Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
TINJAUAN SADD AL-DZARI’AH
TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAPI MENGANDUNG
(STUDI KASUS PASAR SAPI SINGKIL DESA
KARANGGENENG KECAMATAN BOYOLALI
KABUPATEN BOYOLALI)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
SRI NURYANTI
NIM: 33020160013
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2020
ii
iii
iv
v
MOTTO
“Kalau Orang Lain Bisa Kenapa Saya Tidak” “Jangan Pernah Putus Asa dan Jangan Pernah
Lelah Berdo’a Karena Dengan Do’a Mampu Merubah Segalanya”
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini kepada: Ibuku Panut, yang selalu mendo’akan, memberikan semangat,
mendukungku dan kesabaran yang tiada henti-hentinya, yang selalu menemani dalam do’a dalam kondisi apapun, serta kasih sayangnya yang mengalir tiada henti-hentinya di sepanjang masa. Terimakasih
untuk semuanya yang sudah engkau berikan.
Kakak Tercinta Slamet Widodo, Suryadi, dan Wiyanto, yang selalu mendukungku, mencarikan rejeki untuk biaya kuliahku, membantu
serta rela membagi waktunya dengan penuh Kesabaran dan Keikhlasan untuk menggapai keinginanku.
Saya ucapkan terimakasih untuk orang spesialku Ahmad Amir Uddin Salim yang tak kenal lelah mendukung, mendampingi,
dan juga selalu menyemangati dalam setiap langkahku.
Kepada Dosen Fakultas Suari’ah yang telah mendidikku. Terima kasih kepada Bapak Dosen Yahya S. Ag., M.H.I yang sudah
membimbing skripsiku. Teman terbaikku HES 2016 Rosalia, Sandra, dan teman-teman yang lain yang selalu menyemangati, kalian yang memberikan warna dalam
hidupku. Almamater tercinta IAIN Salatiga yang penulis banggakan.
Sahabatku Trima Hastuti dan Ahmad Setyawan, Nurfikah
Rahmawati terimakasih sudah menyemangati, selalu memberi masukan-masukan yang baik, dan selalu menemaniku kemana-mana.
Terimakasih kepada semua orang disekitarku yang selalu mendo’akan,
memberi dukungan, dan menyemangati yang kalian semua berikan yang tidak bisa kusebutkan satu persatu, dan semoga kita semua
sukses serta termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung dan selalu dalam lindungan-Nya. Amin
vii
viii
ix
ABSTRAK
Nuryanti, Sri. 2020. Tinjauan Sadd Al-Dzari’ah Terhadap Praktik Jual Beli Sapi
Mengandung (Studi Kasus Pasar Sapi Singkil Desa Karanggeneng
Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali). Skripsi. Fakultas Syari’ah.
Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Yahya, S. Ag., M.H.I.
Kata kunci: Sadd al-Dzari’ah, Jual Beli, Sapi Mengandung.
Penelitian ini berusaha membahas fenomena yang berkaitan dengan jual
beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil. Fokus penelitian ini yaitu: 1)
Bagaimana praktik jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil? 2) Apa
dampak positif dan negatif yang ditimbulkan pada transaksi jual beli sapi
mengandung di pasar sapi Singkil? 3) Bagaimana praktik jual beli sapi
mengandung di pasar sapi Singkil ditinjau dari sadd al-dzari’ah?
Sedangkan untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti menggunakan
jenis penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan
yuridis normatif. Analisis datanya adalah deskriptif kualitatif yang berupa kata-
kata tertulis atau lisan dan perilaku yang dapat diamati. Data dikumpulkan dan
dianalisis menggunakan teori yang berkaitan dengan sadd al-dzari’ah.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa praktik jual beli sapi
mengandung di Pasar Sapi Singkil terjadi layaknya pada umumnya. Jual beli
sudah memenuhi rukun, akan tetapi syarat dalam sebagian praktik masih ada yang
belum terpenuhi yakni terdapat penjual bertidak sebagai pembeli sekaligus dengan
tujuan mencari keuntungan dan kebanyakan pembeli tidak mengetahui kualitas
sapi mengandung dengan pasti. Jual beli di pasar tersebut menimbulkan beberapa
dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya adalah
kemudahan serta kemurahan harga. Sedangkan dampak negatifnya adalah
kerugian yang dialami oleh sebagian besar pembeli. Ditinjau dari sadd al-
dzari’ah, praktik jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali. Jual
beli tersebut hukumnya diperbolehkan apabila telah memenuhi rukun dan syarat
jual beli dalam Islam. Namun, hukumnya haram jika tidak memenuhi rukun dan
syarat jual beli serta terdapat unsur tadlis. Karena dampak negatifnya lebih besar
daripada kemaslahatannya maka perbuatan itu hendaknya ditutup dan dicegah
untuk sementara guna penertiban dan pengaturan yang sesuai dengan peraturan
sadd al-dzari’ah.
x
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................ i
NOTA PEMBIMBING ....................................................................................... ii
PENGESAHAN ................................................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................ iv
MOTTO .............................................................................................................. v
PERSEMBAHAN .............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
ABSTRAK ......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
D. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 6
E. Penegasan Istilah……………………………………………………………………………….6
F. Telaah Pustaka ....................................................................................... 7
G. Metode Penelitian .............................................................................. 11
H. Sistematika Pembahasan .................................................................... 16
BAB II JUAL BELI DAN SADD AL-DZARI’AH
A. Jual Beli .............................................................................................. 18
B. Sadd Al-Dzari’ah ................................................................................ 30
BAB III PRAKTIK JUAL BELI SAPI MENGANDUNG DI PASAR SAPI
SINGKIL BOYOLALI
A. Gambaran umum pasar sapi Singkil Boyolali .................................... 44
xi
B. Praktik jual beli sapi mengandung di pasar sapi singkil Boyolali ...... 49
C. Maslahah dan mafsadah praktik jual beli sapi mengandung
di pasar sapi Singkil Boyolali……………………………………….54
BAB IV ANALISIS FIQH MUAMALAH DAN SADD AL-DZARI’AH
TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAPI MENGANDUNG DI PASAR SAPI
SINGKIL BOYOLALI
A. Analisis praktik jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil
Boyolali Menurut Hukum Islam ......................................................... 60
B. Analisis maslahah dan mafsadah dalam praktik jual beli sapi
mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali........................................ 71
C. Tinjauan sadd al-dzari’ah terhadap praktik jual beli
sapi mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali ............................... 74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 83
B. Saran ................................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 86
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam kehidupan ini Allah SWT, telah menjadikan manusia saling
membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya, agar mereka dapat
saling tolong menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan yang
berkaitan kepentingan hidup masing-masing, baik dalam hal muamalah jual
beli, sewa menyewa, ataupun usaha yang lain, baik dalam urusan kepentingan
sendiri maupun untuk kemaslahatan umum dan cara yang demikian,
kehidupan masyarakat akan menjadi lebih teratur. Hubungan pertalian antara
yang satu dengan yang lainnya menjadi teguh. Akan tetapi, sifat tamak masih
tetap ada pada diri manusia dan suka mementingkan dirinya sendiri. Agar hak
masing-masing tidak sampai tersia-siakan dan menjaga kemaslahatan umum
supaya pertukaran dalam muamalah jual beli dapat berjalan dengan teratur
dan juga lancar. Jual beli termasuk dalam mata pencaharian kehidupan
dengan sarana tukar menukar harta maka harus dibutuhkan pengetahuan yang
berhubungan dengan hukum-hukumnya.
Oleh sebab itu, agama memberikan peraturan yang benar, karena
dengan adanya aturan tersebut proses muamalah akan berjalan dengan benar.
Bahkan kehidupan manusia dalam bermualah menjadi terjamin pula dengan
sebaik-baiknya sehingga dendam mendendam serta perbantahan tidak akan
terjadi. Kebutuhan manusia atau yang biasa disebut dengan dhoruri
merupakan kebutuhan yang sifatnya tidak mungkin untuk ditinggalkan,
2
sehingga manusia tidak dapat hidup tanpa adanya suatu kegiatan, seperti
halnya dengan bermuamalah jual beli. Jual beli juga merupakan sarana
tolong-menolong antar sesama manusia, sehingga Islam menetapkan
kebolehannya.1
Salah satu bentuk muamalah yaitu jual beli. Dalam Islam, jual beli itu
hukumnya boleh (halal) apabila tidak ada suatu sebab yang melarangnya
sesuai dengan kaidah fiqh yang berhubungan dengan muamalah yaitu:
ََبَحُة َحَّتى َيُدلى لىْيُل َعَلى ََتْرىْيْىَهاالدى اأَلْصُل ِفى اْلُمَعاَماَلتى اإلى
Artinya: “Hukum asal dalam semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Prinsip dasar di dalam muamalah adalah boleh dan maksud dari
kaidah di atas yaitu semua akad atau transaksi dipandang halal (boleh) selama
tidak ada dalil yang melarangnya.2
Jual beli merupakan suatu sarana yang digunakan untuk tolong-
menolong antar sesama manusia, sehingga Islam menetapkan kebolehannya
sebagaimana yang disyari’atkan oleh dalil-dalil Al-Qur’an dan sunnah atau
hadis.3
Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:
الر ىبَوا َوَاَحلى هللاُ اْلبَ ْيَع َوَحرىمَ
1 Sulaiman Rasid, Fiqih Islam, Cet. ke-49 (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), hlm.
275 2 Enang Hidayat, Fiqh Jual Beli, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), hlm. 51 3 Syaifullah M.S, “Etika Jual Beli Dalam Islam,” Jurnal Studia Islamika, Vol. 11:2 (2014)
hlm. 374
3
Artinya: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-
Baqarah (2): 275) 4
Ayat tersebut membahas mengenai kehalalan jual beli dan keharaman
riba. Jual beli dihalalkan karena dalam jual beli terlaksana perputaran
perdagangan sesuai dengan kebutuhan manusia. Sedangkan diharamkannya
riba karena dalam riba terjadi pengambilan hak berupa harta orang lain tanpa
adanya imbalan yang sesuai. Selain itu, riba juga mengandung unsur gharar
yaitu hasilnya didapat karena tidak adanya kejelasan.5
Menurut ulama Madzhab Hanafi, jual beli merupakan tukar menukar
harta dengan harta sesuai cara yang khusus atau mengganti sesuatu yang
disenangi dengan sepadanya dengan cara yang bermanfaat dan khusus.6
Madzhab Syafi’i mendefinisikan jual beli adalah tukar menukar harta dengan
harta untuk memindahkan kepemilikan.7 Sedangkan Madzhab Hambali
mendefinisikan jual beli merupakan tukar menukar harta dengan harta untuk
memindahkan kepemilikan serta menerima kepemilikan.8 Secara umum, jual
beli adalah menukar barang dengan barang atau menukar barang dengan
uang, dengan jalan melepaskan hak kepemilikan dari yang satu kepada yang
lain atas dasar saling merelakan.9 Jual beli dalam Islam harus dilakukan
dengan ketentuan syara’ yaitu harus memenuhi syarat dan rukun jual beli.
