Upload
amsal-werik-simson-sinaga
View
255
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
batubar
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Kasih KaruniaNya serta KemurahanNya. Sehingga kami diberi
kesempatan untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah Batubara. Sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas tepat waktu.
Tugas ini merupakan suatu tugas dari Mata Kuliah Batubara yang harus
ditempuh dalam Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas
Palangka Raya. Selain untuk menyelesaikan tugas ternyata tugas ini juga memberi
manfaat baik kepada penulis maupun kepada pembaca dari segi akademik maupun
pengalaman.
Penulis mengakui tidaklah sempurna seperti kata pepatah “tak ada gading yang
tak retak” begitu pula dalam penulisan tugas ini. Apabila nanti terdapat kekeliruan
dalam penulisan tugas ini penulis sangat mengharapkan kritik dan sarannya demi
tercapainya laporan tugas yang baik.
Akhir kata semoga Tugas Batubara ini dapat memberikan banyak manfaat bagi
kita semua.
Palangka Raya, 15 Oktober 2015
Penyusun,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ii
BAB I ............................................................................................................................1
1.1...................................................................................................... Definisi Batubara
.................................................................................................................................1
1.2.................................................................... Sejarah Singkat Pemanfaatan Batubara
.................................................................................................................................2
1.3................................................................................ Pasang Surut Peranan Batubara
.................................................................................................................................3
BAB II ..........................................................................................................................7
2.1. Sejarah Pertambangan Batubara di Indonesia ......................................................7
BAB III .......................................................................................................................15
3.1. Rantai Rangkaian Pemanfaatan Batubara .........................................................15
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................iii
ii
BAB I
1.1. Defenisi Batubara
Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil yang terbentuk dari endapan,
batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara
terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan
diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga
membentuk lapisan batubara. Proses Pembentukan batubara itu sendiri dimulai sejak
zaman batubara pertama (Carboniferous Period / Periode Pembentukan Karbon atau
Batubara), yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu.
Mutu dari setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta
lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai‘maturitas organik’. Proses awalnya
gambut berubah menjadi lignite (batubara muda) atau‘brown coal (batubara coklat)’
Ini adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan
batubara jenis lainnya, batubara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari
hitam pekat sampai kecoklat – coklatan.
Akibat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun,
batubara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas
organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara ‘sub-bitumen’.
Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih keras
dan warnanya lebih hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau‘antrasit’. Dalam kondisi
yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung
hingga membentuk antrasit.
1
2
1.2. Sejarah Singkat Pemanfaatan Batubara
Penggunaan batubara memiliki sejarah yang panjang dan beragam. Beberapa
ahli sejarah yakin bahwa batubara pertama kali digunakan secara komersial di Cina.
Ada laporan yang menyatakan bahwa suatu tambang di timur laut Cina menyediakan
batubara untuk mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang logam sekitar tahun
1000 SM. Salah satu dari rujukan batubara yang pertama kali diketahui dibuat oleh
seorang filsuf dan ilmuwan Yunani Aristoteles, yang menyebutkan arang seperti batu.
Abu batubara yang ditemukan di reruntuhan bangsa Romawi di Inggris menunjukkan
bahwa bangsa Romawi menggunakan batubara sebagai sumber energi pada tahun 400
SM. Catatan sejarah dari abad pertengahan memberikan bukti pertama penambangan
batubara di Eropa, bahkan suatu perdagangan internasional batubara laut dari lapisan
batubara yang terpapar di pantai Inggris dikumpulkan dan diekspor ke Belgia.
Selama revolusi industri pada abad ke-18 dan abad ke-19, kebutuhan akan
batubara amat mendesak. Penemuan besar mesin uap oleh James Watt, yang
dipatenkan pada tahun 1769, sangat berperan dalam pertumbuhan penggunaan
batubara. Riwayat penambangan dan penggunaan batubara tidak dapat dipungkiri
3
berkaitan dengan Revolusi Industri – produksi besi dan baja, transportasi kereta api
dan kapal uap. Batubara juga digunakan untuk menghasilkan gas untuk lampu gas di
banyak kota, yang disebut ‘kota gas’. Proses pembentukan gas dengan menggunakan
batubara ini menunjukkan pertumbuhan lampu gas di sepanjang daerah metropolitan
pada awal abad ke-19, terutama di London. Penggunaan gas yang dihasilkan batubara
untuk penerangan jalan akhirnya digantikan oleh munculnya zaman listrik modern.
