Upload
nakia-lee
View
111
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tifoid
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Walaupun sistem pelayanan kesehatan masa lampau dan saat ini
cenderung menitikberatkan pada individu, upaya keperawatan untuk
memasukan keluarga pada saat memberikan perawatan kembali pada masa
Florence Nightingale. Pendekatan berfokus pada keluarga paling terbukti pada
saat merawat anak-anak disebabkan oleh pengenalan bahwa keluarga
merupakan pusat dalam kehidupan anak. Keperawatan keluarga didasarkan
pada asumsi bahwa semua manusia, tanpa melihat usia merupakan anggota dari
beberapa tipe kelompok keluarga. Tujuan perawat keluarga adalah untuk
membantu keluarga dan individu anggotanya mencapai dan mempertahankan
kesehatan maksimal (Perry & Potter, 2005).
Menurut Marshall (2008), ada suatu hubungan yang kuat antara
keluarga dan status kesehatan keluarganya, bahwa peran keluarga sangat
penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga.
Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan
rendah cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka
kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin.
Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif,
penderita dalam fase konvalsen, dan penderita kronik karier. Demam tifoid
juga dikenal dengan nama lain Typhus Abdominalis, Thypoid Fever, atau
Enteric Fever (Smeltzer, 2002).
Demam Tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di
masyarakat (endemik) Indonesia, mulai dari usia balita sampai dewasa.
Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-
undang no. 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular dan
dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.
Surveilans DEPKES RI, frekuensi terjadi demam tifoid di Indonesia pada
tahun 2005 sebesar 9,2 dan pada tahun 2008 terjadi peningkatan frekuensi
yaitu sebesar 15,4 per 10.000 penduduk (DEPKES RI, 2008).
Menurut data RISKESDAS 2007, prevalensi tifoid klinis nasional
sebesar 1,6% (rentang: 0,3% - 3%). Dua belas provinsi mempunyai
prevalensi di atas angka nasional, yaitu Provinsi NAD, Bengkulu, Jawa Barat,
Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Sulawasi Selatan, Gorontalo, Papua Barat, dan Papua. Di
18 provinsi, kasus tifoid sebagian besar terdeteksi berdasarkan diagnosis oleh
tenaga kesehatan, sedang di provinsi lainnya terutama berdasarkan gejala
klinis. Tifoid klinis tersebar di seluruh kelompok umur dan merata pada umur
dewasa. Prevalensi tifoid klinis banyak ditemukan pada kelompok umur
sekolah (5 – 14 tahun) yaitu 1,9%, terendah pada bayi (0,8%), dan relatif
lebih tinggi di wilayah perdesaan dibandingkan perkotaan. Prevalensi tifoid
ditemukan cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan rendah
dan tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita rendah.
Berdasarkan data di atas, dengan melihat berbagai kenyataan yang
terjadi berkaitan dengan kasus demam tifoid yang banyak dialami oleh
masyarakat serta akibat yang ditimbulkan apabila tidak segera diatasi, karena
itu penulis tertarik untuk mengambil kasus hipertensi melalui asuhan
keperawatan keluarga dengan demam tifoid.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan asuhan keperawatan keluarga dengan fokus
utama pada pasien yang menderita demam tifoid.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada keluarga dengan fokus utama pada
pasien yang menderita demam tifoid.
b. Mampu memprioritaskan diagnosa keperawatan pada keluarga dengan
fokus utama pada pasien yang menderita demam tifoid.
c. Mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada keluarga dengan
fokus utama pada pasien yang menderita demam tifoid.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada keluarga dengan fokus
utama pada pasien yang menderita demam tifoid.
e. Mampu mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilakukan
pada keluarga dengan fokus utama pada pasien yang menderita demam
tifoid.
C. Batasan masalah
Karya tulis ilmiah ini membahas tentang asuhan keperawatan
keluarga dengan fokus utama pada pasien yang menderita demam tifoid.
Adapun pengelolaan asuhan keperawatan ini dilaksanakan selama 3 hari, yang
meliputi pengkajian, analisa data, intervensi, implementasi dan evaluasi.
BAB II
KONSEP DASAR
A. Konsep Keluarga
1. Definisi
Keluarga menurut Duvall dan Logan (1986) dikutip oleh Arita
(2007) adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan
adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental emosional serta social dari tiap
anggota keluarga.
Keluarga menurut Bailon dan Maglaya (1987) dikutip oleh Arita
(2007) adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga
karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling
berinteraksi satu dengan yang lainnya, mempunyai peran masing-masing
dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
2. Tipe keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari
berbagai macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial maka
tipe keluarga berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran
serta keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perlu
mengetahui berbagai tipe keluarga. Menurut Friedman (1986), berikut ini
berbagai tipe keluarga:
a. Tipe keluarga tradisional
1) Keluarga inti yaitu suatu rumah yang terdiri dari suami, istri, dan
anak (kandung atau anak tiri)
2) Keluarga besar yaitu Keluarga inti ditambah dengan keluarga lain
yang mempunyai hubungan darah, misalnya : kakek, nenek,
keponakan, paman, dan bibi
3) Keluarga “Dyad” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan
istri tanpa anak
4) “Single Parent” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang
tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/ angkat). Kondisi ini dapat
disebabkan oleh perceraian atau kematian.
5) “Single Adult” yaitu suatu rumah tangga hanya terdiri seorang dewasa
(misalnya seseorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost untuk
bekerja atau kuliah)
b. Tipe Keluarga Non Tradisional
1) “Commue Family “, yaitu lebih satu keluarga tanpa
pertalian darah hidup serumah.
2) Orang tua (Suami/istri) yang tidak ada ikatan perkawinan
dan anak hidup dalam satu rumah tangga
3) “ Homoseksual “, yaitu dua individu yang sejenis laki-
laki hidup satu rumah tangga.
