Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
THE POWER
OF BEING
UNDERSTOOD
AUDIT | TAX | CONSULTING
GET TO KNOW US
GLOBAL
NETWORK
GLOBAL
NAMEFIRM
1 11
20 countries
116 offices
10,000+ people
25 countries
38 offices
1,300+ people
44 countries
195 offices
8,700+ people
ASIA PACIFIC AFRICA EUROPE
20 countries
72 offices
3,200+ people
9 countries
15 offices
660+ people
LATIN AMERICA MIDDLE EAST
2 countries
375 offices
18,900+ people
NORTH AMERICA
Globally Indonesia
120+COUNTRIES
810OFFICES
43,000+STAFF
3,800+PARTNERS
56YEARS
$ 5.7BILLION REVENUE
2OFFICES
700+STAFF
40+PARTNERS
35YEARS
3rd
IN # LISTED ENTITIES
AUDITED
When working with RSM, you have access to our global expertise, as well as professionals that have a deep understanding of the local and
regional challenges your business may face. We know that one size does not fit all, and so our experts will provide you with skills, insights
and resources that suit your business depending on the jurisdictions in which you operate.
Our Services in Indonesia
ConsultingAccounting Advisory | Finance & Accounting Outsourcing |
Governance Risk Control Advisory Services | Management Consulting |
Technology Consulting | Transaction Support Services & Corporate Finance |
Other Consulting |
Audit Agreed Upon Procedures | Financial Information Review | General Audit |
TaxBusiness Tax | International Tax | Tax Merger & Acquisition| Transfer Pricing |
Our Tax and Consulting Services in Indonesia
Accounting Advisory
Complex Accounting & Financial Reporting
New Accounting Standards & Implementation
Finance & Accounting Outsourcing
Accounting Services
Financial Outsourcing Services
Payroll
Secretarial
Governance Risk Control Consulting Services
Anti Money Laundering
Fraud Prevention, Forensic, Investigation
Process, Risk & Controls
Security Privacy & Risk Consulting
Technology Risk Consulting
Management Consulting
Business Consulting
Operations & Supply Chain
People & Organization
Technology & Digital
Technology Consulting
Application Development & Integration
Data Analytics
Technology Infrastructure
Transaction Support Services &
Corporate Finance
Corporate Finance
Corporate Recovery & Insolvency
Restructuring
Valuation
Other Consulting
Business Establishment & Legal
Executive Search
TAX CONSULTING
Business Tax
Tax Advisory
Tax Audit & Dispute
Tax Compliance
International Tax
Merger & Acquisition
Tax Due Diligence
Tax Structuring
Transfer Pricing
ASIA TAX AWARDS 2020: RSM IS SHORTLISTED AS I NDONESIA TAX FIRM OF THE YEAR
Sundfitris L.M. Sitompul (Akok) - Partner
Rizal Awab - Senior Manager
RSM INDONESIA WEBINAR SERIES THURSDAY, 5 NOV 2020
TAX UPDATE: PPN
Table of Contents
1 Pendahuluan
2 Objek PPN
3 Subjek Pajak
4 Saat dan Tempat Pajak Terutang
5 Faktur Pajak
6 DPP & Tarif PPN
7 Pengkreditan Pajak Masukan
8 Fasilitas PPN
9 Objek Pajak yang Bersifat Spesifik
10 Pemungut PPN
11 Restitusi
12 Pelaporan Pajak Terutang
Collaboration.
Understanding.
Ideas and insight.
13 UU Cipta Kerja (terkait PPN)
THE POWER OF BEING UNDERSTOOD
AUDIT I TAX I CONSULTING
1. Pendahuluan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai Pengganti Pajak Penjualan (PPn)
Indonesia baru mengadopsi PPN pada tanggal 1 april 1985
menggantikan Pajak Penjualan yang sudah berlaku sejak 1951.
Proses penggantian ini merupakan salah satu rangkaian
perombakan sistem perpajakan nasional yang dikenal dengan
“Tax Reform 1983”.
PPN adalah Pajak Tidak Langsung
Pajak Tidak Langsung
Legal Karakter PPN di Indonesia
PPN adalah Pajak Objektif
PPN Bersifat Multistage Levy
Indirect substraction method
PPN bersifat Non Kumulatif
Tarif Tunggal
Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
• Pengertian PPN ditinjau dari sudut ilmu hukum
yaitu suatu jenis pajak yang menempatkan
kedudukan pemikul beban pajak dengan
kedudukan penanggung jawab pembayaran
pajak ke kas negara pada pihak-pihak yang
berbeda.
PPN adalah Pajak Objektif
Pajak Tidak Langsung
Legal Karakter PPN di Indonesia
PPN adalah Pajak Objektif
PPN Bersifat Multi Stage Levy
Indirect substraction method
PPN bersifat Non Kumulatif
Tarif Tunggal
Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
• Sebagai pajak objektif mengandung pengertian
bahwa timbulnya pajak kewajiban pajak di
bidang PPN sangat ditetukan oleh adanya
objek pajak.
PPN Bersifat Multi Stage Levy
Pajak Tidak Langsung
Legal Karakter PPN di Indonesia
PPN adalah Pajak Objektif
PPN Bersifat Multistage Levy
Indirect substraction method
PPN bersifat Non Kumulatif
Tarif Tunggal
Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
• PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur
produksi dan jalur distribusi Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak.
Indirect subtraction method
Pajak Tidak Langsung
Legal Karakter PPN di Indonesia
PPN adalah Pajak Objektif
PPN Bersifat Multi Stage Levy
Indirect subtraction method
PPN bersifat Non Kumulatif
Tarif Tunggal
Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
• Metode pengumpulan PPN yang akan disetor ke kas negara
dengan cara mengurangkan pajak atas perolehan dengan
pajak atas penyerahan barang atau jasa.
Harga Jual = 1.700
PPN = 10% X 1.700 =170
Harga Beli = 1.000
PPN = 10% X 1.000 =100
PPN TERUTANG UNTUK DISETOR KE
KAS NEGARA = 70
METODE PENGHITUNGAN
(Calculation Method)
INDIRECT SUBTRACTIOIN/
INVOICE/CREDIT NOTE
PPN bersifat Non Kumulatif
Pajak Tidak Langsung
Legal Karakter PPN di Indonesia
PPN adalah Pajak Objektif
PPN Bersifat Multi Stage Levy
Indirect substraction method
PPN bersifat Non Kumulatif
Tarif Tunggal
Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
• PPN yang "multi stage levy"
namun bersifat non kumulatif
yaitu tidak menimbulkan
pengenaan pajak berganda.
