Upload
vanliem
View
244
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TINDAKAN SOSIAL IBU HAMIL MEMILIH PERSALINAN KE DUKUN BERANAK DI
DESA TANJUNG KAPUR
Naskah Publikasi
Oleh
ANDIKA
NIM: 080569201025
PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2015
1
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi mahasiswa yang disebut
dibawah ini:
Nama : ANDIKA
NIM : 080569201025
Jurusan/Prodi : SOSIOLOGI
Alamat : Jl. Timbul Jaya No. 13, Rt 03/ Rw 01 Kelurahan Kampung Baru.
Nomor TELP : 085264519448
Email : [email protected]
Judul Naskah : TINDAKAN SOSIAL IBU HAMIL MEMILIH PERSALINAN KE
DUKUN BERANAK DI DESA TANJUNG KAPUR
Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis naskah ilmiah dan untuk
dapat diterbitkan.
Tanjungpinang, 31 Agustus 2015
Yang menyatakan,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Suryaningsih, M.Si Emmy Solina, M,Si
NIDN. 1010676901 NIDN. 1020118401
2
TINDAKAN SOSIAL IBU HAMIL MEMILIH PERSALINAN KE DUKUN BERANAK DI
DESA TANJUNG KAPUR
Andika [email protected] Suryaningsih, M.Si. [email protected]
Emmy Solina, M.Si. [email protected]
ABSTRAK
Pemilihan bersalin dengan bantuan dukun beranak dipengaruhi oleh tindakan pilihan
rasional aktor dalam masyarakat yang beradaptasi dengan nilai-nilai budaya dan pengalaman yang
terjadi serta lingkungan di sekitarnya, bersalin di dukun beranak juga adanya rasa kepercayaan
antara pasien dengan dukun beranaknya sehingga seorang ibu yang bersalin yakin bahwa ibu
melahirkan di bantu oleh dukun beranak tersebut. Pelayanan kesehatan memiliki peranan penting
sebagai sarana distribusi kesehatan kepada masyarakat. Akan tetapi pelayanan kesehatan di Desa
Tanjung Kapur saat ini tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan kesehatan yang
baik.
Di tambah lagi dengan faktor geografis yang tidak mendukung serta beban biaya yang
besar yang harus ditanggung oleh pasien ketika ia memutuskan bersalin di tenaga medis, membuat
hal itu menjadi suatu pertimbangan yang memberatkan. Sebab, jarak tempuh ke fasilitas kesehatan
cukup jauh dan harus mengeluarkan biaya transportasi yang membebankan masyarakat.
Keseluruhan hal inilah yang membuat ibu hamil memilih bersalin dengan dukun beranak dari pada
ketenaga medis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Apa saja yang melatarbelakangi ibu
hamil memilih dukun beranak untuk proses persalinan?”. Untuk memperoleh data peneliti
menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif terhadap 7 informan. Masing-
masing informan terdiri dari 7 orang ibu hamil yang pernah bersalin di dukun beranak dan salah
satu informan merupakan anak dukun beranak itu sendiri. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara wawancara mendalam untuk mendapatkan informasi lebih banyak.
Berdasarkan analisa data bahwa informan yang bersalin di dukun beranak seluruhnya
yang memiliki tingkat penghasilan dan pendidikan rendah serta dukun beranak yang telah
masyarakat kenal dengan baik. Dukun beranak juga tidak pernah menetapkan berapa upah ibu
bersalin kepada keluarga pasiennya. Di tambah dengan kemampuan „khusus‟ yang dimiliki oleh
dukun beranak yang di percaya dapat mempermudah proses kelahiran yang sulit. Hal ini yang
membuat masyarakat masih menggunakan jasa dukun beranak dalam proses persalinnanya dari
pada ketenaga medis.
Kata Kunci : Persalinan, Pertolongan Oleh Dukun Beranak.
3
TINDAKAN SOSIAL IBU HAMIL MEMILIH PERSALINAN KE DUKUN BERANAK DI
DESA TANJUNG KAPUR
Andika [email protected] Suryaningsih, M.Si. [email protected]
Emmy Solina, M.Si. [email protected]
ABSTRACT
The maternity election with TBA’s ( Traditional Birth Attendant ) or midwife’s
(Indonesian:Dukun Beranak) help is influenced by the actor of rational action in society
which adapts with the values of the culture and experience that exists and around the
environtment, there’s a faith for the patient toward the maternity with midwife that’s why the
pregnant woman gives the birth a child with TBA or midwife. The health service has played
an important part as the needed distribution for the society. However, the service in Tanjung
Kapur Village can’t fulfill the need of the health service to the society nowadays.
In addition to the factor of geographical which doesn’t support and the high cost
should be borne in a medical treatment by the patient, and it will be a difficult consideration.
Because the health facilities is far away in distance and they ought to pay off the cost of
transportation as their burden as well. It is to make all the pregnant women prefer the
midwife to medical treatment. The research aims to know “ Why does the pregnant mother
believe in TBA or midwife for the maternity ?”. To earn research datas using the research of
descriptive with the approach of qualitative from 7 informants. Each informant is consist of
seven pregnant mothers who have been given a birth with the TBA or midwife. The collected
data will be carried out with interview for earning more informations.
Based on the analyzes data that the informant who gives a birth to the TBA or
midwife has low income and sometimes she pays whole-heartedly without provision of the
cost. And she has the special ability which is believe to easily help the pregnant mother. This
is the one thing that the society still believes in the TBA or midwife.
Keywords : Childbirth, Aid By TBA’s
4
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan bagi penduduk
di kota maupun di perdesaan Indonesia
masih saja merupakan masalah yang masih
ada sampai saat ini. Hal tersebut dapat
dilihat dari banyaknya program kesehatan
yang diterapkan dan terus dikembangkan
belum berjalan dengan baik, baik itu
program kesehatan baru maupun program
kesehatan hasil modifikasi program
lama.Salah satu program yang belum
mencapai sasaran sebagaimana yang
diharapkanadalah pertolongan persalinan.
Hampir di seluruh Indonesia masih banyak
persalinan yang ditolong oleh dukun
beranak. Simolol (2010), menyebutkan
bahwa masyarakat masih memerlukan
tenaga dukun sebagai pendamping dalam
mengawasi kehamilan disaat tenaga bidan
tidak bisa melakukan pengawasan secara
penuh dan disuatu daerah yang masih
kurangnya tenaga bidan.
Kematian ibu di Indonesia masih
tergolong tinggi. Salah satu faktor yang
melatarbelakangi hal ini adalah proses
persalinan yang berhubungan dengan
pemilihan pertolongan persalinan. Sarana
pelayanan kesehatan tidak semua ibu hamil
melakukan proses persalinan atau lebih
banyak di perdesaan dari pada di perkotaan.
Penelitian lain membuktikan bahwa selain
masalah akses, preferensi pemanfaatan
tenaga non-kesehatan juga disebabkan oleh
faktor biaya.Meskipun permasalahan akses
dan biaya telahmendapatkan perhatian
khusus dari pemerintah, namun pemilihan
pertolongan persalinan dengan tenaga
nonmedis masih cukup tinggi di Indonesia
(Setyawati, 2010). Dukun di masyarakat
masih memegang peranan penting, dukun di
anggap sebagai tokoh masyarakat.
Masyarakat masih memercayakan
pertolongan persalinan oleh dukun, karena
pertolongan persalinan oleh dukun di anggap
murah dan dukun tetap memberikan
pendampingan pada ibu setelah melahirkan,
seperti merawat dan memandikan bayi. Cara
pertolongan persalinan yang dilakukan oleh
dukun tidak jauh berbeda dari cara
pertolongan persalinan oleh bidan, hanya
saja penerapan dukun beranak kurang
memperhatikan kesterilan dan alat-alat yang
digunakan masih seadanya dan lebih
mengarah ke spiritual. Menurut Hendrik L.
Blum, derajat kesehatan dipengaruhi 4
faktor yaitu faktor lingkungan, perilaku
masyarakat, pelayanan kesehatan, dan
keturunan.
Faktor lingkungan ini yang paling
besar menentukan status kesehatan. Yang
kedua adalah pelayanan kesehatan
diantaranya adalah sumber daya manusia
yang kompeten dan siap siaga dalam
melayani masyarakat. Ketersediaan tenaga
dan tempat pelayanan yang memadai. Faktor
ketiga adalah faktor perilaku dalam hal ini
faktor yang paling berpengaruh adalah
faktor pemahaman dan tingkat pengetahuan
masyarakat terhadap kesehatan. Faktor
terakhir adalah keturunan. Semua faktor
5
5
saling berkaitan satu sama lain
(Notoatmodjo, 2007).
Persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan adalah ibu bersalin yang
mendapat pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan seperti bidan dan dokter
dan tenaga medis lainnya (Proverawati,
2012). Persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan diharapkan dapat menurunkan
angka kematian ibu dan bayi. Angka
kematian Ibu dan bayi berguna untuk
menggambarkan tingkat kesadaran perilaku
hidup sehat, kondisi kesehatan lingkungan,
tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk
ibu hamil. Setiap persalinan yang ditolong
oleh tenaga kesehatan merupakan orang
yang sudah ahli dalam membantu
persalinan, sehingga keselamatan ibu dan
bayi lebih terjamin. Kebiasaan-kebiasaan
adat istiadat dan perilaku masyarakat sering
kali merupakan penghalang atau
penghambat terciptanya pola hidup sehat di
masyarakat. Kegiatan PHBS tidak dapat
terlaksana apabila tidak ada kesadaran dari
seluruh anggota keluarga itu sendiri. Pola
hidup bersih dan sehat harus diterapkan
sedini mungkin agar menjadi kebiasaan
positif dalam memelihara kesehatan.
Keberadaan dukun beranak tidak
bisa dihilangkan dalam pemberian
pertolongan persalinan. Pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan
salah satu upaya pelayanan dalam mencegah
kematian ibu, terutama yang diakibatkan
oleh proses malahirkan. Persalinan
merupakan hal yang sangat kompleks karena
disatu sisi terjadi kebahagiaan menjelang
kelahiran anak tetapi di sisi lain terjadi
resiko-resiko yang mungkin mengancam
kesehatan ibu dan bayi (Budi, 2010).
Dukun merupakan aktor lokal yang
dipercaya warga sebagai tokoh kunci di
masyarakat terutama yang berhubungan
dengan kesehatan dan keselamatan. Hal
inilah yang menyebabkan dukun
memperoleh kepercayaan lokal yang jauh
lebih tinggi dari pada bidan. Dukun
dipercayai memiliki kemampuan yang
diwariskan turun-temurun untuk memediasi
pertolongan medis dalam masyarakat.
Sebagian dari masyarakat juga memperoleh
citra sebagai orang tua yang telah
berpengalaman. Profil sosial inilah yang
berperan dalam pembentukan status sosial
dukun yang karismatik dalam pelayanan
medis tradisional. Meskipun saat ini muncul
berbagai pandangan bahwa tindakan yang
dilakukan oleh dukun tidak sesuai dengan
prosedur dan standar medis, namun harus
diakui bahwa tingkat kekhawatiran
masyarakat terhadap risiko yang akan
ditimbulkan oleh tindakan medis juga cukup
tinggi.
Adanya faktor-faktor di masyarakat
yang melatarbelakangi munculnya
kepercayaan internal yang sangat kuat. Fakta
ini mendorong pemahaman lebih dalam
mengenai adanya peran aspek sosial di
masyarakat yang berkontribusi dalam
penentuan perilaku masyarakat. Selain
dipengaruhi oleh faktor ekonomi, peran
lingkungan dan dinamika sosial dipandang
sebagai faktor yang mampu memberikan
kontribusi besar terhadap kesehatan
6
6
masyarakat eksternal. Masih banyak para
ibu khususnya di pedesaan lebih suka
memanfaatkan pelayanan tradisional
dibanding fasilitas pelayanan kesehatan
modern. Dari segi sosial budaya masyarakat
khususnya di daerah pedesaan, kedudukan
dukun bayi lebih dipercaya, mulai dari
pemeriksaan, pertolongan persalinan sampai
perawatan pasca persalinan banyak yang
meminta pertolongan dukun bayi.
Masyarakat tersebut juga sudah secara turun
temurun melahirkan di dukun bayi dan tidak
ada masalah.
