87
1 BUKU PROSIDING The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers in Their Job Diterbitkan oleh : PERHIMPUNAN SPESIALIS KEDOKTERAN OKUPASI INDONESIA

The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

1

BUKU PROSIDING

The Role of Occupational Medicine in

Keeping The Workers in Their Job

Diterbitkan oleh : PERHIMPUNAN SPESIALIS KEDOKTERAN OKUPASI INDONESIA

Page 2: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

2

BUKU PROSIDING

INDONESIAN OCCUPATIONAL MEDICINE UPDATE

2018

“The Role of Occupational Medicine in Keeping The

Workers in Their Job”

Penyunting

dr. Nuri Purwito Adi, MSc, MKK, Sp.Ok

dr. Dewi Yunia Fitriani, Sp.Ok

dr. Nino Putri Arpeni

PERHIMPUNAN SPESIALIS KEDOKTERAN

OKUPASI INDONESIA

2018

Page 3: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

3

BUKU PROSIDING

INDONESIAN OCCUPATIONAL MEDICINE UPDATE 2018

“The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers in Their Job”

Hotel Melia Purosani Yogyakarta, 21-23 September 2018

Susunan Panitia

Ketua : Dr.dr. Astrid B. Sulistomo, MPH, Sp.Ok

Wakil Ketua : dr. Harianto Ludirdja, MS, Sp.Ok

Sekretaris : dr. Maya Setyawati, MKK, Sp.Ok

Bendahara : dr. Arie Wulandari, MKK, Sp.Ok

Sie. Ilmiah : dr. Nuri Purwito Adi, MSc, MKK, Sp.Ok

Sie. Pubdok : dr. Dewi Yunia Fitriani, Sp.Ok

Sie. Registrasi : dr. David Rudy Wibowo, Sp.Ok

Sie. Konsumsi : dr. Mei Wulandari, Sp.Ok

Sie. Acara : dr. Iwan Rivai Alam Siahaan, Sp.Ok

Sie. Perlengkapan : dr. Titis Maryamah, Sp.Ok

Sie. Dana : dr. Radite Nusasenjaya, MKK, Sp.Ok

Penyunting

dr. Nuri Purwito Adi, MSc, MKK, Sp.Ok

dr. Dewi Yunia Fitriani, Sp.Ok

dr. Nino Putri Arpeni

Reviewer

Dr. dr. Lientje Setyawati K, MS, SpOk

Dr. dr. Dewi Sumaryani Soemarko, MS, SpOk

dr.Muchtarudin Mansyur, MS, PhD, SpOk

Prof.Dr.dr.Santoso, MS, SpOk

PENERBIT :

Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia Jalan Dr. Sam Ratulangi No. 29, Menteng, RT.2/RW.3

Gondangdia, Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10350

Telepon : +62-812 88837455

ISBN : 978-602-96045-6-6

Page 4: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

4

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa

yang terus mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita

semua, serta dengan ijinNya IOMU 2018 dengan tema “The

Role of Occupational Medicine in Keeping the Workers in Their

Job”, dapat terlaksana dengan baik dan buku prosiding ini dapat

diterbitkan.

Tema tersebut dipilih karena ingin membangkitkan perhatian

dunia usaha dan para professional kesehatan, mengenai isu

terkini di bidang Kesehatan Kerja, yaitu bagaimana menjaga

agar pekerja tetap fit bekerja, mencegah penyakit khususnya

penyakit akibat kerja serta mengupayakan mereka dapat

kembali bekerja bahkan setelah mengalami kecacatan akibat

kecelakaan maupun penyakit.

Pertemuan ini dihadiri oleh sekitar 500 peserta yang terdiri dari

Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga

Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

dari seluruh Indonesia. Serta menghadirkan nara sumber dari

Indonesia, Korea Selatan, Singapura, Filipina dan Brunei

Page 5: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

5

Darussalam untuk mengupas berbagai topik terkini dalam

bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, khususnya terkait

program Kembali Bekerja (Return to Work). Forum ini

diharapkan akan memberikan manfaat yang besar kepada

seluruh peserta sehingga dapat mengimplementasikan program

pencegahan penyakit dan kecelakaan kerja maupun Return to

Work di tempat kerja masing-masing.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh

pihak, baik dari instansi pemerintah maupun swasta, peserta,

panitia, dan sponsor yang telah berkontribusi pada acara IOMU

2018.

Jakarta, September 2018

Dr.dr. Astrid W. Sulistomo, MPH, Sp.Ok

Ketua Panitia IOMU 2018

Page 6: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

6

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Ketua Panitia IOMU 2018……………………………………………. 4 Daftar Isi………………………………………………………………………………………………. 6 1. Diagnosis Okupasi Penyakit Tuli Saraf pada Pekerja Industri

Percetakan (Alvin M. Ridwan, Astrid W. Hardjono)………………………… 10 2. Evaluasi Kelaikan Kerja pada Operator Ground Support Equipment

Paska Nerve Transfer pada Cedera Pleksus Brakialis Kanan (Anditta Zahrani Ali, Astrid W. Sulistomo)…………… ………………………… 12

3. Kajian Aspek Legal Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi di Indonesia (Andrian Purwo Sulistyo, Sinatra Gunawan)........................................................................................... 15

4. Evaluasi Kelaikan Kerja pada Asisten Utama Koki dengan Karsinoma Sel Skuamosa Laring Post Laringektomi Total (Ardi Artanto, Astrid W. Sulistomo)………………………………………………………… 17

5. Hubungan Pajanan Rendah Xylene dengan Terjadinya Gejala Dini Neurotoksik Menggunakan Kuesioner Swedish Q16 (Ariningsih, Dewi S. Soemarko, Johannes Hudyono)………………………………………….. 19

6. Asbestos-Related Lung Cancer In Construction Worker (Anna Suraya, Aziza Ikhsan, Dennis Nowak, Stephan Boese O’Reilly , Astrid Sulistomo, Elisna Syahrudin, Nurul hanifah)…………………………………… 21

7. Evaluasi Kelaikan Kerja pada Petugas Keamanan dengan gagal ginjal kronis dan hipertensi (Carmia Pratiwi Santoso, Astrid W. Sulistomo)……………..……..................................................................... 23

8. Dampak Stress Kerja Terhadap Gangguan Musculoskeletal Disorder Pada Pekerja Proyek Rumah Sakit (Dini Widianti, Citra Dewi)……………………………………………………………………………………………. 26

Page 7: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

7

9. Tingkat Pengetahuan Sikap dan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Pekerja Sektor Informal Aki Bekas di Jakarta Barat Tahun 2017 (Esa Claudia Haning, Johannes Hudyono, Indriani K Sumadikarya, Yosephin Sri Sutanti)……………………..…………………….. 28

10. Gambaran Kelainan Postur Tubuh Dan Cedera Pada Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check Up) Atlet Berprestasi Di Rumah Sakit X Tahun 2018 (Ferdianto, Eva Mitrasari Nurjana)……………………………… 30

11. Evaluasi Kejadian Nyeri Punggung Bawah (Npb) Dan Faktor Yang Mempengaruhi Pada Analis Laboratorium X Tahun 2017 (Ferdy Bahasuan, Liem Jen Fuk, Yosephin Sri Sutanti)……………………………….. 33

12. Rekomendasi Pemeriksaan Kesehatan Berkala dan Surveilans Medis Untuk Pekerja Aplikator Fumigasi (Fumigator) yang Menggunakan Metil Bromida (Ferry Afero Tanama, Astrid W. Sulistomo)……………………………………………………………………………………… 35

13. Cardiovascular Disease Risk Factors and Maximal Oxygen Volume in Community Healthy Movement Programme (GERMAS) (Fida Dewi Ambarsari, Ambar W. Roestam, Imran Agus Nurali, Setyawati Budiningsih, Sri Nilawati)……………………………………………………………….. 37

14. Hubungan Periode Shift Kerja dengan Kelelahan pada Perawat Rumah Sakit Jiwa (Hirsa A. Sukma, Erna Tresnaningsih)………………… 39

15. Uji Validasi Dan Reliabilitas VICO Display Screen Equipment Cheklist Sebagai Instrumen Penilai Bahaya Pajanan Ergonomi Pekerja VDT Di Kantor (Iwan Susilo Joko)………………………………………. 41

16. Evaluasi Kelaikan Kerja pada Operator Perakitan Optical Pickup Unit dengan Sklerosis Sistemik (Joni Fiter, Astrid W. Sulistomo)…… 43

17. Hubungan Masa Kerja Dan Sikap Kerja Terhadap Kejadian Low Back Pain Pada Pekerja Pembuat Simping Di Kampung Kaum, Purwakarta – 2018 (July Ivone, Giovana Tyas P, Rislefia Amadina S) 46

Page 8: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

8

18. Evaluasi Kelaikan Kerja Pada Dosen Dengan Disfonia Karena Refluks Laringofaringeal (Lidwina M. L. Bansena, Astrid W. Sulistomo)……………………………………………………………………………………. 48

19. Gambaran Tingkat Kelelahan Dosen Dengan Uji Lakassidaya Di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (Luciana, Yusuf Handoko, Susanty Dewi Winata)…………………………………………… 50

20. Hubungan Persentase Lemak Tubuh dengan Konsumsi Oksigen Maksimal pada Petugas Keamanan (Muhammad Zulfar Aufin, Listya Tresnanti Mirtha)…………………………………………………………………. 52

21. Hubungan Antara Kebugaran Kardiorespirasi dan Kualitas Tidur pada Petugas Keamanan (Marco Ariono, Listya Tresnanti Mirtha)… 54

22. Evaluasi Kelaikan Kerja pada Operator Perminyakan Lepas Pantai Pasca Combustio grade IIAB 6% (Ma’rifatul Mubin, Astrid W. Sulistomo)…………………………………………………………………………………….. 56

23. Faktor-Faktor Lingkungan Kerja yang Mempengaruhi Stress Kerja pada Pekerja Produksi Perusahaan Tempa Besi di Jakarta Timur (Dini Widianti, Natasha M Dwidita, Naura Zhafira, Nazhira N Amaliya, Restu K Madani, Shelvi R Amalia)…………………………………….. 58

24. Gambaran Hasil Pemeriksaan Fungsi Paru pada Pekerja Patung Kayu di Desa Mas, Ubud-Bali (Gede Raditya Yoga Pratama, Novendy)………………………………………………………………………………………. 60

25. Evaluasi Kelaikan Kerja Pada Pengemudi perusahaan dengan Coronary Artery Disease post CABG (Poudra Agusta, Astrid W. Sulistomo)…………………………………………………………………………………… 62

26. Analisis Nyeri Bahu Dan Faktor Risiko Yang Berhubungan Pada Pekerja Laki-Laki Pembuat Batu Bata : Studi di Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi (R.M. Adi Pranaya, Astrid Sulistomo, Sudadi Hirawan)…………………………………………………………………………….. 64

Page 9: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

9

27. Uji Validitas dan Reliabilitas Epworth Sleepiness Scale (ESS) Sebagai Instrumen Penilaian Daytime Sleepiness (Raissa Putri Kusuma, Nuri Purwito Adi, Retno Asti Werdhani)…………………………… 66

28. Evaluasi Kelaikan Kerja pada Operator Mesin Benzo di Proses Induction Quenching and Tempering (IQT) Bagian Fabrikasi Rangka PT. X dengan Trigger Finger (Redy, Astrid W. Sulistomo)……. 68

29. Uji Validitas dan Reliabilitas Occupational Fatigue Exhaustion Recovery (OFER15) Versi Bahasa Indonesia sebagai Instrument Penilaian Kelelahan Umum Akibat Kerja Pada Industri Manufacture di Indonesia (Riri Mega Lestari, Astrid Sulistomo, Zarni Amri, Suryo Wibowo, Retno Asti Werdhani)…………………………. 71

30. Hubungan Masa Kerja Terhadap Kejadian Carpal Tunnel Syndrome Pada Pekerja Batik Di Kota Tasikmalaya (Rr.Desire Meria Nataliningrum, Nissa Amamah Mulyani)………………………………. 74

31. Pengaruh Kebugaran Kardiorespirasi dalam Mencegah Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler pada Petugas Satpam (Septia Mandala Putra, Listya Tresnanti Mirtha)………………………………………… 76

32. Gambaran Jumlah Koloni Bakteri Patogen pada Membran Stetoskop di Rumah Sakit X Bogor, Jawa Barat (Stellon Salim, Yosephin Sri Sutanti, Yusuf Handoko)…………………………………………….. 78

33. Obesitas di Tempat Kerja (Sugih Firman)………………………………………. 80 34. Gambaran Kualitas Tidur Pada Polisi Jalan Raya Korps Lalu Lintas

(Korlantas) Jakarta Selatan Tahun 2018 (Wayan Sadhira Gita Krisnayanti, Susanty Dewi Winata)…………………………………………………. 81

35. Evaluasi Kelaikan Kerja Pada Pekerja Offshore dengan Post Synovectomy Karena Artritis Gout Sinistra (Yonathan Winata, Astrid W. Sulistomo)………………………………………………………………………. 83

36. Diagnosis Okupasi Penyakit Silikotuberkulosis pada Pekerja Grafir Kaca (Zulkifli Dharma, Astrid W. Hardjono)…………………………………….. 85

Page 10: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

10

Laporan Kasus

Diagnosis Okupasi Penyakit Tuli Saraf pada Pekerja

Industri Percetakan

Alvin M. Ridwan1, Astrid W. Hardjono2

1) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

2) Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

Abstrak

Pendahuluan : Pajanan di tempat kerja yang bersifat otoneurotoksik dapat

berupa pajanan zat kimia, bising dan kombinasi keduanya. Pekerja di

tempat percetakan mempunyai risiko tinggi terkena gangguan

pendengaran dalam pekerjaannya, salah satunya adalah tuli saraf.

