Upload
muhammad-ulil-albab
View
233
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
qfch
Citation preview
PRESENTASI KASUS
PERSALINAN NORMAL
Penguji : dr.Tridiyanto, Sp.OG
Disusun oleh :
1. Rendra Darma S. (012085757)
2. Lusiana Catur I. (012085705)
3. Muhammad Ulil A. (012106228)
4. Hana Tyas (012106171)
5. Pradevi Schottkynda (012106245)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
1
2014BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Umur : 19 tahun
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Ds. Kayen RT 5/11 Kec.karangayun Grobogan
Riwayat pernikahan : Pernikahan yang pertama
Umur saat menikah : 17 tahun
Tanggal Masuk : 16 Juni 2014 pukul 22.05 WIB
II. ANAMNESIS
( Autoanamnesis pada tanggal 16 Juni 2014 Pkl 22.25 WIB )
Keluhan Utama :
-Kenceng-kenceng sejak 15 Juni 2014 SMRS
Keluhan Tambahan :
-
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan kenceng-kenceng sejak 15 Juni 2014 SMRS.
Gerakan janin (+) aktif. Keluar air-air (-), lendir darah (-). Keluhan akan keputihan tidak
ada, demam (-), batuk (-), pilek (-), mual (-), muntah (-), nyeri saat berkemih (-), darah
saat berkemih (-). Pasien mengaku hamil 39 minggu, dengan HPHT: 10 September 2013.
G1P0A0. Kontrol antenatal teratur setiap bulan ke dokter dan sudah dilakukan
pemeriksaan USG sebanyak 2 kali pada kehamilan minggu ke 24 dan 38. Dari hasil USG
2
didapatkan janin tunggal hidup dengan presentasi kepala. Sebelum dan saat kehamilan
tidak didapatkan pasien menderita hipertensi. Riwayat abortus disangkal pasien.
Perangai Pasien : Kooperatif
Riwayat Haid :
o Menarche : Usia 12 tahun
o Haid : Teratur
o Siklus : 28 hari
o Lama haid : 7 hari
o Banyaknya haid : 4x ganti pembalut/hari
o Nyeri haid : tidak ada (-)
o Riwayat keputihan : tidak ada (-)
Riwayat KB :
Pasien belum pernah menggunakan alat kontrasepsi
Riwayat Pernikahan :
o sudah menikah selama kurang lebih 2 tahun
o Pernikahan pertama bagi pasangan suami dan istri.
Riwayat Obstetri :
1. Hamil ini
Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi disangkal
Diabetes Melitus disangkal
Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Hipertensi disangkal
Diabetes Melitus disangkal
Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat keganasan disangkal
3
Catatan penting selama Asuhan Antenatal :
ANC rutin di Bidan desa
III . PEMERIKSAAN FISIK
(16 Juni 2014 pukul 22.25 WIB )
Status Generalis
o Keadaan umum : Baik
o Kesadaran : Compos Mentis
o Tinggi Badan : 146 cm
o Berat Badan : 63 kg
o IMT : 63 kg / ( 1,46 x1,46 ) = 29.55
o Tekanan Darah : 110/70 mmHg
o Nadi : 88x/menit, teratur
o Pernapasan : 20x/menit, teratur
o Suhu : 36,3 >C
o Mata : Konjungtiva Anemis (-) , Sklera Ikterik (-)
o Jantung : BJ I-II Regular, Murmur (-), Gallop (-)
o Paru : Suara Napas Vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
o Abdomen : Membuncit sesuai kehamilan
o Ekstremitas : Akral hangat, kering (-), edema (-)
Status Obstetrikus
o Periksa Luar :
TFU : 31 cm
Punggung Kiri (puki) dengan presentasi kepala
Taksiran Berat Janin Klinis (TBJK) : 2900 gram
Kontraksi HIS : (+), iregular
DJJ : 142 dpm, regular
4
o Periksa Dalam :
Portio tipis, Pembukaan diameter 10 cm, selaput ketuban (+), kepala hodge I-II
o Pelvimetrik Klinis:
Tidak dilakukan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK
USG
Hasil pemeriksaan:
o Janin : tunggal hidup intra uterine presentasi kepala
o Plasenta : terletak di fundus, tepi plasenta tidak menutupi OUI
o Amnion : ICA : 13
o Biometri : BPD 9,8 mm, AC 33 mm, FL 7,3 mm, TBJ 2900 gram,
o Anomali : saat ini tidak tampak kelainan morfologik mayor
o Doppler : (-)
o Aktivitas : gerak motorik dan gerak diafragma dalam batas normal
o Lain-lain : (-)
Penilaian : Janin presentasi kepala tunggal hidup intrauterine
V. HASIL PEMERIKSAAN KARDIOTOPOGRAFI (CTG)
5
HASIL LABORATORIUM
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SAAT INI NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
RUTIN
Hemoglobin 11.2 12-16 g/dl
Hematokrit 33 37-47 %
Eritrosit 4,13 4,3-6,0 juta/Πl
Leukosit 10100 4.800-10.800/πL
Trombosit 239000 150.000-400.000/πL
MCV 78.9 80-96 fL
MCH 25.7 27-32 pg
MCHC 32.5 32-36 g/dL
VI. DIAGNOSIS KERJA
Ibu : G1P0A0 Hamil 38-39 minggu in partu kala 1 fase aktif
Janin : Tunggal, Hidup intrauterine, Presentasi kepala
VII. PROGNOSIS
Ibu : Ad Bonam
Janin : Ad Bonam
VIII. PENATALAKSANAAN AWAL
Rencana Diagnostik
o Cek Darah Lengkap, Urinalisis, GDS
o CTG
o Observasi tanda-tanda vital/jam
o Observasi DJJ/jam
6
o Observasi kontraksi/jam
Rencana Terapi
o Rencana Awal Partus Pervaginam
o Observasi kemajuan persalinan
o Setelah partus diberikan obat : amoksisilin 3x500 mg, asam mefenamat 3x500mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus biasa atau partus normal atau partus spontan adalah
bila bayi lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau alat bantu serta
tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.1