Sebagai salah satu yang merupakan
daerah bagian dari Kabupaten Bintan,
kelurahan Kawal Bintan akan menjadi fokus
dalam penelitian ini. Berdasarkan data 2010,
angka kelahiran bayi di Bintan mencapai
2.869 orang. Dari jumlah tersebut 1,6 persen
atau 47 orang ditangani melalui persalinan
dukun beranak. Menurut Kepala Dinas
Kesehatan Bintan, Pudji Basuki
menjelaskan, di seluruh Bintan saat ini
diketahui terdapat 47 orang dukun beranak.
Dukun tersebut tersebar di beberapa daerah
Bintan. Terbanyak diantaranya di Desa
Kelong, Kawal dan Teluk Bintan.
Masyarakat menggunakan jasa dukun
beranak karena faktor ekonomi yang masih
lemah. Pemerintah sudah menyediakan
jaminan persalinan (Jampersal) bagi
masyarakat yang tidak memiliki Jamsostek
maupun Askes (Surat Kabar Haluan Kepri,
2011).
Salah satu Desa yang masih
menggunakan jasa dukun beranak didaerah
Bintan yaitu Desa Tanjung Kapur Kelurahan
Kawal. Masyarakat atau para ibu hamil
sampai saat ini menggunakan jasa dukun
beranak untuk menjalinin proses
persalinnanya. Hal ini disebabkan faktor
ekonomi dan kepercayaan masyarakat
kepada dukun beranak yang dipengaruhi
Jaminan pelayanan kesehatan gratis
ternyata tidak serta merta mengurangi
pilihan ibu hamil untuk ke dukun. Namun
demikian, dukun beranak yang seringkali
dipilih ibu hamil untuk membantu persalinan
secara tradisional tidak bisa langsung
dihilangkan keberadaannya. Walaupun
sekarang sudah jaman modern masih
memerlukan tenaga dukun sebagai
pendamping dalam mengawasi kehamilan
disaat tenaga bidan tidak bisa melakukan
pengawasan secara penuh dan disuatu
daerah yang masih kurang nya tenaga bidan.
Masyarakat merasa tidak nyaman
dengan peralatan medis seperti peralatan
bedah, gunting, atau jarum suntik.
Banyaknya ibu hamil yang sering meminta
pelayanan kepada dukun beranak merupakan
suatu fenomena yang menunjukkan bahwa
dukun beranak masih mendapat tempat
dihati ibu-ibu hamil yang mempercayakan
kandungan dan proses persalinan ibu kepada
dukun beranak tersebut. Walaupun dukun
beranak tidak dibekali dengan ilmu
pengetahuan dari dunia medis tentang
standar kesehatan yang harus diberikan
kepada pasiennya. Melainkan dengan ilmu
yang diturunkan oleh orang tuanya dan
pengalaman yang menyertainya, dukun
beranak masih dapat dipercaya oleh
7
sebagian ibu-ibu. Biasanya fenomena ini
terdapat didaerah-daerah yang jauh dari kota
maupun saranan pelayanan kesehatan.
Keterbatasan ekonomi yang
semakin sulit terutama pada masyarakat
yang masih terpencil dengan cara
mempertimbangkan biaya yang akan
dikeluarkan untuk biaya persalinan terutama
ke bidan. Harga yang mahal, membuat
pilihan tidak ditujukan kepada tenaga medis
karena semakin membebani perekonomian
masyarakat khususnya para ibu. Selain itu
ada beberapa faktor yang mendasari ibu
dalam pemilihan penolong persalinan baik
oleh tenaga kesehatan maupun dukun
beranak antara lain dipengaruhi oleh faktor
pendidikan, pengetahuan, pekerjaan,
pendapatan, dukungan keluarga,
keterjangkauan terhadap pelayanan
kesehatan, serta sosial budaya. Ketersediaan
dan kemudahan menjangkau tempat
pelayanan, akses sarana kesehatan dan
transportasi merupakan salah satu
pertimbangan keluarga dalam pengambilan
keputusan mencari tempat pelayanan
kesehatan. Hal ini dikarenakan proses
pemertahanan tradisi yang ada di
masyarakat. Dengan demikian, peranan
seorang aktor tradisional seperti dukun
menjadi semakin kuat. Dukun beranak
masih mempunyai peranan dalam
masyarakat untuk membantu ibu dalam
suatu persalinan, walaupun dukun beranak
tidak memiliki pengetahuan dibidang medis
melalui pendidikan formal, tetapi tidak pula
menyurutkan minat ibu hamil yang
melahirkan disana. Hanya berbekal dari ilmu
yang diperoleh dari orang tua terdahulu yang
juga berprofesi sebagai dukun beranak.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti
tertarik untuk mengetahui apa yang
melatarbelakangi ibu hamil memilih dukun
beranak sebagai tempat bersalin mereka.
Maka judul skripsi yang diajukan:
“TINDAKAN SOSIAL IBU HAMIL
MEMILIH PERSALINAN KE DUKUN
BERANAK DI DESA TANJUNG
KAPUR”.
B. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang
penelitian tersebut, maka rumusan masalah
penelitian yang akan penulis teliti adalah :
Apa yang melatarbelakangi ibu hamil
memilih dukun beranak untuk proses
persalinan?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah
sebagi berikut : Mengetahui yang
melatarbelakangi ibu hamil bersalin
dengan dukun beranak di Desa Tanjung
Kapur.
Kegunaan Penelitian :
a. Bagi Pengembangan Ilmu
Pengetahuan (Teoritis)
Dari penelitian ini di harapkan dapat
memberi sumbangan pemikiran
terhadap pengambil kebijakan
khususnya pemerintah atau instansi
terkait yang menangani bidang sosial
(kesehatan),
Bagi Penulis (Praktis)
8
Dengan hasil penelitian ini
diharapkan dapat menambah
khasanah kepustakaan dan dapat
membantu peneliti berikutnya untuk
melakukan penelitian lanjutan.
D. Konsep Operasional
Pada umumnya kebiasaan yang
terjadi dalam persalinan masyarakat
khususnya ibu hamil di Desa Tanjung Kapur
merupakan suatu tindakan sosial. Terjadinya
suatu tindakan sosial yaitu tindakan yang
dilakukan dengan mempertimbangkan
perilaku orang lain dan berorientasi pada
perilaku orang lain. Adapun yang
mempengaruhi tindakan masyarakat Desa
Tanjung Kapur dalam pemilihan proses
persalinan yaitu adanya tindakan rasional
dengan tercapainya suatu tujuan, tradisonal
(tradisi masyarakat), nilai-nilai yang ada
pada masyarakat dan tindakan afektif
(tindakan yang menerima orientasi dari
perasan dan emosi).
E. Metode Penelitiaan
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai oleh
peneliti adalah penelitian kualitatif.
Pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai
pendekatan yang menghasilkan data, tulisan
dan tingkah laku yang didapat dari apa yang
diamati. Pendekatan kualitatif juga di
maksudkan untuk memahami fenomena
tentang apa yang di alami oleh subjek
penelitian secara holistik (utuh). Metode ini
digunakan untuk memperkuat dalam
penyelesaian penelitian ini (Moleong,
2005:8).
b. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
Kelurahan Kawal Desa Tanjung Kapur,
Kecamatan Gunung Kijang. Adapun alasan
pemilihan lokasi adalah :
1. Di daerah ini masih dijumpai dukun
beranak dan ibu hamil yang
bersalin kedukun beranak.
2. Lokasi penelitian yang mudah di
jangkau dengan menggunakan
transportasi sehingga peneliti dapat
dengan mudah menuju kelokasi.
c. Populasi dan Sampel
Sesuai dengan jenis metode
penelitian yaitu kualitatif, bahwa penelitian
kualitatif tidak menggunakan pendekatan
populasi dan sampel tetapi oleh Spradley
dinamakan situasi social (social situation)
atau yang terdiri atas tiga elemen yaitu
tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas
(activity) yang berinteraksi secara sinergi
(Sugiyono 215:2010)..
F. Sumber Data
Dalam hal ini, sumber data yang digunakan
penulis ada dua macam, yaitu :
a. Sumber data primer
Data primer merupakan data yang
langsung diperoleh dari masyarakat sebagai
informan dalam penelitian ini. Data primer
yang diperoleh informan yaitu dukun
beranak dan ibu-ibu yang pernah melakukan
persalinan di dukun beranak yang ada di
Desa Tanjung Kapur.
9
b. Sumber data sekunder
Data sekunder adalah data yang
didapat tidak secara langsung dari objek
penelitian. Seperti media massa, internet,
jurnal, artikel.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara mendalam
Wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak yaitu
pewawancara, yang mengajukan pertanyaan
dan terwawancara yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,
2007:186).
b. Observasi langsung
Observasi langsung digunakan
untuk mendapat informan yang dibutuhkan
peneliti melakukan observasi dilingkungan
sekitar tempat tinggal peneliti selama
melakukan penelitian.
c. Dokumentasi
Selain melalui wawancara dan
observasi, informasi juga bisa diperoleh
lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk
foto dan data terkait yang akan menjadi data
pendukung dan lampiran pada penelitian ini,
seperti foto masyarakat Desa Tanjung Kapur
yang sedang melakukan aktifitas sehari-hari
dan kegiatan dukun beranak dalam melayani
persalinan ibu hamil.
F. Analisa Data
Dalam penelitian kualitatif, data
diperoleh dari berbagai sumber dengan
menggunakan teknik pengumpulan data
yang bermacam-macam dan dilakukan terus
menerus sampai datanya jenuh. Miles dan
Huberman (Sugiyono 2010:246),
mengemukakan bahwa aktivitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara
interatif dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas sehingga datanya
jenuh. Aktifitas dalam analisis data yaitu
reduksi data, penyajian data, verifikasi data.
1. Reduksi data yaitu merangkum, memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, data-data yang
dianggap tidak penting di buang atau di
singkirkan.
2. Penyajian data yaitu proses penyajian data
dengan teks yang bersifat deskriptif yang
menjelaskan penemuan penelitian,
menyajikan data dalam bentuk uraian
singkat.
3. Penarikan kesimpulan yakni upaya
membuat kesimpulan dari keseluruhan
data terkumpul selama penelitian
berlangsung, dengan mencari data baru
yang mendukung agar menjamin
validitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dukun Beranak
Pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan non-medis dilakukan oleh
seseorang yang disebut sebagai dukun
beranak, dukun bersalin atau peraji. Dukun
beranak adalah orang yang dianggap
terampil dan dipercaya oleh masyarakat
untuk menolong persalinan dan perawatan
10
ibu dan anak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Menurut Prawirohardjo,
kepercayaan masyarakat terhadap
keterampilan dukun beranak berkaitan
dengan nilai budaya masyarakat setempat.
Biasanya dukun beranak menolong
persalinan tanpa memperhatikan keamanan,
kebersihan dan mekanisme sebagaimana
mestinya sehingga dapat terjadi berbagai
komplikasi yang berakibat kematian. Pada
dasarnya dukun bersalin berdasarkan
kepercayaan masyarakat setempat atau
merupakan pekerjaan yang sudah turun
temurun dari nenek moyang atau
keluarganya dan biasanya sudah berumur ±
40 tahun ke atas (Prawirohardjo, 2005).
Proses pelayanan dukun beranak
tidak dipenuhinya standar minimal medis
oleh para dukun, seperti dengan praktek
yang tidak steril (memotong tali pusat
dengan sebilah bambu dan meniup lubang
hidung bayi baru lahir dengan mulut).
Tindakan Sosial
Tindakan sosial menurut Weber
suatu tindakan individu sepanjang tindakan
yang dilakukan mempunyai makna atau arti
subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada
tindakan orang lain (Weber, dalam Ritzer).
Tindakan dapat berulang kembali dengan
sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi
yang serupa atau berupa persetujuan secara
pasif dalam situasi tertentu (Weber dalam
Turner 2000). Ada lima ciri tindakan sosial
Weber yaitu sebagai berikut:
1. Jika tindakan manusia itu menurut
aktornya mengandung makna subjektif
dan hal ini bisa meliputi berbagai
tindakan nyata.
2. Tindakan itu bisa berasal dari akibat
pengaruh positif atas suatu situasi,
tindakan yang sengaja diulang atau
tindakan dalam bentuk persetujuan
secara diam-diam dari pihak manapun.
3. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang
atau kepada beberapa individu.
4. Tindakan itu memperhatikan tindakan
orang lain dan terarah kepada beberap
individu.
