289

Tetesan Danum Tawar di Dusun Seribu Akar; Riset Ethnografi Kesehatan 2014 KAPUAS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

"Warga desa jarang ada yang mau merebus air sebelum diminum mereka langsung mengambil air di anak sungai atau air kran kemudian meminumnya mentah, hal ini banyak mengakibatkan diare." Ungkap Dokter Puskesmas. "Bagi kami minum air Sungai Pantar sudah sejak jaman nenek-nenek kami dan tidak direbus sebab kalau direbus rasa manisnya berkurang dan rasanya tidak enak." Kata seorang Warga Desa Muroi Raya."Air bagi Etnik Dayak Ngaju adalah "air belum" (air yang hidup) mereka percaya air itu hidup sehingga kalau direbus seperti membunuh air tersebut rasanya." Ungkap Kabid Bina Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas.Ketika Masaru Emoto melakukan penelitian bahwa air memiliki kesadaran dan bisa merespon energi serta bisa dimanfaatkan untuk pengobatan alternatif, para penyembuh tradisional di Desa Muroi Raya sudah memanfaatkan danum tawar (air untuk pengobatan) jauh jauh hari sebelumnya.

Citation preview

  • i

    Tetesan Danum Tawar di Dusun Seribu Akar

    Septa Agung Kurniawan Fransisca Sri Hartatik

    Isabella Jeniva Gurendro Putro

  • ii

    Tetesan Danum Tawar di Dusun Seribu Akar 2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan

    dan Pemberdayaan Masyarakat

    Penulis Septa Agung Kurniawan

    Fransisca Sri Hartatik Isabella Jeniva

    Gurendro Putro

    Editor Gurendro Putro

    Desain Cover

    Agung Dwi Laksono

    Cetakan 1, November 2014

    Buku ini diterbitkan atas kerjasama

    PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

    Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

    Jl. Indrapura 17 Surabaya Telp. 031-3528748, Fax. 031-3528749

    dan

    LEMBAGA PENERBITAN BALITBANGKES (Anggota IKAPI) Jl. Percetakan Negara 20 Jakarta

    Telepon: 021-4261088; Fax: 021-4243933 e mail: [email protected]

    ISBN 978-602-1099-20-9

    Hak cipta dilindungi undang-undang.

    Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis

    dari penerbit.

  • iii

    Buku seri ini merupakan satu dari dua puluh buku hasil kegiatan Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014 di 20 etnik. Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Nomor HK.02.04/1/45/2014, tanggal 3 Januari 2014, dengan susunan tim sebagai berikut:

    Pembina : Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

    Penanggung Jawab : Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

    Wakil Penanggung Jawab : Dr. dr. Lestari H., MMed (PH)

    Ketua Pelaksana : dr. Tri Juni Angkasawati, MSc

    Ketua Tim Teknis : dra. Suharmiati, M.Si

    Anggota Tim Teknis : drs. Setia Pranata, M.Si Agung Dwi Laksono, SKM., M.Kes drg. Made Asri Budisuari, M.Kes Sugeng Rahanto, MPH., MPHM dra.Rachmalina S.,MSc. PH drs. Kasno Dihardjo Aan Kurniawan, S.Ant Yunita Fitrianti, S.Ant Syarifah Nuraini, S.Sos Sri Handayani, S.Sos

  • iv

    Koordinator wilayah :

    1. dra. Rachmalina Soerachman, MSc. PH : Kab. Boven Digoel dan Kab. Asmat

    2. dr. Tri Juni Angkasawati, MSc : Kab. Kaimana dan Kab. Teluk Wondama

    3. Sugeng Rahanto, MPH., MPHM : Kab. Aceh Barat, Kab. Kep. Mentawai

    4. drs. Kasno Dihardjo : Kab. Lebak, Kab. Musi Banyuasin 5. Gurendro Putro : Kab. Kapuas, Kab. Landak 6. Dr. dr. Lestari Handayani, MMed (PH) : Kab. Kolaka Utara,

    Kab. Boalemo 7. Dr. drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes : Kab. Jeneponto, Kab.

    Mamuju Utara 8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes : Kab. Sarolangun, Kab.

    Indragiri Hilir 9. dr. Betty Roosihermiatie, MSPH., Ph.D : Kab. Sumba Timur.

    Kab. Rote Ndao 10. dra. Suharmiati, M.Si : Kab. Buru, Kab. Cirebon

  • v

    KATA PENGANTAR

    Mengapa Riset Etnografi Kesehatan 2014 perlu dilakukan ? Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin komplek. Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat. Untuk itulah maka dilakukan Riset Etnografi sebagai salah satu alternatif mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait kesehatan.

    Dengan mempertemukan pandangan rasional dan indigenous knowledge (kaum humanis) diharapkan akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk mengembangkan cara-cara pemecahan masalah kesehatan masyarakat. Simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan di Indonesia.

    Tulisan dalam buku seri ini merupakan bagian dari 20 buku seri hasil Riset Etnografi Kesehatan 2014 yang dilaksanakan di berbagai provinsi di Indonesia. Buku seri ini sangat penting guna menyingkap kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kearifan lokal.

    Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh informan, partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan-Kementerian Kesehatan

  • vi

    RI yang telah memberikan kesempatan pada Pusat Humaniora untuk melaksanakan Riset Etnografi Kesehatan 2014, sehingga dapat tersusun beberapa buku seri dari hasil riset ini.

    Surabaya, Nopember 2014

    Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

    Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI.

    drg. Agus Suprapto, M.Kes

  • vii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Penelitian 1.2. Status Kesehatan Kabupaten Kapuas 1.3. Permasalahan Penelitian 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan Umum 1.4.2. Tujuan Khusus 1.5. Metode Penelitian 1.5.1. Penentuan Lokasi Penelitian 1.5.2. Cara Pengumpulan Data 1.5.3. Cara Analisis Data

    BAB 2 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN PANTAR KABALI DAN TAPIAN KARAHAU: JENDELA POTRET ETNIK DAYAK NGAJU DI MUROI RAYA

    2.1. Sejarah Kalimantan yang Berdampak di Kehidupan Keseharian Warga Muroi Raya

    2.1.1. Kabupaten Kapuas dan Budaya Sungai 2.1.2. Puskesmas Danau Rawah: Puskesmas Terpencil dan

    Terisolir 2.1.3. Gambaran Sekilas Masyarakat Desa Danau Rawah

    yang Tinggal di Dekat Puskesmas 2.1.4. Sejarah Dusun Pantar Kabali

    v vii xii xiii

    1

    1 5

    12 13 13 13 13 13 15 15

    17

    17

    22 25

    30

    35

  • viii

    2.1.5. Sejarah Dusun Tapian Karahau 2.1.6. Perkembangan Desa Muroi Raya 2.1.7. Sejarah Masuknya Tenaga Kesehatan 2.2. Geografi dan Kependudukan 2.2.1.Air Sungai dan Sumber Air Minum 2.2.2. Kondisi Geografis Dusun Pantar Kabali 2.2.3. Kondisi Geografis Dusun Karahau 2.2.4. Kependudukan 2.2.5. Pola Tempat Tinggal Etnik Dayak, Etnik Banjar, dan

    Pendatang Dari Luar Kalimantan 2.2.6. Pola Pemukiman Yang Menunjang Kesehatan 2.3. Sitem Religi 2.3.1. Kosmologi 2.3.2. Praktek Keagamaan dan Kepercayaan Tradisional 2.3.3. Pengobatan Sangiang 2.3.4. Besumuk 2.3.5. Pengobatan Danum Tawar 2.4. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan 2.4.1. Keluarga Inti 2.4.2. Sistem Kekerabatan 2.4.3. Sistem Kemasyarakatan dan Politik Lokal 2.5. Pengetahuan Tentang Kesehatan 2.5.1. Konsepsi Mengenai Sehat dan Sakit 2.5.2. Pengetahuan Tentang Obat Tradisional 2.5.3. Pengetahuan Tentang Biomedikal 2.5.4. Pengetahuan Tentang Makanan dan Minuman 2.5.5. Pengetahuan Tentang Pelayanan Kesehatan 2.5.6. Persepsi Masyarakat Tentang Pelayanan Kesehatan 2.6. Bahasa 2.6.1. Bahasa Dayak Ngaju 2.6.2. Bahasa Banjar 2.6.3. Bahasa Indonesia

    39 41 51 52 52 54 61 63 65

    70 71 71 73 84 88 88 89 89 90 91 95 95

    100 100 101 102 102 103 103 104 104

  • ix

    2.6.4. Bahasa Sangiang dan Kadorih 2.7. Kesenian 2.7.1. Tarian Manasai 2.7.2. Organ Tunggal dan Dangdut 2.7.3. Musik Tradisional Kecapi 2.8. Mata Pencaharian 2.8.1. Kebun Karet Rakyat 2.8.2. Para Penambang Emas dan Puya 2.9. Teknologi dan Peralatan

    BAB 3 POTRET KESEHATAN IBU DAN ANAK DI DESA MUROI RAYA

    3.1. Kondisi Pra Hamil di Desa Muroi Raya 3.1.1. Pengetahuan Remaja tentang Reproduksi 3.1.2. Pasangan Suami Istri yang Istrinya Belum Pernah

    Hamil 3.2. Kondisi Kehamilan di Desa Muroi Raya 3.2.1. Pendapat Masyarakat Terhadap Kehamilan 3.2.2. Tradisi Masyarakat dalam Perawatan Kehamilan 3.2.3. Peran Suami dalam Perawatan Kehamilan 3.2.4. Pola Pemeriksaan Kehamilan 3.2.5. Permasalahan Kesehatan Pada ibu Hamil 3.2.6. Permasalahan Ibu Hamil yang Terlacak oleh Petugas

    Kesehatan 3.2.7. Perilaku Ibu Hamil Ketika Sakit 3.3. Kondisi Menjelang Persalinan di Desa Muroi Raya 3.3.1. Pendapat Masyarakat Menjelang Persalinan 3.3.2. Tradisi Ibu Hamil Menjelang Persalinan 3.3.3. Cara Tradisional Memperlancar Persalinan 3.3.4. Perilaku Keseharian Keluarga dan Ibu Hamil 3.4. Proses Persalinan di Desa Muroi Raya 3.4.1. Alat yang digunakan dalam Proses Persalinan

    104 105 105 107 108 109 109 110 113

    117

    117 117 126

    131 131 134 143 145 147 148

    149 150 151 152 154 158 162 164

  • x

    3.4.2. Tata Cara Persalinan oleh Bidan Kampung 3.4.3. Upaya Membatasi Kehamilan 3.5. Kondisi Setelah Persalinan Ibu Hamil 3.5.1. Tradisi yang Dilakukan Pasca Persalinan 3.5.2. Cara Perawatan Bayi 3.5.3. Tradisi Masyarakat terhadap Ari-Ari Bayi Baru Lahir 3.6. Kondisi Masa Nifas Ibu Setelah Melahirkan 3.6.1. Pantangan Makanan Pada Masa Nifas 3.6.2 Obat Tradisional Pada Masa Nifas 3.7. Kondisi Ibu Menyusui di Desa Muroi Raya 3.8. Kondisi Neonatus dan Bayi di Desa Muroi Raya 3.8.1. Cara Perawatan Neonatus 3.8.2. Cara Memandikan Bayi 3.8.3. Pola Asuh Bayi 3.8.4. Jimat yang Digunakan oleh Bayi 3.9. Kondisi Anak dan Balita di Desa Muroi Raya 3.9.1. Pengobatan Tradisional Pada Anak 3.9.2. Ritual Manyadingen/Saki Mandai Anak 3.9.3. Pola Asuh Anak di Desa Muroi Raya 3.9.4 Kondisi Malnutrisi Pada Anak

    BAB 4 BUDAYA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT MASYARAKAT DI DESA MUROI RAYA

    4.1. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan 4.2. Penimbangan Bayi dan Balita 4.3. Pemberian ASI Eksklusif 4.4. Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun 4.5. Pemakaian Jamban Sehat 4.6. Aktivitas Fisik Masyarakat Desa Muroi Raya 4.7. Konsumsi Buah dan Sayur 4.8. Kegiatan Merokok Masyarakat 4.9. Penggunaan Air Bersih

    165 169 170 170 172 174 174 174 175 177 178 178 179 181 181 184 184 186 191 194

    197

    197 200 201 201 202 203 204 206 207

  • xi

    4.10. Pemberantasan Jentik Nyamuk

    BAB 5 PENYAKIT YANG DOMINAN DIDERITA MASYARAKAT DI DESA MUROI RAYA

    5.1. Malaria dan Demam Berdarah 5.2. Diare 5.3. ISPA 5.4. Hipertensi

    BAB 6 TETESAN DANUM TAWAR DI DUSUN SERIBU AKAR

    6.1. Letak Desa dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan 6.2. Kepercayaan Masyarakat Mengenai Penyakit Akibat