4 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Dan Terjemahnya, (Solo: Abyan, 2014), hlm.
47 5 Muhammad Rizqi Romadhon, Jual Beli Online Menurut Madzhab Asy-Syafi’i, (Jawa
Barat: Pustaka Cipasung, 2015), hlm. 5 6M. Pudjihardjo dkk., Fikih Muamalah Ekonomi Syariah, (Malang: UB Press, 2019), hlm.
24 7 Ibid. 8 Ibid. 9 Ahmad Sarwat, Ensiklopedia Fikih Indonesia 7 Muamalat, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2018), hlm. 4
4
Pasar sapi Singkil atau pasar hewan Sunggingan Boyolali
memperjualbelikan berbagai macam hewan diantaranya sapi. Uniknya di
pasar tersebut yaitu pada jual beli sapi mengandung. Praktik jual beli sapi
mengandung di pasar tersebut memiliki masalah yang menarik untuk diteliti,
karena mempunyai kompleksitas masalah yang menuntut penjual dan pembeli
untuk mengetahui keadaannya lebih banyak dan penjual harus memberikan
informasi yang lebih detail kepada pembeli. Di satu sisi pembeli juga harus
pintar-pintar dan lebih teliti dalam memilih sapi mengandung yang akan
dibelinya. Peluang terjadinya kerugian, kekecewaan, ketertipuan, dan
ketidakpuasan pembeli terbuka.
Praktik jual beli sapi mmengandung di pasar Singkil dengan berbagai
macam problemnya sangat menarik untuk diteliti hukumnya dalam Islam
dengan menggunakan pendekatan salah satu dalil yaitu sadd al-dzari’ah.
Sadd al-dzari’ah merupakan sebuah metode yang bersifat preventif dalam
rangka penyumbatan semua jalan yang menuju kepada kerusakan.10 Hal ini
memang merupakan salah satu tujuan hukum Islam yang bertujuan untuk
mewujudkan kemaslahatan dan menghindari kerusakan. Apabila suatu
perbuatan yang belum dilakukan diduga akan menimbulkan kerusakan maka
harus dilarang perbuatan tersebut.
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut dan dibuat dalam bentuk skripsi tentang
“Tinjauan Sadd Al-Dzari’ah Terhadap Praktik Jual Beli Sapi
10 Suwarjin, Ushul Fiqh, Cet. ke-1 (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 169
5
Mengandung (Studi Kasus Pasar Sapi Singkil Desa Karanggeneng
Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali)”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana praktik jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil Desa
Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali?
2. Apa dampak positif (maslahah) dan dampak negatif (mafsadah) yang
timbul dari transaksi jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil Desa
Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali?
3. Bagaimana praktik jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil Desa
Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali ditinjau dari sadd
al-dzari’ah?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari uraian diatas, maka dapat diangkat
tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan praktik jual beli sapi mengandung di pasar
sapi Singkil Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali.
2. Untuk mengetahui dampak positif (maslahah) dan dampak negatif
(mafsadah) yang ditimbulkan pada transaksi jual beli sapi mengandung di
pasar sapi Singkil Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten
Boyolali.
3. Untuk mengetahui praktik jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil
Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali ditinjau dari
sadd al-dzari’ah.
6
D. Kegunaan Penelitian
Agar tulisan ini dapat memberikan hasil yang dapat berguna secara
keseluruhan, maka penelitian ini sekiranya dapat memberikan manfaat
diantaranya sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk memberi sumbangan pemikiran
dalam fiqh Islam khususnya terkait pembahasan jual beli sapi mengandung
ditinjau dari sadd al-dzari’ah.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian mengenai tinjauan sadd al-dzari’ah terhadap praktik jual
beli sapi mengandung bermanfaat sebagai berikut:
a. Hasil yang diperoleh di dalam penelitian ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat luas dalam upaya untuk memahami hukum Islam khususnya
yang berkaitan dengan tinjauan sadd al-dzari’ah terhadap sapi
mengandung di Pasar Sapi Singkil Desa Karanggeneng Kecamatan
Boyolali Kabupaten Boyolali.
b. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya
sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki oleh masing-masing
mahasiswa dan mahasiswi.
E. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi salah pengertian di dalam pemahaman penelitian
ini, maka dipandang perlu menjelaskan beberapa istilah yang berkaitan
dengan judul penelitian ini yaitu:
7
1. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat atau sesudah
menyelidiki, mempelajari.11
2. Sadd al-dzari’ah adalah menutup jalan yang membawa kepada kebinasaan
atau kejahatan.12
3. Jual beli adalah suatu kegiatan pertukaran harta dengan harta dengan dasar
harus saling merelakan.13
4. Sapi mengandung merupakan objek dalam praktik jual beli.
F. Telaah Pustaka
Dalam telaah pustaka ini penulis mengetahui bahwa tinjauan sadd al-
dzari’ah terhadap jual beli sapi mengandung belum ada yang membahas,
tetapi penulis menemukan beberapa skripsi yang pembahasan materinya
hampir sama dengan tinjauan sadd al-dzari’ah terhadap jual beli sapi
mengandung. Pustaka-pustaka yang dijadikan telaah penulisan ini adalah:
Skripsi Muhammad Afipudin Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah IAIN Ponorogo tahun 2019 yang berjudul “Tinjauan Sadd
Al-Dhari’ah Terhadap Praktik Jual Beli Herbal Dan Rempah Di UD.
Purnama Wirausaha Desa Gondang Legi Tosanan Kecamatan Kauman
Kabupaten Ponorogo”. Skripsi ini membahas tentang kualitas bahan baku
dan pemotongan harga dalam jual beli herbal dan rempah-rempah oleh
pedagang di UD. Purnama Wirausaha Gondang Legi Tonatan Ponorogo.
11“Kamus Besar Bahasa Indonesia,” https://www.kamusbesar.com/tinjauan, akses 9 Juli
2020. 12Nurhayati dkk., Fiqh Dan Ushul Fiqh, Cet. Ke-1 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018),
hlm. 41 13Abdul Rahman Ghazaly dkk., Fiqh Muamalat, Cet. Ke-1 (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.
67
https://www.kamusbesar.com/tinjauan
8
Rempah-rempah yang dijual oleh tengkulak terdapat dua macam yaitu
rempah-rempah yang memiliki kualitas baik dan yang buruk. Dimana
tengkulak menjadikan kualitas rempah-rempah menjadi buruk, karena mereka
mencampurkan rempah-rempah yang berkualitas buruk terhadap rempah-
rempah yang berkualitas baik. Harga rempah-rempah berbeda tergantung
kualitasnya. Rempah-rempah berkualitas baik dihargai lebih tinggi dan yang
berkualitas buruk akan lebih rendah. Jual beli yang demikian ini termasuk ke
dalam jual beli yang dilarang, karena tengkulak melakukan kecurangan.
Sehingga dilihat dari sadd al-dhari’ah perbuatan tersebut dilarang sebab
motif dari tengkulak yang menjual barang mereka telah mengarah kepada
kemafsadatan.
Dalam penentuan harga yang dilakukan oleh pihak UD. Purnama
Wirausaha adalah dengan melihat terlebih dahulu mengenai kualitas barang
(rempah-rempah). Dalam pembelian rempah-rempah sering ditemukan
kecurangan yang dilakukan oleh tengkulak, yaitu ada tengkulak yang
mencampur rempah-rempah yang berkulaitas baik dengan yang berkualitas
rendah. Kemudian dilakukan penyortiran dan akhirnya menemukan adanya
pencampuran rempah-rempah yang baik dan yang tidak baik.setelah itu maka
tengkulak melakukan pemotongan timbangan.14 Dari kesimpulan tersebut
jelaslah skripsi yang akan saya buat berbeda dengan skripsi Muhammad
14 Muhammad Afipudin, “Tinjauan Sadd Al-Dhari’ah Terhadap Praktik Jual Beli Herbal
Dan Rempah-Rempah Di UD. Purnama Wirausaha Desa Gondang Legi Tosanan Kecamatan
Kauman Kabupaten Ponorogo”, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah IAIN
Ponorogo, 2019.
9
Afipudin. Skripsi ini pembahasannya lebih mengarah ke kualitas dan
pemotongan harga.
Skripsi Khilyatul Afidah Jurusan Muamalah Fakultas Syari’ah Institut
Agama Islam Negeri Ponorogo tahun 2018 yang berjudul “Analisis Sadd Al-
Dhari’ah Terhadap Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol Kota
Madiun Berdasarkan Perda Kota Madiun Nomor 8 Tahun 2017”. Skripsi ini
berisi tentang pandangan elit pemerintah kota madiun. Kesimpulan dari
skripsi tersebut adalah bahwa dengan diberlakukannya perda tersebut, maka
peredaran minuman yang mengandung alkohol di Kota Madiun semakin
berkurang sehingga kemafsadatan yang disebabkan minuman beralkohol
tertutup dengan adanya peraturan kota yang berkonsep sadd al-dhari’ah.
Akan tetapi tidak semua masyarakat Kota Madiun setuju dikarenakan
menurut mereka seolah-olah perda tersebut melegalkan peredaran minuman
beralkohol secara bebas. Apabila dianalisis dari latar belakang
pembentukannya sudah memenuhi konsep sadd al-dhari’ah yaitu
menghindari dampak buruk akibat mengkonsumsi minuman beralkohol.15
Perbedaan dengan skripsi yang saya buat yaitu bahwa skripsi
Khilyatul Afidah membahas mengenai pengendalian minuman yang
beralkohol oleh perda dengan konsep sadd al-dhari’ah dengan mengkaji
khusus terhadap pandangan elit politik Kota Madiun.
Skripsi Nur Fadlan Jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syari’ah
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tahun 2017 yang
15 Khilyatul Afidah, “Analisis Sadd Al-Dhari’ah Terhadap Pengendalian Peredaran
Minuman Beralkohol Kota Madiun Berdasarkan Perda Kota Madiun Nomor 8 Tahun 2017”
Jurusan Muamalah Fakultas Syari’ah IAIN Ponorogo, 2018.
10
berjudul “Kebebasan Jual Beli Alat Kontrasepsi Secara Online Perspektif
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012, Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008, Dan Sadd Adz-Dzari’ah”. Skripsi ini membahas mengenai
model jual beli alat kontrasepsi secara online dan tinjauan Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik (PP-PSTE), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU-ITE) dan sadd al-dhari’ah
terhadap model kebebasan jual beli alat kontrasepsi secara online. Maka dapat
diambil kesimpulan dari skripsi Nur Fadlan adalah PP-PSTE dan UU-ITE
belum mengatur secara detail mengenai penjualan alat kontrasepsi secara
inline. Sedangkan di dalam tinjauan sadd al-dhari’ah jual beli alat
kontrasepsi secara online ketika menimbulkan hal-hal yang terlarang maka
jual beli tersebut harus dilarang atau diberi hukum haram.16
Skripsi Nur Fadlan berbeda dengan skripsi yang akan saya buat.