Selain kelima ciri pokok tersebut,
menurut Weber tindakan sosial dapat pula
dibedakan dari sudut waktu sehingga ada
tindakan yang diarahkan kepada waktu
sekarang, waktu lalu, atau waktu yang akan
datang. Sasaran suatu tindakan sosial bisa
individu tetapi juga bisa kelompok atau
sekumpulan orang. Weber menggunakan
konsep rasionalitas dalam klasifikasinya
mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Tindakan
rasional menurut Weber pertimbangan sadar
dan pilihan bahwa tindakan itu
dinyatakan.Weber membagi rasionalitas
tindakan kedalam empat macam, yaitu
rasionalitas instrumental, rasionalitas yang
berorientasi nilai, tindakan tradisional dan
tindakan afektif (Johnson, 1994:220).
a. Tindakan bersifat rasional
Tindakan ini merupakan suatu
tindakan sosial yang dilakukan seseorang
didasarkan atas pertimbangan dan pilihan
sadar yang berhubungan dengan tujuan
tindakan itu dan ketersediaan alat yang
dipergunakan untuk mencapainya
11
menilai dan menentukan tujuan dijadikan
sebagai cara untuk mencapai tujuan lain.
Suatu pilihan dibuat atas alat yang
dipergunakan mencerminkan pertimbangan
individu atas efisiensi dan efektivitasnya.
Sesudah tindakan itu dilaksanakan orang itu
dapat menentukan secara objektif sesuatu
yang berhubungan dengan tujuan yang akan
dicapai. Pertimbangan mengenai hubungan
tujuan itu dengan hasil yang mungkin dari
penggunaan alat tertentu apa saja dan
akhirnya pertimbangan mengenai
pentingnya tujuan yang mungkin berbeda
secara relative (Johnson 1994:220).
Tindakan bersifat rasional seperti tindakan
ini paling efisien untuk mencapai tujuan ini,
dan inilah cara terbaik untuk mencapainya
(Jones, 2009:115). Tercapainya suatu tujuan
sebagai kesesuaian antara cara dan tujuan
masyarakat dalam memilih dukun beranak
dibandingkan bidan. Cara pertolongan
persalinan yang dilakukan oleh dukun tidak
jauh berbeda dari cara pertolongan
persalinan oleh bidan, hanya saja dalam
penerapannya kurang memperhatikan
kesterilan dan alat-alat yang digunakan
masih seadanya.
b. Tindakan berorientasi nilai
Tindakan rasional nilai memiliki
sifat bahwa alat-alat yang ada hanya
merupakan pertimbangan dan perhitungan
yang sadar, sementara tujuan-tujuannya
sudah ada di dalam hubungannya dengan
nilai-nilai individu yang bersifat absolut.
Suatu penilaian yang sadar akan alternatif-
alternatif mencerminkan suatu keputusan
bahwa tradisi-tradisi yang sudah mapan cara
yang paling baik untuk saru tujuan yang
dipilih secara sadar diantara tujuan lainnya
seperti : Yang saya tahu hanya melakukan
ini (Jones, 2009:115).
c. Tindakan Tradisional
Dalam tindakan ini, seseorang
memperlihatkan perilaku tertentu karena
kebiasaan yang diperoleh dari nenek
moyang, tanpa refleksi yang sadar atau
perencanaan. Suatu kepercayaan yang sadar
akan nilai sakral tradisi-tradisi dalam suatu
masyarakat. Seorang individu
memperlihatkan perilaku karena kebiasaan
tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan
perilaku ini digolongan sebagai tindakan
tradisional. Individu akan menjelaskan dan
membenarkan dengan mengatakan bahwa
dia selalu bertindak dengan cara seperti itu
sehingga menjadi kebiasaan baginya.
Seluruh masyarakat didominasi dengan
orientasi ini maka kebiasaan atau tradisi
yang sudah lama mapan sebagai acuannya
yang diterima begitu saja tanpa persoalan
(Johnson, 1994:221).
Ex : Saya melakukan ini karena saya selalu
melakukannya
adanya tradisi-tradisi dalam
masyarakat sehingga menjadi kebiasaan
masyarakat dalam persalinan ke dukun
beranak.
Dalam terminologi sosiologi,
konsep kepercayaan dikenal dengan trust.
Kepercayaan bermakna percaya atas
beberapa kualitas atau atribut sesuatu atau
seseorang, atau kebenaran suatu pernyataan.
Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh
didalam sebuah masyarakat yang
12
ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur,
teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-
norma yang dianut bersama.
Kepercayaan sosial merupakan
penerapan terhadap pemahaman ini, bahwa
dalam masyarakat yang memiliki tingkat
kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial
cenderung bersifat positif, hubungan-
hubungan juga bersifat kerjasama. Norma-
norma terdiri dari pemahaman-pemahaman,
nilai-nilai, harapan-harapan dan tujuan-
tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama
oleh sekelompok orang. Norma-norma
dibangun dan berkembang berdasarkan
sejarah kerjasama dimasa lalu dan
diterapkan untuk mendukung iklim
kerjasama (Fukuyama, 2002). Pemilihan
proses persalinan, ibu hamil memiliki
kepercayaan terhadap dukun beranak yang
timbul dari pengalaman-pengalaman yang
telah didefinisikan secara langsung dalam
berinteraksi dengan dukun beranak.
d. Tindakan afektif
Tindakan yang ditentukan oleh
kondisi emosi atau perasaan tanpa
perencaaan yang sadar. Tindakan ini hanya
mendapat sedikit perhatian dari Weber,
seperti : Apa boleh buat maka saya lakukan
(Johnson, 1994:221). Tindakan afektif,
pelaku atau aktor atau masyarakat seakan
terpaksa melakukan sebuah tindakan, hal ini
bisa dikaitkan mungkin dengan tidak adanya
pilihan lain yang harus dilakukan atau
adanya unsur tekanan dari pihak tertentu
sehingga keterpaksaan pun dilakukan
tindakan yang menerima orientasi dari
perasaan atau emosi. Masyarakat memiliki
kepercayaan tersendiri terhadap dukun
beranak melalui ikatan emosional antara
masyarakat dan dukun beranak.
BAB III
GAMBARAN UMUM DAN LOKASI
PENELITIAN
Keadaan sosial masyarakat Desa
Tanjung Kapur sampai sekarang masih
terjalin harmonis, hal ini dapat dilihat dari
kerja sama yang dilakukan masyarakat
dalam kegiatan sosial, baik kegiatan
penataan lingkungan, kegiatan pembersihan
lingkungan maupun kegiatan sosial lainya,
sehingga kebersihan lingkungan dapat terus
dijaga dan rasa kekeluargaan dapat
ditingkatkan. Dalam kehidupan sosial
masyarakat di Desa Tanjung Kapur masih
ada rasa solidaritas yang tinggi dan
kekeluargaan. Di dalam masyarakat
sederhana kebiasaan hidup dan adat istiadat
dibentuk untuk mempertahankan hidup diri
sendiri dan kelangsungan hidup masyarakat.
Berbagai kebiasaan yang dilakukan
masyarakat masih melekat salah satunya
yaitu proses persalinan yang masih
dilakukan secara tradisional atau dukun
beranak yang sering disebut masyarakat
setempat. Pengaruh sosial budaya dalam
masyarakat memberikan peran penting
dalam kesehatan. Perkembangan sosial
budaya dalam masyarakat merupakan suatu
tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah
tersebut telah mengalami suatu perubahan
dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan
budaya bisa memberikan dampak positif
maupun negatif. Hubungan antara budaya
dan kesehatan sangat erat hubungannya
seperti masyarakat desa yang sederhana
dapat bertahan dengan cara pengobatan
tertentu sesuai dengan tradisi masyarakat
tersebut.
13
Kebudayaan atau kultur dapat membentuk
kebiasaan dan respons terhadap kesehatan
terutama dalam proses persalinan.
Kultur dan budaya masyarakat di
Desa Tanjung Kapur masih lebih percaya
kepada dukun beranak daripada kepada
bidan. Rasa takut masuk rumah sakit masih
melekat pada kebanyakan kaum ibu,
meskipun ibu yang melakukan persalinan ke
dukun bias terjadi kematian ibu atau
kematian bayi, para ibu terima sebagai
musibah yang bukan ditentukan manusia.
Adanya suatu keyakinan dan sikap pasrah
dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang
terjadi merupakan takdir yang tidak dapat
dihindarkan.
A. Eksistensi Persalinan Dukun Beranak
Profesi dukun beranak masih
banyak di gunakan masyarakat terutama di
pedesaan. Meski sudah ada jasa bidan,
penduduk desa lebih cenderung melahirkan
ke dukun beranak. Dukun adalah seorang
perempuan yang diakui oleh masyarakat
dalam mendampingi ibu hamil, pertolongan
persalinan serta perawatan bayi baru lahir
secara spiritual. Umumnya masih banyak
masyarakat yang mempercayakan dukun
untuk membantu proses persalinannya. Di
dalam Masyarakat tradisional masalah
kesehatan terkait dengan budaya setempat
karena sebenarnya banyak masyarakat yang
menggangap bahwa kelahiran adalah proses
alami bukan sebuah proses medis. Peran
dukun beranak mencerminkan budaya.
Hingga kini sebagian masyarakat terutama
para ibu masih memilih menggunakan jasa
dukun beranak untuk membantu proses
persalinan.
Walaupun sekarang sudah jaman
modern masih memerlukan tenaga dukun
sebagai pendamping dalam mengawasi
kehamilan disaat tenaga bidan tidak bisa
melakukan pengawasan secara penuh dan
disuatu daerah yang masih kurangnya tenaga
bidan. Layanan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan non-medis atau dukun beranak:
a. Dukun beranak biasanya adalah orang
yang di kenal masyarakat setempat.
b. Biaya pertolongan persalinan dukun
jauh lebih murah daripada tenaga
kesehatan, Dukun mematok harga
murah, kadang bisa disertai atau diganti
dengan sesuatu barang misalnya beras,
kelapa, dan bahan dapur lainnya.
c. Pelayanan dukun di lakukan sampai ibu
selesai masa nifas.
d. Masyarakat masih terbiasa dengan cara-
cara tradisional
e. Dukun menemani anggota keluarga agar
bisa beristirahat dan memulihkan diri,
sebaliknya bidan seringkali tidak
bersedia saat dibutuhkan atau bahkan
tidak mau datang saat dipanggil.
Layanan tersebut sama seperti yang
dilakukan Dukun Beranak Desa Tanjung
Kapur Kelurahan Kawal dan sudah
menjalani profesinya bertahun-tahun.
Selama menjalani proses persalinan tidak
pernah ada kendala seperti kematian.
Masyarakat atau para ibu hamil sampai saat
ini menggunakan jasa dukun beranak untuk
menjalinin proses persalinnanya. Hal ini
disebabkan faktor ekonomi dan kepercayaan
masyarakat kepada dukun beranak yang
dipengaruhi tradisi-tradisi dahulu. Sehingga
masyarakat enggan untuk menjalanin proses
persalinannya ke bidan. Selain harga
terjangkau yang akan dibayar para ibu, jarak
yang ditempuh juga tidak jauh dari
pemukiman masyarakat, sedangkan kalau
kebidan para ibu harus mengeluarkan biaya
transportasi. Dukun beranak juga bisa
dipanggil kerumah paseinnya tanpa perlu ke
tempat dukun beranaknya.
Masyarakat di pedesaan, masih
lebih percaya kepada dukun beranak dari
pada kepada bidan. Masih banyak
masyarakat yang memilih persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan non medis
daripada tenaga kesehatan disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain tingkat
14
pendidikan yang rendah, status dalam
masyarakat terhadap penyuluhan dan
pertugas kesehatan rendah dan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap
penyuluhan dan pertugas kesehatan masih
rendah.
B. Keadaan demografis
a. Berdasarkan jumlah kependudukan
Menurut data yang diperoleh dari
kantor Kelurahan Kawal Desa Tanjung
Kapur Kecamatan Gunung Kijang jumlah
penduduk pada tahun 2013 adalah 299 jiwa
yang terdiri dari 199 laki-laki dan 100
perempuan. Desa Tanjung Kapur berada di
RT 4 RW 5 yang ada di Kelurahan Kawal.
Mayoritas suku masyarakatnya yaitu Jawa,
flores dan bugis adapun suku lainnya cina,
padang, batak, melayu. Adapun uraian lebih
rinci data penduduk Desa Tanjung Kapur
pada Tabel 1 dibawah ini
TABEL 1
Sumber: Arsip Kantor Kelurahan Kawal,
Maret 2014
b. Berdasarkan tingkat pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan
masyarakat Desa Tanjung Kapur
berpendidikan SD yaitu berjumlah 30, belum
tamat SD 124 orang, SMP 18 orang, SMA
32 orang, tingkat diploma 1,2,3 yaitu 3
orang, sarjana 2 orang dan master 1 orang
serta yang tidak bersekolah 89 orang.
