44

Click here to load reader

Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

Citation preview

Page 1: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

PAPER

PENGOLAHAN PRODUK DERIVAT

“BIO OIL KELAPA SAWIT”

KELOMPOK 7

1. Fifi Dewi Kadita 111710101045

2. Anita Ray S. 111710101001

3. Insiatul Hasanah 111710101009

4. Lisa Lutfiatul F. 111710101019

5. Maharlika P.B.N 111710101079

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2013

Page 2: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

BAB 1. PENDAHULUAN

Adanya keterbatasan sumber energi dari minyak bumi memicu ditemukannya sumber

energi lain salah satunya yaitu bahan bakar sintetis seperti bio-oil yang dapat dibuat dari

biomassa yang dapat diperbaharui. Bio-oil digunakan untuk pembangkit generator, produksi

bahan-bahan kimia dan resin, bahan bakar untuk transportasi dan sangat baik sebagai pengganti

bahan bakar alternatif (Mohan el al, 2006).

Bahan bakar minyak merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan. Bahan

bakar yang digunakan selama ini berasal dari minyak mentah yang diambil dari perut bumi,

sedangkan minyak bumi merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui, sehingga untuk

beberapa tahun ke depan diperkirakan masyarakat akan mengalamikekurangan bahan bakar.Pada

saat sekarang telah banyak dilakukan yang berkaitan dengan bahan bakar alternatif pengganti

minyak bumi, seperti penelitian yang dilakukan oleh Beis dkk. (2002), Ozbay dkk. (2001) dan

Onay dkk. (2004) yaitu mengkonversikan biomas menjadi produk bio-oil. Goyal dkk. (2006)

melaporkan bahwa bio-oil merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat

diperbaharui. Bio-oil sangat menjanjikan dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan industri

antara lain sebagai combustion fuel dan power generation untuk memproduksi bahan kimia serta

dapat dicampur dengan minyak diesel sebagai bahan bakar mesin diesel.

Biomas yang digunakan untuk memproduksi bio-oil dapat diperoleh dari limbah

pertanian, hutan, perkebunan, industri dan rumah tangga. Negara-negara tropis seperti Indonesia

umumnya memiliki biomas yang berlimpah. Sekitar 250 milyar ton per-tahun dihasilkan dari

biomas hutan dan limbah pertanian. Limbah pertanian secara umum berasal dari perkebunan

kelapa sawit, tebu, kelapa serta sisa panen dan lain-lainnya yang mencapai kira–kira 40 milyar

ton per-tahun (Suwono, 2003).

Dari estimasi potensi limbah perkebunan dari tahun 2001–2003 dilaporkan bahwa di

Indonesia limbah kelapa sawit mempunyai potensi yang lebih besar dibandingkan dengan batang

karet, kelapa dan tebu. Potensi yang besar ini karena Indonesia memiliki perkebunan kelapa

sawit sekitar 4 juta Ha dengan total produksi 8 juta ton CPO dan Kernel (Suwono, 2003).

Proses yang digunakan dalam memproduksi bio-oil adalah pirolisis. Pirolisis merupakan

proses dimana partikel-partikel bahan organik atau biomass diberikan pemanasan secara cepat

tanpa adanya kandungan oksigen dalam proses. Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan

Page 3: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau reagen lainnya, dimana

material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas. Dari proses

tersebut diperoleh uap organik, gas dan arang. Uap organik itulah yang nantinya dikondensasikan

menjadi bio-oil.

Page 4: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Menurut morfologinya, kelapa sawit dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathopyta

Class : Angiospermae

Ordo : Monocotyledonae

Famili : Palmae

Genus : Elaeis

Species : Elaeis guinensis Jacq.

(Pahan, 2008).

Kelapa sawit termasuk produk yang banyak diminati investor karena nilai ekonominya

cukup inggi. Potensi areal perkebunan Indonesia masih terbuka luas untuk tanaman kelapa sawit.

Pengembangan perkebunan tidak hanya diarahkan pada sentra–sentra produksi seperti di

Sumatera dan Kalimantan. Data di lapangan menunjukkan kecendrungan peningkatan luas areal

perkebunan kelapa sawit khususnya perkebunan rakyat. Pertumbuhan perkebunan rakyat pada

priode tiga puluh tahun terakhir mencapai 45,1% per tahun sementara areal perkebunan negara

tumbuh 6,8% per tahun, dan areal perkebunan swasta tumbuh 12,8% pertahun. Industri

pengolahan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan (Fauzi, 2004).

2.2 Cangkang Sawit

Secara anatomi, buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian utama

adalah perikaprium yang terdiri dari epikaprium dan mesokarpium, sedangkan yang kedua

adalah biji, yang terdiri dari endokaprium, endosperm, dan lembaga atau embrio. Epikaprium

adalah kulit buah yang keras dan licin, sedangkan mesokaprium yaitu daging buah yang

berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen tingi. Epokaprium merupakan cangkang

berwarna hitam dan keras (Fauzi, 2004).

2.3 Bio-oil

Page 5: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

Bio-oil adalah bahan bakar cair berwarna gelap, beraroma seperti asap, dan diproduksi

dari biomassa seperti kayu, kulit kayu, kertas atau biomassa lainnya melalui teknologi pirolisis

(pyrolysis ) atau pirolisis cepat (fast pyrolysis ). Fast Pyrolysis (pirolisis cepat) adalah

dekomposisi thermal dari komponen organik tanpa kehadiran oksigen dengan cara mengalirkan

N2 dalam prosesnya untuk menghasilkan cairan, gas dan arang. Cairan yang dihasilkan ini lebih

lanjut kita kenal sebagai Bio-oil. Produk yang dihasilkan dalam proses pirolisis cepat tergantung

dari komposisi biomassa yang digunakan sebagai bahan baku, kecepatan serta lama pemanasan.

