokrasi. Terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan para pemilih generasi muda atau pemilih utama kurang
antusias dalam menggunakan haknya. Semakin seseorang mengerti dan
memahami prinsip kehidupan berdemokrasi dan memahami akan hak dan
kewajibannya, maka kecenderungan untuk bersikap aktif semakin besar.
Sementara itu, apabila para generasi muda belum mengetahui secara pasti hak dan
kewajibannya sebagai pemegang kedaulatan rakyat cenderung untuk bersifat
pasif.
1.1.2.15 Pengelolaan pembelajaran sikap Demokratisdi SMP
Muhammadiyah 1 Kartasura
Dijelaskan oleh Nur Chayati, Eko Supriyanto, M. Yahya (2015) mengenai
pembelajaran sikap demokratis menjadi wahana efektif menanamkan nilai-nilai
demokrasi antara lain nilai keterbukaan, nilai persamaan dan nilai kerjasama
engan prinsip saling menghargai. Kenyataan menunjukkan masih kurangnya
kesadaran bersikap demokratis dikalangan peserta didik karena guru belum
sepenuhnya mengimplementasikan model dan strategi pembelajaran nilai-nilai
demokrasi di sekolah. Masih perlunya peningkatan sumber daya manusia bagi
pengelola dan semua pihak yang terlibat untuk mengembangkan sikap demokratis
dengan menciptakan situasi yang mendukung. Kompetensi guru sangat diperlukan
khususnya dalam pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran afektif yang
meliputi, strategi pembelajaran, bentuk-bentuk penilaian yang harus dilakukan
dalam menilai perubahan sikap yang terjadi pada anak didik.
1.1.2.16 Pengembangan Model Simulasi Sosial pada Pembelajaran PKn
Konteks IPS: Upaya Meningkatkan Sikap Demokratis Peserta Didik
Ana Andriani 2014 menjabarkan menganai Peserta didik dapat
berkolaborasi dengan guru dalam setiap pembelajaran PKn (Pendidikan
Kewarganegaraan) konteks IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) dengan model simulasi
sosial, karena masing-masing sudah mengerti peran dan tugasnya. Model simulasi
sosial berdampak positif terhadap peningkatan aktivitas peserta didik dalam
proses pembelajaran. Penilaian otentik sangat tepat digunakan dalam
pembelajaran model simulasi sosial. Implementasi model pembelajaran dilakukan
dalam dua tahap, yaitu tahap uji coba terbatas dan uji coba luas. Implementasi
pada uji coba terbatas dimaksudkan untuk mendapatkan model yang ideal, yang
dapat meningkatkan sikap demokratis peserta didik.
Penelitian ini mengajukan saran-saran agar Perguruan Tinggi, khususnya
pengelola program studi PKn dan IPS, untuk dapat mengembangkan berbagai
inovasi pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan sikap demokratis
peserta didik. Penelitian sederhana dapat dilakukan oleh para guru guna
memperkaya bahan ajar dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran simulasi
sosial pada pembelajaran PKn konteks IPS ternyata bisa meningkatkan sikap
demokratis peserta didik, sehingga guru-guru dapat menjadikan hasil penelitian
ini sebagai salah satu alternatif untuk memperkaya bahan dan proses pembelajaran
PKn konteks IPS di sekolah.
1.1.2.17 Pola asuh orang tua Demokratis, interaksi edukatif, dan motivasi
belajar siswa.
Muka Dalas, Emosda, Ekawarna (2012) menjelaskan dari hasil penelitian
bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Pola Asuh Orang Tua
Demokratis dengan Motivasi Belajar Siswa. Dalam hal ini Pola Asuh Orang Tua
Demokratis memberikan pengaruh yang sedang terhadap peningkatan Motivasi
Belajar Siswa, semakin baik pola asuh orang tua maka motivasi belajar siswa juga
akan semakin baik. Besaran hubungan yang didapat adalah r= 0,559 dengan arah
positif dan tingkat hubungan ―Sedang‖.
Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Interaksi Edukatif
Individu dengan Motivasi Belajar Siswa. Dalam hal ini Interaksi Edukatif
Individu juga memberikan pengaruh yang kuat terhadap peningkatan Motivasi
Belajar Siswa, semakin baik Interaksi Edukatif Individu maka motivasi belajar
siswa juga akan semakin baik. Besaran hubungan yang didapat adalah r= 0,720
dengan arah positif dan tingkat hubungan ―Kuat‖.
Selanjutnya terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Pola
asuh Orang Tua Demokratis dan Interaksi Edukatif Individu dengan Motivasi
Belajar Siswa. Dalam hal ini Pola asuh Orang Tua Demokratis dan Interaksi
Edukatif Individu juga memberikan pengaruh terhadap peningkatan Motivasi
Belajar Siswa, semakin baik Pola Asuh orang tua Demokratis dan Interaksi
Edukatif Individu maka motivasi belajar siswa juga akan semakin baik. Besaran
hubungan tanpa adanya variabel pengontrol yang didapat adalah r=0,524 dengan
arah positif dan tingkat hubungan ‘Sedang‖, tetapi setelah diberikan variabel
pengontrol r= 0,2109 dengan arah positif dan tingkat hubungan ―Rendah‖. Nilai
Rsquare 0,564 artinya 56,4 % motivasi belajar siswa di pengaruhi oleh variabel
pola asuh orang tua demokratis dan interaksi edukatif individu, sedangkan sisanya
0,436 artinya 43,6% di pengaruhi oleh faktor-faktor lain (variabel lain diluar
instrumen penelitian) seperti lingkungan, fasilitas, sarana prasarana dan lain-lain.
Hubungan pola asuh orang tua demokratis dan interaksi edukatif individu dengan
motivasi belajar siswa nilainya ‖rendah‖ dikarenakan adanya variabel-variabel
lain yang tidak diteliti sebesar 43,6%.
1.1.2.18 Politisasi Agama Pemecah Keutuhan Bangsa dalam Pemilu
Fanatisme dan ambisi berlebihan juga dapat merusak sistem demokrasi
disuatu negara sehingga mengakibatkan perpecahan, seperti dijabarkan Siti
Faridah, Jerico Mathias (2018) Indonesia sebagai negara yang memiliki sejuta
kekayaan baik alam maupun kebudayaan menyebabkan negara ini menjadi sangat
beragam. Negara yang kompleks atau beragam erat kaitannya dengan negara
demokrasi. Demokrasi sebagai bagian dari prinsip kedaulatan rakyat di
implementasikan melalui pemilu yang diselenggarakan dalam 5 tahun sekali.
Sistem demokrasi yang berjalan harus menjamin hak-hak sipil dan politik
masyarakat.
Dilihat dari penyelenggaraanya, politisasi dalam pemilu kerap kali terjadi
dan dilakukan oleh golongan-golongan garis keras. Bila hal ini terus terjadi maka
dapat berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa. Agama sebagai sesuatu yang
suci tidak pantas untuk dipolitisasi atau dijadikan sebagai alat untuk mencapai
kepentingan politik. Pencampuran antara agama dan politik menyebabkan agama
kehilangan nilai-nilai luhur yang ada dalam setiap ajarannya. Sehingga, politisasi
agama dianggap tidak baik dan akan menyederai ajaran dari suatu agama.
1.1.2.19 Implementasi pembelajaran Demokratis: Sebuah studi tentang
pembelajaran SKI pada madrasah tsanawiyah di aceh
Murdani (2015) menjelaskan penggunaan pembelajaran demokratis dapat
meningkatkan kinerja siswa dalam belajar secara maksimal. Selama ini ada kesan
bahwa para guru sejarah kebudayaan Islam pada MTsN Model Meulaboh, MTsN
Peureumue, MTsN 1 Takengon, MTsN 2 Takengon, MTsN Model Gandapura,
MTsN Matang Glumpang Dua, MTsN Montasik dan MTsN Rukoh lebih
mengandalkan ceramah dalam pembelajarannya. Sementara itu dengan kehadiran
pembelajaran demokratis diyakini mampu memberikan kemudahan bagi guru
untuk diterapkan dalam pembelajaran. Untuk itu, hendaknya para guru sejak
sekarang perlu melakukan usaha-usaha pengembangan pembelajaran dengan
mempersiapkan materi-materi yang diinginkan oleh keadaan di kelas.
1.1.2.20 Peran Guru Ilmu Pengetahuan Sosial Dalam Membangun Karakter
Demokratis Peserta Didik Kelas IX di SMP Negeri 1 Gempol Kabupaten
Cirebon
Tantri Rahmawati Ningrum, Suniti (2017) menjelaskan bahwa Guru IPS
telah optimal dalam melaksanakan perannya sebagai seorang guru dalam
membangun karakter demokratis peserta didik dengan penuh keikhlasan dan
kesabaran. Sebagian besar pemahaman peserta didik kelas IX di SMP Negeri 1
Gempol terhadap karakter demokratis adalah sebagai sistem pemerintahan. Secara
keseluruhan peserta didik menyadari akan nilai-nilai demokrasi dan mampu
melakukannya, akan tetapi masih kurang dalam keberanian bependapat,
menunjukkan sikap hormat setiap ada perbedaan pendapat, mendengarkan setiap
pendapat orang lain, tidak memotong pembicaraan orang lain yang sedang
berpendapat, hal tersebut masih kurang.
Adapun kendala guru IPS dalam membangun karakter demokratis peserta
didik kelas IX di SMP Negeri 1 Gempol Kabupaten Cirebon terdapat dua faktor
yaitu faktor internal yang berasal dari dalam diri peserta didik sendiri; dan faktor
eksternal seperti keluarga dan teman sebaya. Usaha guru IPS untuk mengatasi
kendala dalam membangun karakter demokratis peserta didik kelas IX di SMP
Negeri 1 Gempol Kabupaten Cirebon dengan melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran dan memberikan keteladanan.
1.1.3 Jurnal Nasional
1.1.3.1 Model Implementasi Sila Ke 4 ―Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan‖ Sebagai Lokus
Pendidikan Demokrasi di SMP Kota Semarang
Dijelaskan Suyahmo (2015) dalam penelitiannya bahwa (1) Pelaksanaan
Pendidikan demokrasi di sekolah lebih dominan dilakukan menggunakan simulasi
pemilihan ketua kelas dan ketua OSIS secara langsung. Kondisi ini
mengakibatkan siswa akan memahami bahwa demokratis itu. (2) Dalam
pembelajaran demokrasi guru banyak yang menggunakan metode diskusi, kondisi
menjadikan persepsi siswa akan terbentuk bahwa diskusi merupakan metode
untuk mengembangkan karakter demokratis. (3) Banyak ditemukan siswa yang
dominan, apatis, normal. Kondisi yang dominan tidak dikendalikan oleh guru. (4)
Musyawarah merupakan bentuk diskusi yang asli Indonesia dengan ciri yang
khusus yang tidak dimiliki oleh diskusi biasa.
1.1.3.2 Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Multikultural
Dijelaskan Sugiyar (2017) yaitu demokrasi sebagai kedaulatan rakyat.
Rakyat adalah pemilik kedaulatan sejati sehingga sudah sewajarnya apabila
kepercayaan dan amanah yang diberikan pada wakil rakyat tidak dapat
dipertanggung jawabkan dengan baik, maka kepercayaan dan amanah tersebut
dikembalikan pada pemiliknya sendiri. Esensi demokrasi hendaknya diletakkan di
atasprinsip dan kesadaran akan kepentingan bersama. Keputusan mayoritas
haruslahdihormati namun, sedapat mungkin dihindari dominasi mayoritas dan
tindakan tiraniminoritas dalam pembuatan suatu kebijakan politik.
Hak asasi manusia sebagai konsep yang dipengaruhi oleh berbagai aspek,
diantaranya ideologi, politik, dan budaya yang melingkupinya. Meski secara
historis sudah ada jauh sebelumnya, perdebatan tentang universalitas dan
partikularitas HAM masih diperbincangkan di berbagai kesempatan oleh berbagai
kalangan hingga saat ini. Dikarenakan Esensi HAM bersifat universal, maka
pandangan yang menyatakan bahwa HAM berasal dari budaya Barat‖ sehingga
bertentangan dengan budaya ―Timur‖ adalah pandangan yang kurang tepat.
Sesungguhnya bukan budaya Barat‖ berhadapan dengan budaya Timur‖, sehingga
tesis yang menghadapkan pada kedua hal tersebut dan kemudian
mempertentangkannya adalah tidak sesuai dengan sifat melekat dan universal dari
HAM.
1.1.3.3 Demokrasi dan Demokratisasi: Sebuah Kerangka Konseptual untuk Memahami
Dinamika Sosial-Politik di Indonesia
Heru Nugroho (2012) menyebutkan demokrasi adalah konsep politik yang
menjadi pilihan sistem politik di berbagai negara dunia ketiga pada dua dasawarsa
terakhir. Ambruknya ideologi komunisme Uni Soviet di tahun 1989, semakin
menambah popularitas demokrasi sebagai ideologi politik. Konsep demokrasi
dianggap mampu dan nyata untuk mengatasi masalah sosial politik yang dihadapi
berbagai negara.
Agar akselerasi praktek demokratisasi dapat ditingkatkan, maka perlu
upaya-upaya konkrit yang harus dilakukan, diantaranya adalah penanaman atas
pemahaman nilai-nilai demokrasi secara individual ditingkatkan, pembentukan
masyarakat sipil dan kelembagaan sosial, perbaikan kinerja parlemen dan
peningkatan kepekaan pemerintah.
Bangsa Indonesia yang masih dalam taraf belajar berdemokrasi harus
selalu belajar dan melakukan pembenahan di segala bidang. Kelemahan yang
terjadi selama satu dekade proses reformasi digulirkan sebaiknya terus dikoreksi
dan diperbaiki. Dengan cara ini maka praktek demokrasi untuk kesejahteraan
rakyat dapat direalisasi dan kegagalan demokrasi dapat dihindari.
1.1.3.4 Potret Pandangan Akademisi Di Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik UGM
(JSP) Mengenai Permasalahan Demokrasi Di Indonesia
Ardyantha Sivadabert Purba (2015) demokrasi dalam civil society
mengidikasikan bahwa para akademisi yang menggunakan kacamata ini yakni
Bob Sugeng Hadiwinata, Afan Gaffar, Cornelis Lay, dan Endi Haryono
menginginkan adanya kedewasaan masyarakat Indonesia dalam memandang suatu
civil society dikarenakan tidak seluruh civil society merupakan perwakilan
masyarakat yang menginginkan dan memperkuat nilai-nilai demokrasi. Jangan
lupa, dengan membebaskan gaya berpikir masyarakat maka demokrasi tidak akan
bisa mengontrol seluruh masyarakat Indonesia untuk mendukung demokrasi,
emreka pun bisa mendapatkan buah simalakama andaikata ada gerakan massive
yang berorientasikan civil society tapi untuk menolak demokrasi. Dengan
mengacu kepada teori Third Wave Democracy dari Huntington, dapat dipahami
pula bahwa sudut pandang para akademisi JSP sesuai dengan teori tersebut
sehingga Indonesia dapat dikatakan cukup lama dalam memulai demokrasi dan
sedang dalam jalur yang tepat untuk mencapai demokrasi yang benar dan baik.