Adapun uraian lebih rinci tingkat pendidikan
Desa Tanjung Kapur pada Tabel 2 dibawah
ini:
TABEL 2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
No TingkatPendidikan Jumlah
1 Belum Tamat SD 124
2 Tamat SD 30
3 Tamat SMP 18
4 Tamat SMA 32
5 D1, D2, D3 3
6 S1 2
7 S2 1
Jumlah 210
Sumber: Arsip Kantor Kelurahan Kawal,
Maret 2014
Hasil dari tabel diatas maka dapat
dilihat sebagian besar masyarakat Desa
Tanjung Kapur tidak tamat sekolah dasar
(SD), bahkan ada yang belum pernah
bersekolah. Akibatnya, pengetahuan tentang
bahayanya bersalin dengan dukun beranak
tidak di begitu dipermasalahkan oleh
masyarakat terutama para ibu hamil.
Terbatasnya tingkat pendidikan dan
kurangnya keterampilan berpengaruh
terhadap kurangnya kesadaran dan manfaat
pemeliharaan kesehatan, khususnya dalam
pemilihan proses persalinan. Tingkat
pendidikan yang semakin baik akan
menjamin kesehatan keluarga yang baik
pula. Ibu yang berpendidikan lebih, mudah
untuk memahami informasi dengan baik
terhadap penjelasan yang diberikan oleh
petugas kesehatan tentang siapa penolong
persalinan yang aman, selain itu yang
berpendidikan tidak akan berpengaruh
dengan informasi. Pendidikan ibu
berhubungan dengan pemilihan tenaga
penolong persalinan mengingat bahwa
pendidikan dapat mempengaruhi gaya
intelektual seseorang dalam memutuskan
suatu hal termasuk penentu pertolongan
persalinan. Pendidikan ibu yang kurang
menyebabkan daya intelektualnya masih
terbatas sehingga perilakunya masih
terpengaruhi oleh keadaan sekitarnya
ataupun perilaku kerabat lainnya atau orang
yang mereka tuakan.
C. Sarana dan Prasarana Kesehatan
Tujuan umum dari pembangunan
kesehatan adalah untuk mengusahakan
kesempatan yang luas bagi anggota
masyarakat untuk memperoleh derajat
kesehatan yang sebaik-baiknya dengan
No
Data Penduduk
Desa Tanjung Kapur Kelurahan
Kawal
1 Jumlah penduduk 299
2 Laki-laki 199
3 Perempuan 100
4 Jumlah KK 80
15
mengusahakan pelayanan kesehatan yang
lebih luas, lebih merata, yang terjangkau
bagi masyarakat terutama yang
berpenghasilan rendah baik di desa maupun
di kota. Di Desa Tanjung Kapur juga
terdapat fasilitas kesehatan berupa Posyandu
sebanyak 1 (satu) buah, Polindes 1 buah,
yang dilengkapi dengan bidan desa dan
Dukun Beranak yang memberi pelayanan
kepada masyarakat untuk mendapat
pelayanan kesehatan. Pelayanan tersebut
terutama kepada ibu yang sedang hamil serta
ibu dan bayi untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan nilai asupan gizi sesuai
dengan kebutuhan bayi
D. Budaya Perilaku Masyarakat
Dalam setiap masyarakat ada
kepercayaan tertentu yang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya
dan adat istiadat tertentu. Hubungan antara
faktor sosial budaya dan pelayanan
kesehatan sangatlah penting untuk di pelajari
khususnya bagi tenaga kesehatan. Bila suatu
informasi kesehatan yang baru akan di
perkenalkan kepada masyarakat di barengi
dengan mengetahui terlebih dahulu tentang
latar belakang sosial budaya yang dianut di
dalam masyarakat tersebut (Simatupang,
2008). Kebudayaan yang dianut oleh
masyarakat tertentu tidak kaku dan bisa
untuk di rubah, tantangannya adalah
mampukah tenaga kesehatan memberikan
penjelasan dan informasi yang rinci tentang
pelayanan kesehatan yang akan di berikan
kepada masyarakat.
Tingkat kepercayaan masyarakat
kepada petugas kesehatan, di Tanjung Kapur
masyarakat masih percaya kepada dukun
karena kharismatik sehingga Ibu lebih
senang berobat dan meminta tolong kepada
ibu dukun. Di daerah pedesaan, kebanyakan
ibu hamil masih mempercayai dukun
beranak untuk menolong persalinan yang
biasanya dilakukan di rumah. Aspek sosial
dan budaya sangat mempengaruhi pola
kehidupan masyarakat. Faktor-faktor
kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti
konsepsi-konsepsi mengenai berbagai
pantangan, hubungan sebab kibat antara
makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan
dan ketidak tahuan, seringkali membawa
dampak baik positif maupun negatif
terhadap kesehatan ibu dan anak.
Masyarakat di pedesaan, masih lebih
percaya kepada dukun beranak dari pada
kepada bidan apalagi dokter. Rasa takut
masuk rumah sakit masih melekat pada
kebanyakan kaum ibu. Dengan sikap budaya
seperti itu, kebanyakan kaum ibu di
pedesaan tetap memilih dukun beranak
sebagai penolong persalinan meskipun
dengan resiko sangat tinggi. Pertolongan
persalinan oleh dukun tidak bisa dihilangkan
karena sudah merupakan suatu kepercayaan
dan sudah melekat dalam budaya
masyarakat.
Dalam tiap kebudayaan terdapat
berbagai kepercayaan yang berkaitan dengan
kesehatan. Perilaku seseorang sebagian besar
perilaku yang dibentuk dan dapat dipelajari.
Terbentuknya perilaku karena kebiasaan
yang dilakukan merupakan proses
terbentuknya perilaku seseorang. Hal ini
sama seperti yang ada di masyarakat Desa
Tanjung Kapur dimana sebagian masyarakat
melakukan proses persalinan ke non medis
(dukun beranak) yang sudah dilakukan
terlebih dahulu oleh orang tuanya secara
turun temurun, faktor ini menjadi budaya
masyarakat yang masih digunakan sampai
saat ini. Dengan sikap budaya seperti itu,
kebanyakan ibu di pedesaan khususya
Tanjung Kapur tetap memilih dukun beranak
sebagai penolong persalinan meskipun
dengan resiko sangat tinggi. Hal ini senada
dengan pernyataan Koentjaraningrat seluruh
kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang
teratur oleh tata kelakuan yang harus
didapatkannya dengan belajar dan semuanya
tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Asalkan sesuatu yang dilakukan manusia
memerlukan belajar maka hal itu bisa
dikategorikan sebagai budaya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pemilihan Persalinan pada Dukun
a. Pengalaman
16
Pengalaman persalinan sebelumnya
dapat mempengaruhi ibu dalam memilih
tenaga penolong persalinan karena melalui
pengalaman dapat timbul persepsi yang
positif tentang ancaman persalinan dengan
dukun dan persepsi yang positif tentang
manfaat persalinan dengan tenaga kesehatan.
Bila ibu telah mempunyai persepsi yang
positif, maka ibu akan memilih tenaga
kesehatan sebagai tenaga penolong
persalinannya (Yenita, 2011).
b. Pendidikan
Pengetahuan Ibu dapat merupakan
faktor yang mempengaruhi penentuan
pemilihan tempat bersalin. Adanya
pengetahuan yang dimiliki dapat
menyebabkan keyakinan sehingga akan
mengambil tindakan sesuai dengan
keyakinan yang dimiliki. Pendidikan juga
mempengaruhi pengetahuan masyarakat
mengenai persalinan. Masyarakat yang
berpendidikan masih melakukan hal yang
sama dengan memilih jasa dukun beranak
dari pada bersalin di bidan. Pengetahuan
masyarakat mengenai kesehatan dibutuhkan
untuk mengetahui pemahaman masyarakat
berkaitan dengan persalinan terutama pada
ibu-ibu yang akan menjalani proses
persalinan. Pendidikan ibu-ibu terutama
yang ada di pedesaan masih rendah. Masih
banyaknya ibu yang beranggapan bahwa
kehamilan dan persalinan merupakan
sesuatu yang alami yang berarti tidak
memerlukan pemeriksaan dan perawatan,
sehingga banyak ibu hamil bersalin ke
dukun, serta tanpa masyarakat sadari bahwa
ibu hamil termasuk kelompok risiko tinggi.
Perubahan atau tindakan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan
yang di dasarkan kepada pengetahuan dan
kesadarannya melalui proses pembelajaran.
Sehingga perilaku tersebut diharapkan akan
berlangsung lama dan menetap, karena di
dasari oleh kesadaran (Notoatmodjo, 2005).
Pengetahuan merupakan suatu hal yang
sangat dibutuhkan dalam rangka perubahan
pola pikir dan perilaku suatu kelompok dan
masyarakat. Mayoritas pendidikan
masyarakat Desa Tanjung Kapur tidak
menyelesaikan sekolah di jenjang SD
(Sekolah Dasar), namun ada juga
masyarakat yang menyelesaikan
pendidikannya sampai dengan Magister
(S2).
Adanya hubungan pendidikan
dalam proses pemilihan persalinan yaitu
masyarakat yang berpendidikan tinggi lebih
memilih ke tenaga medis sedangkan
masyarakat berpendidikan rendah memilih
dukun beranak dikarenakan dengan beberapa
faktor seperti ekonomi dan tradisi-tradisi
yang masih melekat. Pendidikan formal
sangat penting bagi seorang ibu, karena
dengan pendidikan ibu mempunyai wawasan
berfikir yang luas dan baik tentang
pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Pendidikan formal yang dimiliki oleh
seorang ibu dapat menyebabkan tingginya
pengalaman-pengalaman yang diterima
selama menempuh pendidikan formal.
Pengetahuan akan pentingnya
kesehatan bagi ibu dan anak tidak membuat
masyarakat memikirkan resiko yang akan
dialami bila memilih dukun beranak,
pengalaman dan rasa nyaman yang di
rasakan masyarakat enggan memilih ke
tenaga medis. Pengetahuan ini terkait
dengan lingkungan dimana masyarakat
menetap. Keadaan lingkungan sekitar sedikit
banyak akan mempengaruhi pengetahuan.
Dalam hal ini pengetahuan mengenai
kehamilan dan persalinan. Disamping itu,
keterpaparan dengan media komunikasi akan
mempengaruhi kadar pengetauhannya.
c. Kebiasaan Keluarga
Kebiasaan merupakan suatu bentuk
perbuatan berulang-ulang dengan bentuk
yang sama yang dilakukan secara sadar dan
mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap
baik dan benar. Selain itu suatu hal
mendasar yang mempengaruhi perilaku
seseorang termasuk perilaku kesehatan
dalam hal ini kehamilan dan persalinan.
17
Namun, faktor pendidikan dan pengetahuan
memiliki andil dalam mengubah kebiasaan
tersebut. Masyarakat menyatakan telah
membuktikan khasiat pengobatan yang
biasanya orang tua atau orang yang di
tuakan lakukan dan itu tidak kalah dengan
obat-obatan kimia yang ada pada saat ini.
Kepercayaan akan kebiasaan hal tersebut
masih dilakukan saat ini meskipun tidak
sepenuhnya dibenarkan.
BAB IV
TINDAKAN SOSIAL IBU HAMIL
MEMILIH PERSALINAN KE DUKUN
BERANAK (MASYARAKAT DESA
TANJUNG KAPUR)
Pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan non medis seringkali dilakukan
oleh seseorang yang disebut sebagai dukun
beranak, dukun bersalin atau peraji. Pada
dasarnya dukun bersalin diangkat
berdasarkan kepercayaan masyarakat
setempat atau merupakan pekerjaan yang
sudah turun temurun dari nenek moyang
atau keluarganya dan biasanya sudah
berumur ± 40 tahun ke atas
(Prawirohardjo,2005). Cara pertolongan
persalinan yang dilakukan oleh dukun tidak
jauh berbeda dari cara pertolongan
persalinan oleh bidan, hanya saja dalam
penerapannya mereka kurang
memperhatikan kesterilan dan alat-alat yang
digunakan masih seadanya. Para dukun juga
melakukan pengawasan kepada ibu hamil
semenjak para dukun tahu tentang
kehamilan ibu, hal ini sama dengan lebih
mengarah ke spiritual. Keberadaan dukun ini
tidak bisa dihilangkan dalam pemberian
pertolongan persalinan.