Dengan perkembangan tenaga listrik pada abad ke-19, masa depan batubara sangat
terkait dengan pembangkit listrik tenaga uap. Pusat pembangkit listrik tenaga uap
yang pertama yang dikembangkan oleh Thomas Edison, mulai dioperasikan di Kota
New York pada tahun 1882, yang mencatu daya untuk lampu-lampu rumah.
Akhirnya pada tahun 1960-an, minyak akhirnya mengambil alih posisi
batubara sebagai sumber energi utama dengan pertumbuhan yang pesat disektor
transportasi. Batubara masih memainkan peran yang penting dalam kombinasi energi
utama dunia, dimana memberikan kontribusi sebesar 23.5% dari kebutuhan energi
utama dunia pada tahun 2002, 39% dari kebutuhan listrik dunia, lebih dari dua kali
lipat sumber daya terbesar berikutnya,dan masukan penting sebesar 64% dari
produksi baja dunia.
1.3. Pasang Surut Peranan Batubara
Selama Revolusi Industri pada abad 18 dan 19, kebutuhan akan batubara amat
mendesak. Penemuan revolusional mesin uap oleh James Watt, yang dipatenkan pada
tahun 1769, sangat berperan dalam pertumbuhan penggunaan batubara. Oleh karena
itu, riwayat penambangan dan penggunaan batubara tidak dapat dilepaskan dari
sejarah Revolusi Industri, terutama terkait dengan produksi besi dan baja, transportasi
kereta api dan kapal uap. Namun tingkat penggunaan batubara sebagai sumber energi
primer mulai berkurang seiring dengan semakin meningkatnya pemakaian minyak.
Dan akhirnya, sejak tahun 1960 minyak menempati posisi paling atas sebagai sumber
energi primer menggantikan batubara. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa
4
batubara akhirnya tidak berperan sama sekali sebagai salah satu sumber energi
primer.
Krisis minyak pada tahun 1973 menyadarkan banyak pihak bahwa
ketergantungan yang berlebihan pada salah satu sumber energi primer, dalam hal ini
minyak, akan menyulitkan upaya pemenuhan pasokan energi yang kontinyu. Selain
itu, labilnya kondisi keamanan di Timur Tengah yang merupakan produsen minyak
terbesar juga sangat berpengaruh pada fluktuasi harga maupun stabilitas pasokan.
Keadaan inilah yang kemudian mengembalikan pamor batubara sebagai alternatif
sumber energi primer, disamping faktor faktor berikut ini:
1. Cadangan batubara sangat banyak dan tersebar luas.
Diperkirakan terdapat lebih dari 984 milyar ton cadangan batubara terbukti
(proven coal reserves) di seluruh dunia yang tersebar di lebih dari 70 negara.
Dengan asumsi tingkat produksi pada tahun 2004 yaitu sekitar 4.63 milyar ton
per tahun untuk produksi batubara keras (hard coal) dan 879 juta ton per tahun
untuk batubara muda (brown coal), maka cadangan batubara diperkirakan
dapat bertahan hingga 164 tahun. Sebaliknya, dengan tingkat produksi pada
saat ini, minyak diperkirakan akan habis dalam waktu 41 tahun, sedangkan
gas adalah 67 tahun. Disamping itu, sebaran cadangannya pun terbatas,
dimana 68% cadangan minyak dan 67% cadangan gas dunia terkonsentrasi di
Timur Tengah dan Rusia.
2. Negara – Negara maju dan Negara – Negara berkembang terkemuka memiliki
banyak cadangan batubara. Berdasarkan data dari BP Statistical Review of
Energy 2004, pada tahun 2003, 8 besar negara negara dengan cadangan
batubara terbanyak adalah Amerika Serikat, Rusia, China, India, Australia,
Jerman, Afrika Selatan, dan Ukraina.
3. Batubara dapat diperoleh dari banyak sumber di pasar dunia dengan pasokan
yang stabil.