    Pulih 6.2.1. Danum Tawar Sebagai Pengobatan Tradisional Etnik

    Dayak Ngaju di Muroi Raya 6.2.2. Pengobatan Tradisonal Melalui Media Danum Tawar 6.3. Khasiat Danum Tawar Menurut Masyarakat 6.4. Penyakit yang Disembuhkan Melalui Media Pengobatan

    Danum Tawar 6.5. Gambaran Perspektif Masyarakat Mengenai Kematian

    Ibu di Desa Muroi Raya 6.5.1. Gambaran Perspektif Tenaga Kesehatan Mengenai

    Kematian Ibu di Desa Muroi Raya 6.5.2. Gambaran Perspektif Perangkat Desa Mengenai

    Kematian Ibu di Desa Muroi Raya 6.6. Gambaran Perspektif dalam Ilmu Kesehatan Mengenai

    Kematian Ibu dan Balita di Desa Muroi Raya 6.6.1. Definisi Pre Eklamsia 6.6.2. Tanda-tanda Pre Eklamsia 6.6.3. Golongan Pre Eklampsia 6.6.4. Faktor Risiko Pre Eklampsia 6.6.5. Pencegahan Pre Eklampsia dan Eklampsia

    208

    209

    209 213 215 216

    219

    219 222

    227

    230 235 236

    238

    241

    247

    249

    250 251 253 254 254

  • xii

    BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

    7.1. Kesimpulan 7.2. Rekomendasi

    INDEKS GLOSARIUM DAFTAR PUSTAKA

    257

    257 258

    261 268 270

  • xiii

    DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Data Penduduk di Kapuas Tahun 2013

    65

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Puskesmas Danau Rawah Gambar 2.2. Jalan Darat Menuju Puskesmas Danau Rawah Gambar 2.3. Hasil Karet yang Disimpan di Bawah Kolong

    Rumah Gambar 2.4. Denah Kebun Karet Milik Rakyat di Dusun

    Pantar Kabali Gambar 2.5. Pahelat Gambar 2.6. Rumah Etnik Banjar Gambar 2.7. Manyadingen Anak Gambar 2.8. Tarian Manasai Gambar 2.9. Dangdutan Gambar 2.10. Pohon Karet Yang Diambil Getahnya Gambar 2.11. Mendulang Puya Gambar 2.12. Lanting Gambar 2.13. Sambang Gambar 3.1. Daun pohon nangka yang telah kering

    dibakar untuk mempercepat proses penyembuhan luka setelah sunat

    Gambar 3.2. Prosesi Tampung Tawar Pada Pernikahan Salah Seorang Remaja di Desa Muroi Raya

    Gambar 3.3 Lanting Tempat Penambang Emas dan Puya Gambar 3.4. Ramuan akar-akaran untuk mendapatkan

    kehamilan Gambar 3.5. Seorang Nenek yang Sedang Menganyam

    sebuah Lontong Gambar 3.6. Seorang Anak Menggunakan Lontong untuk

    Mengambil Air Minum di Sungai

    26 29 31

    57

    66 68 76

    106 107 109 111 113 114 120

    122

    124 128

    130

    130

  • xv

    Gambar 3.7. Ibu Hamil yang Melakukan Aktivitas Mandi di Sungai

    Gambar 3.8. Seorang Ibu Hamil sedang Mengambil Air di Sungai dengan Menggunakan Jerigen

    Gambar 3.9. Sayur Kelakai yang Dikonsumsi Ibu Hamil di Desa Muroi Raya

    Gambar 3.10. Tanaman Kelakai (Stenochlaena palustris Bedd)

    Gambar 3.11. Palis yang Dipasang Pada Kedua Ibu Jari Kaki Gambar 3.12. Kedua Ibu Jari Kaki Ibu Hamil Menggunakan

    Palis Gambar 3.13. Mangkok Putih Polos yang Digunakan untuk

    Ritual Gambar 3.14. Sebuah Balayung yang Digunakan untuk

    Ritual Gambar 3.15. Daun Pawah sebagai Tanaman Palusur Ibu

    Hamil Gambar 3.16. Daun Uru Hapit sebagai Tanaman Palusur

    Ibu Hamil Gambar 3.17. Seorang Ibu yang Sedang Mencuci Bahan

    Makananyang Akan Diolah Menjadi Sayur Gambar 3.18. Kondisi Sampah yang Dibuang Langsung di

    Bawah Kolong Rumah Tempat Tinggal Warga Gambar 3.19. Penggunaan Alat Memasak Di Desa Muroi

    Raya yang Sudah Menggunakan Kompor Sumbu Gambar 3.20. Akar Kayu yang digunakan Ibu Pasca

    Melahirkan Sebagai Obat Tradisional Gambar 3.21. Cara Memandikan Bayi di Desa Muroi Raya Gambar 3.22. Ibu Meletakkan Bayi di dalam Pangkuannya

    yang Telah Dilapisi Sebuah Kain Bahalai Gambar 3.23. Palis yang Digunakan oleh Seorang Bayi

    pada Lengan Kirinya

    133

    133

    138

    139

    142 142

    153

    154

    157

    157

    159

    160

    161

    176

    179 180

    182

  • xvi

    Gambar 3.24. Kulit Kayu Hanyer Bajai yang Digunakan Sebagai Palis (Jimat) untuk Bayi

    Gambar 3.25. Persyaratan dan Perlengkapan dalam Ritual Manyadingen

    Gambar 3.26. Seorang Ibu Menyiapkan Kain Bahalai Pada Acara Ritual Manyadingen

    Gambar 3.27. Tampung Tawar dalam Ritual Manyadingen Gambar 3.28. Seorang Ayah Sedang Memandikan Anak

    Perempuannya di Sungai Pantar Gambar 3.29. Kegiatan Bernyanyi dan Berjoged oleh Anak-

    anak di Desa Muroi Raya Gambar 4.1. Sayur Hasil Ladang Gambar 4.2. Ibu Sedang Menumbuk Daun Singkong Gambar 5.1. 10 Besar Penyakit di Puskesmas Danau

    Rawah Gambar 6.1. Salah Satu Contoh Buku KIA Pada Lembar

    Pencatatan Pemberian Imunisasi Milik Salah Seorang Ibu di Desa Muroi Raya

    Gambar 6.2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang TidakDimanfaatkan Lagi di Desa Muroi Raya (Dusun Pantar Kabali)

    Gambar 6.3. Masyarakat Desa Muroi Raya Meminta Danum Tawar dari Beberapa Ulama yang Dapat Melakukan Pengobatan Menawar

    183

    188

    189

    190 192

    194

    205 205 216

    220

    221

    231

  • 1

    BAB 1 P E N D A H U L U A N

    1.1. Latar Belakang Penelitian

    Setiap kelompok masyarakat tertentu mempunyai persepsi kesehatan (konsep sehat sakit) yang berbeda. Seseorang dikatakan sehatdalam komunitas tertentu jika dia sehat secara fisik, jiwa, dan rohaninya. Ada lagi komunitas yang mengatakan bahwa tidak cukup orang itu dikatakan sehat jika mementingkan diri sendiri tanpa mementingkan lingkungan masyarakat di sekitarnya. Hal ini sangat ditentukan oleh kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Menurut filosofi bahwa manusia itu harus menjaga hubungan dengan dunia bawah (tanaman, hewan, air, lingkungan fisik), dengan dunia tengah (dengan sesama manusia) dan dunia atas (hubungan manusia dengan roh dan Tuhan).

    Setiap orang yang terganggu kesehatannya akan mencari jalan untuk menyembuhkan diri dari gangguan kesehatan atau penyakit yang dideritanya. Upaya pencarian kesehatan ini bisa dilakukan sendiri maupun minta pertolongan ke orang lain. Usahatersebut merupakan upaya manusia mengatasi permasalahan kesehatan.

    Masyarakat memiliki budaya yang menyesuaikan lingkungan dimana dia tinggal, tradisi turun temurun, memiliki potensi yang besar mempengaruhi kesehatan baik dari sisi

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    2

    negatif maupun positif. Tradisi-tradisi yang negatif ini bisa menjadi permasalahankesehatan. Hal itu tidak terlepas dari faktor sosial budaya dan lingkungan dimana mereka berada. Faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan, dan pengetahuan tentang kesehatan menjadi penentu derajat kesehatan.

    Survei Demografidan Kesehatan Indonesia (SDKI) pernah melakukan penelitian antara tahun 2007 sampai 2010. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa angka Kematian Ibu (AKI) ada peningkata dari 228 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) mengalami penurunan dari 34 menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup. Dari data ini menunjukkan ada peningkatan pada Angka Kematian Ibu dan ada penurunan pada Angka Kematian Bayi. Sementara Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia tertinggi di ASEAN.

    Kementerian kesehatan mempunyai harapan berdasar kesepakatan global MDGs (Millenium Development Goals), diharapkan tahun 2015 AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup. Harapan pencapaian ini di Indonesia juga tidak bisa disamakan per kabupaten sebab beragamnya angka kepadatan penduduk di Indonesia dengan luas wilayah per kabupaten juga berbeda. Hal ini menjadikan hal yang spesifik di masing-masing daerah menjadi permasalahan tersendiri. Hal ini juga dikatakan oleh Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas bahwa Kapuas atau wilayah Kalimantan pada umumnya tidak bisa disamakan dengan Jawa yang jumlah penduduknya perkilometer perseginya sangat berbeda jauh kepadatannya.

    Masalah kesehatan terkait sosial budaya masyarakat menjadi permasalahan yang memerlukan suatu kajian lebih

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    3

    mendalam dan spesifik di setiap daerah dengan etnis tertentu. Masalah kesehatan yang spesifiklokal terkait dengan sosial budaya setempat perlu digali guna mengetahui permasalahan mendasar sehingga bisa dilakukan perbaikan atau diberdayakan bagi budaya yang berdampak positif bagi kesehatan. Berdasar budaya yang sudah terpantau tersebut, program kesehatan dapat dirancang untuk meningkatkan status kesehatan sesuai dengan permasalahan spesifik lokal. Dalam proses ini pendekatan budaya merupakan salah satu cara yang penting dan tidak bisa diabaikan.1

    Salah satu contoh bagaimana pembangunan di sektor kesehatan telah memarginalkan atau bahkan membunuh berbagai bentuk kreasi dan pengetahuan lokal adalah buku yang ditulis Gutomo Priyatmono yang berjudul Bermain dengan Kematian: Potret Kegagalan Pembangunan Kesehatan Monokultur di Negeri 1001 Penyakit. Pembangunan nasional yang seharusnya bersifat multikultur dalam praktek menjadi tereduksi ke dalam kebijakan yang bersifat monokultur yang berakibat membatasi ruang gerak masyarakat. Kongkretnya, menurut penulis buku ini, pembangunan kesehatan di bidang malaria telah membunuh pengetahuan lokal tentang kesehatan masyarakat dalam kaitannya dengan pengetahuan penyakit malaria itu sendiri. Pengetahuan masyarakat tentang penyakit dan pengobatan malaria yang secara kultur telah ada sebelum kebijakan pemerintah masuk menjadi termarginalkan dan justru mendatangkan kebingungan masyarakat yang bersangkutan.2 1 Protokol Riset Etnografi Kesehatan 2014 2 Heru Nugroho (Mewaspadai Pembangunan yang Menggusur Lokalitas) sebuah Pengantar dalam buku Bermain dengan Kematian: Potret Kegagalan Pembangunan Monokultur di Negeri 1001 Penyakit

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    4

    Budaya ini terkait dengan ide gagasan, pola perilaku, dan tindakan yang dilakukan seseorang dalam upaya pencarian untuk mewujudkan kesehatan dirinya. Tindakan dan perilaku keseharian dipengaruhi oleh pemahaman budaya yang tertanam dalam dirinya. Sehingga apa yang dipahaminya sangat subyektif, karena menurut orang tersebut itulah hal terbaik dari apa yang diketahuinya. Terlepas hal itu salah atau benar menurut orang di sekitarnya.

    Sehingga dalam pendekatan budaya ini ada istilah emik dan etik.Emik itu adalah pandangan menurut pelaku budaya sedangkan etik adalah penilaian orang luar terhadap pelaku budaya tersebut. Penulisan secara emik dan etik ini akan menghasilkan suatu tulisan yang utuh dalam istilah lain disebut holistik atau menyeluruh. Tulisan tentang suatu etnis tertentu itu disebut dengan etnografi.