Diagnosis okupasi menjadi penting untuk menentukan apakah penyakit

tuli saraf tersebut disebabkan oleh pekerjaan. Penegakan diagnosis

okupasi pada pekerja dipercetakan dengan tuli saraf menggunakan

metode 7 langkah Diagnosis Okupasi, yang di dalamnya termasuk metode

Evidence Based, sesuai konsensus PERDOKI.

Deskripsi Kasus: Seorang pekerja mekanik diperusahaan percetakan

sektor informal, laki-laki, berumur 35 tahun, yang terpajan uap lem

Page 11: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

11

selama 16 tahun. Keluhan dan gejala timbul pada tahun ke-10 sejak

terpajan uap lem, dengan keluhan telinga kiri berdenging, pendengaran

kanan berkurang dan kadang pusing berputar. Pada hasil audiometri

didapatkan hasil tuli syaraf dengan derajat ringan pada telinga kiri dan

derajat sedang pada telinga kanan.

Diskusi: Dari informasi yang didapat mengenai deskripsi kerja, cara

kerja, penggunaan Alat Pelindung Diri, serta mengacu pada bukti dari

penelitian Morata TC et al (1997) yang menunjukkan bahwa paparan

toluena memiliki efek toksik pada sistem pendengaran, maka dapat

disimpulkan pekerja ini mengalami Tuli saraf pada telinga kanan dan kiri

akibat kerja

Kata Kunci : pekerja sektor informal, mekanik mesin percetakan, Tuli

saraf, diagnosis okupasi.

Page 12: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

12

Laporan Kasus

Evaluasi Kelaikan Kerja pada Operator Ground Support

Equipment Paska Nerve Transfer pada Cedera Pleksus

Brakialis Kanan

Anditta Zahrani Ali1, Astrid W. Sulistomo2

1.) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

2.) Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

Abstrak

Pendahuluan : Cedera pleksus brakialis paska trauma merupakan cedera

yang umum pada usia dewasa muda dan dapat menyebabkan hilangnya

fungsi dan kemampuan untuk melakukan tugas di tempat kerjanya.

Mempertahankan status pekerjaan masih menjadi tantangan utama dan

beberapa pasien paska cedera pleksus brakialis bergantung pada orang

lain untuk mengerjakan beberapa aktifitas. Mengingat bahwa cedera

pleksus brakialis merupakan cedera yang menimbulkan disabilitas dalam

melakukan pekerjaan dan masa pemulihan paska operasi yang lama, maka

perlu dilakukan penentuan kelaikan kerja.

Page 13: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

13

Deskripsi kasus : Seorang laki-laki usia 25 tahun, dengan profesi sebagai

operator Ground Support Equipment (GSE), 21 hari paska nerve transfer

atas indikasi cedera pleksus brakialis kanan. Dilakukan penilaian kelaikan

kerja, atas permintaan perusahaannya. Pasien saat ini masih menjalani

fisioterapi.

Metode : Tujuh Langkah Penilaian Kelaikan Kerja Konsensus

PERDOKI.

Hasil : Dari uraian tugas didapatkan, tuntutan pekerjaan utamanya adalah

mengendarai baggage towing tractor untuk mengangkut bagasi

penumpang dari dan menuju terminal, serta mendorong dan mengarahkan

tangga pesawat sampai tangga tersebut menempel di pintu pesawat.

Kondisi kesehatan saat pemeriksaan terdapat monoplegia dan hipestesi

ekstremitas kanan atas. Saat ini terdapat disabilitas untuk memakai APD

(safety shoes, gloves) dan butuh bantuan sosial untuk melakukan aktifitas

yang membutuhkan koordinasi kedua tangan. Berdasarkan studi Yang et

al. di Michigan, Amerika Serikat (2012), lingkup gerak abduksi bahu

yang dapat dicapai pada follow up terakhir pasien paska nerve transfer

adalah 30˚-127˚; dan 79% mencapai kekuatan motorik minimal 3 dan

46% pasien mencapai kekuatan motorik ≥4. Pasien ini tidak dapat

memenuhi tuntutan pekerjaan sebagai operator GSE dan terdapat risiko

Page 14: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

14

kecelakaan kerja, sehingga dapat membahayakan diri sendiri, rekan kerja

dan lingkungan kerja.

Kesimpulan : Pasien ini dinyatakan tidak layak kerja sementara sebagai

operator GSE, sampai dilakukan pemeriksaan kelaikan kerja ulang tiga

bulan kemudian dan direkomendasikan untuk menjalani program kembali

kerja.

Kata kunci : Kelaikan kerja, cedera pleksus brakialis, nerve transfer

Page 15: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

15

Kajian Aspek Legal Tugas Pokok dan Fungsi

Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi di Indonesia

Andrian Purwo Sulistyo1, Sinatra Gunawan2

1) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

2) Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

Abstrak

Latar belakang : Kompetensi Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi

(SpOk) dimanifestasi di dalam Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) antara

lain terdiri dari Penegakkan Diagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK),

Penentuan Kelaikan Kerja, dan Penentuan Besarnya Persentase

Kecacatan Akibat Kecelakaan Kerja atau PAK, dan Rekomendasi

Program Kembali Kerja. Tupoksi Dokter SpOk juga dilakukan oleh

teman sejawat lain di luar kewenangan level kompetensinya. Keempat

kompetensi tersebut, selain memerlukan keterampilan medis, juga terkait

aspek hukum, khususnya dengan pihak ketiga seperti perusahaan,

lembaga tenaga kerja atau vendor asuransi.

Tujuan : Mengkaji aspek legal menjalankan Tupoksi Dokter SpOk.

Page 16: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

16

Metode : Metode Penelitian Normatif tipe deskriptif analitis dengan

menggunakan sumber data hukum primer dan sekunder seperti UUD

1945, UU, KUHP, Standar Kompetensi Dokter SpOk yang disahkan KKI,

KODEKI 2012 MKEK PB IDI.

Hasil : Ditemukan empat Tupoksi Dokter SpOk sesuai kompetensi yang

telah diakui oleh KKI, Undang – Undang dan Kebijakan lainnya.

Kesimpulan : Tupoksi Dokter SpOk perlu diterbitkan dalam bentuk

Undang – Undang untuk mendukung terlaksana amanah UUD 1945 yakni

tiap – tiap warga negara berhak atas pekerjaan yang layak.

Kata kunci : Kajian Hukum, Tupoksi, Kedokteran Okupasi.

Page 17: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

17

Laporan Kasus

Evaluasi Kelaikan Kerja pada Asisten Utama Koki

dengan Karsinoma Sel Skuamosa Laring Post

Laringektomi Total

Ardi Artanto1, Astrid W. Sulistomo2

1.) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

2.) Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

Korespondesi: Ardi Artanto, email: [email protected]

Abstrak

Pendahuluan : Karsinoma sel skuamosa merupakan salah satu keganasan

pada saluran aero-pencernaan yang paling sering. Diperkirakan 12.260

pria dan wanita di Amerika Serikat didiagnosis dengan Karsinoma Sel

Skuamosa (KSS) laring pada tahun 2013. Paling sering terjadi pada usia

di atas 40 tahun. Pasien yang survive masih mungkin berada di usia

produktif dan masih ingin bekerja. Oleh karenanya dibutuhkan suatu

penilaian kelaikan kerja sebelum kembali bekerja. Untuk melakukan

penilaian kelaikan kerja, diperlukan penilaian menyeluruh yang meliputi

anamnesis, pemeriksaan kesehatan pasien dan deskripsi pekerjaan

Page 18: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

18

kemudian dilakukan pencocokan antara kondisi kesehatan pekerja dengan

tuntutan pekerjaan.

Tujuan : Menguraikan bagaimana melakukan penilaian kelaikan kerja

pada kasus KSS laring pada pekerja koki yang dilakukan berbasis bukti.

Deskripsi kasus : Seorang laki-laki usia 48 tahun, dengan profesi sebagai

asisten utama koki/sous chef, yang mengalami ketidakmampuan dalam

berbicara secara lisan pasca laringektomi total atas indikasi KSS laring.

Diskusi : Pasien sebenenarnya masih mampu untuk melakukan pekerjaan

memasak tetapi profesi koki di hotel menuntut adanya komunikasi secara

lisan, berinteraksi secara sosial dan berkoordinasi dengan rekan dan

atasan.

Kesimpulan : Setelah dilakukan penilaian kelaikan kerja, pasien ini

dinyatakan unfit for this job sebagai koki di hotel. Disarankan untuk

pindah ke restoran/kedai makanan kecil yang tidak membutuhkan banyak

komunikasi saat bekerja.

Kata kunci : Kelaikan kerja, karsinoma sel skuamosa laring, laringektomi

Page 19: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

19

Hubungan Pajanan Rendah Xylene dengan Terjadinya

Gejala Dini Neurotoksik Menggunakan Kuesioner

Swedish Q16

Ariningsih1, Dewi S. Soemarko2, Johannes Hudyono2

1.) Program Studi Magister Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2.) Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

3.) Correspondence Author : Dewi S. Soemarko

email: [email protected]

Abstrak

Latar Belakang: Pajanan rendah xylene dapat menyebabkan gangguan

neurotoksik. Upaya untuk pencegahan dampak neurotoksik tersebut

antara lain deteksi gejala dini neurotoksik. Penelitian tentang pajanan

rendah xylene dalam jangka waktu lama pada pekerja di Indonesia belum

banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengkaji hubungan pajanan

rendah xylene dengan terjadinya gejala dini neurotoksik.

Metode: Desain cross sectional, dilakukan pada 97 orang pekerja terpajan

xylene. Tingkat pajanan xylene ditentukan dengan metode

semikuantitatif. Menggunakan data sekunder pemeriksaan kesehatan

berkala pekerja dan hasil pengisian kuesioner Swedish Q16.

Page 20: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

20

Hasil : Prevalensi gejala dini neurotoksik didapatkan pada 19,6% pekerja

dengan pajanan rendah xylene dalam jangka waktu lama. Terdapat

hubungan bermakna antara tingkat pajanan (exposure rating) xylene

dengan terjadinya gejala dini neurotoksik (p = 0,036). Faktor umur, status

gizi, masa kerja, kebiasaan merokok, minum kopi dan alkohol, serta

penggunaan APD tidak berhubungan bermakna dengan gejala dini

neurotoksik

Kesimpulan. Pajanan rendah xylene berhubungan dengan terjadinya

gejala dini neurotoksik.

Kata Kunci. Xylene, pajanan rendah, gejala dini neurotoksik, Swedish

Q16.

