20
11 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit Arti Penting Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit yang menghasilkan minyak sawit merupakan tanaman tropis yang berasal dari Afrika Barat yang tumbuh sebagai tanaman hibrida di berbagai tempat di dunia, termasuk Asia Tenggara dan Amerika Tengah. Walaupun ditanam di luar daerah asalnya, tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dan berkembang dengan baik termasuk di Indonesia. Minyak sawit dengan harga yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan minyak nabati lainnya ini digunakan untuk berbagai keperluan industri seperti industri minyak goreng, industri sabun, kosmetik, lilin, makanan dan untuk bahan baku biodiesel. Negara-negara di Asia Tenggara merupakan penghasil minyak sawit terbesar di dunia termasuk Indonesia. Total produksi minyak sawit dunia meningkat hampir tiga kali lipat selama tiga dasawarsa hingga tahun 2009. Pada tahun 2009/2010, total produksi minyak sawit diperkirakan 45,1 juta ton, dengan Indonesia dan Malaysia mencapai lebih dari 85 persen total dunia. Indonesia dan Malaysia masing-masing memproduksi lebih dari 18 juta ton minyak sawit. Minyak sawit produksi Indonesia terutama diekspor ke India, Cina dan Eropa Barat masing-masing 6,7 juta ton, 6,3 juta ton dan 4,6 juta ton (World Growth 2011). Berdasarkan prospek ekonominya yang besar, industri minyak sawit ini menjadi subsektor yang paling dinamis dan diminati, sehingga perkembanganya menarik banyak perhatian pelaku bisnis. Sejarah kelapa sawit di Indonesia dimulai tahun 1915 ketika turunan kelapa sawit hasil introduksi yang berada di Kebun Raya Bogor ditanam di Sumatera Utara (Lubis 1992). Di daerah tersebut, kelapa sawit kemudian berkembang dan selanjutnya dibudidayakan secara komersial. Sejak dua dekade terakhir terjadi pengembangan areal kelapa sawit yang sangat pesat. Pengembangan kelapa sawit tidak hanya di Sumatera (69%), tetapi meluas sampai di Kalimantan (26%), Sulawesi (3%), Papua (1%), dan Jawa (1%) (Tryfino 2006). Perluasan ini tidak hanya membuka hutan baru tetapi termasuk juga konversi dari beberapa tanaman perkebunan lainnya. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

11

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kelapa Sawit

Arti Penting Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit yang menghasilkan minyak sawit merupakan

tanaman tropis yang berasal dari Afrika Barat yang tumbuh sebagai tanaman

hibrida di berbagai tempat di dunia, termasuk Asia Tenggara dan Amerika Tengah.

Walaupun ditanam di luar daerah asalnya, tanaman kelapa sawit dapat tumbuh

dan berkembang dengan baik termasuk di Indonesia. Minyak sawit dengan harga

yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan minyak nabati lainnya ini

digunakan untuk berbagai keperluan industri seperti industri minyak goreng,

industri sabun, kosmetik, lilin, makanan dan untuk bahan baku biodiesel.

Negara-negara di Asia Tenggara merupakan penghasil minyak sawit

terbesar di dunia termasuk Indonesia. Total produksi minyak sawit dunia

meningkat hampir tiga kali lipat selama tiga dasawarsa hingga tahun 2009. Pada

tahun 2009/2010, total produksi minyak sawit diperkirakan 45,1 juta ton, dengan

Indonesia dan Malaysia mencapai lebih dari 85 persen total dunia. Indonesia dan

Malaysia masing-masing memproduksi lebih dari 18 juta ton minyak sawit.

Minyak sawit produksi Indonesia terutama diekspor ke India, Cina dan Eropa

Barat masing-masing 6,7 juta ton, 6,3 juta ton dan 4,6 juta ton (World Growth

2011). Berdasarkan prospek ekonominya yang besar, industri minyak sawit ini

menjadi subsektor yang paling dinamis dan diminati, sehingga perkembanganya

menarik banyak perhatian pelaku bisnis.

Sejarah kelapa sawit di Indonesia dimulai tahun 1915 ketika turunan

kelapa sawit hasil introduksi yang berada di Kebun Raya Bogor ditanam di

Sumatera Utara (Lubis 1992). Di daerah tersebut, kelapa sawit kemudian

berkembang dan selanjutnya dibudidayakan secara komersial. Sejak dua dekade

terakhir terjadi pengembangan areal kelapa sawit yang sangat pesat.

Pengembangan kelapa sawit tidak hanya di Sumatera (69%), tetapi meluas sampai

di Kalimantan (26%), Sulawesi (3%), Papua (1%), dan Jawa (1%) (Tryfino 2006).

Perluasan ini tidak hanya membuka hutan baru tetapi termasuk juga konversi dari

beberapa tanaman perkebunan lainnya. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

12

merupakan tanaman komoditas perkebunan yang penting di Indonesia sebagai

penghasil minyak nabati beserta beberapa produk turunan lainnya. Komoditas

kelapa sawit, baik berupa bahan mentah maupun hasil olahannya menduduki

peringkat ketiga penyumbang devisa nonmigas terbesar bagi negara setelah karet

dan kopi (Sastrosayono 2003).

Pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi, industri kelapa sawit

merupakan salah satu agroindustri andalan yang menghasilkan devisa bagi negara.

Perkembangan industri kelapa sawit pada dekade terakhir ini berkembang sangat

pesat sehingga menempatkan Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit

terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Setelah tahun 2005, produksi minyak

sawit dunia diharapkan menjadi penyumbang terbesar dalam produksi minyak

sayur dunia menggantikan minyak kedelai. Disamping itu, krisis energi yang

melanda dunia membuat orang berusaha untuk mencari energi alternatif yang

dapat diperbaharui (renewable energy) menggunakan bahan baku minyak sawit

mentah (crude palm oil) yang direaksikan secara kimiawi untuk memenuhi

spesifikasi teknis sebagai bahan bakar nabati (biodiesel). Potensi minyak sawit

sebagai salah satu bahan baku biodiesel menggantikan bahan bakar minyak bumi

atau fosil membuat permintaan akan minyak sawit dunia semakin tinggi.

Faktor Lingkungan Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit merupakan tipikal tanaman tropis yang dapat

tumbuh dengan baik pada ketinggian kurang dari 400 m di atas permukaan laut

(dpl) dengan kemiringan lereng antara 0- 8%. Topografi datar dan berombak

sampai bergelombang. Suhu udara optimum adalah 27oC dengan rentang suhu

22oC - 33oC sepanjang tahun. Rentang curah hujan rata-rata tahunan antara 1250 -

3000 mm/tahun dengan curah hujan yang optimal 1750 - 2500 mm/tahun. Lama

penyinaran matahari rata-rata 5 - 7 jam/hari. Kecepatan angin 5-6 km/jam untuk

membantu proses penyerbukan. Tanah yang baik sebagai media tanam

mengandung banyak lempung, beraerasi baik dan subur. berdrainase baik,

permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam (80 cm), pH tanah 4 - 6,

dan tanah tidak berbatu. Secara umum kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi

baik pada jenis-jenis tanah ultisols, entisols, inceptisols, andisols dan histosols

(Sugiyono et al. 2002).