    Dalam perkembangannya etnografi juga tidak lepas dari perdebatan para ahli yang saling mengkritik atas metodologi yang digunakan oleh mereka. Menurut Goodenough (1964 : 7-9) ada tiga masalah pokok. Pertama mengenai ketidaksamaan data etnografi yang disebabkan oleh perbedaan minat di kalangan ahli antropologi sendiri. Misalnya, karena begitu tertarik pada sistem kekerabatan maka dalam etnografinya hal-hal yang bersangkutan dengan sistem kekerabatan itulah yang diuraikan dengan sangat mendalam, sedangkan masalah yang berkaitan dengan agama, ekologi dan teknologi tidak begitu diperhatikan. Kedua, masalah sifat data itu sendiri, artinya seberapa jauh data yang tersedia benar-benar dapat dibandingkan, atau seberapa jauh data tersebut bisa dikatakan melukiskan gejala yang sama dari masyarakat yang berbeda, mengingat para ahli antropologi menggunakan metode yang berbeda dalam mendapatkan data tersebut, disamping tujuan mereka yang berlainan pula. Ketiga menyangkut soal klasifikasi. Agar data dapat dibandingkan

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    5

    biasanya diadakan pengklasifikasian terlebih dahulu, dan di sini diperlukan kriteria lagi yang rupanya antara ahli antropologi sendiri juga terdapat perbedaan. Sebagai contoh bisa kita ambil misalnya penggolongan suatu Etnik bangsa dalam kelompok dengan sistem patrilineal, double descent, atau matrilineal.

    Beberapa masalah diatas menimbulkan kesadaran di kalangan ahli antropologi akan kelemahan cara pelukisan kebudayaan yang selama ini ditempuh, dan ini mendorong mereka untuk mencari model yang lebih tepat. Salah satu model yang kemudian dipakai adalah linguistik (Goodenogh, 1964a; 1964b), yakni dari fonologi. Dalam cabang ilmu ini dikenal dua cara penulisan bunyi bahasa, yaitu secara fonemik dan fonetik. Fonemik menggunakan cara penulisan bunyi bahasa menurut cara yang digunakan oleh si pemakai bahasa sedang fonetik adalah sebaliknya, yakni memakai simbol bunyi bahasa yang ada pada si peneliti (ahli bahasa) atau alphabet fonetia. Cara pelukisan seperti itu dalam antropologi kemudian dikenal sebagai pelukisan etik dan emik (diambil dari fonetik dan fonemik). Mengingat penggunaan model tersebut menuntut peneliti berangkat dari dalam- yaitu dari sudut pandangan orang yang diteliti. (Ahimsa Putra, Jurnal Masyarakat Indonesia: 105-106). Sudut pandang orang yang diteliti ini disebut etnosains. Etnosains ini menjadi penting untuk memahami cara pandang masyarakat lokal terhadap kesehatannya. Pemerintah khususnya Dinas Kesehatan tentu akan lebih pas dalam melakukan kebijakannya jika memahami cara pandang masyarakat lokal ini.

    1.2. Status Kesehatan Kabupaten Kapuas

    Kabupaten Kapuas merupakan kabupaten yang dilewati Sungai Kapuas yang membujur dari Utara ke Selatan. Sungai Kapuas ini menurut cerita penduduk awalnya merupakan jalur utama transportasi air. Sehingga bangunan utama dan kantor

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    6

    pemerintahan yang dibangun jaman dahulu mendekati tepi sungai dan dibangun rumah panggung untuk menyesuaikan pasang surut air sungai. Pada perkembangan selanjutnya dibangun jalan darat yang sekarang menjadi jalur transportasi utama di Kapuas. Pertambahan jalur transportasi darat membuat dampak pada perkembangan pemukiman yang sebelumnya mendekati wilayah jalur sungai sekarang menjadi bertambah dan mendekati perkembangan jalur darat. Hal ini tampak pada pembangunan jalan darat dari Palangkaraya ke Kabupaten Kapuas yang di beberapa titik untuk mengatasi rawa, pemerintah membuat jalan yang mengambang di atas rawa. Perkembangan kabupatenKapuas mengalami pemekaran dan perkembangan kepadatan penduduknya tidak merata. Pada tahun 2002 terjadi pemekaran wilayah kabupaten yang dibagi menjadi 3 kabupaten: Kabupaten Kapuas, Pulang Pisau dan Gunung Mas. Kepadatan penduduk tetap mendekati pusat kota dan kabupaten Kapuas yang menempati wilayah yang lebih padat dari daerah lain. Dalam buku Kapuas dalam Angka (2013) disebutkan jumlah penduduk Kabupaten Kapuas tahun 2012 adalah 339.262 orang dengan kepadatan penduduk paling jarang ada di Kecamatan Mandau Talawang yaitu rata-rata 4,16 orang per kilometer persegi dan yang paling padat ada di Kecamatan Selat yakni 523.91 orang per kilometer persegi. Rata-rata kepadatan penduduk di Kapupaten Kapuas ini antara jumlah penduduk dibandingkan dengan luas wilayahnya adalah 22,62 per kilometer persegi.

    Kabupaten Kapuas merupakan salah satu dari 14 Kabupaten atau Kota yang ada di wilayah Propinsi Kalimantan Tengah. Luas wilayah Kabupaten Kapuas adalah 14.999 Km2 atau 14.999.000 Ha (9,77 persen dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Tengah) yang terbagi dalam dua kawasan besar yaitu kawasan

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    7

    pasang surut (umumnya di bagian Selatan) yang merupakan daerah potensi pertanian tanaman pangan dan daerah non pasang surut (umumnya di bagian Utara) yang merupakan potensi lahan perkebunan karet rakyat dan perkebunan besar swasta. Di bagian Utara beberapa wilayah hutan mulai dibuka untuk perkebunan sawit.

    Bagian Utara merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100-500 meter dari permukaan air laut dan mempunyai tingkat kemiringan antara 8-15 derajat dan merupakan daerah pegunungan atau perbukitan dengan kemiringan kurang lebih 15-25 derajat.Bagian Selatan terdiri dari pantai dan rawa-rawa dengan ketinggian antara 0-5 meter dari permukaan laut dan mempunyai elevasi 0-8% serta dipengaruhi oleh pasang surut dan merupakan daerah yang mempunyai potensi banjir yang besar (air laut pasang atau naik).3

    Pada akhir tahun 2012 terjadi pemekaran di tingkat desa dan kelurahan di Kabupaten Kapuas sehingga Kabupaten Kapuas membawahi 17 Kecamatan, 231 Desa atau kelurahan yang terdiri dari 214 desa dan 17 kelurahan. Bila dilihat dari jumlah desa atau kelurahan berdasarkan kategori desa atau kelurahan, jumlah desa swadaya sebanyak 33 desa atau kelurahan, desa swakarya sebanyak 62 desa atau kelurahan dan desa swasembada sebanyak 58 desa atau kelurahan. Dari jumlah 204 desa atau kelurahan, yang masih berstatus sebagai desa tertinggal sebanyak 29 desa atau kelurahan atau 14,21%.

    Pemekaran atau pemecahan desa ini tidak juga berjalan dengan baik sesuai konsep yang direncanakan. Hubungan dalam masyarakat di desa yang tidak mudah begitu saja dipisah berdasarkan luas wilayah teritorial. Seperti cerita di Dusun 3 Kapuas Dalam Angka 2013

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    8

    Karahau yang secara administratif, pemerintah menginginkan Dusun Karahau masuk wilayah Desa Baru Sei Gita (Sungai Gita) namun warga sendiri menginginkan mereka tetap bergabung ke wilayah Muroi Raya karena merasa jasa mereka atau kapital mereka disumbangkan ke Pantar Kabali dan mereka merasa punya hak akses atas bangunan yang mereka kerjakan bersama seperti Posyandu.

    Berdasarkan data tahun 2012 seluruh desa dan kelurahan aparat atau perangkat desa dan kelurahan sudah terisi semuanya, yaitu jumlah kepala desa sebanyak 153 orang, sekretaris desa sebanyak 118 orang, staf desa sebanyak 764, sedangkan jumlah lurah sebanyak 14 orang dan sekretaris kelurahan sebanyak 13 orang dan staf kelurahan sebanyak 56 orang. Ada 3 kelurahan dan 61 desa pemekaran di akhir tahun2012 belum beroperasional dikarenakan perangkat desa atau kelurahan belum ada baik perangkat aparatur maupun sarana dan prasarana kelurahan atau desa.

    Dalam Profil Kesehatan Kabupaten Kapuas 2012 disebutkan bahwa Dinas Kesehatan mempunyai visi dalam Menuju Kapuas Sehat Tahun 2013 di sini disebutkan bahwa derajat kesehatan di wilayah Kabupaten Kapuas adalah suatu kondisi yang merupakan gambaran masyarakatKabupaten Kapuas di masa depan, yakni masyarakat yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, terlindung dari kemungkinan buruk akibat penyakit menular, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optima.4

    4 Profil Kesehatan Kabupaten Kapuas 2013 Hal. 12

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    9

    Untuk mewujudkan visi itu perlu kerja keras yang sudah dirumuskan dalam misi dan sasaran strategis yang sudah dirancang agar tujuan tersebut tercapai. Disamping itu masih adanya beberapa desa yang tertinggal dan jauh dari jangkauanpelayanan kesehatan membuat mimpi untuk mewujudkan derajat kesehatan yang bermutu secara adil dan merata menjadi terhambat. Hal ini kiranya yang menjadi prioritas sasaran untuk mewujudkan Kapuas Sehat tersebut.Visi ini dirasa masih jauh dari capaian karena pada kenyataannya Kabupaten Kapuas berdasarkan IPKM tahun 2007 yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan menempati urutan 382. Data IPKM ini juga yang dijadikan acuan mengapa Kapuas dipilih sebagai lokasi penelitian. Data IPKM 2007 menunjukkan bahwa persalinan oleh tenaga kesehatan 48,75%, kunjungan neonatus pertama 50,0%, imunisasi 14,50% dan penimbangan balita 12,22%.

    Melihat kondisi geografis yang berawa khususnya di bagian Selatan namun tidak terhindarkan di bagian Utara juga merupakan jalur sungai dan anak sungai yang membuat genangan air di permukaan tanah tinggi khususnya di musim penghujan membuat Kapuas ini termasuk rentan terhadap banjir.

    Setelah melihat data bahwa penyakit, hampir tersebar di seluruh desa di Kabupaten Kapuas adalah Malaria. Ada 66 desa di Kapuas yang menjadi daerah endemis malaria berkategori merah atau tinggi. Data Kematian Maternal dan Neonatal Kabupaten Kapuastahun 2013 dari 25 Puskesmas yang ada di Kabupaten Kapuas ada beberapa Puskesmas cakupan desanya dihuni penduduk yang mayoritas adalah Etnis Dayak Ngaju diantaranya Mandomai, Mantangai, Danau Rawah, Lamunti Timpah, Pujon, Sei Hanyo, Jangkang dan Sei Pinang.Dari data tersebut ada 2 Puskesmas yang mencatat ada kasus kematian Ibu yaitu Puskesmas Danau Rawah dan Lamunti.Berdasarkan fokus group

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    10

    diskusi dengan Kabid Bina Pengendalian Masalah lingkungan, beberapa staf dan bidan Puskesmas Danau Rawah maka kami memutuskan bahwa Desa Muroi Raya sebagai lokasi penelitian Riset Etnografi Kesehatan.

    Pada survei awal ketika peneliti mengurus ijin penelitian di lokasi penelitian, Muroi Raya menurut keterangan Sekretaris Desa terdiri dari 4 dusun yaitu: Pantar Kabali, Karahau, Tanjung Jaya dan Bukit Keramat. Ada informasi tentang penyembuhan tradisional masyarakat banyak yang menyebut untuk pengusiran roh yang merasuki seseorang beberapa masih menggunakan ritual Badewa. Yang bisa melakukan ritual Badewa ini hanya satu dan tinggal di Dusun Karahau yang menurut pandangan Sekertaris desa masuk wilayah Desa Sungai Gita.

    Penduduk di Dusun Karahau menginginkan bahwa Dusun Karahau ini tetap masuk wilayah Muroi Raya dan mereka tidak mau dimasukkan ke bagian Desa Sungai Gita karena dulunya mereka memang menjadi bagian dari Desa Muroi Raya termasuk Dusun Sungai Gita dulu juga masuk bagian dari Muroi Raya, namun sejak pemekaran desa tahun 2012, Sungai Gita masuk menjadi Desa tersendiri dan Karahau secara administratif kewilayahan dimasukkan dalam wilayah Desa Sungai Gita. Oleh karena itu dalam penelitian ini secara emik, Dusun Karahau kami masukkan dalam wilayah Desa Muroi Raya karena permasalahan tersebut.