Salah satu faktor yang penting yaitu
perlunya meningkatkan akses masyarakat
terhadap persalinan yang sehat dengan cara
memberikan kemudahan pembiayaan kepada
seluruh ibu hamil yang belum memiliki
jaminan persalinan.Walaupun jaminan
kesehatan dapat membantu banyak orang
yang berpenghasilan rendah dalam
memperoleh perawatan yang dibutuhkan,
tetapi ada alasan lain disamping biaya
perawatan kesehatan, yaitu adanya celah
diantara kelas sosial dan budaya dalam
penggunaan pelayanan kesehatan (Sarafino,
2002). Proses pembuatan keputusan
dilatarbelakangi oleh rasa cocok terhadap
persalinan dukun, rasa takut untuk
melahirkan ke bidan, dan adanya faktor
kebiasaan (budaya melahirkan ke dukun).
Sebagian besar ibu bersalin memiliki
kepuasan setelah melakukan persalinan oleh
dukun beranak.
Masyarakat yang masih percaya
dengan pengobatan tradisional yang selalu
berkaitan dengan praktik-praktik yang
dijalankan oleh dukun termasuk pula dukun
beranak. Peran dukun beranak dalam era
modern seperti sekarang ini masih sangat
besar pengaruhnya dalam masyarakat.
Begitu pula dengan masyarakat di Desa
Tanjung Kapur yang masih menggunakan
jasa dukun beranak dalam penanganan
kesehatan bayi maupun ibu. Pada umumnya
ibu-ibu di Desa Tanjung Kapur memiliki
kebiasaan melahirkan di dukun beranak\
Berdasarkan hasil pengamatan
dilapangan melalui wawancara
menunjukkan bahwa masyarakat sudah
mengenal dukun bayi atau dukun beranak
sebagai tenaga pertolongan persalinan yang
diwariskan secara turun-temurun.
Masyarakat mempercayakan persalinannya
kepada dukun beranak yang tentu saja lebih
mudah diakses karena lebih dekat dengan
pemukiman masyarakat. Kesediaan dukun
beranak yang bisa dipanggil kerumah kapan
saja bila dibutuhkan, memudahkan para ibu
untuk menjalani proses persalinan. Pasien
tidak perlu pergi kemana-mana, cukup
dengan menunggu dukun beranak yang telah
dijemput oleh kerabatnya.
Jarak jangkauan rumah ke tempat
pelayanan kesehatan mempengaruhi ibu
hamil dalam melakukan kunjungan ke
18
pelayanan kesehatan, sehingga jarak juga
mempengaruhi ibu untuk minat ibu memilih
tempat persalinan. Faktor letak wilayah juga
sangat mempengaruhi masyarakat cendrung
lebih memilih dukun beranak dari pada
puskesmas atau rumah sakit sebagai tempat
untuk bersalin. Daerah yang jauh dari
keramaian transportasi yang tidak lancar dan
jalan yang di lalui rusak atau tidak memedai
akan menjadi faktor uatama masyarakat
akan memilih dukun beranak sebagai tempat
bersalin. Biasanya masyarakat pedesaan
enggan memilih membawa orang yang akan
bersalin ke rumah sakit karna alasan
tersebut. Jauhnya rumah sakit juga sangat
berpengaruh dan tranportasi yang kurangpun
juga menjadi faktor penyebab masyarakat
lebih memilih bersalin sama dukun beranak
Masyarakat yang memilih
pertolongan persalinan oleh dukun bayi
umumnya merupakan masyarakat yang jarak
rumahnya menuju tempat dukun beranak
lebih dekat sedangkan informan yang
memilih pertolongan persalinan oleh bidan
membutuhkan waktu yang lebih banyak
untuk mendapatkan pelayanan karena
jaraknya yang lebih jauh. Ketersediaan dan
kemudahan menjangkau tempat pelayanan,
akses terhadap sarana kesehatan dan
transportasi merupakan salah satu
pertimbangan keluarga dalam pengambilan
keputusan mencari tempat
pelayanankesehatan.
A. Karakteristik Informan Penelitian
Pemilihan penolong persalinan
merupakan salah satu hal yang sudah harus
dilakukan oleh ibu hamil menjelang
kelahiran bayinya karena hal tersebut
merupakan salah satu yang paling
mempengaruhi apa yang akan terjadi selama
proses persalinan. Adapun informan dalam
penelitian ini terdiri dari ibu hamil yang
bersalin ke dukun beranak dan 1 anak dukun
itu sendiri yaitu Samsini. Adapun uraian
lebih rinci informan Desa Tanjung Kapur
pada Tabel 3 dibawah ini
TABEL 3
Daftar Informan Dalam Penelitian
No Nama Umur Pendidikan
Terakhir
1 Samsini 39 tahun SD
2 Rumini 69 tahun SR
3 Siti 40 tahun SD
4 Badriya 40 tahun SMP
5 Janah 37 tahun SMP
6 Merina 35 tahun SMA
7 Nurika 42 tahun SMA
Berdasarkan analisa data bahwa
informan yang ada diatas dapat mewakili
masyarakat yang ada di desa Tanjung
Kapur.Informan tersebut hanya sebagai ibu
rumah tangga. Selain itu berdasarkan
pendidikan jumlah informan dalam
penelitian ini yang berpendidikan SD 2
orang, SR 1 orang, SMP 2 orang dan SMA 2
orang, menunjukkan bahwa informan
memiliki perbedaan dari tingkat pendidikan
tetapi dalam menjalankan proses persalinan
informan diatas jasa dukun beranak masih
tetap dipercayai karena adanya kemampuan
khusus yang dimiliki oleh dukun beranak
yang dipercaya dapat mempermudah proses
kelahiran yang sulit.
Meskipun dukun beranak tidak
memiliki pengetahuan dibidang medis
melalui pendidikan formal, tetapi tidak
membuat ibu hamil khawatir mengunakan
jasa dukun tersebut. Hanya berbekal dari
ilmu yang diperoleh dari orang tua dukun
yang juga berprofesi sebagai dukun beranak,
rasa keberanian dan ilmu turunan sebagai
pelengkapannya. Masyarakat masih percaya
kepada dukun beranak karena kharismatik
dukun tersebut yang sedemikian tinggi dan
dipercayai memiliki spritual yang tidak ada
pada bidan, sehingga masyarakat lebih
senang berobat dan meminta tolong kepada
dukun dalam proses persalinannya.
Pemilihan proses persalinan ke
dukun beranak tidak hanya menyangkut
kebiasaan dan perilaku masyarakat tetapi
19
merupakan sikap yang diperoleh secara
turun temurun dari perilaku orang tua
kepada anaknya atau diperoleh dengan cara
belajar, kebiasaan ini dapat terlihat masih
adanya masyarakat yang melakukan proses
persalinan ke dukun beranak dari pada
bidan. Tradisi yang dilakukan masyarakat
dalam proses persalinan dapat terbentuk
karena adanya suatu kebiasaan yang
dimiliki.
Adapun tindakan-tindakan
masyarakat yang melatarbelakangi
pemilihan proses persalinan dengan dukun
beranak yaitu:
a. Tindakan Sosial yang bersifat
rasional
Tindakan ini merupakan suatu
tindakan sosial yang dilakukan seseorang
didasarkan atas pertimbangan dan pilihan
sadar yang berhubungan dengan tujuan
tindakan itu dan ketersediaan alat yang
dipergunakan untuk mencapainya.
menilai dan menentukan tujuan dijadikan
sebagai cara untuk mencapai tujuan lain.
Tercapainya suatu tujuan sebagai kesesuaian
antara cara dan tujuan masyarakat dalam
memilih dukun beranak dibandingkan bidan.
Alasan ibu memilih dukun beranak dalam
persalinan karena pelayanan yang diberikan
lebih sesuai dengan sistem sosial budaya
yang ada, dukun sudah dikenal lama karena
berasal dari daerah sekitarnya dan
pembayaran biaya persalinan dapat
diberikan dalam bentuk barang.
Pelayanan yang menyenangkan dari
dukun beranak membuat ketenangan dan
rasa percaya diri ibu yang melahirkan.
Selain itu, dukun beranak sanggup dan
bersedia datang kerumah pasien meski jarak
ada sebagian yang jauh dari rumah
masyarakat. Kedekatan hubungan antar
dukun dan pasien, baik secara pribadi
maupun sosial, lewat penghiburan serta
persamaan budaya membentuk rasa
kebersamaan yang kuat sehingga mampu
menenangkan hati ibu yang sedang berjuang
sakit saat melahirkan.
Faktor ekonomi juga merupakan
alasan informan untuk memilih persalinan
dengan bidan kampung. Hal ini diungkapkan
oleh sebagian informan karena jasa dukun
beranak lebih murah dibandingkan bidan.
Selain itu, dalam hal pembayaran dukun
beranak tidak menentukan tarif berapa yang
harus dibayar. Alasan tersebut dapat dilihat
dari hasil wawancara dengan Ibu Rumini,
Badriya, Janah sebagai berikut:
“murahlah... sesuai kemampuan
kita, mbah enggak mematok harga
berapa yang harus dibayar
sukarela kita aje nak berape kasih
yang penting ade lah dikasih”. (Ibu
Rumini - wawancara, Juni 14
2014)
“sama si mbah gak kayak bidan
dek udah ada patokan harus bayar
sekian, bisa bayarnya semampu
kita saja”. (Ibu Badriya -
wawancara, Juni 14 2014)
“dukun beranak ya gak pake
patokan berapa mesti dibayar,
yang penting ya adalah dikasih
buat si mbah buat ucapan terima
kasihnya”. (Ibu Janah -
wawancara, Juni 14 2014)
Pembayaran kepada dukun beranak
cukup murah karena tarif awal pada saat
melahirkan sangat fleksibel dan sesuai
dengan pelayanan yang diberikan serta dapat
di bayar dikemudian. Dalam hal pembayaran
jasa, dukun beranak tidak hanya menerima
uang melainkan juga piduduk atau
pembayaran dalam bentuk simbol.
Masyarakat tidak ingin memilih bidan
karena harus membayar bidan dengan uang
yang kadang-kadang tidak tersedia di rumah.
Sebaliknya, perempuan yang menganggap
bahwa biaya ke dukun sama dengan ke
bidan, hanya cara pembayarannya yang
berbeda cenderung akan memilih bidan.
Masyarakat berpendapat bahwa,
jika memilih bidan masyarakat harus
membayar dengan uang yang relatif banyak
20
dalam sekali waktu, tetapi jika masyarakat
memilih dukun, masyarakat harus membayar
secara berkesinambungan sampai periode
nifas (Juariah, 2009). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor utama yang
mempengaruhi masyarakat memilih bersalin
menggunakan dukun beranak yaitu faktor
ekonomi yang relatif murah, jarak tempuh
yang dekat dan dukun yang selalu ada kapan
saja diperlukan oleh masyarakat. Selain itu,
dukun tidak hanya berperan saat proses
persalinan berlangsung, namun juga pada
saat upacara-upacara adat yang dipercaya
membawa keselamatan bagi ibu dan
anaknya seperti upacara tujuh bulanan
kehamilan sampai dengan 40 hari setelah
kelahiran bayi.
Warga masyarakat yang
berpenghasilan tinggi secara finansial
mampu mengantarkan isteri atau kerabat
anggota keluarganya untuk bersalin dengan
bantuan tenaga medis atau bahkan rumah
sakit yang paling bagus. Akan tetapi,
seseorang yang berpenghasilan rendah hanya
dapat mengantarkan isteri ataupun
kerabatnya kedukun beranak yang tentu
mempunyai resiko yang cukup besar, yaitu
selain menimbulkan penyakit dikemudian
hari, bahkan dapat berisiko kematian ibu dan
bayinya. Dari pernyataan Max Weber diatas
dalam pemilihan tempat persalinan, para ibu
hamil bebas untuk mencari tempat bersalin
dengan pertimbangan secara rasional.