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

13

Dalam bertanam kelapa sawit, pola tanam dapat monokultur ataupun

tumpangsari. Pada masa tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (0 - 3 tahun),

kanopi dan perakaran tanaman masih relatif belum berkembang. Sebagian besar

lahan tersebut akan terbuka dan memperoleh cahaya matahari secara penuh

sehingga dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman sela dalam pola

tumpangsari. Pola ini memungkinkan pendapatan tambahan bagi petani selama

tanaman kelapa sawit belum berproduksi. Ketika tajuk belum saling menutup,

kelapa sawit dapat ditumpang sari dengan segala jenis tanaman pangan seperti

kedelai atau tanaman buah-buahan seperti nanas. Tetapi jika tajuk telah saling

menutup, hanya tanaman yang naungannya sedikit yang dapat ditanam diantara

barisan tanaman kelapa sawit (PPKS 2007). Tanaman penutup tanah (legume

cover crop) seperti tanaman kacang-kacangan pada areal tanaman kelapa sawit

sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi

tanah, mencegah erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan menekan

pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma). Penanaman tanaman kacang-

kacangan sebaiknya dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai.

Tanah tropis kekurangan unsur hara nitrogen (N), fosfat (P) dan kalium

(K) sehingga ketiga unsur hara tersebut harus ditambah melalui pemupukan

anorganik yang terdiri dari 1,3 kg N; 0,2 kg P dan 1,8 kg K untuk setiap tanaman

selama satu tahun. Kekurangan unsur N, P, K dan Mg menghambat pertumbuhan

kelapa sawit sehingga tanaman menjadi kerdil, sementara kekurangan boron (B)

pada tanaman muda dapat mematikan tanaman. Hara K berperan dalam aktifitas

pembukaan dan penutupan stomata, aktifitas enzim dan sintesa minyak dan

meningkatkan ketahanan terhadap penyakit. Kekurangan K menyebabkan bercak

kuning/transparan, white stripe, daun tua kering dan mati. Kekurangan K

berasosiasi dengan munculnya penyakit seperti Ganoderma (Liang 2008).

Peremajaan kebun kelapa sawit biasanya dilakukan setelah umur tanaman

mencapai 25 tahun (Arifin et al. 2000). Beberapa perkebunan kelapa sawit di

Indonesia telah berumur 3-4 generasi. Pada kondisi tersebut kondisi tanah sudah

kurang mampu mendukung usaha yang efisien karena telah mengalami degradasi

sehingga kandungan unsur hara yang ada pada tanah tidak lagi mencukupi untuk

pertumbuhan kelapa sawit, apalagi jika pemakaian bahan kimia dilakukan secara

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

14

terus menerus pada beberapa generasi tersebut. Pemakaian bahan kimia dalam

bentuk pupuk dan pestisida yang berlebih secara terus menerus juga dapat

menyebabkan punahnya atau tidak berkembangnya biota tanah yang

menguntungkan bagi tanaman. Dengan kondisi tanah yang miskin unsur hara,

tentu tidaklah mudah untuk melaksanakan budidaya kelapa sawit karena

banyaknya masalah yang akan muncul seperti pertumbuhan tanaman yang

terhambat akibat kekurangan hara atau hara terbatas sehingga tanaman tidak dapat

tumbuh dengan baik dan menghasilkan produktivitas yang maksimal. Pada tanah

yang miskin unsur hara akan membuat tanaman kelapa sawit menjadi rentan

terhadap serangan penyakit sehingga tanaman menjadi sakit bahkan mati

(Darmono 2000).

Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit

Kerusakan pada tanaman seringkali tidak hanya disebabkan oleh adanya

serangan hama dan penyakit. Tidak jarang kematian tanaman disebabkan oleh

faktor-faktor lingkungan seperti kelebihan atau kekurangan air, ketinggian yang

ekstrim, pH tanah yang tidak sesuai, suhu yang terlalu ekstrim serta kelebihan

atau kekurangan unsur hara mikro. Tanaman kelapa sawit memiliki perakaran

yang dangkal sehingga mudah mengalami cekaman kekeringan yang dapat

menurunkan pertumbuhan dan produksi. Cekaman kekeringan yang berlangsung

lama dapat menghambat pembukaan pelepah daun muda, daun bagian bawah

cepat mengering, merusak hijau daun, tandan buah mengering dan patah pucuk,

bahkan tanaman mati jika kondisi ekstrim kering terjadi (Caliman & Southworth

1998). Pada fase reproduktif cekaman kekeringan menyebabkan perubahan nisbah

kelamin bunga, bunga dan buah muda gugur, dan tandan buah gagal masak

(Caliman & Southworth, 1998), sehingga menurunkan produksi tandan buah segar

10 % – 40 % dan minyak sawit 21 % – 65 % (Subronto et al. 2000).

Hasil kajian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)

menunjukkan bahwa ketinggian tempat (altitude) berpengaruh terhadap

pertumbuhan vegetatif kelapa sawit, baik pada tanaman menghasilkan (TM)

maupun tanaman belum menghasilkan (TBM). Pada tahap awal, terlihat adanya

perbedaan panjang rachis tanaman pada berbagai ketinggian tempat yang

mengindikasikan adanya kompetisi pemanfaatan radiasi surya. Hasil penelitian

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

15

menunjukkan bahwa rachis pelepah kelapa sawit pada altitude 0 - 250 m dpl (di

atas permukaan laut) nyata lebih panjang dibandingkan dengan rachis pelepah

kelapa sawit pada altitude 251 - 500 m dpl, 501 - 750 m dpl dan 751 - 1000 m dpl.

Untuk kelapa sawit tanaman yang telah menghasilkan (TM), panjang rachis tidak

lagi menunjukkan perbedaan nyata sebagai akibat pertumbuhan tanaman yang

sudah stabil (PPKS 2007).

Kemasaman (pH) tanah mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit. Tanah

mineral masam di daerah tropika yang tidak subur merupakan faktor pembatas

utama terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit. Untuk

menyatakan ketidaksuburan tanah ini umumnya dapat diamati dari adanya

masalah defisiensi unsur hara, terutama fosfat yang disebabkan besarnya jumlah

fosfat yang terfiksasi di permukaan koloid-koloid liat. Diantara beberapa kendala

yang ada pada tanah ultisol, kekahatan P merupakan kendala yang penting dan

utama, Kekahatan P tidak hanya disebabkan oleh kandungan P tanah yang rendah

akan tetapi juga karena sebagian besar P terikat oleh unsur-unsur logam seperti Al

dan Fe sehingga P tidak tersedia di dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman.