    Selain permasalahanstatus Dusun Karahau, menurut staf Dinas Kesehatan dan Puskesmas Danau Rawah tercatat ada satu kasus kematian ibu dan bayi selama tahun 2013. Namun ketika berkunjung ke dusun, berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan beberapa warga yang menjadi informan di lokasi penelitian, peneliti mendapat informasi bahwa pada tahun 2013 di Desa Muroi Raya terdapat sebanyak 11 orang untuk kasus kematian ibu dan anak, tetapi data yang peneliti peroleh di Dinas

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    11

    Kesehatan Kabupaten hanya terdapat 1 kasus saja untuk kematian ibu dan anak. Berdasarkan hasil telusuran peneliti di lokasi penelitian, lokasi yang menjadi tempat kasus kematian ibu dan anak tersebut meliputi Dusun Pantar Kabali sebanyak 7 orang yang meninggal (4 orang ibu dan 3 orang anak), Dusun Tanjung Jaya 1 orang anak dan di Dusun Karahau 3 orang (1 orang ibu dan 2 orang bayi). Keterangan dari beberapa informan penyebab kematian ibu dan anak tersebut disebabkan oleh adanya kasus keguguran, usia ibu yang terlalu muda, serta pengetahuan ibu hamil yang kurang mengenai kehamilan, serta penyakit DBD. Banyaknya kasus kematian tersebut disebabkan karena pada saat ibu tersebut sedang hamil, mereka mengalami keluhan pusing, sakit kepala, flu, batuk, dan sebagainya. Sehingga tanpa pikir panjang ibu tersebut langsung membeli obat di warung dan meminum obat tersebut secara bersamaan.

    Selama ini di Dusun Pantar Kabali ada Posyandu yang beberapa waktu lalu ada Tenaga Kerja Sukarela (TKS) yang membantu di sini. Namun ketika peneliti berkunjung ke Dusun Pantar Kabali sudah beberapa minggu tenaga TKS tersebut tidak berada di Posyandu karena anaknya sakit. Masyarakat hanya bilang petugas TKS tersebut turun. Selain itu jarak yang jauh ke Puskesmas sekitar 37 km dari dusun dan sarana jalan yang buruk membuat warga tidak mau ke Puskesmas dan lebih memilih berobat ke Penyembuh Tradisional seperti Pengobat Danum Tawar, Sangiang, atau Bidan Kampung. Ketika jarak yang jauh dari Puskesmas dan masyarakat tidak mendekati Puskesmas maka Puskesmas yang proaktif mendekati masyarakat dengan mengirim tenaga Puskesmas Keliling (Pusling) setiap 2 Minggu sekali ke Muroi Raya. Di saat TKS dan tenaga Pusling tidak ada di tempat maka ketika warga mengalami sakit mereka akan menggunakan obat warung.

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    12

    Kunjungan ke Puskesmas dan bertemu dengan Dokter Puskesmas kemudian dokter bercerita bahwa masyarakat di Danau Rawah maupun Muroi Raya jarang yang merebus air sungai untuk diminum, sehingga kasus diare termasuk tinggi di Puskesmas Danau Rawah. Alasan masyarakat kalau diminum airnya tidak enak dan kurang segar. Sudah seringkali diingatkan, namun sampai sekarang masih saja masyarakat meminum air mentah.

    Peneliti sebulan tinggal di Dusun Pantar Kabali dan hidup berbaur dengan masyarakat, peneliti sering mendengar cerita ada yang memelihara pulih(semacam racun yang berwujud minyak)di desa ini. Beberapa informan cerita bahwa orang yang memelihara pulih itu untuk kesugihan, namun menurut cerita warga mereka yang terkena memakan minyak pulih itu bisa muntah darah dan jika tidak mendapat pertolongan yang tepat bisa meninggal dunia. Beberapa informan cerita bahwa pulih itu bisa ditanggulangi dengan danum tawar.

    1.3. Permasalahan Penelitian

    1) Bagaimana mengidentifikasi secara mendalam unsur-unsur budaya yang mempengaruhi kesehatan di masyarakat?

    2) Bagaimana gambaran secara holistik aspek sejarah, geografi dan sosial budaya terkait kesehatan Ibu dan Anak, penyakit menular, penyakit tidak menular dan perilaku hidup bersih dan sehat pada Etnis Dayak Ngaju di Kabupaten Kapuas?

    3) Bagaimana pola kehidupan Etnis Dayak Ngaju di Desa Muroi Raya yang memungkinkan adanya celah untuk meningkatkan taraf kesehatan yang lebih baik dan upaya mengurangi adanya risiko kematian ibu dan anak?

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    13

    1.4.Tujuan Penelitian

    1.4.1.Tujuan Umum

    Mendapatkan gambaran secara menyeluruh aspek potensi budaya masyarakat terkait Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Penyakit Tidak Menular (PTM), Penyakit Menular (PM) dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Desa Muroi Raya.

    1.4.2.Tujuan Khusus

    1. Mengidentifikasi secara mendalam unsur-unsur budaya yang mempengaruhi kesehatan di masyarakat.

    2. Mendapat gambaran secara holistik aspek sejarah, geografi dan sosial budaya terkait kesehatan Ibu dan Anak, penyakit menular, penyakit tidak menular dan perilaku hidup bersih dan sehat pada Etnis Dayak Ngaju di Kabupaten Kapuas.

    3. Memahami polakehidupan Etnis Dayak Ngaju di Desa Muroi Raya yang memungkinkan adanya celah untuk meningkatkan taraf kesehatan yang lebih baik dan upaya mengurangi adanya risiko kematian ibu dan anak.

    1.5. Metode Penelitian

    1.5.1. Penentuan Lokasi Penelitian

    Berdasarkan diskusiyang dilakukan peneliti dengan Bidang Pelayanan Kesehatan dan Bidang Bina Pengendalian Masalah Kesehatan di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas. Pada diskusi ini yang menjadi tujuan lokasi penelitian adalah desa dengan mayoritas penduduknya adalah Etnis Dayak Ngaju. Kemudian desa tersebut mempunyai permasalahan yang berat khususnya menyangkut Kesehatan Ibu dan Anak, Penyakit Menular, Penyakit Tidak Menular, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    14

    Peneliti datang untuk yang kedua kalinya di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas untuk menjelaskan maksud dan menyampaikan surat ijin penelitian yang akan dilaksanakan selama dua bulan mulai tanggal 5 Mei 2014. Hasil penjajagan awal waktu mengurus ijin daerah yang sudah masuk sampai Muroi Raya. Temuan kami di sana juga menemukan bahwa ketika kami mengikuti petugas Puskesmas Keliling dari Puskesmas Danau Rawah melakukan pemeriksaan, ada satu pasien positif penderita Malaria dan daerah itu merupakan daerah merah Malaria. Ada kasus ibu meninggal dan bayi meninggal. Mayoritas etnisnya adalah Dayak Ngaju.

    Karena harus berdasarkan data maka Kepala Bidangmemanggil stafnya yakni Bagian Yankes Kesehatan Dasar salah satunya menangani Kesehatan Ibu dan Anak. Dari data di daerah Muroi Raya pernah terjadi kasus demam berdarah dan pernah dilakukan penyemprotan.

    Menurut Bagian Yankes, kantung daerah Filariasis atau kaki gajah ada di derah Mandomai. Mandomai sendiri juga kantung Etnik Dayak Ngaju yang beragama muslim namun masih juga percaya dengan tradisi yang dahulu. Penganut Kaharingan hanya sebagian kecil. Kalau masalah KIA yang masih menjadi masalah di sini adalah persalinan itu karena banyak yang melahirkan di rumah. Kemudian staf yankes menambahkan bahwa daerah Danau Rawah itu memang pelayanan kesehatan masih kurang sehingga ada kemungkinan banyak ibu hamil yang tidak terpantau pelayanannya oleh Puskesmas dan juga jarak yang jauh dari akses kesehatan.

    Dengan pertimbangan dan masukan dari Dinas serta masukan dari Koordinator Wilayah, bahwa Mandomai adalah wilayah yang sangat dekat dengan kota dan akses jalan yang lebih baik dibandingkan Muroi Raya ada kemungkinan tingkat

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    15

    kesehatan masyarakat lebih baik daripada Muroi Raya yang teritorialnya jauh dari akses jalan darat dan hanya bisa ditempuh melalui jalan sungai maka tim peneliti akhirnya memutuskan untuk memilih lokasi penelitian di Desa Muroi Raya.

    1.5.2. Cara Pengumpulan Data

    Pengumpulan data untuk penelitian ini lebih banyak dengan metode wawancara mendalam dengan informan kemudian observasi partisipasi. Peneliti tinggal selama kurang lebih 2 bulan di Desa Lokasi Penelitian dan mengikuti kegiatan masyarakatsetiap hari sambil mengamati dan wawancara. Pada waktu tertentu peneliti mengikuti informan seperti bekerja di lanting atau ladang dan aktivitas mereka setiap hari seperti mandi di sungai serta menghadiri upacaraadat yang ada di dusun tempat informan berada. Buku Kapuas dalam Angka, Profil Kesehatan, dan data lain seperti Angka Kematian Maternal dan Neonatal, Data Daerah Endemis Malaria juga data tentang 10 penyakit terbesar di Puskesmas kami gunakan untuk menentukan lokasi penelitian dan informan yang perlu di wawancarai dan gambaran menyeluruh tentang tingkat kesehatan di masyarakat tersebut. Selain penelusuran data sekunder dan dokumen, kami juga melakukan tinjauan pustaka khususnya menyangkut data sejarah dan kejadian sebelumnya melalui buku di perpustakaan maupun buku yang kami dapatkan di lokasi penelitian serta mencari informasi di internet tentang topik yang kami butuhkan. 1.5.3. Cara Analisis Data

    Riset Khusus Budaya Kesehatan ini menggunakan metode penelitiannya James Spradley maka untuk analisis datanya peneliti menggunakan analisis data cara Spradley.Dalam

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    16

    penulisan alur penelitian maju bertahap ada beberapa langkah analis yang disarankan oleh Spradley sebelum sampai ke penulisan etnografi.5 Analisis etnografis merupakan penyelidikan berbagai bagian itu sebagaimana yang dikonseptualisasikan oleh informan. Sering kali di luar kesadaran mereka, etnografer harus mempunyai cara untuk menemukan pengetahuan yang masih terpendam ini.

    Untuk mengalisis tentang masalah kesehatan menggunakan modifikasi teorinya H.L. Blum (1974) dan Koentjaraningrat (1979). Derajat Kesehatan Masyarakat tidak saja ditentukan oleh adanya atau baiknya Pelayanan Kesehatan saja tapi juga faktor lingkungan dan budaya masyarakat sangat mempengaruhi termasuk teknologi dan 6 unsur budaya (mata pencaharian, religi, bahasa, pengetahuan, organisasi sosial dan kesenian).

  • 17

    BAB 2 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

    PANTAR KABALI DAN TAPIAN KARAHAU: JENDELA POTRET ETNIK DAYAK NGAJU DI

    MUROI RAYA

    2.1. Sejarah Kalimantan yang Berdampak di Kehidupan Keseharian Warga Muroi Raya

    Kalimantan atau Borneo merupakan simpang empat bagi kebudayaan di jaman prasejarah dan jaman sejarah awal. Di jaman Neolit, pendatang dari Cina membawa barang kesenian dan teknologi Dinasti Chou dan kebudayaan Cina Vietnam Dongson yang telah mempengaruhi seluruh bagian Barat Indonesia. Di beberapa rumah masih tampak peninggalan guci tua dan keramik yang dikoleksi dari jaman ini. Salah satu informan bercerita bahwa dia menunjukkan sebuah keramik cina yang digunakan untuk menyimpan minyak kuyang. Minyak ini jika dioleskan pada lembaran uang dan jika uang itu digunakan untuk membelanjakan barang selang beberapa minggu uang itu bisa kembali di samping keramik kecil buatan cina tersebut. Hanya keramik cina ini yang bisa digunakan untuk menyimpan minyak kuyang, keramik yang lain kuyangnya tidak mau tinggal di situ menurut cerita salah seorang informan.

    Inskripsi Sansekerta dari sekitar tahun 400 M membuktikan pengaruh Hindu di Kalimantan Timur. Besar

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    18

    kemungkinan daerah ini dahulu menjadi pusat perdagangan pada jalur yang banyak dilalui antara Cina, Filipina, dan kerajaan Majapahit di Jawa. Banyak barang perunggu dan porselen gaya Dinasti Chou diketemukan di Kalimantan, dan di daerah pedalaman gong perunggu gaya Cina menjadi alat pembayaran, terutama untuk mahar pada perkawinan.