Dukun beranak juga merupakan
seseorang yang dianggap dan dipercaya oleh
masyarakat untuk menolong persalinan dan
perawatan ibu dan anak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat serta memberikan
pelayanan khususnya bagi ibu hamil. Diakui
oleh masyarakat bahwa bersalin ke dukun
beranak memiliki tarif pelayanan yang jauh
lebih murah dibandingkan dengan bidan. Hal
ini dapat ditegaskan oleh Abbas dan
Kristiani (2006) bahwa sebagian besar
masyarakat masih menggangap bahwa
tenaga medis cenderung belum
berpengalaman, karena rata-rata usia mereka
sangat muda, sehingga masyarakat kurang
percaya terhadap tindakan persalinan yang
dilakukan oleh bidan.
Hasil penelitian di Desa Tanjung
Kapur juga senada dengan pernyataan Abbas
dan Kristiani bahwa masyarakat memilih
pertolongan oleh dukun beranak dipengaruhi
oleh kemudahan mendapatkan pelayanan
dukun beranak, selain itu pelayanan yang
diberikan diberikan oleh dukun mencakup
semua yang dibutuhkan oleh ibu yaitu
menolong persalinan, membantu pekerjaan
ibu hamil pada hari persalinanya,
memandikan bayi bahkan bersedia merawat
bayi hingga lepas tali pusat dan kondisi ibu
mulai pulih. Keadaan tersebut juga
memberikan kontribusi terhadap penolong
persalinan oleh ibu bersalin di Desa Tanjung
Kapur.
Persalinan di bidan masyarakat
harus membayar dengan tunai sedangkan
pembayaran terhadap dukun lebih lunak
secara uang tunai dan ditambah barang.
Besarnya tarif dukun hanya sepersepuluh
atau seperlima dari tarif bidan desa. Dukun
juga bersedia pembayarannya ditunda atau
dicicil (Suara Merdeka, 2003). Umumnya
masyarakat merasa nyaman dan tenang bila
persalinannya ditolong oleh dukun bayi atau
lebih dikenal dengan dukun beranak akan
tetapi ilmu kebidanan yang dimiliki dukun
bayi tersebut sangat terbatas karena
didapatkan secara turun-temurun (Niken,
dkk, 2009).
Diakui oleh masyarakat kehadiran
dukun bayi pada saat persalinan memberikan
efek psikologis berupa perasaan aman dan
nyaman sehingga dapat membantu proses
persalinan. Dari hasil wawancara dengan
informan Siti diketahui bahwa alasan
informan tidak memanfaatkan tenaga
kesehatan sebagai penolong persalinannya
karena kondisi keuangan yang tidak
memadai. Biaya persalinan yang dikeluarkan
bila ditolong oleh dukun beranak bisa
dibayarkan beberapa kali setelah bayi lahir.
Selain itu besar biaya yang harus
dikeluarkan pasien tidak ditentukan.
Masyarakat bisa membayar sesuai dengan
21
ikhlas atau dapat dibayar dengan barang.
Masyarakat sering memanggil dukun
beranak dengan sebutan mbah. Adapun
pernyataan dari beberapa pernyataan
informan Rumini, Siti, Janah:
“Saye pilih melahirkan kembah lah
dek karena udah kebiasaan ibu juge
dari dulu mbah juga tetangga ibu
sendiri jadi lebih dekat dari
rumah,mudah nak melahirkan trus
tidak perlu mengeluarkan biaya
untuk transportasi“.(Ibu Rumini -
wawancara, 12 Juni 2014)
“Biayanya kan murah kalau ke
mbah trus kita itu boleh kasih apa
saja semampunya kita kayak kain
panjang, beras, ayam, jagung, ubi,
gula, kopi. Tapi ada juga mas yang
disuruh mbah wajib dikasih
sesudah melahirkan “asam
garam”. (Ibu Siti - wawancara, 12
Juni 2014)
“Menurut Ibu melahirkan di dukun
beranak atau si mbah biayanya
lebih murah dari pada di tempat
lain, biayanya juga lebih
murah”.(Ibu Janah - wawancara,
12 Juni 2014)
Sebagaimana yang dinyatakan
informan Siti dukun beranak tidak pernah
mengharapkan berupa upah yang hendak
diberikan oleh pasien yang di tolong,
tergantung dari keikhlasan ibu yang
melahirkan. Ibu Siti termasuk dalam status
pendapatan keluarga rendah cenderung tidak
mempunyai pendapatan keluarga yang
memadai untuk memenuhi biaya pelayanan
pertolongan persalinan oleh bidan atau
tenaga kesehatan lain. Hal ini terjadi karena
biaya persalinan di dukun bayi cenderung
lebih murah dibandingkan dengan
pertolongan persalinan oleh bidan atau
tenaga kesehatan lain. Pada dasarnya salah
satu hal yang mempengaruhi masyarakat
dalam memilih tempat pelayanan kesehatan
yaitu masalah biaya.
Masyarakat sebagian besar
berasumsi bahwa jika bersalin di fasilitas
kesehatan akan membutuhkan lebih banyak
biaya sehingga asumsi tersebut menjadi
salah satu alasan mengapa informan hanya
sebagian kecil yang melakukan perubahan
tempat persalinan dari rumah ke fasilitas
kesehatan. Sebagian besar lebih memilih
bersalin dirumah selain nyaman juga karena
tidak ingin direpotkan oleh masalah
pembiayaan. Hal ini sejalan dengan
penelitian oleh Arda (2009) yang
mengatakan bahwa pendapatan keluarga
yang tinggi akan cenderung mengarahkan
seorang ibu untuk bersalin di tenaga
kesehatan dan di fasilitas kesehatan. Selain
itu hal ini juga dilaporkan sama oleh
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Abdi (2009) mengemukakan bahwa
pendapatan mempunyai kontribusi yang
besar dalam pemanfaatan pelayanan
persalinan karena akan berhubungan dengan
kemampuan membayar seseorang dalam
pembiayaan kesehatannya. Sehingga hal
yang dapat meningkatkan cakupan
persalinan di fasilitas kesehatan dengan
meningkatkan pendapata rumah tangga.
Masyarakat yang berstatus sosial
ekonomi rendah punya rasa takut memeriksa
kehamilan dan besalin dengan pertolongan
bidan dan dokter di sebabkan oleh masalah
biaya. Dikembangkan oleh Max Weber
berpendapat bahwa tindakan didasarkan atas
pengalaman, persepsi, pemahaman dan
penafsirannya atas suatu objek stimulus atau
situasi tertentu. Tindakan individu ini
merupakan tindakan sosial yang rasional,
yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan
sarana-saran yang paling tepat (Sarwono,
1997:30).
Masyarakat mempertimbangkan
biaya yang murah yaitu memilih dukun
beranak sebagai tempat pemeriksaan dan
persalinan bagi ibu hamil, selain hal ini
hampir semuanya menyatakan bahwa,
dengan dukun bayi masyarakat dapat
bersalin di rumah, ditunggui ibu dan ibu
mertua serta jasa pelayanan setelah
22
persalinan sudah termasuk di dalamnya.
Dukun dianggapnya lebih sabar, tidak perlu
harus dibayar langsung setelah persalinan
selesai. Bila ke bidan masyarakat harus
menunggu layanan medis lebih lama, biaya
pemeriksaan dibidan maupun puskesmas
harus di bayar. Selain itu Ketersediaan dan
kemudahan menjangkau tempat pelayanan,
akses terhadap sarana kesehatan dan
transportasi merupakan salah satu
pertimbangan keluarga dalam mencari
tempat pelayanan kesehatan. Seperti
pernyataan informan Badriya dibawah ini:
“Jarak karna dulu itu puskesmas
tidak buka terus palingan sampai
siang bukanya mas, mau tak mau
saya itu milihnya ke dukun beranak
kebutulan dekat juga dengan
rumah saya”. (Ibu Badriya -
wawancara, 12 Juni 2014)
Menurut pernyataan Ibu Badriya
pemilihan pertolongan persalinan oleh
dukun beranak umumnya merupakan
masyarakat yang jarak rumahnya menuju
tempat dukun beranak lebih dekat.
Rendahnya kunjungan masyarakat ke
pelayanan kesehatan dikarenakan jauhnya
lokasi pelayanan kesehatan dengan rumah
penduduk sehingga walaupun masyarakat
sudah mempunyai kemauan memeriksakan
dirinya ke pelayanan kesehatan, namun
karena jauh dan harus segera mendapatkan
pertolongan, akhirnya masyarakat lebih
memilih proses persalinannya ke dukun
yang dekat lokasinya.
Setiap pemilihan penolong
persalinan yang dipilih oleh ibu hamil
memiliki alasan tersendiri. Alasan
pengalaman pertolongan persalinan
sebelumnya dan pada ibu Tanjung Kapur
lokasi tempat pelayanan dekat dengan
tempat tinggal juga merupakan beberapa
alasan ibu dalam menentukan pola
persalinannya (Suryawati, 2007).
Penempatan bidan dalam tiap desa
berdasarkan jumlah populasi dapat
menyebabkan semua persalinan ditolong
oleh tenaga kesehatan, namun dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa ada atau
tidaknya bidan yang bertugas dan tinggal
bukan menjadi faktor dalam kecenderungan
seorang ibu mengubah penolong dan tempat
persalinannya dari dukun ke bidan. Selain
itu informan Badriya menyatakan
kemudahan menjangkau tenaga kesehatan
merupakan salah satu faktor yang
diperhitungkan dalam mengambil keputusan
penolong persalinan. Namun demikian,
faktor kenyamanan tetap menjadi prioritas
utama dalam memilih tenaga kesehatan
penolong persalinan.
Ketersediaan sarana transportasi
pribadi juga membuat para informan
memiliki keterjangkauan lebih luas terhadap
tenaga kesehatan. Jarak dari rumah
masyarakat ke tempat dukun tersebut sangat
mempengaruhi masyarakat khususnya ibu-
ibu yang ingin menjalani proses persalinan
dan jarak merupakan salah satu alasan untuk
bersalin ke dukun beranak. Adapun
pernyataan lain dari informan Nurika dan
Samsini:
“Lebih nyaman melahirkan di
rumah sendiri dengan memanggil
mbah karna rumah mbah dekat jadi
cepat datang dari pada ke bidan
atau tempat lainjauh juga dari
rumah” (Ibu Nurika - wawancara,
11 Juni 2014)
“Ibu senengnya ya sama si mbah
gak repot repot lagi jauh ke bidan,
kan mbah Ibu saya sendiri dek
kalau gak kuat lagi melahirkan
gampang sama Ibu saya.”(Ibu
Samsini - wawancara, 11 Juni
2014)
Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan, Ibu Nurika tidak memanfatkan
tenaga kesehatan sebagai penolong
persalinannya dengan alasan karena jarak
rumahnya yang jauh dari sarana kesehatan
penolong persalinan. Kebutuhan persalinan
yang aman diiringi dengan kebutuhan untuk
menerapkan tradisiyang berlaku dalam
23
masyarakat. Salah satu tradisi dalam
persalinan adalah pendampingan persalinan
oleh dukun beranak. Diakui oleh Ibu
Badriya kehadiran dukun beranak pada saat
persalinan memberikan efek psikologis
berupa perasaan aman dan nyaman sehingga
dapat membantu proses persalinan.
Alasan lain yang dikemukakan
informan yaitu tidak memiliki alat
transportasi maupun alat komunikasi untuk
menjemput atau menghubungi bidan di desa
tersebut. Kendala akan semakin berat ketika
informan melahirkan pada malam hari.
Selain itu dalam persalinan dukun beranak
tidak ada syarat-syarat seperti yang
diberlakukan bidan maupun pukesmas. Hal
ini membuat masyarakat lebih mudah
menjalankan proses persalinannya ke dukun
beranak dibandingkan ke bidan. Seperti
pernyataan informan Merina dan
Nurikaberikut ini :
“Lebih gampang prosesnya mas gak
ada foto kopian kayak dipuskesmas
kalau nunggu dipuskesmas mas
brojol anak saya, mending saya ke
mbah lebih cepat ditangani” (Ibu
Merina - wawancara, Juni 16 2014)
“mbah lebih enak dek gak ribet
kayak di bidan, kalau dibidan kan
mesti ngurus ngurus lagi yang
diperlukan bidan nah kalau si mbah
kan gak ada ngurus gitu.” (Ibu
Nurika - wawancara, Juni 16 2014)
Berdasarkan pernyataan informan
Merina diatas pemilihan dukun beranak
lebih cepat ditangani dari pada puskesmas.
