Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
TESIS
PENGARUH PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN, SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL, DAN KEPATUHAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU TERHADAP OPINI AUDIT LAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH DI SULAWESI SELATAN
THE EFFECT OF APPLICATION OF GOVERNMENT ACCOUNTING STANDARS, INTERNAL CONTROL SYSTEM,
AND COMPLIANCE WITH APPLICABLE LAW AND REGULATION ON THE OPINION OF FINANCIAL REPORT AUDIT OF LOCAL GOVERNMENT IN SOUTH SULAWESI
sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Magister
disusun dan diajukan oleh
ACHDIAN ANGGRENY BANGSAWAN P3400213008
kepada
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
ii
TESIS
PENGARUH PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN, SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL, DAN KEPATUHAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU TERHADAP OPINI AUDIT LAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH DI SULAWESI SELATAN
THE EFFECT OF APPLICATION OF GOVERNMENT ACCOUNTING STANDARS, INTERNAL CONTROL SYSTEM,
AND COMPLIANCE WITH APPLICABLE LAW AND REGULATION ON THE OPINION OF FINANCIAL REPORT AUDIT OF LOCAL GOVERNMENT IN SOUTH SULAWESI
sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Magister
disusun dan diajukan oleh
ACHDIAN ANGGRENY BANGSAWAN P3400213008
kepada
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
iii
TESIS
PENGARUH PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN, SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL, DAN KEPATUHAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU TERHADAP OPINI AUDIT LAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH DI SULAWESI SELATAN
THE EFFECT OF APPLICATION OF GOVERNMENT ACCOUNTING STANDARS, INTERNAL CONTROL SYSTEM,
AND COMPLIANCE WITH APPLICABLE LAW AND REGULATION ON THE OPINION OF FINANCIAL REPORT AUDIT OF LOCAL GOVERNMENT IN SOUTH SULAWESI
disusun dan diajukan oleh
ACHDIAN ANGGRENY BAGSAWAN P3400213008
telah diperiksa dan disetujui untuk diuji
Makassar, November 2017
Komisi Penasihat Ketua Anggota Dr. Arifuddin, S.E., Ak., M.Si., CA Dr. Asri Usman, S.E.,Ak., M.Si., CA NIP196406091992031003 NIP 196510181994121
Ketua Program Studi Magister Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Dr. H. Abdul Hamid Habbe, S.E., M.Si NIP196305151992031003
iv
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini,
nama : Achdian Anggreny Bangsawan
NIM : P3400213008
jurusan/program studi : Magister Akuntan si
menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis yang berjudul
PENGARUH PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN, SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL, DAN KEPATUHAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN YANG BERLAKU TERHADAP OPINI AUDIT LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI SULAWESI SELATAN
adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan/ditulis/diterbitkan sebelumnya, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila dikemudian hari ternyata dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No.20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
Makassar, 8 November 2017
Yang membuat pernyataan,
Achdian Anggreny Bangsawan
v
PRAKATA
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi
rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini
merupakan tugas akhir untuk mencapai gelar Magister Sains (M.Si) pada Program
Pendidikan Magister Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.
Peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada bapak Dr. Arifuddin, S.E., M.Si., Ak., CA dan bapak Dr. Asri
Usman, S.E., Ak., CA sebagai tim penasihat I dan II, atas segala kebaikan dan
waktu yang telah diluangkan untuk membimbing, memberi motivasi, memberi
bangunan literature serta diskusi-diskusi untuk kelancaran penyusunan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga terutama kepada Ayahanda Bangsawan Anwar dan
Ibunda Haslia atas doa, bantuan, saran, dan motivasi yang diberikan selama
menempuh pendidikan sampai penyelesaian tesis ini. Semoga semua pihak
mendapatkan balasan dari-NYA atas segala bantuan, kebaikan, dan motivasi yang
diberikan hingga tesis ini terselesaikan dengan baik.
Ucapan terima kasih juga peneliti tujukan kepada bapak Andi Kakung
Lologau selaku pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Sulawesi Selatan
atas pemberian izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di tempat tersebut.
Hal yang sama juga peneliti sampaikan kepada bapak/ibu bagian humas badan
pemeriksa keuangan yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu
mengumpulkan data laporan hasil pemeriksaan seluruh sulawesi selatan karena
tanpa bantuan beliau maka tesis ini tidak akan bisa terwujud. Semoga bantuan yang
diberikan oleh seluruh pihak mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
vi
rendah hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:
1. Rektor Universitas Hasanuddin, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas,
Direktur Program Pasca Sarjana, dan Ketua Program Studi Magister
Akuntansi atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
melanjutkan pendidikan pada Program Pasca Sarjana Unhas.
2. Bapak/Ibu dosen pada Program Pasca Sarjana Unhas yang telah
memberikan wawasan keilmuan baru dalam pendalaman pengetahuan.
3. Bapak dan ibu penguji tesis yang telah memberikan masukan-masukan
untuk perbaikan tesis ini.
4. Terima kasih kepada suami Andi Fahrul Juanna atas segala bantuan dan
motivasi dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Teman-teman angkatan 2013 beserta pegawai program studi akuntansi dan
program pasca sarjana yang telah memberi andil yang sangat besar.
6. Semua pihak yang tidak sempat peneliti sebutkan satu persatu atas segala
bantuannya selama peneliti menempuh pendidikan.
Peneliti menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna walaupun telah
menerima bantuan dari berbagai pihak. Kritik dan saran yang membangun akan
lebih menyempurnakan tesis ini.
Makassar, 1 November 2017
Achdian Anggreny Bangsawan
vii
ABSTRAK
ACHDIAN ANGGRENY BANGSAWAN. Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan, Sistem Pengendalian Internal, dan kepatuhan Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku terhadap Opini Audit Laporan keuangan Pemerintah Daerah di Sulawesi Selatan (dibimbing oleh Arifuddin dan Asri Usman).
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui, menganalisis dan mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh faktor pelanggaran atas penerapan standar akuntansi pemerintahan, kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, kelemahan struktur pengedalian internal, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terhadap pemberian opini oleh BPK.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Objek yang diteliti adalah laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diaudit oleh BPK RI. Sampel penelitian ini adalah 25 sampel pemeriksaan yaitu pemerintah daerah sulawesi selatan pada tahun 2013 sampai dengan 2015 sehingga terdapat 75 objek pengamatan dari tahun 2013-2015. Alat analisis yang digunakan adalah ordinal logistic regression.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelanggaran atas penerapan SAP, kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, kelemahan struktur pengendalian internal, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan berpengaruh negatif signifikan terhadap opini audit BPK. Semakin banyak jumlah temuan terkait pelanggaran atas penerapan SAP, kelemahan sistem pengendalian internal, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan maka semakin kecil kemungkinan laporan keuangan pemerintah daerah untuk menerima opini audit WTP. Kata kunci: Standar Akuntansi Pemerintahan, Sistem pengendalian Internal, kepatuhan, opini audit BPK, laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD).
viii
ABSTRACT
ACHDIAN ANGGRENY BANGSAWAN. The Effect of Application of Government Accounting Standard, Internal Control System, and Compliance with Applicable Law and Regulation on The Opinion of Financial Report Audit of Local Government in South Sulawesi (Supervised by Arifuddin and Asri Usman)
The aim of the research is to determine, analyze, and obtain evidence on the
effect of customer factor of the implementation of government accounting standard, the weakness of accounting and reporting control system, the weakness of control system of implementation of revenue and expenditure budget, the weakness of structure of internal control and incompliance with law and regulation on giving opinion by General Auditor (BPK).
The research used quantitative research. The objects were local government financial reports that were audited by BPK of Indonesia Republic. The samples were 25 examinations,i.e. the local government of South Sulawesi from 2013 to 2015, so there were 75 of observation objects from 2013-2015. The data were analyzed using ordinal logistic regression.
The results of the reserach indicate that incompliance of implementation of SAP, the weakness of accounting and reporting control system, the weakness of internal control structure, and incompliance with law and regulation have negative and significant effect on BPK audit opinion. The more number of findings related to incompliance of SAP implementation, the weakness of interal control system, and incompliance with laws and regulations, the less possibility it is for local government financial reports to accept WTP audit opinion.
Keywords: Government Accounting Standard, Internal Control System, compliance, BPK audit opinion, local government financial report (LKPD).
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL………………………………………………………………. i HALAMAN JUDUL………………………………………………………………..... ii HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………………..... iii HALAMAN KEASLIAN PENELITIAN................................................................. iv PRAKATA........................................................................................................... v HALAMAN ABSTRAK......................................................................................... vii HALAMAN ABSTRACT...................................................................................... viii DAFTAR ISI…….……………………………………………………………………. ix DAFTAR TABEL…………………………………………………………………….. xi DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………….. xii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………….. xiii DAFTAR SINGKATAN/SIMBOL......................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………. 1 1.1 Latar Belakang………………………………………………………….. 1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………..…………………. 9 1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………….. 9 1.4 Kegunaan Penelitian……………………………………..…………….. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………….. 12 2.1 Tinjauan Teori dan Konsep…………………………………………….. 12 2.1.1 Teori Signal (Signalling Theory)……………………………… 12 2.1.2 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)……..…... 13 2.1.3 Pemeriksaan LKPD…………………………………………. 17 2.1.4 Opini Audit…………………………………..……………….. 18 2.1.5 Standar Akuntansi Pemerintah…………………..………… 20 2.1.5.1 Konsep Standar Akuntansi Pemerintahan……… 20 2.1.5.1.1 Satndar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Kas Menuju Akrual (PP 24 Tahun 2005) 21 2.1.5.1.2 Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual (PP 71 Tahun 2010)……………….. 22 2.1.6 Sistem Pengendalian Internal…………..………………….. 23 2.1.6.1 Konsep Sistem Pengendalian Internal…………. 23 2.1.7 Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan..... 26 2.1.7.1 Konsep Kepatuhan Terhadap Peraturan
Perundang-Undangan……………………………. 26 2.2 Tinjauan Empiris……………………………….………………………… 29
2.2.1 Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Terhadap Opini Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah…………………………………………………………. 29
2.2.2 Pengaruh Sistem Pengendalian Internal Terhadap Opini Audit Laporan keuangan Pemerintah Daerah……………… 30
x
2.2.3 Pengaruh Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang- Undangan Terhadap Opini Audit Pemerintah Daerah……. 32
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS………………………….. 41 3.1 Kerangka Konseptual…………………………………………………… 41 3.2 Hipotesis………………………………………………..………………… 44
3.2.1 Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Terhadap Opini Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah…………………………………………………………. 45
3.2.2 Pengaruh Sistem Pengendalian Internal Terhadap Opini Audit Laporan keuangan Pemerintah Daerah……………… 45
3.2.3 Pengaruh Kepatuhan Teradap Peraturan Perundang- Undangan Terhadap Opini Audit Pemerintah Daerah……. 47
BAB IV METODE PENELITIAN…………………………………………….……….. 49 4.1 Rancangan Penelitian…………………………………………..……….. 49 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………………….… 49 4.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel………………… 49 4.4 Jenis dan Sumber Data………………………………………………….. 50 4.5 Metode Pengumpulan Data…………………………………………….. 51 4.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……………………..…… 51 4.6.1 Variabel Dependen……………………………………………. 52 4.6.2 Variabel Independen………………………………………….. 53 4.6.2.1 Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan…… 53 4.6.2.2 Kelemahan Sistem Pengendalian Intern………… 53
4.6.2.3 Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan…………………………………………… 54
4.7 Teknik Analisis Data…………………………………………..………… 55 4.7.1 Uji Fit Model…………………………………………………… 56 4.7.2 Uji Koefisien Determinasi……………………………………. 56 4.7.3 Uji Koefisien Regresi…………………………………………. 57 BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………………………. 59 5.1 Deskripsi Data…………………………………………………………… 59 5.2 Deskripsi Variabel ……………………………………………………… 60 5.3 Hasil Analisis Data……………………………………………………… 64 5.4 Hasil Uji Hipotesis………………………………………………………. 68 BAB VI PEMBAHASAN……………………………………………………………... 71 6.1 Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
terhadap Opini Audit BPK……………………………………………… 71 6.2 Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern terhadap Opini Audit BPK………………………………………………………………… 72 6.3 Pengaruh Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang- Undangan terhadap Opini Audit BPK………………………………… 77
BAB VII PENUTUP………………………………………………………………….. 79 7.1 Kesimpulan………………………………………………………………. 79 7.2 Implikasi………………………………………………………………….. 81 7.3 Keterbatasan Penelitian………………………………………………... 82 7.4 Saran……………………………………………………………………... 82 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 84
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Perbedaan Komponen Laporan Keuangan PP 24 Tahun 2005 dengan PP 71 Tahun 2010…………………………………………….. 23
2.2 Ringkasan Penelitian-Penelitian Terdahulu…………………………… 34
5.1 Sampel Penelitian……………………………………………………….. 59
5.2 Statistik Deskriptif Opini Audit…………………………………………. 60
5.3 Statistik Deskriptif Pelanggaran SAP………………………………… 61
5.4 Statistik Deskriptif Kelemahan SPI……………………………………. 62
5.5 Statistik Deskriptif Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-
Undangan………………………………………………………………… 64
5.6 Uji Kelayakan Model…………………………………………………….. 64
5.7 Pseudo R-Square……………………………………………………….. 65
5.8 Uji Multikolonieras………………………………………………………. 66
5.9 Hasil Uji Signifikansi Parsial……………………………………………. 67
5.10 Hasil Uji Hipotesis……………………………………………………….. 68
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Kerangka Pemikiran…………………………………………………….. 44
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Jumlah Pelanggaran LKPD terhadap Standar Akuntansi Pemerintah 88 2 Daftar kelompok dan jenis temuan- kelemahan SPI…………………. 89
3 Jumlah Ketidakpatuhan Terhadap Perundang-Undangan…………… 90
4 Hasil Olahan Statistik…………………………………………………… 91
xiv
DAFTAR SINGKATAN/SIMBOL
Singkatan/simbol Keterangan
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BUMN Badan Usaha Milik Negara
BUMD Badan Usaha Milik Daerah
BPK RI Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
COSO The Committee of Sponsoring Organization
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
IHPS Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester
KD Kerugian Daerah
LHP Laporan Hasil Pemeriksaan
LKPD Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
OPD Organisasi Perangkat Daerah
PMP Panduan Manajemen Pemeriksaan
PSAP Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
Ranperda Rancangan Peraturan Daerah
SAP Standar Akuntansi Pemerintahan
SDM Sumber Daya Manusia
SKPKD Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah
SOP Standard Operating Procedure
SPAP Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan
SPPAPB Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja
xv
StPI Struktur Pengendalian Internal
SPI Sistem Pengendalian Internal
SPKN Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
WDP Wajar Dengan Pengecualian
WTP DPP Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa
Penjelasan
TAPD Tim Anggaran Pemerintah Daerah
TW Tidak Wajar
TMP Tidak Memberikan Pendapat
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai bentuk pertanggungjawaban Bupati/Walikota/Gubernur di bidang
keuangan, maka Bupati/Walikota/Gubernur setiap tahun diwajibkan menyusun
laporan keuangan pemerintah daerah berdasarkan Standar Akuntansi
Pemerintahan. Laporan keuangan tersebut diserahkan kepada BPK RI untuk diaudit
paling lambat 3 bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Arens, Elder dan Beasley mengatakan dalam bukunya yang berjudul Auditing
dan Jasa Assurance (2011:4), “Audit adalah pengumpulan data dan mengevaluasi
bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian
antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh
orang yang kompeten dan independen.”
Mulyadi (2002:7), selanjutnya mengatakan bahwa:
Auditing adalah suatu proses untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pertanyaan-pertanyaan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
Dari beberapa definisi audit diatas maka dapat disimpulkan bahwa audit
adalah suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti mengenai
2
informasi yang didapat dengan segala kriteria yang telah ditentukan, pemeriksaan
juga harus dilakukan oleh seorang yang berkompeten dalam bidang audit.
Di Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan RI memiliki peranan penting dalam
audit laporan keuangan pemerintah daerah. Dari hasil pemeriksaan BPK RI,
masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap
informasi yang disajikan oleh pemerintah daerah dalam laporan keuangan.
Dinegara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Inggris, laporan keuangan
pemerintah daerah diaudit oleh kantor akuntan publik Independen (Adzani Martani,
2012).
Hasil pemeriksaan BPK RI secara keseluruhan disampaikan kepada DPR RI,
DPD RI, serta pemerintah. Hasil pemeriksaan BPK RI terhadap laporan keuangan
pemerintah daerah diserahkan ke pemerintah daerah paling lambat 6 bulan setelah
tahun anggaran berakhir (Permendagri Nomor 13 Tahun 2006) untuk ditindaklanjuti
semua permasalahan dan rekomendasi yang tertuang dalam laporan hasil
pemeriksaan BPK RI (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004). Selanjutnya
berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK RI, Bupati/Walikota/Gubernur
menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban
Realisasi APBD dan disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dan disetujui.
Berdasarkan persetujuan DPRD Bupati/Walikota/Gubernur selanjutnya menetapkan
Perda tentang Pertanggungjawaban Realisasi APBD. Perda ini menjadi dasar
penyusunan Rancangan APBD Perubahan.