    Di Kalimantan terdapat tiga kelompok etnik utama kelompok keturunan Melayu di pesisir, ialah kelompok pendatang baru yang beragama Islam dan tinggal di kota-kota dan tempat-tempat kecil di muara sungai; kelompok etnik Cina, yang menguasai perdagangan di Kalimantan sejak berabad-abad; dan Etnik Dayak, penduduk asli Kalimantan. Kata Dayak dipakai untuk menyebut lebih dari dua ratus Etnik sakat di pedalaman. Semula mereka tinggal di pantai, tetapi kemudian terdesak semakin jauh ke pedalaman oleh pendatang Melayu. Mereka tinggal di tepi sungai dan dataran tinggi, jauh di dalam rimba dan hidup dengan cara yang tak jauh berbeda dari nenek moyang mereka di Jaman Neolit.5

    Beberapa waktu yang lalu pengayauan merupakan kegiatan penting diantara beberapa Etnik Dayak. Kepala orang diperlukan agar desa tetap jaya dan untuk keperluan upacara, misalnya pada pembuatan lamin6 baru. Juga diperlukan untuk menghalau wabah penyakit dan kelaparan serta mengusir roh jahat. Ancaman serangan pengayauan secara terus menerus dari desa tetangga telah merubah rumah panjang menjadi benteng pertahanan yang dipersenjatai dengan kuat. Di beberapa tempat, serambi dibuat dari potongan bambu yang tidak diikat erat, 5 Ian Charles Stewart dan Judith Shaw, 1987:111 Indonesia Manusia dan Masyarakatnya 6 Rumah Adat Dayak

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    19

    sehingga berbunyi jika diinjak dan memberi isyarat, bila ada pengayau hendak menyerang di malam hari7.

    Pengayauan ini bagi komunitas Dayak waktu itu dianggap hal biasa karena perebutan sumber daya alam dan untuk eksistensi masing-masing Etnik atas penguasaan suatu sumber daya yang mereka klaim milik mereka. Perebutan dan persaingan antar Etnik inilah yang membuat mengayau menjadi bukti mereka telah menaklukkan musuh. Hal ini bagi orang luar terlihat tidak manusiawi dan upaya untuk menghentikan kebiasaan mengayaupun dilakukan. Salah satu pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan komunitas Dayak semasa pemerintahan kolonial Belanda berlangsung adalah ketika pada tahun 1874 Damang Batu (Kepala Adat Etnik Kahayan) mengumpulkan subEtnik Dayak untuk mengadakan Musyawarah Damai Tumbang Anoi. Dalam musyawarah yang konon berlangsung berbulan-bulan lamanya itu, masyarakat Dayak mencapai kesepakatan untuk menghindari tradisi mengayau.8 Tradisi memburu kepala untuk kepentingan upacara tiwah ini dianggap telah menimbulkan perselisihan di antara Etnik Dayak yang tak kunjung henti. Akhirnya, dalam Musyawarah Damai Tumbang Anoi segala perselisihan dikubur dan pelakunya didenda sesuai dengan hukum adat Dayak.

    Kalimantan waktu itu masih dikuasai penguasa kolonial. Penguasa kolonial yang memandang adat Dayak tidak beradab mencoba menumpangi Musyawarah Damai Tumbang Anoi

    7 Charles Stewart, 1987:112 8 Pada masa itu mengayau adalah tradisi memburu kepala orang yang dianggap musuh untuk keperluan tiwah. Tiwah adalah upacara sakral terbesar Etnik Dayak Ngaju untuk mengantarkan jiwa atau roh manusia yang telah meninggal dunia menuju langit ke tujuh. (Riwut, 2003:203).

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    20

    dengan mengajukan tuntutan agar perdamaian yang sudah disepakati bersama itu terjamin. Tak hanya itu, Belanda juga menghendaki agar sistem rumah betang yang menampung banyak orang tersebut dianggap tidak sehat sehingga digantikan dengan rumah tunggal dikitari halaman dan kebun. Dengan semakin lunturnya sistem rumah betang, maka perlahan-lahan sistem adat Dayak pun terkikis9.

    Membicarakan sejarah Kalimantan Tengah tidak bisa melupakan peran pahlawan pejuang Indonesia yang bernama Tjilik Riwut. Seorang pejuang pada jamannya yang berasal dari Etnis Dayak Ngaju10. Dengan konteks kehidupan masyarakat Dayak pada masa itu, Tjilik Riwut menyadari betul betapa orang Dayak terpuruk oleh berbagai tekanan penguasa kolonial. Kondisi itu membuat Tjilik Riwut sebagai putra Dayak lahir menjadi sosok yang selalu gelisah, terutama gelisah akan nasib Etniknya. Oleh karena itu, ia berjuang untuk perbaikan kehidupan Etniknya.

    Perjalanan panjang ditempuh Tjilik Riwut mulai dari melanjutkan sekolah di Jawa sampai akhirnya bergabung dengan pasukan MN 1001 untuk mengusir penjajah Belanda dan perjuangan itu membuahkan hasil. Selain itu peran dan perjuangan Tjilik Riwut juga besar dalam mendirikan Propinsi Kalimantan Tengah dan akhirnya menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Tengah yang pertama yang memimpin dan mendirikan serta membangun hutan menjadi Kota Palangkaraya

    9 Usop, 1993 dalam buku Pergulatan Identitas Dayak dan Indonesia Belajar dari Tjilik Riwut yang ditulis oleh P.M. Laksono, dkk. 10Ngaju adalah lawan dari Ngawa (ke hilir) sehingga Ngaju artinya hulu.

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    21

    (1959-1967). Diplomasi dan kepemimpinan Tjilik Riwut membuahkan hasil dengan diterbitkannya UU Darurat No.10 tahun 1957 tertanggal 23 Mei Udang Undang tentang pembentukan Daerah Swatantra Provinsi Kalimantan Tengah dan Bapak RTA Milono ditunjuk sebagai Pejabat Gubernur oleh Menteri Dalam Negeri.

    Setelah Kalimantan Tengah terbentuk, Tjilik Riwut menjabat sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Kalimantan Tengah yang pertama (1957-1967). Ibukotanya di Palangkaraya (dulunya adalah Desa Pahandut). Nama Pahandut menurut salah seorang informan adalah nama seorang ayah. Nama anaknya Handut, Orang Dayak kalau menyebut nama seorang bapak biasanya mengambil nama anak pertama karena anak pertamanya namanya Handut makanya dia dipanggil Pak Handut. Karena yang menempati desa ini pertama kali adalah Pak Handut maka diberi nama Desa Pahandut.

    Tjilik Riwut di Mata Warga Muroi Raya mempunyai kesan tersendiri. Menurut Bapak Rina salah seorang warga di Muroi Raya bercerita bahwa menurut mereka Tjilik Riwut itu tidak meninggal tetapi muksa.11 Mereka percaya jika dalam keadaan tertentu jika dimintai tolong Tjilik Riwut ini masih bisa membantu warga Dayak yang mengalami kesulitan. Kegemaran Tjilik Riwut di masa mudanya yang senang balampah, sering menjadi tauladan bagi beberapa warga untuk mengikuti langkahnya. Salah satu contohnya adalah informan di Karahau yang berinisial At. Dia cerita ada satu lokasi di hulu sana di sebuah bukit yang merupakan tempat pertemuan tiga anak sungai yang menjadi tempat dimana dulunya Tjilik Riwut sering bertapa atau 11 Muksa adalah orang yang sempurna hidupnya sehingga menurut diangkat ke surga oleh Tuhan. Sehingga di bumi tidak akan ditemui kerangkanya.

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    22

    balampah di sana. Tempat ini sangat angker banyak hantunya jika orang bertapa di tempat ini harus mengajak teman. Pernah At mencari buluh perindu12 di situ ketika dia mengambil ada temannya yang menarik pakai tali sehingga dia selamat. Sebab ketika mengambil buluh perindu itu rasanya seperti tinggal disurga, tempat yang damai dan tak mau pergi kemanapun sehingga banyak orang meninggal kelaparan di sana. Banyak tengkorak manusia di tempat itu. Jika dulu Tjilik Riwut sendirian bisa lepas dari tempat itu berarti dia bukan orang sembarangan.

    Tjilik riwut juga dianggap berhasil membangun Kota Palangkaraya dan membangun jalan utama sehingga jalan itu sekarang dinamai Jalan Tjilik Riwut, jalan tersebut menghubungkan Sampit dan Palangkaraya. Karena di bagian Selatan Kalimantan Tengah merupakan daerah rawa sehingga jalan yang dibangun di atas rawa merupakan jalan layang yang menyerupai jembatan yang sangat panjang.

    2.1.1. Kabupaten Kapuas dan Budaya Sungai

    Kabupaten Kapuas memiliki 17 kecamatan. Untuk Unit Pelayanan Kesehatan Kabupaten Kapuas memiliki: 1 buah Rumah Sakit Umum, 6 Klinik Bersalin Swasta, 21 Balai Pengobatan Swasta, 25 Puskesmas Pemerintah, 123 Puskesmas Pembantu, 68 Pondok Bersalin Desa, 50 Pos Kesehatan Desa. Karena Kapuas juga menjadi lokasi tujuan Program Transmigrasi maka ada Unit Kesehatan di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT). Di beberapa UPT yang ada unit kesehatannya antara lain : UPT Lamunti, Dadahup, Palingkau, Palangkau, Talekung Punai, Mantangai. Di 12 Buluh perindu itu semacam rumput yang ukuran sebesar benang dan jika dimasukkan air bisa bergerak sendiri. Bagi pemiliknya dipercaya untuk keberuntungan ketika mencari emas dan menakhlukkan lawan jenis.

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    23

    UPT ini ada Puskesmas Pembantu, Puskesmas, Polindes, Dokter Umum dan Dokter Gigi, dan Tenaga Paramedis. Di Kecamatan Mantangai ada 1 Unit Puskesmas yaitu Puskesmas Danau Rawah, ada 4 Dokter Umum, 1 Dokter Gigi, 36 Perawat, dan 27 Bidan.13 Puskesmas Danau Rawah yang dibangun mendekati sungai merupakan konsep Puskesmas yang melayani masyarakat yang waktu itu memang mayoritas menggunakan transportasi sungai, jika pada akhirnya ada jalan darat yang bisa dilewati walaupun dengan jalan berat dan berpasir itu merupakan perkembangan lain. Konsep Puskesmas Danau Rawah dibangun memang untuk melayani masyarakat yang dekat dengan jalur sungai.

    Di Kabupaten Kapuas mengalir satu sungai besar yang mengalir dari hulu sampai ke hilir dan bermuara ke Laut Jawa. Sungai Kapuas ini masih memiliki beberapa anak sungai salah satunya adalah Sungai Muroi. Karena jalur utama transportasi adalah sungai maka pada awalnya segala sarana penting seperti Puskesmas dibangun di mendekati sungai supaya mudah bagi masyarakat untuk mengaksesnya dan mendatangi lokasi tersebut jika sakit. Namun pada perkembangan selanjutnya transportasi darat mulai dibangun dengan menutup areal rawa dengan timbunan tanah dan pasir baru kemudian dibangun jalan dan bangunan di atasnya. Jika lokasi tersebut sulit untuk ditimbun tanah dan pasir maka dibuatlah jalan yang mengapung seperti jalan layang di atas rawa seperti jalan lingkar yang menghubungkan antara Kapuas dan Palangkaraya di beberapa titik dibuat jalan layang di atas rawa-rawa.

    13 Kapuas Dalam Angka 2013

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    24

    Sungai Muroi merupakan anak Sungai Kapuas, menurut cerita salah seorang warga Dusun Pantar Kabali, di hulu sungai Muroi ini ada percabangan yang mengalir ke kiri adalah dihuni oleh orang-orang Kahayan dan yang mengalir ke kanan dihuni oleh orang-orang Dayak Kapuas. Menurut cerita warga yang lain bahasa Orang Kahayan lebih sulit dibandingkan Orang Kapuas. Orang Kahayan bisa berbahasa Kapuas namun orang Kapuas jarang yang bisa berbahasa seperti Orang Kahayan.

    Sungai Muroi merupakan anak Sungai Kapuas, meskipun begitu kapal atau perahu yang melintas di sungai ini ada beberapa jenis. Masyarakat menyebut kapal besar yang biasa untuk mengangkut minyak dan barang dagangan merupakan kapal barang. Kapal ini cukup besar dan bisa menampung banyak barang, kapal lain yang digunakan untuk mengangkut penumpang ada beberapa jenis. Kapal yang berukuran sedang dan bisa menampung 25 penumpang oleh warga masyarakat disebut taksi air. Di pelabuhan teluk batu ada beberapa taksi air yang berlabuh di situ. Mereka melayani jalur dari Pelabuhan Teluk Batu menuju ke daerah hulu seperti dusun di atas mulai dari Sungai Gita sampai Tanjung Jaya.