• Tentang hal ini dapat disimak
tabel perbandingan Pajak
Penjualan (PPn) dengan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
disamping:
Pengusaha Aktivitas
Nilai
Tambaha
n
Harga JualPPN
10%
Setor ke Kas
Negara
Harga yang
Dibayar
Industri Benang Menyerahkan 1000 1000 100 100
Membeli Benang - - - - 1000+100=1100
Menyerahkan tekstil 400 1000+400=1400 140 140-100=40 -
Membeli Tekstil - - - - 1400+140=1540
Menyerahkan Garmen 350 1400+350=1750 175 175-140=35 -
Membeli Garmen - - - - 1750+175=1925
Menyerahkan Garmen 300 1750+300=2050 205 205-175=30 -
Membeli Garmen - - - - 2050+205=2255
Menyerahkan Garmen 250 2050+250=2300 230 230-205=25 -
KONSUMEN Membeli Garmen - - - - 2300+230=2530
Industri Tekstil
Industri Garmen
Pedagang Besar
Pedagang Eceran
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pengusaha Aktivitas
Nilai
Tambaha
n
Harga JualPPN
10%
Setor ke Kas
Negara
Harga yang
Dibayar
Industri Benang Menyerahkan 1000 1000 100 100
Membeli Benang - - - - 1000+100=1100
Menyerahkan tekstil 400 1100+400=1500 150 150 -
Membeli Tekstil - - - - 1500+150=1650
Menyerahkan Garmen 350 1650+350=2000 200 200 -
Membeli Garmen - - - - 2000+200=2200
Menyerahkan Garmen 300 2200+300=2500 250 250 -
Membeli Garmen - - - - 2500+250=2750
Menyerahkan Garmen 250 2750+250=3000 300 300 -
KONSUMEN Membeli Garmen - - - - 3000+300=3300
Industri Tekstil
Industri Garmen
Pedagang Besar
Pedagang Eceran
Pajak Penjualan (PPn)
Pajak dengan Tarif Tunggal
Pajak Tidak Langsung
Legal Karakter PPN di Indonesia
PPN adalah Pajak Objektif
PPN Bersifat Multi Stage Levy
Indirect substraction method
PPN bersifat Non Kumulatif
Tarif Tunggal
Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
• PPN Indonesia menganut tarif tunggal yang dalam UU
PPN 1984, ditetapkan sebesar 10%. Dengan Peraturan
Pemerintah tarif ini dapat dinaikkan paling tinggi menjadi
15% atau diturunkan paling rendah menjadi 5%. Sisi
negatif tarif tunggal adalah mempertajam regresivitas
PPN.
• Untuk tarif 0% sebenarnya merupakan tarif teknis
berdasarkan pertimbangan ekonomi yang dikenakan
atas ekspor, dimaksudkan agar Pajak Masukan (input
tax) atas perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena
Pajak yang terkait dapat dikreditkan.
PPN adalah Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
Pajak Tidak Langsung
Legal Karakter PPN di Indonesia
PPN adalah Pajak Objektif
PPN Bersifat Multi Stage Levy
Indirect substraction method
PPN bersifat Non Kumulatif
Tarif Tunggal
Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
PPN menganut Destination principle
(contoh di dalam Daerah Pabean).
THE POWER OF BEING UNDERSTOOD
AUDIT I TAX I CONSULTING
2. Objek PPN
Objek PPN
PPN dikenakan atas:
Ps. 4 ay (1) huruf a
Peny. BKP di dalam daerah pabean
yang dilakukan Pengusaha
Ps. 4 ay (1) huruf b
Impor BKP
Ps. 4 ay (1) huruf d
Peny. BKP tidak berwujud dari luar di
dalam daerah pabean
Ps. 4 ay (1) huruf c
Peny. JKP di dalam daerah pabean
yang dilakukan Pengusaha
Ps. 4 ay (1) huruf e
Pemanfaatan JKP dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean
Ps. 4 ay (1) huruf f
Ekspor BKP berwujud oleh PKP
Ps. 4 ay (1) huruf h
Ekspor JKP oleh PKP
Ps. 4 ay (1) huruf g
Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP
Ps. 16C membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha oleh Orang Pribadi/ Badan
Ps. 16D penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP
Barang Kena Pajak dan Tidak Kena Pajak
Barang Kena Pajak
“Barang Kena Pajak
adalah barang berwujud,
yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa
barang bergerak atau
barang tidak bergerak, dan
barang tidak berwujud.
yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-
Undang ini.”- Pasal 1 angka 2 dan 3 UU
PPN 1984
Barang Kena PajakPs 1 angka 3 UU PPN 1984
Barang Berwujud
Barang
Bergerak
Barang Tidak
Bergerak
Barang tidak Berwujud
Pada dasarnya semua barang dapat dikenakan PPN
kecuali UU menetapkan sebaliknya(Ps. 4A ayat (2) UU PPN 1984
DIKENAKAN PPN
Barang Tidak Kena
PajakPs 4A ayat (2)
Barang hasil pertambangan atau hasil
pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya (UU Cipta Kerja
menyebutkan tidak termasuk hasil
pertambangan batubara).
Barang kebutuhan pokok yang sangat
dibutuhkan oleh rakyat banyak
Makanan dan minuman yang disajikan di
hotel, restoran, rumah makan, warung
dan sejenisnya baik yang dikonsumsi di
tempat ataupun tidak, termasuk makanan
dan minuman yang diserahkan oleh
pengusaha jasa boga/ katering
Uang, emas batangan, dan surat berharga
Jasa Kena Pajak
Jasa adalah setiap kegiatan
pelayanan yang berdasarkan
suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang
menyebabkan suatu barang,
fasilitas, kemudahan, atau
hak tersedia untuk dipakai,
termasuk jasa yang dilakukan
untuk menghasilkan barang
karena pesanan atau
permintaan dengan bahan
dan atas petunjuk dari
pemesan.