1.1.3.5 Masalah dan Prospek Demokrasi
Abd. Kadir Patta (2009) menuturkan bahwa terlepas dari cacat demokrasi,
bagaimanapun juga kita harus terus memandang berbagai keuntungan yang
membuat terus demokrasi diharapkan. Ada beberapa alasan mengapa demokrasi
begitu marak ingin diwujudkan hingga saat ini. Setidaknya, menurut Robert Dahl
(1999), ada ada sepuluh keuntungan demokrasi dibandingkan system politik
lainnya, yaitu demokrasi menolong mencegah tumbuhnya pemerintahan oleh
kaum otokrat yang kejam dab licik, demokrasi menjamin bagi warga Negaranya
dengan sejumlah hak asasi yang tidak diberikan dan tidak dapat diberikan oleh
system-sistem yang nondemokratis, demokrasi menjamin kebebasan pribadi yang
lebih luas bagi warga negaranya daripada alternative system politik lain yang
memungkinkan, demokrasi membantu rakyat untuk melindungi kepentingan dasar
mereka, demokrasi membantu perkembangan manusia lebih baik daripada
alternative system politik lain yang memungkinkan, hanya pemerintahan yang
demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi orang-
orang untuk menggunakan kebebasan dalam menentukan nasibnya sendiri, hanya
pemerintahan yang demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-
besarnya untuk menjalankan tanggungjawab moral, hanya pemerintahan yang
demokratis yang dapat membantu perkembangan tingkat persamaan politik yang
relative tinggi, negara-negara demokrasi perwakilan modern tidak berperang satu
dengan lainnya, serta negara-negara dengan pemerintahan yang demokratis
cenderung lebih makmur daripada Negara-nagara dengan pemerintahan yang
nondemokratis.
1.1.3.6 Pemahaman Nilai - Nilai Demokrasi Siswa Melalui Metode Inquiri Pada
Pembelajaran PKn di Sma Negeri 1 Gamping Sleman
Cristopel (2016) menjelaskan mengenai penumbuhan nilai-nilai demokrasi
yang dilakukan di dalam pembelajaran, berdasarkan data hasil penelitian melalui
metode inquiri, dapat diamati sebagai berikut yaitu: kemampuan siswa dalam
merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan bukti, dan
menarik kesimpulan dari masalah yang ada dalam pembahasan materi
pembelajaran PKn dengan metode inkuiri maka pemahaman nilai - nilai
demokrasi siswa dapat ditingkatkan dalam kegiatan pembelajaran PKn di kelas
XA SMA Negeri 1 Gamping Sleman Yogyakarta.
1.1.3.7 Sistem Demokrasi di Indonesia ditinjau dari Sudut Hukum Ketatanegaraan
Jailani (2015) menyebutkan bahwa kebebasan untuk mengeluarkan
pendapat adalah prinsip universal dalam negara demokratis. Negara atau
pemerintah menciptakan kondisi yang baik dalam memgeluarang dijamin oleh
Kovenan Internasional tentang Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya. Kebebasan
untuk mengeluarkan pendapat adalah prinsip universal di dalam negera
demokratis. Dalam perkembangannya, prinsip ini mengilhami perkembangan
demokrasi di negara-negara yang berkembang termasuk di Indonesia. Bahwa
pentingnya menciptakan kondisi baik secara langsung maupun melalui kebijakan
politik pemerintah/ negara yang menjamin hak publik atas kebebasan untuk
mengeluarkan pendapat sebagai salah satu baromoter penegakan demokrasi dalam
masyarakat suatu bangsa. Di Indonesia kebebasan berpendapat dalam alam
demokrasi bukan berarti sebebasnya, tetapi harus tetap dalam koridor Pancasila
dan NKRI, sejalan dengan amanat Pasal 28 J UUD 1945, kebebasan yang dalam
pelaksanaannya tetap harus menghormati hak dan kebebasan orang lain, karena
sejatinya orang lain juga mempunyai hak yang sama dengan yang lainnya.
1.1.3.8 Tantangan Demokrasi di Era Globalisasi Demi Mewujudkan Pencegahan
Politik Uang dalam Pemilu
Wahyuningtyas Dwi Saputri, Bagus Edi Prayogo (2018) menyebutkan
demokrasi adalah sebuah konsep politik penyelenggaraan dengan berdasarkan
pada penyelenggaraan pemerintahan oleh rakyat. Konsep Abraham Lincoln
tentang demokrasi yang perlu kita cermati yaitu dalam pidatonya dimana dia
mengemukakan bahwa demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Konsep ini benar benar diterapkan di Indonesia dan menjadi dasar dalam setiap
urusan penyelenggaraan dimana rakyat memegang peranan penting. Namun
konsep yang mulia ini dicoreng dengan oknum oknum bakal calon ataupun tim
sukses yang menggunakan segala cara demi mendapatkan dukungan dari
masyarakat salah satunya adalah politik uang.
1.1.3.9 Praktek Demokrasi Pada Organisasi Siswa Intra Sekolah di SMA Al-
Irsyad Surabaya
Permatasari, Listyaningsih (2015) menyebutkan berdasarkan hasil analisis
secara umum pada OSIS putera dan puteri, dapat diketahui bahwa OSIS SMA Al-
Irsyad Surabaya melaksanakan praktek berdemokrasi dengan baik yang dapat
dilihat berdasar pada perolehan sebesar 81,32. Praktek berdemokrasi pada
kegiatan mengambil keputusan merupakan kegiatan berdemokrasi yang paling
baik dalam pelaksanaannya dari keempat praktek berdemokrasi yang dilakukan
oleh OSIS SMA Al-Irsyad Surabaya yaitu pada kegiatan mengambil keputusan,
mengatasi konflik dan perbedaan, melaksanakan komitmen atas putusan yang
dikeluarkan, dan mengawasi pelaksanaan organisasi dan program kerja OSIS
1.1.3.10 Fungsi Media Massa dalam Perspektif Negara Demokrasi terkait
Penyelenggaraan Pemilu
Gunawan, Ahmadi (2018) Seiring dengan perkembangan zaman, media
massa pada zaman modern ini dituntut untuk bisa mengawasi sekaligus menjadi
kontrol sosial dalam masyarakat. Disamping itu, media massa mempunyai
peranan penting, yakni menjadi wadah dalam menjembatani aspirasi serta
pendapat publik. Indonesia yang menganut sistem demokrasi, yang
penyelenggaraan negaranya bertumpu pada kedaulatan serta kepentingan rakayt,
sudah tentu dalam hal ini media massa harus bisa memberikan informasi yang
aktual, faktual, dan seimbang demi kepentingan rakyat Indonesia. Dengan
informasi yang seimbang itu, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran daln
peran masyarakat dalam menanggapi permasalahan isu yang sedang berkembang.
Selain itu, informasi yang baik dapat menjadi refrensi bagi masyarakat untuk
memilih pemimpin dalam penyelenggaraan pemilu yang merupakan sebagai
bentuk realisasi negara demokrasi yang mengedepankan kedaulatan rakyat.
Pemilu yang berkualitas harus memiliki landasan yang jelas.
Ada beberapa aspek yang bisa dijadikan indikator sehingga pemilu bisa
dikatakan berkualitas. Pertama harus ada proses yang jelas dan transparan dalam
input daftar pemilih. Artinya yang didata sebagai pemilih harus berdasarkan data
yang otentik dan dipastikan tidak adanya pendobelan daftar pemilih. Kedua
pemilu yang berkualitas dapat diukur dari tingkat partisipasi publik dalam
menggunakan hak pilihnya. Untuk itu demi mewujudkannya, media massa dinilai
efektif dalam mendukung hal tersebut. Media massa dapat menjadi tempat
infromasi bagi masyarakat demi a terwujudnya pemilu 2019 yang berkualitas.
Pemilu yang berkualitas diyakini dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas
pula seperti yang terjadi di negara demokrasi lainya.
1.1.3.11 Kebebasan Siswa dalam Budaya Demokratis di Sekolah (Studi
Multi Kasus di SMA Yogyakarta)
Herly Janet Lesilolo, Zamroni, Suyata (2015) SMA Kolese De Britto
Yogyakarta dan SMA negeri 1 Yogyakarta mempraktik-kan kebebasan akademik
dengan kontrol sosial karena meyakini bahwa, siswa memiliki kapasitas yang
kritis dan etis untuk bertang-gung jawab terhadap pilihan dan tindakan yang
dilakukan. Kultur demokratis di sekolah dapat menggerakkan dan merespon
secara tepat kebebasan akademik dengan kontrol sosial melalui asumsi,
keyakinan, sikap dan praktik demokratis warga sekolah. Kultur demokratis
memiliki kapasitas untuk menilai dan me-lekatkan interaksi, komunikasi, dan
perilaku kebebasan warga sekolah dengan kontrol sosial yang tepat.
Praktik kebebasan akademik dengan kontrol sosial dalam kultur
demokratis di se-kolah adalah belajar mandiri. Belajar mandiri merujuk pada
belajar tanpa ada intevensi dan pengawasan guru. Siswa menyusun dan
menentukan gagasan, metode dan sumber belajar sesuai kebutuhan siswa sendiri
1.1.3.12 Masyarakat Multikultural: Studi Interaksi Sosial Masyarakat Islam
Melayu dengan Non Melayu Pada Masyarakat Sukabangun Kel. Sukajadi
Kec. Sukarami Palembang
Middya Boty (2017) menerangkan bahwa bentuk-bentuk interaksi sosial
pada masayarakat Islam Melayu dan Non Melayu Sukabangun, Soak Simpur
adalah sebagai berikut: (1) Gotong Royong membersihkan Lingkungan (2)
Gotong-royong pada hari-hari besar (3) Undangan Warga (4) Undangan Pesta (4)
Tolong menolong ketika ada musibah. Faktor Pendorong terjadinya Interaksi
Sosial adalah pemahaman dan kesadaran antar warga masyarakat.
1.1.3.13 Komunikasi Antarbudaya dalam Masyarakat Multikultur (Studi
Tentang Adaptasi Masyarakat Migran Sunda di Desa Imigrasi Permu
Kecamatan Kepahiang Provinsi Bengkulu)
Hedi Heryadi, Hana Silvana (2013) menjabarkan bahwa Interaksi antara
etnis Sunda sebagai pendatang dengan etnis Rejang sebagai pribumi di Imigrasi
Permu telah berlangsung satu abad lamanya. Setelah melewati kurun waktu
tersebut telah terjadi adaptasi timbal balik antara kedua etnis tersebut. Masyarakat
dari etnis Sunda telah menerima kebiasaan etnis Rejang seperti penggunaan
bahasa Rejang saat berdialog dengan orang Rejang, melakukan adat istiadat
Rejang, membuat dan mengkonsumsi makanan khas etnis Rejang. Sementara
masyarakat etnis Rejang banyak diantaranya yang menguasai bahasa Sunda,
bercocok tanam padi sawah, beternak ikan di kolam, membuat peganan khas
Sunda dan mengkonsumsinya. Acara kesenian jaipongan yang dibawakan oleh
etnis Sunda sering pula ditonton oleh masyarakat etnis Rejang.
Adanya sikap saling menghargai dan menghormati antar kelompok yang
berbeda etnis memungkinkan setiap kelompok etnis untuk dapat menjalankan
kebudayaannya masing-masing. Kondisi masyarakat yang telah berintegrasi ini
disokong oleh adanya kesamaan agama yang semakin mempersatukan dua etnis
yang berbeda ditambah adanya pernikahan campur yang menambah kokohnya
pilar integrasi.
1.1.3.14 Masyarakat Multikultural Bangsa Indonesia
Suardi (2017) menjabarkan Masyarakat multikultural telah menjadi cri
khas bangsa lebih khusus pada masyarakat Indonesia, dan telah diperbincangkan
dalam berbagai kegiatan, seminar, forum diskusi maupun dalam lingkungan
akademik. Namun demikian terkadang multikulturalisme kurang tepat digunakan,
bahkan masyarakat multicultural sering disamakan dengan masyarakat pluralisme,
namun menurut hemat penulis kedua memiliki arti dan makna sejarah yang
berbeda antara satu dengan yang lain, meskipun keduanya sama-sama berbicara
tentang keragaman. Karena memiliki konsep yang berbeda sehingga konsep
masyarakat multikulturalisme dan konsep masyarakat pluralisme perlu dikaji lebih
dalam lagi agar dapat menemukan kesesuaian dengan konteks masyarakat
Indonesia. Lebih jauh lagi untuk mendapatkan desain pengelolaan keragaman
yang lebih komprehensif dalam menjaga tatanan masyarakat yang seimbang
(equilibrium) dalam kesatuan ‗Bhineka Tunggal Ika‘. Sehingga inti
multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai
kesatuan, tanpa memedulikan perbedaan budaya, etnis, gender, bahasa, ataupun
agama. Desain masyarakat multikultural dapat dikaji menggunakan paradigma
positifistik, pospositivistik, kritis dan postrukturalis sebagai suatu kesatuaan yang
integratif.
1.1.3.15 Bhinnekha Tunggal Ika: Khasanah Multikultural Indonesia di
Tengah Kehidupan Sara.
Gina Lestari (2015) menyebutkan keragaman dalam masyarakat majemuk
merupakan sesuatu yang alami yang harus dipandang sebagai suatu fitrah. Hal
tersebut dapat dianalogikan seperti halnya jari tangan manusia yang terdiri atas
lima jari yang berbeda, akan tetapi kesemuanya memiliki fungsi dan maksud
tersendiri, sehingga jika semuanya disatukan akan mampu mengerjakan tugas
seberat apapun. Untuk menyadari hal tersebut, Bhinneka Tunggal Ika memiliki
peran yang sangat penting. Pengembangan multikulturalisme mutlak harus
dibentuk dan ditanamkan dalam suatu kehidupan masyarakat yang majemuk. Jika
hal tersebut tidak ditanamkan dalam suatu masyarakat yang majemuk, agar
kemajemukan tidak membawa pada perpecahan dan konflik. Indonesia sebagai
bangsa yang multikultural harus mengembangkan wawasan multikultural tersebut
dalam semua tatanan kehidupan yang bernafaskan nilainilaikebhinekaan.
Membangun masyarakat multikultur Indonesia harus diawali dengan keyakinan
bahwa dengan bersatu kita memiliki kekuatan yang lebih besar.
