Tugas Analisis Buku SPAI

Embed Size (px)

Citation preview

KATA PENGANTARPuji dan syukur saya panjatkan kehadirat Illahi Rabbi karena atas karunia dan

nikmat-Nya makalah analisis buku yang berjudul Mencintai Tuhan Lewat ini selesai tepat pada waktunya. Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam. Kami pun menyampaikan terimakasih kepada berbagai pihak yang senantisa sabar mencurahkan pemikiran, memberikan dukungan dan motivasi, dan ikhlas memberikan bantuan baik berupa pengorbanan waktu, tenaga, maupun harta hingga tersusunnya makalah ini, yaitu : 1. Allah SWT yang telah memberikan serpihan-serpihan mozaik kehidupan bagi setiap makhluk-Nya. 2. Bapak Tedi Supriyadi, S.HI. M,Ag. 3. Sahabat-sahabat kelas C kimia angkatan 2008 yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungannya. Tak lupa pula kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi saya selaku penyusun. Akhirnya saya pun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan penyusunan makalah di masa yang akan datang. Bandung, Juni 2011 Penyusun,

i

Daftar Isi

Kata Pengantar .................................................................................................................... Daftar Isi .............................................................................................................................. BAB I Pendahuluan ............................................................................................................. 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1.2 Identitas ............................................................................................................. 1.3 Fokus buku ........................................................................................................ BAB II Pembahasan ............................................................................................................ 2.1 Fitrah manusia yang berpasang-pasangan.......................................................... 2.2 Perempuan sebagai manifestasi keindahan Tuhan............................................. 2.3 Kajian Tasawuf dari kisah Layla dan Majnun....................................................

i ii 1 1 1 2 3 3 4 5

2.4 Definisi Cinta..................................................................................................... 18 2.5 Alasan mencintai Allah dan isyarat-isyarat Cinta.............................................. 20 2.6 Cinta kepada Kekasih sejati............................................................................... 22 BAB III Penutup .................................................................................................................. 25 3.1 Analisis............................................................................................................... 25 3.2 Kesimpulan ........................................................................................................ 28

ii

iii

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Atas latar belakang pentingnya memahami cinta, terutama cinta terhadap lawan jenis, terlebih cinta yang lebih tinggi yaitu cinta kepada Sang Pencipta. Maka buku ini disusun, buku yang menjelaskan mengenai Cinta agar pembaca mampu memahami Cinta, yaitu Cinta kepada Tuhan, melalui objek yang konkret yaitu Makhluk-Nya, dalam hal ini pasangan kita. 1.2 Identitas Dalam makalah ini, buku yang dianalisis berjudul Mencintai Tuhan Lewat Perempuan. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Al-Shafa. Dan buku yang kebetulan saya pegang merupakan Cetakan Pertama, Mei 2005.Berisi kurang lebih 18 Bagian dengan jumlah halaman sebanyak 215 hal. Buku ini ditulis oleh Ashoff Murtadha, lahir di Majalengka, 26 Oktober 1971. Pada tahun 1985-1991, penulis belajar di Pondok Modern Gontor Ponorogo (KMI). Pendidikan S-1 ditempuh di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin, pada tahun 1992-1997. Aktif menulis saat mahasiswa, dan beberapa tulisannya dimuat di harian nasional dan jurnal pemikiran Islam. Usai kuliah, penulis mengkonseptualisasi supermetodologi pengajaran bahasa Arab-Inggris berbagai target, mensosialisasikan dan mengembangkannya. Pada tahun 2000, bersama tim, penulis mendirikan Al-Shafa Institute, sebagai pusat belajar dengan supermetodologi, khususnya di bidang bahasa Arab dan Inggris. Di tempat ini pula penulis mengembangkan dan mensosialisasikan konsep edupreneurship. Selain buku-buku supermetodologi pembelajaran bahasa, beberapa buku lain yang telah ditulisnya antara lain (1) Di Manakah Engkau, Tuhan; (2) Maafkan Aku Ya Rasul; (3) Mengapa Engkau Enggan Mati; (4) Kuingin Mereka Tersenyum; (5) Super Cerdas dengan Home Schooling; (6) Setiap Orang Dilahirkan Jenius; (7) Bergeraklah, Diam Berarti Mati; dan (8) Jadilah EduPreneur. Semuanya diterbitkan oleh Penerbit Al-Shafa, Bandung. Saat ini, aktivitas sehari-harinya adalah berkreasi mengajar dan berkarya di AlShafa Institute, menerjemahkan dan menulis buku. Beberapa buku supermetodologi dan bacaan umum yang lainnya tengah disiapkan (ditunggu segera terbit). Sejak awal 2005 penulis membuka program pendidikan yang disebutnya sebagai pendidikan yang mengerti masalah, solutif , dan visioner, yakni Pendidikan Guru Arab-Inggris (PGAI)1

Super Metodologis. Penyelenggaraannya, Al-Shafa Institute. Dibuka pertama kali untuk tahun akademik 2005-2006, bagi lulusan SLTA-pesantren, mahasiswa, sarjana, guru, karyawan dan masyarakat umum. Bersama tim Al-Shafa Institute, kini penulis mengunjungi berbagai kotan dan daerah untuk memberikan Pelatihan Kecerdasan Linguistik kepada para guru sekolah, mahasisw, akademisi, dan masyarakat luas. Hingga sekaran.! 1.3 Fokus Buku Buku yang mendalami kajian tasawuf mengenai Cinta kepada Sang Pencipta ini memiliki beberapa fokus bahasan, yakni: 1) Fitrah manusia yang berpasang-pasangan. 2) Perempuan sebagai manifestasi keindahan Tuhan. 3) Kajian Tasawuf dari kisah Layla dan Majnun 4) Definisi Cinta 5) Alasan mencintai Allah dan isyarat-isyarat Cinta 6) Cinta kepada Kekasih sejati

2

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Fitrah manusia yang berpasang-pasangan. Islam mengajarkan pola-pola hubungan yang sangat indah dan menawan tentang lelaki dan perempuan. Ia memerintahkan keduanya untuk saling berinteraksi, berhubungan dan memberikan manfaat satu sama lain. Islam sangat menganjurkan pernikahan. Bahkan rasulullah menegaskan bahwa pernikahan adalah sunahnya; siapa saja yang membencinya, maka beliau tidak mengakuinya sebagai umat. Setiap pemuda yang telah siap, (baah) diharuskan untuk bersegera menikah. Dengan menikah, kata Imam Al-Ghazali, hati menemukan kelegaanya, melalui kedekatan dan kemesraan bersama isteri atau suami. Hati yang lega akan meningkatkan hasrat untuk memuji, memuja dan memasrahkan diri kepada Tuhan. Seseorang akan merasakan betapa Mahakasihnya Tuhan, betapa Penyayang dan Penguasanya Dia yang telah menciptakan dan mengatur hubungan-hubungan yang indah ini. Ia akan mudah memahami dan menaiki berbagai anak tangga syukur sesuatu yang tidak bisa dimengerti oleh mereka yang tidak menikah. Di sisi lain, penghambaan kepada Allah sangat erat kaitannya dengan kedekatan dengan wanita yang dalam dirinya Tuhan tersaksikan secara sempurna. Itulah pula sebabnya Al-Ghazali menyebut pernikahan sebagai bagian dari agama karena dengan pernikahan seseorang akan dapat merasakan keindahan dan kasih sayang Tuhan. Bahkan dalam sebuah hadis disebutkan bahwa pernikahan adalah separuh Agama. Hati pria memang mencenderungi wanita. Demikian juga sebaliknya. Keduanya saling mencenderungi dan mencintai. Karena, kencenderungan hati pria kepada wanita pada hakikatnya adalah kecenderungan pada dirinya sendiri sebab wanita adalah bagian dari dirinya. Sedangkan wanita cenderung kepada pria karena pria adalah tempat asalnya. Adam mencintai Hawa karena Hawa adalah bagian dari dirinya. Dan hawa mencintai Adam karena Adam adalah asalnya. Menurut Ibnu Arabi, kerinduan pria kepada wanita merupakan cermin kerinduan Tuhan kepada manusia, makhluk-Nya. Seperti kita tahu, dalam diri manusia telah ditiupkan ruh Tuhan, Aku tiupkan ke dalam dirinya ruh-Ku sendiri3