3. Fungsi keluarga
Friedman (1986), mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga
sebagai berikut:
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga,
yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi
afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota
keluarga.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam
melaksanakan fungsi afektif adalah:
1) Saling mengasuh; cinta kasih, kehangatan, saling ,menerima, saling
mendukung antar anggota keluarga, mendapatkan kasih sayang dan
dukungan dari anggota yang lain. Hubungan intim didalam keluarga
merupakan modal dasar dalam memberi hubungan dengan orang lain
diluar keluarga/masyarakat.
2) Saling menghargai. Bila anggota keluarga saling menghargai dan
mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu
mempertahankan iklim yang positif, maka fungsi afektif akan tercapai.
3) Ikatan dan identifikasi. Ikatan keluarga dimulai sejak pasangan
sepakat memulai hidup baru. Orang tua harus mengembangkan proses
identifikasi yang positif sehingga anak-anak dapat meniru tingkah
laku yang positif dari kedua orang tuanya.
b. Fungsi sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang
dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan
dalam lingkungan sosial (Friedmann 1986). Keberhasilan perkembangan
individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar
anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi.
c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah
sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah,
selain untuk memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk
membentuk keluarga adalah untuk meneruskan keturunan.
d. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi
kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti memenuhi kebutuhan akan
makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Banyak pasangan sekarang kita
temui dengan penghasilan yang tidak seimbang antara suami dan istri hal
ini menjadikan permasalahan yang berujung pada perceraian.
e. Fungsi perawatan kesehatan
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan
praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan
kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kesanggupan
keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas
kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat
melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah
kesehatan.
4. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
Seperti individu-individu yang mempunyai tugas-tugas
perkembangan yang harus mereka capai agar mereka merasa puas selama
suatu tahap perkembangan dan agar mereka mampu beralih tahap
berikutnya dengan berhasil, setiap tahap perkembangan keluargapun
mempunyai tugas-tugas perkembangan yang spesifik. Tugas-tugas
perkembangan keluarga menyertakan tanggung jawab yang harus dicapai
oleh keluarga selama setiap tahap perkembangannya sehingga dapat
memenuhi :
a. Kebutuhan biologis keluarga
b. Imperatif budaya keluarga dan
c. Aspirasi dan nilai-nilai keluarga (Duvall, 1977)
Tantangan nyata bagi keluarga adalah memenuhi setiap kebutuhan
anggota keluarga, dan juga untuk memenuhi fungsi-fungsi keluarga secara
umum, pertautan kebutuhan-kebutuhan perkembangan individu dan
keluarga tidak selalu mungkin dilakukan. Misalnya, tugas anak usia bermain
yang meliputi mengeksplorasi lingkungan seringkali bertentangan dengan
tugas seorang ibu memelihara rumah yang teratur.
a. Tahap 1 : Keluarga Pasangan Baru
Pasangan baru atau keluarga baru adalah suatu keluarga yang
dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami) dan perempuan
(istri) membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan
meninggalkan keluarga masing-masing. Tetapi yang dimaksud
meninggalkan keluarga disini bukanlah secara fisik namun secara
psikologis, karena masih banyak keluarga baru yang tinggal dengan
orang tua.
Dua orang yang membentuk keluarga perlu mempersiapkan
kehidupan yang baru, karena keduanya membutuhkan penyesuaian peran
dan fungsi sehari-hari. Masing-masing belajar hidup bersama serta
beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya, misalnya
kebiasaan makan, tidur dan sebagainya.
Hal utama yang perlu untuk diperhatikan adalah masalah
seksual dan perubahan peran menjadi ibu. Pendidikan perencanaan
keluarga dan konseling, pendidikan prenatal dan konseling serta
komunikasi. Ini merupakan bukti bahwa konseling seharusnya dilakukan
menjelang kehamilan. Kurangnya informasi sering menimbulkan
masalah dalam seksual dan emosional, cemas, rasa bersalah, kehamilan
tidak terencana dalam penyakit kehamilan yang terjadi sebelum dan
sesudah menikah.
Tugas Perkembangannya yaitu :
1) Membina hubungan intim yang memuaskan
2) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial
3) Mendiskusikan rencana mempunyai anak
b. Tahap II : Keluarga dengan Menanti Kelahiran (Child Bearing)
Tahap kedua dari tugas perkembangan keluarga dimulai dengan
kelahiran anak pertama hingga bayi berusia 30 bulan. Biasanya orang tua
tergetar hatinya dengan kelahiran anak pertamanya. Kekuatan terhadap
bayi biasanya berkurang setelah beberapa hari karena ibu dan bayi
tersebut mulai saling mengenal. Akan tetapi kegembiraan yang tidak
dibuat-buat ini berakhir ketika seorang ibu baru tiba dirumah dengan
bayinya setelah dari Rumah Sakit.
Masalah-masalah utama keluarga dalam hidup ini adalah
pendidikan maternitas yang terpusat pada keluarga, perwatan bayi yang
baik, pengenalan dan penanganan masalah-masalah kesehatan fisik
secara dini, imunisasi, konseling perkembangan anak, keluarga
berencana, interaksi keluarga dan bidang-bidang peningkatan kesehatan
umum (gaya hidup).
Tugas perkembangan :
1) Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap
(mengintegrasikan bayi baru kedalam keluarga).
2) Rekonsilisasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan
kebutuhan anggota keluarga.
3) Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
4) Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan
menambahkan peran-peran orang tua dan kakek nenek.
c. Tahap III : Keluarga dengan Anak Usia Prasekolah
Periode prasekolah (usia 2,5-5 tahun), pada fase ini
pertumbuhan fisik berjalan lambat namun daya kontrol tubuh meningkat
pesat. Pada fase ini tingkat sosialisasi anak tinggi, mereka mulai
mengenal saudara, tetangga dan teman-teman mereka. Tahap
perkembangan yang terjadi pada anak usia praekolah adalah
perkembangan fisik, kognitif, psikososial, moral, seksual dan spiritual.
Untuk mengoptimalkan perkembangan tersebut dibutuhkan nutrisi, tidur
dan aktifitas yang cukup serta pencegahan kecelakaan.
Kemungkinan masalah kesehatan pada anak usia prasekolah
berupa : masalah kesehatan fisik, penyakit, penyakit menular, jatuh, luka
bakar, keracunan dan kecelakaan-kecelakaan lainnya.
Tugas perkembangan : Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga
ini dengan dua orang tua, dan tugas-tugas perkembangan keluarga yang
menyertainya :
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain,
privasi dan rasa aman.
2) Membantu anak bersosialisasi.
3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak
yang lain juga terpenuhi.
4) Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga (hubungan
perkawinan dan hubungan orang tua dengan anak), serta hubungan
diluar keluarga (keluarga besar dan masyarakat).
5) Mempertahankan waktu untuk individu, pasangan dan anak.
6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
7) Kegiatan dan waktu untuk simulasi tumbuh dan kembang anak.
Tahapan ini anak usia prasekolah lebih matang mulai mengambil lebih
banyak tanggung jawab untuk perawatan dirinya sendiri.
d. Tahap IV : Keluarga dengan Anak Usia Sekolah
Kategori golongan anak usia sekolah ada perbedaan menurut
beberapa ahli diantaranya Sigmund Freud dengan teori psikoseksual
menyatakan bahwa anak usia sekolah dikatakan sebagai periode laten
yaitu usia 6-12 tahun. Sedangkan menurut teori psikososial dari Erick
Erickson, usia sekolah yaitu 6-11 tahun yang disebut sebagai periode
industry us interiority. Menurut smith dan Mouver, usia adalah 5-12
tahun.
Menurut Friedman (1998), tugas perkembangan antara lain :
1) Mensosialisasikan anak termasuk meningkatkan prestasi
sekolah dan memupuk hubungan sebaya yang sehat pada anak-anak.
2) Memelihara hubungan perkawinan yang memuaskan.
3) Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga.
e. Tahap V : Keluarga dengan Anak Usia Remaja
Pada tahap ini tugas perkembangan adalah mengimbangi
kebebasan dengan tanggung jawab sejalan dengan maturitas remaja,
memfokuskan kembali hubungan perkawinan, mempertahankan
komunikasi terbuka antara orang tua dan anak (Duvan dan Miller, 1985).
Apabila keluarga tidak berhasil menjalankan tugas
perkembangan pada tahap ini, kemungkinan besar akan timbul masalah-
masalah kesehatan pada remaja seperti kecelakaan, penyalahgunaan obat,
kehamilan diluar perkawinan, aborsi, AIDS, dll.
Tahapan keluarga dengan remaja diawali pada saat anak pertama
berusia 13 tahun, tahapan ini akan berlangsung lebih kurang 6-7 tahun
sampai anak berusia 19-20 tahun.
Faktor-faktor resiko harus diidentifikasikan dan bicara dengan
keluarga seperti pentingnya gaya hidup keluarga yang sehat. Mulai dari
usia 35 tahun resiko penyakit jantung koroner meningkat di kalangan pria
dan pada usia ini anggota keluarga yang dewasa mulai merasa lebih
rentan terhadap penyakit dan biasanya mereka menerima strategi-strategi
promosi kesehatan, sedangkan pada usia remaja kecelakaan terutama
mobil merupakan bahaya besar.
Tugas perkembangan :
1) Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja
semakin mandiri.
2) Memfokuskan kembali hubungan perkawinan
3) Berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dan anak-anak.
f. Tahap VI : Keluarga Yang Melepaskan Anak Usia Dewasa Muda
Tahap ini ditandai oleh anak pertama meninggalkan rumah
orang tua dan berkhir ketika anak terakhir meninggalkan rumah.
Masalah utama kesehatan meliputi masalah komunikasi kaum
dewasa muda dengan orang tua : masalah-masalah transisi peran bagi
suami dan istri. Masalah orang yang memberikan perawatan (Bagi orang
tua atau lansia) dan munculnya kondisi kesehatan kronis atau faktor-
faktor yang berpengaruh seperti tingkat kolesterol tinggi, obesitas, dan
tekanan darah tinggi. Masalah-maalah menapouse di kalangan wanita
umum terjadi terakhir perlunya strategi promosi kesehatan dan gaya
hidup yang sehat menjadi lebih penting bagi anggota keluarga yang
dewasa.
Tugas perkembangan :
1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2) Mempertahankan keintiman pasangan.
3) Membantu orang tua, suami atau istri yang sedang sakit dan
memasuki usia tua.
g. Tahap VII : Keluarga dengan Orang Tua Usia Pertengahan
Tahap ini dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir pada saat pensiun atau kematian salah satu pasangan. Biasanya
dimulai ketika orang tua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir pada
saat seorang pasangan pensiun biasanya 16-18 tahun kemudian.
Masalah kesehatan tahap ini meliputi : kebutuhan promosi
kesehatan, istirahat yang cukup, kegiatan waktu luang dan tidur, nutrisi
yang baik, program olah raga yang teratur, pengurangan berat badan
hingga berat yang optimum, berhenti merokok, berhenti atau mengurangi
penggunaan alkohol, pemeriksaan skrining kesehatan preventif.
Berkomunikasi dan hubungan dengan anak-anak, ipar, cucu dan orang
tua yang berusia lanjut. Masalah-masalah hubungan perkawinan.