Kehamilan disebut aterm bila kehamilan berusia antara 37 sampai 42 minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir. Partus disebut prematur adalah kehamilan berusia 28 sampai 36 minggu,
dimana hasil konsepsi dapat hidup tetapi belum aterm atau cukup bulan dengan berat janin antara
1000-2500 gram. Partus postmatur atau serotinus adalah kehamilan yang melebihi usia 42
minggu atau terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang diperkirakan. Partus immatur
terjadi bila usia kehamilan kurang dari 28 minggu namun lebih dari 20 minggu dengan berat
janin antara 500-1000 gram, sedangkan abortus adalah penghentian janin sebelum viable dengan
berat janin di bawah 500 gram atau umur kehamilan di bawah 20 minggu. 1,2,3
1.2 Faktor-faktor Penyebab Mulainya Persalinan
Persalinan ditandai dengan peningkatan aktivitas miometrium dari aktivitas jangka panjang
dan frekuensi rendah, menjadi aktivitas tinggi dengan frekuensi yang lebih tinggi. Kondisi
kontraksi menghasilkan suatu keadaan menipis dan membukanya serviks uterus. Pada persalinan
normal terdapat juga hubungan antara waktu dengan perubahan biokimiawi jaringan ikat serviks
yang menyebabkan kontraksi uterus dan pembukaan serviks. Semua peristiwa tersebut terjadi
sebelum pecahnya selaput ketuban terjadi.2
Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang kompleks. Faktor-
faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur dan sirkulasi darah uterus, pengaruh saraf, dan
7
nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang mengakibatkan partus dimulai. Perkembangan ilmu
biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan proses dimulai dan berlangsungnya partus,
antara lain penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Seperti diketahui progesteron
merupakan penenang bagi otot-otot uterus. Penurunan kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira
1-2 minggu sebelum partus dimulai. Kadar prostaglandin akan meningkat dalam kehamilan dari
minggu ke 15 hingga aterm terlebih saat partus terjadi. 1,3
Selain pengaruh hormon, terdapat faktor-faktor kompleks yang dapat membangkitkan his.
Selanjutnya dengan berbagai tindakan, persalinan dapat juga dimulai (induction of labor)
misalnya : 1) merangsang pleksus Frankenhauser dengan memasukkan gagang laminaria dalam
kanalis servikalis, 2) pemecahan ketuban, 3) penyuntikan oksitosin (sebaiknya dengan jalan
intravena), 4) pemakaian prostaglandin, dan sebagainya. Dalam menginduksi persalinan perlu
diperhatikan bahwa serviks sudah matang (serviks sudah pendek dan lembek), dan kanalis
servikalis terbuka minimal satu jari.1,3
1.3 Tahap Persalinan Normal
Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10
cm, kala ini dinamakan kala pembukaan. Kala II disebut kala pengeluaran karena berkat
kekuatan his dan kekuatan mengedan ibu, janin didorong keluar hingga lahir. Dalam kala III atau
kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV dimulai dari lahirnya
plasenta dan lamanya sekitar 1 jam. Dalam kala ini diamati apakah terjadi perdarahan postpartum
pada ibu atau tidak.1,3
1.3.1 Kala I
Kala I secara klinis dimulai apabila timbul his dan keluarnya lendir yang bercampur darah
(bloody show). Lendir ini berasal dari lendir kanalis servikalis yang mulai membuka atau
mendatar. Sedangkan darah berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada disekitar
kanalis servikalis yang pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses
membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase.
1.Fase laten. Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai
ukuran diameter 3 cm (pembukaan 3). Selama fase ini, orientasi dari kontraksi uterus adalah
perlunakan serviks serta penipisan (efficement). Kriteria minimal Friedman untuk memasuki fase
8
aktif adalah pembukaan dengan laju 1,2 cm/jam untuk nullipara, serta 1,5 cm/jam untuk
multipara.3
2.Fase aktif. Dibagi dalam 3 fase, yakni:
a) Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
b) Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4
cm menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam pembukaan
dari 9 cm menjadi lengkap.
Proses dan mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dengan
multigravida. Pada primigravida, ostium uteri internum akan membuka terlebih dahulu sehingga
serviks akan mendatar dan menipis, kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada
multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka, sehingga pembukaan ostium uteri
internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang
bersamaan.1 Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir atau telah lengkap. Tidak
jarang ketuban harus di pecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah lengkap. Kala I
selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap.1
1.3.2 Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira satu kali setiap 2 sampai 3 menit.