Kendala lain yang tidak kalah pentingnya adalah rendahnya kandungan bahan

organik dan muatan-muatan negatif yang rendah pada tanah ultisol. Usaha-usaha

yang dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan P tanah ultisol adalah dengan

cara merubah bentuk P dari bentuk P yang terikat pada fase padat menjadi bentuk

P yang dapat tersedia di dalam tanah dengan cara menaikkan pH tanah,

mineralisasi bahan-bahan organik yang menghasilkan asam-asam organik serta

memanfaatkan mikroba tanah (Amiruddin 2008).

Faktor-faktor abiotik secara tidak langsung juga akan mempengaruhi

kemampuan daya adaptasi tanaman terhadap cekaman biotik patogen. Kondisi

tercekam karena faktor-faktor abiotik seperti cekaman kekeringan, keracunan

logam berat, kemasaman tanah yang tinggi, akan menghambat pertumbuhan

tanaman sehingga tanaman menjadi tidak sehat dan rentan terhadap serangan

penyakit. Pengelolaan faktor-faktor abiotik pada budidaya kelapa sawit perlu

dilakukan agar tanaman memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi pada saat

mengalami cekaman biotik patogen.

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

16

Penyakit Busuk Pangkal Batang pada Kelapa Sawit

Salah satu hambatan utama dalam budidaya kelapa sawit ialah adanya

serangan patogen. Di antara penyakit yang ada pada tanaman kelapa sawit,

penyakit busuk pangkal atang (BPB) yang disebabkan oleh fungi Ganoderma

boninense Pat. merupakan patogen yang paling merugikan (Semangun 1990; Treu

1998). Penyakit BPB saat ini menjadi penyakit yang paling mendapat perhatian

serius pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia (Turner 1981; Darmono 2000).

Pada beberapa kebun kelapa sawit di Indonesia, penyakit ini telah menimbulkan

kematian sampai 80% atau lebih dari seluruh populasi tanaman kelapa sawit,

sehingga mengakibatkan penurunan produksi kelapa sawit per satuan luas

(Susanto et al. 2003).

Dahulu diyakini bahwa G. boninense hanya menyerang tanaman tua, tetapi

pada saat ini G. boninense diketahui menyerang tanaman belum menghasilkan

(TBM) yang berumur 1 tahun. Tingkat kejadian penyakit meningkat sejalan

dengan generasi kebun kelapa sawit. Gejala penyakit akan lebih cepat muncul dan

serangannya lebih berat pada tanaman generasi kedua atau ketiga. Kejadian

penyakit pada tanaman TBM pada generasi satu, dua, tiga dan empat masing-

masing sebesar 0, 4, 7, dan 11%. Sedangkan pada tanaman produktif pada

generasi satu, dua, dan tiga masing-masing sebesar 17, 18, dan 75% (Susanto &

Sudharto 2003). Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit

BPB di lapangan adalah umur tanaman, jenis tanah, status hara dan teknik

replanting (Arifin et al. 2000).

Keparahan penyakit BPB sering terjadi pada daerah pesisir atau pantai.

Khairudin (1990) melaporkan bahwa seri tanah di daerah pesisir atau pantai di

bagian barat Peninsula Malaysia sangat rentan terhadap serangan penyakit BPB.

Tanah-tanah tersebut umumnya merupakan jenis lempung, lempung berpasir

atapun lempung berdebu dengan drainase terbatas dan kapasitas retensi air tinggi.

Akan tetapi, laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit BPB pada

tanaman kelapa sawit lebih banyak terjadi di daerah pedalaman, tanah gambut dan

tanah laterit. Laporan mengenai kejadian penyakit BPB pada jenis-jenis tanah

yang berbeda memerlukan kajian yang lebih mendalam bagaimana jenis tanah

berperan dalam menentukan tingkat kejadian penyakit BPB.

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

17

Status hara tanah mempengaruhi perkembangan penyakit BPB akan tetapi

pengaruhnya lebih terkait dengan sifat fisik, sifat kimia dan biologi dari tanah

tersebut. Di Indonesia, kandungan natrium (Na) yang tinggi dan kandungan

nitrogen (N) yang rendah berkaitan dengan meningkatnya kejadian penyakit BPB

(Akbar et al. 1971). Hasil investigasi terhadap unsur hara makro diketahui bahwa

kandungan nitrogen (N), kalium (K) dan fosfor (P) lebih tinggi pada jaringan

tanaman yang sehat dan sebaliknya kandungan magnesium (Mg) jauh lebih tinggi

di dalam jaringan tanaman yang sakit (Akbar et al. 1971). Perbedaan ini juga

muncul pada unsur mikro, terutama boron (B) dan tembaga (Cu) (Arifin et al.

2000). Pilotti (2005) juga menyatakan bahwa meningkatnya kejadian penyakit

BPB di Papua New Guinea disebabkan cekaman karena jenis tanah, kedalaman

tanah dan rendahnya kandungan hara tanah. Namun demikian tidak ada korelasi

yang jelas apakah penyakit BPB meningkat karena satu faktor atau kombinasi dari

faktor-faktor tersebut.

Sampai saat ini sudah banyak usaha dilakukan untuk mengendalikan

penyakit tersebut yang meliputi pengendalian kultur teknis, mekanis dan kimiawi.

Semua usaha pengendalian tersebut di atas belum memberikan hasil yang

memuaskan dan sampai saat ini penyakit BPB masih menjadi penyakit utama

pada tanaman kelapa sawit (Susanto 2002). Berdasarkan kegagalan pengendalian

yang tidak terpadu tersebut dan sifat Ganoderma yang tertular tanah (soil borne)

(Abadi 1987; Hadiwiyono et al. 1997), maka pengendalian penyakit BPB harus

terpadu antara pemanfaatan tanaman kelapa sawit yang toleran, penggunaan agen

biokontrol superior dan tindakan kultur teknis yang benar. Salah satu alternatif

pencegahan dan pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan pemanfaatan

mikroba yang dapat bersimbiosis dengan akar kelapa sawit, seperti fungi mikoriza

arbuskular (FMA).