Pasal 1 angka 5 UU PPN
1984
Pengertian meliputi pula jasa untuk
berproduksi dengan material dan
berdasar petunjuk pemesan (maklon).
Pada dasarnya tiap jasa dapat
dikenakan PPN kecuali UU menetapkan
sebaliknya(Ps. 1 angka 6 jo Ps. 4A ayat (3) UU PPN 1984)
DIKENAKAN PPN
Jenis jasa yang tidak dikenakan PPNPasal 4A ayat (3) UU PPN 1984
JKP adalah kegiatan pelayanan yang
menyebabkan suatu fasilitas,
kemudahan atau hak menjadi tersedia
untuk dipakai. Jasa MedikJasa
PelayananSosial
JasaKeagamaan
JasaPendidikan
JasaKesenian &
Hiburan
JasaPenyiaranNon Iklan
JasaAngkutan
Umum
JasaPerhotelan
Jasa Bogaatau
Katering
JasaKeuangan
Jasa Asuransi
Jasa Layanan
Pemerintah
Jasa WeselJasa Surat
Berperangko
Jasa Telepon
Umum Koin
Jasa Tempat Parkir
Jasa TenagaKerja
Jasa Kena Pajak dan Tidak Kena Pajak
Jasa keuangan sepanjang menyangkut jasa
perbankan diatur spesifik dalam
SE DJP Nomor SE-121/PJ./2010 revisi 18 Feb 2011
Penyerahan BKP
Lingkup Penyerahan BKP
Pasal 1A Ayat (1)Penyerahan yang Bukan Penyerahan BKP
Pasal 1A Ayat (2)
a. Penyerahan BKP kepada makelar.
b. Penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutang.
c. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya
dan/atau penyerahan BKP antar cabang dalam hal PKP
melakukan pemusatan tempat terutang.
d. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan dan pengambilaihan
usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan
dan yang menerima pengalihan adalah PKP (tambahan
dalam UU Cipta Kerja termasuk pengalihan BKP untuk
tujuan setoran modal atau Inbreng dengan syarat kedua
belah pihak adalah PKP).
e. BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran dan yang PM atas perolehannya tidak
dapat dikreditkan.
a. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian;
b. Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau
perjanjian sewa guna usaha (leasing);
c. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui
juru lelang;
d. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas
BKP;
e. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
f. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya
dan/atau penyerahan BKP antar cabang;
g. Penyerahan BKP secara konsinyasi di hapus dalam UU
Cipta Kerja
h. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian
pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah,
yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada
pihak yang membutuhkan BKP.
Penyerahan JKP (cont’d)
Lingkup Penyerahan JKP
Pemakaian Sendiri Kena Pajak
Ps. 1 angka 7 Jo Ps.4 ayat (1)
huruf c UU PPN 1984
Setiap kegiatan pemberian Jasa Kena
Pajak
Pemberian Jasa Kena Pajak dengan
Cuma-cuma
Daerah Pabean, Kegiatan Usaha
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia
yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang
udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di
Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di
dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur
mengenai kepabeanan.
Daerah PabeanPasal 1 angka 1 UU PPN 1984
Kegiatan usaha atau pekerjaan mengandung pengertian
dalam rangka kegiatan usaha pengusaha yang bersangkutan.
Kegiatan Usaha atau Pekerjaan
Impor Barang Kena Pajak
Dirumuskan bahwa impor adalah setiap
kegiatan memasukkan barang dari luar
Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
Karena Pasal 4 ayat (1) huruf b tidak
menentukan status orang atau badan yang
melakukan kegiatan ini, maka impor BKP
yang dilakukan siapapun dapat dikenakan
PPN.
Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU PPN 1984
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/ JKP dari Luar di Dalam Daerah Pabean
Yokusiwa PLc
Tokyo
Hak menggunakan
Merk Dagang “Saiyo”
PT Ramindo
Industri Makanan Merek “Saiyo” Jakarta
Jasa Bantuan Teknik
Pengolahan
→ Siapapun dengan status apapun yang melakukan kegiatan Pemanfaatan BKP
Tidak Berwujud/ JKP dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean dapat
dikenakan PPN.
Ekspor BKP Berwujud yang dilakukan PKP
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud adalah setiap
kegiatan mengeluarkan Barang Kena Pajak Berwujud
dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean
Berdasarkan Pasal 1 angka 11 UU PPN 1984
*Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP
(Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPN 1984)
Ekspor BKP Tidak Berwujud
Berdasarkan Pasal 1 angka 28
UU PPN 1984, ekspor BKP
Tidak Berwujud adalah setiap
kegiatan pemanfaatan BKP
Tidak Berwujud dari dalam
Daerah Pabean di luar Daerah
Pabean.
Contoh dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g:
Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di
bidang:
• Kesusastraan;
• Kesenian;
• Desain atau model;
• Rencana;
• Formula atau proses rahasia;
• Merk dagang;
• dll
Ekspor JKP
Berdasarkan Pasal 1 angka
29 UU PPN 1984, ekspor
JKP adalah setiap kegiatan
penyerahan JKP ke luar
Daerah Pabean
JKP yang melekat pada
barang bergerak untuk
dimanfaatkan diluar daerah
pabean
• Jasa maklon
• Jasa perbaikan dan
perawatan
• Jasa pengurusan
transportasi (freight
forwarding) terkait barang
untuk tujuan ekspor
JKP yang melekat pada
barang tidak bergerak yang
berada diluar daerah pabean
JKP berupa kegiatan
pelayanan yang hasilnya
diserahkan untuk
dimanfaatkan di luar daerah
pabean
• Jasa konsultansi konstruksi
yang meliputi pengkajian,
perencanaan, dan
perancangan konstruksi
terkait dengan bangunan
atau rencana bangunan
yang berada di luar daerah
pabean
• Jasa teknologi dan informasi
• Jasa penelitian dan
pengembangan
• Jasa persewaan alat angkut
berupa persewaan pesawat
udara atau kapal laut untuk
kegiatan
penerbangan/pelayaran
internasional
• Jasa konsultasi bisnis
manajemen
• Jasa perdagangan
• Jasa interkoneksi,
penyelenggaraan satelit
dan/atau
komunikasi/konektivitas data
PMK 32/PMK.010/2019 tentang Kegiatan Ekspor JKP
Ekspor JKP (cont’d)
Berdasarkan Pasal 1 angka 29
UU PPN 1984, ekspor JKP
adalah setiap kegiatan
penyerahan JKP ke luar Daerah
Pabean
PMK 32/PMK.010/2019 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis
Jasa Kena Pajak yang Atas Ekspornya Dikenai PPN
Ekspor jasa yang dapat menerima fasilitas PPN 0% wajib memenuhi
dua syarat:
1. harus didasarkan atas perikatan atau perjanjian tertulis.