Tujuan audit adalah untuk memberikan opini akuntan terhadap penyajian
laporan keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15
3
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan
Negara, opini pemeriksaan BPK diberikan berdasarkan kriteria umum sebagai
berikut:
1. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP),
2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosure),
3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
4. Efektifitas sistem pengendalian intern.
Keempat kriteria pemeriksaan di atas akan mempengaruhi opini yang akan
diberikan terhadap laporan keuangan pemerintah daerah. Semakin banyak jumlah
pelanggaran atau ketidaksesuaian dengan kriteria yang telah ditentukan, maka opini
yang dberikan akan semakin buruk. (Atyanta, 2011).
Laporan hasil pemeriksaan BPK RI terbagi atas tiga yakni: laporan hasil
pemeriksaan atas laporan keuangan, laporan hasil pemeriksaan atas sistem
pengendalian intern, dan laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Laporan hasil pemeriksaan terhadap
laporan keuangan pemerintah daerah bertujuan untuk memberikan keyakinan yang
memadai apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal
yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau
basis akuntansi komperhensif disamping prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan memuat tentang opini
BPK RI terhadap laporan keuangan pemerintah daerah. Opini tersebut menunjukkan
tingkat kredibilitas penyajian laporan keuangan pemerintah daerah. Adanya
peningkatan persentase opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dan penurunan
4
persentase opini wajar dengan pengecualian (WDP) serta tidak memberikan
pendapat (TMP) secara umum menggambarkan adanya perbaikan yang dicapai
oleh entitas pemerintah daerah dalam menyajikan laporan keuangan yang wajar
sesuai dengan prinsip yang berlaku (IHPS I Tahun 2013).
Laporan kedua adalah laporan hasil pemeriksaan terhadap sistem
pengendalian intern pemerintah daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah
Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Menurut Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN, 2007), istilah yang
dipakai dalam pemeriksaan SPI adalah pengujian SPI, yaitu pengujian terhadap
sistem pengendalian intern yang meliputi pengujian terhadap efektivitas desain dan
implementasi sistem pengendalian intern. Pengujian ini merupakan kelanjutan dari
kegiatan atas pemahaman atas sistem pengendalian intern dan perencanaan
pemeriksaan yang dimaksudkan untuk mengkaji pengendalian intern yang
diterapkan oleh entitas dalam menjalankan kegiatannya secara efektif dan efisien
serta mengkaji kemungkinan terjadinya kesalahan dan kecurangan. Dalam
pengujian desain sistem pengendalian intern, pemeriksa mengevaluasi apakah SPI
telah didesain secara memadai dan dapat meminimalisir secara relative salah saji
dan kecurangan. Sementara itu, pengujian implementasi SPI dilakukan dengan
melihat pelaksanaan pengendalian pada kegiatan dan transaksi yang dilakukan oleh
pihak yang terperiksa. Selanjutnya, pengujian SPI merupakan dasar pengujian
substantive selanjutnya yang akan dilakukan oleh auditor. Selain berfungsi sebagai
5
salah satu kriteria dalam penetapan opini, hasil pengujian atas SPI harus dituang
dalam sebuah laporan hasil pemeriksaan atas sistem pengendalian intern dalam hal
jika dan hanya jika ditemukan kelemahan-kelemahan pengendalian intern selama
pelaksanaan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan opini BPK atas SPI terbagi atas:
kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem
pengendalian pelaksanaan angaran pendapatan dan belanja, dan kelemahan
struktur pengendalian internal.
Laporan ketiga memuat tentang laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain sebagai
pertimbangan dalam penetapan opini sebagaimana disebutkan sebelumnya,
pengujian atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan harus dimuat
dalam laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan dalam hal pemeriksa menemukan adanya ketidakpatuhan terhadap
ketentuan perundang-undangan dalam pemeriksaan keuangan daerah (Sadhrina,
2011). Temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan
mengungkapkan kerugian daerah, potensi kerugian daerah, kekurangan
penerimaan, administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan.
(IHPS I Tahun 2014).
BPKP menyatakan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan laporan
keuangan pemda belum memperoleh opini WTP adalah karena penyajian yang
belum sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), lemah dalam sistem
pengendalian intern, penataan barang milik Negara/daerah yang belum tertib,
6
pengadaan barang dan, jasa yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku, dan
kurang memadainya kapasitas SDM pengelola keuangan.
Menurut Gutomo (2012) dalam Nalurita (2015), dalam menyusun laporan
keuangan dijajajaran pemerintah daerah, memang bukan perkara mudah dan
memerlukan perjuangan ekstra. Kelemahan sistem pengendalian intern dan
keterbatasan sumber daya manusia yang paham akuntansi sebagai penyebabnya.
Hal tersebut diperparah dengan adanya tunggangan kepentingan politik legislative
dan eksekutif dalam penggunaan anggaran.
Kawedar (2009), Atyanta (2011), Sipahuntar dan Kairani (2012),
Taufikurrahman (2014), dan Nalurita (2015) menunjukkan bahwa terdapat
penurunan opini yang diberikan oleh BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah
yang disebabkan karena adanya kelemahan/ kesalahan material efektivitas sistem
pengendalian intern (SPI), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan
kesesuaian penyajian laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Kesimpulan lainnya adalah hasil penelitian Sunarsih (2013), Defera (2013),
Fatimah (2014), dan Safitri (2014). Menurut Sunarsih (2013) materialitas,
pelanggaran SAP, kelemahan SPI dan ketidakpatuhan terhadap perundang-
undangan tidak signifikan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelanggaran SAP,
kelemahan SPI, materialitas, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undngan tidak mempengaruhi opini audit. Safitri (2014) menemukan bahwa
kelemahan sistem pengendalian internal dan besaran realisasi anggaran tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap opini. Sedangkan temuan kepatuhan
mempengaruhi pemberian opini dengan hubungan pengaruh negatif. Defera (2013)
7
juga mengatakan bahwa kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan,
kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja,
serta ketidakpatuhan pada ketentuan perundang-undangan berpengaruh negatif
terhadap penentuan LKPD di Indonesia. Akan tetapi, tidak semua regional Indonesia
yang berpengaruh, semua sangat tergantung pada karakteristik masing-masing
regional di Indonesia dalam mempengaruhi penentuan opini LKPD. Berbeda dengan
Defera, Fatimah (2014) menemukan bahwa kelemahan sistem pengendalian intern
yang berpengaruh terhadap penerimaan opini WTP adalah kelemahan sistem
pengendalian akuntansi dan pelaporan sedangkan kelemahan sistem pengendalian
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja dan kelemahan struktur
pengendalian intern tidak berpengaruh. Kasus ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berpengaruh terhadap penerimaan opini WTP adalah
kasus kerugian daerah dan penyimpangan administrasi. Kasus akibat
ketidakpatuhan lainnya tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini WTP.
Terbatas pada penelitian tentang SPI, Liana (2011) menemukan bahwa
kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan serta kelemahan sistem
pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja berpengaruh positif
terhadap opini BPK. Kelemahan struktur pengendalian internal (SPI) tidak
berpengaruh terhadap opini LKPD BPK dikarenakan temuan pada kelemahan SPI
tidak bersifat signifikan terhadap peningkatan opini BPK.
Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatory yaitu ingin menguji kembali
beberapa hipotesis yang telah diteliti sebelumnya. Beberapa hasil penelitian
sebelumnya bertentangan dengan teori auditing dan ketentuan perundang-
8
undangan (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004) dan dapat menyesatkan pihak-
pihak yang berkepentingan dengan hasil pemeriksaan BPK RI. Oleh karena itu,
adanya ketertarikan ingin meneliti kembali pengaruh standar akuntansi
pemerintahan, sistem pengendalian intern, dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan terhadap opini BPK. Dan juga, ingin mengetahui seberapa
besar pengaruhnya. Penelitian ini tidak terbatas pada opini disclaimer atau WTP
saja, tetapi menggungakan WTP, WDP, TW, dan disclaimer sebagai variabel
dependen opini audit laporan keuangan pemerintah daerah. Oleh karena itu,
penelitian ini menggunakan ordinal logistic regression sebagai alat uji statistik
penelitian ini.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, data yang digunakan dalam
penelitian ini tidak hanya melihat Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK dimana
IHPS ini merupakan rangkuman Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK pada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, (BUMN), Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) dan badan lainnya di Indonesia. Tetapi penelitian ini
juga dengan meminta langsung data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pada BPK
perwakilan Sulawesi Selatan. Dengan demikian, data yang akan diteliti lebih
representative dan komperhensif karena datanya lebih detail dan bukan dari hasil
summary.
9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan, maka penelitian ini
memerlukan analisis dan pembuktian dengan melihat dan menjelaskan pengaruh
setiap variabel sehingga permasalahan penelitian ini adalah:
1. Apakah pelanggaran atas penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan
dalam penyusunan laporan keuangan berpengaruh terhadap opini audit
laporan keuangan pemerintah daerah?
2. Apakah kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan
berpengaruh terhadap opini audit laporan keuangan pemerintah daerah?
3. Apakah kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja berpengaruh terhadap opini audit laporan
keuangan pemerintah daerah?
4. Apakah Kelemahan Struktur Pengendalian Intern berpengaruh terhadap
opini audit laporan keuangan pemerintah daerah?
5. Apakah ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku berpengaruh terhadap opini audit laporan keuangan pemerintah
daerah?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk
menjawab pertanyaan penelitian yang diberikan diatas.
10
1. Mengetahui apakah pelanggaran atas penerapan Standar Akuntansi
Pemerintahan berpengaruh terhadap opini audit laporan keuangan
Pemerintah daerah.
2. Mengetahui apakah kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan
Pelaporan berpengaruh terhadap opini audit laporan keuangan
pemerintah daerah.
3. Mengetahui apakah kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja berpengaruh terhadap opini audit
laporan keuangan pemerintah daerah.
4. Mengetahui apakah Kelemahan Struktur Pengendalian Intern
berpengaruh terhadap opini audit laporan keuangan pemerintah daerah?
5. Mengetahui apakah ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan
berpengaruh terhadap opini audit laporan keuangan pemerintah daerah.
1.4 Kegunaan Penelitian
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberi manfaat bagi:
1. Pemerintah daerah, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam
penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan, Sistem Pengendalian Intern
yang baik, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam melaksanakan kegiatan sehingga pemerintah daerah
dapat memperoleh atau mempertahankan opini yang baik terhadap
laporan keuangannya.
11
2. Badan Pemeriksa Keuangan, hasil penelitian ini memberikan gambaran
kondisi auditee yang telah diperiksa sehingga dapat dijadikan referensi
dalam pengembangan pemeriksaan keuangan.
3. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, dengan melihat hasil
penelitian ini diharapkan lebih meningkatkan pembinaannya kepada
pemerintah daerah dalam penerapan SAP, SPI dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi
terhadap pengembangan literature akuntansi sektor publik. Harapan
selanjutnya, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi
penelitian berikutnya.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori dan Konsep
2.1.1 Signaling Theory
Menurut Jama‟an (2008):
Signaling theory mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan (pemerintah) memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen (pemerintah) untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan (pemerintah) tersebut lebih baik daripada perusahaan (pemerintah) lain. Agar pihak-pihak yang berkepentingan dapat meyakini keandalan informasi keuangan yang disampaikan pihak perusahaan (pemerintah), perlu mendapatkan opini dari pihak lain yang bebas memberikan pendapat tentang laporan keuangan.
Immaculatta (2006) mengatakan bahwa, kualitas keputusan investor
dipengaruhi oleh kualitas informasi yang diungkapkan perusahaan (pemerintah)
dalam laporan keuangan. Kualitas informasi tersebut bertujuan untuk mengurangi
asimetri informasi yang timbul ketika pemerintah daerah lebih mengetahui informasi
internal dan prospek pemerintah dimasa mendatang dibanding pihak eksternal.
Informasi tentang perkembangan dan kemajuan pemerintah yang dipublikasikan,
diharapkan dapat menjadi sinyal bagaimana kinerja pemerintah tersebut.
Menurut Scott dan Bringham (2008:517) Sinyal adalah sebuah tindakan yang
diambil oleh manajemen (pemerintah) yang memberikan petunjuk kepada
masyarakat tentang bagaimana manajemen memandang prospek pemerintahan.
13
Hubungan teori sinyal dengan penelitian ini menunjukkan bahwa dengan
adanya opini yang diberikan BPK RI dalam menilai keandalan laporan keuangan
pemerintah daerah akan memberikan sinyal kepada publik. Sinyal tersebut dapat
berupa informasi berupa opini yang diberikan BPK RI yang menyatakan bahwa
pemerintah tersebut telah mengelolah keuangan daerah dengan baik ataupun buruk,
dan juga akan mengurangi adanya asimetri informasi antara pemerintah dan
masyarakat.
2.1.2 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah yang transparan
dan akuntabel sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mewajibkan
Pemerintah Derah untuk menyusun dan menyajikan laporan keuangan yang meliputi
Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Operasional, Neraca, Laporan Arus Kas,
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Laporan Perubahan Ekuitas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas
pelaksanaan APBD. Laporan keuangan dimaksud disusun sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2005 berbasis kas menuju akrual yang sekarang digantikan oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan berbasis akrual. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
14
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang andal dan relevan,
mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas
pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan pemerintah digunakan
untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan
dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi
efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan dan membantu dalam menentukan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam suatu pemerintahan, selain bertujuan untuk melaporkan seluruh
kegiatan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis
dan terstruktur, peranan laporan keuangan pemerintah yang disajikan oleh setiap
entitas pelaporan juga digunakan untuk kepentingan sebagai berikut (PP 71 Tahun
2010):
1. Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
2. Manajemen
Membantu mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dalam periode pelaporan
sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian
atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas pemerintah untuk kepentingan
publik.
3. Transparansi
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat
dengan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui
15
secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggung jawaban pemerintah
dalam mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatan
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Keseimbangan Antargenerasi
Membantu pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah
pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang
dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut
menanggung beban pengeluaran tersebut.
5. Evaluasi Kinerja
Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan. Terutama dalam penggunaan
sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja yang
direncanakan.
Menurut Peraturan Pemerintah 71 Tahun 2010, pelaporan keuangan
pemerintah menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam
menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial,
maupun politik dengan:
1. Menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber
daya keuangan.
2. Menyediakan informasi tentang kecukupan penerimaan periode berjalan
untuk membiayai seluruh pengeluaran.
3. Menyediakan informasi tentang jumlah sumber daya ekonomi yang
digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah
dicapai.
16
4. Menyediakan informasi tentang bagaimana entitas pelaporan mendanai
seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya.
5. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas
pelaporan yang berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik
jangka pendek maupun jangka panjang, juga termasuk yang berasal dari
pungutan pajak dan pinjaman.
6. Menyediakan informasi tentang perubahan posisi keuangan entitas
pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat
kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.
Kedudukan kepala daerah dalam pertanggungjawaban atas pelaksanaan
APBD tercantum dalam Undang - Undang No 32 Tahun 2004 pada pasal 184
tentang Pemerintahan Daerah yang selanjutnya diganti dengan Undang-Undang No.
23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pasal 320 menyebutkan: Kepala
daerah menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD kepada DPRD dengan dilampiri laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD)
yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) paling lambat 6 (enam)
bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan yang dimaksud paling
sedikit terdiri atas: laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo anggaran
lebih, neraca, laporan operasional, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas,
dan catatan atas laporan keuangan yang dilampiri dengan ikhtisar laporan keuangan
BUMD.
Rancangan perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dibahas
oleh kepala daerah dan DPRD untuk mendapat persetujuan bersama. Persetujuan
bersama mengenai rancangan Perda dilakukan paling lambat 7 (tujuh) bulan setelah
17
tahun anggaran berakhir. Atas dasar persetujuan bersama tersebut, kepala daerah
menyiapkan rancangan perkada tentang penjabaran pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD.
2.1.3 Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
merupakan salah satu tugas pokok BPK sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan
Keuangan. Laporan Keuangan pemerintah daerah (LKPD) merupakan
pertanggungjawaban kepala daerah, yaitu gubernur/bupati/walikota atas
pelaksanaan APBD. LKPD tersebut disusun dengan menggunakan suatu sistem
akuntansi keuangan daerah berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Pemeriksaan atas LKPD merupakan jenis pemeriksaan keuangan yang
dilakukan oleh BPK dengan tujuan untuk memberikan pernyataan opini tentang
tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam LKPD. Sesuai dengan penjelasan
pasal 16 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara, opini merupakan pernyataan profesional
pemeriksaan mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan
keuangan yang didasarkan pada kriteria (1) kesesuaian dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP), (2) kecukupan pengungkapan, (3) kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, (4) efektivitas sistem pengendalian intern. Oleh
karena itu, pemeriksa diharapkan untuk dapat fokus dalam mengarahkan prosedur
pemeriksaannya terhadap tujuan pemeriksaan.
18
Dalam proses pemeriksaan tersebut, patokan yang digunakan adalah
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dan juga memberlakukan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) serta berpedoman pada Panduan Manajemen
Pemeriksaan (PMP). Tahapan pemeriksaan LKPD meliputi perencanaan
pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan lapangan, dan pelaporan hasil
pemeriksaan. (Panduan Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Derah).
Hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK disusun dan disajikan dalam bentuk
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) segera setelah kegiatan pemeriksaan selesai.