Ganoderma boninense Pat Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Batang

Ganoderma boninense termasuk dalam kelompok jamur pendegradasi

lignin (ligninolitik). Jamur ligninolitik umumnya berasal dari kelompok jamur

busuk putih (white rot fungi) yang tergolong basidiomisetes. Oleh karena itu,

jamur ini memiliki aktivitas yang lebih tinggi dalam mendegradasi lignin

dibandingkan dengan kelompok jamur lainnya (Seo & Kirk 2000). Serat batang

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

18

tanaman kelapa sawit memiliki komposisi kimia sebagai berikut (% berat kering,

w/w): selulosa 41.2%, hemiselulosa 34.4%, lignin 17.1%, abu 3.4% dan soluble

etanol 2.3%. Syringaldehyde merupakan komponen fenolik paling dominan yang

menyusun 65.6–68.5% dari total monomer fenolik dalam campuran oksidasi. Hal

ini yang menyebabkan batang tanaman kelapa sawit sulit untuk dibiodegradasi

jika dibandingkan tanaman berkayu lignin lainnya (Schwarze 2007). Oleh karena

dinding sel tanaman kelapa sawit tersusun oleh lignin, selulosa dan hemiselulosa,

maka untuk menyerang tanaman, jamur lignolitik harus mampu mendegradasi

ketiga komponen tersebut dengan enzim lignin peroksidase, selulase dan

hemiselulase. Di samping enzim-enzim tersebut, G. boninense juga menghasilkan

enzim amilase, ekstraseluler oksidase, invertase, koagulase, protease, renetase dan

pektinase (Susanto & Prasetyo 2008).

Untuk dapat menimbulkan penyakit pada kelapa sawit, jamur ini

membutuhkan jumlah inokulum yang cukup besar. Inokulum pada kayu karet

dengan volume 432 cm3 dapat menginfeksi bibit kelapa sawit di polibag setelah 6

bulan inkubasi sementara jumlah inokulum 216 cm3 mampu menginfeksi bibit

kelapa sawit setelah 9 bulan inkubasi di polibag. Munculnya basidiokarp kecil

pada bibit kelapa sawit merupakan tanda bibit telah terinfeksi oleh jamur G.

boninense (Susanto & Prasetyo 2008). Penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB)

merupakan patogen tular tanah (soil borne disease), dimana penyebaran utamanya

terjadi melalui kontak akar di dalam tanah, di samping melalui spora lewat udara

(spore airborne) dan inokulum sekunder dalam tanah. Proses infeksi

dipostulasikan terjadi melalui kontak akar dan peranan basidiopora dalam

penyebaran infeksi G. boninense pada batang atas kelapa sawit. G. boninense

dengan cepat mendegradasi pati, lignin dan selulosa yang kemudian secara

ekstensif mendegradasi dinding sel korteks akar. Infeksi selanjutnya akan

mencapai pangkal batang yang akhirnya akan menyebabkan kematian pada

tanaman kelapa sawit. Analisis ultrastruktur mengungkapkan perkembangan

patogen terjadi melalui perubahan yang sangat cepat: dari dinding sel akar yang

terinfeksi, invasi nekrotrofik pada korteks akar, kolonisasi endophytic intraseluler

yang padat pada batang bawah sampai pada pertumbuhan hifa yang sangat masif

di luar akar yang memuncak pada pembentukan basiodiokarp yang akan

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

19

melepaskan sejumlah besar basidiospora untuk penyebarannya (Arifin et al 2000).

Kejadian penyakit BPB ini pada kelapa sawit sangat tinggi pada area replanting

tanaman kelapa sawit atau pada lahan bekas tanaman kelapa (Arifin et al 1996).

Hal ini diduga karena pada lahan tersebut masih terdapat sisa inokulum

Ganoderma di dalam tanah yang akan menjadi sumber infeksi bagi tanaman

kelapa sawit yang ditanam pada areal tersebut.

Penyakit BPB pada kelapa sawit umumnya diketahui setelah tanaman

kelapa sawit terinfeksi lama. Gejala dini penyakit ini sulit dideteksi karena

perkembangan penyakit ini sangat lambat. Gejala awal penyakit ini sukar terlihat

karena gejala luar tidak sejalan dengan gejala dalam. Gejala akan lebih mudah

dilihat apabila sudah ada gejala lebih lanjut atau sudah membentuk tubuh buah.

Sebagai akibatnya, tindakan pengendalian sudah sulit untuk dilakukan (Turner

1981). Pada tanaman tua, gejala awal terlihat dengan memucatnya warna hijau

pada daun seperti kekurangan air atau unsur hara, mengumpulnya daun pupus

yang tidak membuka pada tajuk, adanya nekrosis pada daun tua dan pada akhirnya

tanaman akan mati dan tumbang. Pada bibit kelapa sawit, gejala awal serangan

jamur G. boninense ini dapat terlihat dengan adanya nekrosis akar pada saat bibit

berumur 9 bulan (Susanto & Prasetyo 2008).

Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)

Pengertian Umum Fungi Mikoriza Arbuskular

Fungi mikoriza arbuskular (FMA) termasuk ke dalam fungi phylum

Glomeromycota, kelas Glomeromycetes dan empat ordo Glomerales,

Diversisporales, Paraglomerales, Archaeosporales dengan 11 famili dan 17

genera (Schüßler & Walker 2010). Fungi Mikoriza Arbuskular membentuk

simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan dengan akar tanaman, di mana

FMA membantu tanaman dalam penyerapan unsur hara dari dalam tanah terutama

P, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman abiotik dan biotik dan

sebaliknya tanaman menyediakan eksudat akar yang dapat digunakan oleh FMA

untuk metabolismenya. Telah diketahui bahwa FMA meningkatkan penyerapan

hara terutama P dari dalam tanah kepada tanaman. Adanya peningkatan

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

20

penyaluran hasil fotosintesis berupa karbon oleh tanaman kepada FMA

meningkatkan penyerapan dan transfer P dari FMA kepada tanaman (Bücking &

Shachar-Hill 2005) dan sebaliknya penyerapan dan transfer P akan turun apabila

transfer hasil fotosintesis dari tanaman kepada FMA juga turun. Kemampuan

FMA menyalurkan P kepada tanaman akan berbeda tergantung kepada jenisnya

(Smith et al. 2003). Beberapa jenis FMA sangat sedikit menyalurkan P kepada

tanaman sementara jenis lain penyalurannya sangat tinggi (Smith et al. 2003).

Peranan FMA dalam Penyerapan Hara

Salah satu manfaat FMA adalah meningkatkan penyerapan unsur hara

terutama fosfor (P) dari tanah. Pada tanah-tanah dengan pH rendah atau masam

seperti tanah di daerah tropis, fosfat akan cenderung terikat dengan logam-logam

di tanah seperti Al, Fe dan membentuk kompleks P yang sangat sulit diserap oleh

tanaman. Pada kondisi tanah seperti itu FMA dapat membantu tanaman menyerap

P yang terikat tadi karena FMA dapat menghasilkan enzim fosfatase yang dapat

mengubah atau mengkatalisis hidrolisis kompleks P yang tidak tersedia menjadi P

yang larut dan tersedia bagi tanaman (Menge 1984). Selain itu, FMA juga dapat

meningkatkan penyerapan P anorganik dengan memperpendek jarak dimana unsur

tersebut akan berdifusi ke dalam akar tanaman melalui jalinan hifa yang intensif

(Nowaki et al. 2010). Manfaat yang paling signifikan dari keberadaan FMA

adalah kemampuan FMA untuk mengakuisisi fosfat (P) dari tanah karena hifa

FMA dapat tumbuh di zona deplesi (daerah pengurasan) P tanaman inang

sehingga dapat mengambil P yang tidak dapat diambil oleh tanaman karena

luasnya daerah eksplorasi tanah oleh hifa. Akan tetapi kontribusi penyerapan P

oleh FMA sangat bervariasi tergantung dari jenis tanaman dan jenis fungi.