Karena biasanya kepala janin sudah masuk di ruang panggul, secara reflektoris timbul rasa ingin
mengedan. Tekanan pada rektum juga menimbulkan perasaan hendak buang air besar sehingga
perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan
tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah
lebih berelaksasi, kepala janin tidak akan masuk lagi di luar his. Kemudian dengan his dan
kekuatan mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan
secara berurutan lahir dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his
mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan ekstremitas bayi. Pada primigravida kala II
berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 30 menit. 1,2,3
1.3.3 Kala III
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit
kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta
9
lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada
fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.1,3
1.3.4 Kala IV
Kala IV adalah kala dimana ibu pasca melahirkan dipantau selama 1-2 jam untuk melihat apakah
terjadi perdarahan postpartum atau tidak. Pada saat ini juga dilakukan pemantauan tanda vital
untuk mengetahui keadaan umum ibu. 1,3
1.4 Mekanisme Persalinan Normal
Janin dengan presentasi kepala dalam uterus mencapai presentasi hampir 96% janin dan
pada presentasi kepala ini ditemukan ± 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan, ± 23% di
kanan depan, ± 11% di kanan belakang, dan ± 8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin
disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rektum.1,3
Keadaan janin dengan presentasi kepala dalam uterus mungkin disebabkan karena kepala
relatif lebih besar dan lebih berat. Mungkin pula karena bentuk uterus sedemikian rupa sehingga
volume bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas, yaitu di ruangan yang lebih luas
sedangkan kepala berada di bawah, di ruangan yang lebih sempit. Hal ini dikenal sebagai teori
akomodasi.1,3 Tiga faktor penting yang memegang peranan pada persalinan adalah kekuatan-
kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengedan, keadaan jalan lahir,
dan janin tersebut.1
His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan
mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun
dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. His yang sempurna akan membuat dinding korpus
uteri yang terdiri atas otot-otot menjadi lebih tebal dan lebih pendek, sedangkan bagian bawah
uterus dan serviks yang hanya mengandung sedikit jaringan kolagen akan mudah tertarik hingga
menjadi tipis dan membuka. Kontraksi yang sempurna adalah kontraksi yang simetris dengan
dominasi di fundus uteri, dan mempunyai amplitudo 40-60 mmHg yang berlangsung selama 60-
90 detik dengan jangka waktu kontraksi 2-4 menit, dan pada relaksasi tonus uterus kurang dari
12 mmHg.1,3
Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan sinklitismus, yaitu bila
sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat pula kepala masuk
dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan bidang pintu atas
10
panggul. Asinklitismus anterior menurut Naegele ialah apabila arah sumbu kepala membuat
sudut lancip ke depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula asinklitismus posterior menurut
Litzman yaitu keadaan sebaliknya dari asinklitismus anterior. Keadaan asinklitismus anterior
lebih menguntungkan daripada mekanisme turunnya kepala dengan asinklitismus posterior
karena ruangan pelvis di daerah posterior lebih luas dibandingkan dengan ruangan pelvis di
daerah anterior. Hal asinklitismus penting apabila daya akomodasi panggul agak terbatas.1,
Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris, dengan sumbu lebih
mendekati suboksiput, dan tahanan oleh jaringan dibawah terhadap kepala yang akan menurun,
maka kepala akan mengadakan fleksi di dalam rongga panggul menurut hokum Koppel. Dengan
fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang paling kecil, yakni dengan
diameter suboksipitobregmatikus (9,5cm) dan dengan sirkumferensia suboksipitobregmatikus
(32 cm). Sampai di dasar panggul kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimal. Kepala
yang sedang turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan.
Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin disebabkan oleh his yang
berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi yang disebut juga putaran paksi dalam. Pada saat
melakukan rotasi, ubun-ubun kecil berada di bawah simfisis. Sesudah kepala janin sampai di
dasar panggul dan ubun-ubun kecil di bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai
hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his, vulva
lebih membuka dan kepala janin makin tampak. Perineum menjadi lebih lebar dan tipis, anus
membuka dinding rektum. Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-
turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera
mengadakan rotasi yang disebut putaran paksi luar. Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali
sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung
anak.1,2,3
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul, bahu
akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga di dasar panggul,
apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi depan belakang. Selanjutnya
dilahirkan bahu depan terlebih dahulu, kemudian bahu belakang. Demikian pula dilahirkan
trokanter depan terlebih dahulu, kemudian trokanter belakang. Kemudian bayi lahir
seluruhnya.1,3 Bila mekanisme partus yang fisiologis ini dipahami dengan sungguh-sungguh,
maka pada hal-hal yang menyimpang dapat segera dilakukan koreksi secara manual jika
11
mungkin, sehingga tindakan-tindakan operatif tidak perlu dikerjakan. Apabila bayi telah lahir,
segera jalan nafas dibersihkan. Tali pusat dijepit diantara 2 cunam pada jarak 5 cm dan 10 cm.
Kemudian di gunting diantara kedua cunam tersebut, lalu diikat. Jepit tali pusat diberi antiseptik.
Umumnya bila telah lahir lengkap, bayi akan segera menarik napas dan menangis. Resusitasi
dengan jalan membersihkan dan mengisap lendir pada jalan napas harus segera dikerjakan. 1,3
Bila bayi telah lahir, uterus akan mengecil. Partus berada dalam kala III atau kala uri. Kala
ini tidak kalah pentingnya dengan kala I dan II, sebab kematian ibu karena perdarahan pada kala
uri tidak jarang terjadi sebab pimpinan kala II kurang cermat diterapkan. Seperti telah
dikemukakan, segera setelah bayi lahir, his mempunyai amplitudo yang kira-kira sama tingginya,
hanya frekuensinya yang berkurang. Akibat his ini uterus akan mengecil, sehingga perlekatan
plasenta dengan dinding uterus akan terlepas. Lepasnya plasenta dari dinding uterus ini dapat
dimulai dari tengah (sentral) menurut Schultze, pinggir (marginal) menurut Mathews-Duncan,
atau kombinasi keduanya. Yang terbanyak adalah pelepasan menurut Schultze. Umumnya pada
kala II berlangsung selama 6 sampai 15 menit. Tinggi fundus uteri setelah kala III kira-kira 2 jari
di bawah pusat.1,3
1.5 Pemantauan Persalinan dengan Partograf WHO
Partograf WHO adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinik. Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah
untuk :
Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks
melalui periksa dalam.
Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian juga
dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik
kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan
laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan
dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan
bayi baru lahir. 5
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong persalinan untuk
:
12
Mencatat kemajuan persalinan
Mencatat kondisi ibu dan janinnya
Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit persalinan
Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan
tepat waktu
Partograf harus digunakan :
Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen penting dari
asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk semua persalinan, baik normal maupun
patologis. Partograf sangat membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi
dan membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan penyulit maupun yang tidak disertai
dengan penyulit.
Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan
swasta, rumah sakit, dan lain-lain).
Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan kepada ibu
dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Bidan, Dokter Umum,
Residen dan Mahasiswa Kedokteran).
Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya
mendapatkan asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu mencegah terjadinya
penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.