1.1.3.16 Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural
Parsudi Suparlan (2002) menjabarkan bahwa bila pengguliran proses-
proses reformasi yang terpusat pada terbentuknya masyarakat multikultural
Indonesia itu berhasil, maka tahap berikutnya adalah mengisi struktur-struktur,
atau pranata-pranata, dan organisasi-organisasi sosial yang tercakup dalam
masyarakat Indonesia. Isi dari struktur-struktur atau pranata-pranata sosial
tersebut mencakup reformasi dan pembenahan dalam kebudayaan-kebudayaan
yang ada, dalam nilai-nilai budaya dan etos, etika, serta pembenahan dalam
hukum dan penegakan hukum bagi keadilan. Dalam upaya ini harus dipikirkan
adanya ruang-ruang fisik dan budaya bagi keanekaragaman kebudayaan yang ada
setempat pada tingkat local, atau pada tingkat nasional serta berbagai corak
dinamikanya.
Upaya ini dapat dimulai dengan pembuatan pedoman etika dan
pembakuannya sebagai acuan bertindak, sesuai dengan adab dan moral dalam
berbagai interaksi yang terserap dalam hak dan kewajiban pelakunya dalam
berbagai struktur kegiatan dan manajemen. Pedoman etika ini akan membantu
upaya-upaya pemberantasan KKN secara hukum.
1.1.3.17 Peran Agama dalam Multikulturalisme Masyarakat Indonesia
Rizal Mubit (2016) dalam penelitiannya menyebutkan dalam masyarakat
modern, multikulturalisme lebih kompleks lagi. Sebab budaya baru terus
bermunculan akibat akses komunikasi dan informasi yang tak terbendung. Saat
terjadi pertemuan antara globalisasi negara-bangsa (nation-state) dan kelompok
identitas maka kemunculan dari kelompok-kelompok identitas ini semakin
menguat. Globalisasi akan mendorong penguatan kesadaran politik dalam
kelompok-kelompok ini dan membuka kesadaran yang mendorong pentingnya
identitas. Globalisasi memberikan kesempatan kepada kelompok-kelompok
identitas untuk menemukan akar identitasnya.
Pemahaman agama, sebagai salah satu pilar penting dalam membentuk
masyarakat adil dan sejahtera menjadi penting untuk diperhatikan. Artinya,
kerigidan, penuhanan atas pemahaman sendiri dan menganggap yang lain sebagai
golongan sesat harus diberantas. Sebab pada hakikatnya tidak ada kebenaran apa
pun yang menginjak dan meniadakan kebenaran lain.
1.1.3.18 Penanaman Nilai-Nilai Multikulturalisme dalam Pembelajaran
Sejarah Sub Materi Pokok Indonesia Zaman Hindu-Buddha pada Siswa
Kelas X Madrasah Aliyah Negeri Purbalingga Tahun Ajaran 2016/2017.
Siti Nur Jannah, Dkk (2017) menyebutkan dalam penelitiannya yaitu yang
pertama, penanaman nilai-nilai multikulturalisme dalam pembelajaran sejarah
materi Indonesia zaman Hindu-Buddha pada siswa dilakukan pada tataran
operasional yakni pengelolaan kelas pada saat pembelajaran. Kedua, siswa kelas
X MA Negeri Purbalingga memahami adanya penanaman nilai toleransi dalam
materi Indonesia zaman Hindu-Buddha. Ketiga, implementasi nilai-nilai
multikulturalisme telah dilakukan siswa tanpa mereka sadari dalam kehidupan
sehari-hari yang diwujudkan melalui sikap mereka terhadap suatu hal.
1.1.3.19 Penanaman Nilai-nilai Pendidikan Multikultural di Pondok
Pesantren D DI-AD Mangkoso Barru Sulawesi Selatan
Zulqarnain (2016) menjelaskan dalam hasil penelitiannya yaitu dalam
proses penanaman nilai-nilai pendidikan multikultural di pondok pesantren DDI-
AD Mangkoso, pembina dan guru-guru dapat menerapkannya melalui beberapa
kegiatan seperti kegiatan formal sekolah berupa kegiatan belajar mengajar dan
kegiatan non formal melalui kegiatan pengembangan diri dan kegiatan
pembiasaan diri.
Adapun keseluruhan rangkaian kegiatan tersebut mengandung beberapa
nilai-nilai pendidikan multikutural, yaitu: demokrasi, keadilan, kerjasama,
disiplin, saling menghargai, saling menghormati, bertanggung jawab, belajar
hidup bersama atau berdampingan dengan kelompok lain yang berbeda, saling
tolong-menolong, keragaman budaya, keberagaman bahasa, toleransi antar suku
yang berbeda dan lain sebagainya.
1.1.3.20 Implementasi Pendidikan Multikultural dalam Praksis Pendidikan
di Indonesia
Akhmad Hidayatullah Al Arifin (2012) menuturkan bahwa pendidikan
multikultural di Indonesia masih menjadi wacana baru yang perlu direspon untuk
menjaga keutuhan bangsa yang kaya akan multikultur. Pendidikan multikultural
merupakan wujud kesadaran tentang keanekaragaman kultural, hak-hak asasi
manusia serta pengurangan atau penghapusan jenis prasangka atau prejudice
untuk suatu kehidupan masyarakat yang adil dan maju. Pendidikan multikultural
juga dapat dijadikan instrumen strategis untuk mengembangkan kesadaran atas
kebanggaan seseorang terhadap bangsanya.
Menghadapi pluralisme budaya, diperlukan paradigma baru yang lebih
toleran dan elegan untuk mencegah dan memecahkan masalah benturan-benturan
budaya tersebut, yaitu perlunya dilaksanakan pendidikan multicultural. Oleh
karenanya praktek pendidikan multikultural di Indonesia dapat dilaksanakan
secara fleksibel dengan mengutamakan prinsip-prinsip dasar multikultural.
Pendidikan multikultural juga sangat relevan dengan pendidikan demokrasi di
masyarakat plural seperti Indonesia, yang menekankan pada pemahaman akan
multi etnis, multi ras, dan multikultur yang memerlukan konstruksi baru atas
keadilan, kesetaraan dan masyarakat yang demoktratis.
1.1.3.21 Potret Pendidikan Multikutural dalam Kurikulum Sekolah di
Purwokerto.
Muhammad Nur Halim (2014) menerangkan bentuk aktual kurikulum
dalam lembaga pendidikan di Purwokerto yaitu SD N 1 Purwokertom SMP N 1
Purwokerto, dan SMA N 1 Purwokerto telah megacu pada ideal kurikulum yang
telah berperspektif multikultural. Pemberian nasihat dna motivasi untuk saling
rukun, saling membantu menghargai, tidak boleh mengejek dan nasihat lain agar
tumbuh sikap demokratis. Pemberian materi pelajaran yang berhubungan dengan
nilai multikultural sudah ada, termasuk penerapan metode belajar yang tidak
diskriminatif, memberikan kesempatan yang sama untuk dapat mempresentasikan
apa yang dihasilkan dalam kerja pribadi atau kelompok.
Berikut akan dikategorikan dalam bentuk tabel jurnal yang berkaitan
dengan penelitian dan juga perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti:
Tabel 1. Relevansi dan Perbedaan Jurnal Penelitian yang terdahulu
No
Judul Penelitian
Nama
Peneliti
Hasil Penelitian
Relevansi
Perbedaan
1.
Evaluating the
Monadic
Democratic Peace
Stephen L,
Quac
kenbush,
Michael
Rudy
Pada artikel ini, peneliti
menjelaskan tentang evaluasi
dukungan empiris untuk
demokrasi monokratis
perdamaian
Gambaran
tentang
demokrasi
disebuah negara
Implementasi
demokrasi dari
sudut pandang
tempatnya.
2.
Just war,
democracy,
democratic peace
Mark
Evans
Keadilan perang merupakan
hierarki kriteria dan
'demokrasi' yang cukup
rendah turun, karena
ketidakhadirannya tidak
dihitung melawan keadilan.
Jadi kemungkinannya perang
adil oleh non-demokrasi terus
terbuka.
Sudut pandang
mengenai
demokrasi yang
dilakukan
diberbagai
negara
Subjek
demokrasi
dalam
implementasin
ya
3.
Studying the quality
of democracy: Two
cross-national
measures of
democratic
citizenship
Richard
Ledet
Ukuran partisipasi ekspresif,
berakar pada klasik dan teori
demokrasi partisipatif,
menggunakan pertanyaan
survei lintas negara yang
dirancang untuk mengukur
warga negara keterlibatan
dalam politik dan masyarakat
dengan cara baru
Kualitas
demokrasi warga
negara
Subjek
Penerapan
demokrasi
dilingkungan
masing-masing
4.
Missing the Third
Wave: Islam,
Institutions, and
Democracy in the
Middle East
Ellen Lust
Mendiskripsikan tentang
Institusi yang mengatur
hubungan antara Islam,
negara, dan oposisi pada
tahun 1980 secara signifikan
terkait dengan tingkat
Penerapan
Demokrasi
Ruang lingkup
Demokrasi
reformasi politik pada tahun
1990
5.
Islam And
Democracy, Micro-
Level Indications Of
Compatibility
Steven
Ryan
Hofmann
Bukti empiris menunjukkan
bahwa umat Islam, secara
keseluruhan, menyediakan
penilaian demokrasi yang
lebih positif daripada
responden Ortodoks Timur,
mempertanyakan gagasan
bahwa Islam secara khusus
memusuhi demokrasi
Demokrasi di
masyarakat
beragama
Ruang lingkup
negara
6.
Majelis Ulama
Indonesia and
pluralism in
Indonesia
Syafiq
Hasyim
Mempertahankan dan
mengarusutamakan
penghormatan terhadap
pluralisme di negara Muslim
seperti Indonesia tidak hanya
secara legal, tapi juga secara
kultural, menuntut jika kita
menginginkan negara ini
tetap menjadi negara
demokratis Namun, proses
pengarusutamaan pluralisme
semestinya Dilakukan
melalui musyawarah publik
terhadap berbagai organisasi
masyarakat sipil, tidak didikte
oleh negara
Implementasi
Demokrasi dalam
masyarakat
Ruang lingkup
negara dan
agama
7.
Moderating
Islamism in
Indonesia:Tracing
Patterns of Party
Change in the
Prosperous Justice
Party (Partai
Keadilan Sejahtera)
Dirk
Tomas
Pengembangan PKS dari
kecil, kukuh Partai antisistem
Islamis ke seorang nasionalis
agama masih sangat
konservatif menunjukkan
partai mainstream inklusi itu
memang bisa menyebabkan
moderasi.
Implmentasi
demokrasi dalam
kehidupan
bernegara
Ruang lingkup
penerapan
demokrasi
8.
The Mission of
Indonesian
Journalism:
Balancing
Democracy,
Development, and
Islamic Values
Lawrence
Pintak dan
Budi
Setiyono
Cara wartawan Indonesia
melihat misi inti mereka telah
berevolusi namun telah ada
tidak berubah secara radikal
sejak era Suharto
Peran wartawan
dalam demokrasi
di suatu negara
Ruang lingkup
penerapan
demokrasi
9.
Does the Internet
Promote
Democracy
C.C.
Gotlieb
Metode komunikasi yang
tidak bisa diinterupsi oleh
aksi musuh. sebuah
konsekuensi bahagia dari ini
adalah bahwa hal itu tidak
dapat ditekan oleh mereka
yang mungkin memilih untuk
melakukannya, dan dengan
demikian menjadi cara yang
ampuh untuk mencapai
orang-orang
Penerapan
demokrasi di era
modern
Lingkup
penerapan
demokrasi
melalui internet
10.
Learning by
clicking:An
experiment with
social media
democracy in
Indonesia
Effendi
Gazali
Menjelaskan dari interplays
yang digambarkan dalam
penelitian tersebut, kita dapat
melihat bahwa semua faktor
di dalamnya komunikasi
politik kontemporer
Indonesia telah
bereksperimen dengan media
sosial.
Penggunaan
media sosial
dalam
berdemokrasi
Ruang lingkup
berdemokrasi
di suatu negara
dengan
menggunakan
medsos
11.
Demokrasi
Menundukkan
Anarki
Andi Ali
Said
Akbar
Menjabarkan secara kultural,
penting pula melakukan
perubahan strategi
pengakaran budaya
demokrasi di tubuh Ormas.
Penumbuhan
demokrasi
Ruang lingkup
penumbuhan
demokrasi
12.
Pola Demokrasi
yang
Dikembangkan
Pendiri Bangsa
Hariono
Menjelaskan blue-print
demokrasi yang
dikembangkan oleh para
pendiri bangsa bergerak dari
ranah yang bersifat pribadi
meluas pada dimensi sosial
dan politik.
Pola penerapan
demokrasi
Ruang lingkup
penerapan
demokrasi
13.
Jean-Jaques
Daya
Negri
Menjelaskan demokrasi
Rousseau tidak terlepas dari
Sudut pandang
demokrasi
Subjek
pengertian
Rousseau dalam
Demokrasi
Wijaya teori sentralnya pada
kebebasan dan kehendak
umum.
demokrasi
14.
Tinjauan
Konstitusional
Terhadap Pemilihan
Umum Kepala
Daerah
Widayati
Negara Indonesia adalah
negara kesatuan dengan prisip
desentralisasi. Negara
Kesatuan Republik Indonesia
dikembangkan dengan tetap
menjamin otonomi daerah-
daerah yang tesebar di
seluruh tanah air Indonesia
yang sangat luas dan
majemuk
Dasar hukum
Pemilu
Ruang lingkup
pemilu dalam
berdemokrasi
15.
Tingkat Partisipasi
Masyarakat dalam
Menggunakan Hak
Suara pada Pemilu
Legislatif 2014
Muhamma
d Bayu
Dwi
Cahyo
Tingkatf partisipasi
masyarakat pada Pemilu
Legislatif 2014 kali ini
meningkat. Karena jika
dibandingkan dengan Pemilu
Legislaif 2009, pemilih yang
hadir meningkat walaupun
jumlah peningkatannya bisa
dibilang sedikit
Gambaran
partisipasi dalam
berdemokrasi
Partisipasi
demokrasi
dalam ruang
lingkup
bernegara
16.
Partai Politik Islam
dan Pemilihan
Umum: Studi
Peningkatan
Dukungan Elektoral
PKB dan PPP Pada
Pemilu Legislatif
2014 DPR RI di
Donie
kadewand
ana malik
demokrasi golongan,
meningkatnya dukungan
elektoral partai-partai politik
Islam di Pemilu Legislatif
2014, seperti PKB dan PPP,
menunjukkan bahwa partai-
partai politik Islam juga
mempunyai peluang yang
sama dengan partai-partai
lainnya yang tidak berbasis
agama untuk menaikkan
suara di dalam arena politik
pemilu
Demokrasi dalam
pemilu
Ruang lingkup
berdemokrasi
Dapil DKI Jakarta
17.