Perjanjian ini harus tercantum dengan jelas jenis jasa, rincian
kegiatan yang dihasilkan dalam wilayah Indonesia untuk
dimanfaatkan di luar wilayah Indonesia oleh penerima ekspor dan
nilai penyerahan jasa
2. harus ada pembayaran yang disertai bukti pembayaran sah dari
penerima ekspor kepada pengusaha kena pajak yang melakukan
ekspor
THE POWER OF BEING UNDERSTOOD
AUDIT I TAX I CONSULTING
3. Subjek Pajak
Pengusaha dan PKP
Pasal 1 angka 14 Pengusaha adalah orang/badan yang
dalam kegiatan usaha/ pekerjaannya melakukan
aktivitas:
Pasal 1 angka 13 Badan adalah sekumpulan orang/modal yang
merupakan kesatuan, melakukan atau tidak melakukan usaha:
Menghasilkan Barang1
Mengimpor Barang2
Melakukan Usah Perdagangan3
Memanfaatkan Barang Tidak Berwujud dari Luar Daerah
Pabean4
Melakukan Usaha Jasa (termasuk Mengekspor Jasa)5
Memanfaatkan Jasa darii Luar Daerah Pabean6
PT, CV, Perseroan Lainnya1
BUMN/BUMD2
Firma, Kongsi, Koperasi3
Dana Pensiun4
Persekutuan, Perkumpulan5
Yayasan6
Ormas, Orsospol, Organisasi Lainnya7
Lembaga8
Bentuk Badan Lainnya9
Pengusaha Kecil
• Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak
lebih dari Rp 4.800.000.000.
• Apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan
brutonya melebihi Rp 4.800.000.000 Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP
• Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada butir diatas tidak dipenuhi pengusaha, DJP dapat
melakukan:
• mengukuhkan pengusaha sebagai PKP secara jabatan
• menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak untuk Masa Pajak sebelum
pengusaha dikukuhkan secara jabatan sebagai PKP terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto
dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp Rp 4.800.000.000.
Kewajiban PKP
➢ Melaporkan Usahanya untuk Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak :
➢ Memungut Pajak yang Terutang :
Membuat Faktur Pajak (Ps. 13 UU PPN 1984)
➢ Menyetor Pajak yang Terutang :
Menyelenggarakan catatan perolehan & peredaran dan mengkreditkan PM
berdasarkan ketentuan yang berlaku (Ps. 28 KUP & Ps. 9 UU PPN 1984)
➢ Melaporkan Pajak yang Terutang :
Mengisi & menyampaikan SPT Masa PPN (Ps. 3 UU KUP)
THE POWER OF BEING UNDERSTOOD
AUDIT I TAX I CONSULTING
4. Saat dan Tempat Pajak Terutang
Saat Pajak Terutang
Pajak terutang pada saat:
a) Penyerahan BKP
b) Impor BKP
c) Penyerahan JKP
d) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean
e) Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean
f) Ekspor BKP berwujud
g) Ekspor BKP tidak berwujud
h) Ekspor JKP
Tempat Pajak Terutang
Tempat pajak terutang diatur
dalam Pasal 12 UU PPN
1984 dan beberapa
peraturan pelaksanaan
lainnya.
PKP dapat dilakukan
pemusatan tempat pajak
terutang.
SUBJEK PAJAK
TEMPAT TINGGAL ATAU TEMPAT KEDUDUKAN DAN TEMPAT KEGIATAN USAHA DILAKUKAN
TEMPAT BKP DIMASUKKAN, DALAM HAL IMPOR BKP
SATU TEMPAT ATAU LEBIH YANG DITETAPKAN OLEH DIRJEN PAJAK ATAS PERMOHONAN TERTULIS DARI PKP SEBAGAI
TEMPAT PEMUSATAN PAJAK TERUTANG
DITETAPKAN OLEH DIRJEN PAJAK
ORANG PRIBADI YANG DITEMPAT TINGGALNYA TIDAK ADA KEGIATAN USAHA, PAJAK TERUTANG DI TEMPAT KEGIATAN
USAHA DILAKUKAN
TEMPAT BANGUNAN SEDANG DIDIRIKAN, UNTUK KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI
Pemusatan Tempat Pajak Terutang
Tempat yang tidak dapat
dijadikan pusat, apabila:
Berada di tempatPenimbunan
Berikat (termasukkawasan berikat)
Berada diKawasanEkonomiKhusus.
Berada dikawasan
berfasilitaslainnya
Berada dikawasan bebas
Memiliki kegiatanusaha di bidang
pengalihan tanahdan bangunan
Mendapatfasilitas
kemudahanimpor untuk
tujuan ekspor.
PER-11/PJ./2020
THE POWER OF BEING UNDERSTOOD
AUDIT I TAX I CONSULTING
5. Faktur Pajak
Dasar Hukum dan Kewajiban Membuat Faktur Pajak
➢ Pasal 3A ayat (1) UU PPN 1984:
- PKP memungut pajak yang terutang
➢ Pasal 13 ayat (1) UU PPN 1984:
- PKP wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan BKP atau JKP
➢ Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984 :
- Jenis keterangan yang paling sedikit wajib dicantumkan dalam Faktur Pajak
➢ Pasal 13 ayat (8) UU PPN 1984 :
- Ketentuan lebih lanjut tentang cara pembuatan, pembetulan atau penggantian faktur pajak
➢ PMK No. 151/PMK.03/2013:
- Tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau penggantian faktur pajak
➢ Pasal 13 ayat (6) UU PPN 1984 :
- DJP dapat menetapkan dokumen tertentu sebagai faktur pajak
➢ PER-13/PJ/2019:
- Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak
Klasifikasi Umum Faktur Pajak
Dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP yang paling sedikit memuat:
a) Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
b) Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP (UU Cipta Kerja menambahkan kewajiban untuk pembeli
yang tidak memiliki NPWP maka memuat memuat nomor NIK atau nomor paspor) ;
c) Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f) Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak; dan
g) Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.
