Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS AKHIR
“STUDI PERKUATAN LENTUR BALOK BETON BERTULANG VARIASI
OVERLAPPING TULANGAN DI SEPERDUA BENTANGAN DENGAN METODE
RETROFIT MENGGUNAKAN WIREMESH DAN SCC”
DISUSUN OLEH :
EKA PUTRI PERTIWI
D111 13 034
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
GOWA
2018
III
STUDI PERKUATAN LENTUR BALOK BETON BERTULANG VARIASI OVERLAPPING
TULANGAN DI SEPERDUA BENTANGAN DENGAN METODE RETROFIT
MENGGUNAKAN WIREMESH DAN SCC
EKA PUTRI PERTIWI
D111 13 034
Mahasiswa S1 Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Jl. Poros Malino Km. 7
Kampus Gowa, Gowa 92171, Sul-Sel
Email: [email protected]
Prof. Dr-Ing. Herman Parung, M.Eng. Dr. Eng A. Arwin Amiruddin, ST. MT.
Pembimbing I Pembimbing II Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Jl. Poros Malino Km. 7 Jl. Poros Malino Km. 7
Kampus Gowa Kampus Gowa
Gowa, 92171, Sul-Sel Gowa, 92171, Sul-Sel
ABSTRAK
Beton bertulang merupakan sebuah material yang sering digunakan dalam sebuah konstruksi yang
memiliki panjang bentangan yang bervariasi sedangkan panjang tulangan yang diproduksi adalah
sekitar 12 meter. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku lentur dari sebuah balok beton
bertulang yang diberi overlapping di seperdua bentangan dengan retrofit menggunakan wiremesh dan
self-compacting concrete (SCC), perbedaan dari setiap variasi overlapping, pola retak yang
dihasilkan, dan mode kegagalan yng terjadi. Metode penelitian yang digunakan adalah uji
eksperimental dengan menggunakan 4 sampel, yaitu balok beton bertulang normal tanpa overlapping
dan tanpa retrofit dan balok beton bertulang dengan overlapping 50D, 60D, 70D yang diberi retrofit.
Beban maksimum untuk balok beton normal mencapai 26.52 kN, sedangkan untuk balok dengan
sambungan di seperdua dan diberikan retrofit mencapai 26.52 kN (50D), 25.55 kN (60D), dan 26.38
kN (70D). Untuk nilai daktalitas balok beton normal memperoleh nilai 4.21, balok dengan sambungan
50D memperoleh nilai 3.98, balok dengan sambungan 60D memperoleh nilai 3.63, dan balok dengan
sambungan 70D memperoleh nilai 2.44. Dari hasil analisis yang didapatkan, meskipun dengan adanya
retrofit, kuat tekan balok normal dan balok dengan variasi overlapping hasilnya hampir sama, tetapi
nilai daktilitasnya menurun. Hal ini menunjukkan bahwa pemasangan overlapping di tengah bentang
tidak disarankan karena dapat menurunkan kekuatan lentur balok. Pola retak pada balok pengujian
menunjukkan retak lentur, maka mode kegagalan pada balok pengujian merupakan kegagalan lentur,
dengan adanya debonding pada 2 sampel dengan retrofit yang disebabkan oleh rekatan yang lemah.
Kata Kunci : Beton bertulang, overlapping di seperdua bentang, wiremesh, SCC.
IV
STUDY OF BLEACH STRENGTH OF REINFORCED CONCRETE BEAMS VARIATION OF
OVERLAPPING REINFORCED IN HALF EXPANSE WITH RETROFIT METHOD USING
WIREMECH AND SCC
EKA PUTRI PERTIWI
D111 13 034
Mahasiswa S1 Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Jl. Poros Malino Km. 7
Kampus Gowa, Gowa 92171, Sul-Sel
Email: [email protected]
Prof. Dr-Ing. Herman Parung, M.Eng. Dr. Eng A. Arwin Amiruddin, ST. MT.
Pembimbing I Pembimbing II Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Jl. Poros Malino Km. 7 Jl. Poros Malino Km. 7
Kampus Gowa Kampus Gowa
Gowa 92171, Sul-Sel Gowa 92171, Sul-Sel
ABSTRACT
Reinforced concrete is a material often used in a construction that has a long stretch that varies while
the length of reinforcement is about 12 meters. The objective of this study was to analyze the flexural
behavior of a reinforced concrete beam overlapping in an extent with retrofit using wiremesh and
self-compacting concrete (SCC), the differences of each overlapping variation, the resulting crack
pattern, and the failure mode occurring. The research method used is experimental test using 4
samples, is normal reinforced concrete beam without overlapping and without retrofit and reinforced
concrete beam with overlapping 50D, 60D, 70D retrofit. The maximum load for normal concrete
beam is 26.52 kN, while for beam with connection in half and retrofit is 26.52 kN (50D), 25.55 kN
(60D), and 26.38 kN (70D). For the value of normal concrete beam ductility obtains a value of 4.21,
a beam with 50D connection obtains a value of 3.98, a beam with a 60D connection obtains a value
of 3.63, and a beam with a 70D connection obtains a value of 2.44. From the results of the analysis
obtained, although with the retrofit, the normal beam press strength and beam with overlapping
variation result is almost the same, but the ductility value decreases. This indicates that the
overlapping installation in the middle of the span is not recommended because it can decrease the
bending strength of the beam. The crack pattern on the test beam indicates flexible cracking, then the
failure mode on the test beam is a flexible failure, with debonding on 2 samples with retrofit caused
by weak strains.
Keywords: Reinforced concrete, overlapping in half-span, wiremesh, SCC.
V
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warakmatullahi Wabarakatuh,
Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT,
karena atas segala berkah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
yang berjudul “ Studi Perkuatan Lentur Balok Beton Bertulang Variasi
Overlapping Tulangan di Seperdua Bentangan dengan Metode Retrofit
Menggunakan Wiremesh dan SCC” sebagai salah satu syarat yang diajukan untuk
menyelesaikan studi di Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas
Hasanuddin. Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan pengujian yang
dilakukan di Laboratorium Struktur dan Bahan Fakultas Teknik Departemen Teknik
Sipil Universitas Hasanuddin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya tugas akhir ini berkat bantuan
dari berbagai pihak, utamanya dosen pembimbing :
Pembimbing I : Prof. Dr-Ing. Herman Parung, M.Eng.
Pembimbing II : Dr. Eng. A. Arwin Amiruddin, ST. MT.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada :
1. Ayah dan Ibu atas segalanya, pengorbanan, pemberian, nasihat serta doanya
yang selalu diberikan setiap saat tanpa henti. Sayang sekali.
2. Bapak DR. Ing Ir. Wahyu H. Piarah, MS, ME., selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin
3. Bapak Dr. Ir. Muhammad Arsyad Thaha, MT selaku ketua Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
4. Bapak Prof. Dr-Ing. Herman Parung, M.Eng. selaku dosen pembimbing I, yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan
kepada kami.
5. Bapak Dr. Eng. A. Arwin Amiruddin, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing II,
yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan kepada kami mulai dari awal penelitian hingga selesainya
penulisan ini.
VI
6. Bapak Prof. Dr. Eng. Rudy Djamaluddin, S.T., M. Eng., selaku Kepala
Laboratorium Struktur dan Bahan.
7. Bapak Prof. Dr. Muh. Wihardi Tjaronge, ST. M.Eng., selaku dosen struktur
yang telah memberikan masukan kepada kami pada saat penelitian.
8. Seluruh dosen, Bu Rita dan Kak Udin, staf dan karyawan Fakultas Teknik
Jurusan Sipil Universitas Hasanuddin yang telah membantu dalam kelancaran
penelitian, penyelesaian administrasi dan lainnya.
9. Tim Tenggarong, Yanny Febry F.S., Beatriks Thomana, Kak Nurjumah,
D.Satyawirawan, dan yang lainnya selalu ada saat dibutuhkan selama
penelitian dan penulisan tugas akhir.
10. Murniati Mapnur yang selalu ada saat dibutuhkan di penelitian maupun
pengerjaan TA serta siap diajak kemana pun.
11. Happy Holy Kids, Femi, Fito, Kiki, dan Ziah yang selalu mengingatkan untuk
mengerjakan TA, memberi siraman rohani, pengendali mood, dan selalu ada
saat dibutuhkan. Love you gaess.
12. Permai Reborn, yang selalu ada di kosan, teman jalan, teman pertama masuk
kuliah, pembangkit semangat kerja TA. Kalian Luar Biasa.
13. #kamitidaktakut, baper generation, dan teman-teman se-YPS yang jadi
motivasi biar cepat mengerjakan TA.
14. Teman-teman struktur 2013, adek-adek struktur 2014 dan 2016 yang
membantu dan memberi masukan.
15. Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada senior, teman-teman angkatan
2013 dan adik-adik junior, yang senantiasa memberikan semangat dan
dorongan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
16. Hamba-hamba Allah yang selalu menanyakan ”kapan selesai?” terutama
keluarga. Terima kasih karna sudah bertanya.
17. Internet dan segala kontennya yang menjadi pembangkit mood dan juga
sebagai penghambat dalam kerja TA.
18. Orang-orang yang mungkin tidak saya ingat saat menulis ini, terima kasih
karna telah ada untuk menyemagati kerja TA.
VII
Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kepada para pembaca, kiranya dapat
memberikan sumbangan pemikiran demi kesempurnaan dan pembaharuan tugas
akhir ini.
Akhir kata, semoga ALLAH SWT melimpahkan Rahmat dan Taufiq-Nya
kepada kita, dan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
Wassalam.