4. Harga batubara yang murah dibandingkan dengan minyak dan gas.
5. Batubara aman untuk ditransportasikan dan disimpan.
5
6. Batubara dapat ditumpuk di sekitar tambang, pembangkit listrik, atau lokasi
sementara.
7. Teknologi pembangkit listrik tenaga uap batubara sudah teruji dan handal.
8. Kualitas batubara tidak banyak terpengaruh oleh cuaca maupun hujan.
9. Pengaruh pemanfaatan batubara terhadap perubahan lingkungan sudah
dipahami dan dipelajari secara luas, sehingga teknologi batubara bersih (clean
coal technology) dapat dikembangkan dan diaplikasikan.
Masyarakat industri mulai sadar akan manfaat batubara dalam melaksanakan
kegiatannya. Sesudah terjadi krisis minyak tahun 1973/1974 yang melambungkan
harga minyak babak pertama (US$ 10 – US$ 12/bbl) yang kemudian diperkuat lagi
dengan krisis minyak kedua pada waktu pecah perang Iran – Irak 1979 menyebabkan
harga minyak melambung sampai US$ 40/bbl.
Sebenarnya batubara sudah dikenal terlebih dahulu pada abad 18. Bersama
dengan baja telah mencetuskan revolusi industri yang diawali dengan penemuan
mesin uap. Peranan batubara mencapai puncaknya dekat sebelum pecah Perang Dunia
I sewaktu 80% dari kebutuhan energi dunia bersumber dari bahan bakar batubara.
Dengan demikian maka saat puncak penggunaan betubara terjadi sebelum pecah
Perang Dunia I. Dengan meletusnya Perang Dunia I, pola penggunaan batubara
sangat terganggu dan masyarakat dunia menjadi sadar apabila selalu bertumpu pada
satu jenis bahan energi yaitu betubara pada akhirnya akan mengalami kesulitan. Hal
ini tercermin pada penggunaan bahan bakar pada kapal-kapal mesin uap yang tadinya
100% menggunakan batubara (sebelum Perang Dunia I) kemudian secara lambat laun
beralih ke minyak.
Di Indonesia sebelum Perang Dunia II angkutan laut dan kereta api
sepenuhnya mengguanakan batubara, tetapi kemudian berangsur-angsur beralih ke
bahan bakar minyak yang lebih mudah diperoleh. Kini dengan terjadinya krisis
minyak tahun 1973/1974 kebalikannya telah terjadi yaitu dunia mulai sadar bahwa
konsumsi energi terlalu besar bertumpu pada minyak. Dengan demikian jelas bahwa
6
tumpuan energi pada suatu jenis akan sangat tidak mengenakan, oleh sebab itu perlu
dicari energi alternatif.
Energi alternatif yang dimaksud bukan saja terdiri dari batubara tetapi
sementara itu sumberdaya gas alam, dan nuklir telah pula dimanfaatkan dalam jumlah
yang tidak sedikit dan juga telah dikembangkan tenaga geotermal dan tenaga-tenaga
yang dapat diperbarui. Di dalam pemilihan energi alternatif yang dapat menggantikan
sebagian besar peranan yang diambil oleh minyak terutama dalam kondisi dan situasi
Indonesia, tidak dapat dihindarkan bahwa batubara di antara sekian energi alternatif
yang tersedia akan mengambil peranan.
BAB II
2.1. Sejarah Pertambangan Batubara di Indonesia
Pertambangan batubara di Indonesia dimulai pada tahun 1849 di Pengaran,
Kalimantan Timur N.V. Oost Borneo Maatschappij suatu perusahaan swasta memulai
kegiatan pada tahun 1888 di Pelarang, kira-kira 10 km sebelah tenggara Samarinda.
Menjelang Perang Dunia I ada beberapa perusahaan kecil yang bekerja di Kalimantan
Timur. Di Sumatera kegiatan pertama untuk melakukan pertambangan batubara
secara besar-besaran dimulai pada tahun 1880 di lapangan Sungai Durian di Sumatera
Barat. Usaha ini gagal karena kesulitan pengangkutan. Setelah penyelidikan dengan
seksama pada tahun 1868 – 1873, yaitu setelah diketemukannya lapangan batubara
pada tahun 1868 dibukalah pada tahun 1892 Tambang Batubara Ombilin.