Page 21: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

21

Case Study

Asbestos-Related Lung Cancer In Construction Worker

Anna Suraya1,5, Aziza Ikhsan2, Dennis Nowak1, Stephan Boese

O’Reilly1 , Astrid Sulistomo4, Elisna Syahrudin2, Nurul hanifah3

1. CIH LMU Center for International Health, Medical Center of the University of Munich

(LMU)

2. Persahabatan National Respiratory Referral Hospital Jakarta, Indonesia

3. Fit2Work, Occupational medicine and Environmental Study Centre, Jakarta

4. Ilmu Kedokteran Komunitas, FKUI, Jakarta

5. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Binawan, Jakarta

Abstract

Introduction : Diagnosing of asbestos-related diseases is very tricky

because of the lack of guidance, inexperienced physicians and the long

latency of the diseases. Lung cancer is one of malignancy that can be

caused by asbestos. Findings the exposure will be the most important

evidence to determine the role of asbestos in the disease. Construction

workers are in the high risk to get asbestos-related diseases because they

work closely with asbestos-containing building material.

Methods : The case was found during a hospital-based case control study

in a hospital in Jakarta. The employee was interviewed and underwent a

physical exam and CT imaging. Determining of asbestos-related diseases

Page 22: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

22

using Helsinki Criteria for Diagnosis and Attribution 2014 and

assessment of work-relatedness followed the seven-step of occupational

disease diagnosis set by the Indonesian Ministry of Health (Regulation

#56, 2016)

Result : A sixty four years old man who had been worked as a construction

worker for more than 36 years visited hospital for evaluation of lung

cancer treatment. He was diagnosed to have lung adenocarcinoma since

2017. CT imaging showed a pleural plaques and calcification around the

mass. Based on Helsinki Criteria, the existence of pleural plaques is the

evidence of the existence of long period past asbestos exposure. From

interview it was revealed that asbestos exposure had been connected with

his work as a construction worker for 36 years.

Discussion : This is the first case of asbestos-related lung cancer found in

Indonesia. Determining the source of exposure is crucial because asbestos

hazards are relatively unknown to public, workers, health professionals

and government in Indonesia. This case also showed the pivotal rule of

doctors to define an asbestos-related diseases by having a structured

interview to obtain past exposure and findings of pleural plaques.

Page 23: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

23

Laporan Kasus

Evaluasi Kelaikan Kerja pada Petugas Keamanan

dengan gagal ginjal kronis dan hipertensi

Carmia Pratiwi Santoso1, Astrid W. Sulistomo2

1. Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran okupasi, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

2. Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Abstrak

Pendahuluan

Penyakit Gagal Ginjal Kronis merupakan salah satu penyebab off from

work time terbesar dan tingkat kembali bekerja yang rendah pada

populasi pekerja. Oleh karenanya dibutuhkan suatu penilaian kelaikan

kerja yang meliputi pemeriksaan kondisi fisik, psikia dan juga aspek

intrinsik pekerjaan. GGK adalah suatu keadaan klinis yang ditandai

dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel. GGK memerlukan

terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

Tujuan : Untuk menilai kondisi kesehatan pekerja dan menyesuaikannya

dengan tuntutan pekerjaan pada pasien laki-laki berusia 45 tahun dengan

Page 24: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

24

faktor risiko berupa hipertensi dan berbagai komplikasi keluhan yang

muncul.

Metode : laporan kasus ditelaah berdasarkan evidence based medicine

Deskripsi kasus :

Seorang laki - laki usia 45 tahun sebagai Petugas keamanaan (Security

guard) perumahan terdiagnosis menderita GGK dan hipertensi tidak

terkontrol datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari lalu dan kedua

kaki bengkak sejak 1 bulan lalu. Nyeri saat BAK dan nyeri pinggang

belakang sejak 6 bulan lalu yang mengharuskan pasien cuci darah sejak 2

bulan yang lalu namun belum dilakukan oleh pasien. Riwayat hipertensi

sejak 2 tahun lalu dan jarang mingum obat, tekanan darah 160/110

mmHg. Pada pemeriksaan fisik didapatkan conjungtiva anemis, nyeri

tekan epigastrium, pitting edema pada pedis bilateral. Hasil lab darah

terdapat peningkatan ureum dan kreatinin. Pemeriksaan USG ginjal

didapatkan ukuran ren dextra dan sinistra mengecil sesuai CKD. Telah

diberikan edukasi kepada pasien untuk membatasi asupan cairan dan

anjuran hemodialisis.

Hasil : Pekerjaan sebagai security guard menuntut pekerja untuk dapat

berdiri, berjalan, berlari, berpindah posisi mengendarai motor berkeliling

perumahan dan kesigapan sangat diperlukan dalam bertugas. GGK

Page 25: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

25

mengakibatkan pergerakan kedua tungkai pekerja mengalami gangguan

akibat keluhan bengkak yang dialami dan kesulitan dalam menjalankan

tugasnya terutama saat dituntut harus menggunakan kedua kakinya.

Kemampuan jalan berkurang, kemampuan berlakri berkurang, kesigapan

dan ketangkasan berkurang.

Diskusi : pada kasus ini, tatacara diagnosis dan terapi untuk GGK sudah

baik, namun yang kurang maksimal adalah belum dilakukannya anjuran

hemodialisa pada pasien ini.

Kesimpulan : setelah dilakukan penilaian kelaikan kerja. Pasien ini

dinyatakan tidak laik kerja sebagai petugas keamanan (security guard)

karena tidak dapat memenuhi tuntutan pekerjaan yang ada. Hal ini

berisiko jika terjadi emergensi pekerja sulit menyelamatkan diri yang

tentunya juga berdampak terhadap warga yang seharusnya perlu dikontrol

keamanannya.

Kata kunci : kelaikan kerja, Gagal Ginjal Kronis, Hipertensi, pekerja

security.

Page 26: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

26

Dampak Stress Kerja Terhadap Gangguan

Musculoskeletal Disorder Pada Pekerja Proyek Rumah

Sakit

Dini Widianti*, Citra Dewi*

*Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran, Universitas YARSI

email : [email protected]

Abstrak

Pendahuluan : Secara tidak langsung, stress kerja dapat menimbulkan

berbagai konsekuensi terhadap pekerja, seperti adanya gangguan

fisiologis, psikologis dan perilaku. Stress yang dialami secara terus

menerus dan tidak bisa dikendalikan dengan baik, akan menyebabkan

terjadinya burnout yaitu kombinasi kelelahan secara fisik, psikis, emosi

(Marcheilia, 2014).

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui hubungan antara stress kerja

dengan keluhan MSDs (Musculoskeletal Disorder) pada pekerja proyek

rumah sakit di Jakarta.

Metode : Instrumen stress kerja menggunakan Survey Diagnostic Stress

(SDS) hasilnya akan terbagi menjadi tiga yaitu stress kerja rendah,

sedang, dan tinggi. Pengukuran musculoskeletal disorder menggunakan

Nordic Body Map (NBM) yang hasilnya dibagi menjadi tiga klasifikasi

Page 27: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

27

yaitu ringan, sedang, dan tinggi. Metode yang digunakan deskriptif

analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian

berjumlah 120 orang menggunakan metode total sampling. Data yang

didapatkan akan diolah dengan SPSS versi 25, dilakukan analisis

bivariate dan multivariat.

Hasil penelitian : menunjukkan angka proporsi stress kerja responden

adalah sebanyak 69 orang (57,5%) mengalami stress kerja ringan, dan

sebanyak 116 orang (96,7%) mengalami keluhan musculoskeletal

disorder diklasifikasi ringan. Serta adanya hubungan antara stress kerja

dengan musculoskeletal disorders dengan nilai p<0,05.

Kesimpulan : Penyakit yang berkaitan dengan sektor konstruksi biasanya

mengenai bagian muskuloskeletal atau musculosceletal disorder.

Musculosceletal disorder (MSDs) adalah cedera atau nyeri yang

mempengaruhi otot, sendi dan tendon. Hal ini biasa terjadi karena postur

tubuh yang tidak baik dalam pekerjaan sehari-hari dan pengerahan tenaga

yang terlalu kuat dalam mengangkat atau membawa beban. Membungkukan

dan memutar punggung atau anggota badan dan terpapar getaran atau

melakukan gerakan berulang juga bisa menjadi faktor terjadinya

musculosceletal disorder. (Valero E, 2015).

Kata Kunci : stress kerja, musculoskeletal disorders, pekerja proyek

Page 28: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

28

Tingkat Pengetahuan Sikap dan Perilaku Penggunaan

Alat Pelindung Diri pada Pekerja Sektor Informal Aki

Bekas di Jakarta Barat Tahun 2017

Esa Claudia Haning*, Johannes Hudyono**, Indriani K

Sumadikarya**, Yosephin Sri Sutanti.**

*Strata 1 Program Studi Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida

Wacana

**Staf Pengajar Kedokteran Okupasi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Email : [email protected]

Abstrak

Timbal (Pb) adalah salah satu logam berat yang sering digunakan pada

aki. Timbal dapat ke dalam tubuh manusia melalui sistem pernafasan,

oral, ataupun langsung melalui permukaan kulit. Pajanan timbal ini dapat

menimbulkan masalah kesehatan pada manusia, yaitu pada darah, sistem

saraf, rongga mulut, ginjal, sistem rangka, sistem kardiovaskular,

hipertensi, pencernaan, dan sistem reproduksi. Salah satu pekerjaan yang

sangat berisiko untuk terpajan timbal adalah pekerja aki. Dengan tingkat

pengetahuan, sikap, dan perilaku yang kurang baik juga dapat

meningkatkan risiko akan timbulnya penyakit tersebut. Salah satu cara

untuk mencegah dan mengurangi hal tersebut maka dapat digunakan alat

pelindung diri (APD). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat

Page 29: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

29

pengetahuan, sikap, dan perilaku para pekerja sektor informal aki bekas

terhadap penggunaan APD. Penelitian in adalah penelitian deskriptif

dengan teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Dari 20

sampel penelitian, didapatkan 17 responden (85%) memiliki tingkat

pengetahuan yang baik, 19 responden (95%) memiliki sikap positif atau

mendukung penggunaan APD, 4 responden (20%) berperilaku baik yaitu

menggunakan APD dan 16 responden (80%) berperilaku kurang baik

yaitu tidak menggunakan APD. Dari penelitian ini didapatkan adanya

kecenderungan ketidak sesuaian antara pengetahuan, sikap, dan perilaku.

Kata kunci : pengetahuan, sikap, perilaku, aki, timbal, alat pelindung diri

Page 30: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

30

Gambaran Kelainan Postur Tubuh Dan Cedera Pada

Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check Up) Atlet

Berprestasi Di Rumah Sakit X Tahun 2018

Ferdianto1, Eva Mitrasari Nurjana2

1Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Rumah Sakit Olahraga Nasional, Kementerian Pemuda

dan Olahraga 2Dokter Umum, Rumah Sakit Olahraga Nasional, Kementerian Pemuda dan Olahraga RI

Email : [email protected]

Abstrak

Pendahuluan Postur tubuh dan cedera merupakan unsur yang dinilai saat

dilakukan pemeriksaan kesehatan atlet, disamping hasil pemeriksaan

lainnya. Postur tubuh adalah bentuk tubuh atau sikap badan yang terlihat

dari ujung rambut sampai ujung kaki. Cedera olahraga adalah cedera pada

sistem integumen, otot dan rangka yang disebabkan oleh kegiatan

olahraga. Latar belakang penelitian ini karena terbatasnya data prevalensi

kelainan postur tubuh dan cedera atlet di Indonesia.

Tujuan. Diperoleh data prevalensi kelainan postur tubuh dan cedera atlet

di Indonesia.

Page 31: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

31

Metoda : Analisis deskriptif, total data adalah 122 atlet berprestasi pada

pemeriksaan kesehatan (MCU) di RS. X tahun 2018, didapat dari data

sekunder.