Tambahan ayat dalam Pasal 13 di UU Cipta Kerja yaitu Pasal 13 ayat (5a) terkait faktur pajak untuk pedagang eceran
yang dapat tanpa mencatumkan keterangan identitas pembeli, nama dan tanda-tangan penjual dalam hal
penyerahan kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir yang diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri
keuangan.
Saat Pembuatan Faktur Pajak
Saat penyerahanBKP atau JKP.
Saat penerimaanpembayaran, jika
mendahuluipenyerahan.
Saat pembayaran termin, untuk penyerahan bertahap.
Saat penyampaiantagihan, untuk
penyerahan kepadaPemungut PPN.
Saat akhir bulanterutang, untukFaktur PajakGabungan.
Pemakaian Sendiri dan Pemberian Cuma-Cuma BKP dan/ atau JKP
H
Pemberian cuma-cuma baik barang produksi sendiri maupun barang
bukan produksi sendiri, PKP tetap harus menerbitkan faktur pajak
normal (identitas pembeli dan identitas penerima BKP/JKP diisi
seperti biasa).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pemakaian sendiri merupakan jenis
PPN yang dikenakan atas penggunaan barang kena pajak (BKP)
maupun jasa kena pajak (JKP) untuk kepentingan pengusaha kena
pajak (PKP) yang menjadi produsen atau penjual barang tersebut.
PPN pemakaian sendiri ditujukan untuk BKP atau JKP yang memiliki
sifat pemakaian sendiri untuk tujuan produktif dan sifat pemakaian
sendiri untuk tujuan konsumtif.
Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif merupakan pemakaian BKP
atau JKP yang berkaitan dengan kegiatan produksi selanjutnya atau
digunakan untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha seperti produksi, distribusi maupun
pemasaran. Contohnya, produsen truk menggunakan truk buatannya
untuk mengangkut suku cadang truk ke pabrik.
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, perusahaan tidak
diharuskan menyetorkan PPN terutang serta tidak diharuskan
menerbitkan faktur pajak untuk kegiatan pemakaian sendiri untuk
tujuan produktif.
Nota Retur dan Nota Pembatalan
Pengaruh Retur BKP PER - 17/PJ/2014 Perubahan Kedua
atas PER-24/PJ/2012
Mengurangi PPN Keluaran PKP Penjual, jika
sebelumnya telah dilaporkan.
Diperhitungkan saat nota retur diterima.
Mengurangi PPN Masukan PKP Pembeli, jika
sebelumnya telah dikreditkan.
Diperhitungkan saat nota retur dibuat.
Mengurangi harta atau biaya PKP Pembeli, jika
PPN Masukan tidak dapat dikreditkan sehingga
dilakukan kapitalisasi atau pembebanan.
Mengurangi harta atau biaya, jika sebelumnya
telah dilakukan kapitalisasi atau pembebanan
oleh pembeli non PKP.
1
2
3
4
Pembuat•Dibuat oleh PKP Pembeli yang melakukan retur.
Waktu•Dibuat di saat bersamaan dengan pengembalian BKP.
Isi
•Memuat nomor nota, nomor faktur pajak, identitas PKP Pembelidan Penjual, deskripsi dan nilai BKP, serta nilai PPN terutang.
Catatan
•Nota retur tidak dibuat, jika PKP Penjual melakukan penggantianatas BKP yang dikembalikan.
Nota Retur
Nota Retur dan Nota Pembatalan (cont’d)
Pengaruh Pembatalan JasaPER - 17/PJ/2014 Perubahan Kedua atas PER-24/PJ/2012
Nota Pembatalan
Mengurangi PPN Keluaran PKP Pemberi jasa, jika
sebelumnya telah dilaporkan.
Diperhitungkan saat nota pembatalan diterima.
Mengurangi PPN Masukan PKP Penerima jasa,
jika sebelumnya telah dikreditkan.
Diperhitungkan saat nota pembatalan dibuat.
Mengurangi harta atau biaya PKP Penerima Jasa,
jika PPN Masukan tidak dapat dikreditkan
sehingga dilakukan kapitalisasi atau pembebanan.
Mengurangi harta atau biaya, jika sebelumnya
telah dilakukan kapitalisasi atau pembebanan oleh
penerima jasa non PKP.
1
2
3
4
Pembuat
•Dibuat oleh PKP Penerima Jasa yang melakukanpembatalan jasa
Waktu
•Dibuat di saat Jasa Kena Pajak Dibatalkan
Isi
•Memuat nomor nota, nomor faktur pajak, identitas PKP Penerima dan pemberi jasa, Jenis dan nilai Jasa yang dibatalkan, serta nilai PPN atas jasa yang dibatalkan.
THE POWER OF BEING UNDERSTOOD
AUDIT I TAX I CONSULTING
6. DPP & Tarif PPN
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Pengenaan Pajak
Harga Jual
Penggantian
Nilai Impor
Nilai Ekspor
Nilai Lain yang DiaturOleh Menteri Keuangan
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 121/PMK.03/2015
DPP Nilai Lain (PMK No.121/PMK.03/2015)
• Harga jual atau penggantian, dikurangi laba kotor
Untuk Pemakaian Sendiri dan Pemberian Cuma-cuma
• Perkiraan hasil rata-rata per judul film
Untuk Penyerahan Film Cerita
• Harga pasar wajar
Untuk BKP yang Semula Tidak Hendak Diperjualbelikan (pada saat pembubaran)
• Harga Pokok Penjualan atau harga perolehan
Untuk Penyerahan Pusat – Cabang atau Antarcabang
• Nilai kesepakatan dengan pembeli
Untuk Penyerahan Kepada Pedagang Perantara
DPP Nilai Lain (PMK No.121/PMK.03/2015) (cont’d)
• Harga lelang
Untuk Penyerahan Melalui Juru Lelan.