Rendemen cairan tertinggi yang dapat dihasilkan dari proses pirolisis cepat berkisar 78 % dengan

lama pemanasan 0,5–2 detik, pada suhu 400-600oC dan proses pendinginan yang cepat pada

akhir proses. Pendinginan yang cepat sangat penting untuk memperoleh produk dengan berat

molekul tinggi sebelum akhirnya terkonversi menjadi senyawa gas yang memiliki berat molekul

rendah. Produksi bio oil sangat menguntungkan karena dengan pengorvensian bio oil maka akan

didapatkan produk berupa bahan bakar minyak bio, misalnya: biokerosene, biodiesel dan lain-

lain (Hambali, 2007).

2.4 Spesifikasi Bio–Oil Untuk Bahan Bakar

Bio–oil terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen dengan sedikit kandungan nitrogen dan

sulfur. Hanya saja kandungan sulfur dan nitrogen dalam Bio–oil dapat ditiadakan (tidak begitu

berarti). Komponen organik terbesar dalam Bio oil adalah lignin, alkohol, asam organik, dan

karbonil. Karakteristik Bio–oil tersebut menjadikan bio–oil sebagai bahan bakar yang ramah

lingkungan. Selain itu, Bio–oil memiliki nilai bakar yang lebih besar dibandingkan dengan bahan

bakar oksigen lainnya (seperti metanol) dan nilainya hanya lebih rendah sedikit dibandingkan

dengan diesel dan light fuel oil lainnya ( Hambali dkk, 2007).

Page 6: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

Tabel 2.1 dibawah ini merupakan spesifikasi bio-oil untuk bahan bakar.

Propertics Spesifikasi Keterangan

HHV >70.000 BTU/gal Metode DISN 51900

Kandungan air< 25 %

Titrasi karl fisher

berdasarkan ASTM D 1744

Kandungan padatan

<1 %

Dihitung berdasarkan

kandungan etanol yang

insoluble dengan metode

filtrasi

Viskositas 10-150 Cst pada 50o C ASTM D445

Spesifik Grafity (densitas) 1.2 (pada 15o C) ASTM D405

Karbon 51,5 % - 58,3 % 54,5 %

Hydrogen 0,1 % - 0,4 % 0,4 %

Nitrogen 0,07 % - 0,40 % 0,2 %

Sulfur 0,00 % - 0,07 % 0,0005 %

Debu 0,13 % - 0,21 % 0,16 %

Tabel 2.1 Spesifikasi bio–oil untuk bahan bakar

2.5 Pirolisis

Pirolisis adalah proses panas yang berasal dari luar atau ibangkitkan dalam reactor.

Proses pirolisis terjadi pada suhu 120o C yang ditandai dengan hadirnya sedikit tar yang

menyelimuti dinding penampung tar (Schroder, 2004). Pada suhu 120oC yang keluar dari

kondensor adalah uap air. Pada suhu 170o C maka zat-zat organik hasil hidrolisis yang mudah

menguap akan keluar, sedangkan pada suhu 300oC mulai terjadi pembentukan karbon panjang.

Apabila suhu dinaikkan menjadi 400oC sampai 600oC maka akan terbentuk gas CO, H2, CO2,

hidrokarbon rantai rendah dan menengah segera keluar dari reactor dan mengembun pada

kondensor dan menjadi bio-oil.

Menurut Blasi (2005) produk pirolisis dapat dimaksimalkan dengan mengendalikan 3

variasi parameter yakni dengan menggunakan kecepatan panas tinggi, kontrol temperatur reaksi,

waktu tinggal uap yang singkat dengan jalan pendinginan produk uap dengan cepat. Mekanisme

Page 7: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

pirolisis dimulai dari transfer panas ke permukaan pertikel secara radiasi, kemudian uap air lepas

dan diikuti dengan perengkahan (cracking) biomassa. Hasil volatil dan gas menuju kepermukaan

partikel biomassa secara divusi, selama perjalanannya volatil dan gas bereaksi, baik berupa

perengkahan maupun polimerisasi.

Menurut Girard (2003) pirolisis merupakan proses dekomposisi lignoselulosa oleh panas

dengan oksigen yang terbatas menghasilkan gas, padat, dan cair, yang jumlahnya tergantung

pada jenis bahan, metode, dan kondisi pirolisator. Komponen biomassa terdiri dari sellulosa,

hemiselulosa, dan lignin akan terdekomposisi sesuai dengan mekanisme den kecepatan masing-

masing. Sellulosa akan terdekomposisi pada suhu 200-260oC sedangkan lignin pada suhu 310-

500oC atau lebih.

Dalam bidang katalis, lempung telah lama dikenal sebagai katalis perengkahan yang

digunakan dalam perengkahan minyak bumi. Hal ini disebabkan oleh keistimewaan struktur

lempung yaitu ukuran porinya yang besar. Lempung biasanya muncul dari daerah dengan

kondisi geologis tertentu dan bisa terbentuk di laut (marine clay) atau di darat (terrestrial clay)

dengan proses pembentukan bisa secara allogenic clay (dari luar cekungan sedimentasi) atau

secara authigenic clay (terbentuk di dalam lingkungan sedimentasi, misalnya perubahan atau

proses alterasi dari mineral feldspar menjadi mineral lempung) dan juga dapat terbetuk di daerah

vulkanik, daerah geotermal dan sebagainya. Jadi ditinjau dari ukuran butir dalam urutan batuan

sedimen, batu lempung ini mempunyai ukuran yang paling halus (Vaccari, 1999), sehingga

bagus untuk menyempurnakan proses pyrolysis cangkang sawit menjadi bio-oil.

Pada penelitian ini akan dilakukan konversi cangkang sawit menjadi bio-oil

menggunakan katalis CoMo/Lempung dengan metode pyrolysis. Kadar logam CoMo yang

diembankan pada lempung divariasikan yaitu 0%, 0,5%, 1%, dan 1,5% b/b. Pemilihan lempung

sebagai katalis dikarenakan struktur lempung yang memiliki pori lebih besar dibandingkan

zeolit, stabilitas termal tinggi, luas permukaan lebih luas, dan aktivitas katalitik yang baik.

Kombinasi antara logam Co dan Mo dapat meningkatkan kualitas katalis dan memperbaiki

kinerja katalis (Trisunaryanti, dkk., 2005).