(Q.S. Al Hijr, 15:29). Tuhan merindukan manusia karena manusia adalah Diri-Nya sendiri. Ini disebabkan karena dalam manusia terdapat ruh-Nya. Adapun manusia merindukan Tuhan karena Dia adalah asal mereka, dan tempat mereka berpulang. 2.2. Perempuan sebagai manifestasi keindahan Tuhan. Keagungan perempuan tidak saja karena keindahan yang melekat dalam dirinya, tapi lebih karena dalam dirinya Tuhan hadir lebih sempurna ketimbang pada pria. Sebab itu , merugilah pria yang tidak melakukan pernikahan ilahi dengan perempuan karena ia tidak akan dapat merasakan Tuhan dalam medium yang mampu menghadirkan Tuhan secara lebih utuh. Juga merugi pula perempuan yang karena perilaku dan akhlaknya tidak berhasil menampakkan Zat Yang Maha Agung dari dirinya padahal ia telah dianugerahi modal sangat besar untuk itu. Berbahagialah laki-laki yang beristrikan wanita shalehah, wanita yang dapat menjadi wasilah untuk dapat menyaksikan Tuhan Yang Maha lembut dan Maha indah; wanita yang dalam dirinya ia dapat merasakan kehadiran-Nya sangat dekat dan hangat; wanita yang dapat menghadirkan Tuhan bagi dirinya dan orang lain; wanita yang menjadi manifestasi jamaliyah Tuhan yang terindah Berbahagialah pula perempuan yang bersuamikan pria saleh, pria yang dalam dirinya seorang perempuan dapat menyaksikan dan merasakan kehadiran Tuhan yang Maha Agung dan Maha Sempurna; pria yang dapat semakin menyempurnakan keindahan Tuhan dalam dirinya; pria yang mampu menjadi manifestasi jalaliah Tuhan bagi dirinya dan sekitarnya. Saat lelaki dan perempuan saling mencintai dan merindukan, sementara pada saat yang sama keduanya sama-sama memanifestasikan Tuhan bagi pasangan hidupnya, maka pada saat itulah peristiwa tertinggi penyaksian Tuhan itu terasakan dengan kecemerlangan penuh. Dan agar dapat merasakan hal itu, Al-Qayshari mengajarkan agar seorang pria mencintai wanita, -juga sebaliknya tidak atas nama dirinya sendiri, melainkan dengan nama dan untuk Tuhannya, lillahi taala, fo the sake of God. Mencintai dari Tuhan, dnegna Tuhan, dalam Tuhan, dan untuk Tuhan. Sebab, dengan begitulah Tuhan akan benar-benar dirasakan hadir dalam sosok perempuan, juga lelaki. Karena cintalah seseorang tak lagi ragu untuk memberikan dan berbuat yang terbaik untuk kekasihnya, tidak pernah mengeluh dan mengaduh dalam berkhidmat

4

dan berbakti kepadanya. Cinta akan membuat seseorang memandang duka sebagai hiburan, seni dan senandung merdu kehidupan. Cintalah yang menjadikan sesuatu yang sangat luar biasa menjadi sangat biasa; sesuatu yang biasa menjadi luar biasa; sesuatu yang rumit menjadi begitu sederhana; sesuatu yang sederhana menjadi aneh mencengangkan. Karena cinta, seorang ibu tidak pernah ragu berbuat apa saja untuk keselamatan dan kehidupan anaknya; karena cinta, seorang ibu yang pendiam dan tak berdaya dapat menaiki pohon yang tinggi untuk menyelamatkan anaknya dari badai tsunami. Karena cinta pula seorang ibu rela mati untuk kelahiran anaknya. Karena itu, berbahagialah seseorang yang dapat menggelorakan api cinta dalam jiwanya, lalu mewujudkannya dalam asma-asma Tuhan di muka bumi. Sebegitu kuatnya cinta, namun tidak ada cinta sekuat cinta Tuhan, baik cinta dari-Nya maupun untuk-Nya. Sedahsyat apa pun cinta makhluk, semuanya meleleh belaka di hadapan cinta-Nya. Dan cinta kemakhlukan yang lemah akan kuat ketika menjadi wasilah-Nya; cinta makhluk yang fana akan kekal saat menuju-Nya. Maka, berbahagialah seseorang yang bisa merasakan cinta Tuhan dari pasangan hidupnya, yakni orang yang dalam dirinya Allah hadir secara penuh. Adakah cinta yang lebih tinggi daripada cinta Allah? Tidak ada, pasti! Cinta dari atau kepada- makhluk pada dasarnya hanyalah sebagian kecil dari hamparan langit cinta-Nya yang Maha Luas. Cinta makhluk pada hakikatnya hanyalah jalan untuk menuju cinta Sang Pencipta. Cinta pada seseorang hanyalah bahtera yang berlabuh di hidhirat cinta Tuhan Yang Tak Terbatas. Agar seseorang bisa merasakan kehadiran Allah di setiap makhluk yang ia cintai, maka kalangan sufi memberikan panduan; ia mesti berangkat dari cinta makhluk menuju cinta Tuhan, min mahabbat al-khalq ila mahabbat al-Haqq. Sebab, cinta-Nyalah yang menjadi tujuan dan kejaran hidup setiap manusia beriman. Cinta Tuhan adalah tujuan puncak (the ultimate goal) dalam hidup seseorang. Dan doaharapan yang senantiasa dipanjatkan oleh setiap hamba Mukmin adalah semoga Allah menjadikannya pecinta dan kekasih-Nya.2.3.

Kajian Tasawuf dari kisah Layla dan Majnun; serta kisah lainnya Alkisah, seorang kepala suku Bani Umar di Jazirah Arab memiIiki segala macam yang diinginkan orang, kecuali satu hal bahwa ia tak punya seorang anakpun. Tabib-tabib di desa itu menganjurkan berbagai macam ramuan dan obat, tetapi tidak5

berhasil. Ketika semua usaha tampak tak berhasil, istrinya menyarankan agar mereka berdua bersujud di hadapan Tuhan dan dengan tulus memohon kepada Allah swt memberikan anugerah kepada mereka berdua. Mengapa tidak? jawab sang kepala suku. Kita telah mencoba berbagai macam cara. Mari, kita coba sekali lagi, tak ada ruginya. Mereka pun bersujud kepada Tuhan, sambil berurai air mata dari relung hati mereka yang terluka. Wahai Segala Kekasih, jangan biarkan pohon kami tak berbuah. Izinkan kami merasakan manisnya menimang anak dalam pelukan kami. Anugerahkan kepada kami tanggung jawab untuk membesarkan seorang manusia yang baik. Berikan kesempatan kepada kami untuk membuat-Mu bangga akan anak kami. Tak lama kemudian, doa mereka dikabulkan, dan Tuhan menganugerahi mereka seorang anak laki-laki yang diberi nama Qais. Sang ayah sangat berbahagia, sebab Qais dicintai oleh semua orang. Ia tampan, bermata besar, dan berambut hitam, yang menjadi pusat perhatian dan kekaguman. Sejak awal, Qais telahmemperlihatkan kecerdasan dan kemampuan fisik istimewa. Ia punya bakat luar biasa dalam mempelajari seni berperang dan memainkan musik, menggubah syair dan melukis. Ketika sudah cukup umur untuk masuk sekolah, ayahnya memutuskan membangun sebuah sekolah yang indah dengan guru-guru terbaik di Arab yang mengajar di sana , dan hanya beberapa anak saja yang belajar di situ. Anak-anak lelaki dan perempuan dan keluarga terpandang di seluruh jazirah Arab belajar di sekolah baru ini. Di antara mereka ada seorang anak perempuan dari kepala suku tetangga. Seorang gadis bermata indah, yang memiliki kecantikan luar biasa. Rambut dan matanya sehitam malam; karena alasan inilah mereka menyebutnya Laila-Sang Malam. Meski ia baru berusia dua belas tahun, sudah banyak pria melamarnya untuk dinikahi, sebab-sebagaimana lazimnya kebiasaan di zaman itu, gadis-gadis sering dilamar pada usia yang masih sangat muda, yakni sembilan tahun. Laila dan Qais adalah teman sekelas. Sejak hari pertama masuk sekolah, mereka sudah saling tertarik satu sama lain. Seiring dengan berlalunya waktu, percikan ketertarikan ini makin lama menjadi api cinta yang membara. Bagi mereka berdua, sekolah bukan lagi tempat belajar. Kini, sekolah menjadi tempat mereka saling bertemu. Ketika guru sedang mengajar, mereka saling berpandangan. Ketika tiba waktunya menulis pelajaran, mereka justru saling menulis namanya di atas kertas.6

Bagi mereka berdua, tak ada teman atau kesenangan lainnya. Dunia kini hanyalah milik Qais dan Laila. Mereka buta dan tuli pada yang lainnya. Sedikit demi sedikit, orang-orang mulai mengetahui cinta mereka, dan gunjingan-gunjingan pun mulai terdengar. Di zaman itu, tidaklah pantas seorang gadis dikenal sebagai sasaran cinta seseorang dan sudah pasti mereka tidak akan menanggapinya. Ketika orang-tua Laila mendengar bisik-bisik tentang anak gadis mereka, mereka pun melarangnya pergi ke sekolah. Mereka tak sanggup lagi menahan beban malu pada masyarakat sekitar. Ketika Laila tidak ada di ruang kelas, Qais menjadi sangat gelisah sehingga ia meninggalkan sekolah dan menyelusuri jalan-jalan untuk mencari kekasihnya dengan memanggil-manggil namanya. Ia menggubah syair untuknya dan membacakannya di jalan-jalan. Ia hanya berbicara tentang Laila dan tidak juga menjawab pertanyaan orang-orang kecuali bila mereka bertanya tentang Laila. Orang-orang pun tertawa dan berkata, Lihatlah Qais , ia sekarang telah menjadi seorang majnun, gila! Akhirnya, Qais dikenal dengan nama ini, yakni Majnun. Melihat orangorang dan mendengarkan mereka berbicara membuat Majnun tidak tahan. Ia hanya ingin melihat dan berjumpa dengan Laila kekasihnya. Ia tahu bahwa Laila telah dipingit oleh orang tuanya di rumah, yang dengan bijaksana menyadari bahwa jika Laila dibiarkan bebas bepergian, ia pasti akan menjumpai Majnun. Majnun menemukan sebuah tempat di puncak bukit dekat desa Laila dan membangun sebuah gubuk untuk dirinya yang menghadap rumah Laila. Sepanjang hari Majnun dudukduduk di depan gubuknya, disamping sungai kecil berkelok yang mengalir ke bawah menuju desa itu. Ia berbicara kepada air, menghanyutkan dedaunan bunga liar, dan Majnun merasa yakin bahwa sungai itu akan menyampaikan pesan cintanya kepada Laila. Ia menyapa burung-burung dan meminta mereka untuk terbang kepada Laila serta memberitahunya bahwa ia dekat. Ia menghirup angin dari barat yang melewati desa Laila. Jika kebetulan ada seekor anjing tersesat yang berasal dari desa Laila, ia pun memberinya makan dan merawatnya, mencintainya seolah-olah anjing suci, menghormatinya dan menjaganya sampai tiba saatnya anjing itu pergi jika memang mau demikian. Segala sesuatu yang berasal dari tempat kekasihnya dikasihi dan disayangi sama seperti kekasihnya sendiri. Bulan demi bulan berlalu dan Majnun tidak menemukan jejak Laila. Kerinduannya kepada Laila demikian besar sehingga ia merasa tidak bisa hidup sehari7