Hasil : Persentase kelainan postur tubuh atlet dikelompokkan berdasarkan

kelainan hiperlaksiti, skoliosis, kelainan sendi lutut (genu varum), dan

lengkung kaki. Hasil menunjukan jumlah atlet dengan hiperlaksiti 2 atlet

(1,6%), skoliosis 16 atlet (13,1%), genu varum 12 atlet (9,8%) dan

kelainan kelengkungan kaki (flat feet, flat foot, high arch) 64 atlet

(52,5%). Didapatkan 41 atlet yang cedera (33,6%), dari jumlah tersebut

11 atlet (9,0%) cedera ˃ 1 bagian tubuh

Diskusi : Persentase skoliosis (13,1%) pada atlet berprestasi lebih tinggi

dibandingkan epidemiologi pada populasi (0,93–12%). Prevalansi cedera

atlet (33,6%) yang didapat, lebih rendah dibandingkan prevalansi cedera

olahraga pada cabor sepak bola di Kuwait (69%) dan di Arab saudí (50%),

tetapi cedera atlet dipengaruhi oleh banyak faktor.

Kesimpulan : Angka persentase tertinggi dari data atlet berprestasi yaitu

kelainan lengkung kaki (52,5%), sedangkan persentase terendah yaitu

hiperlaksiti (1,6%). Pemeriksaan kesehatan (MCU) sebelum kompetisi

penting untuk mengetahui tingkat kesehatan dan keselamatan atlet,

penilaian postur tubuh dan cedera diperlukan. Perlu penelitian lanjutan

Page 32: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

32

dengan subjek penelitian lebih besar untuk mengetahui angka kejadian

kelainan postur tubuh dan cedera Atlet dengan memperhitungkan variabel

cabang olahraganya, serta faktor yang berpengaruh pada cedera atlet.

Kata Kunci : Pemeriksaan kesehatan, atlet, kelainan postur tubuh, cedera

olahraga

Page 33: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

33

Evaluasi Kejadian Nyeri Punggung Bawah (Npb) Dan

Faktor Yang Mempengaruhi Pada Analis Laboratorium

X Tahun 2017

Ferdy Bahasuan*, Liem Jen Fuk**, Yosephin Sri Sutanti.**

*Strata 1 Program Studi Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida

Wacana

**Staf Pengajar Kedokteran Okupasi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Email : [email protected]

Abstrak

Nyeri Punggung Bawah (NPB) adalah salah satu gangguan

musculoskeletal yang terlokalisasi di daerah antara batas kosta atau rib-

12 ke lipat gluteus bagian bawah. Prevalensi Nyeri Punggung Bawah di

Indonesia berdasarkan pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan yaitu

11,9 persen dan berdasarkan diagnosis atau gejala yaitu 24,7 persen.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor

individu (usia, indeks massa tubuh) dan faktor pekerjaan (masa kerja,

pajanan ergonomi) dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Analis

Laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi keluhan yang

berhubungan dengan Nyeri Punggung Bawah sebesar 80%, dengan rata-

Page 34: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

34

rata usia 27 tahun, indeks massa tubuh 22.6 kg/m2, masa kerja 5 tahun

serta pajanan ergonomi berupa posisi canggung yang statis dan berulang.

Ada kecenderungan bahwa usia > 27 tahun, berat badan obesitas, masa

kerja ≤ 5 tahun dan risiko tinggi berdasarkan REBA dapat meningkatkan

kemungkinan terjadi keluhan NPB, namun tidak ditemukan adanya

hubungan yang bermakna antara usia, IMT, masa kerja dan skor akhir

REBA dengan keluhan NPB. Penelitian ini penting sebagai pre-eliminary

study mengingat belum banyaknya data NPB pada analis laboratorium, sebagai

materi penelitian selanjutnya. Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai keluhan

NPB dan faktor yang mempengaruhinya pada analis laboratorium dalam skala

sampel yang lebih besar agar mendapatkan hasil yang lebih bermakna.

Kata kunci: Nyeri Punggung Bawah (NPB), analis laboratorium, pajanan

ergonomi

Page 35: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

35

Rekomendasi Pemeriksaan Kesehatan Berkala dan

Surveilans Medis Untuk Pekerja Aplikator Fumigasi

(Fumigator) yang Menggunakan Metil Bromida

Ferry Afero Tanama1, Astrid W. Sulistomo2

1.) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

2.) Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

Abstrak

Kebijakan pemerintah mengenai perlakuan fumigasi terhadap komoditi

perdagangan ekspor dan impor menjadi kesempatan bagi beberapa

perusahaan untuk membuka lahan usaha dengan menyediakan jasa

fumigasi. Hal ini tentunya berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja

yang bekerja sebagai pekerja aplikator fumigasi (fumigator). Pekerjaan

sebagai fumigator memiliki risiko yang sangat tinggi karena sifat bahan

fumigan yang sangat beracun bagi manusia, baik karena paparan akut

maupun paparan kronik. Sampai saat ini gas metil bromida merupakan

zat fumigan yang sering dipakai dan secara luas digunakan di Indonesia.

Pada akhirnya hal ini menjadi masalah tersendiri, karena sampai saat ini

penelitian mengenai efek paparan zat tersebut baik efek secara akut

Page 36: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

36

maupun kronik pada manusia masih sangat terbatas, hanya efek terhadap

sususan saraf pusat yang sudah banyak diketahui dan diamati dalam

penelitian terhadap manusia. Oleh sebab itu diperlukan suatu

rekomendasi pemeriksaan kesehatan berkala yang spesifik dan

dikhususkan bagi para fumigator. Pemeriksaan kesehatan berkala tersebut

sekaligus sebagai sarana surveilans medis terhadap fumigator yang

menggunakan gas metil bromida sebagai bahan fumigan utamanya.

Metode penentuan jenis pemeriksaan kesehatan berkala didasarkan pada

proses kerja, identifikasi bahaya potensial, penilaian risiko kesehatan

pekerja (health risk assesment), dan penyesuaian terhadap kemampuan

perusahaan tempat bekerja pada umumnya. Selain itu, penentuan juga

mengacu pada berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah

Indonesia dan tinjauan dari berbagai referensi internasional. Berdasarkan

hal tersebut, maka didapatkan suatu rekomendasi pemeriksaan kesehatan

berkala untuk para fumigator yang harus dilakukan setiap 6 bulan sekali.

Rekomendasi pemeriksaan berkala tersebut juga dapat digunakan sebagai

sarana untuk surveilans medis, serta dapat dijadikan data untuk

kepentingan penelitian pada masa mendatang.

Kata kunci : Fumigasi, metil bromida, fumigator, pemeriksaan kesehatan

berkala, surveilans medis

Page 37: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

37

Cardiovascular Disease Risk Factors and Maximal

Oxygen Volume in Community Healthy Movement

Programme (GERMAS)

Fida Dewi Ambarsari1, Ambar W. Roestam2, Imran Agus Nurali3,

Setyawati Budiningsih2, Sri Nilawati2

1 Magister of Occupational Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta

2 Department of Community Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta

3Directorate of Environmental Health, Ministry of Health of Republic Indonesia, Jakarta

Abstract

Background : Low cardiorespiratory fitness (CRF) level associated to

cardiovascular (CVD) risk factors such as obesity, hypercholesterolemia,

diabetes mellitus type 2 and hypertension. Generally, office workers have

light physical effort to work and tend to be a sedentary physical activity

behavior that is also risk factors of cardiovascular disease. This study

aims to identify association and correlation of CVD risk factors changes

and maximal oxygen volume (VO2 max) in 12-15 weeks among

community healthy movement programme (GERMAS).

Methods : Comparative cross sectional study of two examination on year

2017-2018, baseline and second data have 12-15 weeks intervals. Subject

Page 38: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

38

are government office workers (n=102), CVD risk factors determined:

BMI, blood pressure, cholesterol level, blood glucose and physical

activity. Germas implementation are physical activity, fruit and vegetable

diet and non communicable disease screening. VO2 max as a CRF level

examined by Rockport methods.

Results : average of VO2 max was increased 0.75 ± 2.65 ml/kg/minute

and CRF level prevalence was increased 6.9% after 12 – 15 weeks. By

the CRF levels, duration of work has significant association to CRF level

changes (p<0.05, OR 3.61, CI95% 1.05-12.41). BMI have significant

correlation to VO2 max (p 0.02, r = -0.21). Linear regression shown age

and body mass index as a predictors for VO2 max.

Conclusion : Based on 12 – 15 weeks observation, Germas

implementation was not optimal to increased cardiorespiratory fitness. It

is need self awareness, individual education and monitoring also has to

be a longer observation study.

Keywords : Cardiorespiratory fitness, VO2 max, Cardiovascular Disease

Risk Factors, Community Healthy Movement Programme (GERMAS),

office workers

Page 39: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

39

Hubungan Periode Shift Kerja dengan Kelelahan pada

Perawat Rumah Sakit Jiwa

Hirsa A. Sukma1, Erna Tresnaningsih2

1) Dokter Umum, Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, email: [email protected]

2) Correspondence Author, Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi,

email:[email protected]

Abstrak

Latar Belakang : Bekerja dengan sistem shift merupakan salah satu faktor

risiko kelelahan kerja pada perawat. Delapan puluh persen perawat di

Rumah Sakit Jiwa Tampan merasakan kelelahan kerja. Sebagian besar

(80%) lebih lelah setelah menjalani shift malam.

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan periode shift kerja dengan

kelelahan kerja pada perawat di RSJ Tampan.

Metode : Enam puluh orang perawat yang memenuhi kriteria inklusi

diukur waktu reaksi setelah menjalani shift pagi, sore dan malam.

Pengukuran waktu reaksi menggunakan Reaction Timer Lakassidaya

L77. Data dianalisis dengan uji T dependent.

Hasil penelitian : Rerata waktu reaksi perawat setelah menjalani shift

malam 316,717 md, setelah shift sore 265,807 md dan setelah shift pagi

261,427 md.

Page 40: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

40

Diskusi : Pengurangan waktu tidur mengakibatkan gangguan irama

sirkadian tubuh dan menimbulkan kelelahan yang dapat bermanifestasi

sebagai perlambatan waktu reaksi.

Kesimpulan : Terdapat hubungan periode shift kerja dengan kelelahan

kerja (p value < 0,001). Perlambatan waktu reaksi perawat setelah shift

malam bermakna secara statistik. Namun, tidak bermakna secara klinis.

Kata Kunci : Shift Kerja, Kelelahan Kerja, Perawat, Rumah Sakit Jiwa

Page 41: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

41

Uji Validasi Dan Reliabilitas VICO Display Screen

Equipment Cheklist Sebagai Instrumen Penilai Bahaya

Pajanan Ergonomi Pekerja VDT Di Kantor

Iwan Susilo Joko1

Program Studi Magister Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Abstrak

Latar Belakang : Gangguan otot rangka merupakan gangguan yang paling

sering dialami oleh pekerja VDT yang salah satu faktor risikonya adalah

posisi kerja yang tidak ergonomis. Untuk menilainya dapat dilakukan

secara subjektif dengan suatu kuesioner yang valid supaya hasilnya yang

diperoleh dapat akurat.

Tujuan : Kami melakukan uji validasi dan reliabilitas terhadap VICO

DSE Checklist sebagai instrumen penilai bahaya pajanan ergonomi

pekerja VDT di kantor.

Metode : Penelitian potong lintang dengan mengambil data dari pekerja

kantor Jakarta VICO Indonesia Desember 2013 – Januari 2014 dan

menggunakan data sekunder VICO DSE checklist pada bulan Agustus

2013. Dikumpulkan karakteristik dari subjek penelitian, dan dilakukan

Page 42: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

42

analisis uji validasi dengan menggunakan korelasi product moment dari

Pearson dan uji reliabilitas dengan Cronbach alpha.

Hasil & Diskusi : Dilakukan proses back translate-translate kuesioner

VICO DSE Checklist, diskusi dengan tim panel, dan proses cognitive

debriefing sehingga didapatkan kuesioner VICO DSE Checklist

berbahasa Indonesia yang final. Terdapat 154 responden yang mengikuti

penelitian ini dan hasilnya dibandingkan dengan data VICO DSE

Checklist yang didapatkan pada bulan Agustus 2013. Hasil perhitungan

korelasi product moment terhadap VICO DSE Checklist didapatkan hasil

15 butir pertanyaan tidak valid dan perlu dilakukan revisi serta 23

pertanyaan yang siap dipergunakan. Uji reliabilitas mendapatkan hasil

yang baik dengan koefisien Cronbach alpha 0.715-0.815.

Kesimpulan : VICO DSE checklistt masih dapat digunakan untuk menilai

pajanan ergonomis namun disertai catatan penjelasan khusus serta

wawancara terarah pada pertanyaan yang kurang valid.