Kapitalisme
Pendidikan dalam
Penerapan Progam
Sekolah di SMA
Al-Kautsar
Bandarlampung
Tuti
Sulistio
Warni &
Nurul
Fatimah
Penerangkan mengenai dunia
pendidikan, dalam output
yang dihasilkan SMA Al-
Kautsar terbukti sekolah ini
dalam penerapan program
sekolah tidak berjalan efektif
karena tidak semua program
sekolah dan fasilitas sekolah
dapat dirasakan para Peserta
Didik SMA Al-Kautsar
Lingkungan
pendidikan di
Indonesia
Peran lembaga
pendidikan
dalam
berdemokrasi
18.
Aspek Demokrasi
dalam Pemilihan
Umum Raya Online
Presiden
Mahasiswa
Universitas Negeri
Semarang tahun
2011
Syamsul
Bakhri,
Tri
Marhaeni
Pudji
Astuti,
Eko
Handoyo
Pelaksanaan pemilu online
penghitungan suara yang
merupakan proses selanjutnya
dalam berdemokrasi setelah
pemungutan suara juga perlu
dikembangkan lebih lanjut.
Penghitungan suara yang
terkesan tertutup dan tidak
diketahui banyak mahasiswa
dapat di tunjang dengan
pemanfaatan telekonferensi
video.
Cara
berdemokrasi
dilembaga
pendidikan
Ranah/tingkat
pendidikan
19.
Pembuatan Model
E-Election Berbasis
SMS Gateway
Untuk Pemilihan
Ketua Osis
Donie
Kadewand
ana Malik
Menjabarkan berdasarkan
testimony oleh
pakar/pengguna TI, berikut
ditampilkan perubahan pada
halaman kandidat, halaman
suara dan halaman grafik.
Berdasarkan hasil uji
penggunaan oleh Peserta
Didik SMA N 1 Slawi
Cara
berdemokrasi
melalui
pemilihan ketua
OSIS
Penerapan
demokrasi pada
peserta didik
20.
Merawat Sikap dan
Perilaku Hidup
Demokratis Melalui
Pendidikan Politik
Binov
Handitya
Apapun bentuk pendidikan
politik yang akan digunakan
dan semua bentuk yang
disuguhkan di atas
sesungghnya tidak menjadi
persoalan yang dasar.
Pendidikan
Politik di
lembaga
pendidikan
Cara berpolitik
dalam
lingkungan
demokratis
21.
Model
Implementasi Sila
Ke 4 ―Kerakyatan
yang Dipimpin
Oleh Hikmat
Kebijaksanaan
dalam
Permusyawaratan/P
erwakilan‖ Sebagai
Lokus Pendidikan
Demokrasi di SMP
Kota Semarang
Suyahmo
Pelaksanaan Pendidikan
demokrasi di sekolah lebih
dominan dilakukan
menggunakan simulasi
pemilihan ketua kelas dan
ketua OSIS secara langsung.
Kondisi ini mengakibatkan
siswa akan memahami bahwa
demokratis itu. (2) Dalam
pembelajaran demokrasi guru
banyak yang menggunakan
metode diskusi, kondisi
menjadikan persepsi siswa
akan terbentuk bahwa diskusi
merupakan metode untuk
mengembangkan karakter
demokratis. (3) Banyak
ditemukan siswa yang
dominan, apatis, normal.
Kondisi yang dominan tidak
dikendalikan oleh guru. (4)
Musyawarah merupakan
bentuk diskusi yang asli
Indonesia dengan ciri yang
khusus yang tidak dimiliki
oleh diskusi biasa.
Implementasi
demokrasi
dilingkungan
sekolah
Lokasi dan
objek kajian
penelitian
22.
Money Politic
dalam Praktik
Demokrasi
Amarru
Muftie
Holish
Mengenai money politic
dalam Prespektif Demokrasi
di Indonesia adalah suartu
pelangaran, karena pada
esensinya money politic di
Indonesia akan merusa
elekttabilitas dari Pemilihan
Praktik
demokrasi
Implementasi
demokrasi
Indonesia Umum itu sendiri.
23.
Pemahaman siswa
tentang konsep
Demokrasi dalam
Pendidikan
Kewarganegaraan
Agung
Suharyant
o
Siswa sebagai penerus bangsa
memiliki peran penting dan
sekaligus memiiki tanggung
jawab yang besar terhadap
kelangsungan hidup bangsa
dan negara.
Demokrasi dalam
mapel PKn
Ruang lingkup
penerapan
demokrasi
24.
Pengaruh
Pendidikan Politik
dan Demokrasi
Bagi Generasi
Muda Terhadap
Tingkat Partisipasi
Pelaksanaan
Pemilihan Umum
Rohmat,
Amarru
Muftie
Holish,
Iqbal
Syariefudi
n
Pendidikan politik dan
demokrasi memiliki peranan
yang penting dalam
melahirkan para pemilih
pemula dalam pesta
demokrasi
Pendidikan
demokrasi di
lembaga
pendidikan
Objek
penelitian
25.
Pengelolaan
pembelajaran sikap
Demokratisdi SMP
Muhammadiyah 1
Kartasura
Nur
Chayati,
Eko
Supriyanto
, M.
Yahya
Pembelajaran sikap
demokratis menjadi wahana
efektif menanamkan nilai-
nilai demokrasi antara lain
nilai keterbukaan, nilai
persamaan dan nilai
kerjasama engan prinsip
saling menghargai
Nilai-nilai
demokrasi dalam
pembelajaran
Nilai-nilai
demokrasi
dalam
masyarakat
lingkungan
sekolah
26.
Pengembangan
Model Simulasi
Ana
Andriani
Peserta didik dapat
berkolaborasi dengan guru
dalam setiap pembelajaran
PKn (Pendidikan
Sikap demokratis
dalam pelajaran
IPS dan PKn
Lingkup kajian
demokratis
Sosial pada
Pembelajaran PKn
Konteks IPS: Upaya
Meningkatkan
Sikap Demokratis
Peserta Didik
Kewarganegaraan) konteks
IPS (Ilmu Pengetahuan
Sosial) dengan model
simulasi sosial, karena
masing-masing sudah
mengerti peran dan tugasnya.
Model simulasi sosial
berdampak positif terhadap
peningkatan aktivitas peserta
didik dalam proses
pembelajaran
27.
Pola asuh orang tua
Demokratis,
interaksi edukatif,
dan motivasi belajar
siswa.
Muka
Dalas,
Emosda,
Ekawarna
Menjelaskan dari hasil
penelitian bahwa terdapat
hubungan yang positif dan
signifikan antara Pola Asuh
Orang Tua Demokratis
dengan Motivasi Belajar
Siswa
Demokrasi dalam
keluarga
Cara penerapan
demokrasi
28.
Politisasi Agama
Pemecah Keutuhan
Bangsa dalam
Pemilu
Siti
Faridah,
Jerico
Mathias
Dilihat dari
penyelenggaraanya, politisasi
dalam pemilu kerap kali
terjadi dan dilakukan oleh
golongan-golongan garis
keras. Bila hal ini terus terjadi
maka dapat berpotensi
menimbulkan disintegrasi
bangsa. Agama sebagai
sesuatu yang suci tidak pantas
untuk dipolitisasi atau
dijadikan sebagai alat untuk
mencapai kepentingan politik.
Pencampuran antara agama
dan politik menyebabkan
agama kehilangan nilai-nilai
luhur yang ada dalam setiap
ajarannya. Sehingga,
politisasi agama dianggap
tidak baik dan akan
menyederai ajaran dari suatu
agama.
Dampak
Demokrasi
Lingkup
berdemokrasi
29.
Implementasi
pembelajaran
Demokratis: Sebuah
studi tentang
pembelajaran SKI
pada madrasah
tsanawiyah di aceh
Murdani
menjelaskan penggunaan
pembelajaran demokratis
dapat meningkatkan kinerja
siswa dalam belajar secara
maksimal. Selama ini ada
kesan bahwa para guru
sejarah kebudayaan Islam
pada MTsN Model
Meulaboh, MTsN
Peureumue, MTsN 1
Takengon, MTsN 2
Takengon, MTsN Model
Gandapura, MTsN Matang
Glumpang Dua, MTsN
Montasik dan MTsN Rukoh
lebih mengandalkan ceramah
dalam pembelajarannya.
Sementara itu dengan
kehadiran pembelajaran
demokratis diyakini mampu
memberikan kemudahan bagi
guru untuk diterapkan dalam
pembelajaran
Pembelajaran
yang demokratis
Ruang lingkup
implementasi
demokrasi
30.
Peran Guru Ilmu
Pengetahuan Sosial
Dalam Membangun
Karakter
Demokratis Peserta
Didik Kelas IX di
SMP Negeri 1
Gempol Kabupaten
Cirebon
Tantri
Rahmawat
i Ningrum,
Suniti
Menjelaskan bahwa Guru IPS
telah optimal dalam
melaksanakan perannya
sebagai seorang guru dalam
membangun karakter
demokratis peserta didik
dengan penuh keikhlasan dan
kesabaran
Peran guru IPS
dalam
membangun
karakter
demokratis
peserta didik
Ruang lingkup
penumbuhan
nilai-nilai
demokratis
31.
Demokrasi Dan
Sugiyar
Esensi demokrasi hendaknya
diletakkan di atasprinsip dan
Demokrasi dalam
msayrakat
Ruang lingkup
penelitian
Hak Asasi Manusia
dalam Masyarakat
Multikultural
kesadaran akan kepentingan
bersama. Keputusan
mayoritas haruslahdihormati
namun, sedapat mungkin
dihindari dominasi mayoritas
dan tindakan tiraniminoritas
dalam pembuatan suatu
kebijakan politik.
multikultur
32.
Demokrasi dan
Demokratisasi:
Sebuah Kerangka
Konseptual untuk
Memahami
Dinamika Sosial-
Politik di Indonesia
Heru
Nugroho
Demokrasi adalah konsep
politik yang menjadi pilihan
sistem politik di berbagai
negara dunia ketiga pada dua
dasawarsa terakhir
Demokrasi dalam
masyarakat
Indonesia
Ruang lingkup
penelitian
33.
Potret Pandangan
Akademisi Di
Jurnal Ilmu Sosial
Dan Ilmu Politik
UGM (JSP)
Mengenai
Permasalahan
Demokrasi Di
Indonesia
Ardyantha
Sivadabert
Purba
Demokrasi dalam civil
society mengidikasikan
bahwa para akademisi yang
menggunakan kacamata ini
yakni Bob Sugeng
Hadiwinata, Afan Gaffar,
Cornelis Lay, dan Endi
Haryono menginginkan
adanya kedewasaan
masyarakat Indonesia dalam
memandang suatu civil
society dikarenakan tidak
seluruh civil society
merupakan perwakilan
masyarakat yang
menginginkan dan
memperkuat nilai-nilai
demokrasi
Permasalahan
demokrasi
Ruang lingkup
permasalahan
demokrasi
34.
Masalah dan
Prospek Demokrasi
Abd.
Kadir
Patta
Menuturkan bahwa terlepas
dari cacat demokrasi,
bagaimanapun juga kita harus
terus memandang berbagai
keuntungan yang membuat
terus demokrasi diharapkan.
Ada beberapa alasan
mengapa demokrasi begitu
marak ingin diwujudkan
hingga saat ini.
Dinamika
demokrasi
Sudut pandang
demokrasi
35.
Pemahaman Nilai -
Nilai Demokrasi
Siswa Melalui
Metode Inquiri
Pada Pembelajaran
PKn di Sma Negeri
1 Gamping Sleman
Cristopel
Menjelaskan mengenai
penumbuhan nilai-nilai
demokrasi yang dilakukan di
dalam pembelajaran.
Deokrasi melalui
pembelajaran di
kelas
Ruang lingkup
penelitian dan
masyarakat
36.
Sistem Demokrasi
di Indonesia
ditinjau dari Sudut
Hukum
Ketatanegaraan
Jailani
Menyebutkan bahwa
kebebasan untuk
mengeluarkan pendapat
adalah prinsip universal
dalam negara demokratis.
Sistem
demokrasi
Sudut pandang
berdemokrasi
37.
Penanaman Nilai-
Nilai
Multikulturalisme
dalam Pembelajaran
Siti Nur
Jannah,
Dkk
Menyebutkan dalam
penelitiannya yaitu yang
pertama, penanaman nilai-
nilai multikulturalisme dalam
pembelajaran sejarah materi
Indonesia zaman Hindu-
Buddha pada siswa dilakukan
pada tataran operasional
Penanaman nilai
multikulturalisme
Ranah dalam
penumbuhan
nilai-nilai
Sejarah Sub Materi
Pokok Indonesia
Zaman Hindu-
Buddha pada Siswa
Kelas X Madrasah
Aliyah Negeri
Purbalingga Tahun
Ajaran 2016/2017.
yakni pengelolaan kelas pada
saat pembelajaran
38.
Penanaman Nilai-
nilai Pendidikan
Multikultural di
Pondok Pesantren D
DI-AD Mangkoso
Barru Sulawesi
Selatan
Zulqarnain
Dalam proses penanaman
nilai-nilai pendidikan
multikultural di pondok
pesantren DDI-AD
Mangkoso, pembina dan
guru-guru dapat
menerapkannya melalui
beberapa kegiatan seperti
kegiatan formal sekolah
berupa kegiatan belajar
mengajar dan kegiatan non
formal melalui kegiatan
pengembangan diri dan
kegiatan pembiasaan diri.
Cara dalam
pendidikan
multikultural
Ranah
penelitian
39.
Implementasi
Pendidikan
Multikultural dalam
Praksis Pendidikan
di Indonesia
Akhmad
Hidayatull
ah Al
Arifin
Menuturkan bahwa
pendidikan multikultural di
Indonesia masih menjadi
wacana baru yang perlu
direspon untuk menjaga
keutuhan bangsa yang kaya
akan multikultur
Implementasi
pendidikan
multikulture
Lokasi
penelitian yang
berbeda
40.
Potret Pendidikan
Muhamma
d Nur
Halim
Menerangkan bentuk aktual
kurikulum dalam lembaga
pendidikan di Purwokerto
Kurikulum
pendidikan
multikultural
Pemahaman
multikutural
dalam
Multikutural dalam
Kurikulum Sekolah
di Purwokerto.
yaitu SD N 1 Purwokertom
SMP N 1 Purwokerto, dan
SMA N 1 Purwokerto telah
megacu pada ideal kurikulum
yang telah berperspektif
multikultural. Pemberian
nasihat dna motivasi untuk
saling rukun, saling
membantu menghargai, tidak
boleh mengejek dan nasihat
lain agar tumbuh sikap
demokratis.
ingkungan
pendidikan
Perbedaan antara beberapa jurnal diatas dengan penelitian yang dilakukan
oleh beberapa hasil penelitian diatas adalah dalam penelitian kali ini penulis
mengkaji tentang upaya penumbuhan nilai demokrasi berbasis masyarakat
multikultur, yang mana peserta didik terdiri dari masyarakat yang beragam dan
kompleks sehingga penumbuhan nilai demokrasi dalam masyarakat multikultur
dapat terlaksana dan dapat menjadikan peserta didik yang demokratis.
