Upload
ngobao
View
272
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
T
TRANSMISI HARGA KOPI ANTARA PASAR INDONESIA
DAN PASAR TUJUAN EKSPOR UTAMA
KHUMAIRA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Transmisi Harga Kopi
Antara Indonesia Dengan Pasar Tujuan Ekspor Utama Kopi adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Khumaira
NRP : H453130201
RINGKASAN
KHUMAIRA. Transmisi Harga Kopi di Pasar Indonesia terhadap Pasar Tujuan
Ekspor Utama Kopi. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan SAHARA.
Indonesia merupakan pasar produsen sekaligus pengekspor kopi keempat
di dunia dengan rata-rata pangsa pasar dari tahun 2009-2014 adalah sebesar 7.3
persen. Pangsa pasar ekspor kopi di pasar Indonesia masih kecil apabila
dibandingkan dengan pasar eksportir utama kopi lainnya yaitu pasar Brazil dan
Vietnam. Hal ini menyebabkan Indonesia tidak bisa menjadi penentu harga kopi
di pasar dunia, Indonesia hanya bertindak sebagai price taker (penerima harga).
Perubahan harga kopi umumnya dipengaruhi oleh jumlah permintaan kopi di
pasar importir dan jumlah yang ditawarkan oleh pasar eksportir. Pasar tujuan
ekspor utama kopi di pasar Indonesia adalah Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang.
Integrasi pasar yang terjadi antara pasar eksportir dan pasar importir terjadi
apabila perubahan harga yang terjadi di pasar importir mampu ditransmisikan
secara simetri ke pasar eksportir dari segi waktu atau dari segi besaran. Akan
tetapi hal tersebut sulit karena perubahan harga antara pasar importir maupun
pasar eksportir sering ditransmisikan secara tidak simetri. Hal ini disebabkan
karena pada perdagangan kopi di pasar internasional lebih dikendalikan oleh pasar
impor kopi di pasar importir utama yang memiliki pangsa pasar yang besar
sehingga mempunyai kekuatan pasar (market power) dalam mengendalikan harga
pasar.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis : (1) transmisi harga antara
harga ekspor kopi di pasar Indonesia dengan pasar tujuan ekspor utama kopi
(Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman), (2) faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan harga ekspor kopi di Indonesia. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data time series bulanan dari Januari 2005-Desember 2014.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah AECM (Asymmetric Error
Correction Model) untuk menganalisis transmisi harga ekspor kopi di pasar
Indonesia dengan pasar tujuan ekspor utama kopi. Selain itu untuk menganalisis
tujuan kedua menggunakan model Error Correction Model (ECM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi hubungan kointegrasi
(integrasi harga pada jangka panjang) antara pasar ekspor kopi di Indonesia
dengan pasar importir utama kopi yaitu (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang).
Berdasarkan pengujian kausalitas menunjukkan bahwasanya terjadi hubungan
searah antara Indonesia dengan pasar importir utama (Amerika Serikat, Jerman,
dan Jepang) yaitu pasar importir mampu mempengaruhi harga di pasar Indonesia,
sedangkan pasar ekspor kopi di Indonesia tidak mampu mempengaruhi harga kopi
di pasar -pasar importir. Hal ini disebabkan karena pangsa pasar ekspor kopi
Indonesia ke pasar importir masih kecil. Berdasarkan analisis transmisi harga
dapat disimpulkan bahwasanya pada jangka pendek terjadi asimetri harga dari
segi waktu penyesuaian antara Indonesia dengan pasar Amerika Serikat dan
Jepang. Hal ini disebabkan karena adanya adjustment cost atau akibat adanya
biaya penyesuaian. Berdasarkan analisis asimetri harga pada jangka panjang
terjadi hubungan simetri antara pasar ekspor kopi di Indonesia dengan pasar
tujuan ekspor utama kopi Indonesia yaitu (Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang).
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga ekspor kopi di pasar Indonesia
pada jangka pendek yaitu harga ekspor kopi di pasar Indonesia 1 bulan
sebelumnya, harga impor kopi di pasar impor (Amerika Serikat, Jerman, dan
Jepang), harga ekspor kopi di pasar Brazil, nilai tukar dan volume ekspor kopi
Indonesia. Pada jangka panjang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap harga
ekspor kopi di pasar Indonesia adalah harga ekspor kopi di pasar Vietnam, harga
ekspor kopi di pasar Indonesia periode t-1, nilai tukar dan volume ekspor kopi di
pasar Indonesia.
Kata kunci: AECM, kopi, asimetri harga, transmisi harga
SUMMARY
KHUMAIRA. Price Transmission of coffee price in the Indonesia dan export
destination Indonesia market. Supervised by Dedi Budiman Hakim and Sahara.
Indonesia is the fourth coffee exporting market in the world with 7.3
percent of market share. Coffee is one of the export commodities that caused
Indonesia’s coffee price is determined by coffee price in the world market.
Indonesia’s coffee price is influenced not only Indonesia’s coffee production and
consumption but also is determined by coffee price in the importing countries
(United State, Germany, and Japan). Market integration occured when coffee
price between Indonesia and importing market is symmetry in terms of time or in
terms of the magnitude. However, the fact price efficiency in coffee market is
difficult to occur because prices change between the importing and the exporting
is often transmitted asymmetris, That is because the international coffee trade is
controlled by the main importing countries which have a large market share.
Importing market have bargaining power to control the market price.
The study aimed to analyze (1) price transmission between Indonesia
coffee price to importing market (United State, German dan Japan) (2) the factors
determined the export coffee price in Indonesia. The data used in this study a
monthly time series data from January 2005 to Desember 2014. The research
method to analyze coffee price transmission was Asymmetric Error Correction
Model (AECM) and Error Correction Model used to analyze that the factors
determine Indonesia export coffee price.
The research results showed that there was co-integration (integration in
the long term) between Indonesia dan importing countries (United State, German
dan Japan). The granger causality showed that unidirectional relationship between
Indonesia and the importing country (United State, Germany dan Japan).
importing country was able to affect the Indonesia coffee price but Indonesia
coffee price was not able to affect the price of coffee importing countries. Based
on Asymmetric price transmwassion showed in the long term price
transmwassion between Indonesia dan importing countries (United State, German
dan Japan) occured symmetric, because no abuse of market power that carried by
the importing countries (United State, Germany dan Japan), but in the short term
price transmission between Indonesia dan importing countries (Jepang dan United
States) was Asymmetric because adjustment cost.
The factors to influence Indonesia exported coffee price in the short term
were Indonesia export coffee price in the previous period, Brazil export coffee
price, United State and German market import coffee price, exchange rate and
export volume of Indonesia. Meanwhile Indonesia export coffee price in the long
term were Indonesia export coffee price in the previous period, Brazil export
coffee price, Vietnam export coffee price, exchange rate and export volume of
Indonesia.
Keywords : AECM, Assymetric price, Coffee , Price Transmission,
NSMISI HARGA KOPI DI PASAR INDONESIA DAN
© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
TRANSMISI HARGA KOPI ANTARA PASAR INDONESIA
DAN PASAR TUJUAN EKSPOR UTAMA
KHUMAIRA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Ratna Winardi Asmarantaka, MS.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas
rahmat dan bimbingan-Nya sehingga penulis memperoleh kemampuan untuk
dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul ”Transmisi harga antara
Indonesia dengan pasar tujuan ekspor utama” sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian di
Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik karena bimbingan, arahan, curahan ilmu, masukan, dan dorongan dari
komisi pembimbing dan bantuan serta masukan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1. Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MAEc selaku ketua komisi pembimbing, dan Dr
Sahara, SP, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang selalu meluangkan
waktunya untuk memberikan koreksi dan masukan serta sebagai sumber
inspirasi bagi penulis dalam penyusunan tesis.
2. Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, M.S. selaku penguji Luar Komisi dan Dr.
Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku penguji Wakil Komisi Program Studi atas
semua pertanyaan, masukan dan saran untuk perbaikan yang diberikan
kepada penulis.
3. Prof Dr Ir Hartoyo, MS., selaku koordinator mayor ilmu ekonomi pertanian
yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis menempuh
pendidikan.
4. Seluruh dosen program studi ilmu ekonomi pertanian atas segala ilmu yang
telah diberikan selama masa perkuliahan.
5. Bapak Johan, Ibu Ina, Bapak Widi, Ibu Kokom, Bapak Erwin, Bapak Khusein,
selaku staf administrasi di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang telah
banyak membantu selama penulis menempuh pendidikan.
6. Seluruh anggota keluarga penulis, khususnya Ibu dan Ayah tercinta Bapak
Bukhari dan Ibu Nasriah terima kasih atas doa dan dorongan moril serta
semangat yang diberikan selama studi. Adik-adikku tercinta Qurratun Aina,
Siti Zakia dan Furqan Zurrahmat yang telah memberikan semangat dan
dorongan selama kuliah.
7. Sahabatku tercinta Nurul Iski, Noratun Juliaviani, Ulfira Ashari, Dinda Julia,
Elvina, Nurlela, Nurqomariah, Zakiah, Dea Amanda, Dewi Asrini Fazariah,
Dewi Masyithoh, Romi Seroja, Devi dan Ibu Iffah terima kasih sebesar-
besarnya yang sudah menjadi sahabat, memberikan dukungan serta semangat
dan sudah menjadi keluarga di Bogor.
8. Teman-teman di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Angkatan 2013 yang
telah berbagi ilmu, berdiskusi dan belajar bersama selama mengikuti kuliah.
Terima kasih sebesar-besarnya kepada mentor sekaligus teman diskusi Ari
Ruslan telah membantu selama pengerjaan tesis ini, semoga bisa menjadi
dosen yang baik dikemudian hari.
Bogor, Maret 2016
Khumaira
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 7 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 7
2 TINJAUAN PUSTAKA 9 Kerangka Teoritis 9
Integrasi Pasar dan Transmisi Harga 9
Asimetri Harga 9
Penyebab Asimetri harga 12
Kekuatan Pasar dan Struktur Pasar Persaingan Tidak Sempurna 12
Biaya Penyesuaian 13
Penelitian terdahulu 14
Transmisi Harga dan Integrasi Pasar 14
Analisis Transmisi Harga 15
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Harga 16
Kerangka Konseptual 17
Hipotesis 20
3 METODOLOGI PENELITIAN 21 Jenis dan Sumber Data 21 Metode Analisis 21
Analisis Transmisi Harga 21
Uji Stasioneritas Data 22
Pengujian Lag Optimum 23
Uji Kointegrasi 23
Uji Kausalitas 24
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Harga Ekspor
Kopi di Indonesia 25
4 GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN KOPI 26 Kelembagaan Kopi di Pasar Internasional 26
Tata Cara Ekspor Kopi di Indonesia 26 Perdagangan Kopi di Dunia 27 Ekspor Kopi ke Pasar Jerman 29 Ekspor Kopi ke Pasar Amerika Serikat 30 Ekspor Kopi ke Pasar Jepang 30
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 32
Transmisi harga kopi Indonesia-Importir Utama 32 Analisa Data Deskriptif 32
Analisis Transmisi Harga 33
Uji Stasioner data 33
Penentuan Lag Optimal 33
Uji Kointegrasi 34
Uji Kausalitas 35
Uji Transmisi Harga 36
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Harga Ekspor
Kopi Indonesia 41
Uji Stasioner Data 41
Pengujian Kointegrasi 41
Model Jangka Pendek dan Model Jangka Panjang 42
5 KESIMPULAN DAN SARAN 46 Kesimpulan 46 Saran Kebijakan 46
Saran Penelitian Lanjutan 47
DAFTAR PUSTAKA 48
LAMPIRAN 51
RIWAYAT HIDUP 634
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan neraca perdagangan komoditas unggulan utama
perkebunan tahun 2009-2013 1 2 Produksi, volume dan nilai ekspor kopi Indonesia tahun 2009-2013 2 3 Pangsa pasar ekspor kopi di pasar-pasar eksportir utama, tahun 2009-
2014
4 Konsumsi kopi di pasar produsen utama (60 Kilogram Bags) tahun
2009-2014 3 5 Perkembangan volume dan nilai ekspor kopi Indonesia menurut pasar
tujuan ekspor tahun 2012-2014 4 6 Pangsa pasar importir utama kopi di dunia (%), tahun 2007- 2012 28
7 Pangsa pasar pasar eksportir ke pasar importir Jerman (%), tahun
2010-2014 29
8 Pangsa pasar pasar eksportir utama ke pasar Amerika Serikat (%),
tahun 2010-2014 30 9 Pangsa pasar pasar eksportir utama ke pasar Jepang (%), tahun 2010-
2014 31
10 Rata-rata harga kopi dan nilai pertumbuhan di pasar Indonesia dan
importir utama tahun 2005-2014 32 11 Deskripsi statistik dari harga kopi di pasar eksportir Indonesia dan
importir utama 32 12 Hasil pengujian akar unit dengan intersept tanpa tren 33
13 Kriteria lag optimal Indonesia terhadap Amerika Serikat 34 14 Kriteria lag optimal Indonesia terhadap Jerman 34 15 Kriteria lag optimal Indonesia terhadap Jepang 34
16 Hasil pengujian kointegrasi 35
17 Pengujian kausalitas antara Indonesia dengan pasar importir utama 35 18 Hasil estimasi asimetri harga Amerika Serikat, Jerman dan Jepang
terhadap Indonesia 37
19 Uji wald test harga kopi di pasar importir Amerika Serikat, Jerman
dan Jepang terhadap Indonesia bulan Januari sampai Desember 2014 39
20 Hasil uji akar unit faktor-faktor pembentukan harga ekspor kopi di
Indonesia 41 21 Hasil uji kointegrasi faktor-faktor pembentukan harga ekspor kopi di
Indonesia 42 22 Faktor-faktor pembentukan harga ekspor kopi Indonesia pada jangka
pendek 424
23 Faktor-faktor pembentukan harga ekspor kopi Indonesia jangka
panjang 445
DAFTAR GAMBAR
1. Pergerakan harga kopi di pasar tujuan ekspor utama dan harga kopi di
Indonesia Januari 2005 - Desember 2014 6
2 Transmisi harga tidak simetri dari sisi kecepatan dan besaran 10 3 Kerangka pemikiran konseptual 19 4 Produksi kopi pasar eksportir utama kopi tahun 1990-2014 28 5 Saluran distribusi kopi dari Indonesia ke pasar importir Jerman 29
kepada teman-teman EPN dan semua pihak yang telah mebantu dan
memberikan saran masukan demi kesempurnaan rencana penelitian penulis. Akhir kata, penulis
DAFTAR LAMPIRAN
1 Pengujian kointegrasi 54
2 Pengujian kausalitas 55
3 Hasil estimasi model ECM Amerika Serikat dan Indonesia 56
4 Uji waldtest Amerika dan Indonesia 57
5 Hasil estimasi model ECM Jerman dan Indonesia 58
6 Uji waldtest Jerman dan Indonesia 59
7 Hasil estimasi model ECM Jepang dan Indonesia 60
8 Pengujian waldtest Jepang dan Indonesia 61
9 Faktor-faktor pembentukan harga ekspor kopi Indonesia
jangka panjang
62
10 Faktor-faktor pembentukan harga ekspor kopi Indonesia
jangka pendek
63
I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran
penting terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini karena kopi merupakan salah
satu komoditas unggulan perkebunan Indonesia yang berkontribusi ke 4 terhadap
neraca perdagangan Indonesia. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwasanya pada tahun
2009-2010 nilai perdagangan kopi berada diurutan keempat. Akan tetapi pada
tahun 2011-2012 terjadi peningkatan nilai perdagangan komoditas kelapa
sehingga komoditas kopi turun diurutan 5. Pada tahun 2013 nilai perdagangan
kopi kembali berada diurutan ke 4. Hal ini disebabkan karena nilai perdagangan
komoditas kelapa kembali mengalami penurunan. Secara umum terjadi kenaikan
kontribusi nilai perdagangan kopi di pasar dunia.
Tabel 1 Perkembangan neraca perdagangan komoditas unggulan utama
perkebunan Indonesia tahun 2009-2013 (US$ juta)
Komoditas Nilai Perdagangan
2009 2010 2011 2012 2013
Kelapa sawit 10 351.20 13 431.20 17 236.30 17 601.30 15 791.90
Karet 3 222.60 7 289.00 11 077.10 7 792.10 6 855.10
Kakao 1 294.20 1 479.10 996.40 876.50 876.50
Kopi 799.00 779.50 914.20 1 132.30 1 135.20
Kelapa 492.20 700.80 1 059.50 1 242.20 812.20 Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) 2014
Berdasarkan Tabel 2 produksi kopi Indonesia pada beberapa tahun terakhir
berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami penurunan, terutama pada tahun
2009-2011. Akan tetapi pada tahun 2012 terjadi peningkatan produksi Indonesia
yang disebabkan karena cuaca yang mendukung untuk pembungaan dan
pembentukan buah kopi. Pengaruh cuaca merupakan faktor yang dominan dalam
mempengaruhi tingkat produksi kopi nasional. Hal yang sama juga terjadi pada
volume ekspor kopi di Indonesia, volume ekspor kopi di Indonesia pada tahun
2009 sampai 2011 juga mengalami penurunan. Pada tahun 2011 terjadi penurunan
volume ekspor kopi terendah yaitu sebesar -24 persen. Menurunnya volume
ekspor kopi Indonesia disebabkan karena menurunnya produksi kopi di Indonesia.
Selain itu juga disebabkan karena adanya persaingan yang ketat antara pasar-pasar
produsen kopi terutama persaingan Indonesia dengan pasar-pasar pengekspor
utama kopi yaitu Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Pada tahun 2012 terjadi
peningkatan volume ekspor tertinggi yaitu sebesar 22.36 persen yang disebabkan
karena meningkatnya produksi kopi Indonesia.
Nilai ekspor kopi Indonesia berfluktuasi dengan kecenderungan
mengalami penurunan terutama pada tahun 2009-2010. Akan tetapi pada tahun
2011-2012 terjadi peningkatan nilai ekspor kopi Indonesia. Hal ini terjadi karena
terjadi peningkatan harga kopi dunia. Kenaikan harga kopi di dunia terjadi karena
berkurang penawaran kopi dari pasar Brazil. Disebabkan karena kekeringan yang
terjadi di pasar Brazil sehingga menyebabkan kenaikan harga kopi di pasar dunia.
2
Selain itu kenaikan nilai ekspor kopi Indonesia juga terjadi karena adanya
perbaikan harga kopi arabika yang menjadi specialty coffee di pasar dunia.
Tabel 2 Produksi, volume dan nilai ekspor kopi di Indonesia tahun 2009-2013
Tahun Produksi (Ton)
Volume
Ekspor
(ton)
Nilai
Ekspor
(000 US$)
Petumbuhan
produksi
(%)
Pertumbuhan
Volume
Ekspor (%)
Pertumbuhan
Nilai Ekspor
(%)
2009 682 780.19 510 187 835 999
2010 547 764.12 432 780 812 531 -24.65 -17.89 -2.89
2011 437 253.22 347 091 1 034 814 -25.27 -24.69 21.48
2012 782 852.28 447 064 1 244 146 44.15 22.36 16.83
2013 700 011.34 500 675 1 101 525 -11.83 10.71 -12.95
Sumber: Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) 2014
Sejak tahun 1984 pangsa ekspor kopi Indonesia di pasar dunia menduduki
nomor tiga tertinggi setelah Brasil dan Kolombia, bahkan untuk kopi robusta
ekspor Indonesia menduduki peringkat pertama di dunia. Sebagian besar ekspor
kopi Indonesia adalah jenis kopi robusta 93 persen, sisanya adalah jenis arabika.
Sejak tahun 1997 posisi Indonesia tergeser oleh Vietnam yang menjadi pasar
pengekspor kopi terbesar keempat sesudah Brazil, dan Kolombia (Kustriari 2007).
Saat ini volume ekspor kopi Indonesia rata-rata berkisar 350 ribu ton per tahun
meliputi kopi robusta 85 persen dan arabika 15 persen. Dari total produksi sekitar
67 persen kopinya diekspor ke pasar dunia, sedangkan sisanya 33% untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri yang sebagian besar kopi di proses menjadi
kopi bubuk, kopi instan, dan mixed coffe. Pangsa pasar ekspor pasar-pasar
eksportir utama kopi dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 3 Pangsa pasar ekspor kopi di pasar-pasar eksportir utama tahun 2009-
2014 (%)
Pasar Tahun
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Brazil 31.60 34.10 32.20 25.60 28.10 32.00
Vietnam 17.70 14.70 17.00 20.70 19.30 22.20
Kolombia 8.20 8.10 7.40 6.50 8.60 9.60
Indonesia 8.20 5.70 5.90 9.70 9.10 5.20
Sumber : International Coffee Organization (ICO) (diolah) 2015
Brazil merupakan eksportir utama kopi di dunia dengan pangsa pasar
ekspor terbesar. Sebagian besar kopi yang diproduksi oleh Brazil adalah kopi jenis
arabika. Akan tetapi selain memproduksi kopi arabika Brazil juga merupakan
salah satu eksportir utama kopi robusta. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat pada
tahun 2009-2014 pangsa pasar ekspor kopi di pasar Brazil berfluktuasi dengan
kecenderungan mengalami peningkatan, sedangkan pangsa pasar ekspor kopi
Kolombia ke pasar dunia cenderung berfluktuasi dengan kecenderungan
mengalami penurunan. Saat ini sebagian besar jenis kopi yang diproduksi oleh
Kolombia adalah kopi jenis arabika. Pangsa ekspor kopi Vietnam dari tahun 2009-
2014 cenderung berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami peningkatan,
3
sebagian besar jenis kopi yang diproduksi di pasar Vietnam adalah kopi jenis
robusta.