1.5.1. Pencatatan selama Fase Laten Kala Satu Persalinan
Kala satu persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif yang diacu pada
pembukaan serviks:
fase laten: pembukaan serviks kurang dari 4 cm
fase aktif: pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm
Kondisi ibu dan bayi harus dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu:
denyut jantung janin: setiap ½ jam
frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap ½ jam
nadi: setiap ½ jam
pembukaan serviks: setiap 4 jam
13
penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam
tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam
produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam
1.5.2. Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan pada Partograf
Halaman depan partograf (lihat Gambar 2-4) menginstruksikan observasi dimulai pada fase aktif
persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase
aktif persalinan, yaitu:
Informasi tentang ibu:
1. nama, umur;
2. gravida, para, abortus (keguguran);
3. nomor catatan medik/nomor puskesmas;
4. tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu penolong
persalinan mulai merawat ibu);
5. waktu pecahnya selaput ketuban.
Kondisi janin:
1. DJJ;
2. warna dan adanya air ketuban;
3. penyusupan (molase) kepala janin.
Kemajuan persalinan:
1. pembukaan serviks;
2. penurunan bagian terbawah atau presentasi janin;
3. garis waspada dan garis bertindak.
Jam dan waktu:
1. waktu mulainya fase aktif persalinan;
2. waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
Kontraksi uterus:
1. frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit
2. lama kontraksi (dalam detik).
Obat-obatan dan cairan yang diberikan:
1. oksitosin;
14
2. obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
Kondisi ibu:
1. nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh;
2. urin (volume, aseton atau protein).
Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom yang tersedia di sisi
partograf atau di catatan kemajuan persalinan).
1.5.3. Mencatat Temuan pada Partograf
A. Informasi Tentang Ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai asuhan persalinan. Waktu
kedatangan (tertulis sebagai: ‘jam atau pukul’ pada partograf) dan perhatikan kemungkinan ibu
datang dalam fase laten. Catat waktu pecahnya selaput ketuban.
B. Kondisi Janin
Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut jantung janin (DJJ), air ketuban
dan penyusupan (kepala janin).
1. Denyut jantung janin
- Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika
ada tanda-tanda gawat janin).
- Setiap kotak di bagian atas partograf menunjukkan waktu 30 menit.
- Skala angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ
- Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka
yang menunjukkan DJJ.
- Hubungkan yang satu dengan titik lainnya dengan garis tegas dan
bersambung
- Penolong harus waspada bila DJJ mengarah hingga dibawah 120 atau diatas
160.
2. Warna dan adanya air ketuban
- Nilai air kondisi ketuban setiap kali melakukan periksa dalam dan nilai warna
air ketuban jika selaput ketuban pecah.
- Catat temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ.
15
- Gunakan lambang-lambang berikut ini:
U : selaput ketuban masih utuh (belum pecah)
J : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
M : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur mekonium
D : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur darah
K : selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak
mengalir lagi (“kering”)
3. Penyusupan (Molase) Tulang Kepala Janin
- Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat
menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu.
- Semakin besar derajat penyusupan atau tumpang-tindih antar tulang kepala
semakin menunjukkan risiko disproporsi kepala-panggul (CPD).
- Gunakan lambang-lambang berikut ini:
0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi
1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan
3 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak
dapat dipisahkan
C. Kemajuan persalinan
1. Pembukaan serviks
Nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda
penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap temuan dari
setiap pemeriksaan. Tanda ‘Ï’ harus dicantumkan di garis waktu yang sesuai dengan lajur
besarnya pembukaan serviks. Hubungkan tanda ‘Ï’ dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh
(tidak terputus).
2. Penurunan bagian terbawah janin
16
Setiap kali melakukan periksa dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering (jika ditemukan tanda-
tanda penyulit). Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan) yang menunjukkan
seberapa jauh bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul. Pada persalinan normal,
kemajuan pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian terbawah janin. Tapi ada
kalanya, penurunan bagian terbawah janin baru terjadi setelah pembukaan serviks mencapai 7
cm. Tulisan “Turunnya kepala” dan garis tidak terputus dari 0-5, tertera di sisi yang sama dengan
angka pembukaan serviks. Berikan tanda ‘O’ yang ditulis pada garis waktu yang sesuai. Sebagai
contoh, jika hasil pemeriksaan palpasi kepala di atas simfisi pubis adalah 4/5 maka tuliskan tanda
“O” di garis angka 4. Hubungkan tanda ‘O’ dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak terputus.
3. Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik dimana pembukaan
lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan selama fase
aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah
kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan
adanya penyulit (misalnya : fase aktif yang memanjang, serviks kaku, atau inersia uteri
hipotonik, dan lain-lain). Garis bertindak tertera sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4 jam)
garis waspada. Jika pembukaan serviks telah melampaui dan berada di sebelah kanan garis
bertindak maka hal ini menunjukkan perlu dilakukan tindakan untuk menyelesaikan persalinan.
D. Kontraksi uterus
1. Periksa frekuensi dan lama kontraksi uterus setiap jam selama fase laten dan setiap 30
menit selama fase aktif.
2. Nilai frekuensi dan lama kontraksi yang terjadi dalam 10 menit observasi.
3. Catat lamanya kontraksi menggunakan lambang yang sesuai:
< 20 detik 20–40 detik > 40 detik
4. Catat temuan-temuan di kotak yang sesuai dengan waktu penilaian.
E. Obat-obatan dan cairan yang diberikan
Dibawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk mencatat oksitosin,
obat-obat lainnya dan cairan IV.
1. Oksitosin
17
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit
oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan tetesan per menit.
2. Obat-obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV dalam kotak yang sesuai
dengan kolom waktunya.
F. Kondisi Ibu
Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf, terdapat kotak atau ruang untuk
mencatat kondisi kesehatan dan kenyamanan ibu selama persalinan.
1. Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh
Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu.
Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan (lebih sering jika
diduga adanya penyulit). Beri tanda titik () pada kolom waktu yang sesuai.
Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (lebih sering
jika diduga adanya penyulit. Beri tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang
sesuai: Ï
Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika terjadi peningkatan mendadak atau
diduga adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur tubuh pada kotak yang sesuai.