pun tanpa melihatnya kembali. Terkadang sahabat-sahabatnya di sekolah dulu datang mengunjunginya, tetapi ia berbicara kepada mereka hanya tentang Laila, tentang betapa ia sangat kehilangan dirinya. Suatu hari, tiga anak laki-laki, sahabatnya yang datang mengunjunginya demikian terharu oleh penderitaan dan kepedihan Majnun sehingga mereka bertekad embantunya untuk berjumpa kembali dengan Laila. Rencana mereka sangat cerdik. Esoknya, mereka dan Majnun mendekati rumah Laila dengan menyamar sebagai wanita. Dengan mudah mereka melewati wanita-wanita pembantu dirumah Laila dan berhasil masuk ke pintu kamarnya. Majnun masuk ke kamar, sementara yang lain berada di luar berjaga-jaga. Sejak ia berhenti masuk sekolah, Laila tidak melakukan apapun kecuali memikirkan Qais. Yang cukup mengherankan, setiap kali ia mendengar burung-burung berkicau dari jendela atau angin berhembus semilir, ia memejamkan.matanya sembari membayangkan bahwa ia mendengar suara Qais didalamnya. Ia akan mengambil dedaunan dan bunga yang dibawa oleh angin atau sungai dan tahu bahwa semuanya itu berasal dari Qais. Hanya saja, ia tak pernah berbicara kepada siapa pun, bahkan juga kepada sahabat-sahabat terbaiknya, tentang cintanya. Pada hari ketika Majnun masuk ke kamar Laila, ia merasakan kehadiran dan kedatangannya. Ia mengenakan pakaian sutra yang sangat bagus dan indah. Rambutnya dibiarkan lepas tergerai dan disisir dengan rapi di sekitar bahunya. Matanya diberi celak hitam, sebagaimana kebiasaan wanita Arab, dengan bedak hitam yang disebut surmeh. Bibirnya diberi lipstick merah, dan pipinya yang kemerahmerahan tampak menyala serta menampakkan kegembiraannya. Ia duduk di depan pintu dan menunggu. Ketika Majnun masuk, Laila tetap duduk. Sekalipun sudah diberitahu bahwa Majnun akan datang, ia tidak percaya bahwa pertemuan itu benar-benar terjadi. Majnun berdiri di pintu selama beberapa menit, memandangi, sepuas-puasnya wajah Laila. Akhirnya, mereka bersama lagi! Tak terdengar sepatah kata pun, kecuali detak jantung kedua orang yang dimabuk cinta ini. Mereka saling berpandangan dan lupa waktu. Salah seorang wanita pembantu di rumah itu melihat sahabat-sahabat Majnun di luar kamar tuan putrinya. Ia mulai curiga dan memberi isyarat kepada salah seorang pengawal. Namun, ketika ibu Laila datang menyelidiki, Majnun dan kawan-kawannya sudah jauh pergi. Sesudah orang-tuanya bertanya kepada Laila,8

maka tidak sulit bagi mereka mengetahui apa yang telah terjadi. Kebisuan dan kebahagiaan yang terpancar dimatanya menceritakan segala sesuatunya. Sesudah terjadi peristiwa itu, ayah Laila menempatkan para pengawal di setiap pintu di rumahnya. Tidak ada jalan lain bagi Majnun untuk menghampiri rumah Laila, bahkan dari kejauhan sekalipun. Akan tetapi jika ayahnya berpikiran bahwa, dengan bertindak hati-hati ini ia bisa mengubah perasaan Laila dan Majnun, satu sama lain, sungguh ia salah besar. Ketika ayah Majnun tahu tentang peristiwa di rumah Laila, ia memutuskan untuk mengakhiri drama itu dengan melamar Laila untuk anaknya. Ia menyiapkan sebuah kafilah penuh dengan hadiah dan mengirimkannya ke desa Laila. Sang tamu pun disambut dengan sangat baik, dan kedua kepala suku itu berbincang-bincang tentang kebahagiaan anak-anak mereka. Ayah Majnun lebih dulu berkata, Engkau tahu benar, kawan, bahwa ada dua hal yang sangat penting bagi kebahagiaan, yaitu Cinta dan Kekayaan. Anak lelakiku mencintai anak perempuanmu, dan aku bisa memastikan bahwa aku sanggup memberi mereka cukup banyak uang untuk mengarungi kehidupan yang bahagia dan menyenangkan. Mendengar hal itu, ayah Laila pun menjawab, Bukannya aku menolak Qais. Aku percaya kepadamu, sebab engkau pastilah seorang mulia dan terhormat, jawab ayah Laila. Akan tetapi, engkau tidak bisa menyalahkanku kalau aku berhati-hati dengan anakmu. Semua orang tahu perilaku abnormalnya. Ia berpakaian seperti seorang pengemis. Ia pasti sudah lama tidak mandi dan iapun hidup bersama hewan-hewan dan menjauhi orang banyak. Tolong katakan kawan, jika engkau punya anak perempuan dan engkau berada dalam posisiku, akankah engkau memberikan anak perempuanmu kepada anakku? Ayah Qais tak dapat membantah. Apa yang bisa dikatakannya? Padahal, dulu anaknya adalah teladan utama bagi kawan-kawan sebayanya? Dahulu Qais adalah anak yang paling cerdas dan berbakat di seantero Arab? Tentu saja, tidak ada yang dapat dikatakannya. Bahkan, sang ayahnya sendiri susah untuk mempercayainya. Sudah lama orang tidak mendengar ucapan bermakna dari Majnun. Aku tidak akan diam berpangku tangan dan melihat anakku menghancurkan dirinya sendiri, pikirnya. Aku harus melakukan sesuatu. Ketika ayah Majnun kembali pulang, ia menjemput anaknya, Ia mengadakan pesta makan malam untuk menghormati anaknya. Dalam jamuan pesta makan malam9

itu, gadis-gadis tercantik di seluruh negeri pun diundang. Mereka pasti bisa mengalihkan perhatian Majnun dari Laila, pikir ayahnya. Di pesta itu, Majnun diam dan tidak mempedulikan tamu-tamu lainnya. Ia duduk di sebuah sudut ruangan sambil melihat gadis-gadis itu hanya untuk mencari pada diri mereka berbagai kesamaan dengan yang dimiliki Laila. Seorang gadis mengenakan pakaian yang sama dengan milik Laila; yang lainnya punya rambut panjang seperti Laila, dan yang lainnya lagi punya senyum mirip Laila. Namun, tak ada seorang gadis pun yang benar-benar mirip dengannya,Malahan, tak ada seorang pun yang memiliki separuh kecantikan Laila. Pesta itu hanya menambah kepedihan perasaan Majnun saja kepada kekasihnya. Ia pun berang dan marah serta menyalahkan setiap orang di pesta itu lantaran berusaha mengelabuinya. Dengan berurai air mata, Majnun menuduh orang-tuanya dan sahabatsahabatnya sebagai berlaku kasar dan kejam kepadanya. Ia menangis sedemikian hebat hingga akhirnya jatuh ke lantai dalam keadaan pingsan. Sesudah terjadi petaka ini, ayahnya memutuskan agar Qais dikirim untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah dengan harapan bahwa Allah akan merahmatinya dan membebaskannya dari cinta yang menghancurkan ini. Di Makkah, untuk menyenangkan ayahnya, Majnun bersujud di depan altar Kabah, tetapi apa yang ia mohonkan? Wahai Yang Maha Pengasih, Raja Diraja Para Pecinta, Engkau yang menganugerahkan cinta, aku hanya mohon kepada-Mu satu hal saja,Tinggikanlah cintaku sedemikian rupa sehingga, sekalipun aku binasa, cintaku dan kekasihku tetap hidup. Ayahnya kemudian tahu bahwa tak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk anaknya. Usai menunaikan ibadah haji, Majnun yang tidak mau lagi bergaul dengan orang banyak di desanya, pergi ke pegunungan tanpa memberitahu di mana ia berada. Ia tidak kembali ke gubuknya. Alih-alih tinggal dirumah, ia memilih tinggal direruntuhan sebuah bangunan tua yang terasing dari masyarakat dan tinggal didalamnya. Sesudah itu, tak ada seorang pun yang mendengar kabar tentang Majnun. Orang-tuanya mengirim segenap sahabat dan keluarganya untuk mencarinya. Namun, tak seorang pun berhasil menemukannya. Banyak orang berkesimpulan bahwa Majnun dibunuh oleh binatang-binatang gurun sahara. Ia bagai hilang ditelan bumi. Suatu hari, seorang musafir melewati reruntuhan bangunan itu dan melihat ada sesosok aneh yang duduk di salah sebuah tembok yang hancur. Seorang liar10