Di Sumatera selatan, penyelidikan antara tahun 1915 – 1918 menghasilkan
pembukaan Tambang Batubara Bukit Asam pada tahun 1919. Tambang Batubara
Ombilin dan Bukit Asam segera menjadi dua penghasil batubara terpenting di
Indonesia. Pada tahun 1970 tiga Tambang Batubara masih bekerja yaitu Tambang
Batubara Ombilin di Sumatera barat, Bukit Asam di Sumatera Selatan dan Mahakam
di Kalimantan Timur disatukan dalam P.N. Batubara yang didirikan berdasarkan atas
Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1968. Ketiga tambang ini dikenal pula sebagai
Unit I, Unit II, dan Unit III.
Sejarah kegiatan pertambangan di Indonesia, secara resmi dapat ditemukan
dalam catatan-catatan kegiatan para geologi Belanda yang pernah melakukan survey
di negeri ini. Antara lain Ter Braake (1944) dan R .W Van Bemmelen (1949) , serta
berbagai laporan tahunan Dinas Pertambangan Hindia Belanda (“Jaarverslag Dienst
Van Den Mijn Bow”). Berdasarkan catatan-catatan tersebut terkesan bahwa seakan-
akan kegiatan usaha pertambangan di Indonesia baru dimulai sejak tahun 1899 yaitu
tahun diundangkannya Indische Mijn Wet, Stb. Tahun 1899 No.214. Pada tahun 1899
Belanda lalu menerbitkan Indische Mijn Wet Stb.1899 No.214, yang mengatur secara
khusus tentang perijinan yang bersifat publik dibidang Pertambangan, yang diatur
7
8
sesuai konsep hukum perdata barat. Dimana semua perijinan yang bersifat publik
diberikan dalam bentuk “Konsesi”, seperti Konsesi Hutan yang selanjutnya dikenal
sebagai Hak Penebangan Hutan atau HPH, Konsesi Perkebunan, sesuai UU
Agrarische Wet Stb. 1870 No.55 dan Konsesi Pertambangan baik untuk
Pertambangan Umum maupun Minyak dan Gas berdasarkan Indische Mijn
Wet Stb.1899 No. 214. Pelaksanaan pemberian Konsesi oleh Pemerintah Hindia
Belanda ini, dilakukan dalam rangka menetapkan politik dan kebijaksaan kolonialnya
atas kekayaan alam bahan galian di Indonesia.Undang-undang pertambangan Hindia
Belanda ini lahir, dari perkembangan politik pada waktu itu dilandasi oleh pemikiran
yang liberalistis dan kapitalis. Kebijakan politik penjajah dibidang pertambangan ini
telah melapangkan jalan bagi “Konsesi Pertambangan”.
“Suatu periode dimana manajemen pengusahaan dan pemilikan hasil produksi
bahan galian atau mineral sepenuhnya berada di tangan pihak pemegang konsesi
pertambangan”, dan Negara ( Pemerintah Kolonial ) hanya menerima bersih Iuran
Pertambangan sebesar 0,25 Gulden per hektar setiap tahun serta 46 % dari hasil
kotor ( Pasal. 35 Indische Mijn Wet Stb.1899 No.214 ).
Konsep pemberian “hak konsesi” ini, berasal dari konsep hukum Perdata
Barat (Belanda) untuk membuka pertambangan, jalan dan fasilitas lain seperti yang
dituangkan dalam Indische Mijn West 1899 tentang “konsesi” ini, yaitu:
“Suatu izin dari pemerintah untuk membuka tanah dan untuk menjalankan suatu
usaha diatasnya, untuk membuka jalan, untuk menambang. Berdasarkan Pasal 4 ayat
(1) Undang-Undang Pokok Agraria, hak konsesi ini dapat dikonversi menjadi Hak
Guna Usaha (HGU).
Hak Guna Usaha yang diberikan oleh Belanda berdasarkan hak konsesi.