Skripsi ini lebih mengarah terhadap tinjauan Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik,
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, dan Peraturan Islam dari segi Ushul Fiqh.
16 Nur Fadlan, “Kebebasan Jual Beli Alat Kontrasepsi Secara Online Perspektif Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, Dan Sadd Adz-
Dzari’ah” Jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syari’ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,
2017.
11
G. Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah penelitian lapangan (field research) yakni peneliti melakukan
penelitian secara langsung di lapangan dengan melakukan pendekatan
kepada narasumber.17 Dengan menggunakan metode penelitian ini, maka
pelaksanaan penelitian akan menjadi lebih terarah, sebab metode
penelitian ini memiliki maksud untuk memberikan kemudahan dan
kejelasan tentang apa dan bagaimana peneliti melakukan penelitian.
2. Pendekatan
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan penulis adalah
pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan
bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep,
asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan
kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskripsi
yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku yang dapat diamati.18
3. Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode
deskriptif, artinya penelitian yang memberikan gambaran mengenai objek
tertentu dan menjelaskan suatu fenomena dengan cara membuat deskripsi,
17 Kris H. Timotius, Pengantar Metodologi Penelitian Pendekatan Manajemen
Pengetahuan untuk Perkembangan Pengetahuan, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2017), hlm. 13 18 Abidin Al-Danata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2000), hlm 212
12
melukiskan secara sistematis, faktual, dan akurat mengensi fakta-fakta
terhadap fenomena yang diselidiki.19
4. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data di
lapangan dengan menggunakan alat penelitian yang aktif dalam
mengumpulkan data di lapangan. Selain itu terdapat juga alat yang
digunakan untuk pengumpulan data bisa berupa dokumen-dokumen yang
menunjang keabsahan hasil penelitian, serta ada juga alat-alat bantu yang
lain yang dapat mendukung terlaksananya penelitian seperti alat perekam
dan kamera.
5. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat penelitian ini akan dilakukan.
Dalam melakukan penelitian yang berjudul Tinjauan Sadd Al-Dzari’ah
Terhadap Jual Beli Sapi Mengandung (Studi Kasus Pasar Sapi Singkil
Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali), penulis
melakukan penelitian secara langsung di pasar sapi Singkil Boyolali.
6. Sumber Data
Sumber data adalah asal dari mana data penelitian tersebut
diperoleh. Dalam penelitian ini terdapat dua jenis sumber data yaitu
sebagai berikut:
19 Tarjo, Metode Penelitian, Cet. Ke-1 (Yogyakarta: Deepublish, 2019), hlm. 28
13
a. Data Primer
Data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung di
lapangan penelitian melalui observasi dan wawancara atau kuesioner.20
Seperti hasil wawancara dengan narasumber atau informan, dan atau
langsung ikut berperan dalam masalah yang diteliti. Jadi sumber data
primer yang diperoleh dari penelitian ini adalah wawancara langsung
kepada penjual maupun pembeli yang ada di pasar sapi Singkil
Boyolali.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari tangan kedua
berupa bacaan atau hasil penelitian sebelumnya seperti artikel ilmiah,
arsip, laporan, buku, dan majalah. Jadi sumber data lain yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu dengan telaah pustaka seperti buku, jurnal,
dan penelitian sebelumnya yang meneliti hasil serupa.21
7. Teknik Pengumpulan Data
Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data
penelitian ini antara lain sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah suatu teknik atau cara mengumpulkan data
dengan pengamatan secara langsung ke objek penelitian dalam rangka
untuk melihat dari dekat kegiatan apa saja yang dilakukan tempat
20 Muharto dkk., Metode Penelitian Sistem Informasi, (Yogyakarta: Deepublish, 2016),
hlm. 82 21 Ibid., hlm. 83
14
tersebut.22 Dalam penelitian ini penulis secara langsung terjun di
lapangan yakni untuk mengetahui proses transaksi jual beli sapi
mengandung yang dilakukan di pasar sapi Singkil Boyolali. Dan dalam
penelitian ini penulis menggunakan observasi non partisipan, dimana
penulis tidak terlibat dalam jual beli tetapi hanya menjadi pengamat.
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara berhadapan langsung dengan yang diwawancarai
atau narasumbernya.23 Dengan menggunakan metode ini dapat
diperoleh data yang jelas dan kongkrit tentang jual beli yang dilakukan
oleh penjual dam pembeli. Dalam penelitian ini penulis akan melakukan
wawancara dengan pelaku jual beli di pasar sapi Singkil Boyolali.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan dari sebuah peristiwa yang
sudah berlalu. Dokumentasi dapat berbentuk teks tertulis, artefacts,
gambar, atau karya-karya dari seseorang. Dokumen yang berbentuk
tulisan dapat berupa seperti biografi, karya tulis, cerita, dan sejarah
kehidupan. Dokumen yang berbentuk artefacts misalnya perkakas dan
senjata. Sedangkan dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto,
sketsa, gambar hidup atau bioskop, dan lain-lain.24 Dalam penelitian ini,
penulis akan mengambil data yang berkaitan dengan transaksi jual beli
22 Sudaryono, Metode Penelitian Pendidikan, Cet. Ke-1 (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 87 23 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, Cet. Ke-7 (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 138 24 Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, & Penelitian Gabungan, Cet. Ke-
4 (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 391
15
dan juga sapi mengandung apa saja yang dijual di pasar sapi Singkil
Boyolali.
8. Analisis Data
Analisis data merupakan sebuah proses sistematis pencarian serta
pengaturan transkip wawancara, observasi, dokumen, catatan lapangan,
foto dan lainnya dalam rangka untuk meningkatkan pemahaman peneliti
mengenai data yang sudah dikumpulkan.25 Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif, yaitu suatu metode untuk mendapatkan gambaran
tentang jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali.
Kemudian penulis memberikan analisis mengenai teori teori sadd al-
dzari’ah lalu dipadukan dengan keadaan yang sebenarnya dan terjadi di
pasar sapi Singkil Boyolali.
9. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam suatu penelitian, validitas data sangat diperlukan dalam
menentukan hasil akhir di dalam suatu penelitian guna memperoleh data
yang valid maka harus diperlukan sebuah teknik untuk memeriksa
keabsahan data. Dalam penelitian penulis menggunakan pengecekan
keabsahan data dengan menggunakan salah satu teknik yaitu teknik
triangulasi. Teknik triangulasi merupakan sebuah teknik pengecekan
keabsahan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu,
yang bersumber dari perbandingan data hasil observasi atau pengamatan
25 Ibid., hlm. 400
16
dengan data hasil wawancara dan membandingkan hasil wawancara
dengan isi dari suatu dokumen yang berkaitan.26
10. Tahap-Tahap Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Peneliti melakukan survei pada salah satu tempat yang akan
digunakan untuk melakukan transaksi jual beli sapi mengandung di
pasar sapi Singkil Boyolali.
b. Membuat proposal penelitian.
c. Melakukan penelitian di salah satu tempat yang akan digunakan untuk
melakukan transaksi jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil
Boyolali.
d. Melakukan wawancara dengan penjual dan juga pembeli.
e. Menyusun hasil laporan penelitian tersebut.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pemahaman yang akan dibahas, penulis akan
menulis sekilas gambaran umum tentang sistematika penulisan dalam skripsi
ini dengan menggunakan sistem sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan. Di dalam bab ini penulis akan
membahas mengenai sub bab antara lain latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, telaah
pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
26 Deny Nofriansyah, Penelitian Kualitatif Analisis Kinerja Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat Kelurahan, Cet. Ke-1 (Yogyakarta: Deepublish, 2018), hlm. 12
17
Bab kedua adalah landasan teori. Bab ini membahas tentang teori jual
beli yang menyangkut definisi jual beli, dasar hukum jual beli, rukun dan
syarat jual beli, sifat jual beli, macam-macam tadlis, bentuk-bentuk jual beli
yang dilarang. Teori sadd al-dzari’ah mencakup definisi, rukun, dasar
hukum, kaidah fiqh, macam-macam al-dzari’ah, ketentuan dalam sadd al-
dzari’ah, dan kehujjahan sadd al-dzari’ah.
Bab ketiga adalah hasil penelitian: Membahas mengenai praktik jual
beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali yang meliputi gambaran
umum pasar, praktik jual beli sapi mengandung, dan maslahah serta
mafsadah pada praktik jual beli sapi mengandung.
Bab keempat adalah analisis. Membahas mengenai analisis fiqh
muamalah dan sadd al-dzari’ah terhadap praktik jual beli sapi mengandung
di pasar sapi Singkil Boyolali yang meliputi analisis praktik jual beli sapi
mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali menurut hukum Islam, analisis
maslahah dan mafsadah dalam praktik jual beli sapi mengandung di pasar
sapi Singkil Boyolali, tinjauan sadd al-dzari’ah terhadap praktik jual beli sapi
mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali
Bab kelima adalah penutup. Pada bab ini meliputi kesimpulan dan
saran mengenai persoalan yang telah dijabarkan pada sub bab sebelumnya.
18
BAB II
JUAL BELI DAN SADD AL-DZARI’AH
A. Jual Beli
1. Definisi Jual Beli
Secara bahasa, jual beli berasal dari bahasa Arab al-bai’, al-tijarah,
al-mubadalah yang artinya mengambil, memberikan sesuatu atau barter.27
Bai’ dilihat dari segi tashrif berasal dari kata ba’ahu berarti dia
menjualnya, dan mashdarnya bai’ dan mabi’an. Ism maf’ul-nya mabyu’
atau mabi’ berarti sesuatu yang dijual. Al-biya’ah yang artinya komoditi.