Kata kunci : VDT, VICO DSE Checklist, ergonomi, validitas, reliabilitas.

Page 43: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

43

Laporan Kasus

Evaluasi Kelaikan Kerja pada Operator Perakitan Optical

Pickup Unit dengan Sklerosis Sistemik

Joni Fiter1, Astrid W. Sulistomo2

1.) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

2.) Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

Abstrak

Pendahuluan : Sklerosis sistemik merupakan salah satu penyakit

autoimun yang ditandai dengan kerusakan mikrovaskular, deposisi

kolagen dan perubahan respon imun. Penyakit ini dapat menyebabkan

disabilitas dalam bekerja. Insiden di Amerika Serikat 2 kasus / 100.000

orang per tahun. Mempertahankan status pekerjaan masih menjadi

tantangan utama karena kontraktur sendi dan keterlibatan organ dalam

seperti jantung dan paru sehingga diperlukan penentuan kelaikan kerja.

Laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui status laik kerja pada

operator perakitan optical pick up dengan sklerosis sistemik.

Deskripsi kasus : Seorang perempuan usia 26 tahun, dengan profesi

sebagai operator perakitan Optical Pickup Unit menderita sklerosis

Page 44: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

44

sistemik dan telah menjalani tiga bulan pengobatan. Saat ini terdapat

kontraktur sendi MCP, PIP dan DIP minimal pada kedua tangan. Pada

echokardiografi dijumpai hipertensi pulmonal derajat sedang.

Metode : Tujuh Langkah Penilaian Kelaikan Kerja Konsensus

PERDOKI.

Hasil : Dari uraian tugas didapatkan, tugas utamanya adalah merakit

lensa, laser diode, aktuator, reflektor dan komponen lainnya pada papan

sirkuit menggunakan pinset, selanjutnya direkatkan dengan lem khusus.

Kondisi kesehatan saat ini pinch dan grip test tidak adekuat. Terdapat juga

hipertensi pulmonal. Terdapat disabilitas berupa kesulitan menggerakkan

jari-jari tangan dan cepat merasa lelah. Berdasarkan review oleh Mugii

dkk (2018), rehabilitasi dapat memperbaiki ROM sendi, elastisitas dan

kekakuan dalam 1-3 bulan secara bermakna, namun hanya sedikit

perbaikan terhadap kapasitas kardiorespirasi. Saat ini, kapasitas fisik

pasien ini tidak memenuhi tuntutan pekerjaan sebagai operator perakitan

optical pickup unit dan terdapat risiko memperberat penyakit sehingga

dapat membahayakan diri sendiri.

Kesimpulan : Pasien ini dinyatakan tidak laik kerja sebagai operator

perakitan optical pickup unit dan direkomendasikan untuk melanjutkan

Page 45: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

45

pengobatan dan diberikan pekerjaan yang sesuai dengan kapasitas fisik

saat ini.

Kata kunci : Kelaikan kerja, sklerosis sistemik, operator perakitan optical

pickup unit.

Page 46: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

46

Hubungan Masa Kerja Dan Sikap Kerja Terhadap

Kejadian Low Back Pain Pada Pekerja Pembuat Simping

Di Kampung Kaum, Purwakarta - 2018

July Ivone1, Giovana Tyas P2 , Rislefia Amadina S3

1 Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha 2 , 3 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha

Email : [email protected]

Latar belakang : Angka kejadian Low Back Pain (LBP) di Indonesia

belum diketahui pasti, diperkirakan antara 7,6% sampai 37%. Masalah

LBP pada pekerja umumnya dimulai pada usia dewasa muda dengan

puncak kejadian pada kelompok usia 45-60 tahun. Faktor pekerjaan yang

mempengaruhi gangguan otot rangka seperti, gerakan berulang, gerakan

dengan tenaga kuat, penekanan, posisi kerja yang menetap atau posisi

yang tidak ergonomis. Postur tubuh merupakan penyebab terbanyak dari

LBP.

Tujuan : Mengetahui angka kejadian LBP, serta hubungan masa kerja dan

sikap kerja pada pekerja pembuat simping di Kampung Kaum, Puwakarta

tahun 2018.

Metode : Jenis penelitian analitik observasional dengan menggunakan

rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sample dengan whole

Page 47: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

47

sample berjumlah 34 responden. Metode pengambilan data melalui

survei dengan teknik wawancara terpimpin menggunakan kuesioner

Roland-Morris Low Back Pain and Disability Questionnaire dan formulir

Rapid Entire Body Assesment (REBA), serta observasi sikap kerja secara

langsung. Analisis data univariat dan bivariat menggunakan chi square.

Hasil : Angka kejadian LBP berjumlah 19 orang (63,33%). Analisis

bivariat menunjukan terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja

terhadap kejadian LBP (p value = 0,047; OR = 6,6), demikian juga

dengan sikap kerja terhadap kejadian LBP terdapat hubungan yang

bermakna (p value = 0,002; OR = 21,6).

Simpulan : Masa kerja dan sikap kerja mempengaruhi kejadian low back

pain pada pekerja pembuat simping di Kampung Kaum, Purwakarta

Kata kunci : masa kerja, sikap kerja, Low Back Pain, Purwakarta.

Page 48: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

48

Laporan Kasus

Evaluasi Kelaikan Kerja Pada Dosen Dengan Disfonia

Karena Refluks Laringofaringeal

Lidwina M. L. Bansena1, Astrid W. Sulistomo2

1. PPDS Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2. Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran,

Universitas Indonesia

Abstrak

Disfonia memiliki prevalensi lebih tinggi pada guru dibandingkan

populasi umum. Hal ini disebabkan karena mengajar merupakan salah

satu pekerjaan yang menuntut penggunaan suara paling banyak. Oleh

karena itu, perlu dilakukan penilaian kelaikan kerja pada dosen dengan

disfonia yang disebabkan oleh refluks laringofaringeal.

Penilaian kelaikan kerja dilakukan berdasarkan penilaian menyeluruh

menggunakan 7 langkah penilaian laik kerja consensus PERDOKI.

Kami melaporkan seorang laki-laki 39 tahun, bekerja sebagai dosen

bahasa inggris, mengeluhkan suara serak yang bertambah berat saat

mengajar sejak 1 tahun yang lalu. Pasien didiagnosis Disfonia e.c refluks

laringofaringeal, mendapat terapi Lanzoprazole 1x40mg dan edukasi diet.

Pasien mengajar 4 jam/hari, tanpa microphone, 28 – 31 mahasiswa setiap

Page 49: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

49

kelas. Tidak ada kegiatan lain yang menggunakan suara keras dalam

waktu lama selain mengajar. Keadaan umum pasien baik, pemeriksaan

fisik dalam batas normal. Reflux Symptom Index (RSI) 15, Reflux

Finding Score (RSF) 12.

Berdasarkan hasil analisis penilaian kelaikan kerja, dapat disimpulkan

bahwa status laik kerja pekerja pada saat ini adalah laik kerja dengan

catatan sebagai dosen. Disfonia yang disebabkan oleh refluks

laringofaringeal menunjukan perubahan yang signifikan secara klinis

dalam skor RSI dan RFS pada bulan ke 3 setelah mendapat antirefluks,

perubahan pola diet dan terapi vokal, namun karena tuntutan penggunaan

suara yang berlebih pada pekerja ini menyebabkan terapi menjadi lebih

lama, memperberat disfonia dan tingkat kekambuhan menjadi lebih

tinggi. Dapat disimpulkan bahwa antirefluks dan diet rendah asam

menunjukan efek yang baik terhadap gejala disfonia dan temuan klinis

pada refluks laringofaringeal berdasarkan skor RSI dan RFS. Perbaikan

pada RSI ≥5 dan RFS ≥3 menunjukan prognosis yang baik pada disfonia.

Evaluasi kembali bekerja dapat dilakukan setelah 3 bulan edukasi

perubahan pola diet dan terapi adekuat untuk menilai pemulihan yang

terjadi pada pasien pasca pengobatan.

Kata kunci : kelaikan kerja, disfonia, refluks laringofaringeal.

Page 50: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

50

Gambaran Tingkat Kelelahan Dosen Dengan

Uji Lakassidaya Di Fakultas Kedokteran Universitas

Kristen Krida Wacana

Luciana*, Yusuf Handoko**, Susanty Dewi Winata***

*Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

**Staf Pengajar Departemen Kesehatan Keselamatan Kerja (K3), Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

*** Staf Pengajar Departemen Kesehatan Keselamatan Kerja (K3), Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

Email : [email protected]

Abstrak

Dosen adalah salah satu komponen esensial dalam suatu sistem

pendidikan di perguruan tinggi. Apabila kinerja dosen dalam mengajar

berkurang akibat peningkatan kelelahan yang semakin bertambah maka

berdampak pada kualitas mahasiswa nantinya di masa depan.

Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran tingkat kelelahan dosen di

Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana. Penelitian ini adalah

Penelitian Survey untuk mengetahui tingkat kelelahan dosen di Fakultas

Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Data dalam penelitian ini

diperoleh dari data primer yaitu dengan tes waktu reaksi menggunakan

Lakassidaya L77. Pada tes awal didapatkan hasil waktu reaksi tertinggi

Page 51: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

51

yaitu 374,97 milisekon dan waktu reaksi terendah sebesar 159,91

milisekon. Pada tes akhir didapatkan hasil waktu reaksi tertinggi yaitu

369,07 milisekon dan waktu reaksi terendah sebesar 164,92 milisekon.

Dari hasil penelitian diketahui tingkat kelelahan dosen sebelum

melakukan aktivitas pada kategori normal berjumlah 35 responden dan

yang mengalami kelelahan ringan berjumlah 13 responden. Tingkat

kelelahan dosen sesudah melakukan aktivitas pada kategori normal

berjumlah 39 responden dan yang mengalami kelelahan ringan berjumlah

9 responden.

Kata kunci : Tingkat kelelahan, dosen, Fakultas Kedokteran

Page 52: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

52

Hubungan Persentase Lemak Tubuh dengan Konsumsi

Oksigen Maksimal pada Petugas Keamanan

Muhammad Zulfar Aufin1, Listya Tresnanti Mirtha1,2

1. Program Studi Kedokteran Olahraga, Departemen Kedokteran Komunitas, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

2. Divisi Kedokteran Olahraga, Departemen Kedokteran Komunitas, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

Pendahuluan : Pekerjaan sebagai petugas keamanan umumnya memiliki

pola kerja yang kurang aktif. Keadaan ini memicu terjadinya kelebihan

lemak tubuh, yang dapat menjadi faktor yang memengaruhi kemampuan

fisik terutama kebugaran kardiorespirasi petugas keamanan. Studi ini

dilakukan untuk memeriksa hubungan antara persentase dari lemak tubuh

terhadap kebugaran kardiorespirasi petugas keamanan.

Metode : Penelitian menggunakan desain potong lintang dengan

melibatkan 43 petugas keamanan di Universitas Indonesia, persentase

lemak tubuh diukur dengan alat analisis bioimpedasi (BIA) dan

kebugaran kardiorespirasi ditentukan dengan VO2maks berdasarkan hasil

uji Cooper Test selama 12 menit. Hubungan persentase lemak tubuh

dengan kebugaran kardiorespirasi dianalisis dengan uji korelasi. Hasil :

Persentase lemak tubuh berbanding terbalik dengan nilai VO2 max (-

Page 53: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

53

0,536) dan adanya korelasi yang kuat antara persentase lemak tubuh

dengan nilai CRF (persentase lemak tubuh dengan VO2maks sebesar

0.00, p< 0,001).

Diskusi: Dapat diketahui dengan adanya pola kerja yang sedenter pada

petugas keamanan yang berhubungan dengan persentase lemak tinggi

terjadi penurunan nilai kebugaran kardiorespirasi dan penimbunan lemak

pada otot dan pembuluh darah yang akhirnya mengakibatkan kemampuan

otot untuk menggunakan oksigen menjadi tidak efektif. Simpulan :

Tingginya persentase lemak tubuh membuat berkurangnya kebugaran

kardiorespirasi dan kapasitas kerja petugas keamanan. Diperlukan studi

lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara persentase lemak tubuh

dengan tingkat kebugaran kardiorespirasi dan faktor lain yang mungkin

memengaruhinya.