Banyak hasil-hasil penelitian yang menyebutkan manfaat inokulasi FMA

terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman termasuk kelapa sawit. Hanafiah

(2001) menyatakan bahwa inokulasi ganda FMA dan bakteri Azospirillum

brasiliense dapat meningkatkan keefektifan pemupukan yang hampir menyamai

dengan pemberian 100% pupuk. Hasil percobaan Lukiwati (1996) menyimpulkan

bahwa inokulasi FMA yang dikombinasikan dengan pemupukan batuan fosfat

mampu meningkatkan produksi dan nilai hara hijauan legum pada tanah steril.

Pada tanaman kelapa sawit, hasil penelitian Blal et al. (1990) menyatakan bahwa

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

21

tanaman kelapa sawit yang diinokulasi dengan FMA menyerap P lebih banyak

dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasi dan merupakan faktor yang

penting bagi optimasi penyerapan unsur P di dalam produksi bibit tanaman kelapa

sawit di daerah tropis. Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskular pada tanaman kelapa

sawit juga diketahui dapat mengurangi penggunaan pupuk fosfat anorganik

sebanyak 50% (Bakhtiar et al. 2002). Hal ini juga dikuatkan oleh hasil penelitian

Widiastuti (2004) yang menyimpulkan bahwa inokulasi FMA pada bibit kelapa

sawit memperbaiki sistem perakaran sehingga kemampuan menyerap hara lebih

baik, meningkatkan pertumbuhan bibit 2,5 kali dan meningkatkan serapan P

sampai 3,6 kali dibandingkan dengan bibit kelapa sawit yang tidak diinokulasi

FMA, serta mengurangi dosis pupuk hingga 75% dari dosis rekomendasi.

Selain membantu penyerapan fosfat (P), FMA juga diketahui dapat

meningkatkan penyerapan nitrogen (N) dari dalam tanah. Beberapa hasil

penelitian menyimpulkan bahwa FMA mempengaruhi secara langsung hara N

tanaman. Tanaman seledri yang diinokulasi FMA lebih mampu menyerap label 15N dari sumber nitrogen organik maupun anorganik yang ditempatkan dekat

sistem akar, dengan tingginya kadar 15N yang muncul dalam pucuk dan akar

tanaman yang diinfeksi FMA dibandingkan kontrol atau tanpa inokulasi FMA

(Ames et al. 1983). Hasil percobaan menggunakan label N isotop yang dilakukan

oleh Govindarajulu et al. (2005) menyimpulkan bahwa penyerapan N anorganik

oleh FMA di luar akar ditranslokasikan dari miselium ekstraradikal ke miselium

intraradikal sebagai arginin. Sejalan dengan mekanisme tersebut, gen yang

berperan dalam asimilasi N terekspresikan di jaringan ekstraradikal, sementara

gen yang berkaitan dengan pemecahan arginin lebih terekspresikan pada miselium

intraradikal. Konsentrasi tinggi senyawa N anorganik menurunkan infeksi FMA

dan penurunan ini lebih besar jika N dalam bentuk NH4+ (ammonium) daripada

dalam bentuk NO3- (nitrat). Oleh karena nitrat merupakan bentuk N yang sangat

mobil dan lebih tersedia di dalam larutan tanah jika dibandingkan dengan bentuk

ammonium, dapat diprediksi bahwa FMA lebih mempengaruhi penyerapan N dan

translokasi jika sumber N dalam bentuk ammonium (Cooper 1984). Hal yang

sama disampaikan oleh Cheng et al. (2008), di mana tanaman anggur yang diberi

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

22

pemupukan yang rendahpun membatasi penyerapan N dari residu tanaman

penutup legum oleh hifa FMA dan akar bermikoriza tanaman anggur.

Penyerapan hara lainnya seperti K, Ca, S, Cu, B dan Zn berimplikasi

terhadap hara yang dibantu oleh FMA akan tetapi hasilnya sangat bervariasi.

Tanaman bermikoriza mengandung jumlah total unsur hara yang lebih tinggi

dibandingkan tanaman yang tidak bermikoriza karena besarnya biomasa, akan

tetapi seringkali konsentrasi hara antara tanaman bermikoriza dan yang tidak

bermikoriza relatif sama berdasarkan berat kering tanaman (Cooper 1984).

Penyerapan hara dipengaruhi oleh kadar P tanah dan infeksi oleh FMA.

Konsentrasi unsur hara dalam tanaman bermikoriza menurun dengan

meningkatkannya jumlah P yang diaplikasikan, sehingga konsentrasi Zn, Cu, K

dan S pun menjadi turun sebagai efek dari aplikasi P yang tinggi (Timmer et al.

1980). Translokasi Zn dari tanah ke tanaman sangat dipengaruhi oleh kadar hara P,

pada kadar P tinggi, tanaman tidak dapat menyerap Zn disebabkan karena supresi

infeksi FMA dan eliminasi translokasi hifa. Unsur Ca terlibat dalam transfer P ke

tanaman inang karena kemampuan Ca dalam menstimulasi aktivitas enzim

fosfatase dan menjaga integritas membran plasma (Strullu et al. 1981).

Peranan FMA terhadap Cekaman Abiotik Kekeringan

Selain meningkatkan penyerapan unsur hara tanaman, FMA juga

mempunyai peranan dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman

kekeringan (Marschner 1995). Setiadi (1989) menyatakan bahwa tanaman yang

bermikoriza memiliki kemampuan menghindari pengaruh langsung dari cekaman

kekeringan dengan cara meningkatkan penyerapan air melalui sistem gabungan

akar dan hifa mikoriza. Hifa FMA masih mampu menyerap air dari pori-pori

tanah pada saat akar tanaman sudah tidak dapat lagi menyerap air. Di samping itu,