Proses pelayanan tersebut yang tidak sama
dengan bidan membuat pilihan masyarakat
ke dukun beranak, walaupun dukun beranak
tidak dibekali dengan pendidikan tentang
standar kesehatan yang cukup dan hanya
berbekal pengalaman. Hal ini dapat
ditegaskan oleh Abbas dan Kristiani (2006)
bahwa sebagian besar masyarakat masih
menggangap bahwa tenaga medis cenderung
belum berpengalaman, karena rata-rata usia
mereka sangat muda, sehingga masyarakat
kurang percaya terhadap tindakan persalinan
yang dilakukan oleh bidan.
Hasil penelitian di Desa Tanjung
Kapur juga senada dengan pernyataan Abbas
dan Kristiani bahwa masyarakat memilih
pertolongan oleh dukun beranak dipengaruhi
oleh kemudahan mendapatkan pelayanan
dukun beranak, selain itu pelayanan yang
diberikan diberikan oleh dukun mencakup
semua yang dibutuhkan oleh ibu yaitu
menolong persalinan, membantu pekerjaan
ibu hamil pada hari persalinanya,
memandikan bayi bahkan bersedia merawat
bayi hingga lepas tali pusat dan kondisi ibu
mulai pulih. Keadaan tersebut juga
memberikan kontribusi terhadap penolong
persalinan oleh ibu bersalin di Desa Tanjung
Kapur.
b. Tindakan berorientasi Nilai
Tindakan yang tidak lagi
mempermasalahkan tujuan dan tindakan,
yang menjadi persoalan dan perhitungan
individu tentang cara. Tindakan rasional
berorientasi nilai berkaitan dengan nilai-nilai
dasar dalam masyarakat. Kebiasaan
masyarakat bersalin kedukun beranak sudah
lama dilakukan karena masyarakat lebih
menyukai melakukan tindakan tersebut.
Menurut Weber dalam tindakan ini seseorang
tidak hanya sekedar menilai cara yang baik
untuk mencapai tujuannya tapi juga
menentukan nilai dari tujuan itu sendiri.
Dari pengamatan yang peneliti
lakukan dilapangan melalui wawancara
masyarakat pada umumnya melahirkan anak
pertamanya ke dukun beranak karena dari
orang tuanya terdahulu juga melakukan hal
yang sama sehingga masyarakat masih
melakukan hal tersebut. Walaupun
masyarakat mengetahui resiko yang akan
dihadapinya dalam menolong persalinan
melalui cara yang alamiah. Dukun beranak
tidak melakukan tindakan apapun kecuali
memotong tali pusat dengan menggunakan
gunting. Bagi masyarakat ada perasaan takut
digunting, dioperasi, dijahit, seperti saat
24
seseorang melahirkan anak pertama dengan
bidan atau dokter. Ketakutan akan digunting,
dioperasi dan dijahit tersebut mendorong ibu
bersalin untuk memilih dukun kampung dari
pada bidan atau dokter. Ketakutan ini yang
menyebabkan masyarakat enggan pergi ke
tenaga medis, bahkan sekalipun masyarakat
tidak pernah memeriksakan kandungannya
ke tenaga medis. Seperti pernyataan
informan Sitidibawah ini:
“Selama saya melahirkan ke mbah,
saya belum pernah melakukan
pengecekkan kandungan kebidan,
karena kalau kebidan saya takut
dengan alat-alat
dokter”.(wawancara, 14 Juni
2014)
Berdasarakan pernyataan Ibu Nurika
bahwa masyarakat ada rasa takut untuk ke
bidan dengan adanya alat-alat medis yang
digunakan. Dukun beranak dianggap lebih
berpengalaman dibandingkan dengan bidan.
Dukun beranak yang di kenal cukup ternama
sehingga perasaan nyaman benar di rasakan.
Masyarakat Desa Tanjung Kapur biasa
memanggil dukun beranak tersebut dengan
sebutan “mbah”. Sosialisasi pernah diadakan
di Tanjung Kapur mengenai persalinan
namun masyarakat enggan untuk
mengikutinya. Seperti pernyataan informan
Rumini dibawah ini:
“Biasanya saya itu melahirkan ke
mbah dari anak pertama sampai
anak terakhir saya, lagi pun dari
anak pertama saya sampai
terakhir alhamdullilah aman-
aman saja. Cuman untuk akte
kelahiran susah
mas.”(wawancara, 14 Juni 2014)
Berdasarkan pernyataan Ibu Siti
diatas melakukan persalinan melalui dukun
beranak memiliki kendala pada saat
pengurusan administrasi kependudukan
seperti pembuatan akta kelahiran karena
untuk mengurus KTP atau KK yang
diperlukan surat keterangan lahir dari bidan
resmi. Melalui sosialisasi yang pernah
diadakan di Tanjung Kapur masyarakat
mengetahui bahwa persalinan dibidan lebih
baik dari pada ke dukun beranak tetapi
dengan alasan biaya masyarakat lebih
memilih dukun beranak dibandingkan bidan.
Selain itu, pelayanan bukan hanya berupa
pertolongan persalinan saja, tetapi juga dapat
melakukan hal-hal yang sesuai dengan
tradisi setempat. Ibu bersalin juga memiliki
maksud memelihara tradisi kehamilan yang
telah diajarkan oleh nenek moyangnya.
Kepercayaan masyarakat terhadap
keterampilan dukun beranak berkaitan
dengan nilai budaya masyarakat setempat.
Biasanya dukun beranak menolong
persalinan tanpa memperhatikan keamanan,
kebersihan dan mekanisme sebagaimana
mestinya sehingga dapat terjadi berbagai
komplikasi yang berakibat kematian
(Prawiroharjo, 2006). Faktor psikologis ini
dirasakan manfaatnya oleh ibu karena dukun
beranak memberikan kemudahan dan cepat
bila dipanggil kerumah. Masyarakat merasa
tenang dan nyaman pada saat melahirkan,
seperti yang diungkapkan informan Badriya
dibawah ini:
“Pelayanan mbah sendiri baik,
kalau bayinya sungsang mbah
urutindikembalikan keposisi
normal trus dikasih air tawar yang
sudah dibaca dengan mbah supaya
proses melahirkannya
lancar”.(wawancara, 15 Juni
2014)
Pelayanan yang menyenangkan dari
dukun beranak seperti pernyataan Badriya
diatas membuat ketenangan dan rasa percaya
diri ibu yang melahirkan nyaman. Selain itu,
bidan kampung sanggup dan bersedia datang
kerumah pasien meski jaraknya ada yang
jauh dari rumah masyarakat. Kedekatan
hubungan antar dukun dan pasien, baik
secara pribadi maupun sosial, lewat
penghiburan serta persamaan budaya
membentuk rasa kebersamaan yang kuat
sehingga mampu menenangkan hati ibu
yang sedang berjuang sakit saat melahirkan.
Adapun perbedaan yang dirasakan ibu saat
25
proses persalinan yang di lakukan dukun
beranak sama dengan bidan.
Dari pengamatan yang peneliti
lakukan dilapangan melalui wawancara
masyarakat tidak mengecek kembali
kesehatannya setelah melakukan proses
persalinan ke bidan dengan alasan
masyarakat sudah merasa cukup dengan
pelayanan mbah atau dukun beranak, karena
selama ibu memakai jasa dukun beranak
tidak ada kendala yang dirasakan dari anak
pertama sampai terakhir. Seperti pernyataan
informan Nurika dibawah ini:
“Ya mas, dulunya orang tua saya
melahirkan saya dengan mbah, jadi
saya mengikuti tradisi orang tua
saya terdahulu karna selama
melahirkan ke mbah baik-baik
saja”.(wawancara, 15 Juni 2014)
Berdasarkan pernyataan Nurika
diatas tradisi yang dilakukan sudah
dilakukan dari orang tua terdahulu. Faktor
budaya mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap pemilihan penolong
persalinan di desa-desa. Sebenarnya individu
yang menjadi faktor penentu dalam
menentukan status kesehatan. Dengan kata
lain, merubah pola hidup ataupun
kebudayaan tentang kesehatan yang biasa
kita lakukan dan mengikuti perubahan
zaman (Prasetyawati, 2012). Ada beberapa
desa yang terisolir dan susah dijangkau oleh
fasilitas kesehatan dan tenaga medis
sehingga hal ini membuka peluang bagi
dukun beranak serta akan menambah
kepercayaan masyarakat terhadap dukun
beranak. Keadaan ini mencerminkan bahwa
masyarakat lebih memilih melahirkan di
dukun beranak dari pada bidan. Hal ini
karena pertimbangan tradisi di masyarakat
yang sudah sejak dahulu jika melahirkan
ditolong oleh dukun beranak.
Budaya atau tradisi dalam
perawatan pascapersalinan banyak dijumpai
di pedesaan, dimana masyarakatnya bersifat
homogen dengan konformitas yang tinggi
(Soekanto, 1995). Selain itu dukun beranak
lebih cepat dipanggil, mudah dijangkau,
biayanya lebih murah, serta adanya
hubungan yang akrab dan bersifat
kekeluargaan dengan ibu-ibu yang
ditolongnya.
c. Tindakan Tradisional
Dukun beranak umumnya
mendapatkan keterampilan turun temurun
dari generasi diatasnya. Dukun beranak
bekerja berdasarkan pengalaman diri maupun
keyakinan yang dimilikinya. Sebagai
penolong persalinan, bidan kampung di
kampung Tanjung Kapur lebih diminati dari
pada bidan. Faktor pengalaman dirasakan
sendiri oleh sebagian besar informan karena
sudah biasa melahirkan dengan dukun
beranak. Antara dukun beranak dan
pasiennya sudah saling kenal secara akrab
bahkan banyak dari masyarakat mendasarkan
pilihan karena pengalaman dari keluarga
yang turun temurun menggunakan jasanya.
Hal ini dapat dilihat dari pernyataan
informan Janah, Samsini, Badriya sebagai
berikut:
“sudah kebiasaan disini rata-rata
kalau mau melahirkan pasti ke
mbah, kan sudah lama dia itu
nolong orang melahirkan, jadi
orang-orang sini lebih percaya,
anak kedua saya juga mbah yang
nolong.”(Ibu Janah - wawancara,
16 Juni 2014)
“saya yang jelas sama si mbah kan
ibu saya sendiri, lebih nyaman juga
lagian sanak saudara juga udah
biasa sama si mbah kalau mau
melahirkan.” (Ibu Samsini -
wawancara, 16 Juni 2014)
“kalau melahirkan saya udah biasa
ke dukun beranak dek, sama si
mbah karna saya juga udah kenal
sama si mbah lama dari orang tua
saya dulu melahirkan saya sama si
mbah, jadi ibu memang udah biasa
sama si mbahnya dari dulu dan gak
ada masalah juga sama anak-anak
26
ibu.”(Ibu Badriya - wawancara, 16
Juni 2014)
Kepercayaan yang dimiliki Ibu
Janah diatas sudah dilakukan sejak dari anak
pertama. Hal ini yang membuat masyarakat
masih tetap menggunakan jasa dukun
beranak untuk proses persalinan anak
selanjutnya. Masyarakat lebih merasa
percaya dengan kebiasaan lama yang di
anggap sudah dilakukan oleh para pendahulu
orang tuanya. Kepercayaan masyarakat
terhadap dukun di peroleh secara turun
temurun. Bersalin dengan dukun beranak
sudah menjadi tradisi sehingga masyarakat
tidak berani melanggar kebiasaan tersebut.
Dukun dipercayai memiliki kemampuan
yang diwariskan turun-temurun untuk
memediasi pertolongan medis dalam
masyarakat.
Nilai budaya yang kuat serta
komunalitas masyarakat belum mampu
mengubah tradisi masyarakat untuk beralih
ke bidan. Pelayanan dukun beranak
menyesuaikan diri dengan budaya
masyarakat setempat sehingga lebih
dimengerti dan diikuti oleh masyarakat.
Menurut kamil (2006), pemanfaatan
pertolongan persalinan oleh tenaga bidan di
masyarakat masih sangat rendah
dibandingkan dengan indikator yang
diharapkan. Hal ini disebabkan oleh faktor
ibu seperti pengetahuan, sikap terhadap
keputusan untuk memanfaatkan tenaga ahli
dalam pertolongan persalinan serta
jangkauan ke pelayanan kesehatan.
Kepercayaan dan adat istiadat yang ada di
masyarakat tentang pemilihan penolong
persalinan. Secara kultural masyarakat di
Desa Tanjung Kapur di diami oleh beberapa
suku.