Masalah yang berhubungan dengan perawatan : membantu perawatan
orang tua yang lanjut usia tidak mampu merawat diri.
Tugas-tugas perkembangan keluarga :
1) Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan.
2) Mempertahankan hubungan yang penuh arti dengan penuh arti dengan
para orang tua lansia dan anak-anak.
3) Memperkokoh hubungan perkawinan
h. Tahap VIII : Keluarga dalam Masa Pensiun dan Lansia
Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa
pensiun terus berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal dan
berakhir dengan pasangan lain meninggal.
Promosi kesehatan tetap menjadi hal yang sangat penting,
khususnya dalam bidang nutrisi, latihan, pencegahan cedera penggunaan
obat yang lama pemakaian pelayanan preventif dan berhenti merokok.
Masalah psikologis adalah masalah kesehatan yang serius, khususnya
bila bersama-sama dengan sakit fisik, pengkajian dan penggunaan sistem
dukungan sosial keluarga atau individu harus menjadi bagian integral
dari perawatan kesehatan keluarga.
Tugas perkembangan :
1) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
2) Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun.
3) Mempertahankan hubungan perkawinan.
4) Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan.
5) Memelihara ikatan keluarga antar generasi.
5. Sruktur Keluarga
Menurut Friedmann struktur keluarga terdiri dari :
a. Pola dan Proses Komunikasi
Pola interaksi keluarga yang berfungsi :
1) Bersifat terbuka dan jujur.
2) Selalu menyelesaikan konflik keluarga.
3) Berfikir positif.
4) Tidak mengulang isu- isu dan pendapat sendiri.
Karakteristik komunikasi keluarga berfungsi untuk :
1). Karakteristik pengirim :
a). Yakin dalam mengemukakan sesuata atau pendapat.
b). Apa yang disampaiakn jelas dan berkualitas.
c). Selalu meminta dan menerima umpan balik.
2). Karakteristik Penerima :
a). Siap mendengarkan.
b). Memberikan umpan balik.
c). Melakukan validasi.
b. Struktur Peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai
dengan posisi sosial yang diberikan, yang dimaksud dengan posisi atau
status adalah posisi individu dalam masyarakat misalnya sebagai suami,
istri, anak dan sebagainya. Tetapi peran ini tidak dapat dijalankan oleh
masing-masing individu dengan baik. Ada beberapa anak yang terpaksa
mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang lain
sedangkan orang tua mereka entah kemana atau malah berdiam diri
dirumah.
c. Struktur Kekuatan
Kekuatan merupakan kemampuan (potensial dan aktual) dari
individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk mengubah
perilaku orang lain kearah positif.
Ada beberapa macam tipe struktur kekuatan :
1) Legitimati Power
2) Referent Power
3) Reward Power
4) Coercive Power
5) Affektife Power
6. Struktur peran keluarga
Struktur peran keluarga adalah perilaku-perilaku yang berkenaan
dengan siapa yang memegang suatu posisi tertentu. Posisi yang
mengidentifikasikan status atau tempat seseorang dalam sistem sosial
struktur peran. Struktur peran keluarga dibagi 2, yaitu struktur peran formal
dan informal.
a. Struktur peran formal
Menurut Safir (1967) dikutip oleh Friedmann (1998) peran
formal adalah suatu perilaku dimana keluarga melakukan posisi normal
dalam keluarga yang bersifat homogen dan ekplisit yaitu didalam
keluarga terdapat kandungan struktur peran keluarga (peran sebagai
ayah-suami,ibu-istri). Standar peran formal dalam keluarga terdiri dari
pencari nafkah, ibu rumah tangga, tukang perbaiki rumah, sopir,
pengasuh anak, manajer, dan tukang masak.
b. Struktur peran informal
Peran informal adalah peran tertutup yang bersifat implicit yang
tidak tampak kepermukaan dan hanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan
emosional indifidual untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga.
7. Peran Perawat Keluarga
Dari 5 fungsi keluarga satu di antaranya adalah fungsi perawatan
kesehatan keluarga dimana keluarga bersama perawat menyelesaikan
masalah kesehatan.
Perawatan kesehatan keluarga adalah pelayanan kesehatan yang
ditujukan pada keluarga sebagai unit pelayanan untuk mewujudkan keluarga
yang sehat.
Fungsi perawat adalah membantu keluarga untuk menyelesaikan
masalah kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga
melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga.
Ada banyak peran perawat dalam membantu keluarga dalam
menyelesaikan masalah atau melakukan perawatan kesehatan keluarga,
diantaranya sebagai berikut:
a. Pendidik
Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada
keluarga dengan tujuan sebagai berikut:
1)Keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara
mandiri
2)Bertanggung jawab dalam masalah kesehatan keluarga
b. Koordinator
Koordinasi diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar
pelayanan yang komprehensif dapat tercapai. Koordinasi juga sangat
diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau terapi dari berbagai
disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih dan pengulangan.
c. Pelaksana
Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik dirumah,
klinik maupun dirumah sakit bertanggung jawab dalam memberikan
perawatan langsung. Kontak pertama perawat kepada keluarga melalui
anggota keluarga yang sakit. Perawat dapat mendemontrasikan kepada
keluarga asuhan perawatan yang diberikan dengan harapan keluarga nanti
dapat melakukan asuhan langsung kepada anggota keluarga yang sakit.
d. Pengawas Kesehatan
Sebagai pengawas kesehatan perawat harus melakukan home
visit atau kunjungan rumah yang teratur untuk mengidentifikasi atau
melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga. Perawat tidak hanya
melakukan kunjungan tetapi diharapkan ada tindak lanjut dari kunjungan
ini.