    Jenis perahu yang digunakan juga berbeda-beda ada jenis ketinting yaitu perahu kecil dengan ukuran yang lebih pendek namun bisa menempuh perjalanan air di permukaan sungai yang surut karena baling-baling mesin kapal bisa diatur naik dan turun. Jenis yang lain adalah perahu cess, masyarakat menggolongkan perahu cess adalah perahu yang memiliki mesin berkapasitas kecil dan daya tampung bahan bakar juga kecil, perahu cess ini sering dimanfaatkan untuk pergi ke lanting atau memancing ikan serta menuju tempat memantat karet. Perahu lain yang biasa digunakan untuk mengangkut barang yang lebih berat atau mengangkut orang yang lebih banyak adalah perahu donpeng.

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    25

    Perahu ini menggunakan mesin donfeng yang berbahan bakar solar dan bisa menampung bahan bakar lebih banyak dan kapasitas mesin lebih besar. Perahu ini bisa digunakan untuk mengangkut penumpang, hasil tambang seperti karet dan puya, atau juga digunakan oleh tukang sayur untuk mengangkut sayur. Ada perahu yang tidak menggunakan mesin dan hanya menggunakan dayung sebagai alat penggerak disebut oleh warga dengan jukung.

    Solar dan bensin menjadi bahan bakar utama untuk menjalankan kapal ini. Harga bahan bakar ini semakin ke hulu harganya semakin mahal dan semakin mendekati hilir dan mendekati depot pom pertamina harganya lebih murah. Sehingga harga bahan bakar di hilir dan hulu akan terpaut jauh. 2.1.2. Puskesmas Danau Rawah: Puskesmas Terpencil dan

    Terisolir

    Puskesmas Danau Rawah adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas yang terletak di Desa Danau Rawah Kecamatan Mantangai, wilayah kerja Puskesmas Danau Rawah terdiri dari dua desa yaitu Desa Danau Rawah dan Desa Tumbang Muroi. Luas wilayah kerjanya sekitar 1.000 km2 dengan jumlah penduduk 5.890 jiwa, 1.080 jiwa diantaranya tercatat sebagai masyarakat miskin (BPS, 2009).

    Ketika peneliti tinggal Dusun Karahau pada waktu itu air Sungai Muroi sedang surut namun ketika tinggal beberapa hari di sana dan turun hujan baru tampak naiknya permukaan air Sungai Muroi yang naik sampai 4 meter dari permukaan ketika surut. Di Daerah agak hilir seperti Tumbang Muroi merupakan salah satu desa di wilayah kerja Puskesmas Danau Rawah yang lebih sering terendam air bila musim hujan, karena pemukiman yang

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    26

    memanjang di pertemuan arus Sungai Kapuas dan Sungai Muroi. Banjir selalu terjadi tiap tahun di saat gelontoran air hujan datang dari hulu Sungai Kapuas, tapi masyarakat selalu mengangapnya biasa aja.

    Desa Muroi Raya juga menjadi wilayah jangkauandari Puskesmas Danau Rawah karena sejarahnya dulu Pantar Kabali dan dusun di sekitarnya masuk wilayah Desa Danau Rawah. Baru ketika ada pemekaran desa Muroi Raya menjadi desa tersendiri namun masuk wilayah Puskesmas Danau Rawah. Untuk melengakapi fasilitas kesehatan di desa baru ini pada tahun 2012 pemerintah desa mengusulkan pembangunanPosyandu yang dananya menggunakan dana PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) .

    Gambar 2.1.

    Puskesmas Danau Rawah Sumber: Dokumentasi Peneliti

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    27

    Sungai Muroi merupakan sarana transportasi utama bagi dusun yang terletak di tepian sungai. Keberadaan Puskesmas Danau Rawah juga didesain menggunakan jalan sungai ini untuk mempermudah akses pelayanan bagi dusun yang menjadi jangkauan wilayahnya.

    Selain jalan sungai ada juga jalan darat yang bisa ditempuh dari Jalan yang tembus ke Jembatan Muroi arah ke Buntok atau Palangkaraya. Namun jalan darat menuju ke Puskesmas Danau Rawah ini tidak direkomendasikan karena jalan yang begitu berat. Walaupun mobil tertentu bisa masuk seperti mobil double gardan Ford Ranger namun untuk mobil lain akan kesulitan masuk dan bisa terperosok ke dalam kubangan lumpur yang dalam. Jalan masuk ke Puskesmas ini masih berupa jalan tanah dan jauhnya kurang lebih 37 km dengan kondisi jalan yang berlumpur, berpasir, dan kubangan yang berair. Jika dari Palangkaraya menuju Puskesmas Danau Rawah melalui jalan darat bisa menggunakan rute sebagai berikut:

    A. Palangkaraya Sampai Pelabuhan Teluk Batu Jarak antara Palangkaraya ke Teluk Batu sekitar 120 km.

    Jalan ini sudah beraspal dan halus sehingga mobil dapat melaju dengan lancar. Hanya di beberapa titik saja ada jalan berlubang dan satu area yang rawan karena banjir dan berkubang tanah. Namun masih dapat dilewati dengan pelan. Selama dalam perjalanan tampak di kanan kiri jalan ada area hutan yang sudah ditebang gundul dan berganti dengan tanaman sawit. Ketika mendekati Teluk Batu akan banyak berdiri warung di tepi jalan. Penumpang taksi bisa berhenti di salah satu warung, jika merasa haus atau lapar. Di bawah Jembatan Muroi inilah terdapat Pelabuhan Teluk Batu.

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    28

    B. Teluk Batu ke Puskesmas Danau Rawah Jarak dari Teluk Batu ke Puskesmas Danau Rawah hanya

    37 km namun jalannya belum beraspal masih berupa jalan tanah yang masih dilewati sungai kecil dan ada jembatan kayu darurat di atasnya. Ada beberapa kubangan yang cukup dalam dan jika pengemudi tidak memahami karakter jalan dan tidak tepat mengarahkan roda dan cara mengatur gas maka mobil bisa terperosok dalam kubangan lumpur yang lumayan dalam. Di tengah jalan antara Teluk Batu dan Puskesmas Danau Rawah, sering sekali taksi liar terperosok kubangan sehingga macet atau mobilnya rusak sehingga berhenti di tengah hutan. Seperti pengalaman peneliti, kami melihat ada sebuah mobil yang berhenti dan tampak sedang melepas roda belakangnya. Ternyata pengait per roda belakang patah sehingga untuk sementara mereka bergantung pada kuatnya tali tampar untuk menggantikan pengait per tersebut. Kami menduga mobil ini yang dimaksud penduduk Danau Rawah sebagai taksi dan kebetulan di salah satu penumpang itu ada Dokter Puskesmas yakni Dokter Hasrul dan Pak Kades Danau Rawah. Kami mengikuti mobil ini di belakangnya, namun karena sang sopir taksi sudah menguasai medan sehingga dia dengan cepat meninggalkan kami dan kami kehilangan jejak.

    Puskesmas Danau Rawah terdapat di Desa Danau Rawah dan bisa dikunjungi melalui dua jalur yaitu jalur sungai dan jalur darat. Jalur darat lebih berat dan biasanya memakan waktu lebih lama dan lebih mahal dibandingkan menggunakan transportasi air.

    Sulit dan beratnya akses jalan darat menuju Puskesmas Danau Rawah ini membuat warga masyarakat khususnya di wilayah Muroi Raya lebih memilih berobat ke tempat yang lebih dekat dari dusun mereka seperti ke Timpah atau ke Rumah Sakit

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    29

    di Palangkaraya. Puskesmas untuk memberikan pelayanan yang lebih baik mereka mengadakan program Puskesmas Keliling. Program ini bertujuan untuk mendekatkan warga ke sarana fasilitas kesehatan juga sebagai sarana promosi kesehatan.

    Gambar 2.2. Jalan Darat Menuju Puskesmas Danau Rawah

    Sumber: Dokumentasi Peneliti

    Melihat kenyataan bahwa banyak warga yang berobat ke Timpah atau Palangkaraya selain Puskesmas Keliling untuk lebih memperbaiki pelayanan khususnya untuk mendekatkan warga kepada sarana fasilitas kesehatan dokter Puskesmas membuka tempat praktek di Bukit Batu. Menurut Staf Puskesmas Dokter Richard yang membuka praktek di lokasi tersebut. Namun sangat disayangkan usaha yang sudah dirintis dokter Richard ini tidak bertahan lama karena dokter harus pindah tugas ke lokasi lain sehingga lokasi praktek ini akhirnya kosong kembali dan pola provider kesehatan kembali seperti sedia kala.

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    30

    2.1.3. Gambaran Sekilas Masyarakat Desa Danau Rawah yang Tinggal di Dekat Puskesmas

    Dusun Danau Rawah sendiri kondisi lingkungan dan masyarakatnya juga tidak begitu jauh kondisinya dengan dusun di hulu seperti Pantar Kabali sampai Tanjung Jaya. Beberapa penduduk di Danau Rawah juga mengandalkan karet dan penambangan emas sebagai mata pencaharian utama mereka. Setiap pagi para pemantat karet sudah berjalan ke hutan. Masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai pemantat karet ini sudah bangun dan masuk kebun karet jam 5 pagi. Di tepi jalan menuju hutan banyak tanaman Tabat Barito dan Pasak Bumi. Tabat barito berguna agar tubuh itu kokoh. Pasak Bumi juga banyak manfaatnya khususnya untuk menguatkan stamina tubuh. Selain itu ada tanaman di sekitar tepi jalan sejenis mesisin yang bisa untuk obat kencing manis menurut keterangan salah seorang pegawai Puskesmas yang bertugas sebagai analis. Perjalanan menyusuri jalan desa menuju jembatan yang biasa digunakan untuk lalu lintas sungai dari Puskesmas bisa ditempuh dengan berjalan kaki kira-kira 15 menit dan jika air sungai sedang surut, akan tampak kapal-kapal yang seolah tertambat di bawah rumah. Masing-masing kapal ada plat nomornya, plat hitam untuk milik pribadi sedangkan plat kuning untuk taksi air. Karet hasil sadapan biasanya diletakkan di bawah rumah berupa kotak-kotak yang masih baru biasanya berwarna kuning dan yang sudah lama biasanya berwarna hitam. Jalan yang terbuat dari kayu tampak memanjang menuju tepian sungai yang terbuat dari kayu Ulin atau Kayu Besi. Biaya carter kapal dari Teluk Batu ke Puskesmas Danau Rawah bisa mencapai Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 2.000.000,- , namun kalau menggunakan

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    31

    taksi air hanya Rp. 60.000,- per orang. Akses jalan air ke Kapuas juga bisa melalui jalur sungai ini.

    Di Danau Rawah ada 1 Masjid Besar di tengah dusun dekat Puskesmas dan ada 1 Gereja Kristen Evangelis yang dilengkapi 1 Pastory tempat tinggal pendeta. Kedua tempat ibadah ini menandakan bahwa di tempat ini ada dua penganut Agama Kristen dan Islam. Kehidupan keberagamaan mereka damai dan tidak pernah ada perselisihan di antara dua penganut yang berbeda.

    Gambar 2.3.

    Hasil Karet yang Disimpan di Bawah Kolong Rumah Sumber: Dokumentasi Peneliti

    Menangkap ikan dengan jaring dan pancing juga masih dilakukan warga Danau Rawah. Ikan yang didapatkan antara lain Ikan Sapat dan sebagian kecil ada Ikan Gabus dan Ikan Lele. Dalam memancing ikan selain membawa alat penangkap ikan warga juga membawa mandau yang melingkar di pinggangnya untuk keperluan menebas kayu dan perlindungan diri jika ada binatang buas.

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    32

    Jamban dan Kamar Mandi Beberapa penduduk di Danau Rawah kebanyakan sudah

    memiliki kamar mandi seadanya namun belum tentu punya jamban. Jamban di tepi sungai kebanyakan dibuat terapung dan jika surut jamban tersebut mengikuti permukaan air. Untuk jamban yang ada di perkampungan yang tidak berada di tepi sungai namun berada di sekitar Puskesmas beberapa jamban sudah tertutup dan diberi septic tank. Meskipun ada juga rumah yang belum memiliki jamban.