Pangsa ekspor kopi Indonesia di pasar dunia cenderung berfluktuasi
dengan kecenderungan mengalami penurunan. Penurunan ekspor kopi Indonesia
disebabkan karena penurunan produksi kopi dalam negeri. Selain itu penurunan
ekspor juga disebabkan karena persaingan ekspor kopi Indonesia dengan pasar
eksportir utama yang semakin ketat, terutama persaingan Indonesia dengan pasar
Vietnam. Pangsa pasar kopi robusta di Vietnam mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun, peningkatan pangsa pasar Vietnam mempengaruhi penurunan
pangsa pasar kopi robusta Indonesia. Vietnam merupakan pesaing utama ekspor
kopi Indonesia ke pasar dunia. Hal ini disebabkan karena Vietnam dan Indonesia
merupakan eksportir utama kopi robusta di pasar dunia. Pada tahun 1986-1989
pangsa ekspor kopi Vietnam hanya 0.7 persen, namun dalam periode 2000-2004
naik menjadi 13.92 persen. Pada tahun 2009-2014 rata-rata pangsa pasar ekspor
kopi Vietnam meningkat menjadi 18.6 persen.
Permintaan dunia terhadap komoditas kopi terus meningkat, sejalan
dengan peningkatan konsumsi pasar-pasar importir utama kopi. Kenaikan
konsumsi kopi dunia juga disebabkan karena pertumbuhan konsumsi kopi yang
terjadi di pasar-pasar produsen utama.
Tabel 4 Konsumsi kopi di pasar produsen kopi utama (000 Bags (60 kilogram)
tahun 2009-2014
Pasar Tahun
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Brazil 18 390 19 132 19 720 20 330 20 085 21 000
Indonesia 3 333 3 333 3 333 3 667 4 167 4 167
Kolombia 1 270 1 308 1 439 1 441 1 558 1 570
Vietnam 1 208 1 583 1 650 1 825 2 000 2 100
Sumber: International Coffee Organization (ICO) 2015
Pada tahun 2009-2014 konsumsi kopi di pasar produsen utama mengalami
peningkatan (Tabel 4). Pasar produsen dengan konsumsi kopi terbesar adalah
Brazil, sedangkan konsumsi kopi di pasar Indonesia berada diurutan kedua setelah
Brazil. Pada tahun 2009-2014 konsumsi kopi Indonesia mengalami peningkatan,
hal yang sama juga terjadi pada pasar-pasar produsen utama kopi lainnya yaitu
Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Akan tetapi peningkatan konsumsi pasar-pasar
produsen masih lebih kecil daripada kenaikan produksi kopi di pasar-pasar
produsen, terutama konsumsi kopi di pasar Vietnam. Pertumbuhan konsumsi kopi
di Vietnam sebesar 6.8 persen dari total produksi, Brazil sebesar 46.3 persen,
Kolombia sebesar 12.6 persen dan Indonesia adalah sebesar 44.6 persen dari total
produksi (ICO 2015 (diolah)).
Sebagian besar produksi pasar-pasar produsen utama kopi di ekspor ke
pasar dunia. Meningkatnya ekspor yang dilakukan oleh pasar-pasar eksportir
utama menyebabkan meningkatnya penawaran kopi dunia, sehingga
menyebabkan harga kopi dunia menurun, seperti halnya yang terjadi pada tahun
2002 terjadi penurunan drastis harga kopi dunia yang disebabkan karena
meningkatnya ekspor kopi di pasar Brazil dan Vietnam. Harga kopi terendah
4
terjadi pada tahun 2002 yaitu seharga US$ 1.14/kg kemudian sedikit meningkat
menjadi US$ 1.34/kg tahun 2003. Penurunan harga kopi yang drastis juga diduga
sebagai akibat dari permainan pembeli-pembeli kelas dunia (roasters dan
pengimpor) atau perusahaan multinasional yang melakukan pembelian melalui
perwakilan yang tersebar di sentra-sentra produksi kopi pasar produsen, seperti
Nestlé di Lampung (Kustriari 2007).
Harga kopi di Indonesia selain dipengaruhi oleh produksi dan harga kopi
domestik juga sangat dipengaruhi oleh harga yang terbentuk di pasar dunia
terutama harga kopi di pasar tujuan ekspor kopi Indonesia. Pasar tujuan ekspor
kopi Indonesia terbesar yaitu Amerika Serikat, Jerman, Jepang seperti yang
terdapat pada Tabel 5.
Tabel 5 Perkembangan volume dan nilai ekspor kopi Indonesia menurut pasar
tujuan ekspor tahun 2012-2014
Sumber: International Trade Center (ITC) 2015
Berdasarkan Tabel 5 pasar tujuan ekspor terbesar merupakan Amerika
Serikat. Tingginya ekspor kopi di Amerika Serikat sejalan dengan peningkatan
permintaan Amerika Serikat terhadap kopi dari pasar dunia. Konsumsi total
Amerika Serikat sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan permintaan
industri pengolahan kopi di Amerika Serikat. Nilai ekspor kopi di Indonesia ke
pasar Jepang meningkat pada tahun 2012 yang disebabkan karena meningkatnya
volume ekspor kopi Indonesia ke pasar Jepang. Selain itu meningkatnya nilai
ekspor kopi di Jepang disebabkan karena meningkatnya harga kopi di pasar dunia.
Pada tahun 2013 nilai ekspor kembali turun yang disebabkan karena berkurang
volume ekspor kopi Indonesia. Selain itu juga disebabkan oleh turunnya harga
kopi dunia. Permintaan kopi di pasar Jepang relatif meningkat dari tahun-tahun.
Hal ini disebabkan karena meningkatnya industri pengolahan kopi di Jepang.
Sebagian besar biji kopi yang diekspor dari pasar eksportir ke Jepang dilakukan
pengolahan kembali oleh pabrik kopi instant, pabrik kopi reguler dan lain-lain
(Kemendag 2009)
Volume dan nilai ekspor kopi Indonesia ke pasar Jerman meningkat pada
tahun 2013. Akan tetapi pada tahun 2014 volume ekspor kopi Indonesia ke pasar
Jerman mengalami sedikit penurunan. Permintaan biji kopi di Jerman sebagian
besar didominasi oleh industri pengolahan yang melakukan pengolahan biji kopi
mentah menjadi bahan setengah jadi yang kemudian diproduksi menjadi kopi
kualitas tinggi. Industri pengolahan terbesar yang terdapat di Jerman yaitu Kraft
Foods dengan berbagai merk kopi antara lain Jacobs, Tassimo, Cafe HAG dan
Onko (Kemendag 2013).
Pasar
Nilai Ekspor
(000 US$)
Volume
Ekspor
(Ton)
Nilai
Ekspor
(000 US$)
Volume
Ekspor
(Ton)
Nilai
Ekspor
(000 US$)
Volume
Ekspor
(Ton)
2012 2013 2014
Amerika
Serikat 330 815 69 652 320 912 66 138 295 903 58 309
Jerman 116 879 50 978 122 103 60 419 84 459 37 977
Jepang 145 734 51 438 102 909 41 920 101 350 41 230
5
Perumusan Masalah
Masalah yang dihadapi industri kopi Indonesia adalah produksi kopi
dalam negeri yang berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami penurunan.
Selain itu masalah yang dihadapi juga disebabkan karena konsumsi kopi domestik
masih sangat rendah rata-rata yaitu sebesar 1 065 kg/tahun/kapital (Ditjenbun
2014). Rendahnya konsumsi domestik menyebabkan sebagian besar produksi kopi
di Indonesia diekspor ke pasar tujuan ekspor. Hal ini menyebabkan
ketergantungan terhadap pasar dunia terutama pasar tujuan ekspor utama semakin
besar. Pada tahun 2007-2014 produksi kopi Indonesia 55.4 persen diekspor ke luar
negeri dan hanya sekitar 44.6 persen yang digunakan untuk konsumsi domestik
( ICO 2015). Komoditas pertanian yang sangat tergantung pada pasar ekspor
umumnya lebih rentan dan berisiko lebih buruk dibandingkan dengan komoditas
yang mampu memiliki pangsa alternatif pasar domestik yang lebih besar (Arifin
2013).
Saat ini sebagian besar bentuk produk kopi yang mendominasi ekspor oleh
Indonesia ke pasar importir utama masih dalam bentuk mentah, yaitu kopi biji.
Kondisi ini mengakibatkan keunggulan berupa nilai tambah produk akhir dimiliki
oleh pasar importir dan seringkali pasar diimportir utama mampu menjadi penentu
harga seperti halnya yang terjadi di Indonesia. Hal ini menyebabkan
perkembangan perdagangan komoditas primer di Indonesia cenderung tidak stabil
dan sangat bergantung pada pasar-pasar konsumen. Fittner dan Kaplinsky (2001)
menyatakan bahwa pada perdagangan biji kopi sebesar 40 persen dikuasai
perusahaan-perusahaan multinasional. Kekuatan agen disetiap titik rantai
pemasaran kopi bersifat asimetri. Selain itu di pasar pengimpor terbentuk tiga
kekuatan yaitu pengimpor, pengolah dan pengecer yang bersaing untuk
mendapatkan keuntungan yang besar dalam rantai pemasaran dan berusaha
memberikan pendapatan tersebut sekecil mungkin kepada petani dan pedagangan
perantara atau pasar penghasil kopi.
Harga menjadi salah satu indikator untuk melihat tingkat efisiensi dari
rantai pemasaran pada suatu komoditi. Lebih jelasnya mengenai perkembangan
harga kopi di pasar Indonesia dan harga kopi di pasar tujuan ekspor utama yaitu
Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan
Gambar 1 terjadi disparitas harga antara harga ekspor kopi Indonesia dengan
harga impor kopi di pasar-pasar importir. Pada tahun 2005 rata-rata harga kopi di
pasar Amerika Serikat adalah sebesar $ 2.2/kg, di pasar Jerman sebesar $1.96/kg
dan di pasar Jepang sebesar $2.24/kg. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan harga
kopi di pasar importir dengan rata-rata harga kopi $ 4.6/kg di pasar Amerika
Serikat, $ 4.18/kg di pasar Jerman dan $ 4.7/kg di pasar Jepang, sedangkan harga
kopi di pasar Indonesia pada tahun 2005 adalah sebesar $ 1.37/kg meningkat
pada tahun 2011 sebesar $ 2.46/kg. Peningkatan harga kopi di pasar importir lebih
tinggi daripada harga yang terbentuk di pasar Indonesia yaitu peningkatan harga
sebesar 106 persen di pasar Amerika, 113 persen di pasar Jerman, 112 persen di
pasar Jepang dari tahun 2005 sampai 2014, sedangkan di Indonesia terjadi
peningkatan harga sebesar 79 persen.
Berdasarkan pergerakan harga antara harga kopi di pasar importir
(Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang) terhadap harga ekspor kopi di Indonesia
memiliki pola yang relatif sama. Akan tetapi terdapat beberapa bulan terjadi
6
perbedaan pergerakan harga, seperti halnya yang terjadi pada bulan Januari
sampai Agustus 2014 yaitu harga impor kopi di pasar Importir cenderung
mengalami peningkatan, sedangkan pasar Indonesia harga cenderung mengalami
penurunan. Pada bulan April-September 2011, ketika terjadi kenaikan harga kopi
yang terjadi di pasar importir yaitu Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang, harga
ekspor kopi di Indonesia lebih lambat merespon kenaikan harga tersebut. Harga
ekspor kopi di Indonesia mengalami harga tertinggi pada bulan Januari 2012. Hal
ini diduga terjadi perbedaan kecepatan penyesuaian harga (speed adjustment)
antara harga kopi di pasar importir terhadap harga kopi di Indonesia.
Sumber: International Trade Center (ITC) (diolah) 2015
Gambar 1 Pergerakan harga impor kopi di pasar tujuan ekspor utama dan harga
ekspor kopi di pasar Indonesia Januari 2005 - Desember 2014
Mengenai disparitas harga Conforti (2004) menjelaskan bahwa besarnya
disparitas harga dalam rantai pemasaran disebabkan oleh dua hal yaitu jalur
pemasaran yang panjang dan adanya penyalahgunaan kekuatan pasar (market
power). Keduanya akan menyebabkan margin yang terbentuk dari adanya
perdagangan kopi menjadi sangat besar dan tidak efisien. Semakin kecil tingkat
margin distribusi yang dihasilkan mengindikasikan bahwa para pelaku di jalur
distribusi tidak memiliki kekuatan pasar (market power) yang cukup untuk
membentuk harga (price maker), dengan kata lain pasar yang tercipta mengarah
pada model pasar persaingan sempurna. Sebaliknya semakin tinggi margin
distribusi mengindikasikan bahwa para pelaku di jalur distribusi memiliki market
power yang cukup untuk menetapkan harga di atas biaya marginalnya atau biaya
marginal ditambah dengan nilai keuntungan yang konstan. Hal ini menunjukkan
bahwa mereka berada pada pasar yang cukup terkonsentrasi.
Pergerakan harga mencerminkan kondisi perkembangan permintaan dan
penawaran, kekuatan dari sisi penawaran maupun permintaan memiliki pengaruh
terhadap perubahan dan fluktuasi harga di pasar dunia baik pasar eksportir maupun
0
1
2
3
4
5
6
Jan
-05
Jun
-05
No
p-0
5
Ap
r-0
6
Sep
-06
Feb
-07
Jul-
07
De
s-0
7
Me
i-0
8
Okt
-08
Mar
-09
Agu
st-0
9
Jan
-10
Jun
-10
No
p-1
0
Ap
r-1
1
Sep
-11
Feb
-12
Jul-
12
De
s-1
2
Me
i-1
3
Okt
-13
Mar
-14
Agu
st-1
4
US
$/k
g
Tahun USA Jerman Jepang Indonesia
7
pasar importir. Dua pasar yang saling berhubungan akan terintegrasi secara
sempurna dan transmisi harga terjadi secara simetri. Apabila transmisi harga antar
kedua pasar tersebut tidak simetri maka dapat dapat indikasi adanya penyalahan
kekuatan pasar (market power). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini secara spesifik adalah
1. Bagaimana analisis transmisi harga antara harga ekspor kopi Indonesia dengan
pasar pasar tujuan ekspor utama kopi Indonesia (Amerika Serikat, Jerman dan
Jepang)?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan harga ekspor kopi di
tingkat eksportir Indonesia ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk
1. Menganalisis transmisi harga antara harga ekspor kopi di Indonesia dengan
pasar tujuan ekspor utama yaitu Amerika Serikat, Jerman dan Jepang.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga ekspor
kopi di Indonesia.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
1. Bagi penulis diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan serta pemahaman
tentang perdagangan kopi di pasar dunia.
2. Bagi akademisi penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
3. Bagi pemerintah dan eksportir diharapkan penelitian menjadi informasi untuk
memajukan industri kopi dalam negeri.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji transmisi harga kopi antara pasar
Indonesia dengan pasar tujuan ekspor utama (Amerika Serikat, Jerman dan
Jepang). Jenis data yang digunakan adalah data deret waktu atau time series
dengan rentang waktu dari Januari 2005 hingga Desember 2014, data yang
dianalisis dalam bentuk bulanan (Monthly). Asimetri harga yang dianalisis adalah
asimetri dari segi kecepatan penyesuaian (speed adjustment). Metode yang
digunakan untuk menganalisis transmisi harga adalah dengan menggunakan
Asymmetric Error Correction Model (AECM). Selain itu juga menggunakan
Error Correction Model (ECM) untuk menganalisis faktor-faktor pembentukan
harga ekspor kopi di pasar Indonesia.
8
Keterbatasan penelitian ini mencakup :
1. Jenis kopi yang dianalisis adalah HS 090111 yaitu kopi biji mentah, tidak
menganalisis jenis kopi olahan seperti roaster, soluble dan lain-lain.
2. Pengamatan ini menggunakan kopi secara agregat tidak membedakan jenis
kopi yaitu robusta dan arabika. Selain itu tidak dibedakan jenis kopi
berdasarkan kualitasnya atau mutunya.
3. Penelitian ini tidak menganalisis asimetri harga berdasarkan magnitude atau
besaran.
4. Data harga kopi yaitu harga ekspor kopi di pasar Indonesia dan harga kopi
pasar-pasar pasar tujuan ekspor utama (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang)
yang digunakan adalah rasio antara nilai ekspor dengan volume ekspor.
9
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teoritis
Integrasi Pasar dan Transmisi Harga
Harga merupakan indikator utama yang dapat mencerminkan tingkat
efisiensi suatu pasar. Beberapa analisis kuantitatif dapat digunakan untuk melihat
efisiensi penetapan harga adalah (1) integrasi pasar, (2) transmisi harga, dan (3)
marjin pemasaran (Bressler dan King 1970). Analisis integrasi pasar dan transmisi
harga merupakan salah satu indikator untuk mengetahui efisiensi pasar.
Pengetahuan tentang integrasi pasar akan dapat bermanfaat untuk mengetahui
kecepatan respon pelaku pasar terhadap perubahan harga sehingga dapat
dilakukan pengambilan keputusan secara tepat. Dua buah pasar yang terintegrasi
akan membentuk harga keseimbangan yang berkaitan secara langsung.
Asmarantaka (2009) menyatakan bahwa integrasi pasar merupakan suatu
ukuran yang menunjukkan seberapa besar perubahan harga yang terjadi di pasar
acuan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada pasar pengikutnya. Dua
tingkatan pasar dikatakan terpadu atau terintegrasi jika perubahan harga pada
salah satu tingkat pasar disalurkan atau ditransfer ke pasar lain. Dalam struktur
pasar persaingan sempurna, perubahan harga pada pasar acuan akan ditransfer
secara sempurna ke pasar pengikut. Integrasi pasar akan tercapai jika terdapat
informasi pasar yang memadai dan disalurkan dengan cepat ke pasar lain.
Pada dasarnya analisis integrasi pasar dapat dibedakan menjadi dua
integrasi yaitu integrasi vertikal dan integrasi spasial. Menurut Goodwin (2006)
tingkat transmisi harga pada satu rantai pemasaran dapat menjadi petunjuk kinerja
dari setiap level/lembaga pemasaran yang berada dalam rantai pemasaran tersebut.
Suatu rantai pemasaran dikatakan efisien dan terintegrasi secara vertikal apabila
pola interaksi harga antara level hanya tergantung pada biaya produksinya.
Dengan kata lain, perubahan harga pada suatu level pemasaran akan
ditransformasikan kepada level pemasaran lainnya secara sama.
Transmisi harga spasial yaitu bagaimana harga di pasar domestik
melakukan penyesuaian dengan harga pasar yang terpisah secara spasial yaitu
terpisah secara dengan wilayah atau pasar melakukan penyesuaian dengan harga
dunia. Selain itu jika terjadi perdagangan antara dua wilayah, kemudian harga di
wilayah yang mengimpor komoditi sama dengan harga di wilayah yang
mengekspor komoditi, ditambah dengan biaya transportasi yang timbul karena
perpindahan diantara keduanya maka dapat dikatakan keduanya terjadi integrasi
spasial (Ravalion, 1986).
Asimetri Harga
Transmisi harga dikatakan tidak simetri apabila terdapat perbedaan
respon harga antara shock harga positif (pada saat kenaikan harga) dengan shock
harga negatif (saat terjadi penurunan harga). Beberapa faktor yang menyebabkan
asimetri harga, (1) terjadi karena adanya kompetisi yang tidak sempurna,
10
misalnya adanya lag informasi, promosi dan konsentrasi pasar (Henderson dan
Quant 1980), dan (2) adanya respon kekuatan pasar pada pasar persaingan tidak
sempurna yang dicirikan oleh peranan price leadership oleh pembeli utama
maupun penjual utama (Von Cramon dan Taubadel 1997).
Menurut Meyer dan Taubadel (2004) yang menyebabkan asimetri pada
kasus transmisi harga dapat diklasifikasikan dengan 3 kriteria
a b
c
Sumber : Meyer dan Von Cramond Taubadel (2004)
Gambar 2 Transmisi harga tidak simetri dari sisi kecepatan dan besaran
(1) Asimetri harga vertikal dan spasial
Kriteria yang pertama transmisi harga tidak simetri yang terjadi secara
vertikal atau spasial.Transmisi harga vertikal terjadi antar level pemasaran dalam
satu rantai, sedangkan transmisi harga spasial terjadi antar pasar yang berbeda
lokasi geografisnya.Transmisi harga spasial yang tidak simetri dapat dicontohkan
melalui perbedaan respon harga domestik terhadap perubahan harga kopi di pasar
dunia yaitu dimana kenaikan harga dunia lebih cepat dan lebih sempurna diadopsi
oleh harga domestik dibandingkan saaat terjadi penurunan harga dunia.
(2) Asimetri harga berdasarkan kecepatan (speed) dan besaran (magnitude)
Asimetri harga kriteria yang kedua kondisi transmisi harga yang tidak
simetri dari sisi kecepatan waktu dan besaran penyesuaian harga. Fenomena
asimetri terjadi apabila shock harga disalah satu pasar tidak dengan segera
ditransmisikan oleh pasar lainnya. Sementara dari sisi besaran fenomena asimetri
terjadi pada saat shock harga disuatu pasar tidak ditransmisikan secara penuh oleh
pasar lainnya. Kondisi transmisi harga tidak simetri dari sisi kecepatan waktu dan
besaran dapat dilihat pada Gambar 2
Berdasarkan Gambar 2 simbol Pout
adalah harga output dan Pin
adalah
harga input, diasumsikan Pout
tergantung pada Pin
. Gambar 2a diasumsikan
sumber shock harga pada Pin
terjadi perbedaan respon dari sisi besaran
penyesuaian harga pada pout
antara shock positif dengan shock negatif yang terjadi
di Pin
. Pada saat terjadi shock positif atau kenaikan harga di pin
, maka harga
11
output atau Pout
akan mentransmisikan shock tersebut secara sempurna dimana
kenaikan harga yang terjadi di Pout
sama dengan kenaikan harga yang terjadi di Pin
.
Pada saat terjadi shock negatif di Pin
, penurunan harga yang terjadi di Pout
tidak
terjadi sempurna yaitu hanya setengah dari shock negatif di Pin
yang
ditransmisikan oleh Pout
. Gambar 2b menjelaskan transmisi yang tidak simetri dari
sisi kecepatan waktu penyesuaian. Saat terjadi kenaikan harga di Pin
pada waktu t1,
Pout
akan segera melakukan penyesuaian pada waktu yang sama. Pada saat Pin
terjadi penurunan harga Pout
tidak dengan segera merespon penurunan harga
tersebut melainkan terdapat lag selama n, sehingga shock negatif di Pin
baru akan
ditransmisikan di P out
pada waktu t 1+n.
Gambar 2c menjelaskan transmisi yang tidak simetri dari sisi kecepatan
waktu dan besaran. Kenaikan harga yang terjadi di Pin
pada waktu t1 tidak
ditransmisikan seluruhnya pada waktu yang sama, melainkan hanya setengahnya.
Pada waktu t2 barulah seluruh shock positif di pin
ditransmisikan secara sempurna.
Pada saat terjadi penurunan harga pada waktu yang sama di Pin
proses transmisi
dilakukan pada waktu yang lebih lama dibandingkan saat terjadi shock positif,
yaitu pada waktu t3. Respon penurunan harga yang terjadi di Pout
pun tidak sebesar
penurunan harga yang terjadi di Pin
. Hal ini mengambarkan bahwa terjadi
transmisi yang tidak sempurna dari sisi kecepatan waktu dan besaran penyesuaian
yang ditunjukan oleh Pout
saat terjadi shock negatif di Pin
.
(3) Asimetri harga positif dan negatif
Transmisi tidak simetri yang positif adalah kondisi dimana shock positif
atau ketika terjadi kenaikan harga akan direspon secara lebih cepat dan lebih
sempurna dibandingkan pada saat terjadi shock negatif yaitu ketika terjadi
penurunan harga. Sebaliknya transmisi tidak simetri yang negatif adalah situasi
dimana shock negatif akan lebih cepat atau lebih sempurna direspon dibandingkan
shock positif. Gambar 3a menjelaskan bahwa ketika Pin
naik maka Pout
akan
merespon dengan kecepatan dan besaran yang sama. Akan tetapi ketika Pin
turun
maka Pout
tidak akan merespon dengan kecepatan dan besaran yang sama maka
disebut asimetri positif. Sebaliknya ketika Pin
turun, maka Pout
akan merespon
dengan kecepatan dan besaran yang sama. Sebaliknya jika Pout
merespon dengan
kecepatan dan besaran yang sama ketika Pin
turun dibandingkan ketika Pin
naik
maka disebut asimetri negatif (Gambar 3b)
a b
Sumber : Meyer dan Von Cramond Taubadel (2004)
Gambar 3 Asimetri harga berdasarkan kriteria positif dan negatif
12
Penyebab Asimetri harga
Fenomena transmisi harga tidak simetri sebagian besar disebabkan oleh
karena adanya penyalahgunaan kekuatan pasar (market power) (Von Cramon-
Taubadel 1997; McCorriston 2002; Vavra dan Goodwin 2005). Selain itu adanya
asimetri harga disebabkan adanya biaya transaksi yang akan menyebabkan
transmisi harga antar pasar menjadi tidak simetri, meskipun pasar tersebut berada
pada persaingan sempurna (Zachariasse dan Bunte 2003)
Von Cramon-Taubadel (1997) menyatakan beberapa faktor yang
menyebabkan asimetri harga, (1) perusahaan menghadapi perbedaan biaya
penyesuaian (adjustment cost) yaitu baik itu ketika harga naik maupun ketika
harga turun (Bailey dan Brorsen 1989), contohnya persaingan harga antara
lembaga pemasaran harga meningkat lebih cepat ketika terjadi peningkatan
permintaan. Akan tetapi ketika permintaan turun respon harga turun lebih lambat ,
dan (2) terjadi hubungan asimetri karena adanya penyalahgunaan kekuatan pasar
(market power)
Asimetri harga secara teoritis dalam hubungannya dengan karakteristik
kompetisi yang tidak sempurna, misalnya adanya lag informasi, promosi dan
konsentrasi pasar (Henderson dan Quant 1980). Beberapa faktor lainnya yaitu, (1)
masing-masing perusahaan akan menyikapi secara berbeda dalam penyesuaian
biaya tergantung apakah sedang naik atau sedang turun, (2) pelaku pemasaran
menahan barangnya pada saat naik karena takut kehabisan stok, (3) respon
kekuatan pasar pada pada pasar persaingan tidak sempurna yang dicirikan oleh
peranan price leadership baik oleh pembeli utama maupun penjual utama (Von
Cramon-Taubadel 1997), dan (4) Adanya intervensi pemerintah, misalnya adanya
subsidi harga (Kinnucan dan Forker 1987 ).
Meyer dan Von Cramon-Taubadel (2004), menyatakan bahwa tidak
terjadinya transmisi harga antara dua level pasar yang berbeda dalam satu rantai
pemasaran disebabkan oleh pasar yang tidak kompetitif. Untuk komoditas
pertanian persaingan yang tidak sempurna di rantai pemasaran (marketing chain)
membuka ruang bagi middleman untuk melakukan penyalahgunaan kekuatan
pasar yang dimilikinya (abuse of market power).
Kekuatan Pasar dan Struktur Pasar Persaingan Tidak Sempurna
Sebagian besar literatur ekonomi menyebutkan bahwa struktur pasar
persaingan yang tidak sempurna menjadi faktor utama penyebab transmisi harga
yang tidak simetri (McCoriston 2002). Menurut Zachariasse dan Bunte (2003),
menyebutkan bahwa dalam pasar oligopoli atau oligopsoni terdapat
interdependence atau pelaku usaha yang dapat menyebabkan lag pada proses
penyesuaian harga. Sebagai contoh apabila terjadi kenaikan harga input maka
seluruh pelaku usaha akan dengan segera menyesuaikan harga sebagai sinyal
bahwa tidak ada perjanjian yang dilanggar, sementara pada saat terjadi penurunan
harga input, pelaku usaha akan saling menunggu reaksi pesaingnya untuk
menghindari sanksi yang diterapkan pesaingnya dalam bentuk perang harga.
Fenomena ini lebih cenderung terjadi apabila penyalahgunaan kekuatan pasar
(market power) antar pelaku usaha dalam suatu pasar tidak sama atau biasa
13
disebut dengan pola price leadership-price follower (Meyer dan Von-Cramon
Taubadel 2004)
Bailey dan Brorsen (1989) menambahkan bahwa transmisi harga tidak
simetri akan berjalan secara positif atau negatif tergantung dari reaksi dari
persaingnya, apabila suatu perusahaan percaya bahwa tidak ada satu pun
persaingnya akan dengan cepat merespon, maka yang terjadi adalah transmisi
harga tidak simetri yang negatif. Apabila perusahaan percaya bahwa pesaingnya
akan lebih bereaksi terhadap kenaikan harga dibandingkan penurunan harga maka
transmisi harga tidak simetri yang terjadi adalah positif.
Meyer dan Von-Cramon Taubadel (2004) menambahkan bahwa pada
struktur pasar oligopoli, transmisi harga tidak simetri dapat terjadi secara positif
maupun negatif, tergantung pada struktur dan perilaku pasar, sementara pada
pasar monopoli transmisi harga tidak simetri yang terjadi lebih akan mengarah
pada bentuk positif daripada negatif.
Biaya Penyesuaian
Kekakuan dalam proses penyesuaian harga antara pasar Indonesia dan pasar
dunia dapat juga disebabkan adanya sejumlah tambahan biaya yang harus
dikeluarkan oleh pelaku usaha untuk menyesuaikan harganya. Dalam ilmu
ekonomi biaya tersebut dikenal dengan adjustment cost atau biaya penyesuaian
yaitu biaya yang digunakan untuk melakukan perubahan label dan katalog, biaya
periklanan serta biaya lain yang harus dikeluarkan untuk menyampaikan
perubahan harga kepada para kilen (Meyer dan Von-Cramon Taubadel 2004)
Menurut Bailey dan Brorsen (1989) sebuah pasar/perusahaan akan
menghadapi adjustment cost yang berbeda ketika harga naik maupun ketika harga
turun, contoh ketika terjadi peningkatan harga komoditas akan lebih cepat
direspon daripada ketika terjadi penurunan harga atau disebut juga negative
asymmetric. Menurut Ball dan Mankiw (1994); Buckle dan Carlson (1996)
menyatakan bahwa asimetri harga terjadi akibat biaya penyesuaian juga dapat
terjadi akibat adanya inflasi.
` Menurut McCorristos (2000) menyatakan bahwa perbedaan mendasar
antara transmisi harga yang disebabkan oleh kekuatan pasar (Market Power)
dibandingkan dengan adjustment cost adalah hal waktu. Biaya penyesuaian
(adjustment cost) yang besar hanya akan terjadi dalam jangka pendek, sehingga
sifatnya hanya menunda proses transmisi atau penyesuaian harga. Pada jangka
panjang akan terjadi penyesuaian harga yang sempurna atau harga kembali simetri
(McCorriston 2000). Sementara asimetri yang disebabkan oleh penyalahgunaan
kekuatan pasar (market power) dapat bertahan dalam waktu yang lama, karena
tidak hanya berpengaruh dari sisi time of adjustment atau waktu penyesuaian
tetapi juga mempengaruhi magnitude of adjustment (penyesuaian dari segi arah)
(Meyer dan von Cramon Taubadel 2004).
14
Penelitian terdahulu
Transmisi Harga dan Integrasi Pasar
Penelitian yang membahas mengenai transmisi harga kopi telah banyak
dilakukan baik di tingkat nasional maupun international. Kirnovos (2004) dalam
penelitian tentang transmisi harga dan integrasi pasar kopi di dunia ke pasar lokal
di pasar-pasar eksportir kopi (Brazil, Ethiopia, Kenya, Kolombia dan Mexico)
sebelum dan sesudah reformasi perdagangan menggunakan analisis kointegrasi
dan Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pangsa harga eksportir di pasar dunia meningkat setelah adanya liberalisasi
perdagangan. Terdapat integrasi yang kuat antara pasar domestik dan pasar dunia
setelah adanya liberalisasi perdagangan dibandingkan sebelum adanya liberalisasi
perdagangan. Hasil analisis menggunakan model ECM menyimpulkan bahwa
pada jangka pendek terjadi peningkatan transmisi harga antara pasar dunia
terhadap pasar eksportir, sehingga harga domestik lebih cepat menyesuaikan
fluktuasi harga dunia setelah adanya liberalisasi perdagangan dibandingkan
sebelum adanya reformasi.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Mohan dan Russel (2008) yaitu
meneliti tentang perdagangan kopi di pasar Brazil, Guatemala dan India setelah
dan sebelum liberalisasi perdagangan. Pada penelitian tersebut jenis kopi yang
dianalisis adalah jenis kopi arabika. Hasil penelitian menyimpulkan pada jangka
panjang terdapat kointegrasi atau hubungan jangka panjang antara harga kopi
arabika di pasar produsen dengan harga yang terbentuk di pasar dunia. Setelah
terjadi liberalisasi perdagangan kopi pada 1980-an, akibat bubarnya International
Coffee Agreement (ICA) menyebabkan pangsa pasar (share) pasar produsen
(Brazil, Guatemala dan India) meningkat di pasar dunia.
Penelitian Kustiari (2007) tentang integrasi kopi Indonesia terhadap kopi
di pasar dunia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga kopi di tingkat petani
baik robusta dan arabika terintegrasi dengan harga di pasar dunia perubahan harga
yang terjadi di pasar dunia ditransmisikan ke harga di tingkat petani secara simetri.
Harga kopi robusta menyesuaikan keseimbangan jangka panjang relatif lebih
lambat karena harga kopi robusta lebih fluktuatif dibandingkan harga kopi arabika,
sehingga resiko perubahan perdagangan kopi robusta lebih tinggi dibandingkan
kopi arabika.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Hutabarat (2006) meneliti tentang
analisis saling pengaruh harga kopi Indonesia dan pasar dunia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa harga eceran kopi di Jepang cenderung lebih tinggi
dibandingkan harga-harga di pasar konsumen, seperti Amerika Serikat, Jerman,
Italia dan Belanda. Harga eceran di AS dan Belanda cenderung memiliki pola
yang sama, sedangkan harga eceran kopi di Jerman memiliki pola yang hampir
sama dengan di Belanda dan harga eksportir Indonesia. Hasil kointegrasi
menunjukkan bahwa pada jangka panjang harga ditingkat petani di Lampung,
Jawa Timur maupun harga ekspor kopi di Indonesia keseluruhan berkointegrasi
dengan harga konsumen di Jepang, AS, Jerman, Italia, dan Belanda.
Muzendi (2014) meneliti tentang integrasi pasar dan dampak kebijakan
non tarif terhadap permintaan ekspor dan daya saing kopi Indonesia di pasar
dunia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perubahan harga ekspor kopi
15
Indonesia mengikuti perubahan di pasar dunia yaitu pengaruh dari pasar-pasar
pengeskpor maupun pengimpor. Pengujian kointegrasi menunjukkan bahwa pada
jangka panjang harga kopi Indonesia terintegrasi dengan pasar importir dan
eksportir utamanya. Variabel yang memberikan pengaruh signifikan pada jangka
panjang adalah harga impor kopi (Amerika Serikat dan Malaysia) serta harga
ekspor kopi Brazil dan Vietnam. Analisis hubungan jangka pendek dengan ECM
menunjukkan harga ekspor kopi Indonesia terintegrasi dengan pasar importir
maupun eksportir utama, dimana kecepatan penyesuaian ke keseimbangan 87.33
persen pada pasar importir dan 65.33 persen pasar pasar eksportir. Variabel yang
signifikan mempengaruhi harga ekspor kopi Indonesia pada jangka pendek adalah
harga impor kopi di (Amerika Serikat, Malaysia, dan Singapura) serta harga
ekspor kopi Brazil dan Vietnam.
Hasil penelitian Purwadi (2006) menunjukkan bahwa harga kopi robusta
Indonesia berperan sebagai price leader pergerakan harga kopi di pasar dunia baik
pergerakan harga di pasar eksportir utama Brasil dan Vietnam maupun pergerakan
harga di pasar importir utama USA, Jerman dan Jepang. Pada keseimbangan
jangka panjang harga kopi di Indonesia menjadi acuan pergerakan harga di pasar
dunia. Namun kondisi ini tidak berarti Indonesia mampu mendikte dan
menetapkan harga kopi di pasar dunia.
Penelitian asimetri harga telah dilakukan oleh beberapa peneliti Gomez
dan Koerner (2009) meneliti tentang asimetri harga kopi di pasar Perancis, Jerman
dan Amerika Serikat terhadap harga kopi dunia dengan menggunakan model
AECM (Asymmetric Error Correction Model) yang dikembangkan oleh Von
Cramond-Taubadel dan Loy (1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
jangka panjang tidak terjadi asimetri harga antara harga kopi dunia dan harga kopi
ditingkat retail yaitu di Amerika Serikat, Perancis dan Jerman. Akan tetapi pada
jangka pendek terjadi asimetri harga antara pasar-pasar tersebut, contoh di Jerman
menurunnya harga dunia ditransmisikan dengan cepat oleh harga kopi retail di
Jerman daripada penurunan harga kopi. Berbeda halnya dengan USA dimana
kenaikan harga dunia ditransmisikan dengan cepat oleh harga kopi retail di
Amerika Serikat daripada harga kopi naik.
Analisis Transmisi Harga
Analisis asimetri harga untuk produk pertanian pertama kali dilakukan oleh
Tweeten dan Quance (1967) dalam ( Meyer dan Von Cramon-Taubadel 2004)
yang menggunakan teknik variabel dummy. Kemudian model tersebut
dimodifikasi oleh Houck (1977) yaitu dengan mengeluarkan observasi awal
karena level observasi yang pertama dinilai tidak memiliki kekuatan penjelasan
bebas. Penelitian dengan menggunakan metode Houck dalam (Meyer dan Von
Cramon-Taubadel 2004) telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu Kinnucan
dan Forker (1987) yaitu menganalisis asimetri harga pada industri susu di
Amerika Serikat. Aguiar dan Santana (2005) yaitu meneliti tentang transmisi
harga asimetri untuk tomat, buncis , bawang, susu bubu, beras, dan kopi di Brazil.
Metode Houck dianggap tidak sesuai apabila terdapat hubungan
kointegrasi antara dua series data harga. Von Cramon-Taubadel dan Loy (1996)
dalam Meyer dan Von Cramond-Taubadel mengusulkan pendekatan ECM lebih
valid untuk digunakan untuk pengujian asimetri harga. Von Cramon-Taubadel dan
16
Loy (1996) merupakan yang pertama mengenalkan konsep kointegrasi dalam
model transmisi harga tidak simetri dengan menggunakan konsep Error
Correction Model (ECM). Prinsip utama model ini adalah dengan melihat
signifikansi penyimpangan (error) dari model keseimbangan jangka panjangnya.
Pada konsep kointegrasi dua series harga dikatakan terkointegrasi apabila
pergerakan di salah satu series harga diikuti dengan pergerakan harga di series
lainnya secara sempurna, apabila terdapat pergerakan harga yang menyimpang
maka akan dimasukkan sebagai bentuk Error Correction Term/ ECT.
Pada analisa transmisi harga dengan metode ECM dipisahkan ECT antara
bentuk positif dengan bentuk negatif. ECT positif menunjukkan kondisi
penyimpangan di atas garis keseimbangan jangka panjang. Sementara ECT
negatif menunjukkan kondisi penyimpangan di bawah garis keseimbangan jangka
panjangnya. Acquah dan Onumah (2010) menyebutkan bahwa penggunaan
metode ECM lebih disarankan dibandingkan metode Houck yang konvensional.
Meskipun demikian (Meyer dan Von Cramon-Taubadel 2004) menyebutkan
bahwa analisa transmisi harga dengan menggunakan ECM hanya dapat
menggambarkan pola asimetri dari sisi waktu penyesuaian. Hal ini disebabkan
analisa kointegrasi dan ECM merupakan bentuk keseimbangan jangka panjang,
sehingga apabila transmisi harga tidak simetri terjadi dari sisi besaran penyesuaian
maka data tidak akan saling terkointegrasi.
Penelitian dengan menggunakan metode AECM telah dilakukan oleh
beberapa peneliti Rezity dan Panagopoulos (2006) meneliti tentang transmisi
harga tanaman pertanian di Yunani. Pada penelitian ini menggunakan metode
analisis ECM dan GETS (LSE-Hendry General to Specific Model) untuk
menganalisis asimetri harga. Gomez dan Koerner (2009) menganalisis tentang
asimetri harga antara harga kopi di pasar importir utama (Perancis, Jerman dan
Amerika Serikat) terhadap harga kopi dunia. Model analisis yang digunakan pada
penelitian tersebut yaitu dengan menggunakan metode analisis AECM
(Asymmetric Error Correction Model). Vavra dan Goodwin (2005) meneliti
tentang transmisi harga industri pertanian. Pada penelitian ini menggunakan ECM
yang dikembangkan oleh Von Cramon Taubadel dan Loy (1996) untuk
menganalisis asimetri harga.
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Harga
Harga yang terbentuk untuk suatu komoditas merupakan hasil interaksi
antara penjual dan pembeli. Harga yang terjadi sangat dipengaruhi oleh kuantitas
barang yang ditransaksikan. Sisi pembeli (demand) semakin banyak barang yang
ingin dibeli akan meningkatkan harga. Sementara dari sisi penjual (supply)
semakin banyak barang yang akan dijual akan menurunkan harga. Banyak faktor
yang dapat mempengaruhi perilaku permintaan maupun penawaran dalam
interaksi pembentukan harga. Namun untuk komoditas pangan atau pertanian
pembentukan harga disinyalir lebih dipengaruhi oleh sisi penawaran (supply
shock) dibandingkan sisi permintaan (demand shock). Sisi penawaran lebih
berpengaruh karena sisi permintaan cenderung lebih stabil dibandingkan sisi
penawaran yaitu mengikuti perkembangan trennya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi sisi penawaran komoditas pangan atau pertanian cenderung sulit
untuk dikontrol (Pratowo 2008)
17
Firmansyah (2006) menyatakan bahwasanya faktor-faktor fundamental
yang menentukan harga kopi antara lain produksi, konsumsi, dan stok. Menurut
Gilbert dan Morgan (2010) harga pangan meningkat disebabkan oleh produksi
dan konsumsi. Sisi permintaan berpotensi meningkatkan harga komoditas
pertanian walaupun derajatnya relatif rendah dibandingkan tekanan dari sisi
penawaran. Sumber utama peningkatan permintaan komoditas pangan adalah
peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan. Namun untuk pasar maju income
effect terhadap permintaan komoditas pertanian relatif kecil bila dibandingkan
dengan pasar berkembang yang mempunyai income elasticity lebih tinggi. Faktor-
faktor yang mempengaruhi sisi penawaran komoditas pangan/pertanian cenderung
sulit untuk dikontrol (Tomek 2000).
Dewi (2011) analisis kontrak berjangka OLEIN di bursa berjangka Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pergerakan harga OLEIN di pasar berjangka adalah tingkat suku bunga Indonesia,
return nilai tukar USD/Rp, dan return CPO sebesar 66 persen. Sisanya sebesar 34
persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak digunakan didalam model.
Variabel tersebut diindikasikan yaitu faktor musim, faktor makro ekonomi luar
negeri, dan faktor psikologis investor.
Fitrianti (2009) menyimpulkan bahwa kenaikan harga minyak mentah
berpengaruh terhadap pembentukan harga karet terutama pada bursa SICOM,
TOCOM dan AFET. Karet merupakan bahan baku ban yang juga dapat
diproduksi dari minyak mentah. Selain itu faktor nilai tukar juga menjadi faktor
yang ikut mempengaruhi harga karena perdagangan dunia karet alam biasanya
dilakukan dalam dolar Amerika. Aklimawati (2013) menyatakan bahwa harga
terbentuk sebagai akibat interaksi secara simultan antara kekuatan permintaan dan
penawaran. Faktor-faktor yang menentukan pembentukan harga ekspor kakao
adalah produksi, stok, dan nilai tukar mata uang.
Berdasarkan studi-studi terdahulu yang sebagian besar menganalisis
integrasi pasar dengan menggunakan metode VECM atau ECM. Pada penelitian
menganalisis transmisi harga yang tidak simetri (asimetri) dari segi kecepatan
penyesuaian waktu dengan menggunakan metode AECM (Assymmetric Error
Correction Model) yaitu dengan cara memisahkan antara ketika harga naik
maupun ketika harga turun, sehingga dapat diketahui asimetri harga baik pada
jangka panjang maupun pada jangka pendek. Selain itu pada penelitian juga
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga ekspor kopi
di Indonesia.
Kerangka Konseptual
Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sebagian besar di
ekspor ke pasar dunia. Hal ini menyebabkan ketergantungan harga ekspor kopi di
Indonesia terhadap pasar tujuan ekspor semakin tinggi. Ketergantungan terhadap
pasar dunia mengakibatkan harga kopi Indonesia akan berfluktuasi akibat
fluktuasi harga yang terjadi di pasar dunia.
Sebagian besar ekspor kopi Indonesia ke pasar tujuan ekspor masih dalam
bentuk biji mentah. Hal ini menyebabkan nilai tambah yang produk akhir dimiliki
oleh pasar importir dan seringkali pasar importir utama mampu menjadi penentu
18
harga, sehingga menyebabkan perkembangan perdagangan komoditas primer di
Indonesia cenderung tidak stabil dan sangat tergantung terhadap pasar-pasar
konsumen. Selain itu berdasarkan pangsa pasar ekspor Indonesia ke pasar tujuan
ekspor utama yaitu Amerika Serikat, Jepang dan Jerman masih kecil apabila
dibandingkan dengan pasar-pasar eksportir utama lainnya contohnya Brazil dan
Vietnam. Hal ini menyebabkan posisi Indonesia sebagai small country
menyebabkan pasar kopi di Indonesia berperan sebagai price taker terhadap
perubahan harga yang terjadi di pasar importir.
Pasar-pasar importir utama mempunyai kekuatan pasar untuk menjadi
penentu harga. Hal ini menyebabkan transmisi harga yang terjadi diduga terjadi
secara asimetri karena pasar-pasar importir mempunyai kekuatan pasar (market
power) untuk dapat menekan dan mendikte harga ekspor kopi di Indonesia. Selain
itu terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga ekspor kopi di Indonesia
meliputi harga kopi di pasar eksportir utama kopi (Brazil dan Vietnam), harga
kopi di pasar importir utama (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang), nilai tukar
dan volume ekspor kopi di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis transmisi harga antara harga ekspor kopi di Indonesia dengan
harga impor kopi di pasar tujuan ekspor utama yaitu (Amerika Serikat, Jerman,
dan Jepang) dengan menggunakan Asymmetric Error Correction Model (AECM).
Selain itu penelitian juga menganalisis faktor-faktor pembentukan harga ekspor
kopi di Indonesia dengan menggunakan model Error Correction Model (ECM).
19
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
ekspor kopi Indonesia impor kopi pasar
(Amerika Serikat,
Jepang dan Jerman
analisis faktor-faktor
yang menentukan
pembentukan harga
analisis transmisi harga
menggunakan analisis
AECM
menggunakan
analisis ECM
harga ekspor kopi
Indonesia harga impor kopi
pasar importir
Fakta dan masalah penelitian:
1. ketergantungan yang tinggi terhadap pasar tujuan ekspor karena
konsumsi kopi Indonesia kecil.
2. pangsa pasar ekspor kopi Indonesia ke pasar tujuan ekspor kecil,
sehingga menyebabkan Indonesia bertindak sebagai price taker
(penerima harga)
3. pasar-pasar pasar tujuan ekspor utama mempunyai kekuatan pasar
(Market Power) dalam menekan dan mendikte harga ekspor kopi di
Indonesia
20
Hipotesis
1. Terjadi asimetri harga antara harga ekspor kopi di Indonesia dengan harga
impor kopi di pasar tujuan ekspor utama yaitu (Amerika Serikat, Jerman dan
Jepang)
2. Faktor yang mempengaruhi pembentukan harga ekspor kopi di Indonesia
a. Harga kopi di pasar importir utama Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman
diduga berpengaruh positif terhadap harga kopi Indonesia, artinya kenaikan
harga impor kopi di Amerika Serikat akan menyebabkan kenaikan harga
ekspor kopi di Indonesia.
b. Harga kopi di pasar eksportir utama kopi yaitu Brazil dan Vietnam
berpengaruh positif terhadap harga ekspor kopi di Indonesia, artinya ketika
terjadi kenaikan harga kopi di pasar Brazil dan Vietnam akan menyebabkan
kenaikan harga ekspor kopi di Indonesia.
c. Nilai tukar riil berkorelasi positif terhadap harga ekspor kopi Indonesia,
kenaikan nilai tukar riil akan menyebabkan kenaikan harga kopi domestik.
Meningkatnya harga kopi domestik akan menyebabkan meningkatnya
harga ekspor kopi di Indonesia.
d. Volume ekspor kopi pasar Indonesia diduga berpengaruh negatif terhadap
harga kopi di pasar eksportir Indonesia, yaitu meningkatnya volume ekspor
kopi di Indonesia akan menyebabkan kelebihan penawaran kopi di pasar
dunia, sehingga menyebabkan harga kopi di pasar dunia akan turun,
menurunnya harga kopi di pasar dunia menyebabkan harga kopi di pasar
Indonesia juga akan turun.
21
3 METODOLOGI PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini berdasarkan data sekunder yang bersumber dari laporan,
jurnal, website dan dokumen yang dipublikasikan oleh lembaga dalam dan luar
negeri. Data yang digunakan merupakan data time series harga biji kopi dengan
HS 090111. Periode data yang digunakan adalah selama 120 bulan atau selama 10
tahun, yaitu dari bulan Januari 2005-Desember 2014. Data yang dianalisis berupa
data volume dan nilai ekspor kopi eksportir utama (Indonesia, Brazil, dan
Vietnam), volume dan nilai impor kopi di pasar importir utama kopi (Amerika
Serikat, Jerman dan Jepang), nilai tukar rupiah. Sumber data diperoleh dari Trade
Map/ITC, Trading Economic, Kementrian Perdagangan, Bank Indonesia, dan
instansi lainnya. Akan tetapi mengingat data harga kopi di negara eksportir
maupun negara importir yang tidak tersedia, maka penentuan harga dihitung dari
pembagian antara nilai dan volume ekspor kopi yang diperoleh dari Internasional
Trade Center (Trade Map).
Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Analisis transmisi harga yaitu dengan menggunakan Asymmetric Error
Correction Model (AECM)
2. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga ekspor kopi di
Indonesia menggunakan model Error Correction Model (ECM)
Analisis Transmisi Harga
Metode ini mengacu pada fenomena harga yang terjadi ketika harga di
pasar Indonesia bereaksi terhadap perubahan (shock) di pasar tujuan ekspor utama
kopi. Kondisi transmisi harga spasial yang tidak simetri terjadi apabila terdapat
perbedaan respon harga di pasar Indonesia antara shock kenaikan dan shock
penurunan yang terjadi pada harga di pasar tujuan ekspor kopi, begitu juga
sebaliknya. Kondisi transmisi harga yang tidak simetri juga dapat dilihat dari sisi
besaran harga, sebagai contoh pada saat terjadi kenaikan harga di pasar dunia
maka harga di pasar Indonesia akan mengalami kenaikan pada besaran yang sama.
Pada saat terjadi penurunan harga di pasar dunia maka penurunan harga yang
ditransmisikan di pasar Indonesia tidak sebesar penurunan yang terjadi di pasar
dunia yaitu pasar eksportir maupun pasar importir utama. Akan tetapi analisis
dengan menggunakan AECM hanya bisa menganalisis transmisi harga dari segi
waktu.
Menganalisis tujuan utama asimetri harga adalah dengan menggunakan
AECM yang dikembangkan oleh Von Cramon Taubadel dan Loy (1996). Pada
model ini dipisahkan antara periode jangka panjang dan jangka pendek. Melalui
analisis AECM asimetri harga dapat dipisahkan antara pola jangka pendek dan
pola jangka panjang. Apabila asimetri harga terjadi hanya pada jangka pendek,
22
sementara pada jangka panjang proses transmisinya menunjukkan pola simetri.
Maka dapat disimpulkan bahwa penyebab transmisi harga lebih disebabkan oleh
biaya penyesuaian. Faktor penyalahgunaan kekuatan pasar (market power) hanya
akan berpengaruh terhadap asimetri harga pada jangka panjang signifikan. Maka
dapat dipastikan asimetri harga tersebut disebabkan oleh adanya penyalahgunaan
kekuatan pasar (market power ) yang dilakukan oleh pasar importir.
t
n
i
n
i
titit
n
i
n
oi
itititt ECTPIPEIECTPIPEIaPEI
1 0
122221
1
112110
t
n
i
n
i
titit
n
i
n
oi
tititt ECTPEIPIECTPEIPIaPI
1 0
122221
1
1112110
ECT yaitu bentuk penyimpangan dari keseimbangan jangka panjang
(keseimbangan kointegrasi) dari ∆PEIt-i dan ∆PIt-i , yang kemudian dipisahkan
dalam bentuk positif (ECT+) dan negatif (ECT
-). ECT
+ atau menggambarkan
kondisi saat penyimpangan berada di atas garis keseimbangan jangka panjang,
sedangkan ECT- menggambarkan kondisi saat penyimpangan berada dibawah
garis keseimbangan jangka panjang.
Melihat dugaan asimetri dalam transmisi harga maka dapat digunakan
waldtest, yaitu dengan membandingkan signifikansi antara koefisien positif
dengan koefisien negatif. Dugaan adanya penyalahan kekuatan pasar (market
power) dapat dilihat dari koefisien jangka panjangnya (1 =
2 ). Apabila koefisien
tersebut signifikan, artinya dalam jangka panjang terjadi transmisi harga yang
tidak simetri pada jangka panjang yang diakibatkan adanya penyalahgunaan
kekuatan pasar (market power), sementara koefisien (β11- dan β21
+, β12
- dan β22
+)
dapat mengambarkan pola transmisi harga jangka pendek. Apabila β11- ≠ β21
+ ,
β12- ≠ β22
+, artinya terjadi transmisi harga tidak simetri yang disebabkan karena
adanya biaya penyesuaian (adjustment cost). Sebelum menganalisis transmisi
harga dengan menggunakan model AECM (Asymmetric Error Correction Model)
perlu dilakukan dalam beberapa tahapan pengujian.
Uji Stasioneritas Data
Data yang stasioner terjadi jika mean, variance, dan covariance bersifat
konstan sepanjang waktu, sedangkan data non stasioner ditunjukkan dengan
adanya perubahan mean, variance, dan covariance sejalan dengan perubahan
waktu. Data time series yang tidak stasioner (mengandung unit root)
menyebabkan masalah spurious regression. Oleh karena itu, uji stasioneritas
digunakan untuk mengetahui kestasioneran data dan menghindari masalah
spurious regression.
Langkah pertama dalam analisa ini adalah memeriksa stasioneritas data
deret waktu dapat digunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Adapun
formulasi model uji ADF adalah.
23
p
i
tittt PEIaiPEItaPE1
1110
p
i
tittt PIiPItaPI1
110
Dimana :
PEIt = Harga ekspor kopi Indonesia pada periode ke-t (US$/kg)
PEIt-1 = Harga ekspor kopi Indonesia 1 bulan sebelumnya (US$/kg)
PIt = Harga impor kopi di pasar importir Amerika Serikat,
Jerman dan Jepang pada periode ke-t (US$/kg)
PIt-1 = Harga impor kopi di pasar importir Amerika Serikat,
Jerman dan Jepang 1 bulan sebelumnya (US$/kg)
α0, α1, γ, βi = Koefisien
= Error persamaan
P = Panjang lag yang digunakan dalam model
t = Trend waktu
Data yang tidak stasioner selanjutnya distasionerkan melalui proses
pendiferensi, yang dapat dilakukan beberapa kali (d kali) hingga diperoleh pola
data yang stasioner.
Pengujian Lag Optimum
Salah satu permasalahan yang terjadi dalam uji stasioneritas adalah
penentuan lag optimal. Jika lag yang digunakan dalam uji stasioner terlalu sedikit,
maka residual dari regresi tidak dapat menampilkan proses white noise, sehingga
model tidak dapat mengestimasi actual error secara tepat. Penentuan jumlah lag
yang digunakan dalam model dapat memanfaatkan beberapa informasi yaitu
dengan Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC),
dan Hannan-Quinn Criterion (HQ).
Uji Kointegrasi
Kointegrasi merupakan pengujian model stasioner pada nilai residual yang
dihasilkan dari persamaan yang menggunakan data tidak stasioner. Dengan kata
lain, dua data time series yang tidak stasioner dapat terkointegrasi apabila tingkat
penyimpangan dari masing-masing data tetap memiliki karakteristik yang
stasioner dan menunjukkan pola keseimbangan jangka panjang (terkointegrasi).
Pergerakan data antara dua variabel dikatakan terkointegrasi apabila kedua
data tersebut bergerak secara bersama-sama dalam jangka panjang. Dengan
demikian, analisis kointegrasi merupakan metode yang valid digunakan untuk
mengestimasi hubungan ekonomi jangka panjang antar variabel yang terintegrasi,
meskipun variabel tersebut tidak stasioner. Analisis kointegrasi terkait dengan
adanya hubungan yang stabil antara harga antara lokasi yang berbeda. Harga
bergerak dari waktu ke waktu dan marginnya dipengaruhi oleh berbagai
guncangan. Jika dalam jangka panjang terdapat hubungan linear, maka dapat
dikatakan kointegrasi. Uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan apakah
24
variabel-variabel yang tidak stasioner mengalami kointegrasi atau tidak, uji
kointegrasi dapat dilakukan jika variabel-variabel memiliki derajat integrasi sama,
Uji kointegrasi Engle dan Granger dapat dijelaskan dengan memisalkan
variabel dan masing-masing mempunyai derajat integrasi 1, atau dapat
dinotasikan dengan yt~I(1) dan xt ~I(1) model persamaan regresi.
PEIt = β0 + β1 PI
PIt = β0 + β1 PEIt
Estimasi kesalahan ketidakseimbangan dari model regresi
et = PEIt - β0 - β1PIt
et = PIt - β0 - β1PEIt
Jika residual kesalahan ketidakseimbangan (et) stasioner, dapat dikatakan
bahwa variabel-variabel pada persamaan regresi yang dimaksud membentuk
hubungan kointegrasi, sedangkan himpunan variabel dikatakan tidak membentuk
hubungan kointegrasi jika residualnya tidak stasioner (Engle dan Granger 1987).
Uji Kausalitas
Pengujian kausalitas dalam analisa transmisi harga bertujuan untuk
memastikan arah hubungan sebab akibat antara variabel-variabel yang diuji.
Dalam analisis transmisi harga pada penelitian ini uji kausalitas digunakan untuk
melihat apakah sumber transmisi harga berasal dari hulu atau berasal dari hilir.
Konsep kointegrasi selain konsisten dengan model koreksi kesalahan juga
mampu menjelaskan hubungan kausalitas Granger. Uji kausalitas standar
memiliki kelemahan diantaranya sering terjadi autokorelasi. Model kausalitas
standar selanjutnya dikembangkan lebih lanjut oleh Engle dan Granger (1987)
yaitu dengan menggunakan pendekatan koreksi kesalahan. Dalam uji kausalitas
Engle dan Granger (1987) dilakukan terhadap variabel-variabel yang
berkointegrasi.
111
1
1
1
10 tt
n
i
tPI
n
i
tPEIt eECTPIPEIaPEI
111
1
1
1
10 tt
n
i
tPI
n
i
tPEIt eECTPEIPIaPI
Kesimpulan
A. Apabila 1 ≠ 0 dan 2 ≠0 terdapat hubungan kausalitas jangka panjang 2 arah.
(PEI↔PI)
B. Apabila 1 ≠ 0 dan
2 = 0 terdapat hubungan kausalitas jangka panjang 1
(PEI→PI)
C. Apabila 1 = 0 dan 2 ≠0 terdapat hubungan kausalitas jangka panjang 1 arah
(PI→PEI)
Model tersebut menggambarkan model kausalitas. Dalam penerapannya
metode granger causality dipergunakan untuk membuktikan apakah benar
pergerakan harga dari sektor hulu merupakan penentu utama pergerakan harga di
hilir ataukah pergerakan harga disektor hulu lebih ditentukan oleh transaksi yang
terjadi antar pelaku usaha di tingkat hilir. Uji kausalitas dilakukan dengan
25
membandingkan nilai probabilitas dengan taraf nyata yang digunakan. Jika nilai
probabilitas lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka tolak H0, demikian
sebaliknya jika nilai probabilitas lebih besar maka terima H0.
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Harga Ekspor
Kopi di Indonesia
Pengujian tujuan kedua yaitu faktor-faktor pembentukan harga kopi ekspor
di Indonesia menggunakan model ECM. Adapun model jangka pendek ECM
sebagai berikut.
Model jangka panjang
LnPEIt = α0 + α1LnPEIt-1 + α2LnPEBt + α3LnPEVt+ α4LnPIAt + α5LnPIGt+
α6LnPIJt+ α7LnVit + α7LnNTt + εt
Mengetahui apakah spesifikasi model dengan menggunakan ECM
merupakan model yang valid maka dilakukan uji terhadap koefisien Error
Correction Term (ECT). Jika hasil pengujian terhadap koefisien ECT signifikan
maka spesifikasi model yang diamati valid. ECT adalah variabel yang dapat
difungsikan sebagai koefisien penyesuaian, yaitu variabel yang dapat mengoreksi
ketidakseimbangan dalam jangka pendek agar menuju kembali ke posisi
keseimbangan jangka panjang. Koefisien penyesuaian ini mencerminkan
kecepatan proses penyesuaian nilai yang diinginkan pelaku ekonomi dengan nilai
aktualnya dalam jangka pendek (Aklimawaty 2013).
Model jangka pendek
∆LnPEIt = α0 + α1∆LnPEIt-1 + α2∆LnPEBt + α3∆LnPEVt+ α4∆LnPIAt+ α5∆LnPIGt
+ α6∆LnPIJt + α7∆LnVit + α8∆ Ln NTt + ECTt-1
Dimana :
PEIt = harga ekspor kopi Indonesia (US$/kg)
PEIt-1 = harga ekspor kopi Indonesia periode 1 bulan sebelumnya (US$/kg)
PEBt = harga ekspor kopi Brazil (US$/kg)
PEVt = harga ekspor kopi Vietnam (US$/kg)
PIAt = harga impor kopi Amerika Serikat (US$/kg)
PIGt = harga impor kopi Jerman (US$/kg)
PIJt = harga impor kopi Jepang (US$/kg)
Vit = volume ekspor kopi di Indonesia (kg)
NTt = nilai tukar rupiah terhadap dolar (Rp/US$)
ECT = Error Correction Term
26
4 GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN KOPI
Kelembagaan Kopi di Pasar Internasional
ICO (International Coffee Organization) merupakan suatu organisasi yang
anggota terdiri atas 33 pasar produsen dan 16 pasar konsumen, sebelum Juli 1989
sistem perdagangan kopi dunia didasarkan pada basis kouta ekspor negara-negara
produsen kopi dan basis kouta impor negara-negara konsumen salah satu tujuan
dari sistem kouta ekspor yang diterapkan tersebut adalah untuk menciptakan
stabilitas harga kopi di pasaran international dan sekaligus menjamin kepentingan
masing-masing pihak, baik produsen dan konsumen. Akan tetapi pada tahun 1989
terjadi krisis pada perdagangan kopi dunia yang diakibatkan oleh kegagalan
pembagian kuota ekspor global, pada sidang ICO ke 53 pada bulan Juli 1989.
Berdasarkan sidang tersebut maka dalam diputuskan untuk membekukan sistem
kouta. Pembekuan sistem kouta ekspor kopi Internasional yang dilakukan oleh
ICO merupakan penyebab utama ketidakmenentuan kondisi perkopian Indonesia
sehingga pasar produsen terdorong untuk meningkatkan pasokan sehingga pada
akhirnya harga kopi di pasar dunia menjadi tertekan.
Akibat dibekukan sistem kouta yang terjadi pada tahun 1989 menyebabkan
krisis yang terjadi pada perdagangan kopi dunia sehingga mempengaruhi
keseimbangan perdagangan kopi di pasar dunia. Akibatnya pasar-pasar produsen
mulai mengeksplorasi mitra dagang baru. Pembentukan karter dilakukan oleh
pasar-pasar produsen yaitu pasar-pasar di Asia, Afrika dan Amerika Tengah dan
Selatan, yang disebut dengan Asosiasi Pasar Produsen Kopi (Association Coffee
Production Country (ACPC) pada tahun 1993 yang bertujuan untuk
mengembalikan batas keseimbangan tertentu di pasar kopi.
Tujuan dibentuknya ACPC yaitu untuk menstabilkan pasokan dan
permintaan pada keseimbangan pasar dan kontrol kekuasaan. Anggota ACPC
menyepakati kebijakan, dimana mereka menetapkan kouta ekspor untuk
memperkuat pengelolaan pasokan kopi. Pada tahun 1994 terjadi badai Frost dan
kekeringan di Brazil sehingga menurunkan pasokan kopi Brazil. Disisi lain
permintaan pasar dunia dan pasar domestik meningkat sehingga menarik spekulan,
yang pada akhirnya menyebabkan harga kopi meningkat tajam. Kenaikan harga
yang tinggi pada tahun 1997, menyebabkan pasar-pasar anggota seperti Brazil
memisahkan diri dari ACPC. Efektivitas ACPC belum diperkuat sejak pasar-pasar
penghasil kopi utama seperti Vietnam dan Meksiko berada diluar perjanjian
(aggrement). Vietnam merupakan salah satu pasar yang meningkatkan
produktivitas kopi dengan drastis, meningkatnya produksi kopi di Vietnam
mempengaruhi penurunan harga kopi di pasar dunia yang diakibatkan oleh
meningkatnya penawaran kopi dunia, sehingga menyebabkan harga kopi dunia
sampai sangat ini belum stabil.
Tata Cara Ekspor Kopi di Indonesia
Departemen perdagangan mengatur tatacara dan prosedur ekspor kopi
dengan mengeluarkan SK menteri Perdagangan nomor 27/M-DAG/PER/7/2008
menggantikan SK menteri perdagangan Nomor 26/M-DAG/PER/12/2005 tentang
ketentuan ekspor kopi, kemudian diganti dengan Permendag Nomor 27/M-
27
DAG/PER/7/2008, kemudian diubah lagi menjadi Permendag Nomor 41/M-
DAG/PER/9/2009 dan terakhir mengalami perubahan tahun 2011 dalam
permendag Nomor 10/M-DAG/PER/2011.
Berdasarkan pasal 2 ayat 1 dinyatakan bahwasanya ekspor kopi hanya
dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah diakui sebagai eksportir terdaftar kopi
(ET-kopi) oleh kementerian perdagangan. Berdasarkan pasal 3 dinyatakan bahwa
perusahaan untuk mendapatkan pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar Kopi (ET-
Kopi ) harus melampirkan syarat-syarat tertulis yang keluarkan oleh kementerian
perdagangan. Ekspor kopi hanya dapat dilaksanakan apabila dilengkapi Surat
Persetujuan Ekspor Kopi (SPEK). SPEK merupakan surat persetujuan
pelaksanaan ekspor kopi ke seluruh pasar tujuan yang dikeluarkan oleh
disperindag setempat. SPEK berlaku selama 30 hari dan dapat mengajukan lagi
jika ingin melakukan ekspor. SPEK dapat juga digunakan untuk pengapalan dari
pelabuhan ekspor di seluruh Indonesia. Berdasarkan pasal 5 dinyatakan SPEK
diterbitkan oleh dinas yang bertanggung jawab dibidang perdagangan di
propinsi/kabupaten/kota.
Pengakuan sebagai eksportir terdaftar kopi (ET-kopi) akan dicabut apabila
eksportir tidak melakukan kegiatan ekspor selama 1 tahun atau melakukan ekspor
kopi tanpa disertai SPEK. Berdasarkan pasal 9 menyatakan bahwasanya kopi yang
diekspor wajib sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan menteri perdagangan
dan harus disertai dengan Surat Keterangan Asal (SKA). Sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Menteri Perdagangan mengenai Surat Keterangan Asal
(Cerfificate of origin) untuk barang ekspor Indonesia. SKA yang berupa form ICO
merupakan SKA non preferensial yang berfungsi sebagai dokumen pengawasan
atau dokumen penyertaan barang ekspor untuk dapat memasuki suatu wilayah
pasar tertentu.
Salah satu asosiasi yang dapat membantu eksportir dalam melakukan ekspor
adalah AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia). Peranan Utama Asosiasi
Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) menjadi wadah asosiasi bagi produsen yang
hendak melakukan ekspor. Oleh karena itu AEKI bertugas untuk mempererat
hubungan kerjasama dengan masyarakat perkopian international serta instansi
atau lembaga yang terkait dengan bidang perkopian dalam upaya meningkatkan
kinerja kopi Indonesia.
Perdagangan Kopi di Dunia
Sejak tahun 1999-2014 terjadi peningkatan produksi kopi dunia oleh pasar-
pasar eksportir utama kopi. Pada tahun 1999 produksi kopi dunia yaitu sebesar 93
102 ribu/bags meningkat menjadi 141 732 ribu/bags (ICO 2015). Pada tahun 1980
pasar utama penghasil kopi adalah Brazil, Kolombia, dan Indonesia. Pada tahun
1990-an pasar Vietnam meningkatkan produksi kopi secara drastis maka terjadi
perubahan peta distribusi produksi kopi dunia. Sejak tahun 1999 Vietnam menjadi
pasar penghasil kopi nomor dua sesudah Brazil. Pada tahun 1990 pangsa produksi
biji kopi Brazil sebesar 19.31 persen, Indonesia sebesar 8 persen, Kolombia 15.33
persen sedangkan Vietnam sebesar 1.40 persen. Pada tahun 2014 pangsa produksi
biji kopi di pasar Brazil meningkat sebesar 32 persen, peningkatan produksi juga
terjadi di pasar Vietnam yaitu sebesar 12.35 persen, akan tetapi pangsa produksi
28
Indonesia dan Kolombia mengalami penurunan. Pangsa produksi Indonesia turun
menjadi 6.60 persen, dan Kolombia turun menjadi 8.82 persen (ICO 2015).
Sumber: International Coffee Organization (ICO) 2015
Gambar 4 Produksi kopi negara-negara eksportir utama kopi tahun 1990-2014
Pada pasar dunia produksi kopi Indonesia berada diurutan keempat
sebagian besar kopi yang diproduksi di Indonesia akan di ekspor ke pasar tujuan
ekspor dan hanya sedikit digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Sebagian besar
kopi yang diekspor di Indonesia masih dalam bentuk kopi biji. Kopi biji yang
diimpor oleh pasar konsumen tidak seluruhnya dikonsumsi di pasar yang
bersangkutan, kopi diolah menjadi produk-produk kopi seperti kopi sangrai
(roasted) dan kopi terlarut (soluble) kemudian produk-produk tersebut diekspor
kembali (direekspor) ke pasar-pasar lain, selain itu pasar konsumen melakukan
reekspor kopi biji.
Saat ini pangsa pasar impor terbesar dikuasai oleh pasar-pasar Uni Eropa,
pasar Jerman salah satu pasar yang terdapat di benua Eropa yang merupakan
importir terbesar kopi. Jerman mengkonsumsi 23 persen dari total konsumsi kopi
di Uni Eropa. Amerika Serikat dan Jepang merupakan importir utama kopi yang
pangsa pasarnya terbesar diantara pasar importir lainnya.
Tabel 6 Pangsa pasar impor kopi di negara importir utama kopi (%) tahun 2007-
2012
pasar
Importir
Tahun
2009 2010 2011 2012 2013
USA 23.23 23.08 24.10 23.75 24.04
Jerman 19.13 19.51 19.33 19.88 18.84
Jepan 6.99 7.01 6.97 6.40 7.46 Sumber: International Coffee Organization (ICO) (diolah) 2015
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat pangsa pasar pasar Amerika Serikat
tertinggi di antara pasar-pasar lainnya. Pada tahun 2009-2013 pangsa pasar
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
00
0/b
ag
s
Tahun
Indonesia
Brazil
KOlombia
Vietnam
29
Amerika Serikat ke pasar dunia berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami
peningkatan. Pangsa pasar Jerman berada diurutan kedua setelah Amerika Serikat,
pangsa pasar Jerman di pasar dunia pada beberapa tahun terakhir berfluktuasi
dengan kecenderungan mengalami peningkatan pada tahun 2010-2012, akan tetapi
pada tahun 2013 mengalami sedikit penurunan. Pangsa pasar impor pasar Jepang
di pasar dunia lebih rendah daripada pasar-pasar lainnya. Pangsa pasar Jepang ke
pasar dunia berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami penurunan terutama
pada tahun 2011-2012, akan tetapi pada tahun 2013 pangsa pasar kembali
mengalami peningkatan.
Ekspor Kopi ke Pasar Jerman
Uni Eropa merupakan pasar importir kopi terbesar di dunia, menyerap
hampir setengah produksi kopi dunia. Jerman merupakan salah satu pasar yang
berada di Uni Eropa dengan konsumsi kopi terbesar, Jerman mengkonsumsi 23
persen dari total konsumsi kopi di Uni Eropa. Konsumsi kopi di Jerman rata-rata
mencapai 9 460 320 bags atau rata-rata konsumsi perkapita mencapai 6.95 kg
(ICO 2015). Volume impor kopi pasar Jerman ke pasar dunia yaitu sebesar
1 081.103 ton pada tahun 2014. Indonesia berada diurutan keempat sebagai
eksportir kopi ke pasar Jerman. Berdasarkan Tabel 7 pangsa ekspor kopi
Indonesia berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami penurunan, kecuali pada
tahun 2013 mengalami peningkatan tertinggi.
Tabel 7 Pangsa pasar ekspor kopi di negara eksportir utama ke pasar Jerman (%),
tahun 2010-2014
Pasar Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Brazil 37.70 37.80 29.40 30.70 37.10
Viet Nam 10.50 10.20 16 15.40 16.50
Peru 10.60 8.80 9.60 8.80 6.40
Honduras 7.50 7.40 10.30 8.60 8.20
Ethiopia 5.90 5.20 5.10 4.40 4.10
Indonesia 3.80 2.60 3.30 5.10 3.10 Sumber: Internasional Trade Center (ITC) (diolah) 2015
Sumber : Kemendag 2013
Gambar 5 Saluran distribusi kopi dari Indonesia ke pasar Jerman
Petani
Kopi
Eksportir di
Indonesia Broker/Agent
Importir/Trader Perusahaan
Pengolahan
kopi (Roaster)
Konsumen/
Retail
30
Permintaan biji kopi di Jerman sebagian besar didominasi oleh industri
pengolahan yang melakukan pengolahan biji kopi mentah menjadi bahan setengah
jadi yang kemudian diproduksi menjadi kopi kualitas tinggi. Industri pengolahan
terbesar yang terdapat di Jerman yaitu Kraft Foods dengan berbagai merk kopi
antara lain Jacobs, Tassimo, Cafe HAG dan Onko (Kemendag 2013). Berdasarkan
Gambar 5 terlihat bahwasanya broker/agen dan importir/trader menjadi perantara
ekspor kopi dari produsen Indonesia ke konsumen di Jerman, hal ini terlihat
bahwa petani kecil harus melalui saluran distribusi kopi ke koperasi atau asosiasi
yang bertindak sebagai eksportir terlebih dahulu sebelum meneruskan ke broker
atau agen.
Ekspor Kopi ke Pasar Amerika Serikat
Industri kopi AS pada beberapa tahun terakhir mengalami keadaan stabil
dan menunjukkan pertumbuhan pendapatan yang kuat karena kenaikan harga
komoditas sebagai pengimpor kopi terbesar di dunia AS setiap tahunnya
mengimpor lebih dari 26 juta kantong kopi (60 kg). Selama lima tahun terakhir
sampai dengan 2014 impor AS meningkat sebesar 8.5 persen menjadi US$ 2
miliar terdiri dari 17 persen pangsa permintaan dalam negeri (Kemendag 2014).
Tabel 8 Pangsa pasar ekspor kopi di negara eksportir utama ke pasar Amerika
Serikat (%) tahun 2010-2014
Pasar Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Brazil 28.50 29.40 23.20 23.70 26.50
Kolombia 19.60 18.50 15.20 20.50 22.50
Viet Nam 9.40 7.20 10.60 10.10 9.20
Guatemala 7.70 8.80 10.30 9.20 7.40
Indonesia 6.00 4.70 7.10 6.20 6.30 Sumber: Internasional Trade Center (ITC) (diolah) 2015
Saat ini Indonesia merupakan eksportir utama kopi ke pasar Amerika
Serikat. Indonesia berada diurutan kelima setelah Brazil, Kolombia, Vietnam,
Guatemala (Kemendag 2014). Pangsa pasar ekspor kopi Indonesia ke pasar
Amerika Serikat berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami peningkatan.
kecuali pada tahun 2011 mengalami sedikit penurunan.
Ekspor Kopi ke Pasar Jepang
Volume impor kopi Jepang ke pasar dunia berfluktuasi dengan
kecenderungan mengalami peningkatan terutama pada tahun 2013. Pada tahun
2012 volume impor kopi Jepang sebesar 387.37 ton pada tahun 2013 mengalami
peningkatan sebesar 464.49 ton. Pada tahun 2014 mengalami sedikit penurunan
dari tahun 2013 yaitu sebesar 416.84 ton. Indonesia merupakan eksportir kopi
keempat ke pasar Jepang, seperti hal yang dapat dilihat pada Tabel 9.
31
Tabel 9 Pangsa pasar ekspor kopi di negara eksportir utama ke pasar Jepang
(%) tahun 2010-2014
Pasar Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Brazil 28.20 31.20 36 36.40 32.80
Kolombia 26.60 21.20 15.20 15 18.50
Guatemala 10.40 11.30 9.60 9.70 8
Indonesia 9.30 9.60 9.10 7.80 7.80 Sumber: Internasional Trade Center (ITC) (diolah) 2015
Sumber : Kemendag 2009
Gambar 6 Saluran distribusi kopi dari Indonesia ke pasar importir Jepang
Permintaan kopi di pasar Jepang relatif meningkat dari tahun-tahun. Hal
ini disebabkan karena meningkatnya industri pengolahan kopi di Jepang.
Sebagian besar biji kopi yang diekspor dari pasar-pasar eksportir ke Jepang
dilakukan pengolahan kembali oleh pabrik kopi instan, pabrik kopi reguler dan
lain-lain (Kemendag 2009). Gambar 6 merupakan proses alur distribusi kopi dari
pasar eksportir Indonesia ke pasar importir Jepang. Produsen kopi di Indonesia
menjual biji kopi mentah melalui eksportir ke importir/agen kopi yang ada di
Jepang. Importir kemudian biji kopi di jual kepada pabrik kopi instant, pabrik
kopi regular dan wholesalers biji kopi mentah.
Petani kopi di
Indonesia
Eksportir
Importir/agen
Perusahaan
kopi Instan
Wholesalers
biji kopi
Restoran/coffee
shop Retailer,contoh
supermaket
Konsumen akhir
32
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Transmisi harga kopi Indonesia-Importir Utama
Analisa Data Deskriptif
Tabel 10 Rata-rata dan nilai pertumbuhan ekspor kopi di pasar Indonesia dan
pasar tujuan ekspor utama tahun 2005-2014
Pasar Minimum
(US$/kg)
Maksimum Rata-rata Pertumbuhan
Rata-rata
(persen) (US$/Kg) (US$/kg)
Indonesia 1.11 3.34 2.22 0.57
Amerika Serikat 1.83 5.18 3.50 0.74
Jerman 1.57 4.48 2.91 0.67
Jepang 1.72 5.21 3.48 0.69 Sumber : International Trade Center (ITC) (diolah) 2015
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwasanya harga kopi di pasar Jepang
merupakan harga kopi tertinggi dibandingkan pasar importir lainnya. Diurutan
kedua harga impor tertinggi yaitu pasar Amerika Serikat, sedangkan harga impor
kopi terendah yaitu harga kopi di pasar impor Jerman. Harga kopi di pasar ekspor
Indonesia merupakan harga terendah dibandingkan dengan harga kopi di pasar-
pasar importir (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang). Berdasarkan rata-rata
pertumbuhan harga kopi pada tahun 2005-2014, pertumbuhan harga kopi di pasar-
pasar importir (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang) lebih tinggi daripada
pertumbuhan harga kopi di pasar ekspor Indonesia. Hal ini mengindikasikan
bahwa pertumbuhan harga disisi permintaan relatif lebih cepat daripada perubahan
disisi penawaran.
Pergerakan harga mencerminkan kondisi perkembangan permintaan dan
penawaran. Seiring adanya globalisasi menyebabkan perekonomian setiap pasar
semakin terbuka sehingga menyebabkan perkembangan harga kopi di dunia antar
setiap pasar maupun pasar memiliki ketergantungan satu dengan yang lainnya.
Tabel 11 Deskripsi statistik harga kopi di pasar eksportir Indonesia dan pasar
tujuan ekspor utama
Variabel Harga Kopi
Rata-rata Std Dev CV
Indonesia 1.80 0.43 23.76
Amerika Serikat 3.02 0.76 25.33
Jerman 2.75 0.66 24.37
Jepang 3.15 0.80 25.54 Sumber : International Trade Center (ITC) (diolah) 2015
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwasanya harga impor kopi di pasar
importir utama kopi yaitu Amerika Serikat, Jerman dan Jepang lebih berfluktuasi
daripada harga kopi di pasar Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari nilai CV nya
33
lebih tinggi daripada Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwasanya perubahan
harga yang terjadi di pasar-pasar importir (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang)
lebih cepat daripada Indonesia.
Analisis Transmisi Harga
Sebelum menganalisis asimetri harga kopi antara harga kopi di pasar
Indonesia dengan harga impor kopi di pasar Amerika Serikat, Jerman dan Jepang
harus menganalisis tahapan pengolahan yaitu a. uji stasioner data, b. penentuan
lag optimal, c. pengujian kointegrasi, dan d. pengujian kausalitas.