Hasil penelitian dilapangan
menunjukan bahwa budaya yang dimiliki
merupakan budaya yang mendukung, yaitu
budaya yang membenarkan bahwa
pertolongan persalinan dilakukan secara
medis dan ditolong oleh tenaga yang
professional. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian bangsu (2001) bahwa
lingkungan sosial dan adat istiadat
merupakan variable yang paling
berhubungan dengan pemilihan penolong
persalinan, ibu yang mempunyai lingkungan
sosial yang kurang mendukung memilih
dukun bayi untuk pertolongan persalinan
oleh bidan.
Hasil dari pengamatan yang peneliti
lakukan di lapangan melalui wawancara
masyarakat mengatakan bahwa tempat
pemukiman masyarakat dahulunya sebagian
hutan belum ada fasilitas kesehatan seperti
puskesmas sehingga masyarakat harus
kekota untuk mendapatkan proses persalinan
ke bidan. Hal ini yang membuat sebagian
masyarakat tidak pernah melakukan proses
persalinan kebidan dan memilih ke dukun
beranak yang sudah menjadi kebiasaan
masyarakat serta menjaga tradisi yang sudah
lama dilakukan. Budaya memiliki ikatan
yang kuat terhadap sesorang dalam
mengambil keputusan terutama dalam hal
ibu dalam pemilihan penolong persalinan.
Menurut Green dalam Notoadmodjo (2003),
perilaku tersebut dipengaruhi oleh faktor
predisposisi yaitu pengetahuan, sikap
masyarakat, tradisi dan kepercayaan.
Budaya yang kental dengan adat
istiadat daerah dapat merubah suatu
keputusan, sehingga budaya sangat
mempengaruhi tingkat pemilihan penolong
persalinan. Proses persalinan masyarakat
pada umumnya menyukai hal yang
tradisional dibandingkan modern karena
masyarakat mersakan kenyamanan tanpa ada
masalah dalam proses persalinan ke dukun
beranak. Seperti pernyataan informan
Merinadibawah ini:
“saya lebih suka dengan yang
tradisional dari pada ke bidan
karena dari orang tua saya dulu
begitu sama kayak saya ke mbah
kalau mau lahiran”. (Ibu Merina -
wawancara, 16 Juni 2014)
Berdasarkan pernyataan diatas
bahwa masyarakat khususnya ibu yang ingin
menjalani proses persalinan lebih
27
memanfaatkan pelayanan tradisional
dibanding fasilitas pelayanan kesehatan
modern seperti dibidan maupun puskesmas
karena masyarakat tersebut sudah secara
turun temurun melahirkan di dukun beranak.
Pengetahuan dukun beranak juga telah
dikenal oleh masyarakat sehingga secara
turun temurun di sosialisasikan kepada
generasi penerus. Kepercayaan akan
kemampuan dukun beranak karena
pengalamnya dan didukung oleh adanya
interaksi yang positif seperti sikap ramah
dan sabar serta pelayanan yang memuaskan,
mengakibatkan dukun menjadi pilihan
pertama sebagai penolong persalinan.
Dukun beranak masih dipercaya
untuk merawat ibu hamil hingga membantu
persalinannya. Walaupun tidak memiliki
latar belakang ilmu medis maupun
keterampilan khusus, Dukun beranak
merupakan orang yang sangat dekat, hidup
dalam budaya yang sama dengan ibu hamil.
Pengalaman yang telah terjadi dan di alami
sebelumnya oleh ibu, baik itu pengalaman
yang di alami oleh dirinya sendiri ataupun
melihat dari orang lain.
Trust (Kepercayaan Masyarakat)
Unsur-unsur kebudayaan adalah
meliputi pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
kemampuan serta kebiasaan yang dilakukan
oleh masyarakat-masyarakat, yang
merupakan hasil budi atau akal manusia.
Dalam mengatasi masalah-masalah lebih
berorientasi pada adaptasi dan pelaksanaan
strategi terhadap keadaan sosial
(Koentjaraningrat, 2002).
Berdasarkan hasil survei tersebut
bahwa masyarakat memanfaatkan jasa
dukun memiliki beberapa tujuan. Pada
praktek perdukunan tersebut masyarakat
memiliki kepercayaan bahwa tujuannya
dapat terwujud, dalam hal ini masyarakat
memiliki kepercayaan terhadap dukun.
Seperti pernyataan informanSamsisni
dibawah yang mempercayai persalinan anak
pertama sampai terakhirnya ke mbah atau
dukun beranak ;
“Ya dek, karena dari anak pertama
saye lahirpun dah sama mbah jadi
saya pun sudah nyaman sama mbah
saye pun tak ade rasa takut lagi ade
orang cakap yang anak mati, lahir
sungsang, saye pun tak ade
risaukan lagi lagipun sebelum
lahirkan saye selalu berurut same
mbah jadi die tau arah mane kepala
bayi berada.”(Ibu Samsisni -
wawancara, 16 Juni 2014)
Rasa tidak takut yang dinyatakan
informan Ibu Samsini diatas karena adanya
suatu kepercayaan dalam dirinya terhadap
dukun beranak. Kepercayaan yang terjadi
dalam masyarakat ini di ikat oleh suatu
norma informal yang meyakini ibu hamil
dimana dengan kepercayaan tersebut
tertanam suatu kepercayaan antara ibu hamil
dan dukun beranak. Suatu kepercayaan itu
akan terjalin dengan baik apabila diikat
dengan rasa jujur didalam individu itu
sendiri. Hal ini senada dengan Fukuyama,
2001 mengatakan bahwa modal sosial
dibangun oleh kepercayaan-kepercayaan
individu. Rasa saling percaya dibentuk
dalam waktu yang tidak sebentar serta
memerlukan proses-proses sosial yang
berliku.
Jadi trust, merupakan sebuah
kondisi psikologi dimana terdapat kemauan
untuk menerima secara terbuka berdasarkan
pengharapan positif atas tujuan dan tindakan
dari pihak lain. Artinya tanpa ada rasa
percaya masyarakat akan berada dalam
kondisi yang penuh konflik. Kepercayaan
merupakan tindakan penerimaan
terhadapsuatu atau seseorang atau
kelompok, dalam hal ini orang yang
memiliki kepercayaan menganggap positif
setiap apa yang dipercayainya begitu juga
dengan kepercayaan masyarakat ibu hamil
yang timbul dari pengalaman-pengalaman
yang telah di definisikan secara langsung
dalam berinteraksi dengan dukun beranak.
d. Tindakan Afektif
Tindakan berorientasi tujuan yaitu
tindakan dimana pelaku menilai apakah
28
cara-cara yang dipilihnya itu merupakan
yang paling tepat ataukah lebih tepat untuk
mencapai tujuannya (Johnson, 1994:220).
Tindakan ini menunjuk kepada tujuan itu
sendiri. Tindakan ini rasional, karena
pilihan-pilihan terhadap cara-cara kiranya
sudah menentukan tujuan yang diinginkan.
Sedangkan dalam Tindakan afektif sebagian
besar dikuasai oleh perasaan atau emosi
tanpa pertimbangan-pertimbangan akal budi
(Johnson, 1994:220). Tindakan ini dilakukan
tanpa perencanaan matang dan tanpa
kesadaran penuh. Jadi dapat dikatakan
sebagai reaksi spontan atas suatu peristiwa.
Dari pengamatan yang peneliti
lakukan tindakan yang berorientasi tujuan
dan tindakan afektif pada masyarakat Desa
tanjung Kapur tidak begitu dominan. Hal ini
terjadi karena tindakan-tindakan masyarakat
yang dilakukan dalam pemilihan persalinan
dukun beranak tidak dipengaruhi oleh emosi
dan perasaan yang dimiliki terhadap
lingkungannya. Selain itu tidak adanya
tujuan-tujuan khusus yang ingin dicapai
masyarakat karena masyarakat tidak menilai
cara-cara yang dipilihnya ke dukun beranak
merupakan hal yang tepat atau tidak.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan
mengenai tindakan sosial ibu hamil memilih
persalinan ke dukun beranak maka dapat
disimpulkan bahwa pada umumnya
masyarakat Desa Tanjung Kapur memilih
proses persalinan ke dukun beranak
dibandingkan tenaga kesehatan. Faktor
pengalaman, pendidikan, kebiasaan,
ekonomi merupakan faktor yang
berhubungan dengan pemilihan penolong
persalinan. Proses persalinan dukun beranak
ini sudah menjadi tradisi yang dilakukan
turun temurun dari orang tua terdahulu serta
adanya kepercayaan secara bathin kepada
dukun beranak, sehingga masyarakat merasa
nyaman dalam menjalankan proses
persalinan ke dukun beranak.
B. Saran
Disarankan bagi tenaga kesehatan
agar mengembangkan hubungan kerjasama
dengan dukun beranak dalam bentuk
pengajaran dan bimbingan dalam
pertolongan persalinan serta pendampingan
saat pertolongan persalinan. Selain itu
meningkatkan penyuluhan dimasyarakat
dengan pendekatan sosial budaya yang
sesuai, penyuluhan tidak hanya dilakukan
terhadap ibu hamil tetapi kepada semua
masyarakat. Sebaiknya pemerintah ikut serta
dalam memberikan dukungan seperti
pelatihan dan pemberian alat-alat
pertolongan peralinan gratis kepada dukun.
Selanjutnya bagi dukun beranak sendiri, agar
mau bekerjasama dengan tenaga kesehatan
dan memperbaharui pengetahuan dengan
mengikuti pelatihan-pelatihan terkait.
a. meningkatkan kinerja dan berusaha
semaksimal mungkin menghindari
perbuatan tercela dan melanggar
aturan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Abbas dan Kristiani.2006. Pemanfaatan pelayanan bidan di desa Kabupaten Muaro Jambi.
Working Paper Series No.20 Juli 2006, First Draft KMPK
29
Abdi, Telapa. 2009. Determinan Pemanfaatan Dukun Bayi oleh Masyarakat dalam Pilihan
Pertolongan Persalinan di Desa Anak Talang Kecamatan Batang Cenaku Kabupaten Indragiri
Hulu Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
Arda. 2009. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Penolong Persalinan Oleh Tenaga
Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Bontoharu Kabupaten Selayar Tahun 2009.Skripsi.
Fakultas Kesehatan MAsyarakat Unhas, 2009. Makassar.
Bangsu. 2001. Pemilihan Dukun Sebagai Penolong Persalinan : diakses 05 Maret 2015.
Field,.John. 2010. Modal Sosial. Bantul : Kreasi Wacana.
Fukuyama, Francis. 2002. Trust, Kebajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. Yogyakarta:
Qalam.
Johnson, D. P. 1994. Teori Sosiologi: Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Jones, PIP. 2009. Pengantar Teori-Teori Sosial. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor.
Juariah, 2009, Bidan, Edisi 83, Penerbit Majalah Ikatan Bidan Indonesia, Jakarta.
Kamil, Arifin Alfi. 2006. Homeschooling Pendidikan Multikultural Untuk Remaja. UII : Impuls.
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Anthropologi. Yogyakarta : Nuha Medika.
Manuaba, A, D. dkk. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta: EGC
Moleong, Lexy J., 2009. Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Niken, dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta ; Fitramaya.
Notoadmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Karya Medika. Jakarta.
Nuhas, Milsa D. 2012. Pembinaan Dukun Bayi. Diakses 05 Maret 2015.
Prasetyawati, Arsita Eka. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam Milenium Development
Goals (MDGs).Yogyakarta : Nuha Medika.
Prawirahardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP.
Proverawati, Atikah. 2012. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Yogyakarta : Nuha Medika.
Ritzer, George; Goodman, Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Kencana Prenada
Media Group.
Sarafino, Edward. P, 2002. Health Psychology Biopsychological Interaction. 2nd ed. New John
Wiley and Sons Inc.
Sarwono, S. 2004. Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Serta Aplikasinya.Jogjakarta : Gajah
Mada University.
Setyawati, Agustina Eli. 2011. Karakteristik Ibu Bersalin. Diakses 05 Maret 2015.
30
Suryawati C. 2007. Memahami Kemiskinan secara Multidimensional. Jurnal Manajemen
Pelayanan Kesehatan, Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang).
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & RND. Bandung : Alfabeta.
Surat Kabar Haluan Kepri. 2011. 1,6 Persen Bayi Lahir Melalui Dukun Beranak.
Suara Merdeka. 2003. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Non-Medis. Diakses 05
Maret 2015.
Yenita, Sri. 2011. Faktor Determinan Pemilihan Pemilihan Tenaga Penolong Persalinan. Diakses
05 Maret 2015.
Arsip : kantor Kelurahan Kawal Desa Tanjung Kapur.