Kata Kunci : kebugaran kardiorespirasi, persentase lemak tubuh, petugas

keamanan

Page 54: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

54

Hubungan Antara Kebugaran Kardiorespirasi dan

Kualitas Tidur pada Petugas Keamanan

Marco Ariono1, Listya Tresnanti Mirtha1,2

1. Program Studi Kedokteran Olahraga, Departemen Kedokteran Komunitas, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

2. Divisi Kedokteran Olahraga, Departemen Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

Latar Belakang : Terdapat data yang terbatas tentang hubungan antara

kebugaran kardiorespirasi (CRF) dan kualitas tidur pada orang dewasa

yang tampaknya sehat. Dalam hal ini petugas keamanan merupakan orang

dewasa yang mempunyai pola tidur yang berbeda terkait pekerjaannya.

Studi telah menunjukkan bahwa tingkat CRF rendah terkait dengan risiko

tinggi penyakit kardiovaskular dan semua penyebab kematian. Studi ini

bertujuan untuk mengukur CRF pada petugas keamanan terkait dengan

kualitas tidur mereka. Metode: Studi potong lintang untuk mengukur

CRF (Cooper Test) dan kualitas tidur (Pittsburgh Sleep Quality Index)

melibatkan penjaga keamanan (n=43) Universitas Indonesia. Hasil:

Subjek dengan kualitas tidur yang buruk (P) lebih mungkin memiliki

tingkat kebugaran kardiorespirasi yang lebih rendah. Korelasi signifikan

(p=0.046) ditemukan antara skor PSQI global dan CRF. Diskusi: Belum

Page 55: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

55

ada studi di Indonesia yang mencari keterkaitan kebugaran kardiorepirasi

dengan kualitas tidur petugas keamanan. Padahal pola tidur penjaga

keamanan yang tidak menentu akan cenderung memiliki kualitas tidur

buruk dan menyebabkan rendahnya CRF. Banyak faktor yang

menyebabkan kualitas tidur buruk. Simpulan : Penjaga keamanan di

Universitas Indonesia dengan level CRF yang relatif lebih tinggi

berkaitan dengan tingkat kualitas tidur yang lebih tinggi. Perlu dilakukan

studi lebih lanjut untuk mengetahui komponen yang paling berpengaruh

dalam meningkatkan kualitas tidur petugas keamanan.

Kata Kunci : kebugaran kardiorespirasi, kualitas tidur, petugas keamanan

Page 56: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

56

Laporan Kasus

Evaluasi Kelaikan Kerja pada Operator Perminyakan

Lepas Pantai Pasca Combustio grade IIAB 6%

Ma’rifatul Mubin1, Astrid W. Sulistomo2

1. Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

2. Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

Abstrak

Pendahuluan : Kegiatan ekstraksi minyak lepas pantai merupakan salah

satu kegiatan kerja yang dikategorikan berbahaya karena rentan terhadap

insiden-insiden yang dapat membahayakan keselamatan orang-orang di

atasnya. Oleh karena itu tuntutan kerja pekerja lepas pantai sangat

spesifik. Pekerja offshore pengeboran minyak lepas pantai sering

mengalami kondisi berbahaya, seperti akibat cuaca buruk, bahan-bahan

yang mudah terbakar dan masalah dari alat berat yang dioperasikan.

Program kelaikan kerja adalah rangkaian tata laksana penanganan kasus

kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja melalui pelayanan

kesehatan, rehabilitasi dan pelatihan agar pekerja dapat bekerja kembali

dan mendorong secara psikologis pekerja yang mengalami cacat untuk

Page 57: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

57

tetap produktif. Metode penilaian kelaikan kerja mengikuti konsensus

PERDOKI.

Deskripsi kasus : Seorang laki-laki usia 26 tahun, dengan profesi sebagai

operator lapangan sebuah perusahaan perminyakan di lepas pantai Selat

Sulawesi yang mengalami luka bakar akibat bahan kimia methyl ethylene

glycol bersuhu 150oC dan pH 11 yang menyebabkan keterbatasan

gerakan motorik jari-jari tangan. Penilaian kelaikan kerja dilakukan 1

bulan setelah perawatan.

Hasil : Dari penerapan 7 langkah penilaian laik kerja didapatkan

keterbatasan yang menunjukkan pekerja membutuhkan penyesuaian

lingkungan kerja dan rekan kerja lainnya. Pasien saat ini tidak dapat

menggunakan safety shoes. Sehingga terdapat kecenderungan untuk

membahayakan diri sendiri.

Kesimpulan : Penilaian kelaikan kerja pasien ini dinyatakan tidak laik

kerja sementara selama 1 bulan sebagai operator lapangan.

Kata kunci: Kelaikan kerja, luka bakar, operator lapangan.

Page 58: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

58

Faktor-Faktor Lingkungan Kerja yang Mempengaruhi

Stress Kerja pada Pekerja Produksi Perusahaan Tempa

Besi di Jakarta Timur

Dini Widianti1, Natasha M Dwidita2*, Naura Zhafira2, Nazhira N

Amaliya2, Restu K Madani2, Shelvi R Amalia2

1Dosen Pengajar, Departemen Kesehatan Masyarakat, Universitas YARSI

2Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas YARSI

*E-mail: [email protected]

Background : Setiap tempat kerja mengandung berbagai potensi bahaya

yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja sehingga dapat

menimbulkan gangguan fisik atau psikis terhadap tenaga kerja. Objective:

Pada penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di perusahaan tempa besi

di Jakarta Timur karena terdapat faktor-faktor lingkungan kerja yang

mempengaruhi stress kerja. Methods: Penelitian ini menggunakan metode

case-control dengan jumlah responden 80 orang pekerja bagian produksi

yang terpengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan kerja. Results: Analisis

data dilakukan secara bivariat dengan menggunakan uji fisher dan uji

korelasi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat

hubungan antara shift kerja dengan stress kerja (Pvalue 0,401), tidak ada

hubungan antara intensitas cahaya dengan stress kerja (Pvalue 0,528),

Page 59: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

59

tidak ada hubungan antara kebisingan dengan stress kerja (Pvalue 0,429),

tidak ada hubungan antara alat pelindung diri dengan stress kerja (Pvalue

0,531), dan tidak terdapat hubungan antara paparan panas dengan stress

kerja (Pvalue 0,223). Penelitian ini dikatakan tidak berhubungan karena

terdapat teori yang mengatakan bahwa kesehatan psikologis bersifat

multidimensional. Discussion and Conclusions: Berdasarkan penelitian

tentang faktor-faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi stress kerja

pada perusahaan tempa besi di Jakarta Timur diperoleh kesimpulan

bahwa tidak terdapat hubungan antara faktor-faktor lingkungan kerja

dengan stress kerja pada pekerja perusahaan tempa besi di Jakarta Timur.

Keywords : Lingkungan Kerja, Stress Kerja

Page 60: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

60

Gambaran Hasil Pemeriksaan Fungsi Paru pada Pekerja

Patung Kayu di Desa Mas, Ubud-Bali

Gede Raditya Yoga Pratama1, Novendy2*

1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

2. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Korespondensi : [email protected]

Abstrak

Latar belakang : Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Februari

2014, terdapat sebanyak 70,7 juta pekerja di sektor informal. Pekerja di

sektor informal tidak mendapatkan perhatian khusus dalam menangani

masalah kesehatan yang terjadi. Salah satu contoh sektor informal adalah

pekerja pembuatan patung kayu. Pekerja pembuatan patung kayu

memiliki risiko tinggi untuk terjadinya penyakit akibat kerja, yang salah

satunya adalah penyakit akibat gangguan pernafasan.

Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperolehnya data

mengenai pekerja patung kayu.

Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif berbasis

komunitas. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang

terstruktur dan pemeriksaan spirometri. Teknik sampling yang digunakan

adalah purposive non-random sampling

Page 61: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

61

Hasil : Sebanyak 62 responden berparstisipasi, dengan 36 (58,1%) adalah

pemahat, 3 (4,8%) adalah pemotong kayu, 11 (17,7%) adalah pengamplas

dan 12 (19,4) adalah pengecat. Hasil spirometri menunjukan 16 (25,81%)

responden obstruktif, 5 (8,06%) responden restriksi, 2 (3,23%) responden

campuran dan sisanya normal. Rerata masa kerja adalah 23,85 tahun. Alat

pelindung diri yang terdapat hanya masker dan sebanyak 47,37%

responden menyatakan kadang menggunakannya dan 31,58% responden

tidak menggunakan masker pada saat bekerja

Kesimpulan : Penelitian ini merupakan suatu data awal yang dapat

memberikan gambaran bagaimana hasil pemeriksaan fungsi paru dari

pekerja patung kayu. Dimana telah diketahui bahwa pekerja patung kayu

mempunyai risiko untuk mengalami gangguan pernafasan. Sehingga

masih sangat diperlukannya penelitian-penelitian yang lebih lanjut.

Kata-kata kunci : sektor informal, pekerja patung kayu, fungsi paru,

spirometri.

Page 62: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

62

Laporan Kasus

Evaluasi Kelaikan Kerja Pada Pengemudi perusahaan

dengan Coronary Artery Disease post CABG

Poudra Agusta1, Astrid W. Sulistomo2

1. Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

2. Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

Abstrak

Pendahuluan : Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan

penyebab kematian nomor satu di dunia dan penyebab utama kematian

pada manusia dibandingkan penyebab lain. Penyakit jantung dan

pembuluh darah merupakan penyakit dengan tingkat disabilitas tinggi dan

salah satu penyebab kehilangan waktu kerja dengan tingkat kembali

bekerja yang rendah pada pekerja. Maka penilaian kelaikan kerja sangat

diperlukan untuk pekerja pasca pemulihan dari penyakit jantung, untuk

mementukan apakah pekerja dapat kembali bekerja. Dalam penilaian

kelaikan kerja dengan penyakit jantung dan pembuluh darah, diperlukan

penilaian secara menyeluruh yang meliputi kapasitas fisik, kapasitas

Page 63: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

63

mental, uraian kerja, tuntutan pekerjaan, dan penilaian disabilitas, serta

risiko.

Deskripsi kasus : Laporan kasus pada seorang laki-laki usia 55 tahun,

dengan profesi sebagai pengemudi operasional marketing pada

perusahaan kargo, yang telah dilakukan operasi CABG. Penilaian laik

kerja dilakukan 1 bulan pasca operasi.

Hasil : Dari penerapan 7 langkah penilaian laik kerja, dapat disimpulkan

bahwa kondisi pekerja belum memenuhi pedoman standar untuk

mengemudi. Pada aspek fisik pekerja belum memenuhi kapasitas fisik

dalam melakukan pekerjaannya sebagai pengemudi. Pada aspek mental

dalam menangani stress belum memenuhi, dikarenakan kondisi yang

lemah dan cepat lelah. Pada aspek risiko didapatkan adanya kemungkinan

membahayakan diri sendiri, rekan kerja dan lingkungan dikarenakan

kondisi yang belum memenuhi kapasitas dalam mengemudi.

Kesimpulan : Penilaian kelaikan kerja pasien ini dinyatakan tidak laik

kerja sebagai pengemudi.

Kata kunci : Kembali bekerja, Sopir perusahaan, penyakit jantung coroner

pasca-CABG.

Page 64: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

64

Analisis Nyeri Bahu Dan Faktor Risiko Yang

Berhubungan Pada Pekerja Laki-Laki Pembuat Batu

Bata : Studi di Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi

R.M. Adi Pranaya, Astrid Sulistomo, Sudadi Hirawan

Program Magister Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Email : [email protected]

Abstrak

Latar Belakang : Lebih dari sepertiga pekerja pembuatan batubata

mengalami keluhan nyeri pada bahu. Perlu di identifikasi penyebab atau

faktor yang berhubungan dengan terjadinya nyeri bahu, sehingga dapat

dilakukan upaya pencegahan di tempat kerja dengan harapan terjadi

peningkatan derajat kesehatan pekerja pembuatan batu bata.