LHP terdiri atas 3 hal yaitu: (1) LHP terhadap laporan keuangan yang memuat opini;
(2) LHP terhadap sistem pengendalian internal yang memuat kesimpulan dan
rekomendasi; (3) LHP terhadap kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
yang memuat kesimpulan dan rekomendasi. Pelaporan LHP atas LKPD
disampaikan oleh BPK paling lambat 2 bulan setelah menerima laporan keuangan
dari pemda.
2.1.4 Opini Audit
Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2004, opini adalah
pernyataan profesional tentang kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran
informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Opini yang diberikan
suatu laporan keuangan merupakan cerminan kualitas pengelolaan dan penyajian
suatu laporan keuangan. Adanya kenaikan persentase opini WTP serta penurunan
persentase opini WDP dan TMP secara umum menggambarkan adanya perbaikan
yang dicapai oleh entitas pemerintah daerah dalam menyajikan laporan keuangan
yang wajar sesuai dengan prinsip yang berlaku (IHPS 1 Tahun 2014).
19
Opini atas laporan keuangan terbagi atas lima jenis yang diberikan oleh BPK
antara lain:
1. Opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), menyatakan bahwa
laporan keuangan entitas, menyajikan secara wajar dalam semua hal yang
material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas tertentu sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2. Opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan (modified
unqualified opinion), keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor
menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau bahasa penjelesan yang lain)
dalam laporan auditnya.
3. Opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion), menyatakan bahwa
laporan keuangan entitas, menyajikan secara wajar dalam semua hal yang
material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas tersebut sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali dampak
hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.
4. Opini tidak wajar (adeversed opinion), menyatakan bahwa laporan keuangan
entitas, tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan
arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
di Indonesia.
5. Pernyataan menolak memberikan opini atau tidak memberikan pendapat
(disclaimer of opinion), menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan
pendapat atas laporan keuangan, jika bukti audit tidak membuat kesimpulan.
Kondisi yang menyebabkan pemeriksa menyatakan opini Tidak Memberikan
Pendapat (TMP) adalah adanya pembatasan lingkup yang luar biasa
20
sehingga pemeriksa tidak dapat memperoleh bukti yang cukup memadai
sebagai dasar dalam menyatakan pendapat (opini).
2.1.5 Standar Akuntansi Pemerintah
2.1.5.1 Konsep Standar Akuntansi Pemerintah
Defenisi Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang tercantum dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010 (2010:1) adalah
prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan
Laporan Keuangan Pemerintah. Laporan keuangan pemerintah terdiri atas Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Permerintah Daerah
(LKPD). Dasar hukum SAP adalah Undang - Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 :
“Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan
disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)”. Standar Akuntansi
Pemerintahan disusun oleh suatu Komite Independen dan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pada tahun 2010 terbit Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 2005. Terdapat beberapa perbedaan antara PP 71 Tahun 2010 dengan
PP 24 Tahun 2005. Dalam PP 71 Tahun 2010 terdiri atas 2 buah lampiran. Lampiran
I tentang Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual yang akan dilaksanakan
selambat-lambatnya mulai tahun 2015, sedangkan lampiran II tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan berbasis kas menuju akrual yang berlaku hingga tahun
2014. Lampiran I berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh
entitas, sedangkan lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum
21
siap untuk menerapkan SAP berbasis Akrual. Dengan kata lain, lampiran II
merupakan lampiran yang memuat kembali seluruh aturan yang ada pada PP 24
Tahun 2005 tanpa perubahan sedikitpun.
2.1.5.1.1 Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Kas Menuju Akrual (PP
24 Tahun 2005)
Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Kas Menuju Akrual adalah SAP
yang mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta
mengakui aset, utang, dan ekuitas dana berbasis akrual. Basis kas menuju akrual ini
melakukan pencatatan dengan cara menggunakan basis kas pada periode
pelaksanaan anggaran (yaitu pendapatan diakui pada saat kas diterima ke Kas
Negara dan belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari Kas Negara). Pada akhir
periode diperlukan penyesuaian-penyesuaian untuk mencatat belanja harta tetap
yang dilakukan pada periode pelaksanaan (dengan menggunakan metode kolorari),
serta mencatat hak ataupun kewajiban Negara.
Basis kas untuk pendapatan dan belanja yang dilakukan pada periode
anggaran, menghasilkan penyusunan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan
Laporan Arus Kas (LAK), sedangkan pencatatan pada akhir periode (dengan jurnal
kolorari) akan diperoleh neraca, aset, kewajiban, dan ekuitas yang merupakan unsur
neraca sedangkan pendapatan, belanja, dan pembiayaan merupakan unsur laporan
realisasi anggaran. Dengan kata lain, neraca disajikan berdasarkan basis akrual dan
laporan realisasi anggaran disajikan berdasarkan basis kas.
22
2.1.5.1.2 Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual (PP 71 Tahun 2010)
Akuntansi berbasis akrual menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa
lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas
atau setara kas diterima atau dibayar. Putri (2015) menyimpulkan bahwa akuntansi
basis akrual merupakan basis akuntansi yang melakukan pencatatan dan
pengakuan pada saat transaksi terjadi, tanpa memperhatikan adanya arus kas
akibat transaksi.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Pasal 1 Ayat (8) menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual,
yaitu SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam
pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan
pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang
ditetapkan dalam APBN/APBD. Dengan kata lain, penggunaan basis akrual untuk
mengakui transaksi yang berkaitan dengan pendapatan, beban, aset, utang, dan
ekuitas. Sedangkan untuk mengakui suatu transaksi yang berkaitan dengan
pendapatan, pembiayaan, dan belanja dalam pelaksanaan anggaran menggunakan
basis akuntansi yang ditetapkan dalam APBN/APBD (Putri, 2015).
Perbedaan PP nomor 24 tahun 2005 dengan PP 71 tahun 2010 ini dapat
dilihat dalam komponen laporan keuangan. Perbandingan komponen laporan
keuangan antara PP nomor 24 tahun 2005 dengan PP nomor 71 tahun 2010 dapat
dilihat pada tabel berikut :
23
Tabel 2.1 Perbedaan Komponen Laporan Keuangan PP 24 Tahun 2005 dengan PP 71 Tahun 2010
PP 24 Tahun 2005 PP 71 Tahun 2010
Komponen Laporan Keuangan
Pokok :
1. Neraca
2. Laporan Realisasi Anggaran
3. Laporan Arus Kas
4. Catatan atas Laporan Keuangan
Laporan yang bersifat optional :
a. Laporan Kinerja Keuangan (LKK)
b. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
Komponen Laporan Keuangan
Pokok :
A. Laporan Anggaran :
1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
2.Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
(SAL)
B. Laporan Finansial:
1. Neraca
2. Laporan Operasional (LO)
3. Laporan Arus Kas (LAK)
4. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
C. Catatan atas Laporan Keuangan
Sumber: KSAP.2010. Perbedaan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dengan SAP Berbasis Akrual. Jakarta.
2.1.6 Sistem Pengendalian Internal
2.1.6.1 Konsep Sistem Pengendalian Internal
Menurut Arens et al. (2008) dalam Fatimah (2014) Pengendalian intern
didesain untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga
golongan tujuan yaitu keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi
operasi, serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Tujuan
utama pengendalian intern adalah memberikan keyakinan yang memadai
keandalan suatu laporan keuangan (D‟Aquila, 1998).
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Internal Pemerintah merupakan adopsi dari sistem pengendalian internal yang
dibuat oleh organisasi The Committee of Sponsoring Organization (COSO) of The
Tradeway Commission. Menurut COSO (1992):
24
Internal control is process, affected by entity’s board of directors, management and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in following categories: effectiveness and efficiency of operations, reability of financial reporting and compliance with applicable laws and regulations.
Sesuai dengan COSO (1992) kerangka kerja sistem pengendalian Internal
Pemerintah terdiri dari lima unsur komponen yang saling terintegrasi yaitu
lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan
komunikasi, pemantauan. Kelima komponen tersebut juga telah dijabarkan oleh
Kawedar (2010) yang menyatakan bahwa suatu SPIP dikatakan baik jika memenuhi
lima komponen, yaitu:
1. Lingkungan pengendalian yang dapat mempengaruhi efektivitas
pengendalian intern.
2. Penilaian risiko atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian
tujuan dan sasaran instansi pemerintah.
3. Kegiatan pengendalian. Mengatasi risiko untuk memastikan bahwa tindakan
dalam mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.
4. Informasi dan komunikasi. Informasi adalah data yang dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan. Komunikasi adalah suatu proses
penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau
lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
mendapatkan umpan balik.
5. Pemantauan. Pengendalian intern atas mutu kinerja SPI dan proses yang
memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya dapat
segera ditindaklanjuti.
25
Kawedar (2010) mengatakan bahwa untuk memperkuat dan menunjang
efektivitas SPI perlu dilakukan:
1. Pengawasan intern oleh aparat pengawas intern pemerintah (APIP) melalui
audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya.
2. Pembinaan penyelenggaraan SPI pemerintah. Organisasi yang diberi
kewenangan dalam pembinaan SPI adalah Badan Pengawas Keuangan
Pemerintah (BPKP), pembinaan dapat dilakukan dalam bentuk: penyusunan
pedoman teknis penyelenggaraan SPIP, sosialisasi, pendidikan dan
pelatihan, pembimbingan dan konsultasi SPIP, dan peningkatan kompetensi
auditor APIP.
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2014 (IHPS), BPK
mengelompokkan kelemahan atas Sistem Pengendalian Internal ke dalam tiga
kategori, yakni:
1. Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan (SPAP), terdiri
atas: pencatatan yang tidak/belum dilakukan atau tidak akurat, proses
penyusunan laporan yang tidak sesuai ketentuan, entitas terlambat
menyampaikan laporan, sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak
memadai, serta sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung
dengan SDM yang memadai.
2. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja (SPPAPB), terdiri atas: perencanaan kegiatan yang tidak memadai,
mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan, serta penggunaan
penerimaan daerah dan hibah yang tidak sesuai ketentuan, pelaksanaan
belanja di luar mekanisme APBD, penetapan/pelaksanaan kebijakan yang
26
tidak tepat atau belum dilakukan yang berakibat hilangya potensi
penerimaan/pendapatan, penetapan/pelaksanaan kebijakan yang tidak tepat
atau belum dilakukan yang berakibat peningkatan biaya/belanja, dan lain-
lain.
3. Kelemahan struktur pengendalian intern (StPI), terdiri atas: entitas yang tidak
memiliki SOP yang formal untuk prosedur atau keseluruhan prosedur, SOP
yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati, entitas
tidak memiliki satuan pengawas intern, satuan pengawas intern yang ada
tidak memadai atau tidak berjalan optimal, tidak ada pemisahan tugas dan
fungsi yang memadai, dan lain-lain.
Menurut Ge dan McVay (2005) dalam Nalurita (2015) kelemahan material
dalam pengendalian internal cenderung berkaitan dengan kebijakan pengakuan
kekurangan pendapatan, kurangnya pemisahan tugas, keterlambatan proses
periode pelaporan dan kebijakan akuntansi, dan ketidaksesuaian rekonsiliasi akun.
2.1.7 Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
2.1.7.1 Konsep Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pemberian opini juga berdasarkan atas penilaian kepatuhan terhadap
ketentuan perundang-undangan. Seperti yang tertuang dalam Pernyataan Standar
Pelaporan Tambahan Kedua dalam Standar Pemeriksaan keuangan Negara (SPKN,
2007) yang menyatakan bahwa „‟Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
harus mengungkapkan telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material
terhadap penyajian laporan keuangan‟‟. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan dapat dilihat dari tindakan illegal yang terjadi atau ketidakpatuhan
27
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditemukan.
Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dapat
menyebabkan salah saji material dari informasi dalam laporan keuangan atau data
keuangan lain yang secara signifikan terkait dengan tujuan pemeriksaan. Sehingga
harus dirancang pemeriksaan untuk mendeteksinya (Peraturan BPK RI Nomor 1
Tahun 2007).
Oleh sebab itu, dalam pemeriksaannya BPK RI melakukan pengujian
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan pada entitas pemerintah
daerah, kecurangan serta ketidakpatuhan yang berpengaruh langsung dan material
terhadap penyajian laporan keuangan. Apabila dari pengujian tersebut ditemukan
adanya ketidakpatuhan, maka pemeriksa akan menerbitkan laporan hasil
pemeriksaan atas laporan keuangan dengan memuat suatu paragraf yang merujuk
kepada laporan atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
(Sadhrina, 2011). Menurut Defera (2013) Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
berupa laporan kepatuhan mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan
perundang-undangan yang dapat mengakibatkan hal-hal berikut:
1. Kerugian Negara/daerah/perusahaan adalah berkurangnya kekayaan
Negara/daerah berupa uang, surat-surat berharga, dan barang-barang yang
nyata sebagai akibat pembuatan melawan hukum.
2. Potensi kerugian negara/daerah/perusahaan adalah suatu perbuatan
melawan hukum yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya kerugian di
masa yang akan datang berupa: berkurangnya uang, surat-surat berharga,
dan barang-barang yang nyata.
28
3. Kekurangan penerimaan adalah adanya penerimaan yang sudah menjadi
hak Negara/daerah/perusahaan tetapi tidak atau belum masuk ke kas
Negara/daerah/perusahaan, karena adanya unsur ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan.
4. Temuan administrasi adalah adanya penyimpangan dalam pelaksanaan
anggaran atau pengelolaan aset maupun operasional, tetapi penyimpangan
tersebut tidak mengakibatkan kerugian atau potensi kerugian daerah
(kekurangan penerimaan), tidak menghambat program entitas, dan tidak
mengandung indikasi tindak pidana.
5. Ketidakhematan adalah adanya penggunaan input dengan harga atau
kuantitas/kualitas yang lebih tinggi dari standar, kuantitas/kualitas melebihi
kebutuhan, dan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan pengadaan
serupa pada waktu yang sama.
6. Ketidakefisienan adalah permasalahan rasio penggunaan kuantitas/kualitas
input untuk satu satuan output yang lebih besar dari seharusnya.
7. Ketidakefektifan adalah adanya kegiatan yang tidak memberikan manfaat
atau hasil sesuai yang direncanakan serta fungsi instansi yang tidak optimal
sehingga tujuan organisasi tidak tercapai.
Selain menggunakan SPKN, terdapat beberapa ketentuan peraturan
perundang-undangan dan pedoman yang digunakan BPK untuk dijadikan dasar
dalam memberikan sebuah opini terhadap pengelolaan keuangan Negara,
diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004, berbagai Peraturan Pemerintah, dan Permendagri yang
29
terkait dengan pedoman pengelolaan keuangan daerah pada tahun saat dilakukan
pemeriksaan (Safitri 2014). Sedangkan untuk menyajikan laporan keuangan,
Standar Akuntansi pemerintahan (SAP) merupakan acuan wajib dalam menyajikan
laporan keuangan entitas pemerintah, baik pada pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. SAP yang berlaku di Indonesia ditetapkan dengan PP Nomor 24
Tahun 2005 tanggal 13 Juni 2005 dengan pembaruannya PP Nomor 71 Tahun 2010
(Safitri, 2014).
2.2 Tinjauan Empiris
2.2.1 Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Terhadap Opini
Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Standar Akuntansi pemerintahan merupakan persyaratan yang mempunyai
kekuatan hukum dalam upaya untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan
pemerintah (PP No.71 Tahun 2010). Dengan ditetapkannya SAP, diharapkan dapat
terciptanya transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara guna mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Atyanta
(2011) menjelaskan bahwa ditemukan lima kasus yang mengindikasikan
ketidaksesuaian LKPD kabupaten X dengan SAP. Hal ini terjadi dikarenakan masih
minimnya pegawai yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi pada OPD,
SKPKD, dan TAPD. Sejalan dengan penelitian Sipahuntar & Khairani (2009) yang
mengatakan bahwa terdapat penurunan opini yang diberikan oleh BPK atas laporan
keuangan pemerintah daerah kabupaten empat lawang salah satunya disebabkan
oleh ketidaksesuaian penyajian laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten
empat lawang dengan standar akuntansi pemerintah. Sebaliknya, hasil penelitian
30
Sunarsih (2013) membuktikan bahwa standar akuntansi pemerintahan tidak
mempengaruhi opini disclaimer.
2.2.2 Pengaruh Sistem Pengendalian Internal Terhadap Opini Audit Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah
Sistem pengendalian internal menurut Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN, 2007) adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris,
manajemen dan personnel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan
memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini:
1. Keandalan pelaporan keuangan
2. Efektifitas dan efisiensi operasi
3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang sistem pengendalian
intern pemerintah (SPIP), adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan
secara menyeluruh pada lingkungan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Pasal 2 ayat 3 menjelaskan bahwa tujuan sistem pengendalian intern pemerintah
adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya efektivitas dan
efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintah negara, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Atyanta (2011) menunjukkan bahwa opini WDP dari BPK yang diberikan
kepada LKPD kabupaten X salah satunya disebabkan karena adanya temuan kasus
ketidakefektifan SPI dengan temuan tertinggi yaitu, kelemahan sistem pengendalian
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja. Hal-hal yang dapat menyebabkan
31
ketidakefektifan SPI disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM, dan semakin
diperparah dengan adanya mutasi pegawai yang sering dilakukan oleh badan
kepegawaian daerah, dan mutasi tersebut tidak diimbangi dengan pembinaan
pegawai pengganti untuk menggantikan pegawai yang telah dimutasi, sehingga
pegawai yang baru dalam menempati posisi tersebut harus memulai dari awal untuk
mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut.