2. Volume urin, protein dan aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali ibu berkemih). Jika
memungkinkan, setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam urin.
1.5.4. Pencatatan pada lembar belakang Partograf
Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur-unsur berikut:
Data atau Informasi Umum Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan,
alamat tempat persalinan, catatan dan alasan merujuk, tempat rujukan dan pendamping pada
saat merujuk.
Kala I terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang Partograf saat melewati garis waspada,
masalah-masalah lain yang timbul, penatalaksanaannya, dan hasil penatalaksanaan tersebut.
Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat janin, distosia bahu, masalah
lain, penatalaksanaan masalah dan hasilnya.
18
Kala III terdiri dari lamanya kala III, pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali,
rangsangan pada fundus, kelengkapan plasenta saat dilahirkan, retensio plasenta yang > 30
menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah lain, penatalaksanaan dan hasilnya.
Bayi baru lahir Informasi yang perlu diperoleh dari bagian bayi baru lahir adalah berat dan
panjang badan, jenis kelamin, penilaian bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah lain dan
hasilnya.
Kala IV berisi data tentang tekanan darah, nadi, temperatur, tinggi fundus, kontraksi uterus,
kandung kemih dan perdarahan. Pemantauan pada Kala IV ini sangat penting, terutama untuk
menilai deteksi dini risiko atau kesiapan penolong mengantisipasi komplikasi perdarahan
pascapersalinan. Pemantauan kala IV dilakukan setiap 15 menit dalam 1 jam pertama setelah
melahirkan, dan setiap 30 menit pada satu jam berikutnya.
1.6 Pimpinan Persalinan
Pimpinan persalinan yang normal juga terbagi dalam 4 kala sesuai dengan mekanisme persalinan
normal: 1,3,4,5
1.6.1 Kala I
Dalam kala I, pekerjaan dokter, bidan, atau penolong persalinan adalah mengawasi wanita
inpartu sebaik-baiknya dan melihat apakah semua persiapan untuk persalinan sudah dilakukan.
Pemberian obat atau tindakan hanya apabila ada indikasi untuk ibu maupun anak. Pada seorang
primigravida aterm umumnya kepala janin sudah masuk pintu atas panggul pada kehamilan 36
minggu, sedangkan pada multigravida baru pada kehamilan 38 minggu. Pada kala I, apabila
kepala janin telah masuk sebagian ke dalam pintu atas panggul serta ketuban belum pecah,
wanita tersebut dapat dipersilahkan duduk atau berjalan-jalan di sekitar kamar bersalin. Akan
tetapi, pada umumnya wanita lebih suka berbaring karena sakit yang dirasakan ketika muncul
his. Berbaring sebaiknya ke sisi, tempat punggung janin berada. Cara ini mempermudah
turunnya kepala dan putaran paksi dalam. Apabila kepala janin belum turun ke dalam pintu atas
panggul, sebaiknya wanita tersebut berbaring terlentang, karena bila ketuban pecah, mungkin
terjadi komplikasi-komplikasi, seperti prolaps tali pusat, prolaps tangan, dan sebagainya. Apabila
his sudah sering dan ketuban sudah pecah, wanita tersebut harus berbaring.
Pemeriksaan luar untuk menentukan letak janin dan turunnya kepala hendaknya dilakukan
untuk memeriksa kemajuan partus, disamping dapat dilakukan pula pemeriksaan rektal atau
19
pervaginam. Hasil pemeriksaan pervaginam juga disebut pemeriksaan dalam harus menyokong
dan lebih merinci apa yang dihasilkan oleh pemeriksaan luar. Harus disadari bahwa tiap
pemeriksaan dalam pada waktu persalinan selalu menimbulkan bahaya infeksi dan rasa nyeri
pada penderita. Akan tetapi hal-hal tersebut jangan sampai menghalangi untuk menjalankan
pemeriksaan dalam yang diperlukan untuk menilai vagina (terutama dindingnya, menyempit atau
tidak), keadaan dan pembukaan serviks, kapasitas panggul, ada tidaknya penghalang jalan lahir,
sifat fluor albus, dan adanya penyakit (bartholinitis, urethritis, sistitis, dan sebagainya), ketuban,
presentasi kepala janin, turunnya kepala dalam ruang panggul, penilaian besar kepala terhadap
panggul, dan menilai kelangsungan partus.
Pemeriksaan per rektum baik untuk menilai turunnya kepala, tetapi kurang baik untuk
menilai ketuban, keadaan serviks, serta posisi dan presentasi kepala. Pemeriksaan per rektum
dapat mengurangi infeksi eksogen (dari luar), tetapi dapat menimbulkan infeksi endogen (dari
dalam) bila pemeriksaan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis dan menggosok-gosok
dengan jari dinding vagina bagian belakang yang pada umumnya mengandung kuman-kuman ke
dalam pembukaan serviks. Pada pemeriksaan per vaginam kemungkinan infeksi eksogen dapat
diperkecil bila pemeriksa memperhatikan asepsis dan antisepsis dengan memakai sarung tangan
steril dan dapat menggunakan krem dettol atau sejenis. Mengingat adanya kemungkinan
menimbulkan infeksi, maka pemeriksaan dalam hendaknya hanya dilakukan bila ada indikasi ibu
maupun janin atau bila akan diadakan tindakan di samping perlu untuk mengetahui kemajuan
partus.
Dalam kala I wanita dalam keadaan inpartu dilarang mengedan. Sebaiknya sebelumnya
dilakukan dahulu lavement. Lazimnya dimasukkan 20 sampai 40 ml gliserin ke dalam rektum
dengan penyemprot klisma atau diberi suppositoria. Jika tidak diberi klisma, skibala di rektum
akan membuat wanita tersebut mengedan sebelum waktunya. Skibala di rektum juga akan
menghalangi rotasi kepala yang baik pada kala I.