2. Kajian Teori
2.1 Demokrasi
Dari perspektif pendidikan, Kovacs dalam Zamroni (2013: 13)
menguraikan bahwa demokrasi merupakan suatu bentuk kehidupan bersama yang
mengembangkan individu melalui partisipasi mereka dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Partisipasi yang mereka lakukan
berdasarkan kebebasan, pandangan kritis dan reflektif yang ditujukan untuk
membangun kebersamaan dan kesejahteraan masyarakat.
Kata ―demokrasi‖ berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti
rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Demokrasi berarti pemerintahan
rakyat, atau suatu pemerintahan diamana rakyat memegang kedaulatan tertinggi
atau rakyat diikut sertakan dalam pemerintahan negara. Dengan diikut
sertakannya rakyat dalam pemerintahan, berarti semua ikut bertanggung jawab
dalam pembangunan negara (Suyahmo, 2014:1).
Implementasi demokrasi di setiap negara tentunya berbeda, seperti
demokrasi liberal, komunis dan lain sebagainya. Begitu pula dengan implementasi
demokrasi di indonesia. Adalah demokrasi Pancasila yang mana merupakan
rujukan dari segala aspek sistem pemerintahan untuk mengatur kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sebagai dasar falsafah, Pancasila didalamnya bermuatan
sebagai dasar, ideologi, pandangan hidup, falsafah, kepribadian, yang semuanya
itu menjadi ciri yang melekat dalam diri Pancasila (Suyahmo, 2014: 33).
Ranney sebagaimana dikutip Bryan D. Jones dalam Trianto (2007: 221)
mengatakan bahwa demokrasi adalah suatu bentuk pemerintah yang
diorganisasikan sesuai dengan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat, persamaan
politik, musyawarah rakyat, dan kekuasaan mayoritas.
Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem
politik yang menganut kebebasan individu. Secara konstitusional, ini dapat
diartikan sebagai hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah.1
Dalam demokrasi
liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung)
diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang
tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak
1 Blackwell Dictionary of Modern Social Thought, Blackwell Publishing 2003, 148
melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum
dalam konstitusi.2
Demokrasi sosial adalah ideologi politik, sosial, dan ekonomi yang mana
mendukung intervensi ekonomi dan sosial untuk mendorong keadilan
sosial dalam kerangka pemerintahan demokrasi liberal dan ekonomi kapitalis.
Protokol dan norma yang digunakan untuk mencapainya melibatkan komitmen
pada demokrasi perwakilan dan partisipatoris, kebijakan untuk meredistribusi
pendapatan dan regulasi ekonomi untuk kepentingan umum dan ketentuan negara
kesejahteraan. Dari ketiga demokrasi tersebut demokrasi Pancasila memiliki
peranan yang penting untuk diaplikasikan didalam kehidupan sehari-hari,
termasuk pada peserta didik di SMP NU Putri Nawa Kartika.
Berbicara mengenai penumbuhan nilai demokrasi perlu adanya proses
adaptasi. Sunarjan (2018: 520) menyebutkan bahwa memutus tautan lingkaran
setan kemiskinan ekonomi dan politik oleh menggunakan nilai-nilai sosial,
meningkatkan adaptif kapasitas, dan modal komunitas Bukit Brintik Komunitas
Makam. Intervensi dapat meningkatkan kondisi mereka. Intervensi pemerintah
dan Non Pemerintah Intervensi organisasi dapat digunakan dalam memotong
lingkaran setan kemiskinan ekonomi dan politik. Kapasitas adaptif dalam sistem
sosial berpasangan - ekosistem untuk menghasilkan model strategi bertahan hidup
di Indonesia sosiologi historis - ekologi
Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat yang
menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan
2
"Democracy and Citizenship: Glossary". American politics. The University of Texas at
Austin. Diakses tanggal 2004-08-09.
jalannya organisasi negara terjamin. Oleh sebab itu, hampir semua pengertian
yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi
rakyat meskipun secara operasional implikasinya diberbagai negara tidak selalu
sama.
Demokrasi pada hakikatnya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat itu
secara ontologis substansional mengandung keseimbangan, keseimbangan antara
rakyat yang memilih dengan pemimpin yang dipilih, keseimbangan antara
aspirasi, kepentingan rakyat dengan tugas pemimpin yang harus mematuhinya.
Keseimbangan antara ketaatan, kepatuhan, keloyalan rakyat dengan pemberian
pemimpin terhadap rakyat. Bentuk keseimbangan seperti itu sebagai wujud
cerminan keadilan, yang secara substansial juga menjunjung tinggi keseimbangan,
sebagaimana ditekankan oleh Aristoteles bahwa hakikat keadilan adalah bersifat
balance dan keseimbangan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa demokrasi pada hakikatnya
adalah sejalan dengan substansi keadilan. Artinya, jika nilai demokrasi dipahami,
disikapi, dan dilakukan secara benar dan konsisten maka akan menimbulkan rasa
keadilan bagi semua orang (Suyahmo, 2014: 2-3).
Dunia pendidikan adalah proses mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai
tertentu pada seseorang warga negara. Nilai-nilai itu disampaikan dan ditanamkan
untuk membentuk karakter dan keberpihakan warga negara sebagai implementasi
dari nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari baik kapasitasnya sebagai
individu yang bebas otonom maupun sebagai warga negara yang bertanggung
jawab. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai kebebasan, nilai tanggung jawab,
kemandirian (mewujudkan diri sendiri), hak untuk menentukan diri sendiri,
partisipasi (turut menentukan), toleransi, pertolongan agar bisa menolong diri
sendiri, pluralisme, kemajuan serta perdamaian.
Setelah diutarakan tentang pengertian dari nilai dan juga demokrasi, jadi
yang dimaksud nilai-nilai demokrasi adalah takaran, harga sebuah gagasan dan
pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban, menghargai
kebebasan berpendapat, memahami dan menyadari keanekaragaman dalam
masyarakat, serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
Henry B. Mayo dalam Budiardjo (1982: 165) menyatakan bahwa nilai-
nilai yang harus dipenuhi untuk kriteria demokrasi adalah menyelesaikan
pertikaianpertikaian secara damai dan sukarela, menjamin terjadinya perubahan
secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu berubah, pergantian penguasa
dengan teratur, pengunaan pemaksaan seminimal mungkin, pengakuan dan
penghormatan terhadap nilai-nilai keanekaragaman, menegakkan keadilan,
memajukan ilmu pengetahuan, dan pengakuan dan penghormatan terhadap
kebebasan.
M. Nur Khoiron juga dalam Handoyo (2010: 36-38) menjabarkan karakter
warga demokrat adalah Rasa hormat dan bertanggung jawab, Bersikap kritis,
Membuka diskusi dan dialog, Bersikap terbuka/toleran, Rasional, Adil, dan Jujur.
Selanjutnya dijelaskan juga dalam Suyahmo (2014:38) demokrasi Pancasila
memiliki pandangan semua warga negara Indonesia mempunyai kedudukan, hak
dan kewajiban yang sama. Oleh karena itu dalam menggunakan haknya setiap
individu harus memperhatikan dan mengutamakan kepentigan masyarakat dan
kepentingan negara, tidak boleh memaksakan kehendak pada pihak lain.
Nilai-nilai demokrasi tersebut tidaklah dapat di implementasikan tanpa
adanya partisipasi dari pengikutnya. Partisipasi sebagai suatu keterlibatan mental
dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di
dalamnya. Dalam defenisi tersebut kunci pemikirannya adalah keterlibatan mental
dan emosi. Partisipasi adalah suatu gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan
dalam suatu perencanaan serta dalam pelaksanaan dan juga ikut memikul
tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya.
Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun bidang mental
serta penentuan kebijaksanaan (Sunarjan, 2014: 184)
Selain itu, demokrasi kental akan adanya kegiatan pemilihan suatu
kepemimpinan yang dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai tersebut. Henry B. Mayo
dalam bukunya yang berjudul Introduction to Democratic Theory, memberi
definisi terhadap sistem politik demokratis yaitu kebijaksanaan umum ditentukan
atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat
dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik
dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik (Mayo, 1960:
61).
Dari beberapa pendapat diatas dapat diambil beberapa nilai demokrasi
yang harus ada dalam penumbuhan demokrasi yaitu meliputi: partisipasi,
keadilan, kebebasan, menyelesaikan pertikaian secara damai dan sukarela,
menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu
berubah, pergantian penguasa dengan teratur, pengunaan pemaksaan seminimal
mungkin, pengakuan dan penghormatan terhadap nilai-nilai keanekaragaman,
memajukan ilmu pengetahuan, rasa hormat dan bertanggung jawab, kritis,
terbuka/toleran, rasional dan jujur.
2.2 Masyarakat Multikultur
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis,
multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), isme
(aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan
martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya
masing-masing yang unik (Choirul Mahfud, 2009: 75).
Multikulturalisme ternyata bukanlah suatu pengertian yang mudah. Di
dalamnya mengandung dua pengertian yang sangat kompleks yaitu ―multi‖ yang
berarti plural, ―kulturalisme‖ berisi pengertian kultur atau budaya. Istilah plural
mengandung arti yang berjenis-jenis, karena pluralisme bukan berarti sekedar
pengakuan akan adanya hal-hal yang berjenis-jenis tetapi juga pengakuan tersebut
mempunyai implikasi-implikasi politis, sosial, ekonomi. Oleh sebab itu pluralisme
berkaitan dengan prinsip-prinsip demokrasi (H.A.R. Tilaar, 2004: 82).
Menurut Farida Hanum dalam Setya Raharja (2011: 115) nilai-nilai inti
dari pendidikan multikultural berupa demokratis, humanisme, pluralisme. Adapun
dalam pendidikan multikultural, proses nilai yang ditanamkan berupa cara hidup
menghormati, tulus, toleran terhadap keragaman budaya yang hidup di tengah-
tengah masyarakat yang plural. Kemudian masih dalam Farida Hanum & Setya
Raharja (2011: 116) Peserta Didik nantinya juga diharapkan menjadi generasi
yang menjunjung tinggi moralitas, kedisiplinan, kepedulian humanistik, dan
kejujuran dalam berperilaku sehari-hari.
Dalam pendidikan di Sekolah Menengah Pertam, nilai-nilai multikultural
terjabarkan dalam bentuk kompetensi inti dalam mata pelajaran IPS dan di
terjemahkan dalam bentuk kompetensi dasar yang harus dikuasai Peserta Didik.
Hal ini mengenai nilai-nilai multikultural terdapat pada kompetensi dasar 3.2
Menganalisis pengaruhinteraksi sosial dalam ruang yang berbeda terhadap
kehidupan social budaya serta pengembangan kehidupan kebangsaan dan 4.2.
Menyajikan hasil analisis tentang pengaruh interaksi sosial dalam ruang yang
berbeda terhadap kehidupan sosial dan budaya serta pengembangan kehidupan
kebangsaan.
3. Kerangka Teoritis
Teori yang digunakan untuk menganalisis masalah dan menjadi
pendekatan konsep berpikir dalam penelitian ini adalah fenomenologi, berasal dari
bahasa Yunani: Phainestai yang artinya ―menunjukkan‖ dan ―menampakkan diri
sendiri‖. Sebagai aliran epistemologi, fenomenologi diperkenalkan oleh Edmund
Husserl (1859-1938), meski sebenarnya istilah tersebut telah digunakan oleh
beberapa filsuf sebelumnya. Secara umum pandangan fenomenologi ini bisa
dilihat pada dua posisi, yang pertama ia merupakan reaksi terhadap dominasi
positivisme, dan yang kedua, sebenarnya sebagai kritik terhadap pemikiran
kritisisme Immanuel Kant, terutama konsepnya tentang fenomenon-numenon.
Husserl menggunakan istilah fenomenologi untuk menunjukkan apa yang
nampak dalam kesadaran kita dengan membiarkannya termanifestasi apa adanya
tanpa memasukkan kategori pikiran kita padanya atau menurut ungkapan
Husserl: zuruck den sachen selbt (kembalilah pada realitas itu sendiri). Berbeda
dengan Kant, Husserl menyatakan, bahwa apa yang disebut fenomena adalah
realitas itu sendiri yang nampak setelah kesadaran kita cair dengan realitas.
Fenomenologi Husserl justru bertujuan mencari yang esensial atau eidos (esensi)
dari apa yang disebut fenomena. Metode yang digunakan untuk mencari yang
esensial adalah dengan membiarkan fenomena itu berbicara sendiri tanpa
dibarengi dengan prasangka (presuppositionlessness). Berdasarkan penjabaran
tersebut, dapat diketahui bahwa fenomena di SMP NU Putri Nawa Kartika yaitu
masih adanya permasalahan peserta didik yang beragam dalam pergaulannya,
selain itu kehidupan yang tidak demokratis juga terjadi di beberapa pesantren.
Nomena dalam penelitian kali ini adalah bagaimana masih adanya faham feodal
dibeberapa pondok pesantren yang menghambat penumbuhan nilai-nilai
demokrasi.
Kedua adalah teori habitus dan arena dari Pierre Bourdieou. Upaya
Bourdieu untuk menjembatani antara objektivisme dengan subjektivisme, dapat
dilihat dari konsep Bourdieu tentang habitus dan lingkungan (ranah) dan
hubungan dialektik antara keduanya. Habitus berada di dalam pikiran aktor
sedangkan lingkungan berada di luar pikiran aktor. Meskipun sebenarnya semua
konsep dari Bourdieu saling berkaitan dan mempengaruhi. Habitus diartikan
sebagai kebiasaan yang dilakukan oleh individu tanpa melalui sebuah kesadaran.
Habitus diperoleh sebagai akibat dari lamanya posisi dalam kehidupan sosial yang
diduduki. Jadi habitus akan berbeda-beda tergantung pada wujud posisi seorang
dalam kehidupan sosialnya. (Ritzer dan Goodman, 2008:522)
Selanjutnya teori tersebut dikombinasikan dengan teori nilai-nilai
demokrasi yang telah diutarakan oleh beberapa tokoh dalam kajian pustaka, yang
relevan dengan lingkungan peserta didik multikultur, meliputi: 1) keadilan, 2)
kebebasan, 3) toleran, 4) kritis, 5) jujur, 6) partisipasi, 7) pengakuan dan
penghormatan terhadap nilai-nilai keanekaragaman, 8) menyelesaikan pertikaian
secara damai dan sukarela. Selain itu digunakan juga teori tentang masyarakat
multikultur untuk mengidentifikasi karakteristik peserta didik tersebut.