Metode : Penelitian menggunakan desain potong lintang dengan

pemilihan sampel secara Total sampling. Pengumpulan data dilakukan

dengan wawancara dan pengamatan cara kerja. Variabel yang diteliti

adalah umur, indeks massa tubuh, masa kerja, lama kerja, aktivitas

olahraga, kebiasaan merokok, pekerjaan rumah tangga, Posisi kerja

lengan atas lama posisi lengan atas sewaktu istirahat, posisi duduk ketika

Page 65: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

65

bekerja. Dilakukan pengukuran nyeri dan disabilitas juga menggunakan

instrumen shoulder pain and disablity index (SPADI).

Hasil : Jumlah responden adalah 92 orang lelaki. Didapatkan prevalensi

nyeri bahu 57,6% dengan skor pain index <50%, sebesar 84,9% dan

disability index pada kategori 50%-79%, sebesar 96,2%. Faktor individu

yang berhubungan dengan nyeri bahu adalah umur > 40 tahun ROs 30,62

(IK95% 7,16-131,01), tidak aktivitas olahraga ROs 8,97 (IK95% 1,30-

61,76) Faktor pekerjaan yang berhubungan; lama kerja > 8 jam ROs 5,71

(IK95% 1,56-20,80), masa kerja > 5 tahun ROs 5,00 (IK95% 1,30-19,13),

serta posisi duduk bungkuk ROs 5,13 (IK95% 1,20–21,95).

Kesimpulan dan saran : Prevalensi nyeri bahu pada pekerja pembuatan

batubata adalah 57,6%. Faktor yang berhubungan adalah; umur > 40

tahun, tidak aktivitas olahraga, lama kerja > 8 Jam, masa kerja > 5 tahun,

posisi duduk bungkuk. Saran agar desain tempat kerja agar sesuai dengan

posisi bekerja dan dianjurkan untuk berisitirahat yang cukup bagi pekerja

seteleh bekerja 8 jam sehari.

Kata Kunci : Nyeri bahu, pekerja informal, pembuat batu bata, aktivitas

olahraga, lama kerja, masa kerja, posisi duduk.

Page 66: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

66

Uji Validitas dan Reliabilitas Epworth Sleepiness Scale

(ESS) Sebagai Instrumen Penilaian Daytime Sleepiness

Raissa Putri Kusuma, Nuri Purwito Adi, Retno Asti Werdhani

Magister Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaE-mail:

[email protected]

Abstrak

Latar Belakang : Excessive Daytime Sleepiness (EDS) merupakan salah

satu gangguan kesehatan kerja dan merupakan indikator pengukuran rasa

kantuk yang telah teruji pada sejumlah studi berkaitan dengan

peningkatan resiko kecelakaan, hipertensi dan diabetes yang tidak

terkontrol, obesitas, late life memory impairment, gangguan tidur dan

sleep-disordered breathing. Berkaitan dengan hal tersebut, penting

adanya suatu instrumen untuk menilai EDS, sayangnya belum terdapat

instrumen penilaian EDS dalam Bahasa Indonesia. Epworth Sleepiness

Scale (ESS) adalah instrumen potensial untuk diadaptasi berkaitan

dengan pengukuran subjektif untuk mengukur daytime sleepiness yang

telah digunakan secara luas sebagai instrumen screening Obstructive

Sleep Apnea (OSA) pada pekerja. ESS memiliki validitas dan reliabilitas

Page 67: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

67

yang baik dimana ESS telah diadaptasi secara transkultural ke dalam

berbagai bahasa di dunia.

Tujuan : Mendapatkan ESS Versi Bahasa Indonesia yang valid dan

reliabel dari versi asli yang berbahasa Inggris ke Bahasa Indonesia.

Metode : Penelitian ini dilakukan dengan metode adaptasi transkultural

10 langkah dari ISPOR (International Society of Pharmacoeconomics and

Outcome Research) diikuti dengan uji validitas serta uji reliabilitas

terhadap 90 karyawan perusahaan di Jakarta.

Hasil : Didapatkan kuesioner ESS Versi Bahasa Indonesia yang terdiri

atas 8 butir dimana semuanya dinyatakan valid dengan nilai r 0.490

hingga 0.770. Nilai α Cronbach ESS Versi Bahasa Indonesia pada saat tes

adalah 0,645, pada saat retes 0,654 dan uji Intraclass Correlation (ICC)

terhadap total skor tes dan retes didapatkan hasil r 0.996 (p < 0.001). Hal

ini berarti ESS Versi Bahasa Indonesia memiliki stabilitas internal yang

dapat diterima.

Kesimpulan : ESS versi Bahasa Indonesia terbukti memiliki validitas,

reliabilitas dan stabilitas internal yang baik sebagai instrumen penilaian

daytime sleepiness terhadap karyawan kantor di Indonesia.

Kata kunci. ESS ; Bahasa Indonesia; kuesioner; daytime sleepiness

Page 68: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

68

Laporan Kasus

Evaluasi Kelaikan Kerja pada Operator Mesin Benzo di

Proses Induction Quenching and Tempering (IQT) Bagian

Fabrikasi Rangka PT. X dengan Trigger Finger

Redy1, Astrid W. Sulistomo2

1. Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

2. Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

Abstrak

Pendahuluan: Trigger finger adalah penyakit yang umum terjadi pada jari

tangan dengan prevalensi mencapai 3% dari populasi umum. Sampai saat

ini etiologi pasti masih belum jelas tetapi beberapa faktor diduga sebagai

penyebab diantaranya berhubungan dengan gerakan repetitif jari tangan

dan genggaman kuat saat bekerja. Keluhan ditandai oleh rasa nyeri

gradual, bunyi klik saat jari fleksi atau ekstensi, dan hilangnya ruang

gerak atau terkunci pada jari yang terkena. Hal tersebut menyebabkan

limitasi gerak fungsi jari pada saat kondisi akut ataupun kronik sehingga

mengganggu aktifitas kerja. Oleh sebab itu, diperlukan suatu penilaian

Page 69: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

69

kelaikan kerja untuk mencocokkan antara kondisi kesehatan pekerja

dengan tuntutan pekerjaannya.

Deskripsi

Kasus : Seorang laki-laki usia 47 tahun, dengan profesi sebagai operator

mesin Induction Quenching and Tempering (IQT) bagian fabrikasi rangka

PT. X, yang mengalami penurunan fungsi kekuatan menggenggam akibat

adanya trigger finger pada kedua ibu jari tangannya. Dilakukan penilaian

kerja atas permintaan perusahaan. Pasien saat ini sudah menjalani terapi

konservatif dan penempatan kerja hanya di bagian pengoperasian mesin

benzo.

Metode : Tujuh Langkah Penilaian Laik Kerja Konsensus PERDOKI.

Hasil : Dari uraian tugas didapatkan tuntutan pekerjaan utama pasien

adalah memindahkan komponen bar besi baja panjang dari lantai dari

conveyor menggunakan alat bantu crane, memotong bar besi baja

menggunakan mesin benzo, dan memindahkan hasil potongan bar besi

baja ke palate. Kondisi kesehatan saat pemeriksaan adalah terdapat

limitasi fungsi fleksi-ekstensi kedua ibu jari tangan. Penempatan

workstation baru dan penggunaan thumb splints telah meminimalkan

aktifitas gerak fleksi-ekstensi kedua ibu jari tangan sehingga pasien masih

dapat memenuhi tuntutan pekerjaan dan tidak berisiko membahayakan

Page 70: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

70

diri sendiri, rekan kerja maupun lingkungan kerja. Prognosis trigger

finger dengan terapi konservatif secara umum baik dengan tanpa faktor

komorbid.

Kesimpulan : Pasien ini dinyatakan laik kerja dengan catatan sebagai

operator mesin Benzo di bagian proses IQT fabrikasi rangka PT. X.

Kata kunci : Trigger finger, Trigger thumb, Kelaikan kerja.

Page 71: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

71

Uji Validitas dan Reliabilitas Occupational Fatigue

Exhaustion Recovery (OFER15) Versi Bahasa Indonesia

sebagai Instrument Penilaian Kelelahan Umum Akibat

Kerja Pada Industri Manufacture di Indonesia

Riri Mega Lestari1, Astrid Sulistomo2, Zarni Amri2, Suryo

Wibowo2, Retno Asti Werdhani2

1 Program Studi Magister Kedokteran Kerja, Universitas Indonesia

2 Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Latar Belakang : Occupational Fatigue Exhaustion Recovery (OFER)

sebagai instrumen penilaian kelelahan pada pekerja selain bisa

mendapatkan tingkat kelelahan kronis, kelelahan akut juga dapat menilai

kecukupan intershift recovery dan banyak dipergunakan secara luas di

berbagai negara, akan tetapi belum ada dalam versi Bahasa Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan OFER15 versi Bahasa

Indonesia yang valid dan reliabel.

Metode : Adaptasi OFER15 versi aslinya menggunakan metode 10

langkah dari ISPOR (International Society for Pharmacoeconomics and

Page 72: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

72

Outcomes Research) diikuti dengan uji validitas butir dan faktor serta uji

reliabilitas. Pengujian dilakukan terhadap 172 pekerja baik itu dengan

sistem shift maupun nonshift pada Industri Manufacture di PT X di

Jakarta.

Hasil : Hasil dari ISPOR pada penelitian ini terjadi beberapa penyesuaian

bahasa dan idioms. Keseluruhan 15 butir OFER15 versi Bahasa Indonesia

dinyatakan valid (r = 0.496-0.649). Hasil Analisis Faktor Eksploratori

mengidentifikasi struktur tiga faktor yang signifikan yang memiliki

kompatibilitas yang dapat diterima untuk model kuesioner OFER-15 asli.

Nilai α Cronbach OFER 15 versi Bahasa Indonesia adalah 0,82 pada

Subskala Kelelahan Kronis , 0,88 pada Subskala Kelelahan Akut dan 0,82

pada Subskala Intershift Recovery. Didapatkan hasil tes-retest dengan

nilai Intra-Class Correlation > 0,8 pada setiap subskala. Hasil penelitian

di PT X dari 172 pekerja didapatkan 91 orang mengalami kelelahan

kronis, 33% nya mengalami

kurangnya kecukupan waktu pemulihan kerja, 68 orang mengalami

kelelahan akut, 34% nya mengalami kurangnya kecukupan waktu

pemulihan kerja, dan 13 orang (8%) tidak mengalami kelelahan akibat

kerja.

Page 73: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

73

Kesimpulan : OFER15 versi Bahasa Indonesia ini memiliki validitas,

reliabilitas dan stabilitas internal baik, sebagai instrumen yang dapat

dipergunakan untuk menilai kelelahan akibat kerja pada populasi

pekerja di Indonesia.

Page 74: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

74

Hubungan Masa Kerja Terhadap Kejadian Carpal Tunnel

Syndrome Pada Pekerja Batik Di Kota Tasikmalaya

Rr.Desire Meria Nataliningrum, Nissa Amamah Mulyani

Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani

[email protected]

Pekerjaan membatik membutuhkan ketekunan dan kesabaran untuk

menghasilkan sebuah hasil yang baik. Masih banyak pekerja batik

melakukan pekerjaan membatik dengan cara tradisional, menggunakan

canting dan malam dan menggambar langsung pada kain. Pekerjaan

membatik membutuhkan gerakan tangan berulang dari pekerja batik.

Masa kerja merupakan salah satu faktor risiko terjadinya sindroma karpal

tunnel CTS) . CTS adalah kumpulan gejala neuropati yang disebabkan

oleh tekanan pada nervus medianus pada pergelangan tangan, ditandai

dengan rasa nyeri pada tangan, mati rasa, dan kesemutan dalam distribusi

nervus medianus (ibu jari, telunjuk, jari tengah, dan sisi radial jari manis)

serta pengurangan kekuatan pada genggaman dan fungsi tangan. CTS

sering terjadi secara bilateral dan intensitas nyeri lebih hebat pada tangan

yang dominan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

masa kerja terhadap kejadian CTS pada pekerja batik di Kota

Tasikmalaya. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan

Page 75: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

75

menggunakan rancangan cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 40

responden didapatkan dengan teknik simple random sampling. Kriteria

gejala klinis CTS ditetapkan berdasarkan General Practices dari Primary

Care Rheumatology Society yang terdiri dari delapan pertanyaan dan

pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah Phalen Test, Tinnel Test, Tes

Kompresi Karpal, Wrist Extension Test, dan Flick Test. Hasil penelitian

menunjukkan pekerja yang memiliki tanda dan gejala klinis CTS dengan

masa kerja ≥4 tahun sebanyak 42,50%. Sementara untuk masa kerja < 4

tahun sebanyak 5% memiliki tanda dan gejala klinis CTS. Terdapat

hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan terjadinya gejala

klinis CTS pada pekerja batik di Kota Tasikmalaya. (p= 0.005). Tindakan

pencegahan CTS perlu disarankan pada pekerja batik.