1.6.2 Kala II
Kala II dimulai jika pembukaan serviks telah lengkap. Umumnya pada akhir kala I atau
permulaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, ketuban akan pecah
sendiri. Bila ketuban belum pecah, ketuban harus dipecahkan. Kadang-kadang pada permulaan
kala II ini, wanita tersebut mau muntah disertai timbulnya rasa mengedan yang kuat. Di samping
20
his, wanita tersebut harus dipimpin untuk mengedan pada waktu ada his. Selain itu, denyut
jantung janin juga harus sering diawasi.
Ada dua cara mengedan yang baik, yaitu:6
1. Wanita tersebut dalam letak terbaring merangkul kedua pahanya sampai batas siku.
Kepala sedikit diangkat, sehingga dagunya mendekati dadanya dan ia dapat melihat
perutnya.
2. Sikap seperti diatas, tetapi badan dalam posisi miring ke kiri atau ke kanan, tergantung
pada letak punggung anak. Hanya satu kaki dirangkul, yakni kaki berada di atas. Posisi
ini baik dilakukan bila putaran paksi dalam belum sempurna. Dokter atau penolong
persalinan berdiri pada sisi kanan wanita tersebut.
Bila kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva mulai membuka. Rambut dan kepala
janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai meregang. Perineum mulai lebih tinggi,
sedangkan anus mulai membuka. Anus pada awalnya berbentuk bulat, kemudian berbentuk
seperti huruf D. Yang tampak dalam anus adalah dinding depan rektum. Perineum harus ditahan
dan bila tidak, dapat menyebabkan ruptura perineum, terutama pada primigravida. Perineum
ditahan dengan tangan kanan dan sebaiknya dilapisi dengan kain steril.
Episiotomi dianjurkan untuk dilakukan pada primigravida atau pada wanita dengan perineum
yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum telah menipis dan kepala janin tidak masuk
kembali ke dalam vagina. Ketika kepala janin akan mengadakan defleksi dengan suboksiput di
bawah simfisis sebagai hipomoklion, sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala
dengan maksud agar gerakan defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian, ruptura perineum
dapat dihindarkan. Untuk mengawasi perineum ini, posisi miring (Sims position) lebih
menguntungkan dibandingkan dengan posisi biasa. Akan tetapi, bila perineum jelas telah tipis
dan menunjukkan akan timbul ruptura perineum, maka sebaiknya dilakukan episiotomi. Ada
beberapa teknik untuk melakukan episiotomi, antara lain episiotomi mediana, dikerjakan pada
garis tengah, episiotomi mediolateral, dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskulus sfingter
ani yang diperluas ke sisi, episiotomi lateral dimana sering menimbulkan perdarahan.
Keuntungan episiotomi mediana ialah tidak menimbulkan perdarahan banyak dan penjahitan
kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primam dan hampir tidak berbekas. Bahaya yang
dapat terjadi ialah dapat menimbulkan ruptura perinei totalis. Dalam hal ini muskulus sfingter ani
eksternus dan rektum ikut robek pula. Perawatan ruptura perinei totalis harus dikerjakan serapi-
21
rapinya, agar jangan sampai gagal dan timbul inkontinensia alvi. Untuk menghindarkan robekan
perineum kadang-kadang dilakukan perasat menurut Rintgen, yaitu bila perineum meregang dan
menipis, tahan kiri menahan dan menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus. Tangan
kanan pada perineum. Dengan ujung jari-jari tangan kanan tersebut melalui kulit perineum
dicoba menggait dagu janin dan ditekan ke arah simfisis dengan hati-hati. Dengan demikian,
kepala janin dilahirkan perlahan-lahan keluar. Setelah kepala lahir diselidiki apakah tali pusat
mengadakan lilitan pada leher janin. Bila terdapat lilitan dilonggarkan, bila sukar dapat
dilepaskan dengan cara menjepit tali pusat dengan 2 cunam Kocher, kemudian diantaranya
dipotong dengan gunting yang tumpul ujungnya. Setelah kepala lahir, kepala akan mengadakan
putar paksi luar ke arah letak punggung janin. Usaha selanjutnya ialah melahirkan bahu janin.
Mula-mula dilahirkan bahu depan, dengan kedua telapak tangan pada samping kiri dan kanan
kepala janin. Kepala janin ditarik perlahan-lahan ke arah anus sehingga bahu depan lahir. Tidak
dibenarkan penarikan yang terlalu keras dan kasar oleh karena dapat menimbulkan robekan pada
muskulus sternokleidomastoideus. Kemudian, kepala janin diangkat kearah simfisis untuk
melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu janin dapat dilahirkan, maka usaha selanutnya
ialah melahirkan badan janin, trokanter anterior disusul oleh trokanter posterior. Usaha ini tidak
sesukar usaha melahirkan kepala dan bahu janin oleh karena ukuran-ukurannya lebih kecil.
Dengan kedua tangan dibawah ketiak janin dan sebagian di punggung atas, berturut-turut
dilahirkan badan, trokanter anterior, dan trokanter posterior. Setelah janin lahir, bayi sehat dan
normal umumnya segera menarik napas dan menangis keras. Kemudian bayi diletakkan dengan
kepala ke bawah kira-kira membentuk sudut 30 derajat dengan bidang datar. Lendir pada jalan
napas segera dibersihkan atau diisap dengan pengisap lendir. Tali pusat digunting 5 sampai 10
cm dari umbilikus. Dengan cara, tali pusat dijepit 2 cunam Kocher pada jarak 5 dan 10 cm dari
umbilikus. Bila ada kemungkinan akan diadakan transfusi pertukaran pada bayi maka
pemotongan tali pusat diperpanjang sampai antara 10-15 cm . Di antara kedua cunam tersebut
tali pusat digunting dengan yang berujung tumpul. Ujung tali pusat bagian bayi didesinfeksi dan
diikat dengan kuat. Hal ini harus diperhatikan karena ikatan kurang kuat dapat terlepas dan
perdarahan dari tali pusat masih dapat terjadi yang dapat membahayakan bayi tersebut.