Penumbuhan nilai-nilai demokrasi dianalisis dari teori grand desain
pendidikan karakter, yang mana pendidikan karakter merupakan proses
pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai luhur dalam lingkungan satuan
pendidikan(sekolah), lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat. Nilai-nilai
luhur ini berasal dari teori-teori pendidikan, psikologi pendidikan, nilai-nilai
sosial budaya, ajaran agama, Pancasila dan UUD 1945, dan UU No.20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta pengalaman terbaik dan praktik
nyata dalam kehidupan sehari-hari (Zubaedi, 2011: 17). Termasuk dalam
menumbuhkan nilai-nilai demokrasi bagi siswa dilingkungan sekolah.
Gambaran yang diteliti dengan diadakannya penumbuhan nilai-nilai
demokrasi pada peserta didik multikultur di SMP NU Putri Nawa adalah
bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan, melalui cara apa dan apakah
berdampak pada peserta didik sehingga menjadikan peserta didik yang
demokratis. Adapun nantinya dari hasil analisis bisa positif bisa negatif, artinya
:
multikulture
Nilai-Nilai Demokrasi Upaya
Kegiatan penumbuhan
Hambatan
Anggapan
Dampak
positif apabila arena sekolah mengajarkan nilai-nilai demokrasi secara baik dan
benar melalui beberapa kegiatan sehingga berdampak terhadap perilaku
demokratis peserta didk sdengkan negatif adalah sebaliknya.
4. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan dimensi-dimensi kajian utama, faktor-faktor
kunci, variabel-variabel, dan hubungan antar dimensi-dimensi yang disusun
membentuk narasi atau grafis. Sehingga berdasarkan landasan teori dan definisi
dari beberapa istilah dapat disusun bentuk kerangka berfikir yang berupa gambar
seperti dibawah ini
Gambar 1. Kerangka berfikir
1) keadilan,
Nilai-nilai: DEMOKRASI pada Peserta didik
2) kebebasan,
3) toleran,
4) kritis,
5) jujur,
6) partisipasi,
7) pengakuan dan penghormatan
terhadap nilai-nilai
keanekaragaman,
8) menyelesaikan pertikaian
secara damai dan sukarela.
Di dalam
kelas/pembelajaran
Di Luar
kelas/pembelajaran
Mapel IPS dan PPKn 1. Pemilu OSIS
2. Ekstra Pramuka
Kehidupan Peserta didik Multikultur yang
Demokratis
Seperti yang diuraikan dalam kajian teori, demokrasi tentunya akan dapat
tumbuh dan berkembang dalam diri manusia apabila di implementasikan dalam
sebuah kehidupan, begitu pula pada peserta didik di SMP NU Putri Nawa Kartika
yang berbasis multikulture, tentunya materi tentang demokrasi telah mereka
dapatkan dari pembelajaran di kelas, dan juga melalui kegiatan diluar kelas seperti
di kegiatan OSIS dan Kepramukaan, akan tetapi dalam pelaksanaannya tentunya
terdapat beberapa kendala, misalnya minat yang kurang, atau fanatisme yang
berlebihan bahkan adanya ideologi yang tidak menerima demokrasi. Oleh karena
itu dirasa penting penumbuhan nilai demokrasi pada peserta didik multikulture di
SMP NU Putri Nawa Kartika sehingga dapat menanamkan sikap demokratis bagi
Peserta Didik yag nantinya dapat mewujudkan masyarakat yang demokratis sesuai
dengan tujuan Pendidikan Nasional.
BAB V
PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka dapat
disimpulkan penumbuhan nilai demokrasi di SMP NU Putri Nawa kartika
dilakukan melalui kegiatan Intra dan ekstra kulikuler. a. Intrakulikuler, seperti: 1)
Muatan Pelajaran IPS, 2) Muatan pelajaran, 3) kegiatan Pembelajaran kurikulum
K13, dan 4) Musyawarah kelas dalam menentukan suatu keputusan bersama. b.
Ekstrakulikuler, merupakan kegiatan yang dilaksanakan diluar atau setelah jam
sekolah, seperti misalnya pada 1) kegiatan OSIS, 2) Pramuka, 3) IPPNU (ikatan
Pelajar Putri Nahdlotul Ulama), 4) Class meeting. Dari penjabaran diatas dapat
ditarik persaman yaitu dalam kegiatan ekstrakulikuler ditumbuhkan mengenai
nilai demokrasi keadilan dalam menentukan suatu hasil musyawarah, kebebasan
dalam mengemukakan pendapat dalam forum, partisipasi setiap anggota organiasi
untuk menentukan sebuah usulan/masukan, toleran dalam menerima perbedaan
pendapat, kritis dalam menilai suatu usulan atau program kerja organisasi, jujur
dalam setiap pengelolaan organisasi, penghormatan terhadap nilai-nilai
keanekaragaman karena peserta didik yang ada berasal dari berbagai daerah dan
menyelesaikan pertikaian secara damai dan sukarela dalam setiap permasalahan
baik di organisasi ataupun diluar organisasi.
Tanggapan peserta didik mengenai penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU Putri Nawa Kartika ada yang dapat
merasakan manfaatnya ada yang biasa saja (acuh tak acuh), tetapi mayoritas
responden mengungkapkan dapat merasakan manfaatnya, dirasa perlu akan
adanya penumbuhan nilai demokrasi pada peserta didik agar tumbuh sikap-sikap
demokratis yang dapat menjadikan kondisi sekolah kondusif sehingga kegiatan
belajarpun dapat berjalan dengan baik, selain itu peserta didik juga diharapkan
dapat menularkan sikap demokratisnya dilingkungannya misal di lingkungan
pesantren ketika setelah kegiatan disekolah.
Penumbuhan nilia-nilai demokrasi yang dilakukan sekolah maka akan
memberikan dampak yang positif, msialnya dalam kegiatan yang diutarakan oleh
peneliti dalam penumbuhan nilai-nilai demokrasi di sekolah yang berbasis peserta
didik multikultur dapat memberikan dampak pada dirinya yaitu peserta didik lebih
memahami dan dapat menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan sehari-
hari. Selain itu juga siswa lebih paham akan pentingnya nilai demokrasi bagi
dirinya dan selanjutnya dapat ditularkan dalam lingkungannya. Diluar itu semua
siswa dapat menafikan adanya faham yang mengatakan demokrasi itu thogut.
Karena esensi dari demokrasi adalah suatu hal yang positif sesuai dengan nilai-
nilai agamanya
Secara empirik di beberapa pesantren disekitar sekolah masih ada budaya
feodal yang memposisikan murid santri sebagai budak yang dituntut patuh, ta‘at,
tidak boleh membantah (memperdebatkan) suatu hal dinilia tidak demokratis,
seperti pondok yang tidak memperbolehkan dalam mengikuti ekstra volly dan
pencak silat dengan alasan yang tidak diketahui, oleh karena itu peran sekolah
dirasa sangat penting dalam menumbuhkan nilai-nilai demokrasi dilingkungan
sekolah yang selanjutnya dapat diterapkan dipondok pesantren sekitarnya. Selain
itu juga perlu adanya komunikasi yang baik antara sekolah dan pondok pesantren
agar terjalin suatu hubungan dan pemahaman yang baik pula mengenai demokrasi
misalnya dalam berpendapat, tidak bermaskud membantah tetapi memberikan
kesempatan partisipasi santri dalam menyampaikan suatu gagasan.
2. Saran
2.1 Bagi Kepala Sekolah
Untuk kepala sekolah selaku supervisi dan pemegang kekuasaan di sekolah sudah
baik dalam memanage kegiatan penumbuhan nilai-nilai demokrasi di sekolah,
tetapi dirasa perlu pendampingan yang intens didalam penumbuhan tersebut agar
bisa lebih maksimal. Selain itu komunikasi dengan lingkungan sekitar seperti
Pondok Pesantren perlu ditingkatkan agar diperoleh kesepahaman mengenai nilai-
nilai demokrasi.
2.2 Bagi Tenaga Pendidik IPS dan PPKn
Sebagai pendidik tentunya menjadi ujung tombak penyampaian materi dan
penumbuhan nilai pada peserta didik terasuk nilai demokrasi, diras perlu lebih
memperhatikan peserta didik yang berasal dari pesantren yang memiliki nilai
feodal agar lebih bisa memahami demokrasi tanpa mengurangi rasa hormat
kepada kiyai. Selain itu penumbuhan nilai demokrasi melalui pembelajaran
diharapkan dapat dilaksanakan secara maksimal.
2.3 Bagi Pembimbing OSIS/Pramuka/IPPNU
Untuk pembimbing OSIS/Pramuka/IPPNU dirasa sudah sangat baik dalam
membimbing tetapi hendaknya mampu menjadi penghubung/komunikator yang
baik antara organisasi tersebut dengan Pemangku kebijakan dan juga lingkungan
sekitar. Sehingga nantinya akan diperoleh sinergi positif dan lebih solid dalam
melaksanakan kegiatan termasuk penumbuhan nilai demokrasi dalam setiap
kegiatannya.
2.4 Bagi OSIS/Pramuka/IPPNU
Diharapkan dapat lebih semangat mensosialisasikan dan melaksanakan kegiatan
penumbuhan nilai demokrasi disetiap even. Agar tercipta suasana yang kondusif
dan nyaman.
2.5 Bagi Peserta didik
Hendaknya menyadari akan pentingnya nilai-nilai demokrasi dan juga bagaimana
bersikap menjadi warga sekolah yang baik dengan peduli dan ikut berperan aktif,
memiliki komitmen yang besar dan bertanggung jawab dalam kegiatan
penumbuhan nilai demokrasi tersebut, sehingga akan terciptanya kehidupan yang
demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Kadir Patta. 2009. Masalah dan Prospek Demokrasi. Jurnal Academica
Fisip Untad VOL.I
Agung Suharyanto. 2017. Pemahaman siswa tentang konsep Demokrasi dalam
Pendidikan Kewarganegaraan. Jurnal Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Medan. Vol. 1 Nomor 1
Akhmad Hidayatullah Al Arifin. 2012. Implementasi Pendidikan Multikultural
dalam Praksis Pendidikan di Indonesia. Jurnal Pembangunan Pendidikan:
Fondasi dan Aplikasi Madrasah Tsanawiyah Negeri Sleman Volume 1,
Nomor 1
Amarru Muftie Holish. 2018. Rohmat, Iqbal Syarifudin. 2018. Money Politic
dalam Praktik Demokrasi Indonesia. Jurnal Fakultas Hukum Universitas
Negeri Semarang. Volume 4 Nomor 2.
Amanah Nurish. 2010. Penyimpangan sex Hubungan Sesama Jenis Perempuan
Dilingkungan Pesantren. Jurnal Gender, Technology and Development,
14, 2 (2010): 267–277
Ana Andriani. 2014. Pengembangan Model Simulasi Sosial pada Pembelajaran
PKn Konteks IPS: Upaya Meningkatkan Sikap Demokratis Peserta Didik.
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan. Vol 7(2).
Andi Ali Said Akbar. 2016. Demokrasi Menundukkan Anarki. Jurnal Politik
Indonesia: Indonesian Political Science. Vol 1 (1): 1-13.
Ardyantha Sivadabert Purba. 2015. Potret Pandangan Akademisi di Jurnal Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik UGM (JSP) Mengenai Permasalahan Demokrasi
di Indonesia. Jurnal Politik Muda, Vol. 4 No. 1, Januari - Maret 2015, 1 -
12 1
Binov Handitya . 2018. Merawat Sikap dan Perilaku Hidup Demokratis Melalui
Pendidikan Politik. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
Volume 4 (3)
Blackwell. 2003. Dictionary of Modern Social Thought, Blackwell Publishing.
C.C. Gotlieb. 2002. Does the Internet Promote Democracy?. Journal of
Department o/Computer Science University o/Toronto,-
Cristopel. 2016. Pemahaman Nilai - Nilai Demokrasi Siswa Melalui Metode
Inquiri Pada Pembelajaran Pkn di SMA Negeri 1 Gamping Sleman.
Jipsindo No. 2, Volume 3
Daya Negri Wijaya. 2016. Jean-Jaques Rousseau dalam Demokrasi. Jurnal
Politik Indonesia: Indonesian Political Science.Vol 1 (1) (2016) 14-29
Dirk Tomsa. 2012. Moderating Islamism in Indonesia: Tracing Patterns of Party
Change in the Prosperous Justice Party. Journal of Political Research
Quarterly. Vol. 65(3): 486 – 498
Donie Kadewandana Malik. 2016. “Partai Politik Islam dan Pemilihan Umum:
Studi Peningkatan Dukungan Elektoral PKB dan PPP Pada Pemilu
Legislatif 2014 DPR RI di Dapil DKI Jakarta. Jurnal Politik Indonesia:
Indonesian Political Science. Vol 1 (1): 45-68.
Effendi Gazali. 2014. Learning by clicking: An experiment with social media
democracy in Indonesia. Journal of the International Communication
Gazette. Vol. 76(4–5) 425–439
Ellen Lust. 2011. Missing the Third Wave: Islam, Institutions, and Democracy in
the Middle East. Journal of St Comp Int Dev. Vol 46:163–19.
Eta Yuni Lestari, Nugraheni Arumsari.2018. Partisipasi Politik Pemilih Pemula
pada Pemilihan Walikota Semarang di Kota Semarang. Dalam Jurnal
Integralistik. Volume 22. No 1. Hal 24
Etika Mulyawati. 2014. Pembuatan Model E-Election Berbasis SMS Gateway
Untuk Pemilihan Ketua Osis. Jurnal Jurusan Teknik Elektro, Fakultas
Teknik, Universitas Negeri Semarang, Indonesia. –
Flourensia Sapty Rahayu, Susi Widjajani, Muslimah Zahro Romas. 2013. Iptek
Bagi Masyarakat Peserta Didik dalam Menyikapi Fenomena
Cyberbullying di Kalangan Remaja. Jurnal Program Studi Teknik
Informatika Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Vol. 17 No. 2, Desember
2013
Gina Lestari. 2015. Bhinnekha Tunggal Ika: Khasanah Multikultural Indonesia di
Tengah Kehidupan Sara. Jurnal Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Program Studi Ketahanan Nasional Universitas Gadjah
Mada, Th. 28, Nomor 1
Handoyo. 2010. Buku Ajar Pendidikan Politik. Semarang: Jurusan HKn, FIS,
UNNES
Hanum, Farida dan Setya Raharja. 2011. Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan:
Pengembangan Model Pembelajaran Pendidikan Multikultural
Menggunakan Modul Sebagai Suplemen Pelajaran IPS di Sekolah Dasar,
Volume 04 No. 2.
H.A.R Tilaar. 2004. Multikulturalisme: Tantangan-tantangan Global Masa
Depan dalam Tranformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo
Hariyono. 2012. Pola Demokrasi Yang Dikembangkan Pendiri Bangsa. Jurnal
Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Malang. Vol. 22 No. 2 - Juli 2012.