Gowa, Januari 2018
Penulis
VIII
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... I
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ II
ABSTRAK ................................................................................................... III
KATA PENGANTAR .................................................................................. V
DAFTAR ISI ................................................................................................. VIII
DAFTAR TABEL......................................................................................... X
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... XI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 2
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian................................................... 2
1.4 Batasan Masalah ........................................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan ................................................................ 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Sebelumnya ..................................................... 5
2.2 Beton Bertulang ......................................................................... 5
2.3 Kegagalan Struktur Beton .......................................................... 6
2.4 Retak pada Balok ....................................................................... 9
2.5 Metode Retrofit .......................................................................... 10
2.5.1 Wiremesh.......................................................................... 11
2.5.2 Sel Compacting Concrete (SCC) ...................................... 12
2.6 Kuat Lentur Beton ..................................................................... 14
2.7 Komponen Lentur ...................................................................... 15
2.8 Desain Lentur dengan Beban Terfaktor ..................................... 16
2.9 Balok dengan Tulangan Rangkap .............................................. 18
2.10 Daktilitas .................................................................................. 22
BAB III. METODOLOGI
3.1 Jenis dan Desain Penelitian ........................................................ 23
IX
3.1.1 Jenis Penelitian.................................................................. 23
3.1.2 Desain Penelitian .............................................................. 26
3.2 Kerangka Prosedur Penelitian .................................................... 28
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 29
3.4 Alat dan Bahan Penelitian .......................................................... 29
3.5 Set-Up Pengujian ....................................................................... 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Agregat ................................................................. 32
4.2 Mix Design ................................................................................. 33
4.3 Karakteristik Beton dan Baja ..................................................... 34
4.3.1 Kuat Tekan ........................................................................ 34
4.3.2 Modulus Elastisitas ........................................................... 37
4.3.3 Kuat Tarik Belah ............................................................... 38
4.3.4 Kuat Lentur Balok............................................................. 39
4.3.5 Kuat Tarik Tulangan ......................................................... 40
4.3.6 Kuat Tarik Wiremesh ........................................................ 40
4.4 Hubungan Beban dan Lendutan ................................................. 41
4.5 Lendutan .................................................................................... 42
4.6 Daktalitas ................................................................................... 43
4.7 Crack Pattern (Pola Retak) dan Mode Kegagalan .................... 44
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan .............................................................................. 47
5.2. Saran ........................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
X
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Agregat Beton Normal ................................. 32
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Agregat Self Compacting Concrete (SCC) ... 33
Tabel 4.3 Komposisi Mix Design Beton Normal ........................................ 33
Tabel 4.4 Komposisi Mix Design Beton SCC ............................................. 34
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Benda Uji ............................ 35
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Modulus Elastisitas Beton Normal ................... 37
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Modulus Elastisitas Beton SCC ........................ 37
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah Beton Normal ....................... 38
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah Beton SCC............................ 38
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Kuat Lentur Balok Beton Normal ..................... 39
Tabel 4.11 Hasil Pengujian Kuat Lentur Balok Beton SCC ......................... 39
Tabel 4.12 Hasil Pengujian Kuat Tarik Tulangan ......................................... 40
Tabel 4.13 Hasil Pengujian Kuat Tarik Wiremesh ϕ3 spasi 5 cm x 5 cm ..... 41
Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Daktalitas ....................................................... 43
XI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Retak akibat reaksi alkali-agregat .......................................... 6
Gambar 2.2 Voids – Honey Combing ......................................................... 7
Gambar 2.3 Scalling ................................................................................... 8
Gambar 2.4 Wiremesh ................................................................................ 11
Gambar 2.5 Bahan Campuran Beton SCC ................................................. 13
Gambar 2.6 Balok lentur dengan beban q .................................................. 15
Gambar 2.7 Tegangan-regangan teoritis lentur penampang persegi empat 16
Gambar 2.8 Perubahan diagram tegangan parabolic ke balok tegangan
ekivalen ................................................................................... 18
Gambar 2.9 Diagram regangan, tegangan, dan gaya dalam penampang
tulangan rangkap .................................................................... 19
Gambar 2.10 Diagram regangan, tegangan, gaya dalam penampang tulangan
rangkap kondisi seimbang (balance) ...................................... 19
Gambar 2.11 Diagram regangan, tegangan, dan gaya dalam penampang
tulangan rangkap .................................................................... 21
Gambar 3.1 Sketsa tulangan pada balok .................................................... 25
Gambar 3.2 Desain beban pada balok ........................................................ 27
Gambar 3.3 Diagram alir pengujian ........................................................... 28
Gambar 3.4 Foto model pengujian ............................................................. 30
Gambar 3.5 Sketsa model pengujian (tampak depan) ................................ 30
Gambar 3.6 Sketsa model pengujian (tampak samping) ............................ 31
Gambar 4.1 Uji kuat tekan silinder ............................................................ 36
Gambar 4.2 Uji modulus elastisitas silinder ............................................... 38
Gambar 4.3 Uji kuat tarik belah silinder .................................................... 39
Gambar 4.4 Uji lentur balok ....................................................................... 40
Gambar 4.5 Uji tarik wiremesh .................................................................. 41
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Beban dan Lendutan .................................. 41
Gambar 4.7 Grafik Lendutan Sepanjang Bentangan .................................. 42
Gambar 4.8 Pola retak pada balok beton bertulang .................................... 44
Gambar 4.9 Mode kegagalan ...................................................................... 46
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beton bertulang merupakan kombinasi 2 material yaitu beton yang akan
lemah terhadap tegangan tarik dan baja yang lemah dengan tegangan tekan. Dua
bahan menjadi satu material yang akan memiliki tahanan terhadap tegangan tekan
dan tarik.
Material beton bertulang adalah material yang penggunaannya bukan lagi hal
yang tidak biasa digunakan dalam konstruksi di Indonesia. Terlihat pada banyaknya
bangunan yang menggunakan beton bertulang sebagai material utama. Pada setiap
bangunan atau konstrusi panjang bentangan beton bertulang akan bervariasi,
sedangkan tulangan itu sendiri diproduksi dengan ukuran 12 m setiap ukurannya.
Untuk mengatasi penggunaan tulangan untuk bentangan yang cukup panjang, maka
dilakukan penyambungan. Namun penyambungan tidak dapat dilakukan sesuai
panjang dari tulangannya. Penyambungan sebaiknya diletakkan pada bagian yang
mengalami tegangan tarik paling rendah agar gaya tarik dapat terdistribusi dengan
baik.
Jika panjang penyambungan lebih kecil atau letak penyambungan yang tidak
tepat dan menyebabkan perilaku lentur dari sebuah balok beton menjadi penyebab
cepatnya kerusakan dari beton itu sendiri. Untuk kerusakan yang dapat terjadi pada
beton, terdapat beberapa solusi yang dilakukan untuk mengatasinya, diantaranya
ialah dengan penggunaan wiremesh dan SCC.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Hery Dualembang (2014),
didapatkan bahwa metode retrofit dengan menggunakan wiremesh dan SCC mampu
meningkatkan kapasitas beban pada beton normal.
Maka dari uraian di atas, mahasiswa akan melakukan penelitian yang diberi
judul : “STUDI PERKUATAN LENTUR BALOK BETON BERTULANG
VARIASI OVERLAPPING TULANGAN DI SEPERDUA BENTANGAN
DENGAN METODE RETROFIT MENGGUNAKAN WIREMESH DAN
SCC”
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perilaku lentur dari setiap balok yang diberikan variasi
overlapping di seperdua bentangan dengan perkuatan wiremesh dan SCC?
2. Bagaimana perbandingan dari perilaku lentur pada setiap variasi overlapping
tulangan?
3. Bagaimana pola retakan yang terjadi pada balok bertulang yang diberikan
overlapping di seperdua bentangan dengan perkuatan wiremesh dan SCC?
4. Bagaimana mode kegagalan / keruntuhan pada balok beton bertulang yang
diberikan overlapping di seperdua bentangan dengan perkuatan wiremesh dan
SCC?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan secara keseluruhan bermaksud untuk mengetahui
perkuatan lentur dari balok beton bertulang yang diberi overlapping di seperdua
bentangan dengan metode retrofit menggunakan wiremesh dan SCC. Adapun
tujuan dari dilakukannya penelitian ialah sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan untuk menganalisis perilaku lentur dari setiap beton
yang diberikan overlapping di seperdua bentangan dengan perkuatan
wiremesh dan SCC.
2. Penelitian dilakukan untuk menganalisis perbandingan dari perilaku lentur
pada setiap variasi overlapping tulangan.
3. Penelitian dilakukan untuk menganalisis pola retakan yang terjadi pada balok
beton bertulang yang diberikan overlapping di seperdua bentangan dengan
perkuatan wiremesh dan SCC.
4. Penelitian dilakukan untuk menganalisis mode kegagalan / keruntuhan pada
balok beton bertulang yang diberikan overlapping di seperdua bentangan
dengan perkuatan wiremesh dan SCC.
3
1.4 Batasan Masalah
Pada penelitian dan penulisan tugas akhir yang dikerjakan terdapat beberapa
batasan-batasan seperti berikut:
1. Beton yang digunakan adalah beton 20 cm x 15 cm x 270 cm yang telah
diperkuat dengan wiremesh dan beton SCC.
2. Variasi yang digunakan adalah variasi overlapping tulangan di seperdua
bentangan, yaitu 50D, 60D, dan 70D.
3. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian balok beton yang menggunakan
Static Loading Frame dengan dua titik pembebanan.
4. Hal yang ditinjau dalam tugas akhir mengenai hubungan beban dan lendutan,
lendutan, dan daktilitas di setiap variasi overlapping.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari dilakukannya penelitian ialah sebagi berikut :
1. Sebagai bahan referensi untuk panjang overlapping tulangan yang bisa
digunakan dalam dunia konstruksi.
2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya dalam hal overlapping
tulangan.
3. Sebagai bahan referensi tambahan dalam penelitian balok beton bertulang
yang meggunakan pekuatan.
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi yang dilakukan, penulis membagi penulisan menjadi
berapa bagian, yaitu bagian pembuka, isi, dan bagian akhir. Bagian isi sendiri
terbagi lagi menjadi beberapa bagian seperti berikut :
BAB I – PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan skripsi.
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini akan dipaparkan atau dijelaskan beberapa teori, standar, serta
rumus yang akan digunakan selama penelitian serta penjelasan dari hasil penelitian.
BAB III – METODOLOGI PENELITIAN
4
Bab ini akan berisi tentang metode penelitian yang dilakukan penulis dalam
melakukan penelitian dari mulai awal persiapan hingga mencapai hasil.
BAB IV – HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan hasil yang diperoleh dari penelitian serta
pembahasan dari hasil yang didapatkan.
BAB V - PENUTUP
Pada bab ini akan dipaparkan beberapa simpulan yang didapat dari hasil dan
pembahasan juga akan diberikan beberapa saran penulis kepada pembaca.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Sebelumnya
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hery Dualembang (2014),
yaitu “Studi Perkuatan Lentur Balok Beton Bertulang Dengan Metode
Retrofit Menggunakan Wiremesh dan SCC” dibuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Lapisan wiremesh dan SCC mampu meningkatkan kapasitas beban pada
balok WK sebesar 6.44% dan untuk balok WB sebesar 40.06% terhadap
balok normal.
2. Pola retak pada balok kontrol seluruhnya mengaami retak lentur akan tetapi
pola retak yang terjadi pada balok yang telah diberi perkuatan mengalami
retak lentur dan geser. Hal ini terjadi akibat lapisan wiremesh dan SCC
menyebabkan meningkatnya kekutan pada balok dalam menahan gaya lentur
yang diberikan, namun peningkatan kekuatan ini menyebabkan tulangan
geser tidak mampu menahan gaya geser yang terjadi.
3. Mode kegagalan yang terjadi pada balok seluruhnya mengalami leleh pada
tulangan lentur akan tetapi pada balok WK terjadi putus pada wiremesh
karena tidak mampu menahan beban yang diberikan pada balok. Hal ini
menunjukkan bahwa lapisan SCC memberikan lekatan yang cukup pada
wiremesh maupu pada baok eksisting. Sedangkan pada balok WB, wiremesh
mampu menahan beban yang diberikan pada balok hingga inti beton rusak
karena tekanan yang diberikan.
2.2 Beton Bertulang
Beton bertulang merupakan kombinasi dua unsur bahan; tulangan baja dan
beton yang digunakan secara bersama, sehingga desain struktur elemn beton
bertulang dilakukan berdasarkan prinsip yang berbeda dengan perencanaan desain
satu bahan. Sistem konstruksi yang dibangun dengan beton bertulang, seperti
bangunan gedung, jembatan, dinding penahan tanah, terowongan, tanki, saluran air,
dan lainnya, dirancang dari prinsip dasar da penelitian elemen beton bertulang yang
menerima gaya aksial, momen lentur, gaya geser, momen puntir, atau kombinasi
6
dari jenis-jenis gaya dalam tersebut. Prinsip dasar desain ini berlaku umum bagi
setiap tipe sistem struktur selama diketahui variasi gaya aksial, momen lentur, gaya
geser, dan unsur gaya dala lainnya, disamping konfigurasi bentang dan dimensi
setiap elemen (Amrinsyah, 2009).
Pada beton bertulang, unsur beton mempunyai kekuatan tekan yang besar,
tetapi tidak mampu menerian tegangan tarik. Ini berarti tulangan baja yang ditanam
dalam beton menjadi unsur kekuatan yang memikul tegangan tarik (Amrinsyah,
2009).
2.3 Kegagalan Struktur Beton
Kerusakan yang terjadi umumnya dapat dikelompokkan dalam tiga katagori
yaitu (Mohd Isneini,2009) :
1. Retak
Retak (cracks) adalah pecah pada beton dalam garis-garis yang relatif panjang
dan sempit, retak ini dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab diantaranya: evaporasi
air dalam campuran beton terjadi dengan cepat akibat cuaca yang panas, kering atau
berangin. Retak akibat keadaan ini disebut plastic cracking, bleeding yang
berlebihan pada beton, biasanya akibat proses curing yang tidak sempurna. Retakan
bersifat dangkal dan saling berhubungan pada seluruh permukaan pada plat, retak
jenis ini disebut crazing. Pergerakan struktur, sambungan yang tidak baik pada
pertemuan kolom dengan balok atau plat, atau tanah yang tidak stabil. Retakan
bersifat dalam atau lebar, retak jenis ini disebut random cracks Reaksi antara alkali
dan agregat, retakan yang terbentuk sekitar 10 tahun atau lebih setelah pengecoran
dan selanjutnya menjadi lebih dalam dan lebar, retakan saling berhubungan satu
sama lain.
Gambar 2.1 Retak akibat reaksi alkali-agregat
7
2. Voids
Voids adalah lubang-lubang yang relatif dalam dan lebar pada beton. Void
pada beton dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, diantaranya pemadatan yang
dilakukan dengan vibrator kurang baik, karena jarak antar bekisting dengan
tulangan atau jarak antar tulangan terlalu sempit sehingga bagian mortar tidak dapat
mengisi rongga antara agregat kasar dengan baik. Void yang terjadi berupa lubang-
lubang tidak teratur yang disebut honey combing. Bocor pada bekisting yang
menyebabkan air atau pasta semen keluar, akan lebih parah jika campuran banyak
mengandung air, atau banyak pasta semen atau gradasi agregat yang kurang baik.
Keadaan ini disebut sand streaking.
Gambar 2.2 Voids – Honey Combing
3. Scalling
Scalling/spalling/erosion adalah kelupasan dangkal pada permukaan, yang
dapat ditimbulkan oleh beberapa sebab, diantaranya Eksposisi yang berulang-ulang
terhadap pembekuan dan pencairan sehingga permukaan terkelupas, keadaan ini
disebut scalling. Melekatnya material pada permukaan bekisting sehingga
permukaan beton terlepas dalam kepingan atau bongkah kecil, keadaan ini disebut
spalling. Terlepasnya partikel-partikel sehalus debu yang dapat terdiri dari semen
yang sangat halus atau agregat yang sangat halus, terlepas akibat abrasi misalnya
saat lantai disapu, hal semacam ini disebut dusting. Terdapatnya material organic
dalam campuran, kontaminasi yang reaktf atau korosi pada tulangan dapat
menimbulkan rongga pada beton yang disebut sebagai popouts, juga dapat
disebabkan ekspansi agregat yang pourous segera setelah pengecoran sampai
setahun lebih tergantung permeabilitas beton dan ketidakstabilan volume agregat
yang digunakan. Disintegrasi beton pada titik-titik dimana terdapat aliran air
8
turbulen akibat pecahnya gelembung-gelembung pada air, erosi seperti ini sering
disebut water cavitation. Erosi oleh air dimana abrasi oleh benda-benda padat yang
tersuspensi dalam air terhadap permukaan beton mengakibatkan disintegrasi beton
sepanjang alur aliran air.
Gambar 2.3 Scalling
Jenis kerusakan lain yang biasanya terjadi pada komponen struktur penunjang
bangunan sipil adalah lekatan baja beton; kekuatan lekatan dipengaruhi kekasaran
permukan baja, kualitas beton disekitar tulangan. Kegagalan lekatan berakibat
menurunnya daya dukung komponen struktur terhadap beban yang bekerja,
meningkatnya deformasi, bahkan runtuhnya struktur. Kegagalan lekatan bisa
diakibatkan korosi pada tulangan, kebakaran, tipisnya selimut beton, jarak tulangan
yang rapat serta diameter tulangan yang besar dan gaya siklis akibat gempa. Korosi
pada baja tulangan biasanya dikenali dengan bercak karat pada permukaan beton,
korosi mudah terjadi pada lingkungan asam namun bila terdapat ion klorida, proses
karat dapat terjadi pada lingkungan basa (Mohd Isneini,2009).
Kebakaran, pengaruhnya tergantung lama terjadinya serta tingginya
temperatur. Pengaruh kebakaran terhadap kekuatan komponen beton yaitu
menurunnya kuat tekan, modulus elastisitas, kuat lekat baja serta ekspansi
longitudinal dan radial. Sedangkan akibat gempa, saat terjadi gempa bukan saja
diuji secara siklis namun beban yang bekerja pada komponen struktur telah
mendekati batas kemampuan komponen dalam memikul beban yang bekerja (Mohd
Isneini,2009).
Kerusakan lain diakibatkan serangan kimia: penggunaan fly ash pada
campuran beton berpotensi serangan kimia terutama lingkungan bersulfat, selain
itu tegangan internal yang disebabkan oleh mengembangnya unsur akibat
bereaksinya unsur tertentu pada beton, Ca (OH)2, dengan unsur kimia penyerang.
9
Air laut mengandung sulfat yang secara kimiawi dapat menyerang beton, selain itu
dapat juga berasal dari unsur asam SO2 dan CO2 yang bersifat melarutkan unsur
semen pada beton (Mohd Isneini,2009).
Kerusakan lain diakibatkan penurunan pondasi, sering dijumpai daya dukung
tanah baik namun disertai konsolidasi besar. Dilain pihak ada daya dukung tanah
tidak seragam di sebagian lokasi bangunan, menjadikan perbedaan penurunan
pondasi, komponen yang sering rusak akibat penurunan pondasi adalah dinding
pengisi (Mohd Isneini,2009).
2.4 Retak pada Balok
Retak terjadi pada umumnya menunjukkan bahwa lebar celah retak sebanding
dengan besar tegangan yang terjadi pada batang tulangan baja tarik dan beton pada
ketebalan tertentu yang menyelimuti batangbaja tersebut. Meskipun retak tidak
dapat dicegah namun ukurannya dapat dibatasi dengan cara menyebar atau
mendistribusi tulangan.
Apabila struktur dibebani dengan suatu beban yang menimbulkan momen
lentur masih lebih kecil dari momen retak maka tegangan yang timbul masih lebih
kecil dari momen retak maka tegangan yang timbul masih lebih kecil dari modulus
of rupture fr = 0.7 √f’c. Apabila beban ditambahkan sehingga tegangan tarik
mencapai fr, maka retak kecil akan terjadi. Apabila tegangan tarik sudah lebih besar
dari fr, maka penampang akan retak.
Ada tiga kasus yang dipertimbangkan dalam masalah retak yaitu :
a. Ketika tegangan tarik ft
10
a. Retak lentur (flexural crack), terjadi di daerah yang mempunyai harga momen
lentur lebih besar dari gaya geser kecil. Arah retak terjadi hampir tegak lurus
pada sumbu balok.
b. Retak geser (shear crack), yaitu keretakan miring yang terjadi pada daerah
garis netral penampang dimana gaya geser maksimum dan tegangan aksial
sangat kecil.
c. Retak geser-lentur (flexural shear crack), terjadi pada bagian balok yang
sebelumnya telah terjadi keretakan lentur. Retak geser-lentur merupakan
perambatan retak miring dari retak lentur yang sudah terjadi sebelumnya.
2.5 Metode Retrofit
Retrofitting struktur secara umum dapat diartikan sebegai penambahan
komponen-komponen struktur baru kepada sistem yang lama sehingga terjadi
peningkatan kinerja struktur. Konteks retrofitting dapat pula didefinisikan sebagai
perbaikan struktur terkait dengan kemampuan aktual di dalam operasional struktur
(Widya Apriani, 2012).
Pemilihan material yang sesuai merupakan persyaratan yang absolut untuk
menghasilakan perbaikan yang tahan lama, karena sifatnya dekat dengan beton
yang akan diperbaiki, seringkali beton yang dibuat dengan semen Portland atau
komposisi yang bersifat cementitious lainnya merupakan pilihan yang terbaik untuk
material perbaikan. Namun kebutuhan lainnya seperti kondisi kerja tertentu,
pencapaian kekuatan secara cepat, perbaikan yang memerlukan ketahanan terhadap
serangan bahan kimiawi atau kebutuhan untuk memperoleh permukaan yang estetik
seringkali mengakibatkan pilihan jatuh pada material lainnya (Mohd Isneini,2009).
Namun terkadang dalam perbaikan terdapat pilihan lebih dari satu material
yang dapat digunakan dengan hasil yang sama, jika ini terjadi, pilihan terakhir
terhadap material atau kombinasi material mesti dilakukan dengan
mempertimbangkan kemudahan, penerapan biaya, ketersediaan keterampilan buruh
dan peralatan. Pada umumnya tiga hal berikut harus diperhitungkan dalam
mempertimbangkan pemilihan material yang akan digunakan: kondisi perbaikan,
sifat-sifat material perbaikan, dan keterampilan serta peralatan yang dibutuhkan
untuk melakukan pekerjaan perbaikan (Mohd Isneini,2009).
11
2.5.1 Wiremesh
Wiremesh merupakan material jaring kawat baja pengganti tulangan pada
pelat yang fungsinya sama sebagai tulangan. Pada wiremesh selain memiliki
kekuatan yang sama namun dari segi pemasangan lebih praktis dan murah
dibandingkan dengan tulangan konensional (Naufal Aiman, 2014).
Gambar 2.4 Wiremesh
Jaringan kawat baja las (wiremesh) adalah penulangan dari baja yang
berbentuk pracetak untuk menggantikan tulangan beton biasa pada plat beton.
Jaringan terbuat dari kawat baja bulat rata yang ditarik dan dilas bersama dengan
mesin las otomatis. Proses penarikan kawat tersebut menghasilkan penampang
yang sangat seragam dengan diameter yang akurat. Keseragaman ini tidk mungkin
didapat dengan batang tempaan panas (hot rooled) dari besi beton (Paul, 2007).
Mutu jaringan memenuhi syarat U-50, dan dengan menggunakan tegangan
rencana sebesar 2900 kg/cm2 didapat penghematan yang bisa mencapai separuh
dari jumlah penulangan. Selain itu waktu pemasangan menjadi lebih singkat
(Paul,2007).
Kedua hal di atas harus menjadi pertimbangan penggunaan jaringan ini.
Ekivalen luasan penampang jaringan didapat dari rumus sebagai berikut (Paul,
2007) :
Luas ϕ jaringan/m’ = (σbatas besi
σbatas jaringan) x Luas ϕ besi cm2/m' (2.2)
Jaringan tersedia dalam berbagai ukuran sebagai lembaran atau gulungan.
Lembaran standar berukuran 5.40 x 2.10 m2. Untuk diameter kurang dari 6 mm
12
tersedia juga dalam gulungan dengan panjang 54.00 meter dan lebar yang sama
(Paul, 2007).
2.5.2 Self Compacting Concrete (SCC)
1. Definisi
Self Compacting Concrete (SCC) merupakan campuran beton yang dapat
memedat sendiri tanpa menggunakan bantuan alat vibrator untuk memperoleh
konsolidasi yang baik. Metode Self Compacting Concrete (SCC) ini merupakan
suatu hasil riset di Jeang pada awal tahun 1980an dengan menghasilkan suatu
prototype yang cukup sukses pada tahun 1988 (Okamura dan Ouchi, 2003).
2. Sifat – Sifat
Beton dapat dikategorikan Self Compacting Concrete (SCC) apabila beton
tersebut memiliki slump yang menunjukkan campuran atau pasta beton yang
memiiki kuat geser dan lentur yang rendah sehingga dapat masuk dan mengalir
dalam celah ruang dalam formwork dan tidak diicinkan memiliki segregasi
akibat nilai slump yang tinggi. Karakteristik Self Compacting Concrete (SCC)
adalah memiliki nilai slump berkisar antara 500-700 mm (Nagataki dan Fujiwara
1995).
Kriteria workability dari campuran beton yang baik pada Self Comlacting
Concrete (SCC) adalah mampu memenuhi kriteria berikut (EFNARC 2002) :
Fillingability, kemampuan campuran beton untuk mengisi ruangan.
Passingability, kemampuan campuran beton untuk melewati struktur ruangan
yang rapat.
Segregation resistance, ketahanan campuran beton segar terhadap efek
segregasi.
3. Dasar Mix Design
Pada dasarnya Self Compacting Concrete (SCC) terdiri dari komponen-
komponen yang sama dengan beton normal, meskipun terdapat perbedaan yang
muncul dalam komposi yang muncul dalam komposisi beton (Maulida dan Dwi,
2010).
Komposisi agregat kasar pada beton konvensional menempati 70-75% dari
total volume beton. Sedangkan dalam SCC agregat kasar dibatasi jumlahnya
13
sekitar kurang lebih 50% dari total volume beton sesuai pada Gambar 2.4.
Pembatasan agregat ini betujuan agar beton bisa mengalir dan memadat sendiri
tanpa alat pemadat (Okamura dan Ouchi 2003).
Gambar 2.5 Bahan Campuran Beton SCC (Sumber: Okamura dan Ouchi 2003)
4. Keunggulan Self Compacting Concrete
Adapun keunggulan SCC ditinjau dari beberapa segi antara lain (Maulida dan
Dwi, 2010) :
1. Segi durabilitas (keawetan)
Meningkatkan homogenitas beton
Dapat membungkus tulangan dengan baik
Porositas dari matriks beton yang rendah
2. Segi produktivitas
Pengecoran yang cepat
Pemompaan yang lebih mudah
Pekerjaan finishing lantai lebih ringan
Menghemat waktu pemakaian alat-alat berat seperti crane, concrete pump
Sangat cocok unutk pekerjaan perbaikan beton baik dalam skala besar
maupun kecil.
3. Segi tenaga kerja
Human error akibat pemadatan yang kurang sempurna dapat dihilangkan
Angka kecelakaan tenaga kerja dapat diperkecil
Tidak terjadi polusi suara akibat vibrator
14
4. Segi ready mix concrete
Waktu tuang beton dari truck mixer lebih singkat
Betion mudah dipompa
2.6 Kuat Lentur Beton
Yang dimaksud dengan kuat lentur beton adalah kemampuan balok beton
yang diletakkan pada dua perletakan unutk menahan gaya dengan arah tegak lurus
sumbu benda uji, yang diberikan padanya sampai benda uji patah dan dinyatakan
dengan Mega Pascal (MPa) gaya tiap satuan luas. Metode pengujian kuat lentur di
laboratorium dengan menggunakan balok uji yaitu balok beton yang berpenampang
bujur sangkar dengan panjang total empat kali lebar penampangnya (SNI 03-4431-
1997).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kuat lentur benda uji, yaitu (Luis,
2015) :
1. Dimensi benda uji
Dimensi yang baku adalah 100 x 100 x 400 mm dengan rasio bentang
terhadap ketinggiannya sebesar tiga kali. Uuntuk lebar dan bentang yang sama,
nilai kekuatan lentur benda uji mengecil dengan bertambahnya ketinggian benda
uji.
2. Ukuran benda uji
Keseragaman hasil pengujian meningkat dengan membesarnya ukuran benda
uji. Secara umum dapat dikatakan kekuatan lentur beton berkurang dengan
membesarnya ukuran benda uji.
3. Laju pembebanan
Sama halnya dengat kuat tarik beton, kekuatan lentur beton umumnya
meningkat dengan meningkatnya laju pembebanan yang diterapkan.
4. Kelembaban dan Suhu
Hasil pengujian lentur sangat dipengaruhi oleh kelembaban benda uji pada
saat pengujjian. Jika benda uji dites pada kondisi kering, nilai kuat lentur yang
diperoleh biasanya lebih rendah 10-30% dari kuat lentur yang diperoleh dari
benda uji jenuh. Penurunan kekuatan lentur juga terjadi pada benda uji yang dites
pada temperatur yang lebih tinggi.
15
2.7 Komponen Lentur
Jika balok dibebani secara bertahap dari besaran beban 0 sampai qu yang
merupakan beban batas, penampang balok mengalami lentur. Hal ini menimbulkan
kondisi diagram tegangan dan regangan yang berbeda pada tahapan pembebanan
(Gambar 2.6). Pola yang berbeda ini dinyatakan dalam sifat elastis dan plastis.
Gambar 2.6 Balok lentur dengan beban q
Pada kondisi batas qu, pola tegangan yang terjadi tidak lagi linear. Apabila
terlebih dahulu tulangan mencapai titik leleh sebelum kehancuran beton, maka
kondisi ini memberikan daktilitas yang berguna bagi tanda kehancuran. Sifat inilah
yang dikehendaki dalam desain dan disebut perencanaan tulangan lemah.
Sebaliknya perencanaan penampang tulangan kuat didefinisikan bila terlebih
dahulu beton mencapai tegangan batas sebelum terjadinya kelelehan baja tulangan.
Desain tulangan kuat sedapat mungkin dihindari dalam perncanaan, karena
keruntuhan akan terjadi secara mendadak yang sifatnya destruktif dan berakibat
mencelakakan pengguna.
Metode analisis penampang lentur dengan beban kerja disebut metode Beban
Kerja (cara – n). pada cara ini, variasi regangan berbanding lurus terhadap garis
netral, sehingga tegangan proprosional secara linear terhadap regangan. SNI 03-
2847-2002 menetapkan cara ini dengan tegangan yang terjadi dibatasi oleh
tegangan izin. Kecuali untuk beton prategang, metode ini ditetapkan dalam
peraturan sebagai cara alternatif untuk analisis dan desain elemen struktur beton
bertulang, disamping pemeriksaan dalam kondisi layan menghitung lendutan dan
lebar retak.
16
2.8 Desain Lentur dengan Beban Terfaktor
Gambar 2.7 Tegangan-regangan teoritis lentur penampang persegi empat
Ketentuan hubungan regangan-tegangan dengan beban batas/terfaktor pada
penampang persegi empat dengan tulangan tunggal adalah seperti gambar 2.2.
Kekuatan maksimum pada serat beton dicapai bila regangan pada serat beton sama
dengan regangan hancur 𝜀𝑐 beton sebesar 0.003. Pada kondisi terjadinya regangan
hancur, regangan dalam baja tulangan As dapat lebih kecil atau lebih besar dari
regangan batas baja tulangan., bergantug pada luas tulangan baja. Untuk tulangan
tarik yang dipasang berakibat tulangan akan leleh lebih dahulu sebelum keruntuhan
beton (keruntuhan daktail atau tulangan lemah), maka SNI 03-2487-2002
membatasi jumlah tulangan tarik untuk menjamin terjadi keruntuhan daktail.
Diagram non-linear tegangan pada penampang seperti Gambar 4.2
mempunyai tegangan maksimum lebih kecil fc’, yaitu kfc
’ . Jika tegangan rata-rata
penampang beton untuk lebar balok yang konstan kkl fc dan jarak titik rangkap
resultante gaya dalam beton Cc adalah klc, maka besarnya gaya tanggap beton
tertekan :
Cc = kkl fc’ c b (2.3)
Untuk kondisi daktail, gaya tarik Ta adalah :
Ta = As fy (2.4)
Persyaratan kesetimbangan gaya menghendaki Cc = Ta , yaitu :
kkl fc’ c b = As fy , sehingga c =
𝐀𝐬 𝐟𝐲
𝐤𝐤𝐥 𝐟𝐜’ 𝐛 (2.5)
Dari kesetimbangan momen, kekuatan lentur nominal dapat dinyatakan
sebagai :
17
Mnd = Taz = Ta (d – k2c) = As fy (d – k2c) (2.6)
Memasukkan persamaan (2.3) ke (2.4) diperoleh :
Mnd = As fy (𝐝 [𝐤𝟐
𝐤𝐤𝐥
𝐀𝐬 𝐟𝐲
𝐟𝐜’ 𝐛]) (2.7)
Kekuatan momen lentur nominal Mnd penampang dapat diketahui jika nilai
k2
kkl berkisar antara 0.55 – 0.63, dan pada kondisi runtuh regangan tekan batas beton
𝜀𝑐 = 0.003 seperti ditetapkan dalam SNI 03-2487-2002. Pada PBI’7, nilai 𝜀𝑐
ditetapkan 0.0035 bagi perencanaan.
Metode Perancangan Kuat Beban Terfaktor atau Kekuatan Batas pada elemen
lentur mempunyai anggapan-anggapan seperti tercantum pada SNI 03-24870-2002:
1. Regangan pada baja dan beton berbanding lurus dengan jaraknya dari sumbu
netral. Anggapan ini sesuai hipotesis Bernoulli dan asas Navier: “penampang
yang rata akan tetap rata setelah mengalami lentur.”
2. Regangan pada serat beton terluar 𝜀𝑐 adalah 0.003.
3. Tegangan yang terjadi pada baja fs sama dengan regangan yang terjadi 𝜀𝑠
dikali modulus elastisitas Es, jika tegangan itu lebih kecil deri tegangan leleh
baja fy. sebaliknya jika tegagan fs ≥ fy, maka tegangan rencana ditetapkan
maksimum sama dengan tegangan lelehnya (SNI 03-2487-2002).
4. Kuat tarik beton diabaikan. Seluruh gaya tarik dipikul oleh tulangan baja yang
tertarik. Distribusi tegangan tekan beton dapat dinyatakan sebagai blok
ekivalen segi empat dan memenuhi ketentuan:
a. Tegangan beton sebesar 0.85 fc’ terdistribusi merata pada daerah tekan
ekivalen yang dibatasi oleh tepi penampang dan garis lurus yang sejajar
dengan sumbu netral dan berjarak a dari serat yang mengalami regangan
0.003, dengan a = βlc (SNI 03-2487-2002).
b. Besaran c adalah jarak dari serat yang mengalami regangan tekan
maksimum 0.003 ke sumbu netral dalam arah tegak lurus terhadap sumbu
itu (SNI 03-2487-2002).
c. Faktor βl nilainya sebesar 0.85 untuk mutu beton fc’ hingga 30 MPa. Jika
lebih maka nilai βl yang semula sebesar 0.85 direduksi 0.008 bagi setiap
kelebihan tegangan 1 MPa; namun tidak boleh kurang dari 0.65 (SNI 03-
2487-2002).
18
Anggapan 4a menunjukkan bahwa distribusi tegangan tekan pada beton tidak
lagi berbentuk parabola, melainkan sudah diekivalenkan menjadi prisma segi
empat. Bentuk distribusi ini tidak mempengaruhi besarnya gaya tekan, mengingat
arah, letak, dan besarnya gaya tekan tidak berubah. Perubahan yang dilakukan
adalah cara menghitung besarnya gaya tekan menggunakan balok persegi empat
ekivalen (Gambar 2.8).
Gambar 2.8 Perubahan diagram tegangan parabolik ke balok tegangan ekivalen
Dari Gambar 2.8 besarnya momen nominal penampang menggunakan balok
tegangan ekivalen adalah : a = βlc
Cc = 0.85 fc’ a b (2.8)
Ta = As fy (2.9)
Dengan syarat kesetimbangan Cc = Ta, diperoleh :
a = 𝐀𝐬 𝐟𝐲
𝟎.𝟖𝟓 𝐟𝐜’ 𝐛 (2.10)
Mengetahui dimensi, kualitas bahan, dan jumlah tulangan yang terpasang,
kekuatan nominal kapasitas penampang Mnk dapat dicari dari kesetimbangan
momen :
Mnk = As fy (𝐝 − 𝟎. 𝟓𝟗 [𝐀𝐬 𝐟𝐲
𝐟𝐜’ 𝐛]) (2.11)
2.9 Balok dengan Tulangan Rangkap
Tujuan dari pemasangan tulangan tekan pada penampang balok adalah
mengurangi lendutan balok akibat penyusutan dan rangkak bahan, di samping
meningkatkan kapasitas penampang.
19
Pada penampang yang menerima momen nominal rencana positif Mnd(+)
,
tulangan tekan dtempatkan pada sisi atas, sedangkan bagi momen nominal rencana
negatif (tumpuan) Mnd(−)
, penempatan tulangan tekan di sisi bawah. Gambar 2.9
menjelaskan dimensi, parameter, diagram regangan, tegangan dan gaya dalam
penampang dengan tulangan rangkap.
Gambar 2.9 Diagram regangan, tegangan, dan gaya dalam penampang tulangan
rangkap
Jika rasio tulangan tekan ρ'= As'
𝑏𝑑 dan rasio tulangan tarik 𝜌 =
As
𝑏𝑑 , akan dibahas
beberapa kondisi dalam desain dan pemeriksaan penampang tulangan rangkap.
Analisis penampang kondisi seimbang (balance)
Gambar 2.10 Diagram regangan, tegangan, dan gaya dalam penampang tulangan
rangkap kondisi seimbang (balance)
20
Dari diagram momen dan gaya (Gambar 2.10) :
Csb = A’sb f’s , Csb = (βlbcb – A’sb), Tab = Asbfy
Menentukan posisi garis netral dari diagram regangan :
cb = εc
εc+εyd =
0.003
0.003+ fy
200000
d = 600d
600+ fy ; satuan fy = [N/mm
2]
Csb = ρb′ fs
′bd ,
Dengan ρb = Asb
bd , maka :
Ccb = 0.85 𝐟𝐜′bd (𝛃𝐥
𝐜𝐛
𝐝− 𝛒𝐛
′ ), (2.12)
Dua kemungkinan tegangan yang terjadi pada tulangan tekan berdasarkan
regangan 𝜀𝑠′ =
𝑐𝑏− 𝑑′
𝑐𝑏 (0.003) :
a. fs′ = fy , jika εs
′ ≥ εy
b. fs′ = Esεs
′ , jika εs′ ≤ εy
Dari keseimbangan gaya : Csb + Ccb = Tab :
0.85 fc′bd (βl
cb
d− ρb
′ ) + ρb′ fs
′bd = ρbfybd
𝟎.𝟖𝟓 𝐟𝐜′
𝐟𝐲 (𝛃𝐥
𝐜𝐛
𝐝− 𝛒𝐛
′ ) + 𝛒𝐛′ 𝐟𝐬
′
𝐟𝐲 = 𝛒𝐛 (2.13)
SNI 03-3847-2002 menetapkan rasio tulangan ρrencana dengan pemasangan
tulangan tekan tidak boleh melampaui nilai :
Maksimum ρ = 𝟑
𝟒𝝆𝒃̅̅ ̅ + 𝛒𝐛
′ 𝐟𝐬′
𝐟𝐲 dengan 𝝆𝒃̅̅ ̅ =
𝟎.𝟖𝟓 𝐟𝐜′
𝐟𝐲 (𝛃𝐥
𝐜𝐛
𝐝) (14)
Prosedur desain balok dengan tulangan rangkap
Merencanakan jumlah tulangan rangkap untuk momen nominal rencana Mnd
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut.
a. Menetapkan nilai Mnd = Mud
ϕ
b. Menetapkan rasio tulangan tekan terhadap tulangan utama (tarik) :
𝐴𝑠′ = 𝛼𝐴𝑠 ; 0 > 𝛼 ≥ 1.
c. Berdasarkan kesetimbangan gaya (Gambar 2.11) :
𝐶𝑐 + 𝐶𝑠 = 𝑇𝑎
21
0.85 fc′(βl bc − αAs ) + αAsfs
′ = Asfy
𝐴𝑠 = 𝟎.𝟖𝟓 𝐟𝐜
′𝒂𝒃
𝐟𝐲+ (0.85 fc′ − fs
′ ) (2.15)
Dari kesetimbangan momen :
Cczc + Cszs = Mnd
0.85 fc′(ab − αAs )(d − 0.5a) + αAsfs
′(d − d′) = Mnd (2.16)
d. Untuk mendapatkan nilai As, ditetapkan secara uji-coba terlebih dahulu a.
Harga a bekisar antara d′ ≤ a ≤ ab. Nilai a memberikan harga c = α/βl ,
sehingga regangan tulangan tekan 𝜀𝑠′ =
𝑐 − 𝑑′
𝑐 (0.003) diketahui. Apabila εs
′
< εy, tegangan tekan baja fs′ = Es εs
′ , sedangkan jika εs′ ≥ εy , fs
′ = fy.
Gambar 2.11 Diagram regangan, tegangan, dan gaya dalam penampang tulangan
rangkap
e. Nilai a, fy, fc′, dan fs
′ dimasukkan ke persamaan (16) untuk mendapatkan As.
Harga As, a, fc′, dan fs
′ kemudian disubtitusikan ke dalam persamaan (16).
Apabila nilai persamaan sebelah kiri tanda sama dengan, cocok dengan nilai
Mnd, berarti tulangan As merupakan desain kebutuhan tulangan tarik pada
penampang. Bila tidak sama, proses uji-coba diulangi dengan menetapkan
niai abaru sampai terpenuhinya persamaan (16).
f. Tulangan perlu As diperiksa terhadap batasan tulangan maksimum menurut
persamaan (14).
22
2.10 Daktilitas
Daktilitas adalah suatu kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami
simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat
beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan
pertama, sambal mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga
struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di
ambang keruntuhan (SNI 03-1726-2002).
Faktor daktilitas adalah rasio antara simpangan maksimum struktur gedung
pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan dan simpangan struktur gedung
pada saat terjadinya pelelehan pertama di dalam struktur gedung (SNI 03-1726-
2002).
Dari nilai faktor daktilitas yang didapatkan, daktilitas dibagi menjadi elastik
penuh, daktail parsial, dan daktail penuh. Daktail penuh ialah suatu tingkat
daktilitas suatu struktur gedung, di mana strukturnya mampu mengalami simpangan
pasca-elastik pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan yang paling besar,
yaitu dengan mencapai nilai faktor daktilitas sebesar 5.3. Sedangkan daktail parsial
ialah seluruh tingkat daktilitas struktur gedung dengan nilai faktor daktilitas di
antara untuk struktur gedung yang elastik penuh sebesar 1.0 dan untuk struktur
gedung yang daktail penuh sebesar 5.3 (SNI 03-1726-2002).
23
BAB III
METODE PENELITIAN DAN PELAKSANAAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
3.1.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah uji eksperimental dan kajian pustaka
tentang perilaku lentur balok beton bertulang material retrofit menggunakan
wiremesh dan SCC dengan variasi overlapping tulangan pada seperdua bentangan.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tahapan – tahapan sebagai berikut:
1. Pembuatan benda uji
Agregat yang digunakan diambil dari sungai Bili – Bili baik pasir maupun kerikil.
Semen yang digunakan adalah Semen Portland Komposisi dari Tonasa (40 kg per
zak) yang diuji di Laboratorium Teknik Sipil Unhas selanjutnya perhitungan lebih
lengkap dapat dilihat pada lampiran.
2. Uji fisik material
Dalam penelitian ini, dilakukan pembuatan rancangan campuran beton
normal dengan f’c= 25 MPa. Sebelum dilakukan pengecoran balok, terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan material seperti kadar air, berat jenis dan penyerapan,
analisa saringan, kadar lumpur, berat volume, kadar organik, serta abrasi baik pada
agregat halus maupun kasar.
Uji fisik material beton yang dilakukan terdiri dari; pengujian kuat tekan, kuat
tarik belah, dan modulus elastisitas pada benda uji silinder, serta pengujian kuat
lentur pada benda uji balok 10 cm x 10 cm x 40 cm. Untuk pengujian ini digunakan
“Universal Testing Machine” kapasitas 1000 kN dengan beberapa alat tambahan.
Sedangkan uji fisik material baja yang dilakukan merupakan pengujian kuat
tarik pada tulangan polos yang digunakan sebagai tulangan utama serta pada
wiremesh yang digunakan sebagai bahan retrofit balok.
3. Prosedur pembuatan sampel
Penelitian yang dilakukan menggunakan 4 sampel yang dimana 3 sampel
merupakan sampel dengan variasi overlapping tulangan di seperdua bentangan
dengan perkuatan wiremesh dan SCC dan 1 sampel beton normal sebagai kontrol.
Sampel yang digunakan merupakan balok beton dengan ukuran (15 x 20 x 270)
24
cm3. Untuk variasi overlapping tulangan digunakan 50D, 60D, dan 70D. Variasi
tersebut digunakan karena tulangan utama yang digunakan merupakan tulangan
polos yang dimana untuk tulangan polos sendiri, minimal panjang sambungan ialah
60D. Maka dari itu digunakan variasi 60D, satu nilai di bawahnya (50D), dan satu
nilai di atasnya (70D).
(a)
(b)
25
(c)
(d)
Gambar 3.1 Sketsa tulangan pada balok (a) Normal; (b) 50D;
(c) 60D; dan (d) 70D.
Adapun sumber material yang digunakan pada penelitian berasal dari
batching plant PT Citra Beton Sinar Perkasa dengan ukuran maksimum agregat 20
mm.
26
Setelah beton berumur 14 hari, langkah selanjutnya memberikan perkuatan
Wiremesh kemudian diselimuti dengan Self Compacting Concrete (SCC) setebal
2,5 cm. Langkah selanjutnya adalah proses curing dengan cara merendam sampel
beton di dalam air selama 28 hari (dalam penelitian ini balok diselimuti
menggunakan karung goni yang dibasahi dengan air secara berkala)
4. Pengujian lentur balok beton
Pengujian dilakukan dengan menggunakan static loading frame untuk
menguji kekuatan lentur dengan panjang bentang 250 cm dan penampang
berbentuk persegi empat berdimensi 15 cm x 20 cm dengan beban maksimum
direncanakan 30 kN.
Pengujian lentur pada balok beton dilaksanakan pada sampel yang telah
berumur di atas 28 hari. Benda uji ini terdiri dari 1 buah balok beton bertulang
normal dan 3 buah balok beton bertulang dengan sambungan di 1/2 bentang
dan yang diberi retrofit wiremesh dan SCC.
Pengujian balok ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan balok dalam
memikul beban. Pembacaan LVDT untuk pengujian balok dilaksanakan
setiap pembebanan 1 kN. Pemasangan 2 LVDT pada bagian bawah dan 1
LVDT di bagian atas balok berfungsi untuk pembacaan lendutan yang terjadi.
Pengujian ini membahas tentang: hubungan beban dan lendutan, lendutan,
daktilitas, dan pola retak.
Dari hasil penelitian dibagi menjadi 3 daerah, yaitu:
o Daerah I, yaitu pada saat mulai dilakukan pembebanan sampai terjadi
retak;
o Daerah II, yaitu pada saat mulai retak sampai tulangan leleh;
o Daerah III, yaitu pada saat berakhirnya Daerah II sampai beban
maksimum.
3.1.2 Desain Penelitian
Dimensi dan tulangan balok dianalisa dengan metode kekuatan batas
(ultimate strength design) dan pengujian balok dilakukan dengan instrument
standar umum pengujian balok. Desain sebagai berikut:
27
20 cm
60 cm95 cm 95 cm
250 cm
10 cm10 cm
P
Gambar 3.2 Desain beban pada balok
Asumsi pengambilan dimensi sampel balok beton:
Tinggi sampel : 20 cm
a/d > 5 (disain balok lentur menurut ACI 318-2000) untuk tinggi sampel 20 cm,
dimana;
L = 95 cm (jarak antara titik beban ke perletakan)
d = 17,5 cm (tinggi efektif balok)
maka;
95 / 17,5 = 5,43 > 5 ……. OK!
Tinggi sampel : 25 cm
a/d > 5 (desain balok lentur menurut ACI 318-2000) untuk tinggi sampel 25 cm,
dimana;
L = 95 cm (jarak antara titik beban ke perletakan)
d = 22,5 cm (tinggi efektif balok)
maka;
95 / 22,5 = 4,22
Maka, diambil tinggi sampel 20 cm dengan tujuan agar tidak terjadi
keruntuhan geser.
Lebar sampel : 15 cm (b = 1/2 h s/d 2/3 h)
Panjang sampel: 250 cm (disesuaikan dengan panjang pada alat uji)
28
3.3. Kerangka Prosedur Penelitian
Mulai
Kajian Pustaka :
Teori dasar dan jurnal
Persiapan :
Desain, bahan, dan alat pengujian
- Uji karakteristik agregat
- Uji kuat tarik baja
- Pembuatan sampel beton
- Pengecoran beton normal
Uji fisik beton normal 7 hari dan 14 hari
Pemasangan perkuatan pada beton normal
(wiremesh dan beton SCC)
- Uji fisik beton SCC 14 hari
- Uji fisik beton normal 28 hari
- Pengujian balok beton bertulang normal
Uji fisik beton SCC 7 hari
- Uji fisik beton SCC 28 hari
- Pengujian balok beton bertulang dengan
perkuatan (wiremesh dan beton SCC)
Pembahasan hasil pengujian
Kesimpulan dan saran
Selesai
Gambar 3.3 Diagram alir pengujian
29
3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan dan Struktur, Departemen
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin dalam waktu 6 bulan, yang
dimulai pada bulan Agustus.
3.5. Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
a. Static Loading Frame dengan beberapa alat tambahan untuk pengujian lentur
pada balok.
b. Universal Testing Machine kapasitas 1000 kN dengan beberapa alat
tambahan untuk uji tekan beton silinder, modulus elastisitas beton, uji tarik
baja dan modulus elastisitas baja;
c. Mesin Pencampuran bahan beton (Mixer Concrete) kapasitas 0,3 m3;
d. Vibrator;
e. Cetakan silinder ukuran 10 cm x 20 cm;
f. Cetakan balok ukuran 10 cm x 10 cm x 40 cm dan ukuran 15 cm x 20 cm x
270 cm;
g. Alat slump test;
h. LVDT (Linear Variable Displacement Tranducer) kapasitas 50 mm;
i. Actuator;
j. Load Cell;
k. TDS 530
l. Kaos tangan, sikat kawat, lap kasar, spidol, mistar, neraca, gergaji, palu,
meteran, karung goni, dan bak perendam;
Sedangkan pemakaian bahan pada penelitian ini, meliputi;
a. Semen Portland Komposit (Portland Composite Cement,(PCC));
b. Agregat halus (pasir) dan kasar (batu pecah), berasal dari Bili – bili (sesuai
standar SNI 03-1969-1990 dan SNI 03-1970-1990);
c. Zat additive (bonding agent dan superplasticizer jenis visconcrete 3115 ID)
d. Welded Wiremesh Galvanized Type 2210 ∅ 3 mm spasi 50 mm x 50 mm;
e. Baja tulangan polos (∅ 6 mm, ∅ 8 mm, dan ∅ 10 mm);
f. Strain gauge
30
3.6. Set Up Pengujian
Gambar 3.4 Foto model pengujian
Gambar 3.5 Sketsa model pengujian (tampak depan)
LVDT
LOAD CELL
ACTUATOR
TDS 530
31
Gambar 3.6 Sketsa model pengujian (tampak samping)
Hasil pengujian didapatkan dari hasil pembacaan dari strain gauge
pada balok beton yang dipasang pada bagian tengah dari permukaan beton,
tulangan, dan wiremesh. Hasil lainnya didapatkan dari hasil pembacaan
LVDT yang dipasang pada 3 titik, yaitu 95 cm, 125 cm, dan 155 cm. Strain
gauge dan LVDT dihubungkan data logger TDS 530 yang akan melakukan
perekaman data.
Pengujian balok dilakukan dengan model pembebanan two point
load, dengan pembebanan yang bersifat monotonik dengan kecepatan ramp
actuator konstan sebesar 0,05 mm/dt sampai balok runtuh.
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Agregat
Beton yang digunakan pada saat pengujian ialah beton normal tanpa zat
tambahan dan beton SCC yang diberi tambahan superplasticizer. Untuk beton
normal digunakan campuran beton yang berasal dari batching plant PT Cipta Beton
Sinar Perkasa dan untuk beton SCC digunakan campuran beton yang dibuat di
Laboratorium Struktur dan Bahan Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin.
Agregat yang digunakan untuk campuran beton normal telah diuji di
Laboratorium Beton Bosowa. Pemeriksaan agregat berupa agregat kasar (kerikil)
ukuran 10 – 20 mm dan agregat halus (pasir). Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Agregat Beton Normal
No. Jenis Pengujian Pasir Kerikil Satuan
1
2
3
4
5
6
Kadar Lumpur
Berat Jenis
a. BJ Semu
b. BJ SSD
c. BJ Kering oven
d. Penyerapan air
Berat Isi
a. Padat
b. Lepas
Kadar Organik
Keausan
Modulus Kehalusan
4.65
2.60
2.40
2.29
4.69
1.71
1.59
No.2
-
2.66
0.38
2.42
2.42
2.42
2.09
1.6
1.6
-
23.24
7
%
-
-
-
%
Kg/liter
Kg/liter
-
%
-
(Sumber: Laporan Pengujian Material Laboratorium Beton Bosowa Quality Assurance Dept)
33
Sedangkan untuk agregat yang digunakan pada beton SCC diuji di
Laboratorium Struktur dan Bahan Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin. Pengujian agregat berupa agregat kasar (kerikil) ukuran 5
mm – 10 mm dan agregat halus (pasir). Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel
4.2.
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Agregat Self Compacting Concrete (SCC)
No. Jenis Pengujian Pasir Kerikil Satuan
1
2
3
4
5
6
7
Kadar Air
Kadar Lumpur
Berat Jenis
e. BJ Semu
f. BJ SSD
g. BJ Kering oven
h. Penyerapan air
Berat Isi
c. Padat
d. Lepas
Kadar Organik
Keausan
Modulus Kehalusan
2.47
4.60
2.53
2.49
2.47
1.01
1.73
1.60
No. 1
-
2.60
0.88
0.93
2.80
2.70
2.65
2.09
1.83
1.76
-
23.76
6.00
%
%
-
-
-
%
Kg/liter
Kg/liter
-
%
-
4.2. Mix Design
Untuk komposisi mix design dari batching plant PT Cipta Beton Sinar
Perkasa untuk 1 m3 beton mutu K-300 dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Komposisi Mix Design Beton Normal
No. Material Berat (kg)
1 Air 135
2 Semen 375
34
3 Pasir 802.5
4 Kerikil 1079
(Sumber: Proportion Mixing Concrete Batching Plant CBSP)
Sedangkan dari hasil pemeriksaan material dan hasil perhitungan mix design
Self Compacting Concrete (SCC) untuk 1 m3 f’c 25 MPa dapat dilihat pada Tabel
4.4.