pertumbuhan jalinan hifa yang sangat intensif dan luas di dalam tanah dapat

memperluas bidang penyerapan air. Yahya et al. (2000) membuktikan bahwa

efisiensi penggunaan air pada bibit kakao yang diinokulasi FMA mencapai

149,2% jika dibandingkan kontrol (tanap inokulasi FMA). Ini menunjukkan

bahwa bibit kakao yang diinokulasi FMA tidak mengalami cekaman kekeringan

oleh karena adanya hifa eksternal FMA yang masih dapat menyerap air dari pori-

pori tanah. Auge (2001) melaporkan bahwa keberadaan FMA pada tanaman

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

23

meningkatkan resistensi tanaman terhadap cekaman kekeringan dengan cara

mengembangkan strategi penghindaran terhadap kekeringan dengan

mempertahankan potensial air dan dengan strategi peningkatan toleransi terhadap

kekeringan dengan bertahan pada potensial air internal yang rendah. Swasono

(2006) melaporkan bahwa inokulasi FMA meningkatkan adaptasi tanaman

bawang merah terhadap cekaman kekeringan pada tanah pasir pantai dengan cara

memperbaiki pertumbuhan perakaran, meningkatkan serapan air yang

mempengaruhi peningkatkan Kandungan Air Relatif (KAR) daun, efisiensi

serapan air dan hara khususnya P dan N. Di samping itu, Hapsoh et al. (2005)

menyimpulkan bahwa FMA meningkatkan ketahanan tanaman kedelai terhadap

cekaman kekeringan dengan mekanisme pengaturan tekanan osmotik pada

jaringan tanaman dan mekanisme penghindaran dengan menekan kehilangan air

melalui penurunan luas daun. Peranan FMA pada tanaman kedelai tersebut terlihat

dengan meningkatnya bobot biji kering pada genotip Lokon sebesar 76,42%, pada

genotip Sindoro sebesar 36,68% dan pada genotip MLG 3474 sebesar 34,21%.

Hasil penelitian Rahman et al. (2006) menyimpulkan bahwa pada kondisi

cekaman kekeringan (kadar air tanah 50% KL), tanaman legum pakan yang

bersimbiosis dengan FMA mengembangkan mekanisme adaptasi berupa

pengurangan luas daun serta mempertahankan bobot kering akar. Kartika (2006)

melaporkan bahwa inokulasi FMA meningkatkan daya adaptasi bibit kelapa sawit

terhadap cekaman kekeringan. Lebih lanjut Kartika menyatakan bahwa ada dua

mekanisme adaptasi bibit kelapa sawit yang bersimbiosis dengan FMA terhadap

cekaman kekeringan. Pertama melalui mekanisme penghindaran (avoidance)

melalui perbaikan penyerapan hara terutama P, peningkatan kemampuan

penyerapan air melalui perbaikan sistem perakaran, pengurangan luas permukaan

transpirasi, pengaturan penutupan stomata melalui akumulasi kadar asam absisat,

Abcisic Acid (ABA) daun. Kedua melalui mekanisme toleransi (osmoregulasi)

dengan memproduksi senyawa-senyawa osmotikum glisina-betaina dan prolina

daun, serta pengaturan turgor sel melalui akumulasi kadar ABA daun.

Peranan FMA terhadap Cekaman Abiotik Toksisitas Logam Berat

Tanaman yang bersimbiosis dengan FMA diketahui juga dapat

meningkatkan toleransi tanaman terhadap toksisitas logam berat (Marschner

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

24

1995). Pada tanah masam seperti tanah-tanah di daerah tropik umumnya P

terdapat sebagai P-aluminium (P-Al) dan P besi (P-Fe) dengan kadar rendah dan

tidak tersedia bagi tanaman. Hambatan penyerapan hara pada tanah masam

disebabkan oleh adanya pengaruh Al secara langsung pada perkembangan akar

tanaman dan pengaruh tidak langsung terhadap serapan hara (Delhaize & Ryan

1995). Hasil penelitian Karti (2003) menyimpulkan bahwa tanaman rumput

toleran Al yaitu Setaria splendida yang diinokulasi dengan FMA dapat

meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal ini disebabkan karena

terjadi modifikasi kimia oleh tanaman bermikoriza yang mempengaruhi eksudasi

akar berupa asam-asam organik (Smith & Read 2008) dan enzim fosfatase yang

memacu proses mineralisasi P organik (Dodd et al. 1987). Jayachandran et al.

(1992) menjelaskan bahwa pada kondisi kahat P karena toksisitas Al, tanaman

bermikoriza mampu memanfaatkan sumber P yang tidak tersedia melalui

peningkatan laju kelarutan P yang tidak larut dan hidrolisis P yang tidak terlarut

menjadi P yang dapat diserap tanaman. Hasil percobaan Utama & Yahya (2003)

menunjukkan adanya perbedaan tanggap bobot kering akar antar spesies legum

penutup tanah terhadap perlakuan pemberian mikoriza yang ditanam pada tanah

dengan cekaman Al. Perlakuan inokulasi mikoriza pada tanaman legum mampu

mengatasi kekurangan unsur hara P karena struktur hifa internal dan eksternal

mampu meningkatkan penyerapan hara dan air.

Mekanisme lain dari peranan FMA dalam meningkatkan toleransi tanaman

terhadap toksisitas logam berat adalah akumulasi senyawa fenolik di dalam akar,

yaitu senyawa yang mempunyai sifat antimikroba. Seperti yang disimpulkan oleh

Sharda et al. (2008) bahwa akumulasi senyawa fenolik yang tinggi di dalam akar

(percobaan in vitro) dan hanya melepaskan sedikit senyawa tersebut ke dalam

medium merupakan mekanisme toleransi akar bermikoriza terhadap toksisitas

logam berat seperti Pb (plumbum). Simpulan tersebut dikuatkan oleh pernyataan

Jung et al. (2003) bahwa kandungan fenolik yang tinggi di dalam jaringan

tanaman memiliki kecenderungan membentuk senyawa kompleks yang stabil

antara senyawa fenolik (terutama polifenol) dengan logam berat. Senyawa

kompleks tersebut akan membatasi penyerapan logam berat oleh akar tanaman

sehingga mengurangi toksisitas logam berat terhadap tanaman bermikoriza.

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

25

Peranan FMA terhadap Cekaman Biotik Patogen

Secara umum, FMA tidak banyak menyebabkan perubahan morfologi akar

tanaman inang, akan tetapi secara fisiologi terjadi perubahan yang signifikan,

seperti perubahan konsentrasi zat pengatur tumbuh pada jaringan, meningkatnya

aktivitas fotosintesis dan perubahan penyebaran hasil fotosintesis pada akar dan

pucuk (Linderman 1994). Peningkatan penyerapan unsur hara dari tanah

menyebabkan perubahan pada status hara dari jaringan tanaman inang yang pada

akhirnya akan merubah struktur dan aspek biokimia dari sel-sel akar. Perubahan

ini pada akhirnya akan membuat tanaman lebih sehat, dapat bertahan pada

cekaman lingkungan dan memiliki toleransi ataupun tahan terhadap serangan

penyakit tanaman (Linderman 1994). Setiadi (1989) menyatakan bahwa

mekanisme perlindungan tanaman terhadap infeksi patogen akar dimungkinkan

dengan adanya lapisan hifa yang berfungsi sebagai pelindung fisik masuknya

patogen, adanya senyawa antibiotika yang dilepaskan oleh FMA yang dapat

mematikan patogen serta adanya penggunaan semua eksudat akar oleh FMA

sehingga tercipta lingkungan yang tidak sesuai untuk patogen.