    Aktivitas Puskesmas Danau Rawah Sebelum Puskesmas buka sudah ada pasien yang berobat

    dan langsung masuk di ruang Mes Dokter Puskesmas dan Staf Analisis. Waktu itu peneliti sedang menginap di Mes ini. Kali ini yang sakit adalah anak-anak dan tetap dilayani oleh Dokter. Setelah diperiksa dan dinasehati jangan dulu jajan sembarangan dan minum es juga jangan minum air yang tidak dimasak. Kemudian diberi resep oleh Dokter. Setelah itu Dokter Hasrul menuju Puskesmas dan di sana juga sudah ada pasien ibu yang kakinya sakit. Dokter, Bidan, dan beberapa staf Puskesmas langsung menolong. Aktivitas Puskesmas ini paling banyak dikunjungi pasien pagi hari sebelum aktivitas mereka bekerja. Antara jam 8 pagi sampai jam 11 siang setelah itu pasien sepi dan pasien yang berobat ke Puskesmas ini juga tidak banyak.

    Karena kebiasaan masyarakat yang tidak pernah meminum air yang direbus maka banyak yang terkena diare, selain itu menurut keterangan petugas Puskesmas memang kendala utama di sini adalah akses jalan darat desa. Dokter dan Bidan pernah mengalami kejadian yang kurang menyenangkan. Ketika mau pergi ke Teluk Batu selama perjalanan mengalami terperosok kubangan lumpur sebanyak 5 kali dan pecah ban satu

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    33

    kali. Selain itu Bu Bidan dan Dokter menceritakan bahwa di sini anak perempuan yang menikah antara usia 12-14 tahun juga banyak. Banyak juga yang baru menstruasi pertama kali terus menikah. Rata-rata pernikahan dengan suaminya tidak terpaut jauh. Para laki-laki di sini banyak yang kerja menambang emas. Dampak dari pernikahan muda ini banyak kasus di kehamilan pertama mengalami keguguran. Karena kandungan yang belum kuat. Di Danau Rawah dan Muroi Raya masih banyak Bidan Kampung yang beroperasi namun mereka sekarang menjadi binaan dan patner dari Bidan Mantri sehingga dalam praktek melayani selalu didampingi Bidan Mantri dan diberi pengarahan hal-hal mana yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam hal kesehatan. Banyaknya kasus pernikahan dini di Danau Rawah maupun Muroi Raya banyak sekali kasus keguguran pada kehamilan pertama dan harus dikiret (dibersihkan janin yang meninggal di dalam). Di Danau Rawah juga ada kasus anak muda bunuh diri. Tapi kurang ada yang tahu apa penyebabnya. Pemicu pernikahan dini juga disebabkan karena kebiasaan generasi yang terdahulu juga menikah dini, jika ada wanita yang menikah di atas 20 tahun sudah dikatakan perawan lapuk (gadis yang tidak laku). Contohnya Bu Bidan dulu waktu pertama kali bertugas di sini usianya lebih dari 20 tahun dan belum menikah, sempat juga dikatakan perawan lapuk oleh ibu-ibu di sini. Namun Bu Bidan sempat jadi rebutan antar pemuda yang sudah matang bahkan termasuk para petugas di Danau Rawah. Jika mereka tidak disetujui orang tua mereka akan kawin lari.

    Bidan Mantri dan Bidan Kampung Ada beberapa daerah di hulu sana yang masih menolak

    menjadi patner Bidan Mantri. Bidan Kampung ini masih beroperasi dan juga dukun pengobat masih banyak. Kebanyakan

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    34

    setelah diobati oleh Si Dukun ini banyak pasien disuruh puasa dulu sehari semalam atau 3 hari 3 malam. Untuk beberapa kasus seperti disentri atau diare jika kekurangan cairan sementara pasien disuruh berpuasa akan bisa berakibat fatal dan bisa terjadi kematian. Pernah ada kasus bayi yang sungsang mendekati kelahiran, pada awalnya ditangani oleh Bu Bidan namun Si Ibu juga memeriksakan diri ke Bidan Kampung dan menurut Bidan Kampung hal tersebut bisa diatasi dengan dipijit maka dipijitlah ibu itu. Ketika terjadi pendarahan hebat barulah Bidan Mantri dipanggil. Tadinya Bidan Mantri sudah curiga dengan perubahan letak bayi di kandungan ditambah pendarahan ini pasti sudah ditangani Bidan Kampung dan akhirnya ibu tersebut meninggal.

    Hal lain yang kurang menguntungkan bagi Bidan Mantri adalah hal-hal ketika dikaitkan dengan roh yang menemani pasien. Ada roh baik dan jahat. Ketika selesai periksa di Bidan Mantri dan diberi obat saat itu juga efek obatnya belum bekerja dan pasien merasa tidak ada dampaknya lalu pindah ke Bidan Kampung atau Dukun dan disana diberi mantra dan dikirim roh baik maka ketika pulang dan efek obat dari Bidan Mantri bekerja dan pasien merasa lebih enak atau sembuh yang menyembuhkan menurut pasien adalah Bidan Kampung tersebut namun kalau terjadi kesakitan atau hal yang semakin buruk yang disalahkan kebanyakan Bidan Mantri.

    Akses yang Sulit dan Jarak yang Jauh ke Lokasi Rujukan Pasien di Danau Rawah jarang ada yang mau dirujuk.

    Permasalahan utama karena jarak dan biaya. Lebih utamanya adalah biaya transportasi. Jika menggunakan transport darat jalannya juga sangat susah jika menggunakan kapal menuju ke pelabuhan juga jauh dan susah jika air sedang surut. Maka upaya apapun sebisa mungkin dilakukan di sini termasuk operasi ringan.

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    35

    Jika Dokter Hasrul memberikan rekomendasi untuk merujuk kemudian reaksi wajah pasien tampak langsung sedih sehingga upaya apapun sebisa mungkin dilakukan di Puskesmas ini dan memang sudah tidak bisa lagi dilakukan di sini baru dirujuk. Sehingga kadang Puskesmas ini menangani seperti rumah sakit. Meskipun gratis namun untuk transportasi biayanya lebih mahal dari obat dan periksanya.

    2.1.4. Sejarah Dusun Pantar Kabali

    Cerita sejarah dusun di Pantar Kabali lebih banyak dari mulut ke mulut. Masyarakat Pantar Kabali lebih mengenal budaya tutur daripada budaya tulis. Mereka lebih senang mendengarkan orang berbicara dan bercerita daripada membaca. Seperti sejarah dusun mereka diceritakan oleh orang tuanya dulu atau orang-orang yang lebih tua. Namun ada juga generasi muda yang sekarang ini kurang mengenal sejarah dusun mereka. Seperti yang diceritakan para informan berikut yang umumnya usianya sudah di atas 40 tahun.

    Dulu sejarahnya tahun 1950 belum ada yang tinggal di dekat sungai, semua tinggal di kebun karet. Ada Sungai Binjai, Sungai Pantar, Sungai Gayo. Pada tahun 1968-69 datanglah pengusaha namanya Pancaniaga. Pancaniaga ini bekerjasama dengan TNI Batalyon 631 datang ke sini membuka usaha di Bidang Perkayuan Agatis. Agatis juga disebut Pilau kata orang pada waktu itu ada satu orang yang namanya sekarang masih hidup namanya Jalak Sandan. Busra Saman, Bidin Salu, dll ini berembug semuanya bertujuh akan membuat perkampungan di sini walau rumah kita di atas sana. Mulailah mereka membangun pada tahun 1969 karena sudah ada Sungai Pantar bikinlah nama kampung ini menjadi Pantar

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    36

    Kabali. Ditetapkannya nama pantar Kabali adalah bulan Juli Tahun 1969.Pertama berdiri Pantar Kabali ini adalah dukuh kemudian jadi dusun lalu kampung baru kemudian desa.

    Menurut informan tersebut pertama kali warga dusun di Pantar Kabali tinggal di kebun karet. Kebun karet milik rakyat ini sudah ada lebih dulu dibanding perusahaan Kayu Agatis yang dibangun Pancaniaga dan Batalyon TNI 631. Lahirnya kampung ini banyak warga yang kurang tahu persis. Mereka banyak yang mengingat dulunya tinggal di kebun karet di atas sana kemudian pindah turun ke dusun ini. Seperti yang diceritakan Pak J ini:

    Karena lahirnya kampung ini Tahun 72 memang asal semula di atas sana di kebun sana di atas kebun-kebun di ujung Sungai Pantar aja lewat sini langsung Palangka jalan tembus. Namun sekarang nggak ada lagi yang tinggal di sana, nggak ada lagi tinggal bekas-bekasnya saja, semua turun ke sini. Semua merapat ke sungai dulu sumber airnya ada di tanjakan sana tempat orang nambat kelothok. Dulunya di belakang sekolah itu danau kalau di sini (rumahnya Pak J) air saja. Lama kelamaan danau itu mengering. Generasi sekarang adalah generasi ke 12 sudah tidak tahu lagi generasi sekarang tidak tahu lagi sejarah-sejarahnya.

    Pemberian nama Pantar Kabali juga masing-masing pencerita memiliki cerita yang berbeda-beda. Dalam kisah mereka ada dua kata penting yang memiliki makna berbeda yaitu pantar dan kabali. Pak J menceritakan asal usul nama Dusun Pantar Kabali sebagai berikut:

    Diberi nama Pantar Kabali ini yang pertama menerobos ke sini Cuma orang 6 sekeluarga. Kabali itu satu kwali

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    37

    atau kuantan untuk masak itu satu rumpun keluarga, lalu dipecah-pecah sampai sekarang.

    Versi cerita lain tentang sejarah dusun ini diceritakan oleh Pak UBS, asal usul Pantar Kabali itu dari kata pantar itu kayu tegak yang ditancapkan. Dulu ketika dusun ini masih sepi dan hanya ditinggali beberapa kepala keluarga saja ada yang menancapkan kayu yang tegak berupa tiang, yang di atasnya diletakkan kabali atau kwali. Kabali juga bisa diartikan keluarga sehingga Pantar Kabali adalah tiang keluarga.

    Semua cerita benar menurut versi mereka karena cerita itulah yang mereka dengar dari leluhurnya dan itulah yang mereka tangkap. Dari cerita mereka ada beberapa kesamaan yang bisa dijadikan pedoman sejarah dusun bahwa dulunya nenek moyang mereka tinggal di Kebun Karet yang letaknya di atas dusun yang sekarang dan ketika ada pengusaha masuk seperti Pancaniaga yang dibantu Batalyon TNI mereka baru pindah ke dusun yang sekarang. Keenam atau Ketujuh leluhur mereka ini tinggal menetap di dusun ini kemudian anak-anak mereka menikah antara satu dengan keluarga yang lain sehingga diantara mereka terjadi hubungan kekerabatan dan mereka akhirnya menjadi satu saudara.

    Dusun Pantar Kabali adalah sebuah dusun yang masuk wilayah Desa Danau Rawah namun pada tahun 2012 pemerintah mengeluarkan Perda No 6. Tahun 2012 tentang Pembentukan 61 desa di 12 Kecamatan Kabupaten Kapuas. Perda tersebut menyebutkan di pasal 39 tentang pembentukan Desa Sei Gita. Sei Gita ini sebelumnya dusun yang masuk wilayah Muroi namun berdasarkan Perda No.6 Tahun 2012 ini Sei Gita akhirnya menjadi desa dengan luas wilayah 31,597 Ha dimana sebelah Utara dan Timur berbatasan langsung dengan Desa Muroi Raya.

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    38

    Dusun Tapian Karahau pada mulanya merupakan dusun bagian dari Muroi Raya namun pada perkembangan terakhir dusun ini akan dimasukkan wilayah Desa Sei Gita, sementara penduduk Tapian Karahau telah membuat kesepakatan yang ditanda tangani bersama bahwa mereka tidak mau masuk wilayah Sei Gita tapi ingin tetap menjadi bagian dari Muroi Raya. Hal ini masih menjadi konflik khususnya di tingkat elit sebab masyarakat telah mengangkat Kepala Dusun (Kadus) baru, walaupunKadus yang lama tidak mau lengser. Hal yang menjadi kendala, karenaKadus yang lama domisilinya ada di Palangkaraya dan menyetujui bahwa Dusun Tapian Karahau dimasukkan dalam wilayah Sungai Gita. Sementara warga yang sudah mengangkat Kadus baru tetap ingin mereka berada di wilayah Muroi Raya mengingat sejarah dan hubungan masa lalu dengan warga Pantar Kabali.

    Salah seorang tokoh masyarakat menyebutkan bahwa rencananya Muroi Raya ini akan menjadi Kecamatan dan Tanjung Jaya akan menjadi desa sendiri, berikut perkataan tokoh masyarakat tersebut:

    Tahun 2015 akan ditetapkan jadi kecamatan. Oleh Pak Teras Narang sudah ditetapkan jadi Kecamatan Muroi Raya. Ada pemekaran Teluk Batu, Gawing, ada lagi pemekaran di Lahei yang di buntok sana. Di Mantangai ini ada 49 desa maka bisa dimekarkan jadi 3 kecamatan. Kecamatan Mantangai, Kecamatan Lamunti, kecamatan Muroi Raya.