Tabel 4.4 Komposisi Mix Design Beton SCC
No. Material Berat (kg)
1 Air 179.9
2 Semen 537.0
3 Pasir 670.6
4 Kerikil 898.2
5 Superplastizier 8.1
4.3. Karakteristik Beton dan Baja
Pengujian karakteristik beton dan baja yang dilakukan di Laboratorium
Struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin terbagi
menjadi 6 pengujian yang terdiri dari 4 pengujian untuk beton dan 2 pengujian
untuk baja.
4.3.1. Kuat Tekan
Sampel yang digunakan pada pengujian kuat tekan merupakan sampel beton
silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 20 cm yang dibuat pada saat pengecoran
balok beton sebagai sampel kontrol (control speciment). Pengujian kuat tekan
silinder dilakukan setelah benda uji mencapai umur 28 hari. Hasil pengujian kuat
tekan dapat dilihat pada Tabel 4.5.
35
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Benda Uji
BETON NORMAL MUTU 25 MPA
No Tgl.
Pengecoran
Tgl.
Pengujian
Slump Berat Luas
Penampang
Berat Isi Umur Beban
Max
Kuat
Tekan
Koef. Kuat
Tekan 28
Hari
(cm) (kg) (cm2) (kg/m3) (hari) (Kn) (N/mm2) (N/mm2)
1 25/9/2017 3/10/2017 10 3.488 78.54 2220.53 7 116.21 14.80 0.7 21.14
2 25/9/2017 3/10/2017 10 3.486 78.54 2219.26 7 96.89 12.34 0.7 17.62
3 25/9/2017 3/10/2017 10 3.494 78.54 2224.35 7 102.50 13.05 0.7 18.64
4 25/9/2017 10/10/2017 10 3.534 78.54 2249.81 14 113.40 14.44 0.88 16.41
5 25/9/2017 10/10/2017 10 3.508 78.54 2233.26 14 127.80 16.27 0.88 18.49
6 25/9/2017 10/10/2017 10 3.444 78.54 2192.52 14 127.60 16.25 0.88 18.46
7 25/9/2017 24/10/2017 10 3.558 78.54 2265.09 28 145.70 18.55 1 18.55
8 25/9/2017 24/10/2017 10 3.58 78.54 2279.10 28 169.90 21.63 1 21.63
9 25/9/2017 24/10/2017 10 3.572 78.54 2274.01 28 156.00 19.86 1 19.86
Jumlah 170.81
Rata - Rata 18.98
Standar deviasi 1.65
f'c 16.77
BETON SCC MUTU 25 MPA
No Tgl.
Pengecoran
Tgl.
Pengujian
Slump
flow
Berat Luas
Penampang
Berat Isi Umur Beban
Max
Kuat
Tekan
Koef. Kuat
Tekan 28
Hari
(cm) (kg) (cm2) (kg/m3) (hari) (Kn) (N/mm2) (N/mm2)
1 10/10/2017 18/10/2017 57.25 3.608 78.54 2296.92 7 303.80 38.68 0.7 55.26
2 11/10/2017 19/10/2017 57.25 3.580 78.54 2279.10 7 356.40 45.38 0.7 64.83
3 12/10/2017 20/10/2017 57.25 3.615 78.54 2301.38 7 306.40 39.01 0.7 55.73
36
No Tgl.
Pengecoran
Tgl.
Pengujian
Slump
flow
Berat Luas
Penampang
Berat Isi Umur Beban
Max
Kuat
Tekan
Koef. Kuat
Tekan 28
Hari
(cm) (kg) (cm2) (kg/m3) (hari) (Kn) (N/mm2) (N/mm2)
5 11/10/2017 26/10/2017 57.25 3.566 78.54 2270.19 14 379.80 48.36 0.88 54.95
6 12/10/2017 27/10/2017 57.25 3.576 78.54 2276.55 14 335.40 42.70 0.88 48.53
7 10/10/2017 18/11/2017 57.25 3.604 78.54 2294.38 28 320.50 40.81 1 40.81
8 11/10/2017 18/11/2017 57.25 3.558 78.54 2265.09 28 434.50 55.32 1 55.32
9 12/10/2017 18/11/2017 57.25 3.638 78.54 2316.02 28 345.00 43.93 1 43.93
Jumlah 469.24
Rata - Rata 52.14
Standar deviasi 7.21
f'c 42.48
Gambar 4.1 Uji kuat tekan silinder
37
Dari hasil pengujian kuat tekan yang dilakukan, didapatkan nilai rata-rata kuat
tekan untuk beton normal ialah 16.77 MPa dan untuk beton SCC ialah 42.48 MPa. Untuk
beton normal didapatkan nilai kuat tekan yang lebih rendah dari kuat tekan rencana 25
MPa. Nilai yang didapatkan bisa jadi diakibatkan oleh kurangnya kontrol pada saat
pencampuran beton yang dilakukan di tempat batching plant. Sedangkan untuk beton
SCC, nilai kuat tekan yang didapatkan telah memenuhi kuat tekan rencana 25 MPa.
4.3.2. Modulus Elastisitas
Pengujian modulus elastisitas dilakukan pada saat umur silinder beton 28 hari.
Sampel yang diuji berupa silinder beton dengan diameter 10 cm dan tinggi 20 cm.
Pengujian ini menggunakan 2 jenis sampel beton yakni beton normal (3 sampel) dan
beton SCC (3 sampel). Hasil pengujian modulus elastisitas beton dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Modulus Elastisitas Beton Normal
No. Dimensi Beban S1 S2 ε2 Ec
kN N/mm2 N/mm2 μ N/mm2
1 ø10 cm x 20 cm 156 1.2845 7.9450 375.708 20449.22
2 ø10 cm x 20 cm 145.56 1.1384 7.4133 371.002 19547.97
3 ø10 cm x 20 cm 169.96 1.2758 8.6560 397.294 21250.57
Rata – rata 20415.92
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Modulus Elastisitas Beton SCC
No. Dimensi Beban S1 S2 ε2 Ec
kN N/mm2 N/mm2 μ N/mm2
1 ø10 cm x 20 cm 434.52 1.411 22.130 973.221 22442.26
2 ø10 cm x 20 cm 320.44 1.425 16.320 672.128 23942.22
Rata – rata 23192.24
38
Gambar 4.2 Uji modulus elatisitas silinder
4.3.3. Kuat Tarik Belah
Pengujian kuat tarik belah dilakukan pada silinder beton yang telah berumur 28
hari. Sampel yang diuji berupa silinder beton dengan diameter 10 cm dan tinggi 20 cm.
Pengujian ini menggunakan 2 jenis sampel beton yakni beton normal (3 sampel) dan
beton SCC (3 sampel). Hasil pengujian modulus elastisitas beton dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah Beton Normal
No. Dimensi (mm) Beban
(kN)
Kuat Tarik Belah
(N/mm2) Diameter Tinggi
1 100 200 54502 1.735
2 100 200 86520 2.754
3 100 200 82800 2.636
Rata - rata 2.375
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah Beton SCC
No. Dimensi (mm) Beban
(kN)
Kuat Tarik Belah
(N/mm2) Diameter Tinggi
1 100 200 76.12 2.423
2 100 200 134.92 4.295
3 100 200 147.16 4.684
Rata - rata 3.801
39
Gambar 4.3 Uji kuat tarik belah silinder
4.3.4. Kuat Lentur Balok
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Kuat Lentur Balok Beton Normal
No.
Dimensi (mm) Beban
(kN)
Panjang
Bentangan antar
tumpuan (mm)
Modulus
Keruntuhan
(N/mm2) Panjang Lebar Tinggi
1 400 100 100 11.058 300 3.3174
2 400 100 100 11.408 300 3.4224
3 400 100 100 11.454 300 3.4362
Rata - Rata 3.392
Tabel 4.11 Hasil Pengujian Kuat Lentur Balok Beton SCC
No.
Dimensi (mm) Beban
(kN)
Panjang
Bentangan antar
tumpuan (mm)
Modulus
Keruntuhan
(N/mm2) Panjang Lebar Tinggi
1 400 100 100 16.398 300 4.9194
2 400 100 100 16.583 300 4.9749
3 400 100 100 14.591 300 4.3773
Rata - Rata 4.7572
40
Gambar 4.4 Uji lentur balok
4.3.5. Kuat Tarik Tulangan
Pengujian kuat tarik tulangan dilakukan pada dua tulangan polos dengan ukuran Ø
8 dan Ø 10 dengan hasil pengujian seperti berikut,
Tabel 4.12 Hasil Pengujian Kuat Tarik Tulangan
Diameter Lo Li Py Pu σy σu Ε
(mm) (mm) (mm) (N) (N) (N/mm2) (N/mm2) (%)
Ø 8 100 144.00 14450 20500 355.66 504.57 44.00
Ø 10 100 147 23950 33750 383.74 540.76 47.00
Dari hasil pengujian kuat tarik baja, dapat diketahui bahwa baja tulangan polos
diameter 8 dan diameter 10 termasuk dalam BJTP 30.
4.3.6. Kuat Tarik Wiremesh
Pengujian kuat tarik wiremesh ini dilakukan untuk mengetahui nilai tegangan
material wiremesh pada saat mengalami kondisi leleh dan maksimum. Pengujian ini
dilakukan di Laboratorium Mekanik Politeknik Negeri Ujung Pandang menggunakan alat
UTM kapasitas 100 kN.
41
Tabel 4.13 Hasil Pengujian Kuat Tarik Wiremesh ø 3 mm spasi 5 cm x 5 cm
(Sumber: Jusman, 2014)
Gambar 4.5 Uji Tarik Wiremesh (Sumber: Jusman, 2014)
4.4. Hubungan Beban dan Lendutan
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Beban dan Lendutan
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Beb
an (
kN)
Lendutan (mm)
Garfik Hubungan Beban dan Lendutan
TANPA SAMBUNGAN
50D
60D
70D
Diameter Lo Li Py Pu σy Σu ε
(mm) (mm) (mm) (N) (N) (N/mm2) (N/mm2) (%)
Ø 3 30 38.50 4800 5500 679.406 778.485 28.333
42
Dari grafik hubungan beban dan lendutan yang didapatkan dari hasil pengujian
dilakukan, bisa kita lihat bahwa ;
1. Balok beton berulang normal tanpa sambungan dan tanpa perkuatan mendapatkan
crack pertama pada beban 5.66 kN dan tulangan leleh pada 21.82 kN. Balok
mencapai beban maksimum pada 26.52 kN.