Linderman (1994) menyatakan bahwa Interaksi akar tanaman dengan

mikoriza meningkatkan aktivitas enzim kitinase yang efektif menahan serangan

fungi patogen. Enzim kitinase dapat meningkatkan respon tanaman terhadap

infeksi patogen. Enzim ini bekerja sinergis dengan β-1,3-glukanase, yang

memainkan peranan penting dalam respon pertahanan terhadap infeksi fungi

patogen (Boller 1993). Enzim hidrolitik (selulase, pektinase, xyloglukanase) juga

terlibat dalam penetrasi dan perkembangan FMA dalam akar tanaman serta

meningkatkan proteksi terhadap patogen (Garcia Garrido 2000). Pada akar

bermikoriza akumulasi arginina juga meningkat sehingga menghambat sporulasi

dari fungi patogen Thielaviopsis basicola. Sastrahidayat (1995) melaporkan

bahwa inokulasi FMA pada tanaman tomat mampu menekan serangan Fusarium

oxysporum lycopersici penyebab penyakit busuk akar dengan penyelamatan

produksi sebesar 148,26%. Penelitian Morandi et al. (1984) menemukan bahwa

tanaman kedelai (Glycine max L.) dengan mikoriza meningkatkan konsentrasi

fitoaleksin yang menyerupai senyawa isoflavon. Senyawa tersebut diyakini ikut

berperan dalam meningkatkan resistensi tanaman kedelai terhadap serangan fungi

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

26

patogen dan juga nematoda akar. Garcia-Garrido & Ocampo (2002)

mengemukakan bahwa asosiasi FMA dengan tanaman dikontrol oleh gen-gen

yang diekspresikan secara diferensial. Gen untuk pertahanan terhadap patogen

seperti enzim pendegradasi dinding fungi seperti kitinase dan ß1,3 glukanase,

enzim yang terlibat dalam biosintesis fitoaleksin seperti fenilalanin ammonia liase

(PAL), kalkon sintase (CHAL), kalkon isomerase dan protein seperti HRGP yang

bersama-sama dengan ß1,3 glukan akan menguatkan dinding sel tanaman

sehingga tanaman lebih tahan terhadap serangan patogen.

Hasil penelitian Hashim (2004) menyatakan bahwa inokulasi FMA pada

bibit kelapa sawit yang diikuti dengan inokulasi fungi patogen Ganoderma,

mampu memperpanjang masa inkubasi fungi patogen untuk menyebabkan infeksi

ataupun menyebabkan kematian pada bibit. Setelah 9 bulan, semua bibit kelapa

sawit yang tidak diinokulasi mikoriza menunjukkan gejala penyakit oleh fungi

Ganoderma. Sementara itu hanya 20% bibit yang diinokulasi mikoriza

menunjukkan gejala penyakit tersebut dan hanya 10% yang menyebabkan

kematian pada bibit kelapa sawit. Hal ini diduga karena: (1) terjadi kompetisi

antara FMA dengan patogen untuk mengokupasi tanaman dan juga kompetisi

mendapatkan hasil fotosintesis dari tanaman; (2) tanaman yang bermikoriza

secara langsung ataupun tidak langsung akan membuat bibit lebih sehat dengan

kekuatan internal resisten yang lebih tinggi terhadap serangan penyakit; (3)

kerapatan akar yang tinggi dengan adanya mikoriza mengurangi kehilangan akar

akibat infeksi oleh penyakit; (4) Penumpukan Ca yang signifikan pada sel

mikoriza menciptakan penghalang bagi penyakit untuk berkembang di dalam akar

kelapa sawit; (5) Produksi metabolit sekunder yang tinggi oleh akar bermikoriza

dapat menghambat penyebaran patogen di dalam akar kelapa sawit (Hashim,

2004). Akan tetapi mekanisme pasti dari hal tersebut di atas masih belum

diketahui dengan jelas.

Peranan FMA terhadap cekaman biotik patogen G. boninense juga

dilaporkan oleh Sarashimatun & Tey (2009), dimana inokulasi FMA pada bibit

kelapa sawit dapat mencegah infeksi G. boninense 100%. Lebih lanjut mereka

menyatakan bahwa inokulasi FMA pada tanaman menghasilkan (TM) umur 20

tahun yang terserang berat oleh G. boninense di lapangan, aplikasi FMA memang

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

27

tidak dapat mematikan G. boninense akan tetapi dapat memperpanjang umur

produksi dari tanaman kelapa sawit.

Bakteri Endosimbiotik Mikoriza

Pengertian Umum Bakteri Endosimbiotik Mikoriza

Berbagai jenis mikroorganisme termasuk bakteri diketahui hidup di sekitar

mikoriza dan mengambil manfaat dari berbagai jenis senyawa organik yang

dilepaskan oleh tanaman. Mikroorganisme ini termasuk anggota dari kelompok

aerobik dan anaerobik dari bakteri sampai fungi dan protozoa (Garbaye 1991).

Diketahui juga bahwa mikroflora rizosfir memberikan manfaat bagi

perkembangan dan stabilitas mikoriza. Manfaat menguntungkan dari

mikroorganisme ditemukan dalam berbagai kondisi dengan FMA (Paulitz &

Linderman 1989), ektomikoriza (Garbaye & Bowen 1987), helper

mikroorganisme yang umumnya adalah bakteri termasuk beberapa aktinomisetes

(Meyer & LInderman 1986; Paulitz & Linderman 1989).

Banyak bakteri diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman baik

melalui interaksi secara langsung maupun secara tidak langsung dengan akar

tanaman yang digolongkan dalam Plant Growth Promoting Bacteria (PGPB).

Telah diketahui juga bahwa hampir semua akar tanaman dikolonisasi oleh fungi

mikoriza (baik ektomikoriza maupun mikoriza arbuskular) dan kolonisasi

mikoriza ini umumnya juga meningkatkan pertumbuhan tanaman (Artursson et al.

2006). Akan tetapi selama ini manfaat kolonisasi akar, baik oleh bakteri maupun

oleh mikoriza dipelajari secara terpisah, baru akhir-akhir ini pengaruh sinergis

bakteri dan mikoriza mulai jadi perhatian ilmuwan dengan melihat pengaruh

positif dari kombinasi keduanya terhadap tanaman (Artursson et al. 2006). Fungi

Mikoriza Arbuskular (FMA) dan bakteri dapat berinteraksi secara sinergis untuk

menstimulasi pertumbuhan tanaman melalui beberapa mekanisme seperti

meningkatnya ketersediaan hara, menghambat pertumbuhan fungi yang bersifat

patogen bagi tanaman.