Kemudian diperhatikan kandung kencing, bila penuh dilakukan pengosongan kandung kencing,
jika bisa wanita tersebut kencing sendiri. Kandung kencing yang penuh dapat menimbulkan
22
atonia uteri dan mengganggu pelepasan plasenta, yang berarti dapat menimbulkan perdarahan
postpartum.
1.6.3 Kala III
Partus kala III disebut juga kala uri. Kala III ini, seperti telah dijelaskan, tidak kalah
pentingnya dengan kala I dan kala II. Ketidakhati-hatian dalam memimpin kala III dapat
mengakibatkan kematian karena perdarahan. Kala uri dimulai sejak bayi lahir lengkap sampai
plasenta lahir lengkap.
Terdapat dua tingkat kelahiran plasenta, yang pertama ialah melepasnya plasenta dari
implantasinya pada dinding uterus dan dilanjutkan dengan pengeluaran plasenta dari kavum
uteri. Seperti telah disebut diatas, setelah janin lahir uterus masih mengadakan kontraksi yang
mengakibatkan pengecilan permukaan kavum uteri tempat implantasi plasenta. Hal ini
mengakibatkan plasenta akan lepas dari tempat implantasinya. Pelepasan ini dapat dimulai dari
tengah menurut Schultze atau dari pinggir menurut Mathews-Duncan atau serempak dari tengah
dan pinggir plasenta. Cara yang pertama ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari
vagina, tanda ini dikemukakan oleh Ahlfield, tanpa adanya perdarahan pervaginam, sedangkan
cara yang kedua ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas.
Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih, maka hal ini patologik. Apabila
plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi menjepit pembuluh-pembuluh
darah dan menyebabkan perdarahan segera berhenti. 3
Pada keadaan normal menurut Caldeyro-Barcia, plasenta akan lahir spontan dalam waktu ± 6
menit setelah anak lahir lengkap.6 Untuk mengetahui apakah plasenta telah lepas dari tempat
implantasinya, dipakai beberapa perasat antara lain:
1. Perasat Kustner. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat, tangan kiri
menekan daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali dalam vagina, berarti
plasenta belum lepas dari dinding uterus. Perasat ini hendaknya dilakukan secara hati-
hati. Apabila hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi.
2. Perasat Strassmann. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat, tangan
kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa ada getaran pada tali pusat yang
diregangkan ini, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tidak terasa
getaran, berarti plasenta telah lepas dari dinding uterus.
23
3. Perasat Klein. Wanita tersebut disuruh mengedan dan tali pusat tampak turun ke bawah.
Bila pengedanannyan dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke dalam vagina, berarti
plasenta belum lepas dari dinding uterus.
Kombinasi dari tiga perasat ini baik dijalankan secara hati-hati setelah mengawasi wanita
yang baru melahirkan bayi selama 6 sampai 15 menit. Bila plasenta telah lepas spontan, maka
dapat dilihat bahwa uterus berkontraksi baik dan terdorong keatas kanan oleh vagina yang berisi
plasenta. Dengan tekanan ringan pada fundus uteri plasenta mudah dapat dilahirkan, tanpa
menyuruh wanita bersangkutan mengedan yaitu dengan menggunakan perasat Crede. Dengan
cara memijat uterus seperti memeras jeruk agar plasenta lepas dari dinding uterus hanya dapat
digunakan bila terpaksa misalnya perdarahan. Perasat ini dapat mengakibatkan kecelakaan
perdarahan postpartum. Pada orang yang gemuk, perasat Crede sukar atau tidak dapat
dikerjakan.
Setelah plasenta lahir, harus diteliti apakah kotiledon-kotiledon lengkap atau masih ada
sebagian yang tertinggal dalam kavum uteri. Begitu pula apakah pada pinggir plasenta masih
didapat hubungan dengan plasenta lain, seperti adanya plasenta suksenturiata. Selanjutnya harus
pula diperhatikan apakah korpus uteri berkontraksi baik. Harus dilakukan masase ringan pada
korpus uteri untuk memperbaiki kontraksi uterus. Apabila diperlukan karena kontaksi uterus
kurang baik, dapat diberikan uterotonika seperti pitosin, metergin, ermetrin, dan sebagainya,
terutama pada partus lama, grande multipara, gemelli, hidroamnion, dan sebagainya. Bila
semuanya telah berjalan dengan lancar dan baik, maka luka episiotomi harus diteliti, dijahit, dan
diperbaiki.
Segera bayi lahir, tinggi fundus uteri dan konsistensinya hendaknya dipastikan. Selama
uterus kencang dan tidak ada perdarahan yang luar biasa, menunggu dengan waspada sampai
plasenta terlepas biasa dilakukan. Jangan dilakukan masase; tangan hanya diletakkan diatas
fundus, untuk memastikan bahwa organ tersebut tidak menjadi atonik dan berisi darah
dibelakang plasenta yang telah terlepas. Tanda-tanda pelepasan plasenta:
1. Uterus menjadi globular, dan biasanya terlihat lebih kencang. Ini merupakan tanda awal.
2. Sering ada pancaran darah mendadak.
3. Uterus naik di abdomen karena plasenta yang telah terlepas, berjalan turun masuk ke
segmen bawah uterus dan vagina, serta massanya mendorong uterus keatas.
24
4. Tali pusat keluar lebih panjang dari vagina yang menandakan bahwa plasenta telah
turun.
Tanda ini kadang-kadang terlihat dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam
waktu lima menit. Kalau plasenta sudah lepas, penolong harus memastikan bahwa uterus telah
berkontraksi kuat. Ibu boleh diminta untuk mengejan dan tekanan intraabdominal yang
ditimbulkan mungkin cukup untuk mendorong plasenta.
Manajemen aktif kala III.6
Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu menghindarkan
terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penatalaksanaan aktif kala III meliputi:
Penatalaksanaan oksitosin dengan segera
Pengendalian tarikan pada tali pusat
Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir
Penanganan tersebut dilakukan dalam tahap sebagai berikut: 6
Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga mempercepat
pelepasan plasenta.