Uji Stasioner data
Langkah utama yang harus dilakukan dalam estimasi model ekonomi
dengan data time series adalah dengan menguji stasioner pada data atau disebut
juga stationary stochastic process. Pengujian stasioner diperlukan untuk
menghindari adanya spurious regression (regresi palsu).
Tabel 12 Hasil pengujian akar unit dengan intersept tanpa tren
Variabel Level
First
Different
Nilai ADF Keterangan Nilai ADF Keterangan
Harga kopi
Indonesia -2.22 Tidak Stasioner -6.48*** Stasioner
Harga kopi Jerman -2.21 Tidak Stasioner -5.31*** Stasioner
Harga kopi USA -1.91 Tidak Stasioner -4.33** Stasioner
Harga kopi Jepang -1.73 Tidak Stasioner -5.29*** Stasioner
Keterangan: *** signifikan pada taraf nyata 1% , ** signifikan pada taraf nyata 5%.
Berdasarkan Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa semua data yang
digunakan pada penelitian ini tidak stasioner pada level atau orde nol. Hal ini di
sebabkan karena nilai ADF statistik dari masing-masing variabel seperti harga
kopi di pasar Indonesia, harga kopi di pasar Jerman, harga kopi di pasar Amerika
Serikat dan harga kopi di pasar Jepang lebih besar daripada nilai kritis McKinnon.
Berdasarkan Tabel data dapat dilihat bahwa semua data stasioner pada first
different karena nilai ADF lebih kecil dari nilai McKinnon.
Penentuan Lag Optimal
Panjang atau besar lag yang akan dipilih merupakan lag yang menghasilkan
kriteria paling kecil. Penentuan panjang lag optimum dalam penelitian ini dengan
menggunakan kriteris nilai Schwarz Criteria (SC). Adapun hasil pengujian lag
optimal disajikan pada Tabel 13, Tabel 14 dan Tabel 15. Berdasarkan Tabel 13
terlihat bahwa nilai SC terkecil terdapat pada lag 1 dengan nilai sebesar -1.59,
Berdasarkan nilai SC pada Tabel 14 terlihat bahwa lag optimal yaitu berada pada
lag 1 yaitu dengan nilai -2.09, sedangkan berdasarkan Tabel 15 nilai SC adalah
sebesar -1.85 yang merupakan lag optimal yaitu lag 1. Dapat disimpulkan
bahwasanya lag optimal yang digunakan pada penelitian ini adalah lag 1.
34
Tabel 13 Kriteria lag optimal pasar Indonesia terhadap pasar Amerika Serikat
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 -147.82 NA 0.05 2.67 2.72 2.69
1 103.37 488.93 0.00 -1.74 -1.59* -1.68
2 105.72 4.47 0.00 -1.71 -1.46 -1.61*
3 113.41 14.42 0.00 -1.77 -1.43 -1.64
4 121.56 14.98 0.00* -1.85* -1.41 -1.67
Ket . * Lag optimal
Tabel 14 Kriteria lag optimal pasar Indonesia terhadap pasar Jerman
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 -133.24 NA 0.04 2.41 2.46 2.43
1 131.01 514.35 0.00 -2.23 -2.09* -2.17*
2 131.48 0.90 0.00 -2.17 -1.93 -2.07
3 139.08 14.24 0.00 -2.23 -1.89 -2.09
4 148.79 17.87* 0.00* -2.33* -1.9 - 2.16
Ket . * Lag optimal
Tabel 15 Kriteria lag optimal pasar Indonesia terhadap pasar Jepang
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 -159.4 NA 0.06 2.88 2.93 2.90
1 117.92 539.78 0.00 -1.99 -1.85* -1.94
2 124.83 13.19 0.00 -2.05 -1.81 -1.95
3 132.12 13.67 0.00 -2.11 -1.77 -1.97*
4 136.04 7.21 0.00 -2.11 -1.67 -1.93
Ket . * Lag optimal
Uji Kointegrasi
Sebelum melakukan pengujian asimetri terlebih dahulu dilakukan
pengujian kointegrasi data dengan menggunakan model kointegrasi yang
dikembangkan oleh Engle-Granger (1987). Tahap pertama adalah menghitung
nilai residual dari persamaan regresi awal, tahap kedua adalah melakukan analisis
regresi dengan memasukkan residual dari langkah awal (Firdaus 2012).
Berdasarkan Tabel 16 terlihat bahwa nilai residual antara pasar Indonesia dengan
pasar pasar importir yaitu Amerika Serikat, Jerman dan Jepang stasioner pada
level artinya terdapat hubungan jangka panjang atau mempunyai hubungan
kointegrasi, sehingga pengujian bisa dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
35
Tabel 16 Hasil pengujian kointegrasi antara pasar Indonesia dengan pasar tujuan
ekspor utama kopi
Model t-statistik Probabilitas
Indonesia→ Jepang -3.05 0.03
Indonesia→ Jerman 2.88 0.05
Indonesia→ Amerika -3.07 0.03
Uji Kausalitas
Pengujian kausalitas dilakukan untuk memastikan arah transmisi harga.
Pengujian ini dilakukan untuk melihat arah transmisi harga yaitu shock harga yang
disebabkan oleh perubahan permintaan (transmisi harga dari hilir ke hulu) atau
shock akibat perubahan penawaran (transmisi harga dari hulu ke hilir). Pada
penelitian ini pengujian kausalitas dilakukan dengan menggunakan Granger
Causality Test, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 17 Pengujian kausalitas antara pasar Indonesia dengan pasar tujuan ekspor
utama
Hubungan Jumlah
lag
Hubungan 1 Hubungan 2 Hasil Kausalitas
H0 . 1 = 0 H0 .
2 = 0
USA →Indonesia 1 2.45a 0.40 Hubungan Searah
(USA→ Indonesia)
(0.09)b (0.67)
Jerman→Indonesia 1 3.45 1.46 Hubungan Searah
(Jerman→Indonesia)
(0.04) (0.24)
Jepang→Indonesia 1 4.41 1.22 Hubungan Searah
(Jepang→Indonesia)
(0.04) (0.27)
Keterangan : a = f-statistik, b = nilai probabilitas
Berdasarkan Tabel 17 menunjukkan hasil kausalitas antara pasar Indonesia
dengan pasar importir yaitu Amerika Serikat, Jerman dan Jepang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terjadi hubungan searah yaitu harga impor kopi di pasar
Amerika Serikat, Jerman dan Jepang mampu mempengaruhi harga ekspor kopi di
Indonesia. Akan tetapi harga ekspor kopi di Indonesia tidak mampu
mempengaruhi harga impor kopi di pasar Amerika Serikat, Jerman dan Jepang.
Hal ini disebabkan karena pasar-pasar tersebut merupakan pasar tujuan ekspor
utama kopi Indonesia yang dilihat dari pangsa pasar impornya. Pangsa pasar
impor Amerika Serikat ke pasar Indonesia adalah sebesar 28.5 persen, Jerman
sebesar 8.2 persen, sedangkan Jepang adalah sebesar 9.8 persen
Berbeda halnya dengan Indonesia yaitu harga ekspor kopi di Indonesia tidak
mampu mempengaruhi harga kopi di pasar importir. Hal ini disebabkan karena
Indonesia merupakan pasar kecil (Small Country), sehingga harga kopi Indonesia
tidak akan mampu mempengaruhi harga karena pangsa pasar ekspor kopi di
Indonesia ke pasar-pasar tersebut bukan merupakan eksportir kopi yang dominan.
Pangsa pasar ekspor kopi Indonesia ke pasar Jerman adalah sebesar 3.1 persen dan
berada diposisi ke 6, Amerika Serikat sebesar 6.3 persen dan berada diposisi ke 5,
36
sedangkan Jepang yaitu sebesar 7.8 persen berada diposisi ke 4. Hal ini
membuktikan bahwa Indonesia merupakan pasar kecil (Small Country) karena
proporsi ekspor ke pasar-pasar importir utama kopi kecil dibandingkan dengan
pasar eksportir utama lainnya contohnya Brazil.
Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan harga kopi pada perdagangan
internasional lebih ditentukan dari sisi demand atau bersifat searah yaitu hilir ke
hulu. Indonesia merupakan price taker sehingga harga kopi ditentukan oleh pasar-
pasar konsumen utama kopi.
Uji Transmisi Harga
ECT yang mengambarkan kondisi harga di salah satu level tidak sesuai
dengan kondisi keseimbangannya (Yustiningsih 2012). Pergerakan harga
dikatakan berada pada garis keseimbangan apabila kenaikan importir diikuti
dengan kenaikan harga Indonesia begitu juga sebaliknya. ECT+
mengambarkan
kondisi penyimpangan harga saat berada di atas garis keseimbangan jangka
panjang yaitu pada saat penurunan harga kopi di pasar-pasar importir utama kopi
yaitu (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang) tidak diikuti dengan penurunan harga
ekspor kopi di Indonesia begitu juga sebaliknya. ECT- menggambarkan kondisi
penyimpangan harga saat berada di bawah garis keseimbangan jangka panjang
yaitu pada saat kenaikan harga kopi di pasar pasar importir tidak diikuti dengan
kenaikan harga ekspor kopi di Indonesia, begitu juga sebaliknya. Apabila kedua
koefisien tersebut identik maka transmisi harga terjadi secara simetri.
Berdasarkan Tabel 18 asimetri harga pada jangka pendek dilihat dari
variabel bebas, yaitu variable PI
t adalah nilai koefisien harga kopi di pasar
importir yaitu (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang) ketika harga turun pada
periode t, sedangkan PI
t
adalah nilai koefisien harga kopi di pasar importir
ketika harga naik pada periode t. PI
1tyaitu nilai koefisien harga impor kopi di
pasar importir utama pada periode 1 bulan sebelumnya pada saat harga turun,
sedangkan PI
1t adalah nilai koefisien harga impor kopi di pasar importir
utama pada periode 1 bulan sebelumnya pada saat harga naik.
37
Tabel 18 Hasil asimetri harga Amerika Serikat, Jerman dan Jepang terhadap
Indonesia
Variabel USA→Indonesia Jerman→Indonesia Jepang→Indonesia
Intercept -0.03a 0.04 -0.01
a
(0.91)
b (0.27) (0.62)
b
PEI
1t 0.07 0.27 0.03
(0.61) (0.75) (0.84)
PEI
1t 0.08 0.09 0.07
(0.64) (0.56) (0.68)
PI
t 0.56 0.71 0.23
(0.00) (0.00) (0.22)
PI
t 0.35 0.13 0.27
(0.00) (0.19) (0.12)
PI
1t -0.38 0.30 -0.32
(0.00) (0.96) (0.09)
PI
1t 0.15 0.01 0.40
(0.24) (0.50) (0.01)
ECT -
0.03 4.68 0.03
(0.58) (0.50) (0.61)
ECT+
0.06 7.83 0.16
(0.37) (0.14) (0.00)
R2 0.37 0.19 0.13
R2-adj 0.32 0.13 0.06
F-Statistik 7.63 3.24 1.99
(0.00) (0.00) (0.05)
DW-Stat 1.86 1.94 1.96 keterangan : a = nilai koefisien, b = nilai probabilitas.
Pada periode t harga ekspor kopi di pasar Amerika Serikat berpengaruh
siginifikan pada taraf 1 persen baik itu ketika harga naik maupun ketika harga
turun. Artinya ketika harga kopi di pasar Amerika Serikat naik maupun turun
pada periode t akan direspon oleh pasar Indonesia. Berdasarkan nilai koefisien
dapat dilihat bahwasanya nilai koefisien bernilai positif. Artinya ketika terjadi
kenaikan maupun penurunan harga kopi di pasar Amerika Serikat pada periode t,
maka pasar ekspor kopi Indonesia akan merespon sama yaitu dengan cara
menaikkan dan menurunkan harga kopi.
Pada periode t penurunan harga impor kopi di pasar Jerman berpengaruh
signifikan pada taraf nyata 1 persen terhadap harga ekspor kopi di pasar Indonesia
dengan nilai koefisien bernilai positif, artinya ketika harga impor Jerman turun
pada periode t pasar ekspor kopi di Indonesia akan merespon sama yaitu dengan
38
cara menurunkan harga, sedangkan pada saat kenaikan harga impor kopi di pasar
Jerman tidak berpengaruh terhadap harga ekspor kopi di pasar ekspor kopi
Indonesia, artinya ketika harga impor kopi di pasar impor Jerman naik pada
periode t tidak akan direspon oleh pasar ekspor kopi di Indonesia. Pada periode t
harga impor kopi di pasar impor Jepang tidak berpengaruh signifikan baik itu
ketika harga naik maupun ketika harga naik, artinya ketika harga impor kopi di
pasar Jepang naik maupun turun pada periode t tidak akan direspon atau harga
tidak akan berpengaruh terhadap harga ekspor kopi di pasar Indonesia.
Pada periode 1 bulan sebelumnya t-1 harga ekspor kopi di pasar Amerika
Serikat berpengaruh signifikan terhadap harga ekspor kopi di Indonesia pada saat
harga turun. Akan tetapi terjadi perbedaan pergerakan harga antara pasar impor
kopi di Amerika Serikat dan pasar ekspor kopi di Indonesia pada periode t-1, yaitu
ketika harga impor kopi di pasar Jerman turun, maka pasar ekspor kopi di
Indonesia akan merespon dengan menaikkan harga. Pada periode 1 bulan
sebelumnya ketika kenaikan maupun penurunan harga impor kopi di pasar impor
Jepang berpengaruh signifikan terhadap harga ekspor kopi di pasar Indonesia.
Akan tetapi terjadi perbedaan pergerakan harga antara harga impor kopi di pasar
Jepang dengan harga ekspor kopi di pasar Indonesia. Pada saat harga turun, yaitu
saat harga impor kopi di pasar Jepang turun, maka harga ekspor kopi di pasar
Indonesia merespon dengan menaikkan harga, sedangkan ketika harga impor kopi
di pasar Jepang naik, maka pasar ekspor kopi di Indonesia merespon sama yaitu
dengan cara menaikkan harga. Pada periode 1 bulan sebelumnya harga impor kopi
di pasar Jerman tidak berpengaruh signifikan terhadap harga ekspor kopi di pasar
Indonesia. Artinya ketika harga impor kopi di pasar Jerman naik maupun turun,
harga ekspor kopi di pasar ekspor Indonesia tidak akan merespon.
Pada hubungan transmisi harga jangka panjang antara harga kopi di pasar
importir utama terhadap harga ekspor kopi di pasar ekspor Indonesia dilihat nilai
ECT. Berdasarkan nilai ECT di harga impor kopi di pasar Amerika Serikat
terhadap harga ekspor kopi di pasar Indonesia menunjukkan bahwa ECT+ dan
ECT- bernilai positif artinya saat penyimpangan harga berada di atas garis
keseimbangan (saat penurunan harga impor kopi di pasar impor Amerika Serikat
tidak diikuti dengan penurunan harga ekspor kopi di pasar Indonesia) maupun saat
penyimpangan harga berada dibawah garis keseimbangan (saat kenaikan harga
impor kopi di pasar Amerika Serikat tidak diikuti dengan kenaikan harga ekspor
di pasar ekspor Indonesia. Akan tetapi nilai tidak berpengaruh nyata artinya
penyimpangan yang terjadi tidak akan berpengaruh terhadap harga ekspor kopi di
pasar Indonesia. Berdasarkan hubungan jangka panjang antara pasar impor kopi
di Jerman terhadap pasar ekspor kopi Indonesia menunjukkan ECT+ dan ECT
-
tidak berpengaruh siginfikan terhadap harga ekspor kopi di pasar Indonesia.
Artinya penyimpangan jangka panjang pasar impor kopi di Jepang tidak akan
berpengaruh terhadap harga ekspor kopi di pasar Indonesia.
Berdasarkan hubungan jangka panjang antara harga impor kopi di pasar
Jepang terhadap harga ekspor kopi di pasar Indonesia menunjukkan bahwa ECT+
berpengaruh signifikan terhadap harga ekspor kopi di pasar ekspor kopi di
Indonesia dengan taraf nyata 5 persen. Akan tetapi nilai koefisien bernilai positif
artinya saat penyimpangan harga berada di atas garis keseimbangan (saat
penurunan harga impor kopi di pasar Jepang tidak diikuti dengan penurunan
harga ekspor kopi di pasar Indonesia). Akan tetapi untuk memastikan asimetri
39
harga yang terjadi pada jangka panjang maupun jangka pendek, dapat dilihat
dengan menggunakan pengujian wald test dengan hasil sebagai berikut.
Tabel 19 Uji wald test harga kopi di pasar importir Amerika Serikat, Jerman
dan Jepang terhadap pasar ekspor kopi di Indonesia
Wald test Variabel F-statistis Probabilitas
Jepang →Indonesia Ho. π-t = π
+t 1.83 0.18
H0 .∆ β12-t = ∆ β22
+t 0.84 0.43
H0 .∆ β12-t-1 = ∆ β22
+t-1 6.67 0.01
Berdasarkan nilai ECT pasar impor kopi di Amerika Serikat terhadap
pasar ekspor kopi di Indonesia dapat dilihat nilai probabilitas tidak berpengaruh
nyata, artinya pada jangka panjang terjadi hubungan simetri antara pasar impor
kopi di Amerika Serikat terhadap pasar ekspor kopi di Indonesia. Hal ini
disebabkan karena tidak terdapat penyalahgunaan kekuatan pasar (market power)
yang dilakukan oleh pasar impor kopi di Amerika Serikat terhadap pasar ekspor
kopi di Indonesia. Berdasarkan pengujian waldtest pada jangka pendek dapat
dilihat pada periode t-1 yaitu nilai probabilitas berpengaruh signifikan, artinya
periode 1 bulan sebelumnya atau pada periode t-1 terjadi asimetri harga. Pengujian waldtest antara harga impor kopi di pasar Jerman terhadap pasar
ekspor kopi di Indonesia pada jangka panjang yang dilihat dari nilai ECT. Nilai
ECT tidak berpengaruh nyata, artinya pada jangka panjang terjadi hubungan
simetri antara harga impor kopi di pasar Jerman terhadap harga ekspor kopi di
pasar Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwasanya tidak terjadi penyalahgunaan
kekuatan pasar (market power) yang dilakukan oleh pasar impor Jerman terhadap
pasar ekspor kopi di Indonesia. Nilai probabilitas variabel bebas yaitu pada
periode t maupun pada periode t-1 antara pasar impor kopi di Jerman terhadap
pasar ekspor kopi di Indonesia menunjukkan bahwa nilai tidak berpengaruh
signifikan, artinya pada jangka pendek terjadi hubungan simetri antara harga kopi
di pasar Jerman dengan harga kopi di pasar Indonesia.
Pengujian nilai probabilitas ECT antara pasar impor kopi di Jepang
terhadap pasar ekspor kopi di Indonesia tidak berpengaruh nyata, artinya terjadi
hubungan simetri pada jangka panjang antara pasar Jepang dengan pasar
Indonesia. Artinya tidak terjadi penyalahgunaan kekuatan pasar (market power)
yang dilakukan oleh pasar impor Jepang terhadap harga ekspor kopi di Indonesia.
Nilai probabilitas variabel bebas yaitu pada periode t-1 berpengaruh signifikan,
artinya terjadi hubungan yang asimetri antara pasar impor kopi di Jepang dengan
pasar ekspor kopi di Indonesia pada periode t-1.
Secara keseluruhan dari hasil pengujian koefisien dengan menggunakan
waldtest pada model asimetri menunjukkan bahwa untuk koefisien transmisi
Amerika→ Indonesia Ho. π-t = π
+t 0.06 0.80
Ho. β12-t = β22
+t 1.10 0.30
Ho. β12-t- 1= β22
+t-1 6.91 0.00
Jerman →Indonesia Ho. π-t = π
+t 0.09 0.76
Ho. β12-t = β22
+t 2.65 0.11
Ho. β12-t-1 = β22
+t-1 0.64 0.42
40
harga pada jangka pendek terjadi hubungan asimetri kecuali pasar impor kopi di
Jerman. Menurut McCorriston (2000) transmisi harga tidak simetri disebabkan
karena adanya biaya penyesuaian (adjustment cost) yang umumnya hanya terjadi
pada jangka pendek. Biaya penyesuaian (adjustment cost) hanya menunda
terjadinya simetri harga. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa asimetri
harga pada jangka pendek disebabkan karena adanya biaya penyesuaian
(adjustment cost) contohnya adanya tambahan biaya akibat penyimpanan. Selain
itu asimetri harga yang terjadi juga dipengaruhi oleh adanya inflasi. Pada
penelitian ini adjustment cost hanya menunda proses transmisi harga, seperti
halnya yang terjadi pada pasar impor kopi Amerika Serikat dan Jepang yaitu
terjadi asimetri harga pada periode t-1 pada periode t harga kembali simetri.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Durevall (2013) yang menyatakan
bahwa pada jangka pendek terhadap hubungan asimetri yang terjadi pada
transmisi harga kopi dunia terhadap harga retail di Swedia. Akan tetapi asimetri
harga hanya terjadi pada jangka pendek. Pada jangka panjang harga kopi ditingkat
konsumen di pasar Swedia, ditentukan oleh marginal cost yang terjadi. Gomez
dan Koerner (2009) menunjukkan bahwa pada jangka panjang transmisi harga
kopi di pasar Importir kopi utama yaitu Amerika Serikat, Jerman dan Perancis
terhadap harga kopi dunia terjadi secara simetri, sedangkan pada jangka pendek
terjadi asimetri harga. Contoh di pasar impor kopi di Jerman menurunnya harga
dunia ditransmisikan dengan cepat oleh harga kopi retail di pasar Jerman daripada
penurunan harga kopi dunia. Berbeda halnya dengan USA dimana kenaikan harga
dunia ditransmisikan dengan cepat oleh harga kopi retail di pasar impor Amerika
Serikat daripada harga kopi naik.
Secara keseluruhan dari hasil pengujian koefisien dengan menggunakan
wald test pada model asimetri menunjukkan bahwa untuk koefisien transmisi
harga pada jangka panjang fenomena transmisi harga yang tidak simetri ditolak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada jangka panjang terjadi simetri harga
artinya tidak terdapat penyalahgunaan kekuatan pasar (market power) yang
dilakukan oleh pasar importir utama kopi yaitu Amerika Serikat, Jerman dan
Jepang. Hal ini disebabkan karena setelah liberalisasi perdagangan kopi yang
terjadi pada tahun 1990’s menyebabkan struktur pasar kopi dunia mendekati pasar
persaingan sempurna karena semakin banyak pasar-pasar eksportir maupun pasar-
pasar importir yang masuk pasar. Hal ini sejalan dengan penelitian Krivonos
(2004); Lee dan Gomez (2011); Mohan dan Russel (2008) menyatakan bahwa
akibat terjadi liberalisasi perdagangan kopi menyebabkan pasar kopi dunia
berubah menjadi pasar yang lebih kompetitif.
Setelah terjadinya liberalisasi perdagangan kopi menyebabkan transmisi
harga pasar-pasar produsen utama kopi meningkat, jumlah pasar produsen
semakin bertambah dan keberadaanya di pasar kopi dunia semakin dominan,
seperti bertambahnya Vietnam sebagai salah satu eksportir utama kopi. Kustriari
(2007) rendahnya kekuatan pasar yang dimiliki oleh pengekspor dan pengimpor
mengindikasikan bahwa kondisi pasar kopi dunia mendekati keseimbangan pasar
persaingan sempurna, artinya tidak adanya penyalahgunaan kekuatan pasar
(market power) yang dilakukan oleh pasar pengekspor maupun pasar pengimpor.
41
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Harga Ekspor
Kopi Indonesia
Uji Stasioner Data
Uji stasioner bertujuan untuk menganalisis pergerakan data time series dan
melihat hubungan antara variabel, maka perlu dilakukan pengujian stasioner data
series tersebut. Pengujian dilakukan untuk melihat konsistensi pergerakan data
time series serta mencegah terjadinya spurious regression, yaitu kondisi dimana
regresi terhadap satu variabel terhadap variabel lainnya menghasilkan nilai R2
yang tinggi namun sebenarnya tidak ada hubungan yang berarti secara teori
ekonomi.
Pengujian stasioner yang dilakukan menunjukkan pada level 1(0) terdapat 5
dari 6 variabel yang digunakan tidak stasioner pada tingkat kepercayaan 1 persen,
5 persen dan 10 persen. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Augmented Dickey Fuller
(ADF) t-statistik yang lebih kecil dari nilai McKinnon, akibat tidak stasioner pada
level 1(0) maka variabel akan diuji dengan pengujian derajat integrasi. Suatu
variabel dikatakan stasioner pada first different jika nilai ADF lebih kecil dari
nilai kritis McKinnon. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan semua
variabel tersebut stasioner pada first different. Semua variabel dikatakan stasioner
karena nilai ADF lebih kecil daripada nilai kritis McKinnon, baik pada tingkat
signifikasi 1 persen, 5 persen dan 10 persen.
Tabel 20 Hasil uji akar unit faktor-faktor pembentukan harga ekspor kopi di
pasar Indonesia
Keterangan : *** signifikan pada taraf nyata 1 %
Pengujian Kointegrasi
Pengujian kointegrasi pada penelitian ini menggunakan Johansen Test,
dengan membandingkannilai Trace Statistik (TS) dan Maximal Eigenvalue (ME)
terhadap nilai t-statistik. Apabila nilai TS dan ME melebihi nilai t-statistik, maka
hipotesis nol ditolak dan artinya kedua variabel saling terkointegrasi.
Variabel Level first Different
Nilai ADF Keterangan Nilai ADF Keterangan
PEI -2.21 Tidak Stasioner -6.48*** Stasioner
PEV -2.31 Tidak Stasioner -7.86*** Stasioner
PEB -2.18 Tidak Stasioner -5.44*** Stasioner
PIA -1.90 Tidak Stasioner -4.33** Stasioner
PIG -1.78 Tidak Stasioner -5.27*** Stasioner
PIJ -1.72 Tidak Stasioner -5 .29*** Stasioner
-1.1 Tidak Stasioner -7.89 Stasioner
VI -5.15*** Stasioner
42
Tabel 21 Hasil uji kointegrasi faktor-faktor pembentukan harga ekspor kopi di
pasar Indonesia
Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0.38 136.76 107.35 0.00
At most 1 * 0.31 80.99 79.34 0.04
At most 2 0.13 37.11 55.25 0.66
At most 3 0.09 20.08 35.01 0.70
At most 4 0.04 9.33 18.40 0.55
At most 5 * 0.04 4.51 3.84 0.03
Ket . * Variabel mempunyai hubungan kointegrasi
Berdasarkan Tabel 21 menunjukan bahwa model–model yang digunakan
pada penelitian ini memiliki 3 persamaan kointegrasi. Kondisi ini mengambarkan
adanya hubungan jangka panjang antara harga ekspor kopi di pasar Indonesia
terhadap faktor-faktor pembentukan harga. Persamaan kointegrasi ini
menunjukkan bahwa diantara variabel variabel yang diuji memiliki hubungan
kombinasi liniear yang bersifat stasioner (kointegrasi).
Model Jangka Pendek dan Model Jangka Panjang
Berdasarkan Tabel 22 terlihat bahwa nilai F-statistik sebesar 27.61 dengan
probabilitas 0.00 sehingga dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan variabel
bebas yang dianalisis mempengaruhi harga ekspor kopi di pasarIndonesia. Nilai
R-square sebesar 0.70 menunjukkan bahwa keragaman dari harga ekspor kopi di
pasar Indonesia yang dapat dijelaskan oleh harga kopi di pasar eksportir (Vietnam
dan Brazil), harga kopi di pasar importir (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang),
nilai tukar, volume ekspor kopi di pasar Indonesia yaitu sebesar 70 persen dan
sisanya 30 persen dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Secara statistik nilai
ECT signifikan ini berarti bahwa model spesifikasi yang digunakan adalah valid,
sehingga perubahan faktor-faktor yang dianalisis akan direspon oleh Indonesia.
Nilai -0.62 menunjukkan bahwa fluktuasi keseimbangan jangka panjang dimana
sekitar 62 persen proses penyesuainya (adjustment) terjadi pada bulan pertama,
sedangkan sebesar 38 persen terjadi pada bulan-bulan berikutnya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pada jangka pendek harga ekspor kopi
di pasar Indonesia pada 1 bulan sebelumnya (t-1) berpengaruh positif terhadap
harga ekspor kopi di pasar Indonesia bulan sekarang atau t dengan nilai koefisien
sebesar 0.18. Artinya kenaikan harga ekspor kopi di Indonesia pada bulan
sebelumnya sebesar 10 persen akan menyebabkan kenaikan harga ekspor kopi di
pasar Indonesia pada periode t sebesar 1.8 persen.
Hasil analisis menunjukkan bahwa harga ekspor kopi di pasar Brazil
berpengaruh positif pada jangka pendek dengan taraf kepercayaan 99 persen. Nilai
koefisien harga ekspor kopi di pasar Brazil adalah sebesar 0.45. Artinya setiap
kenaikan harga kopi di pasar Brazil sebesar 10 persen akan meningkatkan harga
ekspor kopi di pasar Indonesia sebesar 4.5 persen. Hal ini disebabkan karena
Brazil merupakan eksportir utama kopi, selain memproduksi kopi jenis arabika
43
Brazil juga merupakan salah satu eksportir terbesar kopi jenis robusta. Oleh
karena itu harga ekspor kopi Brazil menentukan pembentukan harga ekspor kopi
di Indonesia. Asmarantaka (2008) menyatakan bahwa pasar kopi di Brazil
merupakan acuan kopi di pasar dunia. Peningkatan maupun penurunan produksi
kopi di pasar Brazil akan dapat mempengaruhi harga kopi di dunia. Oleh sebab itu
harga kopi ekspor (FOB) Indonesia dipengaruhi oleh harga kopi di Brazil.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan harga kopi di pasar
dunia yaitu pasar Brazil sebagai pasar acuan akan ditransmisikan ke perubahan
harga kopi di pasar Indonesia dengan baik.
Variabel harga impor kopi di pasar Amerika Serikat berpengaruh positif
pada taraf kepercayaan 95 persen. Nilai koefisien harga impor kopi pasar Amerika
Serikat adalah sebesar 0.20 persen. Artinya kenaikan harga impor kopi di pasar
pasar Amerika Serikat sebesar 10 persen akan menyebabkan kenaikan harga
ekspor kopi di pasar Indonesia sebesar 2 persen. Terjadi pengaruh yang kuat
antara harga kopi di pasar Amerika Serikat dengan harga ekspor kopi di pasar
Indonesia disebabkan karena pasar Amerika Serikat merupakan pasar tujuan
ekspor utama pasar Indonesia. Hasil penelitian Hutabarat (2006) menemukan
bahwa harga kopi di pasar Indonesia yaitu (Jawa Timur dan Lampung) memiliki
hubungan yang erat dengan harga eceran di pasar Amerika Serikat dibandingkan
pasar Jepang dan Eropa. Muzendi (2014) menemukan bahwa sebesar 7.70 persen
perubahan harga ekspor pasar Indonesia dipengaruhi oleh harga impor pasar
Amerika Serikat. Tingginya ekspor kopi ke pasar Amerika Serikat sejalan dengan
peningkatan permintaan pasar Amerika Serikat terhadap kopi dari pasar dunia
yang disebabkan karena meningkatnya industri pengolahan kopi di pasar Amerika
Serikat. Pada jangka pendek harga impor kopi di pasar Jerman berpengaruh
signifikan terhadap pembentukan harga ekspor kopi pasar Indonesia sebesar 0.27.
Artinya kenaikan harga impor kopi di pasar Jerman sebesar 10 persen akan
menyebabkan peningkatan harga ekspor kopi pasar Indonesia sebesar 2.7 persen.
Nilai tukar berpengaruh positif terhadap harga ekspor kopi di pasar
Indonesia dengan taraf kepercayaan 99 persen. Nilai koefisien adalah sebesar
0.38 artinya kenaikan nilai tukar dolar sebesar 10 persen akan menyebabkan
kenaikan harga ekspor kopi di pasar Indonesia sebesar 3.80 persen. Jika nilai tukar
riil tinggi, harga barang di pasar dunia relatif lebih murah, sedangkan harga
ekspor barang di pasar Indonesia relatif lebih mahal, sedangkan jika nilai tukar
rendah harga barang di pasar dunia relatif mahal dan harga barang di Pasar
Indonesia relatif lebih murah (Mankiw 2006). Aprina (2014) menyatakan bahwa
kenaikan tingkat harga CPO, baik secara langsung maupun melalui sektor moneter
secara nyata terbukti dapat menyebabkan apresiasi nilai tukar riil. Kemudian, hasil
simulasi model menunjukkan bahwa semakin tinggi pertumbuhan harga CPO
dunia semakin tinggi pula inflasi dan semakin besar apresiasi nilai tukar riil.
Volume ekspor kopi pasar Indonesia berpengaruh signifikan terhadap
harga ekspor kopi di pasar Indonesia dengan taraf nyata yaitu sebesar 99 persen.
Nilai koefisien yaitu sebesar -0.18. Artinya kenaikan volume ekspor pasar
Indonesia sebesar 10 persen akan menurunkan harga ekspor kopi pasar Indonesia
sebesar 1.85 persen. Kenaikan volume ekspor kopi di pasar Indonesia akan
menyebabkan penurunan harga ekspor di pasar Indonesia. Hal ini sesuai dengan
hukum penawaran semakin banyak jumlah barang yang ditawar, sedangkan
permintaannya tetap. Maka akan menyebabkan excess supply atau kelebihan
44
penawaran, sehingga menyebabkan harga kopi dunia menjadi turun. Turunnya
harga kopi di pasar dunia akan menyebabkan harga ekspor kopi pasar Indonesia
juga mengalami penurunan.
Harga ekspor kopi di pasar Vietnam tidak mempengaruhi harga ekspor kopi
di pasar Indonesia. Hal ini disebabkan karena menghadapi persaingan yang ketat
antar pasar-pasar produsen kopi, pemerintah Vietnam menerapkan pemotongan
harga kopi ekspor. Sehingga menyebabkan harga kopi di Vietnam lebih rendah
daripada harga kopi di pasar Indonesia sejak tahun 2000. Hal ini menyebabkan
pada jangka pendek harga kopi di Vietnam tidak mempengaruhi harga kopi di
pasar Indonesia (Kustriari 2007). Selain itu harga impor kopi di Jepang juga tidak
mempengaruhi harga ekspor kopi pasar Indonesia pada jangka pendek. Hal ini
disebabkan karena pangsa pasar impor di pasar Jepang masih kecil dibandingkan
pasar importir utama lainnya yaitu pasar Jerman dan pasar Amerika Serikat,
sehingga Jepang belum mampu menjadi price maker.
Tabel 22 Faktor-faktor pembentukan harga ekspor kopi Indonesia pada jangka
pendek
Variabel Koefisien t-statistik Prob
Konstanta 0.01 -0.30 0.76
Lag harga ekspor kopi Indonesia 0.18 2.49 0.01
Harga ekspor Brazil 0.45 3.22 0.00
Harga ekspor kopi Vietnam 0.04 0.54 0.59
Harga impor kopi Amerika Serikat 0.20 2.00 0.05
Harga impor kopi Jerman 0.27 2.54 0.01
Harga impor kopi Jepang -0.16 -1.35 0.18
Nilai Tukar 0.40 2.82 0.00
Volume ekspor Indonesia -0.18 -11.50 0.00
ECT -0.62 -5.28 0.00
R-squared 0.70
Adjusted R-squared 0.67
F-statistik 27.61
Prob(F-Statistik) 0.00
Durbin-Watson Stat 1.82
Berdasarkan Tabel 23 terlihat bahwa dalam jangka panjang terdapat 6
variabel yang berpengaruh dalam pembentukan harga ekspor kopi di pasar
Indonesia. Hasil berbeda dengan model dalam jangka pendek dimana terdapat 5
variabel yang berpengaruh siginifikan terhadap pembentukan harga ekspor kopi di
pasar Indonesia. Pada jangka panjang harga ekspor kopi di pasar eksportir
Vietnam berpengaruh terhadap harga ekspor kopi di pasar Indonesia dengan taraf
nyata sebesar 99 persen. Nilai koefisien yaitu sebesar 0.18. Artinya kenaikan
harga ekspor kopi di pasar Vietnam sebesar 10 persen akan menyebabkan
kenaikan harga di pasar Indonesia dalam jangka panjang sebesar 1.18 persen.
Pada jangka panjang harga kopi di pasar Vietnam akan mempengaruhi harga
ekspor kopi yang terbentuk di pasar Indonesia. Hal ini disebabkan karena pasar
45
Indonesia dan pasar Vietnam merupakan pasar pengekspor utama kopi jenis
robusta. Oleh karena harga kopi di pasar Vietnam pada jangka panjang akan
mempengaruhi harga ekspor kopi di pasar Indonesia. Muzendi (2014) menyatakan
bahwa pasar ekspor kopi di Vietnam dan Brazil berpengaruh signifikan terhadap
harga ekspor kopi di pasar Indonesia. Hal ini disebabkan karena pangsa pasar
Brazil di pasar dunia cukup dominan di pasar dunia, sehingga perubahan harga di
Brazil akan berdampak pada harga kopi di pasar dunia dan pasar Indonesia. Selain
itu karena Brazil merupakan salah satu pasar produsen dan eksportir terbesar kopi
jenis robusta, sehingga harga kopi di pasar Indonesia akan di pengaruhi oleh harga
kopi di Brazil.
Tabel 23 Faktor-faktor pembentukan harga ekspor kopi Indonesia jangka
panjang
Variabel Koefisien t-statistik Prob
Konstanta 1.54 -0.03 0.03
Lag harga ekspor kopi Indonesia 0.52 11.17 0.00
Harga ekspor Brazil 0.16 1.51 0.13
Harga ekspor kopi Vietnam 0.17 4.43 0.00
Harga impor kopi Amerika Serikat 0.17 1.58 0.11
Harga impor kopi Jerman 0.08 0.59 0.56
Harga impor kopi Jepang -0.09 -0.84 0.40
Nilai Tukar 0.11 1.80 0.07
Volume ekspor Indonesia -0.15 -11.50 0.00
R-squared 0.94
F-statistik 217.65
Prob(F-Statistik) 0.00
Durbin-Watson Stat 1.76
46
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian telah dikemukan pada bab sebelumnya,
demikian dapat dirangkumkan beberapa kesimpulan sebagai berikut
1. Pada jangka panjang dari segi kecepatan penyesuaian waktu terjadi hubungan
simetri antara harga ekspor kopi di pasar Indonesia dengan pasar tujuan ekspor
kopi yaitu (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang). Hal ini disebabkan karena
tidak terdapat penyalahgunaan kekuatan pasar (market power) yang dilakukan
oleh pasar importir, sedangkan pada jangka pendek terjadi hubungan asimetri
antara harga ekspor kopi di Indonesia dengan harga impor kopi di pasar
Amerika Serikat dan Jepang pada periode t-1.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga ekspor kopi di pasar
Indonesia pada jangka pendek yaitu harga ekspor kopi di pasar Indonesia
periode t-1, harga ekspor kopi di pasar Brazil, harga ekspor kopi di pasar
Vietnam, harga impor kopi di pasar Amerika Serikat, harga impor kopi di
pasar Jerman, nilai tukar dan volume ekspor kopi di pasar Indonesia,
sedangkan faktor-faktor yang menentukan pembentukan harga di Indonesia
pada jangka panjang yaitu harga ekspor kopi di pasar Indonesia 1 bulan
sebelumnya atau periode t-1, harga ekspor kopi di pasar Vietnam, nilai tukar
dan volume ekspor kopi di pasar Indonesia
Saran Kebijakan
1. Berdasarkan hasil penelitian pasar kopi di Indonesia memiliki posisi tawar
yang rendah dalam menentukan harga karena pangsa pasarnya rendah. Oleh
karena itu untuk meningkatkan posisi tawar (bargaining position) Indonesia
dalam menentukan harga perlu mencari alternatif pasar tujuan ekspor lainnya
yang memiliki prospek yang potensial lainnya. Hal ini disebabkan karena
ketergantungan terhadap pasar tradisional atau pasar tujuan utama yaitu pasar
kopi di Amerika Serikat, Jerman dan Jepang akan menyebabkan posisi tawar
Indonesia lemah. Hal ini disebabkan karena persaingan yang ketat antar pasar-
pasar eksportir dalam mengekspor kopi ke pasar-pasar tersebut.
2. Variabel harga ekspor kopi periode sebelumnya berpengaruh signifikan
terhadap pembentukan harga ekspor kopi di Indonesia periode sekarang. Oleh
karena itu pemerintah atau organisasi kopi lainnya contoh AEKI perlu
menyediakan akses informasi tentang harga kopi, sehingga tidak terjadi
asimetris informasi tentang harga kopi antar pelaku pasar.
47
Saran Penelitian Lanjutan
1. Penelitian ini dilakukan secara agregat tidak membedakan berdasarkan jenis
kopi yaitu kopi arabika dan kopi robusta. Oleh karena itu diperlukan penelitian
lanjutan yaitu dengan cara memisahkan jenis kopi yaitu kopi arabika dan kopi
robusta.
2. Penelitian selanjutnya untuk pasar tujuan ekspor yang dianalisis perlu di
bedakan untuk masing-masing jenis kopi.
3. Penelitian selanjutnya tidak hanya menganalisis transmisi harga dari
kecepatan penyesuaian harga (speed adjustment), atau transmisi asimetri dari
segi waktu. Akan tetapi perlu dianalisis transmisi asimetri dari segi magnitude
(atau dari segi arah).
4. Penelitian selanjutnya seharusnya menggunakan model yang berbeda untuk
menganalisis asimetri harga, karena model AECM yang digunakan pada
penelitian ini tidak bisa menganalisis transmisi harga dari dari segi magnitude
(atau arah).