Bakteri endosimbiotik mikoriza ditemukan hanya pada sedikit jenis fungi

termasuk kelompok Glomeromycota (FMA dan Geosiphon pyriforme). Bakteri

endosimbiotik mikoriza ditemukan pada beberapa jenis dari kelompok

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

28

Gigasporaceae dan hanya satu jenis dari kelompok tersebut yang tidak

mengandung bakteri tersebut yaitu Gigaspora rosea (Bianciotto et al. 2000).

Penelitian terbaru menemukan kurang lebih 20.000 jumlah bakteri ditemukan per

satu spora Gigaspora margarita (Bianciotto et al. 2004; Jargeat et al. 2004).

Bakteri ini dulunya dikenal sebagai genus Burkholderia berdasarkan sekuensing

gen 16S ribosomal RNA, akan tetapi sekarang digolongkan ke dalam takson baru

yaitu Candidatus Glomeribacter gigasporarum (Bianciatto et al. 2003).

Interaksi Mutualisme FMA dan Bakteri Endosimbiotik Mikoriza

Di daerah rizosfir terjadi interaksi antara mikroorganisme dengan fungi

mikoriza arbuskular (FMA) baik yang bersifat mutualisme maupun yang bersifat

antagonis. FMA telah diduga memainkan peranan penting dalam fasilitasi

kolonisasi bumi oleh tanaman pada periode Ordovician, sehingga muncul

spekulasi bahwa keberadaan bakteri endosimbiotik mikoriza pada FMA juga

memberikan kontribusi terhadap kesuksesan kolonisasi awal dari tanaman

terestrial (Redecker et al. 2000). Efektor bakteri endosimbiotik mikoriza yang

memfasilitasi kolonisasi akar tanaman oleh FMA, kemungkinan merupakan enzim

pendegradasi dinding sel tanaman, yang meningkatkan penetrasi FMA dan

penyebaran FMA di dalam sel korteks akar (Frey-Klett et al. 2007) ataupun untuk

melemahkan respon ketahanan tanaman terhadap penetrasi FMA sehingga tidak

terjadi penolakan oleh tanaman (Lehr et al. 2007).

Lumini et al. (2007) membuktikan baru-baru ini bahwa keberadaan bakteri

endosimbiotik mikoriza sangat memperbaiki pertumbuhan pre-simbiotik dari

FMA, sebagaimana ditunjukkan dengan adanya peningkatan elongasi dan

percabangan hifa setelah perlakuan dengan eksudat akar. Diyakini juga bahwa

bakteri endosimbiotik mikoriza membantu pembentukan simbiosis dengan

menstimulasi perpanjangan hifa, meningkatkan kontak akar dengan fungi dan

kolonisasi serta mengurangi pengaruh kondisi lingkungan yang merugikan

terhadap miselia FMA (Frey-Klett et al. 2007). Sebagai contoh, perkecambahan

spora dan pertumbuhan miselia dipicu oleh keberadaan bakteri endosimbiotik

mikoriza melalui produksi faktor-faktor pertumbuhan, melalui detoksifikasi

senyawa antagonis atau melalui penghambatan kompetitor dan antagonis. Hal

yang sama juga ditemukan oleh Bakhtiar et al. (2010), dimana bakteri

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

29

endosimbiotik mikoriza Bacillus subtilis N43 yang diisolasi dari spora FMA di

daerah rizosfir kelapa sawit memiliki kemampuan mempercepat perkecambahan

spora FMA Gigaspora margarita in vitro.

Di daerah mikorizosfir ditemukan berbagai helper bakteri yang dapat

menghasilkan substrat yang dimanfaatkan oleh FMA, sebagai contoh

perkecambahan spora FMA meningkat dengan adanya bahan yang mudah

menguap yang dihasilkan oleh aktinomisetes (Azcon 1987). Bakteri pengikat

nitrogen (N) di daerah rizosfir juga menguntungkan bagi perkembangan fungi

mikoriza yang menyumbangkan asam amino dan ammonium kepada fungi

mikoriza (Li & Hung 1987). Beberapa mikroorganisme di daerah mikorizosfir

membantu melemahkan akar sehingga memudahkan penetrasi akar oleh Fungi

Mikoriza Arbuskular. Hal ini ditunjukkan oleh hasil Azcon-Aguillar & Barea

(1985) dimana infeksi Trifolium parviflorum oleh FMA distimulasi oleh strain

Pseudomonas sp, yang melepaskan enzim selulolitik dan pektinolitik sehingga

memudahkan FMA untuk melakukan penetrasi dengan memisahkan sel sebelah

luar dari korteks akar. Linderman (2006) menyatakan bahwa populasi bakteri

endosimbiotik mikoriza dapat berubah secara dinamik terhadap waktu dan

dipengaruhi oleh mikroorganisme apa yang ada dalam daerah mikorizosfir

tersebut dan dipengaruhi oleh proses dari pengayaan selektif dari grup fungsional

dari mikroorganisme dari daerah tersebut karena adanya eksudat akar yang

berbeda dari tiap jenis tanaman dan eksudat dari hifa FMA. Lebih lanjut

Linderman (2006) menyimpulkan bahwa fenomena di daerah rizosfir termasuk

peranan spesifik dari beberapa rhizobacteria memainkan peranan bersama dengan

FMA dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dan meningkatkan ketahanan

tanaman terhadap patogen tanah dan FMA memainkan peranan yang sangat

signifikan dalam menurunkan kejadian penyakit di daerah rizosfir tersebut.

Penelitian Bakhtiar et al. (2010) juga menemukan bakteri endosimbiotik mikoriza

Bacillus subtilis ZJ06 yang diisolasi dari spora FMA di rizosfir kelapa sawit

mampu menghambat pertumbuhan patogen Ganoderma boninense in vitro bahkan

daya hambat bakteri tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan fungisida nystatin

yang umum digunakan.

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit · Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ... merusak hijau daun, ... laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit

30

Area mikorizosfir dipengaruhi oleh keberadaan hubungan tripartit bakteri

rizosfir–FMA–akar dengan karakter spesifik, dimana setiap faktor akan

mempengaruhi pertumbuhan dan kesehatan faktor lainnya (Lioussanne 2010).

Jaringan hifa ekstraradikal dari FMA membentuk suatu area yang mendukung

pertumbuhan beberapa bakteri. Di antara Plant growth promoting bacteria (PGPR),

bakteri pelarut fosfat dan penambat nitrogen telah diketahui berinteraksi secara

sinergis dengan FMA, meningkatkan ketersediaan P dan N bagi tanaman,

meningkatkan pertumbuhannya dan kemungkinan juga memiliki kemampuan

untuk melawan patogen yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Lioussanne

2010). Kemampuan PGPR sebagai biokontrol dimungkinkan melalui pelepasan

senyawa beracun bagi patogen, kompetisi untuk ruang dan hara, pengurangan

ketersediaan Fe dan Mn, modifikasi keseimbangan hormon tanaman dan stimulasi

mekanisme ketahanan tanaman (Lioussanne 2010).