Lakukan Peregangan Tali Pusat Terkendali atau PTT dengan cara:
1. Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas simfisis pubis. Selama
kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan gerkan dorso kranial ke arah
belakang dan ke arah kepala ibu
2. Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5 cm di depan vulva
3. Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat (2-3 menit)
4. Selama kontraksi lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus menerus,
dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.
PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus merasakan
kontraksi, ibu dapat juga member tahu petugas ketika ia merasakan kontraksi. Ketika
uterus tidak berkontraksi, tangan petugas dapat tetap berada pada uterus, tetapi bukan
melakukan PTT. Ulangi langkah-langkah PTT pada setiap kontraksi sampai plasenta
terlepas.
Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan menggerakkan tangan atau klem tali pusat
mendekati plasenta, keluarkan plasenta dengan gerakan ke bawah dan ke atas sesuai
25
dengan jalan lahir. Kedua tangan dapat memegang plasenta dan perlahan memutar
plasenta searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus agar menimbulkan
kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan mencegah perdarahan
pascapersalinan.
Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks atau vagina
atau perbaiki episiotomi.
1.6.4 Kala IV
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi. Kala ini
perlu untuk mengamat-amati apakah ada perdarahan postpartum. Rata-rata dalam batas normal,
jumlah pada umumnya adalah 100-300 cc. Bila perdarahan lebih dari 500 cc ini sudah dianggap
abnormal, harus dicari penyebabnya. Tujuh pokok penting yang harus diperhatikan sebelum
meninggalkan ibu yang baru melahirkan adalah:
1. Kontraksi rahim. Dapat diketahui denga palpasi fundus uteri. Bila perlu dilakukan masase
dan berikan uterotonika (methergin, ermetrin, pitogin).
2. Perdarahan. Apakah ada atau tidak serta jumlahnya.
3. Kandung kencing. Diharuskan kosong, jika penuh ibu diminta kencing sendiri atau
menggunakan kateter.
4. Luka-luka. Dilihat jahitan terdapat perdarahan atau tidak.
5. Uri dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap.
6. Keadaan umum ibu. Tekanan darah, nadi, dan pernapasan.
7. Bayi dalam keadaan baik
1.7INDIKASI
1. Persalinan kala II
2. Akselerasi persalinan
3. Persalinan pervaginam dengan menggunakan instrument
4. Untuk pemantauan internal frekuensi denyut jantung janin secara elektronik apabila
diantisipasi terdapat gangguan pada janin
26
5. Untuk melakukan penilaian kontraksi intra uterus apabila persalinan kurang memuaskan
6. Amniotomi elektif untuk mempercepat persalinan spontan atau mendeteksi mekonium.
1.8 KONTRA INDIKASI
1 .Polihidramnion
2. Presentasi muka
3. Tali pusat terkemuka
4. Vasa previa
5. Letak lintang
1.9 EPISIOTOMI
Episiotomi adalah pengguntingan kulit dan otot antara vagina dan anus. Tujuannya untuk
melebarkan jalan lahir. Biasanya diberikan anestesi lokal untuk menghilangkan nyeri. Namun,
dalam keadaan darurat episotomi dilakukan tanpa anestesi lokal. Episiotomi dilakukan untuk
melebarkan jalan lahir, jika:
Bahu bayi tersangkut dan dokter atau bidan memperkirakan bahu tetap tersangkut jika
tidak dibantu dengan episiotomi.
Janin dalam keadaan stres dan dokter menginginkan persalinan berlangsung lebih cepat.
Episiotomi merupakan bagian dari persalinan yang dibantu dengan forsep atau vakum.
Daerah otot-otot perineum sangat kaku, sehingga kemungkinan Anda akan mengalami
luka yang lebih luas diperineum atau labia (lipatan disisi kanan dan kiri vagina) jika tidak
dilakukan episiotomi.
Episiotomi dilakukan menggunakan sepasang gunting khusus episiotomi, atau dengan
pisau bedah. Ada dua tipe irisan: midline atau garis tengah, yang potongannya lurus ke bawah
dengan anus atau mediolateral, yaitu agak rendah ke sudut. Irisan midline umum di Amerika. Di
negara lain irisan mediolateral lebih populer.
Midline merupakan metode episiotomi yang paling mudah dilakukan juga paling cepat
dalam proses perbaikannya, namun cukup beresiko karena robekan bisa sampai ke anus.
Sedangkan Medio cukup sulit dalam proses perbaikan namun cukup melindungi anus.
Episiotomi dilakukan untuk mencegah robekan yang luas dan tidak beraturan pada daerah
perineum. Keuntungan dilakukannya episiotomi, robeknya lebih mudah dijahit dan hasilnya
27
lebih bagus. Sedangkan kerugiannya, ada kemungkinan terjadi robekan yang meluas sampai ke
anus jika epsiotomi dalakukan tidak benar.
28
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, G.H., saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T. (2008), Ilmu Kebidanan, ed. 7,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
2. Gabbe, S.G., Niebyl, J.R., Simpson, J.L (2002), Obstetrics Normal and Problem
Pregnancies, ed.4, Churchill Livingstone,New York.
3. Cunningham G.E., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C, (2001), Williams
Obstetrics, ed.21, Mc Graw Hill, New York.
4. Adenia,I., Piliang,S., Roeshadi,R.H., Tala,,M.R.Z. (1999), Kehamilan dan Persalinan
Normal, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU/RSUD dr. Pirngadi RSUP dr.
5. Adam Malik, Medan.
6. Madjid,O.A., Soekir,S., Wiknjosastro,G.H., dkk. (2008), Asuhan Persalinan Normal,
ed.3, Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, Jakarta.
7. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, (2002). Jakarta.
8. Llewellyn,Derek-Jones. (2002), Dasar-dasar Obstetri & Ginekologi, ed.6, Hipokrates,
Jakarta.
9. Norwitz, Erol., John Schorge. (2006), At a Glance Obstetri & Ginekologi, ed.2, Erlangga,
Jakarta.
29