• Sebesar harga jual eceran
Untuk Penyerahan Produk Hasil Tembakau
• 10% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih
Untuk Penyerahan Jasa Pengiriman Paket
• 10% dari jumlah tagihan atau seharusnya ditagih
Untuk Penyerahan Jasa Biro Perjalanan dan/atau Agen Perjalanan Wisata.
• 10% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih
Penyerahan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarding) yang di Dalam TagihanJasa Pengurusan Transportasi Tersebut Terdapat Biaya Transportasi (Freight Charges)
DPP Nilai Lain (PMK No.121/PMK.03/2015) (cont’d)
Pajak Masukan yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atas penyerahan jasa
berikut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluarannya
• Penyerahan jasa pengiriman paket
• Penyerahan jasa biro perjalanan dan/atau agen perjalanan wisata
• Penyerahan jasa pengurusan transportasi (Freight Forwarding) yang didalam tagihan jasa
pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (Freight Forwarding)
THE POWER OF BEING UNDERSTOOD
AUDIT I TAX I CONSULTING
7. Pengkreditan Pajak Masukan
Prinsip Pengkreditan Pajak Masukan
Pasal 9 ayat (2) UU PPN 1984:
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama
Pengkreditan dalam Masa Pajak yang Tidak Sama
Pasal 9 ayat (9) UU PPN 1984:
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa
Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah
berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum
dilakukan pemeriksaan
Pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP Sebelum Berproduksi ,
Pajak Masukan Bagi PKP yang Gagal Berproduksi
Pasal 9 ayat (2a) UU PPN 1984
Bagi PKP yang belum berproduksi
sehingga belum melakukan
penyerahan yang terutang pajak,
Pajak Masukan atas perolehan
dan/atau impor barang modal
dapat dikreditkan.
Pasal 9 ayat (8) huruf j UU PPN 1984
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi
pengeluaran untuk perolehan BKP selain barang
modal atau JKP sebelum Pengusaha KenaPajak
berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a)
Sebelum Berproduksi Bila Gagal Berproduksi
Pajak Masukan yang telah dikreditkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan
telah diberikan pengembalian wajib dibayar
kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalam
hal Pengusaha Kena Pajak tersebut
mengalami gagal berproduksi dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun
sejak Masa Pajak pengkreditan Pajak
Masukan dimulai
Pasal 9 ayat (6a)
Telah diubah dengan UU Cipta Kerja
Nomor 11 Tahun 2020 (Omnibus Law)
yang telah diundangkan tanggal
2 November 2020
Kriteria Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
Pajak Masukan Dapat Dikreditkan
Syarat Formal(Pasal 13 Ayat 5 UU PPN Tahun 1984)
Syarat Materiil(Pasal 9 Ayat 5 UU PPN Tahun 1984)
Dalam Faktur Pajak yang
Tidak Cacat(Pasal 9 Ayat 8 UU PPN Tahun 1984)
Belum Dibebankan
Sebagai Biaya(Pasal 9 Ayat 9 UU PPN Tahun 1984)
Untuk Perolehan BKP dan/atau JKP yang
Berhubungan Langsung Dengan Kegiatan
Usaha Melakukan Penyerahan Kena Pajak(Pasal 9 Ayat 5 dan Ayat 8 UU PPN Tahun 1984)
Kegiatan Usaha:- Produksi
- Manajemen
- Distribusi
- Pemasaran
Pengkreditan Pajak Masukan sehubungan dengan pengalihan BKP dalam rangka
Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, Pemecahan, dan Pengambilalihan Usaha
“Dalam hal terjadi pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, Pajak Masukan atas Barang Kena
Pajak yang dialihkan yang belum dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang
mengalihkan, dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menerima pengalihan
Sepanjang Faktur Pajak diterima setelah terjadi pengalihan dan Pajak Masukan tersebut
belum dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi"
Sebagai konsekuensi pemberian insentif
melalui Pasal 1 A ayat (2) huruf d
Pasal 9 ayat (14) UU PPN 1984
memberikan perlakuan khusus di bidang
pengkreditan Pajak Masukan terhadap
PKPyang melakukan sinergi atau pemekaran
usaha, sebagai berikut:
Kriteria Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan
a) Perolehan BKP/JKP sebelum dikukuhkan sebagai PKP di hapus dalam UU Cipta Kerja
b) Tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha;
c) Untuk perolehan dan pemeliharaan Kendaraan Bermotor berupa sedan, station wagon, kecuali sebagai barang dagang atau
disewakan
d) Untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar/di dalam Daerah Pabean, sebelum dikukuhkan sebagai PKP di
hapus dalam UU Cipta Kerja
e) Untuk perolehan BKP/JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan
Nama, Alamat, NPWP Pembeli/Penerima JKP
f) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar/di dalam Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi
ketentuan Pasal 13 ayat (6)
g) Untuk Perolehan BKP/JKP yang Pajak Masukannya ditagih menggunakan SKP di hapus dalam UU Cipta Kerj
h) Untuk Perolehan BKP/JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan, ditemukan dalam Pemeriksaan di hapus dalam UU
Cipta Kerja
i) Untuk Perolehan BKP selain Barang Modal atau JKP, sebelum PKP berproduksi di hapus dalam UU Cipta Kerja
Pasal 16B ayat (3) Untuk Perolehan BKP/JKP yang berhubungan langsung dengan keiatan penyerahan BKP/JKP yang
dibebaskan dari pengenaan PPN
Pajak Masukan Tidak Dapat Dikreditkan
Penghitungan Kembali Pajak Masukan yang Telah Dikreditkan Berdasarkan
Pasal 9 Ayat (6) UU PPN 1984
Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga
melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang
pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang
terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 9 Ayat
(6) UU PPN
1984
Jenis
Kegiatan
PKP:
PMK No. 135/PMK.011/2014
Mekanisme
Pengkreditan
PM
PM atas perolehan
BKP/JKP yang nyata-
nyata digunakan utk keg.