Kata kunci: pekerja batik, masa kerja, Carpal Tunnel Syndrome

Page 76: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

76

Pengaruh Kebugaran Kardiorespirasi dalam Mencegah

Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler pada Petugas

Satpam

Septia Mandala Putra1, Listya Tresnanti Mirtha1,2

1. Program Studi Kedokteran Olahraga, Departemen Kedokteran Komunitas Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta Indonesia

2. Divisi Kedokteran Olahraga, Departemen Kedokteran Komunitas, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

Pendahuluan : Petugas satpam (satuan pengamanan) merupakan satuan

kelompok yang berfungsi untuk dapat menjaga keamanan fisik di dalam

lingkungan kerjanya. Salah satu faktor yang dapat menunjang performa

satpam adalah kebugaran kardiorespirasi yang baik. Beberapa penelitian

menyebutkan bahwa kebugaran kardiorespirasi yang baik merupakan

prediktor dan dapat mencegah risiko gangguan penyakit jantung. Tujuan

: Apakah satpam yang memiliki kebugaran kardiorespirasi yang baik

dapat mencegah faktor risiko penyakit kardiovaskuler? Metode :

Pengukuran kebugaran kardiorespirasi dilakukan dengan metode Cooper

Test selama 12 menit, yang merupakan battery test dari tes kesamaptaan.

Risiko penyakit kardiovaskular diukur berdasarkan kriteria Jakarta

Cardiovascular Score yaitu jenis kelamin, umur, pengukuran tekanan

Page 77: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

77

darah, riwayat merokok, gula darah, indeks massa tubuh, dan tingkat

aktivitas fisik. Hasil : Dari hasil yang didapat, maka satpam yang

memiliki kebugaran kardiorespirasi rendah akan 3 x berisiko lebih tinggi

untuk mengalami penyakit kardiovaskuler. Diskusi : Dari data diatas

didapati bahwa dengan baiknya kebugaran kardiorespirasi seorang

satpam, dapat memberikan sedikitnya 2 manfaat, 1) Performa fisik lebih

terjaga, sehingga dapat melakukan tugas dengan maksimal 2) Dapat

mencegah gangguan kardiovaskuler yang menjadi faktor kematian

terbesar di Indonesia.

Simpulan : Diharapkan satpam memiliki kebugaran kardiorespirasi yang

baik sebagai modal kesehatan dan produktivitasnya.

Kata Kunci: kebugaran kardiorespirasi, penyakit kardiovaskuler, petugas

keamanan.

Page 78: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

78

Gambaran Jumlah Koloni Bakteri Patogen pada

Membran Stetoskop di Rumah Sakit X Bogor, Jawa Barat

Stellon Salim*, Yosephin Sri Sutanti**, Yusuf Handoko**

*Strata 1 Program Studi Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida

Wacana

**Staf Pengajar Kedokteran Okupasi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Email : [email protected]

Abstrak

Seperti yang diketahui alat-alat medis merupakan salah satu tempat

transmisi bakteri patogen, salah satunya adalah stetoskop. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran jumlah koloni bakteri

pada membran stetoskop di Rumah Sakit X. Jenis penelitian ini berupa

cross sectional dengan metode deskriptif, yang dilakukan pada bulan Mei-

November 2016. Sampel yang diteliti berjumlah 21 stetoskop yang

terdapat diruangan Rumah Sakit X dengan teknik pengambilan sampel

secara total purposive sampling. Pada diafragma stetoskop dilakukan

swab dengan cotton bud steril yang sudah dibasahi oleh NaCl 0,9%,

kemudian hasil swab dibawa ke laboratorium FK UKRIDA untuk diteliti

lebih lanjut. Dari hasil penelitian didapatkan 85,7% membran stetoskop

terkontaminasi tinggi bakteri dengan jumlah koloni ≥20CFU (Colony

Page 79: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

79

Forming Unit) dengan mayoritas bakteri tetracoccus dan staphylococcus.

Dari data membran stetoskop menyatakan sebanyak 14 sampel (67%)

dibersihkan dengan isopropil alkohol 70%, diikuti 6 sampel (28,5%)

dibersihkan tanpa desinfektan dan 1 sampel (4,7%) dibersihkan dengan

sabun antiseptik. Selain itu data menunjukkan jumlah koloni tertinggi

ditemukan di kamar operasi, instalasi gawat darurat (IGD) dan poli anak

dengan jumlah koloni >300 CFU. Hal ini dapat menjadi pertimbangan

yang mewajibkan tenaga kesehatan di rumah sakit memperhatikan

pemeliharaan kebersihan stetoskop sesuai Kesehatan dan Keselamatan

Kerja Rumah Sakit (K3RS) untuk mencegah transmisi bakteri.

Kata kunci : koloni bakteri, membran stetoskop, rumah sakit.

Page 80: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

80

Tinjauan Pustaka

Obesitas di Tempat Kerja Sugih Firman

Occupational Health Doctor

International SOS – Freeport Site, Mimika, Papua

Email: [email protected]

Abstrak

Obesitas dikaitkan dengan peningkatan risiko beberapa penyakit

komorbid, mulai dari penyakit jantung dan pembuluh darah hingga

kanker. Penyebab obesitas multifaktor, meliputi interaksi kompleks

antara genetis, hormon, lingkungan, beberapa penyakit tertentu dan obat-

obatan. Di beberapa tempat kerja, obesitas membatasi pekerja untuk

melakukan beberapa jenis pekerjaan karena postur, kekuatan otot,

kapasitas kardiorespirasi, rentang gerak, dan sebagainya.

Penatalaksanaan penurunan berat badan yang berhasil meliputi penentuan

tujuan dan membuat perubahan gaya hidup, seperti mengkonsumsi kalori

lebih rendah dan menjadi aktif secara fisik. Penatalaksanaan perilaku

merupakan pendekatan untuk membantu pasien obese mengembangkan

suatu ketrampilan untuk mencapai berat yang lebih sehat.

Page 81: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

81

Gambaran Kualitas Tidur Pada Polisi Jalan Raya Korps

Lalu Lintas (Korlantas) Jakarta Selatan Tahun 2018

Wayan Sadhira Gita Krisnayanti*, Susanty Dewi Winata**

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida

**Staf Pengajar K3 Fakultas Kedokteran Ukrida

Alamat email: [email protected], [email protected]

Tidur merupakan salah satu kebutuhan fisiologis bagi manusia yang

berguna untuk proses pemulihan fungsi tubuh. Banyak faktor yang

menyebabkan terganggunya kualitas tidur seperti penyakit, lingkungan,

latihan fisik dan kelelahan, kerja gilir, stress, gaya hidup dan kebiasaan,

penggunaan obat – obatan dan zat kimia. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran kualitas tidur pada polisi jalan raya Korps Lalu

Lintas (KORLANTAS). Penelitian ini menggunakan desain cross

sectional dimana pengambilan data dan pengukuran diambil pada saat

yang bersamaan. Penelitian ini merupakan jenis deskriptif analitik dimana

penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena

kesehatan itu terjadi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini

adalah dengan consecutive sampling. Sampel dalam penelitian ini

berjumlah 96 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa polisi jalan raya

Korps Lalu Lintas memiliki kualitas tidur yang baik (71,9 %). Untuk

Page 82: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

82

polisi yang memiliki kualitas tidur yang baik, diharapkan selalu

memperhatikan kesehatan dan juga faktor yang lain sehingga kualitas

tidur tetap terjaga dengan baik.

Kata Kunci : kualitas tidur, kerja gilir.

Page 83: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

83

Laporan Kasus

Evaluasi Kelaikan Kerja Pada Pekerja Offshore dengan

Post Synovectomy Karena Artritis Gout Sinistra

Yonathan Winata1, Astrid W. Sulistomo2

1. PPDS Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2. Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

Abstrak

Atritis gout adalah salah satu penyakit yang mempunyai prevalensi tinggi

di Indonesia. Artitis gout dapat menimbulkan nyeri dan menyebabkan

gangguan pada mobilitas sehingga dapat mengganggu pekerjaan yang

membutuhkan mobilitas tanpa ada gangguan pada sendi dan otot rangka.

Pekerjaan sebagai Lead Operator Production menuntut mobilitas anggota

gerak yang tinggi sehingga perlu dilakukan penilaian kelaikan kerja pada

pekerja dengan post synovectomy karena Artritis Gout Sinistra. Penilaian

kelaikan kerja dilakukan berdasarkan 7 langkah penilaian kelaikan kerja

sesuai konsensus PERDOKI. Kami melaporkan seorang laki – laki usia

25 tahun, bekerja sebagai Lead Operator Production di offshore dengan

nyeri pada lutut kiri sejak 1 minggu. Pekerja didiagnosis joint effusion

sinistra kemudian dilakukan operasi synovectomy dan ditemukan kristal

Page 84: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

84

asam urat pada lutut kiri saat operasi. Pasien bekerja shift 12 jam/hari

dengan jadwal on – off /2 minggu. Keadaan umum pasien saat ini masih

terasa nyeri ringan saat berjalan, ROM kedua organ ekstremitas bawah

dalam batas normal, pemeriksaan asam urat darah 8,8. Berdasarkan

penilaian kelaikan kerja, disimpulan bahwa status laik kerja pekerja pada

saat ini adalah tidak laik bekerja untuk sementara untuk bekerja sebagai

Lead Operator Production di lingkungan kerja offshore, karena kondisi

pekerjaan dan lingkungan kerjanya berisiko memperberat penyakitnya.

Tampak perbaikan setelah dilakukan tindakan synovectomy namun

dibutuhkan rehabilitasi paska tindakan oleh ahli rehabilitasi medik

sebelum lutut kiri pasien dapat digunakan untuk berjalan atau naik turun

tangga secara normal kembali tanpa terasa nyeri. Evaluasi ulang penilaian

kelaikan kerja akan dilakukan kembali 1 bulan setelah pasien

mendapatkan terapi adekuat yaitu: fisioterapi oleh ahli rehabilitasi medik

dan pengaturan diet untuk menurunkan berat badan oleh ahli gizi.

Kata kunci: kelaikan kerja, Synovectomy, Artritis Gout.

Page 85: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

85

Laporan Kasus

Diagnosis Okupasi Penyakit Silikotuberkulosis pada

Pekerja Grafir Kaca

Zulkifli Dharma1, Astrid W. Hardjono2

1) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

2) Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

Abstrak

Pendahuluan : Lapangan kerja sektor informal di Indonesia semakin

berkembang, salah satunya adalah jasa grafir kaca. Pekerja yang

menggrafir kaca berada dalam risiko tinggi terkena penyakit paru

Silikosis karena penggunaan pasir silika dalam pekerjaannya. Salah satu

komplikasi dari silikosis adalah Silikotuberkulosis. Penegakan diagnosis

okupasi pada pekerja grafir kaca dengan silikotuberkulosis ini

menggunakan metode 7 langkah Diagnosis Okupasi, sesuai konsensus

PERDOKI, yang di dalamnya termasuk metode Evidence Based.

Deskripsi Kasus : Kami menegakkan diagnosis okupasi pada seorang

pekerja grafir kaca, laki-laki, berumur 35 tahun, yang terpajan debu silika

selama 5 tahun. Keluhan dan gejala timbul pada tahun ke-6 sejak terpajan

Page 86: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

86

debu silika, dengan kondisi fisik yang semakin menurun, disertai dengan

adanya komplikasi infeksi tuberkulosis.

Diskusi : Dari informasi yang didapat mengenai deskripsi kerja, cara

kerja, penggunaan alat pelindung diri (APD) serta mengacu pada

evidence yang ada di referensi, disimpulkan pekerja ini mengalami

Silikotuberkulosis Akibat Kerja.

Kata Kunci : diagnosis okupasi, grafir kaca, pekerja sektor informal,

silikotuberkulosis.

Page 87: The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers ... fileDokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja

87