14
Fitria Eka Nuraini 08121006010 Toksikologi Logam Berat

Toksikologi Logam Berat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

keracunan kadmium

Citation preview

Toksikologi Logam Berat

Fitria Eka Nuraini08121006010Toksikologi Logam Berat Logam BeratMerupakan unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5 gram untuk setiap cm3-nya. Beberapa jenis logam berat bersifat esensial tetapi dapat menjadi toksik bila berlebihan, misalnya besi ( Fe ), tembaga ( Cu ), seng ( Zn ) yang merupakan logam yang terikat system enzim untuk metabolism tubuh. Beberapa jenis logam berat lainnya yang bersifat nonesensial dan bersifat toksik dalam jumlah yang sangat sedikit, misalnya : arsen ( As ), timbel ( Pb ), cadmium ( Cd )dan merkuri ( Hg ).Logam berat nonesensial seperti As, Pb, Cd dan Hg banyak dilaporkan menyebabkan toksisitas pada manusia, terutama pengaruh dari pencemaran lingkungan oleh logam yang bersangkutan. Banyak kasus toksisitas logam seperti Minamata disease , itai-itai disease dilaporkan pertama kali di Jepang, sehingga nama-nama tersebut erat hubungannya dengan kata bahasa Jepang.

Kadmium ( Cd ) Logam murni Berwarna putih keperakan ( mirip alumunium ) Nomer atom 48 Bobot atom 112,41 g/mol Titik lebur 3200C Titik didih 7650CKadmium dan bentuk garamnya banyak digunakan pada beberapa jenis pabrik untuk proses produksinya, seperti industri pelapisan logam dan pabrik pembuat Cd-Ni baterai. Bentuk garamnya sering digunakan dalam proses fotografi, industri gelas dan campuran perak, produksi fotoelektrik, foto konduktor dan fosforus. Kadmium asetat banyak digunakan pada industri porselen dan keramik.

Dalam suatu penambangan Pb dan Zn, dalam proses pemurniannya akan selalu terdapat hasil samping kadmium. Kasus pencemaran terbesar oleh kadmium terjadi pada daerah aliran sungai Jinzu di Toyama, Jepang. Dimana pada daerah hulu sungai terdapat penambangan Zn. Secara tidak sengaja pertambangan tersebut membuang Cd untuk memperoleh Zn yang sangat diperlukan untuk industri logam setelah Jepang kalah perang pada Perang Dunia II.Lokasi kasus pencemaran kadmium di Toyama, Jepang, Lokasi tingkat polusi ( kiri ) dan prevalensi kejadian itai-itai disease ( kanan ).

Toksisitas KadmiumMakhluk hidup ( manusia dan hewan ) yang sedang dalam masa pertumbuhan, peka terhadapa toksisitas Cd, dan logam ini bersifat teratogenik. Efek teratogenik terjadi pada fetus yang dilahirkan karena terjadinya toksisitas Cd pada ibunya saat sedang hamil, yaitu terdapat gangguan pada pembentukan rahang atas dan muka serta tulang rusuk dan kaki. Toksisitas pada neonatal terjadi dengan gejala kurangnya refleks terhadap respon, hipoaktivitas, ketidak mampuan koordinasi saraf dan penurunan prestasi belajar pada anak.Itai-itai DiseasePenyakit ini mewabah di daerah aliran sungai Jinzu, Provinsi Toyama, di Jepang pada waktu setelah PD II dan masa pembangunan Jepang dimulai. Penderita merasa sakit pada daerah tulang pinggul dan iga, sehingga ia mengaduh-aduh ( itai-itai = bahasa Jepang ), sehingga penyakit ini dinamakan itai-itai disease . Penyakit ini banyak menyerang petani Jepang umur sekitar 40-50 tahun yang hidup dan tinggal di daerah aliran sungai Jinzu lebih dari 30 tahun. Pada penelitian kandungan Cd dalam beras yang ditanam di sekitar daerah aliran sungai menunjukkan kandungan Cd yang tinggi. Orang yang mengkonsumsi beras yang mengandung Cd lebih dari 0,32g/g ternyata sekitar 6,8% sampai 21% menderita itai-itai disease.

Pervalensi Terjadinya Kasus Itai-itai Disease dan Gagal Ginjal pada Wanita Umur > 50 Tahun yang Mengkonsumsi Beras Mengandung Cd

Gejala itai-itai disease pada wanita yang menunjukkan kerapuhan tulang pinggul dan iga.

Penyakit ini dimulai dengan gejala mirip reumatik, neuralgia dan neuritis. Kondisi tersebut berkembang menjadi parah dengan rasa sakit pada pinggul, sehingga pinggulnya diangkat seperti bebek yang disebabkan rasa sakit di sekitar pinggul. Penyakit berlanjut selama beberapa tahun hingga lebih dari 10 tahun, penderita menjadi tidak dapat bangun dari tempat tidurnya dan terjadi patah tulang di beberapa bagian tubuhnya. Rasa sakit pada bagian pinggul dan beberapa tempat pada bagian tubuh disebabkan oleh terjadinya dekalsifikasi, osteomalasea dan osteoporosis dari pemeriksaan rontgen. Osteomalasea yang diikuti dengan osteoporosis terjadi karena mineral Ca terbongkar dari tulang karena pengaruh toksisitas Cd, Cd berkompetisi ikatannya dalam tulang dengan Ca. Kalsium yang terbongkar dari tulang akan dibuang melalui urine sehingga menyebabkan kalsiuria dan berlanjut dengan glukosuria dan proteinuria. Pada orang yang meninggal karena toksisitas Cd, terlihat ginjalnya mengalami kerusakan parah, mengkerut, kasar dan tidak teratur bentuknya. Pada pemeriksaan histopatologik pada ginjal, terlihat tubulus ginjal mengalami atropi, degenerasi dan nekrosis pada sel epitel tubulus.

Gambaran patologik dan hospatologik ginjal dari penderita itai-itai disease orang yang meninggal karena toksisitas Cd kronis.

Mekanisme Toksisitas Cd

Kemungkinan besar pengaruh toksisitas Cd disebabkan oleh interaksi antara Cd dan protein tersebut, sehingga menimbulkan hambatan terhadap sistem kerja enzim yang bersangkutan didalam tubuh. Plasma enzim yang telah diketahui dihambat oleh Cd adalah aktivitas enzim alfa-antitripsin.Terjadinya defisiensi enzim tersebut akan menyebabkan gangguan emfisema paru, hal inilah yang merupakan salah satu sebab terjadinya gejala gangguan paru oleh toksisitas Cd. Pengobatan Toksisitas CdPengobatan toksisitas Cd tidak dianjurkan seperti pada keracunan logam lain. Pengobatan dilakukan hanya bersifat suportif saja, seperti pemberian vitamin D untuk pengobatan nyeri tulang. Pengobatan dengan menggunakan bahan khelat tidak dianjurkan, walaupun dapat meningkatkan ekskresi Cd melalui ginjal, hal tersebut justru menyebabkan toksik pada ginjal. Kondisi tersebut terjadi karena ikatan kompleks dari khelat dapat menyebabkan reaksi disosiasi ginjal pada waktu terjadi pembebasan Cd.Daftar PustakaDarmono. 2009. Farmasi Forensik Dan Toksikologi. Universitas Indonesia Press :Jakarta. Lu, Frank. C. 1995. Toksikologi Dasar, Edisi Kedua. Universitas IndonesiaPress : Jakarta.