Ibta’tuhu artinya aku menawarkan untuk menjualnya. Ibta’ahu yang
artinya aku membelinya.28
Menurut etimologis yang dimaksud dengan jual beli (bai’) adalah
mengambil sesuatu dan juga memberi sesuatu walaupun dalam bentuk
sewa (‘ariyah) dan penitipan (wadi’ah).29 Sedangkan menurut
terminologis, jual beli adalah menukar barang dengan barang atau barang
dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada
yang lain atas dasar saling merelakan.30
Menurut Ibnu Qadamah sebagaimana dikutip oleh Ismail Nawawi,
mendefinisikan jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk
27 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Cet. Ke-1 (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012), hlm. 75 28 Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dkk., Ensiklopedi Fiqih Muamalah Dalam
Pandangan 4 Madzhab, Cet. Ke-4 (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2017), hlm. 1 29 Ibid. 30 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Cet. Ke-9(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 67
19
menjadikan miliknya.31 Sedangkan Nawawi, menyatakan bahwa jual beli
merupakan pemilikan harta benda secara tukar menukar yang sesuai
ketentuan syari’ah. Sedangkan Ulama Hanafiyah mendefinisikan bahwa
jual beli adalah kegiatan tukar menukar harta dengan harta melalui suatu
sistem yang menggunakan cara tertentu. Definisi ini mengandung sebuah
pengertian bahwa yang dimaksud cara tertentu oleh Ulama Hanafiyah
menggunakan ungkapan (sighah ijab qabul).32 Definisi lain diungkapkan
oleh Jumhur Ulama bahwa jual beli adalah saling menukar harta dengan
harta dalam bentuk pemindahan kepemilikan. Terdapat penekanan milik
dan kepemelikan karena tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus
dimiliki, seperti halnya yang terjadi pada sewa menyewa atau ijarah.33
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami dan disimpulkan
bahwa inti jual beli yaitu suatu perjanjian tukar menukar benda ataupun
barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak,
yang satu menerima benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan
perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.
Maksud dari sesuai ketetapam hukum adalah memenuhi semua
persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan jual beli
31 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Cet. Ke-1(Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012), hlm. 75 32 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Cet. Ke-1(Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012), hlm. 75 33 Harun, Fiqh Muamalah, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017), hlm 66
20
sehingga apabila syarat dan rukunnya tidak terpenuhi itu artinya tidak
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syara’.34
2. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli hukumnya diperbolehkan yaitu berdasarkan Al-Qur’an, As-
sunnah, ijma’ (konsensus), dan qiyas (analogi).
a. Dalil dalam Al-Qur’an
Allah Swt berfirman:
َوَاَحلى هللاُ اْلبَ ْيَع َوَحرىَم ار ىَبو
Artinya:“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” (Q.S Al-Baqarah (2):275)35
b. Dalil dari As-Sunnah
ْلْىَيارى َما َلَْ يَ تَ َفرىقَا اْلبَ ي ىَعانى َبى
Artinya:“Penjual dan pembeli berhak memilih (antara meneruskan
atau membatalkan) selama keduanya belum berpisah.”(HR.
Bukhari Muslim)36
c. Dalil dari Ijma’
Menurut Ibn Qudamah Rahimahullah sebagaimana dikutip oleh
Abdullah Bin Muhammad Ath-Thayyar dkk, menyatakan bahwa kaum
muslimin telah sepakat mengenai diperbolehkannya jual beli (bai’)
dikarenakan mengandung hikmah yang mendasar, yaitu bahwasanya
34 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Cet. Ke-9(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 68 35 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Dan Terjemahnya, (Solo: Abyan, 2014), hlm.
47 36 Abdullah Alu Bassam, Fikih Hadits Bukhari-Muslim (Solo: Ummul Qura Belajar Islam
Dari Sumbernya, 2013), hlm. 692, hadits nomor 250. Hadits ini sangat masyhur di telinga Kaum
Muslimin dunia sebagai keshahihan suatu hadits, diriwayatkan Bukhari Muslim.
21
setiap orang pasti memiliki ketergantungan terhadap sesuatu yang telah
dimiliki oleh orang lain. Padahal, orang lain tidak akan pernah
memberikan sesuatu yang orang itu butuhkan tanpa adanya kompensasi.
Maka dengan disyari’atkannya jual beli (bai’) setiap orang bisa
memenuhi kebutuhannya dan juga meraih tujuannya.37
d. Dalil dari Qiyas
Semua syari’at Allah SWT yang berlaku bahwasannya telah
mengandung nilai filosofis atau hikmah dan juga rahasia-rahasia
tertentu yang tidak diragukan lagi oleh siapapun. Jika diperhatikan,
maka akan menemui banyak sekali nilai filosofis di balik pembolehan
bai’. Nilai filosofis tersebut antara lain sebagai media atau sarana bagi
semua umat manusia guna memenuhi kebutuhannya, seperti sandang,
pangan, dan lainnya. Manusia termasuk makhluk sosial, karena tanpa
bantuan orang lain tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Hal tersebut
akan dapat terealisasi atau terwujud yaitu dengan cara tukar menukar
(barter) antara harta dan kebutuhan hidup yang lainnya dengan orang
lain, saling memberi dan menerima antar sesama manusia sehingga
segala kebutuhan dapat terpenuhi.38
3. Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun jual beli terbagi menjadi tiga, antara lain sebagai berikut:
a. Akad ijab dan qabul (sighat).
37 Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dkk., Ensiklopedi Fiqih Muamalah Dalam
Pandangan 4 Madzhab, Cet. Ke-4 (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2017), hlm. 5 38 Ibid.
22
b. Orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli).
c. Objek akad (ma’qud ‘alaih).
Akad adalah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli
belum dikatakan sah sebelum adanya ijab dan qabul dilakukan, karena
melakukan ijab dan qabul akan menunjukkan kerelaan (keridhaan). Pada
dasarnya ijab dan qabul dilakukan dengan cara lisan, tetapi jika tidak
mungkin, misalnya dikarenakan orang yang melakukan jual beli itu bisu
atau yang lainnya, ijab qabul boleh dilakukan dengan surat-menyurat yang
mengandung arti ijab dan qabul.
Adanya kerelaan tidak dapat dilihat sebab kerelaan berhubungan
dengan hati, kerelaan dapat diketahui melalui tanda-tanda lahirnya, tanda
yang jelas menunjukkan kerelaan yaitu ijab dan qabul,
Rasulullah Saw bersabda:
ثْ َنانى إىالى لى هللا عليه وسلمَ َعنى النىبى ى صُ ي هللا عنهَعْن َأِبى ُهَريْ رََة َرضى تَ رَاض َعنْ قَاَل اَلََيََْتىَقنى اى
Artinya:“Dari Abi Hurairah r.a. dari Nabi Saw. bersabda: janganlah dua
orang yang jual beli berpisah, sebelum saling meridhai” (HR. Abu
Daud dan Tirmidzi).39
Berikut ini adalah penjelasan dari rukun jual beli.
a. Rukun Jual Beli
Adapun rukun jual beli, secara umum, terdiri dari tiga rukun
yaitu: aqidain (penjual dan pembeli), ma’qud ‘alaih (barang atau
objeknya), sighah (ijab dan qabul).
39 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Cet. Ke-9(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 70
23
1) Aqidain (Penjual dan Pembeli)
Aqidain merupakan kedua subyek atau pelaku transaksi yang
meliputi penjual dan pembeli. Penjual adalah seorang ataupun
sekelompok orang yang melakukan penjualan benda atau barang
kepada pihak lain atau pembeli baik berbentuk individu maupun
berkelompok. Sedangkan pembeli adalah seorang ataupun
sekelompok orang yang melakukan pembelian benda atau barang
dari benjual baik berbentuk individu maupun kelompok.
2) Ma’qud ‘alaih (Barang atau Objeknya)
Ma’qud ‘alaih adalah obyek dalam transaksi jual beli yang
mencakup barang dagangan dan alat pembayaran.
3) Sighah (Ijab dan Qabul)
Sighah adalah bahasa interaksi antara penjual dan pembeli di
dalam sebuah transaksi, yakni ucapan penyerahan hak milik dari satu
pihak dan ucapan penerimaan di pihak lain baik dari penjual maupun
pembeli.40
b. Syarat Jual Beli
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam transaksi jual
beli, antara lain sebagai berikut:
1) Terkait dengan aqidain (subyek akad)
Persyaratan yang harus dipenuhi bagi orang yang melakukan akad
yaitu:
40 Tim Laskar Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah Diskursus Metodologis Konsep
Interaksi Sosial-Ekonomi, (Jawa Timur: Aghitsna Publisher, 2015), hlm. 4
24
a) Berakal, pelaku jual beli harus yang memiliki akal sehat sehingga
penjual dan pembeli tidak mudah terkecoh. Orang gila dalam jual
beli hukumnya tidak sah.
b) Baligh, anak kecil dalam jual beli hukumnya tidak sah, tetapi
apabila anak yang belum baligh sudah memiliki akal mengerti
tentang tata cara jual beli maka sebagian ulama memperbolehkan
anak tersebut melakukan jual beli.
c) Kehendak sendiri, transaksi jual beli harus dilaksanakan tanpa
adanya paksaan atau tekanan. Jadi transaksi jual beli harus
didasarkan pada prinsip kerelaan atau suka sama suka.
d) Yang melakukan akad yaitu orang yang berbeda, seseorang tidak
dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual
sekaligus sebagai pembeli.
2) Terkait dengan ma’qud ‘alaih (barang atau objeknya)
Persyaratan yang terkait dengan barang yang diperjualbelikan
sebagai berikut:
a) Barang itu ada atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual
menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.
Namun dalam hal ini yang terpenting adalah saat barang itu
diperlukan sudah ada, barang tersebut sudah ada pada tempat
yang telah disepakati Bersama.
b) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Oleh karena
itu, bangkai, khamar, dan barang haram lainnya tidak sah apabila
25
dijadikan objek jual beli, karena benda-benda tersebut dalam
pandangan syara’ tidak bermanfaat untuk manusia.
c) Barang itu suci dan bersih. Maka barang najis tidak sah untuk
diperjualbelikan.
d) Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang
tidak boleh diperjualbelikan.
e) Barang itu boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada
waktu yang disepakati bersama saat transaksi berlangsung.
f) Mengetahui. Barang yang diperjualbelikan dapat diketahui oleh
penjual dan pembeli dengan jelas, baik bentuknya, sifatnya, dan
harganya. Sehingga tidak terjadi kekecewaan diantara kedua
belah pihak.
3) Terkait dengan sighah (ijab dan qabul)
Adapun syarat ijab dan qabul antara lain sebagai berikut:
a) Orang yang mengucapkan ijab dan qabul telah baligh dan berakal.
Orang tersebut sudah mampu berbicara layaknya orang dewasa,
sehingga dalam mengucapkan ijab dan qabul tidak perlu diajarkan
oleh orang lain.
b) Kabul sesuai dengan ijab. Apabila anatara ijab dan qabul tidak
sesuai maka jual beli hukumnya tidak sah.
c) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis. Kedua belah pihak
melakukan jual beli hadir dan membicarakan topik yang sama.