Page 8: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pirolisis

Blasi 2005 menyampaikan factor-faktor yang mempengaruhi proses pirolisis antara lain:

1. Suhu

Suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam proses pirolisis, karena proses

perengkahan biomassa memerlukan energy kalor, semakin tinggi suhu, maka hasil cair

yang diperoleh akan semakin besar namun pada suhu tertentu kenaikan malah

menurunkan hasil cair yang diperoleh.

2. Kecepatan transfer panas

Kecepatan panas yang tinggi diperlukan untuk menjamin ketersediaan kalor reaksi

pirolisis yang berlangsung cepat. Semakin besar kecepatan pemanasan, maka hasil cair

yang diperoleh semakin besar, sedangkan padatang semakin kecil (Onay dan Kockar,

2004).

3. Waktu tinggal gas hasil pirolisis

Char yang dihasilkan merupakan katalis pada proses cracking, waktu tinggal gas yang

lebih lama akan memberikan kesempatan terjadinya cracking kedua sehingga hasil

padatan akan semakin besar kecil (Onay dan Kockar, 2004).

4. Ukuran Butiran

Pengaruh ukuran butiran pada proses pirolisis akan paralel disertai butiran panas dalam

butiran. Ukuran butiran cukup kecil membuat panas mudah tersebar secara merata

keseluruh bagian semakin besar, ukuran partikel yang semakin besar pemanasan akan

berlangsung lambat, akibatnya suhu rata-rata pada partikel akan lebih rendah dan

mengakibatkan hasil yang diperoleh lebih sedikt.

Page 9: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

Bio-Oil dari Limbah Padat Sawit

Metodologi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah padat sawit yang terdiri dari batang,

tandan kosong dan pelepah. Bahan lain yang digunakan adalah gas nitrogen. Sedangkan alat

yang digunakan adalah furnace turbular, pipa stainless steel (sebagai reaktor), kondenser, oven,

picnometer, viskometer ostwald, statif, beaker glass, kertas indikator universal, bubble flow

meter.

Limbah sawit padat

Pemotongan

Penghalusan

Pengovenan

Pengayakan

PyrolisisGas nitrogen

Uap organik

Kondensasi

Bio oil

Page 10: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

Limbah padat sawit yang digunakan terlebih dahulu dipotong kecil-kecil. Limbah padat

sawit yang telah dihaluskan kemudian diayak menggunakan ayakan dengan ukuran 2, 6 dan 10

mesh, sehingga diperoleh biomas dengan ukuran 6-10 mesh dan 2-6 mesh. Selanjutnya limbah

padat sawit yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam oven untukmenghilangkan kadar air

limbah padat sawit sampai kelembaban kurang dari 10 %-berat. Selanjutnya partikel biomas

diproses dengan proses pyrolisis. Dalam proses pyrolisis digunakan reaktor yang terbuat dari

pipa stainless steel dengan diameter 3,81 cm dan panjang 60 cm. Reaktor dipanaskan

menggunakan furnace turbular dengan cara mengatur temperatur furnace sehingga mencapai

temperatur operasi sesuai variable penelitian.

Limbah padat sawit yang telah dihaluskan sebanyak 45 gram dimasukkan ke dalam reaktor.

Selanjutnya gas nitrogen dialirkan ke dalam reaktor dengan kecepatan 1 mL/detik. Uap organik

yang dihasilkan dikondensasi menggunakan kondenser untuk mendapatkan cairan yang

dinamakan bio-oil. Proses berlangsung sampai tidak terlihat lagi uap organik atau cairan yang

keluar dari hasil kondensasi.

Bio-oil yang dihasilkan kemudian ditentukan pH dan densitasnya masing-masing dengan

menggunakan kertas indikator dan picnometer. Untuk menentukan komponen yang terkandung

dalam bio-oil, dilakukan analisa menggunakan gas chromathograpy.

Hasil Dan Pembahasan

Page 11: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

Pengaruh Temperatur terhadap Bio-oil yang Dihasilkan

Gambar 1 memperlihatkan hubungan temperatur terhadap bio-oil yang dihasilkan.

Pengaruh temperatur dipelajari pada suhu 450, 500, 550 dan 600oC. Sedangkan Gambar 2

memperlihatkan perbandingan yield bio-oil dan char yang dihasilkan pada suhu tertentu. Secara

teoritis, yield bio-oil akan meningkat dengan meningkatnya suhu dan char akan berkurang

dengan menurunnya suhu. Yield maksimum yang diperoleh pada suhu 500oC.

Dari Gambar 1 terlihat bahwa dari hasil penelitian didapatkan bahwa yield bio-oil

maksimum diperoleh pada suhu 500oC, kecuali untuk variabel batang 6-10 mesh dan pelepah 6-

10 mesh. Hal ini terjadi karena kandungan holoselulosa pada tandan kosong dan pelepah lebih

kecil jika dibandingkan dengan kandungan holoselulosa pada batang kelapa sawit. Kandungan

holoselulosa ini berpengaruh pada jumlah pembentukan biooil karena semakin banyak

kandungan holoselulosa pada suatu bahan maka bio-oil yang terbentuk juga akan semakin

banyak (Song dkk., 2000).