denganrambut panjang hingga ke bahu, jenggotnya panjang dan acak-acakan, bajunya compang-camping dan kumal. Ketika sang musafir mengucapkan salam dan tidak beroleh jawaban, ia mendekatinya. Ia melihat ada seekor serigala tidur di kakinya. Hus katanya, Jangan bangunkan sahabatku. Kemudian, ia mengedarkan pandangan ke arah kejauhan. Sang musafir pun duduk di situ dengan tenang. Ia menunggu dan ingin tahu apa yang akan terjadi. Akhimya, orang liar itu berbicara. Segera saja ia pun tahu bahwa ini adalah Majnun yang terkenal itu, yang berbagai macam perilaku anehnya dibicarakan orang di seluruh jazirah Arab. Tampaknya, Majnun tidak kesulitan menyesuaikan diri dengan kehidupan dengan binatang-binatang buas dan liar. Dalam kenyataannya, ia sudah menyesuaikan diri dengan sangat baik sehingga lumrahlumrah saja melihat dirinya sebagai bagian dari kehidupan liar dan buas itu. Berbagai macam binatang tertarik kepadanya, karena secara naluri mengetahui bahwa Majnun tidak akan mencelakakan mereka. Bahkan, binatang-binatang buas seperti serigala sekalipun percaya pada kebaikan dan kasih sayang Majnun. Sang musafir itu mendengarkan Majnun melantunkan berbagai kidung pujiannya pada Laila. Mereka berbagi sepotong roti yang diberikan olehnya. Kemudian, sang musafir itu pergi dan melanjutkan petjalanannya. Ketika tiba di desa Majnun, ia menuturkan kisahnya pada orang-orang. Akhimya, sang kepala suku, ayah Majnun, mendengar berita itu. Ia mengundang sang musafir ke rumahnya dan meminta keteransran rinci darinya. Merasa sangat gembira dan bahagia bahwa Majnun masih hidup, ayahnya pergi ke gurun sahara untuk menjemputnya. Ketika melihat reruntuhan bangunan yang dilukiskan oleh sang musafir itu, ayah Majnun dicekam oleh emosi dan kesedihan yang luar biasa. Betapa tidak! Anaknya terjerembab dalam keadaan mengenaskan seperti ini. Ya Tuhanku, aku mohon agar Engkau menyelamatkan anakku dan mengembalikannya ke keluarga kami, jerit sang ayah menyayat hati. Majnun mendengar doa ayahnya dan segera keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan bersimpuh dibawah kaki ayahnya, ia pun menangis, Wahai ayah, ampunilah aku atas segala kepedihan yang kutimbulkan pada dirimu. Tolong lupakan bahwa engkau pernah mempunyai seorang anak, sebab ini akan meringankan beban kesedihan ayah. Ini sudah nasibku mencinta, dan hidup hanya

11

untuk mencinta. Ayah dan anak pun saling berpelukan dan menangis. Inilah pertemuan terakhir mereka. Keluarga Laila menyalahkan ayah Laila lantaran salah dan gagal menangani situasi putrinya. Mereka yakin bahwa peristiwa itu telah mempermalukan seluruh keluarga. Karenanya, orangtua Laila memingitnya dalam kamamya. Beberapa sahabat Laila diizinkan untuk mengunjunginya, tetapi ia tidak ingin ditemani. Ia berpaling kedalam hatinya, memelihara api cinta yang membakar dalam kalbunya. Untuk mengungkapkan segenap perasaannya yang terdalam, ia menulis dan menggubah syair kepada kekasihnya pada potongan-potongan kertas kecil. Kemudian, ketika ia diperbolehkan menyendiri di taman, ia pun menerbangkan potongan-potongan kertas kecil ini dalam hembusan angin. Orang-orang yang menemukan syair-syair dalam potongan-potongan kertas kecil itu membawanya kepada Majnun. Dengan cara demikian, dua kekasih itu masih bisa menjalin hubungan. Karena Majnun sangat terkenal di seluruh negeri, banyak orang datang mengunjunginya. Namun, mereka hanya berkunjung sebentar saja, karena mereka tahu bahwa Majnun tidak kuat lama dikunjungi banyak orang. Mereka mendengarkannya melantunkan syair-syair indah dan memainkan serulingnya dengan sangat memukau. Sebagian orang merasa iba kepadanya; sebagian lagi hanya sekadar ingin tahu tentang kisahnya. Akan tetapi, setiap orang mampu merasakan kedalaman cinta dan kasih sayangnya kepada semua makhluk. Salah seorang dari pengunjung itu adalah seorang ksatria gagah berani bernama Amar, yang berjumpa dengan Majnun dalam perjalanannya menuju Mekah. Meskipun ia sudah mendengar kisah cinta yang sangat terkenal itu di kotanya, ia ingin sekali mendengarnya dari mulut Majnun sendiri. Drama kisah tragis itu membuatnya sedemikian pilu dan sedih sehingga ia bersumpah dan bertekad melakukan apa saja yang mungkin untuk mempersatukan dua kekasih itu, meskipun ini berarti menghancurkan orang-orang yang menghalanginya! Ketika Amr kembali ke kota kelahirannya, Ia pun menghimpun pasukannya. orang yang terbunuh atau terluka. Ketika pasukan Amr hampir memenangkan pertempuran, ayah Laila mengirimkan pesan kepada Amr, Jika engkau atau salah seorang dari prajuritmu menginginkan putriku, aku akan menyerahkannya tanpa melawan. Bahkan, jika12

Pasukan

ini berangkat menuju desa Laila dan menggempur suku di sana tanpa ampun. Banyak

engkau ingin membunuhnya, aku tidak keberatan. Namun, ada satu hal yang tidak akan pernah bisa kuterima, jangan minta aku untuk memberikan putriku pada orang gila itu. Majnun mendengar pertempuran itu hingga ia bergegas kesana. Di medan pertempuran, Majnun pergi ke sana kemari dengan bebas di antara para prajurit dan menghampiri orang-orang yang terluka dari suku Laila. Ia merawat mereka dengan penuh perhatian dan melakukan apa saja untuk meringankan luka mereka. Amr pun merasa heran kepada Majnun, ketika ia meminta penjelasan ihwal mengapa ia membantu pasukan musuh, Majnun menjawab, Orang-orang ini berasal dari desa kekasihku. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi musuh mereka? Karena sedemikian bersimpati kepada Majnun, Amr sama sekali tidak bisa memahami hal ini. Apa yang dikatakan ayah Laila tentang orang gila ini akhirnya membuatnya sadar. Ia pun memerintahkan pasukannya untuk mundur dan segera meninggalkan desa itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Majnun. Laila semakin merana dalam penjara kamarnya sendiri. Satu-satunya yang bisa ia nikmati adalah berjalan-jalan di taman bunganya. Suatu hari, dalam perjalanannya menuju taman, Ibn Salam, seorang bangsawan kaya dan berkuasa, melihat Laila dan serta-merta jatuh cinta kepadanya. Tanpa menunda-nunda lagi, ia segera mencari ayah Laila. Merasa lelah dan sedih hati karena pertempuran yang baru saja menimbulkan banyak orang terluka di pihaknya, ayah Laila pun menyetujui perkawinan itu. Tentu saja, Laila menolak keras. Ia mengatakan kepada ayahnya, Aku lebih senang mati ketimbang kawin dengan orang itu. Akan tetapi, tangisan dan permohonannya tidak digubris. Lantas ia mendatangi ibunya, tetapi sama saja keadaannya. Perkawinan pun berlangsung dalam waktu singkat. Orangtua Laila merasa lega bahwa seluruh cobaan berat akhirnya berakhir juga. Akan tetapi, Laila menegaskan kepada suaminya bahwa ia tidak pernah bisa mencintainya. Aku tidak akan pernah menjadi seorang istri, katanya. Karena itu, jangan membuang-buang waktumu. Carilah seorang istri yang lain. Aku yakin, masih ada banyak wanita yang bisa membuatmu bahagia. Sekalipun mendengar kata-kata dingin ini, Ibn Salam percaya bahwa, sesudah hidup bersamanya beberapa waktu larnanya, pada akhirnya Laila pasti akan menerimanya. Ia tidak mau memaksa Laila, melainkan menunggunya untuk datang kepadanya.

13

Ketika kabar tentang perkawinan Laila terdengar oleh Majnun, ia menangis dan meratap selama berhari-hari. Ia melantunkan lagu-Iagu yang demikian menyayat hati dan mengharu biru kalbu sehingga semua orang yang mendengarnya pun ikut menangis. Derita dan kepedihannya begitu berat sehingga binatang-binatang yang berkumpul di sekelilinginya pun turut bersedih dan menangis. Namun, kesedihannya ini tak berlangsung lama, sebab tiba-tiba Majnun merasakan kedamaian dan ketenangan batin yang aneh. Seolah-olah tak terjadi apa-apa, ia pun terus tinggal di reruntuhan itu. Perasaannya kepada Laila tidak berubah dan malah menjadi semakin lebih dalam lagi. Dengan penuh ketulusan, Majnun menyampaikan ucapan selamat kepada Laila atas perkawinannya: Semoga kalian berdua selalu berbahagia di dunia ini. Aku hanya meminta satu hal sebagai tanda cintamu, janganlah engkau lupakan namaku, sekalipun engkau telah memilih orang lain sebagai pendampingmu. Janganlah pernah lupa bahwa ada seseorang yang, meskipun tubuhnya hancur berkeping-keping, hanya akan memanggil-manggil namamu, Laila. Sebagai jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, Dalam hidupku, aku tidak bisa melupakanmu barang sesaat pun. Kupendam cintaku demikian lama, tanpa mampu menceritakannya cintamu kepada siapapun. Engkau memaklumkan

ke seluruh dunia, sementara aku membakarnya di dalam hatiku, dan engkau membakar segala sesuatu yang ada di sekelilingmu . Kini, aku harus menghabiskan hidupku dengan seseorang, padahal segenap jiwaku menjadi milik orang lain. Katakan kepadaku, kasih, mana di antara kita yang lebih dimabuk cinta, engkau ataukah aku?. Tahun demi tahun berlalu, dan orang-tua Majnun pun meninggal dunia. Ia tetap tinggal di reruntuhan bangunan itu dan merasa lebih kesepian ketimbang sebelumnya. Di siang hari, ia mengarungi gurun sahara bersama sahabat-sahabat binatangnya. Di malam hari, ia memainkan serulingnya dan melantunkan syairsyairnya kepada berbagai binatang buas yang kini menjadi satu-satunya pendengarnya. Ia menulis syair-syair untuk Laila dengan ranting di atas tanah. Selang beberapa lama, karena terbiasa dengan cara hidup aneh ini, ia mencapai kedamaian dan ketenangan sedemikian rupa sehingga tak ada sesuatu pun yang sanggup mengusik dan mengganggunya.