Namun menurut sebagian ulama membolehkan ijab dan qabul
26
diantarai oleh waktu, yang diperkirakan bahwa pihak pembeli
sempat untuk berpikir.41
4. Sifat Jual Beli
Sifat-sifat jual beli ada tiga antara lain sebagai berikut:
a. Jual Beli Shahih
Jual beli yang memenuhi ketentuan syariat. Sesuatu yang
diperjualbelikan hukumnya menjadi milik orang yang melakukan akad.
b. Jual Beli Batal
Jual beli yang tidak memenuhi salah satu rukun atau yang tidak
sesuai dengan syariat, yaitu orang yang melakukan akad bukan ahlinya,
seperti anak kecil yang belum mengetahui hal jual beli dan orang gila.
c. Jual Beli Rusak
Jual beli yang sesuai dengan ketentuan syariat pada asalnya,
tetapi tidak sesuai dengan syariat sifatnya. Seperti jual beli yang
dilakukan oleh seorang mumayyiz tetapi bodoh sehingga menimbulkan
pertentangan.42
5. Macam Tadlis
Adapun macam-macam tadlis sebagai berikut:
a. Tadlis dalam hal kualitas, adalah penipuan dalam transaksi jual beli
yang dilakukan oleh penjual kepada pembeli terhadap mutu atau
kualitas barang yang dijual atau mengatakan barang yang aslinya
41 Abdul Rahman Ghazaly dkk., Fiqh Muamalat, Cet. Ke-1 (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.
70 42Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hlm. 92
27
bermutu buruk akan tetapi dikatakan kepada pembeli barang tersebut
bermutu baik dan berkualitas tinggi.
b. Tadlis dalam hal kuantitas, adalah penipuan yang dilakukan oleh pihak
penjual terhadap jumlah yang akan diterima kepada pihak pembeli atau
penipuan atas jumlah barang yang diterima oleh pembeli tidak sesuai
dengan akad perjanjian dan kuantitas barang jual beli bersifat gharar
(tidak pasti).
c. Tadlis dalam hal harga, adalah penipuan harga jual yang dilakukan
oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini misalnya penjual tidak
memberitahukan secara jujur berapa harga pokok dan keuntungan yang
didapat atas barang tersebut, menjual barang dengan keuntungan yang
berlipat ganda.
d. Tadlis dalam hal waktu penyerahannya, adalah penipuan yang
dilakukan oleh penjual kepada pembeli atas waktu penyerahan barang
yang telah disepakati pada saat di awal akad atau penyerahan barang
tidak sesuai waktu yang disepakati untuk menginformasikan alasan
tertentu kepada pihak pembeli.43
43 M. Tholib Alawi, “Aspek Tadlis Pada Sistem Jual Beli: Analisis Pada Praktik Jual Beli
Pulsa Listrik (Token) Prabayar,” Jurnal Baabu Al-Ilmi Ekonomi Dan Perbankan Syariah, Vol. 2:1
(1 April 2017) hlm. 133
28
6. Bentuk-Bentuk Jual Beli yang dilarang
Jual beli yang dilarang dalam Islam yaitu:
a. Jual beli dengan muhaqallah
Muhaqallah adalah menjual tanam-tanaman yang masih di
lading atau di sawah. Dalam hal ini dilarang oleh agama karena ada
persangkaan riba di dalamnya.
b. Jual beli dengan mukhadharah
Menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen.
Misalnya menjual rambutan yang masih hijau, manga yang masih kecil
dan lain-lain. Hal ini dilarang karena barang tersebut masih samar,
dalam artian mungkin saja buah tersebut jatuh tertiup angin kencang
atau hal yang lainnya sebelum diambil oleh si pembelinya.
c. Jual beli muammassah
Jual beli secara sentuh menyentuh. Misalnya seseorang
menyemtuh sehelai kain dengan tangannya, maka orang yang
menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal ini dilarang sebab
mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi
salah satu pihak.
d. Jual beli munabadzah
Jual beli yang dilakukan dengan cara lempar melempar.
Misalnya seperti perkataan orang:” lemparkan keepadaku apa yang ada
padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padamu. Hal
ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab qabul.
29
e. Jual beli muzabanah
Menjual buah yang basah dengan buah yang kering, seperti
menjual padi kering dengan bayaran padi basah, sedangkan dalam
ukurannya dengan dikilo sehingga akan merugikan pemilik padi kering.
f. Jual beli gharar
Jual beli yang masih samar-samar sehingga ada kemungkinan
terjadi penipuan, misalnya penjualan ikan yang masih di kolam.
Penjualan seperti ini jelas dilarang oleh agama, karena jual beli ini
termasuk penipuan.44
g. Jual beli barang-barang haram dan najis
Seorang muslim tidak diperbolehkan menjual barang haram dan
barang najis, seperti minuman keras, bangkai, babi, berhala, dan anggur
yang akan dijadikan minuman keras.
h. Jual beli dua barang dalam satu akad
Seorang muslim tidak diperbolehkan melangsungkan kegiatan
jual beli yang dilaksanakan dalam satu akad, namun harus
melangsungkan keduanya sendiri-sendiri, sebab di dalamnya terdapat
ketidakjelasan yang akan mengakibatkan orang lain tersakiti.45
i. Jual beli ‘inah
Menjual barang atau benda dengan harga lebih yang dibayarkan
belakangan dalam tempo tertentu untuk dijual kembali oleh orang yang
berhutang dengan harga saat itu yang lebih murah untuk menutup
44 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Cet. Ke-9(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 78 45 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Cet. Ke-1(Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012), hlm. 78
30
hutangnya. Jual beli seperti ini dilarang oleh agama sebab mengandung
riba fadhl yaitu karena adanya kelebihan dari dua harga dan jual beli ini
hanya digunakan sebagai media untuk praktik riba.
j. Jual beli ‘urbun (uang muka)
‘Urbun adalah seseorang membeli barang dagangan dan
membayar sebagian harganya kepada penjual yaitu dengan catatan
apabila orang itu mengambil barang dagangan maka orang tersebut
melunasi harga barang, dan apabila orang itu tidak mengambilnya,
maka barang itu akan menjadi milik penjual. Ulama berpendapat bahwa
jual beli ‘urbun hukumnya haram sebab termasuk memakan harta orang
lain secara batil, mengandung gharar (penipuan), dan mengandung dua
syarat yang rusak, yakni syarat memberi uang muka kepada penjual dan
syarat mengembalikan jual beli jika tidak suka.46
B. Sadd Al-Drari’ah
a. Definisi Sadd Al-Dzari’ah
Kata sadd berarti menutup sesuatu yang cacat atau rusak dan
menimbun lubang. Secara bahasa, dzara’i merupakan jama’ dari
dzari’ah yang berarti jalan menuju sesuatu. Menurut istilah dzari’ah
adalah sesuatu yang membawa pada perbuatan yang dilarang dan
mengandung kemudaratan.47 Dalam Terminologi ushul fiqh, dzari’ah
diartikan sebagai segala sesuatu yang menjadi perantara kepada suatu
46 Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dkk., Ensiklopedi Fiqih Muamalah Dalam
Pandangan 4 Madzhab, Cet. Ke-4 (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2017), hlm. 34 47 Moh. Mufid, Ushul Fiqh Ekonomi Dan Keuangan Kontemporer Dari Teori ke Aplikasi,
Cet. Ke-2 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), hlm. 133
31
tujuan, baik berupa perbuatan taat ataupun maksiat.48 Imam Al-Syathibi
mendefinisilkan dzariah dengan:
َااَلت ى ْصَلَحٌة إىََل َمْفَسَدة ُهَو مَ َوسُُّل ِبى
“Melakukan suatu pekerjaan yang semula mengandung kemaslahatan
untuk menuju kepada suatu kemafsadatan.”
Maksudnya, seseorang yang melakukan suatu pekerjaan yang
pada dasarnya dibolehkan sebab mengandung suatu kemaslahatan,
tetapi tujuan yang akan ia capai berakhir pada suatu kemafsadatan.49
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa sadd al-dzari’ah
adalah perbuatan yang dilakukan seseorang yang sebelumnya
mengandung kemaslahatan, tetapi akan berakhir dengan suatu
kerusakan.50 Dasar diterimanya al-dzari’ah sebagai sumber pokok
dalam hukum Islam adalah tinjauan terhadap akibat suatu perbuatan.
Perbuatan yang menjadi perantara mendapatkan ketetapan hukum sama
dengan perbuatan yang menjadi sasarannya baik akibat perbuatan itu
dikehendaki atau tidak dikehendaki terjadinya. Apabila perbuatan itu
mengarah kepada sesuatu yang diperintahkan, maka ia menjadi
diperintahkan, sebaliknya jika perbuatan itu mengarah kepada
perbuatan buruk, maka ia menjadi terlarang.51
48 Iffatin Nur, Terminologi Ushul Fiqih, Cet. Ke-1 (Yogyakarta: Teras, 2013), hlm. 163 49 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, Cet. Ke-1 (Jakarta: Logos Publishing House, 1996), hlm.
188 50 Moh. Mufid, Ushul Fiqh Ekonomi Dan Keuangan Kontemporer Dari Teori ke Aplikasi,
Cet. Ke-2 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), hlm. 133 51 Mahmud Huda, “Metode Sadd Al-Dhari’ah Menurut Al-Shatibi,” Jurnal Studi Islam,
Vol. 6:1 (2015) hlm. 202
32
Penetapan hukum secara sadd al-dzari’ah bertujuan untuk
memudahkan tercapainya kemaslahatan atau jauhnya kemungkinan
terjadinya kerusakan, atau melindungi diri agar terhindar kemungkinan
dari perbuatan maksiat. Dalam hal ini sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan hukum atas mukallaf, yakni untuk mencapai kemaslahatan
dan menjauhkan diri dari kerusakan.52 Guna mencapai tujuan ini syariat
telah menetapkan perintah dan larangan. Dalam memenuhi dan
menghentikan larangan tersebut, ada yang dapat dikerjakan secara
langsung dan ada juga yang tidak dapat dilaksanakan secara langsung,
jadi diperlukan adanya hal yang harus dikerjakan sebelumnya.53
Menurut Imam al-Syathibi sebagaimana dikutip oleh Mahmud
Huda, mengemukakan tiga syarat yang harus dipenuhi sehingga suatu
perbuatan itu dilarang antara lain sebagai berikut:
1) Perbuatan yang boleh dilakukan itu membawa kepada kemafsadatan.
2) Kemafsadatan lebih kuat dari kemaslahatan pekerjaan.
3) Dalam melakukan perbuatan yang dibolehkan unsur
kemafsadatannya lebih banyak.54
52 Ahmad Sanusi dkk., Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 90 53 Mahmud Huda, “Metode Sadd Al-Dhari’ah Menurut Al-Shatibi,” Jurnal Studi Islam,
Vol. 6:1 (2015) hlm. 202 54 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, Cet. Ke-1 (Jakarta: Logos Publishing House, 1996), hlm.
189
33
b. Rukun Sadd Al-Drzari’ah
Rukun sadd al-dzari’ah ada tiga, yaitu:
1) Perbuatan yang tidak dilarang dengan sendirinya (sebagai perantara,
washilah, sarana, atau jalan). Dalam hal ini dibagi menjadi tiga
keadaan:
a) Maksud dan tujuan perbuatan itu ialah untuk perbuatan yang
lain, seperti bai’ ajal.
b) Maksud dan tujuan perbuatan itu adalah untuk perbuatan itu
sendiri, seperti mencaci dan mencela sembahan orang lain.
c) Perbuatan itu menjadi asas menjadikannya sebagai perantara
atau washilah, seperti larangan menghentakkan kaki bagi
seorang wanita yang ditakutkan akan menampakkan
perhiasannya yang tersembunyi.