48
DAFTAR PUSTAKA
Acguah HG, Onumah. 2010. A Comparison of Different Approaches to Detecting
Asymmetry in Retail-Wholesale Price Transmission. American-Eurasian
Journal of Scientific Research, 5(1) : 60-66.
[AEKI] Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia. 2015. Ekspor dan Impor kopi
Indonesia[internet].[diacu 2 Januari 2015]. Tersedia dari: http://www.aeki-
aice.org/page/realisasi-ekspor-impor-kopi-indonesia-/id.
Aguiar DRD, Santana. 2005. Asymmetry in Farm to Retail Price Transmission
Evidence from Brazil. Journal Agribusiness, 21(2): 273-286.
Aklimawati Lya, Wahyudi Teguh. 2013. Estimasi Volatilitas Return Harga Kakao
Menggunakan Model ARCH dan GARCH. Jurnal Pelita Perkebunan, 29
(2): 240-256.
Aprina H. 2014. Analisis Pengaruh Harga Crude Palm Oil (CPO) Dunia Terhadp
Nilai Tukar Riil Rupiah. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 16(4):
1-18.
Arifin B. 2013. Fluktuasi Harga Komoditas Pertanian [internet]. [diacu 23
Agustus 2014]. Tersedia dari :
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/01/07/03032863/fluktuasi.ha
rga.komoditas.pertanian.
Asmarantaka RW. 2008. Analisis Rumah Tangga Petani dan Keterpaduan Pasar
Kopi di Indonesia. Jurnal Agribisnis dan Ekonomi, 2 (1): 39-52.
Asmarantaka RW. 2009. Pemasaran Produk-produk Pertanian. Bunga Rampai
Agribisnis: Seri Pemasaran. Bogor (ID): IPB Press.
Asriani PS. 2010. Analisis Integrasi Pasar dan Permintaan Ubikayu Indonesia di
Pasar Dunia. [Disertasi]. Yogyakarta (ID): Program Pascasarjana Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Bailey DV, Brorsen BW. 1989. Price Asymmetry in Spatial Fed Cattle Markets.
Western Journal of Agricultural Economics, 14(2): 246-252.
Ball L, Mankiw NG. 1994. Asymmetric Price Adjustment and Economic
Fluctuations. The Economic Journal, 10(4): 247-261
Bressler RG, King RA. 1970. Market Prices and International Regional Trade.
New York (US). John Wiley dan Sons.
Conforti P. 2004. Price Transmission in Selected Agriculture Market. Working
Paper FAO Commodity dan Trade Policy Research, 7 : 112-125
Dewi A. 2011. Analisis Kontrak Berjangka Olein di Bursa Berjangka Jakarta.
Jurnal Manajemen dan Agribisnis, 8(1): 1-18.
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Data Statistik [internet].[diacu
20 Mei 2015]. Tersedia dari: http://ditjenbun.pertanian.go.id/statis-30-
neraca.html.
Dewi Anam. 2011. Analisis Kontrak Berjangka Olein di Bursa Berjangka Jakarta.
Jurnal Manajemen dan Agribisnis, 8(1): 1-18.
Durevall D. 2007. Demand for Coffee in Sweden The Role of Prices Preferences
dan Market Power. Journal Food Policy, 32(5): 566-584.
Granger E. 1987. Co-integration dan Error Correction Representation, Estimation
dan Testing. The Econometric Society, 55(2): 251-276.
49
Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time Series.
Bogor (ID). IPB Press.
Fitrianti W. 2009. Analisis Integrasi Pasar Karet Alam Antara Pasar Fisik di
Indonesia dengan Pasar Berjangka Dunia. (Tesis) Bogor (ID). Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Firmansyah. 2006. Analisis Volatilitas Harga Kopi Dunia. Jurnal Ekonomi
Industri,7: 44-53.
Fitner R, Kaplinsky R. 2001. Who Gains From the Product Rents as The Coffee
Market Becomes More Differentiated? A Value Chain Analysis. IDB
Bulletin Paper University of Sussex, 32(3): 69-82.
Gomez M, Koerner J, Lee J. 2009. Do Retail Coffee Prices Increase Faster Than
They Fall? Asymmetric Price Transmission in France, Germany dan the
United States. Working Paper Department of Applied Economics dan
Management Cornell University, 29 (1) : 1-34.
Gomez M, Lee J. 2011. Impact of The End of The Coffee Export Quota System in
International to Retile Price Transmision. Working Paper Dysin School of
Applied Economics dan Management, 15 (3): 1-33.
Goodwin BK, Harper. 2006. Spatial and Vertical Price Transmission in Meat
Markets, 32 (1): 543-553.
Gilbert CL, Morgan CW. 2010. Food Price Volatility. Working Paper
Philosophical Transactions of The Royal Society, 61 : 398-425.
Henderson, Quant, RE. 1980. Microeconomic Theory. MC Graw Hill Inc. New
York (US).
Houck, PJ. 1977. An Approach to Specifying and Estimating Non-Reversible
Function. American Journal of Agriculture Economics, 59: 570-572.
Hutabarat B. 2006. Analisis Saling Pengaruh Harga Kopi Indonesia dan Dunia.
Jurnal Agro Ekonomi. 24 (1): 21-40.
[ICO] Internasional Coffee Organization. Historical Data On Global Coffee Trade
[internet]. [diakses 1 November 2015]. Tersedia
dari:http://www.ico.org/new_historical.asp?section=Statistics.
[ITC] Internasional Trade Center. 2015. International trade in goods statistics by
product group [internet]. [diakses 30 Agustus 2015]. Tersedia dari:
http://www.trademap.org/Country_SelProduct_TS.aspx.
[Kemendag] Kementerian Perdaganga .2009. Market Brief Ekspor Kopi ke Pasar
Jerman. ITPC Hamburg
.2012. Market Brief HS 0901. ITPC Osaka.
.2013.Market Brief Kopi ke Pasar Jerman.
ITPC Hamburg.
.2014. Market Brief Ekspor Kopi ke Pasar
Amerika Serikat. ITPC Chicago.
Kirnovos E. 2004. The Impact of Coffee Market Reforms on Producer Prices and
Price Transmission. Policy Research Working Paper. Washington DC
(US): The World Bank Development Reseach Group Trade Team.
Kinnucan HW, Forker OD. 1987. Asymmetry in Farm-Retail Price Transmission
for Major Dairy Product. American Journal of Agricultural Economics, 69
(2): 285-292.
Kustiatri R. 2007. Analisis Ekonomi Tentang Posisi dan Prospek Kopi Indonesia
di Pasar Dunia [Tesis]. Bogor (ID). Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
50
Kustiari R. 2007. Perkembangan Pasar Kopi Dunia dan Implikasinya Bagi
Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 25(1) : 43 – 55.
Mankiw G. 2006. Teori Makroekonomi Edisi 6. Jakarta (ID) : Erlangga.
McCorriston S. 2002. Why Should Imperfect Competition Matter to Agriculture
Economics?. European Review of Agricultural Economics, 29(3): 349-
371.
Morgan CW, Rayner AJ. 1994. Price Instability dan Commodity Futures Markets.
Working Paper World Development, 22 (11): 1729-1736.
Mohan S, Russell B. 2010. Modelling Thirty Five Years of Coffee Prices in Brazil,
Guatemala dan India. Dundee Discussion Papers in Economics studies,
Inggris (ENG).
Meyer JS, Von Cramon-Taubadel. 2004. Asymmetric Price Transmission a
Survey. Journal of Agricultural Economics, 55 (3): 581-611.
Muzendi. 2014. Integrasi Pasar dan Dampak Kebijakan Non Tarif Terhadap
Permintaan Ekspor dan Daya Saing Kopi Indonesia di Pasar Dunia.(Tesis)
Bogor (ID). Institute Pertanian Bogor.
Prastowo. 2008. Pengaruh Distribusi dalam Pembentukan Harga Komoditas dan
Implikasi Terhadap Inflasi. Working Paper Bank Indonesia, 7: 1-70
Purwadi. 2006. Perilaku Harga Kopi dan Teh di Pasar Dunia (Disertasi).
Jogjakarta (ID). Pascasarjana Universitas Gajah Mada.
Ravallion. 1986. Testing Market Integration. American Journal of Agricultural
Economics, 68 (1): 102-109.
Rezity I, Panagopoulos Y. 2008. Asymmetric Price Transmission in The Greek
Agri-Food Sector Some Test. Working Paper Agribusiness, 24(1): 16-30.
Tomek W. 2000. Commodity Prices Revisited. Staff Paper Department of Applied
Economics dan Management, Cornell University, New York (US).
Tweeten LG, Quance CL. (1969). Positiv Measures of Aggregate Supply
Elasticities: Some New Approaches. American Journal of Agricultural
Economics, 51: 342-352
Vavra P, Goodwin B. 2005.Analysis of Price Transmission Along Food Chain.
Working paper OECD Food Agriculture dan Fisheries, 5: 1-28.
Von Cramon-Taubadel S, Loy. 1996. Price Asymmetry in the Internasional Wheat
Market Comment Canadian. Journal of Agricultural Economics, 44(3): 311-
317.
Von Cramon-Taubadel S. 1997. Estimating Asymmetric Price Transmission
with Error Corection Representation. An Application to the Jerman Pork
Market. European Review of Agricultural Economics, 25: 1-18.
Yustiningsih F. 2012. Analisa Integrasi Pasar dan Transmisi Harga Beras
Petani-Konsumen di Indonesia [Tesis]. Jakarta (ID). Pascasarjana
Universitas Indonesia.
Zachariasse V, Bunte. 2003. How Are Farmers Faring in the Changing Balance
of Power Along the Food Chain?. Conference on Changing Dimension of
the Food Economy Exploring the policy Issue, Netherland (NL)
51
LAMPIRAN
52
53
Lampiran 1. Pengujian Kointegrasi
a. Amerika Serikat→Indonesia
Null Hypothesis: RESID13 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=12)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.906049 0.0476
Test critical values: 1% level -3.486064
5% level -2.885863
10% level -2.579818
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
b. Jerman→Indonesia
Null Hypothesis: RESIDJERMAN_IND has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=12)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.858033 0.0534
Test critical values: 1% level -3.486064
5% level -2.885863
10% level -2.579818
*MacKinnon (1996) one-sided p-values
c. Japan→Indonesia
Null Hypothesis: RESID11 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=12)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.553940 0.1056
Test critical values: 1% level -3.486064
5% level -2.885863
10% level -2.579818
54
Lampiran 2. Pengujian Kausalitas
a. Amerika→Indonesia
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 10/29/15 Time: 22:37
Sample: 2005M01 2014M12
Lags: 1
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.
PIA does not Granger Cause PEI 118 2.45212 0.0907
PEI does not Granger Cause PIA 0.40184 0.6700
b. Jerman → Indonesia
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 10/29/15 Time: 22:39
Sample: 2005M01 2014M12
Lags: 1
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.
PIG does not Granger Cause PEI 118 3.44635 0.0352
PEI does not Granger Cause PIG 1.46448 0.2356
c. Jepang → Indonesia
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 11/20/15 Time: 21:00
Sample: 2005M01 2014M12
Lags: 1
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.
PIJ does not Granger Cause PEI 118 4.41322 0.0378
PEI does not Granger Cause PIJ 1.22273 0.2711
55
Lampiran 3 Hasil Model Asimetri Metode ECM Amerika Serikat dan Indonesia
Dependent Variable: DPEI
Method: Least Squares
Date: 10/02/15 Time: 10:52
Sample (adjusted): 2005M03 2014M12
Included observations: 112 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PIA_MIN 0.560215 0.128848 4.347891 0.0000
PIA_PLUS 0.352340 0.110344 3.193099 0.0019
PIA_MIN(-1) -0.381056 0.128729 -2.960133 0.0038
PIA_PLUS(-1) 0.149767 0.128096 1.169180 0.2450
ECT_MIN(-1) 0.031273 0.055868 0.559770 0.5769
ECT_PLUS(-1) 0.057106 0.062963 0.906981 0.3665
PEI_MIN(-1) 0.072240 0.142095 0.508395 0.6123
PEI_PLUS(-1) -0.078454 0.168344 -0.466036 0.6422
C 0.003056 0.027874 -0.109638 0.9129
R-squared 0.372103 Mean dependent var 0.003679
Adjusted R-squared 0.323335 S.D. dependent var 0.156238
S.E. of regression 0.128521 Akaike info criterion -1.188506
Sum squared resid 1.701315 Schwarz criterion -0.970055
Log likelihood 75.55635 Hannan-Quinn criter. -1.099874
F-statistic 7.629962 Durbin-Watson stat 1.862803
Prob(F-statistic) 0.000000
56
Lampiran 4. Uji Wald Test Amerika→Indonesia
ECTMin=ECTplus
Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value df Probability
t-statistic -0.247879 103 0.8047
F-statistic 0.061444 (1, 103) 0.8047
Chi-square 0.061444 1 0.8042
Periode t (PIAMint=PIAPlust)
Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value df Probability
t-statistic 1.048126 103 0.2970
F-statistic 1.098568 (1, 103) 0.2970
Chi-square 1.098568 1 0.2946
Periode t-1 (PIAMint-1=PIAPlust-1)
Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value df Probability
t-statistic -2.629384 103 0.0099
F-statistic 6.913658 (1, 103) 0.0099
Chi-square 6.913658 1 0.0086
57
Lampiran 5. Hasil Estimasi Model ECM Jerman dan Indonesia
Dependent Variable: DPEI
Method: Least Squares
Date: 10/02/15 Time: 10:56
Sample (adjusted): 2005M03 2014M12
Included observations: 118 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
ECTMIN(-1) 4.68E-08 6.88E-08 0.679714 0.4981
ECTPLUS(-1) 7.83E-08 5.30E-08 1.476573 0.1427
PIGMIN 0.705593 0.216023 3.266283 0.0015
PIGPLUS 0.132220 0.196172 0.673999 0.5017
PIGMIN(-1) 0.298656 0.225370 1.325179 0.1879
PIGPLUS(-1) 0.010576 0.201898 0.052383 0.9583
PEIMIN(-1) -0.111324 0.158750 -0.701252 0.4846
PEIPLUS(-1) -0.091163 0.164468 -0.554291 0.5805
C 0.037307 0.033438 1.115685 0.2670
R-squared 0.192218 Mean dependent var 0.006344
Adjusted R-squared 0.132931 S.D. dependent var 0.153745
S.E. of regression 0.143162 Akaike info criterion -0.976471
Sum squared resid 2.234001 Schwarz criterion -0.765148
Log likelihood 66.61179 Hannan-Quinn criter. -0.890668
F-statistic 3.242168 Durbin-Watson stat 1.941506
Prob(F-statistic) 0.002390
58
Lampiran 6. Uji Wald Test Jerman →Indonesia
ECTMin=ECTPlus
Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value df Probability
t-statistic -0.304901 109 0.7610
F-statistic 0.092964 (1, 109) 0.7610
Chi-square 0.092964 1 0.7604
Periode t ( PIGMint =PIGPlust)
Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value df Probability
t-statistic 1.627742 109 0.1065
F-statistic 2.649544 (1, 109) 0.1065
Chi-square 2.649544 1 0.1036
Periode t-1 ( PIGMint-1=PIGPlust-1)
Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value df Probability
t-statistic 0.802480 109 0.4240
F-statistic 0.643974 (1, 109) 0.4240
Chi-square 0.643974 1 0.4223
59
Lampiran 7. Hasil Estimasi Model ECM Jepang dan Indonesia
Dependent Variable: DPEI
Method: Least Squares
Date: 11/10/15 Time: 14:47
Sample (adjusted): 3 120
Included observations: 117 after adjustments
Variablel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
ECTMIN(-1) 0.030283 0.059538 0.508632 0.6120
ECTPLUS(-1) 0.158851 0.059331 2.677343 0.0086
PIJMIN 0.218734 0.175867 1.243750 0.2163
PIJPLUS 0.275201 0.176452 1.559638 0.1218
PIJMIN(-1) -0.321654 0.186365 -1.725937 0.0872
PIJPLUS(-1) 0.398195 0.165202 2.410347 0.0176
PEIMIN(-1) -0.031626 0.159559 -0.198207 0.8433
PEIPLUS(-1) -0.072358 0.174664 -0.414270 0.6795
C -0.015387 0.031360 -0.490651 0.6247
R-squared 0.127840 Mean dependent var 0.006512
Adjusted R-squared 0.063235 S.D. dependent var 0.154396
S.E. of regression 0.149434 Akaike info criterion -0.890116
Sum squared resid 2.411706 Schwarz criterion -0.677641
Log likelihood 61.07180 Hannan-Quinn criter. -0.803854
F-statistic 1.978805 Durbin-Watson stat 1.956283
Prob(F-statistic) 0.055830
60
Lampiran 8. Pengujian Waldtest Jepang dan Indonesia
ECTMin=ECTPlus
Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value df Probabilitas
t-statistic -1.353996 108 0.1786
F-statistic 1.833306 (1, 108) 0.1786
Chi-square 1.833306 1 0.1757
Periode t ( PIJMint =PIJPlust)
Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value df Probability
t-statistic -0.207456 108 0.8360
F-statistic 0.043038 (1, 108) 0.8360
Chi-square 0.043038 1 0.8357
Periode t-1 ( PIJMint-1=PIJPlust-1)
Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value df Probability
t-statistic -0.207456 108 0.8360
F-statistic 0.043038 (1, 108) 0.8360
Chi-square 0.043038 1 0.8357
61
Lampiran 9 Faktor-faktor pembentukan harga ekspor kopi Indonesia jangka
panjang
Dependent Variable: PEI
Method: Least Squares
Date: 02/25/16 Time: 12:32
Sample (adjusted): 2005M02 2014M12
Included observations: 119 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PEI(-1) 0.520438 0.046608 11.16634 0.0000
PEB 0.162347 0.107170 1.514849 0.1327
PEV 0.168062 0.037898 4.434643 0.0000
VI -0.154324 0.01256 -8.943322 0.0000
PIA 0.171794 0.108198 1.587769 0.1152
PIG 0.082438 0.139669 0.590237 0.5562
PIJ -0.090040 0.106456 -0.845802 0.3995
NILAI_TUKAR 0.115874 0.064377 1.799946 0.0746
C 1.541857 0.707670 2.178781 0.0315
R-squared 0.940580 Mean dependent var 0.567106
Adjusted R-squared 0.936259 S.D. dependent var 0.221131
S.E. of regression 0.055829 Akaike info criterion -2.860432
Sum squared resid 0.342855 Schwarz criterion -2.650246
Log likelihood 179.1957 Hannan-Quinn criter. -2.775082
F-statistic 217.6554 Durbin-Watson stat 1.761485
Prob(F-statistic) 0.000000
62
Lampiran 10. Faktor-faktor pembentukan harga jangka pendek
Dependent Variable: D(PEI)
Method: Least Squares
Date: 02/25/16 Time: 12:35
Sample (adjusted): 2005M03 2014M12
Included observations: 118 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(PEI(-1)) 0.184255 0.073936 2.492099 0.0142
D(PEB) 0.451996 0.140328 3.220992 0.0017
D(PEV) 0.041137 0.075547 0.544524 0.5872
D(VI) -0.183584 0.015964 -11.49963 0.0000
D(PIA) 0.197633 0.098434 2.007765 0.0472
D(PIG) 0.270822 0.106552 2.541691 0.0125
D(PIJ) -0.161320 0.119145 -1.353977 0.1786
D(NILAI_TUKAR) 0.389763 0.138052 2.823306 0.0057
RESID06(-1) -0.623909 0.118200 -5.278424 0.0000
C -0.001329 0.004439 -0.299384 0.7652
R-squared 0.697046 Mean dependent var 0.004356
Adjusted R-squared 0.671800 S.D. dependent var 0.081317
S.E. of regression 0.046586 Akaike info criterion -3.214113
Sum squared resid 0.234384 Schwarz criterion -2.979309
Log likelihood 199.6326 Hannan-Quinn criter. -3.118775
F-statistic 27.60996 Durbin-Watson stat 1.829184
Prob(F-statistic) 0.000000
63
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Desa Lubok Batee, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten
Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam pada 20 April 1989, sebagai anak
pertama dari pasangan Bukhari dan Nasriah
Pendidikan Sekolah Dasar hingga jenjang sarjana diselesaikan di Aceh.
Lulus sekolah dasar di Madrasah Ibtidayah Lambaro Aceh Besar tahun 2001,
lulus Pondok Pesantren Oemar Diyan tahun 2004 dan Madrasah Aliyah model
Banda Aceh tahun 2007. Selanjutnya pada tahun 2007, penulis melanjutkan
jenjang pendidikan di Program Study Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Syiah Kuala (UNSYIAH), lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2013, penulis
diterima sebagai mahasiswa pascasarjana di Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian (EPN), IPB dengan beasiswa program pascasarjana dalam negeri
(BPPDN) Dikti tahun 2013.