Jiang (2009) mengatakan bahwa terdapat hubungan positif antara
pengungkapan kelemahan Sistem Pengendalian Intern yang material dan
kecenderungan auditor untuk mengeluarkan opini going concern. Taufikurrahman
(2014) dan Nalurita (2015) membuktikan secara empiris bahwa kelemahan sistem
pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja, dan kelemahan struktur pengendalian intern secara
simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit oleh
BPK RI. Hal ini berarti, terdapat pengaruh sistem pengendalian internal terhadap
opini audit oleh BPK RI.
Terbatas pada opini WTP, Fatimah (2014) mengatakan bahwa hanya sistem
pengendalian akuntansi dan pelaporan yang berpengaruh negatif pada penerimaan
opini WTP, sistem pengengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja
dan struktur pengendalian intern tidak berpengaruh pada penerimaan opini WTP.
Defera (2013) membuktikan secara empiris bahwa kelemahan sistem pengendalian
akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja berpengaruh negatif terhadap penentuan opini LKPD di
Indonesia. Akan tetapi hipotesis ini tidak terbukti secara merata pada semua
regional Indonesia. Regional Sumatera, Sulawesi, NTT, NTB, dan Bali menolak
32
hipotesis ini. Sejalan dengan penelitian Liana (2011) yang menemukan bahwa
temuan pada kelemahan SPI tidak bersifat signifikan terhadap peningkatan opini
BPK. Safitri (2014) juga menunjukkan bahwa kelemahan sistem pengendalian
internal dan besaran realisasi anggaran tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap opini.
2.2.3 Pengaruh Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Terhadap Opini Audit Pemerintah Daerah
Salah satu standar pelaksanaan pekerjaan lapangan tambahan dalam
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 2 dalam SPKN yaitu mewajibkan
pemeriksa untuk merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang
memadai guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material
terhadap penyajian laporan keuangan. Tujuan pengujian kepatuhan ini bagi
pemeriksa adalah untuk memperoleh keyakinan yang memadai tentang apakah
laporan keuangan bebas dari salah saji material yang berpengaruh langsung dan
material terhadap penyajian laporan keuangan.
Menurut Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), hal-hal berikut
merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemeriksa dalam rangka pengujian
kepatuhan, yaitu antara lain:
1. Merancang pemeriksaan agar dapat memberikan keyakinan memadai dalam
rangka pengujian ketidakberesan yang material bagi laporan keuangan;
33
2. Merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna
mendeteksi kesalahan/kekeliruan yang material dalam laporan keuangan
sebagai akibat langsung dari adanya perbuatan melanggar/melawan hukum
3. Waspada terhadap kemungkinan telah terjadinya unsur perbuatan melawan
hukum baik secara langsung maupun tidak langsung.
Setelah melakukan pengujian atas kepatuhan sebagaimana tersebut diatas,
jika ditemukan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang telah
dilakukan oleh entitas, maka pemeriksa harus terlebih dahulu memahami sifat
temuan yang perlu dilaporkan dan mengungkapkan melalui cara-cara berikut:
1. Apabila ketidakpatuhan tersebut berpengaruh secara material, maka
pemeriksa mengungkapkan uraian singkat mengenai ketidakpatuhan
tersebut dalam LHP atas laporan keuangan yang memuat opini atas
kewajaran laporan keuangan sebagai alasan pemberian opini.
2. Pengungkapan semua temuan terkait ketidakpatuahn terhadap peraturan
perundang-undangan yang ditemukan selama pemeriksaan secara rinci
dilaporkan dalam LHP atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan baik yang berpengaruh secara material maupun tidak material.
Taufikurrahman (2014) mengatakan kerugian daerah, potensi kerugian
daerah, ketidakhematan, dan ketidakefektifan secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap pemberian opini audit oleh BPK RI atas LKPD provinsi
kabupaten kota di Sumatera Utara. Sejalan dengan hasil penelitian Taufikurrahman,
Safitri (2014) dan Nalurita (2015) mengatakan terdapat pengaruh yang signifikan
antara kepatuhan peraturan perundang-undangan terhadap opini audit.
34
Defera (2013) menemukan bahwa ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan berpengaruh negatif terhadap penentuan opini LKPD se
Indonesia. Akan tetapi, hal ini tidak diterima secara merata pada seluruh regional
Indonesia. Maluku dan papua menolak hipotesis tersebut. Hal ini berarti temuan
kasus ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tidak bersifat
signifikan terhadap penentuan opini LKPD di Indonesia. Fatimah (2014) juga
membuktikan bahwa hanya kasus Kerugian daerah (KD) dan kasus penyimpangan
administrasi yang berpengaruh negatif pada penerimaan opini WTP. Sedangkan
kasus akibat ketidakpatuhan lainnya tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini
WTP.
Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian-Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti
Judul Variabel Hasil Penelitian
Kawedar
(2009)
Opini Audit dan Sistem
Pengendalian Intern (
studi kasus pada
kabupaten PWJ yang
mengalami penurunan
opini audit).
Sistem
Pengendalian Intern
Kelemahan SPI
menyebabkan kabupaten
PWJ mengalami penurunan
opini dari wajar dengan
pengecualian di tahun 2006
menjadi disclaimer di tahun
2007.
Sunarsih
(2013)
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Opini
Disclaimer BPK
terhadap Laporan
Keuangan di Lingkungan
Departemen di Jakarta
Materialitas/SAP1,
Pelanggaran
SAP/SAP2,
kelemahan SPI,
Ketidakpatuhan
terhadap peraturan
perundang-
undangan, Opini
Disclaimer BPK.
Materialitas , pelanggaran
SAP, kelemahan sistem
pengendalian intern, dan
ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-
undangan tidak
mempengaruhi opini
disclaimer
35
Liana
(2011)
Pengaruh kelemahan
sistem pengendalian
intern pemerintah kota
dan kabupaten seluruh
indonesia terhadap
pemberian opini oleh
BPK
Kelemahan sistem
pengendalian
akuntansi dan
pelaporan (SPAP),
kelemahan sistem
pelaksanaan
anggaran
pendapatan dan
belanja (SPPAPB),
kelemahan sistem
pengendalian intern
(SPI), opini BPK.
Kelemahan sistem
pengendalian intern (SPI)
tidak berpengaruh terhadap
opini BPK, sedangkan
Kelemahan sistem
pengendalian akuntansi
dan pelaporan (SPAP) dan
kelemahan sistem
pengendalian pelaksanaan
anggaran pendapatan dan
belanja (SPAPB)
berpengaruh positif
terhadap opini BPK.
Sipahuntar
& Khairani
(2013)
Analisis perubahan opini
LHP BPK RI atas
laporan keuangan
pemerintah daerah
kabupaten empat
lawang
Opini Audit penurunan opini yang
diberikan oleh BPK atas
laporan keuangan pada
pemerintah daerah
kabupaten Empat Lawang
yang disebabkan karena
terdapat
kelemahan/kesalahan
material efektivitas SPI,
kepatuhan pemerintah
kabupaten Empat Lawang
terhadap peraturan
perundang-undangan dan
kesesuaian penyajian
laporan keuangan dengan
Standar Akuntansi
Pemerintahan
Defera
(2013)
Pengaruh Kelemahan
Sistem Pengendalian
Intern dan
Ketidakpatuhan pada
ketentuan Perundang-
Sistem
pengendalian intern,
ketidakpatuhan
terhadap peraturan
perundang-
Hanya kelemahan sistem
pengendalian akuntansi
dan pelaporan (SPAP)
yang berpengaruh negatif
pada seluruh pemda di
36
undangan terhadap
Penentuan Opini
Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah di
Indonesia Tahun 2008-
2011
undangan, opini
LKPD
Indonesia dalam penentuan
opini LKPDnya. Dengan
kata lain, variabel selain
kelemahan SPAP semua
sangat bergantung pada
karakteristik masing-masing
regional di Indonesia dalam
mempengaruhi penentuan
opini LKPDnya.
Fatimah
(2014)
Pengaruh sistem
pengendalian intern,
kepatuhan terhadap
peraturan perundang-
undangan, opini audit
tahun sebelumnya, dan
umur pemerintah daerah
terhadap penerimaan
opini wajar tanpa
pengecualian pada
laporan keuangan
pemerintah daerah di
seluruh Indonesia.
Kelemahan Sistem
Pengendalian
Akuntansi dan
pelaporan (SPAP),
Kelemahan Sistem
pengendalian
Pelaksanaan
Anggaran
Pendapatan dan
Belanja (SPPAPB),
kelemahan Struktur
Pengendalian Intern
(StPI), Kelemahan
Sistem
Pengendalian Intern
lainnya, kerugian
daerah, potensi
kerugian daerah,
kekurangan
penerimaan,
ketidakhematan,
ketidakefisienan,
ketidakefektifan,
penyimpangan
ADM, N. potensi
kerugian daerah,
Kelemahan sistem
pengendalian akuntansi
dan pelaporan (SPAP), dan
ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-
undangan yang
mengakibatkan kasus
kerugiandaerah/perusahaa
n dan penyimpangan
administrasi berpengaruh
negatif terhadap
penerimaan opini WTP.
Sedangkan opini audit
tahun sebelumnya
berpengaruh positif
terhadap penerimaan opini
WTP.
37
opini tahun
sebelumnya, dan
opini WTP
Safitri
(2014)
Pengaruh sistem
pengendalian internal
dan temuan kepatuhan
terhadap opini audit
pada pemerintah daerah
Kelemahan sistem
pengendalian
internal, temuan
kepatuhan, realisasi
anggaran, opini
tahun sebelumnya,
opini WTP
Kelemahan sistem
pengendalian internal dan
besaran realisasi anggaran
tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap opini.
Sedangkan temuan
kepatuhan mempengaruhi
pemberian opini dengan
arah hubungan pengaruh
negatif, dan opini tahun lalu
berpengaruh secara
signifikan dan memiliki
kecendrungan berada di
level opini yang sama
dengan tahun ini.
Adzani &
Martani
(2013)
Pengaruh kesejahteraan
masyaraka, faktor politik
dan ketidakpatuhan
regulasi terhadap opini
audit laporan keuangan
pemerintah daerah.
Tingkat indeks
pembangunan
manusia
(IPM),tingkat
pengetahuan
masyarakat,tingkat
kesehatan, tingkat
pendapatan
masyarakat, jangka
waktu pemilu, politik
dinasti, jumlah
temuan, jumlah
rekomendasi,
nominal temuan,
nominal
rekomendasi, jenis
daerah, populasi,
Politik dinasti dan jangka
waktu pemilihan kepala
daerah berdampak negatif
terhadap opini audit. Disisi
lain, pembangunan
manusia memiliki dampak
positif terhadap opini audit
pemerintah daerah.
38
tindak lanjut, rasio
tindak lanjut, opini
BPK atas
pemeriksaan LKPD
Nalurita
(2015)
Pengaruh sistem
pengendalian internal,
kepatuhan terhadap
peraturan perundang-
undangan, dan
karakteristik daerah
terhadap kredibilitas
laporan keuangan
pemerintah daerah di
Indonesia
Kelemahan SPI,
ketidakpatuhan
terhadap peraturan
perundang-
undangan,
(karakteristik pemda
(ukuran pemda,
ketergantungan
pemda, opini tahun
sebelumnya,
kredibilitas LKPD
Kelemahan sistem
pengendalian intern,
ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-
undangan, ketergantungan,
dan opini tahun
sebelumnya berpengaruh
secara signifikan terhadap
opini audit tahun penelitian.
Akan tetapi, penelitian ini
tidak berhasil menjelaskan
hubungan ukuran
pemerintah daerah
kaitannya dengan opini.
Atyanta
(2011)
Analisis opini BPK atas
laporan keuangan
pemerintah daerah
(studi kasus pada
kabupaten X di jawa
timur).
Efektivitas SPI,
kepatuhan terhadap
undang-undang,
standar akuntansi
pemerintahan, opini
audit laporan
keuangan.
Opini WDP dari BPK yang
diberikan kepada LKPD
kabupaten X disebabkan
adanya temuan kasus
ketidakefektifan SPI
dengan temuan tertinggi
yaitu, kelemahan sistem
pengendalian pelaksanaan
anggaran pendapatan dan
belanja (SPPAPB).
Ketidakpatuhan terhadap
perundang-undangan yang
berlaku ditemukan kasus
kerugian daerah,
kekurangan penerimaan,
administrasi dan
ketidakefektifan. Ditemukan
39
lima kasus yang
mengindikasikan
ketidaksesuaian LKPD
kabupaten X dengan SAP,
yaitu ketidaksesuaian
dengan PSAP No.1 tentang
penyajian laporan
keuangan, PSAP No.2
tentang laporan realisasi
anggaran, dan PSAP No.7
tentang akuntansi aset
tetap.
Taufikurra
hman
(2014)
Analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi
pemberian opini audit
oleh BPK RI atas LKPD
provinsi, kabupaten dan
kota di sumatera utara.
Kelemahan sistem
pengendalian
akuntansi dan
pelaporan (SPAP),
kelemahan sistem
pelaksanaan
anggaran
pendapatan dan
belanja (SPPAPB),
kelemahan struktur
pengendalian intern
(StPI), kerugian
daerah, potensi
kerugian daerah,
kekurangan
penerimaan,
administrasi,
ketidakhematan,
ketidakefisienan,
dan ketidakefektifan
terhadap, opini audit
BPK
Kelemahan sistem
pengendalian akuntansi
dan pelaporan (SPAP),
kelemahan sistem
pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja
(SPPAPB), kelemahan
struktur pengendalian intern
(StPI), kerugian daerah,
potensi kerugian daerah,
kekurangan penerimaan,
administrasi,
ketidakhematan,
ketidakefisienan, dan
ketidakefektifan secara
simultan berpengaruh
signifikan terhadap
pemberian opini audit oleh
BPK RI atas LKPD provinsi,
kabupaten, dan kota di
sumatera.
Jiang Internal control Dampak Terdapat hubungan positif
40
(2009) deficiencies and the
issuance of going
concern opinions.
pengungkapan
kelemahan
pengendalian
internal yang
material, dampak
dari klasifikasi
kelemahan material
( level perusahaan
dan akun spesifik),
opini going concern.
antara pengungkapan
kelemahan SPI yang
material dan
kecenderungan auditor
untuk mengeluarkan opini
going concern.
41
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
Laporan keuangan daerah yang telah disusun oleh masing-masing
pemerintah daerah sebagai pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangannya,
sebelum disampaikan kepada DPR harus diperiksa (diauit) terlebih dahulu oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memastikan kewajaran informasi yang
terdapat dalam laporan keuangan serta kesesuaian dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Arens, Elder dan Beasley (2011:4) mengatakan, “Audit adalah pengumpulan
data dan mengevaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan
derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Audit
harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. Tujuan audit adalah
untuk memberikan opini akuntan terhadap penyajian laporan keuangan pemerintah
daerah. Opini pemeriksaan BPK diberikan berdasarkan kriteria umum sebagai
berikut:
1. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP),
2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosure)
3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
42
4. Efektifitas sistem pengendalian intern.
Rata-rata pemerintah kabupaten/kota di Sulawesi Selatan yang
mendapatkan opini WTP hanya sekitar 34,7% selama tiga tahun terakhir ini. Hal ini
menunjukkan bahwa kinerja pengelolaan keuangan daerah masih belum optimal.
Mengingat pentingnya penilaian kinerja keuangan pemerintah daerah yang tertuang
dalam laporan keuangan pemerintah daerah dikaitkan dengan hasil audit BPK maka
isu tersebut menjadi menarik untuk dilakukan penelitian. Menurut Auditya, dkk.
(2013), pengelolaan keuangan daerah dapat dikatakan baik apabila daerah
tersebut mampu mengelola keuangan daerah sehingga dapat memberikan
kesejahteraan kepada masyarakatnya secara keseluruhan.
Informasi yang diungkapkan oleh pemerintah daerah lewat Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) akan memberikan signal yang
menggambarkan bagaimana kualitas pengelolaan pemerintah daerah tersebut.
Dorongan suatu entitas untuk memberikan informasi karena adanya asimetri
informasi antara entitas tersebut dengan pihak eksternal. Signal ini berupa opini
yang diberikan oleh BPK mengenai apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah
daerah untuk merealisasikan keinginan masyarakat. Masyarakat sebagai pengguna
laporan keuangan daerah juga menuntut adanya transparansi dari segala hal
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah daerahnya. Oleh
karena itu pemerintah daerah wajib menyediakan informasi untuk memenuhi
keinginan masyarakat dan mengurangi asimetri informasi. Menurut Utomo (2012)
Pengelolaan keuangan daerah yang baik dapat dilihat dari beberapa indikator,
seperti ketetapan waktu penetapan Peraturan Daerah (Perda) tentang Anggaran
43
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Perda tentang Perubahan APBD,
kualitas pendapatan, prosentase realisasi APBD, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
(SiLPA), penyampaian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tepat waktu,
dan opini BPK atas LKPD.