e. Konsultan
Perawat sebagai nara sumber bagi keluarga dalam mengatasi
masalah kesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat pada perawat
maka hubungan perawat dengan keluarga harus dibina dengan baik,
perawat harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya. Maka dengan
demikian, harus ada Bina Hubungan Saling Percaya (BHSP) antara
perawat dengan keluarga.
f.Kolaborasi
Sebagai perawat di komunitas juga harus bekerja sama dengan
pelayanan Rumah Sakit, Puskesmas, dan anggota tim kesehatan yang lain
untuk mencapai tahap kesehatan keluarga yang optimal. Kolaborasi tidak
hanya dilakukan sebagai perawat di Rumah Sakit tetapi juga di keluarga
dan komunitas pun dapat dilaksanakan.
g. Fasilitator
Peran perawat komunitas disini adalah membantu keluarga
adalah menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat kesehatan yang
optimal. Kendala yang sering dialami keluarga adalah keraguan didalam
menggunakan pelayanan kesehatan, masalah ekonomi, dan sosial budaya.
Agar dapat melaksanakan peran fasilitator dengan baik, maka perawat
komunitas harus mengetahui sistim pelayanan kesehatan, misalnya
sistem rujukan dan dana sehat.
h. Penemu kasus
Peran perawat komunitas yang juga sangat penting adalah
mengidentifikasi kesehatan secara dini (Case finding), sehingga tidak
terjadi ladakan atau Kejadian Luar Biasa (KLB).
i. Modifikasi lingkungan
Perawat komunitas juga harus dapat memodifikasi lingkungan,
baik lingkungan rumah, lingkungan masyarakat, dan lingkungan
sekitarnya agar dapat tercipta lingkungan yang sehat.
B. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan demam thyfoid
1. Asuhan keperawatan keluarga
Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan
yang diberikan melalui praktek keperawatan kepada keluarga untuk
membantu menyelesaikan masalah kesehatan keluarga tersebut dengan
menggunakan proses keperawatan (Setyowati dan Muwarni, 2008).
2. Pengertian
Tifus abdominalis adalah infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, dan
gangguan kesadaran (Nursalam, 2005).
Menurut Hidayat (2006), tifus abdominalis adalah penyakit infeksi
yang terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh salmonela thypii, yang
dapat ditularkan melalui makanan, mulut, atau minuman yang
terkontaminasi bakteri salmonela thypii.
3. Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), etiologi demam thyfoid dan demam
parathyfoid adalah salmonella typhoid, salmonella paratyphi A, salmonella
paratyphi B, dan salmonella paratyphi C. Salmonella typosa merupakan basil
gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Bakteri tersebut
sekurang-kurangnya mempunyai tiga macam antigen, yaitu antigen O, H dan
Vi. Ketiga jenis antigen tersebut didalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibody yang lazim disebut aglutinin.
4. Manifestasi klinik
Menurut Ngastiyah (2003), manifestasi klinik demam thyfoid pada
anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari,
yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan sedangkan jika yang
melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing, nafsu makan berkurang dan tidak bersemangat. Manifestasi
klinik lain yang biasanya ditemukan meliputi :
a. Demam. Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Suhu
tubuh turun naik yakni pada pagi hari lebih rendah atau normal, sementara
sore dan malam hari lebih tinggi. Demam dapat mencapai 39-400 C.
intensitas demam akan makin tinggi disertai gejala lain seperti sakit kepala,
diare, nyeri otot, pegal, insomnia, anoreksia, mual, dan muntah.
b. Gangguan saluran pencernaan. Sering ditemukan bau mulut yang tidak
sedap karena demam yang lama. Bibir kering dan pecah-pecah. Lidah
terlihat kotor dan ditutupi selaput kecoklatan dengan ujung dan tepi lidah
kemerahan dan tremor.
c. Gangguan kesadaran. Umumnya terdapat gangguan kesadaran berupa
penurunan kesadaran ringan, sering ditemui kesadaran apatis. Bila gejala
klinis berat, tidak jarang penderita sampai somnolen dan koma.
d. Hepatosplenomegali. Pada penderita demam tifoid, hati dan atau limpa
sering ditemukan membesar. Hati terasa nyeri bila ditekan.
5. Patofisologi
Patofisiologi demam tifoid menurut Price (2005) yaitu penyakit
thyfoid disebabkan oleh salmonella typhoid, salmonella paratyphi A,
salmonella paratyphi B, dan salmonella paratyphi C yang masuk kedalam
tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan terjadi peningkatan produksi
asam lambung yang menyebabkan perasaan yang tidak enak diperut, mual,
muntah, anoreksia, dan mengakibatkan terjadi iritasi mukosa lambung.
Sebagian lagi masuk ke dalam usus halus sehingga terjadi infeksi yang
merangsang peristaltik usus sehingga menimbulkan diare atau konstipasi selain
itu kuman mencapai jaringan limfoid plaque peyeri diellium terminalis yang
mengalami hipertrofi.
Ditempat ini terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal
dapat terjadi. Kuman salmonella kemudian menembus ke lamina propia, masuk
kealiran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesentrial yang juga mengalami
hipertrofi. Selanjutnya kuman salmonella tyhpi ke aliran darah melalui duktus
toracikus, kuman salmonella typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal
dari usus. Salmonela typhi bersarang di plaque peyeri, limpa hati, dan bagian-
bagian lain sistem retikuloendotelia.
Endotoksi salmonella tyhpi membantu terjadinya proses inflamasi
lokal pada jaringan tempat salmonella tyhpi berkembang biak. Namun pada
tyhpi disebabkan karena salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang
sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang
dalam perkembangbiakan kuman dapat mengakibatkan hipertofi splenomegali
terjadi penekanan pada usus dan menyebabkan nyeri.
6. Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2003) komplikasi demam tifoid umumnya jarang
terjadi, akan tetapi sering fatal, yaitu:
a. Pendarahan usus. Bila hanya di temukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat
disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi usus. Timbul biasanya pada mingggu ketiga atau setelah itu dan
terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak di sertai peritonitis
hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu
pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada
foto Rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis. Bisanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang berat, dinding
abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri pada tekanan.
C. Konsep Dasar keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian menurut format Friedman :
a. Data Umum
1) Usia
Fokus pengkajian biodata keluarga berkaitan dengan umur,
jenis kelamin, dan jumlah anggota keluarga yang ada pada keluarga.
Umur sangat berkaitan dengan terjadinya thyfoid yaitu usia 3-19 tahun
dan thyfoid juga sering menyerang anak-anak usia sekolah dasar, ini
dikarenakan mereka masih sering jajan yang belum tentu bersih dalam
pengolahan bahan makanan, daripada makan dirumah. Anak usia
sekolah rata-rata tidak tahu penyebab dari penyakit demam thyfoid, ini
diperburuk dengan orang tua tidak memperhatikan pola jajan anak-
anak mereka.
2) Jenis kelamin
Pada pria lebih beresiko terkena penyakit thyfoid ataupun
terpapar dengan kuman salmonella tyhpi dibandingkan wanita. Hal ini
dikarenakan aktifitas pria diluar rumah lebih banyak daripada wanita.
3) Lingkungan
Penyakit thyfoid merebak didaerah yang kebersihannya
lingkungannya kurang diperhatikan, misalnya saja didaerah yang
kumuh atau kotor dan banyak lalat. Banyaknya lalat didaerah yang
kumuh akan menjadi perantara pindahnya kuman kemanusia, dimana
penyebaran salmonella typhi ini melalui muntahan, urine dan kotoran
dari penderita yang kemudian terbawa oleh lalat, lalat itu
mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun buah-buahan
yang terbuka, sehingga orang yang mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi dengan salmonella tyhpi akan beresiko terkena
penyakit thypoid.
4) Pekerjaan
Orang yang bekerja pada lingkungan yang kumuh dan kotor
lebih beresiko terkena thypoid. Misalnya, pemulung lebih beresiko
daripada pegawai kantor.
5) Pendidikan
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pemahaman
dan pengetahuan penderita dan keluarga tentang penyakitnya. Jika
terjadi kurang pengetahuan maka hal ini akan bisa mengakibatkan
terjadinya komplikasi akibat penanganan yang tidak cepat dan tepat
(Soeparman, 2000).
6) Hubungan (genogram)
Dalam anggota keluarga penularan salmonella tyhpi melalui
dua sumber yaitu melalui adanya anggota keluarga yang saat itu
sedang menderita penyakit thypoid dan adanya anggota keluarga
dengan caller. Caller yaitu orang yang sembuh dari penyakit thypoid
dan terus mengekskresi salmonella tyhpi, tinja, dan air kemih selama
kurang lebih satu tahun.
7) Kebiasaan
Kebiasaan yang paling berpengaruh pada proses terjadinya
penyakit thypoid yaitu hygiene personal yang kurang. Kebiasaan tidak
mencuci tangan sebelum makan ataupun kebiasaan memelihara kuku
yang panjang akan memeprmudah masuknya kuman kedalam tubuh.
b. Riwayat Tahap Perkembangan Keluarga
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga yang beresiko mengalami
masalah thypoid adalah tahap perkembangan keluarga dengan anak
usia sekolah. pada fase ini umumnya keluarga mencapai jumlah
anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk dan
kurang memperhatikan pola jajan anak mereka. Dimana dalam
pengolahan bahan makanan tersebut belum tentu bersih dari pada
makanan rumah. Anak-anak usia sekolah rata-rata tidak tahu penyebab
dari penyakit thypoid.
2) Riwayat kesehatan keluarga
Thypoid tidak ada kaitannya dengan penyakit yang lain
misalnya DM, hipertensi, dan lain-lain. Kaitan penyakit thypoid
adalah dengan lingkungan (lingkungan yang kotor dan kumuh).
Meskipun thypoid adalah penyakit menular, namun penularan
penyakit thypoid yaitu melalui carier atau orang yang sembuh dari
penyakit thypoid dan masih mengekskresi salmonella thypi dalam
slauran kemih selama lebih dari satu tahun.
c. Pengkajian Lingkungan
1) Kondisi rumah atau karakteristik rumah
Penataan perabot rumah yang kurang diperhatikan atau tidak
teratur seperti tempat makanan dan tempat sampah yang dibiarkan
terbuka akan meningkatkan resiko terjadinya penyakit thypoid, karena
penyakit thypoid sering terjadi pada daerah yang kebersihan
lingkungannya kurang diperhatikan misalnya saja di lingkungan yang
kumuh dan kotor serta banyak lalat.
2) Karakteristik lingkungan dan komunitas,
menjelaskan tentang karakteristik dari tetangga dan komunitas
setempat.
a) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk
berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana
keluarga berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
b) Sistem pendukung. Pengelolaan pasien post opname thypoid di
keluarga sangat membutuhkan peran aktif seluruh anggota keluarga
dan petugas dari pelayanan kesehatan yang ada dimasyarakat.
Semua berperan dalam pemberian edukasi, motivasi dan
mengontrol perkembangan kesehatan anggota keluarga yang habis
menderita penyakit thypoid.
d. Struktur Keluarga
1) Pola komunikasi keluarga
Semakin terbuka dalam berkomunikasi maka akan lebih
memudahkan keluarga dalam memecahkan masalah. Jika komunikasi
tertutup maka akan menyulitkan dalam pemecahan masalah yang ada
pada keluarga (Stanhope dan Lancaster, 1992).