2) Kuatnya tuduhan kepadanya. Inilah yang menjadi penghubung
antara washilah kepada perbuatan yang dilarang, yaitu adanya
tuduhan dan dugaan yang kuat bahwa perbuatan tersebut akan
membawa kepada mafsadah.
3) Kepada perbuatan yang dilarang. Jika perbuatan tersebut tidak
dilarang, atau mubah, maka washilah atau dzari’ah tersebut
hukmnya tidak dilarang.55
55 Hifdhotul Munawaroh, “Sadd Al Dzari’at Dan Aplikasinya Pada Permasalahan Fiqih
Kontemporer,” Jurnal Ijtihad, Vol. 12:1 (Juni 2018) hlm. 66
34
c. Dasar hukum Sadd al-dzari’ah
1) Firman Allah Swt:
َْرُجلىهىنى لىيُ ْعَلَم َما َُيْفىْْيَ مىْن زىيْ َنتىهىنى َيْضرىْبَن َوالَ َبى
Artinya:“Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan”. (Q.S An-
Nur (24):31)56
Wanita menghentakkan gelang kakinya lalu terdengar
gemerincing gelang kakinya lalu terdengar gemerincing gelang
kakinya, tetapi perbuatan itu menarik hati laki-laki lain untuk
mengajaknya berbuat maksiat yaitu zina, sehingga perbuatan itu
dilarang sebagai usaha untuk menutup pintu yang akan menuju ke
arah perbuatan maksiat yaitu zina.57
Dan Firman Allah Swt:
ا هللاَ افَ َيُسب ُّوْ ُدْونى هللاى ْيَن َيْدُعْوَن مىنْ الىذى اَوالََتُسب ُّوْ عىْلم بىَغْيى َعْدو ًۢ
Artinya:“Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka
sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki
Allah dengan melampaui batas dasar pengetahuan”. (Q.S
Al-An’am (6):108)58
Mencaci berhala tidak dilarang oleh Allah Swt, akan tetapi
ayat diatas melarang kaum muslimin menghina dan mencaci berhala,
karena larangan tersebut dapat menutup pintu yang menuju ke arah
56 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Dan Terjemahnya, (Solo: Abyan, 2014), hlm.
353 57 Ahmad Sanusi dkk., Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 91 58 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Dan Terjemahnya, (Solo: Abyan, 2014), hlm.
141
35
tindakan orang musyrik mencaci dan memaki Allah dengan
melampaui batas.59
2) Nabi Muhammad Saw bersabda:
َى هللاى االَ كُ َواىنى ِحى ْيهى َفَمْن َحاَم َحْوَل احْلمىَي يُ ْو شى اَْن يَ َقَع فىْيهى َمَعاصى
Artinya:“Ketahuilah, tanaman Allah adalah (perbuatan) maksiat
yang (dilakukan) keadaannya. Barang siapa menggembalakan
(ternaknya) sekitar tanaman itu, ia akan terjerumus
didalamnya”. (H.R Bukhori Muslim)60
Hadist tersebut menerangkan bahwa melakukan perbuatan
yang dapat mengarah kepada perbuatan maksiat lebih besar
kemungkinannya akan terjerumus melakukan kemaksiatan daripada
kemungkinan untuk menjaga diri dari perbuatan itu. Tindakan yang
tepat untuk menyelamatkannya adalah melarang perbuatan yang
mengarah kepada perbuatan maksiat.61
d. Kaidah Fiqh
Kaidah fiqh yang dapat dijadikan dasar sadd al-dzariah adalah:
دى أَْوََل مىْن َجْلبى اْلَمَصالىحى َدْرءُ اْلَمَفاسى
Artinya:“Menolak keburukan (mafsadah) lebih diutamakan daripada
meraih kebaikan (maslahah)”.62
Maksud dari kaidah fiqh di atas ketika seseorang
membolehkan suatu perbuatan, maka seharusnya ia juga membolehkan
59 Ahmad Sanusi dkk., Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 91 60 Ibid. 61 Ibid., hlm. 92 62 Hifdhotul Munawaroh, “Sadd Al Dzari’at Dan Aplikasinya Pada Permasalahan Fiqih
Kontemporer,” Jurnal Ijtihad, Vol. 12:1 (Juni 2018) hlm. 69
36
semua hal yang akan mengantarkan kepada hal tersebut. Sebaliknya,
apabila seseorang melarang suatu perbuatan, iapun melarang semua hal
yang dapat mengantarkan kepada perbuatan tersebut.63
e. Macam-macam Sadd Al-Dzari’ah
Para ulama ushul fiqh mengelompokkan al-dzari’ah menjadi
dua kategori. Al-dzari’ah dilihat dari segi kualitas mafsadatnya dan al-
dzari’ah dilihat dari segi jenis mafsadat yang ditimbulkan.
1) Al-dzari’ah dilihat dari segi kualitas kemafsadatannya
Menurut Imam Al-Syathibi sebagaimana dikutip oleh Yusida
Fitriati, mengemukakan bahwa dari segi kualitas kemafsadatannya,
al-dzari’ah terbagi kepada empat macam antara lain sebagai berikut:
a) Perbuatan yang dilakukan itu boleh dilakukan, sebab jarang
membawa kepada kemafsadatan. Misalnya, menggali sumur pada
tempat yang biasanya tidak memberi mudarat ataupun menjual
sejenis makanan yang biasanya tidak memberi mudarat kepada
orang yang akan memakan makanan tersebut. Hal ini hukumnya
boleh (mubah), sebab yang dilarang itu apabila telah diduga keras
bahwa perbuatan tersebut mengarah kepada kemafsadatan.
b) Perbuatan yang dilakukan itu membawa kepada kemafsadatan
secara pasti (qath’i). Misalnya, ada seseorang menggali sumur di
depan pintu rumah orang lain pada malam hari dan pemilik
rumahnya tidak mengetahui. Di dalam perbuatan ini bentuk
63 Ibid.
37
kemafsadatannya sudah dapat dipastikan, yakni terjatuhnya
pemilik rumah ke dalam sumur tersebut, dan itu sudah dapat
dipastikan, sebab pemilik rumah tidak mengetahui kalua ada
sumur di depan pintu rumahnya. Hal ini jelas dilarang perbuatan
tersebut dilakukan secara sengaja untuk mencelakakan orang lain.
c) Perbuatan yang dilakukan itu biasanya atau besar
kemungkinannya membawa kepada kemafsadatan. Misalnya,
menjual senjata kepada musuh ataupun menjual anggur kepada
produsen minuman keras. Perbuatan tersebut dilarang, sebab telah
ada dugaan keras (zhann al-ghalib) bahwa perbuatan tersebut
membawa kepada kemafsadatan, jadi dapat dijadikan patokan
dalam menetapkan larangan terhadap perbuatan tersebut.
d) Perbuatan itu pada dasarnya boleh dilakukan sebab mengandung
kemaslahatan, akan tetapi memungkinkan juga perbuatan ini
membawa kepada kemafsadatan. Misalnya, kasus jual beli yang
disebut jual beli tempo (bai’ al-‘ajal). Jual beli seperti ini
cenderung berimplikasi kepada riba. 64
Untuk yang kedua dan ketiga diatas, para ulama telah
sepakat untuk melarangnya sehingga perbuatan tersebut al-dzari’ah
(perlu dicegah atau ditutup (sadd)). Untuk yang pertama para ulama
tidak melarangnya, sedangkan jenis keempat terjadi perbedaan
pendapat di kalangan para ulama.
64 Yusida Fitriati, “Perubahan Sosial Dan Pembaruan Hukum Islam Perspektif Sadd Al-
Dzari’ah,” Jurnal Kajian Syari’ah Dan Masyarakat, Vol. 15:2 (Desember 2015) hlm. 104
38
2) Al-dzari’ah dilihat dari segi jenis kemafsadatan yang ditimbulkannya
Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah sebagaimana dikutip oleh
Yusida Fitriati, al-dzari’ah dilihat dari segi jenis mafsadat yang
ditimbukan terbagi kepada:
a) Perbuatan itu membawa kepada suatu mafsadat, seperti meminum
minuman keras dapat mengakibatkan mabuk dan mabuk
merupakan itu suatu mafsadat.
b) Perbuatan itu pada dasarnya perbuatan yang dibolehkan bahkan
dianjurkan, tetapi dijadikan jalan untuk melakukan suatu
perbuatan yang haram, baik dengan tujuan yang disengaja
maupun tidak. Perbuatan yang memiliki tujuan yang disengaja
misalnya seseorang menikahi wanita yang telah ditalak tiga oleh
suaminya, dengan tujuan supaya suami pertama dapat
menikahinya lagi. Sedangkan perbuatan yang dilakukan tanpa
tujuan sejak semula seperti seseorang yang mencacimaki ibu
bapak orang lain akibatnya orang tuanya sendiri akan dibalas caci
makian.65
Kedua macam al-dzari’ah ini oleh Ibn Qayyim dibagi lagi
kepada:
(1) Perbuatan tersebut maslahat-nya lebih kuat dari mafsadat-
nya.
65 Ibid., hlm. 105
39
(2) Perbuatan tersebut mafsadat-nya lebih besar dari maslahat-
nya.
Adapun akibat dari hukum yang ditimbukan dari kedua
macam al-dzari’ah tersebut, oleh Ibn Qayyim diklasifikasikan
kedalam empat kategori, yakni:
Pertama, Perbuatan yang secara sengaja ditujukan untuk
suatu kemafsadatan maka dilarang (haram) oleh syara’, misalnya
meminum minuman keras (khamr).
Kedua, Perbuatan yang pada dasarnya mubah tetapi
ditujukan untuk melakukan kemafsadatan, maka dilarang (haram)
oleh syara’, misalnya nikah tahlil.
Ketiga, Perbuatan yang pada dasarnya mubah biasanya
(dzan al-ghalib) akan berakibat suatu kemafsadatan maka
dilarang (haram) oleh syara’. Misalnya, menmcaci maki
sesembahan orang musyrik akan berakibat munculnya cacian
yang sama bahkan lebih terhadap Allah SWT.
Keempat, Perbuatan yang pada dasarnya mubah dan
akibat yang ditimbulkan ada mafsadat dan maslahatnya. Dalam
kategori yang keempat ini dilihat dulu, apabila unsur maslahatnya
lebih banyak maka boleh, tetapi bila unsur mafsadatnya lebih
banyak maka dilarang.