Kawedar (2009), Taufikurrahman (2014), dan Nalurita (2015) menunjukkan
bahwa terdapat penurunan opini yang diberikan oleh BPK atas laporan keuangan
pemerintah daerah yang disebabkan karena adanya kelemahan/ kesalahan material
efektivitas sistem pengendalian intern (SPI), kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan dan kesesuaian penyajian laporan keuangan dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan. Sipahuntar dan Kairani (2012) juga mengatakan bahwa
terapat beberapa faktor penyebab perbedaan opini BPK atas laporan keuangan
kabupaten empat lawang yaitu: karena adanya ketidaksesuaian tiga unsur yang
diperiksa yaitu efektivitas sistem pengendalian internal, kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan penyajian laporan keuangan
dengan kriteria yang telah ditetapkan. Atyanta (2011) juga mengatakan bahwa
kualitas SDM yang rendah dan mutasi yang sering dilakukan oleh Badan
Kepegawaian daerah serta tidak tertibnya OPD dalam penatausahaan keuangan
mengakibatkan timbulnya permasalahan dalam pengelolaan keuangan daerah,
sehingga opini WTP belum tercapai. Hal tersebut kemudian membentuk sebuah
kerangka pemikiran dalam peneliatian ini yang dapat dilihat pada gambar 3.1.
44
Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran
-
-
-
-
-
3.2 Hipotesis
3.2.1 Pengaruh Pelanggaran atas Penerapan Standar Akuntansi
Pemerintahan terhadap Opini Audit BPK
Dalam konteks teori signal dalam pemerintah, Standar Akuntansi
Pemerintahan sangat diperlukan dalam menjamin konsistensi pelaporan keuangan.
Apabila pemerintah daerah tidak menggunakan Standar Akuntansi Pemerintahan
sebagai pedoman dalam penyusunan laporan keuangan, maka akan menimbulkan
implikasi negatif berupa rendahnya transparansi, reabilitas dan objektivitas informasi
yang disajikan, inkonsistensi dalam pelaporan keuangan serta menyulitkan
pengauditan (Sari, 2013).
Pelanggaran SAP
(X1)
Kelemahan sistem pengendalian
akuntansi dan pelaporan (X2a)
Ketidak patuhan terhadap peraturan
perundang-undangan (X3)
Opini audit laporan
keuangan pemerintah
daerah
(Y) Kelemahan struktur pengendalian
intern (x2c)
Kelemahan sistem pengendalian
pelaksanaan anggaran pendapatan
dan belanja (X2b)
45
Hasil penelitian Sipahuntar dan Khairani (2012), menunjukkan bahwa
penurunan opini yang diberikan oleh BPK atas laporan keuangan pada pemerintah
daerah kabupaten empat lawang salah satunya disebabkan oleh
kelemahan/kesalahan material terhadap kesesuaian penyajian laporan keuangan
empat lawang dengan standar akuntansi pemerintahan. Hasil yang sama ditunjukan
oleh Atyanta (2011) yang menunjukkan bahwa ditemukan lima kasus yang
mengindikasikan ketidaksesuaian LKPD kabupaten X dengan SAP, yaitu
ketidaksesuaian dengan PSAP No.01 Penyajian Laporan Keuangan, PSAP No. 02
Laporan Realisasi Anggaran, PSAP No.07 Akuntansi Aset Tetap. Salah satu
penyebab kabupaten di jawa timur belum memperoleh opini WTP adalah tidak
tertibnya OPD dalam penatausahaan keuangan daerah mengakibatkan timbulnya
permasalahan dalam pengelolaan keuangan daerah. Hipotesis yang diajukan
sebagai berikut:
H1: Pelanggaran atas Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berpengaruh negatif terhadap opini audit BPK.
3.2.2 Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Internal terhadap Opini
Audit BPK
Puspita & Martani (2010) mengatakan, Pemerintah akan memberikan signal
ke masyarakat dengan cara memberikan laporan keuangan yang berkualitas,
peningkatan sistem pengendalian intern, dan pengungkapan yang lebih lengkap.
Semakin andal laporan keuangan, aman aset negara, dan semakin taat pada
peraturan perundang-undangan maka semakin baik opini yang akan diperoleh, dan
implementasi system pengendalian intern dalam pengelolaan keuangan semakin
baik merupakan bentuk signal pemerintah kepada stakeholders.
46
Menurut Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS), Kelemahan Sistem
Pengendalian Intern atas laporan keuangan yang diidentifikasi pemeriksa BPK RI
dalam pemeriksaan keuangan tersebut dikelompokkan menjadi: kelemahan sistem
pengendalian akuntansi dan pelaporan (SPAP), kelemahan sistem pengendalian
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja (SPPAPB), dan kelemahan struktur
pengendalian intern (StPI) yang dilaporkan BPK RI dalam Ikhtisar Hasil
Pemeriksaan setiap semester. Sehingga jika salah satu dari kelompok sistem
pengendalian intern tersebut ditemukan ada kelemahan tentunya mempengaruhi
pemberian opini oleh BPK.
Hal ini dibuktikan pada beberapa penelitian sebelumnya diantaranya hasil
penelitian kawedar (2009) mengatakan bahwa belum disusunnya sistem dan
prosedur penyusunan APBD yang merupakan salah satu bentuk kelemahan struktur
pengendalian intern sehingga terjadi penurunan audit dari Wajar Dengan
Pengecualian menjadi Disclaimer; Atyanta (2011) mengatakan bahwa kelemahan
sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja menjadi
kendala dalam pencapaian opini WTP; Nalurita (2015) menunjukkan bahwa
kelemahan SPI berpengaruh negatif terhadap opini auditor. Defera (2013) juga
menyimpulkan bahwa hanya kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan
pelaporan (SPAP) yang berpengaruh negatif pada seluruh pemda di Indonesia
dalam penentuan LKPDnya. Variabel selain kelemahan sistem pengendalian
akuntansi dan pelaporan, semua sangat bergantung pada karakteristik masing-
masing regional di Indonesia dalam mempengaruhi penentuan opini LKPDnya.
Fatimah (2014) juga membuktikan bahwa kelemahan sistem pengendalian intern
yang berpangaruh terhadap penerimaan opini WTP adalah kelemahan sistem
47
pengendalian akuntansi dan pelaporan (SPAP), sedangkan kelemahan sistem
pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja (SPPAPB) dan
kelemahan struktur pengendalian intern tidak berpengaruh terhadap penerimaan
opini WTP. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, hipotesis yang diajukan
sebagai berikut:
H2: Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan berpengaruh negatif terhadap opini audit BPK
H3: Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja berpengaruh negatif terhadap opini audit BPK
H4: Kelemahan struktur pengendalian intern berpengaruh negatif terhadap opini audit BPK
3.2.3 Pengaruh Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan
terhadap Opini Audit BPK
Salah satu standar pelaksaan pekerjaan lapangan tambahan dalam
pernyataan standar pemeriksaan Nomor 2 dalam SPKN adalah mewajibkan
pemeriksa merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai
guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap
penyajian laporan keuangan. Perlu digarisbawahi dalam pengujian kepatuhan ini
adalah tujuannya bagi pemeriksa yaitu memperoleh keyakinan yang memadai
tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material yang berpengaruh
langsung dan mater ial terhadap penyajian laporan keuangan, dengan demikian
jelas bahwa adanya temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan dalam laporan keuangan pemerintah daerah, akan memberikan signal
terhadap pemberian opini dalam hal apabila terjadi ketidakpatuhan yang bersifat
48
material dan berpengaruh langsung terhadap kewajaran laporan keuangan karena
temuan tersebut dapat mengakibatkan kerugian daerah, potensi kerugian daerah,
kekurangan penerimaan, temuan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan,
dan ketidakefektifan.
Hasil penelitian Sipahuntar dan Khairani (2012), Atyanta (2013), Nalurita
(2015), menyatakan bahwa ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan berpengaruh negatif terhadap pemberian opini auditor yang berarti
semakin banyak temuan terkait kerugian daerah, kekurangan penerimaan, temuan
administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan dalam laporan
keuangan akan menyebabkan penurunan opini. Taufikurrahman (2014) juga
menemukan bahwa semua unsur dalam ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan seperti kerugian daerah, potensi kerugian daerah, kekurangan
penerimaan, penyimpangan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan
ketidakefektifan secara simultan berpengaruh terhadap pemberian opini audit oleh
BPK RI. Hipotesis yang diusulkan sebagai berikut:
H5: Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan berpengaruh negatif terhadap opini audit BPK
49
BAB IV
METODE PENELITIAN
1.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat kausal (sebab-akibat). Desain penelitian kausal
digunakan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat dari variabel-variabel yang
dapat mempengaruhi opini audit BPK. Rancangan penelitian ini digunakan untuk
mengetahui pengaruh pelanggaran atas penerapan Standar Akuntansi
Pemerintahan, Kelemahan Sistem Pengendalian Intern, dan Ketidakpatuhan
Terhadap Peraturan Perundang-Undangan, Terhadap Opini Audit BPK.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada BPK Perwakilan Sulawesi Selatan. Waktu
penelitian selama kurang lebih 3 bulan, terhitung mulai Oktober 2016 sampai
dengan Januari 2017.
4.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah semua pemerintah daerah di Indonesia
yang laporan keuangannya menjadi objek pemeriksaan BPK RI pada Tahun 2013
sampai dengan 2015. Ketiga tahun pemeriksaan ini dipilih karena merupakan tahun
pemeriksaan terbaru yang datanya telah tersedia sehingga dapat diperoleh oleh
peneliti.
50
Sampel terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Sampel yang
dikumpulkan sebanyak 25 sampel pemeriksaan yaitu pemerintah daerah Sulawesi
Selatan pada Tahun 2013 sampai dengan tahun 2015. Berdasarkan data kabupaten
di Indonesia yang berjumlah 25 kabupaten/kota, terdapat 75 objek pengamatan BPK
RI atas laporan keuangan pemerintah daerah pada tahun 2013 sampai dengan 2015
yang terdiri dari 25 laporan keuangan tahun 2013, 25 laporan tahun 2014, dan 25
laporan tahun 2015. Laporan keuangan yang bisa diambil dalam penelitian ini
adalah laporan keuangan yang telah diaudit oleh BPK RI Tahun anggaran 2013
sampai dengan 2015 yang memiliki data lengkap terkait dengan variabel-variabel
yang dipilih dalam penelitian. Metode sampel yang digunakan adalah metode area
sampling design / cluster sampling yang merupakan klaster geografis dalam area
Sulawesi Selatan. Alasan peneliti menggunakan metode sampling ini antara lain:
1. Lebih mudah dalam proses pengambilan data karena jumlah data menjadi
lebih sedikit dan khusus pada kelompok area tertentu.
2. Pemerintah daerah dalam satu jenis area tersebut memiliki karakteristik yang
sama.
4.4 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif,
yaitu data yang dapat diukur dan berupa angka-angka. Selain data kuantitatif, data
kualitatif juga digunakan. Data kualitatif, yaitu data berupa kalimat atau uraian
masalah terhadap data yang ada. Data kualitatif yang digunakan dalam peneltian ini
51
adalah data yang mengacu pada hal-hal yang mempengaruhi pemberian opini pada
LKPD.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder diperoleh dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas pemerintah
daerah Sulawesi Selatan atas pemeriksaan terhadap 25 pemerintah daerah yang
dijadikan sampel pada tahun 2015. Sumber data selanjutnya adalah Ikhtisar Hasil
Pemeriksaan Semester I Tahun 2015 yang diperoleh melalui situs www.bpk.go.id.
4.5 Metode Pengumpulan Data
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui teknik pengumpulan
data riset dan dokumen. Analisis dokumen atau analisis ini ditujukan untuk
memperoleh data langsung seperti buku, dokumen, artikel, laporan, jurnal, dan lain-
lain. Data sekunder diperoleh dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas
pemerintah daerah Sulawesi Selatan atas pemeriksaan terhadap 25 pemerintah
daerah yang dijadikan sampel pada tahun 2015. Sumber data selanjutnya adalah
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I dan II Tahun 2015 BPK RI.
4.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Dalam penelitian ini digunakan dua jenis variabel yaitu variabel bebas
(dependen) dan variabel terikat (independen). Variabel terikat merupakan variabel
yang menjadi perhatian utama peneliti.
52
4.6.1 Variabel Dependen
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah opini yang dikeluarkan oleh BPK
atas pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah. Opini audit adalah
pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran
informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan (Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2004). Seluruh data mengenai opini diperoleh dari
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI tahun 2015 dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan
Semester I Tahun 2013 sampai dengan 2015. Penelitian ini, mengkategorikan
masing-masing opini ke dalam bentuk skala ordinal. Dengan skala ordinal tidak
hanya mengkategorikan data ke dalam kelompok, tetapi juga melakukan rangking
terhadap kategori (Ghozali 2011:4). Berikut hasil skala ordinal untuk tiap kategori
opini:
1 = Tidak Memberikan Pendapat
2 = Tidak Wajar
3 = Wajar Dengan Pengecualian
4 = Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan
5 = Wajar Tanpa Pengecualian
Dari skala tersebut dapat dijelaskan bahwa skor terendah adalah satu yaitu
tidak memberikan pendapat. Skor berikutnya adalah dua, yaitu tidak wajar. Opini
wajar dengan pengecualian diberikan skor tiga. Skor keempat adalah wajar tanpa
pengecualian dengan paragraf penjelasan. Skor tertinggi yaitu lima diberikan kepada
kategori wajar tanpa pengecualian.
53
4.6.2 Variabel Independen
Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari 3 variabel yang akan
dijabarkan sebagai berikut.
4.6.2.1 Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan
Standar Akuntansi Pemerintah yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 adalah prinsip-prinsip akuntansi yang
diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai salah satu variabel bebas
dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan jumlah temuan (skala rasio) terkait
pelanggaran standar akuntansi pemerintahan pada masing-masing tahun
pemeriksaan yang diperoleh dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan
Keuangan tahun 2013 sampai dengan 2015. (Lihat Lampiran 1).
4.6.2.2 Kelemahan Sistem pengendalian Intern
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
pengendalian Internal adalah “ Proses integral pada tindakan dan kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset
Negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.” Dengan adanya
system pengendalian internal diharapkan dapat menciptakan kondisi dimana
54
terdapat budaya pengawasan terhadap seluruh organisasi dan kegiatan sehingga
dapat mendeteksi terjadinya tindakan yang dapat merugikan Negara.
Jumlah temuan SPI merupakan salah satu kriteria BPK dalam memberikan
opini. Dalam penelitian ini kelemahan sistem pengendalian internal merupakan
proksi terhadap penilaian lemahnya sistem pengendalian internal pemda.
Kelemahan SPI diperoleh dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Sistem
Pengendalian Internal tahun 2013 sampai dengan 2015. Temuan SPI dirangkum
dari tiga kategori kelemahan SPI yaitu kelemahan sistem pengendalian akuntansi
dan pelaporan (SPAP), kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja (SPPAPB), dan kelemahan struktur pengendalian intern
(StPI). Ketiga kelemahan tersebut diukur dengan menggunakan jumlah temuan
(skala rasio) kelemahan pada masing-masing tahun pemeriksaan terkait sistem
pengendalian intern. (Lihat Lampiran 2).
4.6.2.3 Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
Dalam pernyataan standar pelaporan tambahan kedua dalam standar
pemeriksa keuangan Negara (SPKN, 2007) mengatakan bahwa “Laporan hasil
pemeriksaan keuangan atas laporan keuangan harus mengungkapkan telah
melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan
keuangan.” Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tercermin dari
tindakan illegal yang terjadi atau ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang ditemukan.
55
Variabel ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam
penelitian ini juga diperoleh dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Kepatuhan
Terhadap Peraturan Perundang-Undangan tahun 2013 sampai dengan 2015.
Variabel ini diukur dengan menggunakan jumlah temuan (skala rasio) terkait
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan pada masing-masing
tahun pemeriksaan. (Lihat Lampiran 3).
4.7 Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, sebelumnya dilaksanakan perhitungan jumlah
pelanggaran atas penerapan standar akuntansi pemerintahan, jumlah kelemahan
atas sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, jumlah kelemahan atas sistem
pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, jumlah kelemahan
atas struktur pengendalian intern, dan jumlah ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan. Skala pengukuran yang digunakan pada variabel independen
adalah skala rasio sedangkan variabel dependen menggunakan skala ordina
dengan cara memberi rangking pada tiap-tiap opini. Rangking terendah yaitu satu
diberikan pada opini disclaimer dan rangking tertinggi yaitu lima diberikan pada opini
WTP. Selanjutnya penulis menggunakan metode ordinal logistic regression untuk
melakukan uji statistik terhadap model penelitian. Regresi logistik merupakan
metode regresi yang digunakan untuk mecari hubungan antar variabel dependen
yang memiliki skala nominal dengan variabel independen yang memiliki campuran
skala rasio dengan skala ordinal. Dalam regresi ini tidak memerlukan asumsi
multivariate normal distribution karena variabel bebas merupakan campuran antara
variabel kontinyu (metrik) dan kategorial (non metrik) (Ghozali 2011:333). Ordinal
56
logistic regression digunakan jika variabel dependen menggunakan skala ordinal
(Ghozali 2011: 348).