penyer. terutang PPN
PM atas perolehan BKP/JKP
yang nyata-nyata digunakan
utk kegiatan penyerahan
tidak terutang PPN
PM atas perolehan BKP/JKP yang digunakan
utk kegiatan penyerahan terutang dan tidak
terutang PPN
PM dapat dikreditkan
seluruhnya
PM tidak dapat dikreditkan
seluruhnya
Jumlah PM yang dapat dikreditkan dihitung
berdasarkan pedoman penghitungan
pengkreditan pajak masukan
THE POWER OF BEING UNDERSTOOD
AUDIT I TAX I CONSULTING
8. Fasilitas PPN
Fasilitas Berupa Pengenaan Tarif 0%
Fasilitas PPN berupa pengenaan tarif
0% PPN berupa pengenaan tarif 0% ini diberikan kepada
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
• Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud
• Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud
• Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP)
Fasilitas PPN dalam bentuk tidak
dikenakan pungutan PPN
Fasilitas PPN berupa Pembebasan
PPN
Fasilitas PPN dalam bentuk tidak
dipungut PPN
Fasilitas PPN Ditangguh oleh
Pemerintah
Fasilitas PPN berupa pengenaan tarif
0%
• barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran
yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk
hasil pertambangan batu bara ( UU Cipta Kerja);
• barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh
rakyat banyak;
• makanan dan minuman yang disajikan di
hotel,restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya,
meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi
di tempat maupun tidak termasuk makanan dan
minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau
katering;
• uang, emas batangan, dan surat berharga.
Fasilitas PPN dalam bentuk tidak
dikenakan pungutan PPN
Fasilitas PPN berupa Pembebasan
PPN
Fasilitas PPN dalam bentuk tidak
dipungut PPN
Fasilitas Berupa Tidak Dikenakan PPN
Fasilitas PPN Ditangguh oleh
Pemerintah
Fasilitas PPN berupa pengenaan tarif
0%
Fasilitas dibebaskan dari PPN seperti diatur dalam PP 48 2020
yaitu barang bersifat strategis antara lain:
• Mesin dan peralatan pabrik;
• Barang yang dihasilkan di bidang kelautan dan perikanan;
• Jangat dan kulit mentah;
• Ternak;
• Bibit dan/atau benih;
• Pakan ternak;
• Pakan ikan;
• Bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan pakan ikan;
• Bahan baku kerajinan perak (perak butiran atau batangan);
• Rumah Susun Sederhana dengan kriteria tertentu;
• Listrik kecuali untuk rumah diatas 6.600 Voltase;
• Liquifed Natural Gas (LNG).
Fasilitas PPN dalam bentuk tidak
dikenakan pungutan PPN
Fasilitas PPN berupa Pembebasan
PPN
Fasilitas PPN dalam bentuk tidak
dipungut PPN
Fasilitas Berupa Pengenaan Pembebasan PPN
Fasilitas PPN Ditangguh oleh
Pemerintah
Fasilitas PPN berupa pengenaan tarif
0%Pemberian fasilitas PPN dalam bentuk tidak dipungut PPN
diberikan kepada transaksi-transaksi sebagai berikut:
• Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam
daerah pabean.
• Penyerahan BKP tertentu atau penyerahan JKP tertentu.
• Impor BKP tertentu.
• Pemanfaatan BKP tidak berwujud tertentu dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean.
• Pemanfaatan JKP tertentu dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean.
Fasilitas PPN dalam bentuk tidak dipungut PPN diberikan
kepada transaksi-transaksi seperti yang disebutkan di atas,
yang dilakukan di/ke kawasan bebas dan kawasan berikat.
Fasilitas PPN dalam bentuk tidak
dikenakan pungutan PPN
Fasilitas PPN berupa Pembebasan
PPN
Fasilitas PPN dalam bentuk tidak
dipungut PPN
Fasilitas Berupa Pengenaan Tidak Dipungut PPN
Fasilitas PPN Ditangguh oleh
Pemerintah
Fasilitas PPN berupa pengenaan tarif
0%
Pemberian fasilitas PPN ditanggung pemerintah sebagai
contoh diberikan dalam rangka penanganan Covid-19, yaitu
atas:
• Penyerahan BKP/JKP untuk penanganan Covid-19 kepada
badan/instansi pemerintah, rumah sakit atau pihak
tertentu;
• Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean untuk
penanganan Covid-19 oleh badan/instansi pemerintah,
rumah sakit atau pihak tertentu;
• Impor atau penyerahan bahan baku baku untuk produksi
vaksin dan/atau obat oleh Industri Farmasi Produksi Vaksin
dan/atau Obat;
• Penyerahan vaksin dan/atau obat oleh Industri Farmasi
Produksi Vaksin dan/atau Obat
Fasilitas PPN dalam bentuk tidak
dikenakan pungutan PPN
Fasilitas PPN berupa Pembebasan
PPN
Fasilitas PPN Ditanggung oleh
Pemerintah
Fasilitas Berupa PPN di Tanggung Pemerintah
Fasilitas PPN dalam bentuk tidak
dipungut PPN
THE POWER OF BEING UNDERSTOOD
AUDIT I TAX I CONSULTING
9. Objek Pajak yang Bersifat Spesifik
Membangun Sendiri Tidak dalam Kegiatan Usaha atau Pekerjaan
Kegiatan membangun sendiri yg dimaksud dalam pasal 16 C UU PPN 1984
1. Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila memenuhi syarat:
a) konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
b) diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c) luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).
2. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang
tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
3. Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dimulai pada saat dibangunnya bangunan sampai
dengan bangunan selesai.
4. tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan
5. Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh
persen) dikalikan dengan 20% (dua puluh persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan
pada setiap bulannya.
6. Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan.
7. Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib disetor ke kas
negara melalui kantor pos atau bank persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
(PMK No. 163/PMK.03/2012)
Penyerahan Aktiva yang Menurut Tujuan Semula Tidak untuk Diperjualbelikan
Pasal 16 D UU PPN 1984
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak
Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
Pasal 9 ayat (8) huruf b dan c UU PPN 1984
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran
untuk:
b) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha;
c) perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan
barang dagangan atau disewakan;
Bentuk Kerja Sama Operasi
Pasal 3 PP Nomor 1 Tahun 2012
Bentuk keria sama operasi (KSO) wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP.