Pemberian ini dapat diberikan pada pihak asing yang ingin menanamkan modalnya di
Indonesia. Tentu ini sangat mengiurkan bagi pemodal asing yang ada di Eropa karena
mereka sedikit banyak telah mengenal Indonesia sebagai daerah yang kaya dengan
sumber daya alam terutama pertambangan dari laporan – laporan ahli yang pernah
ditugaskan oleh Pemerintah sendiri. Sumatera Barat merupakan daerah yang dilalui
9
bukit barisan. Bukit Barisan membujur di sepanjang punggung Sumatra. Di Sumatera
Barat dikelilingi oleh gunung – gunung, yakni Gunung Merapi, Gunung Sago,
Gunung Singgalang, Gunung Talang, Gunung Pasaman dan Gunung Kerinci.
Wilayah Sumatera Barat terdapat daerah yang paling subur. Daerah ini di
sebut darek (darat dalam bahasa Indonesia) atau daerah pedalaman, daerah kebalikan
dari darek, yakni rantau adalah daerah luar dari darek atau daerah perbatasan. Suku
yang mayoritas mendiami Sumatera Barat adalah etnik Minangkabau. Menurut
Sensus Pemerintahan Hindia Belanda tahun 1930 adalah 3 persen penduduk
Minangkabau dari penduduk pribumi Indonesia. Peranan orang Minangkabau
mempunyai peranan penting dalam sejarah Indonesia. Hal ini terbukti dari banyak
tokoh – tokoh pergerakan rentang tahun 1920 – 1945 antara lain M. Hatta, Haji Agus
Salim, M. Natsir, dan Sutan Sjahrir. Sedangkan Posisi Sumatera Barat terletak antara
0° 54′ Lintang Utara dan 3° 30′ Lintang Selatan serta 98° 36′ Bujur Timur dan 101°
53 Bujur Barat. Tercatat memiliki luas wilayah sekitar 42, 2 Km² atau 2.17 % dari
luas Republik Indonesia. Kondisi daerah yang memiliki contour bukit dan gunung
tinggi dan bebetuan yang sudah mulai tua memungkinkan keberadaaan bahan
tambang. Memulai kegiatan penambangan di Indonesia dilandasi oleh banyaknya
cekungan yang mengandung bahan tambang yang saat itu menjadi komodi primadona
sehingga pemerintah Kolonial Belanda diuntungkan dari penambangan dan
penanaman modl asing. Setidaknya jutaan ton material tambang dihasilkan seperti
batubara, tembaga, emas, maupun timah. Batubara sebagai salah satu hasil tambang
terbesar di Indonesia seperti Kalimantan, Sulawesi, Sumatera Selatan, sedangkan
untuk daerah Sumatera Barat batubara tersebut terletak didaerah Ombilin. Batubara
Ombilin adalah batubara yang berkualitas tinggi dan jumlahnya cukup banyak,
sebelum dibuka pertambangan Bukit Asam di Sumatera Selatan.
Di Sumatera Barat telah dibuka pertambangan batubara yang dikelola oleh
tambang oleh pemerintahan Hindia Belanda. Pada awalnya batubara hanya dipakai
untuk kapal – kapal uap pemerintahan dan swasta baru kemudian dipergunakan untuk
kereta api. Pada akhirnya Belanda mengirim ahli-ahli untuk melakukan kegiatan
10
survey lebih lanjut tentang ketersediaan batubara di setiap daerah di Indonesia
termasuk Sumatera Barat. Penemuan batubara di Sumatera Barat dilakukan oleh
orang Belanda. W.H. de Greve seorang geolog muda Belanda ditugaskan oleh
Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1867 untuk melakukan ekspedisi di
pedalaman Minangkabau. Temuan de Greeve dilaporkan pada tahun 1871 dengan
judul Het Ombilien-kolenveld in de Padangsche Bovenlanden en het transportstelsel
op Sumatra’s Westkust. Dalam laporan De Greve menemukan lokasi-lokasi yang
mengandung batubara. Setelah de Greve meninggal tahun 1872. Ekspedisi dilanjutkan
oleh RDM Verbeek tahun 1875 sesuai dengan laporan De Grave.