Pengaruh Jenis Limbah Sawit terhadap Massa Bio-oil

Page 12: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

Biomas yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah padat sawit meliputi batang,

tandan kosong dan pelepah. Perbandingan jumlah bio-oil yang dihasilkan sebagaimana disajikan

pada Gambar 1. Dari Gambar 1 terlihat bahwa bio-oil terbanyak diperoleh pada batang kelapa

sawit pada suhu 600oC. Sedangkan pada pelepah dan tandan kosong, bio-oil lebih banyak

dihasilkan pada suhu 500oC. Namun, bio-oil lebih banyak dihasilkan oleh tandan kosong pada

suhu 600oC sedangkan untuk pelepah dan batang kelapa sawit, bio-oil yang dihasilkan lebih

banyak pada suhu 500oC. Namun secara keseluruhan bio-oil yang tertinggi diperoleh dari batang

kelapa sawit. Secara teoritis, semakin besar kandungan holoselulosa maka pembentukan produk

(bio-oil) akan semakin tinggi. Berdasarkan data, kandungan holoselulosa batang kelapa sawit

lebih besar dari pada limbah padat sawit lainnya (Anderson dan Khalid, 2000)

Pengaruh Ukuran Partikel terhadap Bio-oil

Pengaruh ukuran partikel padatan sawit terhadap bio-oil yang dihasilkan juga dapat

dilihat pada Gambar 1. Dari Gambar 1 terlihat pengaruh ukuran partikel terhadap bio-oil yang

dihasilkan. Secara keseluruhan untuk beberapa percobaan biomas dengan ukuran 2-6 mesh

menghasilkan bio-oil yang lebih banyak daripada biomas dengan ukuran 6-10 mesh. Hal ini

diduga karena pada biomas dengan ukuran kecil maka gas Nitrogen tidak dapat masuk secara

merata pada keseluruhan rongga. Sedangkan untuk biomas dengan ukuran 2-6 mesh, bio-oil akan

lebih mudah terbentuk karena gas Nitrogen dapat masuk secara merata pada keseluruhan rongga

antar biomas. Sehingga akan mengurangi jumlah oksigen yang terdapat dalam reaktor. Dengan

adanya oksigen dalam reaktor, maka akan terjadi pembakaran yang akan menghasilkan arang

dan mengurangi jumlah bio-oil yang dihasilkan.

Page 13: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

Analisis Kromatografi

Analisis menggunakan gas chromatography HP 5890 II. Untuk menentukan kandungan

yang terdapat dalam bio-oil, analisa dilakukan dengan metoda standar adisi (penambahan etanol

dan BTX -benzena, toluena dan xylen- pada sampel tandan kosong). Hasil analisis disajikan pada

Gambar 3 dan 4.

Page 14: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

Gambar 3 memperlihatkan hasil analisa sampel menggunakan gas choromatography

sebelum dan sesudah penambahan standar adisi. Dari Gambar 3 dapat diduga bahwa produk bio-

oil yang dihasilkan mengandung benzene, toluene dan xylen (puncak yang standar adisi lebih

tinggi dibandingkan dengan yang tanpa adisi). SedangkanGambar 4 memperlihatkan sampel

sebelum dan sesudah ditambah etanol. Gambar 4 menunjukkan kecenderungan yang sama

dengan Gambar 3. Hal ini disebabkan setelah penambahan standar adisi puncak dominan naik

seiring dengan penambahan standar dibanding tanpa penambahan standar.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ini, dapat dilihat bahwa limbah padat sawit

merupakan biomas yang sangat berpotensi menghasilkan liquid yang dapat didefenisikan sebagai

bio-oil yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Secara teoritis, kandungan etanol yang

terdapat dalam bio-oil merupakan bahan dasar untuk dijadikan bahan bakar. Bio-oil yang

dihasilkan memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

ρ : 0,99 – 1,1 gr/ml

pH : 3, hal ini disebabkan oleh asam

asetat yang terdapat dalam biooil.

Warna : Coklat tua

Bau : Asap

PROSPEK EKONOMI

Biomas yang digunakan untuk memproduksi bio-oil dapat diperoleh dari limbah pertanian,

hutan, perkebunan, industri dan rumah tangga. Negara-negara tropis seperti Indonesia umumnya

memiliki biomas yang berlimpah. Sekitar 250 milyar ton per-tahun dihasilkan dari biomas hutan

dan limbah pertanian. Limbah pertanian secara umum berasal dari perkebunan kelapa sawit,

tebu, kelapa serta sisa panen dan lain-lainnya yang mencapai kira–kira 40 milyar ton per-tahun

(Suwono, 2003). Dari estimasi potensi limbah perkebunan dari tahun 2001–2003 dilaporkan

bahwa di Indonesia limbah kelapa sawit mempunyai potensi yang lebih besar dibandingkan

dengan batang karet, kelapa dan tebu. Potensi yang besar ini karena Indonesia memiliki

perkebunan kelapa sawit sekitar 4 juta Ha dengan total produksi 8 juta ton CPO dan Kernel

(Suwono, 2003).

Berdasarkan data BPS tahun 2004 dari 4 juta Ha perkebunan tersebut, sekitar 1,23 juta

Ha berada di Propinsi Riau. Luasnya lahan kebun kelapa sawit akan menghasilkan limbah padat

Page 15: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

sawit yang sangat banyak. Limbah padat sawit yang dihasilkan dapat berupa cangkang, batang,

tandan kosong, pelepah dan lain-lain yang merupakan sisa dari industri sawit yang belum

dimanfaatkan secara optimal (Padil, 2005). Selama ini, limbah padat sawit dibakar di lahan dan

menghasilkan abu yang digunakan sebagai pupuk tanaman (Suwono, 2003). Selain itu limbah

padat seperti cangkang digunakan sebagai bahan bakar boiler untuk pembangkit uap serta bahan

baku karbon aktif. Namun

pemanfaatan limbah dengan metode seperti ini hanya dapat menanggulangi limbah dalam skala

kecil sedangkan limbah padat diproduksi dalam skala yang cukup besar (Miura dkk., 2003).

Page 16: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

Pembuatan Bio Oil Dengan Cara Pirolisis Menggunakan CoMo/Lempung Cangar dan

CoMo/NZA Sebagai Bahan Katalis

Salah satu teknologi proses yang digunakan dalam pembuatan bio-oil yaitu pyrolysis.

Pyrolysis biomassa cangkang sawit dengan katalis perlu dilakukan untuk mempercepat

terjadinya reaksi pada suatu proses pyrolysis. Katalis yang digunakan adalah katalis yang

berbasis zeolit alam, Hal ini dikarenakan zeolit alam merupakan kristal yang memiliki sifat stabil

terhadap panas.