Kemudian dalam memori penjelasannya ditegaskan lebih lanjut bahwa bentuk kerja
sama operasi dapat dipilah menjadi dua macam, yaitu:.
1. bentuk kerja sama operasi yang langsung menyerahkan BKP atau penyerahan
JKP kepada pemilik proyek, wajib melaporkan usahanyauntuk dikukuhkan
sebagai PKP;
2. bentuk kerja sama operasi yang hanya bertindak selaku
koordinatorpelaksanaan pekerjaan, sedangkan penyerahan BKP/penyerahan
JKP dilakukan secara langsung oleh PKP anggota sesuai dengan
suratperjanjian yang mereka tanda tangani dengan pemilik proyek.
THE POWER OF BEING UNDERSTOOD
AUDIT I TAX I CONSULTING
10. Pemungut PPN
Pemungut PPN
Yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN sebagai Konsumen:
• Bendahara Pemerintah;
• Kontraktor Kerja Sama Pengusaha Migas dan kontraktor/pemegang kuasa/pemegang izin
Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi;
• BUMN;
• Badan usaha tertentu (seperti anak usaha BUMN tertentu antara lain: PT Telekomunikasi
Selular, PT Indonesia Power,dll);
• Pemegang IUPK Operasi Produksi dengan kriteria tertentu;
• Pelaku Usaha PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) yang ditunjuk oleh Menteri.
(saat ini yang telah ditunjuk antara lain beberapa entitas Google, Amazon Web Services Inc,
Netflix International B.V, dll)
THE POWER OF BEING UNDERSTOOD
AUDIT I TAX I CONSULTING
11. Restitusi
Pengembalian atau Kompensasi Kelebihan Pembayaran Pajak
• Dalam hal jumlah Pajak Keluaran lebih kecil dari Pajak Masukan sehingga menimbulkan Kelebihan Bayar,
maka PKP yang bersangkutan berhak memperoleh pengembalian dengan cara:
1 Dikompensasikan ke utang pajak pada masa pajak berikutnya
2 Diajukan permintaan pengembalian oleh negara
Pengembalian atau Kompensasi Kelebihan Pembayaran Pajak
Sepanjang Faktur Pajak sudah
diterima, maka PPN Masukan
yang tercantum dalam FP
tersebut sudah dapat dikreditkan
• Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya
sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena :
Perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau
Perolehan Jasa Kena Pajak (JKP) dan/atau
Pemanfaatan Barang Kena Pajak TidakBerwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luarDaerah Paben
Impor Barang Kena Pajak
THE POWER OF BEING UNDERSTOOD
AUDIT I TAX I CONSULTING
12. Pelaporan Pajak Terutang
Kewajiban Menyampaikan SPT Masa PPN
Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya
terutang dan untuk melaporkan tentang:
1. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
2. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan/atau melalui pihak lain dalam satu
Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku
3. Bagi pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang
dipotong atau dipungut dan disetorkan.
Kewajiban melaporkan pajak yang terutang dalam pasal 3A ayat (1) UU PPN 1984,
merupakan refleksi dari Ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU KUP
Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPN
Berdasarkan Perubahan Ketiga UU PPN 1984 dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 ditambahkan
beberapa pasal baru, salah satunya adalah Pasal 15A yang mengatur saat penyetoran pajak
yang terutang dan saat penyampaian SPT Masa PPN sebagai berikut:
1. Penyetoran PPN
2. Penyampaian SPT Masa PPN
yang merupakan hasil pengkreditan Pajak Masukan
dengan Pajak Keluaran oleh PKP dilakukan paling
lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya
Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN
disampaikan.
disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa Pajak.
Tanggung Jawab Renteng
Ketentuan tentang tanggung jawab renteng yang sudah tidak berlaku sejak 1 Januari 2008 seiring dengan penghapusan
Pasal 33 dari UU KUP yang dilakukan dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga UU KUP, dihidupkan
lagi melalui UU Nomor 42 Tahun 2009 dengan menambahkan Pasal 16F ke dalam UU PPN 1984.
KPP A
Tahun 2006
Pemeriksa Pajak
Tahun 2007
Pemeriksa Pajak
KPP B
Pemeriksaan SPT
Masa PPN Jan-Des
2004
Pemeriksaan SPT
Masa PPN Jan-Des
2004
KPP D KPP E
Dalam suatu Masa Pajak 2004
PKP D menyerahkan BKP
kepada PKP E dengan
Harga Jual Rp 300 Juta
SKPKB :
PPN = 30 Juta
Bunga = 2% / Bulan
Denda = 2% x 300 Juta
SKPKB :
(tanggung Jawab Renteng)
PPN = 30 Juta
Bunga = 2% / Bulan
THE POWER OF BEING UNDERSTOOD
AUDIT I TAX I CONSULTING
13. Undang-Undang Cipta Kerja (Terkait PPN)
Beberapa perubahan ketentuan PPN dalam UU Cipta Kerja
•Menghapus konsiyansi dalam pengertian penyerahan BKP.
•Inbreng (setoran modal dalam bentuk barang) tidak termasuk dalam pengertian
penyerahan BKP (syarat kedua belah pihak adalah PKP).
Pengertian Penyerahan
•Menambah batubara (hasil pertambangan batubara) menjadi BKP.Barang Kena Pajak
•Mengganti PKP yang belum berproduksi menjadi PKP yang belum melakukan
penyerahan dan menjadi dapat mengkreditkan PPN Masukan (termasuk selain
barang modal).
•Pajak Masukan sebelum dikukuhkan sebagai PKP dapat dikreditkan sebesar
80% dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut.
•Pajak Masukan yang ditemukan pada saat pemeriksaan dapat dikreditkan.
•Pajak Masukan yang ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak dapat
dikreditkan.
Pajak Masukan
•Mewajibkan pencatuman NIK atau nomor paspor dari pembeli apabila pembeli
tidak memiliki NPWP.
•Tambahan ayat dalam Pasal 13 yaitu ayat (5a) untuk Faktur Pajak pedagang
eceran termasuk kriteria konsumen akhir yang akan diatur dengan PMK.
Faktur Pajak
RSM INDONESIAPlaza ASIA Level 10
Jl. Jend. Sudirman Kav.59Jakarta 12190 Indonesia
www.rsm.id