Hlm. 157—170
Hedi Heryadi, Hana Silvana. 2013. Komunikasi Antarbudaya dalam Masyarakat
Multikultur (Studi Tentang Adaptasi Masyarakat Migran Sunda di Desa
Imigrasi Permu Kecamatan Kepahiang Provinsi Bengkulu). Jurnal Kajian
Komunikasi, Volume 1, No. 1, Juni 2013, hlm 95-108
Henry B. Mayo. 1960. An Introduction to Democratic Theory. New York: Oxford
University Press.
Herly Janet Lesilolo, Zamroni, Suyata. 2015. Kebebasan Siswa dalam Budaya
Demokratis di Sekolah (Studi Multi Kasus di SMA Yogyakarta). Jurnal
Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Universitas Neger
Yogyakarta Volume 3, No 1, Juni 2015 (11-18)
Heru Nugroho. 2012. Demokrasi dan Demokratisasi: Sebuah Kerangka
Konseptual untuk Memahami Dinamika Sosial-Politik di Indonesia. Jurnal
Pemikiran Sosiologi Volume 1 No.1
Jailani. 2015. Sistem Demokrasi di Indonesia Ditinjau dari Sudut Hukum
Ketatanegaraan. Jurnal Inovatif, Volume VIII Nomor I
Lawrence Pintak and Budi Setiyono. 2011. The Mission of Indonesian
Journalism: Balancing Democracy, Development, and Islamic Values.
International Journal of Press/Politics. Vol 16(2): 185–209
Mahfud, Choirul, 2014. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mark Evans. 2011. Just war, democracy, democratic peace. European Journal of
Political Theory. Vol 11(2): 191–208
Middya Boty. 2017. Masyarakat Multikultural: Studi Interaksi Sosial Masyarakat
Islam Melayu dengan Non Melayu pada Masyarakat Sukabangun Kel.
Sukajadi Kec. Sukarami Palembang. Jsa Vol 1 No 2, Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN Raden Fatah Palembang
Miriam Budiardjo. 1982. Masalah Kenegaraan. Jakarta: Gramedia
Muhammad Bayu Dwi Cahyo. 2015. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam
Menggunakan Hak Suara pada Pemilu Legislatif 2014. Jurnal Fakultas
Hukum Universitas Negeri Semarang, Indonesia. Volume 10. Nomor 1.
June 2015
Muhammad Nur Halim. 2014. Potret Pendidikan Multikutural dalam Kurikulum
Sekolah di Purwokerto. JPA Volume 15 Nomor (1) Jurusan Dakwah
STAIN Purwokerto
Muh. Sain Hanafy. 2015. Pendidikan Multikultural dan Dinamika Ruang
Kebangsaan. Jurnal Diskursus Islam 119 Volume 3 Nomor 1
Muka Dalas, Emosda, Ekawarna. 2012. Pola asuh orang tua Demokratis,
interaksi edukatif, dan motivasi belajar siswa. Jurnal Tekno-Pedagogi,
Universitas Jambi. Vol. 2 No. 1.
Murdani. 2015. Implementasi pembelajaran Demokratis: Sebuah studi tentang
pembelajaran SKI pada madrasah tsanawiyah di aceh. Jurnal Ilmiah
ISLAM FUTURA, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry. Vol. 14. No. 2
Nur Chayati, Eko Supriyanto, M. Yahya. 2015. Pengelolaan pembelajaran sikap
Demokratisdi SMP Muhammadiyah 1 Kartasura. Jurnal Pendidikan Ilmu
Sosial, Vol 25, No.2. ISSN: 1412-3835
Panti Rahayu. 2018. Keikutsertaan Masyarakat Dalam Menjalankan
Pemerintahan dan Sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Melalui
Pemilihan Umum di Indonesia. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang. Volume 4 Nomor 3 Tahun 2018
Richard Ledet. 2016. Studying the quality of democracy: Two cross-national
measures of democratic citizenship. Journal of Education, Citizenship and
Social Justice. Vol. 11(1) 3 - 18
Parsudi Suparlan. 2002. Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural. Jurnal
Antropologi Indonesia ke-3, Universitas Udayana, Denpasar, Bali.
Permatasari, Listyaningsih. 2015. Praktek Demokrasi Pada Organisasi Siswa
Intra Sekolah di SMA Al-Irsyad Surabaya. Jurnal Kajian Moral dan
Kewarganegaraan Universitas Negeri Surabaya. Volume 01 Nomor 03
Rachman, M. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter Berwawasan
Konservasi Nilai-Nilai Sosial. Semarang: Jurnal Unnes Forum Ilmu Sosial,
40(1).
Ritzer, George, Goodman dan Douglas J. 2008. Teori Sosiologi Modern( Edisi
Keenam). Jakarta: Kencana
Riyan Gunawan, Ahmadi. 2018. Fungsi Media Massa dalam Perspektif Negara
Demokrasi terkait Penyelenggaraan Pemilu. Jurnal Hukum Universitas
Negeri Semarang Volume 4 Nomor 3 Tahun 2018, 1101-1118
Rizal Mubit. 2016. Peran Agama dalam Multikulturalisme Masyarakat Indonesia.
Jurnal Pascasarjana IAIN Tulungagung Vol. 11, No. 1
Rohmat, Amarru Muftie Holish, Iqbal Syariefudin. Pengaruh Pendidikan Politik
dan Demokrasi Bagi Generasi Muda Terhadap Tingkat Partisipasi
Pelaksanaan Pemilihan Umum. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang. Volume 4 Nomor 3 Tahun 2018, 1191-1204
Rustam Ibrahim. 2013. PENDIDIKAN MULTIKULTURAL: Pengertian, Prinsip,
dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam. Jurnal ADDIN, Vol.
7, No. 1.
Stephen L . Quac kenbush, Michael Rudy. 2009. Evaluating the Monadic
Democratic Peace. Journal of Conflict Management and Peace Science.
Vol 26(3): 268–285
Siti Faridah, Jerico Mathias. 2018. Politisasi Agama Pemecah Keutuhan Bangsa
dalam Pemilu. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang.Volume 4 Nomor 3
Siti Nur janah, Hamdan Tri Atmaja, Ufi Saraswati. 2017. Penanaman Nilai-Nilai
Multikulturalisme dalam Pembelajaran Sejarah Sub Materi Pokok
Indonesia Zaman Hindu-Buddha pada Siswa Kelas X Madrasah Aliyah
Negeri Purbalingga Tahun Ajaran 2016/2017. Indonesian Journal of
History Education. Jurnal Indonesian Journal of History Education
UNNES Volume 5 (2)
Sirait, M., Masrukhi., & Suprayogi. (2014). Peran Forum Kerukunan Umat
Beragama dalam Mengembangkan Nilai Toleransi di Kabupaten Bekasi.
Semarang: Unnes Civic Education Journal, 3(2).
Steven Ryan Hofmann. 2004. Islam And Democracy, Micro-Level Indications of
Compatibility. Journal of Comparative Political Studies. Vol. 37 No. 6
Sugiyar. 2017. Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat
Multikultural. Jurnal Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas
Yudharta Pasuruan. Volume 3, Nomor 1, Desember 2017
Sunarjan. Y.Y.F.R. 2014. Survival Strategy Komunitas Makam Gunung Brintik
Semarang. Salatiga: Stya Wacana University Press.
Suradi. 2017. Masyarakat Multikultural Bangsa Indonesia. Jurnal Pendidikan
Sosiologi FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar
Suyahmo. 2014. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Magnum
Pustaka Utama.
Suyahmo, Suyahmo. 2015. "Model Implementasi Sila Ke 4 ―Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan‖ Sebagai Lokus Pendidikan Demokrasi Di
SMP Kota Semarang." Jurnal Penelitian Pendidikan 32.1
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPP/article/view/5707
Syafiq Hasyim. 2015. Majelis Ulama Indonesia and pluralism in Indonesia.
Journal of Philosophy and Social Criticism. Vol. 41(4-5): 487–495
Syamsul Bakhri, Tri Marhaeni Pudji Astuti, Eko Handoyo. 2013. Aspek
Demokrasi dalam Pemilihan Umum Raya Online Presiden MahaPeserta
Didik Universitas Negeri Semarangtahun 2011. Solidarity: Journal of
Education, Society and Culture. Vol 2 (1) (2013)
Tantri Rahmawati Ningrum, Suniti. 2017. Peran Guru Ilmu Pengetahuan Sosial
Dalam Membangun Karakter Demokratis Peserta Didik Kelas IX di SMP
Negeri 1 Gempol Kabupaten Cirebon. Jurnal Edueksos, IAIN Syekh
Nurjati Cirebon Volume VI No 2.
Tuti Sulistio Warni & Nurul Fatimah. 2015. Kapitalisme Pendidikan dalam
Penerapan Progam Sekolah di SMA Al-Kautsar Bandarlampung. Jurnal
Jurusan Sosiologi Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Semarang. Vol 2(2)
Wahyuningtyas Dwi Saputri, Bagus Edi Prayogo. 2018. Tantangan Demokrasi di
Era Globalisasi Demi Mewujudkan Pencegahan Politik Uang dalam
Pemilu. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang Volume 4
Nomor 2 Tahun 2018, 262-275
Widayati. 2010. “Tinjauan Konstitusional Terhadap Pemilihan Umum Kepala
Daerah. Jurnal Fakultas Hukum, Universitas Islam Sultan Agung,
Semarang. Volume 5. Nomor 2. Juli 2010
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasi dalam Lembaga
Pendidikan, (Jakarta: Kencana,2011), hlm.17.
Zulkarnain. 2016. Penanaman Nilai-nilai Pendidikan Multikultural di Pondok
Pesantren D DI-AD Mangkoso Barru Sulawesi Selatan. Jurnal Al-
Thariqah Vol. 1, No. 2, STAI Madinatunnajah Rengat, Indragiri Hulu
Internet:
Diunduh dari : wikipedia.osis.mpk.com (Pada 11 Desember 2017)
Diakses dari : https://scholar.google.co.id/citations?user=cN-AfOgAAAAJ&hl=en
(Google Scholar Suyahmo)
Diakses dari : https://scholar.google.co.id/citations?user=08opnD4AAAAJ&hl=id
(Googe Scholar Y.Y.F.R Sunarjan)
"Democracy and Citizenship: Glossary". American politics. The University of
Texas at Austin. Diakses tanggal 2004-08-09
LAMPIRAN
INSTRUMEN PENELITIAN
PENUMBUHAN NILAI-NILAI DEMOKRASI PADA PESERTA DIDIK MULTIKULTUR
DI SMP NU PUTRI NAWA KARTIKA
RANCANGAN INSTRUMEN WAWANCARA (PEDOMAN WAWANCARA)
Kepala SMP NU Putri Nawa Kartika
Nama Lengkap : M. Misbahus Surur, S.H.I
Usia : 35
Alamat : Sunggingan, Kota, Kudus
Jabatan : Kepala Sekolah
Pendidikan : S1 Hukum Islam, S2 Manajemen Pendidikan Islam
No. HP : 085640161010
No. Fokus Pedoman Wawancara
1. Penumbuhan nilai demokrasi
terhadap peserta didik multikultur di
1. Sejak kapan anda menjabat (Kepala Sekolah/Guru) di SMP NU PUTRI
Nawa Kartika?
SMP NU PUTRI Nawa Kartika 2. Bagaimana kurikulum di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
melalui beberapa kegiatan. 3. Kenapa peserta didik SMP NU PUTRI Nawa Kartika multikultur?
4. Bagaimanakah multikultur yang dimaksudkan dalam peserta didik SMP
5.
NU PUTRI Nawa Kartika?
Sejak kapan nilai demokrasi ditumbuhkan di SMP NU PUTRI Nawa
Kartika?
6. Bagaimana nilai demokrasi ditumbuhkan di SMP NU PUTRI Nawa
Kartika?
7. Apakah nilai-nilai demokrasi keadilan, kebebasan, toleran, kritis, jujur,
partisipatif, pengakuan dan penghormatan terhadap nilai-nilai
keanekaragaman, menyelesaikan pertikaain secara damai di tumbuhkan
di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
8. Kegiatan apakah yang merupakan suatu upaya penumbuhan nilai-nilai
demokrasi pada peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa
Kartika?
9. Bagaimanakah peran anda dalam penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
10. Bagaimanakan tanggapan anda terhadap penumbuhan nilai-nilai
demokrasi pada peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa
Kartika?
2. Dampak upaya penumbuhan nilai
demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI
Nawa Kartika.
11. Apakah ada dampak dari penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada peserta
didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika yang anda rasakan?
12. Seberapa besar dampak tersebut?
13. Menurut anda apakah dampak tersebut Positif/negatif?
14. Siapakah yang dapat nerasakan dampak tersebut?
15. Apakah terjadi peningkatan kualitas peserta didik yang lebih demokratis
atau tidak?
3. Hambatan dalam upaya
penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP
NU PUTRI Nawa Kartika.
16. Apakah hambatan dalam upaya penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
17. Bagaimana menurut anda menyikapinya?
18. Bagaiamana peran sekolah dalam menyikapi hambatan tersebut?
19. Bagaimana peran peserta didik dalam menyikapi hambatan tersebut?
Waka Kesiswaan SMP NU Putri Nawa Kartika
Nama Lengkap : Didik Budi Purnomo, S.Hum
Usia : 32
Alamat : Karang malang, Gebog, Kudus
Jabatan : Waka Kesiswaan
Pendidikan : S1 Bahasa Arab
No. HP : 085729009878
No. Fokus Pedoman Wawancara
1. Penumbuhan nilai demokrasi
terhadap peserta didik multikultur di
SMP NU PUTRI Nawa Kartika
melalui beberapa kegiatan.
1. Sejak kapan anda menjabat (Kepala Sekolah/Guru) di SMP NU PUTRI
Nawa Kartika?
2. Bagaimana kurikulum di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
3. Kenapa peserta didik SMP NU PUTRI Nawa Kartika multikultur?
4. Bagaimanakah multikultur yang dimaksudkan dalam peserta didik SMP
NU PUTRI Nawa Kartika?
5. Sejak kapan nilai demokrasi ditumbuhkan di SMP NU PUTRI Nawa
Kartika?
6. Bagaimana nilai demokrasi ditumbuhkan di SMP NU PUTRI Nawa
Kartika?
7. Apakah nilai-nilai demokrasi keadilan, kebebasan, toleran, kritis, jujur,
partisipatif, pengakuan dan penghormatan terhadap nilai-nilai
keanekaragaman, menyelesaikan pertikaain secara damai di tumbuhkan di
SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
8. Kegiatan apakah yang merupakan suatu upaya penumbuhan nilai-nilai
demokrasi pada peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa
Kartika?
9. Bagaimanakah peran anda dalam penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
10. Bagaimanakan tanggapan anda terhadap penumbuhan nilai-nilai demokrasi
pada peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
2. Dampak upaya penumbuhan nilai
demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI
Nawa Kartika.
11. Apakah ada dampak dari penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada peserta
didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika yang anda rasakan?