Pembuatan Katalis terdiri dari 4 tahap yaitu :

a. Perlakuan Awal Zeolit

Zeolit

Zeolit halus

penumbukan

Pengayakan -100+200 mesh

Page 17: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

b. Aktivasi Zeolit

Aktivasi zeolit dengan cara refluks zeolit alam sebanyak 200 gram dalam larutan HCl

6 N sebanyak 500 ml selama 30 menit sedangkan untuk bahan katalis lempung

cengar 100 gram dalam larutan H2SO4 1,2 M sebanyak 600 ml selama 6 jam pada

Zeolit halus

Filtrat

Cake

Filtrat

Cake

Refluks, 30 menit pada suhu 50oC

+ Larutan HCl 6 N, 500 ml

Pengeringan dalam oven selama 24 jam

Perendaman dengan 500 ml larutan NH4Cl 1 N pada suhu 90oC sambil diaduk selama 3 jam/hari (satu minggu)

Pengeringan pada suhu 130o C selama 3 jam dalam oven

Perendaman dengan 500 ml larutan NH4Cl 1 N pada suhu 90oC sambil diaduk selama 3 jam/hari (satu minggu)

Penyaringan

Pencucian dengan aquades

Penyaringan

Pencucian dengan aquades

Sampel NZA

Page 18: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

suhu 50oC sambil diaduk dengan motor pengaduk pada reaktor alas datar volume 1

liter. Kemudian disaring dan dicuci dengan aquades berulang kali sampai tidak ada

ion Cl- yang terdeteksi oleh larutan AgNO, cake dikeringkan pada suhu 130o C

selama 3 jam dalam oven, sedangkan pada sampel yang menggunakan katalis

lempung cangar, sampel tersebut didiamankan selama 16 jam yang selanjutnya

disaring dan dicuci menggunakan akuades berulang kali sampai tidak ada ion SO42

yang terdeteksi oleh larutan BaCl2, cake dikeringkan pada suhu 120oC selama 4 jam

dalam oven. Lalu didapat sampel lempung cangar. Untuk sampel dari bahan zeolit

direndam kembali dalam 500 ml larutan NH4Cl 1 N pada temperatur 90oC sambil

diaduk pada reaktor alas datar selama 3 jam per hari yang dilakukan sampai satu

minggu. Sampel tersebut kemudian disaring dan dicuci setelah itu dikeringkan

dalam oven selama 24 jam. Pada tahap ini didapat sampel yang dinamai dengan

sampel NZA.

Page 19: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

c. Pengembanan (Impregnasi) Logam CoMo

Pengembanan (Impregnasi) logam Co dan Mo dengan cara sampel NZA direndam

dalam larutan (NH4)6Mo7O24.4H2O dan direfluks pada suhu 90oC selama 6 jam

Sampel NZA

Filtrat

Cake

Direfluks dengan larutan Co(NO3)2.6H2O pada suhu 90oC selama 6 jam sambil diaduk

Penyaringan

Pencucian

Pengeringan dalam oven pada suhu 120oC selama 3 jam

Sampel CoMo/NZA

direfluks pada suhu 90oC selama 6 jam sambil diaduk

Penyaringan

Pencucian

Pengeringan dalam oven pada suhu 120oC selama 3 jam

Sampel Mo/NZA

Filtrat

Cake

Perendaman dalam larutan (NH4)6Mo7O24.4H2O

Page 20: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

sambil diaduk pada reaktor alas datar ukuran 1 L, kemudian disaring dan dicuci.

Cake kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 120oC selama 3 jam (diperoleh

sampel Mo/NZA dan lempung cangar). Sampel tersebut kemudian direfluks kembali

dengan larutan Co(NO3)2.6H2O pada suhu 90oC dengan waktu yang sama, kemudian

disaring dan dicuci. Sampel ini dikeringkan dalam oven pada suhu 120oC selama 3

jam sehingga didapat sampel CoMo/NZA dan CoMo/lempung cangar. Pengembanan

logam divariasikan sebesar 0%, 0,5%, 1 % dan 1,5% b/b terhadap sampel.

d. Kalsinasi, Oksidasi dan Reduksi

Sampel katalis dimasukkan ke dalam tube sebanyak 10 gram. Sebelumnya ke dalam

tube telah diisi dengan porcelain bed sebagai heat carrier dan penyeimbang unggun

katalis, di antara porcelain bed dengan unggun katalis diselipkan glass woll. Tube

ditempatkan dalam tube furnace secara vertikal, dikalsinasi pada suhu 500oC selama

7 jam untuk bahan katalis NZA (6 jam pada bahan katalis lempung cangar) sambil

dialirkan gas nitrogen sebesar ±400 ml/menit, dilanjutkan dengan oksidasi pada suhu

400oC menggunakan gas oksigen sebesar ±400 ml/menit selama 2 jam dan reduksi

pada suhu 400oC menggunakan gas hidrogen sebesar ±400 ml/menit selama 2 jam.

Sampel katalis

Pemasukan dalam tube yang telah diisi porcelain bed

Kalsinasi pada suhu 500oC selama 7 jam

oksidasi pada suhu 400oC dengan gas oksigen sebesar ±400 ml/menit selama 2 jam

Pengaliran gas nitrogen ±400 ml/menit

reduksi pada suhu 400 oC dengan gas oksigen

sebesar ±400 ml/menit selama 2 jam

Page 21: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

Setelah diperoleh katalis dilanjutkan dengan pembuatan Bio-oil yang dilakukan melalui

beberapa tahap yaitu :

a. Tahap Persiapan Biomassa

Biomassa berupa cangkang, dicuci dan dijemur sampai kering di bawah terik matahari

kemudian dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan kadar airnya sampai beratnya

konstan. Biomassa tersebut kemudian dihaluskan dan diayak (screening) untuk memperoleh

ukuran - 40+60 mesh.

b. Tahap Penelitian

Biomassa yang telah dihaluskan sebanyak 50 gram beserta 500 ml thermal oil (silinap) dan

katalis CoMo/NZA atau CoMo lempung 1,5 gram, dimasukkan ke dalam reaktor pyrolysis

untuk dilakukan proses pirolisis pada suhu 320oC tanpa adanya oksigen dengan mengalirkan

gas nitrogen 1,35 mL/detik. Diaduk dengan pengaduk listrik (Heidolph) dengan kecepatan

pengadukan 300 rpm selama waktu tertentu hingga tidak ada bio-oil yang menetes lagi, dan

aliran air dengan menggunakan kondensor. Bio-oil yang dihasilkan ditampung dalam gelas

piala.