Dari uraian di atas nampaknya al-dzari’ah dapat
dipandang dari dua sisi, yaitu:
40
(1) Dari sisi motivasi yang mendorong seseorang melakukan
suatu pekerjaan, baik bertujuan untuk yang halal maupun
yang haram. Seperti, pada nikah al-tahlil, dimana pada
dasarnya nikah dianjurkan oleh agama akan tetapi
memperhatikan motivasi muhallil mengandung tujuan yang
tidak sejalan dengan tujuan serta prinsip-prinsip dasar nikah,
maka nikah seperti ini dilarang.
(2) Dari sisi akibat suatu perbuatan seseorang yang membawa
dampak negatif (mafsadat). Seperti seorang muslim yang
mencaci maki sesembahan orang non muslim. Niatnya
mungkin untuk menunjukkan kebenaran aqidahnya. Akan
tetapi akibat cacian ini bisa membawa dampak yang lebih
buruk lagi. Oleh karenanya perbuatan ini dilarang.66
f. Ketentuan dalam Sadd Al-Dzari’ah
Untuk menetapkan hukum jalan (sarana) yang mengharamkan
kepada tujuan, perlu diperhatikan:
1) Tujuan. Apabila tujuannya dilarang, maka jalannya juga dilarang dan
apabila tujuannya wajib, maka jalannya juga diwajibkan.
2) Niat (motif). Jika niatnya untuk mencapai yang halal, maka hukum
sarananya halal, dan jika niat yang ingin dicapai haram, maka
sarananya juga haram.
66 Ibid., hlm. 106
41
3) Akibat dari suatu perbuatan. Apabila akibat suatu perbuatan
menghasilkan kemaslahatan seperti yang diajarkan syari’ah, maka
wasilah hukumnya boleh dikerjakan, dan sebaliknya jika akibar
perbuatan adalah kerusakan, walaupun tujuannya demi kebaikan
maka hukumnya tidak diperbolehkan.
Dalam hal ini dasar pemikiran hukumnya bagi ulama’ adalah
bahwa setiap perbuatan mengandung dua sisi:
1) Sisi yang mendorong untuk berbuat
2) Sasaran atau tujuan yang menjadi natijah (kesimpulan atau akibat)
dari perbuatan itu. Menurut natijahnya, perbuatan itu ada dua
bentuk yaitu:
a) Natijahnya baik, maka segala sesuatu yang mengarah keadanya
adalah baik dan oleh karenanya dituntut untuk
mengerjakannya.
b) Natijahnya buruk, maka segala sesuatu yang mendorong
kepadanya adalah juga buruk, dan karenanya dilarang.67
g. Kehujjahan Sadd Al-Dzari’ah
Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat ulama terhadap
keberadaan sadd al-dzari’ah yang digunakan sebagai alat atau dalil
dalam penetapan hukum (istinbath) syara’. Pendapat beberapa ulama
tentang kehujjahan sadd al-dzari’ah yaitu:
67 Muaidi, “Saddu Al-Dzari’ah Dalam Hukum Islam,” Jurnal Hukum Ekonomi Syari’ah
Dan Ahwal Syahsiyah, Vol. 1:2 (2016) hlm. 39
42
1) Imam Ibnu Qayyim berpendapat, bahwa penggunaan sadd al-
dzari’ah merupakan suatu hal yang penting karena mencakup
seperempat dari urusan agama, dan dalam sadd al-dzari’ah termasuk
amar (perintah) dan nahi (larangan).68
2) Ulama Syafi’i, Hanafi, dan Syi’ah menerima sadd al-dzari’ah
sebagai dalil dalam masalah-masalah tertentu dan menolaknya dalam
kasus-kasus lain. Sedangkan Imam Asy Syafi membolehkan
seseorang karena udzur, seperti musafir dan sakit, untuk
meninggalkan sholat jum’at dan menggantinya dengan sholat
dzuhur. Tetapi secara tersembunyi dan diam-diam menurutnya
mengerjakan sholat dzuhur tersebut, supaya tidak dituduh dengan
sengaja meninggalkan sholat jum’at.69
3) Imam Malik dan Imam Ahmad Ibnu Hambal yang dikenal sebagai
dua orang imam yang memakai sadd al-dzari’ah. Oleh sebab itu,
kedua imam ini menganggap bahwa sadd al-dzari’ah dapat menjadi
hujjah. Khususnya Imam Malik yang dikenal selalu
mempergunakannya di dalam menetapkan hukum-hukum syara’.
Imam Malik di dalam menggunakan sadd al-dzari’ah sama dengan
menggunakan maslahah mursalah dan urf wal adah. Demikian
dijelaskan oleh Imam Al-Qorafi, salah satu ulama ulum di bidang
ushul dari Madzab Maliki.70
68 Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), hlm. 132 69 Ibid. 70 Ibid
43
4) Ulama Zhahiriyyah tidak mengakui kehujjahan sadd al-dzari’ah
sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara’. Hal ini
sesuai dengan prinsip mereka yang hanya menggunakan Al-Qur’an
dan As-Sunnah (nash) dan tidak menerima campur tangan logika
dalam masalah hukum. Pada umumnya semua ulama menerima
metode sadd al-dzari’ah kecuali ulama Zhahiriyyah. Hanya saja
penerapannya yang berbeda, perbedaan tentang ukurang kualifikasi
sadd al-dzari’ah yang akan menimbulkan kerusakan dan yang
dilarang.71
71 Ibid.
44
BAB III
PRAKTIK JUAL BELI SAPI MENGANDUNG
DI PASAR SAPI SINGKIL BOYOLALI
A. Gambaran Umum Pasar Sapi Singkil Boyolali
Pasar sapi Singkil atau pasar hewan Sunggingan Boyolali dibangun
pada tahun 1992 oleh Pemerintah Kota Boyolali, dan terletak di Dukuh
Randusari 03/05 Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten
Boyolali Provinsi Jawa Tengah. Letak pasar sapi Singkil ini berada di tengah
diantara empat desa, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Dukuh Singkil,
sebelah timur berbatasan dengan perumahan Bumi Singkil Permai 2, sebelah
selatan berbatasan dengan Dukuh Ngargosari, dan sebelah barat berbatasan
dengan Dukuh Tegalmulyo.72 Pasar ini merupakan salah satu pasar tradisional
yang dikelola di bawah Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten
Boyolali. Pasar sapi Singkil Boyolali dibangun di atas lahan seluas 3,2
Hektar.73
Dahulu, pasar hewan ini berada di dalam Kota Boyolali, kemudian
dipindahkan ke Dukuh Randusari Desa Karanggeneng. Perpindahan pasar
hewan ini disebabkan oleh lokasinya yang tidak muat lagi dan lokasinya di
dalam kota menjadikan pembuangan limbahnya sulit. Hal tersebut akhirnya
menjadi pertimbangan Pemerintah Boyolali untuk memindahkan pasar hewan
tersebut ke tempat yang lebih luas.74
72 Wawancara dengan Bapak SUP kepala Desa Karanggeneng 6 Agustus 2020. 73 Wawancara dengan Bapak BAY staf pasar hewan Sunggingan Boyolali 9 Agustus 2020. 74 Wawancara dengan Bapak SAP staf pasar hewan Sunggingan Boyolali 9 Agustus 2020
45
Pasar sapi Singkil Boyolali merupakan salah satu pasar yang dibangun
untuk menampung pedagang hewan yaitu sapi terutama sapi mengandung.
Sebagian besar pedagang yang menempati pasar sapi Singkil atau pasar
hewan Sunggingan Boyolali ini merupakan para pedagang sapi dalam partai
besar yang biasa disebut dengan juragan. Kota Boyolali memberikan
perhatian yang lebih kepada para pedagang maka upaya penataan dan
pemberian lahan yang lebih luas terus dilakukan.
Pasar sapi Singkil Boyolali menjadi pasar khusus hewan sapi terutama
sapi mengandung terbesar di Kota Boyolali. Pedagang yang berjualan tidak
hanya warga Boyolali saja, tetapi banyak pengunjung yang berdatangan dari
luar Kota Boyolali seperti Klaten, Solo, Sragen, Wonogiri, Ambarawa,
Salatiga, Semarang, dan wilayah luar Kecamatan Boyolali Kota. Karena
hewan sapi mengandung yang dijual jumlahnya sangat banyak dan berbagai
macam sapi, maka pembeli harus pandai memilih dan bisa mendapatkan sapi
mengandung yang memiliki kualitas bagus. Pasar ini buka hanya setiap
pasaran Pahing berdasarkan penanggalan kalender Jawa, mulai pukul 07.00
sampai pukul 19.00 WIB. Pada pasaran Pahing pasar ini ramai pengunjung.75
Dari berbagai ragam dagangan sapi mengandung yang ditawarkan
sesuai dengan kelompoknya dikarenakan ada beberapa bagian dagangan sapi
mengandung. Tujuan adanya pengelompokan ini agar para pembeli lebih
mudah mencari sapi mengandung yang dibutuhkan karena tempat di pasar
sapi Singkil Boyolali ini disusun berdasarkan klasifikasi jenis dagangan. Ada
75 Ibid.
46
7 blok pembagian yang diperuntukkan bagi para pedagang pasar sesuai
dengan jenis sapi mengandung dagangan yang secara khusus menjual
berbagai macam sapi mengandung atau yang sering disebut penjalan hewan
besar yang diklasifikasikan sesuai dengan kelompok sapi mengandung yang
dijual. Beberapa kelompok sapi mengandung tersebut seperti blok khusus
hewan besar yakni menjual sapi mengandung encik, brenggala, metal,
brahma, lemousin, dan masih banyak lagi yang lainnya. Setiap kelompok
ditulis pada papan petunjuk yang yang digunakan sebagai pemandu bagi
pembeli yang akan memilih sapi mengandung.76
1. Kantor Pengelola Pasar
Pasar sapi Singkil atau pasar hewan Sunggingan Boyolali
merupakan salah satu pasar yang dikelola oleh Dinas Perdagangan Dan
Perindustrian (Disdagperin) yakni sebuah unit yang bekerja di lingkungan
Pemerintah Kota Boyolali serta mempunyai tugas untuk
menyelenggarakan semua urusan yang berkaitan dengan pemerintah di
bidang pengelolaan pasar yang tidak mempunyai visi dan misi, karena
pasar sapi Singkil Boyolali sudah langsung dikelola oleh Disdagperin.77
Pasar sapi Singkil Boyolali memiliki kantor sendiri yang dipimpin
oleh seorang kepala atau yang biasa disebut dengan lurah pasar. Kantor
tersebut merupakan bawahan dari Dinas Perdagangan Dan Perindustrian
(Disdagperin) untuk menangani semua masalah yang terjadi di pasar sapi
Singkil atau pasar hewan Sunggingan Boyolali. Dalam melaksanakan
76 Wawancara dengan SRS kepala pasar hewan Sunggingan Boyolali 9 Agustus 2002. 77 Ibid.
47
tugasnya, kepala pasar sapi Singkil dibantu oleh para staff. Berikut
merupakan struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
pasar sapi Singkil atau pasar hewan Boyolali yang disusun oleh kepala
pasar.