Menurut laporan De Greve daerah yang mengandung batu bata terletak di
sepanjang Sungai Ombilin, sebelumnya sungai ini bergabung dengan Sungai
Sinamar. Mulai dari lembah kiri – kanan Sungai Ombilin yang mengandung batubara
di sebelah utara dibatasi oleh garis dari Sijantan sampai ke arah timur. Di sebelah
Barat Sijantan sampai Lubukkama. Di sebelah selatan dibatasi oleh bukit – bukit
kapur dari Sibrambang hingga Silungkang. Di bagian timur dibatasi oleh Sungai
Lunto maupun Pandan. Diantara batas – batas inilah Sungai Ombilin mengalir
sepanjang 6 Km, diantara lereng bukit Sigaluik. Masyarakat di daerah tersebut, pada
saat itu tidak mengetahui adanya batubara di lokasi tersebut karena pada waktu itu
pekembangan teknologi belum maju.
Verbeek pernah menuliskan tentang cadangan batubara yang ada di
Sawahlunto yang bermula dari Sungai Durian. Geolog ini menaksir cadangan paling
sedikit 200 juta ton. Jumlah ini ada di seluruh daerah mengandung batubara. Verbeek
membagi perbandingan cadangan batubara yaitu : daerah Perambahan 20 juta ton,
Sigaluik 80 juta ton, Sungai Durian 93 juta ton, daerah sebelah Barat Lurah Gadang 4
juta ton, dan daerah Sugar. Pada tahun 1891, Sungai Durian menjadi titik tolak
dimulai pertambangan batubara di Kota Sawalunto. Kemudian berkembang ke daerah
Sawah Rasau, Waringin dan Lembah Soegar.
Setelah dimulainya kegiatan penambangan tersebut, Sawahlunto mulai
menjadi pemukiman pekerja tambang pada tahun 1887, untuk mendukung
11
penambangan Pemerintah Hindia Belanda menginvestasikan uang sejumlah 5,5 juta
Gulden untuk pembangunan fasilitas perusahaan tambang batubara Ombilin salah
satu fasilitasnya adalah kereta api. Tahun 1894 Sawahlunto telah terhubung dengan
kota Padang oleh jalur kereta api, sehingga mempermudah kegitaan penambangan,
pendistribusian batubara serta turut mempercepat perkembangan Sawahlunto sampai
masa kejayaan pada tahun 1930-an.
Kegiatan penambangan yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda
cukup berhasil.Pada masa ini, aktivitas ekonomi di daerah Ombilin merupakan salah
satu pusat industri. Beberapa tahun saja setelah berproduksi, ternyata tidak hanya
memberikan keuntungan akan tetapi memberikan harapan pada masa yang akan
datang. Seluruh pengeluaran sampai tahun pada 1899 yakni penambangan
Sawahlunto pembangunan fasilitas dan instalasi di Teluk Bayur sejumlah 1.372.000
Gulden, pengeluaran untuk pembuatan jalur kereta api 30.238.000 Gulden dan
pembuatan Pelabuhan Teluk Bayur 3.424.000 maka pegeluaran semuanya 35.034.000
Gulden. Sedangkan keuntungan yang didapat pada pada akhir abad ke-19 berjumlah
1.334.000 Gulden sudah termasuk seluruh pengeluaran, tidak kurang dari 6,2 %
keuntungan ditambah lagi terjadi kenaikan keuntungan 3,3 % dari tahun 1896. Untuk
produksi terjadi peningkatan mulanya 1.758 ton tahun1892 menjadi 100 ribu ton
bahkan pada tahun 1901 terjadi peningkatan 200 ribu ton.
Peningkatan jumlah produksi tidak lepas dari peranan kuli kontrak dan orang
rantai yang dibayar sangat murah sehingga pengeluaran ditekan serendah mungkin.
Melibatkan ribuan pekerja, pada umumnya pekerja adalah orang kuli kontrak dan
orang hukuman yang sering disebut dengan orang rantai karena mereka memakai
kalung besi di leher.Kuli kontak pada umumnya berasal dari Cina (terutama
Singapura) dan orang Jawa. Sedangkan orang rantai orang yang dihukum oleh
Belanda karena melakukan perlawanan terhadap Belanda di daerah asal mereka.