pencucian

Cangkang Sawit

limbah

Pengeringan sampai kadar airnya konstan

penggilingan

Pengayakan

Bubuk cangkang sawit

Page 22: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

500 gr tepung cangkang sawit + 500 ml thermal oil (silinap) dan

katalis CoMo/NZA 1,5ram

Masukkan dalam reactor pirolisis

Pyrolysis pada suhu 320oC tanpa oksigen dengan mengalirkan gas nitrogen 1,35 mL/detik

Pengadukan dengan pengaduk listrik (Heidolph) 300 rpm selama waktu tertentu hingga tidak ada bio-oil yang menetes lagi

Bio-oil

Page 23: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

1. Pengaruh variasi kadar logam Co-Mo pada katalis CoMo/lempung terhadap yield

bio-oil yang diperoleh

Untuk menentukan pengaruh kadar logam CoMo yang diembankan pada Lempung terhadap

yield bio-oil yang diperoleh akan digunakan variasi kadar logam 0%; 0,5%; 1% dan 1,5% b/b.

Pengaruh variasi kadar logam katalis CoMo/Lempung terhadap yield bio-oil yang dihasilkan

dapat dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini.

Gambar 3.1 Pengaruh variasi kadar logam CoMo pada katalis CoMo/Lempung terhadap yield

bio-oil yang dihasilkan.

Pada proses pirolisis, waktu pirolisis mulai dihitung dari pertama kali bio-oil menetes,

hingga tidak ada lagi bio-oil yang menetes. Pengukuran massa bio-oil yang diperoleh dilakukan

setiap 10 menit. Penambahan massa bio-oil yang paling tinggi terjadi pada 20 menit awal.

Namun perolehan bio-oil dengan pengembanan logam 1,5% CoMo lebih tinggi bila

dibandingkan tanpa pengembanan logam CoMo. Pada rentang 20-120 menit, perolehan bio-oil

mengalami penurunan, dan cenderung konstan. Adanya penurunan massa bio-oil yang dihasilkan

berhubungan dengan kecepatan reaksi, dimana kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi

Page 24: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

umpan, hal ini dikarenakan pada awal reaksi konsentrasi reaktan masih tinggi, dengan

meningkatnya waktu akan mengurangi konsentrasi dari reaktan, sehingga akan mengurangi

volume serta mengurangi massa dari bio-oil.

Gambar 3.1 menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan hingga tidak ada lagi bio-oil

yang menetes yaitu 120 menit. Dapat dilihat bahwa pengembanan logam CoMo mempengaruhi

perolehan yield yang dihasilkan pada proses pirolisis. Hal ini dapat dilihat dari yield bio-oil yang

dihasilkan, Persentase yield bio-oil yang dihasilkan pada penggunaan katalis 0%

CoMo/Lempung, 0,5% CoMo/Lempung, 1% CoMo/Lempung, dan 1,5% CoMo/Lempung

berturut-turut adalah 44,35%; 46,8%; 37,7%; dan 50,4%. Yield biooil optimum diperoleh pada

pengembanan logam CoMo sebesar 1,5% terhadap lempung yaitu sebesar 50,4%.

Pada pengembanan 1% CoMo/lempung terjadi penurunan yield bio-oil yang disebabkan

banyaknya produk gas noncondensable yang terbentuk yaitu gas CH4,CO2 dan gas H2, pada saat

proses perengkahan lebih banyak menghasilkan fraksi-fraksi hidrokarbon ringan yang tidak

dapat dikondensasi. Jenis hidrokarbon tersebut memiliki titik didih lebih rendah daripada

temperatur lingkungan (Purwanto dkk. 2011). Penurunan Yield bio-oil pada penggunaan katalis

1% CoMo/lempung kemungkinan juga disebabkan karena kinerja katalis CoMo/Lempung tidak

begitu maksimal.

Penurunan kinerja katalis ini bisa disebabkan karena pada proses aktifasi katalis yang

kurang sempurna sehingga menyebabkan luas pori-pori menjadi kecil dan juga bisa disebabkan

karena pada proses impregnasi, logam tidak terdistribusi merata di permukaan pengemban

(Trisunaryanti, 2005). Namun secara keseluruhan yield akhir yang didapat dari proses pirolisis

menggunakan pengemban logam CoMo lebih besar dibandingkan tanpa menggunakan

pengembanan logam CoMo. Sistem katalis logam pengemban terbukti dapat meningkatkan luas

permukaan spesifik dari lempung sehingga aktivitas dari katalis juga semakin meningkat

(Setyawan dan Handoko, 2002).

Page 25: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

2. Hasil Karakterisasi Fisika Bio-oil

Hasil uji karakteristik sifat fisika bio-oil dari cangkang sawit menggunakan katalis

dengan logam pengemban sebanyak 0%; 0,5%; 1%; 1,5% b/b CoMo terhadap lempung secara

keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Hasil Uji Karakteristik Bio-oil dari Cangkang Sawit

Secara umum, parameter yang menjadi standar mutu bio-oil adalah densitas, viskositas,

angka keasaman dan titik nyala. Nilai uji fisika berdasarkan yield bio-oil optimum yang

diperoleh pada katalis dengan persen pengembanan logam CoMo terhadap lempung sebanyak

1,5% yaitu densitas 1,016 gr/ml, viskositas 22,83 cSt, angka keasaman 68,34 gr NaOH/gr

sampel, dan titik nyala 85oC.

Secara keseluruhan nilai densitas bio-oil berkisar antara 1,012 – 1,022 gr/ml. Dimana

nilai densitas terendah terletak pada penggunaan katalis dengan persen logam pengembanan

CoMo sebanyak 1% terhadap Lempung yaitu sebesar 1,012 gr/ml, sedangkan nilai densitas

tertinggi terletak pada penggunaan katalis dengan persen logam pengembanan CoMo sebanyak

0% terhadap Lempung sebesar 1,022 gr/ml. Nilai densitas dipengaruhi oleh kandungan air yang

terkandung didalam bio-oil. Dengan densitas yang lebih kecil, penggunaan bio-oil sebagai bahan

bakar akan menguntungkan karena lebih ringan (Negri, 2012).