STRUKTUR ORGANISASI
UPTD PASAR HEWAN SUNGGINGAN BOYOLALI
Sumber: Kantor lurah pasar sapi Singkil atau pasar hewan Sunggingan
Boyolali Struktur Organisasi UPTD Pasar Hewan Sunggingan Boyolali
STAF
SAPTO HADI. D.
IMAM KADHOFI
STAF
SARYONO
STAF
STAF
SRI NUGROHO
STAF
KEPALA
SUROSO
STAF
TUKIMAN
WIYONO
BAYU GUNANTO
STAF
STAF
MURSIDI
48
2. Jenis Pedagang Pasar Sapi Singkil Boyolali
Pedagang yang berjualan di pasar sapi Singkil atau pasar hewan
Sunggingan Boyolali termasuk jenis pedagang dasaran atau pedagang
bebas yang berasal dari berbagai daerah tidak dari Boyolali saja seperti
Salatiga, Semarang, Wonogiri, Ambarawa, Solo, Sukoharjo, dan Sragen.
Mereka menjajakan sapi mengandung di plataran pasar. Di pasar sapi
Singkil Boyolali, terdapat pedagang yang berdasarkan jenis dagangannya
yang meliputi pedagang sapi lokal atau encik, sapi brenggala, sapi metal,
sapi brahma, dan sapi lemousin.78
Terdapat 5 blok pembagian di pasar sapi Singkil Boyolali untuk
penjualan berbagai macam sapi mengandung. Para pedagang sapi
mengandung tidak diatur oleh petugas pasar, tetapi mereka menempati
diantara blok tersebut sesuai dengan kedatangannya atau yang biasa
disebut dengan “disik-disikan”. Pedagang menjual sapi mengandung
dagangannya mulai pukul 07.00 sampai dengan 19.00 WIB. Kebanyakan
pedagang bertindak sebagai penjual dan pembeli dalam waktu yang
bersamaan. Biasanya, para pedagang yang datang langsung membawa sapi
mengandung dagangannya menuju blok yang berada di pelataran pasar.79
3. Jenis Sapi Mengandung yang Dijual di Pasar Sapi Singkil Boyolali
Pedagang di pasar sapi Singkil atau pasar hewan Sunggingan
Boyolali memperjualkan berbagai macam sapi mengandung. Sapi
78 Observasi tempat berdagang penjual sapi mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali 9
Agustus 2020. 79 Ibid.
49
mengandung yang mereka jual sangatlah bermacam-macam, dan rata-rata
adalah sapi mengandung milik mereka sendiri. Di bawah ini merupakan
jenis sapi mengandung yang dijual di pasar sapi Singkil Boyolali.80
Adapun jenis sapi mengandung yang dijual di pasar sapi Singkil Boyolali
yaitu sapi mengandung brenggala, sapi mengandung encik, sapi
mengandung limousine, sapi mengandung metal, dan sapi mengandung
brahman.
Pedagang dalam berjualan menjajakan dagangan sapinya di
pelataran pasar saja. Pelataran yang digunakan untuk menjual sapi
mengandung tersebut ada atapnya agar sapi mengandung tidak merasa
lelah yang disebabkan karena panasnya terik matahari. Berdasarkan hasil
penelitian, apabila ditinjau dari waktu berdagangnya jumlah pedagang sapi
mengandung yang berjualan di pasar ini jumlahnya cukup besar kurang
lebih 50 orang pedagang. Kemudian lama waktu berdagangnya mereka
biasanya memulai berdagang pukul 07.00 sampai dengan 19.00 WIB.81
B. Praktik Jual Beli Sapi Mengandung Di Pasar Sapi Singkil Boyolali
Praktik jual beli yang terjadi di pasar sapi Singkil Boyolali
menggunakan transaksi layaknya kegiatan jual beli pada umumnya, yakni
penjual dan pembeli melakukan tawar menawar hingga pada akhirnya
menemukan harga yang disepakati antara kedua belah pihak. Transaksi jual
beli di pasar sapi Singkil Boyolali ini terdapat hal yang perlu diperhatikan
80 Observasi jenis sapi mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali 9 Agustus 2020 81 Wawancara dengan Bapak AHM penjual sapi mengandung 14 Agustus 2020
50
yaitu pembeli harus lebih teliti terhadap sapi mengandung yang akan dipilih.
Proses transaksi jual beli sapi mengandung yang terjadi di pasar sapi Singkil
Boyolali ini yakni pembeli langsung mendatangi penjual sapi mengandung
sesuai keinginan. Selanjutnya pembeli melihat-lihat sapi mengandung
tersebut.
Pada proses ini, penjual juga mempersilahkan pembeli untuk
mengecek dan melihat-lihat sapi mengandung yang diinginkan. Kemudian
apabila pembeli sudah merasa pasti dengan sapi mengandung tersebut,
selanjutnya akan terjadi proses tawar-menawar diantara pihak penjual dan
pihak pembeli dengan kehendak sendiri tanpa adanya unsur paksaan atau
tekanan dari salah satu pihak sehingga akan terjadi suatu kesepakatan harga
antara kedua belah pihak dan dilanjutkan dengan akad jual beli. Sebagian
besar penjual yang menjajakan sapi mengandung dagangannya tetapi mereka
tidak mengetahui bahwa sapi mengandung tersebut memiliki kekurangan atau
tidak, dan waktu pembeli menanyakan apakah ada yang mau mengecek
keadaan sapi mengandung tersebut agar kalau memang sapi mengandung itu
keadaanya baik-baik saja maka akan dibeli oleh pihak pembeli. Dengan
demikian, jual beli di pasar ini masih dikategorikan ke dalam jual beli yang
bersifat belum jelas kualitasnya.82
Pak TAR misalnya, dia mengatakan waktu akan membeli sapi
mengandung brenggala, tetapi waktu ia ingin mengecek sapi mengandung
tersebut penjual tidak menyediakan orang yang sudah mengerti tentang sapi.
82 Wawancara dengan Bapak ABD penjual sapi mengandung 14 Agustus 2020
51
Jadi pihak penjual dan pihak pembeli tidak mengetahui kondisi sapi
mengandung tersebut. 83
Pihak penjual mematok harga yang umumnya di pasaran atau biasa
dikatakan “sedengan” karena terkadang belum diketahui kualitas sapi
mengadung. Selanjutnya seperti yang dialami oleh GIAR, “dia membeli sapi
mengandung metal. Dalam transaksi tersebut penjual mengatakan bahwa sapi
mengandung tersebut tidak memiliki kekurangan. Akan tetapi, setelah sampai
rumah sapi tersebut ternyata memiliki penyakit kulit yang ditutupi dengan
kotoran sapi.”84
Pembelian sapi mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali ini
mengharuskan pembeli harus sudah dipastikan benar-benar mengerti dan
sudah paham mengenai sapi mengandung sesuai yang diinginkan, karena
banyaknya pilihan sapi mengandung yang tersedia di pasar tersebut.
Kemudian, berkenaan dengan kualitas sapi mengandung, bagi pembeli yang
ingin membeli sapi mengandung di pasar ini dituntut harus lebih berhati-hati
dan juga teliti dalam memilih sapi mengandung dikarenakan sapi
mengandung yang dijual di pasar ini bermacam-macam dan beberapa sapi
mengandung yang dijual masih banyak yang belum diketahui kondisinya.85
Beberapa sapi mengandung memang memiliki kualitas baik, akan
tetapi ketika semua sapi mengandung sudah terkumpul di pasar sapi Singkil
Boyolali ini, bagi pembeli yang tidak terlalu mengetahui tentang sapi maka
lebih mudah tertipu oleh kualitas sapi mengandung yang berjumlah sangat
83 Wawancara dengan Bapak TAR pembeli sapi mengandung 14 Agustus 2020 84 Wawancara dengan Bapak GIAR pembeli sapi mengandung 14 Agustus 2020 85 Wawancara dengan Bapak SUR, penjual sapi mengandung 14 Agustus 2020
52
banyak. Kelihatannya, sapi mengandung yang dijual tampak sehat dan tidak
memiliki kekurangan. Namun, penampilan luar tetap tidak bisa menjadi
jaminan akan kualitas dari sapi mengandung tersebut.
Pada saat pembeli datang untuk membeli sapi mengandung di pasar
sapi Singkil Boyolali, mereka sebagai pembeli diberi kebebasan oleh penjual
untuk meneliti sapi mengandung yang diinginkan hingga pembeli merasa
yakin dan puas dengan sapi mengandung yang diinginkan. Pada saat memilih
sapi mengandung yang akan mereka beli, kebanyakan penjual tidak mau
menjelaskan dengan detail tentang sapi mengandung yang mereka jual.
Umumnya waktu calon pembeli menanyakan kualitas sapi mengandung
tersebut, penjual selalu berkata bahwa sapi mengandung tersebut memiliki
kualitas bagus. 86
Dengan cara demikian, pembeli dapat memperkecil tingkat resiko
terhadap adanya kecacatan terhadap sapi mengandung yang mereka inginkan.
Karena tidak semua pelaku usaha menerima komplain mengenai sapi
mengandung yang sudah dibeli oleh pembeli.
Dalam praktik transaksi jual beli di pasar sapi Singkil Boyolali ini
dikenal dengan istilah dagang orang jawa “untung-untungan” atau biasanya
disebut beja-beji. Pasar ini ditetapkan menjadi pasar yang sangat ramai
dibandingkan dengan pasar sapi di kota lain, karena lebih banyak
86 Wawancara dengan Bapak WAH pembeli sapi mengandung 14 Agustus 2020
53
menyediakan sapi mengandung, lebih lengkap jenisnya, dan harganya
terkenal lebih murah dibanding di pasar sapi yang lain.87
Dilihat dari yang terjadi di pasar sapi Singkil Boyolali, pembeli yang
datang yaitu pembeli yang memilih pasar tersebut dijadikan sebagai tempat
alternatif untuk membeli sapi-sapi mengandung yang mereka inginkan. Selain
itu, dengan harga yang kebanyakan ditawarkan penjual jauh lebih murah
apabila dibandingkan dengan pasar sapi yang lain yang harganya jauh lebih
tinggi atau mahal sehingga dengan harga yang dipasang lebih murah ini maka
dapat menarik para konsumen untuk membeli sapi mengandung di pasar ini.
Tetapi di sisi lain juga ada pembeli yang merasa dirugikan oleh penjual. Yaitu
apabila terjadi kecacatan terhadap sapi mengandung yang dibelinya, namun
dari pihak penjual sendiri terkadang tidak mau bertanggung jawab terhadap
sapi mengandung yang sudah dibeli.
Dari hasil wawancara dengan p