Pengunaan orang rantai sebagai kuli untuk menghemat biaya pengeluaran, karena
kebanyak dari kuli ini adalah orang – orang tahanan. Sejarah pertambangan batubara
secara modern diawali dengan penemuan cebakan batubara di Ombilin tahun 1856,
12
yang dilanjutkan dengan pekerjaan persiapan selama lebih kurang 36 tahun sebelum
produksi pertama tahun 1892. Pekerjaan persiapan tersebut termasuk membangun rel
kereta api dari kota Padang ke Sawahlunto – yang selanjutnya berperan penting
dalam pembangunan Sumatra Barat.
Jalan masuk tambang Ombilin pada tahun 1971
Selain di Ombilin, pertambangan batubara juga dibuka di Tanjung Enim
(Sumatra Selatan), tepi sungai Mahakam (Kalimantan Timur), Pulau Laut
(Kalimantan Selatan). Empat phase penting dari perkembangan pertambangan
batubara Indonesia:
1. Sebelum tahun 1941. Awal dibukanya tambang-tambang batubara modern:
Ombilin – tambang bawah tanah Tanjung Enim – tambang terbuka. Tepi sungai
Mahakam – tambang bawah tanah.
Pemakai batubara: transportasi (kereta api), pabrik semen, industri manufaktur
dan industri kecil – terutama di sekitar tambang batubara.
Pabrik Semen Padang dibangun tahun 1910 menggunakan batubara dari
Ombilin.
Produksi meningkat hingga mencapai sekitar 2 juta ton/tahun.
13
2. Antara 1941 sampai tahun 1974
Pendudukan Jepang mengambil alih tambang tambang yang ada dan
dimanfaatkan untuk keperluan perang.
Setelah kemerdekaan dan nasionalisasi pada pertengahan tahun 50-an,
produksi menurun karena pemakai batubara mulai berkurang dan kekurangan
tenaga ahli, walaupun ada bantuan teknik dari Polandia pada awal tahun 60-
an.
Batubara mulai ditinggalkan, diganti oleh minyak .
Tingkat produksi mencapai titik terrendah pada tahun 1969 (sekitar 200 ribu
ton/tahun).
Awal tahun 70-an krisis minyak membuat perhatian kembali ke batubara.
3. Antara 1974 sampai tahun 1991.
Kontrak karya pertama dengan Shell Mijnbouw – di Sumatera Selatan, sekitar
Tanjung Enim pada tahun 1974 – berakhir tahun 1978 tanpa kelanjutan.
Awal 80-an proyek terpadu pengembangan tambang Bukit Asam, jalur kereta
api dari Tanjung Enim ke Tarahan (Lampung) dan PLTU Suralaya.
PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) terpisah dari PN Tambang
Batubara.
PN Tambang Batubara menandatangani kontrak kerjasama (KKS) dengan
perusahaan asing untuk pengembangan pertambangan batubara di berbagai
tempat di Kalimantan dan Sumatra.
Tahun 1990 – PN Tambang Batubara dibubarkan dan dilebur ke PTBA
Tahun 1990 beberapa tambang KKS telah memasuki tahap operasi produksi
4. Sejak 1991
Produksi batubara Indonesia terus meningkat secara signifikan – terutama dari
tambang – tambang milik PTBA dan KKS.
Tahun 1995 PTBA tidak lagi sebagai prinsipal KKS – diambil alih oleh
pemerintah – menjadi PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara).
14
Sampai saat ini sudah 3 generasi PKP2B
Kebutuhan domestik meningkat dengan dibangunnya PLTU-PLTU baru.
Ekspor juga meningkat dengan pesat sejalan dengan berkembangnya negara-
negara industri baru di Asia Timur.
BAB III
3.1. Rantai Rangkaian Pemanfaatan Batubara
1. Pemanfaatan Batubara
Batubara memiliki berbagai penggunaan yang penting di seluruh dunia.
Penggunan yang paling penting adalah untuk :
a. Bahan bakar pembangkit listrik.
b. Produksi besi dan baja.
c. Bahan bakar pembuatan semen.
d. Bahan bakar cair.