Pengujian viskositas bio-oil dilakukan dengan menggunakan viscometer Oswald. Nilai

viskositas pada penelitian ini berkisar antara 10,24 – 22,83 cSt. Dimana nilai viskositas terendah

terletak pada penggunaan katalis dengan pengembanan logam CoMo sebanyak 1% terhadap

Lempung yaitu sebesar 10,24 cSt, sedangkan nilai viskositas tertinggi terletak pada penggunaan

katalis dengan persen logam pengembanan CoMo sebanyak 1,5% terhadap Lempung yaitu

sebesar 22,83 cSt. Nilai viskositas sangat dipengaruhi oleh kandungan air didalam bio-oil.

Semakin banyak kandungan air didalam bio-oil telah menyebabkan nilai viskositas menjadi lebih

Page 26: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

rendah (Purwanto dkk.2011). Semakin besar kadar pengembanan logam CoMo pada Lempung,

maka viskositas yang diperoleh semakin besar. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya jumlah

lignin yang terdekomposisi. Dekomposisi liginin akan menghasilkan phenol dan komponen

kimia lain dengan berat molekul yang tinggi (Yi, 2008).

Pengujian angka keasaman bio-oil pada penelitian ini berkisar 68,34 – 99 gr NaOH/gr

sampel. Disini dapat dilihat bahwa angka keasaman terendah terletak pada penggunaan katalis

1,5% CoMo/Lempung yakni 68,34 gr NaOH/gr sampel, sedangkan angka keasaman tertinggi

terletak pada katalis 0% CoMo/Lempung yakni 99 gr NaOH/gr sampel. Semakin rendah angka

keasaman pada bio-oil, maka semakin sedikit asam-asam organik yang terkandung pada bio-oil

(Sukiran, 2008).

Pengujian titik nyala bio-oil menggunakan alat Cleveland flash point tester. Titik nyala

pada penelitian ini berkisar 50-85oC. Titik nyala terendah terletak pada penggunaan katalis

dengan persen logam pengembanan CoMo sebanyak 0,5% terhadap lempung yakni 50oC,

sedangkan titik nyala tertinggi terletak pada penggunaan katalis tanpa pengembanan logam

CoMo terhadap lempung yakni 85oC. Semakin rendah titik nyala suatu bahan bakar, maka

semakin susah dalam hal penyimpanannya karena dapat menimbulkan api dan terbakar (Yi.

2008).

Page 27: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

Catalytic Cracking Cangkang Sawit Menjadi Bio-Oil dengan Katalis Ni/Zsm-5 dalam

Reaktor Slurry

Metodologi

Penelitian ini melalui beberapa tahapan.

a. Persiapan bahan baku

Persiapan bahan baku meliputi produksi silica terpresitasi, ZSM-5 dan Ni/ZSM-5. Produksi silica

terpresipitasi dibuat denganmencampur abu sawit dengan larutan NaOH dan dipanaskan pada

suhu 105oC, diaduk dengan kecepatan 500 rpm selama 4 jam. Kemudian setelah kondisi dingin

dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat dan cake. Filtrat ditambahkan HCl pekat

dengan cara dititrasi sampai larutan membentuk gel semua. Gel yang terbentuk dipisahkan dan

dikeringkan dalam oven. Silika terpresipitasi ini dianalisa kadar silikanya yaitu 84,7%. Produksi

ZSM-5 dilakukan dengan melarutkan natrium aluminat dengan aquadest (suspense 1). Silika

terpresipitasi dicampur dengan aquadest (suspensi 2). Suspensi 1 dicampur dengan suspensi 2

(suspensi 3) dengan nisbah Si/Al 30. Suspensi 3 ditambahkan NaOH sehingga diperoleh nisbah

Na2O/Al2O 7,4, diaduk selama 30 menit dan dimasukkan dalam autoclaf pada uhu 1750C dan

waktu 18 jam. Padatan yang terbentuk dicuci dengan aquadest dan dioven pada 110 oC selama 6

jam. Produksi Ni/ZSM-5 dilakukan dengan mengimpregnasikan logam Nikel pada ZSM-5 pada

suhu 900C selama 12 jam. Kemudian padatan tersebut dikalsinasi pada suhu 5000C selama 4 jam,

oksidasi pada suhu 4000C selama 2jam dan direduksi pada suhu 400oC selama 2 jam. Ni/ZSM-5

yang terbentuk digunakan sebagai katalis untuk proses cracking cangkang sawit menjadi bio-oil.

Abu sawit

Pencampuran

Pemanasan pada suhu 105oC sambil diaduk dengan kecepatan 500 rpm selama 4 jam

Pendinginan

Cake

NaOH

Penyaringan

Titrasi sampai membentuk gel

Filtrat

+ HCl pekat

Gel

Pengeringan dengan oven

Silika

Page 28: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

Pembuatan ZSM-5

Pembuatan Ni/ZSM-5

Logam nikel

Impregnasi pada suhu 90OC selama 12 jam

Kalsinasi pada suhu 500oC selama 4 jam

Ni/ZSM-5

Reduksi pada suhu 400oC selama 2 jam

Page 29: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

b. Pembuatan bio-oil

Pembuatan bio-oil dilakukan dengan cara memasukan cangkang sawit sebanyak 50 gram, silinap

50 ml dan katalis NiMo/ZSM-5 dengan persentasi tertentu dalam reaktor catalytic slurry

cracking. Dan kedalam reactor dialiri gas nitrogen dan diaduk serta dipanaskan pada suhu proses

cracking. Produk gas yang terkondensasi (bio-oil) ditampung sampung produk tidak menetes

lagi.