    Jika apa yang dikatakan informan ini memang benar demikian bahwa Muroi Raya akan berkembang menjadi kecamatan lalu bagaimana status dusun yang sampai saat penelitian ini ditulis belum ada kejelasan statusnya. Sementara

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    39

    Balai Desa yang selesai dibangun petugasnya tidak ada dan data pendukung seperti monografi desa dan batas wilayah juga belum selesai dibuat. Balai Desa hanya sebuah bangunan kosong yang tidak ada aktivitas. Kemudian jika berkembang menjadi kecamatan apakah sudah siap perangkatnya. Selesai pembangunan Balai Desa dan Tidak ada aktivitas di sana kemudian menjadi pertanyaan kembali, konsep balai desa seperti apakah yang sesuai untuk Desa Pantar Kabali yang masyarakatnya beraktifitas di luar desa seperti kepala desanya tinggal di Mantangai, Sekretaris Desanya hanya seminggu sekali ke Pantar Kabali dengan pekerjaan utamanya sebagai pedagang dari Kapuas ke Pantar.

    2.1.5. Sejarah Dusun Tapian Karahau

    Menurut cerita Mantir Adat Kaharingan, nama desa ini Karahau karena dulu memang di dusun ini banyak ditinggali Karahau yang dalam Bahasa Indonesia artinya adalah kijang. Areal dusun ini awalnya adalah hutan dan ada beberapa penduduk yang hidup dari memantat getah karet. Para penyadab karet ini akhirnya menetap di dekat Sungai Muroi dan membuat pemukiman akhirnya karena bertambah banyak akhirnya menjadi perkampungan. Para leluhur yang pertama kali menetap di dusun ini adalah penganut Kaharingan setelah itu baru Kristen dan Islam masuk dusun ini sehingga ada 3 penganut agama di Dusun Karahau ini. Di Dusun ini ada 1 bangunan gereja dan 1 bangunan sekolah SD. Di sini hanya ada SD sehingga bagi mereka yang akan meneruskan ke SMP mereka akan ke Mantangai, Kapuas, atau Palangkaraya asal di daerah itu mereka punya saudara. Sehingga mereka akan menitipkan anak itu ke saudaranya. Di SD

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    40

    ini ada 3 ruang, kelas 1 dan 2 dijadikan satu kelas, 3 dan 4 jadi satu kelas, serta 5 dan 6 jadi 1 kelas. Namun karena sekarang guru honorernya cuma 1 orang kadang jika pelajaran umum yang memungkinkan dijadikan 1 kelas. Dulu ada guru-guru PNS di sekolah ini namun di sini hanya menunggu SK keluar saja setelah SK Keluar kemudian mereka mencari-cari alasan untuk pindah dari dusun ini, entah alasannya tidak ada sinyal, tidak ada WC atau tidak ada rumah untuk guru yang layak. Gaji guru honorer di sekolah ini Rp. 300.000,- per bulan. Kepala sekolah hanya sebulan sekali berkunjung ke sekolah ini.

    Ada perumahan guru di dusun ini namun perumahan itu sudah rusak dan tidak layak huni. SD ini rencana akan ada penambahan guru PNS namun jika bangunan untuk rumah guru tidak layak akan tinggal dimana guru tersebut. Mantir Adat mengatakan sebaiknya perumahan untuk guru itu diperbaiki dulu baru ditambah gurunya untuk mengajar di SD Tapian Karahau ini.

    Bukti bahwa dulunya di dusun ini banyak kijangnya salah satunya di rumah warga ada tulang kepala Kijang yang bertanduk. Kepala Kijang ini dulunya laki-laki karena tampak banyaknya tanduk yang ada di kepalanya. Menurut Pak Neon di Dusun ini dulu banyak Karahau (Kijang) yang tingginya 2 meter maka dinamailah dusun ini Tepian Karahau di hutan sekarang juga masih ada Karahaunya meskipun sudah tidak sebanyak dulu. Pak Neon sendiri juga termasuk pendatang dia sudah 20 tahunan menetap di Dusun Karahau ini. Selain Karahau di hutan juga masih banyak binatang buasnya seperti beruang, babi hutan, dan ular. Ular Sawa dan kobra sering terlihat melintas di jalan setapak di tengah hutan. Pak Neon pernah melihat ular kobra dan sawa berkelahi. Di darat ular kobra menang karena patukan bisanya yang mematikan namun jika di air ular kobra ini kalah karena lilitan ulat sawa bisa mematahkan tulang. Pak Neon pernah

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    41

    berburu di hutan naik sepeda dan membawa senapan angin di tengah jalan melihat ular sawa yang besar sekali kemudian dia tembak kepalanya tapi tidak mempan malah sepedanya dikejar dan dia mengayuh sepeda sangat kencang sehingga tidak terkejar oleh ular itu. Besok siangnya ada warga yang membawa sekawanan anjing masuk hutan dan mengejar dan menggigit binatang dikira babi hutan ternyata ular sawa yang sudah mati sepanjang 6 meter, kemungkinan ular yang ditembak Pak Neon kemarin.

    2.1.6. Perkembangan Desa Muroi Raya

    Dari cerita informan di atas bahwa Desa Muroi Raya mengalami perkembangan dari awalnya mereka tinggal di sekitar hutan karet kemudian berkembang menambah dusun karena mendekati sumber areal lahan penambangan emas kemudian muncul pertanyaan, seandainya emas habis ditambang masyarakat akan kembali ke karet ataukah bermigrasi mencari pekerjaan baru. Dengan isu baru bahwa Desa Muroi Raya akan berkembang menjadi kecamatan kira-kira akan seperti apakah bentuk dan struktur desa ke depannya?

    Salah seorang warga menceritakan ada perubahan pada lebar dan kedalaman Sungai Muroi. Awalnya Sungai Muroi kecil namun dalam dan ditandai dengan adanya buaya di Sungai itu. Namun sejak maraknya penambangan emas di Sungai Muroi ini air sungai menjadi tercemar dan suara mesin lanting menakuti buaya itu sehingga buaya ini bermigrasi ke tempat yang lebih tenang.

    Perkembangan desa tampak dari cerita para warga yang sudah lama menetap di dusun ini mereka menceritakan kisah dimana perbedaan keadaan dusun waktu mereka pertama kali

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    42

    tinggal di dusun ini atau ketika masa kecil mereka tinggal di sini kemudian membandingkan dengan keadaan saat ini.

    Sepuluh tahun yang lalu sebelum Truk dan Ranger masuk, Bapak Hengki berjualan barang dagangan menggunakan perahu ke Kapuas, 2 Minggu sekali dia ke Kapuas. Namun setelah banyak Ford Ranger masuk membawa barang dagangan Pak Hengky hanya tinggal di rumah menjaga warungnya. Tiap hari pasaran, yakni Jumat malam, pulsa dengan nominal 10.000 bisa laku 100 biji dan yang 25.000 bisa laku 50 biji. Laba per pasaran untuk pulsa saja bisa Rp.300.000,- lumayan bisa buat beli beras katanya.

    Sepuluh tahun yang lalu pula penduduk Pantar Kabali ini masih menanam padi dan ketela setelah mereka bekerja puya14, semuanya tidak lagi menanam padi dan memilih beli dari pedagang. Pak Hengky satu-satunya warga yang memiliki alat penangkap sinyal di rumahnya. Dia membeli alat penangkap sinyal di rumahnya ini harganya Rp. 7.000.000,- dan dulu semua penduduk telepon di sini dan semua membeli pulsa di sini. Kalau di warung lain pulsa yang Rp. 10.000,- itu ada yang menjual Rp. 15.000 sampai Rp. 20.000,-. Pak Hengki dulu juga membeli handphone satelit seharga Rp. 7.500.000,-, penggunaannya boros sekali, sekali berbicara habis Rp. 25.000,-

    Berbeda lagi dengan kondisi di Dusun Tanjung Jaya. Jika dari Pantar Kabali hendak menuju ke Dusun Tanjung Jaya biasanya menunggu taksi air munculnya dari Pelabuhan Teluk Batu sekitar jam 13.00 WIB. Namun perjalanan menuju Tanjung Jaya atau warga setempat lebih akrab menyebutnya Dusun Bereng Garong karena dusun itu dulunya Garong sebelum diubah menjadi Tanjung Jaya, tidak semulus yang direncanakan kadang 14 Pasir yang mengandung 12 unsur logam di dalamnya.

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    43

    kalau air sungai surut kapal bisa mogok di tengah jalan menuju Dusun Bereng Garong. Jika taksi tersebut sempat mogok maka harus pindah ke taksi lain. Perjalanan kurang lebih selama 2 jam. Sesampainya di Garong suasana tidak jauh beda dengan Pantar Kabali di pintu masuk disambut dengan dermaga dari kayu ulin tempat bersandar beberapa kapal. Di situ juga ada jamban apung yang bisa digunakan oleh siapa saja untuk kencing atau BAB (Buang Air Besar). Di tanjakan masuk dusun di kanan kiri penuh dengan buangan sampah.

    Ketika memasuki dusun, tampak ada penjual warung yang menyediakan kebutuhan sehari-hari dan tampak ada toko namun berdinding kayu yang menjual kebutuhan para penambang puya seperti mesin penyedot, selang, genset, dan lain lain. Tampak para pedagang lain sedang memasang terpal untuk menggelar dagangannya karena di sini pasarnya 2 hari Sabtu Malam dan Minggu Malam. Pengalaman menentukan bahwa paling ramai di Minggu Malam karena Sabtu Malam para pedagang sebagian masih di Dusun Bukit Keramat dan hanya sebagian saja di Bereng Garong .

    Tamu yang pertama kali ke sini akan diarahkan ke rumah Pak Kadus namanya Pak Rika, tamu yang berkunjung ke rumah ini disambut baik dan dijamu dengan minuman teh. Bereng Garong ini mayoritas penduduknya menambang puya. Dulu sebelum menjadi dusun tempat ini namanya Garong dimana ada pemukiman sementara orang bekerja. Namun lama kelamaan banyak orang mendirikan pemukiman dan karena wilayah ini masuk wilayah Muroi dan Dusun ini diubah namanya jadi Tanjung Jaya. Digantinya nama dusun ini karena Garong terkesan negatif sehingga diubah jadi Tanjung Jaya. Dulu memang dusun ini banyak perkelahian berebut lokasi

  • Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

    44

    penambangan sampai bunuh-bunuhan. Semenjak ada keamanan seperti Brimob kemudian lokasi ini menjadi tempat yang aman.

    Dari Dusun Tanjung Jaya ada jalan tembus yang langsung menuju Palangkaraya namanya jalan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang sebelumnya jalan perusahaan kayu. Jalan ini hanya bisa dilalui truk dan Ford Ranger. Warga sedang swadaya membangun sekolah dan sedang mempersiapkan balai pengobatan masyarakat. Di sini ada Mantri dari Mandomai yang sudah pensiun sering datang ke dusun ini sebulan sekali. Arsyad sebagai Mantri Danau Rawah meminta maaf pada Pak Kadus karena sebenarnya wilayah ini adalah tanggung jawab dia namun karena jika bawa obat sampai di Pantar Habis sehingga tidak jadi sampai Garong. Jika Balai Pengobatan Masyarakat jadi Arsyad akan menyanggupi untuk datang ke Dusun ini 2 minggu sekali.

    Pak Rk termasuk juragan atau bos puya. Dia punya 25 lanting, Banyak yang ingin kerjasama dengan dia. Kemarin baru saja ada tamu dari Australia ingin kerjasama puya ini. Tanjung Jaya ini sedang banyak orang luar ingin masuk baik perusahaan puya atau yang baru-baru ini ada TBI (Sebuah Lembaga Kehutanan) yang akan menjadikan wilayah hutan dari Mantangai sampai Tanjung Jaya untuk dijadikan area hutan lindung. Pak Rk kurang sependapat karena area mereka menerjang area hutan adat milik penduduk. Hal ini menimbulkan konflik tentang batas wilayah.

    Kayu hutan sempat menjadi komoditas masyarakat. Dulu masyarakat mengambil kayu hutan untuk dijual. Tapi ketika ada kebijakan pemerintah melarang, masyarakat tidak berani. Mereka kemudian beralih ke penambangan emas. Pola masyarakat dalam memenuhi kebutuhan ekonomi berpusat pada beberapa sumber daya yang bisa mereka serap. Pada awalnya mereka menggantungkan hasil ekonomi dari karet, kemudian

  • Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah

    45

    ketika karet dirasa harganya turun dan tidak bisa lagi mencukupi kebutuhan mereka mereka beralih ke penjualan kayu hutan dan hasil hutan, kemudian ketika hal ini