4.7.1 Uji Fit Model
Ghozali 2011 mengatakan bahwa langkah awal dalam metode ini adalah
menilai overall fit model terhadap data. Uji tersebut digunakan untuk mengetahui
apakah semua variabel dependen sebagaimana uji F dalam regresi linear
didasarkan pada statistika -2LL atau nilai LR. Untuk menilai model fit atau tidak
maka akan dihipotesiskan sebagai berikut:
H0: Model yang dihipotesiskan fit dengan data
HA: Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data.
Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima akan tetapi jika probabilitas < 0,05
Ho ditolak. Untuk dapat menilai model yang digunakan fit atau tidak, maka
menggunakan fungsi likelihood. Menurut Ghozali 2011, likelihood L dari model
merupakan probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan data
input. Dan untuk menguji hipotesis tersebut L ditransformasikan menjadi -2LogL.
4.7.2 Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi berguna untuk mengukur prosentase pengaruh
variabel independen secara serentak terhadap variabel dependen. Koefisien
menunjukkan seberapa besar prosentase variasi variabel independen yang
digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel dependen. Apabila R
kecil atau sama dengan 0, maka tidak ada sedikitpun prosentase sumbangan
57
pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen, atau
variasi variabel independen yang digunakan dalam model tidak menjelaskan
sedikitpun variasi vaiabel dependen. Sebaliknya R² sama dengan 1, maka
prosentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap
variabel dependen adalah sempurna, atau variasi variabel independen yang
digunakan dalam model menjelaskan 100% variasi variabel dependen. Regresi
logistic menggunakan nilai Mc Fadden. Semakin besar Mc Fadden maka semakin
bagus sebuah model dalam memberikan kontribusi prediksi terhadap variabel
dependennya.
4.7.3 Uji Koefisien Regresi
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara
bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Untuk
dapat menguji koefisien regresi maka perlu memperhatikan sebagai berikut.
a. Tingkat signifikansi (α) yang digunakan sebesar 5%.
b. Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis didasarkan pada signifikansi
probabilitas value (p-value). Jika p-value > α, maka hipotesis alternatif
ditolak. Sebaliknya jika p-value < α, maka hipotesis alternatif diterima.
Rumus Regresi:
Y = α + β1X1 + β2X2a + β2X2b + β2X2c + β3X3
Keterangan:
Y = Opini BPK
58
X1 = Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan
X2a = Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan
X2b = Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja
X2c = Kelemahan Struktur Pengendalian Intern
X3 = Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
α = Konstanta
β1,…,β4 = Koefisien Variabel Independen
59
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Deskripsi Data
Penelitian ini terdiri dari 25 sampel pemeriksaan pada pemerintah daerah
Sulawesi Selatan. Data terdiri dari tiga tahun laporan keuangan yang dimulai tahun
2013-2015. Dengan demikian, penelitian ini terdiri dari 75 objek pengamatan atas
laporan keuangan.
Laporan keuangan yang bisa diambil dalam penelitian ini adalah laporan
keuangan yang telah diaudit oleh BPK RI Tahun anggaran 2013 sampai dengan
2015 dan yang memiliki data lengkap terkait dengan variabel-variabel yang dipilih
dalam penelitian. Berikut proses seleksi sampel dalam penelitian ini.
Tabel 5.1 Sampel penelitian
Pemerintah Daerah di Sulawesi Selatan Prov Kota Kab Total
Jumlah Sampel 1 3 21 25
Laporan Keuangan yang tidak diaudit - - - -
Laporan Keuangan yang tidak lengkap - - - -
Sampel Akhir 1 3 21 25
Periode Laporan Keuangan
2013 1 3 21 25
2014 1 3 21 25
2015 1 3 21 25
Jumlah pengamatan atas laporan keuangan 3 9 63 75
Sumber: Data Sekunder (diolah)
60
5.2 Deskripsi Variabel
Deskripsi variabel menjelaskan gambaran umum mengenai setiap variabel
yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya opini audit, penerapan standar
akuntansi pemerintahan, sistem pengendalian intern yang terdiri dari kelemahan
sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan (SPAP), kelemahan sistem
pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja (SPPAPB), dan
kelemahan struktur pengendalian intern (StPI), serta ketidakpatuhan tehadap
peraturan perundang-undangan.
1. Opini Audit
Opini audit adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa
mengenai tingkat kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan
keuangan (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004). Seluruh data mengenai
opini diperoleh dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI tahun 2015 dan Ikhtisar
Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2013 sampai dengan 2015. Opini ini
dikeluarkan oleh BPK atas pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah di
Sulawesi Selatan. Berikut statistik deskriptif variabel opini audit.
Tabel 5.2 Statistik Deskriptif Opini Audit
Jenis Opini Jumlah (N) Persentase Marginal
Disclaimer 7 9.3%
TW 2 2.7%
WDP 31 41.3%
WTP DPP 9 12.0%
WTP 26 34.7%
Total 75 100.0%
Sumber: Data Sekunder (diolah)
61
Pada Tabel 5.2 di atas, jenis opini audit berupa disclaimer yang berarti
bahwa BPK RI tidak memberikan pendapat kepada 7 pemerintah daerah dengan
persentase marginal 9.3%. Opini audit berupa tidak wajar (TW) sebanyak 2 atau
2.7% dari total keseluruhan sampel. Jenis opini berupa wajar dengan pengecualian
(WDP) banyak diperoleh pemerintah daerah dengan jumlah 31 atau 41.3% dari total
keseluruhan sampel. Wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan (WTP
DPP) sebanyak 9 atau 12% dan wajar tanpa pengecualian (WTP) sebanyak 26 atau
34.7% dari total keseluruhan sampel.
2. Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dilihat dari jumlah
temuan pada masing-masing tahun pemeriksaan terkait pelanggaran dalam
penerapan SAP yang diperoleh dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan
Keuangan tahun 2013 sampai dengan 2015.
Tabel 5.3 Statistik Deskriptif Pelanggaran SAP
Jumlah (N) Minimal Maksimal Rata-rata
75 0 15.0 3.76 Sumber: Data Sekunder (diolah)
Pada Tabel 5.3 di atas, rata-rata pelanggaran penerapan SAP yang
diperoleh dari laporan hasil pemeriksaan sebesar 3.76 yang mengindikasikan bahwa
rata-rata terdapat 3 - 4 temuan kelemahan pelaporan keuangan selama tiga periode
pengamatan. Dari 75 sampel penelitian, nilai minimal sebanyak 0 yang
mengindikasikan tidak ada temuan sedangkan nilai maksimal sebanyak 15.0 yang
mengindikasikan bahwa jumlah temuan yang paling tinggi dalam pelaporan
62
keuangan sebanyak 15 temuan. Semakin sedikit jumlah temuan terkait pelanggaran
SAP menandakan bahwa penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) telah
diterapkan dengan baik.
3. Kelemahan Sistem Pengendalian Intern
Kelemahan sistem pengendalian internal merupakan proksi terhadap
penilaian lemahnya sistem pengendalian internal pemda. Kelemahan SPI diperoleh
dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Sistem Pengendalian Internal tahun 2013
sampai dengan 2015. Temuan SPI dirangkum dari tiga kategori kelemahan SPI
yaitu kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan (SPAP), kelemahan
sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja (SPPAPB),
dan kelemahan struktur pengendalian intern (StPI). Ketiga kelemahan tersebut
diukur dengan menggunakan jumlah temuan pada masing-masing tahun
pemeriksaan terkait sistem pengendalian intern.
Tabel 5.4 Statistik Deskriptif Kelemahan SPI
Kriteria Jumlah (N) Minimal Maksimal Rata-rata
SPAP 75 0 6.0 1.01
SPPAPB 75 0 3.0 0.52
StPI 75 0 7.0 1.44
Sumber: Data Sekunder (diolah)
a. Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan (SPAP)
Pada Tabel 5.4 di atas, rata-rata jumlah temuan kelemahan SPAP yang
diperoleh dari laporan hasil pemeriksaan sebesar 1.01 yang mengindikasikan bahwa
rata-rata terdapat satu temuan kelemahan SPAP selama tiga periode pengamatan.
Dari 75 sampel penelitian, nilai minimal sebanyak 0 yang mengindikasikan tidak ada
temuan sedangkan nilai maksimal sebanyak 6.0 yang mengindikasikan bahwa
63
jumlah temuan yang paling tinggi dalam sistem pengendalian akuntansi dan
pelaporan sebanyak 6 temuan.
b. Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja (SPPAPB) Pada Tabel 5.4 di atas, rata-rata jumlah temuan kelemahan SPPAPB yang
diperoleh dari laporan hasil pemeriksaan sebesar 0.52 yang mengindikasikan bahwa
rata-rata terdapat nol dan satu temuan kelemahan SPPAPB selama tiga periode
pengamatan. Dari 75 sampel penelitian, nilai minimal sebanyak 0 yang
mengindikasikan tidak ada temuan sedangkan nilai maksimal sebanyak 3.0 yang
mengindikasikan bahwa jumlah temuan yang paling tinggi dalam sistem
pengendalian anggaran sebanyak 3 temuan.
c. Kelemahan Struktur Pengendalian Intern (StPI).
Pada Tabel 5.4 di atas, rata-rata jumlah temuan kelemahan StPI yang
diperoleh dari laporan hasil pemeriksaan sebesar 1.44 yang mengindikasikan bahwa
rata-rata terdapat 1 - 2 temuan kelemahan StPI selama tiga periode pengamatan.
Dari 75 sampel penelitian, nilai minimal sebanyak 0 yang mengindikasikan tidak ada
temuan sedangkan nilai maksimal sebanyak 7 yang mengindikasikan bahwa jumlah
temuan yang paling tinggi dalam struktur pengendalian intern sebanyak 7 temuan.
4. Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan
Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tercermin dari
tindakan illegal yang terjadi atau ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang ditemukan. Variabel ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan jumlah temuan pada
64
masing-masing tahun pemeriksaan terkait ketidakpatuhan terhadap peraturan
perudang-undangan.
Tabel 5.5 Statistik Deskriptif
Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan
Jumlah (N) Minimal Maksimal Rata-rata
75 0 5 0.95
Sumber: Data Sekunder (diolah)
Pada Tabel 5.5 di atas, rata-rata jumlah temuan terkait ketidakpatuhan
terhadap peraturan perudang-undangan sebesar 0.95 yang mengindikasikan bahwa
rata-rata terdapat satu temuan selama tiga periode pengamatan. Dari 75 sampel
penelitian, nilai minimal sebanyak 0 yang mengindikasikan tidak ada temuan
sedangkan nilai maksimal sebanyak 5.0 yang mengindikasikan bahwa jumlah
temuan yang paling tinggi dalam ketidakpatuhan peraturan sebanyak 5 temuan.
5.3 Hasil Analisis Data
Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan ordinal logistic regression.
Sebelum dilakukan uji statistik tersebut, penilaian kelayakan model perlu dilakukan
terhadap data penelitian. Penilaian statistik tersebut berdasarkan fungsi Likelihood,
uji parallel lines, dan pseudo R-square.
Tabel 5.6 Uji Kelayakan Model
Indikator Fungsi Likelihood Uji Paralllel lines
-2Loglikelihood 192.146 52.303 52.303 39.012
Chi-square 139.844 13.291
Sig. 0.000 0.580
Sumber: Data Sekunder (diolah)
65
Pada tabel 5.6 di atas, uji kelayakan model terhadap data dinilai dari fungsi
likelihood dan uji parallel lines. Pada fungsi likelihood, nilai likelihood mengalami
penurunan daru 192.146 menjadi 52.303 dengan chi-square 139.844 dan signifikan
pada di bawah 0.05. yang berarti model yang memasukkan variabel independen
lebih baik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa model fit, yaitu model dengan variabel
independen memberikan ketepatan akurasi yang lebih baik untuk memprediksi opini
BPK. sebaliknya, uji parallel lines digunakan untuk menilai asumsi bahwa semua
kategori memiliki paramter yang sama atau tidak. Nilai yang dinginkan adalah tidak
signifikan (>0.05). Hasil uji tersebut menunjukkan 0.580 yang berarti signifikan
sebab di atas 0.05.
Selanjutnya, Tabel 5.7 di bawah ini menunjukkan variasi variabel dependen
yaitu opini audit yang dapat dijelaskan oleh lima variabel independennya. Pada MC
Fadden menghasilkan nilai sebesar 0.714 yang berarti variabel independen dapat
menjelaskan variasi variabel dependen sebesar 71.4%.
Tabel 5.7 Pseudo R-Square
Cox and Snell 0.845
Nagelkerke 0.912
McFadden 0.714
Sumber: Data Sekunder (diolah)
Variasi variabel independen yang digunakan dalam model penelitian ini
menjelaskan 71.4% variasi variabel dependen. Hal ini menunjukkan bahwa
besarnya nilai Mc Fadden mengindikasikan bahwa model penelitian semakin bagus
dalam memberikan kontribusi prediksi. Sebesar 71.4% kontribusi pengaruh
pelanggaran SAP, Kelemahan SPI yang terdiri dari kelemahan SPAP, kelemahan
SPPAPB, kelemahan StPI, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
66
undangan terhadap opini. Sedangkan sisanya 28,6% dijelaskan oleh variabel diluar
model.
Pada tabel 5.7, nilai-nilai Pseudo R-Square yang dihasilkan begitu tinggi
memungkinkan model mengalami multikolonieritas. Adanya korelasi antar variabel
independen mengindikasikan model kurang baik. Oleh karena itu, penelitian ini
melakukan uji multikolonieritas apakah model penelitian terjadi korelasi yang tinggi
antar variabel independennya.
Tabel 5.8 Uji Multikolonieritas
Variabel SAP SPAP SPPAPB StPI KETIDAKPATUHAN
SAP 1 - 0.437 - 0.303 -0.044 -0.385
SPAP -0.437 1 -0.058 -0.015 -0.121
SPPAPB - 0.303 -0.058 1 0.079 -0.286
StPI -0.044 -0.015 0.079 1 -0.427
KETIDAKPATUHAN -0.385 -0.121 -0.286 -0.427 1
Sumber: Data Sekunder (diolah)
Penelitian ini menganalisis matrik korelasi antar variabel independen untuk
melihat multikolonieritas yang terjadi. Hair et al (2010) mengatakan cara yang paling
sederhana dan paling jelas untuk mengidentifikasi kolinearitas adalah pemeriksaan
matriks korelasi variabel independen. Kemunculan korelasi tinggi (umumnya 0.90
dan lebih tinggi) adalah indikasi pertama kolinearitas substansial yang mungkin
disebabkan efek gabungan dari dua atau lebih variabel independen lainnya.
Berdasarkan tabel 5.8 di atas, nilai koefisien yang dihasilkan masing-masing variabel
di bawah 0.90.
Dua ukuran yang paling umum untuk menilai collinearity pairwise dan
multiple variable adalah varians inflation factor (VIF) dan Tolerance:
67
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
T Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) 4,796 ,099 48,316 ,000
SAP -,068 ,025 -,219 -2,758 ,007 ,351 2,851
SPAP -,274 ,062 -,284 -4,415 ,000 ,532 1,879
SPPAPB -,330 ,105 -,200 -3,132 ,003 ,539 1,856
StPI -,131 ,054 -,131 -2,417 ,018 ,745 1,341
KEPATUHAN -,318 ,076 -,320 -4,160 ,000 ,372 2,690
a. Dependent Variable: OPINI
Jika nilai tolerance lebih besar dari 0,10 maka tidak terjadi multikolinearitas.
Begitupula dengan VIF jika nilainya lebih kecil dari 10,00 maka tidak terjadi
multikolinearitas. Pada tabel diatas terlihat bahwa nilai tolerance diatas 0,10 dan
nilai VIF dibawah 10,00 sehingga model penelitian ini telah dianggap baik karena
terbebas dari multikolonieritas.
Setelah model penelitian dianggap baik dan layak, uji hipotesis dilakukan
dengan menggunakan regresi logistik ordinal. Adapun ringkasan hasil regresi
tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 5.9 Hasil Uji Signifikansi Parsial Variabel Koefisien Signifikansi
X1 -0.508 0.005
X2 -2.187 0.000
X3 -3.456 0.006
X4 -0.845 0.025
X5 -3.142 0.002
Pseudo R-Square 71.4%
68
Fungsi Likelihood 0.000 Parallel lines Test 0.580 Sumber: Data Sekunder (diolah)
5.4 Hasil Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil uji signifikansi, hasil uji hipotesis dapat dirangkum sebagai
berikut.
Tabel 5.10 Hasil Uji Hipotesis Hipotesis Koefisien Prediksi Arah Signifikansi Hasil
X1 -0.508 Negatif Signifikan >5% Diterima
X2 -2.187 Negatif Signifikan >5% Diterima
X3 -3.456 Negatif Signifikan >5% Diterima
X4 -0.845 Negatif Signifikan >5% Diterima
X5 -3.142 Negatif Signifikan >5% Diterima
Hasil uji hipotesis diatas menunjukkan bahwa semua variabel independen
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Persamaan regresinya adalah
sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5
Logit (p1)= -24,694 - 0,508X1 – 2,187X2 – 3,456X3 – 0,845X4 – 3,142X5
Logit (p1+p2)= -22,637 - 0,508X1 – 2,187X2 – 3,456X3 – 0,845X4 – 3,142X5
Logit (p1+p2+p3)= -5,677 - 0,508X1 – 2,187X2 – 3,456X3 – 0,845X4 – 3,142X5
Logit (p1+p2+p3+p4)= -2,722 - 0,508X1 – 2,187X2 – 3,456X3 – 0,845X4 – 3,142X5
Keterangan:
P1= Probabilitas Tidak Memberikan Pendapat
P2= Probabilitas Tidak Wajar
69
P3= Probabilitas Wajar Dengan Pengecualian
P4= Probabilitas Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan
1. Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan terhadap Opini Audit
BPK.
Variabel SAP yang menunjukkan penerapan standar akuntansi pemerintahan
menghasilkan koefisien -0.508 dengan signifikansi berada di bawah α=0.05. Hal ini
mengindikasikan bahwa standar akuntansi pemerintahan memberikan arah negatif
yang signifikan sehingga H1 diterima yang menyatakan bahwa Pelanggaran atas
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berpengaruh negatif terhadap opini
audit BPK.
2. Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan
terhadap Opini Audit BPK
Variabel SPAP yang menjelaskan sistem pengendalian akuntansi dan
pelaporan, menunjukkan koefisien -2.187 yang dengan signifikansi berada di bawah
α=0.05. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem pengendalian akuntansi dan
pelaporan memberikan arah negatif yang signifikan sehingga H2 diterima yang
menyatakan bahwa kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan
berpengaruh negatif terhadap opini audit BPK.
3. Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja terhadap Opini Audit BPK
Variabel SPPAPB yang menjelaskan sistem pengendalian pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja menunjukkan koefisien -3.456 yang dengan
signifikansi berada di bawah α=0.05. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem
70
pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja memberikan arah
negatif yang signifikan sehingga H3 diterima yang menyatakan bahwa Kelemahan
sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja berpengaruh
Negatif terhadap opini audit BPK.
4. Pengaruh Kelemahan Struktur Pengendalian Internal terhadap Opini Audit
BPK
Variabel StPI yang menjelaskan struktur pengendalian intern menunjukkan
koefisien -0.845 yang dengan signifikansi berada di bawah α=0.05. Hal ini
mengindikasikan bahwa struktur pengendalian intern memberikan arah negatif yang
signifikan sehingga H4 diterima yang menyatakan bahwa Kelemahan struktur
pengendalian intern berpengaruh negatif terhadap opini audit BPK.
5. Pengaruh Kepatuhan Peraturan Perundang-Undangan terhadap Opini Audit
BPK
Variabel kelima dalam penelitian ini adalah ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang - undangan. Variabel tersebut menunjukkan koefisien -3.142
yang dengan signifikansi berada di bawah α=0.05. Hal ini mengindikasikan bahwa
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan memberikan arah negatif
yang signifikan sehingga H5 diterima yang menyatakan bahwa ketidakpatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan berpengaruh negatif terhadap opini audit
BPK.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan terhadap Opini
Audit BPK
Hasil hipotesis pertama (H1) memiliki nilai koefisien -0,508 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,005 (sig < 0.05). Hasil penelitian ini mendukung rumusan H1
yang menyatakan bahwa pelanggaran atas penerapan standar akuntansi
pemerintahan berpengaruh negatif terhadap opini audit BPK.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sipahuntar dan Kairani (2012),
yang menunjukkan bahwa penurunan opini yang diberikan oleh BPK atas laporan
keuangan pada pemerintah daerah kabupaten empat lawang salah satunya
disebabkan karena kelemahan/kesalahan material terhadap kesesuaian penyajian
laporan keuangan kabupaten empat lawang dengan standar akuntansi
pemerintahan. Atyanta (2011) juga menemukan bahwa pelanggaran standar
akuntansi pemerintahan berpengaruh negatif terhadap opini BPK. Atyanta
menunjukkan bahwa ditemukan lima kasus yang mengindikasikan ketidaksesuaian
LKPD kabupaten X dengan SAP, yaitu ketidaksesuaian dengan PSAP No.01
penyajian laporan keuangan, PSAP No.02 Laporan realisasi anggaran, PSAP No.07
akuntansi aset tetap.
Dalam konteks teori sinyal dalam pemerintah, Standar Akuntansi
Pemerintahan sangat diperlukan untuk menjamin konsistensi dalam pelaporan
keuangan. Pemerintah daerah menggunakan Standar Akuntansi Pemerintahan yang
72
memadai mendorong reabilitas dan objektivitas informasi yang disajikan, konsistensi
dalam pelaporan keuangan. Sari (2013) mengatakan apabila pemerintah daerah
tidak menggunakan Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai pedoman dalam
penyusunan laporan keuangan, maka akan menimbulkan implikasi negatif berupa
rendahnya transparansi, reabilitas dan objektivitas informasi yang disajikan,
inkonsistensi dalam pelaporan keuangan serta menyulitkan pengauditan. Dengan
demikian, pelanggaran atas penerapan standar akuntansi pemerintahan mampu
mepengaruhi opini audit BPK. Semakin banyak jumlah pelanggaran terkait dengan
penerapan standar akuntansi pemerintahan, semakin menurunkan opini audit di
mana dalam hal ini semakin kecil kemungkinan laporan keuangan pemerintah
daerah untuk menerima opini WTP. Standar Akuntansi Pemerintah yang tercantum
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 adalah
prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan
keuangan pemerintah. Kesesuaian standar tersebut mendorong pengaruh dalam
memberikan opini.
6.2 Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Internal terhadap Opini
Audit BPK
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelemahan sistem pengendalian
internal memberikan hasil yang signifikan terhadap opini audit BPK. Kelemahan
sistem pengendalian internal terbagi menjadi tiga diantaranya kelemahan sistem
pengendalian akuntansi dan pelaporan (SPAP), kelemahan sistem pengendalian
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja (SPPAPB), dan kelemahan struktur
pengendalian intern (StPI). Ketiga sub-variabel tersebut memberikan pengaruh
negatif terhadap opini audit.
73
Pemerintah akan memberikan signal ke masyarakat melalui laporan
keuangan yang berkualitas, peningkatan system pengendalian internal, dan
pengungkapan yang lebih lengkap. Semakin andal laporan keuangan maka semakin
baik opini yang diperoleh dan implementasi system pengendalian intern dalam
pengelolaan keuangan semakin baik merupakan bentuk signal pemerintah kepada
stakeholders bahwa pemerintah daerah telah melaksanakan kewajiban sebagai
pengemban amanat rakyat (Puspita dan Martani, 2010). Semakin banyak jumlah
temuan terkait kelemahan sistem pengendalian intern, semakin kecil pemberian
opini audit WTP. Menurut Arens et al. (2008) Pengendalian internal diberikan untuk
memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yaitu
keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, serta kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Sarita (2012) menyebutkan bahwa
sistem pengendalian internal yang efektif akan berpengaruh terhadap kinerja dalam
pencapaian efektivitas, efisiensi, ketaatan terhadap peraturan perundang -
undangan yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan pemerintah.
Pelaksanaan sistem pengendalian internal seharusnya bertumpu pada penguatan
sistem pengendalian yang sudah terbangun dan dilaksanakan oleh seluruh pihak
dalam organisasi mulai dari adanya kebijakan, pembentukan organisasi, penyiapan
anggaran, sarana dan prasarana, penetapan personil yang melaksanakan,
penetapan prosedur dan reviu pada seluruh tahapan.
a. Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan
terhadap Opini Audit BPK
Pengujian hipotesis 2 (H2) memiliki nilai koefisien sebesar -2,187 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,000 (sig < 0,05). Hasil penelitian ini mendukung
74
hipotesis H2. Kesimpulannya bahwa variabel kelemahan SPAP berpengaruh negatif
terhadap pemberian opini BPK. Semakin besar temuan kelemahan terkait sistem
pengendalian akuntansi dan pelaporan (SPAP) maka semakin kecil kemungkinan
pemerintah daerah untuk memperoleh opini WTP.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Defera (2013) yang
mengatakan bahwa variabel selain kelemahan SPAP (system pengendalian
akuntansi pelaporan) yang berpengaruh negatif di seluruh indonesia, semua sangat
tergantung pada karakteristik masing-masing regional di indonesia dalam
mempengaruhi penentuan opini LKPD. Fatimah (2014) juga mengatakan bahwa
kelemahan sistem pengendalian intern yang berpengaruh terhadap penerimaan
opini WTP adalah kelemahan SPAP sedangkan kelemahan SPPAPB dan StPI tidak
berpengaruh terhadap penerimaan opini WTP. Berbeda dengan penelitian
sebelumnya, Sunarsih (2013) mengatakan bahwa kelemahan SPI tidak berpengaruh
walaupun terbatas pada opini disclaimer. Safitri (2014) juga mengatakan bahwa
kelemahan sistem pengendalian internal dan besaran realisasi anggaran tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap opini.
Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan (SPAP)
merupakan kelemahan sistem pengendalian yang terkait dengan kegiatan
pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan yang mempengaruhi pemberian
opini audit. Kelemahan SPAP terdiri dari pencatatan yang tidak/belum dilakukan
atau tidak akurat; proses penyusunan laporan yang tidak sesuai ketentuan; entitas
terlambat menyampaikan laporan; sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak
memadai; serta sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung dengan
SDM yang memadai.
75
b. Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran
pendapatan dan Belanja terhadap Opini Audit BPK
Pengujian hipotesis 3 (H3) memiliki nilai koefisien sebesar -3,456 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,006 (sig < 0,05). Hasil penelitian ini mendukung
hipotesis 3 yang menyatakan bahwa kelemahan SPPAPB berpengaruh negatif
terhadap pemberian opini BPK. Semakin besar temuan kelemahan terkait sistem
pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja (SPPAPB) maka
semakin kecil kemungkinan pemerintah daerah memperoleh opini WTP.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Atyanta (2011) yang
mengatakan bahwa kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja yang menjadi kendala dalam pencapaian opini WTP,
kawedar (2009) juga mengatakan bahwa belum disusunnya sistem dan prosedur
penyusunan APBD yang merupakan salah satu bentuk kelemahan sistem
pengendalian internal sehingga terjadi penurunan opini audit dari WDP menjadi
TMP.
Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja (SPPAPB) merupakan kelemahan pengendalian internal yang terkait dengan
pemungutan dan penyetoran penerimaan Negara/daerah/perusahaan milik
Negara/daerah serta pelaksanaan program/kegiatan pada entitas yang diperiksa
mempengaruhi pemberian opini audit. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja terdiri dari perencanaan kegiatan yang tidak
memadai; mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan, serta penggunaan
penerimaan daerah dan hibah yang tidak sesuai ketentuan; penyimpangan terhadap
peraturan perundang-undangan bidang teknis tertentu atau ketentuan intern
76
organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan belanja; pelaksanaan belanja di
luar mekanisme APBD; penetapan/pelaksanaan kebijakan yang tidak tepat atau
belum dilakukan yang berakibat hilangya potensi penerimaan/pendapatan;
penetapan/pelaksanaan kebijakan yang tidak tepat atau belum dilakukan yang
berakibat peningkatan biaya/belanja; dan lain-lain.
c. Pengaruh Kelemahan Struktur Pengendalian Internal terhadap Opini
Audit BPK
Hasil pengujian hipotesis 4 (H4) memiliki nilai koefisien sebesar -0,845
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,025 (sig <0,05). Hasil penelitian ini juga
mendukung hipotesis 4 yang menyatakan bahwa kelemahan struktur pengendalian
internal berpengaruh negatif signifikan terhadap pemberian opini BPK. Semakin
besar temuan terkait kelemahan struktur pengendalian internal maka semakain kecil
kemungkinan pemerintah daerah untuk memperoleh opini WTP.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sipahuntar dan Khairani (2013),
Taufikurrahman (2014), dan Nalurita (2015) yang menunjukkan bahwa efektifitas
system pengendalian internal menjadi pertimbangan BPK RI dalam memberikan
opini. Pengaruh negatif dalam penelitian secara langsung menolak hasil penelitian
sebelumnya yaitu Sunarsih (2013) yang menemukan bahwa kelemahan system
pengendalian internal tidak berpengaruh terhadap opini walaupun terbatas pada
opini disclaimer, dan Atmaja dan Probohudono (2014) yang menemukan bahwa
kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan dan kelemahan sistem
pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja yang berpengaruh
negatif terhadap pemberian opini BPK atas kewajaran laporan keuangan pemerintah
77
daerah, kelemahan struktur pengendalian internal tidak berpengaruh terhadap
pemberian opini BPK atas kewajaran laporan keuangan.
Kelemahan struktur pengendalian intern (StPI) merupakan kelemahan yang
terkait dengan ada/tidaknya sistem pengendalian intern atau efektivitas sistem
pengendalian intern yang ada dalam entitas yang diperiksa mempengaruhi
pemberian opini audit. Kelemahan sistem pengendalian intern terdiri dari entitas
yang tidak memiliki SOP yang formal untuk prosedur atau keseluruhan prosedur;
SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati; entitas
yang tidak memiliki satuan pengawas intern; satuan pengawas intern yang ada tidak
memadai atau tidak berjalan optimal; tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang
memadai.
6.3 Pengaruh Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan
terhadap Opini Audit BPK
Hasil uji hipotesis 5 (H5) memiliki nilai koefisien -3.142 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,002 (sig < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan memberikan hasil negatif
yang signifikan pada opini audit. Hasil penelitian ini mendukung rumusan H5 yang
menyatakan bahwa ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
berpengaruh negatif terhadap opini audit BPK.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Atyanta (2011), Taufikurrahman
(2014), dan Nalurita (2015) bahwa temuan kepatuhan berpengaruh negatif terhadap
pemberian opini BPK. Namun hasil penelitian ini tidak sepenuhnya sejalan dengan
hasil penelitian Sunarsih (2013) yang menyatakan bahwa ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan tidak berpengaruh terhadap opini disclaimer. Defera
78
juga menemukan bahwa ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
berpengaruh negatif terhadap opini LKPD di Indonesia. Akan tetapi tidak diterima
secara merata pada seluruh regional di Indonesia. Terdapat beberapa regional yang
menolak hipotesis tersebut. Semua tergantung pada karakteristik masing-masing
regional di Indonesia. Fatimah (2014) juga menemukan bahwa hanya pada kasus
kerugian daerah dan penyimpangan administrasi yang mempengaruhi penerimaan
opini WTP. Sedangkan kasus akibat ketidakpatuhan lainnya tidak mempengaruhi
penerimaan opini WTP.
Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan disebut
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Jumlah temuan
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan merupakan kriteria selain
SPI yang menjadi pertimbangan BPK dalam memberikan opini. Ketidakpatuhan
terhadap regulasi merupakan salah satu bentuk pelanggaran yang dapat
mempengaruhi opini BPK (Adzani dan Martani 2014). Sesuai dengan teori signal,
apabila BPK menemukan adanya temuan terkait ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material dalam laporan
keuangan pemda, maka akan mengakibatkan kerugian negara, ketidakhematan,
ketidakefisienan, dan ketidakefektifan dalam pengelolaan keuangan daerah. Dengan
demikian pemerintah daerah tersebut belum bisa memperoleh opini WTP dari BPK.
Opini yang dikeluarkan oleh BPK merupakan signal yang menggambarkan
bagaimana kualitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah tersebut.
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pelanggaran atas penerapan standar akuntansi pemerintahan mampu
berpengaruh terhadap opini audit BPK. Semakin banyak jumlah pelanggaran
terkait dengan penerapan standar akuntansi pemerintahan, maka semakin
kecil kemungkinan laporan keuangan pemerintah daerah untuk menerima
opini audit WTP. Sesuai dengan teori signal, dengan diterapkannya SAP
diharapkan dapat terciptanya transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas
dalam pengelolaan keuangan negara guna mewujudkan pemerintahan yang
baik. Sehingga menimbulkan image yang baik dimata masyarakat sebagai
pengguna laporan keuangan karena memperoleh opini yang baik dari BPK.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sipahuntar dan Kairani (2012)
dan Atyanta (2011).
2. Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan (SPAP) mampu
berpengaruh terhadap opini audit BPK. Semakin besar temuan terkait
kelemahan SPAP maka semakin kecil kemungkinan laporan keuangan
pemerintah daerah memperoleh opini WTP. Pemerintah akan memberikan
signal kemasyarakat dengan cara memberikan laporan keuangan yang
berkualitas, pengungkapan yang lebih lengkap, proses penyusunan sesuai
ketentuan, dan sistem informasi akuntansi yang memadai. Hasil penelitian ini
80
mendukung penelitian Taufikurrahman (2014), Nalurita (2015), Defera (2013)
dan fatimah (2014) akan tetapi menolak hasil penelitian Sunarsih (2013) dan
Safitri (2014), Atyanta (2011), dan Kawedar (2009).
3. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja mampu berpengaruh terhadap opini audit BPK. Terkait teori signal,
semakin besar temuan kelemahan terkait sistem pengendalian pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja maka semakin kecil kemungkinan
pemerintah daerah untuk memperoleh opini WTP dan juga menimbulkan
image negatif terhadap publik karena kinerja pemerintah daerah dalam
mengelolah keuangan daerah belum optimal khususnya terkait dengan
proses pemungutan dan penyetoran penerimaan daerah serta pelaksanaan
program dan kegiatan pada entitas. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Atyanta (2011) Kawedar (2009), Atmaja dan Probohudono (2014),
dan Nalurita (2015) tetapi menolak hasil penelitian Defera (2013), Fatimah
(2014), Sunarsih (2013) dan Safitri (2014).
4. Kelemahan struktur pengendalian internal mampu berpengaruh terhadap
opini audit BPK. Hal ini sesuai dengan teori signal, semakin besar temuan
kelemahan terkait struktur pengendalian internal maka semakin kecil
kemungkinan pemerintah daerah untuk memperoleh opini WTP dikarenakan
efektivitas sistem pengendalian internal khususnya terkait Standard
Operating Procedure (SOP) dan satuan pengawas internal yang ada dalam
entitas tidak ditaati atau belum optimal sehingga menimbulkan image yang
kurang baik dari masyarakat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Sipahuntar dan Khairani (2013), Taufikurrahman (2014), Atmaja dan
81
Probohudono (2014), dan Nalurita (2015) tetapi menolak hasil penelitian
Sunarsih (2013), Defera (2013), Fatimah (2014), Atyanta (2011) dan Safitri
(2014).
5. Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan berpengaruh
terhadap pemberian opini audit. Hal ini dapat dijelaskan bahwa semakin
banyak jumlah temuan terkait ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan, maka akan menimbulkan kerugian daerah, ketidak efisienan,
ketidakhematan, dan ketidakefektifan dalam mengelolah keuangannya.
Akibatnya opini yang dihasilkan terhadap laporan keuangannya tidak baik
dan juga menimbulkan signal yang kurang baik bagi publik karena
banyaknya temuan yang menimbulkan kerugian negara. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian Atyanta (2011), Taufikurrahman (2014), dan Nalurita
(2015) akan tetapi tidak sepenuhnya sejalan dengan penelitian Sunarsih
(2013), Fatimah (2014) dan Defera (2013).
7.2 Implikasi
Penelitian memberikan implikasi pada standar akuntansi pemerintahan,
sistem pengendalian intern, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan. Pengaruhnya memberikan secara simultan sebesar 71.4%. Hal ini
menunjukkan pengaruh yang tinggi secara statistik dalam mempengaruhi pemberian
opini audit. Di samping itu, penelitian ini berimplikasi praktis kepada:
1. Badan Pemeriksa Keuangan yang akan memberikan rekomendasi perbaikan
kepada pemerintah daerah yang memperoleh opini selain WTP.
82
2. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang diharapkan lebih
meningkatkan pembinaannya kepada pemerintah daerah dalam penerapan
SAP, SPI dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
3. Pemerintah daerah, yang lebih meningkatkan pemahaman dan menjadi
acuan dalam penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan, Sistem
Pengendalian Intern, dan Kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam melaksanakan kegiatannya sehingga
pemerintah daerah dapat memperoleh atau mempertahankan opini yang baik
terhadap laporan keuangannya.
7.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang mungkin memengaruhi
hasil penelitian. Keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut
1) Besaran pengaruh atas variabel independen terhadap variabel dependen
sekitar 71.4% yang memungkinkan masih ada faktor lain di luar model
penelitian di mana dapat mempengaruhi opini audit.
2) Hasil penelitian ini hanya dilakukan pada pemerintah daerah yang
mendapatkan opini atas laporan keuangannya pada tahun anggaran 2013
sampai dengan 2015 dan pemerintah daerah di Sulawesi Selatan.
7.4 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa keterbatasan penelitian maka
diajukan saran, antara lain:
83
1. Pada penelitian ini, variabel independen yang diteliti berpengaruh terhadap
variabel dependen yang diwakili oleh opini audit BPK sebesar 71.4% hal ini
berarti masih ada pengaruh sebesar 28.6% dari variabel-variabel lain diluar
variabel independen yang diteliti berpengaruh terhadap opini audit BPK.
Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti pengaruh variabel-variabel
lain yang belum termasuk dalam model regresi pada penelitian ini, misalnya
materialitas atau opini tahun sebelumnya, dan kecukupan pengungkapan
terhadap laporan keuangan.
2. Pada penelitian berikutnya dapat menggunakan periode tahun pengamatan
yang lebih panjang dan sampel penelitian diperluas sehingga tidak terbatas
hanya pada satu provinsi saja sehingga hasil pengamatan lebih dapat
digeneralisir.
lxxxiv
DAFTAR PUSTAKA
Adzani, A. H. dan Martani, D. 2014. Pengaruh Kesejahteraan Masyarakat, Faktor Politik dan ketidakpatuhan regulasi Terhadap Opini Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. SNA 17 Mataram. Lombok. Universitas Mataram 24-27 Sept 2014.
Afrianto, Ayudya, Dheny. 2010. Studi Perbandingan Audit Kinerja pada Badan Pemeriksa Keuangan dengan Lembaga Pemeriksa Keuangan Negara Lain.
Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.
Alvin. A. Arens, Randal J. Elder, Mark S. Beasley, Amir Abadi Jusuf. 2011. Audit dan Jasa Assurance:Pendekatan Terpadu (Adaptasi Indonesia). Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Atyanta, R. 2011. Analisis Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(Studi Kasus pada Kabupaten X di Jawa Timur). Jurnal Ilmiah, 1:1-16.
Badan Pemeriksa Keuangan. 2013. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2013. Jakarta. Badan Pemeriksa Keuangan.
Badan Pemeriksa Keuangan. 2014. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2014. Jakarta. Badan Pemeriksa Keuangan.
Badan Pemeriksa Keuangan. 2014. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2014. Jakarta. Badan Pemeriksa Keuangan.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2013. Pengembangan Pemeriksaan Keuangan Negara. Tujuh Tahun Kerjasama BPK RI dan ANAO. Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2012. Akuntabilitas Pelaporan Keuangan. www.bpkp.go.id. Diakses 4 Juli 2015.
D‟Aquila dan Jill, M. 1998. Is The Control Environment Related to Financial Reporting Decisions?. Managerial Auditing Journal. Vol.13, No.8: 472-478.
Defera, C. 2013. Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Ketidakpatuhan pada Ketentuan Perundang-Undangan terhadap Penentuan Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2008-2011. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Atmajaya.
Fatimah, D., Nelly,R., dan Rasuli,M. 2014. Pengaruh Sistem Pengendalian Intern, Kepatuhan erhadap Peraturan Perundang- Undangan, Opini Audit Tahun Sebelumnya dan Umur Pemerintah Daerah Terhadap Penerimaan Opini
lxxxv
Wajar Tanpa Pengacualian pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Seluruh Indonesia. Jurnal Akuntansi. Vol. 3, No.1.
Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Immacullata, Maria. 2006. Teori-Sinyal. http://ekonomi.kabo.biz/2011/07/teori-sinyal.html. 21 Oktober 2016.
Jama‟an. 2008. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Kualitas Kantor Akuntan Publik terhadap Integritas Informasi Laporan Keuangan. Jurnal Penelitian. Semarang: Universitas Diponegoro.
Jensen, M. dan Meckling, W. H. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics. 3:305-360.
Jiang, W. K. H. Rupley dan J. Wu. 2009. Internal Control Deficiencies and The Issuances of Going Opinions. Research in Accounting Regulation. 22.
Kawedar, W. 2010. Opini Audit dan Sistem Pengendalian Intern ( Studi Kasus di Kabupaten PWJ yang Mengalami Penurunan Opini Audit). Jurnal Akuntansi dan Auditing, Vol. XV, No. 3.
Liana, I. 2011. Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Kota dan Kabupaten Seluruh IndonesiaTerhadap Pemberian Opini Oleh BPK. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Atmajaya.
Messier et.al. 2006. Auditing and Assurance Services. Terjemahan Nuri Hiduan. Jakarta: Salemba Empat.
Mulyadi. 2002. Auditing. Buku Kedua, Edisi Enam. Jakarta: Salemba Empat.
Mutchler, J. F. 1985. A Mutivariate Analysis of The Auditor’s Going-Concern Opinion Decision. Journal of Accounting Research 23 (2): 668-682.
Nalurita, N. 2015. Pengaruh Sistem pengendalian Internal, Kepatuhan Terhadap Peraturan perundang-Undangan, dan Karakteristik Daerah terhadap Kredibilitas Laporan keuangan Pemerintah Daerah Di Indonesia. Tesis. Semarang: Universitas Sebelas Maret.
Puspita, Rora dan Martani, Dwi. 2010. Analisis Pengaruh Kinerja dan Karakteristik Pemda terhadap Tingkat Pengungkapan dan Kualitas Informasi dalam Website Pemda. Jakarta: Universitas Indonesia.
Putri, F. N. 2015. Ananalisis Kesiapan Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Timur dalam Menerapkan Standar Akuntansi Berbasis Akrual. Skripsi. Surabaya:
Universitas Airlangga.
lxxxvi
Sadhrina. 2011. Pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah dan Pengaruhnya terhadap Opini BPK (Online), (http://sadhrina.wordpress.com/2011/07/19pemeriksaan-sistem-pengendalian-intern-dan-kepatuhan-dalam-pemeriksaa-dan-pengaruhnya-terhadap-opini-bpk/, diakses16/07/2016).
Safitri, N. L. K. S. A. 2014. Pengaruh Sistem Pengendalian Internal dan Temuan Kepatuhan Terhadap Opini Audit pada Pemerintah Daerah. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Sari, Diana. 2013. Pengaruh Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, Implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan, Penyelesaian Temuan Audit terhadap Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Penelitiana pada Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Barat dan Banten). Simposium Nasional Akuntansi XVI. Bandung: Universita Widyatama Bandung.
Scott, Besley dan Eugene, F, Bringham. 2008. Essential Of Managerial Finance. Fourteen Edition. New Jersey: Prentice Hall
Setyaningrum, D. 2012. Analsisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit BPK RI. Symposium Nasional Akuntansi XV. Banjarmasin. 20-23 Septermber 2013.
Setiawati. 2012. Agency Theory, (online), (http://yulinistibacelonista.blogspot.co.id/2012/11/agency-theory-teori-keagenan.html, diakses 12 Mei 2016).
Sipahuntar, H. dan S. Khairani. 2012. Analisis Perubahan Opini LHP BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Empat Lawang. Jurnal Akuntansi.1-8.
Sunarsih. 2013. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Opini Disclaimer BPK Atas Laporan Keuangan di Lingkungan Departemen di Jakarta. Tesis. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Gunadarma.
Taufikurrahman. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Opini Audit Oleh BPK RI atas LKPD Provinsi, Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.
The Committee of Sponsoring Organization of The Tradeway Commision. 1992. COSO – Internal Control Intergrated Framework. The Committee of Sonsoring Organization of The Tradeway Commisionng.
Widarjono, A. 2010. Analisis Statistik Multivariat Terapan (edisi pertama). Yogyakarta: Unit Penerbit dan percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YPKN.
lxxxvii
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. 2007. Jakarta: Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Peraturan Menter Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengeloaan Keuangan Daerah. 2006. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 2005.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 2010.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. 2008. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2003. Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.2004. Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 2004. Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. 2006. Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 2014. Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 2004. Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia.
lxxxviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Jumlah Pelanggaran LKPD terhadap Standar Akuntansi Pemerintah
No Entitas
Jumlah pelanggaran
Kas piut
ang
perse
diaan
inves
tasi
Aset
tetap
dan aset
lainnya
Kewajiba
n (utang
PFK dan
Utang Jk.
Pdk
lainnya)
Pendap
atan
daerah
Belanja
daerah/
Beban
Lai
n-
lain
1 Prov. Sul-sel
2 Kab. Bantaeng
3 Kab. Barru
4 Kab. Bone
5 Kab. Bulukumba
6 Kab. Enrekang
7 Kab. Gowa
8 Kab. Jeneponto
9 Kab. Kep.selayar
10 Kab. Luwu
11 Kab.luwu timur
12 Kab.luwu utara
13 Kab. Maros
14 Kab. Pangkep
15 Kab. Pinrang
16 Kab. Sidrap
17 Kab. Sinjai
18 Kab. Soppeng
19 Kab. Takalar
20 Kab. Tana toraja
21 Kab.Toraja utara
22 Kab. Wajo
lxxxix
23 Kota makassar
24 Kota palopo
25 Kota pare-pare
Sumber: IHPS 2015
Lampiran 2: Daftar kelompok dan jenis temuan- kelemahan SPI
N0. Kelompok dan Jenis Temuan Jumlah
Kasus
I Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan
Pelaporan (SPAP)
1. Pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat.
2. Proses penyusunan laporan tidak sesuai dengan
ketentuan.
3. Entitas terlambat menyampaikan laporan.
4. Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak
memadai.
5. Sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum
didukung SDM yang memadai.
II Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja
1. Perencanaan kegiatan tidak memadai.
2. Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan
serta penggunaan penerimaan Negara dan hibah
tidak sesuai dengan ketentuan.
3. Penyimpangan terhadap peraturan perundang-
undangan bidang teknis tertentu atau ketentuan
intern organisasi yang diperiksa tentang
pendapatan dan belanja.
4. Pelaksanaan belanja diluar mekanisme APBD.
5. Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau
belum dilakukan berakibat peningkatan
biaya/belanja.
6. Pendapatan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau
xc
belum dilakukan berakibat hilangnya potensi
penerimaan/pendapatan.
7. Kelemahan pengelolaan fisik asset, barang milik
daerah tidak jelas keberadaannya, dan mekanisme
swakelola tidak tertib.
III Kelemahan Struktur Pengendalian Intern
1. Entitas tidak memiliki standard operating procedure
(SOP) yang formal untuk suatu prosedur atau
keseluruhan prosedur.
SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara
optimal atau tidak ditaati.
Entitas tidak memiliki satuan pengawas intern.
Satuan pengawas intern yang ada tidak memadai
atau tidak berjalan optimal.
Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang
memadai
Total Kelemahan Sistem Pengendalian Intern
Sumber: Data Sekunder (diolah)
Lampiran 3: Jumlah Ketidakpatuhan Terhadap Perundang-Undangan
No. Ketidakpatuhan Terhadap Perundang-
Undangan
Jumlah
pelanggaran
1 Kerugian daerah
2 Potensi kerugian daerah
3 Kekurangan penerimaan
4 Administrasi
5 Ketidakhematan
6 Ketidakefisienan
7 Ketidakefektifan
Sumber: Data Sekunder (diolah)
xci
Lampiran 4: Hasil Olahan Statistik
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
SAP 75 0 15 3,76
SPAP 75 0 6 1,01
SPPAPB 75 0 3 ,52
StPI 75 0 7 1,44
KEPATUHAN 75 0 5 ,95
Valid N (listwise) 75
Model Fitting Information
Model -2 Log
Likelihood
Chi-Square Df Sig.
Intercept Only 192,146
Final 52,303 139,844 5 ,000
Link function: Logit.
Case Processing Summary
N Marginal
Percentage
OPINI
DISCL 7 9,3%
TW 2 2,7%
WDP 31 41,3%
WTPDP 9 12,0%
WTP 26 34,7%
Valid 75 100,0%
Missing 0
Total 75
xcii
Pseudo R-Square
Cox and Snell ,845
Nagelkerke ,912
McFadden ,714
Link function: Logit.
Test of Parallel Linesa
Model -2 Log Likelihood Chi-Square df Sig.
Null Hypothesis 52,303
General 39,012b 13,291
c 15 ,580
Parameter Estimates
Estimate Std. Error Wald Df Sig.
Threshold
[OPINI = 1] -24,694 5,453 20,508 1 ,000
[OPINI = 2] -22,637 5,208 18,896 1 ,000
[OPINI = 3] -5,677 1,292 19,319 1 ,000
[OPINI = 4] -2,722 ,772 12,429 1 ,000
Location
SAP -,508 ,180 7,986 1 ,005
SPAP -2,187 ,597 13,422 1 ,000
SPPAPB -3,456 1,255 7,585 1 ,006
StPI -,845 ,377 5,016 1 ,025
KEPATUHAN -3,142 1,035 9,214 1 ,002
Link function: Logit.
Coefficient Correlationsa
Model KEPATUHAN StPI SPAP SPPAPB SAP
1 Correlations
KEPATUHAN 1,000 -,427 -,121 -,286 -,385
StPI -,427 1,000 ,015 ,079 ,044
SPAP -,121 ,015 1,000 -,058 -,437
SPPAPB -,286 ,079 -,058 1,000 -,303
SAP -,385 ,044 -,437 -,303 1,000
Covariances KEPATUHAN ,006 -,002 -,001 -,002 -,001
xciii
StPI -,002 ,003 4,882E-005 ,000 5,899E-005
SPAP -,001 4,882E-005 ,004 ,000 -,001
SPPAPB -,002 ,000 ,000 ,011 -,001
SAP -,001 5,899E-005 -,001 -,001 ,001
a. Dependent Variable: OPINI
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) 4,796 ,099 48,316 ,000
SAP -,068 ,025 -,219 -2,758 ,007 ,351 2,851
SPAP -,274 ,062 -,284 -4,415 ,000 ,532 1,879
SPPAPB -,330 ,105 -,200 -3,132 ,003 ,539 1,856
StPI -,131 ,054 -,131 -2,417 ,018 ,745 1,341
KEPATUHAN -,318 ,076 -,320 -4,160 ,000 ,372 2,690
a. Dependent Variable: OPINI
xciv