14

Sebaliknya, Laila tetap setia pada cintanya. Ibn Salam tidak pernah berhasil mendekatinya. Kendatipun ia hidup bersama Laila, ia tetap jauh darinya. Berlian dan hadiah-hadiah mahal tak mampu membuat Laila berbakti kepadanya. Ibn Salam sudah tidak sanggup lagi merebut kepercayaan dari istrinya. Hidupnya serasa pahit dan sia-sia. Ia tidak menemukan ketenangan dan kedamaian di rumahnya. Laila dan Ibn Salam adalah dua orang asing dan mereka tak pernah merasakan hubungan suami istri. Malahan, ia tidak bisa berbagi kabar tentang dunia luar dengan Laila. Tak sepatah kata pun pernah terdengar dari bibir Laila, kecuali bila ia ditanya. Pertanyaan ini pun dijawabnya dengan sekadarnya saja dan sangat singkat. Ketika akhirnya Ibn Salam jatuh sakit, ia tidak kuasa bertahan, sebab hidupnya tidak menjanjikan harapan lagi. Akibatnya, pada suatu pagi di musim panas, ia pun meninggal dunia. Kematian suaminya tampaknya makin mengaduk-ngaduk perasaan Laila. Orang-orang mengira bahwa ia berkabung atas kematian Ibn Salam, padahal sesungguhnya ia menangisi kekasihnya, Majnun yang hilang dan sudah lama dirindukannya. Selama bertahun-tahun, ia menampakkan wajah tenang, acuh tak acuh, dan hanya sekali saja ia menangis. Kini, ia menangis keras dan lama atas perpisahannya dengan kekasih satu-satunya. Ketika masa berkabung usai, Laila kembali ke rumah ayahnya. Meskipun masih berusia muda, Laila tampak tua, dewasa, dan bijaksana, yang jarang dijumpai pada diri wanita seusianya. Semen tara api cintanya makin membara, kesehatan Laila justru memudar karena ia tidak lagi memperhatikan dirinya sendiri. Ia tidak mau makan dan juga tidak tidur dengan baik selama bermalam-malam. Bagaimana ia bisa memperhatikan kesehatan dirinya kalau yang dipikirkannya hanyalah Majnun semata? Laila sendiri tahu betul bahwa ia tidak akan sanggup bertahan lama. Akhirnya, penyakit batuk parah yang mengganggunya selama beberapa bulan pun menggerogoti kesehatannya. Ketika Laila meregang nyawa dan sekarat, ia masih memikirkan Majnun. Ah, kalau saja ia bisa berjumpa dengannya sekali lagi untuk terakhir kalinya! Ia hanya membuka matanya untuk memandangi pintu kalau-kalau kekasihnya datang. Namun, ia sadar bahwa waktunya sudah habis dan ia akan pergi tanpa berhasil mengucapkan salam perpisahan kepada Majnun. Pada suatu malam di musim dingin, dengan matanya tetap menatap pintu, ia pun meninggal dunia dengan tenang sambil bergumam, MajnunMajnun. .Majnun.15

Kabar tentang kematian Laila menyebar ke segala penjuru negeri dan, tak lama kemudian, berita kematian Lailapun terdengar oleh Majnun. Mendengar kabar itu, ia pun jatuh pingsan di tengah-tengah gurun sahara dan tetap tak sadarkan diri selama beberapa hari. Ketika kembali sadar dan siuman, ia segera pergi menuju desa Laila. Nyaris tidak sanggup berjalan lagi, ia menyeret tubuhnya di atas tanah. Majnun bergerak terus tanpa henti hingga tiba di kuburan Laila di luar kota . Ia berkabung dikuburannya selama beberapa hari. Ketika tidak ditemukan cara lain untuk meringankan beban penderitaannya, per1ahan-lahan ia meletakkan kepalanya di kuburan Laila kekasihnya dan meninggal dunia dengan tenang. Jasad Majnun tetap berada di atas kuburan Laila selama setahun. Belum sampai setahun peringatan kematiannya ketika segenap sahabat dan kerabat menziarahi kuburannya, mereka menemukan sesosok jasad terbujur di atas kuburan Laila. Beberapa teman sekolahnya mengenali dan mengetahui bahwa itu adalah jasad Majnun yang masih segar seolah baru mati kemarin. Ia pun dikubur di samping Laila. Tubuh dua kekasih itu, yang kini bersatu dalam keabadian, kini bersatu kembali. Konon, tak lama sesudah itu, ada seorang Sufi bermimpi melihat Majnun hadir di hadapan Tuhan. Allah swt membelai Majnun dengan penuh kasih sayang dan mendudukkannya disisi-Nya.Lalu, Tuhan pun berkata kepada Majnun, Tidakkah engkau malu memanggil-manggil- Ku dengan nama Laila, sesudah engkau meminum anggur Cinta-Ku? Sang Sufi pun bangun dalam keadaan gelisah. Jika Majnun diperlakukan dengan sangat baik dan penuh kasih oleh Allah Subhana wa taalaa, ia pun bertanyatanya, lantas apa yang terjadi pada Laila yang malang ? Begitu pikiran ini terlintas dalam benaknya, Allah swt pun mengilhamkan jawaban kepadanya, Kedudukan Laila jauh lebih tinggi, sebab ia menyembunyikan segenap rahasia Cinta dalam dirinya sendiri. Kisah lainnya.Alkisah, seorang gadis jelita. Belum bersuami. Dan ia menginginkan suami yang memiliki salah satu dari tiga kriteria berikut ini, pemberani sakti dan pintar. Suatu hari, ketika seluruh anggota keluarga pergi dari rumahnya, ibu gadis itu didatangi seorang pemuda. Pemuda itu bermaksud melamar putrinya yang telah membuat hatinya terpikat. Saya seorang pemberani yang sakti. Saya tidak takut mati, siap berjuang dan berkorban untuk orang yang saya cintai jawab si pemuda. Lalu16

pemuda itu untuk memperlihatkan bukti-bukti keberaniannya yang bisa dipercaya. Akhirnya si ibu mempersilahkan pemuda itu untuk datang lagi ke rumahnya tanggal 7 bulan depan untuk dinikahkan dengan anak gadisnya. Di luar rumah, ayah gadis itu juga bertemu seorang pemuda. Begitu tahu bahwa bapak tersebut memiliki anak gadis cantik, pemuda itu ingin melamarnya. apakah kamu memiliki salah satu dari syarat itu? tanya si ayah. Ya saya seorang teknolog. Saya bisa menciptakan kendaraan canggih yang belum pernah terbayangkan oleh siapa pun jawab si pemuda. Singkat cerita, si ayah setuju dan senang. Ia menyuruh pemuda itu datang ke rumahnya tanggal 7 bulan depan untuk dinikahkan dengan puterinya. Ketika berdagang di pasar, kakak gadis itu bertemu seorang pemuda lain. Pemuda itu juga berminat melamar adiknya. Dan ia memiliki kepintaran yang orang lain tidak miliki. Ia mampu mengetahu dan menyibak misteri dari segala peristiwa dunia. Akhirnya si kakak juga setuju, dan menyuruhnya datang tanggal 7 bulan depan, untuk dinikahkan dengan adiknya. Hari yang dijanjikan pun tiba. Namun seluruh anggota keluarga panik karena yang datang ada tiga pelamar. Salahnya masing-masing dari mereka tidak pernah bercerita apa yang telah dijanjikan kepada setiap pemuda. Untung, gadis itu mendadak menghilang. Sehingga si bapak memiliki alasan untuk memerintahkan ketiganya mencari gadis yang sedang diperebutkan, sambil mencari solusi untuk ketiga pelamarnya. Tidak ada yang tahu ke mana sigadis menghilang, kecuali pemuda pintar itu. Pemuda itu menjelaskan bahwa putri tersebut dibawa oleh seorang danawa (raksasa), disembunyikan dalam sebuah gua di gunung mahameru. Si ayah memerintahkan pelamar yang teknolog untuk membuat kendaraan supercepat dan canggih yang bisa mengantarkan mereka ke gua dengan cepat. Rombongan pergi. Pelamar yang pemberani itu pun turut serta, untuk mengalahkan danawa. Sesampainya di gua, raksasa tidak mau menyerahkan si gadis. Maka pelamar sakti yang pemberani itu pun menghadapinya. Keduanya bertarung mati-matian. Dan setelah pertempuran yang membahayakan, danawa itu mati. Si gadis dapat diselamatkan. Kini, keluarga si gadis bingun. Pelamar manakah yang berhak mendapatkan anak gadis itu? Ketiganya berjasa. Sehingga masing-masing mengklaim paling berhak atas perempuan yang telah diselamatkannya. Menerima yang satu, tidak enak dengan17