2) Struktur kekuatan keluarga
Dengan adanya pengambilan keputusan, maka akan dapat
segera dilakukan penanganan dan proses penyembuhan terhadap
anggota keluarga yang mengalami thypoid. Jika tidak ada
pengambilan keputusan maka masalah akan tetap ada dan tidak
teratasi (Carpenito, 2000)
3) Struktur peran
Peran kepala keluarga sangat berpengaruh terhadap kesehatan
keluarga terutama dalam penyediaan kebutuhan anggota keluarga
yang meliputi kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
4) Nilai dan norma budaya
Untuk mengetahui adanya nilai dan moral yang diyakini
apakah bertentangan dan memdukung kesehatan akan lebih
memberikan dukungan atau motivasi untuk menyembuhkan atau
berobat (Nurdin, 2000).
e. Fungsi Keluarga
1) Fungsi afektif
Kekurangan perhatian keluarga terhadap anggota keluarga
yang sakit akan mengakibatkan penderita thypoid tidak mendapatkan
perawatan dan pengobatan yang dibutuhkan, sehingga dapat
menimbulkan terjadinya komplikasi lebih lanjut.
2) Fungsi sosialisasi
Dengan kemampuan sosialisasi yang tinggi akan
memudahkan terjadinya interaksi kepedulian. Hal ini akan membantu
dalam proses penanganan penderita akan mengalami gangguan dalam
bersosialisasi (Stanhope dan Lancaster, 1992).
3) Fungsi perawatan kesehatan keluarga
a) Kemampuan mengenal masalah kesehatan
Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah thypoid
adalah salah satu faktor penyebab karena apabila keluarga tidak
mampu mengenal masalah thypoid, masalah tersebut akan
mengakibatkan komplikasi
b) Kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang sakit
Ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang sakit thypoid dikarenakan oleh ketidaktahuan
tentang penyakit, misalnya penyebab, gejala, pencegaham,diit, dan
lain-lain.
c) Kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan atau memelihara
lingkungan
Ketidakmampuan keluarga memelihara dan memodifikasi
lingkungan dapat beresiko untuk timbulnya thypoid.
4) Fungsi reproduksi
Dalam keluarga, penyakit thypoid merupakan penyakit yang
dapat ditularkan kepada anggota keluarga yang lain.
5) Fungsi ekonomi
Keadaan ekonomi yang rendah menyebabkan penyakit
thypoid tidak diperhatikan perawatan ataupun pengobatannya,
sementara penyakit thypoid juga sering diderita oleh kalangan
ekonomi menengah kebawah.
2. Diagnosa keperawatan
a. PathwayMakanan terkontaminasi salmonella
Mulut
HCL (lambung)
Tidak hidup
Difagosit Tidak Difagosit
Mati Bakteriema Sekunder
Hidup
usus terutama plaque peyer
kuman mengeluarkan endotoksin
Bakteriema primerkuman mengeluarkan endotoksin
Bakteriema primer
Usus halus
Peradangan
Hiperperistaltik usus
diare
Hipotalamus
Menekan termoreguler
Hipetermi
cepat lelah
Hepar
Hepatosplenomegali
Endotoksin merusak hepar
SGOT/SGPT
Nyeri
Hipertermi
b. Masalah keperawatan
1) Nyeri akut
2) Defisit volume cairan
3) Intoleransi aktivitas
4) Hipertermi
5) Kurang pengetahuan
c. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Nanda
(2011), adalah:
1) Nyeri akut berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami demam tifoid
2) Defisit volume cairan berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami
demam tifoid
3) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami
demam tifoid
4) Hipertermi berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga mengenal masalah kesehatan
5) Kurang pengetahuan tentang demam tifoid
Intoleransi AktifitasDefisit volume
cairan
Kurang Pengetahuan
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan
3. Fokus Intervensi
a. Nyeri akut (Nanda, 2011)
Tujuan umum : Nyeri berkurang/hilang
Tujuan khusus : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x3 hari pertemuan diharapkan keluarga mampu :
1) Keluarga mampu mengenal masalah demam tifoid.
a) Gali pengetahuan keluarga tentang pengertian, penyebab, tanda dan
gejala penyakit demam tifoid.
b) Jelaskan pada keluarga tentang penyakit demam tifoid.
c) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
e) Beri reinforcement positif atas
kemampuan keluarga.
2) Keluarga mampu mengambil keputusan tindakan yang tepat untuk
mengurangi nyeri.
a) Diskusikan bersama keluarga dalam mengambil keputusan dan
tindakan yang tepat untuk mengatasi nyeri.
b) Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan yang tepat.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
3) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang menderita demam
tifoid.
a) Jelaskan pada keluarga cara perawatan demam tifoid.
b) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
4) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan rumah yang menunjang
kesehatan.
a) Gali pengetahuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang
tepat untuk anggota keluarga yang sakit.
b) Jelaskan pada keluarga untuk memodifikasi lingkungan dan gaya
hidup dalam mengatasi nyeri dengan memanfaatkan sumber-
sumber yang ada dalam keluarga.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
5) Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
a) Jelaskan pada keluarga tentang pentingnya memeriksakan diri ke
tempat pelayanan kesehatan.
b) Anjurkan pada keluarga untuk memeriksakan diri ke tempat
pelayanan kesehatan.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga
b. Defisit Volume cairan ( Nanda, 2011)
Tujuan umum : Intake dan output seimbang
Tujuan khusus : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x3 hari pertemuan diharapkan keluarga mampu :
1) Keluarga mampu mengenal masalah demam tifoid.
a) Gali pengetahuan keluarga tentang pengertian, penyebab, tanda dan
gejala penyakit demam tifoid.
b) Jelaskan pada keluarga tentang penyakit demam tifoid.
c) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
d) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
2) Keluarga mampu mengambil keputusan tindakan yang
tepat untuk klien demam tifoid.
a) Jelaskan mengenai penanganan yang tepat supaya tidak terjadi
demam tifoid lebih lanjut.
b) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
3) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang
menderita demam tifoid.
a) Jelaskan pada keluarga cara perawatan demam tifoid.
b) Diskusikan pada klien dan keluarga pentingnya mengubah gaya
hidup untuk mengurangi faktor penyebab demam tifoid.
c) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
d) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
4) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan rumah yang
menunjang kesehatan.
a) Gali pengetahuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang
tepat untuk anggota keluarga yang sakit.
b) Jelaskan pada keluarga untuk memodifikasi lingkungan dan gaya
hidup dalam mengatasi penyakit dengan memanfaatkan sumber-
sumber yang ada dalam keluarga.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
5) Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang
ada
a) Jelaskan pada keluarga tentang pentingnya memeriksakan diri ke
tempat pelayanan kesehatan.
b) Anjurkan pada keluarga untuk memeriksakan diri ke tempat
pelayanan kesehatan
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga
c. Intoleransi aktivitas
Tujuan umum : Aktivitas kembali mandiri
Tujuan khusus : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x3 hari pertemuan diharapkan keluarga mampu :
1) Keluarga mampu mengenal masalah demam tifoid
a) Gali pengetahuan keluarga mengenai aktivitas pada klien dengan
demam tifoid.
b) Jelaskan pada keluarga tentang teknik penghematan energi.
c) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
d) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
2) Keluarga mampu mengambil keputusan tindakan yang tepat untuk
klien demam tifoid.
a) Jelaskan pada keluarga tentang teknik penghematan energi.
b) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
3) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang menderita demam
tifoid.
a) Jelaskan pada keluarga tentang aktivitas yang perlu dilakukan pada
penderita demam tifoid.
b) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
4) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan rumah yang menunjang
kesehatan.
a) Gali pengetahuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang
tepat untuk anggota keluarga yang sakit.
b) Jelaskan pada keluarga untuk memodifikasi lingkungan dan gaya
hidup dalam mengatasi intoleransi aktivitas dengan memanfaatkan
sumber-sumber yang ada dalam keluarga.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
5) Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
a) Jelaskan pada keluarga tentang pentingnya memeriksakan diri ke
tempat pelayanan kesehatan.
b) Anjurkan pada keluarga untuk memeriksakan diri ke tempat
pelayanan kesehatan.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
d. Hipertermi ( Nanda, 2005)
Tujuan umum : Tidak terjadi hipertermi
Tujuan khusus : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x3 hari pertemuan diharapkan keluarga mampu :
1) Keluarga mampu mengenal masalah demam tifoid
a) Gali pengetahuan keluarga tentang pengertian, penyebab, tanda dan
gejala penyakit demam tifoid.
b) Jelaskan pada keluarga tentang penyakit demam tifoid.
c) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
d) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
2) Keluarga mampu mengambil keputusan tindakan yang tepat untuk
klien demam tifoid.
a) Jelaskan mengenai penanganan yang tepat apabila terjadi
hipertermi.
b) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
3) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang menderita demam
tifoid.
a) Jelaskan pada keluarga cara perawatan demam tifoid terutama bila
terjadi hipertermi.
b) Diskusikan pada klien dan keluarga pentingnya mengubah gaya
hidup untuk mengurangi faktor penyebab demam tifoid.
c) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
d) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
4) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan rumah yang menunjang
kesehatan.
a) Gali pengetahuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang
tepat untuk anggota keluarga yang sakit.
b) Jelaskan pada keluarga untuk memodifikasi lingkungan dan gaya
hidup dalam mengatasi penyakit dengan memanfaatkan sumber-
sumber yang ada dalam keluarga.
c) Beri reinforcement positif atas kemamapuan keluarga.
5) Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang
ada.
a) Jelaskan pada keluarga tentang pentingnya memeriksakan diri ke
tempat pelayanan kesehatan.
b) Anjurkan pada keluarga untuk memeriksakan diri ke tempat
pelayanan kesehatan.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga
e. Kurang pengetahuan ( Nanda, 2011)
Tujuan umum : Pengetahuan keluarga bertambah
Tujuan khusus : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x3 hari pertemuan diharapka keluarga mampu :
1) Keluarga mampu mengenal masalah demam tifoid.
a) Gali pengetahuan keluarga tentang pengertian, penyebab, tanda dan
gejala penyakit demam tifoid.
b) Lakukan penyuluhan tentang penyakit demam tifoid.
c) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
d) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
2) Keluarga mampu mengambil keputusan tindakan yang tepat untuk
mengatasi kurang pengetahuan.
a) Gali pengetahuan keluarga dalam mengambil keputusan untuk
penyakit demam tifoid.
b) Beri dukungan atas ketepatan mengambil keputusan penanganan
demam tifoid.
c) Beri alternatif pemecahan masalah
d) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
3) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang menderita demam
tifoid.
a) Gali pengetahuan keluarga tentang macam-macam pengobatan
tradisional.
b) Jelaskan pada keluarga cara pembuatan obat tradisional untuk
demam tifoid.
c) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
4) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan rumah yang menunjang
kesehatan.
a) Gali pengetahuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang
tepat untuk anggota keluarga yang sakit.
b) Jelaskan pada keluarga untuk memodifikasi lingkungan dan gaya
hidup dalam mengatasi demam tifoid dengan memanfaatkan
sumber-sumber yang ada dalam keluarga.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.
5) Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
a) Jelaskan pada keluarga tentang pentingnya memeriksakan diri ke
tempat pelayanan kesehatan.
b) Anjurkan pada keluarga untuk memeriksakan diri ke tempat
pelayanan kesehatan.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga.