Upload
tranmien
View
228
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
20
BAB II
TINJAUAN HUKUM ISLAM
TENTANG PENGELOLAAN YATIM PIATU
A. Pengelolaan Yatim Piatu
1. Pengertian Yatim Piatu
Yatim menurut bahasa yakni “yatama” atau “aitam” adalah anak
yang bapaknya telah meninggal dan belum baligh (dewasa), baik ia kaya
atau miskin, laki-laki atau perempuan. Adapun anak yang bapak dan
ibunya telah meninggal termasuk juga dalam kategori yatim dan biasanya
disebut yatim piatu. Istilah piatu ini hanya dikenal di Indonesia, sedang
dalam literatur fiqh klasik hanya dikenal istilah yatim saja.1
Yatim artinya tidak beribu atau berayah lagi karena ditinggal
mati.2 Yatim (piatu) adalah anak yang ditinggal mati ayahnya, anak yatim
itu memerlukan pemeliharaan dalam pendidikan yang dilakukan dengan
kasih sayang supaya mereka hidup gembira, bahagia, berilmu, berbudi dan
taat beragama, sanggup berdiri sendiri dan berjasa kepada lingkungannya.3
Menurut Imam Musthafa Al-Maraghi, yatim adalah:
اليتيم لغة من مات ابوه مطلقا لكن العرف خصصه مبن مل يبلغ مبلغ الرجال
1 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid V, (Jakarta: Ichtiar Baru,
1993), hlm. 206 2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Edisi II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 1133 3 Fahruddin HS, Ensiklopedi Al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, tth), hlm. 568
21
“Yatim secara bahasa adalah orang yang ditinggal mati bapaknya secara mutlak, sedangkan menurut pengertian ‘urf (adat) dikhususkan untuk anak-anak yang belum mencapai urusan dewasa”.4
Berikut beberapa pendapat ahli tentang pengertian anak dan
batasan-batasan yatim piatu:
1. Mahmud Yunus
Dalam kamus Arab-Indonesia, beliau mengatakan:
امتج اي متيى –يامتة ج يمتيى يامت5 ي 2. Rahmad Taufiq Hidayah berpendapat
“Yatim adalah anak-anak yang di bawah umur yang
kehilangan ayahnya yang bertanggung jawab dalam pembelajaran dan
pendidikan”.6
3. Fahruddin HS dalam Ensiklopedi Al-Qur’an mengemukakan
“Yatim atau piatu adalah anak yang kematian orang tuanya
atau orang tuanya meninggal dunia”.7
4. Harun Nasution, dkk berpendapat
“Yatim adalah anak yang tidak mempunyai ayah lagi, karena
meninggal dunia”.8
4 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz IV, (Beirut: Darul Fikr, tth), hlm.
178 5 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Bandung: Hidakarya Agung, 1989), hlm. 508 6 Rahmad Taufiq Hidayah, Khasanah Istilah Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 154 7 Fahrudin HS, Loc. Cit 8 Harun Nasution, dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah,
1992), hlm. 992
22
Dengan demikian berdasarkan dari berbagai definisi dan
pandangan para ahli, diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
anak yatim adalah anak yang telah ditinggal mati oleh salah satu atau
kedua orang tuanya sebelum baligh, laki-laki atau perempuan, baik kaya
atau miskin, sehingga membutuhkan pendidikan dan bimbingan dari orang
lain untuk memenuhi kebutuhan material maupun non material.
Sedangkan menurut Muhammad Rasyid Ridla
هو من الناس من فقد اباه قبل بلوغه اليس الىت يستغين فيها من كفالته ومن .احليوان من فقد امه صغري الن اناث احليوان هي الىت نكلف صغارها
“Sebutan yatim untuk golongan manusia adalah anak yang ditinggal mati orang tuanya (bapak) sebelum ia mencapai usia dewasa, yang dalam usia tersebut membutuhkan asuhannya, sedangkan untuk golongan hayawan adalah anak hewan yang ditinggal mati induknya sama masih kecil, karena induk hewan itu yang mengasuh anaknya yang masih kecil”.9
Anak yang ditinggal mati orang tuanya dalam keadaan dewasa dan
mampu memenuhi kebutuhannya sendiri tidak disebut yatim lagi. Dalam
kitab tafsir Al-Kabir disebutkan:
اليتيم بعد حلما “Tidak disebut yatim setelah dewasa”.10
Jadi tegasnya yang dimaksud dengan batasan yatim piatu adalah
anak yang sudah tidak memiliki salah satu orang tua atau keduanya dalam
rentang usia 0 (nol) tahun sampai baligh, dimana dalam Islam batas usia
9 Muhammad Rasyid Ridla, Tafsir Al-Manar, Juz IV, (Beirut: Darul Ma’arif, tth), hlm. 23 10 Al-Fahrur Razi, Tafsir Al-Kabir, (Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiah, 554 H), hlm. 136
23
baligh untuk perempuan adalah 9 tahun atau sudah haid, atau umur 15
tahun (sudah khitan) bagi laki-laki.
2. Hukum Memelihara Yatim Piatu dan Dasar Hukumnya
Anak yatim adalah sosok manusia yang mendapat kedudukan
khusus dan mulia di sisi Allah. Perhatian Allah begitu besar kepada
mereka, sebagaimana tercermin dari banyaknya ayat dalam Al-Qur’an
yang membicarakan anak yatim. Bahkan bila Al-Qur’an menyebut nama-
nama kaum dhuafa, maka anak yatim menduduki urutan pertama, bahkan
kata yatim (tunggal) atau yatama (jamak) disebut kurang lebih 23 kali
dalam Al-Qur’an. Maka wajar jika mereka mendapatkan perhatian yang
besar dari Allah. Sebab, selain dhuafa, sejak kecil mereka telah merasakan
penderitaan lahir batin. Al-Qur’an menaruh perhatian besar terhadap anak
yatim karena kelemahannya dalam memenuhi kebutuhan hidup demi
kelangsungan hidupnya. Perhatian Al-Qur’an terhadap anak yatim
diperlihatkan sejak pertama kali turun sampai ketika turun hampir secara
keseluruhannya.11
Menurut Muhsin, Allah dan Rasul-Nya memang tidak
menjelaskan dan memberikan definisi secara khusus tentang anak yatim.
Namun dari berbagai keterangan dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan sunnah
Rasulullah SAW dapat dijumpai beberapa makna dan arti anak yatim,
salah satunya yang dinyatakan dalam firman Allah sehubungan dengan
11 Abdul Hayy Al-Farmawy, Metode Tafsir Maudhu’i, Terj. Rosihan Anwar, (Bandung:
Pustaka Setia, Cet. II, 2002), hlm. 61
24
kisah Nabi Khidir AS ketika memberikan penjelasan kepada nabi Musa
AS yang berguru kepadanya.
وأما الجدار فكان لغالمين يتيمين في المدينة وكان تحته كنز لهما وكان )82:الكهف (أبوهما صالحا
“Adapun dinding itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan dibawahnya itu ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah orang yang saleh”. (Q.S. al-Kahfi: 82).12
Dari ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa yang disebut anak
yatim adalah anak-anak yang ayah mereka telah meninggal dunia.
Sementara itu dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang lain dijelaskan bahwa
yatim itu bukan terbatas pada anak-anak yang tidak mempunyai ayah saja
tetapi juga mereka tidak memiliki kedua orang tua. Salah satu firman
Allah yang berkaitan dengan masalah ini menerangkan.13
: النساء ..... (ومن كان غنيا فليستعفف ومن كان فقريا فليأكل بالمعروف 6(
“Barang siapa diantara para pemelihara itu mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut…” (Q.S. an-Nisa: 6).14
Secara tersirat ayat itu menunjukkan makna yatim adalah anak
yang kedua orang tua mereka telah meninggal dunia. Jika hanya bapak
12 Soenarjo, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen agama RI, (Semarang: Toha
Putra, 1995), hlm. 456 13 Muhsin, Mari Mencintai Anak Yatim, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 24 14 Soenarjo, dkk, Op. Cit, hlm. 115-116
25
yang meninggal dunia, berarti masih ada ibu yang mengasuh dan merawat
mereka dengan menggunakan harta peninggalan bapak mereka, namun
dalam ayat ini diisyaratkan bagi orang-orang yang mampu dan
berkecukupan dalam mengasuh dan merawat anak-anak yatim tidak boleh
menggunakan dan memakan harta kaum dhu’afa itu, kecuali jika mereka
miskin, ketentuan ini diisyaratkan kepada orang yang mengurus dan
mengasuh pada anak-anak yatim dan bukan untuk ibunya, dengan
demikian dari kedua makna di atas dapat ditarik kesimpulan tentang
definisi yatim adalah anak-anak yang bapak atau orang tua mereka telah
meninggal dunia dan membutuhkan perlakuan serta perawatan yang
sebaik-baiknya dari orang lain.15
Muhsin MK, dalam bukunya menyatakan bahwa anak-anak yatim
itu termasuk dalam golongan anak-anak terlantar, adalah sebagai berikut:
pertama, yatim piatu adalah anak yang ayah dan ibunya sudah tidak ada,
kedua, yatim piatu adalah anak-anak yang memiliki orang tua tetapi tidak
lengkap, ketiga, anak-anak yang oleh suatu sebab menjadi terlantar,
keempat, anak-anak yang hidup dalam suatu keluarga yang mengalami
gangguan sosial dan psikologis.16
Penjelasan ini berarti bahwa yang mendapat perhatian dan
pertolongan bukan hanya yatim saja, melainkan juga anak-anak terlantar
lainnya, termasuk di dalamnya anak-anak jalanan.
15 Muhsin, Op. Cit, hlm. 26 16 Ibid
26
Al-Qur’an menjelaskan keharusan berbuat baik pada anak-anak
yatim, seperti dalam firman Allah:
)36: النساء (وبالوالدين إحسانا وبذي القربى واليتامى “…..dan berbuat baiklah kepada ibu, bapak, kerabat dan anak-anak yatim….(Q.S. an-Nisa: 36).17
Ayat ini memerintahkan untuk berbuat baik kepada anak-anak
yatim dalam berbagai hal yang dapat menjadikan hidup mereka menjadi
tenang, sejahtera dan bahagia. Berbuat baik kepada mereka dapat
membantu meringankan atau menghilangkan kesengsaraan atau
penderitaan yang dialaminya sejak kecil, mengangkat harkat dan martabat
mereka, serta dapat meningkatkan semangat mereka untuk menghadapi
hidup dan masa depan.
Setelah orang tua mereka tiada, siapakah yang akan membimbing
dan mendidik mereka agar menjadi orang yang cerdas dan saleh?
Disinilah perlunya perlindungan dan bantuan orang lain untuk
menggantikan posisi orang tua mereka dalam memberikan bimbingan dan
pendidikan. Sekiranya mereka masih memiliki seorang ibu atau bapak,
mungkin saja mereka mempunyai harapan untuk mewujudkan cita-cita.
Sebab tidak sedikit kaum ibu, dan ada pula sebagian kaum bapak, yang
dapat memelihara dan mengasuh anak-anak yatim seorang diri sampai
berhasil membimbing dan mendidik anak-anak mereka menjadi anak-anak
yang berguna.
17 Soenarjo, dkk, Op. Cit, hlm. 123
27
Islam juga memperhatikan masa depan anak-anak yatim. Mereka
diharapkan mempunyai masa depan yang baik, cerdas dan bahagia. Mesti
ditinggalkan harta benda, mereka akan mengalami kesulitan dalam
mencapai masa depan. Anak yatim membutuhkan bimbingan yang penuh
cinta kasih. Sebab cinta kasih merupakan bagian integral dari kebutuhan
seorang anak. Pada kenyataannya, dasar dari pertumbuhan anak juga
kebahagiaan masa depannya ditegakkan atas bimbingan dan nasehat yang
penuh cinta kasih, karena cinta adalah faktor penting dan sangat berharga
bagi seorang anak. Oleh sebab itu, kewajiban kita untuk memelihara,
mengurus, membimbing, mendidik dan mengarahkan mereka agar dapat
mencapai masa depan sebagaimana yang diharapkan, seperti perintah
Allah SWT:
تفعلوا من خير فإن الله كان به عليما وأن تقوموا لليتامى بالقسط وما )127:النساء(
“…dan (Allah menyerukan) supaya kamu mengurus anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan maka sesungguhnya Allah maha mengetahuinya.”. (Q.S. an-Nisa: 127).18
Materi atau harta adalah sarana yang menunjang kehidupan
manusia agar semua kebutuhan hidup dapat terpenuhi dengan layak.
Manusia tidak bisa lepas dari tuntutan pemenuhan kebutuhan materi.
Demikian halnya dengan anak yatim yang perlu mendapatkan
perlindungan hak atas harta benda. Islam menjamin dan memberikan
18 Ibid, hlm. 143
28
perlindungan harta benda anak-anak yatim sebagai peninggalan atau
warisan orang tua mereka. Harta benda mereka mendapat perlindungan
dari orang-orang yang mendapat amanah untuk memelihara dan mengasuh
anak-anak itu sejak kecil. Perlindungan ini mencakup antara lain untuk
tidak dapat menyalahgunakan, memakan dan menukar yang baik dengan
yang buruk, menjaga kebutuhan dan keberadaan harta mereka, serta
membantu dan menjaga kerahasiaan penyimpanan harta benda milik
mereka.
Setelah anak-anak yatim itu tumbuh dewasa dan cerdas, barulah
harta benda itu dikembalikan kepada mereka sebagai pemilik yang sah,
dalam keadaan baik dan utuh. Dengan demikian, perlindungan terhadap
harta benda mereka pun selesai.
Sebagaimana dikutip oleh Jalaludin Rahmad, Fazlurrahman
menyatakan, “Diantara Major themes of Al-Qur’an adalah membela,
menyelamatkan, membebaskan, melindungi dan memuliakan kelompok
dhu’afa atau mustadl’afin (yang lemah atau dilemahkan) yang menderita
atau yang dibikin menderita.19 Termasuk kelompok mustadl’afin adalah
anak yatim. Hamka menjelaskan, Jika seseorang meninggal dunia dan
meninggalkan anak, maka keluarga yang lain terutama keluarga yang
mati, hanya itu saja yang menguasai harta”.20
Allah berfirman:
19 Jalaludin Rahmad, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1991), hlm. 88 20 HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz IV, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1955), hlm. 225
29
وآتوا اليتامى أموالهم وال تتبدلوا الخبيث بالطيب وال تأكلوا أموالهم إلى الكمووبا كبريا أمكان ح ه2: النساء ( إن(
“Dan berikanlah harta kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, janganlah kamu menukar dengan yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu memakan harta mereka bersama hartamu, sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu adalah dosa besar” (Q.S. an-Nisa: 2).21
Dalam ayat ini, tertuang tentang tata aturan dalam memelihara
anak-anak yatim, termasuk menjaga harta benda mereka sebagaimana
tuntunan dalam agama Islam.22 Sedangkan Hamka menjelaskan “anak
yatim itu patut mendapatkan harta peninggalan ayahnya, karena itu masih
menjadi kewajiban bagi walinya memelihara anak itu sebaik-baiknya dan
memberikan kepadanya secara jujur”.23
Pelihara olehmu para wali atau yang mengurus harta-harta anak
yatim, akan harta-harta anak yatim, jangan kamu pergunakan untuk
kepentinganmu, belanjakanlah hartanya untuk kepentingan mereka
sendiri. Dan serahkanlah harta-harta itu kepada mereka apabila telah
sampai dalam keadaan rasyid.24
املراد باء يتاء االموال اياهم جعلها هلم خاصة وعدم أكل شيئ عنها بالبا طل اى ايها االولياء واالوصياء احفظوا اموال اليتيمى وال تتعرضواهلا بسؤ
21 Sonarjo, Op. Cit, hlm. 114 22 Muhsin, Op. Cit, hlm. 69 23 HAMKA, Op. Cit, hlm. 226 24 TM. Hasby As-Shieddieqy, Tafsir An-Nur, (Jakarta: Bulan Bintang, 1969), hlm. 180
30
وسلموها من انتسهم منها الرشد فااليتيم ضعيف ال يقدر عى حفظ ماله . والدفاع عنه
“Yang dimaksud memberikan harta kepada anak yatim adalah menjadikan khusus untuk mereka dan tidak boleh amankan sedikitpun dengan secara batil (tidak sah), artinya wahai para wali dan penerima wasiat (harta anak yatim), periharalah harta anak yatim itu. Dan janganlah kamu mempergunakannya dengan cara yang jelek dan serahkanlah harta mereka ketika kamu telah merasa belum kedewasaan telah tumbuh dalam diri mereka (anak yatim) sebab anak yatim adalah orang yang lemah dan tidak mampu memelihara dan mempertahankannya sendiri”.25
Dari uraian di atas jelaslah bahwa memelihara, memberikan harta
kepada anak yatim mereka kewajiban yang harus dilakukan oleh para wali
orang-orang yang amanah dan jujur dalam memelihara dan menjaga harta
benda anak-anak yatim akan berusaha memberikan simpanan itu tetap
dalam keadaan yang baik, utuh dan tidak berkurang sedikitpun nilainya.
Di samping itu mereka akan berusaha untuk tidak memakan, menukar dan
mengembalikan harta itu sebelum anak-anak yatim berusia baligh
(dewasa) dan mampu mentasarufkan harta itu dengan baik. Apabila si
yatim dalam keadaan safih (bodoh), maka si wali wajib menjaga harta
tersebut agar tidak habis di tangan si yatim sambil menguji terus menerus
hingga ia pandai memanfaatkannya. Hal ini dikarenakan mesti
ditinggalkannya harta benda. Namun tanpa adanya bimbingan dan
pengawasan dari wali, mereka akan mengalami kesulitan dalam mencapai
masa depan.
25 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz I, (Beirut : Dar al Kutub al Ilmiah,
tth), hlm. 148
31
Al-Qur’an menjelaskan tentang anak-anak yatim dalam berbagai
kaitan antara lain dengan agama, keimanan, harta warisan, perampasan
perang dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa persoalan anak yatim
dalam Al-Qur’an bukan semata-mata masalah sosial dan kemanusiaan,
tapi juga berhubungan dengan persoalan keagamaan dan keimanan yang
berpengaruh kelak di alam akherat. Oleh karena itu masalah anak yatim
dalam Islam termasuk hal yang sangat penting sehingga memerlukan
perhatian dan penanganan yang serius dari orang-orang yang memiliki
kepedulian dan kecukupan. Allah memerintahkan orang-orang yang
beriman dan bertakwa agar memperhatikan, memelihara, membantu,
menolong dan melindungi anak yatim dengan cara-cara yang telah
ditetapkan-Nya.
1. Perintah Memperhatikan Anak Yatim
- Berbuat baik kepada anak yatim
... )36 : النساء (. ..وبالوالدين إحسانا وبذي القربى واليتامى
“…dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak, karib-kerabat dan anak-anak yatim…” (an-Nisaa’:36)
- Memuliakan anak yatim
تيمون اليكرمل لا ت17 :الفجر(كلا ب (
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim.” (al-Fajr: 17)
- Mengurus mereka secara patut dan adil
ريخ مله الحى قل إصامتن اليع كألونسي220 :البقرة (و (
32
“…dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang anak yatim, katakanlah, mengurus urusan mereka (anak yatim) secara patut adalah baik…” (al-Baqarah: 220)
) 127 :النساء ... (وموا لليتامى بالقسط وأن تق ...
“…dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak yatim secara adil…” (an-Nisaa’: 127)
- Bergaul dengan mereka sebagai saudara
... كمانوفإخ مالطوهخإن ت220 :البقرة ( . ..و ( “…dan jika kamu menggauli mereka maka mereka adalah saudaramu…” (al-Baqarah: 220)
- Memberi harta dan makanan kepada mereka
) 177 :البقرة . ..(ي القربى واليتامى وآتى المال على حبه ذو ... “…dan berikan harta yang dicintai kepada kerabatnya, anak-anak yatim…” (al-Baqarah: 177)
) 8:األنسان ... ( ويطعمون الطعام على حبه مسكينا ويتيما وأسريا ...
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.” (al-Insaan: 8)
- Memperbaiki rumah mereka
... هفأقام نقضأن ي ريدارا يا جدا فيهدج77: الكهف ... ( فو (
“…kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh maka khaidir menegakkan dinding itu…” (al-Kahfi: 77)
33
- Melindungi harta mereka
) 82: الكهف ( ... حاوكان تحته كرت لهما وكان أبوهما صال …
“…dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh….” (al-Kahfi: 82)
2. Hak-hak Anak Yatim
- Harta peninggalan orang tua
… وا عهدفأش مالهوأم همإلي متفعكفى فإذا دو همسيبا ليبالله ح…
) 6: النساء( “…kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka (anak yatim) maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas persaksian itu)” (an-Nisaa’: 6)
- Harta warisan orang lain
هنم مقوهزفار اكنيسالمى وامتاليى وبلوا القرة أومالقس رضإذا حو ) 8: النساء (وقولوا لهم قوال معروفا
“Dan apabila suatu pembagian (waris) itu hadir kerabat anak yatim dan orang-orang miskin maka berilah mereka (dari harta waris) itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka ucapan yang baik.” (an-Nisaa’: 8)
- Ghanimah
واعلموا أنما غنمتم من شيء فأن لله خمسه وللرسول ولذي القربى )41: األنفال . .. (ليتامى وا
“Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang kamu dapat sebagai rampasan perang (ghanimah) maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, kerabat Rasul dan anak-anak yatim…” (al-Anfal: 41)
34
- Fa’i
هل القرى فلله وللرسول ولذي القربى ما أفاء الله على رسوله من أ ) 7: احلشر. .. (واليتامى
“Apa saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah Rasul dan anak-anak Yatim…” (al-Hasyr: 7)
3. Perbuatan yang Dilarangan Terhadap Anak Yatim
- Bertindak sewenang-wenang
رقهفلا ت تيما الي9: الضحى (فأم ( “Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang (zalim).” (adh-Dhuhaa: 9)
- Menukar harta mereka
ليتامى أموالهم وال تتبدلوا الخبيث بالطيب وال تأكلوا أموالهم وآتوا ا الكمو2: النساء ... (إلى أم(
“Janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu ...” (an-Nisaa’: 2)
- Mendekati harta mereka
نسأح تيم إال بالتي هيال اليوا مبقرال ت34: االسرأ ... (و ( “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat…” (al-Israa’: 34)
- Ingkar janji
) 34: االسرأ ( عهد إن العهد كان مسؤوال وأوفوا بال ...
35
“…penuhilah janji itu; sesungguhnya janji itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” (al-Israa’: 34)
- Memakan harta mereka
وال تأكلوها إسرافا وبدارا أن يكبروا ومن كان غنيا ... ففعتس6: النساء .. . (فلي(
“…dan janganlah kamu makan harta anak-anak yatim lebih dari batas kepatutan. Barang siapa (diantara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu)…” (an-Nisaa’: 6)
- Mencampurkan harta anak yatim dengan harta sendiri
... الكموإلى أم مالهوأكلوا أمال ت2: النساء. .. (و ( “…dan janganlah kamu makan harta mereka (anak yatim) bersama hartamu...” (an-Nisaa’: 2)
- Menghardik
2-1: املاعون (ذلك الذي يدع اليتيم ف.أرأيت الذي يكذب بالدين (
“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim.” (al-Maa’uun: 1-2)
- Menyerahkan harta mereka sebelum dewasa
ل اللهعالتي ج الكمواء أمفهوا الستؤال تاما وقي 5: النساء ... ( لكم (
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang (anak-anak yatim) yang belum sempurna akalnya (dewasa) harta (mereka yang berada dalam kekuasaanmu), yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan…” (an-Nisaa’: 5)
36
4. Hal-hal Yang Diperbolehkan
- Memakan harta mereka secara patut
) 6: النساء ... (ومن كان فقريا فليأكل بالمعروف ... “…dan barang siapa yang miskin, maka boleh ia memakan harta itu menurut yang patut…” (an-Nisaa’: 6)
- Memanfaatkan harta mereka untuk keperluan pengasuh
: األنعام .. . (وال تقربوا مال اليتيم إال بالتي هي أحسن حتى يبلغ 152(
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga ia dewasa…” (al-An’aam: 152)
- Mengelola harta anak yatim
ويستفتونك في النساء قل الله يفتيكم فيهن وما يتلى عليكم في الكتاب في يتامى النساء الالتي ال تؤتونهن ما كتب لهن وترغبون أن
دان وأن تقوموا لليتامى بالقسط وما تنكحوهن والمستضعفني من الول )127: النساء (تفعلوا من خير فإن الله كان به عليما
“Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Qur'an (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya.” (an-Nisaa’: 127)
- Menguji
كاحوا النلغإذا ب ىتى حامتلوا اليتاب6: النساء . .. (و(
37
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur sampai kawin…” (an-Nisaa’: 6)
3. Bentuk-bentuk Pengelolaan Yatim Piatu
Memelihara, membina dan mendidik anak yatim bisa dilakukan
dengan berbagai cara. Tetapi diperlukan yang memungkinkan mereka
untuk tumbuh dan berkembang secara baik, layak dan wajar, baik fisik,
mental maupun sosial.
Anak terlantar senasib dengan anak yatim. Anak semacam ini
lebih berhak disebut sebagai ibnu sabil, yang Islam memerintahkan kita
untuk menyantuninya.
وأشار بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئا (أنا وكافل اليتيم في الجنة هكذا “Aku dan penyantun anak yatim di surga seperti ini.” Beliau memberi isyarat dengan jari tengah dan telunjuknya sambil menggerak-gerakkannya.26
Cara yang diterapkan dapat dipelajari dari teladan Rasulullah
SAW dan sejarah perkembangan umat Islam sesudahnya dari zaman ke
zaman, termasuk di Indonesia. Islam memberikan tuntunan tentang cara
mengasuh dan mendidik anak-anak yatim dalam bentuk-bentuk
pengelolaan yatim piatu sebagai berikut:
26 Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, (Solo: Era Intermedia, Cet. III, 2003), hlm.
319
38
a. Santunan Keluarga
Model pengasuhan dan pendidikan dengan cara melayani
kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan fisik dan mental mereka
dengan cara tetap tinggal bersama ayah atau ibu yang masih hidup
atau saudara-saudara mereka yang terdekat. Mereka tidak tinggal
bersama orang lain yang bukan keluarga apalagi tinggal di panti
asuhan.
)215:البقرة. ... (ما أنفقتم من خير فللوالدين والأقربني واليتامى .... “…Apa saja harta kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim….” (Q.S. al-Baqarah: 215).27
Model ini dapat membantu mengupayakan dan mendidik
mentalitas anak-anak yatim karena tempat hidup hakiki sang anak
tidak lain adalah di rumahnya sendiri. Dia akan kesulitan memperoleh
kebahagiaan bersama keluarganya yang lain. Dengan hidup
dirumahnya sendiri, anak yatim akan merasa aman, tenang, terhormat
dan selalu bahagia. Pengaruh positif yang timbul dari interaksi dengan
anggota keluarga di rumah terhadap pertumbuhan jiwa sang anak,
tidak sama ketika berada di tempat lain.
Sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang
tidak dibesarkan dari rumah sendiri atau semasa kanak-kanak hidup
dalam kondisi yang sulit dan penuh derita, cenderung tumbuh menjadi
pelaku tindak kejahatan. Kondisi pertumbuhan akan berlangsung
secara abnormal. Dirinya tidak akan mengenal berbagai masalah
27 Muhsin MK, Op. Cit, hlm. 30
39
kehidupan yang terbilang urgent serta tidak memiliki kedisiplinan
hidup.28
Ketika anak yatim tumbuh dan berkembang dalam kehangatan
dan kasih sayang keluarga, ibu atau bapak, adik, kakak dan saudara
yang lain, maka secara otomatis bisa memecahkan problem “deprivasi
parental”, ditambah lagi adanya kepedulian berupa bantuan yang
bersifat materi dari pihak lain. Memang bantuan yang diberikan
berupa kebutuhan fisik, namun sedikit banyak secara psikis anak-anak
yatim merasa senang karena cukup diperhatikan kebutuhan hidupnya.
b. Asuhan Keluarga
Model ini dilakukan dengan cara menempatkan anak yatim
pada keluarga-keluarga lain yang siap mengasuh dan merawat mereka,
atau bisa dikenal dengan anak angkat.29 Anak yatim yang hidup dalam
asuhan keluarga akan mendapatkan jaminan biaya hidup dan
pendidikan sepenuhnya dari keluarga yang mengasuh dan
merawatnya. Dengan demikian segala kebutuhan-kebutuhan makanan,
minuman, pakaian dan perlengkapan menjadi kewajiban orang yang
mengasuhnya. Apabila anak yatim memiliki harta peninggalan orang
tua, harta itu dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri secara wajar dan tidak berlebihan. Rasulullah SAW bersabda:
28 Ali Qaimi, Single Parent; Peran Ganda Ibu Dalam Mendidik Anak, Terj. MJ. Bafaqih,
(Bogor: Cahaya, 2001), hlm. 13 29 Muhsin MK, Op. Cit, hlm. 31
40
يت ىف املسلمني بوشر, يم حيسن اليه ت املسلمني بيت فيه ي خري بيت ىف فيه يتيم يشاء اليه بيت
“Sebaik-baiknya rumah kaum muslimin adalah rumahnya di dalamnya ada anak yatim yang diperlakukan sebaik-baiknya, dan sejelek-jelek rumah kaum muslim adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang diperlakukan dengan buruk” (H.R. Ibn Mubarok).30
Secara psikologis, kebutuhan jiwa mereka pun cukup
terpenuhi. Karena ada figur orang tua pengganti yang menyayangi dan
memperlakukan mereka dengan baik serta ada yang mengarahkan
pendidikan secara tepat sesuai bakat dan minat mereka.
Namun tidak semua orang bisa menjadi orang tua asuh.
Artinya tidak semua orang mampu dan sanggup memelihara,
mengurus dan mengasuh anak yatim. Sebab mengurus dan mengasuh
memerlukan keikhlasan dan kesabaran yang tinggi. Menghadapi anak
yatim yang agresif tidak semua orang siap dan berani melakukan
tindakan antisipatik dan pengendalian. Salah dalam menangani sikap
dan ulah mereka, bisa berarti pelanggaran terhadap perintah agama
yang sedemikian besar memberikan perhatian kepada anak yatim.
Oleh karena itu, bagi keluarga yang mengasuh anak yatim,
hendaknya memperlakukan mereka seperti anak sendiri. Anggota
keluarga yang lain harus diberi pengertian mengenai pahala dan
anjuran untuk merawat mereka dengan sebaik-baiknya serta
menganggap anak yatim sebagai saudara sendiri. Tidak ada
30 Ibn Majah, Sunah Ibn Majah, Juz II, (Beirut: Darul Fikr, tth), hlm. 1213
41
diskriminasi antara anak yatim dengan anak sendiri, bahkan kalau bisa
harus bersikap seolah-olah berkat keberadaan anak yatim tersebut,
menambah kebahagiaan dan kelancaran rizki. Dengan cara itu, anak
yatim akan merasa kehadirannya tidak merebut kasih sayang atau
merugikan orang lain.
c. Panti Asuhan
Model pengasuhan ini, segala santunan, bantuan, pemeliharaan
dan pendidikan anak yatim dengan menempatkannya dalam sebuah
panti asuhan. Mereka mendapatkan perawatan dan asuhan tanpa
tinggal di rumah keluarga mereka atau orang lain, tetapi tinggal di
asrama atau pesantren (Islam) yang disediakan pengurus panti asuhan.
Di tempat ini mereka tinggal bersama anak yatim lain yang senasib
dan sependeritaan.
Secara umum, panti asuhan mempunyai pola yang diterapkan
dalam melakukan pengasuhan dan perawatan. Pertama, anak yatim
ditempatkan pada rumah-rumah pengasuh bersama keluarganya yang
disediakan panti. Keluarga inilah yang mengurus mereka selama
berada di luar kegiatan panti asuhan dan sekolah. Tiap rumah
ditentukan jumlah santri yang tinggal bersama keluarga pengasuh di
dalam panti asuhan. Kedua, anak yatim ditempatkan dalam satu
asrama secara bersama-sama. Pemisahan asrama dilakukan hanya
berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan.
42
Pada asrama laki-laki dan perempuan ditugaskan seorang atau
beberapa orang pengasuh dan pembina sehari-hari.31
Panti asuhan lebih banyak diterapkan untuk memelihara dan
mendidik anak yatim, sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa
organisasi dan yayasan Islam. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain:
a. Panti asuhan dapat menampung anak yatim jauh lebih banyak dari
pada di lingkungan rumah
b. Kenyataan dan kehidupan sosial-ekonomi dalam masyarakat
masih lemah, sehingga tidak banyak diantara mereka yang mampu
memelihara anak yatim di rumah sendiri.
c. Pendidikan dan pembinaan secara terprogram dan berkelompok
terhadap anak-anak yatim akan lebih mudah dilaksanakan dalam
panti asuhan, karena setiap hari mereka berkumpul di asrama.
d. Para donatur lebih mudah melihat secara langsung anak yatim
yang disantuni dan dibiayai oleh panti asuhan.
e. Daya tampung anak-anak yatim dalam panti bisa dikembangkan
dan diperluas, sehingga bisa menerima anak-anak yang lebih
banyak jumlahnya.32
Secara psikologis, walaupun mereka jauh atau berpisah dengan
sanak keluarga, namun mereka merasa senang tinggal bersama teman-
teman senasib dalam asrama. Mereka dapat mengembangkan
31 Muhsin MK, Op. Cit, hlm. 32 32 Ibid, hlm. 33
43
kreatifitasnya melalui berbagai kegiatan dan fasilitas yang disediakan
panti asuhan. Disamping itu, mereka juga dapat menumbuhkan
kemandirian selama di asrama. Sebab mereka yang sudah harus dapat
mencuci dan menyetrika pakaian, mengatur tempat tidur dan lemari
sendiri, dan lain-lain, tanpa bantuan orang lain.
Jika program pembinaan anak yatim dapat dilakukan seperti
ini, mereka dapat menjadi manusia yang lebih baik, berkualitas dan
berguna dalam keluarga dan masyarakat. Kepedulian semua pihak
akan masa depan mereka dapat membantu mengembangkan segala
potensi karena adanya stimulan yang dapat membantu untuk
mengekspresikan segala keinginan dan cita-cita karena adanya
suasana yang kondusif bagi pertumbuhannya.
B. Pemberdayaan Yatim Piatu
Begitu banyak jenis pekerjaan dan usaha yang ada di dunia ini, dan
akan makin banyak lagi seiring dengan perkembangan zaman. Satu hal yang
kadang-kadang menyesatkan orang adalah jenis, sifat dan cara usaha yang
bagaimana yang sebaiknya dijalankan. Tentunya dengan pertimbangan bahwa
bidang usaha tersebut akan dapat mengantar ke jenjang penghidupan yang
lebih baik tidak melanggar hukum serta tidak melanggar etika yang umum
berlaku di masyarakat.
Sebelum membicarakan masalah usaha, terlebih dahulu kita periksa
usaha-usaha apa saja yang tergolong memiliki masa depan dan yang tidak
44
memiliki masa depan. Usaha yang memiliki masa depan adalah bidang yang
kalau ditekuni dengan sungguh-sungguh, perlahan tapi pasti, akan membuat
pelakunya bisa mencapai kemajuan-kemajuan berarti dan pada akhirnya akan
menjadi figur yang mapan. Sedangkan untuk usaha yang tidak bermasa depan
adalah aktifitas kerja yang umumnya berpenghasilan amat rendah, sehingga
walau ditekuni secara terus menerus tetap tidak mampu mengangkat ke
jenjang kemapanan, seperti narik becak, kuli panggul, kernet angkutan, calo
angkutan umum, tukang pulung dan lain-lain.33
Islam memperhatikan masa depan anak-anak yatim. Mereka
diharapkan mempunyai masa depan yang baik, cerah, dan bahagia.
Sepeninggal orang tua, masa depan mereka mungkin saja mengalami berbagai
hambatan dan rintangan yang besar. Berbagai kebutuhan untuk mencapai
masa depan mereka dengan sendirinya tidak lagi tersedia. Meski ditinggali
harta benda, namun tanpa bimbingan dan pendidikan dari orang tua, mereka
akan mengalami kesulitan dalam mencapai masa depan.
Oleh sebab itulah, Islam menegaskan perlunya pemberian
perlindungan masa depan mereka dengan berbagai bantuan dan pertolongan.
Selain itu perlu juga memberikan nafkah, bantuan harta dan biaya dalam
memenuhi kebutuhan hidup, dan pendidikan mereka dalam meraih masa
depan yang lebih baik.
33 Rusman Hakim, Dengan Wirausaha Menepis Krisis, (Jakarta: PT. Elekx Media
Komputerindo Kelompok Gramedia, 1998), hlm. 159-160
45
Selain itu, adalah kewajiban kita untuk memelihara, mengurus,
membimbing, mendidik dan mengarahkan mereka agar dapat mencapai masa
depan sebagaimana yang diharapkan.34
نسا أحسن كمأحا وينالد من كصيبن نسلا تة والآخر ارالد الله اكا آتغ فيمتابو فسدينالم حبلا ي ض إن اللهفي الأر ادغ الفسبلا تو كإلي 77: القصص ( الله(
“Dan carilah apa yang dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akherat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (al-Qoshos: 77)35
Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979, LN. 1979-32 Tentang
Kesejahteraan Anak, pasal 4 (1) mengemukakan bahwa “Anak yang tidak
mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh Negara atau orang atau
badan”.36
Memberdayakan anak yatim tidak dapat disamakan dengan
memberikan pemberdayaan kepada anaka-anak biasa. Mereka yang tidak
memiliki orang tua cenderung perasa sebagai bentuk kekhawatiran,
kehilangan sandaran dan dukungan moral dari orang tua. Seperti itulah
perbedaannya sehingga kita harus memperlakukannya dengan baik dan halus.
Seiring dengan berkembangnya zaman, maka persoalan-persoalan
yang harus dihadapi dan dijawab oleh panti asuhan semakin kompleks, dan
34 Ibid, hlm. 63 35 A. Suad MZ dan Muhammad Sidiq, Mutiara Al-Qur’an, (Surabaya: Sarana Ilmiah Press,
Cet. I, 1988), hlm. 161 36 Muhammad Joni dan Zulchaina Z. Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam
Perspektif Konvensi Hak Anak, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, Cet. I, 1999), hlm. 194
46
harus kita sadari mulai dari sekarang. Persoalan-persoalan yang dihadapi ini
tercakup juga dalam persoalan-persoalan yang dibawa anak asuhnya
dikehidupan kelak. Untuk itulah sebuah panti asuhan tidak ada jeleknya kalau
harus mengikuti pepatah “buatlah perhitungan sebelum diperhitungkan”.37
Maksudnya adalah panti asuhan tidak seharusnya memikirkan kehidupan anak
asuhnya saat berada di panti asuhan saja, tapi juga harus memikirkan masa
depannya setelah keluar dari panti (dewasa).
Setiap orang mempunyai cara berbeda dalam menangkap perhatian
orang, begitu juga dengan yang memberikan. Pengelolaan yatim piatu model
asuhan keluarga, biasanya mencapai pemberdayaannya tidak jauh berbeda
dengan anak-anak lain yang berorang tua lengkap, tapi untuk anak yatim yang
ada di panti asuhan bisa mempoerolehnya dengan kegiatan-kegiatan yang ada
di panti asuhan, seperti kegiatan kerajinan dan tentunya pendidikan di sekolah.
Panti asuhan memberikan pendidikan dan keterampilan anak
asuhnya adalah untuk kepentingan anak-anak asuhnya sendiri, tapi mereka
tidak menyadarinya, mungkin karena usianya yang masih muda belum tahu
tentang masa depan. Keterampilan (hiasan, menjahit, menbuat makanan, dan
lain-lain) sepintas terlihat seperti menguntungkan panti asuhan, karena semua
keuntungan masuk kas panti asuhan. Tapi setelah dewasa, mereka baru
menyadari, bahwa semua laba yang dihasilkan dari kerajinannya, dia
sendirilah yang merasakannya, berupa pendidikan, konsumsi, tempat tinggal,
dan lain-lain. Pendidikan sendiri merupakan suatu pemberdayaan anak yatim
37 Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren, (Jakarta: Paramadina, Cet. I, 1997), hlm. 88
47
piatu yang tidak terlihat. Biasanya anak-anak yatim piatu menyadarinya
setelah mereka dewasa, bahwa mereka pernah punya pengalaman yang
menghasilkan uang saat berada di panti asuhan, bahkan mereka bisa
mengembangkannya lewat ajaran yang pernah didapat dari ajaran kurikulum
sekolah.