yang lainnya. Ketiganya bertengkar mulut. Kata pelamar yang pintar jika tidak aku tunjukkan di mana gadis itu diculik, niscaya kita takkan bisa menemukannya hingga sekarang. Kendaraan canggihmu takkan bisa sampai di tempat. Keberanianmu, hai pelamar sakti, juga tidak berarti apa-apa jika kamu tidak tahu di mana raksasa itu berada. Tidak kalah, pelamar yang teknolog juga berargumen,sekalipun kamu mengetahui di mana gadis itu, namun kepintaranmu tidak berguna jika tidak ada kendaraan yang mengantarkannya. Karena kepintaranmu tidak bisa mebawa kita di tempat. Kepintaranmu tidak mebawa kita ke mana-mana. Keberanianmu juga tidak berfungsi apa-apa jika kamu tidak bisa sampai gua ini. Terakhir pelamar yang pemberani juga berargumen tak kalah sengitnya. Kamu boleh saja memiliki ilmu tinggi, pintar setinggi langit, sehingga kamu bisa mengetahui di mana gadis itu berada. Namun manisnya gula tidak bisa dirasakan hanya dengan mengetahuinya saja. Kamu juga bolh saja bangga bisa mengantarkan kita dengan kendaraanmu. Tapi jika aku tidak mengorbankan nyawaku untuk merebutnya dari danawa, mungkinkah gadis ini bisa selamat? Akhirnya si gadis memutuskan,ilmu itu hanya alat, pelita dalam kegelapan. Namun kita memerlukan pelita bukan karena ingin memilikinya. Pelita bukan tujuan. Tahu saja tidak cukup. Kendaraan juga hanya perantara. Ia dibutuhkan hanya sebatas mengantarkan kita pada tujuan. Ketika tujuan telah tercapai, kita tidak memerlukannya lagi. Adapun tang yang benar0benar mencintaiku adalah orang yang siap mengorbankan nyawanya, mengucurkan darahnya untukku, dan berjuang matimatian untuk mendapatkanku. Ia rela kehilangan dirinya demi aku. Karenanya orang seperti itulah yang berhak menjadi suamiku. 2.4. Definisi Cinta Cinta adalah pekerjaan hati. Sedangkan definisi adalah pekerjaan otak (pikiran). Hati dan pikiran berfungsi secara berbeda. Keduanya memiliki keunggulan yang juga berbeda. Karenanya cinta tidak bisa didefinisikan. Cinta ya cinta. Sedangkan definisi adalah sesuatu yang lain. Berhadapan dengan cinta, pikiran atau akal tak berdaya. Pikiran takkan sanggup menjelaskan cinta dengan benar, sebab cinta memang tugasnya. Kata Rumi, akal akan sia-sia bahkan menggelepar untuk menerangkan cinta,. Agar cinta mudah dipahami, pikiran berusaha mendefinisikannya, namun satu hal penting, boleh saja pikiran mendefinisikan secara lebih jelas kecuali dengan cinta18

lagi. Definisi cinta yang paling konkret adalah wujud dari cinta itu sendiri. Ini kata Ibnu al-Qayyim al-Jawziyah. Rumi juga membenarkannya, Cinta adalah sang penerang cinta itu sendiri. Menurut Ibnu al-Qayyim al Jawziyah, jika kita ingin menemukan definisi cinta yang benar yakni definisi berdasarkan cinta itu sendiri- maka kita harus meneliti asal-usul dan medan makna dari kata hub, yang artinya cinta. Ia mengatakan ini dalam salah satu karya besarnya, Madarij al-Salikin Bayna Manazil Iyyaka Nabudu Wa Iyyaka Nastain. buku setebal tiga jilid ini sangat bagus dan menggugah. Hebatnya buku yang tebal ini hanya menafsirkan ayat iyyaka nabudu wa iyyaka nastain saja Madarij al-Salikin, artinya tahapan-tahapan yang ditempuh oleh para pejalan rohani yang sedang berjalan menuju Tuhan. Tahapan-tahapan yang ditempuh itu melewati beberapa persinggahan (manzilah). Dan salah satu persinggahan itu adalah mahabbah atau hubb. Pertama, kata hubb berarti al-shafa wa al-bayadh, suci-bersih dan putih. Bagian dari gigi yang putih dan bersih disebut oleh orang Arab dengan habab al asnan. Kata habab berasal dari akar kata yang sama dengan kata hubb. Berarti bahwa salah satu definisi cinta adalah bersih, suci, tulus atau murni. Kedua, arti hubb adalah al-uluww wa al-zhuhur, tinggi dan muncul. Bagian air hujan yang paling tinggi disebut dengan habab al-ma, yakni bagian air yang paling tinggi. Berarti bahwa definisi kedua dari cinta adalah harus meninggi dan muncul. Ketiga, kata hubb juga kerap dipakai untuk mengungkapkan air yang melimpah di atas gelas habab al-ma, artinya air yang melimpah. Artinya cinta harus melimpah dan penuh. Keempat, kata hubb berasal dari kata habba. Kata habba juga dipakain untuk yang menelungkup dan tidak mau bangun. Untuk unta yang sedang menelungkup atau menderum, orang Arab menyebutnya dengan habba al-bair. Berarti Cinta itu menetap dan terus menerus berada di suatu tempat. Kelima, kata hubb juga berarti inti dari segala sesuatu, atau lubb. Bentuk jamak dari kata lubb adalah albab. Kata ulul albab artinya orang-orang yang memahami inti segala sesuatu. Ungkapan habab al-qalb, artinya jantung hati, atau bagian hati yang paling dalam. Kata hubb juga memiliki akar kata yang sama dengan habbah, yang artinya biji atau benih. Biji atau benih adalah asal tumbuhnya suatu

19

tanaman. Berarti cinta merupakan sesuatu yang sangat inti, sangat dalam, sangat bermakna; ia merupakan asal segala sesuatu. Keenam, kata habba berarti memelihara, menjaga atau menahan. Berarti cinta berfungsi melindungi dan menjaga kekasih yang dicintai. Empat unsur cinta menurut Fromm. Pertama, care, perhatian. Kedua, responsibility, tanggung jawab. Ketiga, respect, menghargai atau menghormati. Keempat, Knowledge, pengetahuan. 2.5. Alasan mencintai Allah dan isyarat-isyarat Cinta Mengapa kita mencintai Allah? Menurut Imam Al-Ghazali Pertama, karena kita mencintai diri sendiri Kedua, karena setiap orang pasti mencintai siapa pun yang berbuat baik kepadanya. Ketiga, fitrah manusia yang lainnya adalah mencintai kebaikan, meskipun kebaikan itu tidak ia nikmati. Sebagaimana hal-hal yang lain, cinta juga memiliki sejumlah isyarat. Isyarat itulah yang membuat kita tahu apakah kita mencintai atau tidak sebaliknya, isyarat itu pula yang memberitahu kita apakah kita dicintai atau tidak. Di bawah ini adalah beberapa isyarat cinta yang disampaikan oleh Ibnu alQayyim dalam bukunya, Madarij al-salikin. Pertama, cinta adalah kecenderungan abadi dengan hati yang gelisah. Kedua, cinta adalah mendahulukan kekasih dari semua yang lain. Ketiga, cinta adalah menyesuaikan diri dengan kekasih, baik ketika kekasih sedang bersama kita maupun tidak.. seseorang mencintai seseorang karena keunggulan yang ada padanya, yang menarik hatinya. Keempat, cinta adalah menganggap sedikit sesuatu yang banyak yang berasal dari dirimu sendiri, dan menganggap banyak sesuatu yang sedikit yang berasal dari kekasih apa saja yang berasal dari kekasih sangat bernilai. Tidak ada pemberian yang lebih berharga selain pemberian dari kekasih. Hadiah yang tidak seberapa diberikan kekasih akan bernilai luar basa di mata pecinta. Kelima, cinta adalah api dalam Hati yang membakar apa saja selain kehendak kekasih. Bagi seorang pecinta, kekasih adalah keindahan yang mengagumkan. Sebab20

itu, ia akan mengikuti apa saja yang diinginkan kekasih. Ia akan membakar setiap keinginan yang berlawanan dengan kehendak orang yang dicintainya. Bahkan ia juga akan membakar keinginannya sendiri. Seorang pemuda akan berbuat apa saja untuk mewujudkan keinginan perempuan yang ia cintai. Karena cinta adalah inti hidup, maka ia memiliki kekuatan yang luar biasa. Ia adalah mukjizat yang dapat menghasilkan hal-hal aneh yang tidak masuk akal. Karena cinta, setiap yang mustahil menjadi mungkin. Karena cinta pula, sesuatu yang tidak ada menjadi ada; penakut menjadi pemberani, pemalu menjadi percaya diri. Jika kebaikan dapat mengubah manusia merdeka menjadi hamba sahaya, maka cinta dapat mengubah orang waras menjadi gila. Dan, kebaikan yang dipenuhi cinta akan mengubah manusia terhormat menjadi hamba sahaya yang tergila-gila. Cinta memang kekuatan dahsyat. Kedahsyatannya ada yang menghidupkan, ada juga yang mematikan. Ada yang membuat seseorang bangkit, ada juga yang membuatnya terlelap tak sadarkan diri. Ada cinta yang membahagiakan, ada cinta yang mewariskan penderitaan. Oleh sebab itu, dari kecintaan insani kita belajar menaiki kecintaan Ilahi; dari kecintaan kepada pasangan manusiawi (perempuan atau lelaki) kita beranjak menuju kecintaan yang lebih tinggi. Tidak ada puncak cinta selain cinta kepada dan dari Tuhan. Karen dialah Pecinta dan Kekasih Sejati. Agar dapat menikmati Keindahan Tuhan dengan lebih baik, maka setiap orang (lelaki dan perempuan) harus menempatkan dirinya sebagai pecinta, bukan kekasih sebab, Tuhanlah Kekasihnya. Sebagai pecinta, ia menerahkan segenap daya demi kekasih. Ia mengistimewakan-Nya, mengikuti dan menyerta-Nya. Ia muga meneladani-Nya, menjadikan-Nya sebagai model, idola dan kebanggaan. Bahkan, ia menjadi Diri-Nya, yakni dengan menyerap semua asma, sifat, dan akhlak-Nya. Dalam sebuah hadis qudsi disebutkan bahwa Allah bertanya kepada hambahamba-Nya, kurang lebih sebagai berikut,Aku sakit, mengapa tidak kau jenguk; aku lapar, mengapa tidak kau beri aku makan. Yang dimaksud dengan sakit dan lapar di sini tentu saja bukan Allah, melainkan makhluk-Nya. Dia menempatkan orang-orang yang lapar, sakit dan menderita sebagai diri-Nya. Sehingga orang-orang yang ingin menemui-Nya harus menjenguk para hamba-Nya yang kelaparan, menolong hambaNya yang menderita, memberi pekerjaan hamba-Nya yang menganggur, memberi semangat hamba-Nya yang tengah berputus asa, mengingatkan hamba-Nya yang telah lalai terlena, dan seterusnya.21