2. Balok beton bertulang yang diberi sambungan 50D di seperdua bentangan dan
menggunakan retrofit wiremesh dan SCC, crack pertama pada beban 8.66 kN dan
tulangan leleh pada 20.85 kN. Balok mencapai beban maksimum pada 26.52 kN.
3. Balok beton bertulang yang diberi sambungan 60D di seperdua bentangan dan
menggunakan retrofit wiremesh dan SCC, crack pertama pada beban 9.02 kN dan
tulangan leleh pada 20.39 kN. Balok mencapai beban maksimum pada 25.55 kN.
4. Balok beton bertulang yang diberi sambungan 70D di seperdua bentangan dan
menggunakan retrofit wiremesh dan SCC, crack pertama pada beban 10.89 kN dan
tulangan leleh pada 23.45 kN. Balok mencapai beban maksimum pada 26.38 kN.
Dari hasil di atas menunjukkan bahwa tidak adannya perbedaan yang terlalu jauh
dari sebuah balok beton bertulang tanpa sambungan dan tanpa perkuatan dengan sebuah
balok beton bertulang diberi sambungan di seperdua bentangan dan diberi perkuatan
wiremesh dan SCC. Hal ini menunjukkan bahwa overlapping di seperdua bentangan
dapat mempengaruhi kekuatan beton dalam menerima beban karena diletakkan di daerah
dengan momen lentur maksimum. Menurut hasil pengujian dari Hery Dualembang
(2014), perkuatan wiremesh dan SCC dapat meningkatkan kapasitas beban dari sebuah
balok beton bertulang. Maka dari itu saat beton bertulang mengalami penurunan kapasitas
beban karena overlapping tulangan di seperdua bentangan, wiremesh dan SCC
meningkatkan lagi kapasitas beban tersebut.
4.5. Lendutan
Dari hasil pembacaan ketiga LVDT pada saat pengujian, didapatkan hasil lendutan
sebagai berikut :
43
0
10
20
30
40
50
60
0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2250 2500
Len
duta
n (
mm
)
Jarak (mm)
NORMAL
50D
60D
70D
Gambar 4.7 Grafik Lendutan Sepanjang Bentangan
Dari grafik yang dihasilkan bisa dilihat bahwa pada beban maksimum
lendutan dari balok beton normal tanpa sambungan dan tanpa perkuatan dengan
balok beton bertulang yang diberi sambungan dan perkuatan memiliki perbedaan
lendutan paling besar 20 mm.
Dari grafik lendutan balok beton bertulang yang diberi variasi overlapping
dan perkuatan wiremesh dan SCC bisa dilihat bahwa panjang overlapping dapat
mempengaruhi besarnya lendutan. Pada titik pembacaan yang sama dan dengan
panjang sama, maka semakin panjang overlapping yang diberikan semakin kecil
lendutannya.
4.6. Daktilitas
Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Daktilitas
Sampel Pcr Pyield Pult ∆cr ∆yield ∆ult
μ kN kN kN Mm Mm mm
Normal 5.66 21.82 26.52 1.26 11.32 52.25 4.617985
50D 8.66 20.86 26.52 1.59 8.98 35.78 3.983853
60D 9.03 20.39 25.56 2.02 8.89 32.37 3.639584
70D 10.90 23.46 26.39 3.69 11.28 27.61 2.447835
Rata-rata 3.672314
44
Dari Tabel 4.15 dapat dilihat bahwa balok normal memperoleh nilai 4.21
(daktail parsial), balok dengan sambungan 50D memperoleh nilai 3.98 (daktail
parsial), balok dengan sambungan 60D memperoleh nilai 3.63 (daktail parsial), dan
balok dengan sambungan 70D memperoleh nilai 2.44 (daktail parsial). Maka dari
itu, menurut SNI 03-1726-2002, daktilitas rata-rata yang diperoleh ialah 3.67
merupakan daktilitas parsial karena nilai rata-rata berada di antara nilai faktor
elastik penuh dan daktail penuh, yaitu 1.0 – 5.3.
Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa overlapping yang lebih
pendek menjadi lebih daktail daripada yang lebih panjang. Sehingga membuat
panjang overlapping dapat mempengaruhi daktilitas dari balok beton bertulang.
Dari hasil perhitungan daktilitas dan kuat tekan yang, meskipun dengan
adanya perkuatan wiremesh dan SCC, kuat tekan balok normal dan balok dengan
overlapping hasilnya hamper sama, tetapi nilai daktilitasnya menurun. Hal ini
menunjukkan bahwa pemasangan overlapping di tengah bentang tidak disarankan
karena dapat menurunkan kekuatan lentur balok.
4.7. Crack Pattern (Pola Retak) dan Mode Kegagalan
1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
(a)
45
1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
(b)
1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
(c)
1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
(d)
Gambar 4.8 Pola retak pada balok beton bertulang (a) Normal; (b) 50D; (c) 60D; dan
(d) 70D
Dapat dilihat dari Gambar 4.4 bahwa pola retak balok beton bertulang normal tanpa
sambungan menunjukkan bahwa balok mengalami retak lentur dan pola retak pada semua
balok beton bertulang dengan sambungan di seperdua bentangan menunjukkan bahwa
balok dengan sambungan juga mengalami retak lentur.
46
Untuk mode kegagalan yang terjadi, pada Gambar 4.4 bagian (c) dan (d) terlihat
bahwa wiremesh dan SCC mengalami debonding. Rekatan antara beton eksisting dengan
beton perkuatan hanya direkatkan dengan bonding agent. Sementara wiremesh yang
seharusnya diangkur pada beton eksisting hanya dipegang oleh paku payung yang
berfungsi menggantikan angkur. Sehingga rekatan antara wiremesh dengan beton
eksisting menjadi lemah dan mengakibatkan kegagalan debonding.
Secara keseluruhan, balok beton bertulang normal maupun balok beton bertulang
dangan sambungan di seperdua bentangan mengalami keruntuhan lentur dan wiremesh
yang digunakan untuk perkuatan putus akibat beban yang diberikan.
Gambar 4.9 Mode kegagalan
Keruntuhan
lentur
Debonding
Wiremesh
putus
47
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan terhadap balok beton bertulang
dengan variasi overlapping tulangan di seperdua bentangan dan diberikan retrofit
menggunakan wiremesh dan SCC, dapat diberi simpulan-simpulan seperti berikut :
1. Perilaku lentur yang ditunjukkan oleh balok beton bertulang dengan variasi
overlapping tulangan di seperdua bentangan dan diberikan retrofit
menggunakan wiremesh dan SCC menunjukkan bahwa overlapping tulangan
dapat menurunkan kapasitas beban karena diletakkan pada bagian momen
lentur maksimal. Maka tidak disarankan untuk memberikan overlapping di
seperdua bentang.
2. Perbedaan balok beton bertulang dengan variasi overlapping tulangan di
seperdua bentangan dan diberikan retrofit menggunakan wiremesh dan SCC
ialah semakin panjang overlapping, maka semakin rendah nilai daktilitasnya.
Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa pada beton bertulang yang
memiliki overlapping lebih panjang dengan perkuatan, memiliki lendutan
yang lebih rendah.
3. Pola retak yang ditunjukkan menunjukkan bahwa balok beton bertulang
dengan variasi overlapping tulangan di seperdua bentangan dan diberikan
retrofit menggunakan wiremesh dan SCC hanya memiliki retak lentur di
dalamya.
4. Mode kegagalan yang terjadi pada balok beton bertulang dengan variasi
overlapping tulangan di seperdua bentangan dan diberikan retrofit
menggunakan wiremesh dan SCC ialah kegagalan lentur, retrofit yang
digunakan, wiremesh dan SCC terlepas dari beton eksisting (debonding), dan
juga wiremesh yang digunakan putus saat pengujian.
48
5.2. Saran
Dari pengujian yang dilakukan pada balok beton bertulang dengan variasi
overlapping tulangan di seperdua bentangan dan diberikan retrofit menggunakan
wiremesh dan SCC, penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut :
1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan ditinjau jenis sambungan dari
overlapping tulangan yang digunakan.
2. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya diberi variasi pada ukuran atau jumlah
lapisan wiremesh yang digunakan untuk retrofit balok.
3. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya diberi variasi tebal lapisan SCC yang
digunakan sebagai perkuatan balok.
DAFTAR PUSTAKA
Aiman K., Naufal. 2014. Studi Perbandingan Penggunaan Teknologi Pelat Beton
Konvensional dan Pelat Beton Bondek Gedung Ball Room Universitas
Muhammadiyah Makassar. Universitas Hasanuddin. Makassar
Apriani, Widya. 2012. Analisis Buckling Restrained Braces System sebagai
Retrofitting pada Bangunan Beton Bertulang Akibat Gempa Kuat.
Universitas Indonesia. Depok
Dualembang, Hery. 2014. Studi Perkuatan Lentur Balok Beton Bertulang Dengan
Metode Retrofit Menggunakan Wiremesh dan SCC. Universitas Hasanuddin.
Makassar
Febrianti, Dwi, Maulida Radjab P. 2010. Studi Eksperimental Terhadap Kuat
Lentur dan Pola Retak Balok Self Compacting Concrete dengan
Menggunakan Agregat Halus Tailing. Universitas Hasanuddin. Makassar
Jusman. 2014. Studi Perilaku Kekuatan Bahan Wiremesh Terhadap Material Self
Compacting Concrete. Universitas Hasanuddin. Makassar
Nasution, Amrinsyah. 2009. Analisis dan Desain Struktur Beton Bertulang.
Penerbit ITB. Bandung
Nugraha, Paul, Antoni. 2004. Teknologi Beton dari Material, Pembuatan, ke
Beton Kinerja Tinggi. Andi. Yogyakarta
Mohd Isneini, 2009. Kerusakan dan Perkuatan Struktur Beton Bertulang.
Lampung:Jurnal Rekayasa Vol.13 No.3, Desember 2009
Putra, Luis Ode. 2015. Perilaku Lentur Beton yang Menggunakan Limbah Ban
sebagai Agregat. Universitas Hasanuddin. Makassar
Saputra, Andika Ade Indra. 2011. Perilaku Fisik dan Mekanik Self Compacting
Concrete (SCC) dengan Pemanfaatan Abu Vulkanik sebagai Bahan
Tambahan Pengganti Semen. ITS. Surabaya
Standar Nasional Indonesia (SNI). 2002. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Struktur Bangunan Gedung. SK SNI 03-1726-2002. Badan
Standarnisasi Indonesia
Perakitan tulangan balok beton bertulang
Pemasangan strain gauge pada tulangan
Pemasangan decking beton pada tulangan
Persiapan bekisting balok beton bertulang
Uji Slump beton eksisting
Pengecoran beton eksistng
Perawatan beton eksisting
Persiapan wiremesh
Persiapan pengecoran beton SCC
Uji Slump beton SCC
Pengecoran beton SCC
Perawatan beton
Persiapan pengujian
Pengujian