Penggunaan batubara yang penting lainnya mencakup pusat pengolahan
alumina, pabrik kertas, dan industri kimia serta farmasi. Beberapa produk kimia
dapat diproduksi dari hasil – hasil sampingan batubara. Terbatubara yang dimurnikan
digunakan dalam pembuatan bahan kimia seperti minyak kreosot, naftalen, fenol dan
benzene. Gas amoniak yang diambil dari tungku kokas digunakan untuk membuat
garam amoniak, asam nitrat dan pupuk tanaman. Ribuan produk yang berbeda
memiliki komponen batubara atau hasil sampingan batubara : sabun, aspirin, zat
pelarut, pewarna, plastik dan fiber, seperti rayon dan nylon. Batubara juga
merupakan suatu bahan yang penting dalam pembuatan produk – produk tertentu:
Karbon teraktivasi – digunakan pada saringan air dan pembersih udara serta
mesin pencuci darah.
Serat karbon – bahan pengeras yang sangat kuat namun ringan yang digunakan
pada konstruksi, sepeda gunung dan raket tenis.
Metal silikon – digunakan untuk memproduksi silikon dan silan, yang pada
gilirannya digunakan untuk membuat pelumas, bahan kedap air, resin, kosmetik,
shampo dan pasta gigi.
Batubara sebagai bahan galian memiliki peran penting. Misalnya sebagai bahan
bakar alternative nonminyak dan gas (nonmigas), digunakan dalam industri
kimia dan industri lainnya.
15
16
1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Pembakaran batubara merupakan pemanfaatan batubara secara
langsung untuk memperoleh energi panas dan menghasilkan gas buang (flue
gas) dan abu. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) merupakan salah satu
contoh pemanfaatan batubara secara langsung. Dalam pemanfaatn tersebut,
batubara uap dibakar dipembangkit uap (bolier) untuk menghasilkan panas
yang akan digunakan untuk mengubah air menjadi uap air, yang selanjutnya
digunakan untuk menggerakkan turbin uap dan memutar generator guna
menghasilkan energi listrik. Mula-mula ukuran butiran batubara tersebut
dikecilkan hingga berukuran halus untuk menambah luas permukaannya agar
lebih mudah terbakar.Batubara tersebut kemudian disemburkan ke tungku
pembakaran bertemperatur tinggi. Gas dan energi panas yang dihasilkan
mengubah air pada tabung di sekeliling tungku tersebut menjadi uap.Uap
bertekanan tunggi memutar turbin dengan kecepatan tinggi guna
menggerakkan generator. Saat ini, penggunaan batubara sebagai sumber
energi pembangkit listrik tercatat lebih kurang 39% kebutuhan listrik dunia
(Panduan bisnis PTBA, 2008).
2. Industri besi dan baja.
Peran batubara penting dalam kegiatan industri besi dan baja.Sekitar
64% produksi baja dunia berasal dari besi. Sebagai gambaran produksi baja
dunia yang mencapai 965 juta ton pada tahun 2003 memanfaatkan batubara
sebesar 543 juta ton. Proses peleburan besi dan baja tersebut menggunakan
kokas dan batubara. Proses peleburan biji besi dilakukan dengan
menggunakan tungku peleburan tanur tinggi (blast furnace) dengan
menggunakan kokas sebagai reduktor.
17
Reaksi reduksi terjadi sebagai berikut :
C + O2 ——> 2CO2
CO2 + C ——> 2CO
Fe2O3 + 3CO ——> 2Fe + 3CO2
3. Industri Semen
Batubara digunakan sebagai sumber energi panas pada industri semen.
Pada proses pembakaran dalam tungku (klin), batubara dibakar dalam ukuran
halus (bentuk bubuk) dengan setiap 450 gram (g) batubara akan menghasilkan
semen sekitar 900g. Pada masa mendatang peran batubara masih cukup besar
dalam industri semen.
DAFTAR PUSTAKA
Ade Yusevi, Noby. ST. 2015. Teknik Eksplorasi Batubara. Coal Geology Pengenalan
Geology Batubara
Idefa, 2015 Sejarah Penggunaan Batubara,
http://idefa.blogspot.co.id/2012/10/sejarah-penggunaan-batubara.html
iii