2.6. Cinta kepada Kekasih sejati Ketika seseorang mencintai kekasih, maka setiap yang ada di sekitarnya akan menjadi inspirasi untuk menunjukkan cintanya. Semua yang ia temui akan menjadi alasan dan kekuatan yang kian menambah kecintaan kepadanya seorang pencinta bahkan lebih mencintai kekasihnya ketimbang dirinya. Seperti Majnun yang telah mengorbankan diri dan kehidupannya untuk Layla, kekasihnya. Demikian pulalah kecintaan kepada Tuhan. Dan para pecinta-Nya telah membuktikan kecintaan mereka yang sangat dahsyat. Mengesakan cinta kepada Tuhan, di mata para pecinta-Nya, sama sekali tidak berarti meniadakan kecintaan kepada makhluk-Nya. Bagi para pecinta Tuhan, justru setiap makhluk adalah ayatayat-Nya, simbol-simbol-Nya, penampakan, sifat-sifat dan asma-asma-Nya. Itulah sebabnya dengan mencintai Kekasih justru mereka mencintai segala hal yang berkaitan dengan-Nya, lebih dari sebelumnya. Demi kekasih, seseorang sanggup berbuat apa saja. Meskipun sekiranya sesuatu itu ia benci sebelumnya. Bilal tak pernah berpikir bahwa ia akan sanggup menahan siksaan berupa penindihan batu di atas tubuhnya. Sumayyah tidak pernah membayangkan bahwa ia akhirnya mampu menahan siksaan kaum Quraisy yang menusuk kemaluannya dengan besi panas. Sedangkan Ammar, anaknya, juga tidak pernah mengira dirinya mampu bertahan ketika punggungnya meleleh karena disetrika dengan besi panas membara bara api besi itu bahkan padam karena terbasahi oleh lemak punggungnya yang meleleh. Kecintaan kepada kekasih juga akan membuat seseorang lebih mencintai kekasih ketimbang dirinya. Bahkan demi kecintaan kepadanya, ia sanggup merelakan nyawanya. Sekiranya diizinkan Tuhan, para syuhada di surga ingin hidup lagi dan mempersembahkan nyawanya ribuan kali untuk-Nya. Husein bin Manshur Al-Hallaj, yang dipancung karena caranya mencintai Tuhan dianggap gila Bahkan, Ketika tali gantungan telah dipasangkan di lehernya, dikisahkan bahwa ia berkata, Ya Allah, mereka membunuhku karena mereka mencintai-Mu. Ampunilah mereka. Dan aku rela mereka bunuh karena kecintaanku kepada-Mu. Terimalah aku di sisi-Mu. Mencintai makhluk itu konkret. Sedangkan mencintai Tuhan itu abstrak. Mencintai yang kongkret jelas lebih mudah ketimbang yang abstrak. Semakin sulit suatu cinta, maka semakin tinggi pula kualitasnya. Dan semakin tinggi kualitas cinta seseorang, maka semakin abstrak pula cintanya. Ketika kita mencintai seseorang22

karena kekayaanya, itu cinta kongkret, cinta material. Ketika kita mencintainya karena keindahan tubuhnya, itu cinta konkret juga, cinta fisikal. Erich Fromm menyebutnya cinta erotis, erotic love. Namun, jika kita mencintainya karena ilmu, akhlak dan keindahan hatinya, itu cinta abstrak, cinta spiritual. Cinta spiritual lebih tinggi daripada cinta material. Agar bisa mencinta dengan kualitas tinggi, seseorang perlu belajar dari cinta yang berada di bawahnya. Sebagaimana cinta rendah harus diperoleh dengan usaha keras, cinta yang lebih tingg juga menuntut usaha yang lebih kuat lagi. Dan, cara yang mudah dicerna untuk meraih cinta yang lebih tinggi adalah dengan mempelajari cinta yang lebih rendah. Sebab, tidak mungkin seseorang mencapai yang tinggi sebelum melampaui yang rendah. Karenanya, cinta konkret atau cinta fisikal- itu fitrah. Mencintai seseorang karena fisik atau materinya itu dibenarkan. Sebab, fisik dan materi adalah anugerah Tuhan yang harus disyukuri juga. Yang salah adalah jika seseorang hanya terpaku kepadanya, tanpa melihat atau berpindah menuju cinta yang lebih tinggi. Lebih abstrak. Dari cinta fisikal menuju cinta spiritual. Dari cinta kepada keindahan jasmani menuju cinta kepada keindahan rohani. Mencintai manusia adalah fitrah. Kecintaan lelaki kepada perempuan, atau sebaliknya, adalah anugerah besar. Setelah cinta ibu (orang tua), merasakan cinta lawan jenis adalah sesuatu yang paling konkret, mudah dirasakan, mudah dicerna. Kecintaan jenis ini adalah perjalanan yang biasa dilalui setiap orang. Namun, di hadapannya masih terbentang perjalanan cinta yang lebih panjang, lebih jauh, lebih menantang dan lebih mengasyikkan. Dan inilah pula yang ia dambakan. Tidak ada kecintaan yang lebih tinggi selain kecintaan kepada Tuhan. Dan pengalaman seseorang mencintai lawan jenis adalah jalan yang sangat bagus untuk menuju cinta tertinggi. Perjuangan, pengorbanan, segala derita dan bahagia, serta kemesraan, kedekatan, dan kehangatan dalam cinta sesama adalah (mesti) menjadi tangga untuk mendaki cinta langit. Inilah yang diajarkan oleh para sufi, sebagaimana diinginkan dalam kisah Layla-Majnun. Bagi lelaki, misalnya, kecintaan kepada perempuan adalah salah satu cara mencintai Tuhan. Apa yang ia lakukan, perjuangan, kesungguhan, bahkan penderitaan yang ia rasakan saat berpisah dengan kekasih insani itu adalah modal besar untuk melakukan hal yang sama kepada kekasih Sejati. Dan, tentu, Kekasih Sejati paling berhak mendapatkan kegilaan seorang pecinta, ketimbang kekasih insani jika untuk kekasih insani kita dapat berbuat sesuatu tanpa lelah dan keluh kesah, maka terlebih23

kepada-Nya. Kita akan dapat menikmati penghambaan kepada Tuhan tanpa resah, jika kita mendekati-Nya dnegna cinta. Dan, kenikmatan mencintai-Nya akan mengalahkan segala kenikmatan yang pernah ada di dunia ini. Setidaknya, itulah yang telah dirasakan oleh para pecinta-Nya.

24

BAB III PENUTUP 3.1. Analisis Berhubung buku ini membahas tasawuf, dan perlu kita memahami tasawuf terlebih dahulu. Secara bahasa tasawuf diartikan sebagai Sufisme (bahasa arab: ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata Sufi. Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari Suf ( ,)bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa ( ,)yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan. Yang lain menyarankan bahwa etimologi dari Sufi berasal dari Ashab alSuffa (Sahabat Beranda) atau Ahl al-Suffa (Orang orang beranda), yang mana adalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa Para pengkaji tentang tasawuf sepakat bahwasanya tasawuf berazaskan kezuhudan sebagaimana yang diperaktekkan oleh Nabi Saw, dan sebahagian besar dari kalangan sahabat dan tabiin. Kezuhudan ini merupakan implementasi dari nashnash al-Quran dan Hadis-hadis Nabi Saw yang berorientasi akhirat dan berusaha untuk menjuhkan diri dari kesenangan duniawi yang berlebihan yang bertujuan untuk mensucikan diri, bertawakkal kepada Allah Swt, takut terhadap ancaman-Nya, mengharap rahmat dan ampunan dari-Nya dan lain-lain. Meskipun terjadi perbedaan makna dari kata sufi akan tetapi jalan yang ditempuh kaum sufi berlandasakan Islam. Diantara ayat-ayat Allah yang dijadikan landasan akan urgensi kezuhudan dalam kehidupan dunia adalah firman Allah dalam al-Quran yang Artinya : Barang siapa yang

menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kamiberikan kepadanya25

sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. (Q.S Asy-Syuura [42] : 20). Diantara nash-nash al-Quran yang mememerintahkan orang-orang beriman agar senantiasa berbekal untuk akhirat adalah firman Allah dalam Q.S al-Hadid [57] ayat: 20 yang Artinya : Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Ayat ini menandaskan bahwa kebanyakan manusia melaksanakan amalanamalan yang menjauhkannya dari amalan-amalan yang bermanfaat untuk diri dan keluarganya, sehingga mereka dapat kita temukan menjajakan diri dalam kubangan hitamnya kesenangan dan gelapnya hawa nafus mulai dari kesenangan dalam berpakaian yang indah, tempat tinggal yang megah dan segala hal yang dapat menyenangkan hawa nafsu, berbangga-bangga dengan nasab dan banyaknya harta serta keturunan (anak dan cucu). Akan tetapi semua hal tesebut bersifat sementar dan dapat menjadi penyebab utama terseretnya seseorang kedalam azab yang sangat pedih pada hari ditegakkannya keadilan di sisi Allah, karena semua hal tersebut hanyalah kesenangan yang melalaikan, sementara rahmat Allah hanya terarah kepada mereka yang menjauhkan diri dari hal-hal yang melallaikan tersebut. Ayat al-Quran lainnya yang dijadikan sebagai landasan kesufian adalah ayatayat yang berkenaan dengan kewajiban seorang mumin untuk senantiasa bertawakkal dan berserah diri hanya kepada Allah swt semata serta mencukupkan bagi dirinya cukup Allah sebagai tempat menggantungkan segala urusan, ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan hal tersebut cukup variatif tetapi penulis mmencukupkan pada satu diantara ayat ayat tersebut yaitu firman Allah dalam Q.S ath-Thalaq [65] ayat : 3 yang Artinya : Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangkasangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.26