12. Seberapa besar dampak tersebut?
13. Menurut anda apakah dampak tersebut Positif/negatif?
14. Siapakah yang dapat nerasakan dampak tersebut?
15. Apakah terjadi peningkatan kualitas peserta didik yang lebih
demokratis/tidak?
3. Hambatan dalam upaya
penumbuhan nilai demokrasi pada
16. Apakah hambatan dalam upaya penumbuhan nilai demokrasi pada peserta
didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
peserta didik multikultur di SMP
NU PUTRI Nawa Kartika.
17. Bagaimana menurut anda menyikapinya?
18. Bagaiamana peran sekolah dalam menyikapi hambatan tersebut?
19. Bagaimana peran peserta didik dalam menyikapi hambatan tersebut?
Pembina OSIS
Nama Lengkap
: Farul Rohman, S.Pd
Usia : 27
Alamat
Jabatan
:
: Pembina OSIS
Pendidikan
No. HP
: S1 Bahasa Inggris
: 08974510203
No. Fokus Pedoman Wawancara
1. Penumbuhan nilai demokrasi
terhadap peserta didik multikultur di
SMP NU PUTRI Nawa Kartika
melalui beberapa kegiatan.
1. Sejak kapan anda menjabat (Pembina OSIS/Pramuka) di SMP NU
PUTRI Nawa Kartika?
2. Bagaiamanakah penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika yang anda ketahui (dalam
OSIS/Pramuka)?
3. Apakah nilai-nilai demokrasi keadilan, kebebasan, toleran, kritis, jujur,
partisipatif, pengakuan dan penghormatan terhadap nilai-nilai
keanekaragaman, menyelesaikan pertikaain secara damai di tumbuhkan
di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
4. Bagaimanakah peran anda dalam penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
5. Bagaimanakan tanggapan anda terhadap penumbuhan nilai-nilai
demokrasi pada peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa
Kartika?
2. Dampak upaya penumbuhan nilai
demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI
Nawa Kartika.
6. Apakah ada dampak dari penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada peserta
didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika yang anda rasakan?
7. Seberapa besar dampak tersebut?
8. Menurut anda apakah dampak tersebut Positif/negatif?
9. Siapakah yang dapat nerasakan dampak tersebut?
10. Apakah terjadi peningkatan kualitas peserta didik yang lebih demokratis
atauntidak?
3. Hambatan dalam upaya
penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP
NU PUTRI Nawa Kartika.
11. Apakah hambatan dalam upaya penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
12. Bagaimana menurut anda menyikapinya?
13. Bagaiamana peran sekolah dalam menyikapi hambatan tersebut?
14. Bagaimana peran peserta didik dalam menyikapi hambatan tersebut?
Pembina Pramuka
Nama Lengkap : M. Toyyib Achsin, S.Pd
Usia : 56
Alamat : ......................................................................
Jabatan : Pembina Pramuka
Pendidikan : S1 Pendidikan Matematika
No. HP : 085226545361
No. Fokus Pedoman Wawancara
1. Penumbuhan nilai demokrasi
terhadap peserta didik multikultur di
SMP NU PUTRI Nawa Kartika
melalui beberapa kegiatan.
1. Sejak kapan anda menjabat (Pembina OSIS/Pramuka) di SMP NU
PUTRI Nawa Kartika?
2. Bagaiamanakah penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika yang anda ketahui (dalam
OSIS/Pramuka)?
3. Apakah nilai-nilai demokrasi keadilan, kebebasan, toleran, kritis, jujur,
partisipatif, pengakuan dan penghormatan terhadap nilai-nilai
keanekaragaman, menyelesaikan pertikaain secara damai di tumbuhkan
di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
4. Bagaimanakah peran anda dalam penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
5. Bagaimanakan tanggapan anda terhadap penumbuhan nilai-nilai
demokrasi pada peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa
Kartika?
2. Dampak upaya penumbuhan nilai
demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI
Nawa Kartika.
6. Apakah ada dampak dari penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada peserta
didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika yang anda rasakan?
7. Seberapa besar dampak tersebut?
8. Menurut anda apakah dampak tersebut Positif/negatif?
9. Siapakah yang dapat nerasakan dampak tersebut?
10. Apakah terjadi peningkatan kualitas peserta didik yang lebih demokratis
atauntidak?
3. Hambatan dalam upaya
penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP
NU PUTRI Nawa Kartika.
11. Apakah hambatan dalam upaya penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
12. Bagaimana menurut anda menyikapinya?
13. Bagaiamana peran sekolah dalam menyikapi hambatan tersebut?
14. Bagaimana peran peserta didik dalam menyikapi hambatan tersebut?
Guru Mapel IPS
Nama Lengkap : Siti Muaffanah, S.Pd
Usia : 28
Alamat : ......................................................................
Jabatan : Guru Mapel
Pendidikan : S1 IPS
No. HP : 085640553546
No. Fokus Pedoman Wawancara
1. Penumbuhan nilai demokrasi
terhadap peserta didik multikultur di
SMP NU PUTRI Nawa Kartika
melalui beberapa kegiatan.
1. Sejak kapan anda menjabat di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
2. Bagaiamanakah penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika yang anda ketahui (dalam
Mapel IPS/PPKn)?
3. Apakah nilai-nilai demokrasi keadilan, kebebasan, toleran, kritis, jujur,
partisipatif, pengakuan dan penghormatan terhadap nilai-nilai
keanekaragaman, menyelesaikan pertikaain secara damai di tumbuhkan
di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
4. Bagaimanakah peran anda dalam penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
5. Bagaimanakan tanggapan anda terhadap penumbuhan nilai-nilai
demokrasi pada peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa
Kartika?
2. Dampak upaya penumbuhan nilai
demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI
Nawa Kartika.
6. Apakah ada dampak dari penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada peserta
didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika yang anda rasakan?
7. Seberapa besar dampak tersebut?
8. Menurut anda apakah dampak tersebut Positif/negatif?
9. Siapakah yang dapat nerasakan dampak tersebut?
10. Apakah terjadi peningkatan kualitas peserta didik yang lebih demokratis
atauntidak?
3. Hambatan dalam upaya
penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP
NU PUTRI Nawa Kartika.
11. Apakah hambatan dalam upaya penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
12. Bagaimana menurut anda menyikapinya?
13. Bagaiamana peran sekolah dalam menyikapi hambatan tersebut?
14. Bagaimana peran peserta didik dalam menyikapi hambatan tersebut?
Guru Mapel PPKn
Nama Lengkap : Muhammad Silahuddin, S.Pd
Usia : 25
Alamat : Getassrabi 4/6, Gebog, Kudus
Jabatan : Guru Mapel
Pendidikan : S1 PPKn Unnes
No. HP : 0895342220004
No. Fokus Pedoman Wawancara
1. Penumbuhan nilai demokrasi
terhadap peserta didik multikultur di
SMP NU PUTRI Nawa Kartika
melalui beberapa kegiatan.
1. Sejak kapan anda menjabat di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
2. Bagaiamanakah penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika yang anda ketahui
(dalam Mapel IPS/PPKn)?
3. Apakah nilai-nilai demokrasi keadilan, kebebasan, toleran, kritis, jujur,
partisipatif, pengakuan dan penghormatan terhadap nilai-nilai
keanekaragaman, menyelesaikan pertikaain secara damai di tumbuhkan
di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
4. Bagaimanakah peran anda dalam penumbuhan nilai-nilai demokrasi
pada peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
5. Bagaimanakan tanggapan anda terhadap penumbuhan nilai-nilai
demokrasi pada peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa
Kartika?
2. Dampak upaya penumbuhan nilai
demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI
Nawa Kartika.
6. Apakah ada dampak dari penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika yang anda
rasakan?
7. Seberapa besar dampak tersebut?
8. Menurut anda apakah dampak tersebut Positif/negatif?
9. Siapakah yang dapat nerasakan dampak tersebut?
10. Apakah terjadi peningkatan kualitas peserta didik yang lebih
demokratis atauntidak?
3. Hambatan dalam upaya
penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP
NU PUTRI Nawa Kartika.
11. Apakah hambatan dalam upaya penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
12. Bagaimana menurut anda menyikapinya?
13. Bagaiamana peran sekolah dalam menyikapi hambatan tersebut?
14. Bagaimana peran peserta didik dalam menyikapi hambatan tersebut?
Peserta Didik
Nama Lengkap
: Isyi Zahrotal Jasmin dan Laila Irfana
Usia : ......................................................................
Alamat
Jabatan
: ......................................................................
: ......................................................................
Pendidikan
No. HP
: ......................................................................
: ......................................................................
No. Fokus Pedoman Wawancara
1. Tanggapan Peserta Didik pada
upaya penumbuhan nilai demokrasi
pada peserta didik multikultur di
SMP NU PUTRI Nawa Kartika.
1. Apakah peserta didik SMP NU Putri Nawa Kartika Multikultur?
2. Masalah apa yang terjadi dalam peserta didik multikultur yang kamu
ketahui?
3. Bagaiamanakah penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika yang anda ketahui?
4. Apa peran anda/Pengurus OSIS dalam penumbuhan nilai-nilai demokrasi
pada peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
5. Kegiatan apa menurutmu dalam sekolah/OSIS yang merupakan
penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada peserta didik multikultur di SMP
NU PUTRI Nawa Kartika?
6. Bagaimana tanggapan anda terhadap penumbuhan nilai-nilai demokrasi
pada peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
7. Apakah sudah berjalan efektif penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
2. Dampak upaya penumbuhan nilai
demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI
Nawa Kartika.
8. Apakah ada dampak dari penumbuhan nilai-nilai demokrasi pada peserta
didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika yang anda rasakan?
9. Seberapa besar dampak tersebut?
10. Menurut anda apakah dampak tersebut Positif/negatif?
11. Siapakah yang dapat nerasakan dampak tersebut?
12. Apakah terjadi peningkatan kualitas peserta didik yang lebih demokratis
atauntidak?
3. Hambatan dalam upaya
penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP
NU PUTRI Nawa Kartika.
13. Apakah hambatan dalam upaya penumbuhan nilai demokrasi pada
peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika?
14. Bagaimana menurut anda menyikapinya?
15. Bagaiamana peran sekolah dalam menyikapi hambatan tersebut?
16. Bagaimana peran peserta didik dalam menyikapi hambatan tersebut?
INSTRUMEN PENELITIAN
PENUMBUHAN NILAI-NILAI DEMOKRASI PADA PESERTA DIDIK MULTIKULTUR
DI SMP NU PUTRI NAWA KARTIKA
RANCANGAN INSTRUMEN OBSERVASI (LEMBAR OBSERVASI)
No Fokus Observasi Kegiatan Observasi
1. Penumbuhan nilai demokrasi
terhadap peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI
Nawa Kartika melalui
beberapa kegiatan.
Pengamatan terhadap kegiatan penumbuhan peserta didik di SMP NU Putri Nawa Kartika
2. Tanggapan Peserta Didik pada
upaya penumbuhan nilai
demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI
Nawa Kartika.
Pengamatan terhadap tanggapan Peserta Didik pada upaya penumbuhan nilai demokrasi
pada peserta didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika.
3. Dampak upaya penumbuhan
nilai demokrasi pada peserta
didik multikultur di SMP NU
PUTRI Nawa Kartika.
Pengamatan terhadap Dampak upaya penumbuhan nilai demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika.
4. Hambatan dalam upaya
penumbuhan nilai demokrasi
pada peserta didik multikultur
di SMP NU PUTRI Nawa
Kartika.
Pengamatan terhadap hambatan dalam upaya penumbuhan nilai demokrasi pada peserta
didik multikultur di SMP NU PUTRI Nawa Kartika.
INSTRUMEN PENELITIAN
PENUMBUHAN NILAI-NILAI DEMOKRASI PADA PESERTA DIDIK MULTIKULTUR
DI SMP NU PUTRI NAWA KARTIKA
RANCANGAN INSTRUMEN DOKUMENTASI (DAFTAR CEKLIS)
No Fokus Penelitian Temuan Dokumentasi Ada Tidak Keterangan
1. Penumbuhan nilai
demokrasi terhadap
peserta didik
multikultur di SMP NU
PUTRI Nawa Kartika
melalui beberapa
kegiatan.
1. Mendokumentasikan pihak-pihak
yang terlibat dalam penumbuhan nilai-
nilai demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU Putri Nawa
Kartika.
2. Mendokumentasikan kegiatan yang
berkenaandengan penumbuhan nilai-
nilai demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU Putri Nawa
Kartika.
V
V
2. Tanggapan Peserta
Didik pada upaya
penumbuhan nilai
demokrasi pada peserta
1. Mendokumentasikan tanggapan
peserta didik terhadap penumbuhan
nilai-nilai demokrasi pada peserta
didik multikultur di SMP NU Putri
V
didik multikultur di
SMP NU PUTRI Nawa
Kartika.
Nawa Kartika.
3. Dampak upaya
penumbuhan nilai
demokrasi pada peserta
didik multikultur di
SMP NU PUTRI Nawa
Kartika.
1. Mendokumentasikan yang berkenaan
dengan dampak penumbuhan nilai-
nilai demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU Putri Nawa
Kartika.
V
4. Hambatan dalam upaya
penumbuhan nilai
demokrasi pada peserta
didik multikultur di
SMP NU PUTRI Nawa
Kartika.
1. Mendokumentasikan hambatan yang
ada dalam penumbuhan nilai-nilai
demokrasi pada peserta didik
multikultur di SMP NU Putri Nawa
Kartika.
V
LAMPIRAN DOKUMEN PENDUKUNG PENELITIAN
Foto Kegiatan Seleksi Pengurus OSIS,
DG, IPPNU dan PMR
Foto kegiatan LPJ Pengurus OSIS, DG,
IPPNU dan PMR
Foto Kegiatan Orasi Calon Ketua OSIS,
DG, IPPNU dan PMR
Foto Kegiatan LPJ Pengurus OSIS, DG,
IPPNU dan PMR
Foto Kegiatan Class Meeting Foto Kegiatan Pemilihan Ketua OSIS,
DG, IPPNU dan PMR
Foto kegiatan penghitungan suara
pemilihan ketua OSIS, DG, IPPNU dan
PMR
Foto penghitungan suara pemilihan
ketua OSIS, DG, IPPNU dan PMR
Foto antrian calon pemilih ketua OSIS,
DG, IPPNU dan PMR
Foto Kegiatan Belajar mengajar
dilingkungan sekolah
Foto kegiatan Pembelajaran k13 Foto kegiatan Pembelajaran K13
Foto wawancara Peneliti kepada
Kepada Kepala Sekolah
Foto wawancara Peneliti kepada
Kepada Ketua OSIS
Foto wawancara Peneliti kepada
Kepada peserta didik yang berasal dari
luar Jawa