Pencampuran dalam reaktor catalytic slurry cracking

50 gr cangkang sawit + silinap50 ml + katalis NiMo/ZSM-5

Biooil

Pengadukan serta pemanasan pada suhu proses cracking Dialiri gas nitrogen

Page 30: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

PEMBAHASAN

1. Pengaruh Suhu Cracking Terhadap Yield

Dalam menentukan pengaruh suhu cracking terhadap yield yang diperoleh digunakan

variabel berubah berupa suhu operasi sebesar 290oC, 300oC, 310oC, dan 320oC, dan variabel

tetap berupa massa cangkang sawit 50 gram dan jumlah katalis Ni/ZSM-5 sebesar 1% wt

cangkang sawit. Proses pirolisis dibantu dengan penambahan silinap sebanyak 500 ml sebagai

termo oil dan pengadukan 300 rpm. Yield boi-oil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Gambar 3.1 diketahui bahwa yield boi-oil

meningkat seiring kenaikan suhu cracking sampai suhu 310oC. Pada suhu 290oC diperoleh yield

sebesar 38,4% dan yield boi-oil meningkat pada suhu pirolisis 310oC menjadi 48,8 %. Pirolisis

adalah proses dekomposisi dengan reaksi endotermis, dimana yield yang diperoleh meningkat

seiring bertambahnya suhu pirolisis [Setiadi, dkk. 2006], hal ini yang terjadi pada pirolisis suhu

290oC, 300oC dan 310oC.

Pada suhu pirolisis 320oC terjadi penurunan yield boi-oil dengan yield sebesar 45,4 % .

Penurunan yield bio-oil pada suhu pirolisis 320oC bertentangan dengan prinsip reaksi

endotermis. Bio-oil pada penelitian ini bukan merupakan produk tunggal, masih terdapat produk

samping yang tidak terukur dan teranalisis yaitu gas. Produk gas tidak terukur disebabkan

penggunaan kondensor atmosferik menggunakan fluida pendingin air dengan suhu kamar. Pada

proses pirolisis dengan suhu 320oC memungkinkan terbentuknya gas yang tidakterkondensasi,

Page 31: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

hal ini disebabkan tingginya suhu pirolisis yang dapat memicu pembentukan gas yang lebih

banyak dibandingkan cracking pada suhu 310oC.

2. Pengaruh Jumlah Katalis Terhadap Yield

Pada penentuan pengaruh jumlah katalis terhadap yiel boi-oil yang diperoleh kita

menggunakan variasi katalis sebesar 1, 2, 3, 4 % b/b biomassa dimana proses cracking

berlangsung pada suhu optimal proses cracking dengan katalis Ni/ZSM-5 sebesar 310oC. Hasil

yang diperoleh dari cracking dengan variasi jumlah katalis Ni/ZSM-5 dapat dilihat pada Gambar

3.2.

Dari Gambar 3.2 terlihat bahwa yield bio-oil yang diperoleh terus meningkat setiap

kenaikan rasio katalis sampai rasio 3% b/b biomassa dengan yield 58,7% dan menurun pada

rasio katalis 4% b/b biomasa menjadi 55,9%. Semakin besar rasio katalis akan mempercepat

proses cracking karena semakin besar permukaan aktif katalis tempat terjadinya reaksi.

Kandungan logam Ni pada katalis Ni/ZSM-5 membantu proses pemutusan ikatan C-C dan C-H

[Vang, dkk. 2005], hal ini terjadi pada cracking dengan variasi katalis 1%, 2%, dan 3%.

Pada rasio katalis 4 % b/b penurunan yield bio-oil dapat disebabkan kelebihan jumlah

katalis yang mengakibatkan reaksi pemutusan ikatan C-C dan C-H oleh logam Ni terjadi secara

berlebihan (kecepatan reaksi tinggi). Semakin tinggi logam Ni akan menyebabkan semakin

banyak ikatan C-C dan C-H yang diputus dan menyebabkan semakin banyak produk rantai

Page 32: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

pendek (gas) yang terbentuk. Terbentuknya produk rantai pendek seperti gas methan dalam

jumlah besar akan mengurangi yield bio-oil yang diperoleh.

3. Karakterisasi Bio-Oil

Bio-oil yang dihasilkan dikarakterisasi secara fisika dan kimia. Hasil karakterisasi secara

fisika diperoleh nilai densitas 0,981gr/ml, viscositas 12,98 cSt, titik nyala 52oC dan nilai kalor

nilai kalor 43,31 MJ/Kg. Karakterisasi secara kimia dilakukan analisa GC-MS dan diperoleh

hasil dengan komponen utama dalam bio-oil antara lain asam asetat(45,56%), fenol(28,30%),

methyl ester(6,66%) dan methanol(4,82%).

Page 33: Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)

DAFTAR PUSTAKA

Negri, G, P., 2012. Konversi Pelepah Nipah menjadi Bio-oil Menggunakan Metode Pirolisis

menggunakan Katalis CoMo/NZA, Skripsi, Universitas Riau.

Purwanto, W.W., Ningrum, A.O., dan muthi, R., 2011, Pengembangan Produksi dari limbah

Kelapa Sawit dengan metode Fast Pyrolysis, Fakultas Teknik Universitas Indonesia,

ISSN, 190-0500

Setyawan, D., dan Handoko, P., 2002, Preparasi Katalis Cr/Zeolit Melalui Modifikasi Zeolit

Alam, Jurnal Ilmu Dasar, Vol. 3, No. 1, Hal: 15-23.

Sukiran, M.A.B., 2008, Pyrolysis Of Empty Oil Palm Fruit Bunches using The Quartz Fluidised-

Fixed Bed Reactor, Dissertation, University of Malaya.

Trisunaryanti, W., E.Triwahyuni, dan S.Sudiono, 2005, Preparasi, Modifikasi dan Karakterisasi

Katalis Ni-Mo/Zeolit Alam dan Mo-Ni/Zeolit Alam, TEKNOIN,10(4), 269-282.

Yi, L.X., 2008, Development and Charaterisation of Continuous Fast Pyrolysis of Oil Palm Shell

for Bio-oil Production, Tesis, Universiti Teknologi Malaysia