Diantara ayat-ayat al-Quran yang menjadi landasan munculnya kezuhudan dan menjadi jalan kesufian adalah ayat-ayat yang berbicara tentang rasa takut kepadan Allah dan hanya berharap kepada-Nya diantaranya adalah firman Allah dalam Q.S asSajadah [ ] ayat : 16 yang Artinya: Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap Maksud dari perkataan Allah Swt : Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya adalah bahwa mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur untuk mengerjakan shalat malam. Buku yang membahas mengenai Cinta ini, memaparkan bahasannya dengan penuh bahasa sastra yang terlalu berlebih, penggunaan majas yang sama pada satu paragraf pada awalnya, membuat decak kagum, namun pada penggunaan berikutnya yang terlalu banyak, menjadi mejemukan. Pesan-pesan penting yang ingin disampaikan penulis, cukup tersampaikan secara sistematis, meskipun pada pembagian bagian-bagian tidak terlalu menunjukkan kesan yang sistematis. Pemaparan kisah-kisah penuh hikmah, semisal Laila dan Majnun, dan kisah lainnya, disampaikan secara menarik, penuh penghayatan, dramatis, dan bahasan hikmah atau kajian yang dipaparkan memberikan pemahaman yang mendalam. Kisah tersebut juga dijelaskan dalam pandangan tasawuf atau sufistik yang acap kali sulit dipahami oleh pandangan orang awam. Misalnya saja Qais yang begitu tergila-gila kepada Laila hingga ia disebut Majnun (gila) dan dalam kacamata sufi, dianalogikan bahwa kecintaan Majnun pada Laila, bagai kecintaan pecinta terhadap kekasih, hamba terhadap penciptanya. Materi yang disampaikan mengenai hubungan sosial dan spiritual laki-laki dan perempuan, membuat pembaca menyadari fakta dan realita selalu direndahkannya perempuan dalam hampir setiap keadaan. Meskipun sepanjang sejarah kemanusiaan selalu ada satu atau dua orang perempuan yang tampil memimpin dunia. Mereka adalah lelaki dengan suara yang menggoda, senyum yang memikat, dan wangi parfum yang memperdaya. Mereka tetap berada dalam kerangkeng dominasi laki-laki, mereka tetap berada dalam sangkar kesenangan yang diciptakan dan dihiasi sendiri oleh kaum pria. Sekalipun secara Fisikal perempuan yang memimpin dan berkuasa, namun jiwa yang mengendalikan tetap laki-laki.

27

Buku ini memang hanya mengambil sedikit ayat dalam alquran, begitu pula hadist, buki ini lebih banyak menggunakan akal pikiran logis dan kreatif dalam memahami Cinta kepada Sang Pencipta. Dalam buku ini dipaparkan mengenai ketetapan Tuhan yang menciptakan segala sesuatu berpasangan tiak ada sesuatu di alam dunia ini kecuali ia memiliki pasangan. Dan itu ditetapkan oleh Tuhan. Paparan mengenai Definisi Cinta yang menggunakan pendekatan makna kata berdasarkan pendapat Ibnu al-Qayyim al-Jawziyah. Pertama, kata hubb berarti al-shafa wa al-bayadh, suci-bersih dan putih. Bagian dari gigi yang putih dan bersih disebut oleh orang Arab dengan habab al asnan. Kata habab berasal dari akar kata yang sama dengan kata hubb. Berarti bahwa salah satu definisi cinta adalah bersih, suci, tulus atau murni. Kedua, arti hubb adalah al-uluww wa al-zhuhur, tinggi dan muncul. Bagian air hujan yang paling tinggi disebut dengan habab al-ma, yakni bagian air yang paling tinggi. Berarti bahwa definisi kedua dari cinta adalah harus meninggi dan muncul. Ketiga, kata hubb juga kerap dipakai untuk mengungkapkan air yang melimpah di atas gelas habab al-ma, artinya air yang melimpah. Artinya cinta harus melimpah dan penuh. Keempat, kata hubb berasal dari kata habba. Kata habba juga dipakain untuk yang menelungkup dan tidak mau bangun. Untuk unta yang sedang menelungkup atau menderum, orang Arab menyebutnya dengan habba al-bair. Berarti Cinta itu menetap dan terus menerus berada di suatu tempat. Kelima, kata hubb juga berarti inti dari segala sesuatu, atau lubb. Bentuk jamak dari kata lubb adalah albab. Kata ulul albab artinya orang-orang yang memahami inti segala sesuatu. Ungkapan habab al-qalb, artinya jantung hati, atau bagian hati yang paling dalam. Kata hubb juga memiliki akar kata yang sama dengan habbah, yang artinya biji atau benih. Biji atau benih adalah asal tumbuhnya suatu tanaman. Berarti cinta merupakan sesuatu yang sangat inti, sangat dalam, sangat bermakna; ia merupakan asal segala sesuatu. Keenam, kata habba berarti memelihara, menjaga atau menahan. Berarti cinta berfungsi melindungi dan menjaga kekasih yang dicintai. 3.2. Kesimpulan28

Perjalanan mencintai Tuhan harus diikuti dengan mencintai makhluk-Nya. Akan tetapi, jelas, kendali kecintaan kepada makhluk itu tetap ada pada-Nya. Tidak ada cinta sejati, kecuali cinta Tuhan tidak ada yang abadi, selain cinta Ilahi. Kecintaan pada manusia ada batasnya. Seringnya pertemuan bahkan bisa melahirkan kejemuan seorang pecinta. Karena jemu sesungguhnya fitrah manusia. Akan tetapi, mencintai Tuhan takkan menjemukan, alasannya karena, berbeda dengan manusia yang bisa dilihat secara langsung dan konkret, maka Tuhan tidak. Tuhan adalah Zat Yang Tersembunyi (al-Bathin). Keindahan teragungnya selalu tersimpan rapih dan belum tersingkap. Jika semua keindahan di alam dunia in baru satu persen saja, maka keindahan Teragung yang tersimpan masih sembilan puluh sembilan persen lagi. Pecinta Tuhan takkan membiarkan dirinya egois untuk berdua-duaan denganNya di tempat sunyi. Namun justru akan terus bersama-Nya ke mana pun pergi, untuk menyebarkan keindahan Kekasih, serta mengajak manusia untuk ikut menuju-Nya, dan merasakan keindahan-Nya. Jika seseorang merasa dekat dengan-Nya hanya di masjid, atau saat salat, sementara di tempat yang lain tidak, maka ia telah menjadi seorang sekuler. Yang memisahkan agama dari dunia. Padahal kata Nabi, semua buni ini adalah masjid. Artinya, seorang Mukmin harus dekat kepada-Nya di mana pun ia berada. Apa pun pekerjaan yang dilakukan, di mana pun tempat yang dipijak, dan kapan pun waktu yang meliput, seorang Mukmin akan dekat dengan Tuhan. Karena Tuhan selalu bersamanya ke mana pun dan di mana pun ia berada. Ia akan persembahkan dirinya untuk Tuhan di semua waktu dan tempat. Salat, ibadah, hidup dan mati ia serahkan sepenuhnya kepada-Nya. Semakin berat ekspresi kecintaan seorang mukmin yang ditebarkan kepada makhluk, semakin berat beban kecintaan yang ditanggung untuk membebaskan para hamba, berarti semakin berkualitas pula kecintaannya kepada Allah. Jika di antara problem-problem terbesar kemanusiaan saat ini adalah krisis akhlak, spiritual, dan ekonomi, maka para pembebas di wilayah ini berpeluan besar menjadi pecinta Tuhan yang cemerlang. Para teladan akhlak, para penyiram spiritual, para pencerah kesadaran, dan para pencipta lapangan kerja dan penerabas pengangguran selagi mereka selslu bersama-Nya- adalah para pecinta yang berkualitas tinggi.Pecinta sejati adalah orang yang melakukan transformasi cinta. Ia bergerak dari kecintaan kepada makhluk, menuju kecintaan kepada Tuhan. Selanjutnya dari kecintaan kepada Tuhan, menuju kecintaan kepada makhluk, dengan Tuhan. Ia akan selalu bersama-Nya baik29

di tempat sunyi maupun ramai. Ia takkan pernah meninggalkan Tuhan di masjid atau mihrab.

30